Anda di halaman 1dari 115

PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU

TERHADAP KONSUMSI OBAT CACING PADA MURID


SEKOLAH DASAR MI DDI GUSUNG
KOTA MAKASSAR

Disusun Oleh:
Nur Fitriany Lihawa
110 2016 0110

Pembimbing:
dr. Santriani Hadi, M. Kes
dr. Ilma Khaerina Amaliyah B.

KARYA TULIS ILMIAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
ii
iii
iv
v
PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP
KONSUMSI OBAT CACING PADA MURID SEKOLAH DASAR MI DDI
GUSUNG KOTA MAKASSAR
Nur Fitriany Lihawa1, Santriani Hadi2, Ilma Khaerina Amaliyah B.3
Program Studi Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran UMI
Email : fitrilihawa07@gmail.com

ABSTRAK
Infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah adalah salah satu infeksi
paling umum di seluruh dunia. Infeksi cacing jarang menyebabkan
kematian langsung, namun dapat berdampak pada tingkat kecerdasan
dan produktivitas. Ibu merupakan garis terdepan dalam tahap pencegahan
cacingan pada anak. Salah satu peran ibu adalah memastikan anak
mengonsumsi obat cacing secara rutin setiap 6-12 bulan sekali. Tingkat
Pengetahuan dan Sikap Ibu dapat memberi dampak terhadap konsumsi
obat cacing murid sekolah dasar. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Pengaruh Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap
Konsumsi Obat Cacing pada Murid Sekolah Dasar MI DDI Gusung Kota
Makassar. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan
pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah ibu dari murid SD
Kelas 1,2 dan 3 MI DDI Gusung Kota Makassar. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden dengan pengetahuan baik memiliki
persentase lebih tinggi (66,7%) dalam mengonsumsi obat cacing secara
rutin dibandingkan responden dengan pengetahuan kurang (0%). Hasil uji
statistik chi-square didapatkan ρ value < 0,05 (ρ = 0,000) yang berarti
terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan konsumsi obat
cacing. Untuk variabel sikap menunjukkan bahwa responden dengan
sikap yang baik memiliki persentase lebih tinggi (47,5%) dalam
mengonsumsi obat cacing secara rutin dibandingkan responden dengan
sikap kurang (33,3%). Hasil uji statistik chi-square didapatkan ρ value
< 0,05 (ρ = 0,019), yang berarti terdapat hubungan antara sikap dengan
konsumsi obat cacing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan sikap ibu
terhadap konsumsi obat cacing pada murid sekolah dasar MI DDI Gusung
Kota Makassar.

Kata Kunci: Konsumsi Obat Cacing Anak, Rutinitas Minum Obat


Cacing, Pengetahuan Ibu, Sikap Ibu

vi
INFLUENCE OF MOTHER’S KNOWLEDGE LEVEL AND ATTITUDE
TOWARDS ANTHELMINTIC DRUGS CONSUMPTION OF THE
STUDENTS IN MI DDI GUSUNG MAKASSAR
Nur Fitriany Lihawa1, Santriani Hadi2, Ilma Khaerina Amaliyah B.3
Program Studi Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran UMI
Email :

ABSTRACT
Worm infections transmitted through soil are one of the most
common infections in the world. Worm infections rarely cause direct death,
but can have an impact on intelligence and productivity. Mother is the first
line in the stage of preventing intestinal worms in children. One of the
mother's role is to ensure that children consume anthelmintic drugs
regularly every 6-12 months. Mother's knowledge level and attitude can
have an impact on the consumption of anthelmintic drugs for elementary
school students. This research aims to determine the influence of mother’s
knowledge level and attitudes towards anthelmintic drugs consumption in
the students of MI DDI Gusung Makassar. This type of research is
observational analytic with cross sectional approach. The research sample
was the mother of elementary school students of the first, second and third
grade in MI DDI Gusung Makassar. The results showed that respondents
with good knowledge had a higher percentage (66.7%) in consuming
anthelmintic drugs routinely than respondents with less knowledge (0%).
The chi-square statistical test results obtained ρ value
< 0.05 (ρ = 0,000) which means there is a relationship between the
knowledge level and consumption of anthelmintic drugs. For attitude
variables, showed that the respondents with good attitudes have a higher
percentage (47.5%) in consuming anthelmintic drugs routinely than
respondents with less attitudes (33.3%). The chi-square statistical test
results obtained ρ value < 0.05 (ρ = 0.019), which means that there is a
relationship between attitude and consumption of anthelmintic drugs. The
results showed that there was a significant relationship between mother’s
knowledge level and attitudes towards anthelmintic drugs consumption in
the students of MI DDI Gusung Makassar.

Keywords: Consumption Of Anthelmintic Drugs, Routinity Of


Consuming Anthelmintic Drugs, Mother's Knowledge, Mother’s
Attitude

vi
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala

atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini sebagai salah satu syarat

menyelesaikan studi preklinik di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia.

Keberhasilan penyusunan karya tulis ini adalah berkat bimbingan,

kerja sama, serta bantuan moril dan materil dari berbagai pihak yang telah

diterima penulis sehingga segala tantangan dan rintangan yang dihadapi

selama penelitian dan penyusunan karya tulis ilmiah ini dapat

terselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan

memberikan penghargaan setinggi - tingginya dan secara tulus dan ikhlas

kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. dr. Syarifuddin Wahid, Ph. D, Sp. PA (K), Sp. F, DFM

2. dr. Rachmat Faisal Syamsu, M. Kes selaku Koordinator Karya Tulis

Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

3. dr. Santriani Hadi, M. Kes dan dr. Ilma Khaerina Amaliyah B.

selaku pembimbing yang dengan kesediaan, keikhlasan dan

vii
kesabaran senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan

bimbingan dan arahan kepada penulis selama ini.

4. dr. Hj. Anna Sari Dewi, SpOG(K), M. Kes dan dr. Arina Fathiyyah

Arifin, M. Kes selaku penguji yang telah ikhlas meluangkan

waktunya, memberikan petunjuk dan saran selama penulisan karya

tulis ilmiah ini.

5. Teristimewa kepada orang tua saya, dr. Junus Lihawa dan Ibu

Ramlin Tahir, saudara saya dan seluruh keluarga saya yang telah

memberikan semangat, memfasilitasi dan mengiringi langkah

penulis dengan dukungan moriil dan materil serta do’a restu

sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Kepala Sekolah MI DDI Gusung Kota Makassar, Ibu Hj. Rosliah,

S.Ag, M.Pd dan Ibu Hj. Marlina selaku staf pengajar di MI DDI

Gusung yang sudah bersedia meluangkan waktunya membantu

saya dalam pengumpulan responden penelitian Karya Tulis Ilmiah

saya ini.

7. Teman- teman sepembimbingan , dan seperjuangan Karya Tulis

Ilmiah yang turut mendukung sehingga penulisan Karya Tulis Ilmiah

ini dapat terselesaikan.

8. Sahabat- sahabat saya (Arum Dwi Haerunnisa, Ainun, Firda

Luthfiani, Nurul Fitriah, Putri Yunan, Mutmainna, Rahmawaty Putri,

Alysa Ahadyah, Shavira MD, Atmaraya, Andi Khalishah, A. Nashira

Iswalaily, Nabila Said Amri, Dzul Rizka Razak) yang telah

viii
memberikan semangat, memfasilitasi dan mengiringi langkah

penulis dengan dukungan moriil dan materil serta do’a restu

sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Seluruh Keluarga Besar Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia, teman- teman Meninges angkatan 2016 yang saya

banggakan, teman- teman yang telah memberikan dukungan

selama ini.

10. Serta seluruh pihak terkait yang tidak bisa saya sebutkan satu per

satu yang turut mendukung saya selama ini.

Semoga amal budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan

rahmat yang melimpah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Sebagai manusia biasa penulis menyadari sepenuhnya akan

keterbatasan baik dalam penguasaan ilmu maupun pengalaman

penelitian, sehingga penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk saran dan kritik yang sifatnya membangun dari

berbagai pihak sangat diharapkan demi penyempurnan Karya Tulis Ilmiah

ini. Akhirnya penulis berharap sehingga Karya Tulis Ilmiah ini

memberikan manfaat bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar, Juli 2019

Penulis
ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH ............................... iv

ABSTRAK ................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ............................................................................... vii

DAFTAR ISI ............................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiv

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xv

DAFTAR BAGAN ................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xvii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 4

1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 4

1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................... 4

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 5

1.4.1 Manfaat Bagi Negara.............................................................. 5

1.4.2 Manfaat Bagi Masyarakat ...................................................... 5

1.4.3 Manfaat Bagi Institusi ............................................................ 5

1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti.............................................................. 5

x
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6

2.1 Infeksi Kecacingan (Helminthiasis) ................................................... 6

2.1.1 Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) ........................................... 6

2.1.1.1 Definisi................................................................................. 6

2.1.1.2 Epidemiologi ........................................................................ 7

2.1.1.3 Patofisiologi ......................................................................... 7

2.1.1.4 Gejala .................................................................................. 8

2.1.1.5 Terapi .................................................................................. 9

2.1.1.5 Pencegahan ...................................................................... 11

2.1.2 Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) ........................................... 11

2.1.2.1 Definisi............................................................................... 11

2.1.2.2 Epidemiologi ...................................................................... 12

2.1.2.3 Patofisiologi ....................................................................... 12

2.1.2.4 Gejala ................................................................................ 13

2.1.2.5 Terapi ................................................................................ 13

2.1.2.6 Pencegahan ...................................................................... 14

2.1.3 Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma


duodenale ............................................................................................ 14

2.1.3.1 Definisi............................................................................... 14

2.1.3.2 Epidemiologi ...................................................................... 14

2.1.3.3 Patofisiologi ....................................................................... 14

2.1.3.4 Gejala ................................................................................ 15

2.1.3.5 Terapi ................................................................................ 16

2.1.3.6 Pencegahan ...................................................................... 17

xi
2.1.4 Konsumsi Obat Cacing di Indonesia ............................................ 17

2.1.4.1 Pemberian Obat Pencegahan Massal ...................................... 17

2.2 Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan dan Sikap ......................... 22

2.2.1 Pengetahuan ........................................................................ 22

2.2.2 Sikap .................................................................................... 24

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan dan Sikap........... 25

2.3 Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Konsumsi


Obat Cacing .......................................................................................... 27

2.4 Kerangka Teori ............................................................................... 30

2.5 Kerangka Konsep ........................................................................... 31

2.6 Hipotesis Penelitian ........................................................................ 31

BAB III METODE PENELITIAN............................................................... 32

3.1 Rancangan Penelitian ..................................................................... 32

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 32

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................... 33

3.4 Teknik Sampling ............................................................................. 33

3.5 Kriteria Sampel ............................................................................... 33

3.5.1 Kriteria Inklusi ....................................................................... 33

3.5.2 Kriteria Eksklusi .................................................................... 33

3.5.3 Kriteria Drop Out .................................................................. 33

3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .................................. 35

3.6. 1 Variabel Penelitian ...................................................................... 35

3.6.2 Definisi Operasional ............................................................. 35

3.7 Instrumen Penelitian ....................................................................... 36

3.8 Teknik Pengumpulan Data.............................................................. 39

xii
3.9 Pengolahan dan Analisis Data ........................................................ 39

3.10 Etika Penelitian ............................................................................. 40

3.11 Alur Penelitian............................................................................... 40

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .............................. 42

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................... 42

4.1.1 MI DDI Gusung..................................................................... 42

4.2 Profil MI DDI Gusung ...................................................................... 43

4.2.1 Visi dan Misi ......................................................................... 43

4.2.2 Unit dan Fasilitas .................................................................. 44

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 45

5.1 Hasil Penelitian ............................................................................... 45

5.1.1 Karakteristik Responden ...................................................... 45

5.1.2 Analisis Bivariat .................................................................... 46

5.2 Pembahasan................................................................................... 47

5.2.1 Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Konsumsi Obat


Cacing pada Murid Sekolah Dasar ............................................... 47

5.2.2 Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Konsumsi Obat


Cacing pada Murid Sekolah Dasar ................................................ 49

5.3 Keterbatasan Penelitian .................................................................. 50

BAB VI KESIMPULAN ............................................................................ 52

6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 52

5.3 Saran .............................................................................................. 52

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. xviii

LAMPIRAN .............................................................................................. xx

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Telur dan Ascaris lumbricoides dewasa .................................... 6

Gambar 2 Telur dan Trichuris trichiura dewasa ....................................... 11

Gambar 3 MI DDI Gusung ...................................................................... 42

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jenis dan Dosis Obat Cacing ...................................................... 18

Tabel 2 Jenis Intervensi berdasarkan Tingkat Prevalensi Cacingan ........ 20

Tabel 3 Definisi Operasional .................................................................... 35

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Karakteristik ........ 45

Tabel 5 Hasil Uji Chi-Square Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan

Konsumsi Obat Cacing ............................................................... 46

Tabel 6 Hasil Uji Chi-Square Hubungan Sikap dengan Konsumsi Obat

Cacing ........................................................................................ 47

xv
DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Kerangka Teori .......................................................................... 31

Bagan 2 Kerangka Konsep ...................................................................... 32

Bagan 3 Alur Penelitian ........................................................................... 40

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Naskah Penjelasan untuk Mendapatkan Persetujuan dan

Subjek Penelitian

Lampiran 2 Formulir Persetujuan setelah Penjelasan

Lampiran 3 Lembar Form Penelitian

Lampiran 4 Lembar Pengumpulan Data Penelitian

Lampiran 5 Hasil Pengolahan Data dalam SPSS

Lampiran 6 Surat Penyampaian Seminar Proposal

Lampiran 7 Surat Penyampaian Seminar Hasil

Lampiran 8 Surat Penyampaian Seminar Tutup

Lampiran 9 Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 10 Surat Rekomendasi Persetujuan Etik

Lampiran 11 Dokumentasi Penelitian

Lampiran 12 Curriculum Vitae

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah adalah salah satu infeksi

yang paling umum di seluruh dunia. Infeksi ini dapat disebabkan oleh tiga

jenis cacing, antara lain cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing

cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing tambang (Necator americanus dan

Ancylostoma duodenale). Meskipun cacingan jarang menyebabkan

kematian langsung, namun cacingan merupakan salah satu penyebab

anemia gizi dan berdampak pada tingkat kecerdasan dan produktivitas.

Cacingan yang berat dan menahun juga terbukti mempengaruhi

pertumbuhan, perkembangan fisik dan mental anak-anak serta

berdampak pada gangguan kemampuan belajar (Akhsin, 2010).

Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2015

lebih dari 600 juta anak usia sekolah tinggal di daerah di mana parasit ini

ditularkan secara intensif, dan membutuhkan pengobatan dan intervensi

pencegahan. Sedangkan, pada tahun 2017, WHO memperkirakan lebih

dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi dengan

cacing yang ditularkan melalui tanah (WHO, 2017).

Di Indonesia, penyakit cacing adalah penyakit yang umum dan

infeksinya dapat terjadi secara bersamaan oleh beberapa jenis cacing

sekaligus. Menurut Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang

1
(P2B2) Kementerian Kesehatan, pada tahun 2015, angka prevalensi

cacingan meningkat di atas 20% dengan prevalensi mencapai 28,12%.

(Octama, 2015). Sedangkan, pada tahun 2017, berdasarkan Lampiran

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2017 tentang

Penanggulangan Cacingan menyebutkan, prevalensi cacingan di

Indonesia bervariasi antara 2,5 persen hingga 62 persen. Jumlah ini

meningkat bila prevalensi cacingan dihitung pada anak usia sekolah,

prevalensinya menjadi 80 persen (Menteri Kesehatan, 2017).

Sulawesi Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia yang

menjadi perhatian masyarakat karena potensi yang dimiliki dalam bidang

perikanan, perdagangan, ekonomi dan pariwisata. Namun, hal lain yang

menjadi perhatian adalah tingginya kasus cacingan di wilayah Sulawesi

Selatan. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bahwa

Kota Makassar menjadi kota tertinggi penderita kasus cacingan. Jumlah

penderita cacingan di Kota Makassar berdasarkan laporan Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota mengalami peningkatan dari tahun 2013

(3.226 kasus), 2014 (3.266 kasus), 2015 (3.270 kasus) (Amaliah et al.,

2016)

Data dari Puskesmas Tabaringan bulan Januari 2019 saat

melakukan Pemeriksaan Cacingan di MI DDI Gusung dan MDIA Paotere

menemukan bahwa dari 49 sampel pada murid SD usia 5-14 tahun

terdapat 20 orang positif cacingan atau sebanyak 40,81%. (Puskesmas

Tabaringan, 2019).

2
Ibu merupakan garda terdepan dalam tahapan pencegahan

cacingan. Berdasarkan Pedoman Pencegahan Cacingan, peran ibu terdiri

dari mengajari anak untuk mencuci tangan pakai sabun, menggunakan air

bersih untuk keperluan rumah tangga, menjaga kebersihan dan keamanan

makanan, mengupayakan kondisi lingkungan yang sehat, serta konsumsi

obat cacing secara teratur, misalnya 3 atau 6 bulan sekali sesuai resep

dokter (Depkes RI, 2017). Berdasarkan hal tersebut, jika ibu tidak

menyadari pentingnya menjaga kebersihan pada anaknya, maka anak

akan mudah terinfeksi penyakit cacingan.

Obat cacing oral sangat efektif dalam membunuh sebagian besar

jenis cacing dengan hanya satu dosis. Adanya infeksi ulang yang cepat

berarti bahwa obat tersebut harus diminum setiap 6-12 bulan sekali untuk

mencegah infeksi ulang, sehingga menemukan pendekatan yang

berkesinambungan dalam pemberian obat merupakan isu yang mendesak

(Jameel, 2012).

Dengan dasar ini penulis berinisiatif untuk menganalisa pengaruh

tingkat pengetahuan dan sikap ibu terhadap konsumsi obat cacing anak

usia sekolah dasar dengan melakukan sebuah penelitian dengan judul:

Pengaruh Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Konsumsi

Obat Cacing pada Murid Sekolah Dasar MI DDI Gusung Kota

Makassar.

3
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka diperlukan

suatu penelitian untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana Pengaruh

Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Konsumsi Obat Cacing

pada Murid Sekolah Dasar MI DDI Gusung Kota Makassar?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Tingkat

Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Konsumsi Obat Cacing pada Murid

Sekolah Dasar MI DDI Gusung Kota Makassar

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi pengetahuan ibu mengenai konsumsi obat cacing

pada murid sekolah dasar MI DDI Gusung Kota Makassar

2. Mengidentifikasi sikap ibu mengenai konsumsi obat cacing pada murid

sekolah dasar MI DDI Gusung Kota Makassar

3. Mengukur rutinitas konsumsi obat cacing pada murid sekolah dasar MI

DDI Gusung Kota Makassar

4. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap ibu terhadap

konsumsi obat cacing pada murid sekolah dasar MI DDI Gusung Kota

Makassar

4
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Negara

Memperoleh solusi dalam menurunkan angka kejadian

cacingan pada murid sekolah dasar di Indonesia

1.4.2 Manfaat Bagi Masyarakat

Memberikan informasi tentang obat cacing pada anak

sehingga masyarakat khususnya ibu dapat memahami dan

mengetahui konsumsi obat cacing murid sekolah dasar

1.4.3 Manfaat Bagi Institusi

Sebagai bahan referensi terbaru mengenai konsumsi obat cacing

bagi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti

Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peneliti di bidang

penelitian dan mengasah daya analisa peneliti serta dapat digunakan

sebagai bahan informasi dan masukan bagi peneliti lainnya untuk

melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan

penelitian yang telah dilakukan penulis.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Cacingan

Helminthiasis atau cacingan menurut World Health

Organization (WHO) adalah infestasi satu atau lebih cacing parasit

usus yang terdiri dari cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing

cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing kait (Necator americanus dan

Ancylostoma duodenale). Nematoda ini tergolong Soil Transmitted

Helminth (STH), yaitu nematoda yang dalam siklus hidupnya untuk

mencapai stadium infektif, memerlukan tanah dengan kondisi tertentu

(WHO,2011).

2.1.1 Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)

2.1.1.1 Definisi

Ascaris lumbricoides merupakan parasit nematoda terbesar

pada usus manusia, dengan ukuran betina dewasa 20-35 cm, dan

jantan dewasa 15-30 cm (Safar, 2010). Cacing dewasa berbentuk

silinder dan berwarna merah muda (Soedarmo, et.al. 2012)

Gambar 1 Telur dan Ascaris lumbricoides dewasa


Keterangan: kiri/kanan: Telur terfertilisasi pada feses basah tanpa pewarnaan.
Tengah : Cacing Ascaris lumbricoides betina dewasa.
Sumber: Centers for Disease Control and Prevention, 2009.

6
2.1.1.2 Epidemiologi

Cacing A. lumbricoides ditemukan di daerah kosmopolit. Survei

yang dilakukan di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa

prevalensi A. lumbricoides masih cukup tinggi, sekitar 60-90%.

(Supali et.al , 2008)

2.1.1.3 Patofisiologi

Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi akan

berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu lebih kurang 3

minggu. Bentuk infektif tersebut yang apabila tertelan oleh manusia,

akan menetas di usus. Kemudian larva menembus dinding usus

halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke

jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Di paru, larva

menembus dinding pembuluh darah, kemudian dinding alveolus, lalu

naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea, larva

menuju faring sehingga menimbulkan rangsangan batuk pada faring.

Batuk karena rangsangan tersebut menyebabkan larva tertelan

kembali ke esofagus, lalu menuju usus halus. Di usus halus larva

berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai

cacing dewasa bertelur diperlukan waktu sekitar 2- 3 bulan. (Supali

et.al, 2008)

2.1.1.4 Gejala

Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides.

Ascaris lumbricoides menyebabkan penyakit askariasis. Gejala klinis

7
yang timbul disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan

pada larva terjadi saat larva berada di paru-paru. Pada orang-orang

yang rentan, terjadi perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul

gangguan pada paru yang disertai batuk, demam, dan eosinofilia.

Pada foto toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu 3

minggu. Keadaan ini disebut dengan sindrom Loeffler. Gangguan

yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Gangguan

dapat berupa gangguan usus ringan, seperti mual, nafsu makan

berkurang, diare atau konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada

anak dapat menyebabkan malabsorbsi sehingga memperberat

keadaan malnutrisi dan penurunan status kognitif pada anak sekolah

dasar. Efek serius akan terjadi bila cacing menggumpal dalam usus

sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu,

cacing dewasa dapat menjalar ke saluran empedu, apendiks, atau ke

bronkus sehingga menimbulkan keadaan gawat darurat yang

memerlukan tindakan operatif. (Supali et.al, 2008)

2.1.1.5 Terapi

Albendazol dan mebendazol merupakan obat pilihan untuk

askariasis. (Burkchart, 2014).

Albendazole adalah obat cacing berspektrum luas yang bekerja

dengan menghambat pembentukan energi cacing hingga cacing

tersebut mati. Albendazol juga memiliki efek larvisida terhadap

8
cacing gelang (A. lumbricoides) dan cacing tambang serta memiliki

efek ovisida terhadap cacing gelang (A.lumbricoides). (Holden, 2007)

Setelah pemberian oral, albendazol akan segera mengalami

metabolisme lintas pertama dihati menjadi metabolit aktif albendazol-

sulfoksida. Absorbsi obat akan meningkat bila diberikan bersama

makanan berlemak. (Burkchart, 2014).

Waktu paruh albendazol adalah 8 – 12 jam dengan kadar

puncak plasma dicapai dalam 3 jam. Pada pasien dewasa dan anak

usia 2 tahun diberikan dosis tunggal 400 mg per oral. Untuk

askariasis berat dapat diberikan selama 2 – 3 hari. WHO

merekomendasikan dosis 200 mg untuk anak usia antara 12 – 24

bulan. Penggunaan yang tidak lebih dari 3 hari, hampir bebas dari

efek samping. Efek samping biasanya ringan dan berlangsung

sekilas yaitu rasa tidak nyaman di lambung, mual, muntah, diare,

nyeri kepala, pusing, sulit tidur dan lesu. (Burkchart, 2014).

Albendazol tidak boleh diberikan pada penderita yang memiliki

riwayat hipersensitivitas terhadap obat golongan benzimidazol dan

penderita sirosis. Pada askariasis berat, dapat terjadi erratic

migration yaitu hiperaktivitas A. lumbricoides yang bermigrasi ke

tempat lain dan menimbulkan komplikasi serius seperti sumbatan

saluran empedu, apendisitis, obstruksi usus dan perforasi intestinal

yang disertai peritonitis. Pada pasien dengan demam serta wanita

9
hamil trimester satu. pengobatan dapat ditunda bila terdapat salah

satu kontra indikasi di atas. (Burkchart, 2014).

Mebendazole adalah obat cacing yang memiliki mekanisme

kerja yang sama dengan albendazol. Mebendazole efektif melawan

cacing kremi, cacing gelang, dan cacing tambang. (Holden, 2007)

Setelah pemberian oral, kurang dari 10% obat akan diabsorpsi

kemudian diubah menjadi metabolit yang tidak aktif dengan waktu

paruh 2 – 6 jam. Ekskresi terutama melalui urin dan sebagian kecil

melalui empedu. Absorpsi akan meningkat bila diberikan bersama

makanan berlemak. (Burkchart, 2014).

Dosis albendazol untuk dewasa dan anak usia lebih dari 2

tahun adalah 400 mg per oral. WHO merekomendasikan dosis 200

mg untuk anak usia 12 – 24 bulan. Dosis mebendazol untuk dewasa

dan anak usia lebih dari 2 tahun yaitu 500 mg. Albendazol dan

mebendazol diberikan dosis tunggal. Pirantel pamoat dapat

digunakan untuk ascariasis dengan dosis 10–11 mg/kg BB per oral,

dosis maksimum 1 gram. (Depkes RI, 2017)

Tindakan operatif diperlukan pada keadaan gawat darurat

akibat cacing dewasa menyumbat saluran empedu dan apendiks.

Pengobatan askariasis harus disertai dengan perubahan perilaku

hidup bersih sehat dan perbaikan sanitasi. (Depkes RI, 2017)

10
2.1.1.6 Pencegahan

Pencegahan infeksi cacing ascariasis lumbricoides adalah

dengan menghindari kontak langsung dengan tanah yang

terkontaminasi dengan kotoran manusia atau babi, air limbah, atau

kotoran babi yang digunakan untuk menyuburkan tanaman. Selain

itu, pencegahan lainnya adalah dengan selalu mencuci tangan

dengan sabun dan air sebelum makanan. Bagi orang tua, ajari anak

pentingnya mencuci tangan untuk mencegah infeksi dan pastikan

bahwa mereka tidak meletakkan tangan yang tidak dicuci di mulut

mereka. Cuci, kupas, atau masak semua sayuran mentah dan buah-

buahan sebelum makan, terutama yang telah tumbuh di tanah yang

telah dibuahi dengan pupuk kandang. (CDC, 2018)

2.1.2 Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)

2.1.2.1 Definisi

Trichuris trichiura adalah nematoda usus atau cacing usus yang

ditularkan melalui tanah yang dapat meyebabkan penyakit

trichuriasis. Trichuris trichiura disebut cacing cambuk karena

bentuknya yang menyerupai cambuk. (Donkor, K. 2014).

Gambar 2 Telur dan Trichuris trichiura dewasa.


Sumber: Centers for Disease Control and Prevention, 2013

11
2.1.2.2 Epidemiologi

Telur Trichuris trichiura tumbuh di tanah liat, lembab, dan teduh

dengan suhu optimum 300C. Pemakaian tinja sebagai pupuk kebun

merupakan sumber infeksi. Frekuensi di Indonesia tinggi. Di

beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar 30-

90%. (Supali et.al, 2008)

2.1.2.3 Patofisiologi

Cacing Trichuris pada manusia terutama hidup di caecum, akan

tetapi dapat juga ditemukan di colon asendens. Pada infeksi berat

terutama pada anak-anak, cacing tersebar di seluruh kolon dan

rektum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum yang mengalami

prolapsus akibat penderita yang mengejan saat defekasi. (Supali

et.al, 2008)

Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus,

hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan

pada mukosa usus. Di tempat perlekatannya dapat terjadi

perdarahan. Di samping itu cacing ini juga mengisap darah

hospesnya sehingga dapat menyebabkan anemia. (Supali et. al,

2008)

2.1.2.5 Gejala

Gejala yang timbul pada anak-anak adalah diare yang diselingi

sindrom disentri, anemia, berat badan menurun, dan prolapsus

rectum. (Supali et.al, 2008)

12
2.1.2.6 Terapi

Salah satu obat cacing yang sering digunakan untuk terapi

cacing cambuk adalah albendazol dan mebendazol. Albendazol

memiliki efek larvisida cacing cambuk (T. trichiura).. Selain

albendazol, salah satu obat yang efektif adalah mebendazole.

Mebendazol adalah obat cacing yang memiliki mekanisme kerja

yang sama dengan albendazol. Mebendazol merupakan obat pilihan

untuk trichuriasis dengan dosis 100 mg dua kali sehari selama 3 hari

berturut-turut. (Burkchart, 2014). Albendazol untuk anak-anak diatas

2 tahun diberikan dosis 400 (2 tablet) atau 20 ml suspensi berupa

dosis tunggal. Sedangkan anak-anak di bawah 2 tahun, diberikan

setengahnya (Depkes RI, 2017)

Selain albendazol dan mebendazol, pirantel pamoat juga salah

satu obat yang efektif. Obat tersebut bekerja sebagai neuromuscular

blocking agent yang menyebabkan pelepasan asetilkolin dan

penghambatan kolinesterase sehingga menghasilkan paralisis

spastik. (Burkchart, 2014). Pirantel pamoat diberikan dengan dosis

10 mg/kgBB dan Oksantel pamoat 10-20 mg/kgBB/hari dalam dosis

tunggal. (Supali, et.al. 2008)

2.1.2.7 Pencegahan

Pencegahan terutama dilakukan dengan menjaga hygiene dan

sanitasi, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum

makan, mencuci, mengupas, dan memasak sayuran dan buah-

13
buahan sebelum dimakan. Mengajarkan pada anak-anak jangan

bermain di tanah. (CDC, 2013).

2.1.3 Cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma

duodenale)

2.1.3.1 Definisi

Cacing tambang adalah parasit usus manusia. Cacing larva

dan dewasa hidup di usus kecil dapat menyebabkan penyakit usus.

Dua spesies utama cacing tambang yang menginfeksi manusia

adalah Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. (CDC,

2013)

2.1.3.2 Epidemiologi

Cacing ini terdapat hampir diseluruh daerah khatulistiwa,

terutama di daerah pertambangan. Frekuensi cacing ini di Indonesia

masih tinggi sekitar 60-70%, terutama di daerah pertanian dan

pinggir pantai. (Supali et.al, 2008)

2.1.3.3 Patofisiologi

a. Stadium larva

Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka

terjadi perubahan kulit yang disebut ground itch yaitu reaksi lokal

eritematosa dengan papul-papul yang disertai rasa gatal. (Depkes

RI, 2017)

Infeksi larva filariform A. duodenale secara oral menyebabkan

penyakit wakana dengan gejala mual, muntah, iritasi faringeal, batuk,

14
sakit leher, dan suara serak. Larva cacing di paru dapat

menimbulkan pneumonitis dengan gejala yang lebih ringan dari

pneumonitis. (Depkes RI, 2017)

b. Stadium dewasa

Manifestasi klinis infeksi cacing tambang merupakan akibat dari

kehilangan darah karena invasi parasit di mukosa dan submukosa

usus halus. Gejala tergantung spesies dan jumlah cacing serta

keadaan gizi Penderita. Seekor N. americanus menyebabkan

kehilangan darah sebanyak 0,005 - 0,1 cc/hari, sedangkan A.

duodenale 0,08 - 0,34 cc/hari. Biasanya terjadi anemia hipokrom

mikrositer dan eosinofilia. Cacing tambang biasanya tidak

menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi

kerja turun. (Depkes RI, 2017)

2.1.3.5 Gejala

Gejala klinis yang ditimbulkan berupa gangguan gastrointestinal

dan anemia hipokromik mikrositer. Gejala awal ditandai dengan

perubahan pada kulit yang disebut ground itch. Infeksi larva

A.duodenale secara oral dapat menyebabkan mual, muntah, iritasi

faring, batuk, sakit leher, dan serak. (Supali et.al, 2008)

Sedangkan, infeksi cacing N. Americanus, menyebabkan

kehilangan darah sebanyak 0,005- 0, 1 cc sehari, sedangkan, A.

duodenale sebanyak 0,08-0,34 cc. Pada infeksi kronik dapat

menyebabkan anemia hipokrom monositer dan dapat pula

15
menyebabkan eosinophilia. Cacing tambang biasanya tidak

menyebabkan kematian, tetapi dapat menyebabkan daya tahan

tubuh berkurang dan prestasi kerja turun. (Supali et.al, 2008)

2.1.3.6 Terapi

Obat untuk infeksi cacing tambang adalah albendazol dosis

tunggal 400 mg oral atau mebendazol 2X100mg/hari atau pirantel

pamoat 11 mg / kgBB, maksimum 1 gram. Mebendazol dan pirantel

pamoat diberikan selama 3 hari berturut-turut. (Depkes RI, 2017)

WHO merekomendasikan dosis albendazol yaitu 200 mg untuk

anak usia 12 – 24 bulan. Untuk meningkatkan kadar haemoglobin

perlu diberikan asupan makanan bergizi dan suplementasi zat besi.

(Depkes RI, 2017)

Mebendazole selain efektif melawan cacing kremi dan cacing

gelang, mebendazole juga efektif melawan cacing tambang. Setelah

pemberian oral, kurang dari 10% obat akan diabsorpsi kemudian

diubah menjadi metabolit yang tidak aktif dengan waktu paruh 2 – 6

jam. Ekskresi terutama melalui urin dan sebagian kecil melalui

empedu. Absorpsi akan meningkat bila diberikan bersama makanan

berlemak. Sebelum ditelan sebaiknya tablet dikunyah lebih dulu.

Pada anak usia dibawah 2 tahun, perlu berhati hati karena data

penggunaan masih terbatas dan ada laporan terjadi kejang.

(Burkchart, 2014)

16
Selain mebendazole, pirantel pamoat juga efektif untuk terapi

infeksi cacing tambang. Obat tersebut bekerja sebagai

neuromuscular blocking agent yang menyebabkan pelepasan

asetilkolin dan penghambatan kolinesterase sehingga menghasilkan

paralisis spastik. (Burkchart, 2014)

Efek sampingnya jarang, ringan dan berlangsung sekilas antara

lain mual, muntah, diare, kram perut, pusing, mengantuk, nyeri

kepala, susah tidur, demam, lelah. Hati-hati pada penderita

gangguan fungsi hati, karena dapat meningkatkan serum amino

transferase pada sejumlah kecil penderita yang memperoleh pirantel.

(Burkchart, 2014)

2.1.3.7 Pencegahan

Pencegahan untuk infeksi cacing kait dilakukan dengan tidak

bertelanjang kaki di daerah dengan tanah yang telah terkontaminasi

dengan kotoran manusia. Infeksi juga dapat dicegah dengan tidak

buang air besar di luar rumah dan memperbaiki sistem pembuangan

limbah di lingkungan sekitar (CDC, 2013).

2.1.4 Konsumsi Obat Cacing di Indonesia

2.1.4.1 Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM)

Obat yang digunakan dalam Pemberian Obat Pencegahan

Massal Cacingan (POPM) adalah Albendazol atau Mebendazol,

dalam bentuk sediaan tablet kunyah dan sirup. Untuk anak usia

17
Balita diberikan dalam bentuk sediaan sirup, sedangkan untuk anak

usia pra sekolah dan usia sekolah diberikan dalam bentuk sediaan

tablet kunyah. (Depkes RI, 2017)

Dosis Albendazol yang digunakan adalah (Depkes RI, 2017) :

a) untuk anak usia >2 tahun – dewasa: 400 mg dosis tunggal

b) untuk anak usia 1 – 2 th : 200 mg dosis tunggal.

Obat Mebendazol dapat pula digunakan dalam POPM dengan

dosis yang dipergunakan adalah 500 mg dosis tunggal. (Depkes RI,

2017)

Pengobatan selektif diberikan kepada kabupaten/kota yang

memiliki prevalesi rendah. (Depkes RI, 2017)

Tabel 1 Jenis dan Dosis Obat Cacing

ALBENDAZOL MEBENDAZOL PIRANTEL PAMOAT

Sasaran Dosis Dosis Sasaran Dosis Sasaran Dosis


(tablet (sirup (tablet (tablet
400 mg) 200 500 125 mg)
mg/5ml) mg)

1- <2 ½ tablet 5 ml 1- <2 1 tablet 4-9 bulan ½ tablet


Tahun (200mg) Tahun
(6 - <8
kg)

2- <5 1 tablet 10 ml 2- <5 1 tablet 9 bulan - ¾ tablet


tahun tahun <1 tahun
(8 - <10
kg)

18
Tabel 1 Lanjutan

ALBENDAZOL MEBENDAZOL PIRANTEL PAMOAT

Sasaran Dosis Dosis Sasaran Dosis Sasaran Dosis


(tablet (tablet (tablet (tablet
400 mg) 400 mg) 500 125 mg)
mg)

>5 tahun 1 tablet 10 ml >5 tahun 1 tablet 1-<3 1 tablet


tahun
(10 - < 14
kg)

Ibu Hamil 1 tablet 10 ml Ibu Hamil 1 tablet 3-<5 1½


tahun tablet
(> (>
trimester trimester (14 - < 19
ke 2) ke 2) kg)

> 5 tahun 10 – 11
mg/kgB
B
(maksim
al 1
gram)

Ibu Hamil 10 – 11
(> mg/kgB
trimester B
2) (maksim
al 1 gr)
Sumber: Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2017

Walaupun pemberian pengobatan cacing memiliki keamanan

yang cukup namun tetap memerlukan mekanisme rujukan apabila

diperlukan. Untuk itu menggunakan mekanisme rujukan yang telah

ada di Puskesmas. (Depkes RI, 2017)

Kepada penderita dan keluarganya diberikan edukasi tentang

upaya-upaya pencegahan penularan cacingan seperti cuci tangan

pakai sabun, menggunakan air bersih untuk keperluan rumah

19
tangga, menjaga kebersihan dan keamanan makanan,

menggunakan jamban sehat, dan mengupayakan kondisi lingkungan

yang sehat. (Depkes RI, 2017)

Pemberian obat pencegahan massal cacingan dilakukan

berdasarkan hasil pemeriksaan tinja. (Depkes RI, 2017)

Tabel 2 Jenis Intervensi Berdasarkan Tingkat Prevalensi

Cacingan

Pemberian Obat Pencegahan Massal Cacingan Jenis


Intervensi

Daerah POPM filariasis Daerah Non POPM filariasis

Prev ≥ 2 kali setahun Pemberian obat Pemberian


50% pencegahan massal obat
Cacingan pada anak usia pencegahan
sekolah (7-12 thn) massal
prasekolah (5-6 thn) dan Cacingan
anak balita (1-4 thn) pada anak
sebanyak 1 kali setahun usia sekolah
pada 6 bulan setelah POPM (7-12 thn)
filariasis prasekolah
(5-6 thn) dan
anak balita
(1-4 thn)
sebanyak 2
kali setahun

20
Tabel 2 Lanjutan

Pemberian Obat Pencegahan Massal Cacingan Jenis


Intervensi

Daerah POPM filariasis Daerah Non POPM filariasis

Prev ≥ 20% - 1 kali Tidak perlu diberikan obat Pemberian


< 50% setahun pencegahan massal obat
Cacingan pencegahan
massal
Cacingan
pada anak
usia sekolah
(7-12 thn)
prasekolah
(5-6 thn) dan
anak balita
(1-4 thn)
sebanyak
sekali
setahun

Prev < 20% Pengobatan selektif


Sumber: Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2017

Dalam pelaksanaan POPM Cacingan harus selalu diikuti

dengan penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Obat

harus diminum di depan petugas dan tidak boleh dibawa pulang.

(Depkes RI, 2017)

Pemberian obat pencegahan massal cacingan telah

diintegrasikan dengan Program eliminasi filariasis di kabupaten/kota

yang sedang melaksanakan kegiatan POPM Filariasis, UKS dan

Pemberian Vitamin A. Pada kegiatan POPM Filariasis diberikan pula

obat Albendazol yang dikombinasikan dengan obat

Diethylcarbamazine Citrate, sehingga kabupaten/kota yang

prevalensi Cacingannya ≥ 50% cukup diberikan satu kali pemberian

21
massal obat cacing 6 bulan setelah POPM Filariasis. Untuk

kabupaten/kota dengan prevalensi Cacingan ≥ 20% - < 50%

pemberian obat massal Cacingan di daerah POPM Filariasis, tidak

perlu diberikan lagi. (Depkes RI, 2017)

Bila sarana dan prasarana laboratorium tidak ada/tidak

memadai atau ada sarana laboratorium tapi kondisi geografis

menyulitkan pengumpulan sampel tinja sehingga tidak dapat

dilakukan pemeriksaan tinja dan angka prevalensi tidak dapat

diperoleh, maka daerah tersebut dianggap prevalensinya > 20%

sehingga POPM Cacingan dapat segera dilaksanakan. POPM

Cacingan ini dapat dilakukan selama 4-6 tahun. (Depkes RI, 2017)

Daerah yang melaksanakan POPM Cacingan ini, agar diikuti

dengan kegiatan penyuluhan tentang hidup bersih dan memperbaiki

sanitasi lingkungan di wilayah tersebut. Di samping itu diupayakan

untuk meningkatkan SDM dan sarana laboratorium agar dapat

menunjang kemampuan pemeriksaan tinja, dengan harapan suatu

saat mampu melaksanakan POPM berdasarkan hasil prevalensinya.

(Depkes RI, 2017)

Untuk POPM Cacingan, obat cacing yang digunakan adalah

Albendazol karena efektif untuk beberapa jenis cacing, praktis dalam

penggunaannya (dosis tunggal) dan efek samping relatif kecil, aman

dan terjangkau, serta terintegrasi dengan program eliminasi filariasis.

22
Obat Mebendazol dapat juga dipergunakan dalam POPM Cacingan

yang memiliki efektifitas yang sama dengan Albendazol. (Depkes RI,

2017)

Setelah suatu kabupaten/kota selesai melaksanakan POPM

Filariasis, kabupaten/kota tersebut harus melanjutkan POPM

Cacingan setahun sekali atau sesuai dengan prevalensinya dengan

menggunakan obat Albendazol atau Mebendazol. (Depkes RI, 2017)

2.2 Tinjauan Umum tentang Pengetahuan dan Sikap

2.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni : indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

(Notoatmodjo, 2010)

Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru)

didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni:

(Notoatmodjo, 2010)

1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari

terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)

2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek

tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul.

23
3. Evaluation (menimbang – nimbang) terhadap baik tidaknya

stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah

lebih baik lagi.

4. Trial, dimana subjek sudah mulai mencoba melakukan

sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki stimulus.

5. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai

dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai

6 tingkatan, yakni: (Notoatmodjo, 2010)

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasi materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi kondisi riil

(sebenarnya).

24
d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen – komponen.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek.

2.2.2 Sikap

Sikap merupakan suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus/objek, manifestasi sikap itu tidak dapat

langsung dilihat tetapi hanya dapat menafsirkan terlebih dahulu dari

perilaku yang tertutup, sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya

kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-

hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial

(Notoatmodjo, 2010).

Sikap mempunyai tiga komponen pokok (Notoatmodjo, 2010),

yakni:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu

objek.

25
a. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap

suatu objek.

b. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni: (Notoatmodjo, 2010)

a. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau

dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merepons (responding), berarti orang tersebut menerima ide.

c. Menghargai (valuing), apabila orang tersebut telah mengajak

orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan

orang lain terhadap suatu masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang

dipilih.

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan dan Sikap

Menurut Notoatmodjo (2010), faktor yang mempengaruhi

pengetahuan antara lain yaitu:

1) Faktor pendidikan

Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka akan

semakin mudah untuk menerima informasi tentang obyek atau yang

berkaitan dengan pengetahuan.

Pengetahuan umumnya dapat diperoleh dari informasi yang

disampaikan oleh orang tua, guru, dan media masa. Pendidikan

sangat erat kaitannya dengan pengetahuan. Pendidikan merupakan

26
salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk

pengembangan diri. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,

maka akan semakin mudah untuk menerima, serta mengembangkan

pengetahuan dan teknologi.

2) Faktor pekerjaan

Pekerjaan seseorang sangat berpengaruh terhadap proses

mengakses informasi yang dibutuhkan terhadap suatu obyek.

3) Faktor pengalaman

Pengalaman seseorang sangat mempengaruhi pengetahuan,

semakin banyak pengalaman seseorang tentang suatu hal, maka

akan semakin bertambah pula pengetahuan seseorang akan hal

tersebut.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur

dari subjek penelitian atau responden.

4) Keyakinan

Keyakinan yang diperoleh oleh seseorang biasanya bisa

didapat secara turun-temurun dan tidak dapat dibuktikan terlebih

dahulu, keyakinan positif dan keyakinan negatif dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang.

27
5) Sosial budaya

Kebudayaan berserta kebiasaan dalam keluarga dapat

mempengaruhi pengetahuan, presepsi, dan sikap seseorang

terhadap sesuatu.

2.3 Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu terhadap

Konsumsi Obat Cacing

Salah satu faktor yang memengaruhi cacingan adalah kondisi

sanitasi lingkungan dan higiene perorangan yang buruk. Kondisi

sanitasi lingkungan sangat erat hubungannya dengan infestasi

cacing pada anak sekolah dasar. Hal ini dikarenakan sanitasi

lingkungan yang tidak memadai dapat menjadi sumber penularan

cacing pada tubuh manusia. (Martila et.al, 2015)

Kebersihan diri yang buruk merupakan cerminan dari kondisi

lingkungan dan perilaku individu yang tidak sehat. Pengetahuan

penduduk yang masih rendah dan kebersihan yang kurang baik

mempunyai kemungkinan lebih besar terkena infeksi cacing. Usaha

kesehatan pribadi (higiene perorangan) adalah daya upaya dari

seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat

kesehatannya sendiri. (Martila et.al, 2015)

Usaha kesehatan anak tentunya erat kaitannya dengan upaya

Ibu dalam menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal anak. Ibu

merupakan salah satu kader dalam masyarakat yang sangat

28
berperan pencegahan kejadian cacingan pada anak. (Depkes RI,

2017)

Salah satu program Departemen Kesehatan RI 2017, untuk

menanggulangi masalah cacingan di Indonesia adalah dengan

promosi kesehatan. Promosi kesehatan diarahkan untuk

meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat guna memelihara

kesehatan dan mencegah Cacingan. Perilaku hidup bersih dan sehat

dilakukan melalui cuci tangan pakai sabun, menggunakan air bersih

untuk keperluan rumah tangga, menjaga kebersihan dan keamanan

makanan, menggunakan jamban sehat dan mengupayakan kondisi

lingkungan yang sehat. (Depkes RI, 2017)

Menurut Departemen Kesehatan RI 2017, ibu memiliki peranan

penting dalam menjaga kebersihan perorangan dengan cara

mengajarkan anak untuk mencuci tangan dengan menggunakan air

dan sabun pada 5 waktu penting (sebelum makan, setelah ke

jamban, sebelum menyiapkan makanan, setelah menceboki anak,

sebelum memberi makan anak), menggunakan air bersih untuk

keperluan mandi, mengkonsumsi air yang memenuhi syarat untuk

diminum, mencuci dan memasak bahan pangan sebelum dimakan

serta mengajarkan anak untuk mandi dan membersihkan badan

pakai sabun. (Depkes RI, 2017)

Selain menjaga kebersihan pada anak, Ibu juga turut berperan

dalam pembinaan teknis gizi dan pemberian obat cacing pada anak

29
SD/ MI serta dalam program penanggulangan anemia (Depkes RI,

2017).

Oleh karena itu, Ibu sebagai garda terdepan dalam menjaga

kebersihan perorangan dan penanggulangan cacingan harus

memiliki tingkat pengetahuan yang memadai mengenai kebersihan

lingkungan dan konsumsi obat cacing pada anak sekolah dasar.

(Depkes RI, 2017)

Adapun faktor yang berperan dalam tingkat pengetahuan ibu

adalah pekerjaan, pendidikan, pengalaman, pendidikan, dan sosial

budaya (Notoatmodjo, 2010). Dengan adanya promosi kesehatan

dan penyuluhan mengenai obat cacingan yang dilakukan

pemerintah melalui media cetak maupun media elektronik,

penyuluhan langsung, konsultasi, bimbingan dan konseling,

intervensi perubahan perilaku, dan pelatihan diharapkan dapat

meningkatkan pengetahuan ibu tentang penanggulangan kejadian

cacingan pada lingkungan tempat tinggal anak sehingga dapat

menurunkan prevalensi kejadian cacingan di Indonesia. (Depkes RI,

2017)

30
2.4 Kerangka Teori

Albendazol
(1 tablet oral 400 mg)

Peningkatan
Konsumsi Obat Program
Infeksi
Cacing pada Murid Mebendazol Pemerintah dalam
Cacingan di
Sekolah Dasar yang (1 tablet oral 500 mg) Penanggulangan
Indonesia
tidak secara rutin Cacingan
(Depkes RI,
(Depkes RI, 2017) (Depkes RI, 2017)
2017)

Pirantel Pamoat
(1 tablet oral 125 mg)

Tingkat Promosi Kesehatan


Tingkat
Pendidikan (Penyuluhan)
Pengetahuan dan
(Depkes RI, 2017)
Sikap Ibu
Pekerjaan (Depkes RI, 2017)

Pengendalian
Pengalaman Faktor Resiko
(Depkes RI, 2017)

Konsumsi Obat
Keyakinan POPM Cacingan
Cacing Pada
(Depkes RI, 2017)
Anak sesuai
Sosial Budaya Program
Pemerintah Penanganan
Penyuluhan (Depkes RI, Penderita
Kesehatan 2017) (Depkes RI, 2017)

Surveilans
Cacingan
(Depkes RI, 2017)

Bagan 1 Kerangka Teori

31
2.5 Kerangka Konsep

Konsumsi
Tingkat Obat Cacing
Pengetahuan dan pada Anak
Sikap Ibu Usia Sekolah
Dasar

Bagan 2 Kerangka Konsep

Keterangan:

: Variabel Dependen

: Variabel Independen

2.6 Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Null (H0) : Tidak terdapat pengaruh tingkat

pengetahuan dan sikap ibu terhadap konsumsi obat cacing pada murid

sekolah dasar MI DDI Gusung Kota Makassar

2. Hipotesis alternatif (Ha) : Terdapat pengaruh tingkat

pengetahuan dan sikap ibu terhadap konsumsi obat cacing pada murid

sekolah dasar MI DDI Gusung Kota Makassar

32
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian observasional analitik

dengan rancangan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui

pengaruh tingkat pengetahuan dan sikap ibu terhadap konsumsi obat

cacing anak usia sekolah dasar. Desain cross sectional menjadi pilihan

pada penelitian ini karena pengukuran semua variabel yang digunakan

satu kali sehingga waktu yang digunakan cukup singkat. Selain itu, pada

desain ini, dapat diteliti beberapa variabel secara bersamaan dan juga

dapat dianalisa hubungan antar variabel yang satu dengan yang lain.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini dilakukan di MI DDI Gusung, Kota Makassar, Provinsi

Sulawesi-Selatan.

2. Waktu

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret - April 2019.

3.3.Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu dari anak-anak yang

bersekolah di MI DDI Gusung Kota Makassar, Provinsi Sulawesi

Selatan Periode Maret 2019.

33
2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu dari anak SD kelas 1, 2

dan 3 di MI DDI Gusung, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan

Periode Maret 2019.

3.4 Teknik Sampling

Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara total sampling.

Seluruh sampel yang masuk dalam kriteria inklusi dijadikan sebagai

sampel untuk penelitian ini.

3.5 Kriteria Sampel

3.5.1 Kriteria Inklusi

a. Ibu dari anak kelas 1, 2 dan 3 di MI DDI Gusung

b. Ibu yang mampu membaca dan menulis

3.5.2 Kriteria Eksklusi

a. Ibu yang bekerja di luar kota

b. Ibu yang menolak untuk menjadi subjek penelitian

3.5.3 Kriteria Drop Out

a. Ibu yang tidak lengkap menjawab kuesioner

34
3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.6.1 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian terdiri dari :

1. Variabel independen : Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu

2. Variabel dependen : Konsumsi Obat Cacing pada Murid

Sekolah Dasar

3.6.2 Definisi Operasional

Tabel 3 Definisi Operasional

Variabel Definisi Skala Alat Ukur Hasil Ukur


Operasional Ukur

Tingkat Pengetahuan ibu Ordinal Kuesioner - Baik, jika nilainya >


Pengetahuan tentang penyakit 76-100
Ibu cacingan dan - Cukup, jika nilainya
pentingnya 60-75 %
mengonsumsi - Kurang jika nilai yang
obat cacing didapat < 60%
secara rutin serta (Arikunto, 2013)
pengetahuan ibu
tentang perilaku
hidup bersih dan
sehat untuk
mencegah infeksi
penyakit
cacingan

35
Tabel 3 Lanjutan

Variabel Definisi Skala Alat Ukur Hasil Ukur


Operasional Ukur

Sikap Ibu Sikap ibu Ordinal Kuesioner - Kurang jika nilai yang
terhadap didapat < 60%
urgensi - Cukup, jika nilainya
mengonsumsi 60-75 %
obat cacing - Baik, jika nilainya >
secara rutin 76-100
(Arikunto, 2013)

Konsumsi Rutinitas anak Ordinal Kuesioner - Sesuai :


Obat Cacing mengonsumsi 6 bulan sekali
obat cacing - Tidak sesuai :
setiap 6 bulan > 6 bulan sekali
sekali (Depkes, 2017)

3.7 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah data primer

berupa angket atau kuesioner.

1. Kuesioner tingkat pengetahuan

Kuesioner tingkat pengetahuan ini untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh tingkat pengetahuan konsumsi obat cacing anak usia sekolah

dasar. Terdapat 10 butir pertanyaan untuk mengetahui tingkat

pengetahuan terhadap pencegahan cedera dengan menggunakan skala

Guttman. Skala dalam penelitian ini, akan di dapat jawaban yang tegas,

yaitu”Ya” dan ”Tidak”. Instrumen penelitian ini menggunakan daftar

pertanyaan yang berbentuk kuesioner, Responden hanya diminta untuk

36
memberikan tanda centang (√) pada jawaban yang dianggap sesuai

dengan responden. Penilaian pada kuesioner ini yaitu:” Benar dan Salah”.

Rumus yang digunakan untuk mengukur persentase dari jawaban

yang di dapat dari kuesioner menurut Arikunto (2013), yaitu

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟


𝑃𝑟𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑜𝑎𝑙

Arikunto (2013) membuat kategori tingkat pengetahuan seseorang

menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai persentase yaitu

sebagai berikut.

a. Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya ≥ 76-100 %.

b. Tingkat pengetahuan kategori Cukup jika nilainya 60–75 %.

c. Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya ≤ 60 %.

2. Kuesioner Sikap

Instrumen yang di gunakan untuk melihat sikap orang tua terhadap

konsumsi obat cacing pada anak sekolah dasar adalah dengan

menggunakan kuesioner yang berisi pernyataan dan dihitung dengan

menggunakan skala likert.

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.

(Sugiyono, 2013)

37
Skala likert mempunyai penilaian skor dari sangat negatif sampai

sangat positif dengan 5 (lima) alternatif jawaban, dengan jawaban masing-

masing sebagai berikut:

SS : Sangat Setuju

S : Setuju

RR : Ragu-Ragu

TS : Tidak Setuju

STS : Sangat Tidak Setuju

Dengan menggunakan skala likert masing-masing instrument

pernyataan memiliki nilai (SS : 5), (S: 4), (N: 3), (TS: 2), dan (STS : 1).

Rumus yang digunakan untuk mengukur persentase dari jawaban

yang di dapat dari kuesioner menurut Purwanto (2011), yaitu:

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = 𝑥 100%
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

Setelah dilakukan pengukuran persentase sikap, hasil tersebut

dikelompokkan dalam tiga kategori. Arikunto (2013) membuat kategori

tersebut menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai persentase

sebagai berikut:

a. Kategori sikap Baik jika nilainya ≥ 76-100 %.

b. Kategori sikap Cukup jika nilainya 60–75 %.

38
c. Kategori sikap kurang jika nilainya ≤ 60 %.

3.8 Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan cara memperoleh data, data yang dikumpulkan adalah

data primer. Data primer diperoleh dengan cara kunjungan ke MI DDI

Gusung. Kemudian, melakukan pendataan sampel yang sesuai dengan

kriteria inklusi.

3.9 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan secara elekronik dengan menggunakan

perangkat lunak komputer program Microsoft Excel 2010 dan SPSS 23 -

For windows. Kemudian melakukan analisis data menggunakan dua cara:

1. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang menjelaskan karakteristik

masing-masing variabel penelitian. Analisis Univariat diperlukan untuk

menjelaskan atau mendeskripsikan data secara sederhana. Analisis

univariat dilakukan dengan menggambarkan distribusi frekuensi dan

presentase yang disajikan dalam bentuk tabulasi.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat menggunakan dua variabel (bivariat) bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu variabel dependen dan

independen. Adapun jenis uji yang digunakan untuk melihat hubungan ini

adalah dengan uji chi square, sehingga jika p values ≤ 0,05 maka

menunjukkan ada hubungan antara variabel independen dan variabel

39
dependen, sedangkan jika p > 0,05 maka menunjukkan tidak ada

hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.

3.10 Etika Penelitian

1. Dalam melakukan penelitian perlu membawa rekomendasi dari

institusi oleh pihak lain dengan cara mengajukan permohonan izin

kepada institusi / lembaga tempat penelitian yang dituju oleh peneliti.

Setelah mendapat persetujuan, peneliti kemudian dapat melakukan

penelitian.

2. Setiap subjek akan dijamin kerahasiannya atas informasi yang

diperoleh dari data sekunder dengan tidak menuliskan identitas

subjek dalam penelitian melainkan hanya menggunakan inisial untuk

penamaan.

3.11 Alur Penelitian

Menyusun proposal penelitian tentang pengaruh tingkat


pengetahuan dan sikap ibu terhadap konsumsi obat cacing
murid sekolah dasar di wilayah kerja puskesmas tabaringan

Melakukan observasi ke lokasi penelitian berupa izin


penelitian, waktu penelitian dan administrasi

Memilih populasi penelitian, menentukan jumlah sampel


berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

Informed consent

40
Memperoleh data ibu dari anak SD kelas 1, 2 dan 3 dan
pembagian kuesioner pada ibu yang bersedia menjadi
responden

Melakukan tabulasi terhadap data yang diperoleh dengan


menggunakan Microsoft Word 2007 dan SPSS 23

Melakukan analisis data dan membandingkan dengan teori


yang didapatkan

Bagan 3 Alur Penelitian

41
BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 MI DDI GUSUNG

Gambar 3 MI DDI Gusung

Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah DDI Gusung

terletak di jalan Barukang Raya No. 27, Kelurahan Gusung,

Kecamatan Ujung Tanah, Makassar. Sekolah ini didirikan oleh

Yayasan Masjid Nurul Huda Gusung pada tanggal 27 Mei 1967.

Luas dari sekolah ini adalah 135 m2, yang terdiri dari 3 lantai.

Untuk SD, bertempat pada lantai 1 gedung. Sedangkan lantai 2

dan 3 digunakan untuk SMP. Jumlah siswa pada tahun ajaran

2019/2020 berjumlah 135 orang.

42
4.2 Profil MI DDI Gusung

4.2.1 Visi dan Misi

A. Visi Sekolah

Mewujudkan manusia berimtaq, cerdas, terampil, dan mampu

berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat yang dijiwai

dengan ajaran islam.

B. Misi Sekolah

1. Meningkatkan mutu pendidikan agama dan umum yang

berorientasi pada keterampilan hidup.

2. Menumbuhkan dan meningkatkan minat baca dan tulis.

3. Membekali siswa dengan mental islam.

4. Meningkatkan prestasi sesuai bakat dalam kegiatan

kokurikuler dan ekstra kurikuler.

5. Meningkatkan sarana dan prasarana dalam

pengembangan madrasah.

6. Menjadikan masyarakat, pemerintah, dan warga madrasah

sebagai mitra.

7. Pengelolaan keuangan yang Transparasi dan

Akuntabilitas.

8. Meningkatkan pembiasaan pelaksanaan ibadah dan

muamalat dalam kehidupan sehari-hari.

C. Tujuan Sekolah

1. Menciptakan budaya disiplin.

43
2. Membentuk siswa memiliki kepribadian yang baik.

3. Meningkatkan keimanan serta mencintai ilmu

pengetahuan.

4. Mencetak siswa yang berprestasi melalui kegiatan

kurikuler dan kokurikuler.

5. Terpenuhinya sarana dan prasarana yang memadai.

6. Terjalin kerja sama yang baik antara warga.

7. Pengelolaan kemajuan yang sesuai dengan

penggunaannya.

8. Mencetak siswa yang berilmu dan Agamais.

4.2.2 Unit dan Fasilitas

MI DDI Gusung memiliki fasilitas antara lain gedung

berlantai 3 yang dimana MI DDI Gusung hanya

menggunakan lantai 1. Terdapat 4 ruangan kelas, ruang

guru, ruang kepala sekolah, ruang tata usaha, mushallah,

WC, dan perpustakaan. Untuk fasilitas lain berupa kursi 109

unit dan meja 64 unit.

44
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Karakteristik Responden

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Karakteristik

Konsumsi Obat Cacing pada Anak


No Kategori
Ya Tidak
n % n %
1 Usia Ibu
21-30 5 23,8 5 13,5
31-40 8 38,1 18 48,6
41-50 7 33,3 11 29,7
>50 1 1,0 3 8,1
JUMLAH 21 100 37 100
Pendidikan
2
Terakhir
SD 3 14,3 24 64,9
SMP 6 28,6 7 19,0
SMA 8 38,1 6 16,2
S1 4 19,0 0 0
JUMLAH 21 100 37 100
3 Kelas
1 5 23,8 11 29,7
2 9 42,9 13 35,1
3 7 33,3 13 35,1
JUMLAH 21 100 37 100
Berdasarkan tabel 4, usia responden yang anaknya
mengonsumsi obat cacing secara rutin adalah responden dengan
usia 31-40 tahun (38,1%) dan tidak mengonsumsi obat cacing
secara rutin adalah responden usia 31-40 tahun (48,6%). Adapun
pendidikan terkahir responden yang mengonsumsi obat cacing
secara rutin adalah SMA (38,1%), dan pendidikan terakhir
responden yang tidak mengonsumsi obat cacing adalah SD
(64,9%). Sedangkan, untuk kategori kelas yang mengonsumsi obat

45
cacing secara rutin adalah kelas 2 (42,9%) dan yang tidak
mengonsumsi obat cacing secara rutin adalah kelas 2 dan 3
(35,1%)

5.1.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariat dilakukan dengan uji statistic Chi-Square


untuk mengetahui hubungan antara Tingkat Pengetahuan Dan
Sikap Ibu terhadap Konsumsi Obat Cacing Murid Sekolah Dasar.

a. Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Konsumsi Obat


Cacing pada Murid Sekolah Dasar

Tabel 5 Hasil Uji Chi-Square Hubungan Tingkat Pengetahuan


dengan Konsumsi Obat Cacing

Konsumsi Obat
Variabel Cacing Jumlah Nilai p
Ya Tidak

Kurang n 0 17 17
% 0.0% 100.0% 100.0%

n 1 10 11
Pengetahuan Cukup
% 9.1% 90.9% 100.0% 0.000

n 20 10 30
Baik 66.7
% 33.3% 100.0%
%
Sumber: Data Primer

Tabel 5 menunjukan hasil uji statistik dengan chi-square antara


variabel tingkat pengetahuan dengan konsumsi obat cacing nilai ρ
sebesar 0,000. Karena nilai ρ < 0,05 yaitu 0,000 , maka terdapat
hubungan antara pengetahuan dan konsumsi obat cacing pada anak.

46
b. Hubungan Sikap terhadap Konsumsi Obat Cacing pada
Murid Sekolah Dasar

Tabel 6 Hasil Uji Chi-Square Hubungan Sikap dengan


Konsumsi Obat Cacing

Konsumsi Obat
Variabel Cacing Jumlah Nilai p
Ya Tidak

n 1 2 3
Kurang
% 33.3% 66.7% 100.0%

n 1 14 15
Sikap Cukup 0.019
% 6.7% 93.3% 100.0%

n 19 21 40
Baik
% 47.5% 52.5% 100.0%
Sumber: Data Primer

Tabel 6 menunjukan hasil uji statistik dengan chi-square antara

variabel sikap ibu dengan konsumsi obat cacing nilai ρ sebesar 0,019.

Karena nilai ρ < 0,05 yaitu 0,019 , maka terdapat hubungan antara sikap

ibu dengan konsumsi obat cacing pada murid sekolah dasar.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Konsumsi Obat

Cacing pada Murid Sekolah Dasar

Hasil penelitian menunjukkan, dari 58 responden terdapat 17

responden yang memiliki pengetahuan kurang, 11 responden

dengan pengetahuan cukup dan 30 responden dengan

47
pengetahuan yang baik mengenai konsumsi obat cacing. Dari data

hasil penelitian menunjukkan bahwa, responden dengan

pengetahuan yang baik memiliki frekuensi lebih tinggi dalam

mengonsumsi obat cacing secara rutin dibandingkan responden

dengan pengetahuan yang kurang. Hal ini membuktikan bahwa

seiring peningkatan pengetahuan seseorang terhadap konsumsi

obat cacing, terjadi pula peningkatan konsumsi obat cacing secara

rutin.

Melalui hasil analisa data dengan menggunakan uji statistik

chi-square didapatkan ρ value < 0,05 (ρ = 0,000), dapat diartikan

bahwa H1 diterima atau dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan

antara tingkat pengetahuan dengan konsumsi obat cacing pada

murid sekolah dasar.

Penemuan ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Liani

(2012) yang menemukan bahwa ibu-ibu PKK dengan tingkat

pendidikan lanjutan di Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul

memiliki pengetahuan yang baik mengenai konsumsi obat cacing

sebanyak 61,5%.

Hasil penelitian Nizar (2016) juga menemukan bahwa

terdapat hubungan antara konsumsi obat pencegahan filariasis di

Desa Berancah Wilayah Upt Puskesmas Selatbaru tahun 2016

dengan hasil uji statistic p value ≤ 0, 05 (p value = 0.000).

Penelitian ini menemukan bahwa 132 responden yang

48
berpengetahuan baik mengonsumsi obat filariasis (67%) dan 52

responden berpengetahuan tidak baik tidak mengonsumsi obat

filariasis (82,5%).

Hasil penelitian Agus (2016) juga menemukan bahwa

terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang filariasis

dengan konsumsi obat pencegah filariasis dengan hasil p < 0,05

(p Value = 0,000)

5.2.2 Hubungan Sikap terhadap Konsumsi Obat Cacing pada

Murid Sekolah Dasar

Hasil penelitian menunjukkan, dari 58 responden terdapat 3

responden dengan sikap kurang, 15 responden dengan sikap

cukup dan 40 responden dengan sikap baik mengenai konsumsi

obat cacing. Dari data hasil penelitian menunjukkan bahwa

responden dengan sikap yang baik memiliki frekuensi lebih tinggi

dalam mengonsumsi obat cacing secara rutin dibandingkan

responden dengan sikap yang kurang. Dapat dilihat bahwa seiring

peningkatan sikap seseorang terhadap konsumsi obat cacing,

terjadi pula peningkatan konsumsi obat cacing secara rutin.

Melalui hasil analisa data dengan menggunakan uji statistik

chi-square didapatkan ρ value < 0,05 (ρ = 0,019), dapat diartikan

bahwa H1 diterima atau dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan

antara sikap dengan konsumsi obat cacing pada murid sekolah

dasar.

49
Penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan

oleh Liani (2012) yang menemukan gambaran sikap ibu-ibu PKK

Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul terhadap konsumsi

obat cacing sebanyak 60%. Hal ini juga didukung dengan penelitian

yang dilakukan oleh Nizar (2017) mengenai hubungan tingkat

pengetahuan dan sikap kepala keluarga dengan mengonsumsi

obat pencegahan filariasis Di Desa Berancah Wilayah Upt

Puskesmas Selatbaru Tahun 2016 yang menemukan adanya

hubungan antara sikap dengan konsumsi obat dengan p value <

0,05 (p= 0,000). Penelitian ini menemukan bahwa 94 responden

bersikap positif mengonsumsi obat filariasis (67%) dan 49

responden yang bersikap negatif tidak mengonsumsi obat filariasis

(38,3%).

5.3 Keterbatasan Penelitian

5.3.1 Peneliti baru pertama kali melakukan penelitian dan masih

dalam proses pembelajaran.

5.3.2 Waktu penelitian terbatas sehingga hasil penelitian yang

didapatkan kurang sempurna.

5.3.3 Keterbatasan pada penelitian ini adalah saat pengambilan

data menggunakan kuesioner yang dilakukan dengan

pengisian langsung oleh responden sehingga hasilnya

sangat bergantung pada daya ingat responden.

50
5.3.4 Kemungkinan terjadi bias jawaban karena jawaban

responden mengikuti jawaban responden lainnya atau

responden tidak menjawabnya dengan saksama dikarenakan

waktu responden yang terbatas.

51
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang pengaruh antara tingkat

pengetahuan dan sikap ibu terhadap konsumsi obat cacing pada

murid Sekolah Dasar MI DDI Gusung Kota Makassar maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari 58 responden, terdapat 17 responden dengan pengetahuan

yang kurang, 11 orang responden dengan pengetahuan cukup,

dan 30 responden dengan pengetahuan yang baik mengenai

konsumsi obat cacing.

2. Dari 58 responden, terdapat 3 responden dengan sikap kurang,

15 responden dengan sikap cukup dan 40 responden dengan

sikap baik mengenai konsumsi obat cacing.

3. Rutinitas konsumsi obat cacing pada murid sekolah dasar MI

DDI Gusung Kota Makassar didapatkan hasil bahwa dari 58

responden, terdapat 21 responden yang mengonsumsi obat

cacing secara rutin (36,2%) dan yang tidak mengonsumsi obat

cacing secara rutin sebanyak 37 responden (63,8%).

4. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu terhadap

konsumsi obat cacing pada murid sekolah dasar MI DDI Gusung

Kota Makassar dengan nilai ρ value < 0,05 (ρ = 0,000) dan juga

ada hubungan antara sikap ibu terhadap konsumsi obat cacing

52
pada murid sekolah dasar MI DDI Gusung Kota Makassar

dengan nilai ρ value < 0,05 (ρ = 0,019).

6.2 Saran

1. Perlu adanya penyuluhan setahun dua kali kepada warga

khususnya ibu tentang pentingnya mengonsumsi obat cacing

secara rutin 6 bulan sekali sesuai dengan Pedoman Pemberian

Obat Pencegahan Massal (POPM).

2. Perlu adanya pemberantasan cacingan dengan pemberian obat

cacing di sekolah dasar atau di puskesmas yang tinggi kasus

cacingan dan diharapkan obat tersebut diminum langsung di

hadapan petugas kesehatan.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian cacingan.

4. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar dapat

menyempurnakan lagi metode penelitian yang digunakan.

5. Semoga penelitian ini bisa dijadikan pembelajaran kedepannya

agar hasil penelitian yang didapatkan bisa lebih baik.

53
DAFTAR PUSTAKA

Akhsin, Z. 2010. Parasitologi. Yogjakarta: Nuha Medika.

Alamsyah Agus, Marlina Tuti. 2016. Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Cakupan Menelan Obat Massal Pencegah
Filariasis. Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat Hang Tuah Pekanbaru Riau.
Journal Endurance Vol.1

Amaliah Rezki, Andi Tri. dan Azriful. 2016. Distribusi Spasial Kasus
Kecacingan (Ascaris Lumbricoides) terhadap Personal Higiene Anak
Balita di Pulau Kodingareng Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar
Tahun 2016. Makassar

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta.

Burkhart, C.N. 2014. Drugs and Drug Resistance: Anthelmintic


Drugs. Elsevier Inc. 5: 672

CDC. 2009. Ascariasis : biology, atlanta: center for disease control


and prevention. Diunduh dari:
http://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/biology.html [Diakses 23 Maret
2018]

CDC. 2013. Parasites- Hookworm. Diunduh dari


https://www.cdc.gov/parasites/hookworm/prevent.html [Diakses 24 Juni
2018]

CDC. 2013. Parasites-trichuriasis [diakses 18 September 2018]


Diunduh dari:http://www.cdc.gov/parasites/whipworm/ [Diakses 24 Juni
2018]

xviii
CDC. 2014. Parasites- Hookworm. Diunduh dari:
http://www.cdc.gov/parasites/hookworm/gen_info/faqs.html [Diakses 24
Juni 2018].

CDC. 2018. Parasites-Ascariasis. Diunduh


dari:https://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/prevent.html [Diakses 24
Juni 2018].

Depkes RI. 2017. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI: Bab IV


Kegiatan Penanggulangan Cacingan.Jakarta: Depkes RI. 4: 46-50

Depkes RI.2017. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI: Bab II


Cacingan.. Jakarta: Depkes RI. 2: 22-30

Donkor, K. 2014. Trichuris trichiura [diakses 24 Juni 2018 Tersedia


dari: http://emedicine.medscape.com/art icle/788570

Holden-Dye, Lindy. J. Walker, Robert. 2007. Anthelmintic Drugs.


Wormbook ed. University of Southampton Bassett Crescent East,
Southampton. 1: 2

Jameel Latief, Abdul. 2012. Buletin Kebijakan : Deworming


(Pembasmian Cacing): Pilihan Terbaik Untuk Pembangunan. Poverty
Action Lab.

Liani. 2012. Swamedikasi Cacingan pada Ibu-ibu PKK di Kecamatan


Tepus Kabupaten Gunung Kidul (Kajian Pengetahuan dan Sikap).
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Martila, Sandy S, Paembonan N. 2015. Hubungan higiene


perorangan dengan kejadian kecacingan pada murid SD Negeri Abe
Pantai Jayapura. Plasma. Jurnal Kesehatan Vol 1 No 2 Jun 2015: 87-96

xix
Menteri Kesehatan. 2017. Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2017 tentang Penanggulangan
Cacingan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Nizar Syarif, Asmawati. 2017. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap


Kepala Keluarga Tentang Filariasis Dengan Mengonsumsi Obat
Pencegahan Filariasis di Desa Berancah Wilayah Upt Puskesmas
Selatbaru Tahun 2016. FIK Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai Riau:
Indonesia. Vol.1 No.2

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan.


Jakarta: Rineka Cipta.,8:121-123

Octama, Carla Isati. 2015. Angka Prevalensi Cacingan di Indonesia


Mencapai 28,12 Persen. Tersedia di:
http://www.beritasatu.com/kesra/319918-angka-prevalensi-cacingan-di-
indonesia-mencapai-2812-persen.html [Diakses 27 Maret 2018]

Petugas Surveilans Puskesmas Tabaringan. 2019. Jumlah Kasus


Cacingan Puskesmas Tabaringan Menurut Kelurahan Bulan Januari 2019.
Makassar: Puskesmas Tabaringan

Purwanto. 2011. Statistika untuk Penelitian. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Safar, R. 2010. Parasitologi Kedokteran: Protozoologi, Entomologi


dan Helmintologi. Cetakan I. Bandung: Yrama Widya. 1 :47-48

Soedarmo SSP, Gama H, Hadinegoro SSR, Satari HI. 2012.


Penyakit Infeksi Parasit. Dalam: Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi
Kedua. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 370–84.

Solikhin. 2011. Gambaran Perilaku Ibu Dalam Mencegah Penyakit


Cacingan Pada Anak Usia Pra Sekolah 3-6 Tahun: Karya Tulis Ilmiah.

xx
Prodi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Ponorogo.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan


Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Supali T, Margono SS, Abidin SA. 2008. Buku Ajar Parasitologi


Kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: FKUI. 1: 6-21

WHO. 2011. Intestinal Worms, Soil Transmitted Helminths. Dalam


http://www.who.int/intestinal_worms/en. Diakses pada tanggal 20
Sepetember 2017

WHO. 2017. World Health Organization Fact Sheets:. Soil-


Transmitted Helminth Infections. Tersedia di:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs366/en/ [Diakses 27 Maret
2018]

xxi
LAMPIRAN
LAMPIRAN 01
NASKAH PENJELASAN PERSETUJUAN DARI SUBJEK PENELITIAN
Lampiran 1

NASKAH PENJELASAN UNTUK MENDAPATKAN PERSETUJUAN


DARI SUBYEK PENELITIAN

Saya yang bernama Nur Fitriany Lihawa / 11020160110 adalah


mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. Saat ini
saya sedang melakukan penelitian yang berjudul ” Pengaruh Tingkat
Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Konsumsi Obat Cacing pada Murid
Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Tabaringan”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat


pengetahuan dan sikap ibu terhadap konsumsi obat cacing pada murid
sekolah dasar. Peneliti mengajak (responden) untuk ikut serta dalam
penelitian ini. Anda bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini
tanpa ada paksaan. Bila Anda sudah memutuskan untuk ikut, Anda juga
bebas untuk mengundurkan diri/berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai
denda atau pun sanksi.

Manfaat yang dapat diperoleh oleh anda yaitu, hasil penelitian


diharapkan dapat memberikan informasi kepada ibu agar lebih tanggap
dalam pemberian obat cacing pada anak sesuai dengan aturan
Departemen Kesehatan dan juga mendukung program pemerintah untuk
minum obat cacing secara rutin dalam sesuai dengan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI 2017. Hasilnya dapat meningkatkan kesadaran
dalam konsumsi obat cacing pada anak dan juga menjaga kebersihan
diri dan lingkungan agar terhindar dari sumber penyakit.

Prosedur yang akan di kerjakan oleh responden yaitu pengisian


kuisioner tentang tingkat pengetahuan dan sikap ibu terhadap konsumsi
obat cacing. Kemungkinan resiko yang akan didapatkan ialah menyita
waktu luang responden akibat pengisian data kuesioner.

Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subyek penelitian


akan dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian
akan dipublikasikan dengan inisial identitas subyek penelitian.
Saya juga akan berusaha untuk meminimalisir dan mencegah
terjadinya masalah dalam prosedur penelitian. Apabila terjadi masalah
dalam prosedur penelitian, saya (Nur Fitriany Lihawa) akan bertanggung
jawab penuh atas penyelesaian masalah.
Semua biaya yang terkait penelitian akan ditanggung oleh peneliti
sendiri. Saudara diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang
belum jelas sehubungan dengan penelitian ini. Bila membutuhkan
penjelasan lebih lanjut, Saudara dapat menghubungi (Nur Fitriany Lihawa)
selaku peneliti utama.
Demi memenuhi etika dalam penelitian ini, saya memohon agar
Saudara menandatangani lembar persetujuan ini. Atas kesediaan dan
kerjasamanya saya mengucapkan terima kasih.

Makassar, .........................2019

Peneliti Responden

( NUR FITRIANY LIHAWA ) ( )

Identitas Peneliti :
Nama : Nur Fitriany Lihawa
Alamat :Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 12 Kompleks Budi Daya
Permai F7
Telepon : 08114189714

DISETUJUI OLEH KOMISI ETIK PENELITIAN KESEHATAN


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA DAN RS IBNU SINA YW-
UMI
LAMPIRAN 02
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
Lampiran 2
FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
Judul : Pengaruh Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap
Konsumsi Obat Cacing pada Murid Sekolah Dasar di Wilayah
Kerja Puskesmas Tabaringan
Saya yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : ..................................................................
Umur : ...................................................................
Alamat : ...................................................................
No Telp : …...............................................................
Setelah mendengar/membaca dan mengerti penjelasan yang
diberikan mengenai tujuan, manfaat apa yang akan dilakukan pada
penelitian ini, saya menyatakan setuju untuk ikut dalam penelitian ini
secara sukarela tanpa paksaan.
Saya telah dijelaskan bahwa jawaban kusioner ini hanya digunakan
untuk keperluan penelitian. Saya juga mengerti bahwa semua biaya yang
dikeluarkan sehubungan dengan penelitian ini, akan ditanggung oleh
peneliti. Saya percaya bahwa keamanan dan kerahasiaan data penelitian
akan terjamin, dan saya dengan ini menyetujui semua data saya yang
dihasilkan pada penelitian ini untuk disajikan dalam bentuk lisan maupun
tulisan.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan
penuh kesadaran serta tanpa paksaan dari siapapun. Apabila suatu waktu
saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun, saya berhak membatalkan
persetujuan ini.
Makassar, .....................2019

Yang Menyatakan

Responden
LAMPIRAN 03
LEMBAR FORM PENELITIAN
Lampiran 3

LEMBAR FORM PENELITIAN

No. Responden :

“Pengaruh Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Konsumsi Obat


Cacing pada Murid Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas
Tabaringan Kota Makassar”

Petunjuk Pengisian Kuesioner:

1. Isilah pertanyaan pada kolom yang tersedia.


2. Isilah pertanyaan yang memiliki pilihan jawaban dengan
menyilang (X) salah satu jawaban.
3. Isilah pertanyaan sesuai dengan yang sebenarnya.

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, bersedia untuk mengisi


kuesioner yang diberikan oleh peneliti dengan ketentuan bahwa segala
informasi yang saya berikan dijamin kerahasiaannya.

Makassar,........................... 2019

( )
A. Identitas Responden
No. Responden :

Nama :

Umur :

Pekerjaan :

Alamat :

Pendidikan Terakhir :

B. Identitas Anak
Nama :

Umur :

Konsumsi Obat Cacing pada Anak selama 6 bulan Terakhir:


(Ya/Tidak) *

*Coret yang tidak perlu

C. Pengetahuan Ibu
1. Apakah ibu pernah mendapatkan informasi dari teman, masyarakat
atau dari kebiasaan budaya sekitar mengenai pencegahan
kecacingan dengan mengonsumsi obat cacing?
a. Ya
b. Tidak
2. Dalam upaya pencegahan infeksi kecacingan, pemberian obat
cacing diberikan selama?
a. Dikonsumsi rutin selama 6 bulan sekali
b. Hanya dikonsumsi pada saat terinfeksi oleh penyakit
kecacingan
3. Selain obat cacing (pirantel pamoat), apakah ada obat cacing jenis
lain yang dikonsumsi oleh anak ibu?
a. Ya
b. Tidak
4. Di lingkungan sekitar tempat tinggal ibu, apakah pernah diadakan
penyuluhan kesehatan mengenai pencegahan cacingan dengan
mengonsumsi obat cacing?
a. Ya
b. Tidak
5. Menurut keyakinan ibu, apakah pemberian obat cacing penting bagi
tumbuh kembang anak?
c. Ya
d. Tidak
6. Apakah ibu mengetahui bahwa terdapat program pemerintah dalam
mencegah infeksi kecacingan pada anak usia sekolah dasar
dengan pemberian obat pencegahan massal (POPM) ?
a. Ya
b. Tidak
7. Menurut ibu, pentingkah untuk menerapkan PHBS (Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat) serta konsumsi rutin obat pencegahan cacing
untuk mencegah infeksi kecacingan anak?
a. Ya
b. Tidak
8. Menurut ibu, apa itu penyakit cacingan?
a. Penyakit cacingan adalah penyakit yang diakibatkan oleh
infestasi 1 atau lebih cacing parasit pada tubuh manusia
b. Penyakit cacingan adalah penyakit yang diakibatkan oleh
infestasi 1 cacing saja
9. Berdasarkan pengalaman keseharian ibu, cacing dapat
menginfeksi anak melalui?
a. Tanah yang terkontaminasi dan makanan yang tidak dicuci
dan dimasak
b. Lingkungan lembap dan basah
10. Gejala apa saja yang muncul pada anak saat terinfeksi cacing?
a. Mual, muntah, nyeri perut dan diare, dan penurunan berat
badan anak
b. Demam tinggi, napas terengah, kejang-kejang, menangis
D. Sikap Ibu

Petunjuk: Dibawah ini terdapat beberapa pernyataan yang


menggambarkan keadaan diri anda. Berikan tanda (√ ) pada kotak yang
disediakan.

SS : Bila Responden Sangat Setuju dengan pernyataan.

S : Bila Responden Setuju dengan pernyataan.

RR : Bila Responden Ragu-ragu dengan pernyataan.

TS : Bila Responden Tidak Setuju dengan pernyataan


STS : Bila Responden Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan

No Pernyataan SS S RR TS STS

Salah satu langkah yang saya lakukan


untuk mencegah penyakit cacingan pada
1
anak adalah dengan minum obat cacing
rutin dalam periode tertentu.

Menurut saya, pemberian obat cacing


2 pada anak diberikan selama 6 bulan
sekali

Program pemerintah dalam mencegah


infeksi kecacingan pada anak dengan
3 Pemberian Obat Pencegahan Massal
(POPM) penting untuk dapat mengurangi
infeksi cacingan pada anak

Saya memberikan anak saya obat cacing


4 (pirantel pamoat) secara rutin 6 bulan
sekali untuk mencegah cacingan

Salah satu perlindungan yang tepat untuk


mencegah terjadinya penyakit cacingan
5 adalah dengan membiasakan anak
memakai alas kaki saat anak bermain di
luar rumah

Setelah anak bermain di lantai, dan


hendak makan sebaiknya mencuci
6
tangan dengan bersih agar mencegah
infeksi cacing
No Pertanyaan SS S RR TS STS

Kebiasaan hidup sehat dan bersih serta


menjaga higienitas lingkungan dapat
7
menurunkan resiko infeksi kecacingan
pada anak.

Ibu dapat mengurangi infeksi kecacingan


di sekitar daerah tempat tinggal dengan
menginformasikan kepada masyarakat
8
mengenai pentingnya perilaku hidup
bersih dan sehat serta konsumsi obat
cacing teratur pada anak

Membiasakan anak agar mencuci tangan


secara rutin setiap sebelum makan,
9 sesudah makan dan setelah bermain
merupakan salah satu cara untuk
mencegah infeksi cacing

Mendisiplinkan anak untuk selalu


menjaga kebersihan diri, menjaga
10 lingkungan anak agar selalu bersih serta
higienis merupakan tugas ibu untuk
mencegah infeksi kecacingan pada anak
LAMPIRAN 04
LEMBAR PENGUMPULAN DATA PENELITIAN
NO NAMA UMUR NAMA UMUR PENDIDIKAN KONSUMSI OBAT CACINGPENGETAHUAN TOTALSIKAP TOTAL
IBU IBU ANAK ANAK TERAKHIR KELAS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 FITRIA 35 NUR RAHMA 9 SMP YA 2 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 49
2 SURIYANI 45 FADIL FAIZ 8 S1 YA 2 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9 5 4 5 3 4 5 5 4 5 4 44
3 NUR IDA 45 FAJRIN 7 SMA YA 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 8 5 4 5 3 4 5 5 4 1 3 39
4 MARWAH 36 IKRAM 7 SMP YA 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9 5 4 5 3 4 5 5 4 5 4 44
5 RABNISA 35 JESIKA 7 SD TIDAK 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 6 4 2 5 5 2 5 5 4 4 4 40
6 MADINA 36 MIRNA 8 SMP TIDAK 2 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 8 3 2 1 4 2 4 1 5 4 5 31
7 ERNA 31 SITI FATIMAH 9 SD TIDAK 3 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 8 4 2 4 4 2 5 5 5 4 4 39
8 MUKARRAMAH 41 NATIFAH 8 SMP TIDAK 2 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 7 4 2 3 5 4 5 5 5 5 5 43
9 NURJAYA 42 HAWA 7 SMA TIDAK 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 6 3 2 3 5 2 5 2 5 1 5 33
10 MARIYAMA 40 NURJANNAH 7 SD TIDAK 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 4 2 2 1 4 3 2 4 4 2 4 28
11 AMIRUDDIN 37 AMIRA 7 SD TIDAK 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 2 2 2 4 2 5 5 5 4 4 4 37
12 MADIANA 30 ABID FADHIL 6 SMA YA 2 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 8 4 5 4 5 2 5 4 5 5 5 44
13 SELFI 41 DARWIAH 10 SMA YA 3 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9 5 5 5 5 5 5 1 5 5 5 46
14 SUKMAWATI 29 ST.RAHMADANI 8 SMP YA 2 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
15 MURNI 42 HAMRA 9 SMP TIDAK 3 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 8 4 2 4 4 4 5 4 3 5 4 39
16 ITA 38 NURCAYA 9 SMP TIDAK 3 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 7 5 5 4 4 4 5 4 5 5 5 46
17 SRI MUNARTI 30 NURUL K. 8 S1 YA 2 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 8 4 4 5 4 3 5 5 4 4 4 42
18 RISKA 23 MUH.FADIL 7 SD TIDAK 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9 2 2 1 2 4 5 5 5 5 5 36
19 RIZKY 33 SARDHY 7 SMA YA 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 8 5 5 5 4 4 5 5 4 5 5 47
20 NAJOMA 65 RIZKY 6 SD TIDAK 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 5 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 42
21 MIRNA 38 FINA 6 SD TIDAK 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 8 4 2 5 5 5 5 5 5 5 5 46
22 RABA 35 ROSMINI 9 SD TIDAK 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 2 4 2 2 4 4 2 4 4 32
23 HJ.A.RAODAH 50 UMI 9 SMA TIDAK 3 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 7 4 2 4 4 5 5 5 3 4 4 40
24 BASRAH 46 AYU 9 SMA TIDAK 3 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 7 4 2 5 5 5 5 5 5 5 5 46
25 MARLINA 37 APRILIA 10 SMA TIDAK 3 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 7 4 2 4 4 5 5 5 3 4 4 40
26 ROSDIANAH 50 ADHA 9 SMA YA 3 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 8 3 2 4 2 3 4 5 3 4 5 35
27 ROSLIAH 45 AYU M. 9 S1 YA 3 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 9 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50
28 MARWAH 36 UWAIS 9 SMP YA 3 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 49
29 HAMZAH 59 WULANDARI 9 S1 YA 3 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 8 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 48
30 DIAN UTARI 34 PUTRI SAFIRA 7 SMA YA 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 8 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 49
31 HUSAIMAH 50 MUTMAINNA 10 SD YA 3 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9 5 4 5 3 3 5 4 5 5 5 44
32 FATIHA 49 SYAM 10 SD YA 3 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 8 4 5 4 5 4 5 4 5 5 4 45
33 SALMIA 37 HAWANIA 10 SD TIDAK 3 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 3 2 2 5 5 4 5 5 4 5 5 42
34 SILMA 37 ASMAUL HUSNA 9 SMP TIDAK 2 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 5 4 2 4 5 5 5 4 2 5 5 41
35 SALMA 40 FAJAR 10 SD TIDAK 3 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 3 2 2 2 2 4 5 5 4 5 5 36
36 IRMA IBRAHIM 38 SALSABILA 9 SMP YA 2 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9 5 5 4 5 4 4 4 5 4 4 44
37 AMELIA 37 ROSNI 9 SD TIDAK 2 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 4 2 5 4 5 5 5 5 5 4 44
38 RABAISA 41 RUDI 10 SD TIDAK 3 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 5 4 2 2 4 4 4 3 4 4 4 35
39 DG. KANANG 41 HABIBI 9 SD TIDAK 2 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 7 4 2 4 5 4 5 5 4 4 5 42
40 HASNI 36 HASRIL 9 SD TIDAK 2 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 3 3 2 1 3 5 4 2 5 5 4 34
41 RAMATIA 60 ULUNG SARI 10 SD TIDAK 3 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9 4 2 4 5 3 5 4 5 5 4 41
42 SUBAEDAH 44 MELISA 9 SD TIDAK 2 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 7 4 2 4 5 4 5 5 4 4 5 42
43 FATIMAH 61 RIWAN 8 SD TIDAK 2 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 7 2 2 4 3 5 5 4 4 5 4 38
44 MANTASIA 47 SYAKILAH 10 SD TIDAK 3 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 4 2 4 5 5 5 4 5 5 4 43
45 IRA 40 NORMAH 7 SD TIDAK 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 8 5 4 4 4 2 5 4 5 5 5 43
46 NURMIATI 34 INDRIANTI 9 SD TIDAK 2 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 7 2 3 2 4 4 4 4 4 4 4 35
47 FATMA 35 AHMAD A. 9 SD TIDAK 2 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 6 4 2 2 4 2 4 2 2 2 2 26
48 KARMILA 31 NURSIA 8 SMP YA 2 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9 5 4 4 5 5 5 5 5 5 4 47
49 ST. RAHMA 30 MUH. YUSUF 8 SD TIDAK 2 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 7 3 4 3 2 4 4 5 4 4 4 37
50 RISNA WATI 28 ASRAF 9 SMP TIDAK 2 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 3 2 3 4 5 4 4 4 5 4 38
51 RISKA 23 MUH FADIL 7 SD TIDAK 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 6 4 2 3 2 4 5 5 5 4 5 39
52 MASYITA 28 KHAIRUNNISA 7 SMP TIDAK 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 5 4 2 3 2 5 4 5 4 4 4 37
53 SARNI 31 AMIRULLAH 9 SMA YA 2 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 8 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 40
54 DG. SONYA 30 MUR ALIAH 9 SD YA 2 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 7 2 3 2 2 2 4 4 2 2 2 25
55 HARDIANTI 21 FARHAN 6 SMK YA 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 8 5 4 4 5 2 5 4 4 5 5 43
56 AMIR 36 AMIRA 7 SMA TIDAK 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 6 4 2 3 2 5 5 4 4 4 4 37
57 ARIANI 41 KANAYA 8 SMA TIDAK 2 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 6 4 2 3 2 4 5 4 4 4 4 36
58 WAHYUDI 40 WAHYUDI 10 SD TIDAK 3 1 0 0 1 1 1 0 0 1 0 5 4 2 2 2 4 4 5 5 4 4 36
LAMPIRAN 05
HASIL PENGOLAHAN DATA DALAM SPSS
Lampiran 5

Hasil Pengolahan Data Dalam SPSS


Kat_Usia_Ibu
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 21-30 tahun 10 17.2 17.2 17.2
31-40 tahun 27 46.6 46.6 63.8
41-50 tahun 17 29.3 29.3 93.1
> 50 tahun 4 6.9 6.9 100.0
Total 58 100.0 100.0

Usia_Anak
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 6.00 4 6.9 6.9 6.9
7.00 13 22.4 22.4 29.3
8.00 9 15.5 15.5 44.8
9.00 22 37.9 37.9 82.8
10.00 10 17.2 17.2 100.0
Total 58 100.0 100.0

Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1.00 27 46.6 46.6 46.6
2.00 13 22.4 22.4 69.0
3.00 14 24.1 24.1 93.1
4.00 4 6.9 6.9 100.0
Total 58 100.0 100.0

Obat_Cacing
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ya 21 36.2 36.2 36.2
Tidak 37 63.8 63.8 100.0
Total 58 100.0 100.0

P1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 9 15.5 15.5 15.5
Benar 49 84.5 84.5 100.0
Total 58 100.0 100.0

P2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 33 56.9 56.9 56.9
Benar 25 43.1 43.1 100.0
Total 58 100.0 100.0

P3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 41 70.7 70.7 70.7
Benar 17 29.3 29.3 100.0
Total 58 100.0 100.0

P4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 27 46.6 46.6 46.6
Benar 31 53.4 53.4 100.0
Total 58 100.0 100.0

P5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 4 6.9 6.9 6.9
Benar 54 93.1 93.1 100.0
Total 58 100.0 100.0

P6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 21 36.2 36.2 36.2
Benar 37 63.8 63.8 100.0
Total 58 100.0 100.0

P7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 8 13.8 13.8 13.8
Benar 50 86.2 86.2 100.0
Total 58 100.0 100.0

P8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 13 22.4 22.4 22.4
Benar 45 77.6 77.6 100.0
Total 58 100.0 100.0

P9
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 12 20.7 20.7 20.7
Benar 46 79.3 79.3 100.0
Total 58 100.0 100.0

P10
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Salah 7 12.1 12.1 12.1
Benar 51 87.9 87.9 100.0
Total 58 100.0 100.0

S1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak setuju 8 13.8 13.8 13.8
Ragu-ragu 6 10.3 10.3 24.1
Setuju 27 46.6 46.6 70.7
Sangat setuju 17 29.3 29.3 100.0
Total 58 100.0 100.0

S2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak setuju 33 56.9 56.9 56.9
Ragu-ragu 2 3.4 3.4 60.3
Setuju 12 20.7 20.7 81.0
Sangat setuju 11 19.0 19.0 100.0
Total 58 100.0 100.0
S3
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sangat tidak setuju 4 6.9 6.9 6.9

Tidak setuju 6 10.3 10.3 17.2


Ragu-ragu 8 13.8 13.8 31.0
Setuju 22 37.9 37.9 69.0
Sangat setuju 18 31.0 31.0 100.0
Total 58 100.0 100.0

S4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak setuju 12 20.7 20.7 20.7
Ragu-ragu 6 10.3 10.3 31.0
Setuju 18 31.0 31.0 62.1
Sangat setuju 22 37.9 37.9 100.0
Total 58 100.0 100.0

S5
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak setuju 10 17.2 17.2 17.2
Ragu-ragu 5 8.6 8.6 25.9
Setuju 22 37.9 37.9 63.8
Sangat setuju 21 36.2 36.2 100.0
Total 58 100.0 100.0

S6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak setuju 1 1.7 1.7 1.7
Setuju 14 24.1 24.1 25.9
Sangat setuju 43 74.1 74.1 100.0
Total 58 100.0 100.0
S7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Sangat tidak setuju 2 3.4 3.4 3.4
Tidak setuju 3 5.2 5.2 8.6
Ragu-ragu 1 1.7 1.7 10.3
Setuju 23 39.7 39.7 50.0
Sangat setuju 29 50.0 50.0 100.0
Total 58 100.0 100.0

S8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak setuju 4 6.9 6.9 6.9
Ragu-ragu 4 6.9 6.9 13.8
Setuju 23 39.7 39.7 53.4
Sangat setuju 27 46.6 46.6 100.0
Total 58 100.0 100.0

S9
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Sangat tidak setuju 2 3.4 3.4 3.4
Tidak setuju 3 5.2 5.2 8.6
Setuju 22 37.9 37.9 46.6
Sangat setuju 31 53.4 53.4 100.0
Total 58 100.0 100.0

S10
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak setuju 2 3.4 3.4 3.4
Ragu-ragu 1 1.7 1.7 5.2
Setuju 29 50.0 50.0 55.2
Sangat setuju 26 44.8 44.8 100.0
Total 58 100.0 100.0

Pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Kurang 17 29.3 29.3 29.3
Cukup 11 19.0 19.0 48.3
Baik 30 51.7 51.7 100.0
Total 58 100.0 100.0

Sikap
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Kurang 3 5.2 5.2 5.2
Cukup 15 25.9 25.9 31.0
Baik 40 69.0 69.0 100.0
Total 58 100.0 100.0
LAMPIRAN 06
SURAT PENYAMPAIAN SEMINAR PROPOSAL
LAMPIRAN 07
SURAT PENYAMPAIAN SEMINAR HASIL
LAMPIRAN 08
SURAT PENYAMPAIAN SEMINAR TUTUP
LAMPIRAN 09
SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN
LAMPIRAN 10
SURAT REKOMENDASI PERSETUJUAN ETIK
LAMPIRAN 11
DOKUMENTASI PENELITIAN
LAMPIRAN 11 DOKUMENTASI PENELITIAN
LAMPIRAN 12
CURRICULUM VITAE
Lampiran 12
CURRICULUM VITAE

1. Identitas Peneliti
Nama Lengkap : Nur Fitriany Lihawa

Stambuk : 110 2016 0110

Tempat/Tanggal Lahir : Toraja, 22 Januari 1998

Alamat :Jl.Perintis Kemerdekaan Km. 12


Kompleks Budi Daya Permai Blok F7

Telepon : 08114189714

Suku Bangsa : Gorontalo

2. Riwayat Pendidikan
Tahun 2002 – 2003 : TK Muhammadiyah Toraja

Tahun 2003 – 2009 : SD Islam Athirah Bukit Baruga


Makassar

Tahun 2009 – 2012 : SMP Negeri 1 Gorontalo

Tahun 2012 – 2015 : SMA Negeri 17 Makassar

Tahun 2016 – Sekarang :Fakultas Kedokteran Universitas


Muslim Indonesia
3. Riwayat Organisasi
Tahun 2012 – 2015 : Anggota Palang Merah Remaja 215

SMA Negeri 17 Makassar

Tahun 2016 – sekarang : - Anggota Asian Medical Students’

Association Universitas Muslim

Indonesia (AMSA-UMI)

- Anggota Forum Studi Islam

Kedokteran (FORSIK) Universitas

Muslim Indonesia

Tahun 2018 – sekarang : - Pengurus Ikatan Persaudaraan

Asisten (IPA) Fakultas Kedokteran UMI

Divisi PKDLP

- Anggota Medical Sport Universitas

Muslim Indonesia

Anda mungkin juga menyukai