SKRIPSI
OLEH
BUDI SETYAWAN
NIM : 121000097
OLEH
BUDI SETYAWAN
NIM : 121000097
KAB. ACEH BARAT TAHUN 2016” ini beserta seluruh isinya adalah benar
hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan
dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam
masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau
pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak
Budi Setyawan
The result of this research showed that the failure to achieve coverage of Mass
Provision of Filariasis Medicinal (POMP Filariasis)is due to utilization of human
resources, of facilities and infrastructures, of availability of funds, filariasis post
and socialization that have not been implemented properly. The lack of
socialization media related to POMP Filariasis causes many people not to know
exactly about the disease and the mass healing of filariasis.
The conclusion is that there are still many obstacles in the implementation of
POMP Filariasis mainly poor public understanding of the filariasis disease.
Therefore it is suggested that the Agency of West Aceh District and Pusksmas
Drien Rampak improve the dissemination to the society related to the
implementation of POMP Filariasis and propagate the Filariasis posts in every
village of everu sub-district.
Agama : Islam
Pendidikan Formal
Riwayat Organisasi
Puji dan syukur peneliti ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas
skripsi ini yang diajukan guna melengkapi dan memenuhi syarat dalam
Aceh Barat Tahun 2016”. Shalawat dan salam peneliti sampaikan kepada
Rasulullah SAW yang membawa umat-Nya dari alam kebodohan ke alam yang
kesulitan, tetapi berkat bimbingan, serta bantuan dari semua pihak yang terkait,
akhirnya skripsi ini dapat peneliti selesaikan, maka dari itu perkenankan peneliti
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Utara.
5. dr. Heldy B.Z, MPH dan Dr. Juanita, SE, M.kes selaku dosen penguji yang
6. Ir. Indra Chahaya, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah
9. dr. H. Zafril Luthfy, RA. M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Aceh Barat yang telah memberikan izin penelitian di UPT Dinas Kesehatan
10. Adnen AR, SKM selaku kepala puskesmas dan seluruh pegawai di
Puskesmas Drien Rampak yang telah membantu penulis dan memberikan izin
dan Ibunda Hawani Lubis atas segala pengorbanan, dukungan dan doa
12. Teruntuk saudara kandung penulis satu-satunya yaitu Setyo Hadi yang selalu
Masyarakat angkatan Tahun 2012 yaitu Topik, Fahri, Nur Muhammad, Rizky
Susanti, Ulfa, Yuni, Arika, Miranda, Sri Hasna, Manda, Slyvia, Harun, dan
Alwi yang membantu penulis selama masa perkuliahan dan tempat curahan
hati.
14. Teruntuk teman-teman PBL Desa Suka Sipilihen yaitu Ridwan Z, Gratia,
Mefri, Mia, Triska, Setriani, Susi dan Lely terima kasih untuk dukungan dan
15. Teruntuk teman LKP di Puskesmas Darussalam yaitu Topik, Dwi, Bintang,
Nisa, Riska dan Egita terima kasih untuk kebersamaan dan motivasinya.
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
Budi Setyawan
Halaman
Halaman
Halaman
atau kaki gajah yang harus dilakukan seluas wilayah kabupaten/kota. Penanganan
tidak adanya kepentingan strategis dari pihak mana pun. Perlu diingat penyakit ini
Saat ini penyakit filariasis telah menjadi salah satu penyakit yang
yang dilaksanakan secara bertahap dimulai tahun 2002 (Kemenkes RI, 2010).
penyakit filariasis di lebih 83 negara dan 60% kasus berada di Asia Tenggara.
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015 sejak tahun
2010 sampai dengan 2015 terjadi peningkatan kasus filariaris, dari 11.969 kasus
menjadi 13.032 kasus berarti ada peningkatan 1.063 kasus dalam 5 tahun.
Sedangkan untuk provinsi dengan kasus tertinggi filariasis klinis pada tahun 2015
yaitu Nusa Tenggara Timur (2.864 kasus), Aceh (2.372 kasus), dan Papua Barat
(1.244 kasus). Untuk mencapai eliminasi di Indonesia di tetapkan dua pilar yang
akan dilaksanakan yaitu: 1). Memutuskan rantai penularan dengan pemberian obat
massal pencegah filariasis (POMP filariasis) di daerah endemis, dan 2). Mencegah
filariasis sedangkan daerah non endemis sebanyak 273 kabupaten/kota dari total
yang belum mulai melaksanakan dan 6% putus POMP filariasis. Untuk cakupan
POMP filariasis selama 4 tahun terakhir terus meningkat, dari 56,5% pada tahun
2012 manjadi 69,5% pada tahun 2015 walaupun ada peningkatan tetapi belum
Dengan besarnya kasus tersebut, maka provinsi Aceh menjadi salah satu daerah
mengampanyekan POMP filariasis yaitu, Aceh Barat, Bireun, Aceh Utara dan
Aceh Tamiang di tahun 2015. Berdasarkan survey darah jari yang dilakukan oleh
kecamatan di Kabupaten Aceh Barat, yang menjadi salah satu kecamatan endemis
filariasis adalah Kecamatan Arongan Lambalek yang jarak dari kota kabupaten
sejauh 30 km. Secara geografis wilayahnya berada di tepi pantai, ditemukan kasus
sebagai nelayan dan bertani, yang secara geografis dapat memudahkan penularan
Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat, yang merupakan daerah pesisir pantai
dengan luas wilayah 130,06 Km2 dengan jumlah penduduk 11,494 jiwa.
Kabupaten Aceh Jaya dan sebelah timur Kecamatan Sama Tiga. Unit Pelaksana
Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas Drien Rampak didirikan pada tahun 1993 yang
Rampak sebelumnya berstatus puskesmas rawat jalan dan pada tahun 2015
Rampak Kec. Arongan Lambalek Kab. Aceh Barat terdapat kasus penderita
filariasis oleh dinas kesehatan Kabupaten Aceh Barat di tahun 2015. Puskesmas
Drien Rampak salah satu puskesmas yang ikut dalam program eliminasi filariasis,
eliminasi filariasis.
hanya pilar yang pertama yaitu pemberian obat massal pencegah filariasis, untuk
cakupan pemberian obat massal pencegah (POMP) filariasis tahap I ditahun 2015
persentasenya hanya tercapai 54% dari sasaran minum obat massal filariasis,
sedangkan jumlah penduduk sasaran minum obat yaitu 9.538 jiwa dari jumlah
dharapkan, untuk tahun 2016 cakupan yang meminum obat filariasis ini
sumber daya manusia yang tidak lengkap, sebab masih ada sumber daya manusia
yang tidak ada seperti tenaga mikroskopis. Pemberian obat kepada penduduk yang
tidak hadir yang dilakukan oleh tenaga eliminasi filariasis ke masyarakat belum
berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil survey cakupan penduduk sasaran yang
tidak minum obat khususnya penduduk yang tidak hadir pada hari POMP
Sarana dan Prasarana tidak ada seperti baliho, spanduk, dan proyektor
film. Sarana dan prasarana sangat penting dalam Program Eliminasi Filariasis, hal
perlu ditingkatkan agar mencapai target yang ditetapkan oleh WHO. Kinerja
pengelola program POMP filariasis perlu ditingkatkan dan harus aktif mengajak
filariasis.
penduduk yang tidak hadir, pencatatan dan pelaporan. Kesemua ini harus
dijalankan dengan baik dan maksimal agar Program Eliminasi Filariasis berjalan
Puskesmas juga harus bekerja sama dengan pemerintah kecamatan dan lembaga
massal pencegah filariasis (POMP Filariasis) dapat berjalan terus hingga tahun
meningkatkan peran serta tokoh masyarakat dan peran aktif kader filariasis di
2.1 Filariasis
2.1.1 Definisi Filariasi
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang
disebabkan oleh cacing filaria yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening.
tangan, kaki, glandula mammee, dan scrotum, menimbulkan cacat seumur hidup
serta stigma sosial bagi penderita dan keluarganya (Idema dan Pusarawati, 2004).
a. Wuchereria bancrofti
pedesaan. Cara infeksi yaitu melalui gigitan nyamuk yang mengandung larva
stadium 3. Morfologi cacing dewasa bentuknya seperti benang, warna putih susu.
putih, sedangkan cacing betina panjangnya 65 – 100 mm, ekor lurus, ujung
tumpul.
b. Brugia malayi
malayi. Hospesnya adalah manusia, anjing, kucing dan kera. Vektornya adalah
warnanya putih susu, cacing betina panjangnya 55 mm, ekor halus, sedangkan
cacing jantan ukurannya lebih kecil dari cacing betina (22 mm) dan ekornya
c. Brugia timori
Barbirotis. Cara infeksi yaitu melalui gigitan nyamuk yang mengandung larva
putih susu. Cacing betina panjang 40 mm dan ekornyanya lurus sedangkan cacing
jantan ukurannya lebih kecil dari cacing betina (23mm) dan ekornya melengkung
ke arah ventral.
menembus dinding usus tengah nyamuk mencari jalan ke otot toraks dan
hari dan kemudian bersarang sampai minimum pada tengah hari. Mikrofilaria
berada pada siang hari dalam pembuluh darah paru-paru, jantung dan otot, dalam
aorta dan karotid. Pada malam hari mikrofilaria bermigrasi ke saluran darah
perifer.
baik yang hidup, mati dan mengalami degenerasi. Mikrofilaria yang berada sekitar
satu tahun setelah infeksi tidak memperlihatkan patologi atau sedikit sekali.
Cacing dewasa berada dalam saluran limfe yang berdilatasi atau dalam sinus
menjadi 3 bentuk :
mikrofilaria dalam darahnya tanpa simptom. Pada waktu cacing dewasa mati dan
b. Filariasis Inflammatory
pembesaran korda dan lembut, epididimis, orkhitis dan oedem skrotum. Kadang-
kadang terjadi serangan akut yang serupa dan berlangsung dalam interval
beberapa bulan atau lebih lama pada pasien, dengan atau tanpa terjadinya
dan sakit.
infeksi yang terus menerus. Pada stadium kronis reaksi seluler dan oedem
limfe. Protein tinggi (high protein) mengisi limfe, karena stimulasi pertumbuhan
kulit dan jaringan ikat kolagen dan secara berangsur-angsur dalam periode
kronis.
membawa efek terhadap skrotum dan penis dari pasien pria dan genita luar dari
wanita. Elephantiasis umumnya memengaruhi atau memberi efek pada kaki dan
adalah :
c. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak
miskrokopis darah yang diambil malam hari. Menurut metode ini akan ditemukan
mikrofilaria (Irianto,2009).
menggunakan repellent atau kelambu waktu tidur juga dapat meningkatkan upaya
Untuk pengobatan, obat yang pada saat ini banyak digunakan untuk
dan antipretikdapat diberikan sesuai dengan keluhan penderita dan gejala penyakit
yang terjadi. Apabila telah terjadi hidrokel atau elephantiasis yang lanjut,
2.2 Manajemen
2.2.1 Definisi
Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (1999) manajemen merupakan ilmu
tentang upaya manusia untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimilikinya
suatu organisasi agar tercapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif.
dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan
tujuan organisasi
didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem
semua pihak dalam organisasi bisa bekerja secara efektif dan efisien guna
agar bisa dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses
Unsur-unsur ini merupakan bagian terpenting dan mutlak harus ada manajemen,
baik dalam rangka proses pencapaian tujuan secara keseluruhan atau pencapaian
1. Manusia (Man)
biasa disebut Sumber Daya Manusia (SDM). Kualitas SDM sangat menetukan
2. Uang (Money)
membeli berbagai peralatan dan bahan baku, biaya transportasi, dan sebagainya.
Bahan baku digunakan sebagai bahan dasar yang digunakan dalam proses
produksi.
4. Mesin (Machine)
5. Pasar (Market)
produksi dari suatu kegiatan usaha. Penguasaan pasar untuk menyebarkan hasil
2.3 Puskesmas
2.3.1 Definisi
Pusat pelayanan masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah
puskesmas yang efektif dan efisien. Ada tiga fungsi manajemen pusksesmas yang
puskesmas.
penanggulangan penyakit.
sistem rujukan.
sesuai takaran, setiap 1 tahun sekali selama 5 tahun, yang bertujuan untuk
penderita klinis yang bertujuan untuk mematikan cacing filaria serta mencegah
angka mikrofilaria (Mf rate) menjadi <1% dan mencegah serta membatasi
dari WHO, yaitu memutuskan rantai penularan filariasis serta mencegah dan
2.4.2 Strategi
Strategi yang digunakan yaitu (1) Meningkatkan peran kepala daerah dan
aktif dalam upaya eliminasi filariasis dan (2) Pengembangan pesan promosi yang
eliminasi filariasis dan kelompok kerja eliminasi filariasis di pusat dan daerah; (2)
Pengembangan jejaring kerja lintas program dan lintas sektor; (3) Mendorong
kerja sama lembaga mitra; (2) Perioritas kerja sama antara program eliminasi
dan program lain yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas program
eliminasi filariasis; (3) Perioritas kerja sama antar sektor adalah program usaha
kesehatan sekolah (UKS) terutama dalam rangka penemuan kasus dan pengobatan
massa, dan lain sebagainya; (4) Kerja sama dengan lembaga donor nasional dan
anggaran, sumber daya manusia, dan sarana penunjang lainnya yang memadai
advokasi adalah para menteri dan pimpinan lembaga pemerintah terkait, gubernur,
bupati, walikota, DPR pusat, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, badan
dan dinas terkait di provinsi dan kabupaten, komisi kesehatan di provinsi dan
kemasyarakatan yang berdaya guna dan mandiri dalam upaya eliminasi filariasis;
eliminasi filariasis agar tercapai tujuan eliminasi filariasis tahun 2020; (2)
dengue.
sistem surveilans eliminasi filariasis provinsi dan nasional serta dalam sistem
komunikasi elektomedia.
dengan memperkuat komitmen dan mobilisasi sumber daya yang ada; (4)
kerja sama antar departemen/kementerian serta kerja sama lembaga mitra lainnya
secara nasional, juga bilateral antar negara dan lembaga internasional; (5)
filariasis yang lebih efektif dan efisien; (10) Membentuk National Task Force
terhadap aspek kebijakan dan aspek teknis eliminasi, monitoring dan evaluasi
filariasis; (12) Unit Pelaksanaan Teknis Balai Teknis Kesehatan Lingkungan dan
eliminasi filariasis provinsi; (2) Menetapkan tujuan dan strategi eliminasi filariasis
sumber daya provinsi; (4) Memperkuat kerja sama lintas program dan lintas
sektor serta kerja sama lembaga mitra kerja lainnya di provinsi; (5) Melaksanakan
filariasis.
kabupaten/kota; (4) Memperkuat kerja sama lintas program dan lintas sektor serta
filariasis kabupaten/kota.
a. Penatahapan Kabupaten/Kota
dilakukan pemutakhiran secara teratur setiap akhir tahun. Data ini merupakan data
dasar penetapan endeminitas daerah, lokasi survey data dasar (Baseline Survey),
kasus oleh masyarakat, kepala desa, PKK, guru dan pusat-pusat pelayanan
kesehatan; (3) Pemeriksaan dan penetapan kasus klinis filariasis; (4) Perekaman
mikrofilaria (Survey Darah Jari) di desa dengan jumlah kasus klinis filariasis
filariasis; (2) Kabupaten/kota yang terdapat kasus klinis filariasis, berdekatan atau
berada di antara dua daerah endemis filariasis dan memiliki geografis serta budaya
masyarakat yang kurang baik lebih sama dengan daerah endemis filariasis
filariasis dan akan melaksanakan pengobatan massal perlu melakukan survey data
sekali setahun selama 5 tahun. Pengobatan massal dapat dilakukan serentak pada
seluruh wilayah kabupaten/kota atau secara bertahap per kecamatan sesuai dengan
di seluruh wilayah kabupaten/kota dalam waktu 5-7 tahun agar infeksi tidak
terjadi.
mengeliminasi filariasis.
pengobatan yang memadai agar tidak menderita klinis filariasis dan tidak menjadi
9. Pengendalian Vektor
b. Penatahapan Provinsi
2006.
c. Pentahapan Nasional
tabel berikut :
yaitu :
Albendazole.
kabupaten/kota.
2. Ibu hamil.
beberapa jam mikrofilaria di sirkulasi darah mati. Cara kerja DEC adalah
oleh sistem pertahanan tubuh hospes. DEC juga dapat menyebabkan matinya
sebagian cacing dewasa. Cacing dewasa yang masih hidup dapat dihambat
mg/kg/berat tubuh.
Setelah diminum, DEC dengan cepat diserap oleh saluran cerna dan
mencapai kadar maksimal dalam plasma darah setelah 4 jam dan akan
cacing usus (cacing gelang, cacing kremi, cacing cambuk dan cacing tambang).
Albendazole juga dapat meningkatkan efek DEC dalam mematikan cacing filaria
infus set, cairan infus ringan laktat, antibiotik oral, vitamin B6, kortiko steroid
sekali pemberian. Sebaiknya obat diminum sesudah makan dan didepan petugas.
sebelum pengobatan massal di 2 desa dengan jumlah kasus terbanyak. Survey ini
dilaksanakan sesuai dengan metode survey darah jari; (2) Menyiapkan data
terdiri dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan program terkait serta
yaitu tinjauan ulang program eliminasi filariasis dan rencana pengobatan massal
kebutuhan obat dan bahan serta sarana, pendanaan pengobatan massal. Waktu
Peserta terdiri dari camat, lintas sektor terkait, kepala puskesmas, kepala
desa/lurah, Toma, Toga, LSM dan Ormas. Bahan yang diperlukan yaitu kit media
d. Advokasi
serta menjelaskan reaksi pengobatan dan memperoleh dukungan politis dan dana
DPRD, Dinas terkait, Camat, PKK, Ormas dan pengelola media massa. Waktu
camat untuk melaporkan rencana kegiatan pengobatan massal filariasis; (2) Rapat
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan advokasi dan sosialisasi tersebut; (3) Membuat
camat dan dinas terkait (dinas pendidikan, dinas informasi, badan pemberdayaan
e. Sosialisasi
pengobatan (cakupan pengobatan massal tinggi) dan menyikapi dengan benar apa
bila terjadi reaksi pengobatan. Waktunya yaitu selama 1 bulan terus menerus
2. Penyuluhan langsung.
posyandu.
bahan pelatihan yang terdiri dari buku pedoman TPE filariasis, kit media
Adapun materi pelatihan yaitu (1) Pengertian filariasis yang meliputi gejala dan
5. Menyiapkan obat-obatan.
a. Persiapan
dengan penyediaan bahan, alat dan obat dan mengunjungi warga dari rumah ke
berbagai hal (antara lain makan dulu sebelum minum obat) mengenai
b. Pelaksanaan
dilakukan yaitu:
ditentukan.
6. Membuat laporan.
Obat DEC dan Albendazole adalah obat yang aman dan memiliki toleransi
yang baik tetapi kadang-kadang dapat terjadi reaksi pengobatan terutama pada
infeksi Brugia Malayi dan Brugia Timori. Reaksi yang terjadi dapat berupa reaksi
umum dan reaksi lokal. Reaksi umum terjadi akibat respon imunitas individu
terhadap matinya mikrofilaria, makin banyak mikrofilaria mati makin besar reaksi
yang dapat terjadi. Reaksi umum terdiri dari sakit kepala, pusing, demam, mual,
menurunnya nafsu makan, muntah, sakit otot, sakit sendi, lesu, gatal-gatal, keluar
cacing usus, dan asma bronkial. Reaksi umum hanya terjadi pada 3 hari pertama
setelah pengobatan massal. Reaksi yang ringan biasanya dapat sembuh sendiri
Reaksi lokal disebabkan oleh matinya cacing dewasa yang dapat timbul
sampai 3 minggu setelah pengobatan massal. Reaksi yang terjadi berupa nodul di
kulit skrotum, limfadenitis, limfangitis, epididimitis, abses, ulkus. Hal yang paling
reaksi kepada penduduk agar penduduk tidak merasa takut dan tidak menolak
untuk diobati pada tahap selanjutnya. Penatalaksanaan reaksi yang tidak tepat
pengobatan.
Paracetamol 500 mg untuk mengatasi demam, sakit kepala, pusing, sakit otot; (2)
CTM 4 mg untuk mengatasi alergi dan gatal-gatal; (3) Antasida Doen untuk
mengobati abses dan ulkus; (5) Amoksilin 500 mg untuk mengobati abses dan
ulkus.
disesuaikan dengan kebutuhan, antara lain dapat terdiri dari dokter, ahli penyakit
dalam, ahli farmako klinik, ahli farmasi, epidemiologi, ahli parasit, ahli program
kecacatan atau pasien menderita kelainan kongenital, kanker atau dosis yang
keadaan ini disebut Serious Adverse Experience (SAE). Bila terjadi SAE, pasien
harus segera dirujuk, dilakukan tindakan yang diperlukan serta dicari penyebab
terjadinya SAE. Kejadian ini harus pula segera dilaporkan langsung ke pusat,
c. Pegorganisasian
Menyusun pedoman dan penggandaan master buku pedoman; (3) Pelatihan teknis
tenaga pelatih provinsi; (4) Bimbingan teknis; (5) Menggalang kemitraan nasional
Penggandaan buku pedoman dan bahan KIE; (2) Pelatihan teknis tenaga pelatih
(1) Menganggarkan biaya operasional; (2) Penggandaan buku pedoman dan bahan
KIE; (3) Pelatihan teknis tenaga pengelola filariasis puskesmas; (4) Bimbingan
(7) Memonitor dan mengevaluasi pengobatan massal; (8) Penggerakan unit terkait
Tugas dan tanggung jawab puskesmas yaitu (1) Pelatihan TPE; (2)
pengobatan massal dan tata laksana kasus; (5) Memonitor dan evaluasi hasil-hasil
e. Monitoring
f. Evaluasi
program eliminasi filariasis. Adapun dua hal yang harus diperhatikan dalam
adalah provinsi atau badan yang independen dan dilaksanakan satu bulan
Tabel 2.2 Penilaian Hasil Cakupan Pengobatan Massal & Survey Cakupan di
Implementation Unit (IU) (Permenkes RI No. 94/2014).
Pemberian Obat
Kepada
Penduduk yang H+1 H+2
9 Tidak Hadir minggu minggu H + 1 bulan Masing-masing
Pencatatan dan
Pelaporan
H + 10
a. Cakupan hari
Input Proses
Output
1. SDM 1. Advokasi
2. Dana Cakupan
2. Koordinasi POMP
3. Sarana dan 3. Sosialisasi Filariasis
Prasarana
4. Persiapan TPE >85%
5. Distribusi Logistik Tahun
6. Penyiapan 2017
Masyarakat
7. Pelaksanaan
POMP
Filariasis
8. Monitoring Reaksi
POMP Filariasis
9. Pemberian Obat
Kepada Penduduk
Yang Tidak Hadir
10. Pecatatan dan
Pelaporan
ini adalah karena wilayah kerja puskesmas ini adalah salah satu daerah endemis
filariasis dan jumlah penemuan kasus klinis penderita filariasis tertinggi dengan
8. Bidan desa
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan
3.5 Triangulasi
sumber. Menurut Miles dan Huberman (2009), Triangulasi sumber yaitu memilih
diajukan.
c. Sarana dan prasarana, sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai
sosial.
eliminasi filariasis.
filariasis.
kepada masyarakat.
Menurut Miles dan Huberman (2009) teknik analisis data dalam penelitian
kualitatif menggunakan model interaktif yang terdiri atas empat tahapan yang
harus dilakukan:
1. Pengumpulan Data
sudah dilakukan ketika penelitian masih berupa konsep atau draft, pengumpulan
data pada penelitian kualitatif tidak memiliki segmen atau waktu tersendiri,
dilakukan.
diperoleh menjadi satu bentuk tulisan (script) yang akan di analisis. Kemudian
hasil dari rekaman wawancara yang akan diformat menjadi verbatim wawancara,
yang terjadi.
3. Display Data
Mengelolah data setengah jadi yang sudah seragam dalam bentuk tulisan
dan sudah memiliki alur tema yang jelas ke dalam suatu matriks kategorisasi
sesuai tema-tema yang sudah ada dikelompokkan dan dikategorikan, serta akan
memecah tema tersebut ke dalam bentuk yang lebih konkret dan sederhana yang
disebut subtema yang diakhiri dengan pemberian kode ( coding ) dari subtema
4. Kesimpulan/Verifikasi
uraian dari seluruh subkategori tema yang tercantum pada tabel kategorisasi dan
Kesimpulan menjurus pada jawaban dari pertanyaan peneliti yang diajukan dan
pesisir pantai. Luas wilayah 130,06 Km² dengan jumlah penduduk 11,374 Jiwa,
Batas Wilayah
4.1.2 Demografis
2015 adalah 11.374 jiwa. Berdsarkan jenis kelamin, penduduk yang berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 5.844 jiwa (53,14%) dan penduduk yang berjenis
A. Input
1. Sumber Daya Manusia
2. Dana
3. Sarana dan Prasarana
C. Output
Cakupan Pemberian Obat Massal Pencegah Filariasis (POMP) dengan
persentase >85% penduduk sasaran tahun 2017
kader, dan bidan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan dibawah ini :
sedangkan pelatihan terkait teknik mikroskopis juga tidak ada. Pelatihan yang
kita dapatkan hanya tentang POMP Filariasis kayak cara minum, efek
manusia untuk program eliminasi masih belum lengkap seperti tidak adanya
tidak ada.
filariasis diperoleh informasi bahwa sumber dana berasal dari Global Fund dan
“Kita ada support dari PEMDA dan Global Fund namanya RTI.
Dana kita masih terbatas, emmm ada beberapa item yang nggk
masuk untuk peningkatan sumber daya manusia dan sosialisasi
kepada masyarakat. Untuk dana dari RTI itu ada 600 juta-an itu
mencakup dana operasional dan gaji kader selama 5 tahun
pelaksanaan program eliminasi filariasis. Dananya pun tidak
sekaligus keluar, dia bertahap, sedangkan dari PEMDA hanya 56
juta untuk penyediaan minum obat massal filariasi selama 5 tahun
berturut-turut. Itu kemarin hasil advokasi yang kita lakukan,
sedangkan obatnya dari pemerintah pusat, kalo disini gaji kader
untuk filariasis 70000/orang sedangkan bidan desanya mendapat
90000/orang. Dana yang 600 juta-an itu, dana operasional
program eliminasi filariasis mencakup semua kegiatan program
eliminasi filariasis. Pernah diminta sama PEMDA agar menambah
dana filariasis untuk menambah dana dari RTI, cuman belum
terealisasikan. Dengan dana yang ada kita selalu memaksimalkan
agar pemberian obat massal ini sukses” ( Informan 3 )
sebesar Rp. 600.000.000,00 untuk kegiatan operasional dan dana APBD Rp.
informasi bahwa sarana dan prasarana dalam Program Eliminasi Filariasis belum
lengkap, khususnya sarana dan prasarana dalam proses sosialisasi. Hal ini dapat
“Kalo untuk sarana, kita memang ada seperti kaos, alat tulis, form
POMP Filariasis dan buku pedoman filariasis bagi kader. Cuman
waktu memberikan kepada kader selalu mendadak, hal ini karena
ada masalah dalam proses pemesanan. Untuk sarana dan
prasarana terkait sosialisasi kepada masyarakat kitak tidak ada
seperti spanduk, baliho, stiker dan pemutar film. Sehingga
masyarakat banyak yang tidak mengerti tentang pemberian obat
massal filariasis ini. Seharusnya media yang akan diberikan
kepada masyarakat harus ada. Sedangkan saran dan prasarana
seperti mikroskop setiap puskesmas ada, hanya saja ada
puskesmas yang mikroskopnya rusak, laporan ke kita memang
ada” ( Informan 1, 2, dan 3 )
ada hanya kaos, alat tulis, form POMP Filariasis, dan buku pedoman filariasis
sosialisasi tidak ada seperti spanduk, baliho, dan pemutar film. Hal ini sejalan
yang disampaikan oleh informan 13, berikut kutipannya “kayak spanduk, baliho,
di Kabupaten Aceh Barat. Hal ini dapat dilihat pada kutipan dibawah ini :
koordinasi kabupaten, kecamatan dan desa. Hal ini dapat dilihat pada kutipan
dibawah ini :
“Iya, ada kemarin saya ikut tentang kaki gajah, di aula camat saya
dapat undangan dari pak camat. Kita disuruh untuk ajak
masyarakat datang ke puskesmas kalo tidak bisa datang ke rumah
kader atau biadan desanya” ( Informan 10, 11, dan 12 )
program masih terjadi miss komunikasi antara tenaga kesehatan, sedangkan untuk
Drien Rampak sudah dilaksanakan sosialisasi. Hal ini dapat dilihat pada kutipan
dibawah ini :
kegiatan sosialisasi kepada masyarakat yang menjadi sasaran tidak ada. Berikut
kutipannya:
“Untuk penyuluhan nggk ada didesa ini, cuman yang ada ambil
obat kaki gajah di posyandu pas bulan 10. Saya tauya dari kecik”
( Informan 18 )
dilaksanakan oleh UPTD Puskemas Drien Rampak. Hanya saja sosialisasi yang
kader-kader posyandu. Hal ini dapat dilihat pada kutipan dibawah ini :
kutipannya:
“Pernah, satu kali bulan 9 kemarin. Yaa... tentang obat kaki gajah,
pecatatan orang minum obat. Lamanya kemarin 2 jam dari jam 9
sampai jam 11” ( Informan13, 14, dan 15 )
kali dalam setahun, dengan jumlah kader keseluruan dibagi 2, lama waktu
pelatihan 2 jam.
“Kalau soal distribusi logistik kita nggk ada masalah, kita punya
gudang farmasi di disini, semua obat dan peralatan kita sudah
distribusi kan ke setiap puskesmas yang ada di Aceh Barat ini.
Nanti dari puskesmas baru di distribusikan ke desa-desa, pokoknya
beberapa minggu sebelum penggobatan massal sudah kita
distribusikan. Kebutuhan obat dan obat dan peralatan lainnya kan
udah ada diperencanan kita, berapa yang dibutuhkan udah ada
datanya berapa jumlah sasaran, berapa obat yang harus kita
“Obat di desa kita cukup dan formulir pencatatan ada, semua obat
kita kasih ke sasaran kemudian kita catat diformulir filaria.
Biasanya obatnya kita jemput bersama kader ke puskesmas 3 hari
apa 4 hari gitu la sebelum hari pelaksanaan” ( Informan 7, 8, dan
9)
kutipannya:
“Obat cukup air minum juga, sama formulir juga cukup. Saya
ambil dari puskesmas sama bidan desa di sini. Biasanya 3 hari
sebelum hari obat massal itu la” ( Informan 13, 14, dan 15 )
masalah, bahan, peralatan dan obat simpan digudang farmasi Dinas Kesehatan
menggunakan surat edaran. Hal ini dapat diketahui pada kutipan dibawah ini :
pengajian dan surat edaran, kecik dan tenaga kesehatan terlibat dalam penyiapan
masyarakat.
pemberian obat massal filariasis (POMP Filariasis) masih ada kekurangannya. Hal
“Ada saya ikut sekalian mengawasi, selama 2 tahun ini saya selalu
ikut datang ke kantor desa. Pas yang pertama kali minum obat kaki
gajah, itu di desa ini saya yang minum pertama kali obatnya”
( Informan 10, 11, dan 12 )
Filariasi dilaksanakan di pos-pos yang telah disediakan disetiap desa. Pada tanggal
yang telah ditentukan, semua pos serentak dibuka dari pagi jam 08.00 wib sampai
dan bidan desa setempat kemudian dipantau oleh petugas puskemas. Obat yang
diberikan diminum langsung didepan petugas dan sudah disiapkan air minum, jika
sasaran agar melaporkan jika terjadi efek samping minum obat. Hal ini dapat
“Sampai saat ini, efek samping yang berat kita tidak ada laporan
baik dari bidan desa yang berada di desa masing-masing, maupun
dari laporan masyarakat. Kalo keluhan ringan banyak laporan,
tapi kita berusahan memberikan edukasi bahwa itu reaksi kalo
obat itu bekerja dalam tubuh. Untuk monitoring reaksi kita
tugaskan masing-masing bidan desa sama kader filariasis,
waktunya itu kira-kira 2 minggu la untu mantau apa ada kasus
ringan atau berat, kalau ada langsung di tanganin oleh bidan desa
masing-masing untuk kasus ringan, sedngkan kalo kasus berat
langsung kita rujukan ke puskesmas kemudian RS” ( Informan 5 )
“Ada, waktu itu keluhan saya kayak demam gitu 1 minggu setelah
minum obatnya, langsung saya lapor dikasih obat sama bidan”
( Informan 17 )
massal filariasis terjadi karena reaksi tubuh akibat matinya cacing filarias dan
pengobatan massal filariasis yang dilakukan oleh TPE. Adapun rekasi yang
banyak terjadi yaitu reaksi ringan berupa pusing, mual, muntah, dan sebagainya.
untuk memberikan obat. Hal ini dapat dilihat pada kutipan dibawah ini :
“Ada, saya sama kader bagi tugas untuk tahap pertama dan kedua
melakukan sweeping kerumah-rumah untuk kasih obat. Cuman
sebatas kasih obat aja, untuk nunggui masyarakat minum obat
nggk ada” ( Informan 7, 8, dan 9 )
“Ada, datang ke rumah pas sore jam 5, yang kasih obat langsung
pulang dia” ( Informan 18)
dalam pelaksanaan POMP Filariasis akan ada petugas kesehatan ataupun kader
obatnya.
kegiatan POMP Filariasis dilakukan oleh kader dan bidan desa yang bertanggung
disetiap desa. Hal ini dapat dilihat pada kutipan dibawah ini :
filariasis belum mencapai target nasional >85%, baik untuk tahap I dan tahap II.
obat filariasis belum mencapai target yaitu 85% penduduk sasaran, baik itu tahun
mencapai 100% tetapi masyarakat tidak mau meminum obatnya jika sudah sampai
dirumah.
program, jika sumber daya manusianya kurang maka program tersebut akan
pemanfatan yang efektif dan efesien, pemanfaatan sumber daya manusia bisa
program eliminasi filariasis, hanya saja masih ada hambatan yang dialami seperti
Puskesmas Drien Rampak yaitu tidak adanya tenaga mikroskopis. Dalam bukunya
merupakan sarana yang ditujukan pada upaya untuk lebih mengaktifkan kerja para
mengatasi sumber daya manusia yang terbatas, atau kurangnya kepercayaan diri
dan Puskesmas Drien Rampak tentang sumber daya manusia. Dari 13 puskesmas
di Kabupaten Aceh Barat satu puskesmas pun tidak memiliki tenaga mikroskopis,
orang, bidan desa, kader dan tidak ada tenaga mikroskopis. Dalam tata laksanakan
terlatih dibidangnya.
Aceh Barat yang melaksanakan program eliminasi filariasis. Puskesmas ini tidak
Pelatihan dan pengembangan bisa ditujukan kepada dokter, bidan, perawat, dan
pembengkakan.
daya yang terpenting dalam penentu keberhasilan sebuah program. Sumber dana
bisa berasal dari pemerintah dan swasta, dana erat kaitannya dengan uang
Filariasis di Puskesmas Drien Rampak sumber dana baik itu dana operasional atau
pun dana lainnya berasal dari Dinas Kesehatan Aceh Barat. Sedangkan Dinas
bernama RTI (Research Triangle Institute) sebesar Rp. 600.000.000 untuk semua
sedangkan dana yang diberikan oleh pemerintah berasal dari APBD dana sebesar
biaya gaji kader dan biaya bidan desa sebagai penanggung jawab kegiatan POMP
Filariasis didesa masing-masing. Biaya gaji kader untuk kegiatan POMP Filariasis
208 orang kader. Untuk gaji kader saja memakan biaya sebesar Rp. 7.560.000,00,
kemudian gaji bidan desa sebagai penanggung jawab didesanya sebesar Rp.
Jika dijumlahkan gaji kader dan gaji bidan desa seluruhnya berjumlah Rp.
dialokasikan oleh Dinas Kesehatan Aceh Barat, untuk kedepannya jika dana
penyuluhan sehingga masyarakat akan mengetahui apa itu penyakit filariasis dan
pentingnya minum obat pencegah filariasis. Menurut Mahsun (2006) bahwa untuk
memperoleh hasil yang baik atas setiap kinerja, organisasi harus melakukan
dan prasarana yang mendukung. Sarana adalah sesuatu yang dapat dipakai sebagai
alat dalam mencapai maksud atau tujuan, sedangkan Prasarana adalah segala
dan prasarana yang harus ada yaitu form pencatatan pengobatan, tempat kegiatan
mikroskop, litflet filariasis yang dbagikan kepada penduduk dan proyektor untuk
pekalongan.
memiliki form pencatatan POMP Filariasis, buku saku filariasis, alat tulis, dan
kaos. Sarana dan prasarana terkait media sosialisasi tidak ada seperti spanduk,
baliho maupun litflet tentang filariasis yang harus diberikan kepada penduduk.
Sarana dan prasarana seperti spanduk maupun litflet tentang filariasis sangat
terkait sarana dan prasarana dalam program eliminasi filariasis khususnya sarana
5.4.1 Advokasi
program yang bersifat publik. Dukungan yang diperoleh jika kegiatan advokasi
berhasil yaitu dukungan moral dana dukungan dana, semua dukungan itu sangat
selama lima tahun. Miller dan Covery (2005) dalam bukunya menyatakan bahwa
kegiatan advokasi sangat penting dalam implementasi suatu program, karena ada
dan kekuasaan.
Bupati, DPRD, Bapedda, Dinas Terkait, dan Camat sehingga kegiatan program
masyarakat.
5.4.2 Koordinasi
koordinasi yang dilakukan oleh atasan kepada aparat yang berada dibawah
yang dibahas yaitu kesepakatan pelaksanaan POMP Filariasis, rencana kerja dan
sektor kegiatannya yaitu pertemuan dan sosialisasi tentang filariasis dan POMP
Filariasis agar bisa bekerja sama. Dalam kegiatan koordinasi vertikal yang
dilakukan oleh Puskesmas Drien Rampak masih belum maksimal, karena masih
ada yang belum dilibatkan yaitu UPT Dinas Pendidikan Aceh Barat di Kecamatan
Arongan Lambalek.
belajar dan mengajar yang dilakukan kepada anak-anak yang ada di Kecamatan
5.4.3 Sosialisasi
baik dan tertuju pada masyarakat. Dalam pelaksanaan program eliminasi filariasis
yang dilakukan masih belum maksimal, karena masih banyak masyarakat yang
tidak tahu tentang informasi tentang penyakit filariasis, penyebab, serta reaksi
itu dari Kepolisian dan TNI. Sosialisasi seperti ini tidak akan efektif dalam
filariasis.
masyarakat tidak memiliki pemahaman yang baik terhadap penyakit filariasis dan
karena TPE merupakan ujung tombak dari program eliminasi filariasis. Untuk
dan fungsinya sebagai ujung tombak dalam program eliminasi filariasis. TPE bisa
melalui musyawarah desa dengan kriteria bersedia, mampu baca tulis, dan
disegani oleh masyarakat. TPE dapat berasal dari organisasi yang sudah ada
seperti anggota pramuka, guru, LSM, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Setiap
Program Eliminasi di Puskesmas Drien Rampak mulai dari tahun 2015 sampai
2016 ini kader filarisisnya adalah kader posyandu. Setiap desa memiliki 4 orang
Puskesmas Drien Rampak untuk kegiatan pelatihannya berjalan lancar, hanya saja
tidak efektif karena pesertanya terlalu banyak yaitu 62 orang dan waktunya
kader yang mau belajar dan membaca buku pedoman filariasis yang diberikan
masyarakat tentang filariasis, reaksi obat, dan mendorong masyarakat agar aktif
pengiriman obat-obatan yang bermutu dari gudang obat secara merata dan teratur
Rampak terdistribusi dengan dengan baik dan tidak terdapat kekurangan bahan
logistik baik itu obat dan air mineral. Tetapi harus benar-benar kita perhatikan
untuk kedepannya terkait penyaluran obat kepada masyarakat daerah terpencil dan
kabupaten/kota yang mana stok obat disimpan di dinkes provinsi, kemudian dari
desa yang menjadi sasarana POMP Filariasis dalam Program Eliminasi Filariasis.
Dinkes Provinsi
( Stok )
Puskesmas
Desa
POMP Filariasi di masjid dilakukan oleh keciknya dengan surat edaran dari
camat, pengajian bahkan dipesta hajatan. Metode ini memang sangat efisien tapi
tidak efektif karena masyarakat hanya diajak untuk hadir pada hari H pelaksanaan
rumah di wilayah binaan kader filariasis. Satu kader filariasis membina 20-30 KK
dengan lancar sesuai target yaitu cakupan yang meminum obat mencapai >85%
penduduk sasaran.
Kepala desa dan bidan desa yang menentukan tempat untuk dijadikan pos
seperti pos-pos filariasis yang hanya satu disetiap desa, waktunya singkat hanya
satu hari walaupun sampai jam 17.00, hal ini tentu berdampak pada akses atau
wilayah kerja Puskesmas Drien Rampak masih belum benar-benar paham tentang
yaitu kader yang memberikan obat kepada penduduk yang tidak hadir, harus
minum obat pencegahan filariasis. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari efek
samping obat filariasis agar kegiatan tahapan selanjutnya masyarakat tidak takut
lagi meminum obat filarisis dan mengetahui apa efek samping obat filariasis itu.
meraka selalu bertindak sesuai dengan rencana. Ada tiga pendekatan yang dapat
memonitoring reaksi POMP Filariasis perlu diketahui bahwa berbeda dengan efek
samping obat pada penggunaan obat pada umumnya. Efek yang tidak diharapkan
pada pengobatan filariasis terdiri dari 2 kelompok efek yang sangat berbeda
penyebabnya, yaitu:
a. Pertama adalah yang biasa disebut efek samping obat, yaitu disebabkan
karena reaksi terhadap obatnya. Efek samping obat ini adalah akibat efek
mikrofilaria yang mati adalah benda asing bagi tubuh ), bukan terhadap
obatnya.
kepada masyarakat agar tidak terjadi salah persepsi mengenai reaksi pasca
pengobatan. Jika masyarakat tidak memahami dengan jelas mengapa timbul reaksi
masyarakat menjadi tidak mau untuk minum obat filariasis. Selain itu, informasi
mengenai sistem rujukan juga harus disampaikan dengan jelas agar masyarakat
mengerti apa yang harus dilakukan dan harus kemana ketika mengalami reaksi
mengenai reaksi hasil pengobatan kepada masyarakat agar tidak merasa takut dan
apabila terjadi reaksi atau kejadian ikutan hasil pengobatan; 3) kader membantu
merujuk masyarakat yang mengalami reaksi atau kejadian ikutan hasil pengobatan
program dapat dicapai. Pemberian obat kepada penduduk yang tidak hadir
yang tidak hadir saat pemberian obat massal (Depkes RI, 2008).
sudah berjalan dengan baik hanya saja TPE/kader tidak mengawasi masyarakat
obat massal filariasis, dalam kegiatan pemberian obat kepada penduduk yang
aktif dan kerjasama oleh TPE/kader, kepala desa, puskesmas dan keluarga
sasaranan. Jika TPE/kader tidak mampu untuk mengawasi saat minum obat
massal filariasis bagi penduduk yang tidak hadir, perlu diadakan sosialisasi
kepada salah satu anggota keluraga sebagai pengawasan minum obat filarisis
disetiap kelurga. Sosialisasi di laksanakan oleh bidan desa bersama kader kepada
obat kepada sasaran baik itu dari petugas kesehatan maupun keluarga sasaran
dengan baik dengan adanya waktu dari dinas kesehatan selama 1 bulan sehingga
laporannya jelas kapan bisa di input oleh dinas kesehatan. Untuk pencatatan yang
dilakukan oleh TPE/kader sudah baik dengan batas waktu dari puskesmas selama
Pencatatan dan pelaporan yang baik akan memberikan data dan informasi yang
tepat dan akurat sehingga dapat menggambarkan pelaksanaan program dan dapat
Untuk menentukan keberhasilan pengobatan massal ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu:
a. Cakupan Geografis
tahun 2016 ini 73% dari jumlah sasaran ini belum dilakukan survey
c. Survey Cakupan
Dari data diatas dapat ditemukan bahwa ada perbedaan dari persentase
persentase survey cakupan, karena jika tidak dilaksanakan survey cakupan maka
kita tidak akan memperoleh data yang real tentang persentase POMP
tidak minum obat dirumah saat diberikannya obat oleh TPE/kader, jumlah
penduduk dan jumlah sasaran yang berubah, atau penduduk dari luar
Implementation Unit (UI) yang juga meminum obat dan tercatat sebagai penduduk
memutuskan rantai penularan filariasis adalah >85% dari jumlah sasaran. Jika
dilihat dari cakupan pengobatan di Kabupaten Aceh Barat untuh tahap pertama
yang sudah dilaksanakan survey cakupan belum mencapai target dengan angka
Puskesmas Drien Rampak juga belum mencapai target nasional hanya 54%
POMP Filariasis di Puskesmas Drien Rampak tahun 2015 dan 2016 belum
target.
6.1 Kesimpulan
karena masih adanya SDM yang tidak ada seperti tenaga mikroskopis.
RI, dan APBD Kabupaten Aceh Barat baik itu tahap pertama maupun
tahap kedua.
film yang digunakan untuk memutar film tentang filariasis. Sarana dan
prasarana yang dimiliki oleh Puskesmas Drien Rampak hanya kaos, form
lainnya.
koordinasi lintas program tetapi belum maksimal karena masih ada yang
Rampak belum maencapai target nasional, baik itu tahap I dan II. Tahap I
hanya 54% itu sudah dilakukan survey cakupan dan tahap II 43% belum
penduduk sasaran.
6.2 Saran
bisa dilakukan dengan lebih melibatkan tokoh adat dan agama yang
tenaga SDM-nya.
senggang.
A. Identitas Peserta
a. Nama :
b. Umur :
c. Jenis Kelamin :
d. Pendidikan Terakhir :
e. Tanggal Wawancara :
B. Pertanyaan
Barat, Apa saja tugas dan fungsi bapak/ibu terkait program eliminasi
filariasis?
filariasis?
eliminasi filariasis? Apakah dana selalu ada diberikan? Dan dari mana
filariasis?
eliminasi filariasis?
A. Indentitas informan
a. Nama :
b. Umur :
c. Jenis Kelamin :
d. Pendidikan Terakhir :
e. Tanggal Wawancara :
B. Pertanyaan
sampai sekarang.
yang dilakukan oleh dinas kesehatan Kabupaten Aceh Barat agar obat
sosialisasi tersebut?
A. Indentitas informan
a. Nama :
b. Umur :
c. Jenis Kelamin :
d. Pendidikan Terakhir :
e. Tanggal Wawancara :
B. Pertanyaan
eliminasi filariasis?
tersebut?
A. Indentitas informan
a. Nama :
b. Umur :
c. Jenis Kelamin :
d. Pendidikan Terakhir :
e. Tanggal Wawancara :
B. Pertanyaan
A. Indentitas informan
a. Nama :
b. Umur :
c. Jenis Kelamin :
d. Pendidikan Terakhir :
e. Tanggal Wawancara :
B. Pertanyaan
A. Identitas informan
a. Nama :
b. Umur :
c. Jenis Kelamin :
d. Pendidikan Terakhir :
e. Tanggal Wawancara :
B. Pertanyaan
1. Sesuai dengan jabatan yang Ibu emban, bagaimana kerja sama ibu
tersebut?
A. Identitas informan
a. Nama :
b. Umur :
c. Jenis Kelamin :
d. Pendidikan Terakhir :
e. Tanggal Wawancara :
B. Pertanyaan
A. Identitas informan
a. Nama :
b. Umur :
c. Jenis Kelamin :
d. Tanggal Wawancara :
B. Pertanyaan
1. Apakah ada kegiatan kerja sama lintas sektor antara pihak puskesmas
A. Identitas informan
a. Nama :
b. Umur :
c. Jenis Kelamin :
d. Pendidikan Terakhir :
e. Tanggal Wawancar :
B. Pertanyaan
obat filariasis?
A. Identitas informan
a. Nama :
b. Umur :
c. Jenis Kelamin :
d. Tanggal Wawancara :
B. Pertanyaan
a. Jika “iya” Apa aja kegiatan yang dilibatkan oleh Dinas Kesehatan?,