Anda di halaman 1dari 135

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SUSPECT

SKABIES PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN MODERN


DINIYYAH PASIA, KEC. AMPEK ANGKEK, KAB. AGAM,
SUMATERA BARAT TAHUN 2014

SKRIPSI

Oleh:
Mushallina Lathifa
1110101000034

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayahtullah

Jakarta.

2. Semua sumber daya yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayahtullah

Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayahtullah Jakarta.

Ciputat, Juli 2014

Mushallina Lathifa

i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, Juli 2014

Mushallina Lathifa, NIM: 1110101000034


FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SUSPECT
SKABIES PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN MODERN
DINIYYAH PASIA, KEC. AMPEK ANGKEK, KAB. AGAM,
SUMATERA BARAT TAHUN 2014

(xv+ 103 halaman, 8 tabel, 1 bagan, 4 lampiran)

ABSTRAK

Pada tahun 2010, penyakit kulit infeksi termasuk 10 penyakit terbanyak di


Sumatera Barat dengan kejadian 106. 568 kasus (Dinkes Prop. Sumbar, 2010
dalam Akmal, 2013). Dari banyaknya kasus penyakit kulit yang ada di Sumatera
Barat, penderita didominasi oleh santri di berbagai pondok pesantren yang ada di
wilayah tersebut (Akmal, 2013). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan suspect skabies pada santriwati di Pondok
Pesantren Modern Diniyyah Pasia tahun 2014.
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi dengan cross sectional
study dengan metode proportion random sampling. Populasi penelitian ini ialah
seluruh santriwati dengan jumlah sampel 73 orang dan ustadzah yang berjumlah
9 orang. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa absensi santriwati
tiap kamar dan data primer yang diperoleh dengan cara wawancara dan observasi.
Adapun instrumen penelitian yang digunakan ialah kuesioner dan lembar
observasi.
Dari hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden (76, 7%)
mengalami suspect skabies. Kemudian dari hasil analisis bivariat yang
menggunakan uji Chi square dengan ɑ 5% diperoleh lima faktor yang
berhubungan dengan suspect skabies yaitu personal hygiene (p= 0, 006),
kelembaban (p= 0, 000), ventilasi (p= 0, 000), kepadatan hunian (p= 0, 014), dan
dukungan pihak pesantren (p= 0, 000).
Suspect skabies pada santriwati di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia
memiliki hubungan dengan beberapa faktor yaitu personal hygiene, kelembaban,
ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan pesantren. Oleh karena itu, maka
disarankan kepada Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia untuk menerapkan
pendidikan kesehatan, melaksanakan pendataan kesehatan secara aktif dan rutin,
dan mengatur tata letak perlengkapan santriwati pada tiap kamar yang disesuaikan
dengan standar kesehatan.
Kata kunci: Suspect skabies, personal hygiene, kelembaban, dan kepadatan
hunian
ii
Daftar bacaan: 43 (1995-2014)
FACULTY OF MEDICAL AND HEALTH SCIENCE
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH
A Thesis, July 2014

Mushallina Lathifa, Student Identification Number: 1110101000034


SOME FACTORS RELATED TO SCABIES SUSPECTS AT FEMALE
STUDENTS OF DINIYYAH PASIA ISLAMIC MODERN BOARDING
SCHOOL, AMPEK ANGKEK-AGAM DISTRICT-WEST SUMATRA-2014
(xv+103 pages, 8 tables, 1 chart, 4 appendixes)

ABSTRACT
In 2010, skin disease was the 10 ten most common disease in West Sumatra.
It had106. 568 cases (Health Department of West Sumatra Province, 2010 in
Akmal, 2013). From so many skin disease cases which happened in West
Sumatra, patients were dominated by boarding school’s students from various
Islamic boarding school all over the region (Akmal, 2013). This research was
aimed at finding out some factors which are related to suspect scabies to the
female students of Islamic boarding school at Diniyyah Pasia Islamic Modern
Boarding School in 2014.
This research was an epidemiological research with cross sectional study by
using sampling methode of proportion random sampling. The population in this
research was all of female students by sample size 73 persons and 9 female
teachers. The secondary data which was used in the research was the female
students attendance list in every room and the primary data was gained by doing
interview and observation. Questionnaire and observation sheets were used as the
research instruments.
The result of this research, most of the respondents ( 76 % ) were found as
suspect scabies. From the bivariate analysis with ɑ 5%, it was found out that there
are five factors which were related to suspect scabies, they were: personal hygiene
(p= 0, 006), humidity (p= 0, 000), ventilation(p= 0, 000), residential density (p= 0,
014), and support from the boarding school committee (p= 0, 000).
Suspect scabies which happened on female students of Diniyyah Pasia
Islamic Modern Boarding School was related to some factors, they were personal
hygiene, humidity, ventilation, residential density and support of the boarding
school committee. Therefore, it was suggested to Diniyyah Pasia Islamic Modern
Boarding School to apply health education, conduct an active and regular survey
on students health, and having a healthy arrangement of female students
equipments in every room.

Keywords : Suspect scabies, personal hygiene, humidity, and residential density


Reference : 43 (1995-2014)

iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Mushallina Lathifa


Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 24Agustus 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Golongan Darah :O
No. HP : 083897852254
Email : lathifatuzzahra@gmail.com
Alamat Asal : Koto Tuo Balaigurah, Kec. Ampek Angkek, Kab.
Agam, Sumatera Barat
Alamat Sekarang : Jl. Legoso Raya, Komplek Batan No.23, Kel.
Pisangan, Kec. Ciputat Timur, Kota Tangerang
Selatan, Banten

Riwayat Pendidikan :

 TK ‘Aisyiyah Pondok Aren (1997-1998)


 SDN 01 Koto Tuo Balaigurah (1998-2004)
 MTs Diniyyah Pasia (2004-2007)
 MA Diniyyah Pasia (2007-2010)
 Kursus Mahir Dasar (KMD) Pembina Pramuka (2009)
 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prodi Kesehatan Masyarakat
(2010-sekarang)
 Youth Educators Regional Training (2012)

vi
Pengalaman Organisasi:

Tahun Jabatan

2007-2008 Ketua Bagian Penerangan Organisasi Pelajar Pesantren


Modern Diniyyah Pasia
2008-2009 Ketua Bagian Bahasa Organisasi Pelajar Pesantren Modern
Diniyyah Pasia
2010-2012 Staf Ahli Pengembangan Ekonomi Komisariat Dakwah
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

2012-Sekarang Anggota Environmental Health Student Association


(ENVIHSA)

2012-2013 Pengalaman Belajar Lapangan di Puskesmas Pisangan,


Kec. Ciputat Timur, Tangerang Selatan

2013-2014 Sekretaris Gerakan Menuju Anak Baik Indonesia


(GEMABI) Tangerang Selatan

Pengalaman Kerja:
2012 : Tim Survei Masalah Pemasangan Kabel SUTT Kab. Bandung
2012 : Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) di Puskesmas Pisangan
2013 : Staf Fundraising Lembaga ‘Amil Zakat Mizan Amanah
2014 : Relawan bidang assessment Aksi Cepat Tanggap (ACT)
2014 : Magang di Instalasi Penyehatan Lingkungan RSUD DR. Achmad
Mochtar Bukittinggi
2014 : Face to face Fundraiser di Dompet Dhuafa
Kunjungan Lapangan:

2012 : PT. Chevron Geothermal Garut Indonesia

2012 : PT. JOB Pertamina-Petrochina, Tuban, Indonesia

2012 : TPA Bantar Gebang, Bekasi

2013 : BATAN Serpong dan Pasar Jumat

vii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

rahmat, hidayah dan karunia-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

SUSPECT SKABIES PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN MODERN

DINIYYAH PASIA, KEC. AMPEK ANGKEK, KAB. AGAM, SUMATERA

BARAT TAHUN 2014”.

Terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan

bimbingan, bantuan, serta dukungan dalam penyusunan laporan ini. Ucapan

terimakasih terutama ditujukan kepada :

1. Kedua orang tuaku, ayah dan ummi yaitu Muhasril MZ dan Naziar Nazir,

kakak-kakakku ( Mushallina Rahmi & Al Ghazali, Muhammad Ridha Ilahi,

dan Mushallina Hilma), serta keponakanku tersayang Ibrahim Putra Gazami,

yang selalu mendukung dan mendo’akan penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And; selaku dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku kepala program studi kesehatan masyarakat

UIN Syarif Hidayatullah.

4. DR. Arif Sumantri, M.KM selaku ketua peminatan Kesehatan Lingkungan dan

dosen pembimbing pertama, terima kasih atas bimbingan dan nasehatnya

selama menyusun skripsi.

viii
5. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D selaku dosen pembimbing kedua, terima kasih

ibu yang selalu memberikan waktu, saran, arahan, dan motivasi selama

penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh pihak Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia yang telah

memberikan izin, bantuan, dan kesediaan waktunya selama penelitian

berlangsung.

7. Jamaah kesehatan lingkungan angkatan 2010 yang selalu semangat dan

menyemangati penulis.

8. Teman-teman di Kosan Boenda, Alya as my roommate, Bang Zubir as calon

kakak ipar, Nurul, Kak Gia, Kak Rinfi, Wafiq, dan Kak Rizky as supporters,

yang telah membantu, mendukung, dan mengingatkan penulis untuk terus

semangat dalam mengerjakan skripsi.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari sempurna,

untuk itu saran dan masukan sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan

skripsi ini.

Ciputat, 3 Juli 2014

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................... i
ABSTRAK .................................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................... vi
KATA PENGANTAR................................................................................. viii
DAFTAR ISI................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 4
1.3 Tujuan ....................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum.................................................................. 4
1.3.2 Tujuan Khusus................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Skabies ...................................................................................... 7
2.1.1 Definisi ............................................................................ 7
2.1.2 Penyebab ......................................................................... 7
2.1.3 Patogenesis ...................................................................... 8
2.1.4 Penularan ......................................................................... 10
2.1.5 Gejala............................................................................... 11
2.1.6 Diagnosis ......................................................................... 12
2.1.7 Epidemiologi Skabies...................................................... 14
2.1.8 Pengobatan ...................................................................... 15
2.1.9 Pencegahan ...................................................................... 17
2.2 Faktor Risiko............................................................................. 18
2.2.1 Pengetahuan..................................................................... 18
2.2.2 Personal Hygiene............................................................. 22
2.2.3 Kelembaban..................................................................... 28
2.2.4 Ventilasi........................................................................... 28
2.2.5 Kepadatan Hunian ........................................................... 31
2.2.6 Dukungan Pihak Pondok Pesantren ................................ 33

2.3 Pondok Pesantren...................................................................... 36


2.3.1 Pengertian ........................................................................ 36
2.4 Teori Simpul ............................................................................. 37
2.5 Kerangka Teori ......................................................................... 40
x
BAB IIIKERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL,
DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep...................................................................... 42
3.2 Definisi Operasional ................................................................. 44
3.3 Hipotesis ................................................................................... 48

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN


4.1 Desain Penelitian ...................................................................... 49
4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian ................................................... 49
4.3 Populasi Dan Sampel ................................................................ 49
4.4 Pengumpulan Data .................................................................... 52
4.4.1 Sumber Data .................................................................... 52
4.4.2 Instrumen ........................................................................ 52
4.5 Pengolahan Data ....................................................................... 53
4.6 Analisa Data.............................................................................. 54

BAB V HASIL PENELITIAN


5.1 Gambaran Lokasi Penelitian ..................................................... 55
5.2 Hasil Penelitian ......................................................................... 58
5.2.1 Analisa Univariat............................................................. 58
5.2.2 Analisa Bivariat ............................................................... 63

BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian............................................................. 70
6.1.1 Sumber Data .................................................................... 70
6.2 Pembahasan Hasil Penelitian .................................................... 71
6.2.1 Analisis Univariat............................................................ 71
6.2.1.1 Suspect Scabies ................................................. 71
6.2.1.2 Pengetahuan ...................................................... 73
6.2.1.3 Personal Hygiene .............................................. 74
6.2.1.4 Kelembaban....................................................... 75
6.2.1.5 Ventilasi ............................................................ 76
6.2.1.6 Kepadatan Hunian ............................................. 77
6.2.1.7 Dukungan Pihak Pesantren................................ 78
6.2.2 Analisis Bivariat .............................................................. 78
6.2.2.1 Hubungan antara Pengetahuan dengan
Suspect Skabies ................................................. 79
6.2.2.2 Hubungan antara Personal Hygiene dengan
Suspect Skabies ................................................. 81
6.2.2.3 Hubungan antara Kelembaban dengan
Suspect Skabies ................................................. 84
6.2.2.4 Hubungan antara Ventilasi dengan Suspect
Skabies .............................................................. 85
6.2.2.5 Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan
Suspect Skabies ................................................. 86
xi
6.2.2.6 Hubungan antara Dukungan Pihak
Pesantren dengan Suspect Skabies .................... 88

BAB VII SIMPULANN DAN SARAN


7.1 Simpulan ................................................................................... 93
7.2 Saran ......................................................................................... 94

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel Defenisi Operasional............................................................................ 44
Tabel 5.1 Gambaran Suspect Skabies di Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun
2014............................................................................................. 59
Tabel 5.2 Gambaran Pengetahuan Santriwati di Pondok Pesantren
Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat
Tahun 2014.................................................................................. 59
Tabel 5.3 Gambaran Personal Hygiene Santriwatidi Pondok Pesantren
Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat
Tahun 2014.................................................................................. 60
Tabel 5.4 Gambaran Kelembaban di Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun
2014............................................................................................. 61
Tabel 5.5 Gambaran Ventilasi di Pondok Pesantren Modern Diniyyah
Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 ............... 61
Tabel 5.7 Gambaran Kepadatan Hunian di Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun
2014............................................................................................. 62
Tabel 5.8 Gambaran Dukungan Pihak Pesantren di Pondok Pesantren
Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat
Tahun 2014.................................................................................. 63
Tabel 5.9 Hubungan Pengetahuan Responden denganSuspect Skabies
di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten
Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 ............................................ 64
Tabel 5.10 Hubungan Personal Hygiene Responden denganSuspect
Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia,
Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.......................... 65
Tabel 5.11 Hubungan Kelembaban dengan Suspect Skabies di Pondok
Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat Tahun 2014........................................................ 66
Tabel 5.12 Hubungan Ventilasi dengan Suspect Skabies di Pondok
Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat Tahun 2014........................................................ 67
Tabel 5.13 Hubungan Kepadatan Hunian dengan Suspect Skabies di
Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten
Agam, Sumatera Barat Tahun 2014 ............................................ 68
Tabel 5.14 Hubungan Dukungan Pihak Pesantren Terhadap Suspect
Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia,
Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.......................... 69

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Bagan Teori Simpul................................................................................... 37
2. Kerangka Teori.......................................................................................... 40
3. Kerangka Konsep ...................................................................................... 42

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Kuesioner Pengetahuan


Lampiran 2: Lembar Observasi Personal Hygiene
Lampiran 3: Lembar Observasi Sanitasi Lingkungan
Lampiran 4: Lembar Observasi Dukungan Pesantren
Lampiran 5: Hasil Analisis di SPSS
Lampiran 6: Struktur Pengasuhan Santriwati Tahun 2014

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit berbasis lingkungan yaitu fenomena penyakit yang terjadi

pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan, berakar, atau

memiliki keterkaitan erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada

sebuah ruang dimana masyarakat tersebut tinggal atau beraktivitas dalam

jangka waktu tertentu (Achmadi, 2012). Penyakit tersebut bisa dicegah atau

dikendalikan, kalau kondisi lingkungan yang berhubungan atau diduga

berhubungan dengan penyakit tersebut dihilangkan.

Penyakit kulit merupakan salah satu jenis penyakit menular yang

berbasis lingkungan. Penyakit kulit merupakan jenis penyakit yang

berhubungan dengan kematian di Sub Sahara Afrika pada tahun 2011

(Cahyaningsih, 2012). Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus,

kuman, parasit hewani dan lain-lain. Salah satu penyakit kulit yang

disebabkan oleh parasit adalah skabies (Wijaya, 2011).

Lebih dari 300 juta kasus skabies terjadi di belahan dunia setiap

tahunnya (Cahyaningsih, 2012). Di negara berkembang lebih dari seperempat

populasi bisa terinfeksi penyakit skabies (Wijayanti, 2008). Sedangkan

menurut Muzakir (2008), di beberapa negara berkembang prevalensi skabies

sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak dan

remaja.

1
2

Prevalensi penyakit skabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari

populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja (Sungkar,

1997). Pada tahun 2010, penyakit kulit infeksi termasuk 10 penyakit

terbanyak di Sumatera Barat dengan kejadian 106. 568 kasus (Dinkes Prop.

Sumbar, 2010 dalam Akmal, dkk, 2013). Dari banyaknya kasus penyakit kulit

yang ada di Sumatera Barat, penderita didominasi oleh santri di berbagai

pondok pesantren yang ada di wilayah tersebut (Akmal, dkk, 2013).

Diperkirakan sanitasi lingkungan yang buruk merupakan faktor dominan

yang berperan dalam penularan dan tingginya angka prevalensi penyakit

skabies diantara santri di Pondok pesantren (Dinkes Prop Jatim, 1997).

Penyakit skabies sering muncul karena kurangnya kebersihan diri

dengan sanitasi lingkungan yang buruk, penyakit ini disebabkan oleh tungau

Sarcoptes scabiei var homini. Skabies merupakan penyakit infeksi dan

menular dengan fenomena gunung es (Rafif, 2011). Dalam Cahyaningsih

(2012) penyakit skabies menyerang manusia secara kelompok (misalnya pada

asrama, pesantren, penjara, perkampungan yang padat penduduk). Pondok

pesantren termasuk tempat yang beresiko terjadi skabies karena

merupakan salah satu tempat yang berpenghuni padat (Wijaya, 2011).

Menurut Green dalam Azizah (2012), guru mempunyai peran terhadap

perilaku murid dalam memelihara kesehatannya. Guru dapat berperan sebagai

konselor, pemberi instruksi, motivator, manajer, dan model dalam

menunjukkan sesuatu yang baik misalnya dalam perilaku hidup bersih dan

sehat. Berdasarkan hasil penelitian Linda dan Adiwiryono, 2010 dalam


3

Azizah, 2012 menunjukkan adanya hubungan antara peran guru dengan

praktek PHBS pada peserta PAUD. Selain itu guru diharapkan dapat

mendorong murid-murid mereka dalam melaksanakan kebiasaan memelihara

kesehatan (Azizah, 2012). Pesantren didefinisikan sebagai suatu tempat

pendidikan dan pengajaran yang menekankan pada pelajaran agama Islam

dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen

(Qomar, 2007).

Rohmawati (2010) menyatakan bahwa sebanyak 74, 74% responden

di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta menderita penyakit skabies yang

diakibatkan karena mereka mempunyai pengetahuan yang rendah terhadap

perilaku hidup bersih dan sehat dan mereka mempunyai resiko terkena

penyakit skabies 2, 34 kali dibandingkan dengan responden yang mempunyai

pengetahuan baik tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Hal yang sama

juga dilakukan oleh Muzakir (2008) di pondok pesantren Kabupaten Aceh

Besar sebanyak 61% responden mempunyai pengetahuan yang kurang

terhadap perilaku hidup bersih dan sehat sehingga banyak santri yang terkena

penyakit skabies. Ini berarti pengetahuan seseorang dapat mendukungnya

terhindar dari penyakit, terutama penyakit menular.

Menurut penulis sendiri, skabies pada santriwati adalah masalah

kesehatan yang unik, karena sejak dulu dan didasarkan pada pengalaman dan

pengetahuan yang didapat ketika menjadi santriwati bahwa skabies adalah

penyakit yang tidak pernah ada habisnya di lingkungan pondok pesantren

akan tetapi sangat disayangkan sekali pihak pondok pesantren belum


4

memberikan perhatian yang besar dalam penanganan masalah skabies

sehingga tidak ada data yang lengkap mengenai santriwati yang menderita

skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,

Sumatera Barat. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik dan ingin

mengetahui faktor-faktor apa yang berhubungan dengan suspect skabies di

Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera

Barat.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah suspect

skabies pada santriwati Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia,

Kabupaten Agam, Sumatera Barat yang berhubungan dengan beberapa faktor

yang diantaranya adalah pengetahuan, personal hygiene, kelembaban,

ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan pihak pesantren. Selama

menempuh pendidikan di pondok pesantren, akhirnya penulis merasakan

bahwa skabies adalah masalah kesehatan yang unik, karena masalah tersebut

tidak pernah selesai di pondok pesantren.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor–faktor yang berhubungan

dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah

Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014.


5

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengetahuan santriwati mengenai

skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia,

Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.

b. Untuk mengetahui personal hygiene santriwati di Pondok

Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,

Sumatera Barat Tahun 2014.

c. Untuk mengetahui sanitasi lingkungan di Pondok Pesantren

Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat

tahun 2014.

d. Untuk mengetahui dukungan pihak pondok pesantren di

Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten

Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.

e. Untuk mengetahui hubungan faktor yang berhubungan

dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern

Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun

2014

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan

menambah keterampilan penulis dalam menganalisis dan mengolah data.


6

b. Bagi Fakultas

Dapat menjadi media untuk menjalin kerjasama antara institusi

pendidikan dengan lokasi penelitian dan mendapat masukan yang

bermanfaat dalam pengembangan kurikulum Kesehatan Lingkungan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

c. Bagi Pondok Pesantren

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang

gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan suspect skabies

pada santri Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,

Sumatera Barat, sehingga dapat dibuat kebijakan dan strategi penanganan

masalah tersebut oleh pihak pesantren.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah

Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada Bulan Maret-Mei 2014. Pada

penelitian ini penulis membatasi pada analisis beberapa faktor yang

berhubungan dengan suspect skabies, diantaranya yaitu pengetahuan,

personal hygiene, kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan

pihak pesantren. Setelah mengetahui ada atau tidaknya hubungan, penulis

kemudian menganalisa hubungan tersebut. Penelitian ini didasarkan oleh

pengetahuan dan pengalaman penulis setelah mengenyam pendidikan di

pondok pesantren tersebut selama enam tahun.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Skabies

2.1.1 Definisi

Skabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infestasi

dan sensitasi Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.

Penyakit ini disebut juga the itch, seven year itch, Norwegian itch,

gudikan, gatal agogo, budukan atau penyakit ampera (Harahap,

2008).

2.1.2 Penyebab

Skabies disebabkan oleh kutu/tungau Sarcoptes

scabiei.Sarcoptes scabiei bersifat obligat parasit yang mutlak

memerlukan induk semang untuk berkembang biak. S.scabiei tidak

dapat dibiakkan secara in vitro meskipun telah ditumbuhkan pada

media yang terdiri dari tick cell medium 25%, serum kambing 50%

ekstrak epidermis 25%, streptomisin 200 mg/ml dan fungizone

10mg/ml (Tarigan,1999 dalam Wardhana, 2006).

Sarcoptes scabiei adalah tungau kecil berkaki delapan, dan

didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang lain yang

menderita penyakit ini. Tungau skabies (Sarcoptes scabiei) ini

berbentuk oval, dengan ukuran 0,4 x 0,3 mm pada jantan dan 0,2 x

0,15 pada betina (Brown dkk, 2002).

7
8

Secara morfologik merupakan tungau kecil,berbentuk

oval,punggungnya cembung dan bagian perutnya rata,tunggau ini

transient,berwarna putih dan tidak bermata. Tungau betina

panjangnya 330-450 mikron,sedangkan tungau jantan lebih kecil

kurang lebih setengahnya yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron

bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki dan bergerak dengan

kecepatan 2,5cm permenit di permukaan kulit (Asra, 2010).

Sarcoptes scabiei betina setelah dibuahi mencari lokasi yang

tepat di permukaan kulit untuk kemudian membentuk terowongan,

dengan kecepatan 0,5mm–5mm per hari.Terowongan pada kulit

dapat sampai ke perbatasan stratum korneum dan stratum

granulosum. Di dalam terowongan ini tungau betina akan tinggal

selama hidupnya yaitu kurang lebih 30 hari dan bertelur sebanyak

2-3 butir telur sehari. Telur akan menetas setelah 3-4 hari menjadi

larva yang akan keluar ke permukaan kulit untuk kemudian masuk

kulit lagi dengan menggali terowongan, biasanya sekitar folikel

rambut untuk melindungi dirinya dan mendapat makanan.

Setelah beberapa hari, menjadi bentuk dewasa melalui bentuk

nimfa.Waktu yang diperlukan dari telur hingga bentuk dewasa

sekitar 10-14 hari.Tungau jantan mempunyai masa hidup yang

lebih pendek dari pada tungau betina, dan mempunyai peran yang

kecil pada patogenesis penyakit. Biasanya hanya hidup


9

dipermukaan kulit dan akan mati setelah membuahi tungau betina

(Asra, 2010).

2.1.3 Patogenesis

Infestasi dimulai saat tungau betina yang telah dibuahi tiba di

permukaan kulit. Dalam waktu satu jam, tungau tersebut akan

mulai menggali terowongan. Setelah tiga puluh hari, terowongan

yang awalnya hanya beberapa millimeter bertambah panjang

menjadi beberapa centimeter. Meskipun begitu, terowongan ini

hanya terdapat di stratum korneum dan tidak akan menembus

lapisan kulit di bawah epidermis. Terowongan ini dibuat untuk

menyimpan telur- telur tungau, kadang- kadang juga ditemukan

skibala di dalamnya. Tungau dan produk- produknya inilah yang

berperan sebagai iritan yang akan merangsang sistem imun tubuh

untuk mengerahkan komponen - komponennya (Habif, 2003).

Dalam beberapa hari pertama, antibodi dan sel sistem imun

spesifik lainnya belum memberikan respon. Namun, terjadi

perlawanan dari tubuh oleh sistem imun non spesifik yang disebut

inflamasi. Tanda dari terjadinya inflamasi ini antara lain timbulnya

kemerahan pada kulit, panas, nyeri dan bengkak. Hal ini

disebabkan karena peningkatan persediaan darah ke tempat

inflamasi yang terjadi atas pengaruh amin vasoaktif seperti

histamine, triptamin dan mediator lainnya yang berasal dari sel

mastosit. Mediator- mediator inflamasi itu juga menyebabkan rasa


10

gatal di kulit. Molekul- molekul seperti prostaglandin dan kinin

juga ikut meningkatkan permeabilitas dan mengalirkan plasma dan

protein plasma melintasi endotel yang menimbulkan kemerahan

dan panas (Baratawidjaja, 2007).

Faktor kemotaktik yang diproduksi seperti C5a, histamine,

leukotrien akan menarik fagosit. Peningkatan permeabilitas

vaskuler memudahkan neutrofil dan monosit memasuki jaringan

tersebut. Neutrofil datang terlebih dahulu untuk menghancurkan/

menyingkirkan antigen. Meskipun biasanya berhasil, tetapi

beberapa sel akan mati dan mengeluarkan isinya yang juga akan

merusak jaringan sehingga menimbulkan proses inflamasi. Sel

mononuklear datang untuk menyingkirkan debris dan merangsang

penyembuhan (Baratawidjaja, 2007).

Bila proses inflamasi yang diperankan oleh pertahanan non

spesifik belum dapat mengatasi infestasi tungau dan produknya

tersebut, maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme

pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan

oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem

imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen (Kresno, 2007).

2.1.4 Penularan

Penularan skabies pada manusia sama seperti cara penularan

skabies pada hewan, yaitu secara kontak langsung dengan

penderita. Disamping itu kontak secara tidak langsung seperti


11

melalui pakaian, handuk, seprai, dan barang-barang lain yang

pernah dipakai oleh penderita, juga merupakan sumber penularan

yang harus dihindari (Currie et al, 2004 dalam Wardhana, 2006).

Tungau S.scabiei hidup dari sampel debu penderita, lantai,

furniture dan tempat tidur (Arlian et al 1998 dalam Wardhana,

2006). Masa inkubasi skabies pada manusia yang belum pernah

terinfestasi tungau adalah dua sampai enam minggu, tetapi

penderita yang pernah terserang skabies sekitar satu hingga empat

hari. Satu bulan pasca infestasi, jumlah tungau di dalam lapisan

kulit mengalami peningkatan. Sebanyak dua puluh lima ekor

tungau betina dewasa ditemukan pada lima puluh hari

pascainfestasi dan menjadi lima ratus ekor setelah seratus hari

kemudian (Mc Carthy et al, 2004, dalam Wardhana, 2006).

2.1.5 Gejala

Gejala yang ditimbulkan oleh Sarcoptes scabiei adalah gatal-

gatal terutama pada malam hari (pruritus nokturna). Ini terjadi

karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab

dan panas, dan pada saat hospes dalam keadaan tenang atau tidak

beraktivitas sehingga dapat mengganggu ketenangan ketika tidur

(Cahyaningsih, 2012).

Gejala utama skabies adalah gatal, yang secara khas terjadi di

malam hari. Terdapat dua tipe utama lesi kulit pada skabies, yaitu

terowongan dan ruam. Terowongan terutama ditemukan pada


12

tangan dan kaki, khususnya bagian samping jari tangan dan kaki,

sela- sela jari, pergelangan tangan dan punggung kaki. Masing-

masing terowongan panjangnya beberapa millimeter hingga

beberapa centimeter, biasanya berliku- liku dan ada vesikel pada

salah satu ujung yang berdekatan dengan tungau yang sedang

menggali terowongan, seringkali disertai eritema ringan (Brown

dkk, 2002).

Ruam skabies berupa erupsi papula kecil yang meradang, yang

terutama terdapat di sekitar aksila, umbilikus dan paha. Ruam ini

merupakan suatu reaksi alergi tubuh terhadap tungau (Brown dkk,

2002).Selain itu juga dapat terjadi lesi sekunder akibat garukan

maupun infeksi sekunder seperti eksema, pustula, eritema, nodul

dan eksoriasi (Habif, 2003).

2.1.6 Diagnosis

Menurut Handoko, 2007, diagnosis ditegakkan jika terdapat

setidaknya dua dari empat tanda kardinal skabies yaitu:

a. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan

karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih

lembab dan panas.

b. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok.

c. Adanya terowongan pada tempat- tempat predileksi yang

berwarna putih atau keabu- abuan, berbentuk lurus atau

berkelok, rata- rata panjang 1cm, dan pada ujung terowongan itu
13

ditemukan papul atau vesikel. Tempat predileksinya adalah

tempat- tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti jari-

jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, umbilikus,

genetalia pria dan perut bagian bawah.

d. Menemukan tungau. Untuk menemukan tungau atau

terowongan, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

1) Kerokan kulit

Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh ditetesi

minyak mineral/ KOH, kemudian dikerok dengan scalpel

steril untuk mengangkat atap papul atau terowongan. Hasil

kerokan diletakkan di gelas obyek dan ditutup dengan lensa

mantap, lalu diperiksa di bawah mikroskop.

2) Mengambil tungau dengan jarum

Jarum ditusukkan pada terowongan di bagian yang gelap

dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang ujung

jarum dan dapat diangkat keluar.

3) Epidermal shave biopsy

Papul atau terowongan yang dicurigai diangkat dengan ibu

jari dan telunjuk lalu diiris dengan scalpel no. 15 sejajar

dengan permukaan kulit.Biopsi dilakukan sangat superfisial

sehingga perdarahan tidak terjadi dan tidak perlu anestesi.


14

4) Burrow ink test

Papul skabies dilapisi tinta cina dengan menggunakan pena

lalu dibiarkan selama dua menit kemudian dihapus dengan

alkohol. Tes dinyatakan positif bila tinta masuk ke dalam

terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis

zig- zag.

5) Swab kulit

Kulit dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan selotip dan

diangkat dengan cepat.Selotip dilekatkan pada gelas obyek

kemudian diperiksa dengan mikroskop.

6) Uji tetrasiklin

Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada

terowongan, kemudian dibersihkan dan diperiksa dengan

lampu Wood. Tetrasiklin dalam terowongan akan

menunjukkan fluoresesnsi (Sungkar, 2000).

2.1.7 Epidemiologi Skabies

Skabies merupakan penyakit epidemik pada banyak masyarakat,

ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik

skabies.Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa

muda, tetapi dapat juga mengenai semua umur, insiden semua pada

pria dan wanita (Hendra, 2012).

Insiden skabies pada negara berkembang menunjukkan siklus

fluktasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan, interval dari
15

akhir suatu epidemik pada permulaan epidemik berikutnya kurang

lebih 10-15 tahun. Beberapa faktor yang dapat mempengaruh

penyebarannya adalah kemiskinan,hygiene yang jelek,seksual

promiskuitas,diagnosis yang salah,demogarfi,ekologi dan derajat

sensitasi individual,insidensi di Indonesia masih cukup

tinggi,terendah di Sulawesi Utara,dan tertinggi di Jawa Barat

(Hendra, 2012).

2.1.8 Pengobatan

Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan

scabies yaitu:

a. Permetrin

Merupakan obat pilihan untuk saat ini, tingkat keamanannya

cukup tinggi, mudah pemakaiannya dan tidak mengiritasi kulit.

Dapat digunakan di kepala dan leher anak usia kurang dari 2

tahun. Penggunaannya dengan cara dioleskan ditempat lesi

lebih kurang 8 jam kemudian dicuci bersih.

b. Malation

Malation 0,5 % dengan dasar air digunakan selama 24 jam.

Pemberian berikutnya diberikan beberapa hari kemudian

(Harahap, 2000).
16

c. Emulsi Benzil-benzoas (20-25 %)

Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam

selama tiga hari.Efek sampingnya sering terjadi iritasi dan

kadang semakin gatal setelah digunakan (Handoko, 2001).

d. Sulfur

Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10 % secara umum aman

dan efektif digunakan. Dalam konsentrasi 2,5 % dapat

digunakan pada bayi. Obat ini digunakan pada malam hari

selama 3 malam (Harahap, 2000).

e. Monosulfiran

Tersedia dalam bentuk lotion 25 %, yang sebelum digunakan

harus ditambah 2 – 3 bagian dari air dan digunakan selam 2 – 3

hari (Harahap, 2000).

f. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan)

Kadarnya 1 % dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan

karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan

jarang terjadi iritasi.Tidak dianjurkan pada anak di bawah 6

tahun dan wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf

pusat.Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala

ulangi seminggu kemudian (Handoko, 2001).


17

g. Krotamiton

Krotamiton 10 % dalam krim atau losio, merupakan obat

pilihan.Mempunyai 2 efek sebagai anti skabies dan anti gatal

(Handoko, 2001).

2.1.9 Pencegahan

Pencegahan pada manusia dapat dilakukan dengan cara

menghindari kontak langsung dengan penderita dan mencegah

penggunaan barang-barang penderita secara bersama. Pakaian,

handuk, dan lainnya yang pernah digunakan penderita harus

diisolasi dan dicuci dengan air panas.Pakaian dan barang-barang

asal kain, dianjurkan untuk disetrika sebelum dipakai seprai

penderita harus sering diganti dengan yang baru maksimal sekali

tiga hari. Benda-benda yang tidak dapat dicuci dengan air seperti

bantal, guling, selimut disarankan dimasukkan ke kantong plastik

selama tujuh hari, selanjutnya dicuci kering atau dijemur di bawah

matahari, sambil dibolak-balik minimal dua puluh menit sekali.

Kebersihan tubuh dan lingkungan termasuk sanitasi serta pola

hidup yang sehat akan mempercepat kesembuhan dan memutus

siklus hidup S.scabiei (Wardhana, 2006).


18

2.2 Faktor Risiko

Faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial

ekonomi yang rendah, personal hygiene yang buruk, lingkungan yang

tidak saniter, perilaku yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan

penduduk. Faktor yang paling dominan adalah kemiskinan dan higiene

perorangan yang jelek di negara berkembang merupakan kelompok

masyarakat yang paling banyak menderita penyakit scabies ini (Ma’rufi,

2005).

Skabies disebabkan antara lain oleh rendahnya faktor sosial

ekonomi, hygiene yang buruk seperti mandi, mengganti pakaian,

pemakaian handuk dan melakukan hubungan seksual. Penyakit ini

biasanya banyak ditemukan di tempat seperti asrama, panti asuhan, rumah

penjara atau di daerah perkampungan yang kurang terjaga kebersihannya

(Saleha, 1997).Skabies pada santriwati disebabkan oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah pengetahuan, personal hygiene,kelembaban, ventilasi,

kepadatan hunian, dan dukungan pihak pondok pesantren.

2.2.1 Pengetahuan

2.2.1.1 Definisi

Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadapa suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu berupa

indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan


19

telinga ( Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan dibagi atas beberapa

tingkatan, yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya.Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah menigkatkan kembali (Recall) terhadap suatu yang spesifik

dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa

yang telah dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefenisikan, dan menyatakan.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan

dapat mengiterpretasikan materi tersebut secara benar.Orang

yang telah paham terhadap objek/ materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, terhadap objek yang telah dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan

kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai

aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dalam konteks atau situasi yang lain.


20

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek ke dalam komponen-kompenen, tetapi

masih didalam sesuatu struktur organisasi, dan masih ada

lainnya satu sama lain. Seperti dapat menggambarkan,

membedakan, memisahkan, mengelompokkan.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis dapat menunjukkan kepada suatu komponen

untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam

suatu bentuk keseluruhan yang baru.Dengan kata bain

sinlerisadalah suatu kemampuan untuk menyususn formulasi

baru dari format yang ada.Misalnya dapat menyusun,

merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap suatu teori

atau merumuskan rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek.Penelitian-penelitian ini didasarkan pada mutu kriteria

yang telah ada.Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi

yang ingin diukur dari subyek penilaian atau responden.


21

2.2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan

seseorang ( S. Notoatmodjo, 2003):

a. Pendidikan

Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan

bantuan yang diberikan kepada anak yang tertuju kepada

kedewasaan.

b. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan

yang tinggi terhadap sesuatu dengan adanya pengetahuan yang

tinggi didukung minat yang cukup dari seseorang sangatlah

mungkin seseorang tersebut akan berperilaku sesuai dengan apa

yang diharapkan.

c. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu peristiwa yang dialami. Suatu objek

psikologis cenderung akan bersikap negatif terhadap objek

tersebut untuk menjadi dasar pembentukan sikap pengalaman

pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu

sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi

tersebut dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan,

pengalaman akan lebih mendalam dan lama membekas.


22

d. Usia

Usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat

berulang tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan

bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih

dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum cukup

tinggi kedewasaannya.

2.2.1 Personal Hygiene

2.2.2.1 Definisi

Personal Hygiene adalah perawatan diri dimana individu

mempertahankan kesehatannya, dan dipengaruhi oleh nilai serta

keterampilan (Mosby, 1994 dalam Pratiwi, 2008). Seseorang

dikatakanpersonal hygienenya baik bila yang bersangkutan dapat

menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, kuku,

rambut, mulut dan gigi, pakaian, mata, hidung, telinga, alat

kelamin, dan handuk, serta alas tidur (Badri, 2005). Personal

hygiene santri yang mempengaruhi kejadian skabies meliputi:

a. Kebersihan kulit

Integumen (kulit) adalah massa jaringan terbesar di tubuh.

Kulit bekerja melindungi dan menginsulasi struktur-struktur

dibawahnya dan berfungsi sebagai cadangan kalori. Kulit

mencerminkan emosi dan stres yang kita alami, dan berdampak

kepada penghargaan orang lain merespon kita. Selama hidup, kulit


23

dapat teriris, tergigit, mengalami iritasi, terbakar, atau

terinfeksi.Kulit memiliki kapasitas dan daya tahan yang luar biasa

untuk pulih (Afni, 2011).

Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman,

parasit hewani dan lain-lain.Salah satu penyakit kulit yang

disebabkan oleh parasit adalah Skabies (Frenki, 2011).

Sabun dan air adalah hal yang penting untuk

mempertahankan kebersihan kulit. Mandi yang baik adalah:

1) Satu sampai dua kali sehari, khususnya di daerah tropis.

2) Bagi yang terlibat dalam kegiatan olah raga atau pekerjaan lain

yang mengeluarkan banyak keringat dianjurkan untuk segera

mandi setelah selesai kegiatan tersebut.

3) Gunakan sabun yang lembut. Germicidal atau sabun antiseptik

tidak dianjurkan untuk mandi sehari-hari.

4) Bersihkan anus dan genitalia dengan baik karena pada kondisi

tidak bersih, sekresi normal dari anus dan genitalia

akanmenyebabkan iritasi dan infeksi.

5) Bersihkan badan dengan air setelah memakai sabun dan handuk

yang tidak samadengan orang lain (Frenki, 2011).

b. Kebersihan tangan dan kuku

Indonesia adalah negara yang sebagian besar

masyarakatnya menggunakan tangan untuk makan, mempersiapkan

makanan, bekerja dan lain sebagainya. Bagi penderita skabies


24

akansangat mudah penyebaran penyakit ke wilayah tubuh yang

lain. Oleh karena itu, butuh perhatian ekstra untuk kebersihan

tangan dan kuku sebelum dan sesudah beraktivitas.

1) Cuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah ke kamar

mandi dengan menggunakan sabun. Menyabuni dan mencuci

harus meliputi area antara jari tangan, kuku dan punggung

tangan.

2) Handuk yang digunakan untuk mengeringkan tangan

sebaiknya dicuci dan diganti setiap hari.

3) Jangan menggaruk atau menyentuh bagian tubuh seperti

telinga, hidung, dan lain-lain saat menyiapkan makanan.

4) Pelihara kuku agar tetap pendek, jangan memotong kuku

terlalu pendek sehingga mengenai pinch kulit (Frenki, 2011).

c. Kebersihan genitalia

Karena minimnya pengetahuan tentang kebersihan

genitalia, banyak kaum remaja putri maupun putra mengalami

infeksi di alat reproduksinya akibat garukan, apalagi seorang anak

tersebut sudah mengalami skabies diarea terterntu maka garukan di

area genitalia akan sangat mudah terserang penyakit kulit skabies,

karena area genitalia merupakan tempat yang lembab dan kurang

sinar matahari. Kebersihan genital lain, selain cebok, yang harus

diperhatikan yaitu pemakaian celana dalam. Apabila ia

mengenakan celana pun, pastikan celananya dalam keadaan kering.


25

Bila alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman

akanmeningkat dan itu memudahkan pertumbuhan jamur.Oleh

karena itu, seringlah mengganti celana dalam (Safitri, 2008 dalam

Frenki, 2011).

d. Kebersihan pakaian

Menurut penelitian Ma’rufi, dkk (2005) menunjukkan

bahwa perilaku kebersihan perorangan yang buruk sangat

mempengaruhi seseorang menderita skabies, sebaliknya, pada

orang yang perilaku kebersihan dirinya baik maka tungau lebih

sulit menginfestasi individu karena tungau dapat dihilangkan

dengan mandi dan menggunakan sabun, pakaian dicuci dengan

sabun cuci dan kebersihan alas tidur. Hal ini sejalan dengan

penelitian Trisnawati (2009), bahwa ada hubungan antara praktik

mandi memakai sabun, kebiasaan bertukar pakaian dengan santri

lain dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Al Itqon

Kelurahan Tlogosari Wetan.

e. Kebersihan handuk

Berdasarkan penelitian Muslih (2012), di Pondok Pesantren

Cipasung Tasikmalaya menunjukkan kejadian skabies lebih tinggi

pada responden yang menggunakan handuk bersama (66,7%),

dibandingkan dengan responden yang tidak menggunakan handuk

bersama (30,4%), dan dari hasil uji statistik prilaku ini mempunyai

hubungan dengan kejadian skabies. Hasil POR menunjukkan


26

responden yang menggunakan handuk bersama 4,588 kali

berpeluang untuk menderita skabies dibanding responden yang

tidak menggunakan handuk bersama.

f. Kebersihan tempat tidur dan sprei

Menurut Mansyur (2007) penularan skabies secara tidak

langsung dapat disebabkan melalui perlengkapan tidur, dan

menurut hasil penelitian Muslih (2012), kejadian skabies lebih

tinggi terjadi pada responden yang tidak menjemur kasur (54,5%)

dan menunjukkan adanya hubungan antara menjemur kasur

minimal 2 minggu sekali dengan kejadian skabies. Hal ini sesuai

dengan penelitian Frenki (2011)di Pondok Pesantren Darel Hikmah

Kota Pekanbaru, bahwa variabel Kebersihan Tempat Tidur dan

Sprei secara signifikan mempunyai hubungan dengan kejadian

skabies, dengan nilai p= 0,000 (p<0,05).

2.2.2.2 Tujuan personal hygiene, diantaranya yaitu:

a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang

b. Memelihara kebersihan diri seseorang

c. Memperbaiki personal hyiene yang kurang

d. Mencegah penyakit

e. Menciptakan keindahan

f. Meningkatkan rasa percaya diri, (Hidayat, 2011).


27

2.2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene

a. Body image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi

kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik

sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.

b. Praktik sosial

Pada anak-anak yang selalu dimanja dalam kebersihan diri,

maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal

hygiene.

c. Status sosial-ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,

pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya

memerlukan uang untuk menyediakannya

d. Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena

pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.

Misalnya pada pasien penderita DM ia harus menjaga

kebersihan kakinya.

e. Budaya

Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak

boleh dimandikan.
28

f. Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan seseorang yang menggunakan produk tertentu

dalam perawatan dirinya seperti penggunaan sabun, sampo,

dan lain-lain.

g. Kondisi fisik

Pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri

berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya (Hidayat,

2009).

2.2.3 Kelembaban

Keadaan rumah yang lembab akan mendukung terjadinya

penyakit dan penularan penyakit. Kelembaban merupakan media

yang baik untuk berkembangnya bakteri-bakteri pathogen.Menurut

Kepmenkes No.829 tahun 1999 tentang persyaratan kesehatan

perumahan, kelembaban udara yang diperbolehkan berkisar antara

40%-70%.Pada penelitian Khotimah (2013), menunjukkan bahwa

ada hubungan antara kelembaban ruangan dengan kejadian skabies

(p=0,049).

2.2.4 Ventilasi

Dalam SNI 03-6572-2001 dijelaskan bahwa ventilasi

merupakan proses untuk mengambil (mencatu) udara segar ke

dalam bangunan/gedung dalam jumlah yang sesuai kebutuhan.

Ventilasi bertujuan untuk:


29

a. Menghilangkan gas-gas yang tidak menyenangkan yang

ditimbulkan oleh keringat dansebagainya dan gas-gas

pembakaran (CO2) yang ditimbulkan oleh pernafasan

danproses-proses pembakaran.

b. Menghilangkan uap air yang timbul sewaktu memasak, mandi

dan sebagainya.

c. Menghilangkan kalor yang berlebihan.

d. Membantu mendapatkan kenyamanan termal.

Suatu ruangan yang layak ditempati, misalkan kantor,

pertokoan, pabrik, ruang kerja, kamar mandi, binatu dan ruangan

lainnya untuk tujuan tertentu, harus dilengkapi dengan ventilasi

alami dan ventilasi mekanis atau sistem pengkondisian udara.

a. Ventilasi Alami.

Ventilasi alami terjadi karena adanya perbedaan tekanan di

luar suatu bangunan gedung yang disebabkan oleh angin dan

karena adanya perbedaan temperatur, sehingga terdapat gas-gas

panas yang naik di dalam saluran ventilasi. Ventilasi alami yang

disediakan harus terdiri dari bukaan permanen, jendela, pintu

atau sarana lain yang dapat dibuka, dengan syarat:

1) Jumlah bukaan ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap luas

lantai ruangan yang membutuhkan ventilasi

2) Arah yang menghadap ke :


30

a) Halaman berdinding dengan ukuran yang sesuai,

atau daerah yang terbuka keatas.

b) Teras terbuka, pelataran parkir, atau sejenis

c) Ruang yang bersebelahan

b. Ventilasi Mekanis

Ventilasi mekanis adalah ventilasi alami pada suatu ruangan

yang berasal dari jendela, bukaan, ventilasi di pintu atau sarana

lain dari ruangan yang bersebelahan (termasuk teras tertutup),

jika kedua ruangan tersebut berada dalam satuan hunian yang

sama atau teras tertutup milik umum.

Syarat ventilasi mekanik dalam bangunan asrama adalah:

1) Ruang yang diventilasi bukan kompartemen sanitasi.

2) Jendela, bukaan, pintu dan sarana lainnya dengan luas

ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap luas lantai dari

ruangan yang diventilasi.

3) Ruangan yang bersebelahan memiliki jendela, bukaan, pintu

atau sarana lainnya dengan luas ventilasi tidak kurang dari

5% terhadap kombinasi luas lantai dari kedua ruangan

Luas ventilasi yang dipersyaratkan dalam bangunan tersebut

boleh dikurangi apabila tersedia ventilasi alami dari sumber

lainnya.
31

2.2.5 Kepadatan Hunian

Menurut Muslih, dkk (2012), santri yang berada di

lingkungan asrama yang padat (>20 orang/kamar), luas ruangan

kurang dari 2 , lokasi tempat tidur tanpa jarak, jumlah santri di

kelas lebih dari 20 orang/kelas, luas tempat duduk kurang dari 2

diisi 2 orang atau lebih per meja mempunyai resiko untuk

tertular skabies 4 kali lebih besar dari siswa yang berada dalam

kondisi hunian tidak padat.

Begitu juga menurut Harahap, 2001 dalam Al Audhah,

2009 mengatakan bahwa faktor–faktor yang berhubungan dengan

penularan skabies diantaranya adalah kepadatan hunian. Dengan

lingkungan yang padat, frekuensi kontak langsung sangat besar,

baik pada saat beristirahat/tidur maupun kegiatan lainnya. Menurut

Azwar (1995) jumlah penghuni rumah atau ruangan yang dihuni

melebihi kapasitas akan meningkatkan suhu ruangan menjadi panas

yang disebabkan oleh pengeluaran panas badan juga akan

meningkatkan kelembaban akibat adanya uap air dari pernafasan

maupun penguapan cairan tubuh dari kulit. Suhu ruangan yang

meningkat dapat menimbulkan tubuh terlalu banyak kehilangan

panas.

Keputusan Menteri Kesehatan RI

No.829/MENKES/SK/VII/1999 menyebutkan bahwa kriteria

mengenai aspek penyehatan didalam ruangan atau kamar, yaitu:


32

1) Harus ada pergantian udara (jendela/ventilasi)

2)Adanya sinar matahari pada siang hari yang dapat masuk

kedalam ruang/kamar (genting/kaca)

3) Penerangan yang memadai disesuaikan dengan luas kamar yang

ada.

4) Harus selalu dalam keadaan bersih dan tidak lembab

5) Setiap ruang/kamar tersedia tempat sampah

6) Jumlah penghuni ruang/kamar sesuai persyaratan kesehatan.

7) Ada lemari/rak di dalam kamar untuk penempatan peralatan,

buku, sandal

8) Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai minimal

3m atau tempat tidur (1.5x2m).

Berdasarkan penelitian Sidit Supriyadi (2004) di Pondok

Pesantren Assalam Kranggan masalah sanitasi lingkungan dan

personal hygiene masih kurang memadai sehingga prevalensi

penyakit kulit skabies masih tinggi (25%).Dari hasil penelitian

didapatkan adanya perbedaan kondisi fisik air dan personal hygiene

terhadap timbulnya penyakit skabies.Penelitian yang dilakukan

oleh Riris Nur Rohmawati di Pondok Pesantren Al-Muayyad

Surakarta tahun 2011 menunjukkan adanya hubungan tingkat

pengetahuan (74,74%), bergantian pakaian atau alat shalat

(84,21%), bergantian handuk (82,11%), dan tidur berdesak desakan


33

(91,58%) dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Al-

Muayyad Surakarta.

2.2.6 Dukungan Pihak Pondok Pesantren

Menurut Notoatmodjo(2003) bahwa dengan adanya

kebijakan dari komitmen politik terhadap program kesehatan,

misalnya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah,

keputusan presiden, kepmen, perda, SK Gubernur dan seterusnya

termasuk kebijakan yang ditetapkan oleh pihak pesantren akan

berdampak pada meningkatnya anggaran pembangunan kesehatan,

pelayanan kesehatan, dan sarana prasarana kesehatan di tiap

wilayah tersebut.

Sehingga dapat disimpulkan dengan adanya dukungan

pihak pondok pesantren berupa kebijakan dalam meningkatkan

penanganan kejadian skabies di lingkungan pondok pesantren,

seperti peningkatan pengetahuan santri dengan himbauan,

peringatan, dan peraturan tertulis untuk menjaga kebersihan diri

dan lingkungan, serta semakin tanggapnya pihak pondok pesantren

dalam penanganan kejadian skabies maka akan semakin cepat

masalah ini dapat teratasi, karena penyakit skabies menular dengan

cepat pada suatu komunitas, sehingga dalam penanganannya harus

dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua santri yang

terserang skabies agar tidak tertular kembali (Hidayat, 2011).


34

Beberapa upaya yang dapat dilakukan pihak pondok

pesantren dalam menangani perkembangan skabies (Masrufin,

2010) adalah:

a.Upaya Promotif :

1) Pelatihan kader kesehatan Pondok Pesantren, yaitu kegiatan

pelatihan beberapa santri yang tinggal di Pondok Pesantren

Modern Diniyyah untuk menjadi kader kesehatan yang akan

membantu kegiatan pelayanan kesehatan.

2) Penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan

dan pihak Pondok Pesantren tentang pesan-pesan kesehatan

guna meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku santri

dan masyarakat Pondok Pesantren mengenai kesehatn

jasmani, mental dan sosial.

3) Perlombaan bidang kesehatan yaitu kegiatan yang sifatnya

untuk meningkatkan minat terhadap kegiatan kesehatn di

Pondok Pesantren, misalnya lomba kebersihan, lomba

kesehatan dan lain-lain.

b.Upaya Preventif :

1) Pembuatan peraturan tertulis dan sanksi yang tegas mengenai

personal hygiene dan pemeliharaan sanitasi lingkungan

pondok pesantren.

2) Pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan, yaitu suatu

kegiatan berupa pengawasan dan pemeliharaan lingkungan


35

Pondok Pesantren berupa tempat pembuangan sampah, air

limbah, kotoran dan sarana air bersih. Kegiatan ini bertujuan

guna meningkatkan kesehatan lingkungan Pondok Pesantren.

3) Penjaringan kesehatan santri baru guna mengetahui status

kesehatan dan sedini mungkin menemukan penyakit yang

diderita para santri.

4) Pemeriksaan dan pendataan berkala guna mengevaluasi

kondisi kesehatan dan penyakit para santri di Pondok

Pesantren yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan dibantu

pihak Pondok Pesantren.

c.Upaya Kuratif dan Rehabilitatif :

1) Pengobatan, dilakukan oleh petugas kesehatan terhadap

santri dan masyarakat Pondok Pesantren yang sakit yang

dirujuk pihak Pondok Pesantren.

2) Rujukan kasus, yaitu kegiatan merujuk santri dan mayarakat

Pondok Pesantren yang mengidap penyakit tertentu ke

fasilitas rujukan lebih lanjut untuk mencegah penyakit

berkembang lebih lanjut.

3) Pemantauan kondisi santri setelah dilakukan pengobatan.


36

2.3 Pondok Pesantren

2.3.1 Pengertian

Pesantren adalah tempat belajar Agama Islam.Suatu lembaga

pendidikan Islam dikatakan pesantren apabila terdiri dari unsur-unsur

Kyai/Syekh/Ustadz yang mendidik dan mengajar, ada santri yang

belajar, ada mushola/masjid, danada pondok/asrama tempat santri

bertempat tinggal.Asrama adalah rumah pemondokan yang ditempati

oleh para santri, pegawai, dan sebagainya yang digunakan sebagai

tempat berlindung, beristirahat, dan bergaul dengan sesama teman

(Dariansyah, 2006).

Pesantren telah berdiri sejak berkembangnya Agama Islam

yang disiarkan oleh Bangsa Arab dan lokasinya tersebar di seluruh

wilayah Indonesia dengan jumlah tidak kurang dari 40.000 pesantren

namun 80% dari padanya masih menghadapi persoalan air bersih dan

rawan sanitasi lingkungan sehingga sering terjadi Kejadian Luar Biasa

(KLB) termasuk penyakit skabies di pesantren (Dinkes NAD, 2005).

Azwar (2003) menyatakan fungsi pondok pesantren secara

sederhana adalah sebagai tempat beristirahat, menunaikan ibadah,

mengaji, melakukan kegiatan sehari-hari, dan tempat berlindung dari

keadaan lingkungannya. Arti dan fungsi pondok pesantren,

diantaranya:

1) Tempat mengaji/ belajar

2) Tempat berlindung dari pengaruh lingkungan


37

3) Tempat yang dapat memberi jaminan psikologis bagi penghuni,

seperti kebebasan, keamanan, kebahagiaan, dan ketenangan

4) Tempat/ lembaga pendidikan Agama Islam

5) Tempat beristirahat

6) Tempat pemondokan para santri

2.4 Teori Simpul

Manajemen
Penyakit

Sumber Udara, Air,


3 agen pangan, vektor
penyakit Komunitas Sakit
penular,
(perilaku, umur,
Manusia
gender, genome)
Sehat

Agen penyakit

5
Lingkungan strategis/ politik,
iklim, topografi, suhu, dll
Simpul

1 2 3 4

Mengacu kepada gambaran skematik diatas, maka patogenesis

penyakit dapat diuraikan ke dalam5 (lima) simpul, yakni:


38

a. Simpul 1 (sumber penyakit)

Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan agen penyakit. Agen

penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan

penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara

(yang juga komponen lingkungan).

Berbagai agen penyakit yang baru maupun lama dapat

dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu:

1) Mikroba, seperti virus, amuba, jamur, bakteri, parasit, dan lain-lain.

2) Kelompok fisik, misalnya kekuatan radiasi, energi kebisingan, kekuatan

cahaya.

3) Kelompok bahan kimia toksik, misalnya pestisida, Merkuri, Cadmium,

CO, H2S, dan lain-lain.

Sumber penyakit adalah titikyang secara konstan maupun kadang-

kadang mengeluarkan satu atau lebih berbagai komponen lingkungan

hidup tersebut di atas.

b. Simpul 2 (media transmisi penyakit)

Ada lima komponen lingkungan yang lazim kita kenal sebagai

media transmisi penyakit yaitu air, udara, tanah/pangan,

binatang/serangga, manusia/langsung. Media transmisi tidak akan

memiliki potensi penyakit jika di dalamnya tidak mengandung bibit

penyakit atau agen penyakit.

c. Simpul 3 (perilaku pemajanan/behavioural exposure)

Agen penyakit dengan atau tanpa menumpang komponen


39

lingkungan lain, masuk ke dalam tubuh melalui satu proses yang kita kenal

dengan hubungan interaktif. Hubungan interaktif antara komponen

lingkungan dengan penduduk berikut perilakunya, dapat diukur dalam

konsep yang disebut sebagai perilaku pemajanan atau behavioural

exposure. Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia

dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit

(agen penyakit). Masing-masing agen penyakit yang masuk ke dalam

tubuh dengan cara-cara yang khas.

Ada 3 jalan masuk ke dalam tubuh manusia, yakni :

1) Sistem pernafasan

2) Sistem pencernaan

3) Masuk melalui permukaan kulit

d. Simpul 4 (kejadian penyakit)

Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif

penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan

kesehatan. Seseorang dikatakan sakit kalau salah satu maupun bersama

mengalami kelainan dibandingkan dengan rata-rata penduduk lainnya.

e. Simpul 5 (variabel suprasistem)

Kejadian penyakit masih dipengaruhi oleh kelompok variabel

simpul 5, yakni variable iklim, topografi, temporal, dan suprasistem

lainnya, yakni keputusan politik berupa kebijakan makro yang bisa

mempengaruhi semua simpul (Achmadi, 2008).


40

2.5 Kerangka Teori

Manajemen
Penyakit Skabies

 Penderita
Skabies  Air Pengetahuan, Sakit
 Manusia personal hygiene,
umur,gender,
Sehat
kepadatan hunian.

Sarcoptes
scabiei
5

Kelembaban, ventilasi, dukungan


pesantren, iklim.

Simpul
1 2 3 4

Sumber: Teori simpul (Achmadi, 2008)

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori simpul (Achmadi,

2008) dalam mengidentifikasi faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian

Skabies. Dengan mengacu pada gambar skematik di atas, maka proses

kejadian Skabies dapat diuraikan dalam lima simpul, yaitu:

a. Sumber agent penyakit, yaitu penderita skabies.

b. Komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit,

meliputi air dan manusia.

c. Penduduk dengan berbagai variabel kependudukan, meliputi: pengetahuan,

personal hygiene, umur, gender, dan kepadatan hunian.


41

d. Penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami

exposure dengan komponen lingkungan yang mengandung Sarcoptes

scabiei.

e. Semua variabel yang memiliki pengaruh terhadap keempat simpul,

meliputi kelembaban, ventilasi, dukungan pihak pesantren, dan iklim.


42

BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL,
DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Pengetahuan

Personal Hygiene

Kelembaban

Ventilasi Suspect Skabies

Kepadatan Hunian

Dukungan Pesantren

Berdasarkan teori simpul, dirumuskan variabel yang berhubungan

dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia,

Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014. Diantara variabel tersebut

adalah pengetahuan, personal hygiene, kelembaban, ventilasi, kepadatan

hunian, dan dukungan Pesantren.

Variabel ini diteliti karena skabies merupakan penyakit berbasis

lingkungan, yang pengendalian dan pencegahannya sangat berhubungan

dengan kondisi lingkungan pada suatu kelompok. Pada penelitian ini,

42
43

kelompok yang dijadikan sasaran adalah santriwati yang menetap di asrama.

Santriwati yang belum mengetahui tentang skabies akan berpeluang

menderita skabies, karena mereka tidak mengetahui apa saja yang harus

dihindari untuk mencegah dan menanggulangi skabies. Personal hygiene

santriwati juga merupakan variabel yang mempengaruhi terjadinya skabies,

karena tungau skabies masuk melalui permukaan kulit, sehingga kebersihan

diri merupakan hal yang benar-benar harus dijaga.

Kamar merupakan lingkungan timbul dan tersebarnya skabies, yaitu

kondisi kamar yang tidak memenuhi syarat diantaranya yaitu kelembaban,

ventilasi, dan kepadatan hunian. Jika kelembaban tinggi, maka tungau skabies

akan lebih lama tahan di luar kulit manusia yaitu mencapai 19 hari, sehingga

mudah terjadi penularan. Kamar yang memiliki ventilasi tidak memenuhi

syarat maka sirkulasi udaranya tidak baik, sehingga kamar menjadi panas dan

penghuninya berkeringat. Kamar yang padat dan sempit juga menambah

resiko berkembangnya skabies, karena penularannya menjadi semakin mudah

terjadi.

Dukungan pesantren juga sangat penting dalam meningkatkan

kesehatan para santriwati, karena mereka memiliki wewenang terhadap

kesehatan dan kebersihan lingkungan pesantren. Skabies banyak dijumpai

pada anak dan dewasa muda, oleh karena itu pada penelitian ini usia tidak

termasuk faktor, karena seluruh santriwati berada pada usia dewasa muda.
44

3.2 Definisi Operasional

Skala
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
1. Suspect skabies Penyakit kulit yang disebabkan oleh Wawancara Kuesioner 1. Ya Ordinal
parasit S. scabiei, yang diketahui dan observasi 2. Tidak
berdasarkan hasil observasi yaitu gatal Kriteria:
terutama malam hari, lesi kulit berupa Ya = Jika responden
terowongan, benjolan kecil, bintik mengalami
setidaknya 2 dari
merah, terutama pada tempat dengan
gejala skabies.
lapisan kulit yang tipis seperti sela-sela Tidak = Jika responden
jari tangan, pergelangan tangan, siku hanya mengalami
bagian luar (sikut), lipat ketiak, sekitar 1 atau tidak sama
payudara, telapak kaki dan telapak sekali dari gejala
tangan. skabies.

2 Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui oleh Pengisian Kuesioner 1. Rendah Ordinal
. santriwati mengenai skabies, mandiri 2. Tinggi
diantaranya meliputi definisi skabies, Kriteria:
penyebab, faktor risiko, gejala, dan Rendah= jika total nilai
pencegahan dan penularannya. responden kurang dari
nilai median.
Tinggi= jika total nilai
responden lebih atau sama
dengan nilai median.
45

Skala
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur

3 Personal Usaha tiap santriwati untuk menjaga Observasi Lembar 1. Tidak Hygiene Ordinal
. Hygiene kebersihan diri, khususnya kulit, Observasi 2. Hygiene
tangan, kuku, genitalia, pakaian, Kriteria:
Tidak Hygiene= Jika ada
handuk, tempat tidur, dan sprei.
salah satu dari indikator
pengamatan personal
hygiene yang tidak
terpenuhi yaitu ada hasil
pengamatan responden
yang dalam kategori
“Tidak”.
Hygiene= Jika seluruh
indikator pengamatan
personal hygiene terpenuhi
yaitu seluruh hasil
pengamatan responden
dalam kategori “Ya”.
4 Kelembaban Kondisi kelembaban udara tiap kamar Pengukuran Lembar 1. <40% atau >70%* Rasio
. yaitu perbandingan jumlah uap air di langsung observasi 2. 40-70%*
udara dengan yang terkandung di menggunakan dan *Kepmenkes No. 829
udara pada suhu yang sama, yang tahun 1999
hygrometer hygrometer
dapat mempengaruhi terjadinya
skabies.
46

Skala
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur

5 Ventilasi Kondisi ventilasi alami (jendela) tiap Pengukuran Lembar 1. Tidak Memenuhi Ordinal
. kamar yaitu luas jendela dibanding luas langsung observasi Syarat: , < 5% dari
kamar. menggunakan dan luas lantai*
2. Memenuhi Syarat:
meteran meteran
5% dari luas
lantai*
*SNI 03-6572-2001
6 Kepadatan Kondisi jumlah anggota kamar Pengukuran Lembar 1. Tidak memenuhi Ordinal
. hunian dibanding luas kamar. langsung observasi syarat: < 8 m²
menggunakan dan untuk 2 orang*
2. Memenuhi syarat,
meteran meteran
≥8 m² untuk 2
orang*
*Kepmenkes No. 829
tahun 1999
7 Dukungan Upaya yang dilakukan pihak pesantren Observasi Lembar 1. Rendah Ordinal
. pihak yaitu ustadzah dalam penanganan observasi 2. Tinggi
pesantren masalah skabies dengan cara promotif, Kriteria:
preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Rendah=Jika ada salah
satu dari indikator
pengamatan dukungan
pihak pesantren yang tidak
terpenuhi yaitu ada hasil
47

Skala
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
pengamatan responden
yang dalam kategori
“Tidak”.
Tinggi= Jika seluruh
indikator pengamatan
dukungan pihak pesantren
terpenuhi yaitu seluruh
hasil pengamatan
responden dalam kategori
“Ya”.
48

3.3 Hipotesis

a. Ada hubungan pengetahuan santriwati dengan suspect skabies di Pondok

Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat

Tahun 2014.

b. Ada hubungan personal hygiene santriwati dengan suspectskabies di

Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera

Barat Tahun 2014.

c. Ada hubungan kelembaban dengan suspect skabies di Pondok Pesantren

Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.

d. Ada hubungan ventilasi dengan suspect skabies di Pondok Pesantren

Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014.

e. Ada hubungan kepadatan hunian dengan suspect skabies di Pondok

Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat

Tahun 2014.

f. Ada hubungan dukungan pihak pesantren dengan suspect skabies di

Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera

Barat Tahun 2014.


49

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional,

yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-

faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau

pengumpulan data sekaligus pada satu saat (point time approach)

(Notoatmodjo, 2005).

4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah yang

terletak di Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada bulan Maret-Mei

2014.

4.3 Populasi Dan Sampel

4.3.1 Populasi

Seluruh santriwati yang berjumlah 306 orang, yang tinggal di

Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,

Sumatera Barat dan pihak pondok pesantren yaitu 9 ustadzah

pengasuhan yang ada saat penelitian berlangsung.

49
50

4.3.2 Sampel

Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode proportional random sampling yaitu cara pengambilan

sampel secara proporsi dilakukan dengan mengambil subyek dari

setiap strata atau setiap wilayah ditentukan seimbang dengan

banyaknya subyek dalam masing-masing strata atau wilayah

(Arikunto, 2006).

Kemudian dilakukan Simple Random Sampling yaitu

pengambilan sampel secara acak sederhana, metode ini dibedakan

menjadi dua cara yaitu dengan mengundi (lottery technique) atau

dengan menggunakan table bilangan atau angka acak (random

number) (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini dilakukan

dengan cara undian berdasarkan nomor absen santriwati tiap

kamar. Metode proportional random sampling ini digunakan untuk

pengambilan sampel variabel berupa pengetahuan dan personal

hygiene santriwati.
51

4.3.2.1 Besar Sampel

Dalam menentukan besar sampel, peneliti menggunakan rumus dari

Snedecor dan Cochran dalam Azizah (2012), yaitu :

n=

n=

n = 96

Karena populasi tersebut terbatas dan berjumlah kurang dari 10. 000

maka rumus tersebut dilakukan koreksi sebagai berikut:

nk =

nk =

nk = 73

Keterangan:

n: Besarnya sampel sebelum koreksi

nk: Besarnya sampel setelah koreksi

N : Besarnya populasi

P :Proporsi variabel yang dikehendaki, karena tidak diketahui maka diambil

proporsi terbesar yaitu 50% (0, 5).

Q : (1 – p) = 1 – 0, 5 = 0, 5

Zα: Simpangan rata-rata distribusi normal standar pada derajat kemaknaan α,

Zα pada α = 0, 05 dua arah adalah 1, 96


52

d : Kesalahan sampling yang masih dapat ditoleransi, yaitu 10%

Jadi jumlah sampel setelah dikoreksi yang dapat mewakili populasi

adalah 73 santriwati. Maka tahap selanjutnya adalah menghitung jumlah

sampel pada tiap kamar dengan mengunakan rumus menurut Sugiono (2005)

yaitu:

n= (X / N) x N1

Keterangan :

n= Jumlah sampel tiap kamar

X= Jumlah populasi santriwati tiap kamar

N= Jumlah santriwati keseluruhan

N1= Jumlah sampel keseluruhan

Jumlah seluruh santriwati adalah 306 orang dengan 6 kamar.

Jumlah sampel pada tiap kamar adalah:

Kamar 1: 45/306 x 73= 11 orang

Kamar 2: 49/306 x 73= 12 orang

Kamar 3: 52/306 x 73= 12 orang

Kamar 4: 48/306 x 73= 11 orang

Kamar 5: 61/306 x 73= 15 orang

Kamar 6: 51/306 x 73= 12 orang


53

4.4 Pengumpulan Data

4.4.1 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data

primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara

melakukan pemberian kuesioner, pemeriksaan kulit terhadap

santriwati, dan observasi lingkungan pondok pesantren. Sedangkan

untuk data sekunder berupa absensi santriwati dan peraturan-

peraturan, didapatkan dari pengurus organisasi santriwati dan

pengasuhan Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten

Agam, Sumatera Barat.

4.4.2 Instrumen

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini termasuk data

primer yang salah satunya diperoleh dari wawancara menggunakan

kuesioner. Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang

berasal dari penelitian terdahulu dan telah dilakukan uji validitas

dan reabilitas. Kuesioner yang digunakan berasal dari penelitian

Muzakir (2008) tentang pengetahuan yang menunjukkan bahwa

kuesioner ini sudah valid dan reliable.


54

4.5 Pengolahan Data

Seluruh data primer yang terkumpul diolah melalui tahap-tahap

sebagai berikut:

a. Editing

Dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan ketepatan pengisian lembar

kuisioner, pemeriksaan ini dilakukan pada saat dilapangan.

b. Coding

Kegiatan coding ini dilakukan untuk mempermudah analisis data dan

mempercepat entry data dengan mengklasifikasikan data dan memberikan

kode. Coding pada penelitian ini dilakukan setelah pengisian kuisioner.

c. Entry data

Meng-entry data dari kuisioner dan lembar tabel dengan menggunakan

program computer. Pada penelitian ini, penulis menggunakan pengolah

data.

d. Cleaning data

Cleaning data dilakukan untuk mengecek kembali apakah pada data yang

telah di-entry terdapat kesalahan apa tidak. Serta mengetahui data yang

hilang variasi data, dan konsistensi data.

4.6 Analisa Data

a. Analisis Univariat

Untuk melihat gambaran suspect skabies, pengetahuan, personal

hygiene, kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian, dan dukungan pihak


55

Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera

Barat.

b. Analisis Bivariat

Untuk mengetahui hubungan antara tiap faktor dengan

suspectskabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten

Agam, Sumatera Barat menggunakan uji Chi square dengan derajat

kemaknaan 5%, sehinggajika p value ≤ 0, 05 maka menunjukkan ada

hubungan antar variabel independen dengan variabel dependen, sedangkan

jika p value > 0, 05 maka menunjukkan tidak ada hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen.


56

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Pondok Pesantren Modern Diniyyah merupakan lembaga pendidikan

Islam formal yang berada di bawah naungan Yayasan Pengembangan

Diniyyah. Pondok Pesantren Modern Diniyyah terletak di Jorong Cibuak

Ameh, Kanagarian Pasia Kecamatan Ampek Angkek Kabupaten Agam

Provinsi Sumatera Barat. Lembaga pendidikan ini menggunakan kurikulum

khusus yaitu Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) yang mempelajari

berbagai ilmu keislaman berbahasa Arab dari buku aslinya dan dipadukan

dengan kurikulum Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah yang sesuai

dengan kurikulum yang ditetapkan oleh Kementrian Agama.

Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia pada awalnya bernama

Madrasah Diniyyah Pasia yang didirikan pada tanggal 11 oktober 1928.

Pondok Pesantren Modern Diniyyah saat ini termasuk salah satu lembaga

pendidikan Islam terkemuka di Sumatera Barat. Hal ini tampak dari tingginya

minat masyarakat untuk menyekolahkan anak-anak mereka di pesantren

tersebut, prestasi akademis yang dicapai, dan kunjungan–kunjungan pejabat

pemerintahan setingkat menteri, serta kunjungan tamu dari negara jiran

Malaysia.

Kurikulum Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia yang disingkat

PPMD Pasia adalah perpaduan dari kurikulum Pondok Modern Gontor dan

56
57

kurikulum Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Kementrian Agama.

Pengajaran Bahasa Arab dan Bahasa Inggris mendapat perhatian penuh dan

dilaksanakan sebagaimana di Pondok Modern Gontor. Latihan berpidato

dalam Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia dilaksanan setiap

hari kamis dan sabtu. Semua santri dan santriwati bertempat tinggal di dalam

kampus masing-masing yang terpisah cukup jauh. Sarana prasarana

pendukung proses pendidikan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia

sudah cukup memadai.

Kampus PPMD terdiri dari kampus putra dan kampus putri. Setiap

kampus memiliki asrama tiga lantai yang mampu menampung 250 orang

santri, masjid, ruang makan, ruang belajar yang cukup repsentatif, dan

laboratorium IPA, laboratorium bahasa, dan laboratorium komputer.

Pemimpin PPMD Pasia sekarang adalah Drs. H. Nawazir Muchtar, Lc. Beliau

adalah alumni Pondok Modern Gontor, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan

International Call College Tripoli, Libya.

Santriwati Pondok Pesantren Modern Diniyyah pada tahun ajaran

2013-2014 berjumlah lebih kurang 306 santriwati yang datang dari berbagai

daerah di Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera selatan.

Tenaga pendidik dan kependidikan PPMD Pasia berjumlah 64 orang, 20

orang dari mereka berdomisili di rumah-rumah dinas dan asrama yang

tersedia di dalam pondok pesantren. Guru-guru yang berdomisili di dalam

pondok pesantren yang selanjutnya disebut ustadz dan ustadzah, berfungsi

sebagai pengasuh dan pembimbing santri di asrama. Sebagian besar ustadz


58

dan ustadzah yang berdomisili di lingkungan pesantren merupakan alumni

PPMD Pasia.

Visi : Menjadi lembaga pendidikan Islam yang mampu menghasilkan

calon-calon ulama dan cendekiawan Muslim.

Misi : Membentuk santri dan santriwati yang bertaqwa, menguasai dasar-

dasar pengetahuan Islam, pengetahuan umum, mempunyai

ketrampilan, dan mampu mengembangkan diri sebagai calon ulama

dan cendekiawan muslim.

Untuk mewujudkan visi dan misi di atas, PPMD Pasia menerapkan

strategi sebagai berikut:

a. Mendidik santri/wati mempunyai akhlak yang mulia sesuai dengan

Ajaran Islam, memiliki keimanan dan ketaqwaan yang tinggi.

b. Membina dan mendidik santri/wati menguasai dasar-dasar ilmu Agama

Islam dan pengetahuan umum sebagai bekal melanjutkan pendidikan di

perguruan tinggi atau mengembangkan diri secara otodidak setelah tamat

dari PPMD Pasia.

c. Membina dan mendidik santri/wati menguasai Bahasa Arab, sehingga

mampu menggali ilmu dan menerapkan Syariat Islam dari sumbernya

yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.

d. Membina dan mendidik santri/wati menguasai Bahasa Inggris, agar dapat

berkomunikasi aktif dan mampu mengikuti perkembangan teknologi.

e. Membekali santri/wati berbagai keterampilan sehingga mereka dapat

mandiri dan menciptakan lapangan kerja sendiri.


59

f. Menanamkan semangat beragama, berbangsa dan bernegara sehingga

mereka dapat melaksanakan kewajiban dan bertanggung jawab terhadap

tersebarnya Syiar Islam dan suksesnya pembangunan Negara Republik

Indonesia.

Karena jumlah ustadzah sangat sedikit dibandingkan dengan santriwati

yang ada, maka untuk pelaksanaannya sehari-hari dibantu oleh santriwati

kelas 5 KMI yang menjabat di Organisasi Pelajar Pondok Modern Diniyyah

(OPPMD).

5.2 Hasil Penelitian

Analisis dilakukan dalam dua tahap yaitu analisis univariat untuk

mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variabel kemudian

dilanjutkan dengan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan faktor

dependen yaitu suspect skabies dengan keseluruhan faktor independen.

5.2.1 Analisa Univariat

Analisisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi dari variabel

atau besarnya proporsi masing-masing variabel yang diteliti.

5.2.1.1 Suspect Skabies

Gambaran suspect skabies di Pondok Pesantren Modern

Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat diperoleh dari

hasil wawancara dan pemeriksaan kulit terhadap responden.

Adapun hasil yang diperoleh mengenai suspect skabies di Pondok

Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera

Barat dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut:


60

Tabel 5.1
Gambaran Suspect Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah
Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014

Suspect Skabies Frekuensi (n) Persen (%)

Ya 56 76,7

Tidak 17 23,3

Total 73 100

Dari tabel di atas menunjukkan, sebanyak (76,7%) dari seluruh

responden mengalami suspect skabies.

5.2.1.2 Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan santriwati di Pondok Pesantren

Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat

diperoleh dari hasil pengisian kuesioner secara mandiri oleh

responden. Adapun hasil yang diperoleh mengenai pengetahuan di

Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam,

Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut:

Tabel 5.2
Gambaran Pengetahuan Santriwati di Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014

Pengetahuan Frekuensi (n) Persen (%)

Rendah 21 28,8

Tinggi 52 71,2

Total 73 100

Hasil penelitian menunjukkan, responden yang memiliki

pengetahuan rendah sebanyak 21 orang (28,8 %).


61

5.2.1.3 Personal Hygiene

Hasil penelitian mengenai personal hygiene santriwati di

Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam,

Sumatera Barat diperoleh dari hasil observasi terhadap responden.

Adapun hasil yang diperoleh mengenai personal hygiene di Pondok

Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera

Barat dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut:

Tabel 5.3
Gambaran Personal Hygiene Santriwatidi Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014

Personal Hygiene Frekuensi (n) Persen (%)

Kurang Hygiene 66 90,4

Hygiene 7 9,6

Total 73 100

Berdasarkan tabel 5.3 diketahui, hampir seluruh responden

(90,4%) memiliki kebersihan diri yang kurang hygiene. Responden

dikatakan memiliki kebersihan diri yang kurang hygiene apabila

salah satu atau lebih dari keenam indikator menunjukkan kurang

hygiene, untuk itu dapat dilihat pada tabel dibawah ini gambaran

personal hygiene responden berdasarkan masing-masing indikator.

5.2.1.5 Kelembaban

Distribusi kelembaban kamar di Pondok Pesantren Modern

Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat dapat dilihat

pada tabel 5.5 dibawah ini:


62

Tabel 5.5
Gambaran Kelembaban di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia,
Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014

Variabel Mean Median SD Min-Maks

Kelembaban 70.12 72 3.524 65-73

Berdasarkan tabel 5.5, kelembaban diperoleh dari

pengukuran pada tiap kamar dengan menggunakan higrometer

sehingga didapatkan rata-rata kelembaban kamar santriwati adalah

70.12%.

5.2.1.6 Ventilasi

Hasil penelitian mengenai ventilasi kamar di Pondok

Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera

Barat diperoleh dari hasil observasi pada tiap kamar dan

pengukuran dengan menggunakan meteran. Adapun hasil yang

diperoleh mengenai ventilasi di Pondok Pesantren Modern

Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat dapat dilihat

pada tabel 5.6 berikut:

Tabel 5.6
Gambaran Ventilasi di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia,
Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014

Ventilasi Frekuensi (n) Persen (%)


TMS 50 68,5

MS 23 31,5

Total 73 100
63

Ket: TMS: Tidak memenuhi syarat


MS: Memenuhi syarat
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa sebagian besar

responden (68,5%) tinggal dalam ruangan dengan ventilasi yang

berukuran <5% luas lantai, dimana hal tersebut tidak memenuhi

syarat kesehatan yang telah ditetapkan dalam SNI 03-6572-2001.

5.2.1.7 Kepadatan Hunian

Gambaran kepadatan hunian di Pondok Pesantren Modern

Diniyyah Pasia, diperoleh dari pengukuran luas tiap kamar lalu

dibandingkan dengan jumlah anggota pada tiap kamar tersebut.

Adapun hasil yang diperoleh mengenai kepadatan hunian, dapat

dilihat pada tabel 5.7:

Tabel 5.7
Gambaran Kepadatan Hunian di Pondok Pesantren Modern Diniyyah
Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014

Kepadatan Hunian Frekuensi (n) Persen (%)

TMS 65 89

MS 8 11

Total 73 100

Ket: TMS: Tidak memenuhi syarat


MS: Memenuhi syarat

Berdasarkan tabel 5.7, didapatkan bahwa sebagian besar

responden (89%) tinggal dalam ruangan dengan kepadatan yang

tidak memenuhi syarat kesehatan yang telah ditetapkan dalam

Kepmenkes No.829 tahun 1999 yaitu luaskamar≥ 8 m² untuk 2

orang.
64

5.2.1.8 Dukungan Pihak Pesantren

Gambaran mengenai dukungan pihak pesantren di Pondok

Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera

Barat diperoleh dari hasil observasi terhadap pihak pesantren yaitu

ustadzah pengasuhan santriwati. Adapun hasil yang diperoleh

mengenai dukungan pihak pesantren di Pondok Pesantren Modern

Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat dapat dilihat

pada tabel 5.8 berikut:

Tabel 5.8
Gambaran Dukungan Pihak Pesantren di Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat Tahun 2014

Dukungan Pihak
Frekuensi (n) Persen (%)
Pesantren
Rendah 62 84,9

Tinggi 11 15,1

Total 73 100

Dari tabel di atas diketahui responden yang mendapatkan

dukungan pihak pesantren yang rendah sebanyak 84,9 % dari

seluruh responden.

5.2.2 Analisa Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis

univariat yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen. Uji yang digunakan untuk

menganalisis hubungan faktor risiko dengan suspect skabies


65

menggunakan uji chi square dan Mann Whitney untuk kelembaban,

yang hasilnya dijelaskan di bawah ini:

5.2.2.1 Hubungan antara Pengetahuan dengan Suspect Skabies

Hasil penelitian mengenai hubungan antara pengetahuan

dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah

Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014 sebagai

berikut:

Tabel 5.9
Hubungan Pengetahuan Responden denganSuspect Skabies
di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat Tahun 2014

Suspect Skabies Total

Pengetahuan Ya Tidak p value


n %
N % N %
Rendah 17 81 4 19 21 100

Tinggi 39 75 13 25 52 100 0,762

Total 56 76,7 17 23,3 73 100

Berdasarkan tabel 5.9, dapat diketahui bahwa sebagian

besar responden yang mengalami suspect skabies memiliki

pengetahuan tinggi yaitu sebesar 75%. Sedangkan hasil uji

statistik didapatkan p value sebesar, 0,762 (p> 0,05),artinyapada

α= 5% didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara

pengetahuan dengan suspect skabies.


66

5.2.2.2 Hubungan antara Personal Hygiene dengan Suspect Skabies

Hasil penelitian mengenai hubungan antara personal

hygiene dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern

Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014

sebagai berikut:

Tabel 5.10
Hubungan Personal Hygiene Responden dengan Suspect Skabies
di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat Tahun 2014

Suspect Skabies Total


Personal
Ya Tidak p value
Hygiene N %
N % n %
Tidak
54 81,8 12 18,2 66 100
Hygiene
0,006
Hygiene 2 28,6 5 71,4 7 100

Total 56 76,7 17 23,3 73 100

Dari tabel 5.10, dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden yang mengalami suspect skabies memiliki personal

hygiene yang tidak hygiene yaitu sebesar 81,8%. Sedangkan hasil

uji statistik didapatkan p value sebesar, 0,006 (p<

0,05),artinyapada α= 5% didapatkan hasil bahwa ada hubungan

antara personal hygiene dengan suspect skabies.


67

5.2.2.3 Hubungan antara Kelembaban dengan Suspect Skabies

Hasil penelitian mengenai hubungan antara kelembaban

dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah

Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014 dapat dilihat

sebagai berikut:

Tabel 5.11
Hubungan Kelembaban dengan Suspect Skabies
di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat Tahun 2014

Suspect Kelembaban
Skabies
N Mean Z p value
Ya 56 43,71
-5,200 0,000
Tidak 17 14,91

Berdasarkan tabel 5.12 diketahui nilai z sebesar -5,200 dan

p value 0,000 (p<0,05) sehingga dapat dikatakan terdapat

hubungan di antara kelembaban dengan suspect skabies.

5.2.2.4 Hubungan antara Ventilasi dengan Suspect Skabies

Hasil penelitian mengenai hubungan antara ventilasi dengan

suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia

Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014 dapat dilihat sebagai

berikut:
68

Tabel 5.12
Hubungan Ventilasi dengan Suspect Skabies
di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat Tahun 2014

Suspect Skabies Total

Ventilasi Ya Tidak p value


N %
N % n %

TMS 49 98 1 2 50 100

MS 7 30,4 16 69,6 23 100 0,000

Total 56 76,7 17 23,3 73 100

Ket: TMS: Tidak memenuhi syarat


MS: Memenuhi syarat
Berdasarkan tabel 5.13, pada variabel ventilasi didapatkan

bahwa sebagian besar responden (98%) yang mengalami

suspectskabies tinggal pada kamar yang ventilasinya tidak

memenuhi syarat. Sedangkan hasil uji statistik didapatkan p value

sebesar, 0,00 (p< 0,05),artinyapada α= 5% didapatkan hasil bahwa

ada hubungan antara ventilasi dengan suspect skabies.

5.2.2.5 Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan Suspect Skabies

Hasil penelitian mengenai hubungan antara kepadatan

hunian dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern

Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014

dapat dilihat sebagai berikut:


69

Tabel 5.13
Hubungan Kepadatan Hunian dengan Suspect Skabies
di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat Tahun 2014

Suspect Skabies Total


Kepadatan
Ya Tidak p value
Hunian n %
N % N %

TMS 53 81,5 12 18,5 65 100

MS 3 37,5 5 62,5 8 100 0,014

Total 56 76,7 17 23,3 73 100

Ket: TMS: Tidak memenuhi syarat


MS: Memenuhi syarat
Berdasarkan tabel 5.14, dapat diketahui bahwa sebagian

besar responden (81,5%) yang mengalami suspect skabies tinggal

pada kamar yang kepadatan huniannya tidak memenuhi syarat.

Sedangkan hasil uji statistik didapatkan p value sebesar, 0,014 (p<

0,05),artinyapada α= 5% didapatkan hasil bahwa ada hubungan

antara kepadatan hunian dengan suspect skabies.

5.2.2.6 Hubungan antara Dukungan Pihak Pesantren dengan

SuspectSkabies

Hasil penelitian mengenai hubungan antara dukungan pihak

pesantren dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern

Diniyyah Pasia Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014

sebagai berikut:
70

Tabel 5.14
Hubungan Dukungan Pihak Pesantren dengan Suspect Skabies
di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam,
Sumatera Barat Tahun 2014

Suspect Skabies Total


Dukungan
Ya Tidak p value
Pesantren n %
N % N %

Rendah 53 85,5 9 14,5 62 100

Tinggi 3 27,3 8 72,7 11 100 0,000

Total 56 76,7 17 23,3 73 100

Berdasarkan tabel 5.15, dapat diketahui bahwa sebagian

besar responden (85,5%) yang mengalami suspect skabies

mendapatkan dukungan yang rendah dari pihak pesantren.

Sedangkan hasil uji statistik didapatkan p value sebesar, 0,00

(p<0,05),artinyapada α= 5% didapatkan hasil bahwa ada hubungan

antara dukungan pihak pesantren dengan suspect skabies.


71

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini instrumen pengumpulan data yang digunakan

adalah kuesioner dan lembar observasi. Data yang digunakan berdasarkan

hasil jawaban responden secara pengisian langsung dan wawancara oleh 73

santriwati, serta hasil observasi terhadap sanitasi lingkungan dan pengasuhan

santriwati. Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, diantaranya

yaitu:

6.1.1 Sumber Data

Data yang diambil merupakan data primer menggunakan kuesioner

dan lembar observasi dengan cara pembagian langsung dan wawancara

kepada santriwati dan pengasuh santriwati yang bisa disebut ustazah, serta

melalui observasi langsung sanitasi lingkungan pondok pesantren yang

dibatasi pada kelembaban, ventilasi, dan kepadatan hunian tiap kamar.

Adapun kelemahan yang mungkin terjadi dalam pengumpulan data ini adalah:

a. Kemungkinan terjadi bias jawaban karena mungkin terdapat jawaban yang

tidak berdasarkan kejujuran, atau mungkin responden mengikuti jawaban

responden lainnya.

b. Untuk besar masalah skabies, hanya bisa memperoleh data suspect skabies

santriwati. Karena hanya berdasarkan obesrvasi terhadap gejala yang

dialami, bukan diagnosis dokter atau hasil laboratorium.

71
72

6.2 Pembahasan Hasil Penelitian

6.2.1 Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi

frekuensi tiap variabel yang diteliti. Variabel yang dilakukan penelitian

adalah suspect skabies, pengetahuan, personal hygiene, kelembaban,

ventilasi, kepadatan hunian, dan variabel dukungan pihak pesantren.

6.2.1.1 Suspect skabies

Skabies disebabkan oleh kutu/tungau Sarcoptes scabiei. Sarcoptes

scabiei adalah tungau kecil berkaki delapan dan didapatkan melalui

kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita penyakit ini.

Tungau skabies (Sarcoptes scabiei) ini berbentuk oval, dengan ukuran

0,4 x 0,3 mm pada jantan dan 0,2 x 0,15 pada betina (Brown dkk,

2002).

Menurut Handoko (2007), terdapat empat tanda utama skabies

yaitu:

a. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan

karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih

lembab dan panas.

b. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok.

c. Adanya terowongan pada tempat- tempat predileksi yang berwarna

putih atau keabu- abuan, berbentuk lurus atau berkelok, rata- rata
73

panjang 1cm, dan pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau

vesikel. Tempat predileksinya adalah tempat- tempat dengan

stratum korneum yang tipis seperti jari- jari tangan, pergelangan

tangan bagian volar, umbilikus, genetalia pria dan perut bagian

bawah.

d. Menemukan tungau, berdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bahwa sebanyak (76,7%) dari seluruh responden mengalami

suspect skabies, yang diperoleh dari hasil kuesioner dan

pemeriksaan kulit responden berdasarkan gejala klinis penyakit.

Setidaknya jika ada dua dari gejala klinis skabies yaitu gatal

terutama malam hari, lesi kulit berupa terowongan, benjolan kecil,

bintik merah, terutama pada tempat dengan lapisan kulit yang tipis

seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar

(sikut), lipat ketiak, sekitar payudara, telapak kaki dan telapak

tangan yang dialami responden, maka termasuk suspect skabies.

Menurut pengakuan responden, skabies di Pondok

Pesantren Modern Diniyyah Pasia berlangsung cepat karena secara

tidak mereka sadari skabies dapat berpindah melalui kontak

langsung seperti berjabat tangan dengan penderita dan tidur yang

berdekatan, ataupun tidak langsung seperti pinjam meminjam baju

dan merendam baju disatukan dengan baju penderita. Seperti yang

dijelaskan Handoko (2008) bahwa transmisi atau perpindahan

skabies antara penderita dapat berlangsung melalui kontak


74

langsung (kontak kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama

dan hubungan seksual. Selain itu juga dapat melalui kontak tidak

langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal,

dan lain-lain.

Penanganan skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah

hanya dengan pengobatan terhadap penderita, dan itu pun jika

mendapatkan laporan langsung dari penderita. Di samping itu,

kasus skabies tidak didata secara rutin dan aktif oleh pengasuhan

bagian kesehatan. Sehingga tidak terdapat gambaran masalah

skabies yang jelas dan tidak pernah dilakukan pencegahan secara

menyeluruh seperti yang diterangkan Wendel dan Rompalo (2002)

dalam Wardhana (2006) bahwa pencegahan pada manusia dapat

dilakukan dengan cara menghindari kontak langsung dengan

penderita dan mencegah penggunaan barang-barang penderita

secara bersama. Pakaian, handuk, dan lainnya yang pernah

digunakan penderita harus diisolasi dan dicuci dengan air panas.

6.2.1.2 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil “Tahu”, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadapa suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia yaitu: indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga ( Notoatmodjo, 2007).


75

Pada variabel pengetahuan diketahui bahwa sebagian besar

responden (76,7%) memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai

skabies. Hasil penelitian diperoleh dari pengisian kuesioner dan

didapatkan bahwa responden sebagian besar sudah mengetahui

skabies, penyebab, cara penularan, dan pencegahannya. Pengetahuan

ini didapatkan dari santriwati lain yang pernah menderita skabies

ataupun responden sendiri yang mengalaminya.

6.2.1.3 Personal Hygiene

Personal hygiene adalah perawatan diri dimana individu

mempertahankan kesehatannya, dan dipengaruhi oleh nilai serta

keterampilan (Mosby, 1994 dalam Pratiwi, 2008). Seseorang

dikatakan personal hygienenya baik bila yang bersangkutan dapat

menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, kuku,

rambut, mulut dan gigi, pakaian, mata, hidung, telinga, alat kelamin,

dan handuk, serta alas tidur (Badri, 2005).

Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa sebagian

besar responden (90,4%) memiliki personal hygiene yang tidak

hygiene. Hasil penelitian diperoleh dari observasi terhadap responden,

dikatakan memiliki personal hygiene yang kurang jika salah satu atau

lebih tidak sesuai dari indikator.

Sehingga didapatkan sebagian besar santriwati kurang

memperhatikan kebersihan alas tidur karena santriwati tidak

menjemur kasur dan mencuci sprei secara rutin minimal dua minggu
76

sekali. Seperti yang diungkapkan Muslih (2012), kejadian skabies

lebih tinggi terjadi pada responden yang tidak menjemur kasur

minimal sekali dalam dua minggu.

Personal hygiene lainnya yang didapatkan masih kurang adalah

kebersihan pakaian dan kebersihan tangan dan kuku, karena sebagian

besar santriwati biasa melakukan pinjam meminjam pakaian dan

merendam baju dijadikan satu dengan milik temannya, serta tidak

biasanya santriwati untuk mencuci tangan dengan sabun tiap setelah

keluar dari toilet atau membersihkan sesuatu. Hal ini dapat disebabkan

oleh sarana yang tidak disediakan pesantren, seperti tempat cuci

tangan dan sabun yang seharusnya dibangun di dekat/di luar toilet.

6.2.1.4 Kelembaban

Pada variabel kelembaban, berdasarkan analisis univariat diketahui

bahwa sebagian besar responden (68,5%) tinggal di kamar yang

memiliki kelembaban tidak memenuhi syarat (>70%).

Ruangan yang lembab bukan faktor yang berdiri sendiri tanpa

sebab lain. Oleh sebab itu, variabel ini dipengaruhifaktor lain seperti

keadaan iklim setempat, kondisi ventilasi ruangan, tingkat kepadatan

ruangan, intentas sinar matahari yang masuk dalam ruangan dan

sebagaimya (Kuspriyanto, 2013).

Hasil penelitian didapatkan dari pengukuran langsung dengan

menggunakan higrometer.Hanya dua kamar yang kelembabannya

memenuhi standar yaitu 40-70%, hal ini sangat berkaitan dengan


77

ventilasi dan kepadatan hunian kamar tersebut.Karena pada dua kamar

ini ventilasi yang ada sesuai standar yaitu ≥5% dan ju mlah anggota

pada kamar tersebut cenderung lebih sedikit dari kamar lainnya.

6.2.1.5 Ventilasi

Dalam SNI 03-6572-2001 (Ashrae, 1997), dijelaskan bahwa

ventilasi merupakan proses untuk memasukkan udara segar ke dalam

bangunan/gedung dalam jumlah yang sesuai kebutuhan. Ventilasi

bertujuan untuk:

a. Menghilangkan gas-gas yang tidak menyenangkan yang

ditimbulkan oleh keringat dansebagainya dan gas-gas pembakaran

(CO2) yang ditimbulkan oleh pernafasan danproses-proses

pembakaran.

b. Menghilangkan uap air yang timbul sewaktu memasak, mandi dan

sebagainya.

c. Menghilangkan kalor yang berlebihan.

d. Membantu mendapatkan kenyamanan termal.

Pada variabel ventilasi, berdasarkan analisis univariat diketahui

bahwa sebagian besar responden tinggal di kamar yang memiliki

ventilasi tidak memenuhi syarat (<5%) yaitu sebesar 68,5%. Hasil

penelitian didapatkan dari observasi dan pengukuran ventilasi yang

terdapat di tiap kamar. Ventilasi pada tiap kamar santriwati pada

awalnya dibangun sesuai dengan persyaratan kesehatan yaitu >5%

luas lantai, akan tetapi pada penerapannya hal ini tidak diperhatikan
78

oleh pihak pesantren, karena jumlah santriwati melebihi kapasitas

peruntukan kamar yaitu diantaranya pada kamar yang luasnya

111,5m² seharusnya diisi 28 santriwati, bukan 45 santriwati seperti

yang ada saat ini, sehingga beberapa ventilasi yaitu yang berupa

jendela, menjadi tertutup lemari dan keluar masuknya udara menjadi

tidak baik, bahkan ini sangat dirasakan ketika malam hari, saat seluruh

santriwati berada pada kamar masing-masing, sehingga terasa pengap

sesak karena kamar juga tidak dilengkapi dengan ventilasi buatan

seperti kipas angin.

6.2.1.6 Kepadatan Hunian

Dalam Kepmenkes No.829 tahun 1999, standar kepadatan hunian

yang memenuhi syarat kesehatan adalah luaskamar≥8 m² untuk 2

orang.Pada variabel kepadatan hunian, berdasarkan analisis univariat

diketahui bahwa sebagian besar responden tinggal di kamar yang

memiliki kepadatan hunian tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 89%.

Berdasarkan hasil observasi, terdapat enam kamar yang ada di Pondok

Pesantren Modern Diniyyah Pasia yang penghuninya merupakan

gabungan dari kelas 1-6 KMI, pada tiap kamar yang rata-rata luasnya

91,7m² tiap dua santriwati hanya mendapatkan 3,5-5,1 m². Namun, ada

beberapa santriwati yang mendapatkan ≥8 m² yaitu santriwati kelas 6

KMI yang memiliki area khusus pada kamar.


79

6.2.1.7 Dukungan Pihak Pesantren

Dengan adanya dukungan pihak pondok pesantren berupa

kebijakan dalam meningkatkan penanganan skabies di lingkungan

pondok pesantren, seperti peningkatan pengetahuan santri dengan

himbauan, peringatan, dan peraturan tertulis untuk menjaga

kebersihan diri dan lingkungan, serta semakin tanggapnya pihak

pondok pesantren dalam penanganan kejadian skabies maka akan

semakin cepat masalah ini dapat teratasi, karena penyakit skabies

menular dengan cepat pada suatu komunitas, sehingga dalam

penanganannya harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada

semua santri yang terserang skabies agar tidak tertular kembali

(Hidayat, 2011).

Dari hasil analisis univariat diketahui bahwa sebagian besar

responden menerima dukungan yang rendah dari pihak pesantren

(pengurus pengasuhan santriwati) yaitu sebesar 84,9%.

6.2.2 Analisis Bivariat

Penelitian ini menggunakan analisis bivariat yaitu analisis

menggunakan dua variabel (bivariat) bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara dua variabel yaitu variabel dependen dan independen.

Adapun jenis uji yang digunakan untuk melihat hubungan ini adalah

dengan uji chi square (x²).


80

6.2.2.1 Hubungan antara Pengetahuan dengan Suspect Skabies

Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa responden yang

mengalami suspect skabies mempunyai pengetahuan yang tinggi

mengenai skabies. Dari hasil uji statistik chi square diketahui

pengetahuan tidak memiliki hubungan dengan suspect skabies.

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Muzakir (2008), bahwa

pengetahuan berhubungan dengan skabies karena santri yang

menderita skabies lebih banyak yang berpengetahuan kurang

dibandingkan dengan santri yang tidak menderita skabies.

Berdasarkan hasil pengamatan, disimpulkan bahwa skabies

merupakan penyakit yang lazim di pesantren sehingga mereka sudah

tidak asing lagi tentang penyakit tersebut dan dengan itu mereka

berusaha mencari tahu hal-hal mengenai skabies. Pengamatan ini

diperkuat oleh pernyataan Warner dan Bower dalam Paramita (2010)

yaitu bila seseorang pernah mengalami penyakit atau sedang

menderita, bila ada informasi yang berkaitan dengan penyakit yang ia

derita maka akan lebih tertarik untuk mendengarkannya.

Begitu juga dengan yang dinyatakan Muzakir (2008), bahwa santri

yang memiliki pengalaman menderita skabies baik diri atau kawannya

serta anggota keluarganya memiliki ketertarikan lebih tinggi dalam

mengikuti pendidikan atau penyuluhan yang disampaikan. Akan tetapi

sangat disayangkan sekali pengetahuan yang santriwati dapatkan

banyak yang tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari


81

sehingga masih banyak diantara mereka yang mengalami suspect

skabies. Hal ini disebabkan karena peningkatan pengetahuan saja

belum akan berpengaruh langsung terhadap indikator kesehatan,

karena perilaku kesehatanlah yang akan berpengaruh pada

peningkatan indikator kesehatan demikian yang dikemukakan

Notoatmodjo (2007).

Tingkat pengetahuan santriwati tentang skabies, berbanding

terbalik dengan perilaku kebersihan dirinya, hal ini karena santriwati

berada pada tahap tahu dan paham, belum sampai pada aplikasinya

pada kehidupan sehari-hari. Banyak penyebab yang mempengaruhi

keadaan tersebut, diantaranya yaitu kebiasaan dan sikap mereka yang

telah terbentuk sebelum mendapatkan pengetahuan tentang skabies,

sehingga sulit merubah pola pikir dan kebiasaan mereka yang sudah

tertanam sebelumnya.

Penyebab lainnya yaitu kurang efektifnya cara penyampaian

informasi tentang skabies. Karena pondok pesantren belum memiliki

kelompok khusus, yang bertugas untuk memberikan informasi tentang

kesehatan dan memperhatikan personal hygiene santriwati. Sehingga

santriwati hanya mendapatkan pengetahuan dari sesama mereka yang

memungkinkan mereka mendapatkan informasi yang tidak

menyeluruh atau bahkan tidak tepat.


82

6.2.2.2 Hubungan antara Personal Hygiene dengan Suspect Skabies

Dari hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square

didapatkan bahwa personal hygiene memiliki hubungan dengan

suspect skabies dan sebagian besar responden (81,8%) yang

mengalami suspect skabies memiliki personal hygiene yang tidak

hygiene.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Putri (2011) dalam Siregar

(2012), bahwa ada hubungan antara higiene perseorangan dengan

kejadian skabies pada anak. Begitu juga dengan hasil penelitian

Ma’ruf, dkk (2003) higiene perseorangan berperan dalam penularan

penyakit skabies, dimana sebagian besar santri (213 orang)

mempunyai higine perseorangan yang buruk dengan prevalensi

penyakit skabies 73,70%.

Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh Mosby (1994) dalam

Siregar (2012), yang mengatakan bahwa personal hygiene menjadi

penting karena personal hygiene yang baik akan meminimalkan pintu

masuk mikroorganisme yang ada dimana-mana dan pada akhirnya

mencegah seseorang terkena penyakit, dalam hal ini termasuk

penyakit skabies. Personal hygiene merupakan kebutuhan dasar

manusia yang harus senantiasa terpenuhi. Personal hygiene termasuk

ke dalam tindakan pencegahan primer yang spesifik. Hal ini juga

sesuai dengan teori segitiga epidemiologi yang menyatakan bahwa

suatu penyakit terjadi karena adanya ketidak seimbangan antara host


83

(dalam hal ini manusia), agent (dalam hal sumber penyakit skabies

seperti kutu) dan lingkungan dalam hal ini termasuk personal hygiene.

Personal hygiene yang kurang dapat memudahkan penyebaran

skabies, karena kebanyakan kasus yang terjadi akibat adanya kontak

personal (Muzakir, 2008). Pada penelitian ini, diketahui bahwa salah

satu indikator personal hygiene berupa kebersihan sprei dan kasur

menunjukkan semua santriwati tidak mencuci sprei dan menjemur

kasur secara berkala dan dari personal hygiene yang susah diterapkan

santriwati adalah penggunaan kasur hanya untuk diri sendiri, ini

disebabkan karena kasur yang digunakan adalah kasur busa tanpa

ranjang yang setiap pagi harus disusun rapi oleh petugas piket.

Sehingga ketika istirahat siang ataupun sore hari santriwati

menggunakan kasur sembarangan tanpa peduli kasur tersebut milik

siapa. Hanya sedikit santriwati yang menggunakan sprei. Sehingga

berdasarkan prilaku tersebut penularan skabies pada santriwati

termasuk cepat.

Disamping itu juga, prilaku pinjam meminjam pakaian merupakan

hal yang sangat sulit dihilangkan di pesantren karena menurut

santriwati jika ia tidak meminjamkan pakaian kepada temannya maka

ia akan dianggap pelit. Dan yang sangat disayangkan banyak diantara

santriwati yang kurang memperhatikan kebersihan handuk, karena

didapatkan banyak handuk yang ditinggalkan di kamar mandi dan

pakaian sehabis dicuci yang digantung di dinding kamar mandi,


84

hingga esok hari. Inilah beberapa faktorpersonal hygiene yang

menjadi pemicu timbulnya skabies atau penyakit kulit lainnya pada

santriwati.

Berbagai penyebab tidak hygiene nya santriwati dalam kehidupan

sehari-hati diantaranya adalah tidak adanya sangsi yang tegas yang

mengatur kebersihan diri santriwati, padahal peraturan tertulis telah

ada. Selama ini, sangsi bagi pelanggar hanya berupa teguran.

Sehingga masih banyak santriwati yang tidak mematuhinya.

Sebab lainnya adalah budaya antri yang selalu ada di pesantren,

apapun yang dilakukan, antri sudah menjadi hal wajib, banyak

santriwati yang enggan mengantri sehingga ia menunda untuk mandi

dan mencuci. Disamping itu juga, padatnya kegiatan di pondok

pesantren menjadikan santriwati beralasan tidak cukup waktu untuk

melakukan bersih-bersih, seperti mandi, mencuci, dan menjemur

handuk di terik matahari.

Begitu juga pada perilaku kebersihan terhadap kamar, kurangnya

kesadaran dan kepedulian santriwati terhadap llingkungan merupakan

penyebab utama dari masalah lingkungan yang ada. Kamar santriwati

menjadi lembab, pengap, baju, alat shalat, dan buku yang tidak pada

tempatnya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran mereka

untuk menjaga kebersihan kamar, kurangnya kepedulian terhadap

lingkungan, sehingga mereka menjadi tidak disiplin akan kebersihan

kamar. Sangsi hanya berupa teguran, bahkan ustadzah pun jarang


85

mengontrol kebersihan tiap kamar. Jarang ada yang mengingatkan

untuk membuka dan menutup jendela, serta menaruh buku dan baju di

dalam lemari.

6.2.2.3 Hubungan antara Kelembaban dengan Suspect Skabies

Dari hasil analisis bivariat didapatkan bahwa kelembaban

berhubungan dengan suspect skabies (p=0,000). Hal ini sesuai dengan

penelitian Ma’rufi (2005) yang menyatakan bahwa kelembaban

memperbesar resiko terjadinya skabies karena sebanyak 232 orang

santri tinggal di ruangan dengan kelembaban udara yang buruk

(>90%) dengan prevalensi penyakit skabies 67,70%, sedangkan 106

santri tinggal di ruangan dengan kelembaban baik memiliki prevalensi

penyakit skabies 56,60%.

Menurut Soedjadi (2003) dalam Frenki (2011) bahwa tingkat

kelembaban yang tidak memenuhi syarat, ditambah dengan prilaku

tidak sehat, misalnya dengan penempatan yang tidak tepat pada

berbagai barang dan baju, handuk, sarung yang tidak tertata rapi, serta

kepadatan hunian ruangan ikut berperan dalam penularan penyakit

berbasis lingkungan, seperti skabies karena memudahkan tungau

Sarcoptes scabiei berpindah dari reservoir ke barang sekitarnya,

hingga mencapai pejamu baru. Hal inilah yang ditemukan pada kamar

santriwati, sebagian besar santriwati meletakkan buku-buku diatas

lemari, dan menggantungkan jilbab ataupun pakaian di depan lemari

sehingga dengan kepadatan hunian yang padat, kamar semakin terasa


86

pengap dan kelembaban menjadi tinggi yang mengakibatkan

penularan skabies diantara santriwati semakin cepat.

Ruangan yang lembab bukan faktor yang berdiri sendiri tanpa

sebab lain. Oleh sebab itu variabel ini dipengaruhi juga faktor lain

seperti keadaan iklim setempat, kondisi ventilasi ruangan, tingkat

kepadatan ruangan, intentas sinar matahari yang masuk dalam

ruangan dan sebagaimya. Namun dalam hubungannya dengan

terjadinya skabies, yang perlu diperhatikan bahwa masa hidup

Sarcoptes scabiei akan lebih lama di luar kulit manusia apabila

kondisi ruangan lembab mencapai 19 hari, sedangkan dalam kondisi

biasa (normal) tungau (mite) ini hanya tahan diluar kulit manusia

selama 2-3 hari. Dengan masa hidup diluar kulit lebih panjang, maka

organisme ini dapat leluasa pindah ke orang lain (Kusmarinah dan Siti

Aisyah 1985; Harahap, 1988 dalam Kuspriyanto, 2013).

6.2.2.4 Hubungan antara Ventilasi dengan Suspect Skabies

Dari hasil analisis bivariat didapatkan bahwa ventilasi memiliki

hubungan dengan suspect skabies (p=0,000). Hal ini sesuai dengan

penelitian Ma’rufi (2005) yang menyatakan bahwa berdasarkan uji

statistik dengan model regresi logistik ganda dengan semua parameter

yang secara signifikan berperan dalam penularan penyakit skabies

menunjukkan bahwa parameter yang paling berperan berturut-turut

adalah sanitasi kamar tidur, ventilasi kamar tidur, perilaku sehat, dan

higiene perorangan. Begitu juga dengan penelitian Indriasari (2010)


87

menyatakan bahwa ada hubungan antara luas ventilasi kamar dengan

kejadian skabies di Pondok Pesantren Tradisional Al Badri dan

Pondok Pesantren Modern Darus Sholah Kabupaten Jember.

Hal tersebut dapat dijelaskan, bahwa ruangan dengan ventilasi

yang kurang kondisi udara dalam ruang tidak terdapat sirkulasi yang

baik. Adanya sirkulasi yang tidak baik, ruangan menjadi panas dan

penghuninya akan berkeringat. Jika dalam ruangan tersebut terdapat

penderita skabies kemungkinan akan menularkannya lebih besar yaitu

melalui kontak langsung (Kuspriyanto, 2013).

6.2.2.5 Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan Suspect Skabies

Dari hasil analisis bivariat didapatkan bahwa kepadatan hunian

berhubungan dengan suspect skabies (p=0,014).Hal ini sejalan dengan

penelitian Ma’rufi (2005) yang menyatakan bahwa kepadatan hunian

mempengaruhi penyakit skabies yaitu santri yang tinggal di

pemondokan dengan kepadatan hunian tinggi (<8m² untuk 2 orang)

sebanyak 245 orangmempunyai prevalensi penyakit skabies 71,40%.

Pada kamar yang diantaranya berukuran 106,12 m² dihuni oleh 51

santriwati, yang jika mengacu pada Kepmenkes No.829 tahun 1999

semestinya 8 m² untuk 2 orang saja, akan tetapi jika kita bandingkan

dengan kepadatan hunian pada kamar ternyata tiap 2 santriwati hanya

mendapatkan 4,2 m² dan ini tidak memenuhi syarat kesehatan yang

telah ditentukan tersebut. Sehingga pada saat tidur santriwati


88

berdempet-dempetan dengan temannya dan tidak ada jarak antara

kasur masing-masing santriwati.

Hal ini menjadi penyebab tingginya kejadian skabies, penularan

skabies ataupun penyakit infeksi lainnya semakin cepat, karena

kepadatan hunian dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam rumah,

dimana semakin banyak jumlah penghuni, maka akan semakin cepat

udara dalam rumah mengalami pencemaran, oleh karena CO2 dalam

rumah akan cepat meningkat dan akan menurunkan kadar O2 di

ruangan, dan kepadatan hunian sangat berhubungan terhadap jumlah

bakteri penyebab penyakit menular (Siregar, 2012).

Begitu juga menurut Harahap (2001) dalam Al Audhah (2009)

mengatakan bahwa faktor–faktor yang berhubungan dengan penularan

skabies diantaranya adalah kepadatan hunian, dengan lingkungan yang

padat, frekuensi kontak langsung sangat besar, baik pada saat

beristirahat/tidur maupun kegiatan lainnya. Menurut Azwar (1995)

jumlah penghuni rumah atau ruangan yang dihuni melebihi kapasitas,

akan meningkatkan suhu ruangan menjadi panas, yang disebabkan

oleh pengeluaran panas badan juga akan meningkatkan kelembaban,

akibat adanya uap air dari pernafasan maupun penguapan cairan tubuh

dari kulit. Suhu ruangan yang meningkat dapat menimbulkan tubuh

terlalu banyak kehilangan panas.

Variabel kepadatan hunian mempunyai hubungan yang sangat erat

dengan kejadian skabies. Hal ini dijelaskan bahwa dengan kepadatan


89

hunian yang tinggi, akan mengakibatkan kontak langsung antar

penghuni sangat besar. Apabila dalam satu ruang/bilik terdapat

penderita skabies, kemungkinan untuk tertular sangat besar, sebab

kontak langsung antar penghuni juga sangat besar (Kuspriyanto,

2013).

6.2.2.6 Hubungan antara Dukungan Pihak Pesantren dengan Suspect

Skabies

Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa sebagian besar

responden yang mengalami suspect skabies menerima dukungan yang

rendah dari pihak pesantren. Dari hasil uji statistik chi square

diketahui dukungan pihak pesantren berhubungan dengan suspect

skabies yaitu dengan p= 0,000.

Dukungan pihak pesantren dilihat dari perhatian para ustadzah

pengasuhan santriwati terhadap masalah kesehatan dan kebersihan

santriwati. Tiap ustadzah memiliki tanggung jawab dalam membina

satu kamar. Berdasarkan pengamatan, hanya satu ustadzah yang rutin

dalam memantau kebersihan kamar santriwati dan memberikan

perhatian jika ada diantara mereka yang sakit, serta ikut dalam

kegiatan gotong royong setiap minggunya. Kemudian didapatkan

ternyata ustadzah tersebut merupakan pengasuhan bagian kesehatan,

sehingga ia memberikan perhatian penuh akan hal ini. Akan tetapi

sangat disayangkan bagi ustadzah lainnya, yang juga bertanggung

jawab terhadap anggota kamarnya masing-masing, namun tidak


90

memberikan dukungan penuh terhadap kesehatan dan kebersihan

santriwatinya.

Menurut ketua pengasuhan, ternyata hal ini disebabkan karena

kurangnya jumlah ustadzah pengasuhan yang siap di asrama

sedangkan mereka dibebani dengan berbagai tugas yang diantaranya

sebagai wali kelas, penanggung jawab bagian, penanggung jawab

ujian atau acara-acara tertentu, dan tugas mengajar lainnya. Karena

beberapa tugas tersebut, ustadzah belum bisa memberikan dukungan

yang tinggi terhadap masalah kesehatan dan kebersihan, mereka

cenderung mempercayakannya kepada pengurus organisasi santriwati

yaitu santriwati kelas 5 KMI, yang dipilih dan ditetapkan pengasuhan

untuk menjalankan program kerja organisasi santriwati Pondok

Pesantren Modern Diniyyah Pasia.

Dengan adanya dukungan yang rendah dari ustadzah pengasuhan

terhadap kesehatan dan kebersihan, hal ini menjadi faktor penyebab

rendahnya kualitas personal hygiene santriwati. Seperti yang

dikemukakan oleh Sungkar (1995) dalam Badri (2007) bahwa faktor

sosial budaya pesantren yang menjunjung tinggi kebersamaan dan

kurangnya pengawasan dan pembinaan dari ustadzah, sehingga para

santriwati dan pihak pesantren tidak menyadari bahwa tindakan

tersebut dapat menularkan penyakit skabies diantara mereka. Untuk

memperbaiki hal tersebut, dibutuhkan penyadaran seluruh warga

pesantren baik itu pihak pesantren (pengasuhan) maupun santriwati.


91

Notoatmodjo (2007) menjelaskan, bahwa pendidikan kesehatan

adalah suatu penerapan konsep pendidikan dalam bidang kesehatan

yaitu konsep pendididkan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan.

Dalam aplikasinya, pendidikan kesehatan pada Pondok Pesantren

Modern Diniyyah berbentuk kelompok kecil yang beranggotakan < 15

orang. Hal ini bertujuan agar pengasuhan dan santriwati saling kenal

dekat dan pembinaan menjadi lebih mudah dan baik. Untuk kelompok

kecil ini, dapat digunakan beberapa metode diantaranya yaitu:

a. Diskusi kelompok

Dalam diskusi kelompok, formasi duduk para peserta diatur dalam

bentuk lingkaran atau segi empat sehingga mereka dapat berhadap-

hadapan atau saling memandang. Pimpinan diskusi/ penyuluh

duduk di antara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan ada

yang lebih tinggi dan tiap anggota kelompok memiliki kebebasan/

keterbukaan untuk mengeluarkan pendapat.

b. Brain storming

Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi kelompok.Pada

metode ini untuk di awal kegiatan pemimpin kelompok memancing

dengan satu masalah, kemudian tiap peserta memberikan jawaban

atau tanggapan yang kemudian ditulis dalam flipchart atau papan

tulis.Sebelum semua peserta mencurahkan pendapatnya, tidak

boleh diberi komentar oleh siapa pun.Baru setelah semua anggota


92

mengeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat mengomentari dan

akhirnya terjadilah diskusi.

c. Snow balling

Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan, dua orang tiap

pasang. Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah,

setelah lebih kurang lima menit tiap dua pasang bergabung menjadi

satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut dan mencari

kesimpulannya.Kemudian tiap dua psang yang sudah

beranggotakan empat orang ini bergabung dengan pasangan

lainnya dan demikiann seterusnya hingga menjadi diskusi seluruh

kelas.

d. Kelompok kecil-kecil

Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil

kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama/ tidak dengan

kelompok lain dan masing-masing kelompok mendiskusikan

masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok

disatukan dengan kelompok lainnya.

e. Role play

Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai

pemegang peranan tertentu untuk memainkan peranan, misalnya,

sebagai dokter, perawat, atau lainnya, sedangkan anggota yang lain

sebagai pasien atau anggota masyarakat. Mereka memeragakan


93

misalnya bagaimana interaksi komunikasi sehari-hari dalam

melaksanakan tugas.

f. Simulation game

Metode ini merupakan gambaran antara role play dengan diskusi

kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam beberapa bentuk

permainan seperti permainan monopoli.Cara memainkannya persis

seperti bermain monopoli.Beberapa orang menjadi pemain dan

sebagian lagi berperan sebagai narasumber.

Oleh karena itu dapat disimpulkan, bahwa pendidikan kesehatan

sangat perlu diterapkan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia,

Kec. Ampek Angkek, Kab. Agam, Sumatera Barat yang berperan

sebagai pendidik, pembimbing, dan pengawas kebersihan kamar dan

kesehatan santriwati. Untuk itu, hendaknya dibentuk suatu kelompok

yang merupakan gabungan dari ustadzah dan santriwati kelas 5 dan 6

KMI. Mereka berperan sebagai fasilitator yang bertanggung jawab

dalam kebersihan dan kesehatan santriwati, dengan terlebih dahului

diberikan training atau pembekalan, oleh tenaga kesehatan yang ahli

pada bidang ini, agar benar-benar memahami tujuan pendidikan

kesehatan dan cara penyampaiannya. Disamping itu, pembekalan oleh

tenaga kesehatan harus terus berjalan sepanjang diterapkannya

pendidikan kesehatan di pesantren.


94

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 73 responden di

Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Pondok Pesantren Modern

Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014 diketahui

bahwa:

a. Sebagian besar responden mengalami suspect skabies yaitu sebanyak

76,7% responden.

b. Pada pengetahuan, sebagian besar santriwati (71,2%) memiliki

pengetahuan yang tinggi mengenai penyebab, cara penularan,

pencegahan, dan faktor risikonya. Akan tetapi faktor pengetahuan tidak

berhubungan dengan suspect skabies.

c. Pada personal hygiene, sebagian besar santriwati (90,4%) memiliki

personal hygiene yang tidak hygiene, diantara personal hygiene yang

diteliti adalah kebersihan kulit, tangan, kuku, pakaian, genitalia, dan alas

tidur. Faktor personal hygieneberhubungan dengan suspect skabies.

d. Pada kelembaban, sebagian besar santriwati (68,5%) tinggal pada kamar

yang kelembabannya tidak memenuhi syarat (>70%).

e. Pada ventilasi, sebagian besar santriwati (68,5%) tinggal pada kamar yang

luas ventilasinya <5% dari luas lantai.

94
95

f. Pada kepadatan hunian, sebagian besar santriwati (89%) tinggal pada

kamar yang luasnya< 8 m² untuk 2 orang.

g. Pada dukungan pihak pesantren, dalam hal ini yang menjadi sampel

adalah ustadzah bagian pengasuhan, yang bertanggung jawab pada tiap

kamar santriwati dan diketahui bahwa sebagian besar santriwati (84, 9%)

mendapatkan dukungan yang rendah dari ustadzah dan faktor dukungan

pihak pesantren berhubungan dengan suspect skabies.

h. Faktor- faktor yang berhubungan dengan suspect skabies di Pondok

Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat

adalah personal hygiene (p= 0,006), kelembaban (p= 0,000), ventilasi (p=

0,000), kepadatan hunian (p= 0,014) dan dukungan pihak pondok

pesantren (p= 0,000).

7.2 Saran

a. Bagi pengurus pengasuhan pondok pesantren pada saat membina

santriwati setiap harinya disarankan untuk melaksanakan pendataan

kesehatan secara aktif dan rutin tiap tahunnya, menerapkan dan

membentuk kelompok yang berperan sebagai pendidik kesehatan,

pembimbing, dan pengawas kebersihan kamar, yang mengatur letak

lemari, mengingatkan untuk membuka dan menutup jendela, mengawasi

kebersihan diri dan kamar santriwati, menyediakan sarana untuk cuci

tangan, membuat peraturan tertulis tentang kebersihan, serta memberikan

sangsi bagi yang melanggar. Untuk santriwati yang telah mengalami


96

skabies, dilakukan pengobatan dan sterilisasi secara keseluruhan dan

serentak.

b. Bagi santriwati pada saat kegiatan sehari-hari disarankan untuk

meningkatkan personal hygiene dengan tidak saling pinjam barang

pribadi, mandi dua kali sehari, cuci tangan setelah dari toilet, mencuci

pakaian dengan sabun dan dibawah terik matahari, menjemur kasur tiap

dua minggu sekali, melaporkan kondisi kesehatan ketika merasakan gejala

penyakit kepada pengasuhan bagian kesehatan, dan memelihara

kebersihan lingkungan pondok pesantren.

c. Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian tentang skabies

di pondok pesantren, disarankan agar dapat menentukan besar masalah

skabies melalui diagnosis dokter atau uji laboratorium. Agar menambah

variabel lingkungan lain, seperti kondisi alas lantai kamar (karpet), karena

di sebagian pesantren yang salah satunya PPMD Pasia, untuk alas tidur

santriwati tidak menggunakan ranjang, namun kasur yang langsung

diletakkan di atas karpet.


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Umar Fahmi. 2012. Dasar – dasar Penyakit Berbasis Lingkungan.


Jakarta: Rajawali Pers.
Afni, Julia. Hubungan Antara Kuantitas dan Kualitas Air Bersih Secara Fisik
dengan Kejadian Penyakit Kulit Pada Masyarakat di Wilayah Kerja
Puskesmas Kelurahan Cilincing II Jakarta Utara Tahun 2011. Skripsi
FKM, UI, 2011.
Akmal, Suci Chairiya, dkk. 2013. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian
Skabies di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah,
Kecamatan Koto Tangah Padang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2013; 2 (3). Halaman 164-167.
Al Audhah, Nelly, dkk. 2009. Faktor Resiko Skabies Pada Siswa Pondok
Pesantren (Kajian di Pondok Darul Hijrah, Kelurahan Cindai Alus,
Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan
Selatan). Jurnal Buski. Vol. 4, No. 1, Juni 2012. Halaman 14-22.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek.
Jakarta:RinekaCipta

Asra, Hajrin Pajri. Pengaruh Pengetahuan dan Tindakan Higiene Pribadi


Terhadap Kejadian Penyakit Skabies di Pesantren Ar- Raudhatul
Hasanah Medan. Skripsi, USU

Azizah, Umi. Hubungan Antara Pengetahuan Santri Tentang PHBS dan Peran
Ustadz dalam Mencegah Penyakit Skabies dengan Perilaku
Pencegahan Penyakit Skabies, Studi Pada Santri di Pondok Pesantren
Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember. Skripsi FKM, Universitas
Jember, 2012

Azwar, A. (1995). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: PT Mutiara


Sumber Widya
Azwar, A. 2003. Pendidikan Kesehatan dan Promosi Kesehatan, Jakarta : Rineka
Cipta

Badri, Mohammad. 2007. Hygiene Perseorangan Santri Pondok Pesantren Wali


Songo Ngabar Ponorogo. Artikel Media Litbang Kesehatan Volume
XVII Nomor 2 Tahun 2007

Bratawidjaja, K. G. 2007. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. pp: 260-262
Brown R. G. , Burns T. 2002. Lecture Notes Dermatology. Edisi ke- 8. Jakarta:
Penerbit Erlangga. pp: 42-47
Budiarto, Eko. 2001. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Cahyaningsih, Nur. Gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian penyakit scabies pada tahanan Blok B Rumah Tahanan
Negara Klas I Surakarta Tahun 2011. Skripsi FKM, UI, 2012
Dariansyah, F. , 2006. Tinjauan Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan
Kejadian Penyakit Skabies Di Pesantren Oemar Diyan, Kecamatan
Indrapuri Kabupaten Aceh Besar, Skripsi
Dinas Kesehatan Provinsi NAD. , 2005. Program Pemberantasan Penyakit
Menular, Banda Aceh
Fauziah. 2013. Hubungan Faktor Individu dan Karakteristik Sanitasi Air dengan
Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan Di Kelurahan Sumur
Batu Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi Tahun 2013. Skripsi
FKIK, UIN, 2013
Frenki. 2011. Hubungan Personal Hygiene Santri Dengan Kejadian Penyakit
Kulit Infeksi Skabies Dan Tinjauan Sanitasi Lingkungan Pesantren
Darel Hikmah Kota Pekanbaru Tahun 2011. Skripsi, USU
Habif T. H. 2003. Clinical Dermatology. China: Mosby. pp: 497-505
Handoko R. P. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia. pp: 122- 125

Harahap M. 2008. Penyakit Kulit. Jakarta: Gramedia. p: 100

Hidayat, Topik. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kebersihan Diri dan


Kesehatan Lingkungan di Pesantren Nurul Huda Desa Cibatu,
Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi Tahun 2011. Skripsi FKM,
UI, 2011

http://asrulhuda. blogspot. com/2009/06/contoh-perhitungan-populasi-dan-sampel.


html, Contoh Perhitungan Populasi dan Sampel diakses pada tanggal 21 Januari
2014

http://dr-suparyanto. blogspot. com/2011/08/skabies-kudis-gudik. html, Skabies


diakses pada tanggal 11 Februari 2014

http://herodessolutiontheogeu. blogspot. com/2010/11/skabies. html, Skabies


diakses pada tanggal 11 Desember 2013
http://masrufin-unipdu. blogspot. com/2010/04/budaya-hidup-sehat-di-
lingkungan. html, Budaya Hidup Sehat di Lingkungan Pesantren diakses pada
tanggal 22 Januari 2014
http://mhendr. blogspot. com/2012/11/makalah-skabies. html, Makalah Skabies
diakses pada tanggal 11 Februari 2014
http://reny-alkan. blogspot. com/2013/04/bab-i-bab-ii-bab-iii-tentang-kejadian.
html, Tentang Kejadian Skabies diakses pada tanggal 12 Desember 2013
http://www. reimie. com/2012/10/pengertian-atau-definisi-sanitasi. html,
Pengertian atau Definisi Sanitasi, diakses pada tanggal 4 Februari 2014
Khotimah, Ulfatusyifah Husnul. Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Higiene
Perorangan dengan Kejadian Scabies di Pondok Pesantren Al-
Bahroniyyah Ngemplak, Mranggen, Kabupaten Demak. Skripsi
UNAIR, 2013
Kuspriyanto. 2013. Pengaruh Sanitasi Lingkungan Dan Perilaku Sehat Santri
Terhadap Kejadian Skabies Di Pondok Pesantren Kabupaten Pasuruan
Jawa Timur. Jurnal UNESA. Vol. 11, No. 21. Tahun 2013
Kresno, S. B. 2007. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. p: 182
Ma’rufi, Isa, dkk. 2005. Faktor Sanitasi Lingkungan yang Berperan Terhadap
Prevalensi Penyakit Skabies, Studi pada Santri Pondok Pesantren di
Kabupaten Lamongan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 2, No. 1,
Juli 2005. Halaman 11-18
Mansyur. M. 2007. Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Penatalaksanaan
Skabies Anak Usia Pra-Sekolah. Majalah Kedokteran Indonesia. Hal
63-67
Muslih, Rifki, dkk. 2012. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies
Pada Santri di Pondok Pesantren Cipasung, Kabupaten Tasikmalaya.
Penelitian FIK, Universitas Siliwangi, 2012
Muzakir. 2008. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Skabies
Pada Pesantren di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007. Tesis USU,
2008
Notoatmodjo Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta:
Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Paramita, Nithya. 2010. Tingkat pengetahuan santri terhadap penyakit skabies di
pondok pesantren darularafah raya. Skripsi. USU
Qomar. M. 2007. Pesantren. Yogyakarta: Erlangga
Rohmawati RN. Hubungan Antara Faktor Pengetahuan Dan Perilaku
Dengan Kejadian Skabies Di Pondok Pesantren Al-Muayyad
Surakarta Tahun 2010
Siregar, Kristina Rosetty. 2012. Pengaruh Sanitasi Lingkungan danPersonal
Hygiene Terhadap Kejadian Penyakit Skabies Pada Warga Binaan
Pemasyarakatan yang Berobat Ke Klinik Di Rumah Tahanan Negara
Kelas 1 Medan. Tesis. USU. 2012
SNI 03-6572-2001. Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian
Udara Pada Bangunan Gedung. Halaman 1-55
Sugiono, 2005. Statistik Untuk Penelitian. Bandung:Alfa Beta.

Supriyadi, Sidit. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Skabies Di Pondok


Pesantren Assalam Kranggan Tahun 2004. Dari http://www. fkm.
undip. ac. id/index. php
Syahputra, Ade. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman Pekerja di
Bagian Produksi Galangan I I PT DOK dan Perkapalan KODJA
Bahari Jakarta Utara Tahun 2011. SkripsiFKIK, UIN Jakarta, 2011
Trisnawati, Oktalina. Hubungan Antara Kecukupan Air Mandi, Kepadatan
Hunian Kamar, dan Praktik Kebersihan Diri dengan Kejadian Skabies
pada Santri di Pondok Pesantren Al Itqon Kelurahan Tlogosari Wetan.
Skripsi UNAIR, 2009
Wardhana, April H, dkk. 2006. Skabies: Tantangan Penyakit Zoonosis Masa Kini
dan Masa Datang. Jurnal Warazoa. Vol. 16, No. 1, Tahun 2006.
Halaman 40-52
Wediarsih, Yanit. Analisis Risiko dan Dampak Sanitasi Lingkungan Terhadap
Status Kesehatan Balita di Provinsi Banten Tahun 2013. Tesis FKM,
UI, 2013
Wijaya, Yudha Prawira Mandala. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Skabies Pada Santri di Pondok Pesanren Al-Makmur
Tungkar, Kabupaten 50 Kota Tahun 2011. Skripsi FK, UNAND, 2011
KUESIONER
Gejala Skabies dan Pengetahuan Santriwati
Mengenai Skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah
Pasia Tahun 2014

A. Identitas Responden
1. Nomor Responden :
2. Nama :
3. Jenis kelamin :
4. Usia :
5. Kelas :
6. Kamar :
7. Lama tinggal di PPMD :
a. > 1 tahun b. < 1 tahun
8. Lama menetap di PPMD :
a. 24 jam/hari b. < 24 jam/hari

B. Gejala Skabies
1. Apakah anda mengalami rasa gatal dan kemerahan pada kulit di malam
hari dengan bintik-bintik kecil dalam 2 bulan terakhir?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah rasa gatal tersebut berasal dari lesi/ luka yang terdapat pada kulit
anda?
a. Ya
b. Tidak
3. Dimanakah rasa gatal dan lesi/luka itu muncul? (Jawaban boleh lebih dari
satu)
a. Sela-sela jari tangan
b. Daerah sekitar kemaluan
c. Siku bagian luar
d. Kulit sekitar payudara
e. Dubur
f. Perut bagian bawah
g. Lipatan ketiak
h. Lain-lain, sebutkan

C. Pengetahuan
1. Apakah anda pernah mendengar apa itu penyakit skabies?
a. Pernah, lanjut ke pertanyaan B2
b. Tidak pernah
2. Jika ‘pernah’ apa penyebab penyakit skabies?
a. Adanya tungau Sarcoptes scabiei
b. Karena kuman
c. Pengaruh dari garukan
3. Apa saja tanda-tanda penyakit skabies?
a. Bintik-bintik kecil sampai besar bewarna kemerahan dan bernanah
b. Gatal pada malam hari dan terasa panas
c. Timbulnya nanah
4. Pada bagian tubuh mana saja penyakit scabies sering diderita oleh
seseorang?
a. Selajari, ketiak, pinggang, alat kelamin, siku, dan bagian depan
pergelangan
b. Bagian yang sering tertutup
c. Kebanyakan bagian kelamin
5. Bagaimana cara penularan penyakit skabies?
a. Kontak langsung dengan kulit dan kontak tidak langsung (melalui
pakaian, handuk, sprei, dan peralatan lain yang digunakan oleh
penderita)
b. Hanya melalui kontak langsung dengan kulit
c. Hanya melalui pakaian dan tempat tidur saja
6. Siapa saja yang dapat menderita penyakit skabies?
a. Semua golongan umur, namun lebih sering pada remaja
b. Pada golongan remaja saja
c. Hanya pada golongan umur tertentu saja
7. Apakah penyakit scabies dapat ditularkan dengan saling menukar
pakaian dengan penderita skabies?
a. Ya, dapat menularkan penyakit
b. Hanya dapat menular jika daya tahan tubuh tidak kuat
c. Tidak menularkan penyakit
8. Apakah penderita penyakit scabies sebaiknya dikarantina/dipisahkan?
a. Tidak perlu dikarantina/ dipisahkan, hanya perlu dilakukan
pengobatan secara teratur dan tidak tukar menukar peralatan
pribadi dengan penderita
b. Perlu dikarantina/ dipisahkan
c. Tidak tahu
9. Upaya apa yang perlu dilakukan untuk memutuskan mata rantai
penyakit skabies?
a. Disinfeksi serentak pada pakaian, sprei, dan pengobatan serentak
b. Menjaga jarak dengan orang lain bila menderita skabies
c. Tidak tahu
10. Bagaimana cara menghindari penyakit skabies?
a. Mandi minimal 2 kali sehari, tidak tukar menukar peralatan pribadi
dan menjaga kontak langsung dengan penderitas kabies
b. Mandi kurangdari 2 kali sehari dengan menggunakan sabun dan
menjaga kontak langsung dengan penderita skabies
c. Tidak tahu
11. Bagaimana penularan penyakit skabies di lingkungan asrama (pondok
pesantren)?
a. Cepat
b. Lambat
c. Tidak tahu
12. Apakah ada kaitannya antara kejadian scabies dengan kebersihan
lingkungan?
a. Ada
b. Tidak ada
c. Tidak tahu
13. Apakah kutu/tungau Sarcoptes scabiei hanya bisa berkembang biak di
air yang kotor?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
14. Apakah hanya air yang merupakan media penularan penyakit skabies?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
15. Apakah penyakit scabies dapat sembuh dengan pemberian bedak saja?
a. Bisa
b. Tidak bisa
c. Tidak tahu
Lembar Observasi Personal Hygiene Santriwati

Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Kab. Agam Sumatera


Barat Tahun 2014

Berilah tanda ceklist ( √ ) pada kolom kosong dibawah ini,


berdasarkan pernyataan atau pengamatan terhadap responden!

1. Kebersihan Pakaian Ya Tidak

Mengganti pakaian dua kali sehari ( ) ( )

Tidak pernah bertukar pakaian sesama santri ( ) ( )

Mencuci pakaian menggunakan detergen ( ) ( )

Menyetrika baju ( ) ( )

Tidak merendam pakaian disatukan dengan pakaian santri yang ( ) ( )


lain

Menjemur pakaian dibawah terik matahari ( ) ( )

2. Kebersihan Kulit Ya Tidak

Mandi dua kali sehari ( ) ( )

Mandi menggunakan sabun ( ) ( )

Menggosok badan dengan spons saat mandi ( ) ( )

Mandi menggunakan sabun sendiri ( ) ( )

Mandi setelah melakukan olah raga ( ) ( )

Tidak menggunakan sabun mandi (batangan) bersama ( ) ( )


santri lain
3. Kebersihan Tangan dan Kuku Ya Tidak

Mencuci tangan setelah membersihkan kamar mandi ( ) ( )

Memotong kuku sekali seminggu ( ) ( )

Mencuci tangan menggunakan sabun sesudah BAB/BAK ( ) ( )

Menyikat kuku menggunakan sabun saat mandi ( ) ( )

4. Kebersihan Genitalia Ya Tidak

Mengganti pakaian dalam sesudah mandi ( ) ( )

Mencuci pakaian dalam menggunakan detergen ( ) ( )

Ketika mandi membersihkan alat genital ( ) ( )

Menjemur pakaian dalam di bawah terik matahari ( ) ( )

Membersihkan alat genital setiap sesudah BAB/BAK ( ) ( )

Tidak merendam pakaian dalam dijadikan satu dengan santri ( ) ( )


lain

5. Kebersihan Handuk Ya Tidak

Menggunakan handuk sendiri ( ) ( )

Menjemur handuk setelah mandi ( ) ( )

Tidak mencuci handuk bersamaan atau dijadikan satu dengan ( ) ( )


santri lain

Tidak menggunakan handuk bergantian dengan teman ( ) ( )

Menjemur handuk dibawah terik sinar matahari ( ) ( )

Menggunakan handuk dalam keadaan kering tiap hari ( ) ( )


6. Kebersihan Kasur dan Sprei Ya Tidak

Sprei tidak digunakan untuk bersama-sama ( ) ( )

Tidur di kasur sendiri ( ) ( )

Tidak ada santri lain yang tidur di kasur sendiri ( ) ( )

Menjemur kasur tiap dua minggu sekali ( ) ( )

Mengganti sprei sekali seminggu ( ) ( )

Tidak mencuci sprei dijadikan satu dengan santri lain ( ) ( )


Lembar Observasi
Nama Kamar :

Tanggal :

Variabel Kriteria

1. 40-70%

Kelembaban 2. < 40%

3. >70%

1. 5% dari luas lantai


Ventilasi
2. 5% dari luas lantai

1. 8 untuk 2 orang
Kepadatan Hunian
2. < 8 untuk 2 orang
Lembar Observasi
Dukungan Pihak Pondok Pesantren Mengenai Skabies
di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Tahun 2014

Identitas Responden
1. Nomor Responden :
2. Nama :
4. Jabatan :
6. Lama tinggal di PPMD :
a. > 1 tahun b. < 1 tahun
7. Lama menetap di PPMD :
a. 24 jam/hari b. < 24 jam/hari
a. Upaya Promotif Ya Tidak

Memberitahu santriwati mengenai personal hygien ( ) (


)

Memberitahu santriwati mengenai kebersihan lingkungan ( ) (


)

Membina kader kesehatan ( ) ( )

b. Upaya Preventif Ya Tidak

Membuat peraturan tertulis tentang personal hygiene ( ) ( )

Membuat peraturan tertulis tentang kebersihan lingkungan ( ) ( )

Memberikan sanksi yang tegas jika melanggar peraturan ( ) ( )


tersebut

Mengontrol kebersihan kamar secara rutin ( ) ( )

c. Upaya Kuratif Ya Tidak

Mengecek kesehatan santriwati setiap hari ( ) ( )

Merujuk santriwati yang sakit ringan ke ustadzah bagian ( ) ( )


pengasuhan kesehatan

Merujuk santriwati yang sakit sedang atau berat ke rumah sakit ( ) ( )


atau puskesmas

Memberikan perhatian kepada santriwati yang sakit ( ) ( )

d. Upaya Rehabilitatif Ya Tidak

Memantau kesehatan santriwati yang baru pulih ( ) ( )

Mengingatkan santriwati untuk menjaga kesehatan dan ( ) ( )


kebersihan saat baru pulih
HASIL SPSS UNIVARIAT
1. Suspect skabies

S_Scabies
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 56 76.7 76.7 76.7
Tidak 17 23.3 23.3 100.0
Total 73 100.0 100.0

2. Pengetahuan
Pengetahuan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 21 28.8 28.8 28.8
Tinggi 52 71.2 71.2 100.0
Total 73 100.0 100.0

3. Personal Hygiene
Personal_Hygiene
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kurang Hygiene 66 90.4 90.4 90.4
Hygiene 7 9.6 9.6 100.0
Total 73 100.0 100.0

4. Kelembaban
KEL_Kelembaban
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 40%/ >70% 50 68.5 68.5 68.5
40-70% 23 31.5 31.5 100.0
Total 73 100.0 100.0

5. Ventilasi
Kel_Ventilasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <5% dri luas lantai 50 68.5 68.5 68.5
>5% dri luas lantai 23 31.5 31.5 100.0
Kel_Ventilasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <5% dri luas lantai 50 68.5 68.5 68.5
>5% dri luas lantai 23 31.5 31.5 100.0
Total 73 100.0 100.0

6. Kepadatan Hunian
Kel_Kepadatan_Hunian
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 8 m2 untuk 2 orang 65 89.0 89.0 89.0
> 8m2 untuk 2 orang 8 11.0 11.0 100.0
Total 73 100.0 100.0

7. Dukungan Pihak Pesantren


Dukungan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 62 84.9 84.9 84.9
Tinggi 11 15.1 15.1 100.0
Total 73 100.0 100.0

HASIL SPSS BIVARIAT

1. Pengetahuan * Suspect Skabies


Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengetahuan * S_Scabies 73 100.0% 0 .0% 73 100.0%
Pengetahuan * S_Scabies Crosstabulation

S_Scabies

Ya Tidak Total
Pengetahuan Rendah Count 17 4 21
% within Pengetahuan 81.0% 19.0% 100.0%
Tinggi Count 39 13 52
% within Pengetahuan 75.0% 25.0% 100.0%
Total Count 56 17 73
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
% within Pengetahuan 76.7% 23.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value Df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
.297 1 .586
b
Continuity Correction .057 1 .811
Likelihood Ratio .305 1 .581
Fisher's Exact Test .762 .415
Linear-by-Linear Association .293 1 .589
b
N of Valid Cases 73
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,89.
b. Computed only for a 2x2 table

2. Personal Hygiene * Suspect Skabies


Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Personal_Hygiene *
73 100.0% 0 .0% 73 100.0%
S_Scabies
Personal_Hygiene * S_Scabies Crosstabulation

S_Scabies

Ya Tidak Total
Personal_Hygiene Kurang Hygiene Count 54 12 66
% within Personal_Hygiene 81.8% 18.2% 100.0%
Hygiene Count 2 5 7
% within Personal_Hygiene 28.6% 71.4% 100.0%
Total Count 56 17 73
% within Personal_Hygiene 76.7% 23.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value Df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
10.044 1 .002
b
Continuity Correction 7.285 1 .007
Likelihood Ratio 8.276 1 .004
Fisher's Exact Test .006 .006
Linear-by-Linear Association 9.907 1 .002
b
N of Valid Cases 73
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,63.
b. Computed only for a 2x2 table

3. Kelembaban * Suspect Skabies


Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
KEL_Kelembaban *
73 100.0% 0 .0% 73 100.0%
S_Scabies
KEL_Kelembaban * S_Scabies Crosstabulation

S_Scabies

Ya Tidak Total
KEL_Kelembaban < 40%/ >70% Count 49 1 50
% within KEL_Kelembaban 98.0% 2.0% 100.0%
40-70% Count 7 16 23
% within KEL_Kelembaban 30.4% 69.6% 100.0%
Total Count 56 17 73
% within KEL_Kelembaban 76.7% 23.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value Df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
40.256 1 .000
b
Continuity Correction 36.563 1 .000
Likelihood Ratio 41.167 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 39.705 1 .000
b
N of Valid Cases 73
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,36.
b. Computed only for a 2x2 table
4. Ventilasi * Suspect Skabies
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kel_Ventilasi * S_Scabies 73 100.0% 0 .0% 73 100.0%
Kel_Ventilasi * S_Scabies Crosstabulation

S_Scabies

Ya Tidak Total
Kel_Ventilasi <5% dri luas lantai Count 49 1 50
% within Kel_Ventilasi 98.0% 2.0% 100.0%
>5% dri luas lantai Count 7 16 23
% within Kel_Ventilasi 30.4% 69.6% 100.0%
Total Count 56 17 73
% within Kel_Ventilasi 76.7% 23.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value Df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
40.256 1 .000
b
Continuity Correction 36.563 1 .000
Likelihood Ratio 41.167 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 39.705 1 .000
b
N of Valid Cases 73
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,36.
b. Computed only for a 2x2 table

5. Kepadatan Hunian * Suspect Skabies


Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kel_Kepadatan_Hunian *
73 100.0% 0 .0% 73 100.0%
S_Scabies
Kel_Kepadatan_Hunian * S_Scabies Crosstabulation

S_Scabies

Ya Tidak Total
Kel_Kepadatan_Hunian < 8 m2 untuk 2 orang Count 53 12 65
% within
81.5% 18.5% 100.0%
Kel_Kepadatan_Hunian
> 8m2 untuk 2 orang Count 3 5 8
% within
37.5% 62.5% 100.0%
Kel_Kepadatan_Hunian
Total Count 56 17 73
% within
76.7% 23.3% 100.0%
Kel_Kepadatan_Hunian
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value Df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
7.733 1 .005
b
Continuity Correction 5.464 1 .019
Likelihood Ratio 6.472 1 .011
Fisher's Exact Test .014 .014
Linear-by-Linear Association 7.627 1 .006
b
N of Valid Cases 73
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,86.
b. Computed only for a 2x2 table

6. Dukungan Pihak Pesantren * Suspect Skabies


Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Dukungan * S_Scabies 73 100.0% 0 .0% 73 100.0%

Dukungan * S_Scabies Crosstabulation

S_Scabies

Ya Tidak Total
Dukungan Rendah Count 53 9 62
% within Dukungan 85.5% 14.5% 100.0%
Tinggi Count 3 8 11
% within Dukungan 27.3% 72.7% 100.0%
Total Count 56 17 73
% within Dukungan 76.7% 23.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value Df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
17.721 1 .000
b
Continuity Correction 14.612 1 .000
Likelihood Ratio 14.984 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 17.478 1 .000
b
N of Valid Cases 73
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,56.
b. Computed only for a 2x2 table
Struktur Pengasuhan Santriwati Tahun 2014

Bagan 5.1 Struktur Kepengurusan Pengasuhan Santriwati Tahun 2014

Pimpinan

Direktur

Kepala
Pengasuhan

Bagian Bagian Bagian Bagian Bagian


Perizinan Bahasa Ibadah Kesehatan Ekstrakurikuler

Struktur Kepengurusan Pengasuh Santriwati Pondok Pesantren Modern Diniyyah


Pasia Tahun 2014:

Pimpinan : Drs. H. Nawazir Muchtar, Lc

Direktur : Nashran Nazir, S.Pd.I

Kepala Pengasuhan : Rita Ersi, S.Pd.I

Bagian Perizinan :

1. Ira Maya Sofa, A.Ma


2. Maysari

Bagian Bahasa :

1. Layli Wahyuni
2. Eisa Wulandari, S.Pd.I
3. Nurul Karmi, S.Th.I

Bagian Ibadah : Mushallina Hilma, S.Th.I

Bagian Kesehatan : Mardhiyah

Bagian Ekstrakurikuler : Sharah

Anda mungkin juga menyukai