Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PERENCANAAN SANITASI MASYARAKAT

Disusun Oleh :

Sri Wahyu Ningsih 21080115120007


Angelika Roria Sihombing 21080113120021
Dina Eka Putri A. 21080115120025
Pebriasi Sinaga 21080115120026
Ayudya Izati D. L. 21080115120029
Agung Firman Jaya G. 21080115120031
Aaf Efiana 21080115120034
Syarifah Ayuning Utami 21080115120038
Domuanri Gorat 21080115120052
Vania Putri Senita 21080115130058
Alfu Sifarosma 21080115140063
Muthia Zahra 21080115140069
Dea Invia Ningrum 21080115130075
Yogiswara Danurachman 21080115130076
Khoirunnisa Nur Safira 21080115140098
Rifqi Zuhdi 21080115140106
Arini Kusuma P. 21080115130109
Nanda Evyn N. S. 21080115110116

DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………..…….. 3 1.1
Rumusan Masalah…………………………………………………………...….. ..3
1.2 Tujuan……………………………………………………………………..……... 4
BAB 2 PEMBAHASAN……………………………………………………………...……... .5
2.1 Analisis Kondisi Lingkungan………………………………………….…….…. ..5
2.2 Alternatif Solusi……………………………………………………………..….... 6
2.2.1 Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dan Anaerobic Filter (AF)…...…... ......6
2.2.2 Lahan Basah Buatan (Constructed Wetlands =CWs) ……………............. 9
2.2.3 Saringan Pasir……………......................................................................... 11
2.3 Penentuan Solusi …………….............................................................................. 14
2.3.1 Scoring Alternafi 1 ( Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dan Anaerobic
Filter (AF)) ……………............................................................................ 15
2.3.2 Scoring Alternatif 2 (Lahan Basah Buatan (Constructed Wetlands
=CWs))…………….................................................................................... 16
2.3.3 Scoring Alternatif 3 (Saringan Pasir) …………….................................... 17
2.3.4 Alternatif Terpilih……………................................................................. 19
2.4 Perencanaan Implementasi……………............................................................... 11
2.5 Perencanaan Cara Mengevaluasi Implementasi …………….............................. 21
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Rumusan Masalah

Air bekas adalah bagian dari limbah domestik dengan volume terbesar dan kualitas
yang memungkinkan didaur ulang setelah melalui proses pengolahan. Air limbah yang didaur
ulang dapat dimanfaatkan sebagai air irigasi, air untuk lanskap, air pembilas, serta air untuk
pemadaman api. Salah satu aspek penerapan pengelolaan lingkungan adalah konservasi air,
meminimalkan pemakaian air hasil proses daur ulang untuk air taman dan flushing toilet dan
urinal.

Kecamatan Rungkut merupakan daerah yang mengalami perkembangan cukup pesat


akibat berkembangnya sektor ekonomi. Perkembangan tersebut berimbas pada peningkatan
jumlah penduduk yang berbanding lurus dengan peningkatan produksi air limbah domestik.
Komposisi air limbah domestik sebesar 50 – 80% merupakan greywater. Sebagian besar
masyarakat masih menyalurkan limbah greywater ke selokan yang berakibat pada
pengendapan sludge sehingga mengurangi volume saluran serta pencemaran badan air
ditandai dengan terjadinya peristiwa eutrofikasi. Oleh sebab itu, diperlukan perencanaan
instalasi pengolahan greywater di Kecamatan Rungkut.

Oleh karena itu, rumusan masalah pada perencanaan ini, yaitu:


1. Bagaimana kondisi lingkungan eksisting Kecamatan Rungkut?
2. Apa saja alternatif solusi pengelolaan greywater yang dapat diterapkan pada
Kecamatan Rungkut?
3. Bagaimana cara mengimplementasikan solusi sistem pengelolaan greywater yang
telah dipilih pada Kecamatan Rungkut?
4. Bagaimana cara mengevaluasi hasil implementasi penerapan sistem pengelolaan
greywater pada Kecamatan Rungkut?

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui kondisi lingkungan eksisting Kecamatan Rungkut


3
2. Untuk mengetahui alternative solusi pengelolaan greywater apa saja yang dapat di
terapkan pada kecamatan Rungkut
3. Mengetahui cara mengimplementasikan solusi system pengelolaan greywater yang
telah di pilih
4. Mengetahui cara mengevaluasi hasil implementasi penerapan system pengelolaan
greywater pada kecamatan Rungkut

BAB 2

PEMBAHASAN
4
2.1 Analisis Kondisi Lingkungan

Kecamatan Rungkut berada di Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur, merupakan


daerah yang mengalami perkembangan cukup pesat akibat dari berkembangnya sektor
ekonomi. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Surabaya tahun 2015,
Kecamatan Rungkut berada pada Unit Pengembangan I yang fungsi kegiatannya diarahkan
untuk kegiatan permukiman, pendidikan, konservasi dan industri. Seperti yang kita ketahui
terdapat kawasan industry bernama Surabaya Industrial Estate Rungkut seluas 245 Hektar.
Pengembangan fungsi kegiatan ini berakibat pada banyaknya pendatang dari berbagai daerah
baik dari dalam maupun luar Surabaya sebagai pekerja dan lain-lain. Berdasarkan data yang
diperoleh dalam Kecamatan Rungkut dalam Angka tahun 2018, jumlah penduduk Kecamatan
Rungkut tahun 2017 sebesar 115.438 jiwa dan meningkat dari tahun 2016 yang berjumlah
113.217 jiwa. Kepadatan penduduk di 3 kelurahan bahkan mencapai lebih dari 10.000
jiwa/km2.

Banyaknya pendatang akan berpengaruh terhadap kebutuhan air maupun jumlah air
buangan dari kegiatan sehari-hari. 80% dari pemakaian air bersih akan berubah menjadi air
limbah dan 75% dari total air limbah tersebut merupakan greywater. Berdasarkan kondisi
eksisting, pemakaian air bersih PDAM sebesar 174/liter/orang/hari, sehingga diperolah
volume greywater yang dihasilkan adalah 104,4 liter/orang/hari. Greywater merupakan air
limbah non kakus hasil aktifitas rumah tangga, umumnya berasal dari kamar mandi, mesin
cuci, dan dapur. Selama ini, sistem penyaluran limbah rumah tangga yang biasa digunakan
masyarakat yakni blackwater akan dialirkan ke dalam tangki septik dan diresapkan ke dalam
tanah atau dibuang ke saluran umum. Sedangkan, greywater langsung disalurkan ke saluran
drainase. Padahal, penyaluran greywater menuju drainase ini bertolak belakang dengan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 12 Tahun 2014 yang menganut sistem terpisah
antara jaringan drainase dengan pengumpul air limbah. Sementara di Kecamatan Rungkut
belum terdapat sistem penyaluran dan pengelolaan air limbah yang terpadu.

2.2 Alternatif Solusi

2.2.1. Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dan Anaerobic Filter (AF)

Alternatif 1 yang dipilih untuk pengolahan grey water adalah kombinasi Anaerobic
Baffled Reactor (ABR) dan Anaerobic Filter (AF) merupakan salah satu jenis pengolahan
5
suspended growth yang memanfaatkan sekat (baffle) dalam pengadukan yang bertujuan
memungkinkan terjadinya kontak antara air limbah dan biomass. Pengolahan ini adalah
pengolahan yang murah dari segi operasional, sebab tidak diperlukan penggunaan energi
listrik, dan memiliki efisiensi removal organik yang cukup baik. Namun berdasarkan
penelitian Purwanto (2008), ABR memilik efisiensi removal suspended solid yang kurang
baik, yaitu berkisar antara 40-70%. Zat padat dengan densitas yang mendekati densitas air
dapat terbawa keluar dari kompartemen pertama dan terbawa keluar reaktor bersama dengan
efluen. Oleh karena itu, kemampuan mengolah zat padat bergantung pada batas pemberian
makan (feed line) atau kompartemen pertama. Hal ini dapat pula diatasi dengan penambahan
unit yang dapat membantu pemisahan zat padat (Foxon et al, 2004). Sementara, meskipun
memiliki kelemahan dalam segi pemeliharaan, Anaerobic Filter merupakan salah jenis
pengolahan attached growth yang dapat menurunkan kadar suspended solid dengan baik.

McCarty dan Bachmann (1992, dalam Barber dan Stuckey, 1999), ABR adalah
reaktor yang menggunakan serangkaian dinding (baffle) untuk membuat air limbah yang
mengandung polutan organik untuk mengalir di bawah dan ke atas (melalui) dinding dari
inlet menuju outlet. Pada dasarnya, ABR merupakan pengembangan dari reaktor upflow
anaerobic sludge blanket (UASB). Kriteria desain ABR berdasarkan Sasse (1998) adalah
sebagai berikut:

1. Up flow velocity : < 2 m/jam


2. Panjang : 50-60% dari ketinggian
3. Removal COD : 65-90%
4. Removal BOD : 70-95%
5. Organic loading : < 3 kg COD/m3.hari
6. Hydraulic retention time : > 8 jam
Barber dan Stuckey (1999) menyatakan bahwa hidrodinamika dan tingkat
pengadukan pada reaktor berpengaruh erat terhadap kontak antara substrat dan bakteri,
sehingga terjadi kontrol aliran massa dan performa reaktor. Dalam penelitiannya, Garuti,
Dohanyos, dan Tilche (1992, dalam Barber dan Stuckey, 1999) meneliti limbah perkotaan
sebanyak 350 L dengan COD 264-906 mg/L dan loading rate 2,17 kg/m3hari. Reaktor yang
digunakan dilengkapi 3 chamber dengan HRT 4,8-15 jam, dan suhu 18-28 oC. Reaktor
tersebut berhasil menurunkan kadar COD sebesar 90%. Witthauer dan Stuckey (1982, dalam
Barber dan Stuckey, 1999) menemukan COD removal yang tidak beraturan pada penelitian

6
terhadap grey water sintetik dengan ABR pada loading rates rendah dan retention times
panjang. Hal ini berhubungan dengan sludge blankets yang rendah (kandungan inokulum
kurang dari 3 g VSS/L) yang terjadi akibat pengendapan biomass dalam waktu yang lama..
Purwanto (2008) melakukan penelitian dengan menggunakan reaktor ABR untuk
mengolah limbah domestik rumah susun. Reaktor tersebut terdiri atas 4 kompartemen dengan
dimensi masing-masing kompartemen (15×15×27) cm3. Debit yang digunakan adalah 1
L/jam. Dengan variasi BOD/COD 0,47-0,49, diperoleh efisiensi removal zat organik sebesar
41-60% dan removal TSS sebesar 40-70%. Studi pengolahan low strength wastewater juga
dilakukan oleh Krishna, Kumar, dan Kumar (2009) menggunakan sebuah ABR yang
memiliki delapan kompartemen. Air limbah yang digunakan adalah soluble synthetic
wastewater. Dua variasi yang dilakukan adalah 8 jam dan 10 jam dengan konsentrasi influen
COD masing-masing 502±6,19 mg/L dan 501±7,19 mg/L, sedangkan removal COD masing-
masing 90,0±1,05% dan 90,7±0,4%. ABR mengolah air limbah dengan OLR sebesar 1,2-1,5
g COD/Lhari. Temperatur ABR adalah mesophilic (23-31°C). Studi terhadap ABR pilot
reactor lainnya dilakukan oleh Foxon et al. (2004). Selama lima bulan, performa ABR diteliti
dengan HRT selama 22 jam dan konsentrasi COD influen rata-rata 564 mg/L.
ABR digunakan untuk mengolah air limbah domestik pada sarana sanitasi di
komunitas masyarakat menengah ke bawah. Removal COD rata-rata adalah 58% dengan
COD efluen rata-rata adalah 238 mg/L. Selain itu, konsentrasi TSS juga diukur dalam
penelitian Foxon et al. Rata-rata konsentrasi TSS influen dan efluen masing-masing adalah
225 mg/L dan 127 mg/L.Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Langenhoff, Intrachandra,
dan Stuckey (2000) dengan menggunakan empat ABR (10 L; 8 kompartemen) untuk
mengolah complex dilute soluble atau limbah koloidal (500 mg COD/L). Keempat reaktor
tersebut dimulai dengan HRT 80 jam (pada suhu 35oC) dan secara perlahan HRT tersebut
diturunkan menjadi 6 jam. Pada seluruh HRT yang diujikan menghasilkan removal COD
lebih dari 80%. Pada sebuah ABR, diujikan HRT sebesar 1,3 jam selama 2 hari dan bahkan
dengan debit ini dapat diperoleh removal COD 40%.
Rangkuman dari penggunaan ABR sebagai unit pengolahan low strength wastewater
dapat dilihat pada Tabel

Tabel 2.1 Pengolahan Low Strenght Wastewater Menggunakan Reaktor ABR

7
Jenis biofilter yang digunakan pada penelitian adalah anaerobic filter (filter
anaerobik). Menurut Saravanan dan Sreekrishnan (2006), biofilm reactor adalah suatu
bioreaktor dengan biokatalis berada pada posisi menempel (tidak bergerak), baik pada suatu
media yang tetap ataupun menempel satu sama lain. Anaerobic filter (AF) adalah reaktor
biofilm jenis packed-bed. Biomass membentuk lapisan film di permukaan media. Proses
pengolahan zat organik terjadi dengan cara mengalirkan air limbah di antara media yang
dilapisi biofilm tersebut. Meskipun aliran dapat disusun secara upflow maupun downflow,
cara upflow adalah yang paling sering digunakan.

Pada penelitian ini, dilakukan penggabungan (kombinasi) kedua proses pengolahan,


ABR dan Anaerobic Filter, untuk memperoleh hasil pengolahan yang optimum. Dengan
adanya suatu paket pengolahan grey water skala komunal yang dapat menurunkan kadar zat
organik secara efektif, dan efisien, dapat dilakukan pencegahan pencemaran air permukaan
oleh grey water. Debit dan konsentrasi grey water yang fluktuatif sehingga dapat
mempengaruhi hidrolika dan efisiensi reaktor pengolah limbah. Hydraulic Loading Rate
(HLR) dan Organic Loading Rate (OLR) berpengaruh pada performa unit pengolahan

8
biologis. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan waktu detensi aktual
reaktor berdasarkan variasi HLR paket pengolahan grey water model kombinasi ABR-AF.
Selain itu, dilakukan pula uji untuk menentukan pengaruh perubahan OLR terhadap efisiensi
paket pengolahan grey water model kombinasi ABR-AF.

2.2.2 Lahan Basah Buatan (Constructed Wetlands =CWs)

CWs merupakan sistem pengolahan limbah cair yang menirukan proses alam dalm
memperbaiki kualitas air dengan menyisihkan polutan yang terkanung di dalam air limbah
melalui proses fisik(penyaringan dan sedimentasi), proses biologi (pertumbuhan mikriba dan
tanaman air) dan Proses mekanik. Proses dinamis yang terjadi di dalam CWs melibatkan
beberapa unsur antara lain: air, media filter atau substrate (pasir, kerikill, atau media filtrasi
lainnya, tanaman air (macrophute, litter (daun atau batang tanaman yang gugur) dan beragam
mikroorganisme. CWs merupakan sistem yang komplek dan sulit dipahami karena proses
fidik, biologi, mekanik dan bahkan kimia terjadi secara aktif dan masing-masing komponen
saling mempengaruhi, maka CWs disebut sebagai “black boxes”. Untuk pengolahan
Greywater menggunakan tanaman air sebagai media pengolahan limbah dan beberapa
literatur. CWs efektif digunakan untuk mengolah air bekas (greywater), namun desain lahan
basah buatan memepengaruhi efisiensinya. Tanah mampu mereduksi konsentrasi penccmar
organik dan bakteri fekal. Bila lahan basah buatan didesain dengan baik, mampu
menghasilkan efluen yang jernih dan tidak berbau.

Komponen CWs

Terdiri dari air, media lolos air (substrate), tanaman air dan mikroorganisme yang
tumbuh didalam lahan basah. Air menghubungkan semua dungsi didalam lahan basah, dan
efisiensi pengelolaan limbah di CWs tergangtung sifat Limbah yang bersngkutan. Substrate
yang biasnaya digunakan seperti pasir, kerikil atau pecahan batu. Fungsi substrate iyu sendiri
diantaranya sebagai media tumbuh bagi tanaham air, mensuport transformasi biologi dan
kimia dan membantu menyisihkan partikel halus melalui sedimentasi, adsorbsi dan filtrasi.

Lapisan media bertindak sebagai filter mekanik dan filter biologi. Filter mekanik
menyaring polutan suspended dan microbial solid, sedangkan polutan organik diserap oleh
biofilm. Melalui proses biologi semua kanungan organik di hancurkan oleh MO yang tumbuh
oada oermukaan tahan/pasir atau akar tanaman air. Komponen tanaman air merupakan
komponen utama dalam lahan basah buatan. Karena keberadaan tanaman disebut green
9
technology. Tanaman yang digunakan adalah tnaman yang terdapat di perairan atau lahan
basah yang di bantaran sungai atau rawa. Terdapat 4 kelompok yaitu: emergent plant, floating
leaved plant, submerged plant dan free floating plant.

Menurut (Suriawiria, 1993) klasifikasi Lahan Basah Buatan (Constructed Wetlands)


berdasarkan jenis tanaman yang digunakan, terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :

1. Sistem yang menggunakan tanaman makrophyta dalam air (Submerged) dan


umumnya digunakan pada sistem Lahan Basah Buatan tipe Aliran Permukaan
(Surface Flow Wetlands).

Gambar 2.1 Surface Flow Wetlands


Sumber : Vymaza,.2010
2. Sistem yang menggunakan tanaman makrophyta yang akarnya tenggelam atau sering
disebut juga amphibiuos plants dan biasanya digunakan untuk Lahan Basah Buatan
tipe Aliran Bawah Permukaan (Subsurface Flow Wetlands)

Gambar 2.2 Subsurface Flow Wetlands


Sumber : Vymazal, 2010

Cara Pembuatan dan metode CWs Horizontal subsurface flow

Dibuat Dimensi 1.7 m x 0,7 m x 0,7 m, Bak reakttor terbuat dari material galvanum,
Substrate terdiri dari material pasir dan kerikil dengan kedalaman media 50cm. Untuk
Mengisi zona pertumbuhan tanaman air sepanjang 130cm. Tanaman yang di gunakan cyperus
papyrus ditanam dengan interval 25 cm. Proses pertumbuhan tanaman dan penyesuaian di
10
lingkungan bari dilakukan hingga tanaman tumbuh 60 cm. Proses aklimatisasi tanaman
terhadap greywater dilakukan dengan mengalirkan greywater dengan konsentrasi yang
bertahap. Sebelum di alirkan ke CWs terlebih dahulu masuk kedalam sedimentasi.

2.2.3 Saringan Pasir

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 3981:2008 tentang perencanaan


instalasi saringan pasir lambat, saringan pasir lambat merupakan bak saringan yang
menggunakan pasir sebagai media filter dengan ukuran butiran sangat kecil, namun
mempunyai kandungan kuarsa yang tinggi. Proses penyaringan berlangsung secara gravitasi,
sangat lambat, dan simultan pada seluruh permukaan media. Proses penyaringan merupakan
kombinasi antara proses fisis (filtrasi, sedimentasi dan adsorpsi), proses biokimia dan proses
biologis.

Saringan pasir lambat lebih cocok mengolah air yang mempunyai kekeruhan sedang
sampai rendah, dan konsentrasi oksigen terlarut (dissolved oxygen) sedang sampai tinggi.
Kandungan oksigen terlarut tersebut dimaksudkan untuk memperoleh proses biokimia dan
biologis yang optimal. Apabila air mempunyai kandungan kekeruhan tinggi dan konsentrasi
oksigen terlarut rendah, maka sistem saringan pasir lambat membutuhkan pengolahan
pendahuluan, yang direncanakan terpisah sebelumnya.

Gambar 2.3 . Skematik Penampang Saringan Pasir Lambat

Sumber: AWWARF, 1991

Adapun kelebihan saringan pasir lambat dibandingkan jenis yang lain adalah
rendahnya biaya yang diperlukan baik dari segi konstruksi maupun operasinya. Desain
bangunannya yang tidak rumit dan kemudahan material penyaringnya untuk dicari menjadi
nilai tambah untuk saringan pasir lambat. Selain itu, dalam sistem pengoperasiannya tidak
memerlukan skill tenaga kerja yang tinggi. Kelebihan yang tidak kalah penting adalah
minimnya masalah yang timbul akibat masalah lumpur (sludge) baik dari segi tampungan,

11
pengeringan, ataupun pembuangannya. Bagi pasir media yang baru pertama kali dipasang
dalam bak saringan, diperlukan masa operasi penyaringan awal, secara normal dan terus
menerus selama waktu kurang lebih tiga bulan. Tujuan operasi awal adalah untuk
mematangkan media pasir penyaring dan membentuk lapisan kulit saringan (schmutzdecke),
yang kelak akan berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses biokimia dan proses
biologis.

Mekanisme Filtrasi dengan Saringan Pasir Lambat

Menurut WHO pada bukunya Slow Sand Filtration, filtrasi pada saringan pasir lambat
berarti melewatkan air baku atau air yang akan diolahnya ke dalam berbagai lapisan. Saat
substansi-substansi berbahaya yang terkandung di dalam air baku terbawa dan berhubungan
langsung dengan butiran-butiran pasir, maka substansi tersebut akan tertahan akibat tingkat
kerapatannya tinggi. Selagi substansi berbahaya tertahan oleh butiran pasir, terjadi proses
degradasi secara kimia ataupun biologi yang menguraikan substansi tadi menjadi bentuk yang
lebih sederhana.

Secara garis besar, banyaknya perlakuan yang diterima substansi berbahaya di tiap
lapisan filter dibagi menjadi dua proses utama, yakni mekanisme secara fisik dan mekanik
serta mekanisme secara biologi. Pada mekanisme fisik dan mekanik, proses penahan
merupakan tahapan yang paling berpengaruh dalam mengurangi substansi-substansi
berbahaya dalam air baku. Untuk menghilangkan substansi tersebut terdapat dua proses yang
harus terpenuhi. Pertama, substansi tersebut harus dipindahkan untuk dapat berhubungan
langsung dengan butiranbutiran pasir (pengangkutan). Kedua, substansi tersebut harus
melekat pada butiran pasir (pelekatan).

Ukuran media pasir saringan yang sangat kecil akan membentuk ukuran pori-pori
antara butiran sangat kecil pula. Meskipun ukuran pori-porinya sangat kecil, ternyata masih
belum mampu menahan partikel koloid dan bakteri yang ada dalam air baku. Akan tetapi
dengan aliran yang berkelok-kelok melalui pori-pori saringan dan juga lapisan kulit saringan,
maka gradien kecepatan yang terjadi memberikan kesempatan pada partikel halus, untuk
saling berkontak satu sama lain, dan membentuk gugusan yang lebih besar, yang dapat
menahan partikel sampai pada kedalaman tertentu, dan menghasilkan filtrat yang aman dan
baik.

12
Gambar 2.4 Desain Saringan Pasir Portable

Alat dan Bahan

A. Alat
1. Tap Kran
2. Stop Kran
3. Tee
4. Sock Drat Dalam
5. Knie
6. Pipa PVC
7. Dop Pipa 4”

B. Bahan
1. Filter
2. Pasir Halus
3. Kerikil
4. Greywater
5. Ijuk

Cara Membuat

1. Siapkan wadah dari pipa PVC yang berfungsi untuk mengendapkan kotoran yang ada
di dalam air. Agar proses pengendapan berjalan sempurna, di bawah wadah ini kita
letakkan batu-batu kali.
2. Di bawah wadah pertama itu, lalu kita buat wadah kedua yang berfungsi untuk
menampung air yang keluar dari wadah pengendapan.

3. Dalam wadah (penyaringan) itu, kita masukkan komposisi bahan yang telah kita
persiapkan sebelumnya. jika diurutkan dari bawah, lapisan itu terdiri dari lapisan filter
setebal 15 cm, lapisan pasir halus setebal 15 cm, lapisan kerikil setebal 10 lalu ikuti
sesuai Gambar 2.
13
4. Air yang kemudian keluar dari lapisan terbawah wadah penyaringan lalu kita salurkan
ke wadah akhir yang berfungsi sebagai bak penampung air bersih yang sudah selesai
disaring. Wadah penampung ini posisinya tepat berada di bawah wadah penyaringan.

2.3 Penentuan Solusi

Kriteria Pemilihan Alternatif

Untuk mengolah grey water ada beberapa alternatif pengolahan. Untuk menentukan alternatif
mana yang akan digunakan maka dilakukan scoring. Ada beberapa kriteria yang akan di nilai
dalam menentukan alternatif pengolahan, yaitu sebagai berikut:

 Kehandalan masing-masing alternative


 Kemudahan dalam operasional
 Kemudahan dalam maintenance
 Dampak untuk lingkungan sekitar
 Biaya operasional dan pemeliharaan
 Biaya pembangunan
 Lokasi peletakan konstruksi
 Keberlanjutan (ke masyarakat)

2.3.1 Scoring Alternafi 1 ( Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dan Anaerobic Filter
(AF))

Tabel 2.2 Scroing Alternatif 1

Scoring (1-10)

Kriteria Penilaian Keterangan

Kehandalan alternative 7 Mampu mengolah senyawa


organik, BOD, dan COD
yang ada pada grey water
dengan effisiensi 60%-95%.
Namun untuk SS hanya 40-
60%

14
Kemudahan dalam operasional 9 Pengolahan yang murah dari
segi operasional, sebab tidak
diperlukan penggunaan
energi listrik

Kemudahan dalam maintenance 7 Pemeliharaan perlu


dilakukan secara rutin dan
perlu pembersihan filter
secara berkala agar
pengolahan dapat optimal

Dampak untuk lingkungan sekitar 9 Effluent berupa air baku


yang tidak mencemari
lingkungan

Biaya operasional dan 8 Butuh SDM untuk


pemeliharaan mengoperasi kan reaktor
serta melakukan
pemeliharaan

Lokasi peletakan konstruksi 7 Membutuhkan lahan untuk


membangun reaktor

Biaya pembangunan 7 Biaya pembangunan cukup


mahal

Keberlanjutan (ke masyarakat) 9 Dapat digunakan untuk


jangka panjang jika dirawat
dengan baik

Total 63

Nilai Akhir 7

2.3.2 Scoring Alternatif 2 (Lahan Basah Buatan (Constructed Wetlands =CWs))

Tabel 2.3 Scoring Alternatif 2 (Constructed Wetlands / CWs)


15
Kriteria Penilaian Scoring (1-10) Keterangan

Kehandalan masing-masing alternative 7 Efektif untuk mengolah


greywater. Efisiensi
penyisihan sangat
bergantung pada desain
lahan basah. CWs
merupakan sistem yang
komplek dan sulit dipahami
karena proses fisik, biologi,
mekanik dan bahkan kimia
terjadi secara aktif dan
masing-masing komponen
saling mempengaruhi.

Kemudahan dalam operasional 9 Mudah dalam segi


operasional karena tidak
membutuhkan sumber
energy seperti listrik

Kemudahan dalam maintenance 7 Perlu dilakukan


perawatan dan
pemeliharaan secara rutin
agar pengolahan tetap
optimal

Dampak untuk lingkungan sekitar 8 Apabila CWs didesain


dengan baik maka mampu
menghasilkan efluen yang
jernih dan tak berbau

Biaya operasional dan pemeliharaan 7 Dibutuhkan SDM yang


paham cara mendesain,
mengoperasikan serta
melakukan pemeliharaan

Lokasi peletakan konstruksi 9 Reactor tidak


membutuhkan lahan yang
terlalu luas

Biaya pembanguan 8 Biaya yang dibutuhkan


tidak terlalu besar

Keberlanjutan (ke masyarakat) 8 Diperlukan perhatian


lebih karena memang
membutuhkan
pengetahuan khusus untuk

16
menjalankan reaktor

Total 63

Nilai Akhir 7

2.3.3 Scoring Alternatif 3 (Saringan Pasir)

Tabel 2.4 Scroing Alternatif 3

Kriteria Penilaian Scoring (1-10) Keterangan

Kehandalan masing-masing 8 Minimnya masalah yang timbul


alternative akibat masalah lumpur (sludge)
baik dari segi tampungan,
pengeringan, ataupun
pembuangannya

Kemudahan dalam operasional 9 Penggunaanya sederhana


karena system alatnya
sederhana. Sistem
pengoperasiannya tidak
memerlukan skill tenaga kerja
yang tinggi

Kemudahan dalam maintenance 9 Mudah dalam pemeliharaan


karena alat dan bahan
pengganti mudah didapatkan
dan system/ desain alat yang
sederhana.

Dampak untuk lingkungan sekitar 10 Memberikan manfaat yang baik


untuk lingkungan dengan
mengolah limbah yang ada

Biaya operasional dan pemeliharaan 10 Operasioanlnya tidak rumit dan


tidak membutuhkan banyak
pekerja.

Lokasi peletakan konstruksi 9 Tidak membutuhkan lahan

17
yang begitu luas. Tergantung
pada kapasitas grey water yang
ingin diolah

Biaya pembanguan 10 Desain bangunannya yang tidak


rumit dan kemudahan material
penyaringnya untuk dicari

Keberlanjutan (ke masyarakat) 9 Material yang digunakan


mudah didapatkan masyarkat
dan harga terjangkau serta
operasionalnya mudah
dilakukan oleh masyrakat.

Total 74

Nilai Akhir 8,22

2.3.4. Alternatif Terpilih

Alternatif terpilih untuk pengolahan grey water adalah saringan pasir lambat. Hal ini
dikarenakan saringan pasir lambat cocok untuk mengolah air yang memiliki itngkat
kekeruhan sedang hingga rendah serta kadar oksigen terlarut sedang sampai tinggi. Adapun
kelebihan saringan pasir lambat dibandingkan jenis yang lain adalah rendahnya biaya yang
diperlukan baik dari segi konstruksi maupun operasinya. Desain bangunannya yang tidak
rumit dan kemudahan material penyaringnya untuk dicari menjadi nilai tambah untuk
saringan pasir lambat. Selain itu, dalam sistem pengoperasiannya tidak memerlukan skill
tenaga kerja yang tinggi. Kelebihan yang tidak kalah penting adalah minimnya masalah yang
timbul akibat masalah lumpur (sludge) baik dari segi tampungan, pengeringan, ataupun
pembuangannya.

Kemudian berdasarkan hasil skoring didapatkan nilai yang cukup tinggi untuk tiap kriteria
pemilihan alternatif. Pengolahan grey water berbasis masyarakat akan lebih baik jika
prosedur operasionalnya mudah/tidak terlalu rumit sehingga masyarakat dapat mengelola dan
memelihara sendiri dengan baik. Selain itu, pengolahan grey water ini juga akan lebih baik
jika tidak membutuhkan lahan yang terlalu luas karena instalasi/fasilitas ini berada sekitar
atau tidak jauh dari kawasan pemukiman yang kemungkinan sudah padat penduduk sheingga

18
akan lebih baik jika fasilitas pengolahan ini tidak membutuhkan lahan yang terlalu luas. Hal
ini sesuai dengan lahan yang dibutuhkan untuk membuat alternative fasilitas pengolahan grey
water dengan saringan pasir lambat.

2.4 Perencanaan Implementasi

Berdasarkan analisis kondisi di Kecamatan Rungkut, Surabaya mengalami


perkembangan cukup pesat akibat dari berkembangnya sektor ekonomi yang mengakibatkan
banyaknya pendatang dari berbagai daerah yang akan berpengaruh terhadap kebutuhan air
maupun jumlah air buangan dari kegiatan sehari-hari. Namun di Kecamatan Rungkut belum
terdapat sistem penyaluran dan pengelolaan air limbah yang terpadu yang mengakibatkan
kualitas sanitas yang rendah serta pencemarah air tanah. Sesuai dengan hasil scoring dan
analisis pemilihan alternatif, pengolahan yang akan digunakan adalah saringan pasir lambat.

Berikut merupakan analisis pembangunan dan implementasi unit pengolahan saringan


pasir lambat untuk wilayah Kecamatan Rungkut :

a. Tahapan perencanaan berupa pembuatan masterplan atau penyusunan rencana induk


seluruh kegiatan pembangunan mulai dari penentuan kualitas yang diinginkan, studi
kelayakan, perancangan DED, sosialiasi ide, penetapan tujuan, penetapan rencana
kerja, pembentukan pengurus, perencanaan anggaran kegiatan, kebutuhan lahan,
danpencairan dana dalam pembangunan.
b. Tahapan pelaksanaan adalah aktivitas pembangunan sarana dan prasarana,
pembangunan unit pengolahan, penggunaan unit pengolahan, serta kegiatan
perawatan.
c. Tahapan pemanfaatan dan pengelolaan adalah hasil yang diperoleh dari proses
saringan pasir oleh warga. Pelaksanaan kegiatan pengolahan limbah dengan
menggunakan saringan pasir lambat hingga mendapatkan kualitas sanitasi yang
diharapkan, serta termasuk didalamnya upaya menjaga dan merawat atau mengelola.
d. Tahapan Evaluasi adalah melakukan penilaian terhadap hasil pembangunan apakah
telah sesuai dengan rencana awal pembangunan, baik dari segi bangunan maupun dari
segi kualitas hasil pengolahan.

Pada saat pelaksanaan kegiatan pembangunan, harus dibuat suatu laporan


pertanggungjawaban yang disampaikan kepada Walikota Surabaya. Laporan
pertanggungjawaban tersebut sekurang-kurangnya harus memuat hal-hal sebagai berikut :
19
a. Uraian kegiatan yang telah dilaksanakan
b. Realisasi waktu dan penggunaan anggaran yang digunakan dalam pelaksanaan
kegiatan
c. Personil yang terlibat
d. Laporan dilampiri dengan foto hasil pekerjaan 100% kuitansi belanja,penerimaan
upah, dan lain-lain.

Selanjutnya akan dijelaskan mengenai partisipasi masyarakat pada beberapa tahapan


pembangunan. Tahapan tersebut dibagi menjadi empat bagian yaitu tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan, tahap pemanfaatan dan pengelolaan serta tahap evaluasi.

a. Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Perencanaan

Keterlibatan masyarakat meliputi kehadirannya dalam pertemuan perencanaan program,


aktivitas yang dilakukan dalam pertemuan, keikutsertaannya dalam pengambilan keputusan,
Pertemuan ini akan membahas mengenai sosialisasi program dari pemerintah, lokasi
pembangunan saringan pasir, rencana anggaran pembangunan saringan pasir serta
perancanagan sistem bangunan saringan pasir.

b. Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini pemerintah dapat membuka lahan pekerjaan bagi masyarakat, sehingga dapat
meningkatkan keinginan masyarakat dalam berpartisipasi. Masyarakat dapat pula
berpartisipasi dengan menyumbangkan pikiran,materi,bahan makanan,dan sebagainya.

c. Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Tahap Pemanfaatan dan Pengelolaan

Pemanfaatan hasil pembangunan merupakan wujud penerimaan masyarakat terhadap hasil


pembangunan dengan asumsi bahwa apabila masyarakat bersedia untuk memanfaatkan suatu
hasil pembangunan berarti masyarakat secara langsung maupun tidak langsung juga
menerima hasil pembangunan tersebut. Manfaat yang diperoleh masyarakat dari
pembangunan saringan pasir adalah agar dapat meningkatkan kualitas sanitas sehingga
terciptanya lingkungan yang bebas dan sehat serta bebas dari pencemaran. Kemudian,
masyarakat dihimpau untuk merawat bangunan saringan pasir agar tidak merusak atau
menghambar fungsi kerja saringan pasir.

d. Tingkat Partisipasi pada Tahap Evaluasi

20
Pada tahap evaluasi masyarakat akan menilai terhadap hasil pembangunan apakah sudah
sesuai dengan rencana awal yang telah ditetapkan ataupun sesuai dengan harapan dan
kebutuhan masyarakat. Masyarakat yang sudah memanfaatkan maupun melihat hasil
pembangunan saringan pasir maka dapat melakukan penilaian terhadap hasil pembangunan
tersebut. Partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi ditekankan pada perhatian, penilaian dan
pelaporan hasil pembangunan yang mereka lakukan. Evaluasi yang mereka lakukan tersebut
diharapkan berguna sebagai masukan untuk pembangunan selanjutnya.

2.5 Perencanaan Cara Mengevaluasi Implementasi

MONITORING DAN EVALUASI IMPLEMENTASI

Referensi: Pelaksana: Pelaksanaan:

 Pedoman Air Limbah  Pokja Kecamatan Disesuaikan dengan ruang


 Pedoman Sanimas (koordinator) lingkup dari masing-masing
 Pokja Kota (Supprot) kegiatan
 Pokja Prov (Support)

Deskripsi  Monitoring dan evaluasi dilakukan secara paralel


dengan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
(persiapan, pembangunan, operasi dan pemeliharaan)
 Hasil monitoring dilaporkan secara berkala melalui
Laporan Triwulan
 Laporan Triwulan berisikan progress dari masing-
masing kegiatan yang dilaksanakan serta kondisi dan
permasalahan yang terjadi di lapangan
 Bila dari hasil monitoring dan evaluasi
mengindikasikan terjadinya penyimpangan, Pokja
harus dapat memberikan saran dan masukan dalam
rangka pengambilan tindakan korektif

Tujuan  Memantau implementasi seluruh kegiatan agar dapat


berlangsung sesuai rencana
 Mengevaluasi capaian hasil pelaksanaan kegiatan
dengan melakukan kunjungan lapangan dan
menggunakan instrumen yang telah ditentukan
 Menyiapkan laporan setiap triwulan untuk
disampaikan kepada Kepala Daerah mengenai
perkembangan pelaksanaan program dan kegiatan
 Memberikan saran dan rekomendasi terkait tindakan

21
korektif apabila terjadi penyimpangan

Sasaran  Terlaksananya monitoring, evaluasi, dan pelaporan


 Tersampaikannya saran dan rekomendasi kepada
masing-masing pelaksana kegiatan dengan tindakan
korektif apabila terjadi penyimpangan

Langkah-langkah Beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan:

 Monitoring secara rutin


 Rapat koordinasi
 Kunjungan Lapangan
 Evaluasi secara regular

Kegiatan yang harus dilakukan:

Monitoring secara rutin

 Masing-masing anggota Pokja melakukan monitoring secara rutin atas


kegiatan/pekerjaan yang dilakukan oleh instansi/masyarakat terkait
 Anggota Pokja menyampaikan hasil monitoring kepada Sekretariat Pokja

Rapat Koordinasi

 Masing-masing anggota Pokja aktif mengikuti Rapat Koordinasi yang berkaitan


dengan pelaksanaan kegiatan/pekerjaan yang dilaksanakan instansi maupun
masyarakat agar dapat mengikuti perkembangan dari masing-masing
kegiatan/pekerjaan tersebut.
 Anggota Pokja aktif memberikan saran dan rekomendasi selama masih sesuai
denganTupoksinya
 Anggota Pokja membuat catata/berita acara Rapat Koordinasi
 Anggota Pokja menyampaikan hasil Rapat Koordinasi kepada Sekretariat Pokja

Kunjungan Lapangan

 Masing-masing anggota Pokja aktif mengikuti acara Kunjungan Lapangan yang


berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan/pekerjaan yang dilaksanakan instansi maupun
masyarakat agar dapat mengikuti perkembangan dari masing-masing
kegiatan/pekerjaan tersebut
 Anggota Pokja menyampaikan hasil Kunjungan Lapangan kepada Sekretariat Pokja

22
Evaluasi Reguler

 Berdasarkan masukan dari laporan-lapora yang disebutkan di atas (monitoring rutin,


rapat koordinasi, dan kunjungan lapangan) yang dilakukan oleh masing-masing
anggota Pokja, dilakukan Evaluasi Reguler bersama masyarakat dan seluruh anggota
Pokja
 Evaluasi Reguler membahas secara menyeluruh mengenai progress dan kendala
dalam pelaksanaan program di Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya dan
rekomendasinya untuk penyempurnaan lebih lanjut
 Hasil evaluasi reguler kemudian disampaikan ke Pokja Kota dan Provinsi sebagai
bahan pertimbangan dan tindak lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

23
Kadlec, RH and Wallace, SD. 2009. Treatment Wetlands 2nd edition. CRC Press, Taylor &
Francis Group.

Qomariyah, Siti. 2017. Lahan Basah Buatan Sebagai Pengolahan Limbah Cair dan Penyedia
Air Non Konsumsi.USM

Vymazal, j. 2010. Plant used in constructed wetland with horizontal subsurface flow: a rivew
hydrobiologia. 674, 133-156

Annonimous, "Design Criteria For Waterworks Facilities", Japan Water Works Association,
1978.

Tambo, N., and Okasawara, K., "Jousui no Gijutsu", Gihoudo Shuppan, Tokyo, 1992.

Viessman, W. JR.and Hammer, "Water Supply And Pollution Control", Fourth Edition, Harper
& Row Publishers, New York

24

Anda mungkin juga menyukai