Disusun Oleh :
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
..
.. 3 1.1
Rumusan Masalah
...
.. ..3
1.2 Tujuan
..…
... 4
BAB 2 PEMBAHASAN
...…
... .5
2.1 Analisis Kondisi Lingkungan
.
….…. ..5
2.2 Alternatif Solusi
..….... 6
2.2.1 Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dan Anaerobic Filter (AF)…...
... ......6
2.2.2 Lahan Basah Buatan (Constructed Wetlands =CWs)
............. 9
2.2.3 Saringan Pasir
......................................................................... 11
2.3 Penentuan Solusi
.............................................................................. 14
2.3.1 Scoring Alternafi 1 ( Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dan Anaerobic
Filter (AF))
............................................................................ 15
2.3.2 Scoring Alternatif 2 (Lahan Basah Buatan (Constructed Wetlands
=CWs))
.................................................................................... 16
2.3.3 Scoring Alternatif 3 (Saringan Pasir)
.................................... 17
2.3.4 Alternatif Terpilih
................................................................. 19
2.4 Perencanaan Implementasi
............................................................... 11
2.5 Perencanaan Cara Mengevaluasi Implementasi
.............................. 21
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Air bekas adalah bagian dari limbah domestik dengan volume terbesar dan kualitas
yang memungkinkan didaur ulang setelah melalui proses pengolahan. Air limbah yang didaur
ulang dapat dimanfaatkan sebagai air irigasi, air untuk lanskap, air pembilas, serta air untuk
pemadaman api. Salah satu aspek penerapan pengelolaan lingkungan adalah konservasi air,
meminimalkan pemakaian air hasil proses daur ulang untuk air taman dan flushing toilet dan
urinal.
1.2 Tujuan
BAB 2
PEMBAHASAN
4
2.1 Analisis Kondisi Lingkungan
Banyaknya pendatang akan berpengaruh terhadap kebutuhan air maupun jumlah air
buangan dari kegiatan sehari-hari. 80% dari pemakaian air bersih akan berubah menjadi air
limbah dan 75% dari total air limbah tersebut merupakan greywater. Berdasarkan kondisi
eksisting, pemakaian air bersih PDAM sebesar 174/liter/orang/hari, sehingga diperolah
volume greywater yang dihasilkan adalah 104,4 liter/orang/hari. Greywater merupakan air
limbah non kakus hasil aktifitas rumah tangga, umumnya berasal dari kamar mandi, mesin
cuci, dan dapur. Selama ini, sistem penyaluran limbah rumah tangga yang biasa digunakan
masyarakat yakni blackwater akan dialirkan ke dalam tangki septik dan diresapkan ke dalam
tanah atau dibuang ke saluran umum. Sedangkan, greywater langsung disalurkan ke saluran
drainase. Padahal, penyaluran greywater menuju drainase ini bertolak belakang dengan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 12 Tahun 2014 yang menganut sistem terpisah
antara jaringan drainase dengan pengumpul air limbah. Sementara di Kecamatan Rungkut
belum terdapat sistem penyaluran dan pengelolaan air limbah yang terpadu.
Alternatif 1 yang dipilih untuk pengolahan grey water adalah kombinasi Anaerobic
Baffled Reactor (ABR) dan Anaerobic Filter (AF) merupakan salah satu jenis pengolahan
5
suspended growth yang memanfaatkan sekat (baffle) dalam pengadukan yang bertujuan
memungkinkan terjadinya kontak antara air limbah dan biomass. Pengolahan ini adalah
pengolahan yang murah dari segi operasional, sebab tidak diperlukan penggunaan energi
listrik, dan memiliki efisiensi removal organik yang cukup baik. Namun berdasarkan
penelitian Purwanto (2008), ABR memilik efisiensi removal suspended solid yang kurang
baik, yaitu berkisar antara 40-70%. Zat padat dengan densitas yang mendekati densitas air
dapat terbawa keluar dari kompartemen pertama dan terbawa keluar reaktor bersama dengan
efluen. Oleh karena itu, kemampuan mengolah zat padat bergantung pada batas pemberian
makan (feed line) atau kompartemen pertama. Hal ini dapat pula diatasi dengan penambahan
unit yang dapat membantu pemisahan zat padat (Foxon et al, 2004). Sementara, meskipun
memiliki kelemahan dalam segi pemeliharaan, Anaerobic Filter merupakan salah jenis
pengolahan attached growth yang dapat menurunkan kadar suspended solid dengan baik.
McCarty dan Bachmann (1992, dalam Barber dan Stuckey, 1999), ABR adalah
reaktor yang menggunakan serangkaian dinding (baffle) untuk membuat air limbah yang
mengandung polutan organik untuk mengalir di bawah dan ke atas (melalui) dinding dari
inlet menuju outlet. Pada dasarnya, ABR merupakan pengembangan dari reaktor upflow
anaerobic sludge blanket (UASB). Kriteria desain ABR berdasarkan Sasse (1998) adalah
sebagai berikut:
6
terhadap grey water sintetik dengan ABR pada loading rates rendah dan retention times
panjang. Hal ini berhubungan dengan sludge blankets yang rendah (kandungan inokulum
kurang dari 3 g VSS/L) yang terjadi akibat pengendapan biomass dalam waktu yang lama..
Purwanto (2008) melakukan penelitian dengan menggunakan reaktor ABR untuk
mengolah limbah domestik rumah susun. Reaktor tersebut terdiri atas 4 kompartemen dengan
dimensi masing-masing kompartemen (15×15×27) cm3. Debit yang digunakan adalah 1
L/jam. Dengan variasi BOD/COD 0,47-0,49, diperoleh efisiensi removal zat organik sebesar
41-60% dan removal TSS sebesar 40-70%. Studi pengolahan low strength wastewater juga
dilakukan oleh Krishna, Kumar, dan Kumar (2009) menggunakan sebuah ABR yang
memiliki delapan kompartemen. Air limbah yang digunakan adalah soluble synthetic
wastewater. Dua variasi yang dilakukan adalah 8 jam dan 10 jam dengan konsentrasi influen
COD masing-masing 502±6,19 mg/L dan 501±7,19 mg/L, sedangkan removal COD masing-
masing 90,0±1,05% dan 90,7±0,4%. ABR mengolah air limbah dengan OLR sebesar 1,2-1,5
g COD/Lhari. Temperatur ABR adalah mesophilic (23-31°C). Studi terhadap ABR pilot
reactor lainnya dilakukan oleh Foxon et al. (2004). Selama lima bulan, performa ABR diteliti
dengan HRT selama 22 jam dan konsentrasi COD influen rata-rata 564 mg/L.
ABR digunakan untuk mengolah air limbah domestik pada sarana sanitasi di
komunitas masyarakat menengah ke bawah. Removal COD rata-rata adalah 58% dengan
COD efluen rata-rata adalah 238 mg/L. Selain itu, konsentrasi TSS juga diukur dalam
penelitian Foxon et al. Rata-rata konsentrasi TSS influen dan efluen masing-masing adalah
225 mg/L dan 127 mg/L.Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Langenhoff, Intrachandra,
dan Stuckey (2000) dengan menggunakan empat ABR (10 L; 8 kompartemen) untuk
mengolah complex dilute soluble atau limbah koloidal (500 mg COD/L). Keempat reaktor
tersebut dimulai dengan HRT 80 jam (pada suhu 35oC) dan secara perlahan HRT tersebut
diturunkan menjadi 6 jam. Pada seluruh HRT yang diujikan menghasilkan removal COD
lebih dari 80%. Pada sebuah ABR, diujikan HRT sebesar 1,3 jam selama 2 hari dan bahkan
dengan debit ini dapat diperoleh removal COD 40%.
Rangkuman dari penggunaan ABR sebagai unit pengolahan low strength wastewater
dapat dilihat pada Tabel
7
Jenis biofilter yang digunakan pada penelitian adalah anaerobic filter (filter
anaerobik). Menurut Saravanan dan Sreekrishnan (2006), biofilm reactor adalah suatu
bioreaktor dengan biokatalis berada pada posisi menempel (tidak bergerak), baik pada suatu
media yang tetap ataupun menempel satu sama lain. Anaerobic filter (AF) adalah reaktor
biofilm jenis packed-bed. Biomass membentuk lapisan film di permukaan media. Proses
pengolahan zat organik terjadi dengan cara mengalirkan air limbah di antara media yang
dilapisi biofilm tersebut. Meskipun aliran dapat disusun secara upflow maupun downflow,
cara upflow adalah yang paling sering digunakan.
8
biologis. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan waktu detensi aktual
reaktor berdasarkan variasi HLR paket pengolahan grey water model kombinasi ABR-AF.
Selain itu, dilakukan pula uji untuk menentukan pengaruh perubahan OLR terhadap efisiensi
paket pengolahan grey water model kombinasi ABR-AF.
CWs merupakan sistem pengolahan limbah cair yang menirukan proses alam dalm
memperbaiki kualitas air dengan menyisihkan polutan yang terkanung di dalam air limbah
melalui proses fisik(penyaringan dan sedimentasi), proses biologi (pertumbuhan mikriba dan
tanaman air) dan Proses mekanik. Proses dinamis yang terjadi di dalam CWs melibatkan
beberapa unsur antara lain: air, media filter atau substrate (pasir, kerikill, atau media filtrasi
lainnya, tanaman air (macrophute, litter (daun atau batang tanaman yang gugur) dan beragam
mikroorganisme. CWs merupakan sistem yang komplek dan sulit dipahami karena proses
fidik, biologi, mekanik dan bahkan kimia terjadi secara aktif dan masing-masing komponen
saling mempengaruhi, maka CWs disebut sebagai black boxes. Untuk pengolahan
Greywater menggunakan tanaman air sebagai media pengolahan limbah dan beberapa
literatur. CWs efektif digunakan untuk mengolah air bekas (greywater), namun desain lahan
basah buatan memepengaruhi efisiensinya. Tanah mampu mereduksi konsentrasi penccmar
organik dan bakteri fekal. Bila lahan basah buatan didesain dengan baik, mampu
menghasilkan efluen yang jernih dan tidak berbau.
Komponen CWs
Terdiri dari air, media lolos air (substrate), tanaman air dan mikroorganisme yang
tumbuh didalam lahan basah. Air menghubungkan semua dungsi didalam lahan basah, dan
efisiensi pengelolaan limbah di CWs tergangtung sifat Limbah yang bersngkutan. Substrate
yang biasnaya digunakan seperti pasir, kerikil atau pecahan batu. Fungsi substrate iyu sendiri
diantaranya sebagai media tumbuh bagi tanaham air, mensuport transformasi biologi dan
kimia dan membantu menyisihkan partikel halus melalui sedimentasi, adsorbsi dan filtrasi.
Lapisan media bertindak sebagai filter mekanik dan filter biologi. Filter mekanik
menyaring polutan suspended dan microbial solid, sedangkan polutan organik diserap oleh
biofilm. Melalui proses biologi semua kanungan organik di hancurkan oleh MO yang tumbuh
oada oermukaan tahan/pasir atau akar tanaman air. Komponen tanaman air merupakan
komponen utama dalam lahan basah buatan. Karena keberadaan tanaman disebut green
9
technology. Tanaman yang digunakan adalah tnaman yang terdapat di perairan atau lahan
basah yang di bantaran sungai atau rawa. Terdapat 4 kelompok yaitu: emergent plant, floating
leaved plant, submerged plant dan free floating plant.
Dibuat Dimensi 1.7 m x 0,7 m x 0,7 m, Bak reakttor terbuat dari material galvanum,
Substrate terdiri dari material pasir dan kerikil dengan kedalaman media 50cm. Untuk
Mengisi zona pertumbuhan tanaman air sepanjang 130cm. Tanaman yang di gunakan cyperus
papyrus ditanam dengan interval 25 cm. Proses pertumbuhan tanaman dan penyesuaian di
10
lingkungan bari dilakukan hingga tanaman tumbuh 60 cm. Proses aklimatisasi tanaman
terhadap greywater dilakukan dengan mengalirkan greywater dengan konsentrasi yang
bertahap. Sebelum di alirkan ke CWs terlebih dahulu masuk kedalam sedimentasi.
Saringan pasir lambat lebih cocok mengolah air yang mempunyai kekeruhan sedang
sampai rendah, dan konsentrasi oksigen terlarut (dissolved oxygen) sedang sampai tinggi.
Kandungan oksigen terlarut tersebut dimaksudkan untuk memperoleh proses biokimia dan
biologis yang optimal. Apabila air mempunyai kandungan kekeruhan tinggi dan konsentrasi
oksigen terlarut rendah, maka sistem saringan pasir lambat membutuhkan pengolahan
pendahuluan, yang direncanakan terpisah sebelumnya.
Adapun kelebihan saringan pasir lambat dibandingkan jenis yang lain adalah
rendahnya biaya yang diperlukan baik dari segi konstruksi maupun operasinya. Desain
bangunannya yang tidak rumit dan kemudahan material penyaringnya untuk dicari menjadi
nilai tambah untuk saringan pasir lambat. Selain itu, dalam sistem pengoperasiannya tidak
memerlukan skill tenaga kerja yang tinggi. Kelebihan yang tidak kalah penting adalah
minimnya masalah yang timbul akibat masalah lumpur (sludge) baik dari segi tampungan,
11
pengeringan, ataupun pembuangannya. Bagi pasir media yang baru pertama kali dipasang
dalam bak saringan, diperlukan masa operasi penyaringan awal, secara normal dan terus
menerus selama waktu kurang lebih tiga bulan. Tujuan operasi awal adalah untuk
mematangkan media pasir penyaring dan membentuk lapisan kulit saringan (schmutzdecke),
yang kelak akan berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses biokimia dan proses
biologis.
Menurut WHO pada bukunya Slow Sand Filtration, filtrasi pada saringan pasir lambat
berarti melewatkan air baku atau air yang akan diolahnya ke dalam berbagai lapisan. Saat
substansi-substansi berbahaya yang terkandung di dalam air baku terbawa dan berhubungan
langsung dengan butiran-butiran pasir, maka substansi tersebut akan tertahan akibat tingkat
kerapatannya tinggi. Selagi substansi berbahaya tertahan oleh butiran pasir, terjadi proses
degradasi secara kimia ataupun biologi yang menguraikan substansi tadi menjadi bentuk yang
lebih sederhana.
Secara garis besar, banyaknya perlakuan yang diterima substansi berbahaya di tiap
lapisan filter dibagi menjadi dua proses utama, yakni mekanisme secara fisik dan mekanik
serta mekanisme secara biologi. Pada mekanisme fisik dan mekanik, proses penahan
merupakan tahapan yang paling berpengaruh dalam mengurangi substansi-substansi
berbahaya dalam air baku. Untuk menghilangkan substansi tersebut terdapat dua proses yang
harus terpenuhi. Pertama, substansi tersebut harus dipindahkan untuk dapat berhubungan
langsung dengan butiranbutiran pasir (pengangkutan). Kedua, substansi tersebut harus
melekat pada butiran pasir (pelekatan).
Ukuran media pasir saringan yang sangat kecil akan membentuk ukuran pori-pori
antara butiran sangat kecil pula. Meskipun ukuran pori-porinya sangat kecil, ternyata masih
belum mampu menahan partikel koloid dan bakteri yang ada dalam air baku. Akan tetapi
dengan aliran yang berkelok-kelok melalui pori-pori saringan dan juga lapisan kulit saringan,
maka gradien kecepatan yang terjadi memberikan kesempatan pada partikel halus, untuk
saling berkontak satu sama lain, dan membentuk gugusan yang lebih besar, yang dapat
menahan partikel sampai pada kedalaman tertentu, dan menghasilkan filtrat yang aman dan
baik.
12
Gambar 2.4 Desain Saringan Pasir Portable
A. Alat
1. Tap Kran
2. Stop Kran
3. Tee
4. Sock Drat Dalam
5. Knie
6. Pipa PVC
7. Dop Pipa 4
B. Bahan
1. Filter
2. Pasir Halus
3. Kerikil
4. Greywater
5. Ijuk
Cara Membuat
1. Siapkan wadah dari pipa PVC yang berfungsi untuk mengendapkan kotoran yang ada
di dalam air. Agar proses pengendapan berjalan sempurna, di bawah wadah ini kita
letakkan batu-batu kali.
2. Di bawah wadah pertama itu, lalu kita buat wadah kedua yang berfungsi untuk
menampung air yang keluar dari wadah pengendapan.
3. Dalam wadah (penyaringan) itu, kita masukkan komposisi bahan yang telah kita
persiapkan sebelumnya. jika diurutkan dari bawah, lapisan itu terdiri dari lapisan filter
setebal 15 cm, lapisan pasir halus setebal 15 cm, lapisan kerikil setebal 10 lalu ikuti
sesuai Gambar 2.
13
4. Air yang kemudian keluar dari lapisan terbawah wadah penyaringan lalu kita salurkan
ke wadah akhir yang berfungsi sebagai bak penampung air bersih yang sudah selesai
disaring. Wadah penampung ini posisinya tepat berada di bawah wadah penyaringan.
Untuk mengolah grey water ada beberapa alternatif pengolahan. Untuk menentukan alternatif
mana yang akan digunakan maka dilakukan scoring. Ada beberapa kriteria yang akan di nilai
dalam menentukan alternatif pengolahan, yaitu sebagai berikut:
2.3.1 Scoring Alternafi 1 ( Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dan Anaerobic Filter
(AF))
Scoring (1-10)
14
Kemudahan dalam operasional 9 Pengolahan yang murah dari
segi operasional, sebab tidak
diperlukan penggunaan
energi listrik
Total 63
Nilai Akhir 7
16
menjalankan reaktor
Total 63
Nilai Akhir 7
17
yang begitu luas. Tergantung
pada kapasitas grey water yang
ingin diolah
Total 74
Alternatif terpilih untuk pengolahan grey water adalah saringan pasir lambat. Hal ini
dikarenakan saringan pasir lambat cocok untuk mengolah air yang memiliki itngkat
kekeruhan sedang hingga rendah serta kadar oksigen terlarut sedang sampai tinggi. Adapun
kelebihan saringan pasir lambat dibandingkan jenis yang lain adalah rendahnya biaya yang
diperlukan baik dari segi konstruksi maupun operasinya. Desain bangunannya yang tidak
rumit dan kemudahan material penyaringnya untuk dicari menjadi nilai tambah untuk
saringan pasir lambat. Selain itu, dalam sistem pengoperasiannya tidak memerlukan skill
tenaga kerja yang tinggi. Kelebihan yang tidak kalah penting adalah minimnya masalah yang
timbul akibat masalah lumpur (sludge) baik dari segi tampungan, pengeringan, ataupun
pembuangannya.
Kemudian berdasarkan hasil skoring didapatkan nilai yang cukup tinggi untuk tiap kriteria
pemilihan alternatif. Pengolahan grey water berbasis masyarakat akan lebih baik jika
prosedur operasionalnya mudah/tidak terlalu rumit sehingga masyarakat dapat mengelola dan
memelihara sendiri dengan baik. Selain itu, pengolahan grey water ini juga akan lebih baik
jika tidak membutuhkan lahan yang terlalu luas karena instalasi/fasilitas ini berada sekitar
atau tidak jauh dari kawasan pemukiman yang kemungkinan sudah padat penduduk sheingga
18
akan lebih baik jika fasilitas pengolahan ini tidak membutuhkan lahan yang terlalu luas. Hal
ini sesuai dengan lahan yang dibutuhkan untuk membuat alternative fasilitas pengolahan grey
water dengan saringan pasir lambat.
Pada tahap ini pemerintah dapat membuka lahan pekerjaan bagi masyarakat, sehingga dapat
meningkatkan keinginan masyarakat dalam berpartisipasi. Masyarakat dapat pula
berpartisipasi dengan menyumbangkan pikiran,materi,bahan makanan,dan sebagainya.
20
Pada tahap evaluasi masyarakat akan menilai terhadap hasil pembangunan apakah sudah
sesuai dengan rencana awal yang telah ditetapkan ataupun sesuai dengan harapan dan
kebutuhan masyarakat. Masyarakat yang sudah memanfaatkan maupun melihat hasil
pembangunan saringan pasir maka dapat melakukan penilaian terhadap hasil pembangunan
tersebut. Partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi ditekankan pada perhatian, penilaian dan
pelaporan hasil pembangunan yang mereka lakukan. Evaluasi yang mereka lakukan tersebut
diharapkan berguna sebagai masukan untuk pembangunan selanjutnya.
21
korektif apabila terjadi penyimpangan
Rapat Koordinasi
Kunjungan Lapangan
22
Evaluasi Reguler
DAFTAR PUSTAKA
23
Kadlec, RH and Wallace, SD. 2009. Treatment Wetlands 2nd edition. CRC Press, Taylor &
Francis Group.
Qomariyah, Siti. 2017. Lahan Basah Buatan Sebagai Pengolahan Limbah Cair dan Penyedia
Air Non Konsumsi.USM
Vymazal, j. 2010. Plant used in constructed wetland with horizontal subsurface flow: a rivew
hydrobiologia. 674, 133-156
Annonimous, "Design Criteria For Waterworks Facilities", Japan Water Works Association,
1978.
Tambo, N., and Okasawara, K., "Jousui no Gijutsu", Gihoudo Shuppan, Tokyo, 1992.
Viessman, W. JR.and Hammer, "Water Supply And Pollution Control", Fourth Edition, Harper
& Row Publishers, New York
24