21080116140093
Penyusunan RUU EBT dinilai penting untuk menciptakan pembangkit listrik yang
ramah lingkungan dan merangsang para investor untuk memilih energi baru dan
terbarukan sebagai pilihan dalam mengembangkan pembangkit. RUU EBT
diperlukan sebagai payung hukum dalam berinvestasi di sektor energi baru
terbarukan.
2. Menurut saya, nama yang tepat untuk Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut
adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Terbarukan. Istilah “Energi Baru”
tidak dikenal di dunia internasional. Hal yang disebut baru dalam RUU tersebut
sebenarnya bukan lagi hal baru di dunia internasional. Bisa jadi dianggap baru saat
ini di Indonesia, tetapi pada saat sudah diimplementasikan, maka hal itu tidak lagi
menjadi baru. Selain itu, RUU EBT lebih difokuskan untuk mengatur tentang energi
terbarukan, sehingga akan lebih tepat apabila namanya menjadi RUU tentang
energi terbarukan. Minyak dan gas (migas), batu bara, serta nuklir sudah memiliki
UU tersendiri, sehingga selayaknya hal-hal itu dimasukkan di masing-masing UU. Di
sisi lain, apabila masih dalam pengembangan, maka hal itu sudah masuk dalam UU
tentang Litbang. Sumber energi yang tidak diatur dengan UU adalah sumber energi
terbarukan, sehingga selayaknya RUU hanya berfokus pada energi terbarukan.
3. Pembahasan tentang Energi Terbarukan perlu dirinci lebih detail, seperti tentang
panas bumi, biothermal, dan jenis-jenis energi terbarukan lainnya. Selain itu, aspek
bencana juga perlu diperhatikan, sehingga selain memanfaatkan Sumber Daya Alam
(SDA) juga terdapat analisis risiko bencananya. Begitu pula terkait masalah Sumber
Daya Manusia (SDM), sebab Energi Terbarukan memang bersifat high cost dan high
tech. Selain itu, RUU EBT belum membahas terkait partisipasi masyarakat di
dalamnya.