Anda di halaman 1dari 117

ANALISIS KONDISI SANITASI LINGKUNGAN DAN PERSONAL

HYGIENE SERTA PEMERIKSAAN TELUR CACING PADA


KOTORAN KUKU ANAK DI PANTI ASUHAN GBKP
GELORA KASIH SIBOLANGIT TAHUN 2017

SKRIPSI

OLEH
BINTANG KASIH YANTI. S
NIM: 121000244

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS KONDISI SANITASI LINGKUNGAN DAN PERSONAL
HYGIENE SERTA PEMERIKSAAN TELUR CACING PADA
KOTORAN KUKU ANAK DI PANTI ASUHAN GBKP
GELORA KASIH SIBOLANGIT TAHUN 2017

Skripsi ini diajukan sebagai


salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH
BINTANG KASIH YANTI. S
NIM: 121000244

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ANALISIS


KONDISI SANITASI LINGKUNGAN DAN PERSONAL HYGIENE SERTA
PEMERIKSAAN TELUR CACING PADA KOTORAN KUKU ANAK DI
PANTI ASUHAN GBKP GELORA KASIH SIBOLANGIT TAHUN 2017”
beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak
melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan
etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini,
saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila
kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya
saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Oktober 2017


Penulis

Bintang Kasih Yanti. S

i
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Scanned by CamScanner
ABSTRAK

Kecacingan (Helminthiasis) adalah penyakit yang ditularkan melalui


tanah, sehingga disebut juga Soil Transmitted Helminth (STH). Penyakit ini sering
dijumpai pada anak usia Sekolah Dasar karena pada usia ini anak masih sering
kontak dengan tanah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sanitasi lingkungan
dan personal hygiene serta melakukan pemeriksaan kotoran kuku untuk
mengetahui keberadaan telur cacing pada anak di Panti Asuhan GBKP Gelora
Kasih Sibolangit pada 2017. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif
observasional dengan rancangan penelitian cross-sectional study. Populasi dan
sampel penelitian adalah seluruh anak di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih
Sibolangit yaitu sebanyak 42 anak (total sampling).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan mandi pada responden
dengan kategori baik adalah 100%, kebiasaan cuci tangan dengan kategori baik
adalah 45,2%, kebiasaan kontak dengan tanah dengan kategori baik adalah 47,6%,
kebiasaan memotong kuku dengan kategori baik adalah 88,1%, Penyediaan Air
Bersih (PAB) termasuk kategori baik (80%), Saluran Pembuangan Air Limbah
(SPAL) termasuk kategori buruk (60%), sarana pembuangan kotoran (jamban)
termasuk kategori baik (80%), sarana pembuangan sampah termasuk kategori
buruk (40%), dan pemeriksaan telur cacing adalah keseluruhannya negatif
(100%).
Berdasarkan hasil penelitian disarankan bagi Panti Asuhan GBKP Gelora
Kasih Sibolangit untuk meningkatkan personal hygiene pada anak dengan cara
memberikan pengarahan secara rutin tentang cuci tangan pakai sabun sebelum
makan, setelah Buang Air Besar (BAB) dan setelah kontak dengan tanah,
kebiasaan membersihkan kuku dan memotong kuku minimal seminggu sekali, dan
sanitasi lingkungan dengan cara menambah intensitas pembersihan tempat
penampungan air bersih, membuat penyaringan air, membersihkan lantai dan
jamban secara rutin, menyediakan tempat sampah yang kedap air dan membuang
sampah ke TPS lebih dari dua kali per hari.

Kata kunci: Kecacingan, Sanitasi Lingkungaan, Personal Hygiene

iii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT

Worm infection (Helminthiasis) is a soil transmitted disease, thus also


being known as Soil Transmitted Helminth (STH). This disease is often found in
elementary school aged children, as children of this age are frequently in contact
with the soil.
This study aims to provide description about environmental sanitation
and personal hygiene of children living in GBKP Gelora Kasih Sibolangit
Orphanage in 2017, as well as to conduct examination of dirt found in the
children’s nails to identify the existence of worm eggs. The type of research being
used is descriptive observation with cross-sectional study design. This study’s
population and sample are all the children of GBKP Gelora Kasih Sibolangit
Orphanage, which is accounted to 42 children (total sampling).
This research shows that the children’s bathing habit that categorized
good is 100%, hand washing habit that categorized good is 45,2%, habit of
contacting with soil that categorized good is 47,6%, habit of cutting the nails that
categorized good is 88,1%, clean water supplay (PAB) is good (80%), wastewater
disposal facility (SPAL) is poor (60%), sewerage facilities are good (80%),
garbage disposal facilities are bad (40%), and the examination of dirt found in
the children’s nails are negative for all the sample (100%).
Based on the aforementioned results, this research suggests GBKP
Gelora Kasih Sibolangit Orphanage to improve the children’s personal hygiene
by giving routine instruction about washing hands with soap before having meal,
after defecating (BAB) and after contacting with soil, the habit of cleaning and
cutting their nails at least once a week, as well as to improve environmental
sanitation by increasing the intensity of cleaning the water reservoir, make a
water filtration, routinely cleaning the floors and toilets, providing a waterproof
garbage bin, and dumping the garbage to temporary garbage disposal place
(TPS) more than twice a day.

Keywords: Helminthiasis, Environmental Sanitation, Personal Hygiene

iv
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis

Kondisi Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene serta Pemeriksaan Telur

Cacing pada Kotoran Kuku Anak di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih

Sibolangit Tahun 2017”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Selama penyusunan skripsi, mulai dari awal

hingga selesainya, penulis banyak mendapat arahan, bimbingan dan dukungan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. dr. Taufik Ashar, MKM selaku ketua Departemen Kesehatan

Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I skripsi sekaligus sebagai

Ketua Penguji yang telah meluangkan waktu, tulus dan sabar memberikan

saran, dukungan, nasihat, bimbingan serta arahan dalam penyelesaian

skripsi ini.

5. dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II skripsi yang

telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, pengarahan,

dukungan, dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

v
Universitas Sumatera Utara
6. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S selaku Dosen Penguji I yang telah

memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.

7. Ir. Indra Chahaya, M.si selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan

kritik dan saran untuk perbaikan konten dan kualitas skripsi ini.

8. dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik yang sudah

membimbing, mengarahkan, dan memberi motivasi kepada penulis.

9. Ketua Yayasan Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit serta seluruh

staf yang telah memberikan izin memperoleh data untuk mendukung

penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Seluruh Dosen dan Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis

mengikuti pendidikan.

11. Terkhusus untuk Ibunda dan seluruh keluarga terkasih yang telah setia

memberi dukungan dan doa dalam masa-masa sulit penyelesaian tugas

akhir ini.

12. Teman-teman KDAS Rebab 79A, Komunitas Pemuda Rumah Jangga,

terspesial MDG’s Lengloi (Haryati, Josephine, Mefri, Renta, Riance dan

Vera).

13. Teman-teman stambuk 2012 FKM USU, teman-teman Departemen

Kesehatan Lingkungan, teman-teman PBL (Pengalaman Belajar

Lapangan) Kutakepar Simalem, dan LKP (Latihan Peminatan Kerja)

Kemenkes BTKL PP Medan, serta semua pihak yang tidak dapat

disebutkan satu per satu yang telah setia memberikan semangat, dukungan

vi
Universitas Sumatera Utara
dan doa selama ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu

penulis mengaharapkan kritik dan saran dari semua pihak dalam rangka

penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat

bermanfaat bagi kita semua dan tentunya dapat menjadi acuan perbaikan

kesehatan masyarakat ke depan, juga untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2017


Penulis

Bintang Kasih Yanti. S

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................... i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. ii
ABSTRAK............. ................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................ v
DAFTAR ISI.............. ............................................................................. viii
DAFTAR TABEL ................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................ 5
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 8


2.1 Sanitasi Lingkungan .......................................................................... 8
2.1.1 Penyediaan Air Bersih (PAB) ........................................................ 9
2.1.2 Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)..................................... 12
2.1.3 Sarana Pembuangan Kotoran (Jamban) ......................................... 15
2.1.4 Sarana Pembuangan Sampah ......................................................... 18
2.2 Personal Hygiene .............................................................................. 22
2.2.1 Definisi Personal Hygiene ............................................................. 22
2.2.2 Jenis-jenis Personal Hygiene ......................................................... 22
2.2.3 Hal-hal yang mencakup Personal Hygiene .................................... 25
2.2.4 Dampak yang sering timbul pada masalah Personal Hygiene ....... 27
2.2.5 Tanda dan gejala ............................................................................ 28
2.3 Kuku dan Kesehatan ......................................................................... 29
2.4 Helminthiasis pada Manusia ............................................................. 30
2.4.1 Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) .......................................... 30
2.4.2 Cacing Tambang (Hookworm) ....................................................... 33
2.4.3 Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) ............................................ 37
2.4.4 Cacing Kremi (Enterobius vermicularis) ....................................... 40
2.5 Dampak Infeksi Kecacingan ............................................................. 42
2.5.1 Dampak Terhadap Gizi .................................................................. 42
2.5.2 Dampak Terhadap Intelektual dan Produktivitas ........................... 43
2.5.3 Dampak Terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) .......... 44

viii
Universitas Sumatera Utara
2.6 Upaya Pencegahan ............................................................................ 44
2.6.1 Pencegahan Primer ......................................................................... 44
2.6.2 Pencegahan Sekunder .................................................................... 45
2.7 Kerangka Konsep .............................................................................. 46

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................... 47


3.1 Jenis Penelitian .................................................................................. 47
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 47
3.2.1 Lokasi Penelitian ............................................................................ 47
3.2.2 Waktu Penelitian ............................................................................ 47
3.3 Populasi dan Sampel ......................................................................... 47
3.3.1 Populasi .................................................................................... 47
3.3.2 Sampel .................................................................................... 47
3.4 Metode Pengumpulan data ................................................................ 48
3.4.1 Data Primer .................................................................................... 48
3.4.2 Data Sekunder ................................................................................ 49
3.5 Definisi Operasional.......................................................................... 49
3.6 Aspek Pengukuran ............................................................................ 50
3.7 Teknik Analisis Data ......................................................................... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................ 52


4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian ................................................ 52
4.2 Analisis Univariat.............................................................................. 53
4.2.1 Karakteristik Responden ................................................................ 53
4.2.2 Personal Hygiene Responden ........................................................ 54
4.2.3 Sanitasi Lingkungan Panti Asuhan ................................................ 57
4.2.4 Keberadaan Telur Cacing ............................................................... 60

BAB V PEMBAHASAN ....................................................................... 61


5.1 Karakteristik Responden ................................................................... 61
5.2 Personal Hygiene Responden ........................................................... 61
5.2.1 Kebiasaan Mandi Responden ......................................................... 62
5.2.2 Kebiasaan Cuci Tangan Responden ............................................... 63
5.2.3 Kebiasaan Kontak dengan Tanah Responden ................................ 64
5.2.4 Kebiasaan Memotong Kuku Responden ........................................ 66
5.3 Sanitasi Lingkungan Panti Asuhan ................................................... 67
5.3.1 Penyediaan Air Bersih (PAB) ........................................................ 67
5.3.2 Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) ..................................... 69
5.3.3 Sarana Pembuangan Kotoran (Jamban) ......................................... 70
5.3.4 Sarana Pembuangan Sampah ......................................................... 71
5.4 Keberadaan Telur Cacing .................................................................. 73

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................... 74


6.1 Kesimpulan......... .............................................................................. 74

ix
Universitas Sumatera Utara
6.2 Saran.................................................................................................. 74

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 76


DAFTAR LAMPIRAN

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di


Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit Tahun 2017 ...............53

Tabel 4.2 Distribusi Personal Hygiene Responden di Panti Asuhan GBKP


Gelora Kasih Sibolangit Tahun 2017 .................................................54

Tabel 4.3 Kategori Personal Hygiene Responden di Panti Asuhan GBKP


Gelora Kasih Sibolangit Tahun 2017 .................................................56

Tabel 4.4 Observasi Sanitasi Lingkungan di Panti Asuhan GBKP Gelora


Kasih Sibolangit Tahun 2017 .............................................................57

Tabel 4.5 Kategori Sanitasi Lingkungan di Panti Asuhan GBKP Gelora


Kasih Sibolangit Tahun 2017 .............................................................59

Tabel 4.6 Distribusi Keberadaan telur Cacing pada Kuku Responden di Panti
Asuhan GBKAP Gelora Kasih Sibolangit Tahun 2017 ....................60

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) ................................. 30


Gambar 2 Telur Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) ........................ 31
Gambar 3 Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale) ......................... 34
Gambar 4 Cacing Tambang (Necator americanus) ............................... 34
Gambar 5 Telur cacing Ancylostoma duodenale ................................... 35
Gambar 6 Telur cacing Necator americanus ......................................... 35
Gambar 7 Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) ................................... 37
Gambar 8 Telur cacing Trichuris trichiura ............................................ 37
Gambar 9 Cacing Kremi (Enterobius vermicularis).............................. 40
Gambar 10 Telur Cacing Kremi (Enterobius vermicularis) .................. 40
Gambar 11 Kerangka Konsep Penelitian ............................................... 46

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Bintang Kasih Yanti. S


Tempat Lahir : Kisaran
Tanggal Lahir : 2 Agustus 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Batak Toba
Agama : Kristen Protestan
Nama Ayah : H. Sitinjak
Suku Bangsa Ayah : Batak Toba
Nama Ibu : E. Saragih
Suku Bangsa Ibu : Batak Simalungun

Pendidikan Formal
1. SD/ Tamat tahun : SDN 015924 Lobu Jiur/2006
2. SLTP/Tamat tahun : SMPN 1 Aek Kuasan/2009
3. SLTA/Tamat tahun : SMAN 4 Kisaran/2012
4. Lama studi di FKM USU : 2012-2017

xiii
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Organisasi kesehatan dunia (WHO, World Health Organization)

mendefinisikan sehat sebagai suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang

sejahtera dan bukan hanya ketiadaan penyakit. Adapun menurut Undang-undang

Republik Indonesia No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa

kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial

yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

ekonomi.

Ada banyak faktor yang memengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu

maupun masyarakat. Untuk hal ini Hendrik L. Blum menggambarkan secara

ringkas empat faktor yang memegang peranan penting di dalamnya. Faktor

tersebut adalah Herediter/keturunan, Lingkungan, Perilaku dan Pelayanan

Kesehatan. Di samping berpengaruh langsung pada kesehatan, juga saling

berpengaruh satu sama lain. Status kesehatan akan tercapai secara optimal

bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang

optimal pula. Salah satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu (tidak

optimal) maka hal tersebut akan menggeser status kesehatan ke arah di bawah

optimal (Sumantri, 2013).

Ketika status kesehatan seorang individu maupun kelompok berada pada

garis bawah optimal maka masalah kesehatan akan datang dalam bentuk penyakit.

Ada banyak penyakit yang dapat timbul dengan keadaan tubuh yang lemah,

1
Universitas Sumatera Utara
2

mungkin juga didukung oleh kebiasaan sehara-hari yang tidak saniter, salah

satunya adalah penyakit kecacingan. Kecacingan (Helminthiasis) adalah sebuah

penyakit yang ditularkan melalui tanah atau sering disebut Soil Transmitted

Helminth (STH) yang seringnya dijumpai pada anak usia sekolah dasar, di mana

pada usia ini anak masih sering kontak dengan tanah. Kerugian dan dampak

akibat infeksi kecacingan tidak menyebabkan manusia mati mendadak, akan tetapi

dapat memengaruhi pemasukan, pencernaan, penyerapan dan metabolisme

makanan. Selain itu dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan, mental,

prestasi, dan dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena

penyakit dan secara keseluruhan dapat mengganggu produktivitas (Depkes RI,

2014).

Kecacingan merupakan sebuah penyakit yang sudah ada sejak lama dan

masih ada sampai saat ini, bahkan dengan prevalensi yang cukup tinggi di

berbagai belahan dunia. Kecacingan menjadi sebuah masalah kesehatan yang tak

hanya tersebar luas di daerah tropis, melainkan juga subtropis yang tentunya

berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia, sebab cacingan akan

menghambat pertumbuhan fisik, kecerdasan anak dan produktivitas kerja.

Sebagian besar jenis cacing penyebabnya adalah cacing cambuk (Trichuris

trichiura) sebesar 16,52%, dilanjut dengan cacing gelang (Ascaris lumbricoides)

sebesar 12,38% dan terkecil adalah cacing tambang (Ancylostoma duodenale)

1,38% (Depkes RI, 2006).

WHO mencatat pada 2012 lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari

populasi dunia terinfeksi STH, khusus Benua Asia termasuk wilayah dengan STH

Universitas Sumatera Utara


3

tertinggi. Hal ini juga merupakan sebuah masalah kesehatan masyarakat terbesar

di Indonesia setelah malnutrisi, terutama di daerah pedesaan. Diperkirakan lebih

dari 60% anak sekolah dasar di Indonesia menderita suatu infeksi cacing. Menurut

hasil survei di 10 provinsi pada 2005 dengan sasaran anak sekolah dasar, didapati

hasil yang sangat bervariasi dan cukup tinggi antara 1,37% sampai 77,14%,

dengan prevalensi tertinggi di Provinsi Banten dan terendah di Provinsi

Kalimantan Selatan, sementara Sumatera Utara menduduki peringkat ketiga (60,4

%). Didukung dengan data yang diperoleh UNICEF bahwa Sumatera Utara

termasuk daerah dengan derajat infeksi STH yang cukup tinggi dengan prevalensi

berkisar 80% hingga 100% (Depkes RI, 2014).

Kecacingan memang masih menjadi salah satu masalah kesehatan di

provinsi Sumatera Utara, maka dari itu pemerintah daerah telah menyusun

program pengendalian penyakit kecacingan. Program pengendalian masalah

kecacingan merupakan program pengendalian penyakit menular langsung yang

terintegrasi dengan program P2 Diare dengan tujuan menurunkan prevalensi

kecacingan. Secara khusus, tujuan pelaksanaan program pengendalian masalah

kecacingan adalah meliputi beberapa upaya strategis untuk menunrunkan

prevalensi kecacingan menjadi <10%, membudayakan perilaku hidup bersih dan

sehat, meningkatkan kemitraan dan penanggulan kecacingan di masyarakat dan

melibatkan peran serta aktif lintas program, sektoral, pihak swasta, LSM dan

masyarakat sendiri, serta meningkatkan cakupan program kecacingan pada anak

sekolah agar menjadi 75% (Dinkes Prov. Sumut, 2014).

Kuku yang panjang dan tidak terawat akan menjadi tempat melekatnya

Universitas Sumatera Utara


4

berbagai kotoran yang mengandung mikroorganisme, di antaranya bakteri dan

telur cacing yang merupakan salah satu media penularan terbesar penyakit

kecacingan karena keadaan tersebut memungkinkan terselipnya telur cacing pada

kuku dan akan tertelan ketika makan. Hal ini diperparah lagi apabila tidak terbiasa

mencuci tangan pakai sabun sebelum makan atau kebiasaan melakukan kontak

jari dengan mulut (Onggowaluyo, 2002).

Panti asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit merupakan sebuah yayasan

yang berada di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Pada survei awal yang dilakukan peneliti, didapati bahwa sebagian besar anak

suka bermain di tanah dan tidak selalu memakai alas kaki, khususnya anak yang

berusia di bawah 10 tahun. Selain itu juga keadaan kuku sebagian anak terlihat

panjang yang memungkinkan adanya kontaminasi telur cacing pada kotoran kuku,

bahkan bisa tertelan ketika anak makan tanpa mencuci tangan pakai sabun terlebih

dahulu sehingga dapat menyebabkan penyakit kecacingan. Peneliti juga melihat

beberapa anak terlihat lesu dan kurang bersemangat yang mengindikasikan adanya

kemungkinan anak terinfeksi cacing. Setelah mengajukan pertanyaan kepada

beberapa anak terkait kebiasaan mencuci tangan pakai sabun sebelum makan,

ternyata hasilnya tidak semua anak melakukannya dan hanya beberapa anak saja

yang sudah menerapkan kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum makan.

Mengacu pada uraian di atas, maka penulis merasa perlu untuk

mengetahui keberadaan telur cacing pada kotoran kuku anak dan melakukan

analisis terhadap kondisi sanitasi lingkungan serta personal hygiene anak di panti

asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit dengan judul penelitian “Analisis Kondisi

Universitas Sumatera Utara


5

Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene serta Pemeriksaan Telur Cacing pada

Kotoran Kuku Anak di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit Tahun

2017”.

1.2 Perumusan Masalah

Melalui survei pendahuluan yang dilakukan di Panti Asuhan GBKP Gelora

Kasih Sibolangit pada Februari 2017, diketahui bahwa beberapa anak belum

menerapkan personal hygiene dalam kehidupan sehari-hari, khususnya anak yang

masih berusia di bawah 10 tahun. Banyaknya jumlah anak juga tidak sesuai

dengan jumlah pengasuh yang ada dan memungkinkan tidak maksimalnya

pengasuhan pada anak, khususnya terkait kebersihan diri dan lingkungan. Dengan

demikian masih terdapat kemungkinan adanya masalah terkait sanitasi lingkungan

dan personal hygiene serta kontaminasi telur cacing pada kotoran kuku anak di

panti asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit tahun 2017.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran sanitasi lingkungan

dan personal hygiene pada anak di panti asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit

tahun 2017 serta melakukan pemeriksaan kotoran kuku anak untuk mengetahui

keberadaan telur cacing.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik anak di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih

Sibolangit Tahun 2017 yaitu berdasarkan umur dan jenis kelamin.

2. Mengetahui gambaran sanitasi lingkungan (penyediaan air

Universitas Sumatera Utara


6

bersih/sumber air, saluran pembuangan air limbah/SPAL, sarana

pembuangan kotoran/jamban dan sarana pembuangan sampah) di Panti

Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit Tahun 2017.

3. Mengetahui gambaran kebiasaan mandi pada anak di Panti Asuhan

GBKP Gelora Kasih Sibolangit Tahun 2017.

4. Mengetahui gambaran kebiasaan cuci tangan pada anak di Panti Asuhan

GBKP Gelora Kasih Sibolangit Tahun 2017.

5. Mengetahui gambaran kebiasaan kontak dengan tanah pada anak di

Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit Tahun 2017.

6. Mengetahui gambaran kebiasaan memotong kuku pada anak di Panti

Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit Tahun 2017.

7. Mengetahui keberadaan dan jenis telur cacing pada kotoran kuku anak

di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit Tahun 2017.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat menjadi masukan atau gambaran perilaku hidup bersih

perorangan dan sanitasi lingkungan, khususnya bagi yayasan, sehingga setiap

orang yang membaca dapat menjaga kebersihan diri dan lingkungannya terutama

yang berkaitan dengan kejadian kecacingan.

2. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini dapat menjadi masukan atau tanggapan bagi penelitian lain

yang berkaitan dengan kejadian kecacingan dan menjadi referensi dalam

penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara


7

3. Bagi Penulis

Penelitian ini sebagai wadah untuk menambah wawasan dan menerapkan

ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Universitas Sumatera Utara serta sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sanitasi Lingkungan

Menurut Chandra (2005), sanitasi adalah bagian dari ilmu kesehatan

lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk

mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi

kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia. Sementara

itu sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan

lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan pada

pengawasan berbagai faktor lingkungan yang memengaruhi derajat kesehatan

manusia. Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan

kotoran manusia (jamban), pengelolaan sampah (tempat sampah) dan saluran

pembuangan air limbah (SPAL).

Menurut Entjang (2000), hygiene dan sanitasi adalah pengawasan

lingkungan fisik, biologi, sosial, dan ekonomi yang memengaruhi kesehatan

manusia, di mana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak

sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan. Usaha dalam hygiene dan

sanitasi lingkungan di Indonesia terutama meliputi:

1. Menyediakan air rumah tangga yang baik, cukup kualitas maupun

kuantitasnya.

2. Mengatur pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah.

3. Mendirikan rumah sehat agar menjadi pusat kesenangan rumah tangga

yang sehat.

8
Universitas Sumatera Utara
9

Istilah hygiene dan sanitasi pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama,

yakni mengusahakan cara hidup yang sehat agar terhindar dari berbagai penyakit.

Namun dalam penerapannya memiliki arti yang sedikit berbeda. Usaha sanitasi

lebih menitikberatkan pada faktor lingkungan hidup manusia, sedangkan hygiene

lebih menitikberatkan pada usaha-usaha kebersihan perorangan (Kusnoputranto,

2000).

2.1.1 Penyediaan Air Bersih (PAB)

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara.

Ditinjau dari ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus

dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas

memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air

setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon (Mubarak,

2009). Melalui Permenkes No. 416 tahun 1990, telah ditetapkan syarat-syarat dan

pengawasan kualitas air bersih di Indonesia, serta Keputusan Menkes No. 907

tahun 2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum.

Menurut Chandra (2005), berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi

menjadi tiga, yaitu air angkasa (hujan), air permukaan, dan air tanah.

1. Air Angkasa

Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau pada

saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung

mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung

di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas,

misalnya karbon dioksida, nitrogen, dan amonia.

Universitas Sumatera Utara


10

2. Air Permukaan

Air permukaan meliputi badan-badan air seperti sungai, danau, telaga, waduk,

rawa, terjun, dan sumur permukaan, sebagian berasal dari air hujan yang jatuh ke

permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami pencemaran baik

oleh tanah, sampah maupun bahan lainnya.

3. Air Tanah

Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan

bumi, kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan

mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air

hujan tersebut dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi

lebih baik dan lebih murni dibandingakan air permukaan.

Menurut Mubarak dan Chayatin (2009), syarat-syarat yang perlu

diperhatikan dalam pengolahan air adalah

1. Syarat fisik: air tersebut bening (tidak berwarna), tidak berasa, dan suhu

berada di bawah suhu di luarnya.

2. Syarat bakteriologis: air untuk minum harus bebas dari segala bakteri,

terutama bakteri patogen. Untuk mengetahuinya dengan memeriksa melalui

sampel air. Jika dari hasil pemeriksaan 100 cc air terdapat < 4 bakteri E. Coli

maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan

3. Syarat kimia: air minum harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah

tertentu. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia di dalam air akan

menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia.

Menurut Sumantri (2013), untuk mencegah terjadinya penyakit yang

Universitas Sumatera Utara


11

diakibatkan penggunaan air, kualitas badan air harus dijaga sesuai dengan baku

mutu air. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi

atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang

keberadaannya di dalam air. Untuk memenuhi hal ini, perlu dilakukan pengukuran

atau pengujian kualitas air berdasarkan parameter-parameter tertentu dengan

metode tertentu. Dalam peraturan pemerintah RI No.82 Tahun 2001, mutu air

ditetapkan melalui pengujian parameter fisika, kimia, mikrobiologi dan

radioaktivitas.

Menurut Chandra (2005), ada beberapa penyakit yang berhubungan dengan

air dan dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok berdasarkan cara penularannya,

yaitu:

1. Waterborne mechanism

Pada mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat menyebabkan

penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem

pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain:

kolera, tifoid, hepatitis viral, dan disentri basiler.

2. Waterwashed mechanism

Mekanisme penularan berkaitan dengan kebersihan umum dan perorangan.

Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu:

a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak

b. Infeksi melalui kulit dan mata

c. Penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit leptospirosis

Universitas Sumatera Utara


12

3. Water-based mechanism

Penyakit ini ditularkan dengan mekanisme yang memiliki agen penyebab

yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai

intermediate host yang hidup di dalam air. Contohnya: Skistomiasis dan penyakit

akibat dracunculucmedinensis.

4. Water-related insect vector mechanism

Agen penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di

dalam air. Contoh penyakit dengan mekanisme penularan seperti ini adalah

filariasis, dengue, malaria, dan yellow fever.

2.1.2 Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)

Salah satu penyebab terjadinya pencemaran air adalah air limbah yang

dibuang tanpa pengolahan terlebih dahulu ke dalam suatu badan air. Menurut

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, air limbah

adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah

dapat berasal dari rumah tangga (domestic) maupun industri (industry) (Sumantri,

2013).

Adapun tujuan pengaturan pembuangan air limbah adalah sebagai berikut :

1. Untuk mencegah pengotoran air permukaan, misalnya pencemaran sungai dan

danau.

2. Perlindungan terhadap ikan-ikan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup dan

berada di dalam air.

3. Perlindungan air dalam tanah, yaitu mencegah perembesan limbah ke dalam

tanah.

Universitas Sumatera Utara


13

4. Menghilangkan bibit penyakit dan vektor penyebar penyakit (nyamuk, lalat,

kecoa, dan lain-lain).

5. Menghilangkan dan menghindari terjadinya bau-bauan dan pemandangan

yang buruk.

Air limbah berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat

dikelompokkan menjadi tiga (Sumantri, 2013) yaitu:

1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water),

yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk.

2. Air buangan industri (industrial wastes water), yang berasal dari berbagai

jenis industri akibat proses produksi.

3. Air buangan kotapraja (municipal wastes water), yaitu air buangan yang

berasal dari daerah perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat

umum, tempat-tempat ibadah, dan sebagainya.

Menurut Sumantri (2013), cara-cara pembuangan air limbah adalah

sebagai berikut:

1. Dilution (dengan pengenceran)

Yang dimaksud dengan dilution adalah mengencerkan air limbah terlebih

dahulu sebelum dibuang ke badan-badan air, misalnya sungai, danau, dan rawa.

2. Irigasi luas

Cara ini pada umumnya digunakan di pedesaan atau di luar kota karena

memerlukan tanah yang luas.

3. Septic tank

Cara ini merupakan cara terbaik yang dianjurkan oleh WHO, tetapi biayanya

Universitas Sumatera Utara


14

cukup mahal.

4. Sistem Riol

Yang dimaksud dengan sistem riol adalah cara pembuangan air limbah yang

digunakan di kota-kota besar karena sudah direncanakan sesuai dengan

pembangunan kota. Semua air buangan dari rumah tangga dan industri dialirkan

ke riol.

Menurut Sumantri (2013), proses pengolahan air limbah dikelompokkan

sebagai:

1. Primary Treatment

a. Penyaringan (Filtration)

Penyaringan bertujuan untuk mengurangi padatan maupun lumpur yang

tercampur dan partikel koloid dari air limbah dengan melewatkan air limbah

melalui media yang poros.

b. Pengendapan (Sedimentation)

Pengendapan dapat terjadi karena adanya kondisi yang sangat tenang.

2. Secondary Treatment

a. Proses Aerobik

Dalam proses aerobik, penguraian bahan organik oleh mikroorganisme

dapat terjadi dengan kehadiran oksigen sebagai electron acceptor dari air

limbah.

b. Proses Anaerobik

Dalam proses anaerobik zat organik diuraikan tanpa kehadiran oksigen.

Universitas Sumatera Utara


15

3. Tertiary Treatment

Pengolahan ketiga umumnya untuk menghilangkan nutrisi/unsur hara,

khususnya nitrat dan posfat. Pada tahap ini dapat juga dilakukan pemusnahan

mikroorganisme patogen dengan penambahan Chlor pada air limbah.

2.1.3 Sarana Pembuangan Kotoran (Jamban)

Menurut Sajida (2012) yang mengutip pendapat Ditjen P2PL, jamban

adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan

kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab atau

penyebar penyakit serta mengotori lingkungan pemukiman. Pembuangan tinja

yang tidak saniter akan menyebabkan terjadinya berbagai penyakit seperti diare,

kolera, disentri, kecacingan, dan sebagainya. Kotoran manusia merupakan

buangan padat, selain menimbulkan bau dan mengotori lingkungan juga

merupakan media penularan penyakit pada masyarakat. Perjalanan agen penyebab

penyakit melalui cara transmisi seperti dari tangan maupun dari peralatan yang

terkontaminasi ataupun melalui mata rantai lainnya, di mana memungkinkan tinja

atau kotoran yang mengandung agen penyebab infeksi masuk melalui saluran

pernafasan.

Menurut Mubarak dan Chayatin (2009), dikenal beberapa macam tempat

pembuangan kotoran (kakus) menurut konstruksi dan cara mempergunakannya,

yaitu:

1. Kakus Cemplung

Bentuk kakus ini pembuangan kotorannya langsung masuk dan jatuh ke

dalam tempat penampungan. Kakus ini hanya terdiri atas sebuah galian yang di

Universitas Sumatera Utara


16

atasnya diberi lantai dan tempat jongkok. Lantainya terbuat dari bambu atau kayu

tetapi dapat juga dari pasangan batu bata atau beton.

2. Kakus Plengsengan

Tempat jongkok dari kakus ini tidak dibuat persis di atas tempat

penampungan, tetapi agak jauh. Kakus semacam ini sedikit lebih baik dan

menguntungkan daripada kakus cemplung, karena baunya agak berkurang dan

keamanan bagi pemakai lebih terjamin.

3. Kakus Bor

Tempat penampungan kotoran dibuat dengan menggunakan bor. Bor yang

digunakan adalah bor tangan yang disebut Bor Auger dengan diameter antara 30-

40 cm. Kakus bor mempunyai keuntungan, yaitu bau yang ditimbulkan sangat

berkurang, akan tetapi kerugian kakus bor adalah perembesan kotoran akan lebih

jauh dan mengotori air tanah. Kakus bor tidak dapat dibuat di daerah atau tempat

yang tekstur tanahnya banyak mengandung batu.

4. Angsatrine (water Seal Latrine)

Kakus ini, di bawah tempat jongkoknya ditempatkan atau dipasang suatu alat

yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi untuk

mencegah timbulnya bau, karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam

bagian yang melengkung. Agar dapat terjaga kebersihannya, maka pada kakus

semacam ini harus tersedia air yang cukup.

5. Kakus di atas Balong (Empang)

Membuat kakus di atas balong (yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah

cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk

Universitas Sumatera Utara


17

menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong karena sudah

menjadi kebiasaan yang sudah ada sejak lama.

6. Kakus Septic tank

Pada jenis kakus ini, terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman

pembusuk yang sifatnya anaerob. Septic tank bisa terdiri dari dua bak atau lebih

serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur sedemikian rupa

sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di dalam bak tersebut.

Menurut Notoatmodjo (2007), untuk mencegah pencemaran guna mengurangi

kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus

dikelola dengan baik. Suatu jamban yang dapat dikatakan sehat apabila telah

memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut

2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya

3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya

4. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan

binatang-binatang lainnya

5. Tidak menimbulkan bau

6. Mudah digunakan dan dipelihara (maintanance)

7. Sederhana desainnya

8. Murah

9. Dapat diterima oleh pemakainya

Universitas Sumatera Utara


18

2.1.4 Sarana Pembuangan Sampah

Menurut WHO (2003), sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak

dipakai, tidak disenangi lagi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan

manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.

Menurut American Public Health Association (APHA), sampah (waste)

diartikan sebagai sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi

atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi

dengan sendirinya. Ada beberapa batasan-batasan lain, tetapi pada umumnya

mengandung prinsip-prinsip yang sama, yaitu (Sumantri, 2013):

1. Adanya suatu benda atau zat padat atau bahan

2. Adanya hubungan langsung/tak langsung dengan aktivitas manusia

3. Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi, tidak disenangi dan dibuang

Pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan

pengaturan terhadap penimbunan dan penyimpanan sampah (pengumpulan,

pemindahan/pengangkutan, pemprosesan, dan pembuangan sampah) dengan suatu

cara pengelolaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan

masyarakat seperti teknik (engineering), perlindungan alam (conversation),

keindahan dan pertimbangan-pertimbangan lingkungan lainnya serta

mempertimbangkan sikap dari masyarakat. Pengelolaan sampah pada saat ini

merupakan masalah yang cukup kompleks, karena makin banyaknya sampah yang

dihasilkan, beraneka ragam pula komposisinya, makin berkembangnya kota,

terbatasnya dana yang tersedia, dan beberapa masalah terkait lainnya (Mubarak

dan Chayatin, 2009).

Universitas Sumatera Utara


19

Sampah yang ada di permukaan bumi ini dapat berasal dari beberapa

sumber berikut (Sumantri, 2013):

1. Pemukiman penduduk

Sampah di suatu pemukiman biasanya dihasilkan oleh satu atau beberapa

keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama yang terdapat di

desa atau kota. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan dan

bahan sisa proses pengolahan makanan atau sampah basah (garbage), dan

sampah kering (rubbish), abu atau sampah sisa tumbuhan.

2. Tempat umum dan tempat perdagangan

Tempat umum adalah tempat yang memungkinkan banyak orang

berkumpul dan melakukan kegiatan, termasuk juga tempat perdagangan. Jenis

sampah yang dihasilkan dari tempat semacam itu dapat berupa sisa-sisa

makanan, sampah kering, abu, sisa-sisa bahan bangunan, sampah khusus, dan

terkadang sampah berbahaya.

3. Sarana layanan masyarakat milik pemerintah

Sarana layanan pemerintah yang dimaksud di sini, antara lain, tempat

hiburan umum, jalan umum, tempat parkir, tempat layanan kesehatan,

kompleks militer, gedung pertemuan, pantai tempat berlibur, dan sarana

pemerintah lainnya. Tempat ini biasanya menghasilkan sampah khusus dan

kering.

4. Industri berat dan ringan

Termasuk di dalamnya industri makanan dan minuman, industri kayu,

industri kimia, industri logam, tempat pengolahan air kotor dan air minum,

Universitas Sumatera Utara


20

dan kegiatan lainnya, baik yang bersifat distributif atau memproses bahan

mentah saja. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah,

sampah kering, sisa-sisa bangunan, sampah khusus dan sampah berbahaya.

5. Pertanian

Sampah dihasilkan dari tanaman atau binatang. Lokasi pertanian seperti

kebun, ladang, ataupun sawah yang menghasilkan sampah berupa bahan-

bahan makanan yang telah membususk, sampah pertanian, pupuk, maupun

bahan pembasmi serangga tanaman.

Menurut Sumantri (2013), sampah padat dibedakan atas beberapa jenis,

yaitu:

1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya:

a. Organik, misal: sisa makanan, daun, sayur, buah, dan sebagainya.

b. Anorganik, misal: logam, barang pecah belah, abu, dan sebagainya.

2. Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar:

a. Mudah terbakar, misal: kertas, plastik, daun kering, kayu, dan

sebagainya.

b. Tidak mudah terbakar, misal: kaleng, besi, gelas, dan sebagainya.

3. Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk:

a. Mudah membusuk, misal: sisa makanan, potongan daging, dan

sebagainya.

b. Sulit membusuk, misal: plastik, karet, kaleng, dan sebagainya.

4. Berdasarkan ciri atau karakteristik sampah:

a. Garbage, terdiri atas zat-zat mudah membusuk dan dapat terurai.

Universitas Sumatera Utara


21

b. Rubbish, dibedakan menjadi dua: yang mudah terbakar dan sulit terbakar.

c. Ashes, semua sisa pembakaran dari industri.

d. Street Sweeping, sampah dari jalan atau trotoar akibat aktivitas mesin

atau manusia.

e. Dead animal, bangkai binatang (anjing, kucing, dan sebagainya).

f. House hold refuse, atau sampah campuran (misal; garbage,

ashes,rubbish) yang berasal dari perumahan.

g. Abandoned vehicle, berasal dari bangkai kendaraan.

h. Demolision waste, berasal dan hasil sisa-sisa pembangunan gedung.

i. Contructions waste, berasal dari hasil sisa-sisa pembangunan gedung.

j. Sampah industri, berasal dari pertanian, perkebunan, dan industri.

k. Santage solid, terdiri atas benda-benda solid atau kasar yang biasanya

berupa zat organik, pada pintu masuk pusat pengolahan limbah cair.

l. Sampah khusus, atau sampah yang memerlukan penanganan khusus

seperti kaleng dan zat radioaktif.

Ada beberapa cara pengelolaan sampah menurut Sumantri (2013), yaitu:

1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah

Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab masih-masing rumah

tangga atau institusi yang menghasilkan sampah tersebut. Kemudian dari

masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut lalu diangkut ke

penampungan sementara (TPS) dan selanjutnya ke tempat penampungan akhir

(TPA).

Universitas Sumatera Utara


22

2. Pemusnahan dan pengolahan sampah

a. Landfill (ditanam), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat

lubang di tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan

tanah.

b. Incenaration (dibakar), yaitu memusnahkan sampah dengan cara

membakar di dalam tungku pembakaran.

c. Composting (dijadikan pupuk), yaitu pengolahan sampah menjadi

pupuk, khususnya untuk sampah organik.

2.2 Personal Hygiene

2.2.1 Definisi Personal Hygiene

Menurut Tarwoto (2010), Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani

yang berarti personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat.

Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memelihara

kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Tujuan

dari personal hygiene adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan seseorang,

memelihara kebersihan diri, memperbaiki personal higiene yang kurang,

mencegah penyakit, meningkatkan percaya diri dan menciptakan keindahan.

2.2.2 Jenis-jenis Personal Hygiene

Kebersihan perorangan meliputi (Potter, 2005) :

1. Kebersihan Kulit

Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling utama

memberi kesan, oleh karena itu perlu memelihara kulit dengan sebaik-baiknya.

Pemeliharaan kulit tidak terlepas dari makanan yang dimakan, kebersihan diri,

Universitas Sumatera Utara


23

kebersihan lingkungan serta kebiasaan hidup sehari-hari. Hal-hal yang perlu

diperhatikan untuk memelihara kebersihan kulit agar tetap sehat diantaranya:

a. Mandi minimal 2x sehari

b. Mandi memakai sabun

c. Menjaga kebersihan handuk

d. Menjaga kebersihan pakaian

e. Makan makanan yang bergizi

f. Menjaga kebersihan lingkungan

g. Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri

2. Kebersihan rambut

Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat rambut tumbuh dengan

subur dan indah, sehingga akan menimbulkan kesan cantik dan tidak berbau. Hal-

hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan kebersihan rambut adalah:

a. Memerhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurang-

kurangnya 2x seminggu

b. Mencuci rambut dengan shampoo atau bahan pencuci rambut lainnya

c. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri

3. Kebersihan gigi

Menggosok gigi dengan baik dan teratur akan membersihkan gigi dan

menjaga gigi tetap sehat serta membuat gigi tidak mudah berlubang karena sisa-

sisa makanan yang tersisa di sela-sela gigi. Ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam menjaga kesehatan gigi, yaitu:

a. Menggosok gigi secara benar dan teratur setiap sehabis makan

Universitas Sumatera Utara


24

b. Menghindari konsumsi makanan yang dapat merusak gigi

c. Mamakai sikat gigi sendiri

d. Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi

e. Memeriksa gigi secara teratur

4. Kebersihan mata

Mata adalah organ penglihatan yang lebih banyak memberikan informasi

tentang dunia sekitar kepada kita dibandingkan keempat indera lainnya. Agar

tetap berfungsi dengan baik dan tetap terjaga kebersihannya, ada beberapa hal

yang harus diperhatikan dalam kebersihan mata, yaitu:

a. Membaca dan menulis di tempat yang terang

b. Memakan makanan yang bergizi terutama makanan yang banyak

mengandung vitamin A

c. Istirahat yang cukup dan teratur

d. Memakai peralatan sendiri (seperti handuk/sapu tangan)

e. Memelihara kebersihan lingkungan, dan sebagainya.

5. Kebersihan Telinga

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

a. Membersihkan telinga dengan benar dan teratur

b. Tidak mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam

6. Kebersihan tangan, kaki dan kuku

Seperti halnya kulit, tangan, kaki dan kuku harus juga dipelihara dan

diperhatikan kebersihannya. Kebersihan tangan, kaki dan kuku yang baik akan

sangat memengaruhi kesehatan dan sebaliknya, tangan, kaki, dan kuku yang kotor

Universitas Sumatera Utara


25

akan membawa pengaruh buruk bagi kesehatan. Untuk itu ada beberapa hal yang

perlu dilakukan agar tangan, kaki dan kuku tetap terjaga kebersihannya, di

antaranya:

a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan dengan benar

b. Memotong kuku dengan benar dan teratur

c. Membersihkan lingkungan

d. Mencuci kaki sebelum tidur

2.2.3 Hal-hal yang Mencakup Personal Hygiene

Ada beberapa kegiatan yang mencakup personal hygiene, yaitu:

1. Mandi

Mandi merupakan hal yang paling dasar dan paling penting dalam menjaga

kebersihan diri. Mandi secara baik dan benar dapat menghilangkan bau badan dan

kotoran, merangsang peredaran darah serta memberikan kesegaran pada tubuh.

Sebaiknya mandi secara teratur dua kali sehari, alasan utamanya ialah agar tubuh

sehat dan segar bugar (Irianto, 2007).

Urutan mandi yang benar adalah seluruh tubuh di cuci dengan sabun mandi.

Oleh buih sabun, semua kotoran dan kuman yang melekat mengotori kulit akan

lepas dari permukaan kulit, kemudian tubuh disiram sampai bersih, seluruh tubuh

digosok hingga keluar semua kotoran atau daki. Keluarkan daki dari wajah, kaki,

dan lipatan-lipatan di tubuh lainnya. Gosok terus dengan tangan, kemudian

seluruh tubuh disiram sampai bersih sampai di ujung kaki (Irianto, 2007).

2. Perawatan gigi dan mulut

Perawatan pada mulut disebut juga oral hygiene. Mulut yang bersih sangat

Universitas Sumatera Utara


26

penting secara fisikal dan mental seseorang. Melalui perawatan pada rongga

mulut, sisa-sisa makanan yang terdapat di mulut dapat dibersihkan. Selain itu,

sirkulasi pada gusi juga dapat distimulasi dan dapat mencegah halitosis.

Sisa makanan juga dapat membuat gigi berlubang bila tidak langsung

dibersihkan, untuk itu penting menggosok gigi setidaknya dua kali sehari dan bila

mungkin sangat dianjurkan menggosok gigi setiap kali selepas kita makan. Gosok

gigi sebaiknya dilakukan dengan lembut dan menggunakan sikat gigi yang benar

serta sesuai standar yang ditentukan. Jangan terlalu menggosok gigi dengan kasar

sehingga dapat menekan gusi. Tujuan menggosok gigi adalah agar sisa-sisa

makanan yang menempel dapat terangkat dan tidak ada sesuatu yang membusuk

untuk menjadi sarang bakteri (Irianto, 2007).

3. Cuci Tangan

Anggota tubuh yang paling banyak menularkan penyakit adalah tangan,

karena tangan paling banyak bersentuhan dengan anggota tubuh serta lingkungan

sekitar. Kita menggunakan tangan untuk menyentuh anggota tubuh yang lain,

seperti mata, wajah, mulut, hidung, tanpa sadar sebelumnya kita memegang

sesuatu yang kotor dan mengandung kuman penyakit. Lalu menyentuh makanan

tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Hal ini dapat menyebabkan penularan

bakteri dan virus yang mengakibatkan terjadinya suatu penyakit. Maka dari itu

penting sekali menjaga kebersihan tangan agar terhindar dari berbagai penyakit

(Irianto, 2007).

Menurut Sajida (2012) yang mengutip dari National Compaign for

Handwashing with Soap, langkah-langkah yang tepat dalam mencuci tangan pakai

Universitas Sumatera Utara


27

sabun adalah sebagai berikut:

a. Basuh tangan dengan air mengalir dan gosokkan kedua permukaan

tangan dengan sabun secara merata, jangan lupakan sela-sela jari

b. Bilas kedua tangan sampai bersih dengan air mengalir

c. Keringkan tangan dengan menggunakan kain lap yang bersih dan kering.

4. Membersihkan Pakaian

Seseorang dapat terlihat sehat dan bersih melalui kebersihan pakaiannya.

Pakaian yang kotor akan menghalangi seseorang untuk terlihat bersih walaupun

sebenarnya seluruh tubuh sudah bersih. Perlu mengganti pakaian secara teratur

karena pakaian menyerap keringat dan kotoran yang dapat meyebabkan bau tidak

sedap dan timbulnya berbagai penyakit. Sebaiknya ketika hendak tidur pakailah

pakaian khusus tidur dan tidak menggunakan pakaian yang digunakan sehari-hari

untuk tidur. Selimut, sprei, dan sarung bantal sebaiknya dibersihkan dan diganti

secara rutin. Kasur dan bantal dijemur secara rutin pula (Irianto, 2007).

2.2.4 Dampak yang Sering Timbul pada Masalah Personal Hygiene

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene (Tarwoto, dkk

2010) meliputi:

1. Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak

terpelihara kebersihan perorangannya. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah

gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata

dan telinga serta gangguan fisik pada kuku.

Universitas Sumatera Utara


28

2. Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah

gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan untuk dicintai dan mencintai,

kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial.

2.2.5 Tanda dan Gejala

Menurut Departemen Kesehatan RI (2014), tanda dan gejala individu

dengan kurang perawatan diri adalah:

1. Fisik

a. Badan bau dan pakaian kotor

b. Rambut dan kulit kotor

c. Kuku panjang dan kotor

d. Gigi kotor disertai mulut bau

e. Penampilan tidak rapi

2. Psikologis

a. Malas dan tidak ada inisiatif

b. Menarik diri atau mengisolasi diri

c. Merasa tak berdaya , rendah diri dan merasa hina

3. Sosial

a. Interaksi kurang

b. Kegiatan kurang

c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma

d. Cara makan tidak teratur, buang air besar dan buang air kecil di

sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri

Universitas Sumatera Utara


29

2.3 Kuku dan Kesehatan

Kuku adalah bagian dari tubuh yang berfungsi melindungi ujung jari yang

lembut dan penuh urat saraf serta mempertinggi daya sentuh. Secara kimia, kuku

sama dengan rambut yang terbentuk dari keratin dan protein yang kaya akan

sulfur. Kulit ari pada pangkal kuku berfungsi melindungi dari kotoran. Kuku

tumbuh dari sel mirip gel lembut yang mati, mengeras dan kemudian terbentuk

saat mulai tumbuh keluar dari ujung kuku. Pada kulit di bawah kuku terdapat

banyak pembuluh kapiler yang memiliki suplai darah kuat sehingga menimbulkan

kemerah-merahan. Seperti tulang dan gigi, kuku merupakan bagian terkeras dari

tubuh karena kandungan airnya sangat sedikit. Nutrisi yang baik sangat berguna

bagi pertumbuhan kuku. Pertumbuhan kuku jari tangan dalam satu minggu rata-

rata 0,5-1,5 mm, empat kali lebih cepat dari pertumbuhan kuku jari kaki (Tarwoto,

dkk 2010).

Kuku yang terawat dan bersih juga merupakan cerminan kepribadian

seseorang. Kuku yang panjang dan tidak terawat akan menjadi tempat melekatnya

berbagai kotoran yang mengandung berbagai kuman dan mikroorganisme,

diantaranya bakteri dan telur cacing. Penularan penyakit kecacingan diantaranya

melalui tangan dengan kuku yang kotor. Kuku jari tangan yang kotor

memungkinkan terselipnya telur cacing dan akan tertelan ketika makan, hal ini

diperparah lagi apabila tidak terbiasa mencuci tangan pakai sabun sebelum makan

(Tarwoto, dkk 2010).

Universitas Sumatera Utara


30

2.4 Helminthiasis pada Manusia

Helminthiasis adalah keadaan penyakit dengan adanya infeksi cacing atau

suatu penyakit di mana seseorang mempunyai cacing di dalam ususnya, sering

disebut dengan Soil Transmitted Helminth (STH) yaitu infeksi kecacingan yang

ditularkan melalui tanah. Spesies cacing STH yaitu: cacing gelang (Ascaris

lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator

americanus), dan cacing cambuk (Trichuris trichiura).

2.4.1 Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)

Ascaris lumbricoides disebut juga cacing gelang, menyebabkan penyakit

askaris. Manusia adalah satu-satunya hospes dari cacing ini. Penyebarannya ada di

seluruh dunia dan lebih sering dijumpai pada anak usia lima sampai sepuluh

tahun. Survei yang dilakukan di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan

bahwa prevalensi parasit ini masih cukup tinggi. Sekitar 60-90% (Sutanto, Inge

dkk 2011).

Gambar 1. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)

Universitas Sumatera Utara


31

Gambar 2. Telur Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)

1. Morfologi dan Daur Hidup

Cacing jantan berukuran lebih kecil dari cacing betina. Stadium dewasa

hidup di rongga usus kecil. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-

200.000 butir sehari. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi

berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih tiga minggu.

Bentuk infektif tersebut bila tertelan manusia akan menetas di usus halus.

Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembulu darah atau saluran

limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva

di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga

alveolus kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea

larva menuju faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita

akan batuk karena rangsangan tersebut dan larva akan tertelan ke dalam esofagus,

lalu menuju usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak

telur tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2-3

bulan.

2. Patologi dan Gejala Klinis

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa

dan larva. Gangguan pada larva biasanya terjadi pada saat larva berada di paru-

Universitas Sumatera Utara


32

paru. Pada orang yang rentan terjadi perdarahan kecil di dinding alveolus dan

timbul pada paru yang disertai batuk dan demam. Gangguan yang disebabkan

cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gangguan

usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Pada

infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat

keadaan mal nutrisi dan penurunan status kognitif pada anak sekolah dasar. Efek

yang serius terjadi bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi

usus (ileus).

3. Diagnosis

Cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja

secara langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis. Selain

itu diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut

atau hidung karena muntah maupun melalui tinja.

4. Epidemiologi

Di Indonesia prevalensi askariasis cukup tinggi, terutama pada anak.

Frekuensinya 60-90%. Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan

pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di

tempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah. Di negara-negara tertentu

terdapat kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk. Tanah liat, kelembaban tinggi

dan suhu 25-30ºC merupakan kondisi yang sangat baik untuk berkembangnya

telur Ascaris lumbricoides menjadi bentuk infektif.

Universitas Sumatera Utara


33

5. Pengobatan

Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara masal. Untuk

perorangan dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya piperasin, pirantel

pemoat 10mg/kg berat badan, dosis tunggal mebendazol 500 mg atau albendazol

400mg. Oksantel-pirantel pamoat adalah obat yang dapat dibunakan untuk infeksi.

Untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat, yaitu :

a. Obat mudah diterima masyarakat

b. Aturan pemakaian sederhana

c. Mempunyai efek samping yang minim

d. Bersifat polivalen, sehingga berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing

e. Harganya murah. Pengobatan masal misalnya, dilakukan oleh pemerintah

pada anak sekolah dasar dengan pemberian albendazol 400 mg dua kali

setahun.

2.4.2 Cacing Tambang (Hookworm)

Ada dua jenis cacing tambang yang menginfeksi manusia, yaitu Necator

americanus dan Ancylostoma duodenale. Kedua parasit ini diberi nama “cacing

tambang” karena pada zaman dahulu cacing ini ditemukan di Eropa pada pekerja

pertambangan yang belum mempunyai fasilitas sanitasi yang memadai. Kini,

penyebaran cacing ini ada di seluruh daerah khatulistiwa dan di tempat lain

dengan keadaan yang sesuai, misalnya di daerah pertambangan dan perkebunan.

Prevalensi di Indonesia tinggi, terutama di daerah sekitar pedesaan, yaitu kurang

lebih 40%.

Universitas Sumatera Utara


34

Gambar 3. Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale)

Gambar 4. Cacing Tambang (Necator americanus)

1. Morfologi dan Daur Hidup

Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar

melekat pada mukosa dinding usus. Cacing betina Necator americanus tiap hari

mengeluarkan telur 5.000-10.000 butir, sedangkan Ancylostoma duodenale kira-

kira 10.000-25.000 butir. Bentuk badan Necator americanus biasanya menyerupai

huruf S, sedangkan Ancylostoma duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut

kedua jenis cacing ini besar. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks. Telur

dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1-1,5 hari keluarlah

larva rabditiform. Dalam waktu sekitar tiga hari larva rabditiform tumbuh menjadi

Universitas Sumatera Utara


35

larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 7-8 minggu di

tanah. Daur hidupnya adalah sebagai berikut:

Telur  larva rabditiform  larva filariform  menembus kulit  kapiler darah

 jantung kanan  paru-paru  bronkus  trakea  laring  usus halus

Gambar 5. Telur cacing Ancylostoma duodenale

Gambar 6. Telur cacing Necator americanus

2. Patologi dan Gejala Klinis

Pada stadium larva, bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit,

maka terjadi perubahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru

Universitas Sumatera Utara


36

biasanya ringan. Infeksi larva filariform Ancylostoma duodenale secara oral

menyebabkan penyakit dengan gejala mual, muntah, iritasi faring, batuk, sakit

leher dan serak.

Pada stadium dewasa, gejala tergantung pada spesies dan jumlah cacing

serta keadaan gizi penderita (Fe dan protein). Tiap cacing Necator americanus

menyebabkan kehilangan darah sebayak 0,005-0,1 cc sehari, sedangkan

Ancylostoma duodenale 0,08-0,34 cc. Pada infeksi kronik atau infeksi berat terjadi

anemia hipokrom mikrositer. Di samping itu juga terdapat eosinofilia. Cacing

tambang biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan tubuh

berkurang dan prewstasi kerja menurun.

3. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar. Dalam

tinja yang lama mungkin ditemukan larva. Untuk membedakan spesies Necator

americanus dengan Ancylostoma duodenale dapat dilakukan dengan biakan.

4. Epidemiologi

Insiden tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia, terutama di daerah

pedesaan, khususnya di perkebunan. Seringkali pekerja perkebunan yang

langsung berhubungan dengan tanah mendapat infeksi lebih 70%. Kebiasaan

defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun (di berbagai daerah

tertentu) penting dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan

larva adalah tanah yang gembur (pasir, humus) dengan suhu optimun untuk

Necator americanus 28-32ºC, sedangkan untuk Ancylostoma duodenale lebih

rendah, yaitu 23-25ºC.

Universitas Sumatera Utara


37

2.4.3 Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)

Infeksi cacing cambuk (Trichuris trichiura) lebih sering terjadi di daerah

panas, lembab dan sering terjadi bersama-sama dengan infeksi Ascaris. Jumlah

cacing dapat bervariasi, apabila jumlahnya sedikit, pasien biasanya tidak

terpengaruh dengan adanya cacing ini (Idehan, B & Pusarawati, S. 2007).

Gambar 7. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)

Gambar 8. Telur cacing Trichuris trichiura

1. Morfologi dan Daur Hidup

Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-

kira 4 cm. Bagian enterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari

Universitas Sumatera Utara


38

panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk dan cacing betina

bentuknya membulat tumpul, sedangkan pada cacing jantan melingkar dan

terdapat satu spikulum. Cacing dewasa hidup di kolon asendens dan sekum

(caecum) dengan satu spikulum dengan bagian anteriornya yang seperti cambuk

masuk kedalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan

telur setiap hari antara 3.000-10.000 butir. Telur berukuran 50-54 mikron x 32

mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih

pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian

dalamnya jernih.

Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut

menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu

pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang

berisi larva dan merupakan bentuk yang infektif. Cara infeksi langsung bila secara

kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui telur dan masuk ke

dalam usus halus. Sesudah manjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan

masuk ke daerah kolon, terutama sekum (caecum). Jadi cacing ini tidak

mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai

cacing dewasa betina menetaskan telur kira-kira 30-90 hari.

2. Patologi dan Gejala Klinis

Cacing Trichuris trichiura pada manusia terutama hidup di sekum, akan

tetapi dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada

anak-anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang

terlihat di mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya

Universitas Sumatera Utara


39

penderita pada waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam

mukosa usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan

mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Di samping itu

juga, cacing ini menghisap darah hospesnya, sehingga dapat menyebabkan

anemia. Bila infeksinya ringan biasanya asimtomatis (tanpa gejala). Bila jumlah

cacingnya banyak biasanya timbul diarrhea dengan feses yang berlendir, nyeri

perut, dehidrasi, anemia, lemah dan berat badan menurun.

3. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur cacing dalam tinja.

4. Epidemiologi

Faktor penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah

dengan tinja. Telur tumbuh di tanah liat, lembab dan teduh dengan suhu optimum

30ºC. Frekuensi di Indonesia tinggi. Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia

frekuensinya berkisar 30-90%. Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat

dicegah dengan pengobatan penderita trikuriasris, pembuatan jamban yang baik,

pendidikan tentang sanitasi dan personal hygiene terutama pada anak. Mencuci

tangan pakai sabun sebelum makan dan mencuci sayuran yang dimakan mentah

adalah hal penting apalagi di negara yang memakai tinja sebagai pupuk.

2.4.4 Cacing Kremi (Enterobius vermicularis)

Enterobiasis merupakan penyakit dari Enterobius vermicularis (Oxyuris

vermicularis), atau biasa disebut juga dengan pinworm atau cacing kremi. Cacing

ini merupakan salah satu Nematoda usus dan merupakan parasit umum bagi

manusia (manusia adalah satu-satunya hospes bagi cacing ini) terutama anak-

Universitas Sumatera Utara


40

anak. Enterobiasis merupakan penyakit keluarga yang disebabkan oleh mudahnya

penularan telur baik melalui pakaian maupun alat rumah tangga lainnya. Anak

berumur 5-14 tahun lebih sering mengalami infeksi cacing Enterobius

vermicularis dibandingkan dengan orang dewasa.

Gambar 9. Cacing Kremi (Enterobius vermicularis)

Gambar 10. Telur Cacing Kremi (Enterobius vermicularis)

1. Morfologi dan Daur Hidup

Pada tahap dewasa, cacing betina berukuran 8-13 mm x 0,3-0,5 mm, dengan

pelebaran kutikulum seperti sayap pada ujung anterior yang disebut alae. Bulbus

oesofagus jelas sekali, dan ekor runcing. Pada cacing betina gravid, uterus

melebar dan penuh. Cacing jantan lebih kecil sekitar 2-5 mm dan juga bersayap,

tapi ekornya berbentuk seperti tanda tanya, spikulum jarang ditemukan.

Universitas Sumatera Utara


41

Telur E. vermicularis berbentuk oval, tetapi asimetris (membulat pada satu

sisi dan mendatar pada sisi yang lain), dinding telur terdiri atas hialin, tidak

berwarna dan transparan, serta rata-rata panjangnya x diameternya 47,83 x 29,64

mm.

Cacing betina memerlukan waktu sekitar 1 bulan untuk menjadi matur dan

mulai memproduksi telur. Cacing betina yang gravid mengandung sekitar 11.000-

15.000 butir telur, berimigrasi ke perianal pada malam hari untuk bertelur dengan

cara kontraksi uterus dan vaginanya. Telur-telur jarang di keluarkan di usus

sehingga jarang ditemukan di tinja. Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira 6

jam setelah dikeluarkan pada suhu badan.

2. Patologi dan Gejala Klinis

Enterobiasis sering tidak menimbulkan gejala (asimptomatis). Gejala klinis

yang menonjol berupa pruritus ani, disebabkan oleh iritasi di sekitar anus akibat

migrasi cacing betina ke perianal untuk meletakkan telur-telurnya. Gatal-gatal di

daerah anus terjadi saat malam hari, karena migrasi cacing betina terjadi di waktu

malam.

Cacing betina gravid sering mengembara dan bersarang di vagina serta tuba

fallopi. Kondisi ini sangat berbahaya, terutama pada wanita usia subur, sebab

dapat menyebabkan kemandulan, akibat buntunya saluran tuba. Cacing juga

sering ditemukan di appendix. Hal ini bisa menyebabkan apendisitis, meskipun

jarang ditemukan.

Universitas Sumatera Utara


42

3. Diagnosis

Diagnosis dilakukan berdasarkan riwayat pasien dengan gejala klinis positif.

Diagnosis pasti dengan ditemukannya telur dan cacing dewasa pada tinja.

4. Epidemiologi

Cacing ini sebagian besar menginfeksi anak-anak, meski tak sedikit orang

dewasa terinfeksi cacing tersebut. Meskipun penyakit ini banyak ditemukan pada

golongan ekonomi lemah, pasien rumah sakit jiwa, anak panti asuhan, tak jarang

mereka dari golongan ekonomi yang lebih mapan juga terinfeksi. Udara yang

dingin, lembab, dan ventilasi yang jelek merupakan kondisi yang baik bagi

pertumbuhan telur.

5. Pengobatan

Pengobatan enterobiasis efektif jika semua penghuni rumah juga

diobati, infeksi ini dapat menyerang semua orang yang berhubungan dengan

penderita. Obat-obatan yang digunakan antara lain piperazin, pirvinium,

tiabendazol dan stilbazium iodide.

2.5 Dampak Infeksi Kecacingan

2.5.1 Dampak Terhadap Gizi

Penyakit kecacingan sering kali menyebabkan berbagai penyakit di dalam

perut dan berbagai gejala penyakit perut seperti kembung dan diare. Cacing

gelang (Ascaris lumbricoides) tidak jarang menyebabkan kematian karena

penyumbatan usus dan saluran empedu. Cacing tambang (Ancylostoma duodenale

dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura) dapat

menyebabkan anemia berat yang mengakibatkan orang menjadi sangat lemah

Universitas Sumatera Utara


43

karena kehilangan darah.

Infeksi kecacingan mempengaruhi pemasukan, pencernaan, penyerapan

(absorbsi) serta metabolisme makanan sehingga menyebabkan kekurangan gizi.

Anak yang menderita kecacingan, nafsu makannya menurun sehingga makanan

yang masuk akan berkurang dan jumlah cacing yang banyak dalam usus akan

mengganggu pencernaan serta penyerapan makanan. Infeksi kecacingan selain

berperan sebagai penyebab kekurangan gizi yang kemudian berakibat terhadap

penurunan daya tubuh terhadap infeksi, juga berperan sebagai faktor yang lebih

memperburuk daya tahan tubuh terhadap berbagai macam infeksi (Kemenkes RI,

2012)

2.5.2 Dampak terhadap Intelektual dan Produktivitas

Secara umum helminthiasis juga berpengaruh pada tingkat kecerdasan,

mental, dan prestasi anak sekolah. Hasil penelitian Bundy dkk, 1992

menunjukkan bahwa anak-anak sekolah dasar di Jamaika yang terinfeksi cacing

Trichuris trichiura mengalami penurunan kemampuan berpikir. Hasil studi di

Kenya oleh Stephenson tahun 1993 menunjukkan penurunan kesehatan jasmani,

pertumbuhan dan selera makan pada anak sekolah yang terinfeksi Ascaris

lumbricoides dan Trichuris trichiura.

Di Malaysia, ditemukan dampak infeksi kecacingan terhadap penurunan

kecerdasan di lingkungan anak sekolah Che Ghani tahun 1994. Penyakit ini

memang tidak menyebabkan orang mati mendadak, akan tetapi menyebabkan

penderita semakin lemah karena kehilangan darah yang menahun sehingga

menurunkan prestasi kerja dan produktivitas.

Universitas Sumatera Utara


44

2.5.3 Dampak terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia

Salah satu ciri bangsa yang maju adalah bangsa yang mempunyai derajat

kesehatan yang tinggi, sehingga pada pembangunan jangka panjang pembangunan

kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan

kualitas sumber daya manusia. Infeksi kecacingan merupakan salah satu faktor

yang memengaruhi penurunan kualitas sumber daya manusia, mengingat

kecacingan akan menghambat pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak serta

produktivitas kerja. Sampai saat ini penyakit kecacingan masih menjadi masalah

kesehatan masyarakat Indonesia terutama di daerah pedesaan. Salah satu faktor

yang memengaruhi tingginya prevalensi kecacingan adalah kesadaran kebersihan

perorangan (personal hygiene) yang kurang (Ginting, A, S. 2003).

2.6 Upaya Pencegahan

2.6.1 Pencegahan Primer

Pencegahan cacing usus ini dapat dilakukan dengan memutus rantai daur

hidup dengan cara: menjaga kebersihan, cukup air di kakus, mandi dan cuci

tangan secara teratur, dan sebagainya. Melakukan penyuluhan kesehatan kepada

masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan personal hygiene serta

cara menghindari infeksi cacing seperti: tidak membuang tinja di tanah, tidak

menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman, membiasakan mencuci tangan pakai

sabun sebelum makan, membiasakan menggunting kuku secara teratur,

membiasakan diri buang air besar di jamban, membiasakan diri membasuh tangan

dengan sabun sehabis buang air besar, membiasakan diri memakai alas kaki bila

keluar rumah, membiasakan diri mencuci semua makanan lalapan mentah dengan

Universitas Sumatera Utara


45

air yang bersih, dan sebagainya (Sandjaja, 2007)

2.6.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder cacing usus ini dapat dilakukan dengan

memeriksakan diri secara teratur ke puskesmas atau rumah sakit serta

menganjurkan makan obat cacing 6 bulan sekali khususnya bagi masyarakat yang

rentan terinfeksi cacing.

Universitas Sumatera Utara


46

2.7 Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan,

maka dapat disusun sebuah kerangka konsep penelitian. Selengkapnya pada

gambar berikut ini:

Personal Hygiene:

1. Kebiasaan mandi Keberadaan telur


2. Kebiasaan cuci tangan cacing pada
3. Kebiasaan kontak dengan tanah kotoran kuku
4. Kebiasaan memotong kuku

Sanitasi Lingkungan:

1. Penyediaan Air Bersih (PAB)


2. Saluran Pembuangan Air Limbah
(SPAL)
3. Sarana Pembuangan Kotoran
(Jamban)
4. Sarana Pembuangan Sampah

Gambar 11. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif

observasional dengan rancangan penelitian crosssectional study yang bertujuan

untuk mengetahui gambaran sanitasi lingkungan dan personal hygiene serta

pemeriksaan kotoran kuku anak untuk mengetahui keberadaan telur cacing.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih

Sibolangit dengan alamat: Jalan Jamin Ginting Km. 45, Desa Sukamakmur,

Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Januari-September 2017.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh anak di Panti Asuhan GBKP

Gelora Kasih Sibolangit dengan jumlah 42 anak.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan dianggap dapat

mewakili populasi. Penelitian ini menggunakan metode Total Sampling, yaitu

dengan total 42 anak di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit.

47
Universitas Sumatera Utara
48

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer pada penelitian ini berasal dari hasil pemeriksaan sampel

kotoran kuku anak panti asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit di Laboratorium

Kesehatan Daerah Sumatera Utara yang terletak di Kota Medan. Untuk aspek

sanitasi lingkungan diperoleh melalui observasi langsung dan aspek personal

hygiene diperoleh melalui wawancara terhadap responden dengan menggunakan

kuesioner yang telah disiapkan.

Cara pemeriksaan kotoran kuku di laboratorium adalah sbb.:

1. Bahan, terdiri dari:

1. Gunting Kuku

2. Pot Plastik 20 ml

3. KOH 1%

4. Tangkai Pengaduk

5. Tabung Sentrifusi

6. Saringan Teh

7. Pipet

8. Objek Gelas

9. Cover Glass

10. Mikroskop

2. Cara Kerja:

1. Kuku dipotong dengan menggunakan gunting kuku dan dimasukkan

atau ditampung dalam pot plastik kapasitas 20 ml

Universitas Sumatera Utara


49

2. Tambahkan atau masukkan KOH 1% sebanyak 10 ml

3. Tunggu ± 30 menit

4. Aduk dengan tangkai pengaduk

5. Tuangkan ke tabung sentrifusi melalui saringan teh

6. Sentrifusi dengan kecepatan 200 rpm selama 15 menit

7. Sedimen diambil dengan menggunakan pipet dan diletakkan di atas

objek gelas, tutup dengan cover glass

8. Periksa di atas mikroskop

Catatan: Perendaman dengan KOH untuk melepaskan telur cacing dari

kuku serta kotoran lain. Kalium Hidroksida adalah suatu senyawa

anorganik dengan rumus kimia KOH, dan umumnya disebut sebagai

potash kaustik.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari hasil penelusuran pada dokumen dan

pencatatan data di panti asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit, seperti: Profil

singkat yayasan, jumlah anak, jenis kelamin, catatan kesehatan dan sebagainya.

3.5 Definisi Operasional

1. Sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik,yang terdiri dari:

Penyediaan air bersih (PAB), saluran pembuangan air limbah (SPAL),

sarana pembuangan kotoran (jamban) dan sarana pembuangan sampah.

2. Personal hygiene adalah kebersihan pribadi diri seorang individu yang

sangat berpengaruh terhadap kesehatan tubuhnya, di antaranya kebiasaan

mandi, kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah makan,

Universitas Sumatera Utara


50

kebiasaan kontak dengan tanah, kebiasaan memakai alas kaki ketika

bermain, kebiasaan membersihkan kuku dan kebiasaan memotong kuku.

3. Pemeriksaan laboratorium kotoran kuku tangan anak adalah pemeriksaan

dengan menggunakan metode langsung berupa serangkaian kegiatan yang

dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya telur cacing pada kotoran

kuku anak dengan hasil yang dikategorikan sebagai berikut:

a. Ada telur cacing

b.Tidak ada telur cacing

Keterangan:

1. Ada telur cacing adalah apabila hasil pemeriksaan laboratorium

terhadap kotoran kuku anak ditemukan telur cacing

2. Tidak ada telur cacing adalah apabila hasil pemeriksaan laboratorium

terhadap kotoran kuku anak tidak ditemukan telur cacing

3.6 Aspek Pengukuran

1. Sanitasi Lingkungan

Penilaian sanitasi lingkungan terdiri dari empat observasi, yaitu Penyediaan

Air Bersih (PAB), Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), sarana pembuangan

kotoran (jamban) dan sarana pembuangan sampah dengan masing-masing terdiri

dari lima pengamatan.

Setiap pengamatan, jika dijawab ya diberi nilai 1, jika tidak diberi nilai 0.

Kemudian dikategorikan sebagai berikut:

Baik, jika ≥ 75% atau nilai 4-5

Buruk, jika < 75% atau nilai < 4

Universitas Sumatera Utara


51

2. Personal hygiene

Penilaian Personal hygiene terdiri dari empat observasi, yaitu kebiasaan

mandi, kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan kontak dengan tanah dan kebiasaan

memotong kuku. Masing-masing terdiri dari empat pengamatan dengan kategori:

Baik, jika ≥ 75% atau nilai 3-4

Buruk, jika < 75% atau nilai < 3

3. Pemeriksaan laboratorium

Pengambilan sampel kotoran kuku dilakukan dengan menggunakan

metode langsung. Kotoran kuku responden yang dikumpulkan adalah kotoran

kuku pada saat pelaksanaan penelitian yaitu untuk mengetahui keberadaan telur

cacaing dan jenisnya.

3.7 Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan komputer. Data

univariat seperti variabel umur, jenis kelamin, sanitasi lingkungan, personal

hygiene dan keberadaan telur cacing dianalisis secara deskriptif. Selanjutnya data

tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit terletak di Jln. Jamin Ginting

Km.45 Desa Sukamakmur, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang,

Sumatera Utara. Berdiri pada 21 Desember 1963. Awalnya berlokasi di Desa Lau

Simomo Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo. Pada waktu itu, panti asuhan

berdiri dengan tujuan untuk memisahkan anak-anak yang orang tuanya terkena

penyakit kusta agar tidak terjadi penularan. Pada 16 Juni 1967, panti asuhan ini

dipindahkan ke Desa Sukamakmur, Sibolangit dengan tujuan untuk menampung

anak-anak yang sudah yatim, piatu, atau pun yatim piatu dan terlantar untuk

dididik, dibina, dan disekolahkan.

Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit memiliki visi sebagai

berikut: “Membentuk manusia yang beriman, berakhlak tinggi, berbudi pekerti,

berpendidikan dan berketerampilan berdasarkan Kasih Kristus”, dan misi:

“Melaksanakan Kasih Kristus dalam mengasah, mengasih dan mengasuh anak-

anak terlantar karena yatim piatu, yatim atau piatu”. Panti Asuhan GBKP Gelora

Kasih Sibolangit memiliki beberapa fasilitas yang menunjang pemenuhan

kebutuhan sehari-hari anak-anak, di antaranya empat ruang asrama (satu asrama

untuk anak perempuan dan tiga asrama untuk anak laki-laki), ruang makan,

perpustakaan, dapur, ruang P3K, dll.

Tertanggal 23 Agustus 2017, jumlah seluruh anak yang tinggal di Panti

Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit adalah sebanyak 42 anak dengan rentang

52
Universitas Sumatera Utara
53

umur dari 7 tahun hingga 17 tahun, 28 anak dengan jenis kelamin laki-laki dan 14

anak perempuan. Diasuh oleh lima orang pengasuh, tiga perempuan dan dua laki-

laki. Selain berkegiatan sekolah pada pagi hingga siang hari, selepas istirahat, sore

hari anak-anak memiliki beberapa tanggung jawab di POKJA (kelompok kerja),

yaitu mengurus ternak dan bertani. Ternak yang diurus di antaranya sapi,

kambing, babi, ayam dan itik. Anak-anak juga mengurus lahan pertanian seperti

jagung dan umbi-umbian.

Seluruh anak, sejak dini sudah dibiasakan untuk hidup mandiri dan

melakukan berbagai hal sendiri tanpa bantuan dari pengasuh, seperti mencuci

baju, membersihkan tempat tidur, membersihkan pekarangan asrama, dan

termasuk di dalamnya menjaga kebersihan diri sendiri/personal hygiene (mandi,

kebersihan kuku, kebiasaan cuci tangan, dll).

4.2 Analisis Univariat

4.2.1 Karakteristik Responden

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di


Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit Tahun 2017

Karakteristik Responden n %
Umur (Tahun)
7-8 4 9,5
9-10 6 14,3
11-12 3 7,1
13-14 12 28,6
15-16 10 23,8
17-18 7 16,7
Jenis Kelamin
Laki-laki 28 66,7
Perempuan 14 33,3

Universitas Sumatera Utara


54

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah responden terbanyak

adalah pada rentang umur 13-14 tahun yaitu sebanyak 12 anak (28,6%) dan

paling sedikit berada pada responden dengan rentang umur 11-12 tahun yaitu

hanya 3 anak (7,1%), dengan responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak

28 anak (66,7%) dan perempuan sebanyak 14 anak (33,3%).

4.2.2 Personal Hygiene Responden

Tabel 4.2 Distribusi Personal Hygiene Responden di Panti Asuhan GBKP


Gelora Kasih Sibolangit Tahun 2017

Ya Tidak
Personal Hygiene
n % n %
Kebiasaan Mandi
Mandi setiap hari 42 100 0 0
Mandi minimal dua kali sehari 42 100 0 0
Mandi pakai sabun 42 100 0 0
Mandi dengan handuk sendiri 20 47,6 22 52,4
Kebiasaan Cuci Tangan
Cuci tangan sebelum makan 42 100 0 0
Cuci tangan pakai sabun sebelum 19 45,2 23 54,8
makan
Cuci tangan setelah BAB 42 100 0 0
Cuci tangan pakai sabun setelah BAB 8 19 34 81
Kebiasaan Kontak dengan Tanah
Menggunakan alas kaki ketika kontak 42 100 0 0
dengan tanah
Cuci tangan setelah kontak dengan 41 97,6 1 2,4
tanah
Cuci tangan pakai sabun setelah 15 35,7 27 64,3
kontak dengan tanah
Tahu cara cuci tangan yang benar 8 19 34 81
Kebiasaan Memotong Kuku
Kebiasaan membersihkan kuku 14 33,3 28 66,7
Kebiasaan memotong kuku 42 100 0 0
Memotong kuku minimal seminggu 42 100 0 0
sekali
Keadaan kuku pendek dan bersih 30 71,4 12 28,6
(Observasi)

Universitas Sumatera Utara


55

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa seluruh responden (42 anak)

telah memiliki kebiasaan mandi setiap hari, mandi minimal 2 kali sehari dan

mandi dengan menggunakan sabun. Jumlah responden yang mandi dengan

menggunakan handuk sendiri (tidak berbagi dengan teman) adalah sebanyak 20

anak (47,6%), sedangkan anak yang mandi menggunakan handuk yang berbagi

dengan teman adalah sebanyak 22 anak (52,4%).

Seluruh responden (42 anak) sudah memiliki kebiasaan mencuci tangan

sebelum makan, namun hanya 19 responden (45,2%) saja yang mencuci tangan

pakai sabun ketika hendak makan, dan seluruh responden (42 anak) juga sudah

memiliki kebiasaan cuci tangan setelah Buang Air Besar (BAB), namun hanya 8

responden saja yang mencuci tangan pakai sabun setelah BAB.

Seluruh responden (42 anak) sudah menggunakan alas kaki ketika

melakukan kontak dengan tanah dan 41 responden (97,6%) sudah melakukan cuci

tangan setelah kontak dengan tanah, namun hanya 15 responden (35,7%) yang

mencuci tangan pakai sabun setelah kontak dengan tanah. Dari seluruh responden

(42 anak) juga diketahui bahwa hanya 8 responden (19%) saja yang tahu cara

mencuci tangan yang benar.

Dari seluruh responden (42 anak), diketahui bahwa hanya 14 responden

(33,3%) yang memiliki kebiasaan membersihkan kuku, namun seluruh responden

(42 anak) sudah memiliki kebiasaan memotong kuku dan setidaknya memotong

kuku minimal sekali dalam seminggu, dan dari seluruh responden (42 anak)

didapati bahwa 30 anak keadaan kukunya pendek dan bersih, selebihnya (12 anak)

memiliki kuku yang cukup panjang yang sudah memungkinkan kotoran cacing

Universitas Sumatera Utara


56

terselip di baliknya.

Berdasarkan perhitungan jumlah skor personal hygiene pada responden,

maka hasil dapat dikategorikan menjadi dua: baik dan buruk. Selnjutnya dapat

dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Kategori Personal Hygiene Responden di Panti Asuhan GBKP


Gelora Kasih Sibolangit Tahun 2017

Personal Hygiene n %
Kebiasaan Mandi
Baik 42 100
Buruk 0 0
Kebiasaan Cuci Tangan
Baik 19 45,2
Buruk 23 54,8
Kebiasaan Kontak dengan Tanah
Baik 20 47,6
Buruk 22 52,4
Kebiasaan Memotong Kuku
Baik 37 88,1
Buruk 5 11,9

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa seluruh responden (42 anak) di

Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit sudah memiliki kebiasaan mandi

yang terkategori baik. Untuk kebiasaan cuci tangan, 19 responden (45%) di Panti

Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit masuk dalam kategori baik dan 23

responden (54,8%) masuk dalam kategori buruk. Hampir setengah dari seluruh

responden di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit, yaitu 20 anak (47,6%)

memiliki kebiasaan kontak dengan tanah yang terkategori baik, dan 22 anak

lainnya (52,4%) memiliki kebiasaan kontak dengan tanah yang terkategori buruk.

Kebiasaan memotong kuku responden di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih

Sibolangit sudah terkategori baik, yaitu ada 37 anak (88,1%), dan selebihnya 5

Universitas Sumatera Utara


57

anak (11,9%) memiliki kebiasaan memotong kuku yang terkategori buruk.

4.2.3 Sanitasi Lingkungan Panti Asuhan

Tabel 4.4 Observasi Sanitasi Lingkungan di Panti Asuhan GBKP Gelora


Kasih Sibolangit Tahun 2017

Sanitasi Lingkungan Hasil Pengamatan


Penyediaan Air Bersih
Tersedia air bersih dan sesuai dengan kebutuhan Ya
Air tidak berasa, tidak berwarna, tidak berbau Ya
Sumber air tanah/PDAM Ya
Penampungan air/bak dibersihkan sekali seminggu Ya
Penampungan air/bak tertutup dan tidak bocor Tidak
Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Tersedia saluran pembuangan air limbah Ya
Saluran pembuangan tertutup Tidak
Saluran pembuangan kedap air Ya
Saluran pembuangan air limbah lancar Ya
Air limbah dialirkan ke tangki septik Tidak
Sarana Pembuangan Kotoran (Jamban)
Tersedianya sarana pembuangan kotoran (jamban) Ya
Jamban merupakan jamban leher angsa Ya
Tersedia cukup air untuk sanitasi Ya
Permukaan lantai dan jamban bersih (tidak licin) Tidak
Jamban merupakan jamban dengan tangki septik Ya
Sarana Pembuangan Sampah
Tersedia tempat pembuangan sampah Ya
Tempat sampah kedap air dan tahan karat Tidak
Sampah tidak berserakan di ruangan Ya
Tempat sampah tertutup Tidak
Diangkut ke TPS >2 kali/hari Tidak

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa dari hasil pengamatan

penyediaan air bersih di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit, sudah

tersedia air bersih dan sesuai dengan kebutuhan, air tidak berasa, tidak berwarna

dan tidak berbau. Sumber air adalah dari PDAM dan mata air dari gunung.

Tempat penampungan air/bak sudah dibersihkan minimal sekali seminggu dan

penampungan air tidak bocor, namun keadaan tempat penampungan air/baknya

Universitas Sumatera Utara


58

belum memiliki tutup.

Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit sudah memiliki saluran

pembuangan air limbah (SPAL), namun saluran masih dalam keadaan terbuka.

Saluran pembuangan air limbah sudah dibeton (kedap air) dan alirannya lancar ke

tempat pembuangan, namun air limbah tidak dialirkan ke tangki septik.

Sarana pembuangan kotoran (Jamban) di Panti Asuhan GBKP Gelora

Kasih Sibolangit sudah menggunakan jamban leher angsa dan sudah tersedia air

yang cukup untuk keperluan sanitasi. Jamban juga merupakan jamban dengan

tangki septik, namun permukaan lantai dan jamban sedang dalam keadaan tidak

bersih (permukaan licin).

Sarana pembuangan sampah di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih

Sibolangit sudah tersedia dan sampah tidak lagi terlihat berserakan di ruangan.

Namun jenis tempat sampah bukan termasuk yang kedap air dan tahan karat.

Tempat sampah juga tidak memiliki tutup dan dalam sehari sampah tidak diangkut

ke TPS >2 kali.

Berdasarkan tabel 4.4 sanitasi lingkungan panti asuhan, maka penilaian dapat

dikategorikan menjadi dua: baik dan buruk, selanjutnya dapat dilihat pada tabel

4.5.

Universitas Sumatera Utara


59

Tabel 4.5 Kategori Sanitasi Lingkungan di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih
Sibolangit Tahun 2017

Sanitasi Lingkungan Ya (%) Tidak (%) Kategori


Penyediaan Air Bersih 4 (80%) 1 (20%) Baik
(PAB)
Saluran Pembuangan Air 3 (60%) 2 (40%) Buruk
Limbah (SPAL)
Sarana Pembuangan 4 (80%) 1 (20%) Baik
Kotoran (Jamban)
Sarana Pembuangan 2 (40%) 3 (60%) Buruk
Sampah

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa Penyediaan Air Bersih (PAB) di

Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit termasuk kategori baik yaitu

memenuhi empat dari lima penilaian yang dilakukan (80%). Saluran Pembuangan

Air Limbah (SPAL) di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit termasuk

kategori buruk, karena hanya memenuhi tiga dari lima penilaian yang dilakukan

(60%). Sarana pembuangan kotoran (jamban) di Panti Asuhan GBKP Gelora

Kasih Sibolangit termasuk kategori baik, yaitu memenuhi empat dari lima

penilaian yang dilakukan (80%) dan untuk sarana pembuangan sampah di Panti

Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit termasuk kategori buruk, karena hanya

memenuhi dua dari lima penilaian yang dilakukan (40%).

Universitas Sumatera Utara


60

4.2.4 Keberadaan Telur Cacing

Tabel 4.6 Distribusi Keberadaan Telur Cacing pada Kuku Responden di


Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit Tahun 2017

Keberadaan Telur Cacing n %


Positif 0 0
Negatif 42 100

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa dari 42 responden (100%) yang

kukunya diperiksa keberadaan telur cacingnya, hasil menunjukkan seluruh

responden tidak ada yang terkontaminasi telur cacing jenis apa pun.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur responden berada pada rentang

7-17 tahun. Kelompok umur 13-14 tahun merupakan kelompok umur yang paling

banyak pada penelitian ini, yaitu sebanyak 12 responden (28,6%) dan kelompok

umur 11-12 tahun adalah kelompok umur terendah yaitu hanya 3 responden

(7,1%). Diketahui juga bahwa jenis kelamin responden didominasi oleh responden

laki-laki, yaitu sebanyak 28 anak (66,7%) dan responden perempuan hanya 14

anak (33,3%).

5.2 Personal Hygiene Responden

Infeksi kecacingan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya

yaitu faktor personal hygiene/kebersihan perorangan. personal hygiene khususnya

pada anak usia sekolah dasar sangat penting, mengingat pada usia ini infeksi

cacing usus yang ditularkan melalui tanah sangat tinggi. Hal ini terlihat dari

beberapa hasil penelitian bahwa responden dengan personal hygiene yang buruk

mengalami infeksi lebih banyak dari pada anak yang memiliki personal hygiene

yang baik (Depkes RI, 2014).

Buruknya personal hygiene seseorang menyebabkan kecacingan yang

sering dipengaruhi oleh perilaku anak yang tidak baik seperti tidak mencuci

tangan setelah buang air besar, Setiap kali mandi tidak menggunakan sabun, tidak

mencuci kaki dan tangan dengan sabun setelah bermain di tanah, tidak

menggunakan alas kaki ketika bermain dan keluar dari rumah, kebersihan kuku

61
Universitas Sumatera Utara
62

tidak dijaga dengan baik, kondisi air yang tidak baik dan sering mengonsumsi air

yang belum matang. Personal hygiene yang baik merupakan syarat penting dalam

mencegah dan memutuskan mata rantai penyebaran penyakit menular seperti

kecacingan (Depkes RI, 2004).

5.2.1 Kebiasaan Mandi Responden

Kebiasaan mandi responden menunjukkan bahwa seluruh responden (42

anak) sudah memiliki kebiasaan mandi yang baik. Sudah 100% responden mandi

setiap hari dan mandi setidaknya 2 kali dalam sehari. Seluruh responden juga

sudah mandi dengan sabun mandi dan air yang cukup. Ini menunjukkan bahwa

upaya personal hygiene responden untuk menjaga kebersihan tubuh dengan tujuan

untuk meminimalisir penularan penyakit sudah baik dan sesuai dengan pedoman

umum program nasional pemberantasan cacingan di era desentralisasi yang

dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2004.

Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Depkes RI dalam Mariance

(2004) bahwa semakin sering seseorang mandi maka semakin banyak pula

usahanya mencegah penyakit yang ditularkan melalui sentuhan kulit.

Ananto (2006) juga mengatakan bahwa cara membersihkan kulit secara

keseluruhan umumnya dilakukan dengan mandi, karena mandi berguna untuk

mengghilangkan kotoran yang melekat pada permukaan kulit, menghilangkan bau

keringat, merangsang peredaran darah dan syaraf, serta mengembalikan kesegaran

tubuh.

Namun dari 42 responden, tercatat ada 22 anak (52,4%) yang mandi dengan

menggunakan handuk yang bergantian dengan teman. Mereka tidak mandi dengan

Universitas Sumatera Utara


63

menggunakan handuk sendiri, namun berbagi dengan teman yang tak jarang

digunakan saat handuk dalam keadaan basah atau lembab. Ini merupakan pemicu

penularan berbagai jenis penyakit dari satu anak ke anak lainnya. Akan lebih baik

juga setiap anak menggunakan handuknya sendiri yang ketika dipakai sedang

dalam keadaan tidak lembab dan lebih saniter.

5.2.2 Kebiasaan Cuci Tangan Responden

Salah satu aspek personal hygiene yang berkaitan dengan penyakit

kecacingan adalah kebiasaan cuci tangan. Menurut pedoman pemberantasan

penyakit kecacingan yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI Tahun

2004, cuci tangan pakai sabun harus dilakukan jika: hendak makan, setelah buang

air besar, setelah kontak dengan tanah maupun hewan, dll.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh anak sudah melakukan cuci

tangan sebelum makan dan setelah buang air besar, namun hanya sebagian anak

yang cuci tangan pakai sabun ketika hendak makan maupun setelah buang air

besar. Ini merupakan kebiasaan buruk yang memperbesar kemungkinan terjadinya

penyakit kecacingan dengan penularan melalui tertelannya telur-telur cacing yang

ada di kuku yang tidak jatuh ketika mencuci tangan hanya menggunakan air saja

(tanpa sabun).

Tangan adalah salah satu jalur utama masuknya kuman penyakit ke dalam

tubuh. Kebiasaan mencuci tangan dengan air dan sabun sangat berperan penting

dalam pencegahan infeksi kecacingan, karena dengan mencuci tangan

mikroorganisme yang menempel di tangan dapat dikurangi/dihilangkan. Mencuci

tangan harus dengan air bersih, karena apabila menggunakan air yang tidak bersih,

Universitas Sumatera Utara


64

kuman dan bakteri penyebab penyakit akan menempel di tangan dan dengan

mudah berpindah ke dalam tubuh ketika makan. Mencuci tangan dengan air bersih

dan sabun lebih efektif membersihkan kotoran dan telur cacing yang menempel

pada permukaan kulit, jari-jari dan kuku pada kedua tangan (Proverawati dan

Rahmawati, 2012).

Menurut Irianto (2007) anggota tubuh yang paling banyak menularkan

penyakit adalah tangan karena tangan paling banyak bersentuhan dengan anggota

tubuh serta lingkungan sekitar. Kita menggunakan tangan untuk menyentuh

anggota tubuh yang lain, seperti mata, wajah, mulut, hidung tanpa sadar

sebelumnya kita memegang sesuatu yang kotor dan mengandung kuman penyakit.

Lalu menyentuh makanan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Hal ini dapat

menyebabkan penularan bakteri dan virus yang mengakibatkan terjadinya suatu

penyakit. Maka dari itu penting sekali menjaga kebersihan tangan agar terhindar

dari berbagai penyakit.

Dalam hal pentingnya mencuci tangan pakai sabun ini didukung oleh

penelitian Sajida (2012) yang mengutip dari National Compaign for Handwashing

with Soap, yaitu langkah-langkah yang tepat dalam mencuci tangan pakai sabun

adalah membasuh tangan dengan air mengalir dan gosokkan kedua permukaan

tangan dengan sabun secara merata, dan jangan lupakan sela-sela jari, lalu bilas

kedua tangan sampai bersih dengan air yang mengalir dan terakhir keringkan

tangan dengan menggunakan kain lap yang bersih dan kering.

Universitas Sumatera Utara


65

5.2.3 Kebiasaan Kontak dengan Tanah Responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden (42 anak) sudah

menggunakan alas kaki ketika hendak kontak dengan tanah dan mencuci tangan

ketika telah selesai kontak dengan tanah, dan hanya ada 1 responden yang tidak

mencuci tangan ketika telah selesai kontak dengan tanah, namun rata-rata

responden hanya mencuci tangan dengan air saja, tanpa menggunakan sabun.

Diketahui bahwa hanya 15 responden (35,7%) yang melakukan cuci tangan pakai

sabun setelah melakukan kontak dengan tanah dan juga hanya 8 responden (19%)

yang tahu cara mencuci tangan yang benar. Dengan beberapa aktivitas yang

dilakukan, seperti mengurus ternak babi, sapi, kambing, itik dan hewan lainnya

serta tanggung jawab mengurus kebun jagung dan umbi-umbian sudah seharusnya

seluruh anak mengetahui cara mencuci tangan yang benar dan melakukan cuci

tangan pakai sabun setelah melakukan aktivitas-aktivitas tersebut untuk

menghindari penularan telur cacing melalui kotoran yang lengket pada kuku anak.

Kebiasaan kontak dengan tanah mempunyai pengaruh besar terhadap infeksi

kecacingan, apabila kontak dengan tanah dan tidak mencuci tangan maka telur

akan ikut lengket di kuku dan tertelan. Tanah merupakan tempat

perkembangbiakan yang baik untuk telur cacing. Tanah yang telah terkontaminasi

telur cacing akan mudah masuk ke tubuh manusia jika terjadi kontak langsung

dengan tanah. Halaman rumah merupakan media bermain anak-anak. Pada saat

musim hujan tanah akan menjadi lembab dan becek yang bila menjadi tempat

bermain anak akan bisa menularkan telur-telur cacing (Proverawati dan

Rahmawati, 2012).

Universitas Sumatera Utara


66

Cacing dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui poro-pori kaki manusia.

Anak yang tidak memakai alas kaki ketika bersentuhan dengan tanah dan

bersentuhan dengan larva cacing, maka larva tersebut akan menembus kulit

melalui pori-pori dan masuk ke tubuh manusia melalui pembuluh darah dan

berkembang biak ditempat yang diinginkannya seperti usus, paru-paru dan hati

(Utama, 2009).

5.2.4 Kebiasaan Memotong Kuku Responden

Di samping kebiasaan mandi, kebiasaan cuci tangan dan kebiasaan

perilaku kontak dengan tanah, satu hal lain yang tak kalah penting dari terjadinya

penularan penyakit kecacingan adalah kebiasaan membersihkan dan memotong

kuku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sudah semua responden (42 anak)

memiliki kebiasaan memotong kuku dan sudah memotong kuku minimal sekali

dalam seminggu, namun didapati bahwa hanya 14 responden (33,3%) saja yang

memiliki kebiasaan membersihkan kuku. Selain mengurangi penularan lewat

mencuci tangan pakai sabun, membersihkan kuku merupakan salah sau cara yang

efektif untuk meminimalisir penularan telur cacing.

Melalui observasi langsung yang dilakukan pada saat penelitian juga

ditemukan bahwa kuku dari 30 responden (71,4%) sedang dalam keadaan pendek

dan bersih, dan hanya 12 responden (28,6%) saja yang keadaan kukunya panjang

dan kotor.

Memotong kuku dengan rutin adalah kebiasaan baik yang harus dilakukan

dengan teratur untuk meminimalisir penularan telur cacing melalui kotoran kuku.

Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan kuku jari tangan

Universitas Sumatera Utara


67

sangat cepat, yaitu dengan rata-rata 0,5-1,5 mm (Onggowaluyo, 2002), dengan

demikian apabila responden tidak memotong kuku minimal sekali dalam

seminggu maka kuku tangan akan panjang dan memungkinkan untuk terselipnya

berbagai mikroorganisme atau pun telur cacing yang akan tertelan ketika makan

tidak cuci tangan pakai sabun.

Kuku merupakan cerminan kepribadian seseorang. Kuku yang panjang

dan tidak terawat dapat menjadi tempat melekatnya telur cacing. Tangan dan kuku

yang kotor menjadi media untuk masuknya telur cacing ke dalam tubuh manusia

ketika memasukkan tangan ke mulut ataupun hidung (Proverawati & Rahmawati,

2012).

Kebersihan kuku merupakan salah satu bagian dari pemeliharaan

kebersihan perorangan. Ketika kuku siswa dalam keadaan kotor akan mudah

berkembang kuman/bibit penyakit di dalam kuku akibatnya dapat menimbulkan

gangguan kesehatan pada siswa. Adapun gangguan kesehatan yang paling sering

terjadi jika kuku kotor adalah infeksi kecacingan (Potter, 2005).

5.3 Sanitasi Lingkungan Panti Asuhan

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan

Lingkungan menyatakan bahwa kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan

penyakit dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk

mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi,

maupun sosial. Sedangkan menurut WHO, kesehatan lingkungan meliputi seluruh

faktor fisik, kimia, dan biologi dari luar tubuh manusia dan segala faktor yang

Universitas Sumatera Utara


68

dapat memengaruhi perilaku manusia. Kondisi dan kontrol dari kesehatan

lingkungan berpotensial untuk memengaruhi kesehatan (Depkes RI, 2015)

5.3.1 Penyediaan Air Bersih

Penyediaan air bersih di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit

bersumber dari PDAM dan air tanah. Keduanya digunakan karena air dari PDAM

seringnya tidak mencukupi kebutuhan untuk seluruh kegiatan di panti asuhan.

Dari pengamatan yang dilakukan dapat dilihat bahwa Panti Asuhan GBKP Gelora

Kasih Sibolangit memenuhi 4 penilaian (80%), sedangkan 1 pengamatan lainnya

(20%) belum memenuhi penilaian. Empat pengamatan yang memenuhi penilaian

tersebut adalah tersedia air bersih dan sesuai dengan kebutuhan, air tidak berasa,

tidak berwarna dan tidak berbau, sumber air tanah/PDAM, dan penampungan

air/bak sudah dibersihkan sekali seminggu. Namun karena sesekali air yang

digunakan adalah air yang berasal dari mata air pegunungan yang dialirkan

langsung tanpa penyaringan, maka pengurasan sekali seminggu tidaklah cukup

karena air dari mata air mengandung banyak bahan kontaminan yang akan

mengendap setelah pemakaian lebih dari 3 hari. Satu pengamatan lain yang belum

memenuhi penilaian adalah penampungan air/bak tertutup dan tidak bocor.

Keadaan penampungan air/bak di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit

belum memiliki tutup dan memungkinkan untuk menjadi tempat

perkembangbiakan vektor penyakit.

Air merupakan suatu sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

penularan penyakit. Melalui penyediaan air bersih yang baik baik dari segi

Universitas Sumatera Utara


69

kualitas maupun kuantitasnya di suatu daerah maka penyebaran penyakit menular

diharapkan dapat ditekan seminimal mungkin. Kurangnya air bersih khususnya

untuk menjaga kebersihan diri dapat menimbulkan berbagai penyakit

(Notoadmojo, 2007).

Menurut WHO (2001), air merupakan hal yang paling esensial bagi

kesehatan, tidak hanya dalam upaya produksi tetapi juga untuk konsumsi

domestik dan pemanfaatannya (minum, masak, mandi, dll). Sebagian penyakit

yang berkaitan dengan air yang bersifat menular umumnya diklasifikasikan

menurut berbagai aspek lingkungan yang dapat diintervensi oleh manusia.

Penggunaan air yang tercemar akan menimbulkan berbagai masalah

kesehatan seperti kecacingan. Air yang mengandung telur cacing yang apabila

digunakan untuk mencuci tangan akan dapat berpindah ke tangan dan akan masuk

ke dalam tubuh ketika makan menggunakan tangan (Proverawati dan Rahmawati,

2012).

Air yang terkontaminasi telur cacing jika dipergunakan untuk

membersihkan diri misalnya untuk mandi, mencuci tangan dan menggelontorkan

kotoran setelah buang air besar akan dapat tertelan atau pun masuk melalui pori-

pori kulit yang terbuka akibat luka (Slamet, 2000).

5.3.2 Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)

Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) di Panti Asuhan GBKP Gelora

Kasih Sibolangit masuk dalam kategori buruk, karena hanya memenuhi 3 dari 5

penilaian. Tiga pengamatan yang memenuhi penilaian adalah tersedianya saluran

pembuangan air limbah, saluran pembuangan kedap air, dan saluran pembuangan

Universitas Sumatera Utara


70

air limbah lancar, sedangkan 2 pengamatan lain yang tidak memenuhi penilaian

adalah saluran pembuangan tertutup dan air limbah dialirkan ke tangki septik.

Saluran pembuangan air limbah di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih

Sibolangit merupakan saluran terbuka dan dialirkan langsung ke badan air berupa

parit kecil yang terhubung langsung ke sebuah sungai, di mana keadaan seperti ini

dapat menularkan beragam penyakit dan air limbah dapat mencemari sumber air

bersih.

Penampungan air limbah dan pembuangan yang memenuhi persyaratan teknis

kesehatan perlu untuk melindungi, memelihara, dan meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat. Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air buangan

dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air buangan dapat

menjadi tempat berkembangbiaknya mikroorganisme patogen, larva nyamuk

ataupun serangga lainnya yang dapat menjadi media transmisi penyakit, terutama

penyakit-penyakit yang penularannya melalui air yang tercemar (Kusnoputranto,

2000).

5.3.3 Sarana Pembuangan Kotoran (Jamban)

Sarana pembuangan kotoran (Jamban) di Panti Asuhan GBKP Gelora

Kasih Sibolangit sudah terkategori baik, yaitu memenuhi 4 dari 5 penilaian.

Keempat penilaian yang memenuhi adalah tersedianya sarana pembuangan

kotoran (jamban), jamban merupakan jamban leher angsa, tersedia cukup air

untuk sanitasi dan jamban merupakan jamban dengan tangki septik. Satu penilaian

lain yang tidak memenuhi penilaian adalah permukaan lantai dan jamban bersih

(tidak licin). Jamban yang digunakan di setiap ruangan juga sudah sesuai standar

Universitas Sumatera Utara


71

yang berlaku yaitu menggunakan jamban leher angsa, namun masih belum

menggunakan tutup yang dapat menjadi tempat berkembangbiaknya vektor

penyakit.

Pembuangan tinja yang tidak baik dapat menimbulkan pencemaran tanah,

pencemaran air, kontaminasi dan memicu perkembangbiakan lalat. Tinja yang

mengandung telur cacing dapat menjadi sumber infeksi dengan berbagai media

perantara air, tangan, lalat, tanah, makanan dan minuman. Tanah yang sudah

terkontaminasi dengan kotoran manusia sangat berpengaruh tehadap terjadinya

penyakit. Anak-anak yang sering berinteraksi dengan tanah sangat rentan terhadap

penyakit yang salah satunya yaitu penyakit cacingan. Askariasis, ancylostomiasis,

dan trichiuriasis merupakan penyakit cacingan yang transmisinya melalui tanah

(Slamet, 2000).

Menurut Depkes (1997) jamban yang memenuhi syarat adalah tidak

mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan lubang

penampungan minimal 10 meter), tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh

serangga dan tikus, dilengkapi dinding dan atap pelindung, penerangan cukup,

tersedia air dan alat pembersih, dan aman digunakan serta mudah dibersihkan.

5.3.4 Sarana Pembuangan Sampah

Sarana pembuangan sampah di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih

Sibolangit terkategori buruk, yaitu hanya memenuhi 2 dari 5 penilaian.

Pengamatan yang memenuhi penilaian adalah tersedia tempat pembuangan

sampah dan sampah tidak berserakan di ruangan. Tiga pengamatan yang tidak

memenuhi penilaian adalah tempat sampah kedap air dan tahan karat, tempat

Universitas Sumatera Utara


72

sampah tertutup dan sampah diangkut ke TPS >2 kali per hari.

Melalui observasi yang dilakukan, tempat sampah di Panti Asuhan GBKP

Gelora Kasih Sibolangit merupakan tempat sampah yang terbuat dari bahan

plastik dan tidak bertutup. Sampah-sampah yang terkumpul juga tidak dibuang ke

TPS >2 kali per hari dan ini memungkinkan untuk memberi peluang

berkembangbiaknya vektor penyakit pada sampah-sampah yang ada di tempat

sampah.

Kondisi sampah yang berserakan bisa menyebabkan penyakit, salah

satunya yaitu penyakit cacingan. Sampah yang berserakan dan berbau sering

dihinggapi serangga. Lalat merupakan salah satu serangga yang menyebabkan dan

menularkan penyakit. Lalat yang selalu bersarang di sampah kotor membawa telur

cacing yang sebelumnya hinggap di tanah. Transmisi telur cacing dimulai dari

telur cacing yang dibawa oleh lalat, kemudian lalat tersebut hinggap di makanan,

dan makanan tersebut yang akan masuk ke dalam tubuh manusia. Sangat rawan

terkena cacingan untuk anak sekolah dan balita, karena mereka yang selalu jajan

disembarang tempat dan selalu bermain-main di luar rumah (Soedarto, 2008).

Mendukung pendapat Slamet (2009) yang menyatakan pengaruh sampah

terhadap kesehatan salah satunya adalah efek tidak langsung berupa penyakit

bawaan vektor yang berkembang biak dalam sampah. Sampah bila dibuang

sembarangan dapat menjadi sarang lalat yang merupakan salah saru vektor dari

cacing.

Universitas Sumatera Utara


73

5.4 Keberadaan Telur Cacing

Hasil pemeriksaan kotoran kuku anak Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih

Sibolangit di Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara, Medan

menunjukkan bahwa keseluruhan sampel (42 responden) adalah negatif. Tidak

didapati adanya kontaminasi telur cacing jenis apa pun pada kotoran kuku anak.

Keberadaan telur cacing pada kotoran kuku dipengaruhi oleh beberapa hal,

di antaranya: aktivitas/kebiasaan kontak dengan tanah, kebiasaan cuci tangan

pakai sabun, kebiasaan pembersihan kuku, kebiasaan memotong kuku dan

lainnya. Menurut hasil penelitian yang dilakukan, dari seluruh responden (42

anak), 37 responden (88,1%) sudah memiliki kebiasaan memotong kuku yang

baik karena sudah memotong kuku secara rutin minimal seminggu sekali dan

kebiasaan ini adalah kebiasaan yang dapat meminimalisir adanya kontaminasi

telur cacing pada kotoran kuku karena dengan memotong kuku secara rutin

minimal seminggu sekali, maka panjang kuku tidak akan lebih dari 2mm dan telur

cacing tidak bisa terselip di baliknya.

Selain itu juga dari aspek sanitasi lingkungan, khususnya sarana

pembuangan kotoran (jamban), lokasi penelitian yaitu Panti Asuhan GBKP Gelora

Kasih Sibolangit sudah memiliki jamban yang terkategori baik karena sudah

memenuhi empat dari lima penilaian yang dilakukan, hal ini adalah penting dalam

upaya menekan pencemaran oleh tinja dan meminimalisir penularan penyakit

kecacingan.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kebiasaan mandi pada responden di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih

Sibolangit dengan kategori baik adalah sebanyak 42 anak (100%)

2. Kebiasaan cuci tangan pada responden di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih

Sibolangit dengan kategori baik adalah sebanyak 19 anak (45,2%)

3. Kebiasaan kontak dengan tanah pada responden di Panti Asuhan GBKP

Gelora Kasih Sibolangit dengan kategori baik adalah sebanyak 20 anak

(47,6%)

4. Kebiasaan memotong kuku pada responden di Panti Asuhan GBKP Gelora

Kasih Sibolangit dengan kategori baik adalah sebanyak 37 anak (88,1%)

5. Penyediaan Air Bersih (PAB) di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit

termasuk kategori baik, Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) termasuk

kategori buruk, sarana pembuangan kotoran (jamban) termasuk kategori baik,

dan sarana pembuangan sampah masih terkategori buruk

6. Tidak ditemukan telur cacing pada kotoran kuku seluruh responden (100%) di

Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit.

6.2 Saran

1. Bagi Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit diharapkan dapat

meningkatkan Personal hygiene anak dengan cara memberikan pengarahan

secara rutin tentang kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum makan,

74
Universitas Sumatera Utara
75

setelah Buang Air Besar (BAB) dan setelah kontak dengan tanah, kebiasaan

membersihkan kuku dan memotong kuku minimal seminggu sekali

2. Meningkatkan Sanitasi lingkungan dengan cara menambah intensitas

pembersihan tempat penampungan air bersih, membuat penyaringan air,

membersihkan lantai dan jamban secara rutin, menyediakan tempat sampah

yang kedap air dan membuang sampah ke TPS lebih dari dua kali per hari

3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk

mengetahui hubungan personal hygiene dengan kejadian kecacingan pada anak

di Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Ananto, Purnomo. 2006. UKS Usaha Kesehatan Sekolah di Sekolah Dasar dan
Madrasah Ibtidaiyah. Bandung: Yrama Widya

Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi.


Jakarta: PT. Rineka Cipta

Centers for Disease Control and Prevention. 2013. Soil Transmitted Helminths.
https://www.cdc.gov/parasites/sth/. Diakses pada tanggal 2 Maret 2017

Chandra, Budiman. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC

Depkes RI. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan RI,


No.416/Menkes/Per/IX/1990, Tentang Syarat-Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air. Jakarta

.2004. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan


Cacingan di Era Desentralisasi. Jakarta

.2006. Pedoman Pemberantasan Kecacingan.


http://www.pppl.depkes.go.id/images_data/Profil%20P2ML%202004.
Diakses pada tanggal 2 Maret 2017

.2014. Pemberantasan Penyakit Menular Langsung.


http://www.pppl.depkes.go.id/images_data/Profil%20P2ML%. Diakses
pada tanggal 1 Maret 2017

Dinkes Sumut. 2014. Pedoman Pengendalian Kecacingan.


http://dinkes.sumutprov.go.id/index.php. Diakses pada tanggal 17
Februari 2017

Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: PT Citra Aditya


Bakti

Ginting, A, S. 2003. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan


Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Suka
Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak. FK USU.
Medan.http:/digilib.usu.ac.iddownload/fk/anak sri%20alemina.pdf.
Diakses pada tanggal 6 Maret 2017

Idehan, B & Pusarawati, S. 2007. Helmintologi Kedokteran Cetakan Pertama.


Surabaya: Airlangga University Press

76
Universitas Sumatera Utara
Irianto, Koes. 2007. Menguak Dunia Mikroorganisme. Bandung: Yrama Widya

Kusnoputranto, Haryoto. 2000. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama

Mariance, Oktavia. 2004. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Praktek


Kebersihan Perorangan pada Anak Didik Lapas Anak Pria Tahun
2004. Depok: FKM UI

Mubarak, W.I., dkk. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Salemba Medika

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip


Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta

Onggowaluyo, J.S. 2002. Parasitologi Medik I. Jakarta: EGC

Potter, dkk. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses &
Praktek Edisi ke 4. Vol 1. Jakarta: EGC

Proverawati, Atikah., Rahmawati, Eni. 2012. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS). Yogyakarta: Nuha Medika

Safar. 2009. Parasitologi Kedokteran: Protozoologi Helmintologi Entomologi.


Bandung: Yrama Widya

Sajida, Agsa. 2012. Hubungan Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan


dengan Keluhan Penyakit Kulit di Kelurahan Denai Kecamatan
Medan Denai Kota Medan. Skripsi

Sandjaja, B. 2007. Helmintologi Kedokteran Cetakan Pertama. Jakarta:


Prestasi Pustaka

Slamet, Juli Soemirat. 2000. Epidemiologi Lingkungan. Yogyakarta:


GadjahMada University Press

Sumantri, Arif. 2013. Kesehatan Lingkungan Edisi Revisi. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group

Sutanto, Inge dkk. 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi ke Empat.
Jakarta: FKUI Press

Soedarto. 2008. Parasitologi Klinik. Surabaya: Airlangga University Press

77
Universitas Sumatera Utara
Tarwoto, dkk. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan Edisi
ke 4. Jakarta: Salemba Medika

Utama. 2009. Parasitologi Kedokteran Edisi IV Cetakan II. Jakarta: FKUI

Kemenkes RI, 2012. Pedoman Pengendalian Kecacingan.


http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/handle/123456789/1175. Diakses
pada tanggal 2 Maret 2017

WHO. 2006. Soil Transmitted Helminths.


http://www.who.int/intestinal_worms/en/. Diakses pada tanggal 9
Februari 2017

.2011. Intestinal Worms, Soil Transmitted Helminths.


http://www.who.int/intestinal_worms/en. Diakses pada tanggal 15
Agustus 2017

.2014. Soil Transmitted Helminths. Diakses dari :


http://www.who.int/immunization/programmes_systems/interventions/he
lminths/en/. Diakses pada tanggal 16 Juli 2017

.2015. Soil Transmitted Helminth Infections.


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs366/en/. Diakses pada
tanggal 15 Agustus 2017

78
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner dan Lembar Observasi ..................................... 79


Lampiran 2. Master Data ....................................................................... 83
Lampiran 3. Output Uji Validitas .......................................................... 85
Lampiran 4. Dokumentasi ..................................................................... 91
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian .......................................................... 98
Lampiran 6. Hasil Laboratorium ........................................................... 99
Lampiran 7. Surat Keterangan Selesai Penelitian ................................. 101

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

ANALISIS KONDISI SANITASI LINGKUNGAN DAN PERSONAL


HYGIENE SERTA PEMERIKSAAN TELUR CACING PADA
KOTORAN KUKU ANAK DI PANTI ASUHAN GBKP
GELORA KASIH SIBOLANGIT TAHUN 2017

I. Data Umum Responden


1. Nama :
2. Jenis kelamin :
3. Umur :
4. No. :
II. Data Personal Hygiene

PENGAMATAN
No Personal Hygiene
YA TIDAK

1 Kebiasaan Mandi
a. Apakah adik mandi setiap hari?

b. Apakah adik mandi minimal dua kali sehari?

c. Setiap mandi apakah adik menggunakan sabun?

d. Setelah mandi apakah adik memakai handuk

sendiri (Tidak berbagi dengan teman)?

2 Kebiasaan cuci tangan


a. Sebelum makan apakah adik mencuci tangan?

b. Sebelum makan apakah adik mencuci tangan


pakai sabun?

79
Universitas Sumatera Utara
c. Setelah buang air besar apakah adik mencuci
tangan?
d. Setelah buang air besar apakah adik mencuci
tangan pakai sabun?
3 Kebiasaan Kontak dengan Tanah
a. Apakah adik menggunakan alas kaki (sandal,
sepatu) setiap melakukan aktivitas/kontak
dengan tanah?
b. Apakah adik mencuci tangan setelah melakukan
aktivitas/kontak dengan tanah?
c. Apakah adik mencuci tangan pakai sabun
setelah melakukan aktivitas/kontak dengan
tanah?
d. Apakah adik tahu cara mencuci tangan yang
benar?
4 Kebiasaan Memotong Kuku
a. Apakah adik memiliki kebiasaan membersihkan
kuku?
b. Apakah adik memiliki kebiasaan memotong
kuku?
c. Apakah adik memotong kuku minimal
seminggu sekali?
d. Apakah kuku sedang dalam keadaan pendek dan
bersih? (observasi)

80
Universitas Sumatera Utara
LEMBAR CHECK LIST OBSERVASI

ANALISIS KONDISI SANITASI LINGKUNGAN DAN PERSONAL


HYGIENE SERTA PEMERIKSAAN TELUR CACING PADA
KOTORAN KUKU ANAK DI PANTI ASUHAN GBKP
GELORA KASIH SIBOLANGIT TAHUN 2017

PENGAMATAN
No SANITASI
YA TIDAK

1 Penyediaan Air Bersih

A. Tersedia air bersih dan sesuai dengan kebutuhan

B. Air tidak berasa, tidak berwarna, tidak berbau

C. Sumber air tanah/PDAM

D. Penampungan air/bak dibersihkan sekali seminggu

E. Penampungan air/bak tertutup dan tidak bocor

2 Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)

A. Tersedia saluran pembuangan air limbah

B. Saluran pembuangan tertutup

C. Saluran pembuangan kedap air

D. Saluran pembuangan air limbah lancar

E. Air limbah dialirkan ke tangki septik

3 Sarana Pembuangan Kotoran (Jamban)

A. Tersedianyan saluran pembuangan kotoran (jamban)

81
Universitas Sumatera Utara
B. Jamban merupakan jamban leher angsa

C. Tersedia cukup air untuk sanitasi

D. Permukaan lantai dan Jamban bersih (tidak licin)

E. Jamban merupakan jamban dengan tangki septik

4 Sarana Pembuangan Sampah

A. Tersedia tempat pembuangan sampah

B. Tempat sampah kedap air dan tahan karat

C. Sampah tidak berserakan di ruangan

D. Tempat sampah tertutup

E. Diangkut ke TPS >2 kali/hari

82
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Master Data

NO. Aa Ab Ac Ad Ae Af Ag Ah Ai Aj Ak Al Am An Ao Ap Aq Ar As At Au Av Aw

1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 2
2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1 2
3 2 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 2 1 2
4 2 2 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 2
5 2 2 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 1 2
6 3 2 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 2 1 2
7 4 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 1 2 1 2 2 2 2
8 1 2 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 2
9 4 2 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 2 1 2
10 3 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1 2 2 1 2
11 4 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 2
12 4 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1 2
13 2 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 2
14 1 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 1 2 1 2 2 2 2
15 3 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 1 2 1 2 2 2 2
16 4 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1 2
17 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2
18 5 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2
19 5 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 2 1 2
20 4 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2 1 2 1 1 2
21 4 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 2
22 5 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2
23 4 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 2
24 2 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 2
25 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2
26 6 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2
27 5 2 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2
28 5 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2
29 4 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 2 1 2
30 4 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 2
31 5 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2

83
Universitas Sumatera Utara
32 5 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 2 1 2
33 5 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2
34 6 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 2 1 1 1 2 1 1 2 1 2
35 5 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 1 2 1 2 2 2 2
36 6 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 2 2 1 1 2 1 1 2 2 2
37 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2
38 6 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2
39 2 2 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 2
40 6 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2
41 6 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2
42 6 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2

Keterangan: Al : Cuci Tangan Setelah Kontak Dengan Tanah


Aa : Umur Responden Am : Cuci Tangan Pakai Sabun Setelah Kontak Deangan Tanah
Ab : Jenis Kelamin Responden An : Tahu Cara Cuci Tangan yang Benar
Ac : Mandi Setiap Hari Ao : Kebiasaan Membersihkan Kuku
Ad : Mandi Minimal Dua Kali per Hari Ap : Kebiasaan Memotong Kuku
Ae : Mandi Dengan Sabun Aq : Memotong Kuku Minimal Seminggu Sekali
Af : Mandi Dengan Handuk Sendiri Ar : Observasi Keadaan Kuku (Pendek dan Bersih)
Ag : Cuci Tangan Sebelum Makan As : Kategori Kebiasaan Mandi
Ah : Cuci Tangan Pakai Sabun Sebelum Makan At : Kategori Cuci Tangan
Ai : Cuci Tangan Setelah BAB Au : Kategori Kontak Dengan Tanah
Aj : Cuci Tangan Pakai Sabun Setelah BAB Av : Kategori Memotong Kuku
Ak : Menggunakan Alas Kaki Ketika Kontak dengan Tanah Aw : Keberadaan Telur Cacing

84
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Output Uji Validitas
A. Uji Univariat

1. Umur Responden

Umur Responden
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 7-8 4 9,5 9,5 9,5
9-10 6 14,3 14,3 23,8
11-12 3 7,1 7,1 31,0
13-14 12 28,6 28,6 59,5
15-16 10 23,8 23,8 83,3
17-18 7 16,7 16,7 100,0
Total 42 100,0 100,0

2. Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Responden


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid laki-laki 28 66,7 66,7 66,7
perempuan 14 33,3 33,3 100,0
Total 42 100,0 100,0

3. Kebiasaan Mandi

Mandi Setiap Hari


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 42 100,0 100,0 100,0

Mandi Minimal Dua Kali Sehari


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 42 100,0 100,0 100,0

85
Universitas Sumatera Utara
Mandi Pakai Sabun
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 42 100,0 100,0 100,0

Mandi Dengan Handuk Sendiri


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 20 47,6 47,6 47,6
tidak 22 52,4 52,4 100,0
Total 42 100,0 100,0

4. Kebiasaan Cuci Tangan

Cuci Tangan Sebelum Makan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 42 100,0 100,0 100,0

Cuci Tangan Pakai Sabun Sebelum Makan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 19 45,2 45,2 45,2
tidak 23 54,8 54,8 100,0
Total 42 100,0 100,0

Cuci Tangan Setelah BAB


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 42 100,0 100,0 100,0

86
Universitas Sumatera Utara
Cuci Tangan Pakai Sabun Setelah BAB
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 8 19,0 19,0 19,0
tidak 34 81,0 81,0 100,0
Total 42 100,0 100,0

5. Kebiasaan Kontak dengan Tanah

Menggunakan Alas Kaki Ketika Kontak dengan Tanah


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 42 100,0 100,0 100,0

Cuci Tangan Setelah Kontak dengan Tanah


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 41 97,6 97,6 97,6
tidak 1 2,4 2,4 100,0
Total 42 100,0 100,0

Cuci Tangan Pakai Sabun Setelah Kontak dengan Tanah


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 15 35,7 35,7 35,7
tidak 27 64,3 64,3 100,0
Total 42 100,0 100,0

87
Universitas Sumatera Utara
Tahu Cara Cuci Tangan Yang Benar
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 8 19,0 19,0 19,0
tidak 34 81,0 81,0 100,0
Total 42 100,0 100,0

6. Kebiasaan Memotong Kuku


Kebiasaan Membersihkan Kuku
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 14 33,3 33,3 33,3
tidak 28 66,7 66,7 100,0
Total 42 100,0 100,0

Kebiasaan Memotong Kuku


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 42 100,0 100,0 100,0

Kebiasaan Memotong Kuku Minimal Seminggu Sekali


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 42 100,0 100,0 100,0

Keadan Kuku Pendek dan Bersih (observasi)


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 30 71,4 71,4 71,4
tidak 12 28,6 28,6 100,0
Total 42 100,0 100,0

88
Universitas Sumatera Utara
7. Kategori Personal Hygiene

Kategori Kebiasaan Mandi


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 42 100,0 100,0 100,0

Kategori Kebiasaan Cuci Tangan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 19 45,2 45,2 45,2
Buruk 23 54,8 54,8 100,0
Total 42 100,0 100,0

Kategori Kebiasaan Kontak dengan Tanah


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 20 47,6 47,6 47,6
Buruk 22 52,4 52,4 100,0
Total 42 100,0 100,0

Kategori Kebiasaan Memotong Kuku


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 37 88,1 88,1 88,1
Buruk 5 11,9 11,9 100,0
Total 42 100,0 100,0

8. Keberadaan Telur Cacing

Keberadaan Telur Cacing


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Negatif 42 100,0 100,0 100,0

89
Universitas Sumatera Utara
9. Sanitasi lingkungan
PENGAMATAN
No SANITASI LINGKUNGAN
YA TIDAK

1 Penyediaan Air Bersih

A. Tersedia air bersih dan sesuai dengan kebutuhan 


B. Air tidak berasa, tidak berwarna, tidak berbau 
C. Sumber air tanah/PDAM 
D. Penampungan air/bak dibersihkan sekali seminggu 
E. Penampungan air/bak tertutup dan tidak bocor 
2 Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)

A. Tersedia saluran pembuangan air limbah 


B. Saluran pembuangan tertutup 
C. Saluran pembuangan kedap air 
D. Saluran pembuangan air limbah lancar 
E. Air limbah dialirkan ke tangki septik 
3 Sarana Pembuangan Kotoran (Jamban)

A. Tersedianya saluran pembuangan kotoran (jamban) 


B. Jamban merupakan jamban leher angsa 
C. Tersedia cukup air untuk sanitasi 
D. Permukaan lantai dan jamban bersih (tidak licin) 
E. Jamban merupakan jamban dengan tangki septik 
4 Sarana Pembuangan Sampah

A. Tersedia tempat pembuangan sampah 


B. Tempat sampah kedap air dan tahan karat 
C. Sampah tidak berserakan di ruangan 
D. Tempat sampah tertutup 
E. Diangkut ke TPS >2 kali/hari 

90
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Dokumentasi

Gambar 1. Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih

Gambar 2. Panti Asuhan GBKP Gelora Kasih Sibolangit

91
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Pengasuh Anak Panti Asuhan

Gambar 4. Bersama Anak Panti Asuhan

92
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Asrama Panti Asuhan

Gambar 6. Ruang Asrama Panti Asuhan

93
Universitas Sumatera Utara
Gambar 7. Pengambilan sampel kotoran kuku

Gambar 8. Pengambilan sampel kotoran kuku

94
Universitas Sumatera Utara
Gambar 9. Sarana Penyediaan Air Bersih

Gambar 10. Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)

95
Universitas Sumatera Utara
Gambar 11. Sarana Pembuangan Kotoran (Jamban)

Gambar 12. Sarana Pembuangan Sampah

96
Universitas Sumatera Utara
Gambar 13. Pemberian Reagen pada Sampel

97
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian

98
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Hasil Laboratorium

99
Universitas Sumatera Utara
100
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Surat Keterangan Selesai Penelitian

101
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai