Anda di halaman 1dari 87

PEMBUATAN MEDIA PERTUMBUHAN BAKTERI DENGAN

MENGGUNAKAN UMBI UBI JALAR ORANYE (Ipomoea


batatas (L.) Lam) TERHADAP BAKTERI Streptococcus mutans,
Streptococcus sanguinis dan Staphylococcus aureus

SKRIPSI

OLEH:
SYABITA YULIANDA PASARIBU
NIM 151501058

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


PEMBUATAN MEDIA PERTUMBUHAN BAKTERI DENGAN
MENGGUNAKAN UMBI UBI JALAR ORANYE (Ipomoea
batatas (L.) Lam) TERHADAP BAKTERI Streptococcus mutans,
Streptococcus sanguinis dan Staphylococcus aureus

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara

OLEH:
SYABITA YULIANDA PASARIBU
NIM 151501058

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah yang maha kuasa yang telah melimpahkan

rahmat, karunia, dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Pembuatan Media Pertumbuhan Bakteri Dengan Menggunakan

Umbi Ubi Jalar Oranye (Ipomoea batatas (L.) Lam) terhadap Bakteri

Streptococcus mutans, Streptococcus sanguinis dan Staphylococcus aureus”.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Salah satu parameter pertumbuhan bakteri yaitu jumlah dan ketebalan

koloni. Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan pati dan tepung umbi ubi jalar

oranye (Ipomoea batatas (L.) Lam) sebagai media pertumbuhan bakteri. Ternyata

bahwa pati dan tepung umbi ubi jalar oranye (Ipomoea batatas (L.) Lam) dapat

digunakan sebagai pertumbuhan bakteri. Hendaknya hasil penelitian ini menjadi

masukan kepada Industri Farmasi maupun Pertanian tentang pemanfaatan umbi

ubi jalar oranye (Ipomoea batatas (L.) Lam) sebagai media alternatif pertumbuhan

bakteri.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S, Apt., yang telah

memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan, Ibu Dra. Erly

Sitompul, M.Si., Apt. dan Ibu Dr. Marline Nainggolan, MS., Apt., yang telah

membimbing dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian dan

penulisan skripsi ini berlangsung, Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS.,

Apt., dan Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., selaku penguji yang telah

memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini, Ibu Khairunnisa,

iv
Universitas Sumatera Utara
S.Si, M.Pharm, Ph.D, Apt., selaku penasihat akademik yang telah memberikan

bimbingan selama masa perkuliahan. Bapak/Ibu Pembantu Dekan, Bapak/Ibu Staf

Pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara atas ilmu yang diberikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus

kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Mulyan Hariyan Pasaribu dan Ibunda

Yurni Pohan, kepada adik tersayang Syabina Yustarika Pasaribu, serta keluarga

besar dan teman-teman yang telah memberikan cinta dan kasih sayang maupun

dorongan dan pengorbanan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 13 Agustus 2019


Penulis,

Syabita Yulianda Pasaribu


NIM 15150105

v
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Syabita Yulianda Pasaribu

Nomor Induk Mahasiswa : 151501058

Program Studi : Sarjana Farmasi

Judul Skripsi : Pembuatan Media Pertumbuhan Bakteri Dengan

Menggunakan Umbi Ubi Jalar Oranye (Ipomoea

batatas (L.) Lam) terhadap Bakteri Streptococcus

mutans, Streptococcus sanguinis dan

Staphylococcus aureus

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah asli karya sendiri

dan bukan plagiat. Apabila di kemudian hari diketahui skripsi saya tersebut

terbukti plagiat karena kesalahan sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun

oleh Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam

keadaan sehat.

Medan, 13 Agustus 2019

Syabita Yulianda Pasaribu


NIM 151501058

vi
Universitas Sumatera Utara
PEMBUATAN MEDIA PERTUMBUHAN BAKTERI DENGAN
MENGGUNAKAN UMBI UBI JALAR ORANYE (Ipomoea
batatas (L.) Lam) TERHADAP BAKTERI Streptococcus mutans,
Streptococcus sanguinis dan Staphylococcus aureus

ABSTRAK

Latar Belakang: Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan kalori (energi)
yang cukup tinggi. Kandungan karbohidrat 27,9 g menghasilkan kalori (123 kalori
tiap 100 g), vitamin, mineral, protein, lemak, serat kasar dan abu. Hal ini
memungkinkan untuk pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans, Streptococcus
sanguinis dan Staphylococcus aureus.
Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk memanfaatkan pati dan tepung umbi ubi jalar
oranye sebagai media pertumbuhan bakteri.
Metode: Ubi jalar diolah dengan cara diparut, disaring dan diendapkan untuk
mendapatkan patinya selanjutnya dikeringkan di oven 50°C selama 6 jam.
Pembuatan tepung dengan cara pengirisan ubi jalar selanjutnya dikeringkan di
oven 50°C selama 24 jam. Pembuatan formula media menggunakan pati dan
tepung masing-masing konsentrasi 5%, 7,5% dan 10% b/v, dibuat dengan
penambahan susu UHT, agar dan NaCl. Selanjutnya dilakukan pengujian secara in
vitro menggunakan bakteri Streptococcus mutans, Streptococcus sanguinis dan
Staphylococcus aureus dengan pembanding media nutrient agar dengan metode
sebar, tuang dan gores selanjutnya dilakukan pengamatan.
Hasil: Hasil pengujian terhadap media pati dan tepung umbi ubi jalar oranye
dapat memberikan pertumbuhan bakteri. Pertumbuhan yang terbaik adalah
formula 3 (10%) b/v pada tepung terhadap bakteri Streptococcus sanguinis,
karena formula 3 tepung mengandung nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan
formula 1, 2, 3 pati dan formula 1 dan 2 tepung.
Kesimpulan: Pati dan tepung umbi ubi jalar oranye dapat digunakan sebagai
media pertumbuhan bakteri.
Kata Kunci: Ubi jalar oranye (Ipomoea batatas (L.) Lam.), Streptococcus
mutans, Streptococcus sanguinis dan Staphylococcus aureus.

vii
Universitas Sumatera Utara
MAKING BACTERIAL GROWTH MEDIA USING ORANGE
SWEET POTATO TUBER (Ipomoea batatas (L.) Lam) ON THE
BACTERIA OF Streptococcus mutans, Streptococcus sanguinis
and Staphylococcus aureus

ABSTRACT

Background: Sweet potato are a high source of carbohydrate and calory (energy).
The carbohydrate content of 27.9 g produces calories (123 calories per 100 g),
vitamins, minerals, protein, fat, crude fiber and ash. This allows for the growth of
Streptococcus mutans, Streptococcus sanguinis and Staphylococcus aureus
bacteria.
Objective: The objective of this research is to use orange sweet potato starch and
flour as a medium for bacterial growth.
Method: Sweet potato is processed by grated, filtered and precipitated to get the
starch dried in an oven 50 ° C for 6 hours. Making flour by slicing sweet potatoes
is then dried in an oven 50 ° C for 24 hours. Making formula media using starch
and flour each with a composition of 5%, 7.5% and 10% b / v, made by
comparison of UHT milk, agar and NaCl. Furthermore, in vitro testing using
Streptococcus mutans bacteria, Streptococcus sanguinis and Staphylococcus
aureus by comparing nutrient agar media with spread, pour and scratch method.
Results: The results of testing the starch and flour orange sweet potato tuber
media can provide bacterial growth. The best result is formula 3 (10%) b / v in
flour against Streptococcus sanguinis bacteria, because formula 3 flour contains
higher nutrients than formula 1, 2, 3 starch and formula 1 and 2 flour.
Conclusion: Starch and flour orange sweet potato tuber can be used as a medium
for bacterial growth.
Keywords: Orange sweet potato (Ipomoea batatas (L.) Lam.), Streptococcus
mutans, Streptococcus sanguinis and Staphylococcus aureus.

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i


HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................. vii
ABSTRACT ............................................................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 3
1.3 Hipotesis Penelitian............................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................... 4
1.6 Kerangka Pikir Penelitian .................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 6
2.1 Uraian Tumbuhan ................................................................................. 6
2.1.1 Sejarah ............................................................................................... 6
2.1.2 Morfologi .......................................................................................... 6
2.1.3 Habitat ............................................................................................... 7
2.1.4 Sistematika ........................................................................................... 8
2.1.5 Nama Daerah ..................................................................................... 8
2.1.6 Kandungan Gizi ................................................................................ 8
2.2 Tepung Ubi Jalar .................................................................................. 9
2.3 Pati Ubi Jalar ........................................................................................ 10
2.4 Media Pertumbuhan Bakteri ................................................................. 10
2.5 Bakteri .................................................................................................. 13
2.5.1 Klasifikasi Bakteri ............................................................................. 13
2.5.2 Struktur Bakteri ................................................................................. 15
2.5.3 Fase Pertumbuhan Bakteri ................................................................ 16
2.5.4 Faktor-faktor Pertumbuhan Bakteri .................................................. 17
2.6 Bakteri Uji ........................................................................................... 19
2.6.1 Streptococcus mutans ........................................................................ 19
2.6.1.1 Morfologi ....................................................................................... 19
2.6.1.2 Sistematika ..................................................................................... 19
2.6.2 Streptococcus sanguinis .................................................................... 19
2.6.2.1 Morfologi ....................................................................................... 20
2.6.2.2 Sistematika ..................................................................................... 20
2.6.3 Staphylococcus aureus ...................................................................... 20
2.6.3.1 Morfologi ....................................................................................... 20
2.6.3.2 Sistematika ..................................................................................... 21
2.7 Metode Inokulasi Bakteri ..................................................................... 21

ix
Universitas Sumatera Utara
2.7.1 Metode Sebar .................................................................................... 21
2.7.2 Metode Tuang ................................................................................... 22
2.7.3 Metode Gores ..................................................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 23
3.1 Jenis Penelitian ..................................................................................... 23
3.2 Alat-alat ................................................................................................ 23
3.3 Bahan-bahan ......................................................................................... 24
3.4 Mikroorganisme Uji .............................................................................. 24
3.5 Prosedur Penelitian ............................................................................... 24
3.5.1 Penyiapan Sampel ............................................................................. 24
3.5.1.1 Pengambilan Sampel ...................................................................... 24
3.5.1.2 Identifikasi Sampel ......................................................................... 25
3.5.1.3 Pengolahan Sampel ........................................................................ 25
3.6 Pembuatan Larutan Pereaksi dan Media .............................................. 26
3.6.1 Pembuatan Larutan Pereaksi ............................................................. 26
3.6.1.1 Larutan Iodium 0,005 M ................................................................ 26
3.6.1.2 Larutan Etanol 70% v/v ................................................................. 26
3.6.1.3 Larutan NaCl 0,9% ......................................................................... 26
3.6.1.4 Pereaksi CuSO4 .............................................................................. 26
3.6.1.5 Pereaksi Natrium Hidroksida 2N .................................................... 27
3.6.2 Pembuatan Media .............................................................................. 27
3.6.2.1 Media Nutrient agar ....................................................................... 27
3.6.2.2 Pembuatan Media Agar miring ...................................................... 27
3.6.2.3 Media Umbi Ubi Jalar Oranye ....................................................... 27
3.6.2.4 Pemeriksaan pH pada Media ........................................................... 28
3.7 Pemeriksaan Karakteristik Ubi Jalar .................................................... 28
3.7.1 Pemeriksaan Makroskopik ................................................................ 28
3.7.2 Pemeriksaan Mikroskopik ................................................................. 28
3.7.3 Uji Kadar Air ..................................................................................... 28
3.7.4 Penetapan Kadar Abu ........................................................................ 29
3.7.5 Uji Kelarutan ..................................................................................... 29
3.7.6 Uji Karbohidrat ................................................................................. 29
3.7.7 Uji Protein ......................................................................................... 29
3.8 Sterilisasi Alat Dan Bahan ................................................................... 30
3.9 Cara Pengujian ..................................................................................... 30
3.9.1 Pembuatan Stok Kultur Bakteri ........................................................ 30
3.9.2 Pembuatan Suspensi Bakteri Uji ....................................................... 30
3.9.3 Pengenceran Suspensi Bakteri .......................................................... 30
3.9.4 Penyiapan Media Pada Cawan Petri ................................................. 31
3.9.5 Inokulasi Bakteri ............................................................................... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 32
4.1 Identifikasi Tumbuhan ......................................................................... 32
4.2 Hasil Pengolahan Umbi Menjadi Pati dan Tepung ............................... 32
4.2.1 Hasil Pengolahan Pati ....................................................................... 32
4.2.2 Hasil Pengolahan Tepung ................................................................. 32
4.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Pati dan Tepung ............................... 33
4.4 Hasil Pembuatan Media Umbi Ubi Jalar Oranye (Ipomoea batatas
(L.) Lam ) ............................................................................................ 35
4.5 Hasil Pengujian Media Umbi Ubi Jalar Oranye ( Ipomoea batatas

x
Universitas Sumatera Utara
(L.) Lam ) terhadap Bakteri .............................................................. 36
4.5.1 Hasil Pengujian Media dari Pati terhadap Bakteri ............................. 36
4.5.2 Hasil Pengujian Media dari Tepung terhadap Bakteri ....................... 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 41
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 41
5.2 Saran ..................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 42

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Kandungan Gizi Ubi Jalar Oranye ................................................. 9


3.1 Formula Media Pati Umbi Ubi Jalar Oranye ................................. 27
3.2 Formula Media Tepung Umbi Ubi Jalar Oranye ........................... 28
4.1 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Pati dan Tepung ......................... 33
4.2 Hasil Pengujian Media Menggunakan Metode Sebar dan Tuang ... 36
4.3 Hasil Pengujian Media Menggunakan Metode Gores .................... 36
4.4 Hasil Pengujian Media Menggunakan Metode Sebar dan Tuang ... 37
4.5 Hasil Pengujian Media Menggunakan Metode Gores .................... 37

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.1 Kerangka Pikir Penelitian .................................................................. 5


2.1 Fase Pertumbuhan Bakteri .................................................................. 17

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil Identifikasi Sampel ....................................................................... 45


2. Bagan Pengolahan dan Pembuatan Pati ................................................. 46
3. Bagan Pengolahan dan Pembuatan Tepung ............................................ 47
4. Bagan Pembuatan Stok Kultur Bakteri .................................................. 48
5. Bagan Pembuatan Suspensi Bakteri ....................................................... 49
6. Bagan Pengenceran Suspensi ................................................................. 50
7. Bagan Pembuatan Media Pati dan Tepung Umbi Ubi Jalar Oranye ...... 51
8. Bagan Inokulasi Bakteri ......................................................................... 52
9. Perhitungan Rendemen Pembuatan Pati dan Tepung ............................ 54
10. Pemeriksaan Makroskopis Umbi Ubi Jalar Oranye ............................. 55
11. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Umbi Ubi Jalar Oranye .................... 56
12. Perhitungan Kadar Air Pati dan Tepung .............................................. 57
13. Perhitungan Kadar Abu Pati dan Tepung ............................................. 58
14. Hasil Uji Kelarutan .............................................................................. 59
15. Hasil Uji Karbohidrat ........................................................................... 60
16. Hasil Uji Protein ................................................................................... 61
17. Hasil Uji pH Media Umbi Ubi Jalar Oranye ........................................ 62
18. Hasil Pertumbuhan Streptococcus mutans pada Media Nutrient agar
dan Pati Umbi Ubi Jalar Oranye Metode Gores, Sebar dan
Tuang ................................................................................................... 63
19. Hasil Pertumbuhan Streptococcus sanguinis pada Media Nutrient agar
dan Pati Umbi Ubi Jalar Oranye Metode Gores, Sebar dan
Tuang ................................................................................................... 64
20. Hasil Pertumbuhan Staphylococcus aureus pada Media Nutrient agar
dan Pati Umbi Ubi Jalar Oranye Metode Gores, Sebar dan
Tuang ................................................................................................... 65
21. Hasil Pertumbuhan Streptococcus mutans pada Media Nutrient agar
dan Tepung Umbi Ubi Jalar Oranye Metode Gores, Sebar dan
Tuang ................................................................................................... 66
22. Hasil Pertumbuhan Streptococcus sanguinis pada Media Nutrient agar
dan Tepung Umbi Ubi Jalar Oranye Metode Gores, Sebar dan
Tuang ................................................................................................... 67
23. Hasil Pertumbuhan Staphylococcus aureus pada Media Nutrient agar
dan Tepung Umbi Ubi Jalar Oranye Metode Gores, Sebar dan
Tuang ................................................................................................... 68
24. Hasil Pengulangan Media Pertumbuhan Bakteri ................................. 69
25. Bahan-bahaaan ...................................................................................... 71
26. Alat-alat ................................................................................................. 72

xiv
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikrobiologi adalah ilmu pengetahuan mengenai mikroorganisme hidup

yang berukuran mikroskopis dikenal dengan mikroorganisme atau jasad renik

yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop (Pelczar, 2007). Semenjak

mikroorganisme dipastikan menjadi penyebab timbulnya penyakit tertentu dan

juga bermanfaat bagi kehidupan, banyak penelitian yang dilakukan melalui

prosedur laboratorium. Penelitian dilakukan dengan cara membiakkan atau

menumbuhkan mikroorganisme, guna mempelajari sifat-sifat yang dimiliki oleh

mikroorganisme dengan menggunakan media pertumbuhan (Aini, 2015).

Penggunaan mikrobiologi sekarang tidak hanya untuk mendiagnosa penyakit,

tetapi juga dapat melawan bakteri, jamur, dan virus penyebab penyakit serta

pembuatan makanan fungsional. Dalam bidang industri pertanian, dilakukan

fermentasi bakteri dan jamur yang memerlukan media pertumbuhan. Penggunaan

media mahal kurang dianjurkan karena pembuatan dalam skala besar memerlukan

biaya yang besar pula. Oleh karena itu dibutuhkan media alternatif untuk

mengembangkan mikroba dalam aspek yang bermanfaat.

Media merupakan suatu bahan yang terdiri atas campuran nutrisi yang

dipakai untuk menumbuhkan mikroorganisme baik dalam mengkultur bakteri,

jamur, dan mikroorganisme lain (Benson, 2002). Media yang paling sering

digunakan untuk pemeriksaan mikrobiologi adalah Nutrient agar karena sebagai

media umum yang terdiri dari campuran ekstrak daging dan peptone dengan

menggunakan agar sebagai pemadat, dalam penelitian ini media yang di gunakan

1
Universitas Sumatera Utara
di produksi oleh Oxoid.ltd., Basingstoke, Hampshire, England, dengan merek

OXOID. kode CM0003. Komposisi NA Kode CM0003 adalah pepton 5.0,

sodium chlorida 5.0, agar 15.0, lab-lemco‟ powder 1.0, yeast extract 2.0.(tertulis

dalam kemasan).

Pemanfaatan tanaman hasil pertanian khususnya tanaman umbi-umbian

dalam bidang pangan di Indonesia dewasa ini terus mengalami perkembangan dari

tahun ke tahun. Salah satu yang paling berkembang pesat adalah tanaman umbi-

umbian dari jenis ubi jalar. Potensi ubi jalar sebagai bahan baku pembuatan

beragam jenis makanan juga didukung oleh ketersediannya yang cukup melimpah

khususnya di Indonesia (Aulia dan Widya, 2015).

Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan kalori (energi) yang cukup

tinggi. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g dan menghasilkan kalori

sekitar 123 kalori tiap 100 g bahan. Vitamin yang terkandung dalam ubi jalar

adalah vitamin A, vitamin C, vitamin B1,vitamin B2, sedangkan mineral yang

terkandung dalam ubi jalar adalah zat besi, fosfor, kalsium, dan natrium.

Kandungan gizi lain yang terdapat dalam ubi jalar adalah protein, lemak, serat

kasar, dan abu (Juanda dan Cahyono, 2000). Bakteri membutuhkan nutrisi seperti

karbon, nitrogen, unsur non logam seperti sulfur dan fosfor, unsur logam seperti

Ca, Zn, Na, K, Cu, Mn, Mg, Fe, Vitamin, air dan energi (Capucino, 2014)

sehingga memungkinkan umbi ubi jalar digunakan sebagai nutrisi pertumbuhan

bakteri.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang

pembuatan media pertumbuhan bakteri dengan pati dan tepung ubi jalar oranye

terhadap bakteri uji yaitu Streptococcus mutans, Streptococcus sanguinis, dan

Staphylococcus aureus.

2
Universitas Sumatera Utara
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang menjadi

inti penelitian ini adalah:

a. Apakah pati dan tepung umbi ubi jalar oranye (Ipomoea batatas (L.) Lam)

dapat digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri?

b. Bagaimana hasil pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans,

Streptococcus sanguinis, dan Staphylococcus aureus pada media pati dan

tepung umbi ubi jalar oranye (Ipomoea batatas (L.) Lam) dibandingkan

dengan nutrient agar?

1.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kepada rumusan masalah penelitian maka hipotesis dari

penelitian ini adalah :

a. Pati dan tepung umbi ubi jalar oranye (Ipomoea batatas (L.) Lam)

dapat digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri.

b. Media pati dan tepung umbi ubi jalar oranye (Ipomoea batatas (L.)

Lam) diharapkan memberikan hasil pertumbuhan yang baik sebanding

dengan media nutrient agar.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Memanfaatkan pati dan tepung umbi ubi jalar oranye (Ipomoea batatas

(L.) Lam) sebagai media pertumbuhan bakteri.

b. Mengetahui hasil pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans,

Streptococcus sanguinis, dan Staphylococcus aureus pada media pati dan

3
Universitas Sumatera Utara
tepung umbi ubi jalar oranye (Ipomoea batatas (L.) Lam) dibandingkan

dengan nutrient agar.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

a. Memberikan informasi bahwa umbi ubi jalar oranye (Ipomoea batatas

(L.) Lam) dapat dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan bakteri.

b. Memberikan informasi hasil pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans,

Streptococcus sanguinis, dan Staphylococcus aureus pada media pati dan

tepung umbi ubi jalar oranye (Ipomoea batatas (L.) Lam) dibandingkan

dengan nutrient agar.

4
Universitas Sumatera Utara
1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Variabel Terikat

Pati dan tepung Karakterisasi pati 1. Pemeriksaan


umbi ubi jalar dan tepung umbi makroskopik
oranye ubi jalar oranye 2. Pemeriksaan
mikroskopik
3. Kadar air
Variabel Bebas
4. Kadar abu
Konsentrasi pati dan
5. Uji kelarutan
tepung umbi ubi jalar
6. Uji karbohidrat
oranye dalam media
7. Uji protein
pertumbuhan bakteri.
Parameter
Pertumbuhan
Jumlah dan
bakteri ketebalan
Streptococcus koloni bakteri
mutans, Streptococcus
mutans
Streptococcus
sanguinis, dan Jumlah dan
Staphylococcus ketebalan koloni
bakteri
aureus Streptococcus
sanguinis

Jumlah dan
ketebalan koloni
bakteri
Staphylococcus
aureus

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian

5
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Sejarah

Spesies Ipomoea batatas L. di Indonesia dikenal dengan sebutan ubi jalar

atau ketela rambat diduga berasal dari Benua Amerika daerah sentrum asal

tanaman ubi jalar adalah Amerika Tengah. Ipomoea batatas L.menyebar ke

seluruh dunia, terutama negara-negara beriklim tropis, pada abad ke-16

penyebaran Ipomoea batatas L. ke Asia, terutama Filipina, Jepang, dan Indonesia

dilakukan oleh masyarakat Spanyol (Purwono dan Purnawati, 2007).

2.1.2 Morfologi

Tanaman ubi jalar termasuk tumbuhan semusim (annual) yang memiliki

susunan tubuh utama terdiri dari batang, ubi, daun, bunga, buah dan biji. Batang

tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, berbuku-buku, dan tipe pertumbuhannya

merambat (menjalar) antara 2 m-3 m. Ukuran batang dibedakan atas tiga macam,

yaitu besar, sedang, dan kecil. Warna batang biasanya hijau tua sampai keungu-

unguan (Rukmana, 1997).

Pada bagian batang yang berbuku-buku tumbuh daun bertangkai agak

panjang secara tunggal. Daun berbentuk bulat sampai lonjong dengan tepi rata

atau berlekuk dangkal sampai berlekuk dalam, sedangkan bagian ujung daun

meruncing. Helaian daun berukuran lebar, menyatu mirip bentuk jantung, namun

ada pula yang bersifat menjari. Daun biasanya bewarna hijau tua atau kekuning-

kuningan. Dari ketiak daun akan tumbuh karangan bunga. Bunga ubi jalar

berebntuk terompet, tersusun dari lima helai daun mahkota, lima helai daun

6
Universitas Sumatera Utara
bunga, dan satu tangkai putik. Mahkota bunga bewarna putih atau putih keungu-

unguan. Bunga ubi jalar mekar pada pagi hari mulai pukul 04.00-11.00. Bila

terjadi penyerbukan buatan, bunga akan membentuk buah. Buah ubi jalar

berbentuk bulat berkotak tiga, berkulit keras dan berbiji (Rukmana, 1997).

Tanaman ubi jalar yang sudah berumur ±3 minggu setelah tanam biasanya

sudah membentuk ubi. Bentuk ubi biasanya bulat sampai lonjong dengan

permukaan rata sampai tidak rata. Bentuk ubi yang ideal adalah lonjong agak

panjang dengan berat antara 200 g – 250 g per ubi. Kulit ubi bewarna putih,

kuning, ungu atau ungu kemerah-merahan tergantung jenis (varietas) nya. Struktur

kulit ubi bervariasi antara tipis sampai dengan tebal, dan biasanya bergetah. Jenis

atau varietas ubi jalar yang berkulit tebal dan bergetah memiliki kecenderungan

tahan terhadap penggerek ubi (Cylas sp.). Daging ubi bewarna putih, kuning atau

jingga sedikit ungu. Ubi yang berkadar tepung tinggi rasanya cenderung manis

(Rukmana, 1997).

Di Indonesia ubi jalar termasuk palawija terpenting ke-3 setelah jagung

dan singkong. Kandungan gizi yang cukup baik, umur yang relatif pendek (3-4

bulan) dengan produksi 10-30 ton/hektar menunjukkan bahwa ubi jalar berpotensi

dikembangkan untuk diversifikasi pangan. Selain itu, ubi jalar termasuk tanaman

yang tinggi daya penyesuaian dirinya terhadap lingkungan yang buruk (Widiowati

dkk., 2002).

2.1.3 Habitat

Ubi jalar mampu tumbuh dan memiliki daya adaptasi yang baik pada

lingkungan lahan marginal. Dengan demikian tidak diperlukan pengelolaan

khusus serta manipulasi sejumlah faktor lingkungan dalam system budidaya (Yen,

1991).

7
Universitas Sumatera Utara
Tanaman ini tersebar mulai dari daerah rendah hingga dataran tinggi

pegunungan dengan rentang ketinggian antara 0-3000 m diatas permukaan laut. Di

Amerika Latin, tanaman ubi jalar banyak dijumpai pada ketinggian tempat 1900-

2500 m (di Bolivia, Columbia dan Venezeula) dan lebih dari 3000 m (di Ekuador

dan Peru). Sementara di Asia, tanaman ubi jalar banyak dijumpai pada ketinggian

tempat 1900-2700 m (di Papua) (Huaman dan Zhang, 1997).

2.1.4 Sistematika

Sistematika ubi jalar menurut Herbarium Medanese (2019) sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Solanalees

Famili : Convolvulaceae

Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea batatas (L.) Lam.

Nama Lokal : Ubi Jalar

2.1.5 Nama Daerah

Ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) mempunyai banyak nama atau

sebutan, antara lain ketela rambat, huwi boled (Sunda), tela rambat (Jawa), sweet

potato (Inggris), dan shoyu (Jepang) (Rukmana, 1997).

2.1.6 Kandungan Gizi

Nilai gizi ubi jalar secara kualitatif selalu dipengaruhi varietas, lokasi,

dan musim tanam. Pada musim kemarau dari varietas yang sama akan

8
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan tepung yang relatif tinggi daripada musim penghujan (Ginting,

2010).

Kandungan gizi ubi jalar dalam 100 gram bahan yang dimakan dapat

dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Ubi Jalar Dalam 100 gram Bahan
Kandungan Gizi Besaran
Energi (kal) 123,0
Protein (g) 1,8
Lemak (g) 0,7
Karbohidrat (g) 27,9
Serat (g) -
Abu (g) -
Kalium (mg) 30,0
Fosfor (mg) 49,0
Natrium (mg) -
Calsium (mg) -
Niacin (mg) -
Vitamin A (IU) 7.700,0
Vitamin B1 (mg) 0,9
Vitamin B2 (mg) -
Vitamin C (mg) 22,0
Sumber. Depkes RI, 2010

2.2 Tepung Ubi Jalar

Pengolahan ubi jalar menjadi tepung mudah dilakukan dengan

menggunakan peralatan sederhana yang dapat diusahakan di pedesaan (Widowati

dkk., 2002). Tepung ubi jalar dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode

pengeringan, diantaranya pengeringan dengan menggunakan bantuan sinar

matahari dan menggunakan alat pengering seperti mesin pengering sawut ubi

jalar, oven, dan drum drier (Djuanda, 2003).

Optimasi pengeringan tepung ubi jalar dengan pengering oven adalah pada

suhu 60°C selama 10 jam, sedangkan dengan pengeringan cabinet adalah pada

suhu 60°C selama 5 jam, dan dengan pengering tipe drum (drum dryer) adalah

9
Universitas Sumatera Utara
pada suhu 110°C dengan tekanan 80 psia dan kecepatan putar 17 rpm. Setelah

kering irisan ini dihancurkan dan diayak sampai menjadi tepung dengan tingkat

kehalusan tertentu (80-100 mesh) (Hartoyo, 1999).

2.3 Pati Ubi Jalar

Pati merupakan salah satu polimer alami yang tersusun dari struktur

bercabang yang disebut amilopektin dan stuktur lurus yang disebut amilosa. Pati

diperoleh dengan cara mengekstraksi tanaman yang kaya akan karbohidrat seperti

sagu, singkong, jagung, gandum dan ubi jalar (Cornelia dkk., 2013). Ekstraksi pati

merupakan proses untuk mendapatkan pati dari suatu tanaman dengan cara

memisahkan pati dari komponen lainnya yang terdapat pada tanaman tersebut

(Caye dkk., 2007).

2.4 Media Pertumbuhan Bakteri

Media adalah suatu bahan yang terdiri atas campuran nutrisi atau zat-zat

hara (nutrient) yang digunakan menumbuhkan mikroorganisme di atas atau

didalamnya. Selain itu media dapat dipergunakan pula untuk isolasi, perbanyakan,

pengujian sifat-sifat fisiologis dan perhitungan jumlah mikroorganisme (Waluyo,

2010).

Beberapa syarat agar dapat digunakan sebagai media pertumbuhan

mikroorganisme yaitu :

a. Media harus mengandung semua nutrien yang mudah digunakan oleh

mikroorganisme.

b. Media harus mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan dan pH yang

sesuai dengan pertumbuhan mikroorganisme.

10
Universitas Sumatera Utara
c. Media tidak mengandung zat-zat yang menghambat pertumbuhan

mikroorganisme.

d. Media harus steril sebelum digunakan, supaya mikroorganisme dapat tumbuh

dengan baik, di laboratorium sterilisasi media menggunakan autoklaf pada

suhu 121°C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit (Waluyo, 2010).

Media dapat dibedakan atas beberapa jenis, berdasarkan konsistensinya

media dibagi atas 3 yaitu :

a. Media padat, memerlukan 12-15 g agar-agar untuk 1000 ml media. Media ini

dapat dibedakan menjadi tiga jenis menurut bentuk dan wadahnya yaitu media

tegak, media miring dan media lempeng. Media padat digunakan untuk

menumbuhkan bakteri, ragi dan jamur.

b. Media semipadat, merupakan media yang penambahan zat pemadat atau

agarnya 50% atau kurang dari yang seharusnya. Media ini digunakan pada

mikroorganisme fakultatif anaerob.

c. Media cair, merupakan media yang kedalamnya tidak ditambahkan bahan

pemadat. Biasanya digunakan untuk bakteri dan ragi (Alcamo, 1984).

Berdasarkan bahan penyusun yang menjadi bahan utama pembuatan

media, maka media dibagi atas :

a. Media alami adalah media yang disusun oleh bahan-bahan alami seperti

kentang, nasi, telur, daging, roti dan lainnya.

b. Media sintesis adalah media yang disusun oleh senyawa kimia, misalnya

Czapek Dox Agar (jamur), Nitrogen free manitol broth (Azotobakteri).

c. Media semisintesis yaitu media yang tersusun oleh campuran bahan alami dan

bahan sintesis, misalnya Nutrient agar, Potato dextrose agar dan touge agar

(Cano dan Colome, 1986).

11
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan fungsinya media pertumbuhan secara umum dapat dibedakan

sebagai berikut :

a. Media selektif merupakan media yang telah ditambahkan zat kimia tertentu

yang bersifat selektif untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

b. Media diferensial adalah media yang mengandung zat-zat kimia tertentu yang

memungkinkan mikroorganisme membentuk pertumbuhan atau mengadakan

perubahan tertentu sehingga dapat membedakan berbagai macam tipe-tipenya

(Cano dan Colome, 1986).

c. Media diperkaya merupakan media yang ditambahkan zat-zat tertentu untuk

menumbuhkan mikroorganisme heterotroph tertentu, misalnya serum, darah

dan ekstrak tumbuhan.

d. Media persemaian adalah media yang sangat kaya akan nutrient dan

mempunyai susunan bahan sedemikian rupa sehingga hanya menyuburkan satu

jenis mikroorganisme yang dibutuhkan saja (Waluyo, 2010).

e. Media khusus merupakan media yang digunakan untuk menentukan tipe

pertumbuhan mikroorganisme dan kemampuannya untuk mengadakan

perubahan kimia.

f. Media umum merupakan media paling umum digunakan dalam laboratorium,

dapat menunjang pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme. Contoh media

umum antara lain potato dextrose agar dan nutrient agar (Dwijoseputro,

1988).

Media nutrient agar berdasarkan bahan yang digunakan termasuk dalam

kelompok media semi alami, media semi alami merupakan media yang terdiri dari

bahan alami yang ditambahkan dengan senyawa kimia. Berdasarkan kegunaanya

media nutrient agar termasuk kedalam jenis media umum, karena media ini

12
Universitas Sumatera Utara
merupakan media yang paling umum digunakan untuk pertumbuhan sebagian

besar bakteri. Bedasarkan bentuknya media ini berbentuk padat, karena

mengandung agar sebagai bahan pemadatnya. Media padat digunakan untuk

mengamati penampilan atau morfologi koloni bakteri (Munandar, 2016).

2.5 Bakteri

Bakteri adalah mikroorganisme yang bersel satu, berkembang biak dengan

cara membelah diri serta demikian kecilnya sehingga hanya dapat dilihat dengan

menggunakan mikroskop (Dwijoseputro, 1988).

2.5.1 Klasifikasi Bakteri

Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga

bagian (Pratiwi, 2008) yaitu :

1. Bentuk Basil

Basil dari kata bacillus, merupakan bakteri yang bentuknya menyerupai

batang atau silinder. Bentuk basil ini dapat dibedakan atas:

a) Bentuk tunggal, yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan ujung-ujungnya

yang tumpul.

b) Diplobasil, yaitu basil yang bergandengan dua-dua dengan ujung-ujungnya

yang tumpul.

c) Streptobasil, yaitu basil yang bergandeng-gandengan panjang dengan ujung-

ujungnya yang tumpul.

2. Bentuk kokus

Kokus adalah bakteri yang berbentuk bulat atau oval. Bentuk kokus ini

dapat dibedakan atas :

a) Diplokokus, yaitu kokus yang bergandengan dua-dua.

13
Universitas Sumatera Utara
b) Tetrakokus, yaitu kokus yang mengelompok berempat.

c) Stapilokokus, yaitu kokus yang mengelompok merupakan suatu untaian,

d) Streptokokus, yaitu kokus yang bergandeng-gandengan panjang seperti rantai.

f) Sarsina, kokus yang mengelompok serupa kubus.

3. Bentuk spiral

Kelompok bakteri ini berbentuk melingkar. Bakteri bentuk spiral ini

dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain :

a) Vibrio, yaitu bakteri yang berbentuk batang melengkung menyerupai koma, ada

yang tumbuh sebagai benang-benang membelit atau berbentuk „s‟.

b) Spiril, yaitu dari kata spirilium yang menyerupai spiral atau lilitan yang

sebenarnya.

c) Spirochaeta, yaitu merupakan bakteri spiral, tetapi bakteri ini memiliki spiril

yang bersifat fleksibel (mampu melenturkan dan melekukkan tubuhnya sambil

bergerak).

Berdasarkan tempat kedudukan flagel, maka bakteri dapat

diklasifikasikan sebagai berikut (Waluyo, 2004) :

a) Monotrik, jika flagel hanya satu dan melekat pada ujung sel.

b) Lofotrik, jika flagel yang melekat pada salah satu ujung sel banyak.

c) Amfitrik, jika flagel melekat pada kedua ujung sel masing-masing satu flagel.

d) Peritrik, jika flagel tersebar dari ujung sampai ke sisi-sisi sel.

e) Atrik, jika spesies tidak mempunyai flagel sama sekali.

Berdasarkan pewarnaan Gram, maka bakteri dapat dibedakan menjadi dua

bagian (Lay, 1994) yaitu :

1. Bakteri Gram positif, yaitu bakteri yang dapat mengikat zat warna pertama

(kristal violet) akan memberikan warna ungu dan setelah dicuci dengan

14
Universitas Sumatera Utara
alkohol, warna ungu tersebut akan tetap kelihatan. Kemudian ditambahkan zat

warna kedua (safranin), warna ungu pada bakteri tidak berubah. Contoh :

Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis.

2. Bakteri Gram negatif, yaitu bakteri yang kehilangan warna dari kristal violet

ketika dicuci dengan alkohol dan setelah diberi zat warna kedua (safranin),

bakteri akan memberikan warna merah muda. Contoh : Salmonella species,

Salmonella typhi, Salmonella dysenteriae, Klebsiella pneumonia, Eschericia

coli, dan Pseudomonas aeruginosa.

2.5.2 Struktur Bakteri

Struktur bakteri terbagi menjadi dua (Lay, 1994) yaitu :

1. Struktur dasar (dimiliki oleh hampir semua jenis bakteri)

a) Dinding sel tersusun dari peptidoglikan yaitu gabungan dua protein dan

polisakarida.

b) Membran plasma adalah membran yang menyelubungi sitoplasma tersusun atas

lapisan fosfolipid dan protein.

c) Sitoplasma adalah cairan sel.

d) Ribosom adalah organel yang tersebar dalam sitoplasma, tersusun atas protein

dan RNA.

e) Granula penyimpanan, karena bakteri menyimpan cadangan makanan yang

dibutuhkan.

2. Struktur tambahan (dimiliki oleh jenis bakteri tertentu)

a) Kapsul atau lapisan lendir adalah lapisan diluar dinding sel pada jenis bakteri

tertentu. Kapsul dan lapisan lendir tersusun atas polisakarida dan air.

b) Flagellum atau bulu cambuk adalah struktur berbentuk batang atau spiral yang

menonjol dari dinding sel. Flagella tersusun dari protein yang disebut flagelin.

15
Universitas Sumatera Utara
c) Klorosom adalah struktur yang berada tepat dibawah membran plasma dan

mengandung pigmen klorofil dan pigmen lainnya untuk proses fotosintesis.

Klorosom hanya terdapat pada bakteri yang melakukan fotosintesis.

d) Pilus dan fimbria adalah struktur berbentuk seperti rambut halus yang menonjol

dari dinding sel, pilus mirip dengan flagellum tetapi lebih pendek, kaku dan

berdiameter lebih kecil dan tersusun dari protein dan hanya terdapat pada

bakteri Gram negatif. Fimbria adalah struktur sejenis pilus tetapi lebih pendek

daripada pilus. Pilus yang berfungsi sebagai alat untuk menempelkan dirinya

pada sel hospes disebut colonizing factor.

e) Vakuola gas terdapat pada bakteri yang hidup di air dan berfotosintesis.

f) Endospora adalah bentuk istirahat (laten) dari beberapa jenis bakteri Gram

positif dan terbentuk didalam sel bakteri jika kondisi tidak menguntungkan

bagi kehidupan bakteri. Endospora mengandung sedikit sitoplasma, materi

genetik dan ribosom. Dinding endospora yang tebal tersusun atas protein dan

menyebabkan endospora tahan terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu

tumbuh menjadi sel bakteri baru.

2.5.3 Fase Pertumbuhan Bakteri

Ada 4 macam fase pertumbuhan mikroorganisme, (Pratiwi, 2008) yaitu:

1. Fase lag merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme pada

suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah

sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel.

2. Fase log (fase eksponensial) merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh

dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika

mikoorganisme, sifat media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk

dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial.

16
Universitas Sumatera Utara
3. Fase stationer, pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi

keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati.

4. Fase kematian, jumlah sel yang mati meningkat. Faktor penyebabnya adalah

ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik.

Gambar 2.1 Fase pertumbuhan bakteri

2.5.4 Faktor-faktor Pertumbuhan Bakteri

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri, yaitu :

1. Temperatur

Temperatur menentukan aktivitas enzim yang terlibat dalam aktivitas

kimia. Pada temperatur yang sangat tinggi akan terjadi denaturasi protein yang

tidak dapat balik (irreversible), sedangkan pada temperatur yang sangat rendah

aktivitas enzim akan berhenti. Pada temperatur pertumbuhan optimal akan

terjadi kecepatan pertumbuhan optimal dan dihasilkan jumlah sel yang

maksimal (Pratiwi, 2008).

2. pH

pH adalah derajat keasaman suatu larutan. Kebanyakan bakteri tumbuh

subur pada pH 6,5-7,5 (Radji, 2009).

3. Tekanan osmotis

Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermeabel

17
Universitas Sumatera Utara
karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Dalam larutan hipotonik

air akan masuk ke dalam sel mikroorganisme, sedangkan dalam larutan hipertonik

air akan keluar dari dalam sel mikroorganisme sehingga membran plasma

mengkerut dan leas dari dinding sel (plasmodisis), serta menyebabkan sel secara

metabolik tidak aktif (Pratiwi, 2008).

4. Oksigen

Berdasarkan kebutuhan oksigen, dikenal mikroorganisme yang bersifat

aerob dan anaerob. Mikroorganisme aerob memerlukan oksigen untuk

bernapas, sedangkan mikroorganisme anaerob tidak memerlukan oksigen untuk

bernapas (Pratiwi, 2008).

5. Radiasi

a. Radiasi yang berbahaya untuk mikroorganisme adalah radiasi pengionisasi

yaitu radiasi dari panjang gelombang yang sangat pendek dan berenergi

tinggi yang dapat menyebabkan atom kehilangan elektron (ionisasi).

b. Radiasi sinar ultraviolet menyebabkan terbentuknya dimer timin dalam

DNA, dimana dua timin yang berdekatan saling berikatan secara kovalen

menghambat replikasi DNA.

c. Cahaya tampak yang merupakan sumber fotosintesis dapat merusak atau

membunuh mikroorganisme melalui eksitasi pigmen.

6. Nutrisi

Nutrisi merupakan substansi yangdiperlukan untuk biosintesis dan

pembentukan energi (Pratiwi, 2008).

7. Media Perbenihan

Media perbenihan adalah media nutrisi yang disiapkan untuk

menumbuhkan bakteri di dalam skala laboratorium. Media perbenihan harus

18
Universitas Sumatera Utara
mengandung sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, dan faktor pertumbuhan

orgaik (Radji, 2009).

2.6 Bakteri Uji

2.6.1 Streptococcus mutans

Bakteri Streptococcus mutans termasuk dalam Streptococcus viridans.

Bakteri ini dapat ditemukan pada saluran pernafasan atas (Jawetz dkk., 1996).

2.6.1.1 Morfologi

Secara mikroskopis, bakteri streptococcus mutans merupakan gram

positif, tidak bergerak aktif, tidak membentuk spora dan mempunyai susunan

rantai dua atau lebih, tersusun berpasangan. Berbentuk bulat dengan diameter 0,5-

0,7 mm (BIMKGI, 2012).

2.6.1.2 Sistematika

Menurut (ITIS, 2012) sistematika bakteri Streptococcus mutans, yaitu :

Kingdom : Bacteria

Divisi : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Lactobacillales

Famili : Streptococcaceae

Genus : Streptococcus

Spesies : Streptococcus mutans

2.6.2 Streptococcus sanguinis

Bakteri Streptococcus sanguinis merupakan flora normal, yang merupakan

pemegang peran utama dalam kolonisasi bekteri di rongga mulut. (Suwandi,

2012).

19
Universitas Sumatera Utara
2.6.2.1 Morfologi

Bakteri Streptococcus sanguinis merupakan bakteri gram positif berbentuk

kokus (bulat) dengan diameter 0,6 –1,0 μm tersusun seperti rantai. Bakteri

Streptococcus sanguinis bersifat non motil (tidak bergerak), katalase negatif ,

tumbuh optimum pada suhu 37°C dengan pH 7,4–7,6, bewarna opak,

permukaannya kasar. Berdasarkan struktur dinding sel, bakteri ini digolongkan

pada bakteri gram positif (Jawetz dkk., 1996).

2.6.2.2 Sistematika

Menurut (ITIS, 2012) sistematika bakteri Streptococcus sanguinis, yaitu:

Kingdom : Bacteria

Divisi : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Lactobacillales

Famili : Streptococcaceae

Genus : Streptococcus

Spesies : Streptococcus sanguinis

2.6.3 Staphylococcus aureus

Bakeri Staphylococcus aureus merupakan nama spesies yang merupakan

bagian dari genus Staphylococcus.

2.6.3.1 Morfologi

Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk

bulat berdiameter 0,7-1,2 μm. Bakteri Staphylococcus aureus tersusun dalam

kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak

membentuk spora, dan tidak bergerak, tumbuh pada suhu optimum 37ºC. Koloni

berwarna abu-abu sampai kuning keemasan dan berkilau (Jawetz dkk., 2010).

20
Universitas Sumatera Utara
2.6.3.2 Sistematika

Menurut (ITIS, 2012) sistematika bakteri Staphylococcus aureus, yaitu:

Kingdom : Bacteria

Divisi : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Bacillales

Famili : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

2.7 Metode Inokulasi Bakteri

Penanaman bakteri (inokulasi) adalah memindahkan bakteri dari medium

yang lama ke medium yang baru dengan tingkat kesterilan yang sangat tinggi.

Untuk melakukan inokulasi terlebih dahulu semua alat harus steril, hal ini untuk

menghindari terjadinya kontaminasi (Saputro, 2017).

2.7.1 Metode Sebar

Metode spread plate (sebar) merupakan metode isolasi mikroba dengan

cara menginokulasi kultur mikroba secara pulasan/sebaran di permukaan media

agar yang memadat. Metode ini dilakukan dengan mengencerkan biakan kultur

mikroba karena konsentrasi sel-sel mikroba pada umumnya tidak diketahui, maka

pengenceran perlu dilakukan beberapa tahap, sehingga sekurang-kurangnya ada

satu dari pengenceran itu yang mengandung koloni terpisah (30-300 koloni).

Batang L yang digunakan harus steril dengan mencelupkan terlebih dahulu dalam

alkohol kemudian dipanaskan dengan bunsen. Koloni mikroba yang terpisah

memungkinkan koloni tersebut dapat dihitung (Jutono dkk., 1980).

21
Universitas Sumatera Utara
2.7.2 Metode Tuang

Metode tuang sangat mudah dilakukan tanpa membutuhkan keterampilan

khusus. Metode ini dilakukan dengan pengenceran isolat. Pengenceran dapat

dilakukan beberapa kali agar biakan yang didapat tidak terlalu padat. 1 ml

suspensi bakteri dituangkan ke dalam cawan petri dan dituangkan media steril

hangat (40-50°C) kemudian ditutup rapat dan diletakkan dalam inkubator (37°C)

selama 1 hari. Penuangan dilakukan secara aseptik atau dalam keadaan steril agar

tidak terjadi kontaminasi atau masuknya organisme yang tidak diinginkan. Pada

metode ini, koloni akan tumbuh di dalam media agar (Saputro, 2017).

2.7.3 Metode Gores

Metode gores mempunyai keuntungan jika ditinjau dari sudut pandang

ekonomi dan waktu, tetapi memerlukan keterampilan-keterampilan yang

diperoleh dengan latihan. Bentuk-bentuk goresan yang dapat dilakukan yaitu

goresan T, goresan kuadran,goresan radian dan goresan sinambung. Ose yang

telah steril dicelupkan ke dalam suspensi mikroorganisme yang diencerkan, lalu

digoreskan ose tersebut pada cawan yang berisi media steril, goresan dapat

dilakukan pada 3-4 bagian membentuk garis horizontal di sisi cawan. Pada

metode ini, goresan di sisi pertama diharapkan koloni tumbuh padat dan

berhimpitan, pada goresan sisi kedua koloni mulai tampak jarang dan begitu

selanjutnya, sehingga di dapat koloni yang tumbuh terpisah dengan koloni lain.

Seluruh tahapan dilakukan secara aseptik agar tidak terjadi kontaminasi (Saputro,

2017). Penggoresan yang sempurna akan menghasilkan koloni yang terpisah.

Bakteri yang memiliki flagella seringkali membentuk koloni yang menyebar

terutama bila digunakan lempengan basah. Untuk mencegah hal itu harus

digunakan lempengan agar yang benar-benar kering permukaannya (Lay, 1994).

22
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi,

Universitas Sumatera Utara, pada bulan Februari-April 2019. Penelitian ini

merupakan eksperimental, di mana konsentrasi pati dan tepung umbi ubi jalar

oranye (Ipomoea batatas (L.) Lam) sebagai variabel bebas sedangkan

pertumbuhan bakteri menjadi variabel terikat, parameter penelitian adalah

pertumbuhan jumlah dan ketebalan koloni. Media yang digunakan adalah nutrient

agar sebagai kontrol dan media umbi ubi jalar oranye dengan konsentrasi berbeda

sebagai sampel dengan menggunakan 3 jenis bakteri uji yaitu Streptococcus

mutans, Streptococcus sanguinis, dan Staphylococcus aureus. Tahap penelitian

meliputi penyiapan bahan, pembuatan media, penanaman bakteri uji dan

pengamatan. Masing-masing pengujian dilakukan tiga kali pengulangan.

3.2 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah autoklaf (Fisons),

batang L, batang pengaduk, beaker glass (Pyrex), benang wol, bluetip, cawan

petri, deck glass, erlenmeyer (Pyrex), gelas ukur (Iwaki Pyrex), inkubator (Fiber

Scientific), jarum ose, kain kasa, kapas, kertas label, kertas perkamen, kurs

porselen, kompor gas (Rinnai), Laminar Air Flow Cabinet (Astec HLF 1200L),

lampu bunsen, lampu spiritus, lemari pendingin (Toshiba), mikroskop, objek

glass, oven (Memmert), parutan, ph Indikator (Macherey-Nagel), pipet mikro

(Eppendorf), plastic wrap (Bagus), pipet tetes, mesh 80, serbet, spatula, sprayer,

23
Universitas Sumatera Utara
tabung reaksi (Iwaki Pyrex), tanur (Nabertherm), timbangan digital (Boeco

Germany), vortex.

3.3 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian adalah agar-agar (Mutiara),

akuades Dimenarilasata (Bratachem), etanol 70%, garam NaCl, larutan NaCl

0,9%, larutan iodium, larutan CuSO4, larutan Natrium Hidroksida, media instan

nutrient agar, spiritus, susu UHT, umbi ubi jalar oranye.

3.4 Mikroorganisme Uji

Biakan bakteri yang digunakan adalah Streptococcus mutans,

Streptococcus sanguinis, dan Staphylococcus aureus.

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Penyiapan Sampel

3.5.1.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan daerah atau tempat lain. Sampel yang digunakan pada

penelitian ini adalah umbi ubi jalar oranye (Ipomoea batatas (L.) Lam) diperoleh

dari pasar tradisional Simpang Limun, Jl. Sisingamangaraja XII, Kecamatan

Medan Amplas, Kelurahan Sitirejo II, Kota Medan.

3.5.1.2 Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel penelitian dilakukan di Herbarium Medanese, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan,

Indonesia.

24
Universitas Sumatera Utara
3.5.1.3 Pengolahan Sampel

1. Pembuatan Pati

Sebanyak 3 kg umbi ubi jalar oranye disortasi dari yang busuk dan rusak

akibat gesekan maupun serangan hama. Kulit dibersihkan dari kotoran seperti

tanah, pasir, dan lainnya dengan menggunakan air, kemudian kulit dikupas dengan

menggunakan pisau ketebalan 2 ± 1 mm. dan umbi dicuci agar bersih dari lendir

yang terdapat pada lapisan luar. Selanjutnya umbi diparut menggunakan parutan

manual dan hasilnya berupa bubur umbi, kemudian bubur umbi disaring dengan

kain saring lalu di ukur dengan gelas ukur. Bubur umbi yang diperoleh

ditambahkan akuades sebanyak jumlah air dari suspensi pertama, diaduk-aduk

agar pati lebih banyak terlepas dari sel umbi. Suspensi pati dibiarkan mengendap

didalam wadah pengendapan selama 8 jam. Pati akan mengendap, selanjutnya

dilakukan penirisan untuk memisahkan pati dengan cairan atau sarinya. Cairan

atau sari dibiarkan kembali kemudian hasil endapan ditambahkan dengan endapan

pati awal. Endapan pati dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 50°C

selama 6 jam selanjutnya didinginkan. Setelah proses pengeringan selesai maka

akan dihasilkan pati kasar dan dihaluskan dengan blender, maka hasil dari

penepungan diayak dengan ayakan mesh 80 sehingga dihasilkan pati ubi jalar

halus (Irhami dkk., 2019).

2. Pembuatan Tepung

Sebanyak 1 kg ubi jalar oranye dicuci bersih menggunakan air mengalir

sambil disikat agar kotoran dan tanah yang menempel hilang, selanjutnya

dilakukan pengupasan kulit untuk perlakuan umbi dengan pengupasan (daging

umbi), ketebalan kulit yang dikupas 2 ± 1 mm. Selanjutnya umbi diiris

menggunakan pisau atau pengecilan ukuran keping dengan ketebalan 2 ± 1 mm.

25
Universitas Sumatera Utara
Setelah itu keping ubi dikeringkan menggunakan oven dengan waktu pengeringan

selama 24 jam pada suhu 50°C. Setelah selesai dikeringkan kemudian dihaluskan

dengan blender, lalu diayak dengan ayakan mesh 80 (Tsaalitsari dkk., 2016).

3.6 Pembuatan Larutan Pereaksi dan Media

Larutan pereaksi yang digunakan untuk penelitian ini meliputi pereaksi

iodium 0,005 M, etanol 70%, larutan NaCl 0,9%, larutan CuSO4 1%, larutan

Natrium Hidroksia 1N. Media yang digunakan yaitu media nutrient agar, media

umbi ubi jalar oranye.

3.6.1 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.6.1.1 Larutan Iodium 0,005 M

Iodium kristal sebanyak 14 g dilarutkan dalam larutan 36 g kalium iodide

pekat dalam 1000 mL air suling (Ditjen POM, 1979).

3.6.1.2 Larutan Etanol 70% v/v

Sebanyak 72,9 mL etanol 96% dilarutkan dalam air suling hingga 100 mL

(Ditjen POM, 1979).

3.6.1.3 Larutan NaCl 0,9%

Natrium klorida ditimbang sebanyak 9 g, dilarutkan didalam air suling

steril sedikit demi sedikit dalam labu ukur 1000 mL sampai larut sempurna lalu

ditambahkan air suling steril sampai garis tanda, disterilkan menggunakan

autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Larutan NaCl 0,9% digunakan saat

pengenceran bakteri (Kemenkes, 2014).

3.6.1.4 Pereaksi CuSO4 1% (b/v)

Sebanyak 1 g CuSO4 dilarutkan dalam akuades secukupnya dan

diencerkan hingga 100 mL (Ditjen POM, 1995).

26
Universitas Sumatera Utara
3.6.1.5 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N

Sebanyak 8 g kristal Natrium Hidroksida dilarutkan dengan akuades

sebanyak 100 mL (Ditjen POM, 1995).

3.6.2 Pembuatan Media

3.6.2.1 Media Nutrient agar

Komposisi : Lemco beef extract 1g

Yeast extract 2g

Peptone 5g

NaCl 5g

Agar 15 g

Cara pembuatan :

Sebanyak 28 g nutrient agar ditimbang, dilarutkan kedalam akuades

sebanyak 1000 mL, kemudian dipanaskan sampai bahan larut sempurna lalu

disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Oxoid,1982).

3.6.2.2 Pembuatan Media Agar Miring

Sebanyak 5 mL nutrient agar dimasukkan kedalam tabung reaksi. Tabung

kemudian diletakkan dengan kemiringan 30-45° dan dibiarkan pada suhu kamar

hingga media memadat. Media disimpan dalam lemari pendingin (Lay,1994).

3.6.2.3 Media Umbi Ubi Jalar Oranye

Media dari umbi jalar oranye dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan 3.2.

Tabel 3.1 Formula media pati umbi ubi jalar oranye


Formula Pati (g) Susu NaCl (g) Agar (g) Air
UHT suling
(mL) (ml)
F1 5 8 5 10 1000
F2 7,5 8 5 7,5 1000
F3 10 8 5 5 1000
Keterangan : F = Formula; 1, 2, 3 = konsentrasi 5%, 7,5%, 10% b/v

27
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.2 Formula media tepung umbi ubi jalar oranye
Formula Tepung Susu NaCl (g) Agar (g) Air suling
(g) UHT (ml)
(mL)
F1 5 8 5 10 1000
F2 7,5 8 5 7,5 1000
F3 10 8 5 5 1000
Keterangan : F = Formula; 1, 2, 3 = konsentrasi 5%, 7,5%, 10% b/v

Cara pembuatan :

Sebanyak 2,8 g media formula 1 ditimbang, dilarutkan kedalam akuades

sebanyak 100 mL, lalu dipanaskan sampai bahan larut sempurna lalu disterilkan di

dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Oxoid,1982). Dengan cara

tersebut dilakukan juga untuk formula 2 dan formula 3.

3.6.2.4 Pemeriksaan pH pada Media

Masing-masing media pati dan tepung ditetesi diatas indikator pH,

selanjutnya diamati perubahan warna.

3.7 Pemeriksaan Karakteristik Pati dan Tepung Umbi Ubi Jalar

3.7.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap bentuk, bau, warna dari pati

dan tepung umbi ubi jalar oranye (SNI, 2011).

3.7.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap pati dan tepung umbi ubi jalar oranye

dilakukan dengan cara menaburkan serbuk pati maupun tepung diatas kaca objek

yang telah diteteskan dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup

kemudian diamati di bawah mikroskop (Ditjen POM, 1995)

3.7.3 Uji Kadar Air

Panaskan cawan dalam oven pada suhu 130°C selama kurang lebih dari

28
Universitas Sumatera Utara
satu jam dan didinginkan selama 20 menit sampai 30 menit, kemudian timbang

dengan neraca analitik. Masukkan 5 g masing-masing pati dan tepung ke dalam

cawan, timbang. Panaskan cawan yang berisi masing-masing pati dan tepung

dalam keadaan terbuka selama 1 jam setelah suhu oven 130°C. Pada waktu oven

dibuka, cawan berisi masing-masing pati dan tepung didinginkan, lalu ditimbang.

Perlakuan ini dilakukan hingga didapat bobot tetap (SNI, 2011).

3.7.4 Penetapan Kadar Abu

Panaskan krus porselen dalam tanur pada suhu 550°C selama kurang lebih

satu jam dan didinginkan kemudian ditimbang dengan neraca analitik. Masukkan

2 g masing-masing pati dan tepung ke dalam cawan porselen dan timbang.

Tempatkan cawan yang berisi masing-masing pati dan tepung tersebut dalam

tanur pada suhu 550°C sampai terbentuk warna abu bewarna putih dan diperoleh

bobot tetap. Didinginkan cawan yang berisi sampel, kemudian ditimbang (SNI,

2011).

3.7.5 Uji Kelarutan

Uji kelarutan pati dan tepung dilakukan pada suhu 20 hingga 35°, sampel

pati yaitu 5 g dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditambahkan akuades 100 mL

(Zamostny, 2012).

3.7.6 Uji Karbohidrat

Ditimbang masing-masing pati dan tepung 0,05 gram, dimasukkan

kedalam plat tetes, dilarutkan dengan akuades kemudian ditetesi 3 tetes larutan

lugol akan terbentuk endapan biru kehitaman menunjukkan reaksi positif (Ditjen

POM, 1995).

3.7.7 Uji Protein

Ditimbang masing-masing pati dan tepung 0,05 gram, dimasukkan

29
Universitas Sumatera Utara
kedalam plat tetes, dilarutkan dengan akuades kemudian ditetesi 3 tetes larutan

NaOH lalu ditambahkan 3 tetes larutan CuSO4 terbentuk warna ungu

menunjukkan reaksi positif (Ditjen POM, 1995).

3.8 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai.

Media pertumbuhan disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama

15 menit, sedangkan alat-alat gelas disterilkan dengan oven pada suhu 170°C

selama 1 jam. Jarum ose disterilkan dengan menggunakan lampu bunsen (Lay,

1994).

3.9 Cara Pengujian

3.9.1 Pembuatan Stok Kultur Bakteri

Sebanyak satu ose dari masing-masing biakan murni Streptoccus mutans,

Streptococcus sanguinis, dan Staphylococcus aureus diinokulasi pada permukaan

agar miring. Biakan diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam (Ditjen

POM,1995).

3.9.2 Pembuatan Suspensi Bakteri Uji

Koloni diambil dari agar miring nutrient agar menggunakan jarum ose,

lalu disuspensikan ke dalam pelarut NaCl 0,9% sebanyak 5 mL dan kocok

homogen dalam tabung reaksi. Kekeruhan suspensi mikroba uji diukur dengan

alat spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 580 nm dan transmitan

25% (Ditjen POM, 1995).

3.9.3 Pengenceran Suspensi Bakteri

Dilakukan pengenceran suspensi bakteri sebanyak 4 kali yaitu ,

30
Universitas Sumatera Utara
, , dengan menggunakan NaCl fisiologis steril di mana masing-masing

NaCl fisiologis steril dimasukkan 9 mL kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 1

mL ke masing-masing pengenceran secara berurutan.

3.9.4 Penyiapan Media Pada Cawan Petri

Cawan petri yang steril digunakan sebagai wadah untuk media. Penuangan

media dilakukan di dalam laminar air flow cabinet. Setiap cawan petri berisi 10-

15 mL media. Setelah media memadat, cawan petri dibalik kemudian ditutup agar

uap air tidak menetes ke agar untuk menghindari kontaminasi.

3.9.5 Inokulasi Bakteri

Masing-masing bakteri diuji dengan beberapa teknik inokulasi, yaitu :

1. Metode Gores

Suspensi bakteri diambil dengan ujung kawat ose yang bengkok, kemudian

bagian yang bengkok digesekkan dengan gerakan ke kiri ke kanan sampai

seluruh permukaan agar (Dwijoseputro, 1978).

2. Metode Sebar

Pengenceran suspensi koloni bakteri diambil 0,1 mL dimasukkan ke dalam

cawan petri yang berisi agar padat dan diratakan dengan menggunakan hockey

stick (Dwijoseputro, 1978).

3. Metode Tuang

Pengenceran suspensi koloni bakteri diambil 0,1 mL dimasukkan ke dalam

cawan petri, ditambahkan media agar ke dalam cawan petri kemudian di

homogenkan membentuk angka 8.

Setelah bakteri diinokulasikan dengan metode diatas selanjutnya

diinkubasi kedalam inkubator bakteri pada suhu 37°C selama 24 jam, lalu diamati

pertumbuhan bakteri.

31
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi umbi ubi jalar oranye dilakukan di Herbarium Medanese

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara,

Medan. Hasil identifikasi umbi adalah umbi dari Ipomoea batatas (L.) Lam, dapat

dilihat pada Lampiran 1 halaman 45.

4.2 Hasil Pengolahan Umbi Menjadi Pati dan Tepung

4.2.1 Hasil Pengolahan Pati

Sebanyak 3 kg umbi ubi jalar oranye diperoleh pati seberat 450 gram.

Rendemen pembuatan pati ubi jalar oranye yang dihasilkan adalah 15%. Hal ini

tidak berbeda jauh dari pernyataan Suismono (2002), rendemen pati ubi-ubian

umumnya rendah, seperti pati ubi kayu, pati ganyong, dan pati ubi jalar masing-

masing sebesar 25%, 15,8%, dan 15,2%.

Menurut Rahman dkk. (2015), pada proses produksi pati, ekstraksi

merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kualitas rendemen pati yang

dihasilkan. Rendemen pati sangat berhubungan dengan kadar pati yang

terkandung dalam ubi jalar. Perbedaan rendemen pati yang dihasilkan diduga

disebabkan dari perbedaan kadar pati bahan dasarnya.

4.2.2 Hasil Pengolahan Tepung

Sebanyak 1 kg ubi jalar oranye diperoleh tepung seberat 250 gram.

Rendemen pembuatan tepung ubi jalar oranye yang dihasilkan adalah 25%.

Menurut Heriyanto dan A. Winarto (1999) rendemen ubi jalar yang dibuat tepung

32
Universitas Sumatera Utara
sekitar 25%. Dari penelitian ini rendemen tepung ubi jalar oranye yang diperoleh

sesuai dengan rendemen tepung ubi jalar biasa.

4.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Pati dan Tepung

Hasil pemeriksaan karateristik pati dan tepung umbi ubi jalar oranye dapat

dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Pati dan Tepung


No. Parameter Hasil dan Pengamatan
Pati Tepung

Bentuk: serbuk halus; Bentuk: serbuk halus;


1. Makroskopis Warna: Putih; Bau: Warna: oranye; Bau:
normal normal

2. Mikroskopis Terdapat amilum dan Terdapat amilum,


hilus hilus, jaringan
parenkim, serat

3. Uji Kadar Air 11,33% 11,73%


4. Uji Kadar Abu 2,83% 3,33%
5. Uji Kelarutan Tidak larut Tidak larut
(dalam air panas)

6. Uji Karbohidrat + +
(dengan pereaksi
Iodium)
7. Uji Protein (dengan - -
pereaksi biuret)
Keterangan: + = positif; - = negatif

Dapat dilihat dari tabel di atas diperoleh bentuk pati ubi yaitu serbuk

halus, bewarna putih dan bau normal dan secara makroskopis didapatkan bentuk

pati berupa amilum dan hilus. Menurut SNI 01-2997-1996, warna pati ubi yaitu

putih dan berbau khas atau normal. Bentuk tepung ubi yaitu serbuk halus, serta

warna khas dan bau normal dan secara makroskopis didapatkan bentuk tepung

berupa amilum, hilus, jaringan parenkim, dan serat (SNI, 2011).

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam suatu bahan

33
Universitas Sumatera Utara
yang dinyatakan dalam persen (%). Kadar air yang tinggi mengakibatkan

mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan

menyebabkan terjadinya perubahan bahan (Irhami dkk., 2019). Dari hasil

penelitian yang dilakukan kadar air pati yang diperoleh 11,33 %. Hal ini sesuai

dengan standard SNI 01-2997-1996 dimana kadar air pati ubi yaitu maksimal

12%. Kadar air tepung yang didapat yaitu 11,73 %, sesuai dengan mutu

persyaratan tepung yaitu maksimal 14% (SNI, 2011).

Kadar abu bahan dapat diketahui dengan mengoksidasikan semua zat

organik pada suhu tinggi dan kemudian melakukan penimbangan zat yang

tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Kandungan abu dan komposisinya

tergantung dari macam bahan (Sudarmadji dkk., 1994). Kandungan abu yang

dimiliki pati ubi jalar adalah maksimal sebesar 2,83%. Pada penelitian ini kadar

abu yang diperoleh tidak berbeda jauh dengan yang dilakukan oleh Sriwahyuni

dkk. (2017) yaitu 2,67% sehingga dapat dikatakan bahwa kadar abu yang

dihasilkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Hasil kadar abu tepung yang

didapat yaitu 3,33%, hal ini tidak berbeda jauh dengan hasil kadar abu penelitian

Aulia dan Putri (2015), kadar abu tepung ubi jalar oranye sebesar 3,46%.

Penelitian ini diperoleh hasil kelarutan pati dan tepung tidak larut dalam

air panas. Biasanya pati alami tidak larut dalam air dingin dan kebanyakan pelarut

organik termasuk aseton, alkohol, dan eter. Namun akan menjadi larut dalam air

ketika dispersi dipanaskan hingga suhu kritis tertentu yang disebut suhu

gelatinisasi. Gelatinisasi adalah sifat pokok pati yang ditandai dengan perubahan

dalam sifat fisik dan kimia, ditandai oleh pembengkakan yang sangat besar,

peningkatan viskositas, tembus cahaya, kelarutan (Shimelis dkk., 2006).

Perubahan ini sering disebabkan oleh putusnya ikatan hidrogen di dalam butiran

34
Universitas Sumatera Utara
pati yang memungkinkan air masuk ke butiran untuk membuatnya membengkak

saat dispersinya dipanaskan. Ketika suhu meningkat viskositas dispersi juga

meningkat sampai gel stabil terbentuk. Juga penting untuk dicatat bahwa karena

suhu dispersi meningkat pengadukan akan semakin meningkatkan viskositas

dispersi. Gelling ditandai oleh viskositas tinggi dan destabilisasi total struktur

kristal dari butiran diikuti oleh retrogradasi yang terjadi pada pendinginan gel.

Polisakarida dengan penambahan iodium akan membentuk kompleks

adsorpsi bewarna yang spesifik. Amilum atau pati yang dengan iodium

menghasilkan warna biru kehitaman (Abdul, 2007). Hasil uji karbohidrat pati dan

tepung menunjukkan hasil yang positif dengan perubahan warna menjadi biru

kehitaman.

Hasil uji protein pada pati dan tepung diperoleh warna hijau, hal ini

disebabkan karena kadar protein pada umbi ubi jalar oranye menurut Depkes RI

(2010) yaitu 1,8 g dari 100 g bahan sehingga tidak dapat terdeteksi dengan uji

kualitatif dengan pelarut NaOH dan CuSO4.

4.4 Hasil Pembuatan Media Umbi Ubi Jalar Oranye (Ipomoea batatas (L.)
Lam)

Hasil pembuatan media menggunakan pati dan tepung dari 3 formula

diperoleh 3 konsentrasi dimana konsentrasi masing-masing 5%, 7,5% dan 10%

b/v. Konsentrasi tersebut dari perubahan formula asli yaitu formula media nutrient

agar dimana lemco beef extract 1 g, yeast extract 2 g, dan peptone 5 g diganti

dengan susu UHT 8 mL, sedangkan NaCl tetap yaitu 5 g dan konsentarsi agar dari

tiap formula berbeda pada formula 1, pati dan tepung 5 g, agar 10 g, formula 2,

pati dan tepung 7,5 g, agar 7,5 g, dan formula 3 pati dan tepung 10 g, agar 5 g.

35
Universitas Sumatera Utara
4.5 Hasil Pengujian Media Umbi Ubi Jalar Oranye (Ipomoea batatas (L.)
Lam) terhadap Bakteri

4.5.1 Hasil Pengujian Media dari Pati terhadap Bakteri

Hasil pengujian media dari formula pati yang berbeda terhadap bakteri

Streptococcus mutans, Streptococcus sanguinis, dan Staphylococcus aureus

dilakukan dengan metode sebar, tuang, dan gores dapat dilihat pada Tabel 4.2

sampai 4.3.

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Media Menggunakan Metode Sebar dan Tuang
Formula Jumlah Koloni* CFU/ml
Streptococcus Streptococcus Staphylococcus
mutans x 10² sanguinis x 10² aureus x 10²
Metode Metode Metode Metode Metode Metode
Sebar Tuang Sebar Tuang Sebar Tuang
F1 87 120 111 143 83 107
F2 105 130 122 161 91 119
F3 115 159 142 189 102 154
NA ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞
*
Keterangan : ( ) = hasil rata-rata 3 kali pengulangan; F = Formula; 1, 2, 3 =
konsentrasi 5%, 7,5%, 10% b/v; NA = Nutrient agar; CFU/ml =
Colony Forming Unit (satuan unit koloni); 10² = pengenceran
sampai 10²

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Media Menggunakan Metode Gores


Formula Banyak Koloni*
Streptococcus Streptococcus Staphylococcus
mutans sanguinis aureus
Metode Gores Metode Gores Metode Gores

F1 +++ +++ +++


F2 +++ +++ +++
F3 +++ +++ +++
NA +++++ +++++ +++++
Keterangan : (*) = hasil paling baik 3 kali pengulangan; F = Formula; 1, 2, 3 =
konsentrasi 5%, 7,5%, 10% b/v; NA = Nutrient agar; + = sangat
tipis; ++ = tipis; +++ = sedikit tebal; ++++ = tebal; +++++ = sangat
tebal

Tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata jumlah dan ketebalan koloni

pada masing-masing formula mengalami peningkatan. Pada F3 (10%) b/v

36
Universitas Sumatera Utara
petumbuhan lebih baik daripada F1 (5%) b/v dan F2 (7,5%) b/v, hal ini karena

konsentrasi F3 mengandung nutrisi paling banyak. Semakin banyak nutrisi-nutrisi

yang terkandung maka semakin banyak pula bakteri atau koloni yang tumbuh.

Pada media nutrient agar, jumlah koloni sudah tidak dapat terhitung.

4.5.2 Hasil Pengujian Media dari Tepung terhadap Bakteri

Hasil pengujian media dari formula tepung yang berbeda terhadap bakteri

Streptococcus mutans, Streptococcus sanguinis, dan Staphylococcus aureus

dilakukan dengan metode sebar, tuang, dan gores dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan

4.5.

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Media Menggunakan Metode Sebar dan Tuang
Formula Jumlah Koloni* CFU/ml
Streptococcus Streptococcus Staphylococcus
mutans x 10² sanguinis x 10² aureus x 10²
Metode Metode Metode Metode Metode Metode
Sebar Tuang Sebar Tuang Sebar Tuang
F1 107 145 134 158 97 125
F2 122 165 151 198 116 153
F3 160 187 175 223 149 180
NA ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞
Keterangan : (*) = hasil rata-rata 3 kali pengulangan; F = Formula; 1, 2, 3 =
konsentrasi 5%, 7,5%, 10% b/v; NA = Nutrient agar; CFU/ml =
Colony Forming Unit (satuan unit koloni); 10² = pengenceran
sampai 10²

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Media Menggunakan Metode Gores


Formula Banyak Koloni*
Streptococcus Streptococcus Staphylococcus
mutans sanguinis aureus
Metode Gores Metode Gores Metode Gores

F1 +++ +++ +++


F2 +++ +++ +++
F3 ++++ ++++ ++++
NA +++++ +++++ +++++
*
Keterangan : ( ) = hasil paling baik 3 kali pengulangan; F = Formula; 1, 2, 3 =
konsentrasi 5%, 7,5%, 10% b/v; NA = Nutrient agar; + = sangat
tipis; ++ = tipis; +++ = sedikit tebal; ++++ = tebal; +++++ = sangat
tebal

37
Universitas Sumatera Utara
Penanaman bakteri Streptococcus mutans, Streptococcus sanguinis, dan

Staphylococcus aureus pada berbagai konsentrasi pati dan tepung umbi ubi jalar

oranye (5%, 7,5%, 10%) b/v dengan 3 metode yaitu metode tuang, sebar dan

gores diinkubasikan pada temperatur 37°C dalam waktu 24 jam memperlihatkan

adanya pertumbuhan dengan ditandai terbentuknya koloni. Semakin lama

diinkubasi maka koloni bakteri semakin banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Gandjar dkk., 2006 bahwa salah satu parameter pertumbuhan adalah pertambahan

volume sel, karena adanya pertambahan protoplasma dan senyawa asam nukleat

yang melibatkan sintesis DNA dan pembelahan mitosis. Pertambahan volume sel

tersebut adalah irreversibel, artinya tidak dapat kembali ke volume semula. Pada

umumnya koloni digunakan sebagai kriteria terjadinya pertumbuhan karena massa

sel tersebut berasal dari satu sel. Jadi sesuatu yang semula tidak terlihat, yaitu

koloni bakteri maka setelah 24 jam dapat terlihat dengan penambahan jumlah

koloni yang dapat dihitung dengan alat colony counter.

Hasil dan pengamatan memperlihatkan adanya pertumbuhan bakteri pada

media umbi ubi jalar baik pati maupun tepung dengan 3 metode yang digunakan.

Pertumbuhan bakteri pada tepung umbi ubi jalar oranye lebih baik dibandingkan

pertumbuhan bakteri di pati umbi ubi jalar oranye, dikarenakan tepung merupakan

bagian dari tanaman yang dikeringkan sehingga mengandung seluruh unsur-

unsurnya seperti serat, lemak, protein, dan karbohidrat, sedangkan pati merupakan

bagian dari tanaman yang diambil sarinya kemudian dikeringkan sehingga hanya

mengandung sebagian besar karbohidrat.

Pertumbuhan dan perkembangan bakteri membutuhkan nutrient dan

faktor-faktor lingkungan yang sesuai. Nutrien berupa unsur-unsur atau senyawa

kimia dari lingkungan digunakan sel sebagai konstituen kimia penyusun sel.

38
Universitas Sumatera Utara
Secara umum nutrien yang diperlukan dalam bentuk karbon, nitrogen, sulfur,

fosfor, kalium, magnesium, natrium, kalsium, nutrient mikro (besi, mangan, zink,

kobalt) dan vitamin. Karbon menempati posisi yang unik karena semua organisme

hidup memiliki karbon sebagai salah satu senyawa pembangun (Madigan, dkk,

2011). Salah satunya adalah ubi jalar oranye yang memiliki kandungan nutrisi

bagi kelangsungan hidup bakteri, sehingga bakteri dapat tumbuh subur pada

media ini.

Menurut Retnaningtyas dan Widya., 2014 kadar pati 85,92%, kadar

amilosa 30,30%, dan kadar air 8,26%, sedangkan kadar tepung menurut

Ambarsari dkk., 2009, tepung umbi ubi jalar oranye mengandung protein sebesar

4,42%, serat kasar 5,54%, karbohidrat 83,19%, kadar air 6,77%, dan kadar abu

4,71% dan kandungan protein pada media Nutrient agar sebanyak 98%.

Kandungan nutrisi tersebut dapat menyebabkan bakteri Streptococcus mutans,

Streptococcus sanguinis, dan Staphylococcus aureus tumbuh pada media umbi

ubi jalar oranye meskipun jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan media

Nutrient agar, selain itu dari jenis protein tepung umbi ubi jalar oranye adalah

protein nabati dan pada Nutrient agar adalah protein hewani.

Pertumbuhan bakteri pada metode tuang dan sebar dilihat dari parameter

jumlah koloni sedangkan metode gores dilihat secara visual dari ketebalan koloni.

Pada metode tuang, bakteri yang tumbuh yaitu bakteri aerob dan anaerob, karena

tersebar merata sedangkan pada metode sebar dan gores yaitu bakteri aerob karena

hanya menyebar dipermukaan.

Bakteri Streptococcus mutans tumbuh optimum pada suhu sekitar 18-40°C

dan pada pH 5,2-7 dan bakteri Streptococcus sanguinis tumbuh optimum pada

suhu 37°C dengan pH 7,4-7,6 (Jawetz dkk., 1996). Sedangkan bakteri

39
Universitas Sumatera Utara
Staphylococcus aureus tumbuh baik pada suhu 37°C, pertumbuhan terbaik adalah

pada suasana aerob, bersifat anaerob fakultatif dan pH optimum untuk

pertumbuhan adalah 7,4 (Pelzcar, 1988). Pada pembuatan media umbi ubi jalar

didapatkan pH media umbi ubi jalar adalah 7 sehingga ditemukan tidak banyak

perbedaan jumlah koloni yang didapat, maka dapat diketahui faktor yang paling

berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans, Streptococcus

sanguinis, dan Staphylococcus aureus yaitu faktor nutrisi. Selain faktor nutrisi,

bakteri tersebut sedang berada pada fase adaptasi yaitu ketika bakteri dipindahkan

ke lingkungan baru maka ia akan mengalami proses adaptasi meliputi sintesis

enzim baru yang berbeda dengan media tumbuh sebelumnya dan pemulihan

terhadap metabolik yang bersifat toksik seperti asam, alkohol, dan basa. Respon

adaptasi dapat dikarenakan kekurangan nutrien pada media umbi ubi jalar ini

ditunjukkan dengan jumlah bakteri yang sedikit (Jawetz dkk., 2005).

40
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian pembuatan media pertumbuhan bakteri dengan

menggunakan umbi ubi jalar oranye yang telah dilakukan didapatkan hasil :

a. Pati dan tepung umbi ubi jalar oranye (Ipomoea batatas (L.) Lam.) dapat

digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri.

b. Hasil pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans, Streptococcus

sanguinis, dan Staphylococcus aureus pada media nutrient agar lebih

bagus dibandingkan dengan media pati dan tepung umbi ubi jalar oranye

(Ipomoea batatas (L.) Lam), di mana formula yang lebih baik yaitu

formula 3 (10%) b/v pada media tepung.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan disarankan pada peneliti

selanjutnya untuk melanjutkan pembuatan media umbi ubi jalar dengan

penambahan nutrisi lain seperti nitrogen, sulfur, magnesium, kalsium, besi,

mangan, zink, kobalt dan vitamin lainnya serta mengganti sumber protein yang

berasal dari nabati menjadi protein hewani.

41
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, R., Sumantri. 2007. Analisis makanan. Yogyakarta: Universitas Gadjah


Mada Press. Halaman 44.
Aini, N. 2015. Media Alternatif Untuk Pertumbuhan Jamur Menggunakan Sumber
Karbohidrat yang Berbeda. Skripsi: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Halaman 1.
Alcamo, I. E. 1984. Fundamentals of microbiology. Massachusetss: Addison
Wedley Publishing Company Inc. Halaman 185-211.
Aulia, E.K., Widya, D.R.P. 2015. Karakterisasi sifat fisikokimia tepung ubi jalar
oranye. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(3): 476.
Aulia, R. E., Putri, W. D. R. 2015. Karakterisasi sifat fisikokimia tepung ubi jalar
oranye hasil modifikasi kimia dengan STPP. Jurnal Pangan dan
Agroindustri. 3(2): 476-482.
Benson, Harold, J. 2002. Microbiological aplications laboratory manual in
general microbiology. New York: McGraw-Hill. Halaman 122.
Cano, R. J., Colome, J. S. 1986. Microbiology. St. Paul: West Publishing
Company. Halaman 107-149.
Capucino, J.G., Shema, N. 2014. Manual laboratorium mikrobiologi. Jakarta:
EGC. Halaman 691-694.
Caye, M., Drapcho., N. P. N., Terry H. W. 2007. Biofuels engineering process
technology. USA: The McGraw-Hill Companies Inc. Halaman 54-56.
Departemen Kesehatan RI. 2010. DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan).
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 316, 412.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Djuanda, V. 2003. Optimasi formulasi cookies ubi jalar (Ipomoea batatas)
berdasarkan kajian preferensi konsumen. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Halaman 21-22.
Dwijoseputro. 1978. Dasar-dasar mikrobiologi. Jakarta: Djambatan. Halaman 11.
Dwijoseputro. 1988. Dasar-dasar mikrobiologi. Jakarta: Djambatan. Halaman 33-
37.
Gandjar, Indrawati, Wellyzar, S. 2006. Mikrobiologi dasar dan terapan. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia. Halaman 87-90.
Ginting, S. 2010. Pemanfaatan ubi jalar orange sebagai bahan pembuat biskuit
untuk alternatif makanan tambahan anak sekolah dasar di desa ujung
bawang kecamatan dolok silau kabupaten simalungun. Skripsi. Medan:
Universitas Sumatera Utara. Halaman 12.
Hartoyo, A. 1999. Kajian teknologi pembuatan tepung ubi jalar instan kaya pro
vitamin A. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor. Halaman 33-36.
Heriyanto, Winarto, A. 1999. Prospek pembedayaan tepung ubi jalar sebagai
bahan baku industri pangan. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan
dan Umbi-umbian. 15: 17-29.

42
Universitas Sumatera Utara
Huaman, Z., D. Zhang. 1997. Sweetpotato. In: Biodiversity in Trust: Conservation
on Use of Plant Genetic Resources in CGIAR, D. Fucillo, L. Sears and P.
Stapleton (Eds.). Cambridge USA: Cambridge University Press. Halman
29-38.
Irhami, Chairil, A., Mulia, K. 2019. Karakteristik sifat fisikokimia pati ubi jalar
dengan mengkaji jenis varietas dan suhu pengeringan. Jurnal Teknologi
Pertanian. 20(1): 33-44.
ITIS. 2012. Staphylococcus aureus Rosenbach, 1884. [online].
http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&searc
h_value=369. [diakses: 21 Agustus 2019].
ITIS. 2012. Streptococcus mutans Clarke, 1924. [online].
http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&searc
h_value=966483. [diakses: 21 Agustus 2019].
ITIS. 2012. Streptococcus sanguinis White and Niven, 1946. [online].
http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&searc
h_value=966473. [diakses: 21 Agustus 2019].
Jawetz, E., Melnick, J. L., Aldelberg, E. A. 1996. Mikrobiologi kedokteran.
Jakarta: EGC. Halaman 219-223.
Jawetz, E., Melnick, J. L. Aldelberg, E. A. 2005. Mikrobiologi kedokteran.
Jakarta: EGC. Halaman 116-118.
Jawetz, E., Melnick, J. L., Aldelberg, E. A. 2010. Mikrobiologi kedokteran.
Jakarta: EGC. Halaman 233.
Juanda, D., Cahyono, B. 2000. Ubi jalar: budidaya dan analisis usaha tani.
Yogyakarta: Kanisius. Halaman 12-14.
Jutono, J., Soedarsono, S., Hartadi, S., Kabirun S., Suhadi D. 1980. Pedoman
Praktikum Mikrobiologi Umum. Yogyakarta: Departemen Mikrobiologi
Fakultas Pertanian UGM. Halaman 29-32.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi
Kelima. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 904.
Lay, B. W., Sugiyo, H. 1994. Analisis mikroba di laboratorium. Jakarta: Raja
Grafindo Persada. Halaman 34, 72, 73.
Madigan, M. T., David, P., Clarck, David S., John, M., Martinko. 2011. Brock
microbiology of microorganism. San Francisco: Benjamin Cummings
Publishing. Halaman 222-225.
Munandar, K. 2016. Pengenalan laboratorium IPA biologi sekolah. Bandung:
Refika Aditama. Halaman 84.
Oxoid. 1982. The oxoid manual of culture media, ingredients and other
laboratory services. Fifth Edition. Hampshire: Oxoid Limited, Wade
Road. Halaman 223.
Pelczar, M. J., Chan, E. C. S., 1988. Dasar-dasar mikrobiologi. Jakarta:
Universitas Indonesia Press. Halaman 111-113.
Pelczar, M. J., Chan, E. C. S. 2007. Dasar-dasar mikrobiologi. Jakarta:
Universitas Indonesia Press. Halaman 245.
Pratiwi, ST. 2008. Mikrobiologi farmasi. Yogyakarta: Erlangga. Halaman 21-29,
106-107.
Purwono, L., Purnawati. 2007. Budidaya tanaman pangan. Jakarta: Agromedia.
Halaman 15.
Radji, M. 2009. Buku ajar mikrobiologi : Panduan Mahasiswa Farmasi dan
Kedokteran. Jakarta: EGC. 57-59.

43
Universitas Sumatera Utara
Rahman, N., Fitriani, H. Hartati, S. N. 2015. Seleksi ubi kayu berdasarkan
perbedaan waktu panen dan inisiasi kultur in vitro. Prosiding Seminar
Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. Surakarta: Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Halaman 1761-1765.
Retnaningtyas, D. A., Widya, D. R. P. 2014. Karakterisasi sifat fisikokimia pati
ubi jalar oranye hasil modifikasi perlakuan STPP. Jurnal Pangan dan
Agroindustri. 2(4): 68-69.
Rukmana, R. 1997. Ubi jalar: budidaya dan pascapanen. Yogyakarta: Kanisius.
Halaman 130-137.
Saputro, B. 2017.Pengantar bakteriologi dasar. Malang: Intimedia. Halaman 18-
20.
Shimelis, E., Meaza, M., Rakshit, S. 2006. Physico chemical properties, pasting
behavior and functional characteristic of flour and starches from improved
bean (Phaseolus vulgaris L.) varieties grown in East Africa. Agricultural
Engineering International. The CIGR E.J Manuscript FP 05 015, VIII.
SNI. 2011. Tepung tapioka. Jakarta: BSN.
SNI. 1996. Tepung singkong. Jakarta: BSN.
Sudarmadji, S. B., Haryono, Suhardi. 1994. Prosedur analisa untuk bahan
makanan dan pertanian. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Liberty. Halaman 23-
24.
Suismono. 2002. Kajian teknologi pembuatan tepung dan pati umbi-umbian untuk
menunjang ketahanan pangan. Majalah Pangan media komunikasi dan
informasi. Halaman 37-39.
Tsaalitsari, I. I. Dwi, I. Kawiji. 2016. Kajian sifat fisik, kimia dan fungsional
tepung ubi jalar oranye (Ipomoea batatas (L.) Lam) varietas beta 2 dengan
pengaruh perlakuan pengupasan umbi. Jurnal Teknosains Pangan. 5(2).
Halaman 20-21.
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi umum. Malang: Universitas Muhammadiyah
Press. Halaman 99-101.
Waluyo, L. 2010. Teknik metode dasar dalam mikrobiologi. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang Press. Halaman 127-135.
Widiowati, S., Suismono, Suarni, Sutrisno, O. Komalasari. 2002. Petunjuk teknis
proses pembuatan aneka tepung dari bahan pangan sumber karbohidrat
lokal. Jakarta: Balai Penelitian Pascapanen Pertanian. Halaman 18-22.
Yen, D. 1991. The social impact of sweet potato introduction in Asia and the
South Pasific. In: User‟s Prespective with Agriculture Research and
Development (UPWARD). Sweet Potato Cultures of Asia and South
Pasific: Proceedings 2. UPWARD Annual Conference, Laguna-Philipines.
2-5 April 1991. Los Banos, Philipines. Halaman 18-27.
Zamostny, P., Petru, J., Majerova, D. 2012. Effect of maize starch excipient
properties on drug release rate. Proceeding on 20th International
Congress of Chemical and Process Engineering; 2012 August 25-29;
Prague, Czech Republic. Czech Republic: Institute of Chemical
Technology Prague.

44
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Hasil Identifikasi Sampel

45
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Bagan Pengolahan dan Pembuatan Pati

Umbi ubi jalar oranye 3 kg

Disortasi

Dibersihkan dari kotoran

Dikupas kulitnya dengan ketebalan 2 ± 1 mm

Dicuci hingga bersih

Diparut dengan menggunakan parutan manual


Bubur umbi

Disaring dengan kain bersih

Suspensi pati pertama

Di ukur
Ditambahkan akudes sejumlah hasil suspensi pati
pertama
Diaduk-aduk agar pati terlepas dari sel umbi
Disaring kembali dengan kain bersih
Suspensi pati kedua

Dibiarkan mengendap selama 8 jam


Dipisahkan

Endapan pati Cairan / sari


Dikeringkan di oven suhu 50°C 6 jam Dibiarkan kembali
Didinginkan Ditambahkan sisa pati
ke pati awal
Dihaluskan dengan blender
Diayak dengan ayakan mesh 80

Pati umbi ubi


jalar oranye

46
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Bagan Pengolahan dan Pembuatan Tepung

Umbi ubi jalar oranye 1 kg

Disortasi

Dibersihkan dari kotoran

Dikupas kulitnya dengan ketebalan 2 ± 1 mm

Diiris umbi dengan ketebalan 2±1 mm

Irisan umbi ubi


jalar oranye
Dikeringkan di oven suhu 50°C selama 24 jam

Dihaluskan dengan blender

Diayak dengan ayakan mesh 80

Serbuk tepung
umbi ubi jalar
oranye

47
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Bagan Pembuatan Stok Kultur Bakteri

Nutrient agar

Ditimbang sebanyak 2,8 gram


Dilarutkan dalam 100 ml akuades
Dipanaskan hingga larut sempurna
Dimasukkan kedalam tabung reaksi sebanyak 5 ml
Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC selama
15 menit
Dimiringkan tabung dan didiamkan hingga media
memadat

Media Nutrient
agar
Diambil sebanyak 1 ose dari masing- masing biakan
murni Streptococcus mutans, Streptococcus
sanguinis, dan Staphylococcus aureus
Diinokulasi pada permukaan media agar miring
Diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 37ºC
selama 18-24 jam

Biakan bakteri Streptococcus


mutans, Streptococcus sanguinis,
dan Staphylococcus aureus

48
Universitas Sumatera Utara
Lampian 5. Bagan Pembuatan Suspensi Bakteri

Biakan bakteri Streptococcus


mutans, Streptococcus sanguinis,
dan Staphylococcus aureus

Diambil menggunakan jarum ose


Disuspensikan ke dalam pelarut NaCl 0,9%
sebanyak 10 ml kemudian kocok homogen dalam
tabung reaksi menggunakan vortex
Didiamkan selama ±3 jam
Diukur kekeruhan suspensi mikroba uji dengan
menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis dengan
panjang gelombang 580 nm dan transmitan 25%

Suspensi bakteri Streptococcus


mutans, Streptococcus sanguinis,
dan Staphylococcus aureus

49
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Bagan Pengenceran Suspensi

Suspensi bakteri 106

Dilakukan pengenceran dari suspensi bakteri 106


5 4 3 2
sebanyak 4 kali yaitu 10 , 10 , 10 dan 10 dengan
menggunakan NaCl fisiologis steril
Digunakan suspensi bakteri 106 pada metode gores
sedangkan pada metode sebar dan tuang digunakan
suspensi bakteri 102

Hasil pengenceran suspensi


bakteri 106

50
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Bagan Pembuatan Media Pati dan Tepung Umbi Ubi Jalar Oranye

Formula I, II, III

Ditimbang masing-masing pati dan tepung


sebanyak 0,5 g , 7,5 g, 10 g
Ditimbang NaCl sebanyak 0,5 gram
Ditimbang Agar masing-masing 1g, 0,75 g, 5g
Dilarutkan dalam 100 ml aquades
Dipanaskan hingga larut sempurna
Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC selama
15 menit
Ditambahkan susu UHT sebanyak 16 tetes

Media pati dan umbi


ubi jalar oranye

51
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Bagan Inokulasi Bakteri

1. Metode gores

Media pati dan umbi


ubi jalar oranye

Diambil 10-15 mL media dimasukkan kedalam cawan


petri steril

Dipadatkan selama ±1 jam

Diambil suspensi bakteri dengan ujung kawat ose


yang bengok

Digesekkan dengan gerakan ke kiri dank ke kanan


sampai seluruh permukaan agar

Diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 37ºC selama


18-24 jam
Diamati

2. Metode sebar

Media pati dan umbi


ubi jalar oranye

Diambil 10-15 mL media dimasukkan kedalam cawan


petri steril

Dipadatkan selama ±1 jam

Diambil suspensi bakteri dengan mikropipet


sebanyak 0,1 mL

Diratakan dengan menggunakan hockey stick atau


batang L ke seluruh permukaan agar

Diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 37ºC selama


18-24 jam

Diamati

52
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Bagan Inokulasi Bakteri (Lanjutan)

3. Metode tuang

Suspensi koloni
bakteri

Diambil dengan mikropipet sebanyak 0,1 mL

Dimasukkan kedalam cawan petri steril

Dimasukkan 10-15 mL media ke dalam cawan petri


steril

Dihomogenkan membentuk angka 8

Diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 37ºC selama


18-24 jam
Diamati

53
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Perhitungan Rendemen Pembuatan Pati dan Tepung

1. Pati
Sebanyak 3000 g umbi ubi jalar oranye setelah dilakukan pembuatan pati
diperoleh 450 g pati, maka rendemen pati umbi ubi jalar oranye adalah :
Rendemen = x 100 %
= 15 %

2. Tepung
Sebanyak 1000 g umbi ubi jalar oranye setelah dilakukan pembuatan
tepung diperoleh 250 g tepung, maka rendemen tepung umbi ubi jalar oranye
adalah :
Rendemen = x 100 %
= 25

54
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Pemeriksaan Makroskopis Umbi Ubi Jalar Oranye

C D

Keterangan : A = umbi ubi jalar oranye; B = skala umbi ubi jalar; C = pati umbi
ubi jalar oranye; D = tepung umbi ubi jalar oranye

55
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Umbi Ubi Jalar Oranye

1. Pati Umbi Ubi Jalar Oranye

C
D

Keterangan : Perbesaran 10x40


A = amilum monoadelph berbentuk topi baja, letak hilus eksentris
berbentuk X; B = amilum diadelph, letak hilus konsentris
berbentuk titik; C = amilum monoadelph berbentuk topi baja, letak
hilus eksentris berbentuk titik; D = butir-butir amilum

2. Tepung Umbi Ubi Jalar Oranye

B
C

D
E
F

Keterangan : Perbesaran 10x40


A = serat; B = amilum diadelph; C = amilum monoadelph
berbentuk topi baja; D = amilum monoadelph, letak hilus
konsentris berbentuk titik; E = jaringan parenkim; F = amilum
setengah majemuk

56
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Perhitungan Kadar Air Pati dan Tepung

1. Penetapan kadar air pati


Sampel Berat Sampel Berat Kadar Air

I 5,00 g 0,56 g

II 5,00 g 0,57 g

III 5,00 g 0,57 g

Kadar Air (%) = x 100 %


Sampel I = x 100 %
= 11,2 %
Sampel II = x 100 %
= 11,4 %
Sampel III = x 100 %
= 11,4 %
Kadar air rata-rata =
= 11,33 %

2. Penetapan kadar air tepung

Sampel Berat Sampel Berat Kadar Air

I 5,00 g 0,59 g

II 5,00 g 0,59 g

III 5,00 g 0,58 g

Kadar Air (%) = x 100 %


Sampel I = x 100 %
= 11,8 %
Sampel II = x 100 %
= 11,8 %
Sampel III = x 100 %
= 11,6 %
Kadar air rata-rata =
= 11,73 %

57
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. Perhitungan Kadar Abu Pati dan Tepung

1. Penetapan kadar abu pati

Sampel Berat Sampel Berat Kadar Abu

I 2,00 g 0,05 g

II 2,00 g 0,06 g

III 2,00 g 0,06 g

Kadar Abu (%) = x 100 %


Sampel I = x 100 %
= 2,5 %
Sampel II = x 100 %
=3%
Sampel III = x 100 %
=3%
Kadar air rata-rata =
= 2,83 %

2. Penetapan kadar abu tepung

Sampel Berat Sampel Berat Kadar Abu

I 2,00 g 0,07 g

II 2,00 g 0,06 g

III 2,00 g 0,07 g

Kadar Abu (%) = x 100 %


Sampel I = x 100 %
= 3,5 %
Sampel II = x 100 %
=3%
Sampel III = x 100 %
= 3,5 %
Kadar air rata-rata =
= 3,33 %

58
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. Hasil Uji Kelarutan

A B

Keterangan : A = uji kelarutan pati umbi ubi jalar oranye (tidak larut); B = uji
kelarutan tepung umbi ubi jalar oranye (tidak larut)

59
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15. Hasil Uji Karbohidrat

Keterangan : A = hasil uji karbohidrat pada pati umbi ubi jalar oranye (+); B =
hasil uji karbohidrat pada tepung umbi ubi jalar oranye (+)

60
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. Hasil Uji Protein

Keterangan : A = hasil uji protein pada pati umbi ubi jalar oranye (-); B = hasil uji
protein pada tepung umbi ubi jalar oranye (-)

61
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17. Hasil Uji pH Media Umbi Ubi Jalar Oranye

Keterangan : pH media umbi ubi jalar = 7 (memenuhi syarat)

62
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18. Hasil Pertumbuhan Streptococcus mutans pada Media Nutrient
agar dan Pati Umbi Ubi Jalar Oranye Metode Gores, Sebar dan
Tuang

1. Metode Gores

NA F1 F2 F3

2. Metode Sebar

NA F1 F2 F3

3. Metode Tuang

NA F1 F2 F3

Keterangan : NA = Nutrient agar; F = Formula; 1, 2, 3 = konsentrasi 5%, 7,5%,


10% b/v

63
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19. Hasil Pertumbuhan Streptococcus sanguinis pada Media Nutrient
agar dan Pati Umbi Ubi Jalar Oranye Metode Gores, Sebar dan
Tuang

1. Metode Gores

NA F1 F2 F3

2. Metode Sebar

NA F1 F2 F3

3. Metode Tuang

NA F1 F2 F3

Keterangan : NA = Nutrient agar; F = Formula; 1, 2, 3 = konsentrasi 5%, 7,5%,


10% b/v

64
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 20. Hasil Pertumbuhan Staphylococcus aureus pada Media Nutrient
agar dan Pati Umbi Ubi Jalar Oranye Metode gores, Sebar dan
Tuang

1. Metode Gores

NA F1 F2 F3

2. Metode Sebar

NA F1 F2 F3
3. Metode Tuang

NA F1 F2 F3

Keterangan : NA = Nutrient agar; F = Formula; 1, 2, 3 = konsentrasi 5%, 7,5%,


10% b/v

65
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 21. Hasil Pertumbuhan Streptococcus mutans pada Media Nutrient
agar dan Tepung Umbi Ubi Jalar Oranye Metode Gores, Sebar
dan Tuang

1. Metode gores

NA F1 F2 F3

2. Metode Sebar

NA F1 F2 F3

3. Metode Tuang

NA F1 F2 F3

Keterangan : NA = Nutrient agar; F = Formula; 1, 2, 3 = konsentrasi 5%, 7,5%,


10% b/v

66
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22. Hasil Pertumbuhan Streptococcus sanguinis pada Media Nutrient
agar dan Tepung Umbi Ubi Jalar Oranye Metode Gores, Sebar
dan Tuang

1. Metode Gores

NA F1 F2 F3

2. Metode Sebar

NA F1 F2 F3

3. Metode Tuang

NA F1 F2 F3

Keterangan : NA = Nutrient agar; F = Formula; 1, 2, 3 = konsentrasi 5%, 7,5%,


10% b/v

67
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 23. Hasil Pertumbuhan Staphylococcus aureus pada Media Nutrient
agar dan Tepung Umbi Ubi Jalar Oranye Metode Gores, Sebar
dan Tuang

1. Metode Gores

NA F1 F2 F3

2. Metode Sebar

NA F1 F2 F3

3. Metode Tuang

NA F1 F2 F3

Keterangan : NA = Nutrient agar; F = Formula; 1, 2, 3 = konsentrasi 5%, 7,5%,


10% b/v

68
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 24. Hasil Pengulangan Media Pertumbuhan Bakteri
1. Media Pertumbuhan Pati

Jumlah Koloni CFU/ml


Pengulangan
Formula S. mutans x 10² S. sanguinis x S. aureus x 10²
10²
M.S M.T M.S M.T M.S M.T
F1 1 67 103 108 121 86 104
2 98 131 113 152 84 111
3 97 126 111 156 80 106
Rata-rata 87 120 111 143 83 107
F2 1 94 123 121 142 91 119
2 101 136 125 171 92 120
3 119 131 120 169 89 118
Rata-rata 105 130 122 161 91 119
F3 1 104 180 131 189 96 143
2 122 150 146 197 104 185
3 119 148 148 181 107 135
Rata-rata 115 159 142 189 102 154
NA 1 ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞
2 ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞
3 ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞
Rata-rata ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞
Keterangan : F = Formula; 1, 2, 3 = konsentrasi 5%, 7,5%, 10% b/v; NA =
Nutrient agar; CFU/ml = Colony Forming Unit (satuan unit koloni);
10² = pengenceran sampai 10²; MS = Metode Sebar; MT = Metode
Tuang

69
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 24. Hasil Pengulangan Media Pertumbuhan Bakteri (Lanjutan)
2. Media Pertumbuhan Tepung

Jumlah Koloni CFU/ml


Pengulangan
Formula S. mutans x 10² S. sanguinis x S. aureus x 10²
10²
M.S M.T M.S M.T M.S M.T
F1 1 93 155 127 147 93 124
2 115 144 137 156 101 119
3 112 135 138 170 98 131
Rata-rata 107 145 134 158 97 125
F2 1 117 175 129 182 105 156
2 128 163 165 201 124 147
3 122 157 159 212 118 157
Rata-rata 122 165 151 198 116 153
F3 1 177 195 145 207 150 183
2 154 185 192 225 152 185
3 149 180 187 236 144 171
Rata-rata 160 187 175 223 149 180
NA 1 ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞
2 ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞
3 ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞
Rata-rata ∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞
Keterangan : F = Formula; 1, 2, 3 = konsentrasi 5%, 7,5%, 10% b/v; NA =
Nutrient agar; CFU/ml = Colony Forming Unit (satuan unit koloni);
10² = pengenceran sampai 10²; MS = Metode Sebar; MT = Metode
Tuang

70
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 25. Bahan-bahan

A B C

D E F

Keterangan: A = susu UHT (Ultra Hight Temperature); B = agar-agar; C = akua


DM (dimineralisata); D = media Nutrient agar; E = garam NaCl; F
= larutan infus NaCl 0,9%.

71
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 26. Alat-alat

A B C

D E F

G H I

Keterangan: A = laminar airflow cabinet; B = vortex; C = unit Spektrofotometer


UV-VIS; D = oven; E = autoklaf; F = inkubator bakteri; G = colony
counter; H = mikropipet; I = lampu spiritus

72
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 26. Alat-alat (Lanjutan)

J K L

Keterangan: J = ayakan mesh 80; K = krus porselen; L = erlenmeyer, beaker glass,


gelas ukur, pipet tetes, batang pengaduk, tabung reaksi, batang L,
cawan petri

73
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai