Anda di halaman 1dari 127

PELAKSANAAN MANAJEMEN PROGRAM ELIMINASI FILARIASIS DI

PUSKESMAS DRIEN RAMPAK KEC. ARONGAN LAMBALEK


KAB. ACEH BARAT TAHUN 2016

SKRIPSI

OLEH
BUDI SETYAWAN
NIM : 121000097

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PELAKSANAAN MANAJEMEN PROGRAM ELIMINASI FILARIASIS DI
PUSKESMAS DRIEN RAMPAK KEC. ARONGAN LAMBALEK
KAB. ACEH BARAT TAHUN 2016

Skripsi ini diajukan sebagai


salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH
BUDI SETYAWAN
NIM : 121000097

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatukan bahwa skripsi yang berjudul

“PELAKSANAAN MANAJEMEN PROGRAM ELIMINASI FILARIASIS

DI PUSKESMAS DRIEN RAMPAK KEC. ARONGAN LAMBALEK

KAB. ACEH BARAT TAHUN 2016” ini beserta seluruh isinya adalah benar

hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan

dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam

masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau

sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya

pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak

lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Maret 2017

Budi Setyawan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK

Puskemas Drien Rampak salah satu puskesmas yang melaksanakan


Program Eliminasi Filariasis, program yang dilaksanakan oleh puskesmas yaitu
Pemberian Obat Massal Filariasis (POMP Filariasis). Namun cakupan pemberian
POMP Filariasis tahap I dan II masih jauh dari target nasional yaitu 85%
penduduk sasaran. Cakupan tahap I hanya 54% sedangkan tahap II 43 %
penduduk sasaran, sehingga untuk mengatasinya perlu manajemen dan tata
laksana program yang baik.
Jenis penelitian ini adalah penelitian Deskriptif dengan menggunakan
pendekatan metode kualitatif dengan jumlah informan 18 informan yang terdiri
dari Kepala Dinas Kesehatan, Kepala P2M Dinas Kesehatan, Penanggung Jawab
Program Eliminasi Filariasis di Kabupaten Aceh Barat, Kepala Puskesma Drien
Rampak, Penanggung jawab Program Eliminasi di Puskesmas, Bidan Desa,
Kader, Kepala Desa/Kecik, Camat Arongan Lambalek, dan masyarakat di
Kecamatan Arongan Lambalek. Sedangkan metode pengumpulan data dilakukan
dengan metode wawancara mendalam dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak tercapainya cakupan
Pemberian Obat Massal Filariasis (POMP Filariasis) disebabkan karena
pemanfaatan SDM, sarana dan prasarana, ketersediaan dana, kurangnya pos-pos
filariasis dan sosialisasi yang belum dilaksanakan dengan baik. Kurangnya media
sosialisasi terkait POMP Filariasis menyebabkan masih banyaknya masyarakat
yang tidak mengetahui dengan jelas tentang penyakit filariasis dan pengobatan
massal filariasis.
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa masih banyak hambatan
pelaksanaan POMP Filariasis terutama rendahnya pemahaman masyarakat tentang
penyakit filariasis. Untuk itu disarankan kepada Dinas Kabupaten Aceh Barat dan
Puskesmas Drien Rampak saling bersinergis agar meningkatkan sosialisasi kepada
masyarakat terkait Pelaksanaan POMP Filariasis dan memperbanyak pos-pos
filariasis disetiap desa disetiap kecamatan.

Kata Kunci : Program Eliminasi Filariasis, POMP Filariasis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT
Puskesmas Drien Rampak is one of the public health centerswhich carries out
Filariasis Elimination program such as Mass Provision of Filariasis Medicinal
(POMP Filariasis). However, the coverage of POMP Faliriasis in the phase I and
II is still far from the national target of 85% of the target population. On phase I
coverage, it has 54% of the target population, while on the phase IIcoverage it
just has 43% of the target population so that to overcome the situation, a good
management and governance program is needed.

This research used descriptive qualitative method with 18 informants consisting of


the Head of the Health Agency, the Head of the P2M Health Agency, the Person
in Charge of Filariasis Elimination Program in West Aceh District, the Head of
Puskesmas Drien Rampak, the Person in Charge of Elimination Program at
Puskesmas, the Midwives, the Cadres, the Village Head/Kecik, the Head of
Arongan Lambalek Sub-District, and the people in Arongan Lambalek Sub-
District while the data were gathered by conducting in-depth interviews and
documentation.

The result of this research showed that the failure to achieve coverage of Mass
Provision of Filariasis Medicinal (POMP Filariasis)is due to utilization of human
resources, of facilities and infrastructures, of availability of funds, filariasis post
and socialization that have not been implemented properly. The lack of
socialization media related to POMP Filariasis causes many people not to know
exactly about the disease and the mass healing of filariasis.

The conclusion is that there are still many obstacles in the implementation of
POMP Filariasis mainly poor public understanding of the filariasis disease.
Therefore it is suggested that the Agency of West Aceh District and Pusksmas
Drien Rampak improve the dissemination to the society related to the
implementation of POMP Filariasis and propagate the Filariasis posts in every
village of everu sub-district.

Keywords: Filariasis Elimination Program, POMP Filariasis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Budi Setyawan

Tempat Lahir : Natal

Tanggal Lahir : 23 Januari 1995

Suku Bangsa : Jawa – Mandailing Indonesia

Agama : Islam

Nama Ayah : Sugeng

Suku Bangsa Ayah : Jawa Indonesia

Nama Ibu : Hawani Lubis

Suku Bangsa Ibu : Mandailing Indonesia

Pendidikan Formal

1. SD/Tamat tahun : SD Negeri 148206/330 Air Apa/2006

2. SLTP/Tamat tahun : SMP Negeri 2 Batahan/2009

3. SLTA/Tamat tahun : SMA Negeri 1 Sinunukan/2012

4. Akademik/Tamat tahun : S-1 Ilmu Kesehatan Masyarakat/2017

5. Lama studi di FKM USU : 2012 - 2017

Riwayat Organisasi

1. 2012 – 2013 : UKMI Al-Ishlah FKM USU

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyusun dan menyelesaikan

skripsi ini yang diajukan guna melengkapi dan memenuhi syarat dalam

menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara khususnya Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

dengan judul “Pelaksanaan Manajemen Program Eliminasi Filariaasis

Di Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten

Aceh Barat Tahun 2016”. Shalawat dan salam peneliti sampaikan kepada

Rasulullah SAW yang membawa umat-Nya dari alam kebodohan ke alam yang

penuh ilmu pengetahuan.

Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini peneliti banyak menghadapi

kesulitan, tetapi berkat bimbingan, serta bantuan dari semua pihak yang terkait,

akhirnya skripsi ini dapat peneliti selesaikan, maka dari itu perkenankan peneliti

menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes selaku Ketua Departemen Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes selaku dosen pembimbing I dan dr. Fauzi, SKM

selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu,

memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik.

5. dr. Heldy B.Z, MPH dan Dr. Juanita, SE, M.kes selaku dosen penguji yang

telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan kepada penulis dalam

menyempurnakan skripsi ini.

6. Ir. Indra Chahaya, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan bimbingan dan petunjuk selama penulis mengikuti pendidikan

7. Seluruh Dosen di Lingkungan FKM USU, terutama para Dosen Departeman

Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang telah memberikan ilmu,

bimbingan serta dukungan moral selama perkuliahan.

8. Seluruh Staf Kepegawainan di Lingkungan FKM USU, terutama Pegawai

Sub Bagian Pendidikan Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

yang telah membantu dalam proses skripsi ini.

9. dr. H. Zafril Luthfy, RA. M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten

Aceh Barat yang telah memberikan izin penelitian di UPT Dinas Kesehatan

yaitu Puskesmas Drien Rampak Kec. Arongan Lambalek

10. Adnen AR, SKM selaku kepala puskesmas dan seluruh pegawai di

Puskesmas Drien Rampak yang telah membantu penulis dan memberikan izin

penelitian di Puskesmas Drien Rampak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11. Terkhusus dan teristimewa kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Sugeng

dan Ibunda Hawani Lubis atas segala pengorbanan, dukungan dan doa

restunya kepada penulis.

12. Teruntuk saudara kandung penulis satu-satunya yaitu Setyo Hadi yang selalu

memberikan semangat dalam menyelesaikan pendidikan ini.

13. Teruntuk sahabat seperjuangan semasa kuliah di Fakultas Kesehatan

Masyarakat angkatan Tahun 2012 yaitu Topik, Fahri, Nur Muhammad, Rizky

Susanti, Ulfa, Yuni, Arika, Miranda, Sri Hasna, Manda, Slyvia, Harun, dan

Alwi yang membantu penulis selama masa perkuliahan dan tempat curahan

hati.

14. Teruntuk teman-teman PBL Desa Suka Sipilihen yaitu Ridwan Z, Gratia,

Mefri, Mia, Triska, Setriani, Susi dan Lely terima kasih untuk dukungan dan

semangat yang telah diberikan selama ini.

15. Teruntuk teman LKP di Puskesmas Darussalam yaitu Topik, Dwi, Bintang,

Nisa, Riska dan Egita terima kasih untuk kebersamaan dan motivasinya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,

untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua

pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Maret 2017

Budi Setyawan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. i


ABSTRAK............................................................................................................ ii
ABSTRACT........................................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP PENULIS ............................................................................ iv
KATA PENGANTAR.......................................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xii
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 10
2.1 Filariasis ......................................................................................... 10
2.1.1 Definisi Filariasis .................................................................. 10
2.1.2 Penyebab Filariasis ................................................................ 10
2.1.3 Daur Hidup ............................................................................ 11
2.1.4 Patologi dan Simptomatologi ................................................. 12
2.1.5 Gejala dan Diagnosis Klinis ................................................... 14
2.1.6 Pencegahan dan Pengobatan .................................................. 14
2.2 Manajemen .................................................................................... 15
2.2.1 Definisi ................................................................................. 15
2.2.2 Fungsi Manajemen ................................................................ 16
2.2.3 Unsur-unsur Manajemen ....................................................... 17
2.3 Puskesmas ..................................................................................... 18
2.3.1 Definisi ................................................................................. 18
2.3.2 Manajemen Puskesmas .......................................................... 19
2.3.3 Tugas dan Fungsi Puskesmas ................................................. 19
2.4 Program Eliminasi Filariasis .......................................................... 22
2.4.1 Kebijakan .............................................................................. 22
2.4.2 Strategi .................................................................................. 23
2.4.3 Kegiatan Pokok ..................................................................... 23
2.4.4 Pengorganisasian ................................................................... 25
2.4.5 Langkah-langkah Eliminasi ................................................... 28
2.4.6 Sumber Dana dan Sarana........................................................ 33
2.4.7 Indikator Kerja ...................................................................... 34
2.5 Pengobatan Massal Filariasis ......................................................... 34
2.5.1 Jenis Obat dan Cara Pemberian .............................................. 35
2.5.2 Perencanaan Pengobatan Massal di Puskesmas ...................... 36
2.5.3 Pelaksanaan Pengobatan Massal ............................................ 40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.6 Kerangka Pikir................................................................................ 49
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 50
3.1 Jenis Penelitian .............................................................................. 50
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 50
3.2.1 Lokasi Penelitian ................................................................... 50
3.2.2 Waktu Penelitian ................................................................... 50
3.3 Informan Penelitian ........................................................................ 50
3.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 51
3.5 Triangulasi ..................................................................................... 51
3.6 Definisi Operasional ...................................................................... 51
3.7 Teknik Analisis Data ...................................................................... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................... 56
4.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian ......................................... 56
4.1.1 Letak Geografis ..................................................................... 56
4.1.2 Demografis ............................................................................ 56
4.1.3 Sumber Daya Kesehatan ........................................................ 57
4.2 Karateristik Informan ..................................................................... 57
4.3 Program Eliminasi Filariasis di Puskesmas Drien Rampak
Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat .................. 59
4.3.1 Pemanfaatan Sumber Daya Manusia Dalam Pelaksanaan
Progrm Eliminasi Filariasis ................................................. 59
4.3.2 Ketersediaan Dana Dalam Pelaksanaan Program
Eliminasi Filariasis .............................................................. 60
4.3.3 Sarana dan Prasarana Dalam Pelaksanaan Program
Eliminasi Filariasis .............................................................. 61
4.3.4 Advokasi Dalam Pelaksanaan Program Eliminasi
Filariasis............................................................................... 62
4.3.5 Koordinasi Dalam Pelaksanaan Program Eliminasi
Filariasis .............................................................................. 63
4.3.6 Sosialisasi Dalam Pelaksanaan Program Eliminasi
Filariasis .............................................................................. 65
4.3.7 Persiapan Tenaga Pelaksana Eliminasi ( TPE ) Dalam
Pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis ........................... 66
4.3.8 Distribusi Logistik Dalam Pelaksanaan Program Eliminasi
Filariasis .............................................................................. 67
4.3.9 Penyiapan Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program
Eliminasi Filariasis .............................................................. 68
4.3.10 Pelaksanaan Pemberian Obat Massal ( POMP ) Filariasis
Dalam Pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis.................. 69
4.3.11 Monitoring Reaksi Pemberian Obat Massal Filariasis
Dalam Pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis.................. 70
4.3.12 Pemberian Obat Kepada Penduduk Yang Tidak Hadir
Dalam Pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis ............... 71
4.3.13 Pencatatan dan Pelaporan Dalam Pelaksanaan Program
Eliminasi Filariasis .............................................................. 72
4.3.14 Cakupan Pemberian Obat Massal Pencegah Filariasis........... 73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 75
5.1 Pemanfaatan Sumber Daya Manusia ............................................... 75
5.2 Ketersedian Dana ............................................................................ 76
5.3 Sarana dan Prasarana....................................................................... 77
5.4 Tata Laksana Program Eliminasi Filariasis Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2016 Di Puskesmas Drien Rampak....................................... 78
5.4.1 Advokasi .............................................................................. 78
5.4.2 Koordinasi............................................................................ 79
5.4.3 Sosialisasi............................................................................. 81
5.4.4 Persiapan Tenaga Eliminasi (TPE)........................................ 82
5.4.5 Distribusi Logistik ................................................................ 84
5.4.6 Penyiapan Masyarakat .......................................................... 85
5.4.7 Pelaksanaan POMP Filariasis ............................................... 86
5.4.8 Monitoring Reaksi POMP Filariasis ..................................... 87
5.4.9 Pemberian Obat Kepada Penduduk Yang Tidak Hadir .......... 89
5.4.10 Pencatatan Dan Pelaporan..................................................... 90
5.4.11 Cakupan Pemberian Obat Massal Filariasis di Wilayah
Kerja Puskesmas Drien Rampak ........................................... 90
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 95
6.1 Kesimpulan..................................................................................... 95
6.2 Saran............................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... xiv
LAMPIRAN
Pedoman Wawancara
Surat Izin Penelitian FKM USU
Surat Keterangan Telah Selesai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Agenda Eliminasi Filariasis Indonesia .................................................... 33


Tabel 2.2 Penilaian Hasil Cakupan Pengobatan Massal & Survey Cakupan
di Implementation Unit (IU) ............................................................................... 46
Tabel 2.3 Jadwal Kegiatan POMP Filariasis ........................................................................ 48
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah
Kerja Puskesmas Drien Rampak Tahun 2015........................................ 57
Tabel 4.2 Sumber Daya Manusia Puskesmas Drien Rampak .................................. 57
Tabel 4.3 Karateristik Informan ............................................................................. 57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Siklus Hidup Cacing Filarias............................................................... 11


Gambar 2.2 Skema Proses Eliminasi Filariasis di Kabupaten/Kota......................... 31
Gambar 2.3 Alur Pencatatan dan Pelaporan Pelaksanaan Pengobatan Masal
Filariasis ............................................................................................. 47
Gambar 2.4 Kerangka Konsep ............................................................................... 49
Gambar 5.1 Alur Pendistribusian Obat Untuk Pengobatan Massal
Program Eliminasi Filariasis ................................................................ 86

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR SINGKATAN

APBD : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah


BAPEDDA : Badan Perencana dan Pembangunan Daerah
BTKL-PPM : Badan Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan
Penyakit Menular
CTM : Chlorpheniramin Maleat
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
DEC : Diethylcarbamazine Citrate
Ditjen PP&PL : Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkunga
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Dinkes Prov : Dinas Kesehatan Provinsi
GF : Global Found
IU : Implementation Unit
Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Kec. : Kecamatan
Kab. : Kabupaten
KIE : Komunikasi, Informasi dan Edukasi
Kg : Kilogram
KK : Kepala Keluarga
Km2 : Kilometer Persegi
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
MDA : Mass Drug Administration
Mf Rate : Microfilaria Rate
mg : Miligram
mm : Milimeter
NGO : National Goverment Organization
NTP : National Task Force
Ormas : Organisasi Masyarakat
Permenkes RI : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
PEMDA : Pemerintah Daerah
PKK : Pembinaan Kesejahteran Keluarga
Pramuka : Praja Muda Karana
POMP : Pemberian Obat Massal Pencegah
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
RTI : Research Triangle Institute
SDM : Sumber Daya Manusia
SAE : Serious Adverse Experience
Toga : Tokoh Agama
Toma : Tokoh Masyarakat
TPE : Tenaga Pelaksana Eliminasi
UPTD : Unit Pelaksana Teknis Dinas
UKM : Upaya Kesehatan Masyarakat
UKP : Upaya Kesehatan Perorangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UKS : Usaha Kesehatan Sekolah
WHA : Word Health Assembly
WHO : Word Health Organization

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengendalian berbagai penyakit menular sampai saat ini masih menemui

kendala, salah satunya adalah pengendalian dan pemberantasan penyakit filariasis

atau kaki gajah yang harus dilakukan seluas wilayah kabupaten/kota. Penanganan

telah dilakukan namun dikarenakan kendala yang ada mengakibatkan hasilnya

belum maksimal. Penyakit filariasis termasuk penyakit yang terabaikan karena

tidak adanya kepentingan strategis dari pihak mana pun. Perlu diingat penyakit ini

terkait masalah gizi, kebersihan lingkungan, kemiskinan, menyebabkan kerugian

sosial, kerugian ekonomi dan kecacatan permanen (Kemenkes RI, 2010).

Saat ini penyakit filariasis telah menjadi salah satu penyakit yang

diprioritaskan untuk dieliminasi, diperkuat dengan keputusan World Health

Organization (WHO) Tahun 2000 telah mendeklarasikan “The Global Goal of

Elimination of Lymphatic Filariasis as a Publich Health Problem by the year

2020”. Negara Indonesia sepakat untuk melakukan program eliminasi filariasis

yang dilaksanakan secara bertahap dimulai tahun 2002 (Kemenkes RI, 2010).

Di dunia terdapat kurang lebih 1,3 milyar penduduk berisiko tertular

penyakit filariasis di lebih 83 negara dan 60% kasus berada di Asia Tenggara.

Pada tahun 1997, Majelis Kesehatan Dunia mengadopsi Resolusi WHA

(World Health Assembly), yang menyerukan negara–negara anggota untuk

memulai langkah-langkah menuju pemberantasan filariasis yang menjadi masalah

kesehatan masyarakat. Berdasarkan data WHO di tahun 2016 ditemukan 40 juta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


orang terinfeksi filariasis, dengan 25 juta orang menderita dibagian kelamin dan

15 juta orang menderita dibagian lymphoedema (WHO, 2016).

Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015 sejak tahun

2010 sampai dengan 2015 terjadi peningkatan kasus filariaris, dari 11.969 kasus

menjadi 13.032 kasus berarti ada peningkatan 1.063 kasus dalam 5 tahun.

Sedangkan untuk provinsi dengan kasus tertinggi filariasis klinis pada tahun 2015

yaitu Nusa Tenggara Timur (2.864 kasus), Aceh (2.372 kasus), dan Papua Barat

(1.244 kasus). Untuk mencapai eliminasi di Indonesia di tetapkan dua pilar yang

akan dilaksanakan yaitu: 1). Memutuskan rantai penularan dengan pemberian obat

massal pencegah filariasis (POMP filariasis) di daerah endemis, dan 2). Mencegah

dan membatasi kecacatan karena filariasis.

Sampai tahun 2015 berdasarkan hasil pemetaan daerah endemis di

Indonesia diperoleh sebanyak 241 kabupaten/kota merupakan daerah endemis

filariasis sedangkan daerah non endemis sebanyak 273 kabupaten/kota dari total

541 kabupaten/kota se-Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa hampir sebagian

dari penduduk Indonesia tinggal di daerah endemis sehingga berisiko tertular

filariasis. Dari 241 kabupaten/kota endemis filariasis sebanyak 54%

kabupaten/kota sedang melaksanakan POMP filariasis dan 22% telah selesai

melaksanakan POMP filariasis 5 putaran. Namun, masih ada 18% kabupaten/kota

yang belum mulai melaksanakan dan 6% putus POMP filariasis. Untuk cakupan

POMP filariasis selama 4 tahun terakhir terus meningkat, dari 56,5% pada tahun

2012 manjadi 69,5% pada tahun 2015 walaupun ada peningkatan tetapi belum

mencapai target nasional yaitu 85% (Kemenkes RI, 2015) .

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penyakit filariasis sudah menyebar merata hampir ke seluruh

kabupaten/kota di Provinsi Aceh, ditemukan 2.372 kasus sepanjang tahun 2015.

Dengan besarnya kasus tersebut, maka provinsi Aceh menjadi salah satu daerah

target eliminasi filariasis. Dari 23 kabupaten/kota hanya ada 4 kabupaten yang

mengampanyekan POMP filariasis yaitu, Aceh Barat, Bireun, Aceh Utara dan

Aceh Tamiang di tahun 2015. Berdasarkan survey darah jari yang dilakukan oleh

Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, dari ke 4 kabupaten tersebut: Aceh Barat

ditemukan 4% microfilariasis positif, Bireun 30% microfilariasis positif, Aceh

Utara 8% microfilariasis, Aceh Tamiang 33% microfilariasis positif ditahun 2014

(Dinkes Prov. Aceh 2015).

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 dari 12

kecamatan di Kabupaten Aceh Barat, yang menjadi salah satu kecamatan endemis

filariasis adalah Kecamatan Arongan Lambalek yang jarak dari kota kabupaten

sejauh 30 km. Secara geografis wilayahnya berada di tepi pantai, ditemukan kasus

filariasis limfatik sebanyak 8 kasus. Masyarakat sehari–hari mayoritas bekerja

sebagai nelayan dan bertani, yang secara geografis dapat memudahkan penularan

penyakit filariasis dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk.

Puskesmas Drien Rampak adalah puskesmas yang terletak di Kecamatan

Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat, yang merupakan daerah pesisir pantai

dengan luas wilayah 130,06 Km2 dengan jumlah penduduk 11,494 jiwa.

Kecamatan Arongan Lambalek terdiri dari 27 Gampoeng yang dibagi menjadi 2

kemukiman yaitu Kemukiman Arongan dan Kemukiman Lambalek.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Batas-batas wilayah Kecamatan Arongan Lambalek sebelah utara

Kecamatan Woyla Barat, sebelah selatan Samudera Hindia, sebelah Barat

Kabupaten Aceh Jaya dan sebelah timur Kecamatan Sama Tiga. Unit Pelaksana

Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas Drien Rampak didirikan pada tahun 1993 yang

merupakan pemekaran dari Kecamatan Sama Tiga. UPTD Puskesmas Drien

Rampak sebelumnya berstatus puskesmas rawat jalan dan pada tahun 2015

berubah status menjadi puskesmas rawat inap.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Drien

Rampak Kec. Arongan Lambalek Kab. Aceh Barat terdapat kasus penderita

filariasis positif sebanyak 8 orang, kemudian dikampanyekan program eliminasi

filariasis oleh dinas kesehatan Kabupaten Aceh Barat di tahun 2015. Puskesmas

Drien Rampak salah satu puskesmas yang ikut dalam program eliminasi filariasis,

dimana untuk pertama kalinya puskesmas ini mengikuti kampanye program

eliminasi filariasis.

Dalam program eliminasi filariasis ada dua pilar untuk memberantas

penyakit filariasis. Adapun yang dilaksanakan oleh Puskesmas Drien Rampak

hanya pilar yang pertama yaitu pemberian obat massal pencegah filariasis, untuk

cakupan pemberian obat massal pencegah (POMP) filariasis tahap I ditahun 2015

persentasenya hanya tercapai 54% dari sasaran minum obat massal filariasis,

sedangkan jumlah penduduk sasaran minum obat yaitu 9.538 jiwa dari jumlah

penduduk 11.375 jiwa yang berada di Puskesmas Drien Rampak. Pemerintah

pusat menargetkan capaian pemberian obat massal pencegah (POMP) filariasis

adalah minimal 85% dari penduduk sasaran diwilayah kerja puskesmas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kemudian di tahap II tahun 2016 juga tidak mencapai target yang

dharapkan, untuk tahun 2016 cakupan yang meminum obat filariasis ini

persentasenya hanya 43% dari jumlah penduduk sasaran, persentase tersebut

belum dilaksankan survey cakupan dari Kementerian Kesehatan RI sehingga bisa

berubah. Diasumsikan Penyebab tidak tercapainya target POMP Filariasis karena

sumber daya manusia yang tidak lengkap, sebab masih ada sumber daya manusia

yang tidak ada seperti tenaga mikroskopis. Pemberian obat kepada penduduk yang

tidak hadir yang dilakukan oleh tenaga eliminasi filariasis ke masyarakat belum

berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil survey cakupan penduduk sasaran yang

dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI hasilnya masih banyak penduduk yang

tidak minum obat khususnya penduduk yang tidak hadir pada hari POMP

Filariasis, padalah kader filariasis mendatangi ke rumah-rumah penduduk sasaran.

Sarana dan Prasarana tidak ada seperti baliho, spanduk, dan proyektor

film. Sarana dan prasarana sangat penting dalam Program Eliminasi Filariasis, hal

ini sejalan dengan penelitian Habibah dan Sungkar (2015), penelitiannya

menyatakan bahwa cakupan pemberian obat massal pencegah (POMP) filariasis

perlu ditingkatkan agar mencapai target yang ditetapkan oleh WHO. Kinerja

pengelola program POMP filariasis perlu ditingkatkan dan harus aktif mengajak

masyarakat untuk datang ke tempat pengobatan massal setiap tahun. Masyarakat

harus diberikan pengetahuan mengenai filariasis yang dapat diberikan melalui

ceramah, pemasangan spanduk di tempat yang ramai dan pemutaran film

filariasis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dalam pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis ada tata laksana yang

harus dilaksanakan, mulai dari advokasi, koordinasi, sosialisasi, persiapan tenaga

pelaksana eliminasi, distribusi bahan dan pelaralatan obat, penyiapan masyarakat,

pelaksanaan kegiatan pemberian obat massal pencegah filariasis, monitoring

reaksi pemberian obat massal pencegah filariasis, pemberian obat kepada

penduduk yang tidak hadir, pencatatan dan pelaporan. Kesemua ini harus

dijalankan dengan baik dan maksimal agar Program Eliminasi Filariasis berjalan

dengan lancar dan cakupan POMP Filariasis mencapai target nasional.

(Kemenkes RI, 2010).

Ketersediaan dana operasional dapat mempengaruhi kesuksesan

pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis. Oleh karena itu, perlu dimanfaatkan

dengan maksimal dana operasional yang diberikan oleh penyandang dana.

Puskesmas juga harus bekerja sama dengan pemerintah kecamatan dan lembaga

swadaya untuk saling mendukung dalam kegiatan Program Eliminasi Filariasis.

Sehingga pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis khususnya pemberian obat

massal pencegah filariasis (POMP Filariasis) dapat berjalan terus hingga tahun

2020.Dengan pelaksanaan manajemen program yang baik tentang program

eliminasi filariasis, maka kasus filariasis dapat di tekan sehingga penularannya

dapat dicegah. Berdasarkan hasil penelitian Santoso, dkk (2015) mengatakan

bahwa pelaksanaan pengobatan massal filariasis perlu ditingkatkan dengan

meningkatkan peran serta tokoh masyarakat dan peran aktif kader filariasis di

kelurahan Kemelak, kecamatan Baturaja Timur.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “ Pelaksanaan Manajemen Program Eliminasi Filariasis

Di Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh

Barat Tahun 2016”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perumusan pada

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana input dalam pelaksanaan manajemen program eliminasi

filariasis di Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek

Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016.

2. Bagaimana proses dalam pelaksanaan manajemen program eliminasi

filariasis di Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek

Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016.

3. Bagaimana output dalam pelaksanaan manajemen program eliminasi

filariasis di Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek

Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk menjelaskan input dalam pelaksanaan manajemen program

eliminasi filariasis di Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan

Lambalek Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Untuk menjelaskan proses dalam pelaksanaan manajemen program

eliminasi filariasis di Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan

Lambalek Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016.

3. Untuk menjelaskan output dalam pelaksanaan manajemen program

eliminasi filariasis di Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan

Lambalek Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi puskesmas terkait dengan pelaksanaan

manajemen program eliminasi filariasis di Puskesmas Drien Rampak

Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016.

2. Sebagai informasi tambahan yang akan memperkaya kajian dan ilmu

Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Filariasis
2.1.1 Definisi Filariasi
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang

disebabkan oleh cacing filaria yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening.

Penyakit ini dapat merusak sistem limfe, menimbulkan pembengkakan pada

tangan, kaki, glandula mammee, dan scrotum, menimbulkan cacat seumur hidup

serta stigma sosial bagi penderita dan keluarganya (Idema dan Pusarawati, 2004).

2.1.2 Penyebab Filariasis

Menurut Ideham dan Pusarawati (2004), filariasis di Indonesia disebabkan

oleh 3 spesies cacing filariasis yaitu :

a. Wuchereria bancrofti

Penyakit filariasis akibat Wuchereria Bancrofti disebut wuchereriasis atau

filariasis bancrofti. Hospesnya adalah manusia dan vektornya adalah nyamuk

Culexpipianfatigans, di perkotaan nyamuk Aedes, dan Anopheles di daerah

pedesaan. Cara infeksi yaitu melalui gigitan nyamuk yang mengandung larva

stadium 3. Morfologi cacing dewasa bentuknya seperti benang, warna putih susu.

Cacing jantan panjangnya 40 mm, ekor melingkar mempunyai 2 spikula, warna

putih, sedangkan cacing betina panjangnya 65 – 100 mm, ekor lurus, ujung

tumpul.

b. Brugia malayi

Penyakit filariasis akibat Brugia Malayi disebut brugiasis atau filariasis

malayi. Hospesnya adalah manusia, anjing, kucing dan kera. Vektornya adalah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


nyamuk Anopheles. Cara infeksi yaitu melalui gigitan nyamuk yang mengandung

larva stadium 3. Morfologi cacing dewasa bentuknya halus seperti benang,

warnanya putih susu, cacing betina panjangnya 55 mm, ekor halus, sedangkan

cacing jantan ukurannya lebih kecil dari cacing betina (22 mm) dan ekornya

melengkung ke arah ventral.

c. Brugia timori

Penyakit filariasis akibat Brugia Timori disebut brugiasis atau filariasis

timori. Hopesnya adalah manusia dan vektornya adalah nyamuk Anopheles

Barbirotis. Cara infeksi yaitu melalui gigitan nyamuk yang mengandung larva

stadium 3. Morfologi cacing dewasa bentuknya halus seperti benang bewarna

putih susu. Cacing betina panjang 40 mm dan ekornyanya lurus sedangkan cacing

jantan ukurannya lebih kecil dari cacing betina (23mm) dan ekornya melengkung

ke arah ventral.

2.1.3 Daur Hidup

Gambar 2.1 Siklus Hidup Cacing Filaria

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dasar hidup cacing filaria yaitu ketika insekta (nyamuk) menghisap darah

yang mengandung mikrofilaria, dalam beberapa jam kemudian mikrofilaria

menembus dinding usus tengah nyamuk mencari jalan ke otot toraks dan

mengalami metamorfosis dari bentuk larva ke bentuk filarial. Beberapa minggu

kemudian mikrofilaria memasuki tahap infeksius. Ketika nyamuk kembali

menggigit manusia,terjadi pemindahan larva yang infeksius melalui kulit ke

hospes yang baru. Di sini larva tumbuh jadi dewasa.

Periodisitas mikrofilaria dalam darah bervariasi tergantung pada

spesiesnya. Periodisitas nokturna adalah karakteristik pada mikrofilaria

Wuchereria Bancrofti dibelahan bumi sebelah barat. Mikrofilaria umumnya

ditemukan di malam hari, jumlahnya bertambah mencapai maksimum di malam

hari dan kemudian bersarang sampai minimum pada tengah hari. Mikrofilaria

berada pada siang hari dalam pembuluh darah paru-paru, jantung dan otot, dalam

aorta dan karotid. Pada malam hari mikrofilaria bermigrasi ke saluran darah

perifer.

2.1.4 Patologi dan Simptomatologi

Menurut Irianto (2009) Simptom filarial disebabkan oleh cacing dewasa,

baik yang hidup, mati dan mengalami degenerasi. Mikrofilaria yang berada sekitar

satu tahun setelah infeksi tidak memperlihatkan patologi atau sedikit sekali.

Cacing dewasa berada dalam saluran limfe yang berdilatasi atau dalam sinus

jaringan limfe. Kemungkinan hasil infeksi filariasis dapat diklasifikasikan

menjadi 3 bentuk :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Filariasis Asimtomatik

Di daerah endemik, anak – anak mudah terserang. Mereka mempunyai

mikrofilaria dalam darahnya tanpa simptom. Pada waktu cacing dewasa mati dan

mikrofilaria menghilang maka pasien bebas dari infeksi.

b. Filariasis Inflammatory

Infeksi filaria inflammatory adalah suatu fenomena alergi yang disebabkan

karena sensitivitas terhadap produk cacing-cacing hidup atau mati. Kelenjar

limfegenetalis yang terutama menderita efeknya. Pada pria umumnya terjadi

limfangitis akut dari korda spermatika (funikulitis) dengan penebalan atau

pembesaran korda dan lembut, epididimis, orkhitis dan oedem skrotum. Kadang-

kadang terjadi serangan akut yang serupa dan berlangsung dalam interval

beberapa bulan atau lebih lama pada pasien, dengan atau tanpa terjadinya

elephantiasis. Biasanya efeknya menunjukkan anggota badan jadi merah, panas

dan sakit.

c. Filariasis Obstruktif (penyumbatan)

Elephantiasis adalah hasil akhir yang dramatis pada filariasis. Filariasis

obstruktif tumbuh perlahan-lahan biasanya berlangsung bertahun-tahun dengan

infeksi yang terus menerus. Pada stadium kronis reaksi seluler dan oedem

ditempati kembali oleh Hyperplasia Fibroblastic, absorpsi dan pergantian tempat

parasit oleh jaringan granulasi proliferatif dan menyebabkan berbagai pelebaran

limfe. Protein tinggi (high protein) mengisi limfe, karena stimulasi pertumbuhan

kulit dan jaringan ikat kolagen dan secara berangsur-angsur dalam periode

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


beberapa tahun. Efek pembengkakan bertambah keras dan terjadi elephantiasis

kronis.

Penyumbatan duktus torasikus atau saluran limfe median abdominal dapat

membawa efek terhadap skrotum dan penis dari pasien pria dan genita luar dari

wanita. Elephantiasis umumnya memengaruhi atau memberi efek pada kaki dan

genitalia. Berat Elephantiasis pada skrotum dapat mencapai 25 kg.

2.1.5 Gejala dan Diagnosis Klinis

Apabila seseorang terserang filariasis akut, maka gejala yang tampak

adalah :

a. Demam berulang-ulang selama 3 – 5 hari, demam dapat hilang bila si

penderita istirahat dan muncul lagi setelah si penderita bekerja berat.

b. Pembengkakan kelenjar getah bening sehingga terlihat bengkak di daerah

lipatan paha, ketiak yang tampak kemerahan, panas dan sakit.

c. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak

kemerahan dan merasa panas.

Gejala klinis filariasis kronis yaitu berupa pembesaran yang menetap

(Elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, dan buah zakar

(elephantiasis skrotis). Diagnosis klinis dapat dilakukan dengan pemeriksaan

miskrokopis darah yang diambil malam hari. Menurut metode ini akan ditemukan

mikrofilaria (Irianto,2009).

2.1.6 Pencegahan/Eliminasi dan Pengobatan

Prinsip pencegahan filariasis adalah melakukan pengobatan massal pada

penduduk yang hidup di daerah endemis filariasis, pengobatan terhadap pendatang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang berasal dari daerah non endemik filariasis dan pengendalian nyamuk yang

menjadi vektor penularnya sesuai dengan daerah targetnya. Selain itu,

memperbaiki lingkungan agar bebas vektor serta mencegah gigitan nyamuk,

menggunakan repellent atau kelambu waktu tidur juga dapat meningkatkan upaya

pencegahan penyebaran penyakit ini.

Untuk pengobatan, obat yang pada saat ini banyak digunakan untuk

filariasis bancrofti adalah DEC (Diethyl Carbamazine Citrate) dengan dosis

6 mg/kgBB/hari, selama 5 tahun berturut-turut diberikan 1 tahun sekali.

Pemberian DEC hanya ditujukan untuk mengobati tahap mikrofilaria, tahap

filariasisakut, untuk mengobati kiluria, limfedema, dan tahap awal elephantiasis.

Pengobatan dengan antihistamin serta pemberian obat-obat simptomatik, analgetik

dan antipretikdapat diberikan sesuai dengan keluhan penderita dan gejala penyakit

yang terjadi. Apabila telah terjadi hidrokel atau elephantiasis yang lanjut,

penanganan filariasis hanya dapat dilakukan melalui pembedahan

(Permenkes RI Nomor 94/2014).

2.2 Manajemen
2.2.1 Definisi
Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (1999) manajemen merupakan ilmu

tentang upaya manusia untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimilikinya

untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Sedangkan menurut

Reksohadiprodjo (2000) manajemen merupakan suatu usaha merencanakan,

mengeroganisir, mengarahkan, mengkoordinir serta mengawasi kegiatan dalam

suatu organisasi agar tercapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2.2 Fungsi manajemen

Fungsi-fungsi manajemen adalah serangkaian kegiatan yang dijalankan

dalam manajemen berdasarkan fungsinya masing-masing dan mengikuti suatu

tahapan-tahapan tertentu dalam pelaksanaannya. Fungsi-fungsi manajemen,

sebagaimana diterapkan oleh Nickels dan McHugh dikutip Gitosudarmo dan

Mulyono (1999), terdiri dari empat fungsi, yaitu:

1. Perencanaan atau Planning, yaitu proses menyangkut upaya yang

dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang

dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan

tujuan organisasi

2. Pengorganisasian atau Organizing, yaitu proses yang menyangkut

bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan

didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem

dan lingkungan organisasi yang kondusif, dan bisa memastikan bahwa

semua pihak dalam organisasi bisa bekerja secara efektif dan efisien guna

pencapaian tujuan organisasi.

3. Pengimplementasian atau Directing, yaitu proses implementasi program

agar bisa dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses

memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggung

jawabnya dengan penuh kesadaran dan produktivitas yang tinggi.

4. Pengendalian dan Pengawasan atau Controlling, yaitu proses yang

dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


direncanakan, diorganisasikan, dan diimplementasikan bisa berjalan sesuai

dengan target yang diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi

didalam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi.

2.2.3 Unsur-unsur Manajemen

Menurut Reksohadiprodjo (2000), unsur-unsur manajemn lebih dikenal

dengan istilah 6M dalam manajemen atau “The Six M’s in Management”.

Unsur-unsur ini merupakan bagian terpenting dan mutlak harus ada manajemen,

baik dalam rangka proses pencapaian tujuan secara keseluruhan atau pencapaian

tujuan secara dari masing-masing pelaksanaan fungsi manajemen. Unsur-unsur

manajemen yang dikenal dengan 6M terdiri atas:

1. Manusia (Man)

Manusia merupakan unsur yang utama dalam manajemen untuk mencapai

tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Manusia berperan untuk melaksanakan

beberapa aktivitas untuk mencapai tujuan, misalnya dalam kegiatan perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan. Sarana manusia ini dalam organisasi

biasa disebut Sumber Daya Manusia (SDM). Kualitas SDM sangat menetukan

keberhasilan organisasi, karena manajemen tidak akan mungkin dapat mencapai

tujuannya tanpa ada manusia.

2. Uang (Money)

Berbagai kegiatan yang dilakukan dalam perusahan membutuhkan uang.

Uang digunakan untuk pendirian perusahaan, pembayaran upah tenaga kerja,

membeli berbagai peralatan dan bahan baku, biaya transportasi, dan sebagainya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Uang sebagai sarana manajemen harus digunakan secara efisien dan efektif agar

tujuan tercapai dengan biaya serendah mungkin.

3. Bahan Baku (Material)

Bahan baku digunakan sebagai bahan dasar yang digunakan dalam proses

produksi.

4. Mesin (Machine)

Mesin merupakan salah satu bentuk kemajuan teknologi yang dapat

mempermudah pekerjaan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang sangat pesat menyebabkan penggunaan mesin semakin meningkat.

Penggunaan mesin dalam kegiatan perusahaan dapat membuat proses produksi

atau kegiatan yang terkait dengan tujuan organisasi lebih efisien.

5. Pasar (Market)

Pasar merupakan tempat untuk melakukan kegiatan memasarkan hasil

produksi dari suatu kegiatan usaha. Penguasaan pasar untuk menyebarkan hasil

produksi agar sampai ke tangan konsumen merupakan unsur yang menentukan

dalam kegiatan manajemen pada umumnya.

2.3 Puskesmas
2.3.1 Definisi
Pusat pelayanan masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah

fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorang tingkat pertama, dengan lebih

mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakatyang setinggi-tingginya diwilayah kerjanya

(Permenkes RI Nomor 75/2014).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan

untuk mewujudkan masyarakat yang:

a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat;

b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu;

c. Hidup dalam lingkungan yang sehat;

d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat.

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas mendukung

terwujudnya kecamatan sehat. Dinas kesehatan kabupaten/kota adalah satuan

kerja pemerintah daerah kabupaten/kota yang bertanggung jawab

menyelenggarakan urusan pemerintah dalam bidang kesehatan di kabupaten/kota

(Permenkes RI Nomor 75/ 2014).

2.3.2 Manajemen Puskesmas

Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya

kesehatan masyarakat yang sesuai dengan azas penyelenggaraan puskesmas, perlu

ditunjang oleh manajemen puskesmas yag baik. Manajemen puskesmas adalah

rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk menghasilkan luaran

puskesmas yang efektif dan efisien. Ada tiga fungsi manajemen pusksesmas yang

dikenal yakni Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian, serta Pengawasan dan

Pertanggungjawaban. Semua fungsi manajemen tersebut harus dilaksanakan

secara terkait dan berkesinambungan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.3.3 Tugas dan Fungsi Puskesmas

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk

mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka

mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas tersebut,

puskesmas menyelenggarakan fungsi (Permenkes RI Nomor 75/ 2014) :

1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya.

Dalam menyelenggarakan fungsi ini, puskesmas berwenang untuk :

a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan

masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.

b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.

c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan

masyarakat dalam bidang kesehatan.

d. Menggerakan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan

masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang

bekerja sama dengan sektor lain terkait.

e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan dan upaya

kesehatan berbasis masyarakat.

f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia

puskesmas.

g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.

h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses,

mutu, dan cakupan pelayanan kesehatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,

termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon

penanggulangan penyakit.

2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.

Dalam menyelenggarakan fungsi ini, puskesmas berwenang untuk :

a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,

berkesinambungan dan bermutu.

b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya

promotif dan preventif.

c. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasikan pada

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

d. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan

keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung.

e. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif

dan kerja sama inter dan antar profesi.

f. Melaksanakan rekam medis.

g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan

akses pelayanan kesehatan.

h. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan.

i. Mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan

kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya.

j. Melaksanakan pelaksanaan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan

sistem rujukan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Selain menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud, puskesmas dapat

berfungsi sebagai wahana pendidikan tenaga kesehatan. Ketentuan mengenai

wahana pendidikan tenaga kesehatan tersebut, dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan (Permenkes RINomor 75/2014).

2.4 Program Eliminasi Filariasis (Kemenkes RI, 2010)

Eliminasi filariasis adalah tercapainya keadaan dimana penularan filariasis

sedemikian rendahnya sehingga penyakit ini tidak menjadi masalah kesehatan

masyarakat. Program eliminasi filariasis di Indonesia dilaksanakan dengan

pengobatan massal filariasis dan penatalaksanaan kasus filariasis.

Pengobatan massal filariasis adalah pemberian obat kepada semua

penduduk di daerah endemis filariasis dengan DEC, Albendazole dan Paracetamol

sesuai takaran, setiap 1 tahun sekali selama 5 tahun, yang bertujuan untuk

menghilangkan sumber penularan dan memutus mata rantai penularan filariasis,

sedangkan tata laksana kasus filariasis adalah pengobatan dan pengawasan

penderita klinis yang bertujuan untuk mematikan cacing filaria serta mencegah

dan membatasi kecacatan. Perawatan penderita lebih ditekankan pada perawatan

mandiri dan seumur hidup.

Adapun tujuan umum dari program eliminasi filariasis adalah filariasis

tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia pada tahun 2020,

sedangkan tujuan khusus dari program eliminasi filariasis adalah menurunkan

angka mikrofilaria (Mf rate) menjadi <1% dan mencegah serta membatasi

kecacatan karena filariasis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.4.1 Kebijakan

Eliminasi filariasis merupakan salah satu prioritas nasional program

pemberantasan penyakit menular. Pelaksanaan eliminasi filariasis di Indonesia

dilaksanakan dengan menerapkan Program Eliminasi Filariasis Limfatik Global

dari WHO, yaitu memutuskan rantai penularan filariasis serta mencegah dan

membatasi kecacatan serta mencegah penyebaran filariasis antar kabupaten,

provinsi dan negara. Adapun satuan lokasi pelaksanaan (Implementation Unit)

eliminasi filariasis adalah kabupaten/kota (Kemenkes RI, 2010).

2.4.2 Strategi

Strategi yang digunakan yaitu (1) Meningkatkan peran kepala daerah dan

para pemangku kepentingan lainnya; (2) Memantapkan perencanaan dan

persiapan pelaksanaan termasuk sosialisasi pada masyarakat; (3) Memastikan

ketersediaan obat dan distribusinya serta dana operasional; (4) Memantapkan

pelaksanaan POMP filariasis yang didukung oleh sistem pengawasan dan

pelaksanaan pengobatan dan pengamanan kejadian ikutan pasca pengobatan;

(5) Meningkatkan monitoring dan evaluasi (Kemenkes RI, 2010).

2.4.3 Kegiatan Pokok (Kemenkes RI, 2010)

Meningkatkan Promosi, yaitu (1) Meningkatkan pengetahuan, sikap dan

perilaku masyarakat, perorangan atau lembaga kemasyarakatan, agar berperan

aktif dalam upaya eliminasi filariasis dan (2) Pengembangan pesan promosi yang

mendukung peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam

upaya eliminasi filariasis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pengembangan Sumber Daya Manusia Filariasis, yaitu (1) Memperkuat

kemampuan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan program eliminasi

filariasis, baik melalui pendidikan, pelatihan, sosialisasi, distribusi informasi dan

penyelenggaraan seminar eliminasi filariasis dan (2) Perioritas pendidikan dan

pelatihan tenaga profesional adalah tenaga pelaksana eliminasi filariasis, tenaga

epidemiologi, tenaga entomologi, serta tenaga mikroskopis di pusat dan daerah.

Menyempurnakan Tata Organisasi, yaitu (1) Pembentukan Task Force

eliminasi filariasis dan kelompok kerja eliminasi filariasis di pusat dan daerah; (2)

Pengembangan jejaring kerja lintas program dan lintas sektor; (3) Mendorong

terbentuknya lembaga sosial kemasyarakatan (LSM) peduli filariasis.

Meningkatkan Kemitraan, yaitu dengan (1) Inventarisasi dan merumuskan

kerja sama lembaga mitra; (2) Perioritas kerja sama antara program eliminasi

filariasis dengan program pemberantasan kecacingan, kusta, pengendalian vektor

dan program lain yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas program

eliminasi filariasis; (3) Perioritas kerja sama antar sektor adalah program usaha

kesehatan sekolah (UKS) terutama dalam rangka penemuan kasus dan pengobatan

massal, serta lembaga mitra pemerintah, lembaga sosial kemasyarakatan, media

massa, dan lain sebagainya; (4) Kerja sama dengan lembaga donor nasional dan

internasional serta dunia usaha.

Meningkatkan Advokasi, yaitu (1) Meningkatkan advokasi para penentu

kebijakan untuk mendapatkan dukungan komitmen, tersusunnya peraturan

perundangan, serta terlaksananya program eliminasi filariasis dengan dukungan

anggaran, sumber daya manusia, dan sarana penunjang lainnya yang memadai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


serta penggerakan semua potensi yang ada di pusat dan daerah; (2) Perioritas

advokasi adalah para menteri dan pimpinan lembaga pemerintah terkait, gubernur,

bupati, walikota, DPR pusat, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, badan

dan dinas terkait di provinsi dan kabupaten, komisi kesehatan di provinsi dan

kabupaten/kota, pimpinan lembaga sosial kemasyarakatan, dunia usaha, media

massa dan lembaga donor.

Pemberdayaan Masyarakat, yaitu (1) Menumbuh kembangkan norma

kemasyarakatan yang berdaya guna dan mandiri dalam upaya eliminasi filariasis;

(2) Pemerdayaan masyarakat diutamakan dalam penemuan dan perawatan

penderita klinis filariasis serta pelaksanaan pengobatan massal filariasis dengan

sasaran perioritas pemberdayaan adalah penderita dan keluarganya, tokoh

masyarakat, guru, tenaga kesehatan ( medis dan paramedis praktek swasta),

penyandang dana lokal dan masyarakat luas.

Memperluas Jangkauan Program, yaitu (1) Melaksanakan tahapan kegiatan

eliminasi filariasis agar tercapai tujuan eliminasi filariasis tahun 2020; (2)

Perluasan jangkauan program eliminasi dengan pendekatan kepulauan,

pendekatan lintas batas administrasi pemerintahan, dan pendekatan kawasan

epidemiologi filariasis; (3) Melaksanakan upaya pengendalian vektor secara

terpadu, terutama dengan program pemberantasan malaria dan demam berdarah

dengue.

Memperkuat Sistem Informasi Strategis, yaitu (1) Mengembangkan sistem

surveilans eliminasi filariasis yang mampu mendukung perencanaan,

pengendalian dan evaluasi program eliminasi filariasis; (2) Mengembangkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sistem surveilans eliminasi filariasis kabupaten/kota yang terintegrasi dalam

sistem surveilans eliminasi filariasis provinsi dan nasional serta dalam sistem

surveilans epidemiologi kesehatan; (3) Peningkatan pemanfaatan teknologi

komunikasi elektomedia.

2.4.4 Pengorganisasian (Kemenkes RI, 2010)

Pengorganisasian dilaksanakan agar semakin memperkuat kemampuan

unit-unit pelaksanaan program eliminasi filariasis di pusat dan daerah dengan

tugas pokok dan fungsi yang jelas.

Pada pengorganisasian di pusat, Kementerian Kesehatan merupakan

pengendalian utama program eliminasi filariasis di pusat yang mempunyai tugas

sebagai berikut (1) Menetapkan kebijakan nasional eliminasi filariasis; (2)

Menetapkan tujuan dan strategi nasional eliminasi; (3) Melaksanakan

pengendalian pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program eliminasi filariasis

dengan memperkuat komitmen dan mobilisasi sumber daya yang ada; (4)

Memperkuat kerja sama antar program di lingkungan kementerian kesehatan,

kerja sama antar departemen/kementerian serta kerja sama lembaga mitra lainnya

secara nasional, juga bilateral antar negara dan lembaga internasional; (5)

Menyediakan obat yang dibutuhkan dalam rangka pengobatan massal filariasis,

terutama DEC, Albendazole dan Paracetamol; (6) Menyusun dan menetapkan

pedoman umum dan teknik program eliminasi filariasis nasional; (7)

Melaksanakan pelatihan nasional eliminasi filariasis, terutama pelatihan

fasilitator, pelatihan teknik operasional eliminasi filariasis; (8) Melaksanakan

pembinaan dan asistensi teknik program eliminasi filariasis di provinsi;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(9) Melaksanakan penelitian dalam pengembangan metode eliminasi

filariasis yang lebih efektif dan efisien; (10) Membentuk National Task Force

(NTP) eliminasi filariasis yang bertugas memberi masukan kepada pemerintahan

terhadap aspek kebijakan dan aspek teknis eliminasi, monitoring dan evaluasi

pelaksanaan eliminasi filariasis serta advokasi dan sosialisasi para penentu

kebijakan di pusat maupun daerah; (11) Membentuk kelompok kerja eliminasi

filariasis; (12) Unit Pelaksanaan Teknis Balai Teknis Kesehatan Lingkungan dan

Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL-PPM) melaksanakan tugas surveilans

epidemiologi dan laboratorium eliminasi filariasis regional.

Pada pengorganisasian di provinsi, dinas kesehatan provinsi merupakan

pengendali utama program eliminasi filariasis di tingkat provinsi yang

mempunyai kewenangan tugas sebagai berikut (1) Menetapkan kebijakan

eliminasi filariasis provinsi; (2) Menetapkan tujuan dan strategi eliminasi filariasis

di tingkat provinsi; (3) Melaksanakan pengendalian pelaksanaan, monitoring dan

evaluasi program eliminasi filariasis dengan memperkuat komitmen, mobilisasi

sumber daya provinsi; (4) Memperkuat kerja sama lintas program dan lintas

sektor serta kerja sama lembaga mitra kerja lainnya di provinsi; (5) Melaksanakan

pembinaan dan asistensi teknis program eliminasi filariasis di kabupaten/kota; (6)

Melaksanakan pelatihan eliminasi filariasis di provinsi, terutama pelatihan

fasilitator pelatihan teknis operasional eliminasi filariasis; (7) Melaksanakan

pemetaan dan penetapan daerah endemis filariasis serta survey evaluasi

pengobatan massal filariasis; (8) Membentuk Provincial Task Force eliminasi

filariasis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada pengorganisasian di kabupaten/kota, dinas kesehatan kabupaten/kota

merupakan pengendali utama program eliminasi filariasis di tingkat

kabupaten/kota yang mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut (1)

Menetapkan kebijakan eliminasi filariasis di kabupaten/kota; (2) Menetapkan

tujuan dan strategi eliminasi filariasis di tingkat kabupaten/kota; (3)

Melaksanakan pengendalian pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program

eliminasi filariasis dengan memperkuat komitmen, mobilisasi sumber daya

kabupaten/kota; (4) Memperkuat kerja sama lintas program dan lintas sektor serta

kerja sama lembaga mitra kerja lainnya di kabupaten/kota; (5) Melaksanakan

pembinaan dan asistensi teknis program eliminasi filariasis di puskesmas, rumah

sakit dan laboratorium daerah; (6) Melaksanakan pelatihan eliminasi filariasis di

kabupaten/kota; (7) Melaksanakan evaluasi cakupan POMP filariasis dan

penatalaksanaan kasus klinis kronis filariasis di daerahnya; (8) Membentuk

District Task Force eliminasi filariasis; (9) Mengalokasikan anggaran biaya

operasional dan melaksanakan POMP filariasis; (10) Mengalokasikan anggaran

dan melaksanakan pengobatan selektif, penatalaksanaan kasus reaksi pengobatan,

dan penatalaksanaan kasus klinis filariasis; (11) Mengkoordinir dan memastikan

pelaksanaan tugas puskesmas sebagai pelaksana operasional program eliminasi

filariasis kabupaten/kota.

2.4.5 Langkah-langkah Eliminasi (Depkes RI, 2008)

a. Penatahapan Kabupaten/Kota

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Penemuan Kasus Klinis Filariasis

Setiap kabupaten/kota mengumpulkan data kasus klinis filariasis yang

dilakukan pemutakhiran secara teratur setiap akhir tahun. Data ini merupakan data

dasar penetapan endeminitas daerah, lokasi survey data dasar (Baseline Survey),

penetapan perioritas daerah, pelaksana kegiatan penatalaksanaan kasus klinis

filariasis dan evaluasi program eliminasi filariasis.

Secara operasional, penemuan kasus klinis filariasis dilaksanakan oleh

puskesmas dengan melaksanakan kegiatan (1) Kampanye penemuan dan

penatalaksanaan kasus klinis filariasis; (2) Mendorong penemuan dan pelaporan

kasus oleh masyarakat, kepala desa, PKK, guru dan pusat-pusat pelayanan

kesehatan; (3) Pemeriksaan dan penetapan kasus klinis filariasis; (4) Perekaman

dan pelaporan data kasus klinis filariasis.

2. Penentuan Endemisitas Filariasis di Kabupaten/Kota

Daerah endemis filariasis menjadi perioritas penyelenggaraan eliminasi

filariasis di kabupaten/kota dan nasional. Penentuan endemisitas filariasis di

kabupaten/kota dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (1)

Kabupaten/kota yang memiliki kasus klinis filariasis melaksanakan survey

mikrofilaria (Survey Darah Jari) di desa dengan jumlah kasus klinis filariasis

terbanyak. Mf rate 1% atau lebih merupakan indikator kabupaten/kota endemis

filariasis; (2) Kabupaten/kota yang terdapat kasus klinis filariasis, berdekatan atau

berada di antara dua daerah endemis filariasis dan memiliki geografis serta budaya

masyarakat yang kurang baik lebih sama dengan daerah endemis filariasis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ditetapkan sebagai kabupaten/kota endemis filariasis; (3) Penentuan

kabupaten/kota endemis ditetapkan dengan keputusan gubernur.

3. Survey Data Dasar Sebelum Pengobatan Massal Filariasis

Kabupaten/kota yang telah ditetapkan sebagai kabupaten/kota endemis

filariasis dan akan melaksanakan pengobatan massal perlu melakukan survey data

dasar di minimal 2 desa berdasarkan jumlah kasus klinis terbanyak.

4. Pengobatan Massal Filariasis

Pengobatan massal dilakukan pada semua penduduk kabupaten/kota,

sekali setahun selama 5 tahun. Pengobatan massal dapat dilakukan serentak pada

seluruh wilayah kabupaten/kota atau secara bertahap per kecamatan sesuai dengan

kemampuan daerah dalam mengalokasikan anggaran daerah untuk kegiatan

pengobatan massal. Pengobatan massal secara bertahap harus dapat diselesaikan

di seluruh wilayah kabupaten/kota dalam waktu 5-7 tahun agar infeksi tidak

terjadi.

5. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring cakupan pengobatan massal dilaksanakan setiap tahun setelah

pengobatan massal dan survey evaluasi prevalensi mikrofilaria dilaksanakan

sebelum pengobatan massal tahun ketiga dan kelima.

6. Sertifikasi Eliminasi Filariasis

Sertifikasi dilakukan setelah pengobatan massal tahun kelima. Sertifikasi

adalah penilaian untuk menetukan apakah kabupaten/kota telah berhasil

mengeliminasi filariasis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Penatalaksanaan Kasus Klinis

Penatalaksanaan kasus klinis dilakukan terhadap semua kasus klinis

ditemukan untuk mencegah dan membatasi kecacatan. Penatalaksanaan kasus

dilakukan dengan pemberian obat dan perawatan.

8. Penatalaksanaan Kasus Asimptomatik

Setiap orang sehat yang ditemukan mikrofilaria dalam darahnya mendapat

pengobatan yang memadai agar tidak menderita klinis filariasis dan tidak menjadi

sumber penularan terhadap masyarakat sekitarnya.

9. Pengendalian Vektor

Pengendalian nyamuk sebagai vektor penular filariasis dilaksanakan untuk

memutus rantai penularan. Dilaksanakan secara terpadu dengan pengendalian

vektor penyakit malaria, demam berdarah dan pengendalian vektor lainnya.

Gambar 2.2 Skema Proses Eliminasi Filariasis di Kabupaten/Kota

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kabupaten/kota endemis rendah filariasis adalah kabupaten/kota yang

terdapat penderita filariasis, tetapi dengan Mf rate <1%.

b. Penatahapan Provinsi

1. Provinsi bertugas untuk menentukan endemisitas filariasis semua

kabupaten/kota yang ada di wilayahnya yang diharapkan selesai tahun

2006.

2. Provinsi mendorong perluasan pelaksanaan eliminasi filariasis sehingga

semua kabupaten/kota endemis filariasis melaksanakan program eliminasi.

Pada tahun 2014, semua kabupaten/kota endemis filariasis telah selesai

melaksanakan pengobatan massal.

3. Melaksanakan kerja sama lintas batas kabupaten/kota.

c. Pentahapan Nasional

1. Mendorong perluasan jangkauan program ke seluruh provinsi.

2. Mendorong kerja sama lintas batas antar provinsi.

3. Mendorong kerja sama lintas batas dengan negara lain.

4. Pada tahun 2014, semua kabupaten/kota endemis filariasis telah

melaksanakan pengobatan massal filariasis tahun ke-5

5. Prasertifikasi eliminasi filariasis dilakukan tahun 2015-2020.

Secara skematis, agenda eliminasi filariasis Indonesia dapat dilihat pada

tabel berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 2.1 Agenda Eliminasi Filariasis Indonesia

d. Pendekatan Perluasan Program

Pendekatan ini perlu ditetapkan untuk mencegah terjadinya reinfeksi

daerah yang sudah eliminasi.

1. Pendekatan kepulauan, perluasan jangkauan program eliminasi filariasis

dilakukan dengan mengutamakan pelaksanaan pengobatan massal secara

serentak pulau per pulau.

2. Pendekatan lintas batas, perluasan jangkauan program dengan

mengutamakan daerah berbatasan langsung dengan daerah yang sedang

melaksanakan pengobatan massal.


ma

3. Pendekatan blok, perluasan jangkauan program dengan mengutamakan

blok per blok daerah yang mempunyai kesamaan geografis, budaya,

mobilitas penduduk atau secara epidemologi mudah terjadi penularan.

2.4.6 Sumber Dana dan Sarana

Pemerintah pusat dan daerah menggalang setiap sumber pendanaan

pemerintah,, lembaga kemasyarakatan, kerja sama antar negara dan lembaga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


internasional. Adapun sumber dana sarana dalam program eliminasi filariasis

yaitu :

a. Biaya operasional pelaksanaan pengobatan massal filariasisdi

kanupaten/kota, puskesmas dan penggerakan masyarakat bersumber dari

alokasi anggaran di kabupaten/kota.

b. Pengadaan obat-obatan dalam pelaksanaan pengobatan massal filariasis

bersumber dari pemerintah (Kementerian Kesehatan) untuk obat DEC dan

Paracetamol, dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk obat

Albendazole.

c. Alokasi anggaran dan pelaksanaan pengobatan selektif, penatalaksanaan

reaksi pengobatan massal filariasis bersumber dari anggaran pemerintah

kabupaten/kota.

d. Untuk penatalaksanaan kasus klinis filariasis, biaya operasioanal dan

logistik obat serta sarana penunjang lainnya bersumber dari alokasi

anggaran pemerintah kabupaten/kota.

2.4.7 Indikator Kinerja (Permenkes RI No. 94/2014)

Indikator kinerja program eliminasi filariasis adalah sebagai berikut :

a. Persentase kabupaten endemis menjadi tidak endemis.

b. Persentase kasus yang ditanganin per tahun (>90%).

2.5 Pengobatan Massal Filariasis (Permenkes RI No. 94/2014)

Dalam rangka eliminasi filariasis, tujuan pengobatan massal adalah untuk

memutus transmisi filariasis dengan menurunkan microfilariasis rate menjadi

<1% dan menurunkan kepadatan rata-rata mikrofilaria.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sasaran pengobatan massal dilaksanakan serentak terhadap semua

penduduk yang tinggal di daerah endemis filariasis, tetapi pengobatan untuk

sementara ditunda bagi :

1. Anak-anak berusia kurang 2 tahun.

2. Ibu hamil.

3. Orang yang sedang sakit berat.

4. Penderita kasus kronis filariasis sedang dalam serangan akut.

5. Balita dengan marasmus atau kwashiorkor.

2.5.1 Jenis Obat dan Cara Pemberian

Jenis obat yang diberikan dalam pengobatan massal filariasis yaitu:

a. Diethyl Carbamazine Citrate (DEC)

DEC mempunyai pengaruh yang cepat terhadap mikrofilaria. Dalam

beberapa jam mikrofilaria di sirkulasi darah mati. Cara kerja DEC adalah

melumpuhkan otot mikrofilaria sehingga tidak dapat bertahan di tempat hidupnya

dan mengubah komposisi dinding mikrofilaria menjadi lebih mudah dihancurkan

oleh sistem pertahanan tubuh hospes. DEC juga dapat menyebabkan matinya

sebagian cacing dewasa. Cacing dewasa yang masih hidup dapat dihambat

perkembang biakannya selama 9 – 12 bulan, DEC diberikan dengan takaran 6

mg/kg/berat tubuh.

Setelah diminum, DEC dengan cepat diserap oleh saluran cerna dan

mencapai kadar maksimal dalam plasma darah setelah 4 jam dan akan

dieksresikan seluruhnya melalui urin dalam waktu 48 jam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Albendazole

Albendazole dikenal sebagai obat yang digunakan dalam pengobatan

cacing usus (cacing gelang, cacing kremi, cacing cambuk dan cacing tambang).

Albendazole juga dapat meningkatkan efek DEC dalam mematikan cacing filaria

dewasa dan microfilaria tanpa menambah reaksi yang tidak dikehendaki.

Di daerah endemis filariasis, seringkali prevalensi cacing usus cukup tinggi,

sehingga penggunaan Albendazole dalam pengobatan massal filariasis juga akan

efektif mengendalikan prevalensi cacing usus. Albendazole 400 mg diberikan

dengan takaran 1 tablet/orang

c. Obat Reaksi Pengobatan

Untuk mengatasi adanya reaksi setelah pengobatan digunakan

paracetamol, Chloropheniramine Malaeat (CTM), antasida doen, salep antibiotik,

infus set, cairan infus ringan laktat, antibiotik oral, vitamin B6, kortiko steroid

injeksi, adrenalin injeksi.

Cara pemberian obat massal menggunakan obat DEC, Albendazole dan

Paracetamol diberikan sekali setahun selama 5 tahun. DEC diberika 6 mg/KgBB,

Albendazole 400 mg untuk semua golongan umur dan Paracetamol 10 mg/KgBB

sekali pemberian. Sebaiknya obat diminum sesudah makan dan didepan petugas.

2.5.2 Perencanaan Pengobatan Massal di Puskesmas

a. Menyiapkan Data Dasar dan Menghitung Kebutuhan Obat Serta


Logistik Lainnya.

Persiapan yang dilakukan yaitu (1) Melaksanakan survey data dasar

sebelum pengobatan massal di 2 desa dengan jumlah kasus terbanyak. Survey ini

dilaksanakan sesuai dengan metode survey darah jari; (2) Menyiapkan data

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


jumlah penduduk di tiap desa menurut golongan umur; (3) Menghitung kebutuhan

obat dan logistik lainnya.

b. Pertemuan Koordinasi Kabupaten/Kota

Tujuan pertemuan koordinasi kabupaten/kota yaitu mendapatkan

kesepakatan dengan puskesmas untuk melaksanakan pengobatan massal. Peserta

terdiri dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan program terkait serta

kepala puskesmas dan pengelolah program filariasis puskesmas. Materi bahasan

yaitu tinjauan ulang program eliminasi filariasis dan rencana pengobatan massal

filariasis, meliputi jumlah sasaran, jumlah tenaga pelaksana eliminasi (TPE),

kebutuhan obat dan bahan serta sarana, pendanaan pengobatan massal. Waktu

pelaksanaan adalah dua bulan sebelum pengobatan massal.

c. Pertemuan Koordinasi Kecamatan

Peserta terdiri dari camat, lintas sektor terkait, kepala puskesmas, kepala

desa/lurah, Toma, Toga, LSM dan Ormas. Bahan yang diperlukan yaitu kit media

penyuluhan filariasis. Waktu pertemuan koordinasi dilaksanakan selama satu hari,

1-2 minggu sebelum pelatihan TPE (Tenaga Pelaksana Eliminasi).

d. Advokasi

Tujuannya adalah memperoleh dukungan pelaksanaan pengobatan massal

serta menjelaskan reaksi pengobatan dan memperoleh dukungan politis dan dana

pengobatan massal tahun berikutnya. Sasaran adalah Bupati/walikota, Bappeda,

DPRD, Dinas terkait, Camat, PKK, Ormas dan pengelola media massa. Waktu

pelaksanaan 2 bulan sebelum pengobatan massal di kabupaten/kota.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Metode yang digunakan yaitu (1) Pertemuan dengan bupati/walikota dan

camat untuk melaporkan rencana kegiatan pengobatan massal filariasis; (2) Rapat

koordinasi kabupaten/kota dan kecamatan dan pertemuan-pertemuan lainnya yang

dapat dimanfaatkan untuk kegiatan advokasi dan sosialisasi tersebut; (3) Membuat

surat instruksi bupati/walikota tentang pelaksanaan pengobatan massal kepada

camat dan dinas terkait (dinas pendidikan, dinas informasi, badan pemberdayaan

masyarakat, dan lain-lain).

e. Sosialisasi

Tujuan yaitu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat

tentang pengobatan massal filariasis sehingga semua penduduk melaksanakan

pengobatan (cakupan pengobatan massal tinggi) dan menyikapi dengan benar apa

bila terjadi reaksi pengobatan. Waktunya yaitu selama 1 bulan terus menerus

menjelang pengobatan massal.

Sasaran adalah tokoh masyarakat, tokoh agama, guru, LSM, dan

masyarakat umum, dengan metode :

1. Menyelenggarakan pertemuan sosialisasi pengobatan massal.

2. Penyuluhan langsung.

3. Sosialisasi di tempat-tempat umum, institusi pendidikan, tempat kerja,

posyandu.

4. Penyuluhan tidak langsung.

5. Media elektronik (radio, tv, film, vcd, dll).

6. Media cetak (poster, leaflet, stiker, koran,dll).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


f. Tenaga Pelaksana Eliminasi (TPE) Filariasis

Setiap TPE filariasis bertanggung jawab untuk 20-30 KK (100-150 orang)

tergantung kondisi daerah masing-masing. Setiap TPE filariasis mendapat 1 paket

bahan pelatihan yang terdiri dari buku pedoman TPE filariasis, kit media

penyuluhan filariasis, kartu pengobatan,formulir pelaporan pengobatan massal

TPE filariasis dan alat tulis.

Penyelenggaraan pelatihan diadakan 1 minggu sebelum pelaksanaan

pengobatan selama 1 hari. Pelatihan dilaksanakan berkelompok, dengan peserta

30 TPE filariasis per kelompok. Pelatih adalah petugas puskesmas terlatih.

Adapun materi pelatihan yaitu (1) Pengertian filariasis yang meliputi gejala dan

tanda filariasis, penyebab dan cara penularan filariasis, pengobatan massal

filariasis, pengenalan reaksi pengobatan, pencegahan filariasis; (2) Kegiatan TPE

dalam pelatihan eliminasi filariasis antara lain pengisian kartu pengobatan,

praktek pengisian formulir, pelaporan pengobatan massal, menyusun rencana

kegiatan. Adapun rencana kegiatan TPE filariasis yaitu:

1. Menetapkan wilayah kerja TPE.

2. Menetapkan lokasi dan waktu pemberian obat.

3. Sensus penduduk, pendataan kasus kronis filariasis.

4. Penyuluhan pengobatan massal.

5. Menyiapkan obat-obatan.

6. Menyiapkan pelaksanaan pengobatan massal, misalnya menyiapkan

ruangan, bahan administrasi, dan lain-lain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.5.3 Pelaksanaan Pengobatan Massal

a. Persiapan

Persiapan pelaksanaan pengobatan massal dilaksanakan oleh Tenaga

Pelaksana Eliminasi (TPE). Adapun kegiatan penyiapan masyarakat dilaksanakan

dengan penyediaan bahan, alat dan obat dan mengunjungi warga dari rumah ke

rumah di wilayah binaan TPE untuk:

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentangtempat, waktu dan

berbagai hal (antara lain makan dulu sebelum minum obat) mengenai

filariasis dan pengobatan massal.

2. Mengisi kartu pengobatan danformulir sensus penduduk binaan.

3. Menyeleksi dan mencatat penduduk yang ditunda pengobatannya.

4. Pendataan kasus kronis filariasis.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan pengobatan massal dilakukan oleh TPE dibawah pengawasan

petugas kesehatan di pos-pos pengobatan massal. Adapun kegiatan yang

dilakukan yaitu:

1. Menyiapkan pos pengobatan massal, obat, kartu pengobatan dan air

minum (masing-masing penduduk dapat membawa air minum).

2. Mengundang penduduk untuk datang ke pos pengobatan yang telah

ditentukan.

3. Memberikan obat yangharus diminum didepan TPE dengan dosis yang

telah ditentukan dan mencatatnya dikartu pengobatan.

4. Mengunjungi penduduk yang tidak datang dari rumah ke rumah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Mencatat jenis efek samping pengobatan massal di kartu pengobatan

dan melaporkannya kepada petugas kesehatan.

6. Membuat laporan.

Obat DEC dan Albendazole adalah obat yang aman dan memiliki toleransi

yang baik tetapi kadang-kadang dapat terjadi reaksi pengobatan terutama pada

infeksi Brugia Malayi dan Brugia Timori. Reaksi yang terjadi dapat berupa reaksi

umum dan reaksi lokal. Reaksi umum terjadi akibat respon imunitas individu

terhadap matinya mikrofilaria, makin banyak mikrofilaria mati makin besar reaksi

yang dapat terjadi. Reaksi umum terdiri dari sakit kepala, pusing, demam, mual,

menurunnya nafsu makan, muntah, sakit otot, sakit sendi, lesu, gatal-gatal, keluar

cacing usus, dan asma bronkial. Reaksi umum hanya terjadi pada 3 hari pertama

setelah pengobatan massal. Reaksi yang ringan biasanya dapat sembuh sendiri

tanpa harus diobati.

Reaksi lokal disebabkan oleh matinya cacing dewasa yang dapat timbul

sampai 3 minggu setelah pengobatan massal. Reaksi yang terjadi berupa nodul di

kulit skrotum, limfadenitis, limfangitis, epididimitis, abses, ulkus. Hal yang paling

penting dalam pengobatan massal adalah penjelasan dan pemahaman mengenai

reaksi kepada penduduk agar penduduk tidak merasa takut dan tidak menolak

untuk diobati pada tahap selanjutnya. Penatalaksanaan reaksi yang tidak tepat

akan memberikan dampak yang lebih buruk terhadap masyarakat di daerah

endemis sehingga dapat mengganggu jalannya program pencegahan filariasis.

Dalam pelaksanaan pengobatan massal filariasis perlu dilakukan antisipasi

menghadapi kemungkinan terjadinya reaksi pengobatan dengan mengadakan:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Pemberitahuan kepada masyarakat bahwa reaksi pengobatan dapat

terjadi namun persentasenya kecil.

2. Tempat memperoleh pertolongan yang diperlukan bila terjadi reaksi

pengobatan.

3. Puskesmas tempat dilaksanakannya pengobatan massal memiliki stok

obat reaksi pengobatan yang cukup.

4. Persiapan para dokter praktek dan petugas paramedis lainnya di daerah

dimana pengobatan massal dilaksanakan agar mampu mengobati reaksi

pengobatan dan memberikan penjelasan yang tepat seperti penjelasan

bahwa obat diminum sesudah makan dan peringatan untuk tidak

memberikan obat pada sasaran yang ditunda pengobatannya.

Adapun jenis obat reaksi pengobatan massal filariasis yaitu (1)

Paracetamol 500 mg untuk mengatasi demam, sakit kepala, pusing, sakit otot; (2)

CTM 4 mg untuk mengatasi alergi dan gatal-gatal; (3) Antasida Doen untuk

mengatasi gejala mual dan muntah-muntah; (4) Salep Antibiotika untuk

mengobati abses dan ulkus; (5) Amoksilin 500 mg untuk mengobati abses dan

ulkus.

Untuk mengantisipasi terjadinya reaksi pengobatan massal filariasis, maka

perlu dibentuk Komite Reaksi Pengobatan. Anggota Komite Reaksi Pengobatan

disesuaikan dengan kebutuhan, antara lain dapat terdiri dari dokter, ahli penyakit

dalam, ahli farmako klinik, ahli farmasi, epidemiologi, ahli parasit, ahli program

eliminasi filariasis, dan ahli hukum kesehatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tugas Komite Reaksi Pengobatan yaitu (1) Memberikan rekomendasi

penggunaan obat dalam rangka pengobatan massal filariasis; (2) Menetapkan

adanya reaksi pengobatan pada suatu pengobatan massal filariasis; (3)

Rekomendasi tindakan yang perlu dilakukan dan antisipasinya

(Kemenkes RI, 2010).

Setiap pelaksanaan pengobatan massal, kadang-kadang terjadi kejadian

yang tidak diinginkan yang berakibat fatal, mengancam jiwa, menyebabkan

kecacatan atau pasien menderita kelainan kongenital, kanker atau dosis yang

diberikan berlebihan sehingga pasien harus segera dirujuk ke rumah sakit,

keadaan ini disebut Serious Adverse Experience (SAE). Bila terjadi SAE, pasien

harus segera dirujuk, dilakukan tindakan yang diperlukan serta dicari penyebab

terjadinya SAE. Kejadian ini harus pula segera dilaporkan langsung ke pusat,

sehingga dapat segera dilakukan penyelidikan SAE lebih lanjut.

c. Pegorganisasian

Adapun tugas dan tanggung jawab pusat (KemenkesRI, 2010) yaitu:

(1) Pengadaan dan pendistribusian obat pengobatan massal filariasis; (2)

Menyusun pedoman dan penggandaan master buku pedoman; (3) Pelatihan teknis

tenaga pelatih provinsi; (4) Bimbingan teknis; (5) Menggalang kemitraan nasional

dan internasional: (6) Memonitor dan mengevaluasi pengobatan massal.

Tugas dan tanggung jawab dinas kesehatan provinsi yaitu (1)

Penggandaan buku pedoman dan bahan KIE; (2) Pelatihan teknis tenaga pelatih

kabupaten/kota; (3)Bimbingan teknis; (4) Menggalang kemitraan provinsi: (5)

Memonitor dan mengevaluasi pengobatan massal.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tugas dan tanggung jawab dinas kesehatan kabupaten/kota yaitu

(1) Menganggarkan biaya operasional; (2) Penggandaan buku pedoman dan bahan

KIE; (3) Pelatihan teknis tenaga pengelola filariasis puskesmas; (4) Bimbingan

teknis; (5) Mendistribusikan logistik; (6) Menggalang kemitraan kabupaten/kota;

(7) Memonitor dan mengevaluasi pengobatan massal; (8) Penggerakan unit terkait

dalam pelaksanaan operasional pengobatan massal di kabupaten/kota

(puskesmas, rumahsakit, dan sebagainya).

Tugas dan tanggung jawab puskesmas yaitu (1) Pelatihan TPE; (2)

Bimbinganteknis; (3) Menggalang kemitraan kecamatan; (4) Melaksanakan

pengobatan massal dan tata laksana kasus; (5) Memonitor dan evaluasi hasil-hasil

pengobatan massal dan reaksi pengobatan; (6) Koordinasi dan penggerakan

petugas puskesmas, terutama tugas supervisi, pengawasan dan monitoring

pengobatan massal dan reaksi pengobatan.

d. Koordinasi Pelaksanaan Pengobatan

Dalam melaksanakan kegiatan pengobatan harus melibatkan lintas

program dan lintas sektor terkait masing-masing jenjang administrasi.

e. Monitoring

Monitoring yang dilaksanakan oleh puskesmas yaitu (1) Memonitor

pelaksanaan pengobatan massal dan kejadian reaksi pengobatan; (2) Menghitung

persediaan, pemakaian, dan sisa obat.

f. Evaluasi

Evaluasi pengobatan massal adalah bagian yang paling penting dalam

program eliminasi filariasis. Adapun dua hal yang harus diperhatikan dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengevaluasi pengobatan massal, yaitu (1) Jumlah penduduk yang minum obat

(cakupan pengobatan) dan (2) Menurunkan prevalensi mikrofilaria.

Untuk mengevaluasi keberhasilan pengobatan massal di kabupaten/kota,

ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:

1. Cakupan geografis, cakupan geografis adalah persentase desa atau

kelurahan yang diobati dalam satu kabupaten/kota di setiap tahun

pengobatan. Cakupan ini dipergunakan untuk menilai apakah pengobatan

massal telah dilaksanakan di seluruh desa/kelurahan di kabupaten/kota

yang endemis tersebut.

Cakupan ini dihitung dengan rumus :

Jumlah desa/kelurahan yang diobati x 100


Jumlah seluruh desa/kelurahan

2. Cakupan pengobatan, cakupan pengobatan dapat menjelaskan jumlah

penduduk yang beresiko untuk diobati dan aspek epidemiologinya dibuat

setiap tahun, dengan perhitungan angka pencapaian pengobatan:

Jumlah penduduk yang meminum obatnya x 100

Jumlah seluruh penduduk di kabupaten

3. Angka keberhasilan pengobatan, cakupan ini dapat menjelaskan

efektivitas pengobatan massal, di hitung dengan rumus :

Jumlah penduduk yang meminum obatnya x 100


Jumlah penduduk sasaran pengobatan massal

4. Survey cakupan, tujuannya yaitu untuk menilai kebenaran cakupan

pengobatan massal berdasarkan laporan di kabupaten. Pelaksana survey

adalah provinsi atau badan yang independen dan dilaksanakan satu bulan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


setelah pengobatan massal. Survey ini dilaksanakan satu kali setelah siklus

pertama pengobatan massal dengan metode kuesioner cluster survey.

Tabel 2.2 Penilaian Hasil Cakupan Pengobatan Massal & Survey Cakupan di
Implementation Unit (IU) (Permenkes RI No. 94/2014).

Penemuan Yang harus diperhatikan Tindak Lanjut


Cakupan  Cakupan geografis adalah  Tergantung dari
desa yang tidak diobati masalahnya, mungkin
pengobatan massal dibutuhkan pengobatan
dan cakupan survei  Cakupan pengobatan massal massal di wilayah yang
keduanya rendah pada tiap kelompok umur belum diobati
(<2th, 2-5th, 6-14th, dan  Memperbaharui
penggerakan di
>14th) adakah kelompok
masyarakat agar mau
umur yang tidak diobati
minum obat filariasis
 Alasan penduduk sasaran
pengobatan yang tidak  Memperbaharui motivasi
dan kemampuan kader
meminum obatnya
dalam memberikan obat
 Survei pengetahuan, sikap filariasis melalui training
dan perilaku untuk menilai dan supervisi

permasalahan yang ada

Cakupan  Kader tidak betul  Memperbaharui motivasi


melaporkan angka dan kemampuan kader
pengobatan massal
lebih tinggi dari penduduk yang dalam memberikan obat
cakupan survei minum obat filariasis melalui training
dan supervisi
Cakupan  Jumlah penduduk di luar IU  Perbaiki data jumlah
pengobatan massal dan jumlah sasaran penduduk tersebut
lebih rendah dari pengobatan massal tidak
cakupan survei betul atau sudah berubah

Cakupan  Sistem pencatatan sudah  Pertahankan hasil


pengobatan massal baik pengobatan massal yang
dan cakupan survei sudah baik tersebut sampai
keduanya tinggi  Masyarakat dan kader telah pengobatan tahun
termotivasi dengan baik berikutnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


g. Pencatatan dan Pelaporan

Dalam pelaksanaan pengobatan massal, perlu dilakukan pencatatan dan

pelaporan yang berguna untuk memberikan informasi hasil kegiatan sebagai

bahan masukan dalam mengambil kebijakan selanjutnya. Alur pelaksanaan

pencatatan dan pelaporan dalam pelaksanaan pengobatan massal dapat

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.3 Alur Pencatatan dan Pelaporan Pelaksanaan Pengobatan


Massal Filariasis

h. Penjadwalan Kegiatan POMP Filariasis

Adapun penjadwalan kegiatan pemberian obat massal pencegahan

filariasis dapat dilihat pada tabel berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 2.3 Jadwal Kegiatan POMP Filariasis
Waktu Penanggungjawab/
No Jenis Kegiatan Desa Kecamatan Kabupaten Pelaksana
1 Koordinasi H – 2 bulan Dinkes Kab
Puskesmas, Dinkes
2 Advokasi H – 1 bulan H – 2 bulan
H– 2 Kab
s/d 7 H–1 Kades, Puskesmas,
3 Sosialisasi hari H – 1 bulan
minggu Dinkes Kab
Persiapan TPE

a. PemilihanTPE H – 1 bulan Puskesmas


4
b. Pelatihan TPE
Distribusi

a. Bahan dan H–1 H–2 H – 1 bulan


Peralatan minggu minggu
5 H–3 H–2 Masing-masing
b. Obat
hari minggu H – 1 bulan
Penyiapan
Masyarakat H– 5
6 Puskesmas
hari
Pelaksanaan
7 POMP Filariasis H H Puskesmas
Monitoring Reaksi H+4 H + 4 jam
POMP Filariasis jam s/d s/d 3
8 3 hari minggu Puskesmas

Pemberian Obat
Kepada
Penduduk yang H+1 H+2
9 Tidak Hadir minggu minggu H + 1 bulan Masing-masing

Pencatatan dan
Pelaporan
H + 10
a. Cakupan hari

10 Pengobatan H+3 H + 1 bulan H + 1 bulan Masing-masing


b. Reaksi
minggu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.6 Kerangka Pikir

Berdasarkan teori yang telah diuraikan, maka Kerangka Pikir dalam

penelitian ini adalah:


Program Eliminasi
Filariasis

Pemberian Obat Massal Penatalaksanaan


Pencegahan (POMP) Kasus Klinis
Filariasis

Input Proses
Output
1. SDM 1. Advokasi
2. Dana Cakupan
2. Koordinasi POMP
3. Sarana dan 3. Sosialisasi Filariasis
Prasarana
4. Persiapan TPE >85%
5. Distribusi Logistik Tahun
6. Penyiapan 2017
Masyarakat
7. Pelaksanaan
POMP
Filariasis
8. Monitoring Reaksi
POMP Filariasis
9. Pemberian Obat
Kepada Penduduk
Yang Tidak Hadir
10. Pecatatan dan
Pelaporan

: Area yang diteliti

Gambar 2.4 Kerangka Pikir

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif melalui pendekatan

deskriptif, yaitu menjelaskan berbagai proses pelaksanaan manajemen program

eliminasi filariasis di wilayah kerja Puskesmas Drien Rampak Kecamatan

Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di walayah kerja Puskesmas Drien Rampak

Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat. Alasan pemilihan lokasi

ini adalah karena wilayah kerja puskesmas ini adalah salah satu daerah endemis

filariasis dan jumlah penemuan kasus klinis penderita filariasis tertinggi dengan

jumlah kasus 8 orang kasus klinis.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai Januari 2017.

3.3 Informan Penelitian

Informan yang telah diwawancarai pada penelitian adalah :

1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat

2. Staff Khusus Bupati Aceh Barat

3. P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat

4. Penanggung Jawab Program Filariasis Kabupaten Aceh Barat

5. Camat Arongan Lambalek

6. Kepala Puskesmas Drien Rampak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Pengelola Program Pencegahan Filariasis

8. Bidan desa

9. Tenaga Pelaksana Eliminasi/kader Filariasis

10. Kepala Desa/Kecik

11. Masyarakat di Kecamatan Arongan Lambalek

3.4 Metode Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2003), Teknik pengumpulan data dalam penelitian

kualitatif salah satunya dengan wawancara. Wawancara yang digunakan adalah

wawancara tidak berstruktur atau semi struktur. Wawancara tidak berstruktur

adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman

wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan

datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar

permasalahan yang akan ditanyakan.

3.5 Triangulasi

Untuk memperoleh validitas data, penelitian ini menggunakan teknik

triangulasi. Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi

sumber. Menurut Miles dan Huberman (2009), Triangulasi sumber yaitu memilih

informan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan yang

diajukan.

3.6 Definisi Operasional

Definisi Operasional dalam penilitian ini disusun berdasarkan

permasalahan dan kerangka konsep :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Masukan (input) adalah semua yang dibutuhkan dan mendukung dalam

melaksanakan proses pelaksanaan manajemen program eliminasi agar

dapat berjalan dengan baik, meliputi: pemanfaatan sdm, ketersediaan dana,

sarana dan prasarana, dan kerja sama lintas sektor.

a. Pemanfaatan SDM adalah memaksimalkan sumber daya manusia yang

ada agar bekerja dengan efektif dan efisien.

b. Ketersediaan dana adalah besarnya dana untuk program eliminasi

filariasis yang bersumber dari dana pemerintah pusat dan pemerintah

daerah atau pun pihak swasta.

c. Sarana dan prasarana, sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai

sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan. Sedangkan prasarana

adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama

terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek).

2. Proses adalah pelaksanaan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan, meliputi advokasi, koordinasi, sosialisasi, persiapan

TPE, distribusi logistik, penyiapan masyarakat, pelaksanaan POMP,

monitoring reaksi POMP filariasis, pemberian obat kepada penduduk yang

tidak hadir, pencatatan dan pelaporan.

a. Advokasi adalah membangun organisasi-organisasi demokratis yang

kuat untuk membuat para penguasa bertanggung jawab, dan

menyangkut peningkatan keterampilan serta pengertian rakyat tentang

bagaimana kekuasaan itu bekerja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Koordinasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang

sederajat untuk saling memberikan informasi dan bersama mengatur

atau menyepakati sesuatu, sehingga di satu sisi proses pelaksanaan

tugas dan keberhasilan pihak yang satu tidak mengganggu proses

pelaksanaan tugas dan keberhasilan pihak yang lain.

c. Sosialisasi adalah suatu proses dimana sesorang memperoleh

kemampuan sosial untuk dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan

sosial.

d. Persiapan TPE adalah menyiapkan tenaga pelaksana eliminasi/kader

agar mampu menjalankan tugasnya sebagai ujung tombak program

eliminasi filariasis.

e. Distribusi logistik adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyalurkan

bahan-bahan yang diperlukan dalam pelaksanaan program eliminasi

filariasis sehingga berjalan dengan efektif dan efisien.

f. Penyiapan masyarakat adalah mengajak masyrakat yang menjadi

sasaran pengobatan massal filariasis agar mau datang ke pos-pos

filariasis.

g. Pelaksanaan POMP filariasis adalah kegiatan pemberian obat massal

pencegah filariasis yang diberikan kepada sasaran yang diberikan

setahun sekali pada bulan oktober.

h. Monitoring reaksi POMP filariasis adalah memberikan informasi dan

mengawasi efek samping obat pencegah filariasis yang diberikan

kepada masyarakat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


i. Pemberian obat kepada penduduk yang tidak hadir adalah memberikan

obat kepada masyarakat yang tidak datang ke pos-pos filariasis ini

dilakukan oleh kader-kader filariasis.

j. Pencatatan dan pelaporan adalah mencatat dan melaporkan hasil dari

pemberian obat pencegah filariasis maupun kasus filariasis kepada

jenjang pemeritah yang bertanggung jawab mulai dari kader hingga

kepala dinas kabupaten/kota.

3. Keluaran (output) adalah hasil dari pelaksanaan manajemen program

eliminasi filariasis, diharapkan cakupan pemberian obat massal filariasis

mencapai >85% penduduk.

3.7 Teknik Analisis Data

Menurut Miles dan Huberman (2009) teknik analisis data dalam penelitian

kualitatif menggunakan model interaktif yang terdiri atas empat tahapan yang

harus dilakukan:

1. Pengumpulan Data

Proses Pengumpulan data dilakukan sebelum penelitian, pada saat

penelitian, dan bahkan diakhir penelitian. Idealnya, proses pengumpulan data

sudah dilakukan ketika penelitian masih berupa konsep atau draft, pengumpulan

data pada penelitian kualitatif tidak memiliki segmen atau waktu tersendiri,

melainkan sepanjang penelitian yang dilakukan proses pengumpulan data dapat

dilakukan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Reduksi Data

Proses penggabungan dan penyeragaman segala bentuk data yang

diperoleh menjadi satu bentuk tulisan (script) yang akan di analisis. Kemudian

hasil dari rekaman wawancara yang akan diformat menjadi verbatim wawancara,

verbatim wawancara dibuat setelah proses wawancara selesai dilakukan dalam

verbatim wawancara berisikan proses wawancara yang berlangsung beserta situasi

yang terjadi.

3. Display Data

Mengelolah data setengah jadi yang sudah seragam dalam bentuk tulisan

dan sudah memiliki alur tema yang jelas ke dalam suatu matriks kategorisasi

sesuai tema-tema yang sudah ada dikelompokkan dan dikategorikan, serta akan

memecah tema tersebut ke dalam bentuk yang lebih konkret dan sederhana yang

disebut subtema yang diakhiri dengan pemberian kode ( coding ) dari subtema

tersebut sesuai dengan verbatim wawancara yang sebelumnya telah dilakukan.

4. Kesimpulan/Verifikasi

Merupakan tahap terakhir dalam rangkaian analisis data kualitatif. Berisi

uraian dari seluruh subkategori tema yang tercantum pada tabel kategorisasi dan

pengodean yang sudah terselesaikan disertai dengan quote verbatim wawancara.

Kesimpulan menjurus pada jawaban dari pertanyaan peneliti yang diajukan dan

mengungkap “what” dan “how” dari temuan peneliti.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian


4.1.1 Letak Geografis

Puskesmas Drien Rampak adalah salah satu puskesmas yag terletak di

Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat, yang merupakan daerah

pesisir pantai. Luas wilayah 130,06 Km² dengan jumlah penduduk 11,374 Jiwa,

Kecamatan Arongan Lambalek terdiri dari 27 gampoeng. Dibagi menjadi 2

kemukiman yaitu Kemukiman Arongan dan Kemukiman Lambalek, rata-rata

mata pencaharian masyarakat adalah petani, pedagang, dan nelayan.

Kecamatan Arongan Lambalek

Ibu Kota Kecamatan : Drien Rampak

Jumlah desa : 27 desa/gampoeng

Luas Wilayah : 130,06 Km2

Batas Wilayah

Sebelah Utara : Kecamatan Woyla Barat

Sebelah Selatan : Samudera Hindia

Sebelah Timur : Kecamatan Sama Tiga

Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Jaya

4.1.2 Demografis

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Drien Rampak pada tahun

2015 adalah 11.374 jiwa. Berdsarkan jenis kelamin, penduduk yang berjenis

kelamin laki-laki sebanyak 5.844 jiwa (53,14%) dan penduduk yang berjenis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kelamin perempuan sebanyak 5.530 jiwa (46, 86%). Secara rinci dapat dilihat

pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Ditribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja


Puskesmas Drien Rampak Tahun 2015
No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase
(%)
1 Laki-laki 5.844 53,14
2 Perempuan 5.530 46,86
Jumlah 11.374 100,00
Sumber : Data Profil Puskesmas Drien Rampak Tahun 2015

4.1.3 Sumber Daya Kesehatan

Puskesmas Drien Rampak dipimpin oleh seorang sarjana kesehatan

masyarakat dan memiliki tenaga kesehatan sebagai berikut:

Tabel 4.2 Sumber Daya Manusia Puskesmas Drien Rampak


No Tenaga kesehatan Jumlah
1. Dokter Umum 3 orang
2. Sarjana Kesehatan masyarakat 2 orang
3. Perawat 19 orang
4. Perawat Gigi 3 orang
5. Bidan 41 orang
6. Sanitarian 2 orang
7. Analisi Kesehatan 1 orang
8. Tenaga Teknik Kefarmasian 1 orang
9. Tenaga Teknis 1 orang
Sumber : Profil Puskesmas Drien Rampak Tahun 2015

4.2 Karateristik Informan

Karateristik dari masing-masing informan pada penelitian ini, dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 4.3 Karateristik Informan


No Informan Umur Pendidikan Jabatan Masa Kerja
(Tahun) (Tahun)
1 dr. H. Zahfril Luthfy 53 S2 Kadis 4
RA, M.Kes. Kesehatan

2 dr. Suhada 43 Dokter Aceh Barat 7


Kabag. P2M

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3 Azwar, S.Kep 50 S1 Penanggung 2
Jawab
Program
Eliminasi
Filariasis Kab.
Aceh Barat
4 Adnen AR, SKM 49 S1 Kepala 4
Puskesmas
Drien Rampak
5 Erlina, A.Md.Kep 35 DIII Pengelola 2
Program
Eliminasi
Filariasi di
puskesmas
6 Mawardi, Spd 51 S1 Camat 4
Arongan
Lambalek
7 Rusrianti, A.Md.Keb 30 DIII Bidan Desa 7
Ujong Beusa
8 Rosliana, A.Md.Keb 29 DIII Bidan Desa 7
Teupin
Peuraho
9 Putri Hanira, 27 DIII Bidan Desa 5
A.Md.Keb Peuribu

10 Mukmin 48 SMA Kades Teupian 4


Peuraho

11 Ahmad Ali 57 SD Kades Ujong 8


Beusa
12 Amiruddin PW 45 SMA Kades Peuribu 4
13 Mawarni 55 SMP Kader 2
Filariasis Desa
Ujong Beusa
14 Wardiatin 43 SMA Kader 2
Filariasis Desa
Teupian
Peuraho
15 Nur Wati 48 SMA Kader 2
Filariasis Desa
Peuribu
16 Drs. Muhammad 59 S2 Staf Khusus 4
Puteh, MM Bupati Aceh
Barat
17 Syaiful Anwar 33 SMA Warga Desa
Peuribu

18 Darianti 46 SMA Warga Desa


Tepian
Peuraho

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.3 Program Eliminasi Filariasis di Puskesmas Drien Rampak
Kec. Arongan Lambalek Kab. Aceh Barat

A. Input
1. Sumber Daya Manusia
2. Dana
3. Sarana dan Prasarana

B. Proses/Tata Laksana Program Eliminasi Filariasis


1. Advokasi
2. Koordinasi
3. Sosialisasi
4. Persiapan TPE ( Tenaga Pelaksana Filariasis )
5. Distribusi Logistik
6. Penyiapan Masyarakat
7. Pelaksanaan POMP Filariasis
8. Monitoring Reaksi POMP Filariasis
9. Pemberian Obat Kepada Penduduk Yang Tidak Hadir
10. Pencatatan dan Pelaporan

C. Output
Cakupan Pemberian Obat Massal Pencegah Filariasis (POMP) dengan
persentase >85% penduduk sasaran tahun 2017

4.3.1 Sumber Daya Manusia Dalam Program Eliminasi Filariasis

Hasil wawancara kepada informan tentang sumber daya manusia dalam

program eliminasi filariasis diperoleh informasi bahwa sumberdaya manusia yang

ada dalam pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis melalui kegiatan POMP

Filariasis di Puskesmas Drien Rampak meliputi penanggung jawab program,

kader, dan bidan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan dibawah ini :

“Ya... untuk SDM-nya masih belum lengkap. Karena kita masih


tidak memiliki tenaga mikroskopi disetiap puskesmas. Sedangkan
SDM yang kita punya penanggung jawab program, kader, dan
bidan. Selama ini tenaga mikroskopisnya dari NGO, sedangkan
pelatihan tentang mikroskopis kita tidak ada. Pelatihan yang kita
laksanakan hanya pelatihan tentang pemberian obat massal
filariasis seperti cara minum, efek samping, yaa... semacam itu la”
( Informan 1, 2, dan 3 )

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sejalan dengan Informan 4 “Tenaga mikroskopisnya kita tidak ada,

sedangkan pelatihan terkait teknik mikroskopis juga tidak ada. Pelatihan yang

kita dapatkan hanya tentang POMP Filariasis kayak cara minum, efek

sampingnya”. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa sumber daya

manusia untuk program eliminasi masih belum lengkap seperti tidak adanya

tenaga mikroskopis disetiap puskesmas, sedangkan latihan terkait mikroskopis

tidak ada.

4.3.2 Dana Dalam Program Eliminasi Filariasis

Hasil wawancara kepada informan tentang sumber dana program eliminasi

filariasis diperoleh informasi bahwa sumber dana berasal dari Global Fund dan

APBD. Hal ini dapat dilihat pada kutipan dibawah ini :

“Untuk dana dalam program eliminasi filariasis bersumber dari


GF dan APBD Pemda, GF memberikan dana sekitar 600 juta
dalam 5 tahun sedangkan dari APBD sekitar 56 juta selama 5
tahun program” ( Informan 1 dan 2 )

“Kita ada support dari PEMDA dan Global Fund namanya RTI.
Dana kita masih terbatas, emmm ada beberapa item yang nggk
masuk untuk peningkatan sumber daya manusia dan sosialisasi
kepada masyarakat. Untuk dana dari RTI itu ada 600 juta-an itu
mencakup dana operasional dan gaji kader selama 5 tahun
pelaksanaan program eliminasi filariasis. Dananya pun tidak
sekaligus keluar, dia bertahap, sedangkan dari PEMDA hanya 56
juta untuk penyediaan minum obat massal filariasi selama 5 tahun
berturut-turut. Itu kemarin hasil advokasi yang kita lakukan,
sedangkan obatnya dari pemerintah pusat, kalo disini gaji kader
untuk filariasis 70000/orang sedangkan bidan desanya mendapat
90000/orang. Dana yang 600 juta-an itu, dana operasional
program eliminasi filariasis mencakup semua kegiatan program
eliminasi filariasis. Pernah diminta sama PEMDA agar menambah
dana filariasis untuk menambah dana dari RTI, cuman belum
terealisasikan. Dengan dana yang ada kita selalu memaksimalkan
agar pemberian obat massal ini sukses” ( Informan 3 )

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa dana dari Global Fund

sebesar Rp. 600.000.000,00 untuk kegiatan operasional dan dana APBD Rp.

56.000.000,00 untuk pendukung dana operasional, sedangkan obat filariasis

berasal dari pemerintah pusat.

4.3.3 Sarana dan Prasarana Dalam Program Eliminasi Filariasis

Hasil wawancara kepada informan tentang sarana dan prasarana diperoleh

informasi bahwa sarana dan prasarana dalam Program Eliminasi Filariasis belum

lengkap, khususnya sarana dan prasarana dalam proses sosialisasi. Hal ini dapat

dilihat berdasarkan kutipan dibawah ini :

“Kalo untuk sarana, kita memang ada seperti kaos, alat tulis, form
POMP Filariasis dan buku pedoman filariasis bagi kader. Cuman
waktu memberikan kepada kader selalu mendadak, hal ini karena
ada masalah dalam proses pemesanan. Untuk sarana dan
prasarana terkait sosialisasi kepada masyarakat kitak tidak ada
seperti spanduk, baliho, stiker dan pemutar film. Sehingga
masyarakat banyak yang tidak mengerti tentang pemberian obat
massal filariasis ini. Seharusnya media yang akan diberikan
kepada masyarakat harus ada. Sedangkan saran dan prasarana
seperti mikroskop setiap puskesmas ada, hanya saja ada
puskesmas yang mikroskopnya rusak, laporan ke kita memang
ada” ( Informan 1, 2, dan 3 )

“Untuk sarana dan prasarananya nggk seberapa lengkap, kita ada


mikroskop cuman udah lama nggk dipakek, nggk tau kayak mana
kondisinya sekarang. Kalo seperti spanduk dan baliho kita tidak
ada, yang ada cuman kaos, alat tulis, form POMP Filariasis dan
buku pedoman fialraisis ini hanya untuk kader dan tenaga
kesehatan. Semua itu dari dinas, kita tinggal jemput aja. Untuk
pemutaran film filariasis di setiap desa kita nggk ada, semua
sarana dan prasarana kita berikan kepada kader dan bidan desa
setempat. Biasanya waktu memberikan stikernya kita laksanakan 1
atau 2 hari sebelum pelaksanaan” ( Informan 4 )

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa sarana dan prasarana yang

ada hanya kaos, alat tulis, form POMP Filariasis, dan buku pedoman filariasis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


semua ini hanya untuk kader dan tenaga kesehatan yang ditugaskan dalam

kegiatan POMP Filariasis. Sedangkan sarana dan prasarana terkait kegiatan

sosialisasi tidak ada seperti spanduk, baliho, dan pemutar film. Hal ini sejalan

yang disampaikan oleh informan 13, berikut kutipannya “kayak spanduk, baliho,

dan stiker nggk ada”.

4.3.4 Advokasi Dalam Pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis

Hasil wawancara kepada 4 orang informan seluruhnya menyatakan bahwa

ada dilakukan kegiatan advokasi terkait pelaksanaan program eliminasi filariasis

di Kabupaten Aceh Barat. Hal ini dapat dilihat pada kutipan dibawah ini :

“Awalnyakan datang dari pihak Kementrian Kesehatan untuk


melaksanakan Program Eliminasi Filariasis karena ditemukannya
kasus filaria. Kemudian Dinas Kesehatan Aceh diperintahkan
untuk melakukan advokasi kepada PEMDA dan DPRD, kita
laksanakan di aula PEMDA Aceh Barat. Advokasi yang dilakukan
kemarin itu dalam hal untuk menyadarkan kepada PEMDA bahwa
penyakit filariasis ini sangat penting untuk di eliminasi. Sehingga
muncul kesepakatan besarnya anggaran dari PEMDA untuk
menunjang kegiatan hingga tahun 2020. Hasil dari advokasi ini
PEMDA hanya mampu memberikan dana APBD sebesar 56 juta
untuk 5 tahun kegiatan” ( Informan 1,2, dan 3 )

“Tahun 2015 kemarin kita memang ada di undang terkait filariasis


oleh Dinas Kesehatan Aceh yang bekerja sama dengan Dinas
Kesehatan Aceh Barat, kita akan berusaha untuk melaksanakan
program eliminasi ini agar sukses dengan membuat suatu
peraturan daerah terkait filariasis. Tapi ini harus diputuskan ke
DPRD, kedepannya itu harapan kita. Hasil dari advokasi ini kita
sepakat bahwa program filariasis ini harus dilaksanakan sampai
2020, sebagaimana yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui
kementrian kesehatan. Untuk tahun 2016 kita juga pernah
menerima undangan kegiatan advokasi dari Dinas Kesehatan Aceh
Barat, materinya kalo tidak salah masalah dana dari PEMDA
untuk kegiatan filariasis kalo tidak salah saya” ( informan 16 )

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kegiatan advokasi sudah

dilakukan dan sepakat PEMDA membantu kegiatan Peogram Eliminasi Filariasis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Hasil advokasi yang dilakukan bahwa PEMDA hanya mampu memberikan

dukungan dana sebesar 56 juta untuk 5 tahun kegiatan.

4.3.5 Koordinasi Dalam Pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis

Hasil wawancara kepada 8 orang informan seluruhnya mengikuti

pertemuan koordinasi di masing-masing jenjang administrasi meliputi pertemuan

koordinasi kabupaten, kecamatan dan desa. Hal ini dapat dilihat pada kutipan

dibawah ini :

“Untuk koordinasi kita ada, mulai dari koordinasi dengan Dinas


Kesehatan Aceh terkait program eliminasi filariasis, kemudian
koordinasi dengan PEMDA, dan semua UPTD Dinas Kesehatan
yang ada di Aceh Barat ini. Cuman koordinasi lintas program kita
agak kurang bagus, karena masih ada miss komunikasi dengan
kepala puskesmas terkait pelaksanaan pemberian obat massal.
Untuk koordinasi lintas sektor kita ada bekerja sama dengan
PEMDA, DPRD dan Wali Adat Aceh ini” ( Informan 1 dan 3 )

Pernyataan diatas didukung oleh informan 16 berikut kutipannya:

“Ya, kemarin kita berkoordinasi sama Dinas Kesehatan Aceh


Barat untuk membantu agar ketua kemukiman menggerakkan
masyarakat untuk hadir saat kegiatan obat massal”

Sedangkan kegiatan koordinasi yang dilakukan oleh Puskesmas Drien

Rampak sudah dilakukan, berdasarkan pernyataan informan dibawah ini:

“Disini kita melakukan koordinasi mulai dari koordinasi lintas


program dengan staf dan pegawai di puskesmas ini, kemudian
koordinasi dengan kecamatan atau sektor. Koordinasi lintas
program kita biasanya membuat suatu strategi untuk pencapain
pemberian obat massal ini mencapai target dengan dana yang ada.
Untuk koordinasi sektoral kita biasanya melakukan sosialisasi
terkait filariasis dan obat massal. Biasanya yang kita undang untuk
ini adalah camat, kecik atau kepala desa, kepala kemukiman,
koramil dan tokoh masyarakat aceh. Itu ajah sih yang kita undang,
yang lain tidak ada. Kalo untuk UPTD Dinas Pendidikan di
kecamatan ini nggk ada kita undang” ( Informan 4 )

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Pernah kita diundang tentang kaki gajah, saya sendiri datang
kemudian pak camat nyuruh saya undang kecik dan kepala
kemukiman yang ada di sini. Semua kecik datang pada saat itu,
seingat saya ada 2 kali mulai dari tahun kemarin 2015” ( Informan
6)

Pernyataan informan 4 dan 6 diperkuat oleh beberapa informan dibawah

ini, kutipannya sebagai berikut:

“Iya, ada kemarin saya ikut tentang kaki gajah, di aula camat saya
dapat undangan dari pak camat. Kita disuruh untuk ajak
masyarakat datang ke puskesmas kalo tidak bisa datang ke rumah
kader atau biadan desanya” ( Informan 10, 11, dan 12 )

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kegiatan koordinasi

dilaksanakan meliputi koordinasi lintas program dan sektoral. Untuk lintas

program masih terjadi miss komunikasi antara tenaga kesehatan, sedangkan untuk

lintas sektor ada yang tidak terlibat yaitu bidang pendidikan.

4.3.6 Sosialisasi Dalam Pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis

Hasil wawancara kepada informan tentang kegiatan sosialisasi terkait

Program Eliminasi Filariasis di Kabupaten Aceh Barat khususnya Puskesmas

Drien Rampak sudah dilaksanakan sosialisasi. Hal ini dapat dilihat pada kutipan

dibawah ini :

“Kita biasanya mengadakan sosialisasi langsung ke camat dan


kecik. Untuk kegiatan sosialisasi itu kita bekerjasma dengan Dinas
Kabupaten Aceh Barat, yang kita undang camat, kecik dan Tokoh
Masyarakat. Itu dilaksanakan setiap bulan september mulai tahun
2015, materinya biasanya tentang penyakit filariasis dan
pemberian obat massal. Sedangkan untuk kader ada juga berupa
sosialisasi dalam bentuk pelatihan, sosialisasi kepada masyarakat
kebetulan kita tidak ada, metode sosialisasi yang kita laksanakan
langsung ke pemangku adat. Biasanya masyarakat aceh ini sangat
patuh pada keciknya.” ( Informan 4 )

“Pernah kita ikut sosialisasi yang diberikan puskesmas, kemudian


kita membuat kita selaku wakil pemerintahan melakukan komitmen

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ke kecik-kecik tentang filariasis, semua kecik atau kepala desa
mendukung. Cuman kan masalahnya ini masyarakat kita ini
heterogen kadang-kadang kalo ada kejadian misalnya kalo ada
pusing setelah minum obat, ini berdampak kepada masyarakat jadi
masyarakat udah menjadi enggan minum obat. Sehingga obat-obat
yang diberikan puskesmas itu kadang-kadang nggk diminum dan
banyak yang disimpan. Kemudian kedepannya harapan saya
meamnggil kembali kecik-kecik ini untuk memberikan informasin
yang baru tentang kaki gajah” ( Informan 6 )

“Ada, di drien rampak. 2 kali sosialisasi. Saya selalu ikut, isinya


tentang minum obat sama bahaya kaki gajah” ( Informan 10, 11,
dan 12 )

Kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh puskesmas hanya dilakukan

kepada Pemerintah kecamatan dan pemangku pemerintah lainnya, sedangkan

kegiatan sosialisasi kepada masyarakat yang menjadi sasaran tidak ada. Berikut

kutipannya:

“Untuk penyuluhan nggk ada didesa ini, cuman yang ada ambil
obat kaki gajah di posyandu pas bulan 10. Saya tauya dari kecik”
( Informan 18 )

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kegiatan sosialisasi sudah

dilaksanakan oleh UPTD Puskemas Drien Rampak. Hanya saja sosialisasi yang

digunakan yaitu sosialisasi kepada pemerintah kecamatan. Sedangkan sosialisasi

kepada penduduk sasaran tidak dilaksanakan.

4.3.7 Persiapan Tenaga Pelaksana Eliminasi (TPE) Dalam Pelaksanaan


Program Eliminasi Filariasis

Hasil wawancara kepada informan persiapan tenaga pelaksana eliminasi

bahwa tenaga pelaksanaan eliminasi dalam kegiatan POMP Filariasis merupakan

kader-kader posyandu. Hal ini dapat dilihat pada kutipan dibawah ini :

“Tenaga Pelaksanaan Eliminasi yang kita gunakan kader-kader


posyandu. Pelatihan kader ada, kita lakukan 2 kali tiap tahun. Kita
kn ada 27 gampoeng jadikan pelatihannya dibagi-bagi. Setiap kali

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pelatihan 13 gampoeng dikali 4 kader laa. Itu... 62 peserta dari
kader tiap pelatihan dilakukan. Sebenarnya sihh kurang efektif
karena terlalu banyak, tapikan dana kita untuk pelatihan kan
terbatas semua pasti ada biayanya. Yang kita berikan berupa
mengenalkan penyakit filariasis, bagaimana pengisian kartu
peserta, efek samping lalu dosisnya kayak gitu la. Durasi
pelatihannya sekitar 2 jam, biasanya kita lakukan di aula
kecamatan biar tenang, karena kalo dipuskesmas nggk efektif
nanti. Kadernya kita ambil dari kader posyandu itu la yang kita
beri pelatihan” ( Informan 5 )

Pernyataan informan 5 didukung oleh beberapa informan lainnya, berikut

kutipannya:

“Pernah, satu kali bulan 9 kemarin. Yaa... tentang obat kaki gajah,
pecatatan orang minum obat. Lamanya kemarin 2 jam dari jam 9
sampai jam 11” ( Informan13, 14, dan 15 )

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa penyiapan tenaga eliminasi

filariasis dengan melaksanakan pelatihan kepada TPE. Pelatihan TPE dilakukan 1

kali dalam setahun, dengan jumlah kader keseluruan dibagi 2, lama waktu

pelatihan 2 jam.

4.3.8 Distribusi Logistik Dalam Pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis

Hasil wawancara kepada informan tentang distribusi logistik dalam

pelaksanaan program eliminasi filariasis dimulai dari pemerintah pusat, dinas

kesehatan Aceh Barat, lalu ke puskesmas-puskesmas diseluruh wilayah Aceh

Barat. Hal ini dapat dilihat pada kutipan dibawah ini :

“Kalau soal distribusi logistik kita nggk ada masalah, kita punya
gudang farmasi di disini, semua obat dan peralatan kita sudah
distribusi kan ke setiap puskesmas yang ada di Aceh Barat ini.
Nanti dari puskesmas baru di distribusikan ke desa-desa, pokoknya
beberapa minggu sebelum penggobatan massal sudah kita
distribusikan. Kebutuhan obat dan obat dan peralatan lainnya kan
udah ada diperencanan kita, berapa yang dibutuhkan udah ada
datanya berapa jumlah sasaran, berapa obat yang harus kita

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


siapkan, biasanya kita distribusikan 1 minggu sebelum kegiatan
POMP Filariasis” ( Informan 3 )

“Obat di desa kita cukup dan formulir pencatatan ada, semua obat
kita kasih ke sasaran kemudian kita catat diformulir filaria.
Biasanya obatnya kita jemput bersama kader ke puskesmas 3 hari
apa 4 hari gitu la sebelum hari pelaksanaan” ( Informan 7, 8, dan
9)

Pernyataan informan diatas di dukung oleh beberapa informan, berikut

kutipannya:

“Obat cukup air minum juga, sama formulir juga cukup. Saya
ambil dari puskesmas sama bidan desa di sini. Biasanya 3 hari
sebelum hari obat massal itu la” ( Informan 13, 14, dan 15 )

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa distribusi logistik tidak ada

masalah, bahan, peralatan dan obat simpan digudang farmasi Dinas Kesehatan

Aceh Barat sebelum di distribusikan ke puskesmas. Waktu penditribusian dari

dinas kesehatan ke puskesmas 1 minggu sebelum kegiatan POMP Filariasis.

4.3.9 Penyiapan Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program Eliminasi


Filariasis

Hasil wawancara kepada informan tentang penyiapan masyarakat dalam

pelaksanaan POMP Filariasis dilakukan dengan himbauan dan pemberitahuan

menggunakan surat edaran. Hal ini dapat diketahui pada kutipan dibawah ini :

“Untuk penyiapan masyarakat di desa kami pada saat hari obat


massal itu, saya sama kader mintak bantuan sama pak kecik. Itu
seminggu sebelum obat massal filariasis, kecik sudah tahu kalo di
tugaskan untuk manggil masyarakat. Saya sama kader juga bantu
ajak masyarakat untuk datang, selain itu kita juga menyiapkan
obat dan peralatan di kantor desa” ( Informan 7, 8, dan 9 )

“Pas ada pengajian, pesta sama kegiatan posyandu saya sama


bidan kasih tau informasi kapan kegiatan obat massal kaki gajah
nanti keciknya juga kasih tau pas waktu solat jumat” ( Informan
13, 14, dan 15 )

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Kalo di desa saya, saya sampaikan pas waktu solat jumat terus
saya kasih surat edaran sama kesemua RW/RT agar terlibat,
karena-kan udah perintah pak camat ada surat edaran camatnya
juga. Kadang istri saya juga saya suruh untuk kasih tau pas ada
acara PKK” ( Informan 10, 11, dan 12 )

“Taunya waktu solat jumat kecik yang kasih tau” ( Infroman 17


dan 18 )

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa penyiapan masyarakat

untuk kegiatan POMP Filariasis dilaksanakan dengan mengumumkan di masjid,

pengajian dan surat edaran, kecik dan tenaga kesehatan terlibat dalam penyiapan

masyarakat.

4.3.10 Pelaksanaan Pemberian Obat Massal Filariasis ( POMP ) Dalam


Pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis

Hasil wawancara kepada informan tentang kegiatan pelaksanaan

pemberian obat massal filariasis (POMP Filariasis) masih ada kekurangannya. Hal

ini dapat dilihat pada kutipan dibawah ini :

“Untuk pelaksanaan obat massal filariasis kita laksanakan biasnya


awal-awal bulan 10, dilaksanakan di kantor desa masing-masing.
Di puskesmas ini juga dilaksanakan tapi tempatnya di aula kantor
camat, biasanya 1 hari kegiatan obat massal filaria kalo disini.
Sedangkan lama pencatatan dan pelaporan dari kader di desa kita
kasih waktu 2 minggu. Camat, Kapolsek, Danramil juga datang
untuk yang pengobatan pertama. Biar banyak yang datang karena
untuk pertama kali, kita buat tratak dan juga ada kayak acara gitu.
Obat dan air minum kita sediakan semua, sedangkan untuk
pemantauan di desa kita kasih tugas kepada bidan desa masing-
masing, bahkan dari Dinas Kesehatan Aceh juga datang untuk
kegiatan tahun 2015 sedangkan 2016 nggk”( Informan 4, 5, dan 6 )

“Ada saya ikut sekalian mengawasi, selama 2 tahun ini saya selalu
ikut datang ke kantor desa. Pas yang pertama kali minum obat kaki
gajah, itu di desa ini saya yang minum pertama kali obatnya”
( Informan 10, 11, dan 12 )

“Kita laksanakan di desa, pelaksanaannya di kantor desa. Kita


nggk ada pos filariasis, semua kegiatan kita laksanakan di kantor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


desa semua. Kegiatan yang kita lakukan hanya memberikan obat,
pencatatan, kalo pembagian buku filariasis kita nggk ada.
Pelaksanaan pas hari H kita 1 harian dari pagi jam 08.00 wib
sampai jam 17.00 wib, nanti kalo ada masyarakat nggk datang kita
kasih ke rumahnya langsung. Kita kan punya 4 orang kader, jadi
kita bagila tugasnya saat ngasih obat ke rumah-rumah, tahap I
sama tahap II sama aja, kita kn udah tahap II ini tahun 2016,
obatnya harus diminum didepan saya kalo nggk didepan bidannya,
air minum untuk minum obat sudah disediakn oleh puskesmas”
( Informan 7, 8, dan 9 )

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pelaksanaan POMP

Filariasi dilaksanakan di pos-pos yang telah disediakan disetiap desa. Pada tanggal

yang telah ditentukan, semua pos serentak dibuka dari pagi jam 08.00 wib sampai

17.00 wib. Pelaksanaan kegiatan POMP Filariasis adalah kader-kader posyandu

dan bidan desa setempat kemudian dipantau oleh petugas puskemas. Obat yang

diberikan diminum langsung didepan petugas dan sudah disiapkan air minum, jika

penduduk yang tidak hadir obatnya diberikan kerumah oleh TPE.

4.3.11 Monitoring Reaksi Pemberian Obat Massal Filariasis Dalam


Pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis

Hasil wawancara kepada informan tentang kegiatan monitoring reaksi

pemberian obat massal filariasis dilakukan dengan memberikan informasi kepada

sasaran agar melaporkan jika terjadi efek samping minum obat. Hal ini dapat

dilhat pada kutipan dibawah ini :

“Sampai saat ini, efek samping yang berat kita tidak ada laporan
baik dari bidan desa yang berada di desa masing-masing, maupun
dari laporan masyarakat. Kalo keluhan ringan banyak laporan,
tapi kita berusahan memberikan edukasi bahwa itu reaksi kalo
obat itu bekerja dalam tubuh. Untuk monitoring reaksi kita
tugaskan masing-masing bidan desa sama kader filariasis,
waktunya itu kira-kira 2 minggu la untu mantau apa ada kasus
ringan atau berat, kalau ada langsung di tanganin oleh bidan desa
masing-masing untuk kasus ringan, sedngkan kalo kasus berat
langsung kita rujukan ke puskesmas kemudian RS” ( Informan 5 )

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Kita memang ada keluhan dari masyrakat setelah minum obat
filariasis itu, seperti pusing, mual, kalo yang berat kita nggk ada.
Kalo ada keluhan ringan langsung saya tanganin. Kasih obat
seperti paracetamol, untuk tahun pertama memang banyak keluhan
dari masyrakat. Sedangkan untuk tahun kedua agak menurun la,
saya sama kader berkerja sama mendata kalo ada reaksi obat”
( Informan 7, 8, dan 9 )

“Ada, biasanya kita laksanakan 1 hari setelah hari H. Mencatat


yang kena efek samping seperti demam, mual, muntah sama
pusing. Kalo ada kejadian seperti itu kita langsung saya antarkan
ke rumah bidan, kalo nggk di pesankan kalo ada efek samping
langsung ke rumah bidan atau puskesmas. Waktunya kira-kira 2
minggu itu seingat saya” ( Informan 13, 14, dan 15 )

Pernyataan diatas didukung oleh informan dibawah ini, berikut kutipannya:

“Ada, waktu itu keluhan saya kayak demam gitu 1 minggu setelah
minum obatnya, langsung saya lapor dikasih obat sama bidan”
( Informan 17 )

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa reaksi pasca pengobatan

massal filariasis terjadi karena reaksi tubuh akibat matinya cacing filarias dan

mikrofilaria. Puskesams bertanggungjawab terhadap pengawasan reaksi pasca

pengobatan massal filariasis yang dilakukan oleh TPE. Adapun rekasi yang

banyak terjadi yaitu reaksi ringan berupa pusing, mual, muntah, dan sebagainya.

Penduduk yang mengalami rekasi pengobatan dapat langsung ke bidan desa,

puskesmas maupaun lapor ke kader filariasis.

4.3.12 Pemberian Obat Kepada Penduduk Yang Tidak Hadir Dalam


Pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis

Hasil wawancara kepada informan tentang pemberian obat kepada

penduduk yang tidak , TPE akan melakukan sweeping kerumah-rumah warga

untuk memberikan obat. Hal ini dapat dilihat pada kutipan dibawah ini :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Untuk yang tidak hadir saat kegiatan hari H, kita puskesmas
melakukan sweeping ke rumah-rumah masyarakat. Yang
melalukan sweeping itu kader dan bidan desa, paling cepat 4 hari,
paling lama 6 hari” ( Informan 5 )

“Ada, saya sama kader bagi tugas untuk tahap pertama dan kedua
melakukan sweeping kerumah-rumah untuk kasih obat. Cuman
sebatas kasih obat aja, untuk nunggui masyarakat minum obat
nggk ada” ( Informan 7, 8, dan 9 )

“Melaksanakan, saya dikasih tugas sama bidan desa untuk ngasih


obat kaki gajah sama warga yang nggk hadir. Setelah saya kasih,
saya pulang” ( Informan 13, 14, dan 15 )

Pernyataan diatas diperkuat oleh informan dibawah ini, berikut kutipannya :

“Ada, datang ke rumah pas sore jam 5, yang kasih obat langsung
pulang dia” ( Informan 18)

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa penduduk yang tidak hadir

dalam pelaksanaan POMP Filariasis akan ada petugas kesehatan ataupun kader

filariasis yang mengantarkan obat filariasis kerumah-rumah penduduk, tetapi

petugas kesehatan dan kadernya tidak mengawasi penduduk untuk meminum

obatnya.

4.3.13 Pencatatan Dan Pelaporan Dalam Pelaksanaan Program Eliminasi


Filariasis

Hasil wawancara kepada informan tentang pencatatan dan pelaporan saat

kegiatan POMP Filariasis dilakukan oleh kader dan bidan desa yang bertanggung

disetiap desa. Hal ini dapat dilihat pada kutipan dibawah ini :

“Alur pencatatan dan pelaporan itu dari desa di kader filariasis,


kirim ke puskesmas, nanti dari puskesmas baru ke kita, kemudian
kita kirim ke provinsi. Untuk laporan tahun ini sudah sampai
semua ke kami, laporannya berupa monitoring reaksi sama
cakupan minum obat. Tahap I sama II udah masuk semua
laporannya, bahkan sudah dievaluasi oleh kementerian kesehatan
untuk tahap I. Batas waktu yang kita berikan ke tiap-tiap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


puskesmas itu 1 bulan dari hari H obat massal filariasis”
( Informan 3 )

“untuk penaggung jawab pencatatan dan pelaporan itu saya


sendiri selaku penanggung jawab program, nanti sebelum di kirim
ke Dinkes kita rekap laporannya. Untuk tahun ini sudah kita kasih
laporannya, batas waktu antarkan laporan dari Dinkes itu 1 bulan,
sedangkan dari kader kita berikan waktu 2 minggu” ( Informan 5 )

“Kalo pencatatan dan pelaporan itu dilakukan sama kader, nanti


kalo udah siap dikasih sama saya, setelah itu saya kasih ke
puskesmas, untuk batas waktu dari puskesmas itu 2 minggu”
( Informan 7, 8, dan 9 )

“Saya dikasih formulir dari puskesmas, nanti itu ditulis aja,


berapa yang udah menerima obat, berapa yang mengalami reaksi.
Setelah saya catat, saya kasih ke bidan desa, nanti bidan desa
ngasih ke puskesmas, waktunya dikasih selama 10 hari dari bu
bidan” ( Informan 13, 14, dan 15 )

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa alur pencatatan dan

pelaporan dalam pelaksanaan program eliminasi filariasis dimulai dari pencatatan

dari TPE/Kader kemudian dilaporkan ke puskemas. Kemudian puskesmas

mengumpulakn dari tiap-tiap desa untuk dikirimkan ke dinas kesehatan.

4.3.14 Cakupan Pemberian Obat Massal Dalam Pelaksanaan Program


Eliminasi Filariasi

Hasil wawancara kepada informan tentang cakupan pemberian obat massal

filariasis belum mencapai target nasional >85%, baik untuk tahap I dan tahap II.

Hal ini dapat dilihat pada kutipan dibawah ini :

“Untuk cakupan pemberian obat massal filariasis tahun 2015


seluruh Kabupaten Aceh Barat yang kita terima dari setiap
puskesmas itu sekitar 87%, tetapi setelah survey ulang yang
dilakukan kementerian kesehatan yang benar-benar minum obat
itu sekitar 73% dari sasaran penduduk yang wajib minum obat.
Jadi memang untuk tahun pertama program kita nggk tercapai
target yang ditentukan oleh kementerian. Sedangkan untuk tahun
kedua ini tahun 2016 yang kita dapat laporan dari puskesmas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengalami penurunan cuman 83% penduduk sasaran, sedangkan
survey ulang dari kementeria belum dilaksanakan” ( Informan 3 )

“Kalo cakupan di Puskesmas Drien Rampak ini yang tahun


pertama itu hanya 47% dari sasaran yang wajib minum obat,
sendangkan penduduk sasaran minum obat tahun 2015 itu 9.538
jiwa, ini yang kita catat dari hari H pelaksanaan obat massal
filariasis. Kalo cakupan obatnya sudah kami berikan ke semua
sasaran, tapikan saat dirumah kita nggk tahu apa dia meminum
obatnya. Kemudian nggk lama itu ada datang tenaga survey dari
kemenkes untuk survey ulang cakupan meminum obat hasilnya itu
mencapai 54% memang belum mencapai target yang tetapkan oleh
pemerintah. Sedangkan untuk tahun 2016 cakupan minum obat
yang kita dapat dari hari pelaksanaan obat massl itu hanya 43%
dari penduduk sasaran yang wajib minum obat, sedangkan
penduduk sasaran minum obat tahun 2016 itu 9.672 jiwa, untuk
survey ulang dari kementeria kesehatan kalo tahun ini belum ada”
( Informan 5 )

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa cakupan yang meminum

obat filariasis belum mencapai target yaitu 85% penduduk sasaran, baik itu tahun

pertama maupun tahun kedua. Walaupun pedistribusian obat kepada masyarakat

mencapai 100% tetapi masyarakat tidak mau meminum obatnya jika sudah sampai

dirumah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Pemanfaatan Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia salah satu penentu keberhasilan dalam suatu

program, jika sumber daya manusianya kurang maka program tersebut akan

mengalami hambatan. Untuk memaksimalkan sumber daya manusia perlu

pemanfatan yang efektif dan efesien, pemanfaatan sumber daya manusia bisa

dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan mengadakan pelatihan.

Puskesmas Drien Rampak salah satu puskesmas yang melaksanakan

program eliminasi filariasis, hanya saja masih ada hambatan yang dialami seperti

kurangnya lengkapnya sumber daya manusia dalam program eliminasi filariasis.

Sumber daya manusia yang kurang dalam program eliminasi filariasis di

Puskesmas Drien Rampak yaitu tidak adanya tenaga mikroskopis. Dalam bukunya

Gomes (2003) menyebutkan dalam mengatasi kekurangan SDM bisa dilakukan

pelatihan kepada stakeholder yang lainnya. pelatihan dan pengembangan

merupakan sarana yang ditujukan pada upaya untuk lebih mengaktifkan kerja para

anggota organisasi yang kurang aktif sebelumnya, mengurangi dampak-dampak

negatif yang dikarenakan kurangnya pendidikan, pengalaman yang terbatas, untuk

mengatasi sumber daya manusia yang terbatas, atau kurangnya kepercayaan diri

dari anggota atau kelompok anggota tertentu.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan di Dinas Kesehatan Aceh Barat

dan Puskesmas Drien Rampak tentang sumber daya manusia. Dari 13 puskesmas

di Kabupaten Aceh Barat satu puskesmas pun tidak memiliki tenaga mikroskopis,

untuk penanggung jawab program filariasis di kabupaten 1 orang. Sumber daya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


manusia di Puskesmas Drien Rampak memiliki penanggung jawab program 1

orang, bidan desa, kader dan tidak ada tenaga mikroskopis. Dalam tata laksanakan

program eliminasi filariasis seharusnya ada 1 tenaga mikroskopis yang sudah

terlatih dibidangnya.

Puskesmas Drien Rampak merupakan salah satu puskesmas di Kabupaten

Aceh Barat yang melaksanakan program eliminasi filariasis. Puskesmas ini tidak

memiliki tenaga ahli mikroskopis, sehingga perlu diadakan pelatihan tentang

teknik mikroskop untuk mendukung kegiatan dalam program eliminasi filariasis.

Pelatihan dan pengembangan bisa ditujukan kepada dokter, bidan, perawat, dan

tenaga kesehatan lainnya agar mampu mengoperasikan mikroskop dan bisa

mengidentifikasi siapa yang terkena filariasis walaupun belum terjadi

pembengkakan.

5.2 Ketersediaan Dana

Dalam pelaksanaan sebuah program, dana merupakan salah satu sumber

daya yang terpenting dalam penentu keberhasilan sebuah program. Sumber dana

bisa berasal dari pemerintah dan swasta, dana erat kaitannya dengan uang

sehingga perlu dimanfaatkan dengan baik. Dalam kegiatan Program Eliminasi

Filariasis di Puskesmas Drien Rampak sumber dana baik itu dana operasional atau

pun dana lainnya berasal dari Dinas Kesehatan Aceh Barat. Sedangkan Dinas

Kesehatan Aceh Barat memperoleh dana dalam kegiatan program eliminasi

filariasis berasal dari Global Fund dan Pemerintah.

Dana dari Global Fund diberikan oleh organisasi kemanusiaan dunia

bernama RTI (Research Triangle Institute) sebesar Rp. 600.000.000 untuk semua

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kecamatan di Aceh Barat yang menjalankan Program Eliminasi Filariasis

sedangkan dana yang diberikan oleh pemerintah berasal dari APBD dana sebesar

Rp. 56.000.000. Dalam penelitian Harahap (2013) menyebutkan bahwa

implementasi pelaksanaan pengobatan massal pencegahan filariasis kurang

berjalan dengan baik, ditemukan beberapa kendala yaitu biaya operasional

pelaksanaan pengobatan massal filariasis yang masih terbatas.

Sedangkan Puskesmas Drien Rampak hanya mendapatkan sekitar

sebesar Rp. 10.000.000/tahun yang dialokasikan untuk biaya operasional seperti

biaya gaji kader dan biaya bidan desa sebagai penanggung jawab kegiatan POMP

Filariasis didesa masing-masing. Biaya gaji kader untuk kegiatan POMP Filariasis

Rp. 70.000,00/hari, jumlah kader seluruhnya di Puskesmas Drien Rampak yaitu

208 orang kader. Untuk gaji kader saja memakan biaya sebesar Rp. 7.560.000,00,

kemudian gaji bidan desa sebagai penanggung jawab didesanya sebesar Rp.

90.000,00/orang memakan biaya sebesar Rp. 2.430.000,00.

Jika dijumlahkan gaji kader dan gaji bidan desa seluruhnya berjumlah Rp.

9.990.000,00. Sedangkan dana untuk penyuluhan kepada masyarakat tidak ada

dialokasikan oleh Dinas Kesehatan Aceh Barat, untuk kedepannya jika dana

operasional kurang bisa dimanfaatkan dana BOK ( Biaya Operaional Kesehatan )

untuk kegiatan penyuluhan kepada masyarakat. Dengan diadakannya kegiatan

penyuluhan sehingga masyarakat akan mengetahui apa itu penyakit filariasis dan

pentingnya minum obat pencegah filariasis. Menurut Mahsun (2006) bahwa untuk

memperoleh hasil yang baik atas setiap kinerja, organisasi harus melakukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


investasi terhadap kegiatan yang ada, individu atau tim akan menjadi kurang

berguna jika tidak didukung sumber dana untuk melakukan pekerjaan.

5.3 Sarana dan Prasarana

Dalam pelaksanaan program eliminasi filariasis tidak terlepas dari sarana

dan prasarana yang mendukung. Sarana adalah sesuatu yang dapat dipakai sebagai

alat dalam mencapai maksud atau tujuan, sedangkan Prasarana adalah segala

sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses

(usaha, pembangunan, proyek).

Dalam pelaksanaan program eliminasi di Puskesmas Drien Rampak sarana

dan prasarana yang harus ada yaitu form pencatatan pengobatan, tempat kegiatan

pengobatan, buku pedoman filariasis, alat-alat tulis, spanduk tentang filariasis,

mikroskop, litflet filariasis yang dbagikan kepada penduduk dan proyektor untuk

memutar film tentang filariasis. Penelitian Utomo (2014), menyebutkan bahwa

ada hubungan antara ketersediaan sarana dan prasarana program eliminasi

filariasis dengan pengetahuan masyarakat tentang filariasis di kabupaten

pekalongan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa Puskesmas

Drien Rampak kekurangan sarana dan prasarana karena di puskesmas hanya

memiliki form pencatatan POMP Filariasis, buku saku filariasis, alat tulis, dan

kaos. Sarana dan prasarana terkait media sosialisasi tidak ada seperti spanduk,

baliho maupun litflet tentang filariasis yang harus diberikan kepada penduduk.

Sarana dan prasarana seperti spanduk maupun litflet tentang filariasis sangat

penting dalam menyampaikan pesan tentang filariasis, sehingga informasi tentang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


filariasis dapat di ketahui oleh masyarakat. Kedepannya perlu di realisasikan

terkait sarana dan prasarana dalam program eliminasi filariasis khususnya sarana

dan prasarana yang dapat memberikan informasi kepada masyarakat.

5.4 Tata Laksana Program Eliminasi Filariasis Kabupaten Aceh Barat


Tahun 2016 Di Puskesmas Drien Rampak

5.4.1 Advokasi

Kegiatan advokasi sangat penting untuk memperoleh dukungan dari

pemangku kepentingan seperti DPRD, Pemerintah Daerah dan Tokoh Masyarakt.

Sehingga kegiatan advokasi tidak bisa dilewatkan dalam menjalankan suatu

program yang bersifat publik. Dukungan yang diperoleh jika kegiatan advokasi

berhasil yaitu dukungan moral dana dukungan dana, semua dukungan itu sangat

penting dalam menjalankan suatu program.

Dalam pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis Di Puskesmas Drien

Rampak kegiatan advokasi telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten

Aceh Barat selaku penanggung jawab program eliminasi filariasis. Dinas

Kesehatan melakukan advokasi kepada para implementor kebijakan di tingkat

kabupaten, kecamatan, dan desa agar penyelenggaraan program eliminasi

filariasis mendapat dukungan politis/kebijakan dan dukungan pendanaan program

selama lima tahun. Miller dan Covery (2005) dalam bukunya menyatakan bahwa

kegiatan advokasi sangat penting dalam implementasi suatu program, karena ada

konsep yang penting dalam advokasi yaitu legitimasi, kredibilitas, akuntabilitas,

dan kekuasaan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang Advokasi Program

Eliminasi Filariasis Di Puskesmas Drien Rampak yang dilaksanakan oleh Dinas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kesehatan Aceh Barat, advokasi telah dilaksanakan oleh dinas kesehatan kepada

Bupati, DPRD, Bapedda, Dinas Terkait, dan Camat sehingga kegiatan program

eliminasi filariasis mendapat dukungan dari pemerintah daerah dan berkomitmen

untuk melaksanakan POMP Filariasis. Hasil kegiatan advokasi tersebut

pemerintah daerah siap membantu dengan menggolontorkan dana sebesar

Rp. 56.000.000,00 untuk kegiatan POMP Filariasis. Kegiatan advokasi yang

dilakukan oleh Dinas Kesehatan Aceh Barat 1 x 1 tahun, untuk kedepannya

kegiatan advokasi ditingkatkan intensitasnya dan terus menyakinkan pemangku

kepentingan bahwa penyakit filariasis ini dapat mempengaruhi sosial-ekonomi

masyarakat.

5.4.2 Koordinasi

Untuk menjalankan suatu program diperlukan koordinasi yang strategis

baik koordinasi vertikal maupun horizontal. Koordinasi vertikal merupakan

koordinasi yang dilakukan oleh atasan kepada aparat yang berada dibawah

tanggung jawab secara langsung, sedangkan koordinasi horizontal adalah

koordinasi antara/instasi yang setingkat.

Puskesmas Drien Rampak telah melaksanakan pertemuan koordinasi

dengan Dinas Kesehatan Aceh Barat, Pemerintah Kecamatan Arongan Lambalek,

dan koordinasi sesama petugas program eliminasi filariasis. Untuk koordinasi

sesama petugas program eliminasi filariasis masih ada kesalahan komunikasi

untuk menjalankan program eliminasi filariasis. Dalam penelitian Suswita (2009)

menyebutkan bahwa pelaksanaan program eliminasi di wilayah kerja Puskesmas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jembatan Mas Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi belum optimal, salah

satunya di sebabkan kurangnya kerjasama lintas sektor.

Kegiatan koordinasi horizontal yang dilakukan oleh puskesmas biasanya

yang dibahas yaitu kesepakatan pelaksanaan POMP Filariasis, rencana kerja dan

pengorganisasian, sedangkan untuk kegiatan koordinasi vertikal/kerjasama lintas

sektor kegiatannya yaitu pertemuan dan sosialisasi tentang filariasis dan POMP

Filariasis agar bisa bekerja sama. Dalam kegiatan koordinasi vertikal yang

dilakukan oleh Puskesmas Drien Rampak masih belum maksimal, karena masih

ada yang belum dilibatkan yaitu UPT Dinas Pendidikan Aceh Barat di Kecamatan

Arongan Lambalek.

Padalah sektor pendidikan ini sangat penting sebab disinilah kegiatan

belajar dan mengajar yang dilakukan kepada anak-anak yang ada di Kecamatan

Arongan Lambalek. Dengan dilibatkannya bidang pendidikan, sehingga mampu

memberikan informasi tentang filariasis kepada anak-anak yang rentan terhadap

penyakit filariasis. Kegiatan koordinasi ini harus dilaksankan secara optimal,

karena dapat mempengaruhi keberhasilan program eliminasi filariasis. Oleh

karena itu, koordinasi khususnya koordinasi lintas sektor dalam Pelaksanaan

Program Eliminasi Filariasis di Puskesmas Drien Rampak harus lebih

ditingkatkan guna mencapai keberhasilan program.

5.4.3 Sosialisasi

Sosialisasi bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan prilaku

masyarakat. Sehingga kegiatan sosialisasi harus benar-benar dilaksanakan dengan

baik dan tertuju pada masyarakat. Dalam pelaksanaan program eliminasi filariasis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kegiatan sosialisasi tidak hanya dilakukan kepada pemangku kepentingan tetapi

juga harus kepada masyarakat sasaran pengobatan massal filariasis.

Kegiatan sosialisasi di Puskesmas Drien Rampak hanya dilakukan kepada

pemangku kepentingan saja, sedangkan untuk penduduk sasarana tidak dilakukan

sosialisasi. penelitian Risa (2014) menyatakan bahwa kurangnya media sosialisasi

dan penyiapan masyarakat terkait pelaksanaan pemberian obat massal pencegah

(POMP) filariasis menyebabkan masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui

dengan jelas tentang filariasis dan pengobatan massal filariasis.

Berdasarkan penelitiam yang dlakukan di Puskesmas Drien Rampak

tentang sosialisasi dalam Pelaksanaan Program Eliminasi, kegiatan sosialisasi

yang dilakukan masih belum maksimal, karena masih banyak masyarakat yang

tidak tahu tentang informasi tentang penyakit filariasis, penyebab, serta reaksi

ikutan pasca pengobatan. Sosialisasi yang dilakukan oleh Puskesmas Drien

Rampak bersifat horizontal yaitu sosialisasi yang diberikan hanya kepada

Pemerintah Kecamatan, Kepala Desa, Tokoh Masyarakat, Pihak Keamanan baik

itu dari Kepolisian dan TNI. Sosialisasi seperti ini tidak akan efektif dalam

kesukesas dalam kegiatan POMP Filariasis, seharusnya kegiatan sosialisasi juga

diberikan kepada masyarakat. Dengan memberikan informasi tentang apa itu

penyakit filariasis, bahaya penyakit filariasis, maupun penyebab penyakit

filariasis.

Minimnya sosialisasi yang diterima oleh masyarakat menyebabkan

masyarakat tidak memiliki pemahaman yang baik terhadap penyakit filariasis dan

pengobatannya sehingga masyarakat tidak mau meminum obat. Kurangnya media

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sosialisasi juga dapat menyebabkan kegiatan sosialiasi tidak bisa dirasakan oleh

masyarakat, dalam rincian anggaran pelaksanaan POMP Filariasis, dana yang

dikeluarkan untuk KIE ( Komunikasi, Informasi, dan Edukasi ) cenderung lebih

kecil dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Kedepannya kegiatan sosialisasi

kepada masyarakat harus dilaksanakan dengan memaksimalkan media sosialisasi

yang dibutuh agar informasi tentang penyakit filariasis dapat memberikan

pengetahuan kepada masyarakat, dengan menambahkan anggaran terkait kegiatan

KIE tentang filariasis.

5.4.4 Persiapan Tenaga Pelaksana Eliminasi ( TPE )

Peran TPE sangat penting dalam menjalankan program eliminasi filariasis,

karena TPE merupakan ujung tombak dari program eliminasi filariasis. Untuk

meningkatkan kinerja TPE diperlukan penyiapan pelatihan agar mengetahui tugas

dan fungsinya sebagai ujung tombak dalam program eliminasi filariasis. TPE bisa

berasal dari kader posyandu, kepala desa, dan Tokoh Masyarakat.

Pelatihan untuk TPE hanya dilakukan 1 tahun sekali dimana durasi

pelatihannya hanya 2 jam. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 94

Tahun 2014 Tentang Penanggulangan Filariasis menyatakan bahwa Tenaga

Pelaksana Eliminasi ( TPE ) adalah anggota masyarakat setempat yang terpilih

melalui musyawarah desa dengan kriteria bersedia, mampu baca tulis, dan

disegani oleh masyarakat. TPE dapat berasal dari organisasi yang sudah ada

seperti anggota pramuka, guru, LSM, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Setiap

TPE/kader bertanggung jawab 20-30 KK ( 100-150 orang ) kondisi daerah

masing-masing, sedangkan untuk pelatihannya minimal 1 harian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan hasil penelitian tentang TPE/kader dalam Pelaksanaan

Program Eliminasi di Puskesmas Drien Rampak mulai dari tahun 2015 sampai

2016 ini kader filarisisnya adalah kader posyandu. Setiap desa memiliki 4 orang

kader posyandu, mereka diproyeksikan untuk mengikuti pelatihan tentang

filariasis yang dilaksanakan oleh puskesmas. Materi yang disampaikan dalam

pelatihan TPE/kader yaitu tentang penyakit filariasis, pengobatan massal filariasis,

reaksi pengobatan, serta praktek pengisian form kegiatan.

Persiapan TPE/kader dalam Pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis di

Puskesmas Drien Rampak untuk kegiatan pelatihannya berjalan lancar, hanya saja

tidak efektif karena pesertanya terlalu banyak yaitu 62 orang dan waktunya

singkat hanya 2 jam saja. Sedangkan menurut PERMENKES RI No 94 Tahun

2014 Tentang Penanggulangan Filariasis menjelaskan bahwa penyelenggaraan

pelatihan diadakan 1 minggu sebelum pelaksanaan POMP Filariasis , dengan lama

waktu pelatihan selama 1 hari. Pelatihan dilaksanakan berkelompok, dengan

peserta 30 kader filariasis perkelompok. Untuk kedepannya pelatihan TPE/kader

filariasis harus dilakukan secara maksimal, dengan mengikuti ketetapan

PERMENKES RI No 94 Tahun 2014 Tentang Penanggulangan Filariasis.

Dengan tidak efektifnya kegiatan pelatihan TPE/kader filariasis diperlukan

kader yang mau belajar dan membaca buku pedoman filariasis yang diberikan

oleh puskesmas. Sehingga TPE/kader dapat memberikan informasi kepada

masyarakat tentang filariasis, reaksi obat, dan mendorong masyarakat agar aktif

dalam melaporkan kasus kronis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5.4.5 Distribusi Logistik

Ditribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan

pengiriman obat-obatan yang bermutu dari gudang obat secara merata dan teratur

untuk memenuhi pesanan atau permintaan unit-unit pelayanan kesehatan

(Depkes RI, 1990).

Berdasarkan hasil penelitian tentang distribusi logistik dalam Pelaksanaan

Program Eliminasi Filariasi dalam kegiatan POMP Filariasis di Puskesmas Drien

Rampak terdistribusi dengan dengan baik dan tidak terdapat kekurangan bahan

logistik baik itu obat dan air mineral. Tetapi harus benar-benar kita perhatikan

untuk kedepannya terkait penyaluran obat kepada masyarakat daerah terpencil dan

masyarakat kota yang mobilitas tinggi, karena akan mempengaruhi cakupan

POMP Filariasis jika diabaikan.

Adapun alur pendistribusian obat untuk pengobatan massal filariasis

berdasarkan PERMENKES RI No 94 Tahun 2014 Tentang Penanggulangan

Filariasi menyatakan obat berasal dari kementerian kemudian ke dinas

kabupaten/kota yang mana stok obat disimpan di dinkes provinsi, kemudian dari

dinas kabupaten/kota ke puskesmas, puskesmas akan mendistribusikan ke desa-

desa yang menjadi sasarana POMP Filariasis dalam Program Eliminasi Filariasis.

Untuk skema alur dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kementerian Kesehatan

Dinkes Provinsi
( Stok )

Dinkes Kabupaten/ Kota

Puskesmas

Desa

Gambar 5.1 Alur Pendistribusian Obat Untuk Pengobatan Massal


Program Eliminasi Filariasis
5.4.6 Penyiapan Masyarakat

Menurut PERMENKES RI No. 94 Tahun 2014 Tentang Penanggulangan

Filariasis menyatakan bahwa penyiapan masyarakat perlu sosialisasi dan

mengikutsertakan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pemberian

obat pencegahan secara massal filariasis, masing-masing daerah bisa sangat

berbeda. Berdasarkan hasil penelitian tentang penyiapan masyarakat dalam

Pelaksanaan Program Eliminasi terkait kegiatan POMP Filariasis di Puskesmas

Drien Rampak dilakukan dengan cara memberikan informasi tentang kegiatan

POMP Filariasi di masjid dilakukan oleh keciknya dengan surat edaran dari

camat, pengajian bahkan dipesta hajatan. Metode ini memang sangat efisien tapi

tidak efektif karena masyarakat hanya diajak untuk hadir pada hari H pelaksanaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


POMP Filariasis, sedangkan masyarakat tidak memperoleh informasi tentang

penyakit filariasi, cara pencegahan, dan reaksi obat masal filariasis.

Berdasarkan PERMENKES RI No 94 Tahun 2014 Tentang

Penanggulangan Filariasis agar penyiapan masyarakatnya efektif dan efisien,

penyiapan masyarakat dilaksanakan dengan mengunjungi warga dari rumah ke

rumah di wilayah binaan kader filariasis. Satu kader filariasis membina 20-30 KK

sesuai kondisi wilayah. Dengan memaksimalkan penyiapan masyarakat maka

Pelaksanaan Program Eliminasi terkait kegiatan POMP Filariasis dapat berjalan

dengan lancar sesuai target yaitu cakupan yang meminum obat mencapai >85%

penduduk sasaran.

5.4.7 Pelaksanaan POMP Filariasis

Pelaksanaan Pemberian Obat Massal Filariasis di Kabupaten Aceh Barat

khususnya di wilayah Puskesmas Drien Rampak dilaksanakan di puskesmas,

kantor camatdan kantor desa disetiap desa se-Kecaamatan Arongan Lambalek.

Kepala desa dan bidan desa yang menentukan tempat untuk dijadikan pos

pengobatan POMP Filariasis. Dalam pelaksanaanya, masih ada kekurangan

seperti pos-pos filariasis yang hanya satu disetiap desa, waktunya singkat hanya

satu hari walaupun sampai jam 17.00, hal ini tentu berdampak pada akses atau

kemudahan masyarakat untuk datang meminum obat. Apalagi masyarakat di

wilayah kerja Puskesmas Drien Rampak masih belum benar-benar paham tentang

penyakit kaki gajah ini. Walaupun kader memberikan obat ke rumah-rumah

masyarakat untuk mendistribusikan obat filariasis, masyarakat belum tentu akan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


meminumnya, ditambah kader tidak memerintahkan meminum obat kepada

penduduk jika berkunjung ke rumah-rumah penduduk.

Hal penting yang perlu diperhatikan pada pelaksanaan POMP Filariasis

yaitu kader yang memberikan obat kepada penduduk yang tidak hadir, harus

melihat penduduk yang meminum obat di rumah masing-masing penduduk.

Dalam pelaksanaan POMP Filariasis TPE/kader harus memberikan obat filariasis

ke rumah penduduk disaat jam setelah makan, kemudian kader harus

menginformasikan kepada penduduk yang memiliki sakit berat untuk menunda

minum obat pencegahan filariasis. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari efek

samping obat filariasis agar kegiatan tahapan selanjutnya masyarakat tidak takut

lagi meminum obat filarisis dan mengetahui apa efek samping obat filariasis itu.

5.4.8 Monitoring Reaksi POMP Filariasis

Menurut Reksohadiprodjo (2000) menyatakan bahwa pengawasan pada

hakikatnya merupakan usaha memberikan petunjuk pada para pelaksana agar

meraka selalu bertindak sesuai dengan rencana. Ada tiga pendekatan yang dapat

dilakukan dalam fungsi pengawasan yaitu pengamatan langsung, laporan lisan,

dan laporan tulisan. Sedangkan menurut Permenkes RI No 94 Tahun 2014

menyatakan bahwa monitoring rekasi POMP Filarisis adalah

mengawasi/menginformasikan efek samping dari obat filariasis kepada penduduk

sasaran yang meminum obat.

Berdasarkan hasil penelitian tentang monitoring reaksi POMP Filariasis,

puskesmas bertanggung jawab dalam memonitoring reaksi POMP Filariasis.

Pengawasan dilaksanakan oleh bidan desa dan TPE/kader di hari pelaksanaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pengobatan massal sampai 2 minggu setelah hari pengobatan massal. Dalam

memonitoring reaksi POMP Filariasis perlu diketahui bahwa berbeda dengan efek

samping obat pada penggunaan obat pada umumnya. Efek yang tidak diharapkan

pada pengobatan filariasis terdiri dari 2 kelompok efek yang sangat berbeda

penyebabnya, yaitu:

a. Pertama adalah yang biasa disebut efek samping obat, yaitu disebabkan

karena reaksi terhadap obatnya. Efek samping obat ini adalah akibat efek

obat terhadap tubuh manusia ( efek farmokologi ), akibat interaksi obat,

intoleransi ( tidak cocok obat ), idiosinkrasi ( keanehan/ketidak laziman

respon individu terhadap obat ), reaksi alergi obat.

b. Kedua adalah yang disebut sebagai kejadian ikutan pasca pengobatan,

yaitu reaksi tubuh terhadap hasil pengobatan ( tubuh makrofilaria dan

mikrofilaria yang mati adalah benda asing bagi tubuh ), bukan terhadap

obatnya.

TPE/kader harus mengerti bahwa efek samping obat berbeda dengan

reaksi pasca pengobatan sehingga informasi tersebut dapat dapat disampaikan

kepada masyarakat agar tidak terjadi salah persepsi mengenai reaksi pasca

pengobatan. Jika masyarakat tidak memahami dengan jelas mengapa timbul reaksi

pasca pengobatan, maka dikhwatirkan pada POMP Filariasi berikutnya

masyarakat menjadi tidak mau untuk minum obat filariasis. Selain itu, informasi

mengenai sistem rujukan juga harus disampaikan dengan jelas agar masyarakat

mengerti apa yang harus dilakukan dan harus kemana ketika mengalami reaksi

ikutan pasca pengobatan massal filariasis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bila terjadi reaksi atau kejadian ikutan hasil pengobatan hal yang harus

dilakukan kader adalah : 1) kader memberikan penjelasan dan pemahaman

mengenai reaksi hasil pengobatan kepada masyarakat agar tidak merasa takut dan

tetap patuh minum obat pada tahap selanjutnya; 2) kader menginformasikan

kepada masyarakat, ke mana tempat memperoleh pertolongan yang diperlukan

apabila terjadi reaksi atau kejadian ikutan hasil pengobatan; 3) kader membantu

merujuk masyarakat yang mengalami reaksi atau kejadian ikutan hasil pengobatan

ke petugas puskesmas ( Laksono, 2016) .

5.4.9 Pemberian Obat Kepada Penduduk Yang Tidak Hadir

Pemberian obat kepada penduduk yang tidak hadir dimaksudkan agar

dapat meningkatkan cakupan POMP Filariasis sehingga tujuan dan keberhasilan

program dapat dicapai. Pemberian obat kepada penduduk yang tidak hadir

dilaksanakan oleh TPE/kader, puskesmas maupun dinas kesehatan dengan cara

menginformasikan kembali kepada penduduk yang tidak hadir untuk dapat

mengambil obat ke tempat pelayanan kesehatan, ke kantor desa, atau ke dinas

kesehatan. Selain itu, TPE/kader diharapkan melaksanakan sweeping atau

mendatangi penduduk ke rumah-rumah untuk memberikan obat kepada penduduk

yang tidak hadir saat pemberian obat massal (Depkes RI, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian, pemberian obat kepada yang tidak hadir

sudah berjalan dengan baik hanya saja TPE/kader tidak mengawasi masyarakat

saat minum obatnya. Sehingga dapat mempengaruhi persentasi cakupan minum

obat massal filariasis, dalam kegiatan pemberian obat kepada penduduk yang

tidak hadir TPE/kader wajib mneyuruh atau menunggu masyarakat untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


meminum dhadapan TPE/kader. Agar cara tersebut bisa berjalan dibutuhkan peran

aktif dan kerjasama oleh TPE/kader, kepala desa, puskesmas dan keluarga

sasaranan. Jika TPE/kader tidak mampu untuk mengawasi saat minum obat

massal filariasis bagi penduduk yang tidak hadir, perlu diadakan sosialisasi

kepada salah satu anggota keluraga sebagai pengawasan minum obat filarisis

disetiap kelurga. Sosialisasi di laksanakan oleh bidan desa bersama kader kepada

setiap aggota kelurga yang ada di desa masing-masing.

Hal ini sejalan dengan Depkes RI (2008) tentang pedoman program

eliminasi filariasis di Indonesia menyatakan bahwa perlunya pengawas minum

obat kepada sasaran baik itu dari petugas kesehatan maupun keluarga sasaran

yang telah diberikan sosialisasi tentang penyakit filariasis.

5.4.10 Pencatatan dan Pelaporan

Dalam pelaksanaan POMP Filariasis pencatatan dan pelaporan dilakukan

oleh kader dan kemudian dilaporkan ke bidan desa/puskesmas. Puskesmas

kemudian melaporkan hasil POMP Filariasis ke dinas kesehatan kabupaten/kota

untuk dilaporkan ke dinas kesehatan provinsi dan kemudian ke kementerian

kesehatan (Permenkes RI Nomor 94/2014).

Berdasarkan hasil penelitian tentang pencatatan dan pelaporan tentang

Pelaksanaan Program Eliminasi Kabupaten Aceh Barat khususnya wilayah

Puskesmas Drien Rampak untuk pencatatan dan pelaporannya sudah berjalan

dengan baik dengan adanya waktu dari dinas kesehatan selama 1 bulan sehingga

laporannya jelas kapan bisa di input oleh dinas kesehatan. Untuk pencatatan yang

dilakukan oleh TPE/kader sudah baik dengan batas waktu dari puskesmas selama

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2 minggu, sehingga TPE/kader tidak terlalu terburu dalam proses pencatatan.

Pencatatan dan pelaporan yang baik akan memberikan data dan informasi yang

tepat dan akurat sehingga dapat menggambarkan pelaksanaan program dan dapat

dijadikan bahan masukan untuk perencanaan kegiatan berikutnya.

5.5 Cakupan Pemberian Obat Massal Filariasis di Wilayah Kerja


Puskesmas Drien Rampak

Menurut PERMENKES RI No. 94 Tahun 2014 Cakupan pengobatan

massal merupakan bagian yang paling dalam Program Eliminasi Filariasis.

Untuk menentukan keberhasilan pengobatan massal ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan yaitu:

a. Cakupan Geografis

Cakupan geografis adalah persentase data desa atau kelurahan yang

diobati dalam satu kabupaten/kota disetiap tahun pengobatan. Cakupan

geografis untuk Kabupaten Aceh Barat adalah 100% yang artinya

seluruh desa dan kelurahan telah mengadakan POMP Filariasis pada

tahun pertama dan kedua.

b. Cakupan Pengobatan Massal

Cakupan pengobatan massal terbagi menjadi dua yaitu cakupan

berdasarkan jumlah penduduk dan cakupan berdasarkan jumlah

sasaran. Cakupan berdasarkan jumlah penduduk menggambarkan

angka pencapaian pengobatan dan dapat menjelaskan jumlah

penduduk yang beresiko untuk diobati dan aspek epidemiologinya.

Cakupan berdasarkan sasaran menggambarkan keberhasilan

pengobatan dan dapat menjelaskan efektivitas pengobatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Hasil cakupan POMP Filariasis tahun 2015 untuk Kabupaten Aceh

Barat yaitu 64% berdasarkan jumlah sasarannya, sedangkan untuk

tahun 2016 ini 73% dari jumlah sasaran ini belum dilakukan survey

cakupan oleh Kemenkes RI. Cakupan POMP Filariasis di Puskesmas

Drie Rampak di tahun 2015 hanya 54% berdasarkan jumlah sasaran,

ini sudah dilakukan survey cakupan oleh Kementerian Kesehatan RI.

Sedangkan untuk tahun 2016 cakupannya hanya 43% dari penduduk

sasaran, untuk survey cakupannya belum dilaksanakan oleh

Kementerian Kesehatan RI.

c. Survey Cakupan

Survey cakupan dilakukan untuk menilai kebenaran cakupan

pengobatan massal berdasarkan laporan di kabupaten. Survey cakupan

dilaksanakan oleh kementerian kesehatan, provinsi atau badan

independen. Hasil survey cakupan pengobatan Kementerian Kesehatan

RI di 12 titik di Kabupaten Aceh Barat tahap pertama pada bulan

Maret 2016 adalah 64%, sedangkan untuk tahun 2016 belum

dilaksanakan. Survey cakupan untuk Puskesmas Drien Rampak

dilaksanakan di semua desa di Kec. Arongan Lambalek itu tahap

pertama itu 54% dari jumlah penduduk sasaran.

Dari data diatas dapat ditemukan bahwa ada perbedaan dari persentase

POMP Filariasis dilaksanakan pada hari kegiatan POMP Filariasis dengan

persentase survey cakupan, karena jika tidak dilaksanakan survey cakupan maka

kita tidak akan memperoleh data yang real tentang persentase POMP

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Filariasisnya. Hal ini disebabkan adanya kemungkinan penduduk minum atau

tidak minum obat dirumah saat diberikannya obat oleh TPE/kader, jumlah

penduduk dan jumlah sasaran yang berubah, atau penduduk dari luar

Implementation Unit (UI) yang juga meminum obat dan tercatat sebagai penduduk

di UI. Dalam mengatasi hal tersebut dapat dilakukan yaitu meningkatkan

kemampuan dengan memberikan motivasi dalam pemberian obat filariasis melalui

pelatihan dan menanyakan kepada TPE/kader apakah ada penduduk diluar UI

yang tercatat sebagai sasaran pengobatan yang dilaporkan dan kemudian

dikelurkan penduduk tersebut dari pencatatan.

Sedangkan target cakupan POMP Filariasis yang harus dicapai untuk

memutuskan rantai penularan filariasis adalah >85% dari jumlah sasaran. Jika

dilihat dari cakupan pengobatan di Kabupaten Aceh Barat untuh tahap pertama

yang sudah dilaksanakan survey cakupan belum mencapai target dengan angka

cakupan pengobatan yaitu 73% dari jumlah sasaran. Cakupan pengobatan di

Puskesmas Drien Rampak juga belum mencapai target nasional hanya 54%

ditahapan I, sedangkan ditahapan kedua hanya 43% persentase ini belum

dilakukan survey cakupan sehingga data bisa berubah. Artinya, Pelaksanaan

POMP Filariasis di Puskesmas Drien Rampak tahun 2015 dan 2016 belum

berhasil sehingga perlu ditingkatkan untuk tahapab berikutnya agar mencapai

target.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Sumber daya manusia terkait Program Eliminasi Filariasis di Kabupaten

Aceh Barat khususnya Puskesmas Drien Rampak masih belum lengkap,

karena masih adanya SDM yang tidak ada seperti tenaga mikroskopis.

Kemudian pelatihan untuk mengatasi kekurangan SDM tersebut tidak ada.

2. Dana ( Anggaran ) dalam Program Eliminasi Filariasis di kabupaten Aceh

Barat khususnya Puskesmas Drien Rampak berasal dari bantuan luar

negeri yaitu RTI ( Research Triangel Institute ), Kementerian Kesehatan

RI, dan APBD Kabupaten Aceh Barat baik itu tahap pertama maupun

tahap kedua.

3. Sarana dan Prasarana yang dibutuh dalam Program Eliminasi Filariasis

masih belum lengkap. Seperti spanduk, baliho, stiker, ataupun proyektor

film yang digunakan untuk memutar film tentang filariasis. Sarana dan

prasarana yang dimiliki oleh Puskesmas Drien Rampak hanya kaos, form

pengobatan, alat-alat tulis, dan buku saku filariasis untuk kader.

4. Bahan logistik dalam Program Eliminasi Filariasis yang diperlukan sudah

mencukupi dan terdistribusi dengan baik, seperti obat-obatan, kartu

pengobatan, form pencatatan dan pelaporan, serta bahan penunjang

lainnya.

5. Advokasi sudah dilaksanakan, hasil advokasinya pemerintah daerah

berkomitmen untuk membantu dalam Program Eliminasi Filariasis dengan

mengucurkan dana operasional sebesar Rp. 56.000.000,00.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Koordinasi sudah dijalankan, baik itu koordinasi lintas sektor dan

koordinasi lintas program tetapi belum maksimal karena masih ada yang

belum terlibat dalam program eliminasi filariasis ini.

7. Persiapan, pelaksanaan, pemberian obat kepada penduduk yang tidak hadir

dan monitoring dalam pelaksanaan POMP Filariasis juga belum maksimal

karena masih ada berbagai hambatan yang ditemukan.

8. Cakupan pengobatan massal filariasis di wilayah Puskesmas Drien

Rampak belum maencapai target nasional, baik itu tahap I dan II. Tahap I

hanya 54% itu sudah dilakukan survey cakupan dan tahap II 43% belum

dilakukan survey cakupan, sedangkan target nasional itu>85% dari jumlah

penduduk sasaran.

6.2 Saran

1. Kepada Dinas Kesehatan Aceh Barat

a. Mengoptimalkan sumber daya manusia yang ada dengan menerapkan

kegiatan pelatihan, misalnya dengan memberikan pelatihan kepada

petugas kesehatan untuk menggantikan tenaga ahli mikroskopis, jika

tidak ada tenaga ahli mikroskopis.

b. Menyediakan media penyampaian informasi kepada masyarakat terkait

Program Eliminasi Filariasis, misalnya bekerjsama dengan radio

setempat untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat atau

membuat spanduk untuk dipasang disetiap kecamatan yang berisikan

informasi tentang filariasis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


c. Meningkatkan kegiatan koordinasi lintas sektor , koordinasi lintas sektor

bisa dilakukan dengan lebih melibatkan tokoh adat dan agama yang

berpengaruh di Kabupaten Aceh Barat dan kepada LSM/swasta yang

ada di Kabupaten Aceh Barat agar mau membantu dalam Pelaksanaan

Program Eliminasi Filariasis baik itu dalam bentuk finansial maupun

tenaga SDM-nya.

2. Kepada Puskesmas Drien Rampak

a. Menambah pos-pos minum obat dengan memanfaatkan tempat-tempat

umum seperti masjid ataupun posyandu, kemudian merekrut kader

filariasis sukarela dan memanfaatkan tenaga kesehatan lain yang ada

dipuskesmas untuk saling bekerjasama menjaga pos-pos yang ada.

Sehingga akses masyarakat untuk meminum obat jadi mudah, karena

dalam kegiatan POMP Filariasis tidak cukup hanya 1 pos saja.

b. Meningkatkan penyuluhan tentang monitoring reaksi minum obat

kepada masyarakat, dengan meningkatkan peran aktif dari TPE/kader.

Caranya dengan mengunjungi rumah-rumah penduduk diwaktu

senggang.

c. Memanfaatkan dana BOK untuk meningkatan kegiatan penyuluhan

kepada penduduk sasaran agar mengetahui tentang penyakit filariasis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Ambarita, Lasbudi P. 2014. Perilaku Masyarakat Terkait Penyakit Kaki


Gajah dan Program Pengobatan Massal di Kecamatan Pemayung
Kabupaten Batanghari Jambi. Media Litbangkes, vol 24, no 04, hal.
191.
Depkes RI. 1990. Pedoman Perencanaan Dan Pengelolaan Obat. Ditjen
Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
. 2008. Pedoman Program Eliminasi Filariasis di Indonesia. Ditjen
PP & PL Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Dinas Kesehatan Provinsi Aceh. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun
2015.
Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten
Aceh Barat Tahun 2014.
Gitosudarmo, I dan A Mulyono. 1999. Prinsip Dasar Manajemen Edisi ke 3.
Yogyakarat, BPFE Yogyakarta.
Gomes, FC. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta, Penerbit
Cv. Andi Offset.
Habibah, Z dan S Sungkar. 2015. Cakupan Pemberian Obat Pencegahan
Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2012-2013.
Cakupan POMP Filariasis, vol. 3, No 3, hal 203.

Harahap, R. 2013. Analisis Implementasi Kebijakan Program Eliminasi


Filariasis Di Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Tesis. Universitas
Sumatera Utara.

Ideham, B dan S Pusawarati. 2004. Penuntun Praktis parasitologi kedokteran.


Surabaya, Airlangga University by Press.

Irianto, K. 2009. Parasitologi Berbagai Penyakit Yang Mempengaruhi


Kesehatan Manusia. Bandung, Penerbit Cv. Yrama Widya.

Kemenkes RI. 2010. Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi


Filariasis di Indonesia Tahun 2010 – 2014. Ditjen PP & PL Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

. 2015. Profil Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015.


Jakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Laksono, A.D. 2016. Mengapus Jejak Kaki Gajah. Daerah Istimewa
Yogyakarta, PT. Kanisius.

Mahsun, M. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik, Cetakan Pertama BPPE,


Yogyakarta

Miles, MB dan AM Huberman. 2009. Analisis Data Kualitatif. Jakarta,


Universitas Indonesia Press.

Miller, V dan J Covey. 2005. Pedoman Advokasi. Jakarta, Yayasan Obor


Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No 94 Tahun 2014


Tentang Penanggulangan Filariasis, Jakarta.

Puskesmas Drien Rampak. 2015. Profil Puskesmas Drien Rampak 2015.


Arongan Lambalek.

Risa, A. 2014. Analisis Implementasi Program Eliminasi Filariasis Di


Kabupaten Bengkalis Tahun 2013. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Reksohadiprodjo, S. 2000. Dasar-Dasar Manajemen Edisi 5. Yogyakarta,
BEPF Yogyakarta.
Santoso, A Yeni, R Oktarina dan T Wurisastuti. 2015. Efektivitas Pengobatan
Massal Filariasis Tahap II Menggunakan Kombinasi Dec Dengan
Albendazole Terhadap Prevalensi Brugia Malayi, Buletin sistem
kesehatan, vol 18, no 2, hal 161.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung, Cv. Alfabeta

Suswita, F. 2009. Kerjasama Lintas Sektor Dalam Program Eliminasi


Filariasis Di Wilayah Kerja Puskesmas Jembatan Mas Kabupaten
Batanghari Provinsi Jambi. Skripsi. Universitas Diponegoro.

Sutisna, E. 2012. Pemberdayaan Masyarakat Di Bidang Kesehatan.


Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.

Utomo, T. 2014. Hubungan Ketersediaan Sarana Dan Prasarana Program


Eliminasi Filariasis Terhadap Pengetahuan Masyarakat Tentang
Penyakit Filariasis Di Kota Pekalongan Tahun 2013. Skripsi.
Universitas Diponegoro.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


WHO (2016). Fact Sheet : Filariasis Lymphatic. Agustus 26, 2016.
www.who.int/mediacenter/factsheets/fs102/en/.hmtl.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pedoman Wawancara Mendalam
Pelaksanaan Manajemen Program Eliminasi Filariasis Di Wilayah Kerja
Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016

1. Daftar pertanyaan untuk Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh


Barat

A. Identitas Peserta

a. Nama :

b. Umur :

c. Jenis Kelamin :

d. Pendidikan Terakhir :

e. Tanggal Wawancara :

B. Pertanyaan

1. Menurut Bapak/Ibu selaku Kepala Dinas kesehatan Kabupaten Aceh

Barat, Apa saja tugas dan fungsi bapak/ibu terkait program eliminasi

filariasis?

2. Langkah-langkah apa saja yang Bapak/Ibu lakukan dalam upaya

eliminasi program filariasis?

3. Apa kendala yang Bapak/Ibu hadapi dalam program eliminasi

filariasis?

4. Bagaimana dengan sumber pendanaan dalam pelaksanaan upaya

eliminasi filariasis? Apakah dana selalu ada diberikan? Dan dari mana

sumber dana yang diperoleh?

5. Apakah dinas kesehatan melakukan advoaksi terkait program eliminasi

filariasis?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Bagaimana kerja sama lintas sektoral dalam upaya eliminasi filariasis?

7. Apa intruksi Bapak/Ibu kepada puskesmas dalam upaya program

eliminasi filariasis?

8. Berapa lama program eliminasi fialriasis ini berjalan?

2. Daftar pertanyaan untuk Kepala Bagian P2M Dinas Kesehatan


Kabupaten Aceh Barat

A. Indentitas informan

a. Nama :

b. Umur :

c. Jenis Kelamin :

d. Pendidikan Terakhir :

e. Tanggal Wawancara :

B. Pertanyaan

1. Menurut Bapak/Ibu sebagain kepala bagian P2M, apa sajakah tugas

dan fungsi terkait program eliminasi filariasis di kabupaten aceh barat?

2. Apa saja kegiatan program eliminasi filariasis yang dilaksanakan di

tingkat II ( Kabupaten Aceh Barat )? Apakah kegiatan itu dilaksankan

sampai sekarang.

3. Dalam pendistribusian obat, bagaimana strategi penditribusian obat

yang dilakukan oleh dinas kesehatan Kabupaten Aceh Barat agar obat

di minum oleh masyarakat?

4. Apakah pernah dilakukan sosialisasi tentang manajemen eliminasi

filariasis kepada petugas kesehatan? Bagaimana hasil dari kegiatan

sosialisasi tersebut?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Daftar pertanyaan untuk Kepala Puskesmas Drien Rampak

A. Indentitas informan
a. Nama :

b. Umur :

c. Jenis Kelamin :

d. Pendidikan Terakhir :

e. Tanggal Wawancara :

B. Pertanyaan

1. Sebagai kepala puskesmas Bapak/Ibu, apa saja tugas dan fungsi

bapak/ibu terkait program eliminasi filariasis?

2. Menurut Bapak/Ibu apa saja kegiatan program yang dilakukan di

puskesmas drien rampak dalam upaya program eliminasi filariasis?

3. Menurut Bapak/Ibu bagaimana proses persiapan pelaksanaan program

eliminasi filariasis?

4. Apakah pernah dilalaksanakan kegiatan advokasi terkait kerja sama

lintas sektor dalam eliminasi filariasis? bagaimana hasil kegiatan

tersebut?

5. Apakah dana yang diberikan oleh dinas kesehatan mencukupi dalam

pelaksanaan program eliminasi filariasis?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4. Daftar pertanyaan untuk Pengelolah Program Eliminasi Filariasis di
Puskesmas Drien Rampak

A. Indentitas informan

a. Nama :

b. Umur :

c. Jenis Kelamin :

d. Pendidikan Terakhir :

e. Tanggal Wawancara :

B. Pertanyaan

1. Sebagai pengelola program eliminasi filariasis, apa tugas dan fungsi

Bapak/Ibu terkait program eliminasi filariasis?

2. Apakah obat eliminasi filariasisnya mencukupi untuk seluruh

masyarakat yang tinggal di wilayah kerja puskesmas drien rampak?

3. Bagaimana eliminasi preventif dan kuratif yang dilakukan oleh

puskesmas drien rampak dalam upaya eliminasi filariasis?

4. Bagimana kerja sama lintas sektor dalam program eliminasi filariasis?

5. Bagaimana sistem pemantauan dan evaluasi yang Bapak/Ibu lakukan

dalam pelaksanaan eliminasi filariasis?

a. Ketetapan waktu pelaporan?

b. Kelengkapan data sasaran?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Daftar pertanyaan untuk Camat Arongan Lambalek

A. Indentitas informan
a. Nama :

b. Umur :

c. Jenis Kelamin :

d. Pendidikan Terakhir :

e. Tanggal Wawancara :

B. Pertanyaan

1. Selama Bapak/Ibu sebagai camat, apakah pernah bapak/ibu dilibatkan

dalam program eliminasi filariasis?

2. Jika pernah dilibatkan, apakah ada komitmen dalam usaha

menegliminasi penyakit filariasis

6. Daftar pertanyaan untuk Bidan Desa

A. Identitas informan
a. Nama :

b. Umur :

c. Jenis Kelamin :

d. Pendidikan Terakhir :

e. Tanggal Wawancara :

B. Pertanyaan

1. Sesuai dengan jabatan yang Ibu emban, bagaimana kerja sama ibu

selaku bidan desa dengan kader filariasis dalam pelaksanaan program

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


eliminasi filariasis di Puskesmas Drien Rampak? Apakah pernah

dilakukan penyuluhan kepada masyarakat?

2. Sepengetahuan Ibu, bagaimana pelaksanaan manajemen program

eliminasi filariasis yang di lakukan di Puskesmas? Apakah berjalan

sesuai dengan tata laksana program eliminasi filariasis?

3. Apakah dalam proses pemberian obat dilakukan penimbangan berat

badan sebelum diberikan obat kepada masyarkat?

4. Sepengetahuan Ibu, apakah kader pernah diberikan pelatihan terkait

program eliminasi filariaris? Apakah Ibu ikut dalam pelatihan

tersebut?

5. Apakah menurut Ibu, sarana dan prasarana sudah memadai dalam

melaksanakan program eliminasi filariasis?

6. Terkait dengan dana operasional, menurut Ibu apakah sudah

mencukupi dalam melaksanakan program eliminasi filariasis?

7. Daftar pertanyaan untuk Kader Filariasis

A. Identitas informan
a. Nama :

b. Umur :

c. Jenis Kelamin :

d. Pendidikan Terakhir :

e. Tanggal Wawancara :

B. Pertanyaan

1. Sudah berapa lama Bapak/Ibu menjadi kader filariasis?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Bagaiman bisa Bapak/Ibu terpilih menjadi kader filariasis? Apakah

keinginan Bapak/Ibu sendiri?

3. Sepengetahuan Bapak/Ibu, apakah ada pelatihan terhadap kader

filariasis yang dilakukan oleh petugas puskesmas? Apakah Bapak/Ibu

mengikutinya? Jika Tidak, Apa alasan Bapak/Ibu tidak mengikutinya?

4. Apakah Bapak/Ibu pernah melakukan penyuluhan tentang program

eliminasi filariasis dengan Bidan Desa kepada masyarkat desa?

5. Apakah dalam memberikan obat Bapak/Ibu datang ke rumah-rumah

masyarkat atau masyrakat datang ke rumah Bapak/Ibu?

6. Menurut Bapak/Ibu, dana yang diberikan petugas kesehatan

mencukupi untuk melaksanakan pemberian obat filariasis?

7. Apa saran Bapak/Ibu agar seluruh masyarakat dapat meminum obat

massal eliminasi filariasis?

8. Daftar pertanyaa untuk Kepala Desa

A. Identitas informan
a. Nama :

b. Umur :

c. Jenis Kelamin :

d. Tanggal Wawancara :

B. Pertanyaan

1. Apakah ada kegiatan kerja sama lintas sektor antara pihak puskesmas

dengan desa terkait filariasis?

2. Apa kegiatan yang dilakukan oleh pihak puskesmas kepada masyrakat

desa terkait penyakit filariasis?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Apakah pernah dilakukan penyuluhan tentang penyakit filariasis?

Kapan saja penyuluhan tersebut diberikan oleh puskesmas?

4. Apakah Bapak/Ibu ikut mengawasi kegiatan eliminasi filariasis yang

diberikan oleh puskesmas?

5. Apa saran Bapak/Ibu agar masyarakat mau meminum obat filariasis?

6. Daftar pertanyaan untuk masyarkat di wilayah kerja Puskesmas


Drien Rampak

A. Identitas informan
a. Nama :

b. Umur :

c. Jenis Kelamin :

d. Pendidikan Terakhir :

e. Tanggal Wawancar :

B. Pertanyaan

1. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang POMP Filariasis?

a. Jika “iya” apakah pernah diadakan penyuluhan, apakah bapak/ibu

meminum obatnya, apakah bapak/ibu pernah datang ke pos-pos

filariasis, apakah pernah didata oleh kader terkait reaksi minum

obat filariasis?

b. Jika “tidak” apakah bapak/ibu pernah dikasih obat tentang kaki

gajah dari petugas?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Daftar pertanyaan untuk staff khusus Bupati Aceh Barat terkait
Program Eliminasi Filariasis

A. Identitas informan

a. Nama :

b. Umur :

c. Jenis Kelamin :

d. Tanggal Wawancara :

B. Pertanyaan

1. Apakah Bapak/Ibu pernah dilibatkan terkait Program Eliminasi

filariasis dari Dinas Kesehatan Aceh Barat?

a. Jika “iya” Apa aja kegiatan yang dilibatkan oleh Dinas Kesehatan?,

Apakah ada komitmen setelah dilibatkan?

b. Jika “tidak” Bagaimana jika Dinas Kesehatan Aceh Barat

mengundang Bapak/Ibu untuk terlibat dalam Program Eliminasi

Filariasis, apakah Bapak/Ibu bersedia?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai