Anda di halaman 1dari 90

LAPORAN PENELITIAN

HUBUNGAN PERILAKU ANGGOTA KELUARGA YANG


MEROKOK DI DALAM LINGKUNGAN RUMAH DENGAN
INSIDEN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SIDOARJO
BULAN MEI TAHUN 2018

I Made Mega Kencana Putra 16710034


Luh Made Deasy Dwitayanti T 16710117
Aisyah Volleygia Dentri 16710131
Ni Made Karlinda Utari K 16710163

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2018
HUBUNGAN PERILAKU ANGGOTA KELUARGA YANG MEROKOK DI
DALAM LINGKUNGAN RUMAH DENGAN INSIDEN ISPA PADA
BALITA DI PUSKESMAS SIDOARJO BULAN MEI TAHUN 2018

TANDA PERSETUJUAN PENELITIAN

I Made Mega Kencana Putra 16710034


Luh Made Deasy Dwitayanti T 16710117
Aisyah Volleygia Dentri 16710131
Ni Made Karlinda Utari K 16710163

Menyetujui Untuk Diajukan Pada Sidang Presentasi Penelitian Kepaniteraan


Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Disetujui,
Surabaya, Mei 2018

Kepala Puskesmas Sidoarjo Dosen Pembimbing

Noer Amalis Sholeha,dr., M.Kes Prof. Dr. Hj. Rika Subarniati T,dr., SKM
NIP. 197204012006042025 NIK. 10533-ET

ii
HUBUNGAN PERILAKU ANGGOTA KELUARGA YANG MEROKOK DI
DALAM LINGKUNGAN RUMAH DENGAN INSIDEN ISPA PADA
BALITA DI PUSKESMAS SIDOARJO BULAN MEI TAHUN 2018

Tanda Pengesahan Penelitian


Telah disidangkan dalam Sidang Presentasi Penelitian Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Surabaya, Juni 2018

Tim Penguji:
Pembimbing dan Penguji I
Prof. Dr. Hj. Rika Subarniati T, dr., SKM :
NIK. 10533 - ET

Penguji II
Ayu C. Noviana, dr., M. KKK :
NIK. 11555 - ET

Mengesahkan
Kepala Bagian Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas KedokteranUniversitas Wijaya Kusuma Suarabaya
ub. Koordinator Kepaniteraan Klinik

Sukma Sahadewa, dr., M.Kes


NIK 10434-ET

iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

I Made Mega Kencana Putra 16710034


Luh Made Deasy Dwitayanti T 16710117
Aisyah Volleygia Dentri 16710131
Ni Made Karlinda Utari K 16710163

Judul penelitian: “HUBUNGAN PERILAKU ANGGOTA KELUARGA


YANG MEROKOK DI DALAM LINGKUNGAN RUMAH DENGAN
INSIDEN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS SIDOARJO BULAN MEI
TAHUN 2018”

Dengan ini menyatakan bahwa penelitian ini merupakan hasil


karya tulis ilmiah sendiri dan bukanlah merupakan karya yang pernah
diajukan oleh pihak lain. Adapun karya atau pendapat pihak lain yang
dikutip, ditulis sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku.
Pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab dan saya
bersedia menerima konsekuensi apapun yang berlaku apabila dikemudian
hari diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar.

Surabaya, Mei 2018

A.N. Anggota Tersebut Diatas


I Made Mega Kencana Putra
16710034

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
hikmat, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Penelitian
dengan judul “Hubungan Perilaku Anggota Keluarga yang Merokok di dalam
Lingkungan Rumah Dengan Insiden ISPA Pada Balita di Puskesmas Sidoarjo
Bulan Mei Tahun 2018”.
Laporan penelitian ini berhasil penulis selesaikan karena dukungan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis sampaikan
terimakasih yang tak terhingga kepada :
1. Prof. Soedarto,dr.,DTM&H.,Ph.D.,Sp.ParK, selaku dekan periode 2014-
2018 yang telah memberi kesempatan kepada penulis menuntut ilmu di
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
2. Prof.Dr.Hj Rika Subarniati T,dr., SKM sebagai pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, arahan, serta dorongan dalam menyelesaikan
laporan penelitian ini.
3. Kepala Puskesmas Sidoarjo, dr. Noer Amalis Sholeha, M.Kes yang telah
memberi kesempatan kepada penulis untuk menyelenggarakan penelitian
di wilayah kerjanya.
4. Semua pihak yang tidak mungkin disebut satu per satu yang telah
membantu dalam menyelesaikan Laporan Kepaniteraan klinik IKM ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan penelitian ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan segala bentuk masukan demi
kesempurnaan tulisan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan penelitian
ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang terkait.

Surabaya, Mei 2018

Penulis

v
RELATIONSHIP OF FAMILY MEMBERS BEHAVIOR WHO SMOKING IN
THE HOUSE ENVIRONMENT WITH THE INCIDENCE OF ARI IN
CHILDREN UNDER FIVE YEARS OLD AT THE PUSKESMAS SIDOARJO
IN MAY OF 2018

I Made Mega Kencana Putra, Luh Made Deasy Dwitayanti T,,Aisyah Volleygia
Dentri, Ni Made Karlinda Utari K
Department of Public Health. Medical School.
Wijaya Kusuma Surabaya University

ABSTRACT

Background: Acute Respiratory Infection (ARI) is an acute infection involving the


upper respiratory tract and lower respiratory tract caused by viruses, fungi and
bacteria. ARI will attack the host if immunological resistance decreases. Children
under five years old and infants are one of the groups that still have susceptible
immune systems to various diseases. One of the factors that influence the
incidence of ARI in children under five years old is cigarette smoke.

Objective: This study aims to analyze whether there is a relationship between the
behavior of family members who smoking in the house environment with the
incidence of ARI in children under five years old at the Puskesmas Sidoarjo in
May of 2018
.
Methods: Population in this research is mother of child under five years old who
come to Puskesmas Sidoarjo with total samples 31 responden, taken with simple
random sampling technique. The independent variable studied in this study is the
behavior of family members who smoke in the house environment. While the
dependent variable in this study is the incidence of ARI occurrence in children
under five years old. The analysis of this research data is processed using
Spearman rank correlation test.

Result: The result of data analysis show the significance value of 0.004 <0.05 or
5%.

Conclusion: There is a relationship between smoking behavior of family members


in the house environment with the incidence of ARI in infants at the Puskesmas
Sidoarjo in May 2018.

Keywords: ARI, Child under five years old, Smoking

vi
HUBUNGAN PERILAKU ANGGOTA KELUARGA YANG MEROKOK DI
DALAM LINGKUNGAN RUMAH DENGAN INSIDEN ISPA PADA
BALITA DI PUSKESMAS SIDOARJO BULAN MEI TAHUN 2018

I Made Mega Kencana Putra, Luh Made Deasy Dwitayanti T,,Aisyah Volleygia
Dentri, Ni Made Karlinda Utari K
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kedokteran.
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

ABSTRAK

Latar Belakang: Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut
yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan
bagian bawah yang disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri. ISPA akan
menyerang host apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun pada bayi di
bawah lima tahun dan bayi merupakan salah satu kelompok yang memiliki sistem
kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit. Salah satu faktor
yang mempengaruhi kejadian ISPA pada Balita adalah asap rokok.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adakah hubungan perilaku


anggota keluarga yang merokok di dalam lingkungan rumah dengan insiden ISPA
pada balita di Puskesmas Sidoarjo Bulan Mei Tahun 2018.

Metode: Populasi dalam penelitian ini adalah ibu balita yang datang ke
Puskesmas Sidoarjo dengan besar sampel sebanyak 31 responden, dengan teknik
simple random sampling. Variabel independen yang diteliti dalam penelitian ini
adalah perilaku anggota keluarga yang merokok di dalam lingkungan rumah.
Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah insiden kejadian ISPA
pada balita. Analisis data penelitian ini diolah menggunakan uji korelasi rank
spearman.

Hasil: Hasil analisis data menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,004 < 0,05
atau 5%.

Kesimpulan: Ada hubungan antara perilaku merokok anggota keluarga di dalam


lingkungan rumah dengan insiden ISPA pada balita di Puskesmas Sidoarjo bulan
Mei tahun 2018.

Kata kunci : ISPA, Balita, Merokok

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN ................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENELITIAN ..................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
ABSTRACT ....................................................................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Rokok
1. Definisi Rokok ..................................................................... 8
2. Jenis Perokok ....................................................................... 8
3. Kandungan yang Terdapat dalam Rokok ............................. 9
4. Dampak Merokok bagi Kesehatan ....................................... 13
B. ISPA
1. Definisi ................................................................................. 14
2. Klasifikasi ISPA ................................................................... 15
3. Etiologi ................................................................................. 17
4. Patofisiologi ......................................................................... 18
5. Faktor Resiko ....................................................................... 20
6. Tanda dan Gejala .................................................................. 26

viii
7. Penatalaksanaan Kasus ISPA ............................................... 28
8. Pencegahan ISPA ................................................................. 32
C. Teori Epidemiologi Menurut Gordon ......................................... 33
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka Konsep ....................................................................... 35
B. Hipotesis ..................................................................................... 37
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ................................................................. 38
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 38
C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................. 38
D. Variabel Penelitian ..................................................................... 40
E. Definisi Operasional Variabel .................................................... 41
F. Prosedur Penelitian ..................................................................... 43
G. Analisis Data .............................................................................. 44
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Puskesmas Sidoarjo ...................................... 46
B. Karakteristik Responden ............................................................ 47
C. Hasil Uji Statistik ....................................................................... 57
BAB VI PEMBAHASAN
A. Pembahasan ................................................................................. 59
B. Keterbatasan Penelitian ............................................................... 62
BAB VII PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 63
B. Saran ............................................................................................ 63
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 65
LAMPIRAN .................................................................................................... 68

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel ................................................... 41


Tabel 4.2 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi .................................. 45
Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Kelompok Usia ........................ 47
Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Riwayat Alergi Anak ............... 48
Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Anggota Keluarga yang
Merokok ...................................................................................... 49
Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Jenis Rokok ............................. 50
Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Jumlah Rokok .......................... 51
Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Lokasi Merokok ....................... 52
Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Merokok di dekat Anak ........... 53
Tabel 5.8 Distribusi Responden Menurut Lama Paparan Asap
Rokok di dalam Rumah ............................................................. 54
Tabel 5.9 Distribusi Responden Menurut Perilaku Merokok ..................... 55
Tabel 5.10 Distribusi Responden Menurut Insiden Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) ............................................................. 56
Tabel 5.11 Hubungan Perilaku Merokok Anggota Keluarga di Dalam
Lingkungan Rumah dengan Insiden ISPA pada Balita di
Puskesmas Sidoarjo Tahun 2018 ................................................ 58

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Virus dan Bakteri Penyebab ISPA menurut lokasi anatomi ....... 18
Gambar 2.2 Segitiga Epidemiologi ................................................................. 34
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ....................................................... 35
Gambar 5.1 Grafik Menurut Usia Responden ............................................... 48
Gambar 5.2 Grafik Menurut Riwayat Alergi ................................................. 49
Gambar 5.3 Grafik Menurut Anggota Keluarga yang Merokok .................... 50
Gambar 5.4 Grafik Menurut Jenis Rokok ...................................................... 51
Gambar 5.5 Grafik Menurut Jumlah Rokok .................................................. 52
Gambar 5.6 Grafik Menurut Lokasi Merokok ............................................... 53
Gambar 5.7 Grafik Menurut Merokok di dekat Anak ................................... 54
Gambar 5.8 Grafik Menurut Lama Paparan Asap Rokok
di dalam Rumah ......................................................................... 55
Gambar 5.9 Grafik Menurut Perilaku Merokok ............................................. 56
Gambar 5.10 Grafik Menurut Insiden Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) ............................................................................... 57

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan

bagian bawah yang disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri. ISPA akan

menyerang host apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun pada bayi di

bawah lima tahun dan bayi merupakan salah satu kelompok yang memiliki

sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit

(Probowo, 2012).

Sampai saat ini ISPA masih menjadi masalah kesehatan dunia.

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2011 di New York jumlah

penderita ISPA adalah 48.325 anak dan memperkirakan di negara berkembang

berkisar 30-70 kali lebih tinggi dari negara maju dan diduga 20% dari bayi

yang lahir di negara berkembang gagal mencapai usia 5 tahun dan 25-30%

dari kematian anak disebabkan oleh ISPA. Hal ini dapat dilihat dari tingginya

angka kesakitan dan kematian akibat ISPA. Kematian akibat penyakit ISPA

pada balita mencapai 12,4 juta pada balita golongan umur 0-5 tahun setiap

tahun diseluruh dunia, dimana dua pertiganya adalah bayi, yaitu golongan

umur 0-1 tahun dan sebanyak 80,3% kematian ini terjadi di negara

berkembang (Kemenkes, 2010).

1
2

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

tahun 2007, menunjukkan prevalensi nasional ISPA 25,5%, dimana angka

kesakitan (morbiditas) pneumonia pada bayi 2,2%, pada balita 3%, sedangkan

angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8% dan balita 15,5% (Kemenkes RI,

2010). Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 angka

kematian akibat pneumonia, mencapai 5 kasus diantara 1000 bayi dan balita.

Ini berarti ISPA mengakibatkan 150 ribu bayi dan balita meninggal setiap

tahunnya, atau 12.500 korban perbulan, atau 416 kasus sehari, atau 17 anak

per jam, atau 1 orang balita tiap 5 menit (Misnadiarly, 2008). Diperkirakan

setiap anak mengalami 3 sampai 6 episode ISPA setiap tahunnya dan

mengakibatkan kematian sekitar 20-30%. Penyebab kematian terbanyak pada

balita akibat ISPA adalah terjadinya pneumonia (WHO, 2008). Berdasarkan

laporan tahunan program pengendalian ISPA tahun 2017, angka kejadian

ISPA pada anak usia kurang dari 5 tahun wilayah kerja Puskesmas Sidoarjo

pada tahun 2017 sebesar 2.599 kasus dari jumlah populasi balita yaitu sebesar

8.151 (Puskesmas Sidoarjo, 2017)

ISPA dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu faktor individu anak,

faktor perilaku dan faktor lingkungan. Faktor individu anak meliputi: umur

anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor

perilaku meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA pada bayi

atau peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani penyakit ISPA. Faktor

lingkungan meliputi: pencemaran udara dalam rumah (asap rokok dan asap
3

hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi yang

tinggi), ventilasi rumah dan kepadatan hunian (Prabu, 2009).

Merokok merupakan kegiatan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh

karena menurut badan kesehatan dunia (WHO) rokok merupakan zat adiktif

yang memiliki kandungan kurang lebih 4000 elemen, dimana 200 elemen di

dalamnya berbahaya bagi kesehatan tubuh menambahkan bahwa racun yang

utama dan berbahaya pada rokok antara lain tar, nikotin, dan

karbonmonoksida. Racun itulah yang kemudian akan membahayakan

kesehatan si perokok (Jaya, 2009). Dampak rokok tidak hanya mengancam

siperokok tetapi juga orang disekitarnya atau perokok pasif. Analisis WHO,

menunjukkan bahwa efek buruk asap rokok lebih besar bagi perokok pasif

dibandingkan perokok aktif. Ketika perokok membakar sebatang rokok dan

menghisapnya, asap yang dihisap oleh perokok disebut asap utama, dan asap

yang keluar dari ujung rokok (bagian yang terbakar) dinamakan sidestream

smoke atau asap samping. Asap samping ini terbukti mengandung lebih

banyak hasil pembakaran tembakau dibanding asap utama. Asap ini

mengandung karbon monoksida 5 kali lebih besar, tar dan nikotin 3 kali lipat,

ammonia 46 kali lipat, nikel 3 kali lipat, nitrosamine sebagai penyebab kanker

kadarnya mencapai 50 kali lebih besar asap sampingan disbanding dengan

kadar asap utama (Umami, 2010).

Perilaku merokok di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada

tahun 2007, presentase penduduk Indonesia umur 10 tahun ke atas yang

merokok sebesar 23.7% dan pada tahun 2013 sebesar 29.3% (Riskesdas, 2008,
4

2013). Berdasarkan tingkat usia, proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari

di Indonesia terjadi pada kelompok usia 30-34 tahun yaitu sebesar 33.4% dan

kelompok usia 35-39 tahun sebesar 32.2%. Jika berdasarkan kelompok jenis

kelamin, perokok aktif setiap hari pada laki-laki sebesar 47.5% dan pada

perempuan sebesar 1.1% (Riskesdas, 2013). Survei yang dilakukan oleh

Global Adult Tobacco Survey (2011) menyebutkan bahwa berdasarkan

kelompok usia prevalensi tertinggi perokok di Indonesia yaitu 73.3% pada

kelompok usia 25-44 tahun dan 72.4% pada kelompok usia 45-64 tahun.

Berdasarkan Riskesdas (2008) bahwa perokok aktif di Indonesia

melakukan aktivitas merokok di rumah ketika bersama anggota rumah tangga

lain (85.4%). Presentase terbesar yang menjadi perokok pasif adalah balita

(59.1%) dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan yang tidak

begitu signifikan (L:59.2%, P:59%). Pada tahun 2010 terjadi sedikit

penurunan perokok pasif pada balita, yaitu sebesar 56.8% (L:56.7%,

P:56.9%). Namun angka tersebut masih terbilang tinggi, karena perokok pasif

pada balita berada pada peringkat ketiga perokok pasif setelah kelompok usia

10-14 tahun (57.5%) dan 5-9 tahun (57.4%) (Riskesdas, 2010, dalam Buku

Fakta Tembakau, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Pradono dan Kristanti

(2003) juga menyebutkan bahwa perokok pasif terbesar adalah anak balita

dengan prevalensi 69.5%. Tingginya prevalensi perokok pasif pada balita

adalah karna mereka masih tinggal satu rumah dengan orang dewasa, baik

orang tua atau saudara, yang merupakan perokok aktif.


5

Perilaku merokok orang tua di dalam lingkungan rumah menjadikan

balita sebagai perokok pasif yang selalu terpapar asap rokok. Rumah yang

orang tuanya mempunyai perilaku merokok berpeluang meningkatkan

kejadian ISPA sebesar 7,83 kali dibandingkan dengan rumah balita yang orang

tuanya tidak merokok di dalam rumah. Sementara itu jumlah perokok dalam

suatu keluarga cukup tinggi (Rahmayatul, 2013).

Berdasarkan laporan Badan Lingkungan Hidup Amerika (EPA /

Environmental Protection Agency) mencatat tidak kurang dari 300 ribu anak

berusia 1-5 tahun menderita bronkhitis dan pneumonia, karena turut

menghisap asap rokok yang dihembuskan orang disekitarnya terutama ayah

dan ibunya (Ramli, 2011). Populasi yang sangat rentan terhadap asap rokok

adalah anak-anak, karena mereka menghirup udara lebih sering dari pada

orang dewasa. Organ anak anak masih lemah sehingga rentan terhadap

gangguan dan masalah dapat berkembang sehingga jika terkena dampak buruk

maka perkembangan organnya tidak sesuai dengan semestinya (Depkes,

2008). Dari latar belakangnya inilah maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Hubungan Perilaku Merokok Anggota Keluarga di

dalam lingkungan rumah dengan Insiden ISPA pada Balita Di Puskesmas

Sidoarjo Tahun 2018”


6

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan perilaku anggota keluarga yang merokok di

dalam lingkungan rumah dengan insiden ISPA pada balita di Puskesmas

Sidoarjo tahun 2018?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis hubungan perilaku anggota keluarga yang merokok

di dalam lingkungan rumah dengan insiden ISPA pada balita di Puskesmas

Sidoarjo tahun 2018

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik keluarga balita yang terkenan ISPA

b. Mengidentifikasi perilaku anggota keluarga yang merokok di dalam

lingkungan rumah

c. Mengidentifikasi insiden ISPA pada balita

d. Menganalisis hubungan perilaku anggota keluarga yang merokok di

dalam lingkungan rumah dengan insiden ISPA pada balita


7

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat dalam bidang pelayanan kepada masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunakan agar para orang tua dan

keluarga dapat merubah perilaku merokok agar anak dan keluarga dapat

hidup sehat.

2. Manfaat untuk pengembangan diri peneliti

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui hubungan

perilaku anggota keluarga yang merokok di dalam lingkungan rumah

dengan insiden ISPA pada balita

3. Manfaat dalam bidang ilmu pengetahuan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai menambah bahan

kajian pustaka tentang penyakit ISPA pada balita.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rokok

1. Definisi Rokok

Rokok adalah produk yang berbahaya dan adiktif (menimbulkan

ketergantungan) karena di dalam rokok terdapat 4000 bahan kimia

berbahaya yang 69 diantaranya merupakan zat karsinogenik atau disebut

penyebab kanker (Syafrudin dkk, 2011).

2. Jenis Perokok

a. Menurut Syafrudin dkk, jenis perokok ada 2, yaitu :

1) Perokok Aktif (Active Smoker)

Perokok aktif adalah jenis perokok yang secara langsung

menghisap asap rokok/pecandu rokok. Biasanya jenis perokok

ini lebih sering terlibat langsung dalam hal merokok.

2) Perokok Pasif (Pasive Smoker)

Perokok pasif adalah jenis perokok yang secara tidak langsung

menghisap asap rokok yang biasanya dikeluarkan oleh jenis

perokok aktif, dalam hal ini perokok pasif mendapatkan

bahaya lebih besar daripada perokok aktif. Perokok pasif

disebut juga sebagai secondhand smoke. Anak-anak

merupakan golongan yang berpotensi terkena paparan

secondhand smoke lebih besar dibandingkan orang dewasa

8
9

(Encyclopedia of Global Health, 2008). Hal ini terjadi karena

saluran pernafasan anak- anak masih berada pada tahap

perkembangan dan masih sangat mudah untuk rusak. Selain itu

balita menghirup lebih banyak asap rokok karena mereka

memiliki frekuensi bernafas yang lebih tinggi dibandingkan

orang dewasa.

b. Menurut Erffin (2014) jenis perokok dibagi menjadi 3, yaitu :

1) Perokok ringan, yaitu merokok <15 batang sehari.

2) Perokok berat, yaitu merokok lebih dari/sama dengan 15

batang sehari.

3. Kandungan yang Terdapat dalam Rokok

Satu batang rokok mengandung berbagai zat yang berbahaya bagi tubuh,

diantaranya adalah (Syafrudin dkk, 2011) :

a. TAR

TAR merupakan kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam

komponen padat asap rokok dan bersifat karsinogen. Sebagian

dari zat itu adalah benzo (1) pyrene, nitrosamine dan B-

naphthylamine, cadmium dan nikel. Sekitar 85% asap tembakau

dalam ruangan biasanya merupakan asap samping (sidestream

smoke)

dari ujung rokok yang terbakar. Banyak racun didapatkan dalam kadar

yang lebih tinggi dari asap samping daripada asap yang diisap secara
10

langsung oleh perokok dari rokoknya. Banyak dari antara bahan

kimia yang teridentifikasi dalam asap rokok merupakan zat

kimia berbahaya. Bahan-bahan kimia ini terutama

terkonsentrasi di dalam tar, yaitu cairan cokelat lengket yang

terkondensasi dari asap rokok.

Ketika rokok dinyalakan, bagian rokok yang terbakar dapat mencapai

suhu 700C. Pembakaran tembakau dengan suhu tinggi ini

mengakibatkan banyak terjadi reaksi kimia yang menghasilkan residu.

Sisa pembakaran yang terbentu ada dua jenis yaitu gas (seperti CO,

CO2, SOx) dan partikel. Partikel yang terbentuk merupakan partikel

yang terkondensasi (menguap akibat suhu yang tinggi) dan bergabung

sehingga membentuk cairan yang berwarna kecokelatan serta bersifat

lengket yang dikenal sebagai tar. Ketika seorang perokok mengisap

asap rokok dan memasukkannya ke dalam saluran pernapasannya,

asap tersebut akan mengiritasi permukaan saluran pernapasan

sehingga mengakibatkan batuk maupun sensasi seperti terbakar.

Ketika tar terhirup, tar akan menempel pada bronkiolus dan alveolus.

Hal ini mengakibatkan penurunan kemampuan paru-paru melawan

infeksi dan membuat kita semakin berpotensi terkena batuk, flu,

bronchitis, dan ISPA. Hal ini juga mempersulit oksigen masuk ke

dalam peredaran dara. Sebagian dari tar akan tinggal di paru-paru, dan

selebihnya diabsorbsi melalui dinding paru yang jika lama-kelamaan

dapat mengakibatkan kanker (Anderson, 2006).


11

b. Nikotin

Farmakologis nikotin lebih banyak bersifat rangsangan otak

supaya perokok merasa cerdas awalnya, kemudian nikotin terseut

akan melemahkan kecerdasan otak. Tidak ada kadar yang aman

untuk mengkonsumsi nikotin. Nikotin dapat meresap melalui

mulut, hidung dan kulit, sehingga rokok yang ditempelkan pada

mulut tanpa dibakar pun dapat menyerap nikotin. Efek langsung ke

otak hanya memerlukan ewaktu dalam hitungan detik yakni 10-16

detik. Selain itu akibat dari konsumsi nikotin adalah pelepasan

adrenalin dapat meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan

darah, dan lain-lain.

c. Karbon Monoksida

Karbon monoksida dapat menggantikan sebanyak 15% oksigen di

dalam tubuh yang seharusnya dibawa oleh sel-sel darah merah.

Karbon monoksida dapat merusak lapisan dalam pembuluh darah dan

meninggikan endapan lemak pada dinding pembuluh darah dan

menyebabkan pembuluh darah tersumbat. Hal ini dapat meningkatkan

risiko serangan jantung.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingginya kadar tar dalam asap

rokok dari sebatang rokok, antara lain (Boyle, 2010):

a. Penggunaan filter rokok

Pada awal tahun 1950-an, penggunaan filter pada rokok mulai

dikembangkan, filter yang terbuat dari campuran karbon ini ternyata


12

mampu mengurangi hydrogen sianida, formaldehid, akrolein, dan

asetaldehid hingga 66%. Namun filter jenis ini ternyata kurang efektif

dalam mengurangi tar dalam asap rokok. Setelah ditemukannya filter

yang terbuat dari selulosa asetat, pelepasan tar dapat dikurangi hingga

50%.

b. Struktur Rokok

Asap rokok yang terbentuk tergantung dari parameter fisik rokok

seperti panjang dan diameter rokok, dan lebar irisan tembakau.

Semakin panjang ukuran sebatang rokok, maka semakin tinggi pula

kadar tar yang dihasilkan. Begitu pula dengan diameter rokok,

semakin tebal diameter sebatang rokok, maka semakin tinggi pula

kadar tar dalam asap rokok. Hal ini dikarenakan semakin tebal

diameter rokok, semakin banyak pula tembakau yang harus

digunakan. Jumlah potongan tembakau per inchi juga sangat

berpengaruh dengan kadar tar yang dihasilkan. Semakin banyak irisan

tembakau per inchi, baka semakin rendah pula kadar tar yang

dihasilkan. Penurunan kadar tar dari 8 irisan dengan 60 irisan adalah

dari 29,1 mg menjadi 23 mg tar.

c. Tipe Tembakau

Ada tiga jenis tembakau yang digunakan yaitu tembakau yang

dikeringkan dengan udara panas, tembakau yang dikeringkan dengan

bantuan cahaya matahari,dan tembakau yang pengeringannya dengan

cara dianginkan. Kadar tar pada tembakau yang dikeringkan dengan


13

menggunakan udara panas adalah 33,4 mg. Kadar tar pada tembakau

yang dikeringkan dengan bantuan cahaya matahari adalah 31,5 mg.

sementara kadar tar pada tembakau yang dikeringkan dengan cara

dianginkan berkisar 21,2-25,6 mg.

4. Dampak Merokok Bagi Kesehatan

Penelitian menunjukkan bahwa perokok aktif menyebabkan gangguan

kesehatan bagi orang lain. Hal ini terjadi karena orang yang berada

disekitar perokok akan menjadi perokok pasif yang kebanyakan adalah

anak-anak dan balita (Encyclopedia of Global Health,2008).

Dampak rokok terhadap orang dewasa dan anak-Anak yaitu :

a. Orang dewasa

Orang dewasa yang menjadi perokok pasif memiliki resiko terkena

kanker paru dan kerusakan hati lebih tinggi dari perokok aktif.

Beberapa penyakit yang terjadi pada orang dewasa diakibatkan oleh

rokok adalah kanker kandung kemih, serangan jantung, stroke,

penyakit jantung koroner, kemandulan, lahir premature,

kerongkongan,ISPA, dan masih banyak lagi.

b. Anak-anak dan Balita

Paparan asap roko pada anak-anak dan balita sebagai perokok pasif

akan meningkatkan potensi terkena SIDS (Sudden Infant Death

Syndrome), gangguan pendenganran, asma, gangguan perkembangan

paru-paru, dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).


14

B. Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA)

1. Definisi

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan istilah

yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections

(ARI) yaitu penyakit infeksi akut yang menyerang salah satuatau lebih

dari saluran pernapasan, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli

(saluran bawah) beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga

telinga tengah dan pleura (Hartono dan Rahmawati, 2012).

Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran

pernafasan, dan akut. Dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah

masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan

berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran

pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta

organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

Dengan demikian ISPA secara otomatis mencakup saluran pernafasan

bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-

paru) dan organ adneksa saluran pernapasan. Sesuai dengan batasan ini

maka jaringan paru-paru termasuk dalam saluran pernapasan

(respiratory tract). Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai

14 hari. Batas14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun

untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini

dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes, 2010).


15

2. Klasifikasi ISPA

Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2

bulan dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008) :

a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan

1) Pneumonia Berat

Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian

bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur

kurang 2 bulan yaitu 6x per menit atau lebih.

2) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)

Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian

bawah atau napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur

kurang 2 bulan, yaitu:

a) Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun

sampai kurang dari ½ volume yang biasa diminum)

b) Kejang

c) Kesadaran menurun

d) Stridor

e) Wheezing

f) Demam / dingin.

b. Golongan Umur 2 Bulan - 5 Tahun

1) Pneumonia Berat

Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada

bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada


16

saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis

atau meronta).

2) Pneumonia Sedang

Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:

a) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih

b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.

3) Bukan Pneumonia

Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan

tidak ada napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2

bulan-5 tahun yaitu :

a) Tidak bisa minum

b) Kejang

c) Kesadaran menurun

d) Stridor

e) Gizi buruk

Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :

a. ISPA ringan

Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan

gejala batuk, pilek dan sesak.

b. ISPA sedang

ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh

lebih dari 390 C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti

mengorok.
17

c. ISPA berat

Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak

teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru

(sianosis) dan gelisah.

3. Etiologi

Depkes (2004) menyatakan penyakit ISPA dapat disebabkan oleh

berbagai penyebab seperti bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain-

lainnya. ISPA bagian atas umumya disebabkan oleh virus, sedangkan

ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, umumnya

mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan

beberapa masalah dalam penanganannya. Bakteri penyebab ISPA antara

lain adalah genus Streptococcus, Stapilococcus, Pneumococcus,

Haemophyllus, Bordetella dan Corynobacterium. Virus penyebab ISPA

antara lain golongan Paramykovirus (termasuk di dalamnya virus

Influenza, virus Parainfluenza dan virus campak), Adenovirus,

Coronavirus, Picornavirus, Herpesvirus dan lain-lain.

Di negara-negara berkembang umumnya kuman penyebab ISPA

adalah Streptocococcus pneumonia dan Haemopylus influenza. Jumlah

penderita infeksipernapasan akut kebanyakan pada anak. Etiologi dan

infeksinya mempengaruhi umur anak, daya tahan,musim, kondisi tempat

tinggal, dan masalah kesehatan yang ada. Banyaknya pathogen pada

sistem pernapasan yang muncul dalam wabah selama musim semi dan
18

dingin, tetapi mycoplasma sering muncul pada musim gugur dan awal

musim semi (Hartono dan Rahmawati, 2012).

Gambar 2.1 Virus dan bakteri Penyebab ISPA menurut lokasi

anatomi.

4. Patofisiologi

Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh

membran mukosa bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung

disaring, dihangatkan dan dilembutkan. Partikel debu yang kasar dapat

disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel

debu yang halus akan terjerat dalam membran mukosa. Gerakan silia

mendorong membran mukosake posterior ke rongga hidung dan ke arah

superior menuju faring.Penyebaran melalui kontak langsung atau tidak

langsung dari benda yang telah dicemari virus dan bakteri penyebab

ISPA (hand to hand transmission) dan dapat juga ditularkan melalui

udara tercemar (air borne disease) pada penderita ISPA yang kebetulan
19

mengandung bibit penyakit melalui sekresi berupa saliva atau sputum,

bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernapasan (Depkes, 2007).

Mikroorganisme penyebab ISPA ditularkan melalui udara.

Mikroorganisme yang ada diudara akan masuk kedalam tubuh melalui

saluran pernapasan dan menimbulkan infeksi dan penyakit ISPA. Selain

itu mikroorganisme penyebab ISPA berasal dari penderita yang

kebetulan terinfeksi, baik yang sedang jatuh sakit maupun yang

membawa mikroorganisme di dalam tubuhnya (Hartono dan

Rahmawati, 2012).

Mikroorganisme di udara umumnya berbentuk aerosol

yakni suatu suspensi yang melayang di udara, dapat seluruhnya

berupa bibit penyakit atau hanya sebagian. Adapun bentuk aerosol

dari penyebab penyakit ISPA tersebut yakni droplet nuclei dan dust.

Droplet nuclei adalah partikel yang sangat kecil sebagai sisa dari

sekresi saluran pernapasan yang mengering dan melayang di udara.

Pembentukannya melalui evaporasi droplet yang dibatukkan atau

dibersinkan ke udara, karena ukuran sangat kecil, dapat bertahan

diudara untuk waktu yang cukup lama dan dapat dihirup pada

waktu bernapas dan masuk ke saluran pernapasan. Dust adalah

partikel dengan berbagai ukuran sebagai hasil dari resuspensi

partikel yang menempel di lantai, di tempat tidur serta dapat tertiup

angin bersama debu lantai/tanah.


20

5. Faktor Resiko

Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) :

a. Faktor Demografi

Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu :

1) Jenis kelamin

Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki-

lakilah yang banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas

orang laki-laki merupakan perokok dan sering berkendaraan,

sehingga mereka sering terkena polusi udara.

2) Usia

Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang

penyakit ISPA. Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu

rumah tangga yang memasak sambil menggendong anaknya.

3) Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat

berpengaruh dalam kesehatan, karena lemahnya manajemen

kasus oleh petugas kesehatan serta pengetahuan yang kurang di

masyarakat akan gejala dan upaya penanggulangannya, sehingga

banyak kasus ISPA yang datang kesarana pelayanan kesehatan

sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti bagaimana

cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit

ISPA.
21

b. Faktor Biologis

Faktor biologis terdiri dari 2 aspek yaitu (Notoatmodjo, 2007):

1) Status gizi

Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa juga mencegah

atau terhindar dari penyakit terutama penyakit ISPA. Misal

dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna dan

memperbanyak 12minum air putih, olah raga yang teratur serta

istirahat yang cukup. Karena dengan tubuh yang sehat maka

kekebalan tubuh akan semakin menigkat, sehingga dapat

mencegah virus ( bakteri) yang akan masuk kedalam tubuh.

2) Faktor rumah

Syarat-syarat rumah yang sehat (Suhandayani, 2007):

a) Bahan bangunan

- Lantai : Ubin atau semen adalah baik. Syarat yang

penting disini adalah tdak berdebu pada musim kemarau

dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh

lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh

dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan

benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali.

Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang

penyakit gangguan pernapasan.

- Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal

tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis,


22

lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah

di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding

atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka

lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat

merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan

alamiah.

- Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik

di daerah perkotaan maupun pedesaan. Disamping atap

genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau

oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat

membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak

masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu, maka

atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat

dipertahankan. Atap seng ataupun asbes tidak cocok

untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga

menimbulkan suhu panas didalam rumah.

- Lain-lain (tiang, kaso dan reng) Kayu untuk tiang, bambu

untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut

pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu

diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan

sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini cara

memotongnya barus menurut ruas-ruas bambu tersebut,


23

maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan

untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.

b) Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama

adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah

tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang

diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.

Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 (oksigen)

didalam rumah yang berarti kadar CO2 (karbondioksida)

yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat.

Tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban

udara didalam ruangan naik karena terjadinya proses

penguapan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan

merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen

(bakteri-bakteri penyebab penyakit)

c) Cahaya

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak

kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang

masuk kedalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di

samping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat

yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit

penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah


24

akan menyebabkan silau, dam akhirnya dapat merusakan

mata.

c. Faktor Polusi

Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu

(Lamsidi, 2003) :

1) Cerobong asap

Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik-

pabrik industri yang dibuat menjulang tinggi ke atas (vertikal).

Cerobong tersebut dibuat agar asap bisa keluar ke atas terbawa

oleh angin. Cerobong asap sebaiknya dibuat horizontal tidak lagi

vertikal, sebab gas (asap) yang dibuang melalui cerobong

horizontal dan dialirkan ke bak air akan mudah larut. Setelah

larut debu halus dan asap mudah dipisahkan, sementara air yang

asam bisa dinetralkan oleh media Treated Natural Zeolid (TNZ)

yang sekaligus bisa menyerap racun dan logam berat. Langkah

tersebut dilakukan supaya tidak akan ada lagi pencemaran udara,

apalagi hujan asam. Cerobong asap juga bisa berasal dari polusi

rumah tangga, polusi rumah tangga dapat dihasilkan oleh bahan

bakar untuk memasak, bahan bakar untuk memasak yang paling

banyak menyebabkan asap adalah bahan bakar kayu atau

sejenisnya seperti arang.


25

2) Kebiasaan merokok

Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar 4.000

bahan kimia seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen

oksida, hidrogen cianida, ammonia, acrolein, acetilen, benzol

dehide, urethane, methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol,

ortcresorperylinedan lainnya, sehingga di bahan kimia tersebut

akan beresiko terserang ISPA.

d. Faktor timbulnya penyakit

Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit menurut Bloom

dikutip dari Effendy (2004) menyebutkan bahwa lingkungan

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi derajat

kesehatan masyarakat, sehat atau tidaknya lingkungan kesehatan,

individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku

manusia itu sendiri. Disamping itu, derajat kesehatan juga

dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya membuat ventilasi rumah

yang cukup untuk mengurangi polusi asap maupun polusi udara,

keturunan, misalnya dimana ada orang yang terkena penyakit ISPA

di situ juga pasti ada salah satu keluarga yang terkena penyakit ISPA

karena penyakit ISPA bisa juga disebabkan karena keturunan, dan

dengan pelayanan sehari-hari yang baik maka penyakit ISPA akan

berkurang dan kesehatannya sedikit demi sedikit akan membaik, dan

pengaruh mempengaruhi satu dengan yang lainnya.


26

6. Tanda dan gejala

ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian

saluran pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrate

peradangan dan edema mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya

sekresi mukus serta perubahan struktur fungsi siliare (Muttaqin, 2008).

Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing,

malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah),

photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara

nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya

tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal

nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian.

(Nelson, 2003).

Sedangkan tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :

a. Gejala dari ISPA Ringan

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan

satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1) Batuk

2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara

(misal pada waktu berbicara atau menangis).

3) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.

4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi

anak diraba.
27

b. Gejala dari ISPA Sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai

gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai

berikut:

1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur

kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada

anak yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung

pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam

satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji.

2) Suhu lebih dari 390 C (diukur dengan termometer).

3) Tenggorokan berwarna merah.

4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak

campak.

5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).

7) Pernafasan berbunyi menciut-ciut.

c. Gejala dari ISPA Berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-

gejala ISPA ringan atau ISPAsedang disertai satu atau lebih gejala-

gejala sebagai berikut:

1) Bibir atau kulit membiru.


28

2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada

waktu bernafas.

3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.

4) Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak

gelisah.

5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.

6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.

7) Tenggorokan berwarna merah.

7. Penatalaksanaan Kasus ISPA

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan

kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga

tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya

penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada

pengobatan penyakit ISPA).

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan

petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak

mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa,

serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat.

Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang

pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan

penunjang yang penting bagi pederita ISPA. Penatalaksanaan ISPA

meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2002):
29

a. Pemeriksaan

Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan

mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan

mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak

menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini

diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat

dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu

membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada

bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan

auskultasi dengan stetoskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan

diklassifikasi.

b. Klasifikasi ISPA

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai

berikut :

1) Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding

dada kedalam (chest indrawing).

2) Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

3) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai

demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.

Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia..

c. Pengobatan

1) Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik

parenteral, oksigendan sebagainya.


30

2) Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila

penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan

pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai

obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin

prokain.

3) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan

perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk

tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang

merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila

demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita

dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat

adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah

bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman

streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.

Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus

diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.

d. Perawatan di rumah

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya

yang menderita ISPA.

1) Mengatasi panas (demam)

Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan

memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan

dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap


31

6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai

dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan

kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak

perlu air es).

2) Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional

yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½

sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

3) Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-

ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.

Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

4) Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih

banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak,

kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

5) Lain-lain

a) Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu

tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.

b) Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat

kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.

c) Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang

berventilasi cukup dan tidak berasap.


32

d) Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka

dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.

e) Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan

diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan

benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan

antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali ke

petugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

8. Pencegahan ISPA

Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:

a. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik

Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah

kita atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit

ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima

sempurna, banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta

istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap

sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita

akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus / bakteri

penyakit yang akan masuk ke tubuh kita.

b. Imunisasi

Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak

maupun orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga

kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam

penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri.


33

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan

mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam

rumah, sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut

yang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik

apat memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar

dan sehat bagi manusia.

d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/

bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit

ini melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit

penyakit ini biasanya berupa virus / bakteri di udara yang umumnya

berbentuk aerosol (anatu suspensi yang melayang di udara). Adapun

bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran

pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang

di udara), yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit).

C. Teori Epidemiologi Menurut Gordon

Menurut John Gordon triangulasi epidemiologi penyebaran penyakit

keseimbangannya tergantung adanya interaksi tiga faktor dasar epidemiologi

yaitu agent (penyebab penyakit), host (manusia dan karakteristiknya) dan

environment (lingkungan).
34

Gambar 2.2 Segitiga Epidemiologi

Jika dalam keadaan seimbang antara ketiga faktor tersebut maka akan

tercipta kondisi sehat pada seseorang/masyarakat. Perubahan pada satu

komponen akan mengubah keseimbangan, sehingga akan mengakibatkan

menaikkan atau menurunkan kejadian penyakit.


BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini dibuat berdasarkan teori Epidemiologi Gordon dan

Prabu, 2009:

Faktor Virus
Agent Bakteri

Umur Balita
Faktor Berat Badan Lahir
Status Gizi
Host
Status Imunisasi

Konstruksi Rumah
Fisik
Asap Rokok
ISPA pada
Virus Balita
Biologis Bakteri
Hewan Peliharaan
Faktor
Environment
Kepadatan

Sosial Perilaku anggota


keluarga yang
merokok di dalam
lingkungan rumah

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan: Penelitian

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

35
36

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah radang akut saluran

pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau

bakteri maupun virus, tanpa atau disertai radang parenkim paru (Alsagaff dan

Mukty, 2006). Secara umum terdapat tiga faktor risiko terjadinya ISPA pada

balita, yaitu faktor agent, faktor host dan faktor lingkungan. Faktor agent meliputi

tingkat virus dan bakteri penyebab ISPA. Faktor host meliputi umur anak, berat

badan lahir, status gizi, vitamin A, dan status imunisasi. Faktor lingkungan

meliputi fisik, biologis, dan social. Faktor fisik meliputi bangunan rumah, paparan

asap rokok. Faktor biologis meliputi virus, bakteri, adanya hewan peliharaan,

sedangkan faktor sosial meliputi kepadatan hunian, perilaku anggota keluarga

yang merokok di dalam lingkungan rumah (Prabu, 2009).

Perilaku anggota keluarga yang merokok di dalam lingkungan rumah

dapat berdampak negatif bagi anggota keluarga khususnya balita. Rokok

merupakan benda beracun yang memberi efek yang sangat membahayakan pada

perokok ataupun perokok pasif, terutama pada balita yang tidak sengaja terkontak

asap rokok (Hidayat, 2005).

Bahan kimia dan radikal bebas dalam asap rokok yang dihasilkan dari

pembakaran tidak sempurna yang masuk ke dalam saluran napas akan

didetoksifikasi oleh sel makrofag, neutrofil dan eosinofil yang dapat menimbulkan

reaksi inflamasi (Suryadinata dkk, 2016).


37

B. Hipotesis

Ada hubungan perilaku anggota keluarga yang merokok di dalam lingkungan


rumah dengan insiden ISPA pada balita.
38

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Dilihat dari jenisnya, penelitian ini termasuk penelitian analitik

observasional dengan pendekatan potong lintang (cross sectional) di mana

observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time

approach), yang artinya tiap subyek penelitian diobservasi sekali dan

pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subyek pada saat

pemeriksaan (Notoatmodjo, 2007). Penelitian ini ingin mengetahui gambaran

perilaku anggota keluarga yang merokok di dalam lingkungan rumah terhadap

balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas

Sidoarjo.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Sidoarjo pada bulan Mei

tahun 2018.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu balita yang datang ke

Puskesmas Sidoarjo. Oleh karena itu, populasi dalam penelitian ini

merupakan populasi tak terbatas.

38
39

Adapun kriteria inklusi dan ekslusi sampel adalah sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

1) Ibu dari anak yang berusia 0-59 bulan

2) Ibu yang membawa anaknya untuk berobat ke Puskesmas

Sidoarjo

b. Kriteria Eksklusi

1) Ibu yang menolak sebagai responden.

2) Ibu yang mengundurkan diri selama proses penelitian.

2. Sampel Penelitian

a. Besar sampel

Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebanyak 31 balita yang didapatkan dari hasil penghitungan sampel

menurut rumus Snedecor GW & Cochran WG (1967), Lemeshow,

dkk (1997) yaitu :

n = Zα2PQ Keterangan :
n : Besar sampel
d2
Zα² : Nilai standart skor untuk derajat
kepercayaan 1,962
n = 1,962 x 0,02 x (1-0,02)
P : harga proporsi jumlah kejadian ISPA
0,052 sebesar 216 balita dan dibagi dengan populasi
yaitu sebanyak 8151
n = 0,07 Q : 1-P
d² : kesalahan (absolut) yang dapat
0,0025 ditolerir
(Snedecor GW & Cochran WG, 1967)
n = 31 (Lemeshow dkk, 1997)
40

b. Prosedur dan Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara probability

sampling yaitu Simple Random Sampling yaitu dengan melakukan

pengambilan sample secara acak.

D. Variabel Penelitian

a. Variabel independen/bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perilaku anggota

keluarga yang merokok di dalam lingkungan rumah

b. Variabel dependent/terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah insiden ISPA pada

balita
41

E. Definisi Operasional Variabel

Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel

Definisi Operasional Hasil Ukur Skala


No Variabel Cara Ukur Alat Ukur
Variabel Kategori dan Kriteria Skor Ukur
1 Perilaku anggota Perilaku anggota Wawancara Kuesioner 1. Jumlah anggota keluarga yang Ordinal
keluarga yang keluarga yang merokok merokok
merokok di dalam di dalam rumah  1 orang 1
rumah berdasarkan indikator :  >1 orang 2
1. Jumlah anggota 2. Jenis rokok (Wigand, 2006)
keluarga yang  Filter 1
merokok  Rokok 2
2. Jenis rokok 3. Jumlah rokok (Erffin, 2014)
3. Jumlah rokok  < 15 batang 1
4. Lokasi  ≥ 15 batang 2
merokok 4. Lokasi merokok (Milo, Ismanto,
5. Lama merokok Kallo, 2015)
 Di luar lingkungan rumah 1
 Di dalam lingkungan rumah 2
 Membuka jendela dan pintu
saat merokok 1
 Tidak membuka jendela dan
pintu saat merokok 2
 Memperhatikan lingkungan
sekitar 1
42

 Tidak memperhatikan 2
lingkungan sekitar
 Tidak sering merokok di 1
dekat balita
 Sering merokok di dekat 2
balita
5. Lama merokok di dalam rumah
(Wang et al, 2009)
 < 15 menit 1
 ≥ 15 menit 2

Total Skor: (%)


Baik 0-33 %
Cukup 34-67%
Buruk 68-100%
2 Insiden Infeksi Kasus baru Infeksi Observasio Field Note 1. Tidak ISPA Nominal
Saluran Pernafasan Saluran Pernafasan nal List 2. ISPA
Akut (ISPA) Akut (ISPA) pada Balita
berdasarkan umur dan
rekam medis selama
pengambilan data
dilakukan yaitu minggu
ke dua bulan Mei tahun
2018
43

F. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

a. Melakukan pengamatan lapangan dan mempelajari beberapa buku

sebagai acuan untuk membuat proposal.

b. Pemilihan masalah dan perumusan masalah.

c. Pembuatan proposal penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Mencari jumlah populasi di Puskesmas Sidoarjo

b. Menentukan jumlah sampel penelitian

c. Melakukan pendekatan informal kepada responden dengan

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian

d. Memberikan lembar persetujuan responden dan bila responden

bersedia untuk diteliti maka menandatangani lembar pesetujuan.

e. Memberikan kuisioner

g. Pengecekan data dan mengolah data penelitian.

h. Penyusunan laporan hasil penelitian.

i. Pembuatan kesimpulan

2. Alat dan Instrument Penelitian

Untuk melakukan penelitian ini ada beberapa alat dan instrument

yang akan digunakan diantaranya:

a. Kuisioner

b. Surat pengantar kuisioner/penjelasan penelitian kepada responden


44

c. Informed consent

F. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program Statistical

Package for Social Sciences (SPSS) versi 16 milik Windows (Sugiyono,

2002).

Metode yang digunakan adalah metode statistik inferensial yaitu

statistik non parametrik karena dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat

hubungan antara perilaku merokok anggota keluarga di dalam lingkungan

rumah dengan insiden ISPA pada balita. Uji yang digunakan adalah uji

korelasi Rank Spearman yaitu dengan mengkorelasikan skor setiap item

dengan skor total variabel dan aspek-aspek variabel. Korelasi Rank Spearman

digunakan untuk menghubungkan dua variabel atau digunakan karena skala

pada definisi operasionalnya menggunakan ordinal. Adapun rumus Korelasi

Rank Spearman adalah sebagai berikut:

Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang

ditemukan tersebut besar atau kecil pengaruhnya, maka dapat berpedoman

pada ketentuan yang tertera pada tabel sebagai berikut :


45

Tabel 4.2 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat Rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat Kuat

Sumber : Sugiyono, 2002


BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran umum Puskesmas Sidoarjo

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sidoarjo pada bulan Mei 2018.

Topografi wilayah Puskesmas Sidoarjo sebagian besar dataran rendah (90%)

yang didominasi oleh perumahan padat penduduk dan pabrik dengan luas

wilayah sebesar 11.416 km2 yang terdiri dari 7 kelurahan dan 2 desa, dengan

batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Kecamatan Buduran

b. Sebelah Timur : Selat Madura

c. Sebelah Selatan : Puskesmas Sekardangan

d. Sebelah Barat : Puskesmas Urang Agung

Wilayah administrasi Puskesmas Sidoarjo terdiri dari 2 desa dan 7

kelurahan sebagai berikut :

a. Kelurahan Magersari

b. Kelurahan Pucang

c. Desa Kemiri

d. Desa Bluru Kidul

e. Kelurahan Sidoklumpuk

f. Kelurahan Sidokumpul

g. Kelurahan Sidokare

h. Kelurahan Pekauman

46
i. Kelurahan Lemah Putro

Jumlah penduduk Kecamatan Sidoarjo mengacu pada proyeksi

penduduk tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten

Sidoarjo sebesar 101.752 jiwa. Yang terdiri dari laki – laki 49.559 jiwa dan

perempuan 49.096 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk usia kurang dari 5 tahun

sebesar 8.151 jiwa.

B. Karakteristik Responden

Karakteristik mengenai responden penelitian dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

1. Usia Balita

Usia responden ini sangatlah penting dan berpengaruh. Adapun

rincian perkelompok usia sebagai berikut :

Tabel 5.1 Distribusi usia anak responden menurut kelompok usia di

Puskesmas Sidoarjo bulan Mei tahun 2018

Usia Frekuensi Persentase (%)


0 - < 1 Tahun 5 16,1
1 - <3 Tahun 20 64,5
3 - < 5 Tahun 6 19,4
Total 31 100,0
Sumber : Hasil Penelitian, bulan Mei tahun 2018

47
Usia

19.4 16.1

0 - < 1 Tahun
1 - <3 Tahun

64.5 3 - < 5 Tahun

Gambar 5.1 Grafik menurut usia anak responden di Puskesmas

Sidoarjo bulan Mei tahun 2018

Tabel 5.1 dan Gambar 5.1 menunjukkan bahwa sebanyak 5 orang

(16,1%) responden berusia 0-<1 tahun, sebanyak 20 orang (64,5%)

responden berusia antara 1-<3 tahun dan sebanyak 7 orang (19,4%)

responden berusia antara 3-<5 tahun.

2. Riwayat Alergi Anak

Tabel 5.2 Distribusi responden menurut riwayat alergi anak di

Puskesmas Sidoarjo bulan Mei tahun 2018

Riwayat alergi Frekuensi Persentase (%)


Ada 2 6,5
Tidak ada 29 93,5
Total 31 100,0
Sumber : Hasil Penelitian, bulan Mei tahun 2018

48
Riwayat

6.5

Ada
Tidak ada
93.5

Gambar 5.2 Grafik menurut riwayat alergi balita di Puskesmas

Sidoarjo bulan Mei tahun 2018

Tabel 5.2 dan Gambar 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar

balita tidak memiliki riwayat alergi yaitu sebanyak 29 orang (93,5%),

hanya sebanyak 2 orang (6,5%) balita yang memiliki riwayat alergi.

3. Anggota keluarga yang merokok

Tabel 5.3 Distribusi responden menurut anggota keluarga yang

merokok di Puskesmas Sidoarjo bulan Mei tahun 2018

Anggota keluarga yang


Frekuensi Persentase (%)
merokok
1 orang 22 71
> 1 orang 9 29
Total 31 100,0
Sumber : Hasil Penelitian, bulan Mei tahun 2018

49
Anggota keluarga yang merokok

29

1 orang

71 > 1 orang

Gambar 5.3 Grafik menurut anggota keluarga yang merokok di

Puskesmas Sidoarjo bulan Mei tahun 2018

Tabel 5.3 dan Gambar 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar

balita memiliki 1 keluarga yang merokok yaitu sebanyak 22 orang (71%),

sedangkan sebanyak 9 orang (29%) balita yang memiliki > 1 anggota

keluarga yang merokok.

4. Jenis rokok

Tabel 5.4 Distribusi responden menurut jenis rokok di Puskesmas

Sidoarjo bulan Mei tahun 2018

Jenis Rokok Frekuensi Persentase (%)


Filter 24 87,1
Kretek 4 12,9
Total 31 100,0
Sumber : Hasil Penelitian, bulan Mei tahun 2018

50
Jenis Rokok

12.9

Filter
Kretek
87.1

Gambar 5.4 Grafik menurut jenis rokok di Puskesmas Sidoarjo bulan

Mei tahun 2018

Tabel 5.4 dan Gambar 5.4 menunjukkan bahwa sebagian besar

merokok jenis rokok filter yaitu sebanyak 27 orang (87,1%), sedangkan

sebanyak 4 orang (12,9%) merokok jenis rokok kretek.

5. Jumlah rokok

Tabel 5.5 Distribusi responden menurut jumlah rokok di Puskesmas

Sidoarjo bulan Mei tahun 2018

Jumlah Rokok Frekuensi Persentase (%)


< 15 batang 24 87,1
≥ 15 batang 4 12,9
Total 31 100,0
Sumber : Hasil Penelitian, bulan Mei tahun 2018

51
Jumlah Rokok

12.9

< 15 batang
≥ 15 batang
87.1

Gambar 5.5 Grafik menurut jumlah rokok di Puskesmas Sidoarjo

bulan Mei tahun 2018

Tabel 5.5 dan Gambar 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar

merokok < 15 batang perhari yaitu sebanyak 27 orang (87,1%), sedangkan

sebanyak 4 orang (12,9%) merokok ≥ 15 batang perhari.

6. Lokasi merokok

Tabel 5.6 Distribusi responden menurut lokasi merokok di Puskesmas

Sidoarjo bulan Mei tahun 2018

Lokasi merokok Frekuensi Persentase (%)


Di luar lingkungan rumah 19 61,3
Di dalam lingkungan rumah 12 38,7
Total 31 100,0
Sumber : Hasil Penelitian, bulan Mei tahun 2018

52
Lokasi merokok

38.7
Di luar lingkungan rumah

61.3
Di dalam lingkungan
rumah

Gambar 5.6 Grafik menurut lokasi merokok di Puskesmas Sidoarjo

bulan Mei tahun 2018

Tabel 5.6 dan Gambar 5.6 menunjukkan bahwa sebagian besar

merokok di luar lingkungan rumah yaitu sebanyak 19 orang (61,3%),

sedangkan sebanyak 12 orang (38,7%) merokok di dalam lingkungan

rumah.

7. Merokok di dekat anak

Tabel 5.7 Distribusi responden menurut merokok di dekat anak di

Puskesmas Sidoarjo bulan Mei tahun 2018

Merokok di dekat anak Frekuensi Persentase (%)


Tidak pernah 27 87,1
Sering 4 12,9
Total 31 100,0
Sumber : Hasil Penelitian, bulan Mei tahun 2018

53
Merokok di dekat anak

12.9

Tidak pernah
Sering
87.1

Gambar 5.7 Grafik menurut merokok di dekat anak di Puskesmas

Sidoarjo bulan Mei tahun 2018

Tabel 5.7 dan Gambar 5.7 menunjukkan bahwa sebagian besar

tidak pernah merokok di dekat anak yaitu sebanyak 27 orang (87,1%),

sedangkan sebanyak 4 orang (12,9%) sering merokok di dekat anak.

8. Lama paparan asap rokok di dalam rumah

Tabel 5.8 Distribusi responden menurut lama paparan asap rokok di

dalam rumah di Puskesmas Sidoarjo bulan Mei tahun 2018

Lama paparan asap rokok di


Frekuensi Persentase (%)
dalam rumah
< 15 menit 28 90,3
≥ 15 menit 3 9,7
Total 31 100,0
Sumber : Hasil Penelitian, bulan Mei tahun 2018

54
Lama paparan asap rokok di dalam
rumah
9.7

< 15 menit
90.3 ≥ 15 menit

Gambar 5.8 Grafik menurut lama paparan asap rokok di dalam

rumah di Puskesmas Sidoarjo bulan Mei tahun 2018

Tabel 5.8 dan Gambar 5.8 menunjukkan lama paparan asap rokok

di dalam rumah < 15 menit yaitu sebanyak 28 orang (90,3%), sedangkan

yang lama paparan asap rokok di dalam rumah ≥ 15 menit sebanyak 3

orang (9,7%).

9. Perilaku merokok

Tabel 5.9 Distribusi responden menurut perilaku merokok di

Puskesmas Sidoarjo bulan Mei tahun 2018

Perilaku merokok Frekuensi Persentase (%)


Baik 22 71
Cukup 5 16,1
Buruk 4 12,9
Total 31 100,0
Sumber : Hasil Penelitian, bulan Mei tahun 2018

55
Perilaku merokok

12.9
16.1 Baik
Cukup
71
Buruk

Gambar 5.9 Grafik menurut perilaku merokok di Puskesmas

Sidoarjo bulan Mei tahun 2018

Tabel 5.9 dan Gambar 5.9 menunjukkan bahwa sebagian besar

mempunyai perilaku merokok yang baik yaitu sebanyak 22 orang (71%),

sebanyak 5 orang (16,1%) mempunyai perilaku merokok yang cukup, dan

sebanyak 4 orang (12,9%) mempunyai perilaku merokok kategori buruk.

10. Insiden Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Tabel 5.10 Distribusi responden menurut insiden infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA) di Puskesmas Sidoarjo bulan Mei tahun 2018

ISPA Frekuensi Persentase (%)


Ya 19 61,3
Tidak 12 38,7
Total 31 100,0
Sumber : Hasil Penelitian, bulan Mei tahun 2018

56
ISPA

38.7

Ya
61.3
Tidak

Gambar 5.10 Grafik Menurut Insiden Infeksi Saluran Pernafasan

Akut (ISPA) di Puskesmas Sidoarjo bulan Mei tahun 2018

Tabel 5.10 dan Gambar 5.10 menunjukkan bahwa sebagian besar

balita yang berobat ke Puskesmas Sidoarjo mengalami ISPA yaitu

sebanyak 19 orang (61,13%) dan sebanyak 12 orang (38,7%) balita yang

berobat ke Puskesmas Sidoarjo tidak mengalami ISPA.

C. Hasil Uji Statistik

Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel (univariat)

dapat diteruskan dengan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antar

variabel. Berikut ini akan disajikan hasil pengujian menggunakan uji Korelasi

Rank Spearman.

57
Tabel 5.14 Hubungan Perilaku Merokok Anggota Keluarga Di Dalam

Lingkungan Rumah Dengan Insiden ISPA Pada Balita di Puskesmas

Sidoarjo tahun 2018

ISPA
Perilaku Merokok Rank Spearman
Tidak Ya Total
Baik 12 (54,5%) 10 (45,5%) 22 (100%)
Cukup 0 (0%) 5 (100%) 5 (100%) r = 0,501
Buruk 0 (0%) 4 (100%) 4 (100%) Sig = 0,004
Total 12 (38,7%) 19 (61,3%) 31 (100%)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100% responden yang

mempunyai perilaku merokok baik, sebanyak 45,5% responden mengalami

kejadian ISPA dan 54,5% tidak mengalami ISPA, sedangkan dari 100%

responden yang mempunyai perilaku merokok cukup, seluruhnya atau

sebanyak 100% responden mengalami kejadian ISPA, sedangkan dari 100%

responden yang mempunyai perilaku merokok buruk, seluruhnya atau

sebanyak 100% responden juga mengalami kejadian ISPA.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,004 <

0,05 atau 5%. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan perilaku merokok

anggota keluarga di dalam lingkungan rumah dengan insiden ISPA pada balita

di Puskesmas Sidoarjo tahun 2018. Dari nilai korelasi (r) diperoleh nilai 0,501,

nilai ini masuk kategori sedang. Ini menunjukkan bahwa ada korelasi yang

sedang antara perilaku merokok anggota keluarga di dalam lingkungan rumah

dengan insiden ISPA pada balita di Puskesmas Sidoarjo tahun 2018.

58
59

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Fungsi paru adalah untuk bernafas yaitu, dengan memasukan udara

bersih dan mengeluarkan udara kotor dari dalam tubuh. Bahan kimia

yang berasal dari asap rokok merangsang permukaan sel saluran

pernafasan sehingga mengakibatkan keluarnya lendir atau dahak. Mirip

dengan rangsangan debu, virus atau bakteri pada saat flu. Bedanya adalah

bahwa dahak yang ditimbulkan karena virus flu akan didorong keluar

oleh bulu getar disepanjang saluran napas dengan menstimulasi reflek

batuk. Lendir yang lama tertahan di saluran nafas, dapat menjadi tempat

berkembangnya bakteri yang akan menyebabkan pneumonia.

Syahrani, 2008 yang dikutip oleh Juwarni (2012) menyatakan bahwa

asap rokok dapat mengganggu saluran pernafasan bahkan meningkatkan

penyakit infeksi pernafasan termasuk ISPA, terutama pada kelompok umur

balita yang memiliki daya tahan tubuh masih lemah, sehingga bila ada paparan

asap, maka balita lebih cepat terganggu sistem pernafasannya seperti

ISPA.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah radang akut

saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad

renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang

parenkim paru (Alsagaff dan Mukty, 2006). Terjadinya Infeksi Saluran


60

Pernapasan Akut (ISPA) dipengaruhi atau ditimbulkan oleh tiga hal yaitu

adanya kuman (terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan

riketsia), keadaan daya tahan tubuh (status nutrisi, imunisasi) dan keadaan

lingkungan (rumah yang kurang ventilasi, lembab, basah, dan kepadatan

penghuni). Selain itu, faktor risiko yang secara umum dapat menyebabkan

terjadinya ISPA adalah keadaan sosial ekonomi menurun, gizi buruk,

pencemaran udara dan asap rokok. (Depkes 2002)

Dari data yang diperoleh dari 100% responden yang mempunyai

perilaku merokok baik, sebanyak 45,5% responden mengalami kejadian ISPA

dan 54,5% tidak mengalami ISPA. Sedangkan dari 100% responden yang

mempunyai perilaku merokok cukup, seluruhnya atau sebanyak 100%

responden mengalami kejadian ISPA. Sedangkan dari 100% responden yang

mempunyai perilaku merokok buruk, seluruhnya atau sebanyak 100%

responden juga mengalami kejadian ISPA. Hal ini diperkuat oleh hasil uji

yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,004 < 0,05 atau 5%. Hal

ini dapat diartikan bahwa ada hubungan perilaku merokok anggota keluarga di

dalam lingkungan rumah dengan insiden ISPA pada balita di Puskesmas

Sidoarjo tahun 2018.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuli

Trisnawati dan Juwarni (2012) yang menyatakan hasil uji statistik yang

diperoleh nilai korelasi Chi Square diperoleh nilai p value= 0.000 (< 0,05)

yang berarti ada hubungan antara perilaku merokok orang tua terhadap

kejadian ISPA pada balita. Dengan nilai OR 13,325 berarti balita dengan
61

orang tua perokok mempunyai resiko 13,325 kali terkena penyakit ISPA

daripada orang tua yang bukan perokok.

Asap rokok dari orang tua atau penghuni rumah yang satu atap

dengan balita merupakan bahan pencemaran dalam ruang tempat tinggal yang

serius serta akan menambah resiko kesakitan dari bahan toksik pada anak-

anak. Paparan yang terus-menerus akan menimbulkan gangguan

pernapasan terutama memperberat timbulnya infeksi saluran pernafasan

akut dan gangguan paru-paru pada saat dewasa. Semakin banyak rokok

yang dihisap oleh keluarga semakin besar memberikan resiko terhadap

kejadian ISPA, khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu bayi

(Depkes RI, 2002).

Analisis WHO, menunjukkan bahwa efek buruk asap rokok lebih

besar bagi perokok pasif dibandingkan perokok aktif. Ketika perokok

membakar sebatang rokok dan menghisapnya, asap yang diisap oleh

perokok disebut asap utama (mainstream), dan asap yang keluar dari

ujung rokok (bagian yang terbakar) dinamakan sidestream smoke atau

asap samping. Asap samping ini terbukti mengandung lebih banyak hasil

pembakaran tembakau dibanding asap utama. Asap ini mengandung

karbon monoksida 5 kali lebih besar, tar dan nikotin 3 kali lipat, amonia 46

kali lipat, nikel 3 kali lipat, nitrosamine sebagai penyebab kanker

kadarnya mencapai 50 kali lebih besar pada asap sampingan dibanding

dengan kadar asap utama (WHO, 2008).


62

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan

prosedur, namun demikian masih memiliki keterbatasan yaitu:

1. Faktor yang mempengaruhi ISPA dalam penelitian ini hanya satu variabel

yaitu Perilaku Anggota Keluarga yang Merokok di Dalam Lingkungan

Rumah, sedangkan masih banyak faktor lain yang mempengaruhi ISPA

diantaranya Luas Jendela, Jumlah Jendela, Jarak Antar Rumah dan

Pengaruh Musim, Cara Memasak di Rumah, Lingkungan Rumah, Kondisi

dan Lokasi Rumah

2. Adanya keterbatasan penelitian dengan menggunakan kuesioner yaitu

terkadang jawaban yang diberikan oleh responden tidak menunjukkan

keadaan sesungguhnya.
BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat

ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan perilaku merokok anggota keluarga

di dalam lingkungan rumah dengan insiden ISPA pada balita di Puskesmas

Sidoarjo bulan Mei tahun 2018. Hal ini diperkuat oleh hasil uji yang

menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,004 < 0,05 atau 5%.

B. Saran

a. Bagi Responden

Orang tua diharapkan tidak merokok di dalam rumah dan

perlu memperhatian ventilasi rumah untuk sirkulasi udara kotor seperti

dari asap rokok atau asap obat nyamuk.

b. Petugas kesehatan

Sebaiknya melakukan pembenahan perilaku orangtua terhadap

ISPA, menyarankan orang tua untuk tidak merokok di dalam rumah dan

lebih memperhatikan luas ventilasi rumah.

63
64

c. Peneliti Selanjutnya

Dapat melakukan penelitian selanjutnya yaitu dengan meneliti

variabel lain yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA, misalnya

variabel polusi dalam rumah yang lain, seperti asap dapur, kadar

debu, dan lain-lain yang berkaitan dengan kejadian ISPA pada balita
65

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H dan Mukty, A. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.

Surabaya. Airlangga University Press

Anderson, J. 2006. Smoking. Edisi II. Smart Apple Media. United States

Blum, Hendrik L. 1974. Planning for Health, Development and Application of

Social Changes Theory. Human Science Press. New York

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002. Pedoman pemberantasan dan

penatalaksanaan ISPA. Direktoral Jendral Kesehatan Masyarakat,

Direktorat Promosi Kesehatan

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman tatalaksana pneumonia balita. Jakarta

: Depkes RI.

Depkes RI. 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran

Pernapasan Akut Untuk Penanggulangan Pnemonia Pada Balita. Jakarta

Depkes RI. 2007. Profil Kesehatan 2007. Departemen Kesehtan RI.


Depkes RI. 2008. Pedoman Pelatihan Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat di Rumah Tangga. Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI. 2010. Prinsip Pengelolaan Program KIA. Jakarta: Depkes.


Dharmage, Chandrika R, Lalani F, Dulitha N. 2009. Risk Factors of Acute Lower
Respiratory Tract Infections in Children Under Five Years of Age.
Southeast Asian Journal of Trop.Med Public Health. 27 (1). 2009.
p : 107 – 110.
Jaya, M., 2009. Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok. 1st ed. Yogyakarta:

Riz’ma.
66

Lemeshow, Stanley. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan.

Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Balita,

Orang Dewasa, Usia Lanjut. Pustaka Obor Populer, Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka

Cipta

Prabu. 2009. Faktor resiko ISPA. Diakses pada ://http://putraprabu.wordpress.com

Probowo, Sony. 2012. Penyakit yang Paling Umum pada Anak. Majalah

Kesehatan

Rahmawati, Hartono. 2012. Gangguan Pernafasan Pada Anak : ISPA.


Yogyakarta : Nuha Medika.
Rahmayatul, F. 2013. Hubungan Lingkungan Dalam Rumah Terhadap ISPA Pada

Balita. Jakarta.

Ramli, R. 2011. Pencegahan ISPA. Diakses pada http://www.Kesehatan.com.

Riset Kesehatan Dasar. 2008. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,

Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Jakarta.

Ryadi, A. L. S. 2016. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: ANDI

Snedecor, G.W., Cochran, W.G. 1967. Statistical Methods 6th ed. Iowa State

University Press. United States

Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Bisnis. CV Alfabeta. Bandung

Suhandayani (2007). Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan Penanggulangannya

Medan: Universitas Sumatera Utara.

Syafrudin, dkk,. 2011. Himpunan Penyuluhan Kesehatan. CV Trans Info media.

Jakarta
67

Umami, M. R. 2010. Perancangan dan Pembuatan Alat Pengendali Asap Rokok

Berbasis Mikrokontroller AT89s8252. Univeritas Islam Negeri Maulana

Malik Ibrahim Malang.

Wang, C. P., Ma S. J., Xu X. F., et al. 2009. The Prevalence of Household

Second-Hand Smoke Exposure and Its Correlated factors in Six Countries

of China. http://www.pubmedcentral.nih.gov.

World Health Organization. 2008. Pencegahan dan Pengendalian ISPA di

Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Diakses pada

http://www.who.int/csr/resources/publications/AMpandemicbahasa.pdf.

Yuli Trisnawati dan Juwarni. 2012. Hubungan Perilaku Merokok Orang Tua

Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang

Kabupaten Purbalingga 2012. Jurnal Kesehatan. Akademi kebidanan YLPP

Purwokerto

Zhang, Y. ed. 2008. Encyclopedia Of Global Health: Environmental Tobacco

Smoke. Vol. 2. P901-903. SAGE Publication, Inc. Thousand Oaks, CA.

diakses pada

http://callisto10.ggimg.com/imgsrv/FastPDF/UBERI/RangeFetch=contentS

et=UBERI=prefix=eglh_0001_0002_0_=startPage=00651=suffix=p=npages

=2=dl=Environmental_Tobacco_Smoke=PDF.pdf?dl=Environmental_Toba

cco_Smoke.PDF
68

Lampiran 1: Surat Persetujuan Menjadi Responden


SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(Informed Consent)
Setelah mendapat penjelasan dengan baik tentang tujuan dan manfaat
penelitian yang berjudul “Hubungan Perilaku Anggota Keluarga yang
Merokok di dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas
Sidoarjo Bulan Mei Tahun 2018”, saya mengerti bahwa saya diminta untuk
mengisi kuesioner dan menjawab pertanyaan tentang berbagai hal yang
berkaitan dengan perilaku merokok anggota keluarga saya. Saya memerlukan
waktu 20-30 menit sebagai mana yang telah dijelaskan sebelumnya. Saya
memahami bahwa penelitian ini tidak membawa resiko. Apabila ada
pertanyaan yang menimbulkan respon emosional, penelitian akan dihentikan
dan peneliti akan memberikan dukungan.
Saya mengerti bahwa catatan mengenai data penelitian akan dirahasiakan,
dan kerahasiaannya ini akan dijamin. Informasi mengenai identitas saya tidak
akan di tulis pada instrument penelitian dan akan tersimpan secara terpisah di
tempat yang aman.
Saya mengerti bahwa saya berhak menolak untuk berperan sebagai
responden atau mengundurkan diri setiap saat tanpa adanya sanksi atau
kehilangan semua hak saya. Saya telah di beri kesempatan untuk bertanya
mengenai penelitian ini atau mengenai keterlibatan saya dalam penelitian ini,
dan telah dijawab dengan memuaskan.
Secara sukarela saya sadar dan bersedia berperan dalam penelitian ini
dengan menandatangani Surat Persetujuan Menjadi Responden.
Sidoarjo,………………..
Responden,

(…………………………)
Saksi :
1. ………………………………………………………… (tandatangan)
(………………………………………………………...) (namaterang)
2. ………………………………………………………… (tandatangan)
(…………………………………………………..…….) (namaterang)
69

Lampiran 2 : Kuisioner Penelitian


HUBUNGAN PERILAKU ANGGOTA KELUARGA YANG MEROKOK DI
DALAM RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI
PUSKESMAS SIDOARJO BULAN MEI TAHUN 2018

KUESIONER PENELITIAN

Petunjuk :

1. Baca dengan cermat dan berilah jawaban pada semua pertanyaan

2. Berilah tanda (√) pada jawaban yang sesuai dengan kondisi sebenarnya

3. Isilah titik-titik pada pertanyaan kuesioner

4. Skor diisi oleh peneliti

A. Data Identitas Balita


Diisi oleh Peneliti
1. Umur Balita :
o 0 - < 1 tahun
o 1 - < 3 tahun
o 3 - < 5 tahun
2. Berat Badan : ….. kg
3. Tinggi Badan/Panjang Badan : ….. cm
4. Riwayat Alergi :
o Ada
o Tidak Ada

B. Kejadian ISPA pada Balita (diisi oleh Petugas berdasarkan Rekam


Medis)
o ISPA
o Non ISPA
70

C. Perilaku Merokok
NO PERTANYAAN SKOR
Perilaku Merokok
Berapa jumlah anggota keluarga yang merokok?
1 1. 1 orang
2. > 1 orang
Jenis Rokok
Jenis rokok yang digunakan?
2 1. Rokok filter
2. Rokok kretek
Jumlah Rokok
Berapa batang jumlah rokok yang dihirup setiap hari?
3 1. < 15 batang
2. ≥ 15 batang
Lokasi Merokok
Dimana biasanya merokok?
4 1. Di luar lingkungan rumah
2. Di dalam lingkungan rumah
Jika merokok di dalam rumah, apakah jendela/pintu
rumah dibuka?
5
1. Ya
2. Tidak
Bagaimana perilaku anggota keluarga anda ketika
merokok?
1. Memperhatikan lingkungan (dengan tidak adanya
6
balita disekitar perokok)
2. Tanpa memperhatikan lingkungan (dengan
adanya balita disekitar perokok)
Apakah sering anggota keluarga anda merokok di dekat
7
anak anda?
71

1. Tidak Pernah
2. Sering
Lama Merokok
Berapa lama paparan asap rokok di dalam rumah?
8 1. < 15 menit
2. ≥ 15 menit
72

Lampiran 3 : Hasil SPSS

Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0-<1 tahun 5 16.1 16.1 16.1
1-<3 tahun 20 64.5 64.5 80.6
3-< 5 tahun 6 19.4 19.4 100.0
Total 31 100.0 100.0

Riwayat
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ada 2 6.5 6.5 6.5
Tidak ada 29 93.5 93.5 100.0
Total 31 100.0 100.0

Anggota Keluraga Yang merokok


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 orang 22 71.0 71.0 71.0
> 1 orang 9 29.0 29.0 100.0
Total 31 100.0 100.0

Jenis_Rokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Filter 27 87.1 87.1 87.1
Kretek 4 12.9 12.9 100.0
Total 31 100.0 100.0

Jumlah_Rokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 15 batang 27 87.1 87.1 87.1
>= 15 batang 4 12.9 12.9 100.0
Total 31 100.0 100.0
73

Lokasi_Merokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Di luar lingkungan rumah 19 61.3 61.3 61.3
Di dalam lingkungan rumah 12 38.7 38.7 100.0
Total 31 100.0 100.0

Merokok_Didekat_anak
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak pernah 27 87.1 87.1 87.1
Sering 4 12.9 12.9 100.0
Total 31 100.0 100.0

Lama paparan asap rokok di dalam rumah


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 15 menit 28 90.3 90.3 90.3
>= 15 menit 3 9.7 9.7 100.0
Total 31 100.0 100.0

Perilaku_Merokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 22 71.0 71.0 71.0
Cukup 5 16.1 16.1 87.1
Buruk 4 12.9 12.9 100.0
Total 31 100.0 100.0

ISPA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 19 61.3 61.3 61.3
Tidak 12 38.7 38.7 100.0
Total 31 100.0 100.0
74

Perilaku_Merokok * ISPA Crosstabulation

ISPA

Tidak Ya Total

Perilaku_Merokok Baik Count 12 10 22

% within Perilaku_Merokok 54.5% 45.5% 100.0%

Cukup Count 0 5 5

% within Perilaku_Merokok 0% 100.0%. 100.0%

Buruk Count 0 4 4

% within Perilaku_Merokok 0% . 100.0% 100.0%

Total Count 12 19 31

% within Perilaku_Merokok 38.7% 61.3% 100.0%

Uji Spearman

Perilaku_anggot
a_keluarga_yang
_merokok_di_ru
mah Insiden_ISPA

Spearman's rho Perilaku_anggota_keluarga_ Correlation Coefficient 1.000 .501**


yang_merokok_di_rumah
Sig. (2-tailed) . .004

N 31 31

Insiden_ISPA Correlation Coefficient .501** 1.000

Sig. (2-tailed) .004 .

N 31 31

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


75

Lampiran 4. Dokumentasi
76
BERITA ACARA PERBAIKAN

LAPORAN PENELITIAN
HUBUNGAN PERILAKU ANGGOTA KELUARGA YANG MEROKOK
DI DALAM LINGKUNGAN RUMAH DENGAN INSIDEN ISPA PADA
BALITA DI PUSKESMAS SIDOARJO BULAN MEI TAHUN 2018

Nama yang memberikan revisi : Prof. Dr. Hj. Rika Subarniati T, dr., SKM
Tanggal Presentasi : 4 juni 2018
Tempat Presentasi : Gedung C lantai 3 R. 303 FK UWKS
Perbaikan
No URAIAN yang Keterangan Paraf
diharapkan

1. Telah
Perbaikan pada kriteria
diperbaiki
inklusi dan ekslusi responden
yang benar

Telah
Perbaikan pada definisi
2. diperbaiki
operasional variabel
yang benar

Surabaya, Juni 2018


Mengetahui,

Pembimbing dan Penguji I


Penguji II

Ayu C. Noviana, dr., M. KKK


Prof.Dr.Hj. Rika Subarniati T,dr.,SKM
NIK. 11555 - ET
NIK. 10533 - ET
BERITA ACARA PERBAIKAN

LAPORAN PENELITIAN
HUBUNGAN PERILAKU ANGGOTA KELUARGA YANG MEROKOK
DI DALAM LINGKUNGAN RUMAH DENGAN INSIDEN ISPA PADA
BALITA DI PUSKESMAS SIDOARJO BULAN MEI TAHUN 2018

Nama yang memberikan revisi : Ayu C. Noviana, dr., M. KKK


Tanggal Presentasi : 4 Juni 2018
Tempat Presentasi : Gedung C lantai 3 R. 303 FK UWKS
Perbaikan
No URAIAN yang Keterangan Paraf
diharapkan

1. Telah
Ditambahkan abstrak dalam
ditambahkan
bahasa Inggis dan Indonesia
yang benar

Telah
Penambahan data empiris
2. ditambahkan
ISPA di Puskesmas
yang benar
Telah
Perbaikan pada rumus
3. diperbaiki
pengambilan besar sampel
yang benar
Perjelas kategori dan kriteria Telah
4. pada definisi operasional ditambahkan
variabel yang benar

Surabaya, Juni 2018


Mengetahui,
Pembimbing dan Penguji I Penguji II

Prof.Dr.Hj. Rika Subarniati T,dr.,SKM Ayu C. Noviana, dr., M. KKK


NIK. 10533 - ET NIK. 11555 - ET

Anda mungkin juga menyukai