Anda di halaman 1dari 139

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGANDENGAN

KEJADIAN KUSTA
(Studi Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas Kunduran Blora Tahun 2012)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat


Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh

Silvia Indriani
NIM. 6450408021

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
2014
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang
April 2014

ABSTRAK

Silvia Indriani
Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Kusta (Studi Kasus di
Wilayah Kerja Puskesmas Kunduran Kabupaten Blora)
xv + 80 halaman + 29 tabel + 2 gambar + 18 lampiran

Kabupaten Blora pada tahun 2012, selama tiga tahun terakhir menunjukkan
bahwa prevalensi belum mencapai pada kondisi eliminasi indikator secara
nasional angka kesakitan kusta mencapai harus kurang dari 1/10.000.Wilayah
kerja Puskesmas Kunduran salah satu puskesmas di kabupaten Blora yang
endemis tinggi penyakit kusta.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan
antara faktor risiko dengan kejadian kusta di wilayah kerja puskesmas Kunduran
Kabupaten Blora.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kasus kontrol. Populasi penelitian
adalah penderita kusta yang tercatat dalam rekam medis puskesmas Kunduran.
Sampel penelitian yaitu 40 kasus dan 40 kontrol.Instrumen penelitian berupa
kuesioner.Analisis data menggunakan uji chi square.
Hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara jenis pekerjaan (p = 0,007;
OR= 3,955; 95%CI= 1,546-10,114), status sosial ekonomi (p = 0,000; OR =
6,926; 95%CI= 2,380-20,157), tingkat pendidikan (p= 0,000; OR= 13,222;
95%CI= 4,400-39,732), personal hygiene (p = 0,005; OR = 0,212; 95%CI= 0,076-
0,591) dengan kejadian kusta dan tidak ada hubungan antara jenis kelamin (p =
0,178; OR = 2,037; 95% CI= 0,834-4,976), umur (p = 0,780; OR = 0,731;
95%CI= 0,243-2,201), dan tingkat pengetahuan (p = 1,000; OR = 0,848; 95%CI=
0,275-2,613) dengan kejadian kusta.
Hendaknya puskesmas Kunduran melakukan berbagai penyuluhan terkait
dengan penyakit kusta.Hal ini harus dilakukan hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar masyarakat di wilayah kerja puskesmas Kunduran memiliki
pengetahuan rendah tentang penyakit kusta.

Kata Kunci: Kusta, tingkat pengetahuan, personal hygiene, jenis pekerjaan

ii
Public Health Departement
Sport Science Faculty
Semarang State University
April 2013

ABSTRACT

Silvia Indriani
Risk Factors that related to leprosy incidence (A Case Study at the working area
of Public health centers of Kunduran Blora)
xv+ 80 page + 29 tables + 2 figures + 18 appendices

Blora distric in 2012, during the last three years showed that the prevalence
of the condition has not been reached on the national indicators elimination of
leprosy reached morbidity should be less than 1/10.000. Kunduran public health
centre is one Blora district health centers in high endemic leprosy. The purpose of
this study is to determine Risk Factors that related to leprosy incidence in the
working area of public health centers of Kunduran Blora District.
This research methode was a case-control study. The study population was
patients with leprosy were recorded in the medical record in Kunduran Public
health centers. The research samples are 40 cases and 40 controls. Research
instruments such as questionnaires. Data analyze using chi square test.
The results of the study is there are relationship between the type of work (p
= 0,007; OR = 3,955; 95%CI= 1,546-10,114), Socioeconomic status (p = 0,000;
OR = 6,926; 95%CI= 2,380-20,157), level of education (p = 0,000; OR = 13,222;
95%CI= 4,400-39,732), personal hygiene (p = 0,005; OR = 0,212; 95% CI=
0,076-0,591)and no association between the sex (p = 0,178; OR = 2,03795% CI=
0,834-4,976), age (p = 0,780; OR = 0,731; 95%CI= 0,243-2,201) , dan level of
knowledge(p = 1,000; OR = 0,848; 95%CI= 0,275-2,613) the incidence of
leprosy.
The suggestions for Kunduran Public health center are toshould perform a
variety of counseling associated with leprosy. This should do the results showed
that the majority of people in the working area Kunduran public health centers
have low knowledge about the disease.

Keywords: Leprosy, level of knowledge, personal hygiene, type of work

iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

1. Masyarakat hanya akan sehat, apabila setiap insan ikut serta menyehatkan

dirinya serta lingkungannya (Juli Soemirat Slamet, 2002:5).

2. Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar

(Imam Al Ghazali).

PERSEMBAHAN

1. Skripsi ini saya persembahkan

untukAyah (Larsono Untung

Suyanto) dan Ibu (Nurwiki) yang

selalu memberikan do’a, semangat

dan kepercayaan demi

keberhasilanku.

2. Khairul Huda suami tercinta yang

selalu memberikan do’a, semangat

dan motivasi.

3. Almamaterku Unnes.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah dan karunia-

Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Faktor Risiko yang Berhubungan dengan

Kejadian Kusta (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Kunduran Blora

Tahun 2012)” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk

memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Ilmu Keolahragaan,

Universitas Negeri Semarang.

Sehubungan dengan pelaksanaan penelitian sampai penyelesaian skripsi

ini, dengan rendah hati disampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Bapak

Dr.H. Harry Pramono, M.Si, atas persetujuan penelitian.

2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan

Universitas Negeri Semarang, Ibu Dr. dr. Hj. Oktia Woro K.H., M.Kes., atas

persetujuan penelitian.

3. Pembimbing I, Bapak Drs. Bambang Wahyono, M.Kes., atas bimbingan,

arahan serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Pembimbing II, Bapak Irwan Budiono, SKM, M.Kes(Epid) atas bimbingan,

arahan serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, atas bekal ilmu, bimbingan

dan bantuannya.

vii
6. Kepala Bidang P2PLP Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, Bapak Lilik

Hernanto, SKM,M.Kes, atas ijin penelitian.

7. Kepala Puskesmas Kunduran Bapak dr.M. Jamil Muhlisin, MM atas ijin

penelitian.

8. Ayah (Larsono Untung Suyanto) dan Ibu (Nurwiki), atas do’a, motivasi baik

moril maupun materiil sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Suamiku (Khairul Huda), atas do’a dan semangat sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

10. Kakak Kandungku Mas Wuwuh Prabowo atas dan semangat sehingga skripsi

ini dapat terselesaikan.

11. Sahabatku (Sri Rahayu, Zaenal), atas bantuan, do’a, semangat, dan

motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

12. Teman Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2008, atas masukan

serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas masukannya

dalam penyelesaian skripsi ini.

Disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga saran dan

kritik yang membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan karya

selanjutnya.Semoga skripsi ini bermanfaat.

Semarang, Maret 2014

Penyusun

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
ABSTRAK........................................................................................................ ii
ABSTRACT...................................................................................................... iii
PERSETUJUAN............................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.................................................................... v
KATA PENGANTAR..................................................................................... vi
DAFTAR ISI..................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................. 8
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................... 9
1.5 Keaslian Penelitian ......................................................................... 10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kusta ............................................................................................... 13
2.1.1 Pengertian Kusta................................................................. 13
2.1.2 Etiologi .............................................................................. 13
2.1.3 Cara Penularan ................................................................... 14
2.1.4 Epidemiologi...................................................................... 14
2.1.5 Klasifikasi Penyakit Kusta.................................................. 15
2.1.6 Diagnosis............................................................................ 17
2.1.7 Pemeriksaan Klinis ............................................................ 19
2.1.8 Pencegahan......................................................................... 21

ix
2.1.9 Kecacatan............................................................................ 22
2.1.10 Pengobatan.......................................................................... 26
2.1.11 Reaksi Kusta....................................................................... 32
2.1.12 FaktorRisiko yang Berhubungan dengan Kejadian Kusta 36
2.2 Kerangka Teori................................................................................ 40
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 KerangkaKonsep........................................................................... 41
3.2 HipotesisPenelitian........................................................................ 41
3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian..................................................... 42
3.4 Variabel Penelitian......................................................................... 43
3.4.1 Variabel Bebas....................................................................... 43
3.4.2 Variabel Terikat...................................................................... 43
3.5 Definisi Operasional....................................................................... 44
3.6 Populasi dan Sampel...................................................................... 46
3.6.1 Populasi................................................................................. 46
3.6.2 Sampel Penelitian ................................................................ 46
3.6.3 Teknik Pemilihan Sampel..................................................... 48
3.7 Sumber Data Penelitian................................................................ 50
3.7.1 Data Primer........................................................................... 50
3.7.2 Data Sekunder....................................................................... 50
3.8 Instrumen Penelitian....................................................................... 50
3.9 Validitas dan Reliabilitas................................................................ 50
3.10 Teknik Pengambilan Data............................................................ 52
3.11 Prosedur Penelitian....................................................................... 52
3.12 TeknikAnalisis Data.................................................................... 53
3.12.1 Analisis Univariat.............................................................. 53
3.12.2 Analisis Bivariat................................................................ 53
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian.............................................. 56
4.2 Hasil Penelitian .............................................................................. 56

x
4.2.1 Deskripsi Responden.......................................................... 56
4.2.2 Analisis Univariat............................................................... 60
4.2.2.1 Umur................................................................ 60
4.2.2.2 Jenis Pekerjaan.................................................. 60
4.2.2.3 Status Sosial Ekonomi....................................... 61
4.2.2.4 Tingkat Pendidikan........................................... 61
4.2.2.5 Tingkat Pengetahuan......................................... 62
4.2.2.6 Personal Hygiene............................................... 62
4.2.3 Analisis Bivariat................................................................. 63
4.2.3.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan
Kejadian Kusta.................................................. 63
4.2.3.2 Hubungan antara Umur dengan Kejadian
Kusta.................................................................. 64
4.2.3.3 Hubungan antara Jenis Pekerjaan dengan
Kejadian Kusta.................................................. 65
4.2.3.4 Hubungan antara Status Sosial Ekonomi
dengan Kejadian Kusta...................................... 66
4.2.3.5 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan
Kejadian Kusta.................................................. 66
4.2.3.6 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan
Kejadian Kusta.................................................. 68
4.2.3.7 Hubungan antara Personal Hygiene dengan
Kejadian Kusta.................................................. 68
4.2.4 RekapitulasiHasil Analisis Bivariat................................... 69
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan................................................................................... 70
5.1.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Kusta... 71
5.1.2 Hubungan antara Umur dengan Kejadian Kusta................ 72
5.1.3 Hubungan antara Jenis Pekerjaan dengan Kejadian Kusta 72
5.1.4 Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian

xi
Kusta.................................................................................... 73
5.1.5 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian
Kusta.................................................................................... 74
5.1.6 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian
Kusta.................................................................................... 75
5.1.7 Hubungan antara Personal Hygiene dengan Kejadian
Kusta.................................................................................... 75
5.2 Hambatan dan Kelemahan Penelitian............................................ 76
5.2.1 Hambatan Penelitian........................................................... 76
5.2.2 Kelemahan Penelitian......................................................... 76
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan...................................................................................... 78
6.2 Saran ............................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 80
LAMPIRAN...................................................................................................... 82

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian......................................................................... 10

Tabel 2.1 Pedoman Utama Untuk Menentukan Klasifikasi/Tipe Penyakit 15

Kusta menurut WHO......................................................................

Tabel 2.2 Tanda Lain yang Dapat Dipertimbangkan Dalam Penentuan 16

Klasifikasi Penyakit Kusta.............................................................

Tabel 2.4 Kecacatan karena Terganggunya Fungsi Saraf ............................. 23

Tabel 2.5 Tingkat Kecacatan di Indonesia .................................................... 24

Tabel 2.6 Tipe PB........................................................................................... 29

Tabel 2.7 Tipe MB......................................................................................... 29

Tabel 2.8 Tingkat Cacat Kusta................................................................... 34

Tabel 3.1 Definisi Operasional....................................................................... 44

Tabel 3.2 Tabel 2x2 Penentuan OR................................................................ 54

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur...................................... 57

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin......................... 57

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan....................... 58

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Sosial Ekonomi........... 59

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan................ 59

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Umur ..................................... 60

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ...................... 61

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Status Sosial Ekonomi........... 61

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan................ 62

xiii
Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan............. 62

Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Personal Hygiene Responden 63

Tabel 4.12 Crosstab antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Kusta................. 63

Tabel 4.13 Crosstab antara Umur Responden dengan Kejadian Kusta…....... 64

Tabel 4.14 Crosstab antara Pekerjaan Penderita dengan kejadian kusta...... 65

Tabel 4.15 Crosstab antara Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian kusta… 66

Tabel 4.16 Crosstab antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian kusta......... 67

Tabel 4.17 Crosstab antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian kusta….. 68

Tabel 4.18 Crosstab antara Personal Hygiene dengan Kejadian kusta............ 68

Tabel 4.19 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat dengan Uji Chi-Square........ 69

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori…………………………………………………. 40

Gambar 3.1 Kerangka Konsep……………………………………………… 41

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Kuesioner Penelitian................................................................................. 82

2 Daftar Responden Kasus........................................................................... 85

3 Daftar Responden Kontrol........................................................................ 87

4 Data Tingkat Pendidikan.......................................................................... 89

5 Data Personal Higieny.............................................................................. 92

6 Data Umur................................................................................................. 95

7 Data Jenis Pekerjaan................................................................................. 98

8 Data Jenis Kelamin................................................................................... 101

9 Data Tingkat Pengetahuan........................................................................ 104

10 Hasil Distribusi Frekuensi Responden...................................................... 106

11 Hasil Uji Chi Square................................................................................. 108

12 Surat Penetapan Dosen Pembimbing........................................................ 115

13 Surat Ijin Penelitian Kepada Kesbangpolinmas Kabupaten Blora........... 116

14 Surat Ijin Penelitian Kepada Bapeda Kabupaten Blora............................ 117

15 Surat Ijin Penelitian dari Bapeda Kabupaten Blora.................................. 118

16 Surat Ijin Penelitian Kepada Puskesmas Kunduran Kabupaten Blora..... 119

17 Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian........................................ 120

18 Foto-Foto Dokumentasi Penelitian........................................................... 121

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kusta atau juga dikenal sebagai lepra atau Morbus Hansen merupakan

penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Penyakit ini

masih menjadi masalah kesehatan di beberapa negara sedang berkembang, dan

bila perkembangan penyakit ini tidak ditangani secara cermat dapat menyebabkan

kecacatan bagi penderitanya yang berakibat terganggunya kualitas sumber daya

manusia, sehingga akan menjadi halangan dalam memenuhi kebutuhan sosial

ekonomi. Penyakit ini sangat ditakuti bukan karena menyebabkan kematian

melainkan lebih banyak menyebabkan kecacatan yang permanen (DepKes. RI,

2006: 4).

Kuman kusta biasanya menyerang saraf tepi kulit dan jaringan tubuh

lainnya, Sumber penularan penyakit ini adalah penderita kusta multibasiler atau

kusta basah.Bila basil Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh seseorang,

dapat timbul gejala klinis sesuai dengan kerentanan orang tersebut.Bentuk tipe

klinis tergantung pada sistem imunitas seluler penderita. Sistem imunitas seluler

baik akan tampak gambaran klinis ke arah tuberkuloid (termasuk dalam tipe kusta

pausibasiler), sebaliknya sistem imunitas seluler rendah memberikan gambaran

lepromatosa. Multibasiler berarti mengandung banyak basil yaitu tipe

lepromatosa. Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan, cara penularan

belum diketahui pasti hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak

1
2

langsung antar kulit yang lama dan erat. Anggapan kedua ialah, sebab M. leprae

masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet.Masa tunasnya sangat bervariasi,

antara 40 hari sampai 40 tahun, rata-rata 3-5 tahun.Kusta bukan penyakit

keturunan (Hiswani, 2001:1, Kosasih dkk, 2007:75).

Belum diketahui secara pasti bagaimana cara penularan penyakit kusta.

Secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak yang lama dengan

penderita. Penyakit ini dapat mengenai semua umur. Pada keadaan epidemi,

penyebaran hampir sama pada semua umur. Namun yang terbanyak adalah pada

umur produktif (Marwali Harahap, 2000:261; Depkes RI, 2007:8-10).

World Health Organization (WHO), mencatat awal tahun 2012

dilaporkan dari 115 negara di dunia, prevalensi kusta baru yang terdaftar secara

global sebanyak 232.857 kasus dan pada empat bulan pertama tahun 2013 jumlah

kasus yang tercatat yaitu 189.018 kasus (WHO, 2013). Pada tahun 2011

ditemukan 244.796 kasus baru kusta di dunia dan 17.260 di antaranya merupakan

kasus baru dari Indonesia(Kemenkes, 2011) Menurut Direktorat Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Dirjen P2 dan PL), Indonesia

telah mengalami eliminasi kusta pada tahun 2000, namun berdasarkan data yang

dilaporkan jumlah penderita baru sampai saat ini tidak menunjukkan perubahan.

Jumlah penderita kusta di dunia dari tahun ke tahun terus mengalami perubahan.

(Dirjen P2 dan PL, 2007: 13).

Perubahan prevalensi kusta juga terjadi di Indonesia, pada tahun 2008

prevalensi kusta di Indonesia tercatat 0,94%, dan mengalami penurunan pada

tahun 2009 menjadi 0,91% (Depkes RI, 2010: 40). Pada tahun 2010, prevalensi
3

kusta di Indonesia tercatat 0,86% dengan Case Detection Rate (CDR) sebesar 7,22

per 100.000 penduduk. Penemuan kasus baru ini sudah sesuai target, karena target

yang diharapakan pemerintah yaitu sebesar 1 per 10.000 penduduk (Kemenkes,

2011). Pada akhir Desember 2011, ditemukan 202 kasus kusta dengan prevalensi

0,16%. WHO menyebutkan, prevalensi Kusta di Indonesia tahun 2011 menempati

posisi ke tiga setelah India dan Brazil (Harian Analisa, 2012)

Di tingkat nasional, Jawa Tengah termasuk provinsi endemis rendah kusta

namun menduduki peringkat kedua untuk penemuan jumlah kasus baru.

Prevalensi kusta di Jawa tengah pada tahun 2011 sebesar 0,8 per 10.000 penduduk

dengan CDR 7 per 100.000 penduduk . Pada tahun 2012, dilaporkan terdapat

kasus baru tipe Multibasilar (MB) sebanyak 1.308 kasus dan tipe Pausibasilar

sebanyak 211 kasus dengan CDR sebesar 4,57 per 100.000 penduduk. Sebanyak 9

daerah di sepanjang pantura Jawa Tengah meliputi Brebes, Tegal, Pemalang,

Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kota Pekalongan,

Kabupaten Jepara dan Kabupaten Demak merupakan daerah endemis tinggi kusta

dengan rata-rata jumlah kasus lebih dari 1 per 10.000 penduduk (Dinkes Jateng,

2013).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Blora tahun 2012, selama tiga

tahun terakhir menunjukkan bahwa prevalensi belum mencapai pada kondisi

eliminasi indikator secara nasional angka kesakitan kusta mencapai harus kurang

dari 1/10.000, tahun 2010 diketahui terdapat 1,40 per 10.000 penduduk , dan terus

mengalami peningkatan pada tahun 2011 sebanyak 1,60 per 10.000 penduduk

serta pada tahun 2012 sebesar 1,52 per 10.000 penduduk dengan penemuan
4

penderita baru (CDR) 16,30 per 100.000 penduduk. Wilayah kerja Puskesmas

Kunduran salah satu puskesmas di kabupaten Blora yang endemis tinggi penyakit

kusta ,angka prevalensi kusta per 10.000 penduduk pada tahun 2010 sebanyak 5,6

per 10.000 penduduk. Penemuan penderita baru (CDR) yang terdapat pada

wilayah kerja puskesmas kunduran yaitu 65 per 100.000, proposi MB sebanyak

48,15% , proporsi anak 7,4 % dan proporsi cacat tingkat 2 sebesar 18,5 %. pada

tahun 2011 angka prevalensi kusta per 10.000 sebanyak 3,86 per 10.000,

Penemuan penderita baru (CDR) sebanyak 56 per 100.000 penduduk, proporsi

MB sebanyak 52%, proporsi anak 22% dan proporsi cacat tingkat 2 sebanyak 9%.

Pada tahun 2012 angka prevalensi kusta per 10.000 sebanyak 3,54 per 10.000

Penemuan penderita baru(CDR) sebanyak 35,4 per 100.000 penduduk, proporsi

MB sebanyak 50%, dan proporsi cacat tingkat 2 sebanyak 14%. bahwa penemuan

penderita kasus kusta belum mencapai target nasional, menunjukan tingkat

penularan penyakit kusta masih tinggi dan masih banyak penderita yang

tersembunyi sebagai sumber penularan yang belum di ketahui sehingga masih

menjadi masalah dipuskesmas kunduran. (DKK Blora 2010-2012).

Puskesmas Kunduran merupakan satu diantara dua Puskesmas yang ada di

Wilayah Kecamatan Kunduran, yang mempunyai Wilayah kerja sebanyak 16 desa

dan 1 Kelurahan. Puskesmas Kunduran berada di wilayah desa Sambiroto yang

letaknya di daerah perbatasan dengan Kabupaten Grobogan sehingga kunjungan

pasien dari wilayah Kabupaten cukup tinggi. Puskesmas Kunduran merupakan

Puskesmas tinggi Kusta karena dari tahun ketahun angka kejadian kusta masih

tinggi.Letak geografis daerah tersebut merupakan tanah sawah tadah hujan yang
5

luas, sehingga sebagian besar penduduk sekitar Wilayah Kerja Puskesmas

kunduran bermata pencaharian Petani, Yang bekerja sebagai petani lebih banyak

laki-laki dibandingkan perempuan.

Kusta menimbulkan masalah yang sangat kompleks tidak hanya dilihat

dari segi medis namun meluas sampai masalah sosial, ekonomi dan budaya.

Karena selain cacat yang ditimbulkan, rasa takut yang berlebihan terhadap kusta

(leptophobia) akan memperkuat persoalan sosial ekonomi penderita kusta.

Program Penanggulangan Penyakit (P2) kusta yang dilaksanakan di Indonesia

mempunyai tujuan jangka panjang yaitu eradikasi kusta di Indonesia (Depkes RI,

2006).

Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian kusta telah banyak teliti

sebelumnya.Seperti penelitian Maria (2009) menemukan bahwa faktor yang

berhubungan dengan kejadian kusta adalah umur, jenis kelamin, riwayat kontak,

lama kontak, pendidikan, status sosial, kepadatan anggota keluarga, personal

hygiene. Sedangkan hasil Puspita Kartika Sari (2005) menemukan bahwa jenis

kelamin, kepadatan hunian, riwayat kontak serumah dan riwayat kontak tidak

serumah memiliki hubungan dengan kejadian kusta, sedangkan umur, lama

kontak, jumlah kontak dan tipe kusta kontak tidak memiliki hubungan dengan

kejadian kusta.

Penelitian Yessita Yuniarasari (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan

antara tingkat pengetahuan; personal hygiene; jenis pekerjaan dan tidak ada

hubungan antara tingkat pendidikan, lama kontak, suhu kamar tidur, jarak rumah

dan jenis kelamin dengan kejadian kusta. Sedangkan Noviana Ariyani (2013)
6

faktor yang berhubungan adalah lama pengobatan dan yang tidak ada hubungan

adalah umur, jenis kelamin, tipe kusta, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat diketahui bahwa faktor

risiko yang berhubungan dengan kejadian kusta sangat banyak.Selain itu

beberapan hasil penelitian terdapat perbedaan seperti pada faktor umur, jenis

pekerjaan dan jenis kelamin. Atas dasar hal tersebut penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian tentang kejadian kusta dengan judul “Faktor Risiko yang

berhubungan dengan Kejadian Kusta (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas

kunduran kabupaten Blora Tahun 2012)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian di atas berikut adalah ringkasan masalah

penelitian antara lain :

1. Di tingkat nasional, Jawa Tengah termasuk provinsi endemis rendah kusta

namun menduduki peringkat kedua untuk penemuan jumlah kasus baru.

Prevalensi kusta di Jawa tengah pada tahun 2011 sebesar 0,8 per 10.000

penduduk dengan CDR 7 per 100.000 penduduk . Pada tahun 2012,

dilaporkan terdapat kasus baru tipe Multibasilar (MB) sebanyak 1.308 kasus

dan tipe Pausibasilar sebanyak 211 kasus dengan CDR sebesar 4,57 per

100.000 penduduk.

2. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Blora tahun 2012, selama tiga tahun

terakhir menunjukkan bahwa prevalensi belum mencapai pada kondisi

eliminasi indikator secara nasional angka kesakitan kusta mencapai harus

kurang dari 1/10.000, tahun 2010 diketahui terdapat 1,40 per 10.000
7

penduduk , dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2011 sebanyak 1,60

per 10.000 penduduk serta pada tahun 2012 sebesar 1,52 per 10.000

penduduk dengan penemuan penderita baru (CDR) 16,30 per 100.000

penduduk.

3. Wilayah kerja Puskesmas Kunduran salah satu puskesmas di kabupaten Blora

yang endemis tinggi penyakit kusta ,angka prevalensi kusta per 10.000

penduduk pada tahun 2010 sebanyak 5,6 per 10.000 penduduk. Penemuan

penderita baru (CDR) yang terdapat pada wilayah kerja puskesmas kunduran

yaitu 65 per 100.000, proposi MB sebanyak 48,15%, proporsi anak 7,4 %

dan proporsi cacat tingkat 2 sebesar 18,5 %. pada tahun 2011 angka

prevalensi kusta per 10.000 sebanyak 3,86 per 10.000, Penemuan penderita

baru (CDR) sebanyak 56 per 100.000 penduduk, proporsi MB sebanyak 52%,

proporsi anak 22% dan proporsi cacat tingkat 2 sebanyak 9%. Pada tahun

2012 angka prevalensi kusta per 10.000 sebanyak 3,54 per 10.000 Penemuan

penderita baru(CDR) sebanyak 35,4 per 100.000 penduduk, proporsi MB

sebanyak 50%, dan proporsi cacat tingkat 2 sebanyak 14%.bahwa penemuan

penderita kasus kusta belum mencapai target nasional, menunjukan tingkat

penularan penyakit kusta masih tinggi dan masih banyak penderita yang

tersembunyi sebagai sumber penularan yang belum di ketahui sehingga masih

menjadi masalah dipuskesmas kunduran.

1.2.1 Rumusan Masalah Umum

Faktor apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian penyakit kusta pada

pasien wilayah kerja puskesmas kunduran kabupaten Blora pada tahun 2012?
8

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus

1. Adakah hubungan jenis kelamin dengan kejadian kusta di wilayah kerja

Puskesmas kunduran kabupaten Blora?

2. Adakah hubungan umur dengan kejadian kusta di wilayah kerja

Puskesmas kunduran kabupaten Blora?

3. Adakah hubungan jenis pekerjaan dengan kejadian kusta di wilayah kerja

Puskesmas kunduran kabupaten Blora?

4. Adakah hubungan status sosial ekonomi dengan kejadian kusta di wilayah

kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora?

5. Adakah hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian kusta di wilayah

kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora?

6. Adakah hubungan Tingkat Pengetahuan dengan kejadian kusta di wilayah

kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora?

7. Adakah hubungan Perilaku Personal Hygiene dengan kejadian kusta di

wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian kusta di

wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora?

2. Untuk mengetahui hubungan umur dengan kejadian kusta di wilayah kerja

Puskesmas kunduran kabupaten Blora?

3. Untuk mengetahui hubungan jenis pekerjaan dengan kejadian kusta di

wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora?


9

4. Untuk mengetahui hubungan status sosial ekonomi dengan kejadian kusta

di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora?

5. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian kusta di

wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora?

6. Untuk mengetahui hubungan Tingkat Pengetahuan dengan kejadian kusta

di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora?

7. Untuk mengetahui hubungan Perilaku Personal Hygiene dengan kejadian

kusta di wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora?

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Untuk Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat dijadikan dasar dalam penelitian selanjutnya dengan

menambah variabel lain sehingga faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian

kusta dapat diketahui lebih mendalam.

1.4.2Untuk Puskesmas dan Instansi Terkait

Menambah bahan masukan dan informasi bagi pemerintah kabupaten /

kota setempat maupun pihak-pihak yang terkait untuk menentukan rencana upaya

penanggulangan kustadi wilayah kerja Puskesmas kunduran kabupaten Blora.

1.4.3 Untuk Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian

selanjutnya.

1.4.4 Bagi Masyarakat

Agar mengetahui faktor risiko yang hubungan dengan kejadian kusta

sehingga dapat melakukan upaya-upaya pencegahan agar tidak tertular penyakit

kusta.
10

1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Penelitian-Penelitian yang Relevan dengan Peneletian ini

No Judul Nama Tahun dan Rancangan Variabel Hasil


Penelitia Peneliti Tempat Penelitian Penelitian
n Penelitian
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Analisis Maria 2008, Survey Variabel Variabel yang
Faktor Christiana Jepara analitik bebas: berhubungan
Risiko dengan dengan
Kejadian rancangan 1. Umur kejadian kusta
2. Jenis
Kusta kasus Kelamin adalah jenis
(Studi kontrol 3. Riwayat kelamin
Kasus di Kontak (OR=2,984),
Rumah 4. Lama riwayat kontak
Sakit Kontak (OR=2,144),
Kusta 5. Pendidik pendidikan
an
Donorejo (OR=7,405),
6. Status
Jepara) Sosial status ekonomi
Tahun Ekonomi (OR=3,567),
2008 7. Kepadata kepadatan
n hunian
Anggota (OR=3,405),
Keluarga personal
8. Personal
hygiene
Hygiene
Variabel (OR=4,214).
terikat:
Kejadian
kusta.
2. Analisis Puspita 2005, Analitik , Variabel Variabel yang
Faktor Kartika Pemalang dengan bebas: berhubungan :
Risiko Sari pendekatan 1. jenis kelamin
Kejadian kasus 1Jenis p= 0,037
Kusta di kontrol kelamin (OR=3,03)
Kabupate 2.Umur 2.Kepadatan
n Hunian (OR =
Pemalang 3.Kepadata 4,800)
Tahun n hunian 3.Riwayat
2005. kontak serumah
11

4.Riwayat p=0,003
kontak (OR=4.167)
serumah 4.Riwayat
kontak tidak
5.Lama serumah p=
kontak 0,003 (5,940)
serumah

6.Riwayat
kontak
tidak
serumah

7.Lama
kontak
tidak
serumah

8.Jumlah
kontak

9.Tipe
kusta
kontak

Variabel
terikat:
Kejadian
Kusta.

1.5.1 Perbedaan Penelitian

Keaslian penelitian dapat digunakan untuk membedakan penelitian yang

dilakukan sekarang dengan pnelitian sebelumnya. penelitian tentang kejadian

penyakit kusta sebelumnya dilakukan pada tahun 2005 dan 2008, tempat

pelaksanaan pada penelitian sebelumnya berada di wilayah Pemalang dan di

Rumah Sakit Kusta Donorejo Jepara.Sedangkan tempat pelaksanaan pada

penelitian ini di Wilayah Kerja Puskesmas Kunduran, dan variabel yang diteliti
12

pada penelitian ini yang tidak terdapat pada penelitian sebelumnya adalah Jenis

Pekerjaan.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

1.6.1 Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2013.

1.6.2 Ruang Lingkup Tempat

Lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kunduran kabupaten Blora. .

1.6.3 Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi dalam penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan

Masyarakat di Bidang Epidemiologi Penyakit Menular.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Kusta

2.2.1 Pengertian Kusta

Penyakit kusta adalah suatu penyakit infeksi granulo matosa menahun

yang disebabkan oleh organisme intraseluler obligat M.leprae.Awalnya, kuman

ini menyerang susunan saraf tepi, lalu menyerang kulit, mukosa, saluran napas,

retikuloendotelial, mata, otot, tulang, dan testis. (Prof.Dr.Muh. Dali Amiruddin,

dr.sp.KK(K), 2012 : 11).

2.2.2 Etiologi

Penyebab penyakit kusta yaitu Mycobacterium leprae dimana untuk

pertama kali ditemukan oleh G.H Armauer Hansen pada tahun 1873.M.Leprae

hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan Cell)

dan sel dari sistem retikulo endotelial.Waktu pembelahan sangat lama, yaitu 2-3

minggu.Di luar tubuh manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dari sekret

nasal dapat bertahan sampai 9 hari.Pertumbuhan optimal in vivo kuman kusta

pada tikus adalah pada suhu 27-30oC (DepKes RI, 2006iu:9).

Kuman kusta ditemukan oleh G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia,

yang sampai sekarang belun juga dapat dibiakkan dalam media artifisial.M.

Leprae berbentuk basil tahan asam, dan alkohol serta gram-positif (Kokasih, dkk

dalam Djuanda, 2007:74).

13
14

2.2.3 Cara Penularan

Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini yang dianggap sebagai

sumber penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada armadillo, simpanse,

dan pada telapak kaki tikus yang tidak mempunyai kelenjar thimus (Athimic nude

mouse) (DepKesRI, 2006:9).

Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basiller

(MB) kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang

pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit

kusta dapat ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit.

Timbulnya kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu ditakuti

tergantung dari beberapa faktor antara lain :

1. Faktor Sumber Penularan.

Sumber penulatan adalah penderita kusta tipe MB. Penderita MB ini pun tidak

akan menularkan kusta, apabila berobat teratur

2. Faktor Kuman Kusta.

Kuman kusta dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1 – 9 hari tergantung

pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya kuamn kusta yang utuh (solid) saja

yang dapat menimbulkan penularan.

2.2.4 Epidemiologi

Di seluruh dunia, dua hingga tiga juta orang diperkirakan menderita

kusta.India adalah negara dengan jumlah penderita terbesar, diikuti oleh Brazil

dan Myanmar. Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang

berbeda – beda. Di antara 122 negara endemis pada tahun 1991 ,World Health

Assembly telah mengeluarkan suatu revolusi eliminasi kusta tahun 2000. Pada
15

tahun 1999, insiden penyakit kusta di dunia diperkirakan 640.000 kasus dan 108

kasus terjadi di Amerika Serikat.Pada tahun 2000, WHO membuat daftar 91

negara yang endemik kusta. Tujuh puluh persen kasus dunia terdapat di India,

Myanmar, dan Nepal. Pada tahun 2002 , ditemukan 763.917 kasus di seluruh

dunia , dan menurut WHO pada tahun yang ditemukan 90% kasus kusta dunia

terdapat di Brazil, Madagaskar, Tanzania , dan nepal.(Prof.Dr.Muh. Dali

Amiruddin, dr.sp.KK(K), 2012 : 3)

2.2.5 Klasifikasi Penyakit Kusta

Pada tahun 1982 sekelompok ahli WHO mengembangkan klasifikasi untuk

memudahkan pengobatan di lapangan.Dalam klasifikasi ini seluruh penderita

kusta hanya dibagi dalam 2 tipe yaitu Paucibacillary (PB) dan Multibacillary

(MB).

Tabel 2.1: Pedoman Utama Untuk Menentukan Klasifikasi/Tipe Penyakit Kusta


menurut WHO

Tanda Utama PB MB

Bercak Kusta Jumlah 1 s/d 5 Jumlah > 5

Penebalan saraf tepi yang Hanya satu saraf Lebih dari satu saraf
disertai dengan gangguan
fungsi(Gangguan fungsi
bisa berupa kurang/mati
rasa atau kelemahan otot
yang dipersarafi oleh
saraf yang bersangkutan)

Sediaan apusan BTA negatif BTA positif

Sumber: (Dep Kes RI, 2006: 41).


16

Tabel 2.2: Tanda Lain yang Dapat Dipertimbangkan Dalam Penentuan Klasifikasi
Penyakit Kusta

Kelainan Kulit dan


PB MB
Hasil Pemeriksaan

1. Bercak (Makula)
Mati Rasa
a. Ukuran Kecil dan besar Kecil-kecil

b. Distribusi Unilateral atau bilateral Bilateral simetris


asimetris

c. Konsistensi Kering dan kasar Halus, berkilat

d. Batas Tegas Kurang tegas

e. Kehilangan rasa Selalu ada dan jelas Biasanya tidak jelas, jika
pada bercak ada, terjadi pada yang
sudah lanjut

f. Kehilangan Selalu ada dan jelas Biasanya tidak jelas, jika


kemampuan ada terjadi pada yang
berkeringat, rambut sudah lanjut
rontok pada bercak
2. Infiltrat

a. Kulit Tidak ada Ada, kadang-kadang


tidak ada

b. Membrana mukosa Tidak pernah ada Ada, kadang-kadang


(hidung tersumbat, tidak ada
peradangan di
hidung)
3. Ciri-ciri Central Healing - Punched out lesion
(lesi bentuk seperti
(penyembuhan di tengah) donat)
- Madarosis
- Ginekomasti
- Hidung pelana
- Suara sengau
4. Nodulus Tidak ada Kadang-kadang ada

5. Deformitas Terjadi dini Biasanya simetris, terjadi


lambat.

Sumber: (Departemen Kesehatan RI, 2006: 41-42).


17

2.2.6 Diagnosis

Untuk mendiagnosis kusta dicari kelainan-kelainan yang berhubungan

dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-kelainan yang tampak pada kulit.Adapun

tanda-tanda utama atau cardinal sign yang perlu dicari untuk mendiagnosis

penyakit kustayaitu:

2.2.6.1 Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa;

Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan

(hipopigmentasi) atau kemerah-merahan (erithematous) yang mati rasa

(anaesthesi).

2.1.6.2 Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf;

Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf

tepi (neuritis primer). Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa: (1) Gangguan fungsi

sensoris: mati rasa; (2) Gangguan fungsi motoris: kelemahan otot (parase) atau

kelumpuhan (paralise); (3) Gangguan fungsi otonom: kulit kering dan retak-retak.

2.1.6.3 Adanya bakteri tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit (BTA

positif).

Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana satu dari tanda-

tanda di atas.Pada dasarnya sebagian besar kasus dapat didiagnosis dengan

pemeriksaan klinis.Namun demikian pada kasus yang meragukan dapat dilakukan

pemeriksaan kerokan kulit. Apabila hanya ditemukan cardinal sign kedua perlu

dirujuk kepada wasor atau ahli kusta, jika masih ragu orang tersebut dianggap

sebagai kasus yang dicurigai (suspek) (Departemen Kesehatan RI, 2006: 36).
18

Adapun tanda-tanda tersangka kusta (suspek) antara lain:

1. Tanda-tanda pada kulit;

a. Bercak atau kelainan kulit yang merah atau putih di bagian tubuh

b. Kulit mengkilap

c. Bercak yang tidak gatal

d. Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak berambut

e. Lepuh tidak nyeri.

2. Tanda-tanda pada syaraf;

a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk, dan nyeri pada anggota badan atau muka.

b. Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka.

c. Adanya cacat (deformitas).

d. Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh.

Tanda-tanda tersebut merupakan tanda-tanda tersangka kusta, tidak

sebagai dasar diagnosis penyakit kusta. Jika diagnosis kusta masih belum dapat

ditegakkan, tindakan yang dapat dilakukan adalah:

1. Pikirkan kemungkinan penyakit kulit lain (seperti panu, kurap, kudis,

frambusia).

2. Jika tidak ditemukan mati rasa yang jelas maupun penebalan saraf namun ada

tanda-tanda mencurigakan seperti nodul, pembengkakan pada wajah atau

cuping telingga, atau infiltrasi pada kulit, perlu dilakukan pemeriksaan apusan

kulit (skin smear).

3. Tunggu 3-6 bulan dan periksa kembali adanya mati rasa, jika lesi kulit tersebut

benar kusta maka dalam periode tersebut mati rasa harusnya menjadi jelas dan
19

dapat memulai Multidrug Therapy (MDT). Jika masih meragukan suspek

perlu dirujuk (Departemen Kesehtan RI, 2006: 37).

2.1.7 Pemeriksaan Klinis

Untuk memeriksa seseorang yang dicurigai kusta harus dilakukan:

2.1.7.1 Anamnesa

Pada anamnesa ditanyakan secara lengkap mengenai riwayat penyakitnya,

meliputi:

1. Kapan timbul becak/keluhan yang ada?

2. Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan yang sama (apakah

ada riwayat kontak)?

3. Riwayat pengobatan sebelumnya (Departemen Kesehtan RI, 2006: 44).

2.1.7.2 Pemeriksaan fisik, yaitu:

1. Pemeriksaan rasa raba pada kelainan kulit

Sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk memeriksa rasa

raba.Memeriksa dengan ujung dari kapas yang dilancipkan secara tegak lurus

pada kelainan kulit yang dicurigai.Sebaiknya penderita duduk pada waktu

pemeriksaan. Terlebih dahulu petugas menerangkan bahwa bilamana merasa

tersentuh bagian tubuhnya dengan kapas, ia harus menunjuk kulit yang disentuh

dengan jari telunjuknya, menghitung jumlah sentuhan atau dengan menunjuk jari

tangan ke atas untuk bagian yang sulit dijangkau.

Ini dikerjakan dengan dengan mata terbuka. Bilamana telah jelas, maka ia

diminta untuk menutup matanya, kalau perlu ditutup dengan sepotong kain atau

karton. Kelainan-kelainan dikulit diperiksa secara bergantian dengan kulit yang

normal disekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anestesi.Anestesi pada


20

telapak tangan dan kaki kurang tepat diperiksa dengan kapas, tetapi mengunakan

bolpoint (Departemen Kesehatan RI, 2006: 46).

2. Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya

Palpasi digunakan untuk dapat membedakan apakah ada penebalan atau

pembesaran diperlukan pengalamann palpasi saraf yang normal pada orang

sehat.Sewaktu melakukan palpasi saraf lihat juga mimik penderita, apakah ada

kesan kesakitan tanpa menanyakan sakit atau tidak.Dari beberapa saraf yang wajib

diraba yaitu saraf ulnaris, peroneus communis, dan tibialis posterior (Departemen

Kesehtan RI, 2006: 48).

Untuk diagnosis secara lengkap selain pemeriksaan klinis juga dilakukan

pemeriksaan tambahan bila ada keraguan dan fasilitas memungkinkan, yaitu:

1. Pemeriksaan Bakterioskopik

Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan

diagnosis dan pengamatan pengobatan (Kokasih, dkk, dalam Djuanda 2007:

79).Skin smear atau kerokan kulit adalah pemeriksaan sediaan yang diperoleh

lewat irisan dan kerokan kecil pada kulit yang kemudian diberi pewarnaan tahan

asam untuk melihat Mycobacterium leprae. Pada kasus yang meragukan harus

dilakukan pemeriksaan apusan kulit (skin smear).Pemeriksaan ini dilakukan oleh

petugas terlatih. Karena cara pewarnaan yang sama dengan pemeriksaan TBC

maka pemeriksaan dapat dilakukan di Puskesmas (PRM) yang memiliki tenaga

serta fasilitas untuk pemeriksaan BTA (Departemen Kesehatan RI, 2006: 59).
21

2. Pemeriksaan Histopatplogik

Makrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit di dalam darah ada

yang mempunyai nama khusus, antara lain sel sel Kuffer dari hati, sel alveolar

dari paru, sel glia dari otak, dan yang dari kulit disebut histiosit.salah satu tugas

makrofag adalah melakukan fagositosis. Kalau ada kuman (M. Leprae) masuk,

akibatnya akan bergantung pada Sistem Imunitas Selular (SIS) orang itu. Apabila

SIS-nya tinggi, makrofag akan mampu memfagosit M. Leprae (Kokasih, dkk,

dalam Djuanda 2007: 81).

3. Pemeriksaan Serologis

Pemeriksaan serologis kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada

tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M. Leprae.Antibodi yang terbentuk dapat

bersifat spesifik terhadap M. Leprae, yaitu antibodi anti phenolic glycolipid-1

(PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD. Sedangkan antibodi yang

tidak spesifik antara lain antibodi anti-lipoarabinomanan (LAM) yang juga

dihasilkan oleh kuman M. tuberculosis.

Kegunaan pemeriksaan serologik ini adalah dapat membantu diagnosis

kusta yang meragukan, karena tanda klinis dan bakteriologis yang tidak

jelas.Disamping itu dapat membantu menentukan kusta subklinis, karena tidak

didapati lesi kulit, misalnya pada narakontak serumah (Kokasih, dkk, dalam

Djuanda 2007: 79).

2.1.8 Pencegahan

Secara umum, penyakit kusta dapat dicegah dengan terjanganya

kebersihan diri dan lingkungan.Secara luas, penyakit kusta dapat ditekan dengan
22

adanya perbaikan pada kondisi sosial ekonomi masyarakat di suatu daerah.Hal ini

dikarenakan penyakit kusta diduga dapat dengan mudah menular melalui

penderita kusta apabila disokong oleh lingkungan dan kebersihan diri yang buruk.

Adapun usaha untuk pemutusan rantai penularan penyakit kusta dapat

dilakukan melalui :

1. Pengobatan MDT penderita kusta

2. Isolasi terhadap penderita kusta. Namun hal ini tidak dianjurkan karena

penderita yang sudah berobat tidak akan menularkan penyakitnya ke orang

lain.

3. Melakukan vaksinasi BCG pada kontak serumah dengan penderita kusta.

Dari hasil penelitian di Malawi, tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian

vaksinasi BCG satu dosis dapat memberikan perlindungan sebesar 50%, dengan

pemberian dua dosis dapat memeberikan perlindungan terhadap kusta hingga

80%. Namun demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan program di

Indonesia dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut, karena penelitian

dibeberapa negara memberikan hasil yang berbeda (Departemen Kesehatan RI,

2006: 11).

2.1.9 Kecacatan

Terjadinya cacat tergantung dari fungsi serta saraf mana yang rusak.

Diduga kecacatan akibat penyakit kusta dapat terjadi lewat 2 proses yaitu infiltrasi

langsung M. Leprae ke susunan saraf tepi dan organ (misalnya mata) dan melalui

reaksi kusta. Sesuai patogenesisnya, susunann saraf yang terkena akibat penyakit

ini adalah susunan saraf perifer, khususnya beberapa saraf berikut: saraf facialis,
23

radialis, ulnaris, medianus, poplitea lateralis (poroneus communis) dan tibialis

posterior. Kerusakan fungsi sensoris, motoris maupun otonom dari saraf-saraf

tersebut secara spesifik memperlihatkan gambaran kecacatan yang khas.

Tabel 2.4: Kecacatan karena Terganggunya Fungsi Saraf

Fungsi
Saraf
Motorik Sensorik Otonom

Fasialis Kelopok mata tidak Kekeringan


menutup dan kulit
retak akibat
Ulnaris Jari manis dan kelingking Mati rasa telapak tangan kerusakan
lemah/lumpuh/kiting bagian jari manis dan kelenjar
kelingking keringat,
Medianus Ibu jari, telunjuk dan jari Mati rasa telapak tangan kelenjar
tengah bagian ibu jari, jari minyak, dan
lemah/lumpuh/kiting telunjuk dan jari tengah lairan darah

Radialis Tangan lunglai

Peroneus Kaki samper

Tibialis Jari kaki kiting Mati rasa telapak kaki


posterior

Sumber: (Departemen Kesehatan RI, 2006: 95).

Kecacatan merupakan istilah yang luas yang maknanya mencakup setiap

kerusakan, pembatasan aktifitas yang mengenai seseorang.Tiap kasus baru yang

ditemukan harus dicatat tingkat cacatnya karene manunjukkan kondisi penderita

pada saat diagnosis ditegakkan. Tiap oran (mata, tangan, dan kaki) diberi tingkat

cacat sendiri. Angka cacat tertinggi merupakan tingkat cacat untuk penderita

tersebut (tingkat cacat umum) (Departemen Kesehtan RI, 2006: 95).


24

Tingkat cacat juga digunakan untuk menilai kualitas penangganan

pencegahan cacat yang dilakukan oleh petugas. Fungsi lain dari tingkat cacat

adalah untuk menilai kualitas penemuan dengan melihat proporsi cacat tingkat 2

di antara penderita baru (Departemen Kesehtan RI, 2006: 96).

Untuk Indonesia, karena beberapa keterbatasan pemeriksaan di lapangan,

maka tingkat cacat disesuaikan sebagai berikut:

Tabel 2.5:Tingkat Kecacatan di Indonesia

Tingkat Mata Telapak tangan/kaki

0 Tidak ada kelainan pada mata Tidak ada cacat akibat kusta.
akibat kusta

1 Anestesi, kelemahan otot (tidak


ada cacat/kerusakan yang
kelihatan akibat kusta).

2 Ada lagophthalamus Ada cacat/kerusakan yang


kelihatan akibat kusta, misalnya
ulkus jari kiting, kaki semper.

Sumber: (Departemen Kesehtan RI, 2006: 96).

Cacat tingkat 0 berarti tidak ada cacat.

Cacat tingkat 1 adalah cacat yang disebabkan oleh kerusakan saraf sensoris

yang tidak terlihat seperti hilangnya rasa raba pada kornea mata, telapak tangan

dan telapak kaki.Gangguan fungsi sensoris pada mata tidak diperiksa dilapangan

oleh karena itu tidak ada cacat tingkat 1 pada mata.Cacat tingkat 1 pada telapak

kaki beresiko terjadinya ulkus plantaris, namun dengan perawatan dirisecara rutin

hal ini dapat dicegah.Mati rasa pada bercak bukan merupakan cacat tingkat 1

karena bukan disebabkan oleh keruskan sarafperifer utama tetapi rusaknya saraf

lokal kecil pada kulit (Departemen Kesehtan RI, 2006: 97).


25

Cacat tingkat 2 berarti cacat atau kerusakan yang terlihat.

Untuk mata:

1. Tidak mampu menutup mata dengan rapat (lagopthalmos).

2. Kemerahan yang jelas pada mata (terjadi pada ulserasi kornea atau uveitis).

3. Gangguan penglihatan berat atau kebutaan.

Untuk tangan dan kaki:

1. luka dan ulkus di telapak.

2. Deformitas yang disebabkan oleh kelumpuhan otot (kaki semper atau jari

kontraktur) dan atau hilangnya jaringan (atropi) atau reabsorbsi parsial dari

jari-jari (Departemen Kesehtan RI, 2006: 97).

Adapun upaya yang dapat dilakukan dalam pencegahan cacat antara lain

dengan:

1. Penemuan dini penderita sebelum cacat.

2. Pengobatan penderita dengan MDT sampai RFT.

3. Deteksi dini adanya reaksi kusta dengan pemeriksaan fungsi saraf secara

rutin.

4. Penanganan reaksi.

5. Penyuluhan.

6. Perawatan diri.

7. Pengguanaan alat bantu.

8. Rehabilitasi medis (operasi rekonstruksi).

Upaya-upaya pencegahan cacat dapat dilakukan baik dirumah, Puskesmas

maupun di unit pelayanan rujukan seperti rumah sakit umum atau rumah sakit

rujukan (Departemen Kesehtan RI, 2006: 97-98).


26

2.1.10 Pengobatan

Melalui pengobatan, penderita diberikan obat-obat yang dapat

membunuh kuman kusta, dengan demikian pengobatan akan memutuskan mata

rantai penularan, menyembuhkan penyakit penderita, dan mencegah terjadinya

cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan.

Dengan hancurnya kuman maka sumber penularan dari penderita terutama tipe

MB ke orang lain terputus. Penderita yang sudah dalam keadaan cacat permanen,

penggobatan hanya dapat cacat lebih lanjut. Penderita kusta yang tidak minum

oabat secara teratur maka kuman kusta dapat menjadi aktif kembali, sehingga

timbul gejala-gejala baru pada kulit dan saraf yang dapat memperburuk keadaan

(Departemen Kesehatan RI, 2006: 71).

Melalui pengobatan, penderita diberikan obat-obat yang dapat membunuh

kuman kusta dengan demikian pengobatan akan:

1. Memutuskan mata rantai penularan.

2. Menyembuhkan penyakit penderita

3. Mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah

ada sebelum pengobatan.

Pengobatan penderita kusta ditujukan untuk mematikan kuman kusta

sehingga tidak berdaya merusak jaringan tubuh dan tanda-tanda penyakit jadi

kurang aktif sampai akhirnya hilang. Hancurnya kuman maka sumber penularan

dari penderita terutama tipe MB ke orang lain terputus (Depkes RI, 2007: 73).

Penderita yang sudah dalam keadaan cacat permanen, pengobatan hanya

dapat mencegah cacat lebih lanjut.Bila penderita kusta tidak minum obat secara
27

teratur, maka kuman kusta dapat menjadi aktif kembali sehingga timbul gejala-

gejala baru pada kulit dan saraf yang dapat memperburuk keadaan.Di sinilah

pentingnya pengobatan sedini mungkin dan teratur.Selama dalam pengobatan

penderita-penderita dapat terus bersekolah atau bekerja seperti biasa (Depkes RI,

2007: 73).

2.1.10.1 Regimen Pengobatan MDT

MDT atau Multidrug Therapy adalah kombinasi dua atau lebih obat anti

kusta, yang salah satunya harus terdiri atas Rifampisin sebagai anti kusta yang

sifatnya bakterisid kuat dengan obat anti kusta lain yang bisa bersifat

bakteriostatik (Depkes RI, 2007: 73).

Berikut ini merupakan kelompok orang-orang yang membutuhkan MDT:

a. Kasus baru: mereka dengan tanda kusta yang belum pernah mendapat

pengobatan MDT.

b. Ulangan, termasuk didalamnya adalah:

1. Relaps (kambuh) diobati dengan regimen pengobatan baik PB ataupun

MB.

2. Masuk kembali setelah default adalah penderita yang datang kembali

setelah dinyatakan default (baik PB maupun MB).

3. Pindahan (pindah masuk): harus dilengkapi dengan surat rujukan berisi

catatan pengobatan yang telah diterima hingga saat tersebut. Kasus ini

hanya membutuhkan sisa pengobatan yang belum lengkap.

4. Ganti tipe, penderita dengan perubahan klasifikasi.


28

Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan regimen

pengobatan yang direkomendasikan oleh WHO regimen tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Penderita Pauci Baciler (PB)

Dewasa

Pengobatan bulanan: hari pertama (dosis yang diminum di depan petugas)

a. 2 kapsul Rifampisin @300 mg (600 mg)

b. 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg

Pengobatan harian: hari ke 2-28

a. 1 tablet dapsone/DDS 100 mg

1 blister untuk 1 bulan

Lama pengobatan: 6 blister diminum selama 6-9 bulan

2. Penderita Multi-Basiler (MB)

Dewasa

Pengobatan bulanan: hari pertama (dosis yang diminum di depan petugas)

a. 2 kapsul Rifampisin @300 mg (600 mg)

b. 3 tablet Lampren @100 mg (300 mg)

c. 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg

Pengobatan harian: hari ke 2-28

a. 1 tablet Lampren 50 mg

b. 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg

1 blister untuk 1 bulan

Lama pengobatan: 12 blister diminum selama 12-18 bulan


29

3. Dosis MDT menurut umur

Bagi dewasa dan anak usia 10-14 tahun tersedia paket dalam bentuk blister.

Dosis anak disesuaikan dengan berat badan.

a. Rifampisin : 10 mg/kg BB

b. DDS : 2 mg/kg BB

c. Clofazimin : 1 mg/kg BB

Sebagai pedoman praktis untuk dosis MDT bagi penderita kusta digunakan

bagan sebagai berikut:

Tabel 2.6 Tipe PB


5-9 10-14 >15
Jenis obat <5 tahun Keterangan
tahun tahun tahun
Rifampisin 300 450 600 Minum di depan
mg/bln mg/bln mg/bln petugas
Berdasarkan 25 50 100 Minum di depan
berat badan mg/bln mg/bln mg/bln petugas
DDS
25 50 100 Minum di rumah
mg/bln mg/bln mg/bln
Sumber : Depkes RI, 2007: 75

Tabel 2.7 Tipe MB


5-9 10-14 >15
Jenis obat <5 tahun Keterangan
tahun tahun tahun
300 450 600 Minum di depan
Rifampisin
mg/bln mg/bln mg/bln petugas
25 50 100 Minum di depan
mg/bln mg/bln mg/bln petugas
DDS
25 50 100
Berdasarkan Minum di rumah
mg/bln mg/bln mg/bln
berat badan
100 150 300 Minum di depan
mg/bln mg/bln mg/bln petugas
clofazimin 50 50
50
2 kali setiap 2 Minum di rumah
mg/hari
seminggu hari
Sumber : Depkes RI, 2007: 75
30

2.1.10.2 Sediaan dan Sifat Obat

1. DDS (Dapsone)

a. Singkatan dari Diamino Diphenyl Sulfone

b. Bentuk obat berupa tablet warna putih dengan takaran 50 mg/tab dan 100

mg/tab

c. Bersifat bakteriostatik yaitu menghalangi/ menghambat pertumbuhan

kuman kusta

d. Dosis dewasa 100 mg/hari, anak 10-14 th 50 mg/hari

2. Lamprene (B663) juga disebut Clofazimine

a. Bentuk kapsul, warna coklat, dengan takaran 50 mg/kapsul dan 100

mg/kapsul

b. Sifat

1) Bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan kuman kusta,

bakterisid lemah

2) Anti reaksi (menekan reaksi sebagai anti inflamasi)

c. Cara pemberian

Secara oral, diminum sesudah makan untuk menghindari gangguan

gastrointestinal. Pengobatan reaksi akan diuraikan pada materi reaksi.

3. Rifampicin

a. Bentuk : kapsul atau tablet takaran 150 mg, 300 mg, 450 mg dan 600 mg.

b. Sifat mematikan kuman kusta secara cepat (bakterisid), 99% kuman

kusta mati dalam satu kali pemberian.


31

c. Cara pemberian obat : cara oral, bila diminum setengah jam sebelum

makan penyerapan lebih baik.

4. Obat-obat penunjang (vitamin/ Roboransia)

a. Sulfat Ferrosus

Obat tambahan untuk penderita kusta yang anemia berat.

b. Vitamin A

Obat ini digunakan untuk penyehatan kulit yang berisik (Ichtyosis)

c. Neurotropik

Penderita dengan keadaan khusus

1. Kehamilan : regimen MDT aman untuk ibu hamil dan anaknya.

2. Tuberkulosis : bila seorang anak menderita tuberculosis (TB) dan kusta, maka

pengobatan anti tuberculosis dan MDT dapat diberikan bersamaan dengan

dosis untuk tuberculosis.

a. Untuk penderita TB yang menderita kusta tipe PB pengobatan kustanya

cukup ditambahkan dengan DDS 100 mg karena Rifampisin sudah

diperoleh dari obat TB. Lama pengobatan tetap sesuai dengan jangka

waktu pengobatan PB.

b. Untuk penderita TB yang menderita kusta tipe MB pengobatan kusta

cukup dengan DDS dan Lampren karena Rifampisin sudah diperoleh dari

obat TB. Lama pengobatan tetap disesuaikan dengan jangka waktu

pengobatan MB. Catatan : jika pengobatan TB sudah selesai maka

pengobatan kusta kembali sesuai blister MDT.


32

3. Untuk penderita PB yang alergi terhadap DDS, DDS diganti dengan lampren

dengan dosis dan jangka waktu pengobatan sama.

4. Untuk penderita MB yang alergi terhadap DDS, pengobatan hanya dengan

dua macam obat saja. Rifampisin dan Lampren sesuai dosis dan jangka

waktu pengobatan MB (Depkes RI, 2007: 76).

2.1.11 Reaksi Kusta

Satu karakteristik dari penyakit kusta yang menjadi penyebab terjadinya

cacat adalah terjadinya peradangan yang mengenai saraf (neuritis).Reaksi kusta

atau reaksi lepra adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta

yang merupakan suatu reaksi kekebalan (cellulair respons) atau reaksi antigen-

antibodi (humoral respons) dengan akibat merugikan penderita, terutama jika

mengenai saraf tepi karena menyebabkan gangguan fungsi/cacat (Depkes RI,

2007: 90).

Reaksi kusta dapat terjadi sebelum pengobatan, tetapi terutama terjadi

selama atau setelah pengobatan.Gambaran klinisnya sangat khas berupa merah,

panas, bengkak, nyeri, dan dapat disertai gangguan fungsi saraf.Namun tidak

semua gejala reaksi serupa.Penyebab pasti terjadinya reaksi masih belum

jelas.Diperkirakan bahwa sejumlah faktor pencetus memegang peranan penting

(Depkes RI, 2007: 89).

1. Reaksi Tipe 1

Reaksi ini lebih banyak terjadi pada penderita-penderita yang berada di

spektrum borderline.Disebut demikian karena posisi borderline ini

merupakan tipe yang tidak stabil.Reaksi ini terutama terjadi selama


33

pengobatan dan terjadi karena peningkatan hebat respon imun seluler secara

tiba-tiba, mengakibatkan terjadinya respon radang pada daerah kulit dan

saraf yang terkena penyakit ini.

Gejala-gejalanya dapat dilihat berupa perubahan pada kulit maupun

saraf dalam bentuk peradangan.Kulit merah, bengkak, panas, nyeri dan

panas.Pada saraf, manifestasi yang terjadi berupa nyeri atau gangguan fungsi

saraf.Kadang-kadang dapat terjadi gangguan keadaan umum penderita

(konstitusi), seperti demam, dll (Depkes RI, 2007: 91).

2. Reaksi Tipe 2

Terjadi pada penderita tipe MB dan merupakan reaksi humoral karena

tingginya respons imun humoral pada penderita borderline lepromatous dan

lepromatous lepromatous, dimana tubuh membentuk antibodi karena salah

satu protein M. leprae tersebut bersifat antigenik.Banyaknya antibodi yang

terbentuk disebabkan oleh banyaknya antigen (protein kuman).Reaksi yang

terjadi (pada kulit) nampak sebagai kumpulan nodul merah, maka disebut

sebagai ENL (Erithema Nodosum Leprosum) dengan konsistensi lunak dan

nyeri (Depkes RI, 2007: 92).

3. Proses terjadinya cacat kusta

Terjadinya cacat tergantung dari fungsi serta saraf mana yang rusak.

Diduga kecacatan akibat penyakit kusta dapat terjadi lewat 2 proses :

a. Infiltrasi langsung M. leprae ke susunan saraf tepi dan organ (misalnya:

mata).

b. Melalui reaksi kusta


34

Secara umum fungsi saraf dikenal ada 3 macam yaitu fungsi motorik

memberikan kekuatan pada otot, fungsi sensorik memberi sensasi raba dan

fungsi otonom mengurus kelenjar keringat dan kelenjar minyak.Kecacatan

yang terjadi tergantung pada komponen saraf yang terkena (Depkes RI, 2007:

101).

4. Tingkat cacat menurut WHO

Kecacatan merupakan istilah luas yang maknanya mencakup setiap

kerusakan, pembatasan aktivitas yang mengenai seseorang.Tiap kasus baru

yang ditemukan harus dicatat tingkat cacatnya karena menunjukkan kondisi

penderita pada saat diagnosis ditegakkan.Angka cacat tertinggi merupakan

tingkat cacat untuk penderita tersebut (tingkat cacat umum).Tingkat cacat

juga digunakan untuk menilai kualitas penanganan pencegahan cacat yang

dilakukan oleh petugas (Depkes RI, 2007: 103).

Untuk indonesia, karena beberapa keterbatasan pemeriksaan di

lapangan maka tingkat cacat disesuaikan sebagai berikut:

Tabel 2.8 Tingkat Cacat Kusta


Tingkat Mata Telapak tangan/kaki
0 Tidak ada kelainan pada Tidak ada cacat akibat kusta.
mata akibat kusta.
1 Anestesi, kelemahan otot, (tidak
ada cacat/ kerusakan yang
kelihatan akibat kusta).
2 Ada lagophthalmos Ada cacat/ kerusakan yang
kelihatan akibat kusta, misalnya
ulkus, jari kiting, kaki semper.
Sumber: Depkes RI, 2007: 104.
35

Cacat tingkat 0 berarti tidak ada cacat.

Cacat tingkat 1 adalah cacat yang disebabkan oleh kerusakan saraf

sensoris yang tidak terlihat seperti hilangnya rasa raba pada kornea mata,

telapak tangan dan telapak kaki.Gangguan fungsi sensoris pada mata tidak

diperiksa di lapangan oleh karena itu tidak ada cacat tingkat 1 pada

mata.Cacat tingkat 1 pada telapak kaki beresiko terjadinya ulkus plantaris,

namun dengan perawatan diri secara rutin hal ini dapat dicegah.Mati rasa

pada bercak bukan disebabkan oleh kerusakan saraf perifer utama tetapi

rusaknya saraf lokal kecil pada kulit.

Cacat tingkat 2 berarti cacat atau kerusakan yang terlihat.

Untuk mata:

1. Tidak mampu menutup mata dengan rapat (lagopthalmos).

2. Kemerahan yang jelas pada mata (terjadi pada ulserasi kornea atau

uveitis).

3. Gangguan penglihatan berat atau kebutaan.

Untuk tangan dan kaki:

1. Luka dan ulkus di telapak

2. Deformitas yang disebabkan oleh kelumpuhan otot (kaki semper atau jari

kontraktur) dan atau hilangnya jaringan (atropi) atau reabsorbsi parsial

dari jari-jari (Depkes RI, 2007: 104).

5. Upaya pencegahan cacat

Komponen pencegahan cacat:

1. Penemuan dini penderita sebelum cacat


36

2. Pengobatan penderita dengan MDT sampai RFT

3. Deteksi dini adanya reaksi kusta dengan pemeriksaan fungsi saraf secara

rutin

4. Pengangan reaksi penyuluhan

Perawatan diri

5. Penggunaan alat bantu

6. Rehabilitasi medis (Depkes RI, 2007: 105)

2.1.12 Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Kusta

Timbulnya penyakit kustadiduga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

lain:

2.1.12.1 Jenis Kelamin

Dalam menjaga kesehatan biasanya kaum perempuan lebih

memperhatikan kesehatannya dibandingkan laki-laki.Jenis kelamin berkaitan

dengan peran kehidupan dan perilaku yang berbeda antara laki-laki dan

perempuan dalam masyarakat. Perbedaan pola perilaku sakit juga dipengaruhi

oleh jenis kelamin ,perempuan lebih sering mengobatkan dirinya dibandingkan

laki-laki (Soekidjo Notoatmodjo,2003:114).

Kusta dapat mengenai laki-laki dan perempuan.Menurut catatan sebagian

besar negara di dunia kecuali dibeberapa negara di Afrika menunjukkan bahwa

laki-laki lebih banyak terserang dari pada wanita.Relatif rendahnya kejadian kusta

pada perempuan kemungkinan karena faktor lingkungan atau faktor biologi.

Seperti kebanyakan penyakit menular lainnya laki-laki lebih banyak terpapar

dengan faktor risiko sebagai akibat gaya hidupnya (Depkes RI, 2007: 8).
37

2.1.12.2 Umur

Pada penyakit kronik seperti kusta, informasi berdasarkan data prevalensi

dan data umur pada saat timbulnya penyakit mungkin tidak menggambarkan

resiko spesifik umur.Kusta diketahui terjadi pada semua umur berkisar antara bayi

sampai umur tua (3 minggu sampai lebih dari 70 tahun).Namun yang terbanyak

adalah pada umur muda dan produktif. Diagnosis umur kusta pada fenomena

Lucio diketahui antara umur 15 hingga 71 tahun dengan rata-rata umur 34 tahun

(Depkes RI, 2007: 8; Latapi’s Lepromatosis, 2005:177)

Pada penyakit kronik seperti kusta diketahui diketahui terjadi pada semua

umur ,namun yang terbanyak adalah pada umur muda dan produktif. Kejadian

suatu penyakit erat hubungannya dengan umur. (DepKes RI , 2006;:8).

2.1.12.3 Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan disini yaitu pekerjaan atau mata pencaharian sehari-hari

yang dilakukan responden, digolongkan menjadi pekerjaan ringan (tidak bekerja,

pelajar, pegawai kantor) dan pekerjaan berat (pekerja bangunan, buruh, tukang

batu, pekerja bengkel, penjahit, buruh angkut, pembantu, petani dan nelayan).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nur Laily Af’idah (2012)

tentang analisis faktor risiko kejadian kusta di Kabupaten Brebes tahun 2010,

prosentase jenis pekerjaan yang berisiko kusta sebesar 85,5% dan yang tidak

berisiko sebesar 14,5%. Uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara

jenis pekerjaan dengan kejadian kusta.Jenis pekerjaan disini yaitu pekerjaan atau

mata pencaharian sehari-hari yang mayoritas dilakukan warga sekitar wilayah

kerja puskesmas kunduran adalah Petani.


38

2.1.12.4 Status Sosial

Faktor ini juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya kusta adalah

tingkat ekonomi atau status sosial, yang bisa dideskripsikan dengan besarnya

penghasilan.Besarnya penghasilan seseorang turut mempengaruhi pemenuhan

kebutuhan hidup kesehariannya, termasuk kebutuhan makan dan kesehatan. Jika

kebutuhan akan makanan sehat tidak terpengaruhi maka dapat melemahkan

imunitas atau daya tahan tubuh, sehingga mudah terserang suatu penyakit (Indan,

2004:24)

2.1.12.5 Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat

agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara

(mengatasi masalah-masalah) dan meningkatkan kesehatannya.Tingkat

pendidikan dianggap sebagai salah satu unsur yang menentukan pengalaman dan

pengetahuan seseorang, baik dalam ilmu pengetahuan maupun kehidupan sosial

(Soekidjo Notoatmodjo, 2005: 26; Budioro, 1997:113).

2.1.12.6 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan

sebagainya).Secara sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi

terhadap objek yang berbeda-beda (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:50).

Pengetahuan yang baik diharapkan menghasilkan kemampuan seseorang dalam

mengetahui gejala, cara penularan penyakit kusta dan penanganannya


39

2.1.12.7 Personal Hygiene

Personal hygiene adalah tindakan pencegahan yang menyangkut tanggung

jawab individu untuk meningkatkan kesehatan serta membatasi menyebarnya

penyakit menular, terutama yang ditularkan secara kontak langsung (Nur Nasry

Noor, 2006: 24).

Penularan penyakit kusta belum diketahui secara pasti, tetapi menurut

sebagian ahli melalui saluran pernafasan dan kulit ( kontak langsung yang lama

dan erat), kuman mencapai permukaan kulit melalui folikel rambut , kelenjar

keringat, dan diduga melalui saluran air susu ibu ( Arief Mansjoer, 2000:65)
40

2.2 KERANGKA TEORI

Faktor Internal

Umur

Jenis Kelamin

Faktor Eksternal

Status Sosial Ekonomi Mycobacterium Kejadian


leprae Kusta

Personal Higiene
(Kebersihan Pribadi)

Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan

Jenis Pekerjaan

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber: Maria (2009); Arif Mansjoer, (2000); Depkes RI, (2007).
BAB III

METODE PENELITIAN

3.2 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep satu terhadap konsep yang lain dari masalah yang ingin diteliti, atau dapat

diartikan sebagai suatu hubungan atau kaitan antara konsep atau variabel yang

akan diamati atau diukur melalui penelitian yang dimaksudkan (Soekidjo

Notoatmodjo, 2002:33). Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dituliskan

Variabel Bebas

1. Jenis Kelamin
Variabel Terikat
2. Umur
3. Jenis Pekerjaan Kejadian Kusta

4. Status Sosial
5. Tingkat Pendidikan
6. Tingkat Pengetahuan
7. Personal Higiene

Gambar 3.1: Kerangka Konsep

Sumber: Adhi Djuanda, (2000); Arif Mansjoer, (2000); Depkes RI, (2007).

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap rumusan

masalahan penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam

41
42

bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2008:64). Hipotesis dalam penelitian ini

adalah:

1. Ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian kusta di wilayah kerja

Puskesmas kunduran kabupaten Blora.

2. Ada hubungan umur dengan kejadian kusta di wilayah kerja Puskesmas

kunduran kabupaten Blora.

3. Ada hubungan jenis pekerjaan dengan kejadian kusta di wilayah kerja

Puskesmas kunduran kabupaten Blora.

4. Ada hubungan status sosial ekonomi dengan kejadian kusta di wilayah kerja

Puskesmas kunduran kabupaten Blora.

5. Ada hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian kusta di wilayah kerja

Puskesmas kunduran kabupaten Blora.

6. Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian kusta di wilayah kerja

Puskesmas kunduran kabupaten Blora.

7. Ada hubungan Personal Higiene dengan kejadian kusta di wilayah kerja

Puskesmas kunduran kabupaten Blora.

3.4 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey analitik, dengan

rancangan penelitian kasus kontrol untuk mengetahui faktor risiko yang

berhubungan dengan kejadian kusta di wilayah kerja puskesmas Kunduran

Kabupaten Blora.

Pada desain ini peneliti melakukan pengukuran variabel tergantung, yakni

efek, sedang variabel bebasnya dicari secara retrospektif, karena itu studi kasus-

kontrol dapat dianggap sebagai studi longitudinal, variabel subjek tidak hanya
43

diobservasi pada satu saat tetapi diikuti sampai periode waktu tertentu (Sudigdo

dan Sofyan, 2002). Skema penelitian kasus kontrol adalah :

Faktor risiko (+)


Kasus
Faktor risiko (-)

Faktor risiko (+)


Kontrol
Faktor risiko (-)

3.5 Variabel Penelitian

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2010:103) yang dimaksud variabel yaitu

ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu kelompok yang berbeda dengan

yang dimiliki oleh kelompok lain. Pada penelitian ini variabel yang digunakan

yaitu:

3.6.1 Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2008:39).

Variabel bebas yang diteliti pada penelitian ini adalah adalah Jenis Kelamin,

Umur, Jenis Pekerjaan, Status Sosial, Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengetahuan,

Sikap, Perilaku Mencegah.

3.6.2 Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yag menjadi

akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2008:39).Variabel terikat pada

penelitian ini adalah kejadian kusta.


44

3.6 Definisi Operasional

Menurut Soekidjo Notoadmodjo (2005) definisi operasional variabel

bermanfaat untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang

diamati atau diteliti, selain itu juga bermanfaat untuk mengarahkan pada

pengukuran atau pengamatan. Dalam penelitian ini definisi operasional dan skala

pengukurannya dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Definisi
No Variabel Alat Ukur Hasil ukur Skala
Operasinal
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Jenis Keadaan kodrati, Kuesioner 1. Berisiko = Laki- Nominal
Kelamin jenis kelamin laki
seseorang 2. Tidak Berisiko =
berdasarkan keadaan Perempuan
anatomis. Jenis
kelamin yang
berisiko kusta adalah
. laki-laki
2. Umur Usia responden yang Kuesioner 1. Berisiko = 15- Nominal
terhitung sejak lahir 29tahun
sampai menderita 2. Tidak Berisiko =
kusta <18 tahun dan >
30 tahun.
(Marwali Harahap,
2000:261)
3. Jenis Jenis kegiatan sehari- Kuesioner 1. Berisiko = > 8 Nominal
Pekerjaan hari yang dilakukan jam per hari
responden untuk 2. Tidak Berisiko =
memperoleh < 8 jam per hari
penghasilan baik dari (UU tenaga kerja no.
segi pekerjaan 13 tahun 2003)
maupun lingkungan
kerjanya saat
45

didiagnosa menderita
kusta. Pekerjaan
berisiko bila salah
satu ada diantaranya
pekerja bangunan,
buruh, tukang batu,
pekerja bengkel,
penjahit, buruh
angkut, pembantu,
petani dan nelayan.
4 Status Sosial Faktor sosial Kuesioner 1. Berisiko = Ordinal
Ekonomi ekonomi dapat Penghasilan
digambarkan rendah (< UMK
dengan jumlah Blora)
pendapat yang 2. Tidak Berisiko =
diterima responden Penghasilan tinggi
yang diterima per (≥ UMK Blora)
bulan.
5 Tingkat Pendidikan Kuesioner 1. Berisiko = Ordinal
Pendidikan berprogram Pendidikan
terstruktur dan Rendah (tidak
berlangsung di tamat, SD, SMP)
gedung sekolah 2. Tidak Berisiko =
yang ditempuh Pendidikan Tinggi
responden sampai (Tamat SMA, PT)
kelas terakhir dalam (UU RI No.20 th
tahun saat 2003)
didiagnosis
menderita kusta
6 Tingkat Kemampuan Kuesioner 1. Berisiko = Ordinal
Pengetahuan responden Pengetahuan
mengetahui gejala Rendah (skor 1-9)
tentang kusta, cara 2. Tidak Berisiko =
penularan, dan Pengetahuan
pencegahan kusta Tinggi skor 10-18)
sebelum (Saifuddin Azwar,
didiagnosis kusta. 2012: 158).
46

7 Personal Tindakan Kuesioner 1. Berisiko = Ordinal


Hygiene pencegahan personal hygiene
responden untuk buruk (skor1-2)
membatasi
penyebaran 2. Tidak Berisiko =
penyakit, sebelum Personal hygiene
didiagnosis kusta. baik (skor 3-5)

(Saifudin Azwar,
2012:158)

3.7 Populasi dan Sampel

3.6.1 Populasi

Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik

tertentu (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismail, 2002: 67).

3.7.1.1 Populasi Kasus

Populasi kasus dalam penelitian ini adalah penderita kusta di wilayah kerja

Puskesmas Kunduran Kabupaten Blora tahun 2012 dengan jumlah 48 orang.

3.7.1.2 Populasi Kontrol

Populasi kontrol dalam penelitian ini adalah bukan penderita kusta yang

tercatat dalam rekam medik puskesmas Kunduran Kabupaten Blora tahun 2012.

3.6.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara

tertentu hingga dianggap mewakili populasinya (Sudigdo Sastroasmoro dan

Sofyan Ismail, 2002: 68).

3.7.2.1 Sampel Kasus


47

Sampel kasus dalam penelitian ini adalah penderita kusta yang tinggal di

wilayah kerja Puskesmas kunduran yang tercatat pada rekam medik puskesmas

Kunduran Kabupaten Blora tahun 2010.

3.7.2.1.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah penderita kusta di wilayah

kerja Puskesmas Kunduran Kabupaten Blora, dengan ketentuan :

1. Bersedia mengikuti penelitian

2. Didiagnosa menderita penyakit kusta dilihat dari rekam medis

3. Dapat berkomunikasi dengan baik

4. Umur ≥15 tahun

3.7.2.1.2 Kreteria Ekslusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini dengan ketentuan

1. Tidak bersedia mengikuti penelitian.

2. Tidak menetap di wilayah Puskesmas Kunduran pada saat penelitian

berlangsung

3. Tidak berada di tempat ketika penelitian berlangsung (2x kunjungan)

3.7.2.2 Sampel Kontrol

Sampel Kontrol adalah tetangga kasus bukan penderita kusta yang tinggal

menetap di Kabupaten Blora pada saat penelitian berlangsung yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

3.6.2.2.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini dengan ketentuan:

1. Tinggal menetap di wilayah Puskesmas Kunduran

2. Umur ≥15 tahun


48

2.6.2.2.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini dengan ketentuan:

1. Tidak bersedia mengikuti penelitian

2. Tidak berada di tempat ketika penelitian berlangsung (2x kunjungan)

3.6.3 Teknik Pemilihan Sampel

Sampel yang dipilih hanya penderita kusta baik tipe PB, tipe MB dengan

umur minimal 15 tahun. Besar sampel dalam penelitian ini berdasarkan nilai OR

dan proporsi paparan pada kelompok kontrol (P2) dari penelitian Maria Christiana

dengan tingkat kepercayaan 95% (Zα = 1,960) dan kekuatan penelitian 80% (Zβ =

0,842) sebagai berikut:

Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan OR dengan sampel penelitian

kategorik tidak berpasangan yaitu sebagai berikut (Sudigdo Sastroatmodjo dan

Sofyan Ismael, 2011: 368) :

√ √

Keterangan :

n1=n2 : Besar sampel untuk kasus dan kontrol

zα : Tingkat kepercayaan (95%=1,960)

zβ : Power penelitian (80% = 0,842)

P1 : Perkiraan proporsi efek pada kasus

P2 : Perkiraan pada kelompok kontrol (50% = 0,5)

Q : Proporsi kontrol terpapar

OR : OR penelitian terdahulu (2,984)


49

Q1 = 1 - P1 = 1 - 0,8 = 0,2
Q2 = 1 – P2 = 1 – 0,5 = 0,5
P = ½ (P1+P2) = ½ (0,8 + 0,5) = 0,65
Q = ½ (Q1+Q2)= ½ (0,2 + 0,5) = 0,35

√ √

√ √

√ √

orang
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh sampel sebanyak 40 orang.

Penelitian ini menggunakan perbandingan antara kelompok kasus dan kelompok

kontrol 1:1 dengan jumlah kasus 40 dan kontrol 40, sehingga secara keseluruhan

jumlah sampel sebanyak 80 orang.

3.8 Sumber Data Penelitian

3.7.1 Data Primer


50

Pengumpulan data primer dalam penelitian ini melalui wawancara dengan

sampel penelitian.

3.7.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Blora

Puskesmas Kunduran berupa laporan kejadian kusta dan rekam medik dari bulan

januari-desember 2012

3.9 Instrumen Penelitian

Instrument penelitian adalah perangkat yang digunakan untuk

mengungkap data dari penelitian yang dilakukan. Instrumen yang digunakan

dalam penelitian ini meliputi:

3.8.1.1 Rekam Medik

Laporan tahunan untuk mengetahui jumlah penderita kusta serta data

tentang identitas penderita, umur, jenis kelamin dan alamat.

1.8.1.2 Kuesioner

Kuesioner untuk wawancara dan observasi tentang faktor risiko yang

berhubungan dengan kejadian kusta.

3.10 Validitas dan Reliabilitas

3.9.1 Validitas Instrumen

Validitas instrumen adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat

kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid/sahih

apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Suharsimi

Arikunto, 2006: 168).Untuk mengetahui validitas suatu instrumen (dalam hal ini
51

kuesioner) dilakukan dengan cara melakukan korelasi ntara skor masing-masing

variabel dengan skor totalnya (Agus Riyanto, 2010: 40). Teknik korelasi yang

digunakan korelasi Pearson Product Moment. Dengan rumus :

nXY   X 
. Y 
n.X  
r xy =
 x  . n.Y 2  Y 
2 2 2

Keterangan :

r xy = korelasi antara variabel x dan variabel y

X = nilai variabel bebas

Y = nilai variabel terikat

n = jumlah sampel

Nilai korelasi (r) berkisar 0 s.d 1 atau bila dengan disertai arahnya nilainya

-1 s.d +1.

r = 0 ; artinya tidak ada hubungan linier

r = -1 ; artinya hubungan linier negatif sempurna

r = +1 ; artinya hubungan linier positif sempurna (Agus Riyanto, 2010 : 124)

3.9.2 Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas menunjukkan sejuah mana pengukuran itu akurat, stabil dan

konsisten bila dilakukan pengukuran kembali dengan subyek yang sama. Untuk

mengukur reliabilitas, alat pengukur yang digunakan Alpha Cronbach rumus

sebagai berikut:

 k    b 
2

r11   1  
 k  1  Vt 2 

Dimana :
52

r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

 2
b = jumlah varian butir/item

Vt 2 = varian total

Untuk melakukan uji ini, dapat langsung mengamati nilai alpha (koefisien

reliabilitas), kuesioner dapat dikatakan reliabel jika mempunyai alpha lebih dari

0,6.

3.11 Teknik Pengambilan Data

3.10.1 Wawancara

Panduan Kuesioner digunakan untuk melakukan wawancara dalam

penelitian, diberikan kepada responden untuk mengetahui faktor risiko kejadian

kusta.

3.10.2 Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan dengan cara mengambil data dari tentang identitas

dan rekam medik Puskesmas Kunduran Kabupaten Blora.

3.12 Prosedur Penelitian

3.11.1 Tahap awal penelitian

Adalah kegiatan yang dilakukan sebelum melakukan penelitian. Adapun

kegiatan pada awal penelitian adalah:

1. Koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini tentang

tujuan dan prosedur penelitian

2. Mengelompokkan sampel (kasus dan kontrol)


53

3. Penyusunan kuesioner

4. Mempersiapkan perlengkapan lainnya

3.11.2 Tahap Penelitian

Tahap penelitian adalah kegiatan yang dilakukan saat pelaksanaan

penelitian. Adapun kegiatan pada tahap penelitian adalah:

1. Pengisian kuesioner

3.11.3 Akhir Penelitian

Tahap akhir penelitian adalah kegiatan yang dilakukan pada saat setelah

selesai penelitian adalah:

1. Pencatatan hasil penelitian

2. Analisis data

3.13 Teknik Analisis Data

3.12.3 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian.Analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan prosentase dari tiap-tiap

variabel (Soekidjo Notoatmodjo, 2005: 188).Hasil penelitian dideskripsikan dalam

bentuk tabel dan distribusi frekuensi untuk mengevaluasi besarnya proporsi

masing-masing variabel yang diteliti.

3.12.4 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan. Dalam penelitian ini analisis bivariat menggunakan uji chi square

karena skala pengukuran variabel yaitu berupa nominal dan ordinal dengan
54

jumlah kelompok yang diuji adalah dua kelompok (penderita kusta dan bukan

penderita kusta), serta tidak berpasangan.

1) Penentuan Odds Ratio (OR)

Menggunakan tabel 2x2

Tabel 3.2 Tabel 2x2 Penentuan OR


Kasus Kontrol Jumlah
Faktor Ya A B A+B
Risiko Tidak C D C+D
Jumlah A+C B+D A+B+C+D

Hasil pengamatan pada penelitian ini digambarkan dengan menggunakan

tabel 2x2 yaitu sebagai berikut:

Keterangan :

Sel A : Kasus yang mengalami pajanan

Sel B : Kontrol yang mengalami pajanan

Sel C : Kasus yang tidak mengalami pajanan

Sel D : Kontrol yang tidak mengalami pajanan

Rumus menghitung OR :

OR =

= :

= :

= : = ( Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismail, 2002: 119)

Interpretasi OR dan 95% CI


55

1. OR > 1, dan 95% CI tidak mencakup angka 1, menunjukkan bahwa faktor

yang diteliti merupakan faktor risiko timbulnya penyakit.

2. OR > 1, dan 95% CI mencakup angka 1, menunjukkan bahwa faktor yang

diteliti belum merupakan faktor risiko timbulnya penyakit.

3. OR = 1, dan 95% CI mencakup angka 1 atau 95% CI mencakup angka 1,

menunjukkan bahwa faktor yang diteliti bukan merupakan faktor risiko

timbulnya penyakit.

4. OR < 1, dan 95% CI tidak mencakup angka 1, menunjukkan bahwa faktor

yang diteliti merupakan faktor protektif yang dapat mengurangi terjadinya

penyakit.

5. OR < 1, dan 95% CI mencakup angka 1, menunjukkan bahwa faktor yang

diteliti belum tentu merupakan faktor protektif yang dapat mengurangi

terjadinya penyakit (Sudigdo Sostroasmoro dan Sofyan Ismael, 2002: 102).


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.3 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Kunduran merupakan satu diantara dua Puskesmas yang ada di

Wilayah Kecamatan Kunduran, yang mempunyai Wilayah kerja sebanyak 16 desa

dan 1 Kelurahan.Puskesmas Kunduran merupakan salah satu dari 5 Puskesmas

Perawatan diKabupaten Blora. Batas wilayah kerja Puskesmas Kunduran adalah

sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Puskesmas Todahan

2. Sebelah Timur dengan Puskesmas Ngawen

3. Sebelah Barat dengan Puskesmas Ngaringan (Kabupaten Grobogan)

4. Sebelah Selatan dengan Puskesmas Sono Kidul

Secara administrasi wilayah kerja Puskesmas Kunduran terdiri dari 17 Desa

dengan jumlah penduduk 40,229 jiwa. Sebagian besar bekerja di pertanian dan

sebagai buruh.

4.4 Hasil Penelitian

4.2.1 Deskripsi Responden

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Faktor Risiko yang Berhubungan

dengan Kejadian Kusta (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Kunduran

Kabupaten Blora Tahun 2012), responden terdiri dari responden kasus dan

responden kontrol. Dimana responden kasus terdiri 40 orang yang tercatat dalam

56
57

rekam medis puskesmas Kunduran dan responden kontrol terdiri dari 40 orang

yang merupakan tetangga kasus yang tidak tercatat dalam rekam medis.

4.2.1.1 Distribusi Responden menurut Umur Responden

Distribusi responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Umur Frekuensi Persentase (%)


(1) (2) (3)
15-25 tahun 9 11,2
26-36 tahun 20 25,0
37-47 tahun 28 35,0
48-58 tahun 11 13,8
59-69 tahun 10 12,5
70-80 tahun 2 2,5
Jumlah 80 100

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa responden terbanyak terdapat pada

kelompok umur 37-47 tahun dengan jumlah 28 responden dan persentase sebesar

35,0%. Umur minimal responden adalah 15 tahun dan umur maksimal responden

adalah 78 tahun

4.2.1.2 Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin Responden

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)


(1) (2) (3)
Laki-Laki 43 53,8
Perempuan 37 46,3
Jumlah 80 100

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang

menjadi sampel adalah laki-laki yaitu sebanyak 43 responden dengan persentase


58

53,8%, sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 37

responden dengan persentase 46,3%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

jenis kelamin responden baik dari kelompok kasus maupun kontrol terbanyak

adalah berjenis kelamin laki-laki.

4.2.1.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)


(1) (2) (3)
PNS 4 5,0
Swasta 22 27,5
Petani 32 40,0
Buruh 4 5,0
Lain-Lain 5 6,2
Tidak Bekerja 13 16,2
Jumlah 80 100

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui dari 80 responden didapatkan bahwa

responden mata pencaharian petani sebanyak 32 responden (40,0%), wiraswasta

sebanyak 22 responden (27,5%), PNS sebanyak 4 responden (5,0%), buruh

sebanyak 4 responden (5,0%), lain-lain sebanyak 5 responden (6,2%), sedangkan

yang tidak bekerja sebanyak 13 responden (16,2%).Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa jenis pekerjaan responden terbanyak adalah pekerjaan

sebagai petani.

4.2.1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Sosial Ekonomi

Distribusi responden berdasarkan status sosial ekonomiresponden dapat

dilihat pada tabel berikut:


59

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Sosial Ekonomi

Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)


(1) (2) (3)
0-500 Rb 40 50
600-1 Jt 12 15
1,1 Jt-1,5 Jt 23 28,75
1,6 Jt-2Jt 2 2,5
2,1 Jt-2,5 Jt 2 2,5
2,6 Jt-3 Jt 1 1,25
Jumlah 80 100

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui dari 80 responden didapatkan bahwa

responden terbanyak adalah yang berpenghasilan 0-500 rb sebanyak 40 responden

(50%), penghasilan antara 1,1jt hingga 1,5jt sebanyak 23 responden (28,75%),

penghasilan antara 600rb-1jt sebanyak 12 responden (15%), penghasilan antara

1,6jt-2jt sebanyak 2 responden (2,5%) dan penghasilan antara 2,1jt-2,5jt sebanyak

2 responden (2,5%) sisanya 1 (1,25%) responden berpengahasilan 2,7jt.

4.2.1.5 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Responden

Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)


(1) (2) (3)
Diploma dan Sarjana 6 7,5
SPG 1 1,2
SMA 27 33,8
SMP 9 11,2
SD 26 32,5
Tidak Sekolah/Tamat 11 13,75
Jumlah 80 100

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui dari 80 responden didapatkan bahwa

responden terbanyak adalah yang berpendidikan SMA sebanyak 27 responden


60

(33,8%), SD sebanyak 26 responden (32,5%), tidak sekolah/tidak tamat sebanyak

11 responden (13,75%), SMP sebanyak 9 responden (11,2%), sebanyak 6

responden (7,5%) memiliki tingkat pendidikan Diploma dan Sarjana sedangkan

sisanya 1 responden (1,2%) berpendidikan SPG.

4.2.2 Analisis Univariat

Analisis univariat menggambarkan distribusi frekuensi tiap variabel hasil

penelitian yang meliputi umur, pekerjaan, status sosial ekonomi, tingkat

pendidikan, tingkat pengetahuan dan personal hygiene.

4.2.2.1Umur

Distribusi responden berdasarkan umur responden dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Umur Frekuensi Persentase (%)


(1) (2) (3)
Berisiko 16 20
Tidak Berisiko 64 80
Jumlah 80 100

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

tidak berisiko mengalami kejadian kusta yaitu sebanyak 64 responden (80%),

sedangkan responden yang berisiko sebanyak 16 responden (20%). Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak berisiko

mengalami kejadian kusta karena usia responden diatas 30 tahun.

4.2.2.2 Jenis Pekerjaan

Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan penderita dapat dilihat

pada table berikut:


61

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)


(1) (2) (3)
Berisiko 45 56,2
Tidak Berisiko 35 43,8
Jumlah 60 100.0

Berdasarkan tabel 4.7, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

berisiko mengalami kejadian kusta yaitu sebanyak 45 responden (56,2%),

sedangkan responden yang tidak berisiko sebanyak 35 responden (43,8%).

4.2.2.3 Status Sosial Ekonomi

Distribusi responden berdasarkan status sosial ekonomi dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Status Sosial Ekonomi

Status Sosial Ekonomi Frekuensi Persentase (%)


(1) (2) (3)
Rendah (< Rp. 1.009.000Per bulan) 52 65
Tinggi (> Rp. 1.009.000Per bulan) 28 35
Jumlah 80 100.0

Berdasarkan Tabel 4.8 didapatkan bahwa responden yang mempunyai status

sosial ekonomi rendah yaitu sebanyak 52 responden (65%) dan responden yang

mempunyai status sosial ekonomi tinggi sebanyak 28 orang (35%). Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata status social ekonomi responden

dalam kriteria rendah karena masih dibawah UMK kabupaten Blora (Rp.

1.009.000)

4.2.2.4 Tingkat Pendidikan

Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel

berikut:
62

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)


(1) (2) (3)
Rendah (lulusan SMP ke bawah) 46 57,5
Tinggi (lulusan SMA ke atas) 34 42,5
Jumlah 80 100

Berdasarkan Tabel 4.9 didapatkan bahwa responden yang mempunyai

pendidikan rendah yaitu sebanyak 46 orang (57,5%) dan responden yang

mempunyai pendidikan tinggi sebanyak 34 orang (42,5%).

4.2.2.5 Tingkat Pengetahuan

Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan responden tentang

penyakit kusta dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)


(1) (2) (3)
Rendah (skor jawaban <8) 65 81,2
Tinggi (skor jawaban ≥ 8) 15 18,8
Jumlah 80 100

Berdasarkan tabel 4.10, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

memiliki tingkat pengetahuan tentang gejala kusta, cara penularan, dan

pencegahan kusta sebelum didiagnosis kusta dengan kategori rendah. Dari hasil

penelitian diperoleh bahwa responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah

sebanyak 65 responden (81,2%), sedangkan responden yang memliki pengetahuan

tinggi sebanyak 15 responden (18,8%).

4.2.2.6 Personal Hygiene

Distribusi responden berdasarkan personal hygiene responden tentang

penyakit kusta dapat dilihat pada tabel berikut :


63

Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Personal Hygiene Responden

Personal Hygiene Jumlah Prosentase (%)


Buruk (skor jawaban <3) 53 66,2
Baik (skor jawaban ≥ 3) 27 33,8
Jumlah 80 100

Berdasarkan Tabel 4.11 didapatkan bahwa responden yang mempunyai

personal hygiene baik yaitu sebanyak 27 orang (33,8 %) dan responden yang

mempunyai personal hygiene buruk sebanyak 53 orang (66,2%).

4.2.3 Analisis Bivariat

4.2.3.8 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Kusta

Hasil uji Chi-square dari data penelitian mengenai jenis kelamin

respondendengan kejadian kusta didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.12.Crosstab antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Kusta

Kejadian Kusta
Jumlah P
Jenis Kelamin Kasus Kontrol OR 95%CI
value
N % N % N %
Laki-laki (Berisiko) 25 62,5 18 45,0 43 53,8
Perempuan (Tidak 15 37,5 22 55,0 37 46,2 2,037
0,178
Berisiko) 0,834-4,976
Jumlah 40 100,0 40 100,0 80 100,0

Berdasarkan tabel 4.12 dapat diperoleh informasi bahwa responden dengan

jenis kelamin laki-laki pada kelompok kasus sebesar 62,5% lebih besar apabila

dibandingkan dengan kelompok kontrol 45%, sedangkan responden dengan jenis

kelamin perempuan pada kelompok kasus sebesar 15% lebih kecil dibandingkan

dengan kelompok kontrol 22%.

.
64

Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,178) > α (0,05) sehingga Ho

diterima. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara jenis

kelamin dengan kejadian kusta. Nilai odd ratio (OR) = 2,037 dengan interval

0,834-4,976 (mencakup angka 1), yang berarti bahwa jenis kelamin belum tentu

merupakan faktor risiko kejadian kusta.

4.2.3.9 Hubungan antara Umur dengan Kejadian Kusta

Hasil uji Chi-square dari data penelitian mengenai umur responden

respondendengan kejadian kusta didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.13.Crosstab antara Umur Responden dengan Kejadian Kusta

Kejadian Kusta OR 95%CI


P
Umur Kasus Kontrol Jumlah value
N % N % N %
15-29tahun (Berisiko) 7 17,5 9 22,5 16 20,0 0,731
<18 tahun dan > 30 tahun 33 31 64 0,243-2,201
82,5 77,5 80,0 0,780
(Tidak Berisiko)
Total 40 100 40 100 80 100

Berdasarkan tabel 4.13 dapat diperoleh informasi bahwa responden dengan

umur 15-29 tahun pada kelompok kasus sebesar 17,5% lebih kecil apabila

dibandingkan dengan kelompok control 22,5%, sedangkan responden dengan

umur <18 atau > 30 tahun pada kelompok kasus 82,5 % lebih besar apabila

dibandingkan dengan kelompok control sebesar 77,5%.

Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,780) > α (0,05) sehingga Ho

diterima. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara jenis

kelamin dengan kejadian kusta. Nilai odd ratio (OR) = 0,731 dengan interval

0,243-2,201 (mencakup angka 1), yang berarti bahwa umur belum tentu

merupakan faktor risiko kejadian kusta.


65

4.2.3.3 Hubungan antara Jenis Pekerjaan dengan Kejadian Kusta

Hasil uji Chi-square dari data penelitian mengenai pekerjaan

respondendengan kejadian kusta didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.14.Crosstab antara Pekerjaan Penderita dengan kejadian kusta

Kejadian Kusta
P
Kontro Jumlah OR 95%CI
Jenis Pekerjaan Kasus value
l
N % N % N %
>8 jam/hari (Berisiko) 29 72,5 16 40 45 56,2
3,955
<8 jam/hari (Tidak Berisiko) 11 27,5 24 60 35 43,8 0,007
1,546-10,114
Jumlah 40 100 40 100 80 100

Berdasarkan tabel 4.14, dapat diperoleh informasi bahwa responden dengan

jenis pekerjaan yang memiliki jumlah jam lebih dari 8 jam/hari pada kelompok

kasus sebesar 72,8 % lebih besar apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol

56,2 %, sedangkan responden dengan jenis pekerjaan yang memiliki jumlah jam

kurang dari 8 jam/hari pada kelompok kasus 27,5 % lebih kecil apabila

dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 43,8%.

Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,007) < α (0,05) sehingga Ho

ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara jenis pekerjaan

dengan kejadian kusta. Nilai odd ratio (OR) = 3,955 dengan interval 1,546-10,114

(tidak mencakup angka 1), yang berarti bahwa responden dengan jenis pekerjaan

yang lebih dari 8 jam/hari dengan penderita kusta memiliki risiko 3,955 kali lebih

besar bila dibandingkan dengan responden yang memiliki jenis pekerjaan kurang

dari 8 jam/hari.
66

4.2.3.4 Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian

Kusta

Hasil uji Chi-square dari data penelitian mengenai status sosial ekonomi

respondendengan kejadian kusta didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.15.Crosstab antara Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian kusta

Kejadian Kusta
Status Sosial Jumlah
Kasus Kontrol P value OR 95%CI
Ekonomi
n % n % n %
Rendah 34 85 18 45 52 65
6,926
Tinggi 6 15 22 55 28 35 0,000
2,380-20,157
Jumlah 40 100,0 40 100,0 80 100,0

Berdasarkan tabel 4.15, dapat diperoleh informasi bahwa responden dengan

status social ekonomi rendah pada kelompok kasus sebesar 85 % lebih besar

apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol 65 %, sedangkan responden

dengan status social ekonomi tinggi pada kelompok kasus 15 % lebih kecil

apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 35%.

Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,000) < α (0,05) sehingga Ho

ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara status social

ekonomi dengan kejadian kusta. Nilai odd ratio (OR) = 6,926 dengan interval

2,380-20,157 (tidak mencakup angka 1), yang berarti bahwa responden dengan

status social ekonomi rendah memiliki risiko 6,926 kali lebih besar untuk terkena

penyakit kusta, apabila dibandingkan dengan responden dengan status social

ekonomi tinggi.

4.2.3.5 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Kusta


67

Hasil uji Chi-square dari data penelitian mengenai tingkat pendidikan

respondendengan kejadian kusta didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.16.Crosstab antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian kusta

Kejadian Kusta
Tingkat Jumlah
Kasus Kontrol P value OR 95%CI
Pendidikan
n % n % n %
Rendah 34 85 12 30 46 57,5
13,222
Tinggi 6 15 28 70 34 42,5 0,000
4,400-39,732
Jumlah 40 100,0 40 100,0 80 100,0

Berdasarkan tabel 4.16, dapat diperoleh informasi bahwa responden dengan

tingkat pendidikan rendah pada kelompok kasus sebesar 85 % lebih besar apabila

dibandingkan dengan kelompok kontrol 30 %, sedangkan responden dengan

tingkat pendidikan tinggi pada kelompok kasus 15 % lebih kecil apabila

dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 70%.

Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,000) < α (0,05) sehingga Ho

ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara tingkat

pendidikan dengan kejadian kusta. Nilai odd ratio (OR) = 13,222 dengan interval

4,400-39,732 (tidak mencakup angka 1), yang berarti bahwa responden dengan

tingkat pendidikan rendah memiliki risiko 13,222 kali lebih besar untuk terkena

penyakit kusta, apabila dibandingkan dengan responden dengan tingkat

pendidikan tinggi.

4.2.3.6 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Kusta

Hasil uji Chi-square dari data penelitian mengenai tingkat pengetahuan

respondendengan kejadian kusta didapatkan hasil sebagai berikut:


68

Tabel 4.17.Crosstab antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian kusta

Kejadian Kusta
Tingkat Jumlah
Kasus Kontrol P value OR 95%CI
Pengetahuan
n % n % n %
Rendah 32 80 33 82,5 65 81,2
0,848
Tinggi 8 20 7 17,5 15 18,8 1,000
0,275-2,613
Jumlah 40 100,0 40 100,0 80 100,0

Berdasarkan tabel 4.17, dapat diperoleh informasi bahwa responden dengan

tingkat pengetahuan rendah pada kelompok kasus sebesar 80 % lebih kecil apabila

dibandingkan dengan kelompok kontrol 82,5%, sedangkan responden dengan

tingkat pengetahuan tinggi pada kelompok kasus 20 % lebih kecil apabila

dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 17,5%.

Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (1,000) > α (0,05) sehingga Ho

diterima. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara tingkat

pengetahuan dengan kejadian kusta. Nilai odd ratio (OR) = 0,848 dengan interval

0,275-2,613 (mencakup angka 1), yang berarti bahwa tingkat pengetahuan belum

tentu merupakan faktor risiko kejadian kusta.

4.2.3.7 Hubungan antara Personal Hygiene dengan Kejadian Kusta

Hasil uji Chi-square dari data penelitian ini adalah sebagai berikut

Tabel 4.18.Crosstab antara Personal Hygienedengan Kejadian kusta

Kejadian Kusta
Personal Jumlah
Kasus Kontrol P value OR 95%CI
Higiene
n % n % n %
Buruk 33 82,5 20 50 53 66,2
0,212
Baik 7 17,5 20 50 57 33,5 0,005
0,076 -0,591
Jumlah 40 100,0 40 100,0 80 100,0

Berdasarkan tabel 4.18, dapat diperoleh informasi bahwa responden dengan

personal hygiene rendah pada kelompok kasus sebesar 82,5 % lebih besar apabila
69

dibandingkan dengan kelompok kontrol 50%, sedangkan responden dengan

personal hygiene tinggi pada kelompok kasus 17,5 % lebih kecil apabila

dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 50 %.

Hasil uji chi square diperoleh bahwa nilai p (0,005) > α (0,05) sehingga Ho

ditolak. Hal ini berarti dapat diketahui bahwa ada hubungan antara perilaku

personal hygiene dengan kejadian kusta. Nilai odd ratio (OR) = 0,212 dengan

interval 0,076-0,591 (mencakup angka 1), yang berarti bahwa perilaku personal

hygiene belum tentu merupakan faktor risiko kejadian kusta.

4.5 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja puskesmas Kunduran Blora,

diperoleh hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square dapat

diketahui sebagai berikut:

Tabel 4.19 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat dengan Uji Chi-Square

No. Variabel Bebas p value OR 95%CI Keterangan


1 Jenis Kelamin 0,178 2,037 0,834-4,976 Tidak Ada Hubungan
2 Umur 0,780 0,731 0,243-2,201 Tidak Ada hubungan
3 Jenis Pekerjaan 0,007 3,955 1,546-10,114 Ada hubungan
Status Sosial
4 0,000 6,926 2,380-20,157 Ada hubungan
Ekonomi
5 Tingkat Pendidikan 0,000 13,222 4,400-39,732 Ada hubungan
6 Tingkat Pengetahuan 1,000 0,848 0,275-2,613 Tidak ada hubungan
7 Personal Hygiene 0,005 0,212 0,076-0,591 Ada hubungan
BAB V

PEMBAHASAN

5.3 Pembahasan

5.1.8 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Kusta

Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kunduran

Kabupaten Blora dan berdasarkan hasil analisis bivariat antara jenis kelamin

dengan kejadian kusta, didapatkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna

dengan p value = 0,0178; OR = 2,037 (95% CI = 0,834-4,976). Dalam penelitian

ini kelompok kasus (yang mengalami kejadian kusta) lebih banyak dialami oleh

responden yang berjenis kelamin laki-laki sedangkan pada kelompok kontrol

(yang tidak mengalami kejadian kusta) cenderung didominasi oleh responden

yang berjenis kelamin perempuan.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian dari Maria

Christiana (2008) di Kabupaten Jepara yang menyatakan ada hubungan antara

jenis kelamin dengan kejadian kusta. Begitu juga dengan hasil penelitian Puspita

Kartika Sari (2005) yang menyatakan ada hubungan antara jeniskelamin dengan

kejadian kusta dan hasil penelitian Yessita Yuniarasari (2013) di Kabupaten

Rembang juga tidak menemukan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan

kejadian kusta.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat dari Marwali Harahap (2000:

261) yang menyatakan bahwa penyakit kusta dapat menyerang semua orang.

Laki-laki lebih banyak terkena dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan

70
71

2:1. Walaupun ada beberapa daerah yang menunjukkan insidens ini hampir sama

bahkan ada daerah yang menunjukkan penderita wanita lebih banyak. Begitu juga

seperti yang ada dalam Depkes RI, (2007: 8)bahwa laki-laki lebih banyak

terserang dari pada wanita. Relatif rendahnya kejadian kusta pada perempuan

kemungkinan karena faktor lingkungan atau faktor biologi. Seperti kebanyakan

penyakit menular lainnya laki-laki lebih banyak terpapar dengan faktor risiko

sebagai akibat gaya hidupnya

5.1.9 Hubungan antara Umur dengan Kejadian Kusta

Setelah dilakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kunduran

Kabupaten Blora dan berdasarkan hasil analisis bivariat antara umur responden

dengan kejadian kusta, didapatkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna

dengan p value = 0,780; OR = 0,731 (95% CI = 0,243-2,201). Dalam penelitian

ini kelompok kasus maupun kontrol didominasi oleh responden yang umurnya

tidak beresiko mengalami kejadian kusta yaitu responden yang berusia lebih dari

30 tahun.Sebagian besar responden tidak berisiko mengalami kejadian kusta yaitu

sebanyak 64 responden (80%), sedangkan responden yang berisiko sebanyak 16

responden (20%).

Hasil penelitian ini menemukan bahwa penderita kusta memiliki usia di

atas 30 tahun sehingga hasil ini tidak sesuai dengan Depkes RI (2007:8) dan

Latapi’s Lepromatosis (2005:177) yang menaytakan bahwa Kusta diketahui

terjadi pada semua umur berkisar antara bayi sampai umur tua (3 minggu sampai

lebih dari 70 tahun). Namun yang terbanyak adalah pada umur muda dan

produktif.
72

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Maria Christiana

(2008) di Kabupaten Jepara yang menyatakan tidak ada hubungan antara umur

risiko dengan kejadian kusta. Begitu juga dengan hasil penelitian Puspita Kartika

Sari (2005) di Pemalang yang menyatakan tidak ada hubungan antara umur risiko

dengan kejadian kusta dan hasil penelitian Yessita Yuniarasari (2013) di

Kabupaten Rembang juga tidak menemukan adanya hubungan antara umur

dengan kejadian kusta.

5.1.10 Hubungan antara Jenis Pekerjaan dengan Kejadian Kusta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis pekerjaan

dengan kejadian kustadi wilayah kerja puskesmas Kunduran, Blora. Hasil ini

didasarkan pada uji Chi-square, diperoleh nilai p (0,007) < α ( 0,05). Nilai odd

ratio sebesar 3,955 dan 95% CI (1,546-10,114) sehingga dapat diketahui bahwa

responden yang memiliki jenis pekerjaan yang lebih dari 8 jam per hari

mempunyai risiko 3,955 kali lebih besar terkena kusta daripada responden yang

memiliki jenis pekerjaan kurang dari 8 jam tiap hari. Nilai OR > 1 dan 95% CI

tidak mencakup angka 1, berarti jenis pekerjaan yang berisiko merupakan salah

satu faktor risiko kejadian kusta. Secara keseluruhan, sebagian besar responden

berisiko mengalami kejadian kusta yaitu sebanyak 45 responden (56,2%),

sedangkan responden yang tidak berisiko sebanyak 35 responden (43,8%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Yessita Yuniarasari

(2013) di Kabupaten Rembang yang juga menemukan adanya hubungan antara

jenis pekerjaan dengan kejadian kusta. Dan penelitian yang dilakukan oleh Nur

Laily Af’idah (2012) tentang analisis faktor risiko kejadian kusta di Kabupaten
73

Brebes tahun 2010, uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis

pekerjaan dengan kejadian kusta.

5.1.11 Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian Kusta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara status sosial

ekonomi dengan kejadian kustadi wilayah kerja puskesmas Kunduran, Blora.

Hasil ini didasarkan pada uji Chi-square, diperoleh nilai p (0,000) < α ( 0,05).

Nilai odd ratio sebesar 6,296 dan 95% CI (2,380-20,157) sehingga dapat

diketahui bahwa responden yang memiliki status sosial ekonomi rendah memiliki

risiko 6,296 kali lebih besar mengalami kejadian kusta dibandingkan responden

yang memiliki status sosial ekonomi tinggi. Secara keseluruhan dalam penelitian

ini, responden yang mempunyai status sosial ekonomi rendah yaitu sebanyak 52

responden (65%) dan responden yang mempunyai status sosial ekonomi tinggi

sebanyak 28 orang (35%).

Faktor ini juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya kusta adalah tingkat

ekonomi atau status sosial, yang bisa dideskripsikan dengan besarnya penghasilan.

Besarnya penghasilan seseorang turut mempengaruhi pemenuhan kebutuhan

hidup kesehariannya, termasuk kebutuhan makan dan kesehatan. Jika kebutuhan

akan makanan sehat tidak terpengaruhi maka dapat melemahkan imunitas atau

daya tahan tubuh, sehingga mudah terserang suatu penyakit (Indan, 2004:24).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Maria Christiana (2008) di

Kabupaten Jepara yang menyatakan ada hubungan antara status sosial ekonomi

dengan kejadian kusta.


74

5.1.12 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Kusta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat

pendidikan dengan kejadian kustadi wilayah kerja puskesmas Kunduran,

Blora.Hasil ini didasarkan pada uji Chi-square, diperoleh nilai p (0,000) < α (

0,05). Nilai odd ratio sebesar 13,222 dan 95% CI (4,400-39,732) sehingga dapat

diketahui bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah mempunyai

risiko 13,222 kali lebih besar terkena kusta daripada responden yang memiliki

tingkat pendidikan tinggi. Nilai OR > 1 dan 95% CI tidak mencakup angka 1,

berarti tingkat pendidikan rendah merupakan salah satu faktor risiko kejadian

kusta. Dalam penelitian ini sebagian besar responden mempunyai pendidikan

rendah yaitu sebanyak 46 orang (57,5%) dan responden yang mempunyai

pendidikan tinggi sebanyak 34 orang (42,5%).

Hasil penelitian ini yaitu penderita kusta lebih banyak yang memiliki tingkat

pendidikan rendah. Pendidikan yang rendah oleh penderita sebagai salah satu

faktor yang berhubungan dengan kejadian kusta karena seperti yang diungkapkan

oleh Soekidjo Notoatmodjo (2005: 26) dan Budioro (1997:113) bahwa tingkat

pendidikan dianggap sebagai salah satu unsur yang menentukan pengalaman dan

pengetahuan seseorang, baik dalam ilmu pengetahuan maupun kehidupan sosial.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Maria Christiana

(2008) di Kabupaten Jepara yang menyatakan ada hubungan antara tingkat

pendidikan dengan kejadian kusta.Hasil berbeda dengan hasil penelitian dari

Yessita Yuniarasari (2013) di Kabupaten Rembang menemukan tidak adanya

hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian kusta.


75

5.1.13 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Kusta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat

pengetahuan dengan kejadian kustadi wilayah kerja puskesmas Kunduran,

Blora.Hasil ini didasarkan pada uji Chi-square, diperoleh nilai p (1,000) > α (

0,05). Nilai odd ratiosebesar 0,848 dan 95% CI (0,275-2,613). Nilai OR < 1 dan

95% CI mencakup angka 1, berarti tingkat pengetahuan bukan merupakan salah

satu faktor risiko kejadian kusta. Dalam penelitian ini, responden memiliki tingkat

pengetahuan tentang gejala kusta, cara penularan, dan pencegahan kusta sebelum

didiagnosis kusta dengan kategori rendah yaitu sebanyak 65 responden (81,2%),

sedangkan responden yang memliki pengetahuan tinggi sebanyak 15 responden

(18,8%).

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian dari Yessita Yuniarasari

(2013) di Kabupaten Rembang yang menemukan adanya hubungan antara tingkat

pengetahuan dengan kejadian kusta sedangkan dalam penelitian ini tidak ada

hubungan.

5.1.14 Hubungan antara Personal Hygiene dengan Kejadian Kusta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara personal hygiene

dengan kejadian kustadi wilayah kerja puskesmas Kunduran, Blora. Hasil ini

didasarkan pada uji Chi-square, diperoleh nilai p (0,005) < α ( 0,05). Nilai odd

ratio sebesar 0,212 dan 95% CI (0,076-0,591) sehingga dapat diketahui bahwa

responden yang memiliki personal hygiene buruk belum tentu merupakan faktor

risiko penyakit kusta. Dalam penelitian ini, sebagain besar responden mempunyai
76

personal hygiene baik yaitu sebanyak 52 orang (65%) dan responden yang

mempunyai personal hygiene buruk sebanyak 28 orang (35%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian dari Maria Christiana

(2008) di Kabupaten Jepara yang menyatakan ada hubungan antara personal

hygiene dengan kejadian kusta dan hasil penelitian dari Yessita Yuniarasari

(2013) di Kabupaten Rembang yang juga menemukan adanya hubungan antara

personal hygiene dengan kejadian kusta.

5.4 Hambatan dan Kelemahan Penelitian

5.2.3 Hambatan Penelitian

Hambatan yang ditemui dalam penelitian ini antara lain:

1. Desain penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol (retrospektif)

sehingga dapat terjadi recall bias atau kesalahan dalam pengambilan data

sampel kasus dan kontrol. Hal tersebut diatasi dengan melakukan

konfirmasi ke petugas Puskesmas dan melihat catatan pada kartu penderita

maupun buku monitoring pengobatan

2. Terdapat bias informasi pada saat pengambilan data, baik dari petugas

Puskesmas maupun responden penelitian tentang personal hygiene pasien

kusta. Hal tersebut diatasi dengan melakukan klarifikasi ulang

permasalahan yang ada dan melakukan cek ulang dengan catatan pasien

yang ada.
77

5.2.4 Kelemahan Penelitian

1. Pada variabel status sosial ekonomi hanya dilakukan terhadap jumlah

pendapatan responden saja dan tidak melihat aspek-aspek lain misal

kepemilikan barang mewah atau kepemilikan jabatan dalam struktur

organisasi kemasyarakatan.

2. Tingkat pengetahuan dan personal hygiene seharusnya diukur sebelum

menderita kusta.
BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.3 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada

bab sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Ada hubungan antara jenis pekerjaan (p = 0,007; OR = 3,955), status sosial

ekonomi (p = 0,000; OR = 6,926), tingkat pendidikan (p = 0,000; OR =

13,222), dan personal hygiene (p = 0,005; OR = 0,212) dengan kejadian

kusta di wilayah kerja puskesmas Kunduran kabupaten Blora.

2. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin (p = 0,178; OR = 2,037) , umur (p =

0,780; OR = 0,731), dan tingkat pengetahuan (p = 1,000; OR = 0,848)

dengan kejadian kusta di wilayah kerja puskesmas Kunduran kabupaten

Blora.

6.4 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan penelitian di atas, maka saran

yang dapat peneliti sampaikan yaitu sebagai berikut:

6.2.1 Kepada Puskesmas dan Instansi Kelurahan

Guna mencegah terjadinya penyakit kusta yang lebih banyak, diharapkan

adanya kerjasama antara petugas puskesmas dengan kader-kader dan pejabat

kelurahan terutama dalam upaya meningkatkan keberhasilan program

pemberantasan penyakit kusta.

78
79

6.2.2 Kepada Masyarakat

Sebagai upaya pencegahan penyakit kusta, hendaknya masyarakat lebih

memperhatikan kebersihan pribadi dan kebersihan lingkungan rumah.

6.2.3 Kepda Peneliti Selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat menambahkan variabel lain yang

yang berhubungan dengan penyakit kusta seperti lama kontak dengan penderita,

riwayat kontak dan kepadatan hunian.


DAFTAR PUSTAKA

Adhi Djuanda, 2007,Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Jakarta : FKUI.

Agus Riyanto, 2009, Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan, Jogjakarta: Nuha
Medika.

Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius


Fakultas.
Bhisma Murti, 2010, Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan, Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
Budioro, 1997, Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Semarang: FKM UNDIP.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006, Buku Pedoman Pemberantasan
Penyakit Kusta. Cetakan XV, Jakarta: Dirjen PPM dan PL.

Departemen Kesehatan RI, 2008, Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2010, Profil Kesehatan Profinsi Jawa
Tengah Tahun 2010.Semarang : Dinas Kesehatan Provinsi Jateng.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2011, Profil Kesehatan Profinsi Jawa
Tengah Tahun 2011.Semarang : Dinas Kesehatan Provinsi Jateng
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tenga, 2012. Profil Kesehatan Profinsi Jawa
Tengah Tahun 2012.Semarang : Dinas Kesehatan Provinsi Jateng
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2011, Data BPP2PL, Seksi Pengendalian
Penyakit Menular. Semarang: Dinkes.

Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, 2010, Profil Kesehatan Kabupaten Blora


Tahun 2010.Blora : Dinas Kesehatan Kabupaten Blora.
Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, 2011, Profil Kesehatan Kabupaten Blora
Tahun 2011.Blora : Dinas Kesehatan Kabupaten Blora.
Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, 2012, Profil Kesehatan Kabupaten Blora
Tahun 2012.Blora : Dinas Kesehatan Kabupaten Blora.
Hiswani, 2001, Kusta Salah Satu Penyakit Menular yang Masih Dijumpai di
Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Kosasih A, Made Wisnu I, Emmy S.J, Linuwih S.M, Kusta dalam Andhi Juanda.
2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi IV. Jakarta: FKUI.

80
81

Maria Christiana, 2008, Analisis Faktor Risiko Kejadian Kusta (Studi Kasus di
Rumah Sakit Kusta Donorejo Jepara) Tahun 2008. Skripsi : Universitas
Negeri Semarang.
Marwali Harahap, 2000, Ilmu Penyakit Kulit, Jakarta : Hipokrates.
Muh. Dali Amiruddin. 2012. Penyakit Kusta Sebuah Pendekatan Klinis. Sidoarjo:
Penerbit Brilian Internasional.

Notoatmojo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.
Nur Nasry Noor, 2006, Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, Jakarta :
Rineka Cipta
Prawoto, 2008, Faktor-Faktor Resiko yang Berpengaruh Terhadap Terjadinya
Reaksi Kusta.Tesis : Universitas Diponegoro Semarang,
(http://eprints.undip.ac.id/6325/1/Prawoto.pdf), diakses 6 Agustus 2012
Risha Andri Saputri, 2009, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Cacat Tingkat 2 Pada Penderita Kusta. Skripsi : Universitas Negeri
Semarang
Robin Graham, 2005, Dermatologi, Jakarta : Erlangga.
Sudigdo S dan Sofyan Ismail, 2002, Dasar-Dasar Metodologi Klinis Edisi ke-2,
Jakarta: Binarupa Aksara.
Soekidjo Notoatmodjo, 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Jakarta :
Rineka Cipta.
Sasakawa Memorial Health Foundation. 2004. Atlas Kusta.

World Health Organization, 2011, Weekly Epidemiological Record Leprosy


Update 2011.(Online). No. 36, September 2011, 86, 398-400,
(http://www.ilep.org.uk/fileadmin/uploads/Documents/WER/wer8636revis
ed.pdf), diakses tanggal 23 Februari 2012
82

Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


KUSTA (STUDI KASUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
KUNDURAN KABUPATEN BLORA )

Petunjuk pengisian Kuesioner

1. Jawaban diisi oleh pewawancara dengan menanyakan langsung kepada


responden.
2. Jawablah pertanyaan ini dengan benar dan sejujur-jujurnya.

No. Responden :
Tgl. Pengisian :

A. Identitas Responden
1. Kelompok : ( 0 ) Kasus
( 1 ) Kontrol
2. Nama :
3. Alamat :
B. Umur
1. Berapa umur Anda ketika didiagnosa menderita penyakit
kusta........tahun?
Jawab:

C. Jenis Kelamin : ( 1 ) Laki-laki


( 2 ) Perempuan

D. Jenis Pekerjaan : ( 1 ) PNS


( 2 ) Swasta
83

( 3 ) Petani

( 4 ) Buruh

( 5 ) Lain- lain…..

( 6 ) Tidak Bekerja

Jawab :

E. Tingkat Pendidikan
1. Pendidikan terakhir Anda ?
Jawab:

F. Status sosial Ekonomi


1. Berapa pendapatan Anda per bulan ?
Jawab :

G. Tingkat Pengetahuan
Tidak
No Pertanyaan Ya
1. Sebelum menderita kusta, apakah anda mengetahuinya
PENYEBAB KUSTA
2 Penyakit kusta disebabkan oleh Mycobacterium Leprae

TANDA DAN GEJALA PENYAKIT KUSTA


3 Kelainan kulit yang merah atau putih yang mati rasa

4 Kulit yang kering dan retak

5 Kulit melepuh dan nyeri

6 Gangguan gerak anggota badan

7 Terjadi penebalan atau pembengkakan pada bercak

8 Kusta menyerang kulit, mata, otot, dan syaraf

CARA PENULARAN KUSTA

9 Saluran pernapasan bagian atas


84

10 Melalui transfusi darah dengan penderita kusta

11 Kontak kulit langsung yang lama dan erat dengan penderita


kusta
12 Bakteri yang utuh keluar dari tubuh penderita dan masuk
ke dalam tubuh orang lain
PENDERITA PENYAKIT KUSTA
13 Usia dewasa (25-35 tahun)

14 Anak-anak

15 Keturunan dari anggota keluarga yang menderita kusta

H. Personal Hygiene

No Pertanyaan Ya tidak

16 Sebelum menderita kusta, apakah anda mandi 2 kali sehari


17 Apakah Anda sering bertukar pakaian dengan saudara atau
teman sebelum menderita kusta?
18 Apakah anda mempunyai kebiasaan pinjam meminjam alat
pribadi (handuk, sabun,sisir dll) dengan anggota keluarga
lain sebelum menderita kusta
19 Sebelum menderita kusta , apakah Anda menggunakan
sikat gigi bersama dengan oranglain?
20 Sebelum menderita kusta, apakah anda selalu menutup
hidung dan mulut saat batuk atau bersin
21 Sebelum menderita kusta, jika anda mempunyai luka
dibagian kulit, apakah anda langsung mengobatinya
85

Lampiran 2

DAFTAR RESPONDEN KASUS

KODE NAMA JK Alamat


R2 Virda P Sambiroto
R3 Wadinah P Karangawen
R4 Subari L Karanggeneng
R6 Maskun L Kunduran
R7 Sumarno L Karanggeneng
R8 Sakilah P Karitan
R9 Vita P Waru
R10 Wartini P Waru
R11 Sutami P Kunduran
R12 Punjaka L Lungkup
R13 Banjir L Dorami
R14 Kardi L Kunduran
R15 Supi P Kunduran
R16 Sakri L Kunduran
R17 Andi Rohmat L Karanggeneng
R18 Musriah P Kedungwaru
R19 Sarmini P Kunduran
R20 Sudiran L kunduran
R21 Sukinah P Kunduran
R22 Subiyat L Kunduran
R23 Munirah P Sendangwates
R24 Nyamin L Sendangwates
R25 M. Yusuf L Kaanganyar
R26 Pusamin L Karanggeneng
R27 Sumarsih P Karanggeneng
R29 Siti Lestari P Tinapan
R30 Siti Umidah P Kedungwaru
R31 Soni L Kunduran
R32 Yatini P Karanggeneng
R33 Suharto L Kunduran
R34 sumadi L Kunduran
R35 Darmo L Kunduran
R36 Idarnako L Kedungwaru
R37 Ramlan L Kedungsambi
R38 Mutulir L Kunduran
86

(1) (2) (3) (4)


R39 Sugiharto L Dungkuning
R40 Sripujiono L Ndorosemi
R41 Sujadi L Ngombo
R42 Sarpan L Karanggeneng
R43 Sutarno L Ganggan

Keterangan :
R : Responden
JK : Jenis Kelamin
P : Perempuan
L : Laki-laki
87

Lampiran 3

DAFTAR RESPONDEN KONTROL

KODE NAMA JK Alamat


R1 Ika supriatin P Karanggeneng
R5 Ngatini P Karanggeneng
R28 Sukemi L Karanggeneng
R44 Sitianik P Belor
R45 Kasmani L Kunduran
R46 Karsih P Kunduran
R47 Sukarsih P Kampul
R48 Wagimin L Kedungwaru
R49 Jumiati P Kemiri
R50 Kusmiatin P Karanggeneng
R51 Jiwanto L Begirejo
R52 M.Wahyudi L Begirejo
R53 Sunarti P Kedungwaru
R54 Suparti P Kedungwaru
R55 Marno L Karanggeneng
R56 Ananda L Ngawen
R57 Sujani L Ngawen
R58 Lasmi P Kunduran
R59 Suwando L Kunduran
R60 painem P Sambi
R61 Marwi L Kedungsambi
R62 Gani L Karanggeneng
R63 Warni P Karanggeneng
R64 Suni P Kunduran
R65 Yasir L Karanggeneng
R66 Wasni P Ngawen
R67 Nanging L Ngawen
R68 Warto L Kempok
R69 Darmi P Kunduran
R70 Darto L Kunduran
R71 Wasinah P Kemiri
R72 Suwidi L Kemiri
R73 Sulasmi P Kedungwuni
R74 Sulami P Kedungwaru
R75 Suparmi P Kunduran
88

(1) (2) (3) (4)


R76 Titik P Kedungwaru
R77 Sumiyati P Kunduran
R78 Sujatno L Kunduran
R79 wiwik P Karanggeneng
R80 Toro suraji L Karanggeneng

Keterangan :
R : Responden
JK : Jenis Kelamin
P : Perempuan
L : Laki-laki
89

Lampiran 4

DATA TINGKAT PENDIDIKAN

No. Responden TingkatPendidikan Kategori


(1) (2) (3)
R1 SMA tinggi
R2 TS rendah
R3 TS rendah
R4 SD rendah
R5 SD rendah
R6 SD rendah
R7 SD rendah
R8 TS rendah
R9 SMP rendah
R10 SD rendah
R11 SD rendah
R12 SD rendah
R13 SD rendah
R14 TS rendah
R15 TS rendah
R16 SD rendah
R17 SD rendah
R18 SMP rendah
R19 SD rendah
R20 SMA tinggi
R21 SMA tinggi
R22 SMA tinggi
R23 SMA tinggi
R24 SMA tinggi
R25 SMA tinggi
R26 SMP rendah
R27 SD rendah
R28 SD rendah
R29 SD rendah
R30 SD rendah
R31 SMP rendah
R32 SD rendah
R33 TA rendah
90

(1) (2) (3)


R34 TS rendah
R35 TS rendah
R36 SMP rendah
R37 SD rendah
R38 SD rendah
R39 SD rendah
R40 SMP rendah
R41 SD rendah
R42 SD rendah
R43 SMP rendah
R44 SMA tinggi
R45 SD rendah
R46 TS rendah
R47 SD rendah
R48 SD rendah
R49 SD rendah
R50 SD rendah
R51 S1 tinggi
R52 SMA tinggi
R53 Dip tinggi
R54 SMA tinggi
R55 S1 tinggi
R56 SMA tinggi
R57 Dip tinggi
R58 SMA tinggi
R59 SMA tinggi
R60 SMA tinggi
R61 S1 tinggi
R62 SMA tinggi
R63 Dip tinggi
R64 SMA tinggi
R65 SMA tinggi
R66 SMA tinggi
R67 SMA tinggi
R68 SMA tinggi
R69 SMA tinggi
R70 SMA tinggi
91

(1) (2) (3)


R71 SMA tinggi
R72 SMA tinggi
R73 SMA tinggi
R74 SMA tinggi
R75 TS rendah
R76 SMP rendah
R77 SMP rendah
R78 SPG tinggi
R79 SMA tinggi
R80 TS rendah
92

Lampiran 5

DATA PERSONAL HYGIENE

Pertanyaan
No.
Jml Kategori
Responden P16 P17 P18 P19 P20 P21
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
R1 1 1 0 0 1 0 3 baik
R2 0 0 0 1 0 1 2 buruk
R3 1 0 1 0 0 0 2 buruk
R4 0 0 1 0 0 0 1 buruk
R5 0 1 0 0 0 0 1 buruk
R6 1 0 1 0 0 0 2 buruk
R7 1 1 1 0 1 0 4 baik
R8 1 1 1 0 1 1 5 baik
R9 1 1 0 1 1 1 5 baik
R10 0 1 0 0 1 1 3 baik
R11 1 0 1 0 1 1 4 baik
R12 0 1 1 0 1 0 3 baik
R13 1 1 0 1 1 0 4 baik
R14 1 0 1 0 0 0 2 buruk
R15 0 1 0 0 0 0 1 buruk
R16 0 0 0 1 1 0 2 buruk
R17 1 0 0 0 0 0 1 buruk
R18 1 0 1 0 0 0 2 buruk
R19 0 1 0 0 0 0 1 buruk
R20 0 0 1 0 0 0 1 buruk
R21 0 1 0 0 0 0 1 buruk
R22 1 0 1 0 0 0 2 buruk
R23 0 1 0 0 0 0 1 buruk
R24 1 0 1 0 0 0 2 buruk
R25 0 1 1 0 0 0 2 buruk
R26 0 0 0 0 0 0 0 buruk
R27 0 1 1 0 0 0 2 buruk
R28 0 0 1 0 0 0 1 buruk
R29 0 1 1 0 0 0 2 buruk
R30 0 0 1 0 0 1 2 buruk
R31 1 0 0 0 0 0 1 buruk
R32 1 1 0 0 0 0 2 buruk
93

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)


R33 1 0 0 0 0 1 2 buruk
R34 1 0 0 0 0 0 1 buruk
R35 0 0 0 1 0 0 1 buruk
R36 1 0 0 0 0 0 1 buruk
R37 0 1 1 0 0 0 2 buruk
R38 0 1 1 0 0 0 2 buruk
R39 0 1 1 0 0 0 2 buruk
R40 0 1 1 0 0 0 2 buruk
R41 1 0 1 0 0 0 2 buruk
R42 1 0 1 0 0 0 2 buruk
R43 1 0 1 0 0 0 2 buruk
R44 1 1 1 0 1 0 4 baik
R45 1 1 0 0 0 0 2 buruk
R46 0 0 1 0 0 0 1 buruk
R47 0 0 0 0 1 1 2 buruk
R48 1 0 1 0 0 0 2 buruk
R49 1 1 0 1 1 1 5 baik
R50 0 0 0 0 0 1 1 buruk
R51 0 1 0 0 1 0 2 buruk
R52 1 0 1 1 1 0 4 baik
R53 1 1 1 0 1 1 5 baik
R54 1 1 1 1 0 1 5 baik
R55 1 1 1 0 1 0 4 baik
R56 0 0 0 0 0 1 1 buruk
R57 1 1 1 1 1 0 5 baik
R58 1 1 1 1 0 0 4 baik
R59 0 1 1 1 1 1 5 baik
R60 1 1 1 1 1 1 6 baik
R61 1 1 1 0 1 1 5 baik
R62 1 1 1 1 0 0 4 baik
R63 0 1 0 0 1 1 3 baik
R64 0 1 0 1 1 1 4 baik
R65 1 0 0 0 0 1 2 buruk
R66 1 0 1 0 0 0 2 buruk
R67 1 1 1 0 1 0 4 baik
R68 1 0 1 0 0 0 2 buruk
R69 1 0 0 1 0 0 2 buruk
R70 1 1 0 1 0 1 4 baik
94

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)


R71 1 0 1 1 1 1 5 baik
R72 1 1 1 1 1 1 6 baik
R73 0 1 0 1 0 0 2 buruk
R74 1 0 0 1 1 1 4 baik
R75 1 0 1 0 0 0 2 buruk
R76 1 0 1 0 0 0 2 buruk
R77 0 1 0 0 0 0 1 buruk
R78 0 0 0 0 0 1 1 buruk
R79 1 0 1 1 0 1 4 baik
R80 0 1 1 0 0 0 2 buruk
95

Lampiran 6

DATA UMUR

No. Responden Umur Kategori


(1) (2) (3)
R1 29 Berisiko
R2 57 tidak berisiko
R3 53 tidak berisiko
R4 43 tidak berisiko
R5 37 tidak berisiko
R6 37 tidak berisiko
R7 25 Berisiko
R8 60 tidak berisiko
R9 38 tidak berisiko
R10 43 tidak berisiko
R11 45 tidak berisiko
R12 30 tidak berisiko
R13 50 tidak berisiko
R14 33 tidak berisiko
R15 60 tidak berisiko
R16 39 tidak berisiko
R17 43 tidak berisiko
R18 36 tidak berisiko
R19 42 tidak berisiko
R20 32 tidak berisiko
R21 50 tidak berisiko
R22 41 tidak berisiko
R23 35 tidak berisiko
R24 50 tidak berisiko
R25 15 Berisiko
R26 40 tidak berisiko
R27 29 Berisiko
R28 33 tidak berisiko
R29 35 tidak berisiko
R30 22 Berisiko
R31 17 Berisiko
96

(1) (2) (3)


R32 37 tidak berisiko
R33 44 tidak berisiko
R34 78 tidak berisiko
R35 75 tidak berisiko
R36 27 Berisiko
R37 43 tidak berisiko
R38 40 tidak berisiko
R39 50 tidak berisiko
R40 22 Berisiko
R41 42 tidak berisiko
R42 40 tidak berisiko
R43 40 tidak berisiko
R44 20 Berisiko
R45 42 tidak berisiko
R46 43 tidak berisiko
R47 27 Berisiko
R48 35 tidak berisiko
R49 32 tidak berisiko
R50 38 tidak berisiko
R51 27 Berisiko
R52 18 Berisiko
R53 27 Berisiko
R54 31 tidak berisiko
R55 50 tidak berisiko
R56 35 tidak berisiko
R57 34 tidak berisiko
R58 62 tidak berisiko
R59 28 Berisiko
R60 60 tidak berisiko
R61 41 tidak berisiko
R62 60 tidak berisiko
R63 40 tidak berisiko
R64 53 tidak berisiko
R65 44 tidak berisiko
R66 68 tidak berisiko
R67 49 tidak berisiko
97

(1) (2) (3)


R68 23 Berisiko
R69 60 tidak berisiko
R70 33 tidak berisiko
R71 55 tidak berisiko
R72 38 tidak berisiko
R73 42 tidak berisiko
R74 40 tidak berisiko
R75 57 tidak berisiko
R76 23 Berisiko
R77 65 tidak berisiko
R78 68 tidak berisiko
R79 43 tidak berisiko
R80 65 tidak berisiko
98

Lampiran 7

DATA JENIS PEKERJAAN

No. Responden Pekerjaan Kategori


(1) (2) (3)
R1 Petani berisiko
R2 Petani berisiko
R3 Tidak Bekerja tidak berisiko
R4 Petani berisiko
R5 Petani berisiko
R6 Petani berisiko
R7 Petani berisiko
R8 Tidak Bekerja tidak berisiko
R9 Tidak Bekerja tidak berisiko
R10 Tidak Bekerja tidak berisiko
R11 Tidak Bekerja tidak berisiko
R12 Tidak Bekerja tidak berisiko
R13 Tidak Bekerja tidak berisiko
R14 Petani berisiko
R15 Petani berisiko
R16 Lain-Lain berisiko
R17 Petani berisiko
R18 Tidak Bekerja tidak berisiko
R19 Petani berisiko
R20 Buruh berisiko
R21 Petani berisiko
R22 Petani berisiko
R23 Petani berisiko
R24 Petani berisiko
R25 Lain-Lain berisiko
R26 Petani berisiko
R27 Petani berisiko
R28 Petani berisiko
R29 Buruh berisiko
R30 Lain-Lain berisiko
R31 Lain-Lain berisiko
R32 Buruh berisiko
99

(1) (2) (3)


R33 Wiraswasta tidak berisiko
R34 Petani berisiko
R35 Petani berisiko
R36 Wiraswasta tidak berisiko
R37 Petani berisiko
R38 Petani berisiko
R39 Petani berisiko
R40 Wiraswasta tidak berisiko
R41 Petani berisiko
R42 Petani berisiko
R43 Petani berisiko
R44 Wiraswasta tidak berisiko
R45 Petani berisiko
R46 Petani berisiko
R47 Petani berisiko
R48 Petani berisiko
R49 Tidak Bekerja tidak berisiko
R50 Petani berisiko
R51 PNS berisiko
R52 Wiraswasta tidak berisiko
R53 Wiraswasta tidak berisiko
R54 Wiraswasta tidak berisiko
R55 PNS berisiko
R56 Wiraswasta tidak berisiko
R57 Wiraswasta tidak berisiko
R58 Wiraswasta tidak berisiko
R59 Wiraswasta tidak berisiko
R60 Wiraswasta tidak berisiko
R61 PNS Berisiko
R62 Wiraswasta tidak berisiko
R63 Wiraswasta tidak berisiko
R64 Lain-Lain Berisiko
R65 Wiraswasta tidak berisiko
R66 Buruh Berisiko
R67 Wiraswasta tidak berisiko
R68 Petani Berisiko
100

(1) (2) (3)


R69 Wiraswasta tidak berisiko
R70 Wiraswasta tidak berisiko
R71 Petani Berisiko
R72 Wiraswasta tidak berisiko
R73 Wiraswasta tidak berisiko
R74 Wiraswasta tidak berisiko
R75 Tidak Bekerja tidak berisiko
R76 Tidak Bekerja tidak berisiko
R77 Tidak Bekerja tidak berisiko
R78 PNS Berisiko
R79 Wiraswasta tidak berisiko
R80 Tidak Bekerja tidak berisiko
101

Lampiran 8

DATA JENIS KELAMIN

KODE Jenis Kelamin Kategori


(1) (2) (3)
R01 P tidak berisiko
R02 P tidak berisiko
R03 P tidak berisiko
R04 L berisiko
R05 P tidak berisiko
R06 L berisiko
R07 L berisiko
R08 P tidak berisiko
R09 P tidak berisiko
R10 P tidak berisiko
R11 P tidak berisiko
R12 L berisiko
R13 L berisiko
R14 L berisiko
R15 P tidak berisiko
R16 L berisiko
R17 L berisiko
R18 P tidak berisiko
R19 P tidak berisiko
R20 L berisiko
R21 P tidak berisiko
R22 L berisiko
R23 P tidak berisiko
R24 L berisiko
R25 L berisiko
R26 L berisiko
R27 P tidak berisiko
R28 L berisiko
R29 P tidak berisiko
R30 P tidak berisiko
R31 L berisiko
102

(1) (2) (3)


R32 P tidak berisiko
R33 L berisiko
R34 L berisiko
R35 L berisiko
R36 L berisiko
R37 L berisiko
R38 L berisiko
R39 L berisiko
R40 L berisiko
R41 L berisiko
R42 L berisiko
R43 L berisiko
R44 P tidak berisiko
R45 L berisiko
R46 P tidak berisiko
R47 P tidak berisiko
R48 L berisiko
R49 P tidak berisiko
R50 P tidak berisiko
R51 L berisiko
R52 L berisiko
R53 P tidak berisiko
R54 P tidak berisiko
R55 L berisiko
R56 L berisiko
R57 L berisiko
R58 P tidak berisiko
R59 L berisiko
R60 P tidak berisiko
R61 L berisiko
R62 L berisiko
R63 P tidak berisiko
R64 P tidak berisiko
R65 L berisiko
R66 P tidak berisiko
R67 L berisiko
103

(1) (2) (3)


R68 L berisiko
R69 P tidak berisiko
R70 L berisiko
R71 P tidak berisiko
R72 L berisiko
R73 P tidak berisiko
R74 P tidak berisiko
R75 P tidak berisiko
R76 P tidak berisiko
R77 P tidak berisiko
R78 L Berisiko
R79 P tidak berisiko
R80 L Berisiko

Keterangan :
R : Responden
P : Perempuan
L : Laki-laki
104

Lampiran 9

DATA TINGKAT PENGETAHUAN

No. Skor Kategori


P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)
R01 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 rendah
R02 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 rendah
R03 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 rendah
R04 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 rendah
R05 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 9 tinggi
R06 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 rendah
R07 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 8 tinggi
R08 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 8 tinggi
R09 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 11 tinggi
R10 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 10 tinggi
R11 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 9 tinggi
R12 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 12 tinggi
R13 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 9 tinggi
R14 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 4 rendah
R15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 rendah
R16 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 8 tinggi
R17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 rendah
R18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 rendah
R19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 rendah
R20 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 5 rendah
R21 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 7 rendah
R22 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 6 rendah
R23 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 6 rendah
R24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 rendah
R25 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 5 rendah
R26 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 rendah
R27 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 rendah
R28 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 4 rendah
R29 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 rendah
R30 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 10 rendah
R31 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 9 rendah
R32 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 rendah
R33 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 7 rendah
R34 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 8 rendah
R35 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 5 rendah
R36 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 9 rendah
R37 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 4 rendah
R38 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 rendah
R39 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 4 rendah
R40 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 9 rendah
R41 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 9 rendah
105

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)
R42 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 rendah
R43 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 3 rendah
R44 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 6 rendah
R45 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 5 rendah
R46 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 rendah
R47 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 4 rendah
R48 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 rendah
R49 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 rendah
R50 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 rendah
R51 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 4 rendah
R52 0 1 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 5 rendah
R53 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 4 rendah
R54 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 10 rendah
R55 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 4 rendah
R56 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 5 rendah
R57 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 8 tinggi
R58 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 9 tinggi
R59 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 9 rendah
R60 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 4 rendah
R61 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 4 rendah
R62 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 12 tinggi
R63 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 0 9 rendah
R64 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 12 rendah
R65 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 10 rendah
R66 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 9 tinggi
R67 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 3 rendah
R68 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 9 rendah
R69 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 6 rendah
R70 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 9 tinggi
R71 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 7 rendah
R72 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 10 rendah
R73 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 3 rendah
R74 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 13 tinggi
R75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 rendah
R76 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 4 rendah
R77 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 rendah
R78 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 3 rendah
R79 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 rendah
R80 1 0 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 6 rendah
106

Lampiran 10

HASIL DISTRIBUSI FREKUENSI RESPONDEN

Jenis_Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid L 43 53.8 53.8 53.8
P 37 46.2 46.2 100.0
Total 80 100.0 100.0

Umur_res
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid berisiko 16 20.0 20.0 20.0
tidak berisiko 64 80.0 80.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

Jenis_Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid berisiko 45 56.2 56.2 56.2
tidak berisiko 35 43.8 43.8 100.0
Total 80 100.0 100.0

Sosial_Ekonomi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid rendah 52 65.0 65.0 65.0
tinggi 28 35.0 35.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid rendah 46 57.5 57.5 57.5
tinggi 34 42.5 42.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
107

Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid rendah 65 81.2 81.2 81.2
tinggi 15 18.8 18.8 100.0
Total 80 100.0 100.0

Personal_higienity
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid baik 52 65.0 65.0 65.0
buruk 28 35.0 35.0 100.0
Total 80 100.0 100.0

Kejadian_Kusta
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid kasus 40 50.0 50.0 50.0
kontrol 40 50.0 50.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
108

Lampiran 11

HASIL UJI CHI SQUARE

Crosstab Jenis_Kelamin * Kejadian_Kusta

Kejadian_Kusta
kasus kontrol Total
Jenis_Kelamin L Count 25 18 43
% within Kejadian_Kusta 62.5% 45.0% 53.8%
% of Total 31.2% 22.5% 53.8%
P Count 15 22 37
% within Kejadian_Kusta 37.5% 55.0% 46.2%
% of Total 18.8% 27.5% 46.2%
Total Count 40 40 80
% within Kejadian_Kusta 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Exact
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 2.464a 1 .116
Continuity
1.810 1 .178
Correctionb
Likelihood Ratio 2.477 1 .116
Fisher's Exact Test .178 .089
b
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
18,50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Jenis_Kelamin (L / P) 2.037 .834 4.976
For cohort Kejadian_Kusta = kasus 1.434 .900 2.284
For cohort Kejadian_Kusta = kontrol .704 .453 1.095
N of Valid Cases 80
109

Crosstab Umur_res * Kejadian_Kusta

Kejadian_Kusta
kasus kontrol Total
Umur_res berisiko Count 7 9 16
% within Kejadian_Kusta 17.5% 22.5% 20.0%
% of Total 8.8% 11.2% 20.0%
tidak Count 33 31 64
berisiko % within Kejadian_Kusta 82.5% 77.5% 80.0%
% of Total 41.2% 38.8% 80.0%
Total Count 40 40 80
% within Kejadian_Kusta 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Exact
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .312a 1 .576
Continuity
.078 1 .780
Correctionb
Likelihood Ratio .313 1 .576
Fisher's Exact Test .781 .390
b
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
8,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Umur_res (berisiko / tidak
.731 .243 2.201
berisiko)
For cohort Kejadian_Kusta = kasus .848 .464 1.553
For cohort Kejadian_Kusta = kontrol 1.161 .704 1.916
N of Valid Cases 80
110

Crosstab Jenis_Pekerjaan * Kejadian_Kusta


Kejadian_Kusta
kasus kontrol Total
Jenis_Pekerjaan berisiko Count 29 16 45
% within
72.5% 40.0% 56.2%
Kejadian_Kusta
% of Total 36.2% 20.0% 56.2%
tidak berisiko Count 11 24 35
% within
27.5% 60.0% 43.8%
Kejadian_Kusta
% of Total 13.8% 30.0% 43.8%
Total Count 40 40 80
% within
100.0% 100.0% 100.0%
Kejadian_Kusta
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 8.584 1 .003
Continuity
7.314 1 .007
Correctionb
Likelihood Ratio 8.756 1 .003
Fisher's Exact Test .006 .003
b
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
17,50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Jenis_Pekerjaan
3.955 1.546 10.114
(berisiko / tidak berisiko)
For cohort Kejadian_Kusta = kasus 2.051 1.201 3.502
For cohort Kejadian_Kusta = kontrol .519 .330 .815
N of Valid Cases 80
111

Crosstab Sosial_Ekonomi * Kejadian_Kusta

Kejadian_Kusta
kasus kontrol Total
Sosial_Ekonomi rendah Count 34 18 52
% within
85.0% 45.0% 65.0%
Kejadian_Kusta
% of Total 42.5% 22.5% 65.0%
tinggi Count 6 22 28
% within
15.0% 55.0% 35.0%
Kejadian_Kusta
% of Total 7.5% 27.5% 35.0%
Total Count 40 40 80
% within
100.0% 100.0% 100.0%
Kejadian_Kusta
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 14.066a 1 .000
Continuity
12.363 1 .000
Correctionb
Likelihood Ratio 14.724 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
b
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
14,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Sosial_Ekonomi
6.926 2.380 20.157
(rendah / tinggi)
For cohort Kejadian_Kusta = kasus 3.051 1.461 6.372
For cohort Kejadian_Kusta =
.441 .289 .671
kontrol
N of Valid Cases 80
112

Crosstab Pendidikan * Kejadian_Kusta

Kejadian_Kusta
kasus kontrol Total
Pendidikan rendah Count 34 12 46
% within Kejadian_Kusta 85.0% 30.0% 57.5%
% of Total 42.5% 15.0% 57.5%
tinggi Count 6 28 34
% within Kejadian_Kusta 15.0% 70.0% 42.5%
% of Total 7.5% 35.0% 42.5%
Total Count 40 40 80
% within Kejadian_Kusta 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 24.757 1 .000
Continuity
22.558 1 .000
Correctionb
Likelihood Ratio 26.411 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
b
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
17,00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Pendidikan (rendah /
13.222 4.400 39.732
tinggi)
For cohort Kejadian_Kusta = kasus 4.188 1.986 8.833
For cohort Kejadian_Kusta = kontrol .317 .190 .528
N of Valid Cases 80
113

Crosstab Pengetahuan * Kejadian_Kusta

Kejadian_Kusta
kasus kontrol Total
Pengetahuan rendah Count 32 33 65
% within Kejadian_Kusta 80.0% 82.5% 81.2%
% of Total 40.0% 41.2% 81.2%
tinggi Count 8 7 15
% within Kejadian_Kusta 20.0% 17.5% 18.8%
% of Total 10.0% 8.8% 18.8%
Total Count 40 40 80
% within Kejadian_Kusta 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square .082 1 .775
Continuity
.000 1 1.000
Correctionb
Likelihood Ratio .082 1 .774
Fisher's Exact Test 1.000 .500
b
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 7,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Pengetahuan
.848 .275 2.613
(rendah / tinggi)
For cohort Kejadian_Kusta = kasus .923 .541 1.574
For cohort Kejadian_Kusta =
1.088 .602 1.966
kontrol
N of Valid Cases 80
114

Crosstab Personal_hygiene * Kejadian_kusta


Kejadian_kusta
kasus kontrol Total
Personal_hy baik Count 7 20 27
giene % within Kejadian_kusta 17.5% 50.0% 33.8%
% of Total 8.8% 25.0% 33.8%
buruk Count 33 20 53
% within Kejadian_kusta 82.5% 50.0% 66.2%
% of Total 41.2% 25.0% 66.2%
Total Count 40 40 80
% within Kejadian_kusta 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df sided) (2-sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 9.448 1 .002
b
Continuity Correction 8.050 1 .005
Likelihood Ratio 9.748 1 .002
Fisher's Exact Test .004 .002
b
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
13.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Personal_hygiene
.212 .076 .591
(baik / buruk)
For cohort Kejadian_kusta = kasus .416 .213 .815
For cohort Kejadian_kusta =
1.963 1.301 2.962
kontrol
N of Valid Cases 80
115

Lampiran 12
116

Lampiran 13
117

Lampiran 14
118

Lampiran 15
119

Lampiran 16
120

Lampiran 17
121

Lampiran 18

DOKUMENTASI

Wawancara dengan responden kasus

Wawancara dengan responden kontrol


122

Penderita Kusta

Kaki mati rasa pada penderita kusta


123

Rumah Penderita Kusta

Dalam Rumah Penderita Kusta

Anda mungkin juga menyukai