SKRIPSI
Oleh:
AGUS PARIAWAN
LAMONGAN – JAWA TIMUR
SKRIPSI
sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Oleh :
AGUS PARIAWAN
NIM. 141011010
Menyetujui,
Komisi Pembimbing,
SKRIPSI
sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Oleh :
AGUS PARIAWAN
NIM. 141011010
Surabaya,
Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga
Dekan,
N a m a : Agus Pariawan
N I M : 141011010
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga, termasuk
berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.
Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari
siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Materei
Rp. 6.000,-
Agus Pariawan
----------------------
NIM.141011010
RINGKASAN
Karotenoid adalah pigmen tumbuhan yang terdiri dari 40 atom karbon per
molekul (Tetraterpenoid). Karotenoid berfungsi untuk memberi warna pada ikan
dan juga bermanfaat bagi kesehatan manusia. Chlorella sp. didominasi oleh warna
hijau (chlorophyll), selain itu Chlorella sp. juga mengandung karotenoid lutein.
Intensitas cahaya mampu meningkatkan level mRNA carotenoid hydroxylase
(CH) dan phytoene synthase (PSY). Dengan meningkatnya level mRNA
carotenoid hydroxylase (CH) dan phytoene synthase (PSY) maka phytoene yang
merupakan penyusun karotenoid juga meningkat. Meningkatnya phytoene dapat
mempengaruhi meningkatnya karotenoid yang disintesis. Cahaya dapat
menyebakan naiknya produk fotosintesis. Cahaya dapat menyebakan
meningkatkan ATP yang dihasilkan pada fotosintesis, sehingga mempercepat
metabolisme sel.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh intensitas cahaya
yang berbeda terhadap kandungan karotenoid Chlorella sp. serta untuk
mengetahui intensitas cahaya yang mampu menghasilkan karotenoid paling tinggi.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen (percobaan) dengan rancangan
acak lengkap. Terdapat empat perlakuan pencahayaan (A=500 lux, B=3.700 lux,
C=7.400 lux dan D=11.700 lux) dan 5 ulangan sehingga terdapat 20 satuan
percobaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan karotenoid tertinggi
terdapat pada perlakuan C (0,298080 µg/ml), disusul perlakuan B (0,255392
µg/ml) kemudian perlakuan D (0,220056 µg/ml). Kandungan karotenoid terendah
terdapat pada perlakuan A (0,207552 µg/ml). Hasil analysis of variance (ANOVA)
menunjukkan bahwa setiap perlakuan intensitas cahaya memberikan pengaruh
yang berbeda nyata terhadap kandungan karotenoid Chlorella sp. (p<0,05).
SUMMARY
iv
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak terlepas dari
dukungan moril dan materil dari semua pihak. Melalui kesempatan ini, dengan
besarnya kepada :
Kusdarwati, Ir., M.Si, yang telah memberikan saran dan nasehat yang
2. Dosen penguji, Bapak Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D, Ibu Dr.
Endang Dewi Masithah, Ir., MP. dan Bapak Sapto Andriyono, S.Pi., M.T.,
semangat.
vi
Nya, atas segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan oleh semua
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .................................................................................................. iv
SUMMARY ..................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................. x
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................... 3
1.3 Tujuan ................................................................................................. 4
1.4 Manfaat .............................................................................................. 4
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Chlorella sp....................................................................... 5
2.2 Struktur dan morfologi Chlorella sp. .................................................. 6
2.3 Habitat ................................................................................................. 7
2.4 Pertumbuhan Chlorella sp................................................................... 8
2.5 Media Kultur ....................................................................................... 10
2.6 Intensitas Cahaya ................................................................................ 11
2.7 Karotenoid ........................................................................................... 13
2.8 Faktor-faktor Pembentuk Karotenoid ................................................. 16
viii
Skripsi PENGARUH INTENSITAS CAHAYA TERHADAP AGUS PARIAWAN
KANDUNGAN KAROTENOID Chlorellasp.
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
IV METODOLOGI
4.1 Tempat dan Waktu .............................................................................. 24
4.2 Materi Penelitian
4.2.1 Peralatan Penelitian ................................................................... 24
4.2.2 Bahan Penelitian ........................................................................ 24
4.3 Metode Penelitian
4.3.1 Rancangan Penelitian ................................................................ 25
4.3.2 Prosedur Kerja ........................................................................... 26
4.3.3 Parameter ................................................................................... 31
4.3.4 Analisa Data ............................................................................... 31
LAMPIRAN ..................................................................................................... 51
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN
xi
Lampiran Halaman
xii
I PENDAHULUAN
Karotenoid adalah pigmen tumbuhan yang terdiri dari 40 atom karbon per
molekul (Tetraterpenoid) (Britton et al, 2008 dalam Biolab Medical Unit, 2010).
Lebih dari 750 struktur karotenoid ditemukan di alam yaitu pada tumbuhan darat,
Karotenoid berfungsi untuk memberi warna pada kulit ikan (Britton, 1976
dalam Siegler, 1998). Pewarnaan sangat penting bagi hewan akuakultur seperti
pewarnaan merah dan kuning pada ikan, pewarnaan pada daging ikan salmon,
pada eksoskeleton dan otot epitelium udang maupun lobster serta pada karapas
akan meningkatkan nilai ekonomis ikan di pasar. Karotenoid juga bermanfaat bagi
mereduksi resiko kanker, penyakit jantung dan katarak (Amstrog, 1997 dalam
yaitu sintetik dan alami. Turunan karotenoid alami diantaranya zeaxanthin, lutein,
digunakan pelarut petrokimia dan pelarut organik komplek lainnya, yang mana ini
menyebabkan residu pada ikan. Karotenoid sintetik juga sangat mahal dan
penggunaannya dalam formula pakan ikan sangat terbatas sesuai dengan spesies
yang kaya gizi (Merizawati, 2008). Chlorella sp. adalah organisme kosmopolit.
Alga ini mampu tumbuh pada salinitas 0 – 35 ppt. Chlorella sp. masih dapat
bertahan hidup pada suhu 40oC. Rentang suhu antara 25o-30oC merupakan suhu
yang optimal untuk pertumbuhan (Alim dan Kurniastuty, 1995 dalam Merizawati,
2008). Chlorela sp. dengan sifatnya yang seperti di atas sangat cocok untuk
dikembangan di Indonesia.
Chlorella sp. juga mengandung karotenoid lutein (Shi et al., 2002 dalam Geetha
et al., 2010). Dalam proses fotosintesis, karotenoid dan klorofil dibutuhkan oleh
rantai peptida untuk membentuk pigmen protein komplek pada membran tilakoid
Haematococcus pluvialis diinduksi dengan penambahan NaCl (0,2 dan 0,8 %),
perlakuan intensitas cahaya yang tinggi (150 µmol/m2/s atau 11.700 lux) dan
memicu stres (intensitas cahaya yang tinggi, radiasi UV dan kurangnya nutrisi),
ini disintesis oleh kombinasi β-carotene hydroxylase gene (CrtR-b) dan β-karoten
ketolase (CtrW, BKT) (Lemione and Schoefs, 2010 dalam Takaichi, 2011).
(Cunningham and Gantt, 1998 dalam Steinbrenner and Linden, 2001). Intensitas
level mRNA carotenoid hydroxylase (CH) dan phytoene synthase (PSY) maka
pada fotosintesis (Plaut and Reinhold, 1969 dalam Servaites and Geiger, 1974).
1.3 Tujuan
paling tinggi.
1.4 Manfaat
Chlorella sp. serta nilai intensitas cahaya yang mampu menghasilkan karotenoid
paling tinggi. Informasi ini nantinya bisa digunakan oleh masyarakat luas pada
umumnya dan khususnya sektor privat untuk pedoman budidaya Chlorella sp.
lebih lanjut.
Menurut Bougis (1979) dalam Merizawati (2008) Chlorella sp. termasuk dalam :
Filum : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Chlorococcales
Famili : Chlorellaceae
Genus : Chlorella
Spesies : Chlorella sp.
filum alga. Mereka digolongkan sebagai alga hijau karena warna hijau yang
merupakan gabungan pigmen klorofil a dan b, karoten (α, β dan γ) dan beberapa
seperti grana dan zona intergrana) (Bisulputra, 1974 dalam Happey-Wood, 1988).
Chlorella sp. adalah salah satu jenis mikroalga yang mengandung klorofil
dari bahasa latin yaitu ”Chloros” yang berarti hijau dan ”ella” yang berarti kecil.
Chlorella sp. merupakan pakan dasar biota yang ada di perairan termasuk ikan.
Chlorella sp. merupakan produsen dalam rantai makanan makhluk hidup yang
kaya akan gizi. Bentuk sel Chlorella sp. bulat atau bulat telur, merupakan alga
Warna hijau pada alga ini disebabkan selnya mengandung klorofil a dan b dalam
jumlah yang besar selain itu juga mengandung karoten dan xantofil (Volesky, 1970
Diameter sel Chlorella sp. berkisar antara 2−8 mikron. Dinding selnya
keras terdiri dari selulosa dan pektin. Sel ini mempunyai protoplasma yang
berbentuk cawan. Chlorella sp. dapat bergerak (motil) tetapi sangat lambat
2008).
sehingga sulit dilihat tanpa alat bantu penglihatan. Konsentrasinya bisa mencapai
ribuan hingga jutaan sel per liter air. Jumlah individu fitoplankton berlimpah pada
lokasi tertentu, sedangkan pada lokasi lain di perairan yang sama jumlahnya
homogen ini disebabkan oleh arus, unsur hara, dan aktifitas pemangsaan
(Merizawati, 2008).
diperoleh bahwa Chlorella sp. memiliki nilai absorbansi yang tinggi untuk
2.3 Habitat
tempat yang sangat kritis bagi kehidupan. Alga ini mampu tumbuh pada salinitas
untuk pertumbuhannya. Chlorella sp. masih dapat bertahan hidup pada suhu
40oC. Rentang suhu antara 25o–30oC merupakan suhu yang optimal untuk
dan pemisahan autospora dari sel induknya (Alim dan Kurniastuty, 1995 dalam
Merizawati, 2008).
atau pada kondisi dimana tidak terdapat cahaya dengan mengambil bahan organik
secara langsung dari mediumnya. Selain itu, beberapa spesies Chlorella dapat
tumbuh baik pada air tawar maupun air laut (Hoff and Snell, 1989 dalam Shah et
al., 2003). Chlorella secara umum merupakan genus air tawar, namun beberapa
spesies mampu beradaptasi pada suhu dan salinitas dengan rentang yang lebar
serta dapat dikultur pada air laut yang diperkaya dengan pupuk (Wilkerson, 1998
flagella sehingga membuatnya tidak dapat bergerak secara aktif. Oleh karena itu
tersuspensi. Pada saat stratifikasi suhu stabil, sel atau koloni cenderung
mengendap. Ketika rata-rata pertumbuhan sel yang bertahan pada zona eupotik
lebih besar daripada rata-rata populasi yang hilang karena pengendapan, maka
kondisi itu disebut dengan pertumbuhan yang ditunjukan oleh kenaikan populasi
Bantuk sel dan keberadaan getah (perekat cair) akan cenderung mengurangi
besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel yang secara langsung
1995). Pada awal kultur, sel beradaptasi dengan medium baru, bersiap untuk
mulai tumbuh dan bersiap memulai pembelahan sel. Fase ini disebut lag fase,
yang lamanya tergantung pada kepadatan inokulum, spesies alga. Sel alga
kemudian diikuti dengan fase stasioner. Pada fase stasioner pembelahan sel
menurun dan sudah tidak ada lagi penambahan kepadatan sel. Fase stasioner
kemudian diikuti oleh fase senescent, yang mana kepadatan sel menurun
(Creswell, 2010).
Hal yang paling menarik dan paling penting untuk diperhatikan dalam
ekologi fitoplankton air tawar yaitu antara pertumbuhan dan kematian terjadi
pertukaran tropik dan pengadukan (mixing) faktor fisik pada sistem (Reynolds et
solusi revolusioner atas masalahnya terhadap kondisi stress dan habitat planktonik
1988).
tergantung pada selisih antara sel baru yang dihasilkan dengan rata-rata sel yang
mati. Sel baru yang diproduksi, sebagian besar tergantung pada cahaya dan
ketersediaan nutrisi.
memiliki karakteristik yang sama dengan Chaetoceros gracilis dan Tetraselmis sp.
10
Chlorella sp. mempunyai daya adaptasi yang cukup cepat dan juga mempunyai
mikroalga akan menurun setelah mencapai puncak I dan kemudian naik kembali
sampai mencapai puncak II. Pertumbuhan mikroalga akan turun kembali setelah
Puncak kepadatan Chlorella sp. umumnya dicapai relatif lambat yaitu pada
hari ke 9 atau lebih, kecuali hasil penelitihan Sutomo tahun 1990 pada percobaan
ke 2 yang dicapai pada hari ke 5. Pencapaian puncak kepadatan yang lebih cepat
ini disebabkan karena kepadatan awal pelakuan yang lebih tinggi. Volume air
Chlorella sp. Volume air yang lebih besar akan menghasilkan kepadatan sel
organik. Mengkultur alga hanya dengan menggunakan air laut kadang-kadang bisa
menjadi penting karena tanpa penambahan beberapa nutrisi dan trace metal, hasil
budidaya biasanya sangat rendah (Harrison and Berges, 2004). Tetelepta (2011)
Menurut Fulks and Main (1991) dalam Shah et al. (2003), tipe kultur
dapat dibagi menjadi dua yaitu indoor / kultur terkontrol dan outdoor / kultur
11
metode yang paling konsisten dan dapat diandalkan. Pada metode batch culture,
mikroalga dikultur pada sebuah wadah dan semuanya dipanen keseluruhan ketika
Intensitas cahaya atau illuminance adalah sebuah ukuran fotometri flux per
unit area atau flux density yang terlihat. Illuminance atau intensitas cahaya
dinyatakan dalam lux (lumen per meter persegi) atau foot-candel (lumen per foot
12
Kandela adalah unit dasar pengukuran cahaya. Juga bisa didefinisikan 1 kandela
adalah sudut padat (solid angel) yang didapat dari inti bola yang memotong
sebuah area persegi pada titik radiusnya. Nilai steradian pada sebuah sinar sama
hubungan antara intensitas cahaya dengan sumber cahaya dan jarak. Ini berarti
13
(Ryer, 1998).
2.7 Karotenoid
sedangkan yang tidak berikatan dengan oksigen dikenal dengan karoten. Pada
juga berfungsi untuk melindungi dari radikal bebas yang dilepaskan dari
chloroplast selama fotosintesis (Miller et al., 1996 dalam Biolab Medical Unit,
disipasi suhu (siklus xanthophyll). Proses ini terjadi ketika eksesif cahaya
disipasi suhu (Baroli and Nigoyi, 2000 dalam Stange and Flores, 2012 ).
yakni karotenoid yang tidak memiliki atom oksigen dalam strukturnya (Blunt
dkk., 2006 dalam Biranti dkk., 2009). Golongan senyawa karoten sudah dikenal
memiliki aktivitas antitumor yang baik (Clevidence dkk., 1997 dalam Biranti
dibutuhkan oleh rantai peptida untuk membentuk pigmen protein komplek pada
14
archaea, jamur dan hewan (Britton et al., 2004 dalam Takaichi, 2011). Berbagai
jenis karotenoid yang ditemukan dari spesies algae telah dipelajari. Struktur
15
kelas algae, karena itu, karotenoid dan klorofil juga dapat digunakan sebagai
Karotenoid berfungsi untuk memberi warna pada kulit ikan (Britton, 1976
dalam Siegler, 1998). Pewarnaan sangat penting bagi hewan akuakultur seperti
pewarnaan pada daging ikan salmon, eksoskeleton dan otot epitelium udang,
lobster dan kaparas krustacea lain, integumen merah dan kuning pada ikan
mereduksi resiko kanker, penyakit jantung dan katarak (Amstrog, 1997 dalam
Pada kondisi lingkungan yang memicu stress (cahaya yang tinggi, radiasi
16
gene (CrtR-b) dan β-karoten ketolase (CtrW, BKT) (Lemione and Schoefs, 2010
(Cunningham and Gantt, 1998 dalam Steinbrenner and Linden, 2001). Menurut
2.8.1 Cahaya
menjadi energi kimia ATP dan NADPH, yang mana digunakan untuk mensintesis
semua alga adalah klorofil A, tetapi proses absorsinya juga dibantu oleh pigmen
klorofil A khusus berikatan dengan unit protein). Dua tipe fotosistem bekerja
17
menjadi ATP. Fotosistem I hanya terdiri dari klorofil a saja, sedangkan fotosistem
II terdiri dari klorofil a dan pigmen asesoris. Alga dapat mengatur aliran elektron
sekitarnya sehingga efisiensi fotosintesis tetap terjaga (Chow et al., 1990 dalam
Sze, 1993).
Semakin banyak cahaya yang diserap pada saat fotosintesis maka spektrum
pluvialis dipicu oleh intensitas cahaya yang tinggi. Hal ini hampir sama dengan
hasil penelitian Harker et al. (1996b) dalam Cifuentes et al. (2003) yang
menyatakan bahwa faktor utama yang paling penting pada karotenogenesis alga
yaitu intensitas cahaya yang tinggi. Lebih spesifik Cifuentes et al. (2003)
pluvialis adalah 150 µmol/m2/s yang sebelumnya dikultur pada nitrat dengan
mg/liter dan dari 10 menjadi 25 pg/sel ini sangat signifikan bila dibandingkan
18
(Cunningham and Gantt, 1998 dalam Steinbrenner and Linden, 2001). Intensitas
level mRNA carotenoid hydroxylase (CH) dan phytoene synthase (PSY) maka
2.8.2 Salinitas
pada sel yang hidup (survive) terjadi peningkatan warna merah. Kenaikan total
karotenoid per sel dan kadar astaxantin per berat bersih terjadi ketika dikombinasi
dengan intensitas cahaya tinggi ( 85 µmol/m2/s). Hal ini menunjukan bahwa NaCl
al., 2003).
34/7 dan menyatakan bahwa peningkatan astxanthin saat panen terjadi saat
mereka mengkobinasikan kadar NaCl yang lebih rendah dengan intensitas cahaya
yang sangat tinggi ( 1600-1700 µmol/m2/s). Menurut Sarada et al. (2002) dalam
Cifuentes et al. (2003) menyatakan bahwa umur kultur sangat penting untuk
19
salinitas. Kultur yang lebih muda (umur dua sampai delapan hari) sangat sensitif
terhadap penambahan NaCl, sedangkan kultur yang lebih tua ( umur 12-16 hari)
dengan sodium acetate dan setelah masa inkubasi panjang ( selama 20 hari).
Karotenoid berfungsi untuk memberi warna pada kulit ikan (Britton, 1976
dalam Siegler, 1998). Pewarnaan sangat penting bagi hewan akuakultur seperti
pewarnaan merah dan kuning pada ikan, pewarnaan pada daging ikan salmon,
pada eksoskeleton dan otot epitelium udang maupun lobster serta pada karapas
akan meningkatkan nilai ekonomis ikan di pasar. Karotenoid juga bermanfaat bagi
mereduksi resiko kanker, penyakit jantung dan katarak (Amstrog, 1997 dalam
Haematococcus pluvialis yaitu dengan penambahan NaCl (0,2 and 0,8 %),
pengurangan nitrogen dan intensitas cahaya yang tinggi (150 µmol/m 2/s atau
11.700 lux) (Cifuentes, 2003). Pada lingkungan yang tidak sesuai seperti cahaya
yang tinggi, radiasi UV dan nutrisi yang tidak sesuai, beberapa Chlorophyceae,
hydroxylase gene (CrtR-b) dan β-karoten ketolase (CtrW, BKT) (Lemione and
Schoefs, 2010 dalam Takaichi, 2011). Enzim yang berpengaruh dalam biosintesis
hydroxylase (CH) (Cunningham and Gantt, 1998 dalam Steinbrenner and Linden,
21
(PSY).
Wveatherly, 1962 dalam Servaites and Geiger, 1974). Cahaya dapat menyebakan
meningkatkan ATP yang dihasilkan pada fotosintesis (Plaut and Reinhold, 1969
dalam Servaites and Geiger, 1974). Naiknya ATP akan memicuh semakin
dalam sel alga. Peri et al. (2009) menyatakan bahwa intensitas cahaya memiliki
sebaliknya.
mengkultur Chlorella sp. yang diberi perlakuan dengan intensitas cahaya yang
sebelum proses kultur. Chlorella sp. dibudidayakan pada medium Walne cair dan
22
Diperoleh dengan
Bermanfaat Karotenoid Sintetis
bagi Kesehatan
Alami
Antioksidan
Sumber
Antikanker karotenogenesis
Dunaliela Chlorella
Kultur Chlorella
Intensitas Cahaya
Meningkatkan
Meningkatkan level
kecepatan fotosintesis
mRNA carotenoid
hydroxylase (CH) dan
ATP phytoene synthase (PSY).
23
3.2 Hipotesis
IV METODOLOGI
Alat-alat yang digunakan antara lain: tabung kaca, selang aerator, aerator,
Erlenmeyer, gelas ukur, neraca digital dengan ketelitian 0,1 gram, pipet,
counter, kabel, cover glass, terminal listrik, steker listrik, gunting, tabung reaksi
dan sentrifus.
Chlorella berasal dari koleksi Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau
(BBPBAP) Jepara, medium Walne, air laut, steryofoam, benang, lakban, plastik
25
perlakuan pencahayaan (500, 3.700, 7.400 dan 11.700 lux) dan 5 ulangan
berikut:
A A2 A4 A1 A3 A5
(500 lux)
B B3 B5 B2 B4 B1
(3.700 lux)
C C4 C1 C3 C5 C2
(7.400 lux)
D D2 D1 D4 D5 D3
(11.700 lux)
26
A B C D
Analisa Data
A. Persiapan
Medium kultur yang digunakan adalah medium Walne yang diperoleh dari
satuan percobaan sehingga dibutuhkan 20 tabung kaca. Setiap tabung kaca diisi
500 ml medium cair (0,5 ml Walne solution dan 499,5 ml air laut steril).
diatur pada ruang kultur. Intensitas cahaya dipengaruhi oleh jarak lampu dengan
tabung kultur. Penentuan jarak ini dilakukan dengan bantuan lux meter. Sensor
27
lux meter dimasukkan ke dalam tabung dan jarak antara tabung dengan sumber
lampu diatur sehingga didapat intensitas yang diharapkan sesuai perlakuan. Posisi
kotak tempat kultur terbuat dari kayu, bagian atap dan alasnya terbuat dari kayu
triplek dan sisi-sisinya terbuat dari bahan steryofoam kecuali bagian pintu yang
terbuat dari plastik gelap (trash bag) supaya fleksibel untuk membuka dan
menutup.
kehidupan mikroba tidak aktif. Steril merupakan suatu syarat yang harus
diperhatikan dan dipenuhi dalam budidaya alga. Kondisi ini dapat dicapai melalui
desinfektan volatile (mudah menguap) dan non volatile, metode uap yaitu dengan
menggunakan autoclave dan metode pemanasan udara dengan oven atau mesin
kultur Chlorella sp. skala laboratorium terdiri atas sterilisasi ruang, peralatan dan
bahan penelitian.
selang aerasi, batu aerasi dan pipet. Bahan yang perlu disterilisasi yaitu medium
28
kultur ditutup rapat dan lampu tetap dinyalakan unyuk menjaga kesterilan
ruangan.
kertas, pada bagian mulut pipet ditutup dengan menggunakan kapas yang
autoclave pada suhu 121oC dengan tekanan 1 kg/cm2 selama 15 menit. Sebelum
Erlemeyer atau tabung kaca yang steril kemudian Erlemeyer atau tabung kaca
ditutup dengan menggunakan kapas dan gauze. Kapas dan gauze pada Erlemeyer
atau tabung kaca dibungkus dengan aluminium foil. Erlemeyer atau tabung kaca
yang berisi medium disetrilisasi dengan autoclave pada suhu 121oC dengan
C. Inokulasi
Chlorella sp. selanjutnya dikultur dalam wadah kultur berupa tabung kaca
800 ml. Kepadatan inokulum yang diujikan dalam penelitian ini adalah 100.000
sel/mL. Kondisi lingkungan diawal kultur diusahakan sama, yaitu pH 8,5 dan
29
N 2 V 2
V1
N1
Keterangan:
V1 = Volume bibit untuk penebaran awal (ml)
N1 = Kepadatan bibit plankton (unit/ ml)
V2 = Volume media kultur yang dikehendaki (ml)
N2 = Kepadatan bibit plankton yang dikehendaki (unit/ ml)
selnya setiap hari. Pengukuran dilaksanakan setiap pagi hari pukul 08.00 WIB.
kepadatan sel dilakukan dengan bantuan haemacytometer dan hand counter serta
selama 6 hari.
dihitung mulai dari sisi kiri kotak ke arah kanan kotak dan menghitung sel yang
berada di dalam garis atau yang mendekati garis batas bagian dalam kotak. Kedua,
Block”.
30
Keterangan :
nA, nB, nC, nD: jumlah sel fitoplankton pada blok A, B, C, D dan E
5 : jumlah blok yang dihitung
-6
4 x 10 : luas kotak kecil (A, B, C, D atau E)
sp. disentrifus pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Hasil supernatan
sentrifus dibuang dan pellet Chlorella sp. yang berada di dasar tube diekstraksi
dengan 5 ml metanol dan 5 ml dietil eter. Karotenoid pada fraksi metanol dengan
bantuan larutan NaCl ditambahkan ke dalam dietil eter. Gabungan fraksi eter
selama 12 sampai 16 jam pada suhu ruang. Kelebihan basa pada filtrat
31
4.3.3 Parameter
Parameter pendukung penelitian ini adalah kepadatan sel alga dan kualitas
Data hasil percobaan dapat dianalisis dengan analisis ragam atau analysis
of variance (ANOVA). Dalam analisis ragam terdapat nilai F hitung dan juga F
tabel. Nilai F hitung dibandingkan dengan F tabel sehingga dapat disimpulkan ada
yang diberikan, maka unutk menentukan perlakuan mana yang berbeda dengan
yang lain perlu dilakukan uji perbandingan berganda (Kusriningrum, 2008). Uji
5.1 Hasil
Chlorella sp. Parameter kualitas air berupa kisaran pH, suhu dan salinitas selama
pada hari keenam yang dikultur dengan intensitas cahaya berbeda disajikan pada
Tabel 5.1.
Keterangan : Superskrip berbeda dalam satu kolom menunjukkan ada perbedaan yang nyata
(p<0,05).
33
kepercayaan 0,05. Hal ini untuk menentukan perlakuan mana yang berbeda
Keterangan :
Perlakuan A : Intensitas 500 Lux Perlakuan C : Intensitas 7400 Lux
Perlakuan B : Intensitas 3700 Lux Perlakuan D : Intensitas 11700 Lux
34
yang berbeda nyata terhadap kapadatan populasi Chlorella sp. (p<0,05). Analisis
0,05. Hal ini untuk menentukan perlakuan mana yang berbeda dengan yang lain.
Hasil kepadatan populasi Chlorella sp. dapat dilihat pada Tabel 5.2.
berbeda nyata dengan perlakuan D namun berbeda nyata dengan perlakuan B dan
namun berbeda nyata dengan perlakuan A dan D. Perlakuan D tidak berbeda nyata
35
Keterangan : Superskrip berbeda dalam satu kolom menunjukkan ada perbedaan yang nyata
(p<0,05).
Perlakuan A : Intensitas 500 Lux
Perlakuan B : Intensitas 3700 Lux
Perlakuan C : Intensitas 7400 Lux
Perlakuan D : Intensitas 11700 Lux
yang terjadi pada hari kelima. Puncak populasi terendah terdapat pada perlakuan
36
populasi Chlorella sp. terdapat pada Gambar 5.3. Hasil analisis menunjukan
Pengukuran kualitas air (suhu, pH dan salinitas) dilakukan setiap hari selama
masa pemeliharaan. Kisaran nilai kualitas air secara umum selama masa
37
pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 5.3. Kisaran nilai kualitas air yang lebih
detail (kisaran suhu per hari, kisaran salinitas per hari dan kisaran pH per hari)
5.2 Pembahasan
terendah yaitu perlakuan A. Urutan rata-rata kepadatan populasi Chlorella sp. dari
terendah yaitu perlakuan A. Ini menunjukan ada hubungan yang relevan antara
(R2=0,8327).
37
yang berbeda nyata terhadap kandungan karotenoid Chlorella sp. (p<0,05). Ini
sp. Semakin tinggi intensitas cahaya maka kandungan karotenoid yang dihasilkan
akan semakin tinggi. Hal ini karena pada kondisi intensitas cahaya tinggi, enzim
dan phytoene synthase (PSY) maka phytoene yang merupakan penyusun karoten
kemudian gen psy-1 yang akan menyandi enzim phytoen synthase. Adanya enzim
Menurut Bramley (2002) dalam Kurniawan (2010) peran cahaya tersebut adalah
Wveatherly, 1962 dalam Servaites and Geiger, 1974). Cahaya dapat menyebakan
meningkatkan ATP yang dihasilkan pada fotosintesis (Plaut and Reinhold, 1969
39
dalam Servaites and Geiger, 1974). Naiknya ATP akan memicuh semakin
dalam sel alga. Peri et al. (2009) menyatakan bahwa intensitas cahaya memiliki
sebaliknya.
cahaya semakin tinggi pula kandungan karotenoid yang didapatkan kecuali pada
(11.700 lux) terlihat bahwa kandungan karotenoid perlakuan A lebih rendah dari
oksidasi karotenoid dapat berjalan lebih cepat pada suhu yang relatif tinggi.
temperatur maka akan terjadi peningkatan laju reaksi menyebabkan total karoten
yang dihasilkan juga semakin besar. Setelah mencapai titik tertentu peningkatan
temperatur justru akan merusak pigmen itu sendiri dan akan menurunkan total
karoten.
40
dibandingkan dengan perlakuan yang lain sehingga Chlorella sp. pada perlakuan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap kepadatan populasi Chlorella sp. (p<0,05).
sp.
Hal ini karena intensitas cahaya merupakan faktor yang sangat penting
(Choochote et al., 2012), terlihat bahwa intensitas cahaya 5000 lux menghasilkan
kepadatan tertinggi (3,88x 108 sel/ml) dibandingkan perlakuan 4000 lux dan 3000
lux. Sel yang tumbuh di bawah kondisi intensitas cahaya tinggi mampu
menurut Hu et al. (1998) dalam Choochote et al. (2012) yang menyatakan bahwa
41
namun memiliki kepadatan yang lebih rendah dari perlakuan C dan B. Hal ini
karena intensitas cahaya berpengaruh pada suhu dan salinitas sehingga perlakuan
mampu tumbuh pada salinitas nol sampai dengan 35 ppt. Chlorella sp. masih
dapat bertahan hidup pada suhu 40oC. Pengaruh intensitas cahaya seperti yang
menghasilkan kepadatan yang tinggi, terbukti dalam penelitian ini. Terlihat bahwa
menimbulkan panas. Intesitas cahaya merupakan jumlah flux per unit area.
Menurut Ryer (1998), flux adalah ukuran rata-rata aliran energi (energi photon).
menyebakan besarnya flux per unit area juga berbeda. Hal ini yang
Goldman and Carpenter (1974) menyatakan bahwa efek cahaya dan suhu pada
42
(1968) and Middlebooks and Porcella (1971) dalam Goldman and Carpenter
Suhu yang tinggi dapat mempengaruhi metabolisme sel. Ini berefek pada
Salah satu sifat enzim yaitu sangat peka terhadap faktor-faktor yang menyebabkan
denaturasi protein misalnya suhu. Enzim bekerja maksimum pada suhu 40oC
sejalan dengan peningkatan suhu hingga pada titik tertentu, setelah melalui batas
toleransi, suhu yang terus naik akan menyebabkan reaksi enzim menurun dan
bahkan mampu merusak enzim. Jika enzim rusak maka metabolisme terganggu,
43
Kisaran kualitas air terutama suhu dan salinitas berada dalam kondisi
beberapa spesies menunjukkan respon yang berbeda terhadap suhu. Foy et al.
Reynolds (1988), kajian ini untuk menekankan bahwa hasil rata-rata pertumbuhan
dan nutrisi lain serta penyusunan material sel baru, tergantung pada temperatur,
khususnya ketika proses perakitan organel. Pada proses ini fotosintesis sangat
suhu air, suhu ruangan, salinitas dan pH (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Hasil
44
pengukuran suhu air selama penelitian berkisar antara 29-40oC. Tingginya suhu
disebabkan oleh intensitas cahaya yang tinggi pada perlakuan C (7.400 lux) dan D
(11.700 lux). Salinitas pada media pemeliharaan Chlorella sp. berkisar antara 22-
permukaan dan air kedalaman. Salinitas air dapat mencapai maksimum jika
Oxtoby et al. (2001) menyatakan bahwa setiap larutan memiliki titik jenuh, begitu
pula kadar garam. Titik tercapainya keadaan jenuh larutan sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor lingkungan, seperti suhu, tekanan dan kontaminasi. Secara umum
suhu semakin naik sebagai akibat dari intensitas cahaya yang tinggi. Secara
sederhana ada dua hal penting yang berpengaruh terhadap salinitas yaitu evaporasi
dan presipitasi (Pinnet, 1992 dalam Huboyo dan Zaman, 2007). Evaporasi akan
Nilai pH pada media pemeliharaan Chlorella sp. selama penelitian adalah 7-9.
45
VI KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Gupta, S.K., A.K. Jha, A.K Pal and G. Venkateshwarlu. 2007. Use of Natural
Karotenoids for Pigmentation in Fishes. Natural Product Radiance,
Vol.6(1). pp. 46-49.
Harrison, P. J. and J. A. Berges. 2004. Marine Culture Media. Academic Press. pp.
21-22.
48
Huboyo, H. S. dan B. Zaman. 2007. Analisis Sebaran Temperatur dan Salinitas Air
Limbah PLTU-PLTGU Berdasarkan Sistem Pemetaan Spasial (Studi
Kasus: PLTU-PLTGU Tambak Lorok Semarang). Jurnal PRESIPITASI.
Vol. 3 No.2. Semarang. hal. 44.
Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta. hal. 34-85.
Merizawati. 2008. Analisis Sinar Merah, Hijau, dan Biru (RGB) untuk Mengukur
Kelimpahan Fitoplankton (Chlorella sp.). Skripsi Program Studi Ilmu dan
Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor. 87 hal.
Oxtoby, D.W, H.P. Gilis, dan N.H Nachtrieb. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia
Modern. Edisi ke-4. Jilid 1. Diterjemahkan oleh S.S. Achmadi. Erlangga.
Jakarta. hal 346-347.
Peri, P. L., G. M. Pastur and M. V. Lencinas. 2009. Light Intensities and Water
Status of Two Main Nothofagus Species of Southern Patagonian Forest,
Argentina. Journal of Forest Science, 55, 2009 (3). Santa Croz. Argentina.
P.105, 107.
49
Rostini, I. 2007. Kultur Fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) Pada
Skala Laboratorium. Universitas Padjadjaran Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Jatinangor. 10 hal.
Shah, M. M. R., M. J. Alam and M. Y. Mia. 2003. Chlorella sp.: Isolation, Pure
Culture and Small Scale Culture in Brackish-water. Bangladesh J.Sci. Ind.
Res. Khulna. Bangladesh. 38 (3-4). pp. 165-166.
50
PERLAKUAN
ULANGAN A B C D
1 0,19504 0,27600 0,33856 0,24288
2 0,22448 0,19872 0,29072 0,20976
3 0,19504 0,23920 0,20976 0,21344
4 0,21712 0,27600 0,36432 0,23920
5 0,20608 0,28704 0,28704 0,19500
Keterangan:
Perlakuan A : 500 Lux
Perlakuan B : 3.400 Lux
Perlakuan C : 7.400 Lux
Perlakuan D : 11.700 Lux
52
Unit
Percobaan HARI 1 HARI 2 HARI 3 HARI 4 HARI 5 HARI 6
A1 0,50 0,30 0,90 0,20 0,05 0,05
A2 0,90 0,60 0,70 0,20 0,05 0,05
A3 0,35 0,45 0,50 0,10 0,10 0,10
A4 0,65 0,55 0,70 0,35 0,60 0,60
A5 1,05 0,40 0,55 0,70 0,25 0,25
B1 0,75 2,70 6,60 6,60 8,25 8,30
B2 0,45 3,45 2,25 1,15 4,95 4,50
B3 0,30 5,45 8,60 10,70 15,30 14,45
B4 0,65 5,15 4,40 1,15 6,45 5,80
B5 0,80 4,50 5,96 1,45 11,35 10,60
C1 0,85 6,20 3,20 5,20 3,15 1,85
C2 0,55 3,45 2,95 5,45 6,80 4,70
C3 0,30 1,60 6,25 8,20 7,25 5,40
C4 0,80 6,35 8,90 20,10 24,35 15,85
C5 0,55 2,00 10,35 5,45 31,55 17,40
D1 0,25 0,30 0,55 0,40 1,55 1,55
D2 0,35 0,55 0,50 1,15 1,60 1,60
D3 0,40 0,75 0,55 0,75 0,80 0,80
D4 0,70 0,90 0,50 0,60 1,50 1,50
D5 0,40 0,30 0,40 0,10 0,05 0,05
Keterangan:
Perlakuan A : 500 Lux
Perlakuan B : 3.400 Lux
Perlakuan C : 7.400 Lux
Perlakuan D : 11.700 Lux
Satuan : sel/ ml
53
Lampiran 3. Kisaran suhu per hari, kisaran salinitas per hari dan kisaran
pH per hari
54
Oneway
Descriptives
KAROTENOID
95% Confidence Interval
for Mean
Std. Std. Lower Upper Minimu Maximu
N Mean Deviation Error Bound Bound m m
A .207552 .005888
5 .013165968 .19120429 .22389971 .195040 .224480
00 000
B .255392 .016316
5 .036485859 .21008882 .30069518 .198720 .287040
00 972
C .298080 .026460
5 .059166802 .22461471 .37154529 .209760 .364320
00 198
D .220056 .009124
5 .020402267 .19472324 .24538876 .195000 .242880
00 171
Total .245270 .011054
20 .049436198 .22213315 .26840685 .195000 .364320
00 270
KAROTENOID
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
2.537 3 16 .093
ANOVA
KAROTENOID
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups .025 3 .008 6.087 .006
Within Groups .022 16 .001
Total .046 19
Duncan
Subset for alpha = .05
PERLAKUAN N 1 2
A 5 .20755200
D 5 .22005600
B 5 .25539200 .25539200
C 5 .29808000
Sig. .068 .085
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
55
Summarize
Case Processing Summary(a)
Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
KAROTENOID *
PERLAKUAN 20 100.0% 0 .0% 20 100.0%
a Limited to first 100 cases.
Case Summaries(a)
KAROTENOID
PERLAKUAN A 1 .195040
2 .224480
3 .195040
4 .217120
5 .206080
Total N 5
Mean .20755200
Std. Deviation .013165968
Minimum .195040
Maximum .224480
B 1 .276000
2 .198720
3 .239200
4 .276000
5 .287040
Total N 5
Mean .25539200
Std. Deviation .036485859
Minimum .198720
Maximum .287040
C 1 .338560
2 .290720
3 .209760
4 .364320
5 .287040
Total N 5
Mean .29808000
Std. Deviation .059166802
Minimum .209760
Maximum .364320
56
D 1 .242880
2 .209760
3 .213440
4 .239200
5 .195000
Total N 5
Mean .22005600
Std. Deviation .020402267
Minimum .195000
Maximum .242880
Total N 20
Mean .24527000
Std. Deviation .049436198
Minimum .195000
Maximum .364320
a Limited to first 100 cases.
57
Oneway
Descriptives
ANOVA
Duncan
Subset for alpha = .05
PERLAKUAN N 1 2
A 6 .3400
D 6 .6067
B 6 5.5067
C 6 8.0417
Sig. .887 .186
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
58
Summarize
Case Processing Summary(a)
Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
PERLAKUAN *
KEPADATANPOP 24 100.0% 0 .0% 24 100.0%
ULASIChlorella
a Limited to first 100 cases.
Case Summaries(a)
PERLAKUAN
KEPADATAN .09 1 A
POPULASI Total N 1
Chlorella
Mean 1.0000
Minimum A
Maximum A
Std. Deviation .
Variance .
.21 1 A
Total N 1
Mean 1.0000
Minimum A
Maximum A
Std. Deviation .
Variance .
.30 1 A
Total N 1
Mean 1.0000
Minimum A
Maximum A
Std. Deviation .
Variance .
.31 1 A
Total N 1
Mean 1.0000
Minimum A
Maximum A
Std. Deviation .
Variance .
59
.42 1 D
Total N 1
Mean 4.0000
Minimum D
Maximum D
Std. Deviation .
Variance .
.46 1 A
2 D
Total N 2
Mean 2.5000
Minimum A
Maximum D
Std. Deviation 2.12132
Variance 4.500
.50 1 D
Total N 1
Mean 4.0000
Minimum D
Maximum D
Std. Deviation .
Variance .
.56 1 D
Total N 1
Mean 4.0000
Minimum D
Maximum D
Std. Deviation .
Variance .
.59 1 B
Total N 1
Mean 2.0000
Minimum B
Maximum B
Std. Deviation .
Variance .
.60 1 D
Total N 1
Mean 4.0000
Minimum D
Maximum D
Std. Deviation .
Variance .
60
.61 1 C
Total N 1
Mean 3.0000
Minimum C
Maximum C
Std. Deviation .
Variance .
.67 1 A
Total N 1
Mean 1.0000
Minimum A
Maximum A
Std. Deviation .
Variance .
1.10 1 D
Total N 1
Mean 4.0000
Minimum D
Maximum D
Std. Deviation .
Variance .
3.86 1 C
Total N 1
Mean 3.0000
Minimum C
Maximum C
Std. Deviation .
Variance .
4.21 1 B
Total N 1
Mean 2.0000
Minimum B
Maximum B
Std. Deviation .
Variance .
4.25 1 B
Total N 1
Mean 2.0000
Minimum B
Maximum B
Std. Deviation .
Variance .
61
6.00 1 B
Total N 1
Mean 2.0000
Minimum B
Maximum B
Std. Deviation .
Variance .
6.33 1 C
Total N 1
Mean 3.0000
Minimum C
Maximum C
Std. Deviation .
Variance .
8.73 1 B
Total N 1
Mean 2.0000
Minimum B
Maximum B
Std. Deviation .
Variance .
9.04 1 C
Total N 1
Mean 3.0000
Minimum C
Maximum C
Std. Deviation .
Variance .
9.26 1 B
Total N 1
Mean 2.0000
Minimum B
Maximum B
Std. Deviation .
Variance .
13.79 1 C
Total N 1
Mean 3.0000
Minimum C
Maximum C
Std. Deviation .
Variance .
62
14.62 1 C
Total N 1
Mean 3.0000
Minimum C
Maximum C
Std. Deviation .
Variance .
Total N 24
Mean 2.5000
Minimum A
Maximum D
Std. Deviation 1.14208
Variance 1.304
a Limited to first 100 cases.
63
a b c d
e f g
h i j k
l m n o
Ket:
a.Proses Autoclave h.Kultur C
b. Setting intensitas cahaya i. Kultur D
c.Mempersiapkan kuvet j. Kultur B
d.Mengamati dengan Mikroskop k. Kultur A
e. Mengoperasikan Spektrofotometer l. Ruang kultur 1
f.Membaca serapan spektrofotometer m. Ruang kultur 2
g.tampilan Chlorella sp. di n. Proses ekstraksi
mikroskop o.Tabung reaksi dan sampel