Oleh :
ARDHIN YUUL HAMIDAH
201403003
i
SKRIPSI
HUBUNGAN KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH DENGAN
KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA
BALITA DI DESA PULUNG MERDIKO PONOROGO
Diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
Oleh :
ARDHIN YUUL HAMIDAH
201403043
ii
iii
iv
LEMBAR PERSEMBAHAN
1. Kedua orang tua saya Bapak Nurhadi, S.Pd I dan Ibu Lasmi sebagai
2. Kakak-kakak ku Poppy, Niyan, Amien yang selalu bercanda tawa ketika aku
pulang.
3. Tiga sahabatku Shely, Zendy, & Resita yang setia menemani dalam situasi
apapun.
Siti Fauziah, Yayuk, Inna, Dania, Elfira yang selalu mengingatkan tentang
kewajiban 5 waktu, mendongkrak semangat demi skripsi ini. Dan juga Arief,
memberikan bantuan
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Agama : Islam
Email : ardhinyuulhamidah@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. TK Bhayangkari 62 Ponorogo
2. SDN Nailan
vii
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
ABSTRAK
viii
PUBLIC HEALTH PROGRAM
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
ABSTRACT
Background : Acute respiratory infection (ARI) was one of the leaded caused of
death by killed ± 4 million toddlers. Cases of acute respiratory infections (ARI) in
infants in Pulung Merdiko Village in 2017 was 106 toddlers. This study aims to
determined the relationship between home environmental health with the
incidence of acute respiratory infections (ARI) in toddlers in Pulung Merdiko
Village Ponorogo.
The methods of this research : This research type was analytic survey with case
control approach. The sampling technique used simple random sampling, where
30 toddlers as case and 30 toddlers as control with total sample counted 60
responder. The data analysis technique used chi-square statistical test.
The result : The results showed that there was a relationship between: density of
residence (p = 0.002) the type of floor (p = 0.020) the type of wall (p = 0.004)
lighting room (p = 0.010) house ceiling (p = 0.010) and family members smoked
(p = 0.001) with acute respiratory infections in toodlers.
Analysis : The most related variables was family members smoked.
Discus and Conclusion : Therefore, should always cleaned the home
environment, and don’t smoked near toddlers.
ix
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan
Pernapasan Akut) pada Balita di Desa Pulung Merdiko Ponorogo”. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program
Dalam hal ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak,
untuk itu penulis menyampaikan rasa hormat dan trimakasih atas semua bantuan
dan dukungannya selama pelaksanaan dan penyusunan laporan skripsi ini kepada :
x
5. Slamet Suryani Selaku Kepala Desa Pulung Merdiko beserta perangkat Desa,
bidan desa dan perawat desa yang telah membantu dalam penelitian
6. Serta semua pihak yang penulis tidak bisa menyebutkan satu persatu yang
Akhir kata saya menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan skripsi ini dari awal sampai akhir, semoga Allah
Wasalamualaikum Wr.Wb
Penulis
xi
DAFTAR ISI
xii
Populasi 31
Sampel 31
Teknik Sampling 34
Kerangka Kerja Penelitian.............................................................................................................35
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel................................................................36
Variabel Bebas 36
Definisi Terikat 36
Definisi Operasional 36
Instrumen Penelitian 38
Observasi 38
Kuesioner 38
Pengukuran 39
Lokasi dan Waktu Penelitian.........................................................................................................40
Prosedur Penelitian 41
Analisa Data 43
Analisa Univariat 43
Analisa Bivariat 44
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
kaitan erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada sebuah ruang
lingkungan. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung
(Depkes, 2012).
1
berkembang, dimana ISPA merupakan salah satu penyebab utama kematian
yaitu Nusa Tenggara Timur 41,7%, Papua 31,1%, Aceh 30,0%, Nusa
Tenggara Barat 28,3%, dan Jawa Timur 28,3%. Penduduk dengan ISPA
yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun 25,8%. (Data Badan
ISPA pada balita tahun 2016 sebanyak 2487 atau 4,45%. ISPA di kabupaten
karena penyakit ISPA selalu masuk 10 besar angka kesakitan selama 2 tahun
Sedangkan kasus baru ISPA di tahun 2017 sebanyak 1599 penderita. Kasus
ISPA balita di Puskesmas Pulung tahun 2017 tersebut didominasi oleh balita
tersebut kasus ISPA balita tertinggi ada di Desa Pulung Merdiko, dengan
2
Secara umum faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan fisik,
faktor host/pejamu, faktor agent serta faktor lingkungan sosial. Faktor agent
yaitu bakteri, virus dan jamur. Faktor lingkungan fisik meliputi, pencemaran
udara dalam rumah, kondisi fisik rumah seperti kepadatan hunian, jenis lantai,
RI, 2010)
penghuni rumah khususnya pada balita karena sistem kekebalan tubuh balita
sangat rentan terhadap penyakit. Rumah Sehat adalah bangunan rumah tinggal
yang memenuhi syarat kesehatan yang terdiri dari komponen rumah, sarana
sanitasi dan perilaku antara lain yaitu memiliki jamban sehat, tempat
ventilasi baik, kepadatan hunian rumah sesuai dan lantai rumah tidak dari
Menurut data Puskesmas Pulung tahun 2016 cakupan rumah sehat masih
dibawah target, dari 8307 rumah yang diperiksa 3895 rumah belum memenuhi
syarat rumah sehat atau baru tercapai 53,11% dari target 100%. Kemudian di
tahun 2017 data rumah sehat masih sama yaitu 53,11%. Berdasarkan data
Puskesmas Pulung pada tahun 2017, di Desa Pulung Merdiko terdapat 26%
3
Persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat Kabupaten
Ponorogo tahun 2016 terdapat 19.919 (57,4%) dari 34,704 yang disurvei, hal
ini masih dibawah target yaitu 100% (Dinkes Ponorogo, 2016). Perilaku
penyakit ISPA. Salah satu contohnya yaitu perilaku merokok anggota keluarga
didalam rumah akan meningkatkan terjadinya kasus ISPA pada balita, hal
merokok dalam rumah merupakan salah satu faktor yang bermakna dalam
dinding, dan atap dengan kejadian ISPA pada balita di Blang Muko
hubungan antara kondisi lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada anak
dan status merokok (p=0,0001) dengan kejadian ISPA pada anak balita.
4
Maka dari itu penting bagi setiap masyarakat untuk menjaga dan
memelihara sanitasi fisik rumah, menerapkan gaya hidup bersih dan sehat
tergolong tinggi dan persentase rumah sehat masih dibawah target yang telah
Rumusan Masalah
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Merdiko Ponorogo
5
2. Menganalisis hubungan kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada
Manfaat
Bagi Masyarakat
pentingnya menjaga lingkungan rumah agar tetap nyaman dan sehat, serta
6
Bagi Instansi Pemerintah dan Kesehatan
program P2ISPA dan pemerintah desa agar lebih peduli dengan kesehatan
lingkungan masyarakat.
Keaslian Penelitian
7
3 Safrizal SA Hubungan Cross Ventilasi, Ada hubungan
(2017) Ventilasi, Lantai, sectional antara ventilasi
Dinding, dan Atap Lantai, Dinding, dan Atap (p=0,032)
dengan Kejadian dengan Kejadian ISPA lantai (p=0,014)
Ispa Pada Balita Di pada Balita dinding (p=0,000)
Blang Muko atap (p=0,022)
dengan Kejadian
ISPA pada Balita
4 Tri, Faktor Risiko Case Pengetahuan orangtua, Ada hubungan antara
Badar, Kejadian ISPA Control kebiasaan merokok, luas pengetahuan
dan pada Balita di ventilasi dengan kejadian orangtua (p=0,001),
Kusuma WilayahKerja ISPA kebiasaan
(2016) Puskesmas merokok
Sukoharjo (p=0,006),
luas ventilasi
(p=0,001)
dengan kejadian
ISPA
5 Cindi Hubungan Case Perilaku Ada hubungan
Astuti Perilaku Control antara perilaku
(2017) Keluargadengan keluarga
keluarga
Kejadian ISPA (p=0,0001)
mencegah
pada Balita di dengan kejadian
Desa Cijati dan menanggulangi ISPA ISPA pada Balita
Kecamatan dengan Kejadian ISPA
Cimanggu pada Balita
Kabupaten Cilacap
8
Beda penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas berupa kepadatan hunian, jenis lantai, jenis dinding, langit-
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
laring (kotak suara), dan trakea (batang tenggorokan). Gejala dari penyakit
ini antara lain ; sakit tenggorokan, beringus (rinorea), batuk, pilek, sakit
kepala, mata merah, suhu tubuh meningkat 4-7 hari lamanya (Mumpuni,
2016)
2008)
10
Klasifikasi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
sebagai berikut:
Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, otitis
media, faringitis.
Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampai
rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang
tenang, mengi, demam (38 ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah
(di bawah 35,5oC), pernapasan cepat 60 kali atau lebih per menit,
60 kali per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.
11
2. Kelompok umur 2 bulan ≤ 5 tahun, diklasifikasikan atas:
a. Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan
sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak
b. Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada,
d. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau kesulitan bernapas) tanpa
walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau
a. Batuk
b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal
12
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba.
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari
a. Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari
satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu
arloji.
ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai
berikut:
b. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.
13
e. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
f. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
Secara umum infeksi saluran pernapasan akut pada balita dapat dicegah
d. Menjauhkan bayi, balita dan anak dari asap rokok, tembakau, dan polusi
udara lain
menderita ISPA.
Pengobatan ISPA pada bayi, balita dan anak secara umum bisa dilakukan
dirumah. Berikut ini beberapa caranya: dengan memberikan obat yang sifatnya
aman dan alami pada balita, sedangkan bayi sebaiknya segera dibawa ke dokter.
Jika demam, bayi yang berusia 2bulan-5tahun dapat diobati dengan paracetamol
juga dikompres, sedangkan untuk bayi dibawah usia 2 bulan segera diperiksakan
bergizi.balita perlu diberikan makanan sedikit demi sedikit, tetapi rutin dan
berulang, sedangkan untuk bayi yang masih menyusui dibutuhkan ASI ekslusif
14
dari ibu. Agar penderita ISPA tidak kekurangan cairan, berilah air yang lebih
banyak dari biasanya baik air putih maupun sari buah. Asupan minuman yang
a. ISPA yang disebabkan oleh alergi: cara yang paling tepat dengan
tersebut.
b. ISPA disebabkan oleh virus: biasanya ISPA yang disebabkan oleh virus ini
c. ISPA disebabkan oleh bakteri dan jamur: ISPA jenis ini memerlukan
hasil yang maksimal dan mengurangi resiko munculnya efek yang tidak
diinginkan.
Rumah Sehat
Rumah sehat adalah rumah harus dapat memenuhi kebutuhan baik jasmani
dan rohani bagi anggota keluarga dan rumah sebagai tempat perlindungan
15
Rumah adalah pusat kesehatan keluarga karena rumah merupakan tempat
berhubungan erat. Itulah sebabnya kesehatan harus dimulai dari rumah, untuk itu
2014)
bukan sekedar berdiri pada saat itu saja, namun diperlukan pemeliharaan
(Mubarak, 2009):
16
1) Harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiologis.
Jika diteliti lebih lanjut, persyaratan yang diuraikan diatas adalah sama
2) Persyaratan Fisik
3) Persyaratan Fisiologis
4) Persyaratan Psikologis
padat penghuninya cepat terjadi. Selain itu, didaerah yang seperti ini,
17
kesibukan dan kebisingan akan meningkat, yang akan menimbulkan
1. Ventilasi
menjaga agar aliran udara dalam rumah tersebut tetap sejuk. Hal ini berarti
yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi
18
bakteri, terutama bakteri patogen. Fungsi lainnya untuk menjaga agar ruangan
2. Jenis lantai
Saat ini, ada berbagai jenis lantai rumah. Lantai rumah dari semen atau
ubin, keramik, atau cukup tanah biasa dipadatkan. Syarat yang penting disini
adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak becek pada musim
3. Jenis dinding
daerah tropis khususnya dipedesaan banyak yang berdinding papan, kayu, dan
Rumah yang berdinding tidak rapat seperti papan, kayu, dan bambu dapat
dinding di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah
dibersihkan.
4. Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak
atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit.
19
dan akhirnya dapat merusakkan mata. Cahaya dapat dibedakan menjadi 2,
yakni :
karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya
orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung kualitas bangunan
sebaiknya tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah
2 tahun.
6. Langit-langit Rumah
ini dikarenakan langit-langit dapat menahan rembesan air dari atap rumah
20
dalam ruangan. Langit-langit juga dapat menahan panas yang berasal dari
atap rumah pada siang hari dan udara dingin yang ada pada malam hari.
7. Atap
pedesaan. Atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh
masyarakat dan bahkan masyarakat bisa membuatnya sendiri. Atap seng atau
anak rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat. Faktor risiko yang
lain :
Faktor Host
a. Jenis Kelamin
wanita sejak bayi hingga dewasa memiliki daya tahan lebih kuat
dibandingkan laki-laki, baik itu daya tahan akan rasa sakit dan daya tahan
penyakit dan cacat dibandingkan wanita. Selain itu, secara neurologis anak
21
perempuan lebih matang dibandingkan anak laki-laki sejak lahir hingga masa
remaja, dan pertumbuhan fisiknya pun lebih cepat. Wanita cenderung hidup
b. Status Imunisasi
2011). Dari hasil penelitian Heryanto (2016) ada hubungan yang bermakna
antara status imunisasi dengan kejadian penyakit ISPA pada balita. Balita
yang status imunisasinya tidak lengkap memiliki risiko lebih besar untuk
lengkap.
c. Umur
2009). Menurut Dian Fitriawati (2013) kejadian ISPA atas lebih sering
terjadi pada anak berusia 2-5 tahun karena pada usia tersebut anak
sudah banyak terpapar dengan lingkungan luar dan kontak dengan penderita
d. Status Gizi
hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua. Parameter yang umum
22
digunakan untuk menentukan status gizi pada balita adalah berat badan, tinggi
badan dan lingkar kepala (Marimbi, 2010). Asupan gizi yang kurang
merupakan resiko untuk kejadian dan kematian balita dengan infeksi saluran
Air Susu Ibu (ASI) eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi
karena mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan pembunuh kuman
risiko kematian pada bayi (Depkes RI, 2016). Menurut penelitian Heryanto
Faktor Agent
2008)
23
Faktor Lingkungan
Faktor Lingkungan
a. Kepadatan Hunian
tidur sebaiknya tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak
yang akan meningkatkan kelembaban akibat uap air dari pernafasan tersebut.
balita.
b. Pencahayaan
24
intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan. Menurut Ronny (2015)
c. Jenis Lantai
Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak
lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan, jadi paling
tidak lantai perlu diplester dan akan lebih baik kalau dilapisi ubin atau
Safrizal (2017) menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis lantai dengan
d. Jenis Dinding
yang berdinding tidak rapat seperti papan, kayu dan bambu dapat
25
e. Langit-langit Rumah
ini dikarenakan langit-langit dapat menahan rembesan air dari atap rumah
dalam ruangan. Langit-langit juga dapat menahan panas yang yang berasal
dari atap rumah pada siang hari dan udara dingin yang ada pada malam hari.
rawan kecelakaan.
membakar rokok salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya
dapat dihirup lewat mulut pada lainnya. Rokok bukan hanya masalah
perokok aktif, tetapi juga masalah bagi perokok pasif. Asap rokok terdiri
dari 4000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara lain
26
Dalam Ruang Rumah menetapkan bahwa bayi dan anak yang orang tuanya
pernapasan dengan gejala sesak napas dan batuk. Dari hasil penelitian
kesehatan dan gizi anak yang memadai. Rendahnya kualitas gizi anak
c. Pendidikan Ibu
27
Kerangka Teori
28
BAB 3
Kerangka Konsep
Kepadatan Hunian
Jenis Lantai
Langit-langit Rumah
Pencahayaan
29
Hipotesis
1. Ha= Ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA pada
2. Ha = Ada hubungan antara jenis lantai dengan kejadian ISPA pada balita di
3. Ha = Ada hubungan antara jenis dinding dengan kejadian ISPA balita di Desa
30
BAB 4
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Populasi
(Rosjidi, 2015). Populasi kasus dalam penelitian ini adalah balita sebanyak
109 balita.
Sampel
(Saryono, 2011).
31
Berikut rumus untuk menghitung proporsi paparan (Yasril, 2009) :
Keterangan :
P = Proporsi Paparan
(Hasanah, 2017)
n = Besar Sampel
2
Zα = Kesalahan tipe α = 1,96
= 29,16 = 30
2017), taraf kepercayaan sebesar 95% maka besar sampel pada penelitian ini
32
Supaya hasil penelitian sesuai dengan tujuan, maka penentuan sampel
mempengaruhi hasil penelitian sehingga terjadi bias, hal ini disebut kriteria
33
Teknik Sampling
(Notoatmodjo, 2012) :
34
Kerangka Kerja Penelitian
ilmiah mulai dari penetapan populasi, sampel dan seterusnya, yaitu kegiatan
Populasi
Balita sebanyak 109 balita
Sampel
60 responden terdiri dari 30 balita ISPA (kasus) dan 30 balita tidak ISPA (kontrol)
Pengumpulan Data
Pengumpulan data: Pengumpulan data menggunakan kuesioner & observasi & pengukuran
Pengolahan Data
Editing, Coding, Entry, Cleaning, Tabulating dan Analisis Data Uji Chi Square
35
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini kepadatan hunian, jenis lantai, jenis
Variabel Terikat
Variabel terikat disebut juga kejadian, luaran, manfaat, efek atau dampak.
Variabel terikat dalam penelitian ini kejadian ISPA pada Balita di Desa
Definisi Operasional
akan diukur serta alat ukur apa yang digunakan untuk mengukur (Rosjidi,
2015).
36
(Kepmenkes No.
829 tahun 1999)
2 Jenis lantai Bagian alas bawah Observasi Nominal 0= Tidak 0 = Tidak memenuhi
(alas, dasar) suatu 1= Ya syarat, jika
ruangan atau sebagian/seluruh
bangunan. Lantai lantai terbuat dari
terbuat dari tanah
ubin/mester/keramik 1 = Memenuhi
(Kepmenkes No. syarat, jika lantai
829 tahun 1999) terbuat dari
ubin/mester/keramik
37
7 ISPA balita Infeksi yang terjadi Kuesioner Nominal 0= Kasus 0= Kasus, Balita
pada pernapasan & data 1= Kontrol yang tercatat sebagai
bagian atas. Gejala rekam penderita ISPA
dari penyakit ini medis 1= Kontrol, Balita
antara lain: sakit yang tidak tercatat
tenggorokan, batuk, sebagai penderita
pilek, sakit kepala, ISPA
mata merah, suhu
tubuh meningkat 4-7
hari lamanya
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih
baik (cermat, lengkap dan sistematis) sehingga lebih mudah diolah (Saryono,
2011). Adapun instrumen dalam penelitian ini ini adalah observasi, kuesioner dan
pengukuran.
Observasi (Pengamatan)
penelitian ini dilakukan pada kepadatan hunian, jenis lantai, jenis dinding,
langit-langit rumah.
Kuesioner
memperoleh suatu data yang sesuia dengan tujuan penelitian tersebut. Oleh
karena itu, isi kuesioner adalah sesuai dengan hipotesis penelitian tersebut
(Notoadmodjo, 2012).
38
Pengukuran
2. Hitung luas lantai kamar dengan cara rentangkan rollmeter, ukur panjang
3. Bandingkan antara jumlah penghuni kamar dengan luas lantai kamar, jika
Pengukuran Pencahayaan
pencahayaan yang memenuhi syarat adalah jika besarnya 60 lux dan tidak
garis horizontal panjang dan lebar pada setiap jarak tertentu setinggi 1m dari
lantai. Jarak tersebut dibedakan berdasarkan luas ruangan antara lain sebagai
berikut :
39
1. Luas ruangan <10 m2; titik potong garis horizontal panjang dan lebar
2. Luas ruangan antara 10m2 – 100m2; titik potong garis horizontal panjang
3. Luas ruangan >100m2; titik potong horizontal panjang dan lebar ruangan
pada jarak 6m
2. Pilih kisaran Range yang akan diukur (2.000lux, 20.000 lux, atau
Kabupaten Ponorogo.
40
Tabel 4.3 Waktu pelaksanaan penelitian
No Kegiatan Waktu
1 Pengajuan judul (ACC) 22 Februari 2018
2 Penyusunan dan konsultasi 8 Maret 2018 - 18 Mei 2018
proposal skripsi
3 Seminar proposal skripsi 21 Mei 2018
4 Revisi ujian seminar proposal 28 Mei 2018
5 Pengambilan data primer 20 Juli 2018 – 28 Juli 2018
6 Pengolahan Data 29 Juli 2018 - 31 Juli 2018
7 Penyusunan dan konsultasi skripsi 3 Agustus 2018 – 16 Agustus 2018
8 Sidang skripsi 21 Agustus 2018
9 Revisi skripsi 22 Agustus 2018 – 28 September
2018
1. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang secara langsung diambil dari obyek/obyek
pengukuran. Kuesioner dilakukan kepada salah satu orang tua balita di Desa
dinding.
41
b. Data Sekunder
Data sekunder disebut juga data tangan kedua. Data sekunder adalah data
yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari
rumah antara lain langit-langit rumah, kebiasaan merokok, jenis lantai, jenis
pengukuran pencahayaan.
Pengolahan Data
pengolahan data.
42
3 Jenis dinding Tidak memenuhi syarat 0
Memenuhi syarat 1
koreksi.
Analisa Data
Analisa Univariat
datanya (Notoatmodjo, 2012). Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah
43
hunian kamar, jenis dinding, jenis lantai, langit-langit rumah, pencahayaan,
Analisa Bivariat
(Notoatmodjo, 2012)
menggunakan uji statistic chi-square dan besarnya resiko dengan Ood Ratio (OR).
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu kepadatan hunian, jenis lantai, jenis
variabel terikat kejadian ISPA pada balita. taraf signifikan yang digunakan 95%
dengan nilai kemaknaan 5%. Apabila sig p> 0,05 maka H0 diterima, sehingga
antara kedua variabel tidak ada hubungan yang bermakna jadi H a ditolak. Apabila
sig p≤ 0,05 maka H0 ditolak, sehingga antara kedua variabel ada hubungan yang
risiko.
44
BAB 5
Gambaran Umum
Secara geografis Desa Pulung Merdiko terletak pada posisi 7°31'0” Lintang
Selatan dan 111°54'0” Bujur Timur. Topografi ketinggian desa ini adalah berupa
daratan sedang yaitu sekitar 416 m di atas permukaan air laut. Berdasarkan data
BPS kabupaten Ponorogo tahun 2016, selama tahun 2016 curah hujan di Desa
Pulung Merdiko rata-rata mencapai 2000-3000 mm. Curah hujan terbanyak terjadi
pada bulan Desember hingga mencapai 405,04 mm. Secara administratif, Desa
dengan posisi dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga. Batas wilayah desa
Jarak tempuh Desa Pulung Merdiko ke ibu kota kecamatan (Kec. Pulung)
adalah 1 km, yang dapat ditempuh dengan waktu sekitar 15 menit dengan
penduduk Desa Pulung Merdiko adalah terdiri dari 621 KK, dengan jumlah total
46
penduduk 2.109 jiwa, dengan rincian 1.053 laki-laki dan 1.056 perempuan.
Dari catatan yang ada dan menurut cerita sesepuh desa yang mengerti tentang
cikal bakal desa Pulung Merdiko yang dapat diingat sampai saat ini, bahwa desa
Pulung Merdiko telah mengalami pergantian 9 kali kepala Desa. Desa Pulung
perlu lebih diperhatikan dari pemerintah. Berikut data mengenai mata pencaharian
Rp 750.000,00.
47
4 Tanah liat -
5 Pelepah kelapa/lontar/gebang -
6 Dedaunan -
Rumah Menurut Lantai
1 Keramik 52
2 Semen 231
3 Kayu -
4 Tanah 284
Sumber: Daftar Isian Tingkat Perkembang Desa dan Kelurahan 2016
Karakteristik Responden
Merdiko
48
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di Desa Pulung Merdiko Adapun
paling banyak adalah ibu rumah tangga sebanyak 29 orang (48,3%) dan
5.5 berikut :
49
Karakteristik Umur Balita di Desa Pulung Merdiko Ponorogo
Adapun karakteristik berdasarkan umur balita dapat dilihat pada tabel 5.6
berikut ini :
yaitu antara 24-60 bulan sejumlah 23 balita (38.3%) dan umur balita paling
Hasil Penelitian
Analisis dilakukan dalam dua tahap yaitu analisis univariat untuk mengetahui
1. Analisa Univariat
Desa Pulung Merdiko didapatkan dari data rekam medis polindes dan
50
hasil kuesioner terhadap responden. Adapun hasil yang diperoleh
mengenai ISPA tersebut dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut ini :
balita (50,0%).
Merdiko
51
c. Jenis Lantai
d. Jenis Dinding
(56,7%).
52
e. Pencahayaan
f. Langit-langit Rumah
mengenai langit-langit rumah dapat dilihat pada tabel 5.12 berikut ini :
53
g. Anggota Keluarga Merokok
Merdiko
2. Analisa Bivariat
terikat dan besarnya nilai odd ratio faktor risiko, dengan uji satatistik yang
disesuaikan dengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan Chi-Square
dan penentuan Odds Ratio (OR) dengan taraf kepercayaan (CI) 95 % dan tingkat
54
Tabel 5.14 Hubungan kepadatan hunian kamar tidur dengan kejadian ispa
Value 0,002 yang artinya ada hubungan antara kepadatan hunian kamar
tidur dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Pulung Merdiko. Dengan
nilai OR sebesar 6,417 > 1 yang artinya balita yang tinggal di kepadatan
kelompok kontrol.
b. Hubungan Jenis Lantai dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Pulung
Merdiko
55
Tabel 5.15 Hubungan jenis lantai dengan kejadian ispa
Kasus Kontrol
N % N %
Tidak 21 70,0 11 36,7 0,020 4,030
memenuhi (1,372-11,839)
syarat
Memenuhi 9 30,0 19 63,3
syarat
Total 30 100,0 30 100,0
Sumber: Data Primer & Hasil Penelitian Bulan Juli
balita lebih banyak terjadi pada kelompok kasus daripada kontrol, yang
antara jenis lantai dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Pulung
Merdiko. Dengan nilai OR sebesar 4,030 > 1 yang artinya balita yang
tinggal dengan jenis lantai tidak memenuhi syarat lebih berisiko 4,030
kali dibandingkan dengan balita yang tinggal pada jenis lantai rumah
56
Tabel 5.16 Hubungan jenis dinding dengan kejadian ispa
Kasus Kontrol
N % N %
Tidak 23 76,7 11 36,7 0,004 5,675
memenuhi (1,841-17,494)
syarat
Memenuhi 7 23,3 19 63,3
syarat
Total 30 100,0 30 100,0
Sumber: Data Primer & Hasil Penelitian Bulan Juli
yang artinya ada hubungan antara jenis dinding dengan kejadian ISPA
pada balita di Desa Pulung Merdiko. Dengan nilai OR sebesar 5,675 > 1
yang artinya balita yang tinggal dirumah dengan jenis dinding tidak
Pulung Merdiko
57
Tabel 5.17 Hubungan pencahayaan dengan kejadian ispa
Kasus Kontrol
N % N %
Tidak 20 66,7 9 30,00,010 4,667
memenuhi (1,571-13,866)
syarat
Memenuhi 10 33,3 21 70,0
syarat
Total 30 100,0 30 100,0
Sumber: Data Primer & Hasil Penelitian Bulan Juli
pada balita di Desa Pulung Merdiko. Dengan nilai OR sebesar 4,667 > 1
yang artinya balita yang tinggal dirumah dengan pencahayaan yang tidak
berikut:
58
Tabel 5.18 Hubungan langit-langit rumah dengan kejadian ispa
4,667 > 1 yang artinya balita yang tinggal dengan langit-langit rumah
berikut:
59
Tabel 5.19 Hubungan anggota keluarga merokok dengan kejadian ispa
Desa Pulung merdiko. Dengan nilai OR sebesar 7,667 > 1 yang artinya
balita yang tinggal dengan anggota keluarga merokok berisiko 7,667 kali
meokok.
60
Pembahasan
Kejadian ISPA
ISPA balita di Desa Pulung Merdiko sebanyak 109 balita. Kemudian diambil 30
balita kasus secara acak dan 30 balita kontrol yang artinya sampel berjumlah 60
bahwa pekerjaan orang tua balita paling banyak 48,3% adalah ibu rumah tangga.
Kemudian sebagian besar dari mereka 61,7% berusia antara 20-30 tahun. Balita
yang pernah menderita ISPA paling banyak 38,3% berumur antara 24-60 bulan.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi yang terjadi pada
pernapasan bagian atas yang meliputi mulut, hidung, tenggorokan, laring (kotak
suara), dan trakea (batang tenggorokan). Penyebab ISPA terdiri dari bakteri, virus,
jamur, dan aspirasi. Bakteri penyebab ISPA antara lain Diplococcus pneumoniae,
sebagian besar tidak memenuhi syarat. Seperti kondisi kepadatan hunian yang
51,7% tidak memenuhi syarat, jenis lantai sebanyak 53,3% tidak memenuhi
syarat. Kemudian jenis dinding sebagian besar 56,7% tidak memenuhi syarat,
Namun pencahayaan hanya sebagian kecil yang tidak memenuhi syarat, selain itu
61
beberapa rumah tidak dipasangi plafon serta sebagian besar anggota keluarga
balita tersebut merokok. Sehingga akibat dari kondisi lingkungan rumah yang
buruk tersebut, kejadian ISPA pada balita yang terjadi di desa Pulung Merdiko
tinggi.
balita pernah mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Hasil ini
penghuni kamar. Sebagian besar kamar dihuni satu keluarga, dan terdapat 2-3
balita. Kepadatan hunian ini memungkinkan bakteri maupun virus dapat menular
melalui pernapasan dari penghuni rumah yang satu ke penghuni rumah yang
lainnya bahkan hingga ke anak-anak yang masih di bawah umur. Rata-rata luas
Menurut peraturan Kepmenkes No. 829 tahun 1999 untuk kamar tidur
sebaiknya tidak dihuni >2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah 2
tahun. Luas kamar yang semestinya yaitu ≥8m2 untuk 2 orang. Apabila kepadatan
sehingga ruangan dapat menjadi media hidup agent infeksi saluran pernapasan
akut (ISPA).
Untuk itu perlu diperhatikan ketika luas kamar tidak memenuhi syarat, dan
ada salah satu anggota keluarga yang sakit ISPA lebih baik untuk tidak tidur
dalam satu kamar, demi mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.
62
Kondisi kamar yang sempit dan terlalu banyak penghuni bahkan terisi oleh 2-3
balita akan mempercepat penularan ISPA, sehingga balita satu dan lainnya harus
dipisah.
Jenis Lantai
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Kondisi yang ada jenis lantai berupa
tanah, sebagian sudah ada yang diplester namun banyak yang rusak. Untuk lantai
masih kurang.
Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak lembab.
Bahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan, jadi paling tidak lantai perlu
diplester dan akan lebih baik kalau dilapisi ubin atau keramik yang mudah
dibersihkan (Ditjen, P2PL, 2011). Syarat yang penting disini adalah tidak berdebu
pada musim kemarau dan tidak becek pada musim hujan. Lantai yang basah dan
responden yang bertempat tinggal di Desa Pulung Merdiko yaitu rata-rata berupa
lantai dari tanah dan dari plester yang sudah rusak. Lantai yang terbuat dari semen
rata-rata sudah rusak dan tidak kedap air, sehingga lantai menjadi berdebu dan
lembab. Kondisi lantai tersebut tidak kedap air sehingga memudahkan agent ISPA
untuk hidup. Maka dari itu responden harus selalu menjaga kebersihan lantai
63
tersebut, untuk meminimalisir keberadaan virus atau bakteri ISPA yang mudah
menyerang balita.
Jenis Dinding
dinding yang terbuat dari kayu. Kondisi ini karena banyaknya responden yang
didaerah tropis khususnya di pedesaan banyak yang berdinding papan, kayu dan
bambu. Rumah yang berdinding tidak rapat seperti papan, kayu dan bambu dapat
responden yang bertempat tinggal di Desa Pulung Merdiko yaitu rata-rata berupa
dinding kayu. Jenis dinding ini mempengaruhi terjadinya ISPA, karena dinding
Pencahayaan
syarat sehingga dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada
64
menjadikan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-
bibit penyakit.
tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan
tidak menyilaukan. Kualitas pencahayaan alami siang hari antara lain ditentukan
oleh lubang cahaya minimum sepersepuluh luas lantai ruangan dan sinar matahari
responden tidak memenuhi syarat atau tidak sesuai intensitas, disebabkan karena
karena tidak adanya atau tidak dipasangi genteng kaca dan ventilasi yang selalu
Langit-langit Rumah
saluran pernapasan akut (ISPA). Sebagian besar rumah tidak dipasangi plafon, hal
ini disebabkan karena tingkat perekonomian masyarakat desa yang masih kurang
dan hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Kondisi rumah yang tidak
dipasangi plafon ini terlihat banyak sekali kotoran seperti sarang laba-laba dan
bibit penyakit.
65
Menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999
dikarenakan langit-langit dapat menahan rembesan air dari atap rumah dalam
ruangan. Langit-langit juga dapat menahan panas yang berasal dari atap rumah
pada siang hari dan udara dingin yang ada pada malam hari. Langit-langit harus
mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan. Rumah yang sehat menggunakan
Desa Pulung Merdiko sebagian besar tidak dipasangi plafon. Padahal langit-langit
rumah (plafon) ini dapat menahan panas yang berasal dari atap rumah pada siang
hari dan udara dingin yang ada pada malam hari. Untuk meminimalisir tempat
dari triplek. Dan selalu menjaga kebersihan dari langit-langit rumah itu sendiri.
mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Banyak ditemukan ayah dan
mereka menyadari bahaya mengenai rokok tetapi tetap merokok karena mereka
berpendapat lebih baik tidak makan daripada tidak merokok, dan mereka
berpendapat bahwa bukan lelaki namanya jika tidak merokok. Selain itu merokok
66
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
Rumah menetapkan bahwa bayi dan anak yang orang tuanya perokok mempunyai
resiko lebih besar terkena gangguan saluran pernapasan dengan gejala sesak napas
dan batuk. Asap rokok yang ada diruangan akan tetap ada selama hampir 5 jam
meski tak kasat mata. Asap tersebut akan menempel di furniture, karpet, pakaian
dan perlengkapan lain yang ada didalam rumah. Secara tidak langsung hal inilah
yang membuat balita terpapar asap rokok. Balita dikategorikan lebih berisiko
terkena dampak buruk asap rokok bila dibandingkan engan orang dewasa, karena
saluran pernafasan balita yang masih kecil dan sistem imun yang masih belum
sempurna.
makan anggota keluarga tersebut selalu merokok, dan satu hari bisa
menghabiskan 3-5 batang rokok. Hal tersebut tentunya berbahaya bagi kesehatan
dirinya sendiri dan khususnya bagi balita, apalagi merokok dapat menyebabkan
keluarga perlu penerapan perilaku hidup bersih dan sehat khususnya tidak
Balita
Hasil uji statistik diperoleh kesimpulan bahwa kepadatan hunian kamar tidur
67
akut (ISPA) pada balita (p=0,002), dimana sebagian besar balita (73,3%) pernah
mengalami infeksi saluran pernapasan akut. Besarnya resiko ISPA dapat dilihat
dari nilai OR = 6,4 artinya balita yang tidur di kamar dengan kepadatan hunian
yang tidak memenuhi syarat memiliki resiko terkena ISPA sebesar 6,4 kali lebih
besar dibandingkan balita yang tidur di kamar dengan kepadatan hunian yang
memenuhi syarat.
dengan jumlah anggota keluarga dalam satu kamar. Menurut keputusan menteri
kamar tidur diperlukan mininum 2 orang, kamar tidur sebaiknya tidak dihuni > 2
orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah 2 tahun. Ruangan yang sempit
akan membuat nafas sesak dan mudah tertular penyakit oleh anggota keluarga
lain. Kepadatan hunian akan meningkatkan suhu ruangan yang disebabkan oleh
pengeluaran panas badan yang akan meningkatkan kelembaban akibat uap air dari
pernafasan tersebut. Bangunan yang sempit dan tidak sesuai jumlah penghuninya
akan mempunyai dampak kurangnya oksigen dalam ruangan sehingga daya tahan
kualitas udara kamar, dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan
semakin cepat udara dalam kamar mengalami pencemaran, oleh karena CO2
dalam kamar akan meningkat dan akan menurunkan kadar O2 di ruangan, dan
menular.
68
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Patmawati Dongky (2016)
mengenai hubungan antara lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA pada
dilokasi penelitian sebagian besar masih dihuni 3-5 kepala keluarga masing-
masing terdiri 4-5 orang anggota keluarga, menempati ruang tidur yang sama
kurang dari 9m2. Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian William
penyakit ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sario Kota Manado. Hasil
kejadian ISPA pada balita. Luas bangunan rumah yang sempit dengan jumlah
anggota keluarga yang banyak dapat menyebabkan rasio penghuni dengan luas
virus dapat menular melalui pernapasan dari penghuni rumah yang satu dengan
memenuhi syarat. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis kelompok kasus
kondisi kamar yang kurang dirawat, tidak dibersihkan setiap hari, sehingga kamar
69
terlihat berantakan dan dapat menjadi tempat berkembangbiaknya agent penyakit
khususnya kamar dapat menyebabkan timbulnya virus atau bakteri yang dapat
(30,0%) namun tidak pernah mengalami ISPA dikarenakan dari keluarga tersebut
apabila salah satu keluarga menderita sakit ISPA memilih untuk tidak tidur dalam
satu kamar apalagi dengan balita. Karena sistem imun yang dimiliki balita masih
Dari hasil penelitan sebagian besar luas kamar yang diukur hanya seluas 6m2.
Kamar tersebut rata-rata di huni orangtua dengan 2-3 balita. Apabila dalam satu
kejadian tersebut, jika salah satu keluarga menderita penyakit ISPA, sebaiknya
hubungan yang bermakna dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
pada balita (p=0,020). Besarnya risiko menderita infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) dapat dilihat dari nilai OR = 4,0 yang artinya balita yang tinggal dirumah
dengan jenis lantai yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko menderita infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) sebesar 4,0 kali lebih besar dibanding balita yang
70
Lantai rumah dapat mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA karena lantai
perkembangbiakan bakteri atau virus penyebab ISPA. Lantai yang baik adalah
lantai yang dalam keadaan kering dan tidak lembab. Lantai rumah yang tidak
memenuhi syarat adalah lantai rumah yang terbuat dari tanah, semen atau belum
berubin. Bahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan, jadi paling tidak
lantai perlu diplester dan akan lebih baik kalau dilapisi ubin atau keramik yang
hubungan ventilasi, lantai, dinding dan atap dengan kejadian ISPA pada balita
antara jenis lantai dengan kejadian ISPA pada balita. Rata-rata berupa lantai
semen yang tidak di plaster dan lantai dari tanah, sehingga pada saat musim
kemarau akan menghasilkan debu. Lantai yang terbuat dari semen rata-rata sudah
rusak dan tidak kedap air, sehingga lantai menjadi berdebu dan lembab.
hubungan antara kondisi hubungan antara kondisi fisik rumah dan tingkat
pendapatan keluarga dengan kejadian ispa pada balita. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan ada hubungan signifikan antara jenis lantai dengan kejadian ispa
pada balita di Desa Marinsow dan Pulisan. Sebagian besar masyarakat desa
Marinsow dan Pulisan masih memiliki rumah dengan jenis lantai tidak
permanen (tanah dan semen) jenis lantai ini akan mempermudah timbul dan
71
Hal tersebut didukung ketika peneliti melakukan observasi jenis lantai di
Desa Pulung Merdiko. Dari hasil observasi sebagian kecil jenis lantai rumah
responden memenuhi syarat. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis kelompok
kasus sebanyak 9 responden (30,0%) jenis lantai rumah memenuhi syarat, dan
pada kelompok kontrol sebanyak 11 responden (36,7%) jenis lantai rumah tidak
memenuhi syarat.
lantai rumah memenuhi syarat namun pernah mengalami ISPA disebabkan karena
tidak dilakukannya pembersihan lantai setiap pagi dan sore, jarang mengepel
lantai, sehingga lantai terlihat kotor berdebu apalagi desa tersebut berada disekitar
tetapi balita tidak pernah menderita ISPA dikarenakan orang tua balita yang sudah
disapu setiap pagi dan sore. Selain itu untuk lantai yang dari tanah biasanya
disiram agar ketika angin tidak terlalu berdebu. Sehingga dapat meminimalisir
Sebagian besar jenis lantai rumah responden banyak yang tidak memenuhi
syarat dikarenakan masih terbuat dari tanah dan semen. Lantai dari semen tersebut
tidak diplester dan sudah banyak yang rusak. Sebagian besar dari responden juga
tidak memeperhatikan kondisi kebersihan lantai rumah. Maka dari itu responden
72
Dengan menyapu lantai namun disarankan tidak sambil menggendong balita.
akut (ISPA) pada balita (p=0,004). Besarnya risiko menderita infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) dapat dilihat dari nilai OR= 5,6 yang artinya balita yang
tinggal dirumah dengan kondisi dinding rumah tidak memenuhi syarat memiliki
risiko terkena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) 5,6 kali lebih besar
dibandingkan dengan balita yang tinggal dirumah dengan kondisi dinding rumah
Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, tetapi dinding rumah daerah
tropis khususnya dipedesaan banyak yang berdinding papan, kayu, dan bambu.
berdinding tidak rapat seperti papan, kayu, dan bambu dapat menyebabkan
dinding diantaranya bahan bangunan tidak boleh terbuat dari bahan yang mudah
melepas, zat -zat yang dapat membahayakan kesehatan serta tidak terbuat dari
ventilasi, lantai, dinding dan atap dengan kejadian ISPA pada balita. Hasil
73
penelitian ada hubungan yang bermakna antara jenis dinding dengan kejadian
ISPA pada balita. Dinding rumah di Gampong Blang Muko masih banyak
yang berdinding bambu, papan atau kayu, selain itu juga pada saat peneliti
dari semen dan setengahnya lagi terbuat dari papan, Hal ini disebabkan karena
penghasilan keluarga yang kurang, sebagian dari responden yaitu IRT dan juga
sebagai dari orang tua laki-laki/ayah orang tua bekerja sebagai petani/tukang
mengenai hubungan kondisi fisik rumah dan praktik merokok orangtua dengan
kejadian ISPA pada anak balita. Hasil uji penelitian menunjukkan ada hubungan
responden mengenai jenis dinding. Sebagian kecil jenis dinding yang memenuhi
syarat. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis kelompok kasus sebanyak 7
responden (23,3%) jenis dinding memenuhi syarat, dan pada kelompok kontrol 11
memenuhi syarat namun pernah menderita ISPA ini dikarenakan beberapa rumah
responden sudah terbuat dari tembok batubata namun terlihat kotor berdebu
seperti tidak pernah dibersihkan. Kondisi dinding yang kotor dan berdebu tersebut
74
Jenis dinding rumah sebanyak 11 responden (36,7%) tidak memenuhi syarat
meskipun jenis dinding hanya terbuat dari kayu tetapi dirawat. Dinding rumah
dicat dengan warna terang sehingga debu yang menempel bisa terlihat dan dapat
segera dibersihkan.
Dari hasil penelitian sebagian besar jenis dinding tidak memenuhi syarat. Hal
ini dikarenakan masih banyak terbuat dari kayu daripada batubata atau batako.
Maka dari itu untuk meminimalisir dinding agar tidak menjadi media penyakit,
responden diharapkan memelihara dinding agar tidak cepat rusak. Dinding harus
ISPA.
pencahayaan dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita
(p=0,010). Besarnya risiko infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dapat dilihat
dari nilai OR = 4,6 artinya balita yang tinggal dirumah dengan pencahayaa tidak
memenuhi syarat memiliki risiko terkena infeksi saulran pernapasan sebesar 4,6
kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang tinggal dirumah dan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak
terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama
cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat
75
yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu
banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat
dapat hidup dengan baik pada paparan cahaya normal. Pencahayaan alami
dan atau buatan minimal intensitasnya adalah 60 lux serta tidak menyilaukan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ronny (2016) tentang suhu,
kelembaban, dan pencahayaan sebagai faktor risiko kejadian ISPA pada balita.
ISPA pada balita. Pencahayaan yang kurang dapat memperpanjang masa hidup
kuman dalam droplet nuklei di udara. Penelitian lain yang mendukung adalah
penelitian Julia (2017) mengenai hubungan kondisi lingkungan fisik rumah dan
kebiasaan orangtua dengan kejadian ISPA pada balita. Hasil menunjukkan ada
hubungan signifikan antara pencahayaan dengan kejadian ISPA pada balita. Salah
penduduk sehingga jarak antara rumah yang satu dengan rumah yang lain
rumah.
memenuhi syarat. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis dari kelompok kasus
76
sebanyak 10 responden (33,3%) pencahayaan rumah memenuhi syarat dan pada
syarat.
bukan satu-satunya faktor risiko dari penyakit tersebut. Pencahayaan yang baik
pencahayaan baik jika faktor lingkungan fisik rumah yang kurang dijaga bisa saja
masih ada beberapa bibit penyakit yang bisa timbul. Selain itu bisa juga karena
syarat namun tidak pernah mengalami ISPA dikarenakan keluarga balita yang
Sehingga dengan menjaga kondisi lingkungan agent penyakit akan berkurang dan
Dari hasil penelitian sebagian besar pencahayaan rumah kurang baik. Kurang
dari intensitas yaitu 60 lux. Maka dari itu diharapkan responden untuk selalu
membuka ventilasi agar cahaya dapat masuk melalui ventilasi, atau membuka
pintu dan menambahkan genteng kaca agar cahaya alami yang masuk bisa sesuai
intensitas.
77
Hubungan Langit-langit Rumah dengan ISPA pada Balita
akut (ISPA) pada balita (p=0,010). Besarnya risiko infeksi saluran pernapasan
akut (ISPA) dapat dilihat dari nilai OR = 4,6 artinya balita yang tinggal dengan
kondisi langit-langit rumah tidak memenuhi syarat memiliki risiko terkena infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) 4,6 kali lebih besar dibandingkan dengan balita
dikarenakan langit-langit dapat menahan rembesan air dari atap rumah dalam
ruangan. Langit-langit juga dapat menahan panas yang yang berasal dari atap
rumah pada siang hari dan udara dingin yang ada pada malam hari. Menurut
hubungan ventilasi, lantai, dinding, dan atap dengan kejadian ISPA pada balita.
kejadian ISPA pada balita. Ada sebagian dari rumah responden yang terbuat dari
dari seng, yang tidak ada plapon, hal ini dapat menyebabkan masuknya debu ke
dalam rumah, selain itu sebagian atap rumah juga ada yang bocor, dan
78
memperburuk kondisi tempat tinggal responden, jika ada dari anak
responden yang mengalami ISPA. Rata-rata atap kondisinya tidak terdapat langit-
langit rumah, sehingga debu yang langsung masuk ke dalam rumah mengganggu
langit rumah. Sebagian kecil langit-langit rumah yang memenuhi syarat. Hal ini
dapat dilihat dari hasil analisis kelompok kasus sebanyak 9 responden (30,0%)
memenuhi syarat namun pernah mengalami ISPA hal ini disebabkan karena faktor
bagian bawah genteng. Biasanya rumah yang tidak terdapat langit-langit rumah
bagian bawah genteng akan dihuni oleh hewan seperti laba-laba yang membuat
sarang sehingga terlihat kotor. Namun jika sarang tersebut segera dibersihkan
79
jatuh kedalam rumah. Serta anggota keluarga harus rajin membersihkan bagian
pada Balita
hubungan yang bermakna dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
pada balita (p=0,001). Besarnya risiko ISPA dapat dilihat dari nilai OR = 7,6 yang
artinya balita yang tinggal dengan anggota keluarga yang merokok memiliki
risiko 7,6 kali lebih besar dibandingkan balita yang tinggal dirumah dengan
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif, tetapi juga masalah bagi perokok
pasif. Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan
Ruang Rumah menetapkan bahwa bayi dan anak yang orang tuanya perokok
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sofia (2017) tentang faktor risiko
lingkungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Ingin
jaya Aceh Besar. Hasil penelitian ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan
kejadian ISPA pada balita. Banyaknya jumlah perokok akan sebanding dengan
meningkatkan risiko pada balita untuk mendapat serangan ISPA. Asap rokok
80
bukan hanya menjadi penyebab langsung kejadian ISPA pada balita, tetapi
tahan tubuh balita. Penelitian lain yang mendukung adalah William (2015)
penyakit ispa pada balita. Hasil penelitian ada hubungan signifikan antara
keluarga merokok dengan kejadian ISPA pada balita. asap rokok dari perokok
aktif memang bukan menjadi penyebab langsung kejadian penyakit ISPA pada
anak balita, tetapi menjadi faktor tidak langsung yang diantaranya dapat
balita.
mengenai anggota keluarga yang merokok. Sebagian kecil anggota keluarga yang
tidak merokok. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis pada kelompok kasus
namun pernah mengalami ISPA dikarenakan anggota keluarga yang masih belum
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Meskipun keluarga tersebut tidak
merokok tetapi kondisi hygiene dan sanitasi rumah masih kurang baik. Sehingga
81
diluar rumah. Dengan merokok diluar rumah dan menjauh dari balita akan
Pulung Merdiko merokok. Sehingga banyak penderita ISPA balita. Maka dari itu,
diharapkan kepada responden untuk tidak merokok didalam rumah dan tidak
Keterbatasan Penelitian
82
BAB 6
Kesimpulan
1. Kepadatan hunian kamar sebagian besar 51.7% tidak memenuhi syarat. Jenis
lantai 53.3% tidak memenuhi syarat. Jenis dinding 56.7% tidak memenuhi
langit rumah sebagian besar 51.7% tidak memenuhi syarat. Serta anggota
2. Ada hubungan antara kepadatan hunian kamar tidur dengan kejadian infeksi
3. Ada hubungan antara jenis lantai dengan kejadian infeksi saluran pernapasan
akut (ISPA) pada balita di Desa Pulung Merdiko Ponorogo (p= 0,020 ; OR =
83
6. Ada hubungan antara langit-langit rumah dengan kejadian infeksi saluran
Saran
84
3. Bagi Peneliti Lain
85
DAFTAR PUSTAKA
Ardianasari, Eiyta. 2016. Buku Pintar Mencegah dan Mengobati Penyakit Bayi &
Anak.Jakarta: Bestari
Cindi Astuti. 2017. Hubungan Perilaku Keluarga dengan Kejadian ISPA pada
Balita di Desa Cijati Kecamatan Cimanggu Kabupaten Cilacap. Universitas
Muhammadiyah Purwokerto
Moh, Toyib. 2016. Daftar Isian Tingkat Perkembang Desa Pulung Merdiko dan
Kelurahan. Desa Pulung Merdiko
Fitriawati D. 2013. Hubungan antara tingkat keparahan ISPA pada balita usia 0-
5 tahun dengan persepsi orang tua terhadap kerentanan anak (prental
perception of child vulnerability) di Puskesmas Porong Kabupaten Sidoarjo
(skripsi). Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Heryanto Eko. 2016. Hubungan Status Imunisasi, Status Gizi, Dan Asi Eksklusif
dengan Kejadian Ispa Pada Anak Balita Di Balai Pengobatan Uptd Puskesmas
Sekar Jaya Kabupaten Ogan Kom Ering Ulu. Stikes Al-Ma’arif Baturaja
Julia, dkk. 2017. Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Kebiasaan Orang Tua
dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah kerja Puskesmas Traji
Kabupaten Temanggung. Universitas Pekalongan
86
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia tahun
2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Liawati, Eulis. 2015. Modul Kuliah Statistik Deskriptif. Stikes Bhakti Husada
Mulia Madiun
Marimbi, Hanum. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi & Imunisasi Dasar pada
Balita. Yogyakarta: Nuha Medika
Marten dkk. 2017. Hubungan antara Kondisi Fisik Rumah dan Tingkat
Pendapatan Keluarga dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Marinsouw
dan Pulisan Kabupaten Minahasa Utara. Universitas Sam Ratulangi
Nasihatun, Ika. 2016. Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Praktek Merokok
Orang Tua dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita. Universitas
Muhammadiyah Semarang
87
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Rosjidi, CH. 2015. Panduan Penyusunan Proposal dan laporan Penelitian untuk
Mahasiswa Kesehatan
.
Ronny dan Dedi MS. 2015.Suhu,Kelembaban dan Pencahayaan sebagai Faktor
Risiko Kejadian Penyakit ISPA pada Balita di Kecamatan Balaesang
Kabupaten Donggala. Politeknik Kesehatan Palu
Safrizal, SA. 2017. Hubungan ventilasi, dinding, dan atap dengan kejadian ISPA
pada balita di Blang Muko. Universitas Teuku Umar
Sofia. 2017. Faktor Risiko Lingkungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Politeknik
Kesehatan Kemenkes Aceh
Tri, Badar, dan Kusuma. 2016. Faktor Risiko Kejadian ISPA pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo. Universitas Muhammadiyah Surakarta
88
Yasril dan Heru.2009. Teknik Sampling untuk Penelitian Kesehatan.Yogyakarta:
Graha Ilmu
Widjaja, Anton. 2003. Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara
Berkembang. Jakarta: Kedokteran EGC
89
LAMPIRAN 1 IJIN PENELITIAN
90
LAMPIRAN 2 BALASAN DINAS KESEHATAN PONOROGO
91
LAMPIRAN 3 BALASAN KESBANGPOL PONOROGO
92
LAMPIRAN 4 KETERANGAN SELESAI PENELITIAN
93
LAMPIRAN 5 FORM KOMUNIKASI
94
LAMPIRAN 6 INFORMED CONSENT
(Informed Consent)
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita di desa Pulung Merdiko Ponorogo”.
Saya menyatakan setuju diikutsertakan dalam penelitian ini dengan catatan bila
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa tekanan pihak
manapun.
Ponorogo, 2018
Responden
95
LAMPIRAN 7 KUESIONER
KUESIONER PENELITIAN
No. Responden :
Status : Kasus Kontrol
Identitas Anak :
1. Umur balita : Bulan
2. Jenis Kelamin : L/P
Identitas Responden :
1. Umur : Tahun
2. Pendidikan :
a. SD
b. SMP/Sederajat
c. SMA/Sederajat
d. Perguruan tinggi
3. Pekerjaan :
Petunjuk : Isilah pertanyaan dibawah ini dengan tanda silang (x) sesuai
I. Kejadian ISPA
1. Apakah anak ibu pernah sakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)?
a. Ya
b. Tidak
96
a. Ya
b. Tidak
LEMBAR OBSERVASI
Variabel Kriteria
IV. Pencahayaan
Ada Tidak
97
LAMPIRAN 8 OUTPUT DISTRIBUSI FREKUENSI
kejadian_ispa
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Total
60 100.0 100.0
kepadatan_hunian_kamar
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Total
60 100.0 100.0
jenis_lantai
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Total
60 100.0 100.0
jenis_dinding
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Total
60 100.0 100.0
98
Pencahayaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Total
60 100.0 100.0
langit_langit_rumah
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Total
60 100.0 100.0
kebiasaan_merokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Total
60 100.0 100.0
99
LAMPIRAN 9 ANALISIS BIVARIAT
Cases
kepadatan_hunian_kamar
60 100.0% 0 .0% 60 100.0%
* kejadian_ispa
kejadian_ispa
%
73.3% 30.0% 51.7%
within
kejadian_ispa
%
26.7% 70.0% 48.3%
within
kejadian_ispa
Total Count 30 30 60
%
100.0% 100.0% 100.0%
within
kejadian_ispa
Chi-Square Tests
100
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
101
Pearson Chi-Square
11.279a 1 .001
Continuity Correctionb
9.611 1 .002
Likelihood Ratio
11.664 1 .001
N of Valid Casesb
60
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.50.
Symmetric Measures
Risk Estimate
102
For cohort kejadian_ispa =
2.573 1.368 4.836
kasus
For cohort kejadian_ispa =
.401 .221 .726
kontrol
N of Valid Cases
60
Cases
kejadian_ispa
Total Count 30 30 60
103
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
6.696a 1 .010
Continuity Correctionb
5.424 1 .020
Likelihood Ratio
6.829 1 .009
N of Valid Casesb
60
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.00.
Symmetric Measures
Risk Estimate
104
For cohort kejadian_ispa =
2.042 1.128 3.697
kasus
For cohort kejadian_ispa =
.507 .295 .871
kontrol
N of Valid Cases
60
105
Case Processing Summary
Cases
kejadian_ispa
Total Count 30 30 60
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
6.696a 1 .010
Continuity Correctionb
5.424 1 .020
Likelihood Ratio
6.829 1 .009
106
Fisher's Exact Test
.019 .010
Linear-by-Linear Association
6.585 1 .010
N of Valid Casesb
60
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.00.
Symmetric Measures
Risk Estimate
N of Valid Cases
60
107
Case Processing Summary
Cases
pencahayaan
60 100.0% 0 .0% 60 100.0%
*
kejadian_ispa
kejadian_ispa
Total Count 30 30 60
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
8.076a 1 .004
Continuity Correctionb
6.674 1 .010
108
Likelihood Ratio
8.268 1 .004
Linear-by-Linear Association
7.941 1 .005
N of Valid Casesb
60
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.50.
Symmetric Measures
Risk Estimate
N of Valid Cases
60
109
Case Processing Summary
Cases
langit_langit_rumah
60 100.0% 0 .0% 60 100.0%
* kejadian_ispa
kejadian_ispa
Total Count 30 30 60
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
8.076a 1 .004
Continuity Correctionb
6.674 1 .010
110
Likelihood Ratio
8.268 1 .004
Linear-by-Linear Association
7.941 1 .005
N of Valid Casesb
60
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.50.
Symmetric Measures
Risk Estimate
N of Valid Cases
60
111
Case Processing Summary
Cases
kebiasaan_merokok
60 100.0% 0 .0% 60 100.0%
* kejadian_ispa
kejadian_ispa
Total Count 30 30 60
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
13.125a 1 .000
112
Continuity Correctionb
11.317 1 .001
Likelihood Ratio
13.663 1 .000
N of Valid Casesb
60
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.00.
Symmetric Measures
Risk Estimate
N of Valid Cases
60
113
LAMPIRAN 10. DOKUMENTASI
114
Gambar 3. Pengukuran pencahayaan
115
Gambar 5. Pengukuran luas kamar
116
Gambar 7. Kondisi jenis dinding
117
118