Anda di halaman 1dari 81

EKSPLORASI PIGMEN KLOROFIL DAN KAROTENOID

MIKROALGA LAUT SERTA KETERKAITANNYA


DENGAN KARAKTERISTIK LINGKUNGAN
DI PERAIRAN SELAT BALI

ANNA FAUZIAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Eksplorasi Pigmen


Klorofil dan Karotenoid Mikroalga Laut Serta Keterkaitannya Dengan
Karakteristik Lingkungan di Perairan Selat Bali adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2019

Anna Fauziah
NIM C561150061
RINGKASAN

ANNA FAUZIAH Eksplorasi Pigmen Klorofil dan Karotenoid Mikroalga Laut


Serta Keterkaitannya Dengan Karakteristik Lingkungan di Perairan Selat Bali.
Dibimbing oleh DIETRIECH GEOFFREY BENGEN, MUJIZAT KAWAROE,
HEFNI EFFENDI dan MAJARIANA KRISANTI.

Distribusi mikroalga secara ekologi sangat dipengaruhi oleh karakteristik


lingkungan perairan. Mikroalga diketahui memiliki pigmen fotosintetik yang
berfungsi dalam menangkap dan memanfaatkan energi matahari dan CO2 untuk
keperluan fotosintesis. Mikroalga memiliki pigmen fotosintetik yang berbeda
dalam melakukan penyerapan cahaya dan photoprotective pigmen di laut,
diantaranya adalah Klorofil dan karotenoid yang pada umumnya digunakan
sebagai biomarker kuantitatif untuk mengetahui komposisi dan biomassa
fitoplankton laut. Klorofil dan karotenoid dapat diaplikasikan sebagai pewarna
alami makanan dan digunakan dalam terapi pengobatan penyakit kanker,
photodynamic therapy, bahan tambahan pada kosmetik, obat-obatan dan agen
antikanker, serta antioksidan.
Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi pigmen klorofil dan karotenoid
mikroalga laut serta keterkaitannya dengan karakteristik lingkungan di perairan
Selat Bali.
Analisis komponen utama (PCA) dan hasil analisis koresponden (CA)
menunjukkan bahwa secara spasio-temporal faktor penciri amoniak, dan
kandungan klorofil-a, klorofil-b serta karotenoid terkait dengan spesies
Chaetoceros gracilis, dan Tripos lunula yang berada di Teluk Pang-Pang pada pagi,
siang dan sore hari.
Hasil uji homogenitas varian menunjukkan bahwa parameter secara spasial
salinitas, amoniak, nitrat dan klorofil-a berbeda nyata antar stasiun (P<0.05),
sedangkan klorofil-b dan karotenoid berbeda nyata antar waktu pagi, siang dan
sore.
Keterkaitan antara ketersediaan cahaya matahari dan kandungan pigmen di
Perairan Selat Bali menunjukkan bahwa intensitas cahaya matahari berpengaruh
secara nyata terhadap pembentukan pigmen karotenoid dengan nilai korelasi
kanonik (0.742) dan pigmen klorofil-b (0.451). Korelasi negatif menunjukkan
bahwa pembentukan pigmen karotenoid dan klorofil-b akan terbentuk secara
optimal pada intensitas cahaya rendah.
Sebaran pigmen karotenoid di Perairan Selat Bali secara temporal baik pada
waktu pagi, siang dan sore hari berbeda secara nyata, dimana pembentukan pigmen
karotenoid perairan secara optimal terjadi pada sore hari. Kandungan pigmen
perairan turunan karotenoid (β-karoten, lutein, dan astaxanthin) memiliki nilai
tinggi sore hari, di Stasiun 4 dan Stasiun 5 yang dicirikan oleh intensitas cahaya
rendah. Rasio tertinggi turunan karotenoid yang didapatkan adalah lutein.

Kata kunci : karotenoid, klorofil, mikroalga, pigmen, Selat Bali


SUMMARY

ANNA FAUZIAH Exploration of Chlorophyll and Carotenoid Pigments of Marine


Microalgae and Their Relation With Environmental Characteristics in Bali Strait
Waters Supervised by DIETRIECH GEOFFREY BENGEN, MUJIZAT
KAWAROE, HEFNI EFFENDI and MAJARIANA KRISANTI.

Microalgae distribution is ecologically influenced by the environmental


characteristics. Microalgae are known to have photosynthetic pigments that
function in capturing and utilizing solar energy and CO2 for photosynthesis.
Microalgae have different photosynthetic pigments in conducting light absorption
and photoprotective pigments in the sea, including chlorophyll and carotenoids
which are generally used as quantitative biomarkers to determine the composition
and biomass of marine fitoplankton. Chlorophyll and carotenoid can be applied as
natural food coloring and used in therapeutic treatment for cancer, photodynamic
therapy, additives in cosmetics and drugs, anticancer agents, and antioxidants.
This study aims to explore chlorophyll pigments and carotenoids of marine
microalgae and their relevance to environmental characteristics in the waters of the
Bali Strait. The results of principal component analysis (PCA) and correspondence
analysis (CA) shows that the ammonia characterization factor, the chlorophyll a,
chlorophyll b and carotenoid content were closely related to the species of
Chaetoceros gracilis and Tripos lunula at Pang-pang Bay temporally in the
morning, midday and afternoon.
The homogeneity of variances test results showed that salinity, ammonia,
nitrate and chlorophyll-a had significantly different values between stations (P
<0.05), whereas temporally shows that chlorophyll-b and carotenoid had
significantly different values influenced by the time, both in the morning, midday
and afternoon.
The relationship between the availability of sunlight and pigment content in
Bali Strait Waters shows that the character of sunlight intensity has significantly
influence the formation of carotenoid pigments with canonical correlation values
(0.742) and chlorophyll-b pigments (0.451). A negative correlation indicates that
the formation of carotenoid pigments and chlorophyll-b will form optimally at low
light intensities.
The distribution of carotenoid pigments in the Bali Strait Waters temporally
in the morning, midday and afternoon were significantly different. The formation
of carotenoid pigments in the waters optimally occured in the afternoon.The
pigment content of carotenoid derivatives (β-carotene, lutein, and astaxanthin) has
high values in the afternoon at Station 4 and Station 5 which were characterized by
low light intensity. The highest ratio of carotenoid derivatives obtained is lutein.

Keywords: Bali Strait, carotenoids, chlorophyll, microalgae.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2019
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EKSPLORASI PIGMEN KLOROFIL DAN KAROTENOID
MIKROALGA LAUT SERTA KETERKAITANNYA
DENGAN KARAKTERISTIK LINGKUNGAN
DI PERAIRAN SELAT BALI

ANNA FAUZIAH

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup: 1. Prof Dr Ir Dedi Soedharma, DEA
2. Dr Ir Iman Rusmana, MSi

Penguji Luar Komisi pada Sidang Promosi: 1. Dr Ir Iman Rusmana, MSi


2. Prof Dr Ir Dedi Soedharma, DEA
Judul Desertasi : Eksplorasi Pigmen Klorofil dan Karotenoid Mikroalga Laut
Serta Keterkaitannya Dengan Karakteristik Lingkungan di
Perairan Selat Bali.
Nama : Anna Fauziah
NIM : C561150061

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Dietriech G Bengen, DEA Dr Ir Mujizat Kawaroe, MSi


Ketua Anggota

Dr Ir Hefni Effendi, MPhil Dr Majariana Krisanti, SPi, MSi


Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


Ilmu Kelautan

Dr Ir Neviaty P Zamani, MSc Prof Dr Ir Anas Miftah Fauzi, MEng

Tertutup:: 25
Tanggal Ujian Tertutup 25 Januari
Januari 2019 Tanggal Lulus :
2019
Tanggal Sidang Promosi : 08 Februari 2019
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang
berjudul Eksplorasi Pigmen Klorofil dan Karotenoid Mikroalga Laut Serta
Keterkaitannya Dengan Karakteristik Lingkungan di Perairan Selat Bali disusun
dalam rangka pembuatan Disertasi pada Program Studi Ilmu Kelautan, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian penelitian dan penulisan disertasi
ini tidak akan berjalan baik tanpa dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi tingginya kepada :
1. Prof Dr Ir Dietriech G Bengen, DEA (Ketua Komisi Pembimbing), Dr Ir Mujizat
Kawaroe, MSi (Anggota Komisi Pembimbing), Dr Ir Hefni Effendi, MPhil
(Anggota Komisi Pembimbing) dan Dr Majariana Krisanti, SPi, MSi (Anggota
Komisi Pembimbing) yang telah mencurahkan ilmu, waktu, kesabaran,
semangat, bimbingan, arahan, saran, dan masukan, serta koreksi yang sangat
berarti bagi penulis.
2. Prof Dr Ir Dedi Soedharma, DEA dan Dr Ir Iman Rusmana, MSi yang telah
berkenan menjadi Dosen Penguji Luar Komisi pada Ujian Kualifikasi Lisan,
Ujian Tertutup dan Ujian Terbuka, atas saran, arahan, motivasi dan semangat
yang telah diberikan kepada penulis.
3. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan (FPIK) IPB, Ketua Program Studi Ilmu Kelautan serta semua staf
pengajar dan tenaga kependidikan atas berkenannya menerima saya sebagai
mahasiswa IPB mendapatkan pelayanan, fasilitas dan akses pendidikan,
pengajaran dan kegiatan penelitian dengan baik.
4. Kepala Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan, Badan Riset dan SDM
Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia, yang telah memberikan Beasiswa S3 di Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor dan bantuan biaya penelitian Disertasi kepada Penulis.
5. Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo yang telah memberikan
kesempatan dan menugaskan penulis untuk menyelesaikan pendidikan S3 di
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
6. Suami tercinta Dika Gunawan Siswantoro, SPi, MT, dan anak-anak kami
tersayang Muhammad Rifai Arif Gunawan, Khadijah Rizki Aulia Gunawan dan
Muhamad Samudera Fauzi Gunawan atas semua dukungan, semangat, motivasi,
pengorbanan, pengertian, doa dan keikhlasan kasih sayangnya.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu dan memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis.
Harapan penulis, semoga Disertasi ini memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu kelautan.

Bogor, Februari 2019

Anna Fauziah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 8
Manfaat Penelitian 8
Ruang Lingkup Penelitian 8
Kebaruan Penelitian (Novelty) 8
2 DISTRIBUSI SPASIO TEMPORAL PIGMEN KLOROFIL DAN
KAROTENOID MIKROALGA DI PERAIRAN SELAT BALI
Pendahuluan 9
Metode Penelitian 10
Prosedur Penelitian 13
Analisa Data 14
Hasil dan Pembahasan 15
Simpulan 23
3 HUBUNGAN ANTARA KETERSEDIAAN CAHAYA MATAHARI 25
DAN KONSENTRASI PIGMEN FOTOSINTETIK DI PERAIRAN
SELAT BALI
Pendahuluan 24
Metode Penelitian 25
Prosedur Penelitian 26
Analisa Data 26
Hasil dan Pembahasan 27
Simpulan 30
4 KANDUNGAN DAN KOMPOSISI TURUNAN PIGMEN KAROTENOID 32
MIKROALGA DARI PERAIRAN SELAT BALI
Pendahuluan 31
Metode Penelitian 33
Prosedur Penelitian 34
Analisa Data 35
Hasil dan Pembahasan 35
Simpulan 39
5 PEMBAHASAN UMUM 40
6 SIMPULAN DAN SARAN 44
DAFTAR PUSTAKA 45
LAMPIRAN 54
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
1 Ringkasan penelitian-penelitian tentang pigmen fitoplankton 5
2 Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran parameter 12
lingkungan
3 Alat dan bahan yang digunakan untuk pengambilan dan pengamatan 12
sampel fitoplankton
4 Alat dan bahan yang digunakan untuk ekstraksi dan pengukuran 12
pigmen
5 Nilai rerata pengukuran dan simpangan baku parameter fisika 15
kimiawi pada 5 lokasi di Perairan di Selat Bali
6 Nilai rerata pengukuran dan simpangan baku serapan 16
spektrofotometri untuk klorofil-a, klorofil-b dan karotenoid pada 5
lokasi di Perairan di Selat Bali
7 Korelasi kanonik antara kandungan amoniak dan pigmen 19
fotosintetik
8 Uji beda nyata parameter fisika-kimiawi perairan antar stasiun 20
9 Uji beda nyata parameter fisika-kimiawi perairan antar waktu 20
10 Kelimpahan Mikroalga Selat Bali 21
11 Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran parameter 25
lingkungan
12 Alat dan bahan yang digunakan untuk ekstraksi dan pengukuran 26
pigmen
13 Nilai rerata pengukuran dan simpangan baku ketersediaan cahaya 27
dan pigmen fotosintetik pada 5 lokasi di Perairan Selat Bali
14 Matriks korelasi pearson 27
15 Korelasi Kanonik antara intensitas cahaya dan pigmen fotosintetik 29
16 Nilai koefisien standar kanonik 30
17 Alat dan bahan yang digunakan untuk ekstraksi dan pengukuran 34
pigmen
18 Nilai rerata pengukuran dan simpangan baku kandungan pigmen 36
karotenoid penting perairan pada 3 lokasi di Perairan di Selat Bali
19 Hasil uji ANOVA sebaran karotenoid di Perairan Selat Bali 37
20 Nilai rasio turunan pigmen karotenoid penting perairan pada 3 lokasi 38
di Perairan Selat Bali

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pendekatan masalah 6
2 Ilustrasi Struktur klorofil-a, susunan ikatan rangkap Mg (garis putus- 10
putus), struktur klorofil-b mirip klorofil-a kecuali gugus CH3 (dalam
lingkaran titik-titik) disubstitusi dengan HC=O
3 Lokasi dan stasiun penelitian di perairan Selat Bali 11
4 Analisis komponen utama sebaran karakteristik lingkungan perairan 17
di lokasi penelitian
5 Analisis korelasi kanonik antara kandungan amoniak dan pigmen 19
fotosintetik
6 Hasil analisis koresponden (CA) kelimpahan mikroalga di Perairan 22
Selat Bali
7 Hasil analisis korelasi kanonik antara intensitas cahaya dan pigmen 29
8 Struktur kimia dari beberapa karotenoid yang diproduksi oleh alga 32
9 Hasil analisis komponen utama sebaran pigmen karotenoid perairan 37
di lokasi penelitian
10 Analisa korelasi kanonik antara intensitas cahaya dan turunan 49
pigmen karotenoid

DAFTAR LAMPIRAN
1 Dokumentasi penelitian 55
2 Analisis PCA 57
3 Analisis Koresponden (CA) 60
4 Kelimpahan Mikroalga Selat Bali 63
5 Data Parameter Fisika-Kimia di Lokasi Penelitian 64
6 Data Pigmen Perairan di Lokasi Penelitian 65
7 Data Pigmen Karotenoid dan Turunannya di Lokasi Penelitian 66
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Persaingan produk makanan di pasaran semakin meningkat. Agar produk


makanan dapat bersaing dan menjadi pilihan konsumen, produk makanan harus
memiliki rasa yang enak, warna yang menarik, nilai gizi tinggi serta ekonomis.
Pertimbangan pertimbangan tersebut menjadi dasar digunakannya zat-zat
tambahan, khususnya zat warna baik sintetis maupun alami untuk meningkatkan
kualitas produk terutama penampakannya. Pujilestari (2015) mengemukakan
bahwa kemajuan teknologi mampu menciptakan zat pewarna sintetis dengan
berbagai variasi warna. Zat pewarna sintetis memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan zat pewarna alam yaitu antara lain, mudah diperoleh di pasar,
ketersediaan warna terjamin, jenis warna beragam, lebih praktis, lebih mudah
digunakan, lebih ekonomis, dan lebih murah. Pewarna sintetis, lebih stabil, lebih
tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan, daya mewarnainya lebih kuat dan
memiliki rentang warna yang lebih luas, tidak mudah luntur dan berwarna cerah.
Perkembangan industri di bidang sandang, pangan, kosmetik dan farmasi
serta terbatasnya jumlah zat pewarna alami menyebabkan peningkatan penggunaan
zat warna sintetis. Secara perlahan penggunaan pewarna alami mulai ditinggalkan
dan digantikan dengan pewarna sintetis. Industri makanan lebih banyak
menggunakan zat warna sintetis dari pada zat warna alami karena lebih murah dan
mudah didapat (Azizahwati et al.2007). Penggunaan pewarna sintetis dapat
menimbulkan masalah kesehatan dan lingkungan. Penggunaan pewarna sintetis
seperti Rhodamin B, Methanyl Yellow, dan Amaranth pada makanan dan minuman,
sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat memicu terjadinya kanker serta
kerusakan ginjal dan hati (Pramastuty et al. 2017).
Semakin berkembangnya zaman, kesadaran masyarakat akan kesehatan yang
semakin meningkat membuat permintaan akan pewarna makanan alami semakin
tinggi. Pewarna alami merupakan alternatif pewarna yang tidak toksik, dapat
diperbaharui (renewable), mudah terdegradasi dan ramah lingkungan (Gaddam
2014). Penggunaan zat warna sintetis yang boleh digunakan semakin berkurang
karena banyak yang menimbulkan alergi dan berbahaya bagi kesehatan manusia.
Senyawa karoten dapat digunakan sebagai pewarna makanan alami yang
sudah diproduksi dalam berbagai industri pangan, pro-vitamin A, bahan tambahan
pada kosmetik dan obat-obatan, agen antikanker, serta antioksidan (Heydarizadeh
et al. 2013). Kusbandari dan Susanti (2017) mengemukakan bahwa antioksidan
menangkap radikal bebas tubuh dan menjaga sistem kardiovaskuler dan melindungi
usus besar dari kanker. Antioksidan dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit
kronis seperti kanker dan jantung koroner (Amrun et al. 2007). Konsumsi β-karoten
sebanyak 50 mg tiap hari dalam menu makanan dapat mengurangi risiko terkena
penyakit jantung. Berdasarkan angka kecukupan gizi nasional yang dikemukakan
oleh Wirakusumah (2004) wanita berusia 50 tahun dianjurkan mendapatkan asupan
β-karoten sebanyak 600-700 RE (Retinol Equivalent) per hari, sehingga semakin
berkembangnya zaman, kesadaran masyarakat akan kesehatan yang semakin
meningkat membuat permintaan akan karotenoid semakin tinggi. Mengkonsumsi
β-karoten jauh lebih aman daripada mengkonsumsi vitamin A yang dibuat secara
2

sintesis dan difortifikasi ke dalam makanan. Tubuh akan mengkonversi β-karoten


menjadi vitamin A dalam jumlah secukupnya saja, selebihnya akan tetap tersimpan
sebagai β-karoten. Sifat inilah yang menyebabkan β-karoten berperan sebagai
sumber vitamin A yang aman (Kumalaningsih 2006).
Karotenoid merupakan zat warna (pigmen) berwarna kuning, merah dan
oranye yang secara alami terdapat dalam tumbuhan dan hewan, seperti dalam
wortel, tomat, jeruk, labu kuning, buah pepaya, kulit pisang, cabai merah, mangga,
ubi jalar, dan pada beberapa bunga yang berwarna kuning dan merah serta algae,
lobster, dan lain-lain (Rao dan Rao 2007). Karotenoid merupakan senyawa yang
tidak larut dalam air dan sedikit larut dalam minyak atau lemak. Senyawa ini baik
untuk mewarnai makanan, margarin, keju, pudding, es krim dan mie dengan level
pemakaian 1 sampai 10 ppm. Zat warna ini juga baik untuk mewarnai sari buah dan
minuman ringan (10 sampai 50 gr untuk 1000 liter). Dibandingkan dengan zat
warna sintetis, karotenoid mempunyai kelebihan yaitu memiliki aktivitas vitamin
A, tetapi produksi pewarna alami dari karotenoid ini terkendala karena faktor
kualitas warna yang tidak seragam, lama waktu panen tumbuhan dan hewan, serta
harga kadang kadang masih menjadi pertimbangan pengusaha karena harganya
relatif lebih mahal daripada zat warna sintetis.
Hingga saat ini konsentrat karotenoid masih merupakan produk impor, dan
umumnya karotenoid yang digunakan merupakan senyawa sintetik. Karotenoid
sintetis harganya masih mahal yaitu berkisar antara Rp2.500.000.00 hingga
Rp4.000.000.00 per kilogramnya (Swian et al. 2014). Demikian pula kapsul
vitamin A yang tersedia saat ini umumnya diolah dari minyak ikan dan masih
merupakan produk impor (Elisabeth et al. 2003), sehingga pengembangan
mikroalga laut sebagai sumber karotenoid sangat diperlukan.
Mikroalga laut, terutama kelas Rhodophyta dan Chlorophyta, merupakan
sumber penghasil klorofil dan senyawa karoten yang baik (Nonomura 1987).
Mikroalga memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan tumbuhan lainnya
yang dapat menghasilkan klorofil dan senyawa karoten. Pertama, mikroalga dapat
dibudidaya yang tidak memerlukan lahan yang banyak dibandingkan dengan
tumbuhan lainnya. Kedua, pertumbuhan mikroalga sangat singkat, hanya sekitar 7
hari (Kawaroe 2015). Ketiga, ukuran alga yang sangat kecil (renik) dan terlarut
dalam air laut membuat luas permukaan tubuhnya besar dan sangat efisien untuk
menangkap cahaya matahari, sehingga efisiensi fotosintesisnya sangat besar.
Not et al. (2012) mengemukakan bahwa mikroalga merupakan organisme
mikroskopik yang mampu bergerak secara pasif bersifat planktonis biasa disebut
fitoplankton, merupakan organisme bersifat autotrof atau mampu menghasilkan
bahan organik dari bahan anorganik melalui proses fotosintesis dengan menyerap
energi dari cahaya matahari, sehingga mikroalga memiliki peranan sebagai
produsen primer pada ekosistem perairan (Feris dan Chistian 1991; Thornton 2012).
Mikroalga memiliki peranan penting dalam ekosistem perairan sebagai produsen
tingkat pertama sumber makanan bernutrisi tinggi, mengandung komposisi kimia
yang potensial, terdiri dari protein, karbohidrat, pigmen (klorofil dan karotenoid),
asam amino, lipid dan hidrokarbon (Ask et al. 2016; Benavente-Valdés et al. 2016).
Fitoplankton mempunyai peran sangat penting dalam suatu perairan, selain berada
pada dasar rantai makanan sedangkan zooplankton merupakan herbivor
pemangsanya (Chapman 2013). Ketersediaan mikroalga sebagai sumber makanan
3

di suatu perairan memungkinkan adanya interaksi pemangsaan mikroalga sebagai


fitoplankton, zooplankton dan ikan pelagis kecil (Dobberfuhl dan Elser 1999).
Pertumbuhan mikroalga sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan,
diantaranya unsur hara dalam media kultur serta kualitas air seperti salinitas, pH,
suhu, intensitas cahaya yang optimum. Keberadaan mikroalga yang melimpah di
suatu perairan mengindikasikan tingkat kesuburan perairan yang tinggi, ditentukan
oleh adanya interaksi, baik dengan faktor fisik maupun kimia perairan, yang
terdistribusi baik secara vertikal maupun horizontal. Faktor fisika-kimia perairan
yang penting bagi kelangsungan hidup mikroalga ialah intensitas cahaya, suhu dan
nutrien. Konsentrasi nutrien di perairan sangat dinamis dipengaruhi oleh arus,
musim, pergerakan massa air, pasang surut, menyebabkan kelimpahan fitoplankton
menjadi lebih dinamis tergantung konsentrasi nutrien perairan, oleh karena itu
kelimpahan mikroalga di perairan lebih tinggi pada daerah dekat dengan daratan
yang dipengaruhi oleh masuknya nutrisi dari daratan, terutama dibagian estuari
memiliki kandungan nutrien yang lebih tinggi bila dibandingkan daerah oseanik.
Fitoplankton merespon setiap perubahan yang terjadi di lingkungannya, terutama
perubahan nutrien perairan.
Mikroalga laut menghasilkan berbagai senyawa bioaktif yang mempuyai nilai
ekonomi yang tinggi seperti karotenoid. Fungsi penting dari karotenoid diantaranya
sebagai pembentuk pigmen jingga yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan
menambah kecerahan kualitas warna pada ikan. Klorofil dan senyawa karoten
merupakan produk pigmen alami yang memiliki banyak manfaat, selain fungsi
utamanya di alam sebagai pigmen fotosintesis. Klorofil merupakan pigmen
kehijauan yang mengandung cincin porfirin dengan elektron yang bergerak secara
bebas, berfungsi sebagai penyerap energi dari sinar matahari (Ismail dan Osman
2016). Klorofil dapat diaplikasikan sebagai pewarna alami makanan dan digunakan
dalam terapi pengobatan penyakit kanker, photodynamic therapy.
Perairan Selat Bali memiliki potensi mikroalga yang prospektif bagi berbagai
peruntukan. Secara geografis perairan Selat Bali yang menghubungkan Laut Flores
dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di selatan, terletak pada posisi 8°
18’ 00” LS dan 114° 25’00” BT. Pada bagian selatan melebar sebesar 35 km dan
bagian utara menyempit dengan lebar 2.5 km. dengan luas sekitar 2500 km2
(Himelda et al. 2011). Beberapa penelitian tentang mikroalga di perairan ini
sebelumnya telah mengindikasikan potensinya menghasilkan pigmen klorofil-a,
sebangai indikator produktivitas primer perairan yang mengundang kehadiran ikan
lemuru sebagaimana pada penelitian Priyono et al. (2009); Safitri et al. (2014).
Secara oseanografi perairan Indonesia, termasuk Selat Bali dipengaruhi oleh
siklus musim yaitu musim timur (Southeast Monsoon) dan musim barat (Northwest
Monsoon). Musim Timur terjadi pada bulan Juni – Agustus, sedangkan musim barat
terjadi pada bulan Desember – Februari. Pengaruh musim regional terlihat jelas
pada variabilitas Suhu Permukaan Laut (SPL) dan sebaran konsentrasi klorofil–a di
perairan Selat Bali. Safitri et al. (2014) mengemukakan bahwa pada bulan Mei -
Agustus, kelimpahan klorofil-a paling banyak di perairan selatan Selat Bali yang
terhubung langsung dengan Samudera Hindia. Hal ini disebabkan pada musim
timur terjadi fenomena upwelling di Samudera Hindia, sehingga pada musim timur
perairan Selat Bali memiliki tingkat kesuburan yang lebih tinggi dibandingkan pada
musim barat. Massa air hasil upwelling dari Samudera Hindia yang mengandung
unsur hara paling banyak memasuki perairan Selat Bali. Pada musim timur juga,
4

pengaruh dari angin musim timur yang berhembus mengakibatkan massa air yang
bergerak dari selatan ke utara pada Perairan Selat Bali.
Di perairan bagian tengah Perairan Selat Bali stratifikasi konsentrasi klorofil-
a berdasarkan kedalaman terlihat lebih beragam. Di perairan yang dekat dengan
Pulau Jawa terdapat konsentrasi klorofil-a maksimum dan minimum di kedalaman
20 meter, sedangkan di perairan dekat dengan Pulau Bali hanya terdapat konsentrasi
klorofil-a minimum. Konsentrasi klorofil-a maksimum dan minimum di perairan
bagian selatan tersebar luas dari perairan dekat dengan Pulau Jawa maupun perairan
dekat dengan Pulau Bali dan terdistribusi sampai kedalaman 30 meter. Perairan
bagian selatan yang mewakili Samudera Hindia sebagai pintu masuk maupun
keluar sirkulasi massa air dan percampuran massa air akan dapat mempengaruhi
produktivitas primer suatu perairan. Konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali
dipengaruhi oleh massa air yang masuk dan keluar selat, dimana massa air tersebut
berasal dari massa air permukaan, sehingga ketersediaan nutrien di kolom perairan
yang lebih dalam tidak ikut keluar mengikuti pergerakan massa air (Priyono et al.
2009).
Perairan Selat Bali juga mendapatkan pengaruh dari El Niño Southern
Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD). Kondisi ini mengakibatkan
Perairan Selat Bali juga merupakan daerah upwelling. Daerah upwelling kaya akan
sumber makanan untuk keberlangsungan fitoplankton, larva, juvenil dan ikan
dewasa (Safitri et al. 2014). Saat terjadi upwelling suhu permukaan laut mengalami
penurunan dan diikuti peningkatan konsentrasi klorofil dan nutrien di lapisan
permukaan. Nutrien di perairan seperti nitrat dan fosfat yang penting bagi
perkembangan fitoplankton meningkat tajam mengakibatkan terjadinya
peningkatan dan kelimpahan fitoplankton. Kesuburan perairan yang tinggi dan kaya
nutrisi di Perairan Selat Bali memberikan potensi melimpahnya ikan lemuru
(Sardinella lemuru). Ikan lemuru merupakan ikan plankton feeder atau ikan
pemakan plankton. Menurut Pradini at al. (2001), ikan lemuru termasuk ikan
pemakan fitoplankton terutama dari kelas Bacillariophyceae seperti Coscinodiscus
sp, Preurosigma sp, Nitzchia sp, dan dari kelas Dinophyceae seperti Peridinium sp
dan Ceratium sp.
Safitri et al. (2014) dan Priyono et al. (2009) melakukan penelitian mengenai
berbagai faktor lingkungan oseanografi, di antaranya parameter fisika, kimia dan
biologi (khusus aspek perikanan) serta produktivitas primer telah dilakukan di
Perairan Selat Bali. Namun demikian, penelitian yang dilakukan masih terbatas
pada kajian plankton sebagai respon terhadap musim dengan beberapa parameter
hidrologi dalam rangka mengoptimalkan kegiatan penangkapan ikan lemuru.
Hingga kini penelitian yang mengungkapkan tentang keanekaragaman
mikroalga potensial yang mengandung pigmen klorofil dan karotenoid yang ada di
Perairan Selat Bali masih sangat terbatas dan belum banyak dikembangkan
sebagaimana ringkasan penelitian yang dilakukan sebelumnya (Tabel 1).
Keberadaan spesies mikroalga penghasil pigmen klorofil dan karotenoid
sangat penting untuk diketahui dan dikembangkan lebih lanjut berdasarkan
parameter fisika-kimiawi lingkungan perairan guna mendapatkan pigmen murni
yang dapat diaplikasikan untuk berbagai produk pangan, kesehatan maupun
kecantikan.
5

Tabel 1 Ringkasan penelitian-penelitian tentang pigmen fitoplankton


Peneliti/tahun Materi Hasil
(Schlüter et Cahaya dan nutrisi Intensitas cahaya dan nutrisi
al. 2000) berpengaruh memberikan pengaruh penting
terhadap rasio terhadap rasio pigmen klorofil-a
klorofil-a yang digunakan untuk menentukan
biomassa kelompok fitoplankton di
estuaria.
(Ansotegui et Penggunaan Diagnosa pigmen klorofil-a dan
al. 2001) pigmen untuk karotenoid secara spesifik yang
menilai dikombinasikan dengan pengamatan
sekumpulan secara mikroskopik dapat digunakan
fitoplankton di untuk mengidentifikasi taksonomi
perairan estuaria kelompok alga di estuaria.
(Stoń et al. Komposisi pigmen Ukuran struktur fitoplankton, spesies
2002) dalam kaitannya dan komposisi pigmen, dinamika
dengan struktur perairan secara temporal sangat
fitoplankton dan penting untuk menentukan interaksi
kandungan nutrient tingkatan tropik ekosistem laut.
di Laut Baltik
(Henriksen Pengaruh Analisis pigmen dapat digunakan
2002) keterbatasan nutrisi untuk menilai monitoring komunitas
terhadap pigmen fitoplankton di perairan
fitoplankton laut
(Safitri et al. Analisa hubungan Keberadaan klorofil-a memiliki
2014) nitrat terhadap hubungan yang cukup signifikan
distribusi klorofil– dengan kandungan nitrat di Perairan
a di perairan Selat Bali. Kandungan nitrat dan
selatan Selat Bali klorofil-a memiliki nilai tinggi pada
pada musim timur perairan dekat dengan Samudera
Hindia
(Hatta 2014) Hubungan antara kandungan klorofil-a berbeda
parameter menurut kedalaman, Parameter kimia
oseanografi dengan berkontribusi relatif lebih besar
kandungan dibandingkan dengan parameter
klorofil–a, pada lainnya terutama pada lapisan
musim timur di permukaan hingga kedalaman 200
perairan utara meter.
Papua
(Effendi et al. Distribusi Kelompok Bacillariophyceae banyak
2016) fitoplankton pada ditemukan secara melimpah dan
suatu kawasan bervariasi di berbagai kondisi
perairan digunakan perairan karena memiliki kisaran
sebagai indikator hidup pada parameter lingkungan
ekologi. secara luas .
(Fauziah et Eksplorasi pigmen klorofil dan karotenoid mikroalga laut
al. 2019) serta keterkaitannya dengan karakteristik lingkungan di
penelitian ini perairan Selat Bali.
6

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pigmen klorofil dan karotenoid


mikroalga laut di perairan Selat Bali, dengan pendekatan masalah sebagaimana
disajikan pada Gambar 1.

Pendekatan Masalah Aspek Kajian Parameter Luaran


Pigmen Capaian
Keterbatasan
Produksi Pigmen Fotosintetik Pigmen
Klorofil dan Mikroalga klorofil dan
laut karotenoid
Karotenoid
mikroalga
laut
Data spasial
temporal
lingkungan yang Ditemukan
berpengaruh klorofil dan
terhadap karotenoid
distribusi pigmen mikroalga laut
mikroalga dari Perairan
Selat Bali
1.Suhu
2.Salinitas
3. DO
4. Fosfat
5. Amoniak
Keterkaitan
6. Nitrat antara faktor
7. Klorofil a lingkungan
8. Klorofil b dengan distribusi
9. Karotenoid
Kondisi pigmen klorofil
10.Astaxanthin dan karotenoid
Lingkungan 11. ß-karoten
Hidup Mikroalga mikroalga laut
12. Lutein

INPUT PROSES OUTPUT


Gambar 1 Kerangka pendekatan masalah

Perumusan Masalah

Keberadaan klorofil mengindikasikan adanya fitoplankton yang


memanfaatkan secara langsung nutrien melalui proses fotosintesis di laut, dapat
menunjukkan tingkat kesuburan perairan. Kemampuan fotosintesis tidak lepas dari
kandungan klorofil yang dimiliki oleh fitoplankton atau yang disebut mikroalga.
Salah satu jenis klorofil yang keberadaannya hampir terdapat di semua jenis
fitoplankton adalah klorofil-a yang dipengaruhi oleh karakteristik biofisik perairan
(Safitri et al. 2014) di antara karakteristik tersebut terdapat parameter utama yang
berperan terhadap pertumbuhan dan distribusi mikroalga, yaitu ketersediaan nutrien
(N dan P), penetrasi cahaya, suhu, salinitas dan DO. Paramater lingkungan ini juga
7

mempengaruhi kualitas dan kandungan pigmen mikroalga, yang berkaitan dengan


pertumbuhan selnya (Yuliana 2015).
Karakteristik oseanografi di suatu perairan sangat berpengaruh pada kondisi
yang terjadi di perairan tersebut. Parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap
fenomena yang terjadi di Selat Bali antara lain adalah batimetri, adanya proses
upwelling, keterbukaan perairan, pola arus, pasang surut, masukan dari daratan,
konsentrasi klorofil-a, dan nutrien esensial (Priyono et al. 2009). Lebih lanjut
Realino et al. (2009) mengemukakan bahwa produktivitas dan kesuburan perairan
laut di Indonesia, dipengaruhi oleh Musim Barat (Desember, Januari, Februari),
musim peralihan I (Maret, April, Mei), musim timur (Juni, Juli, Agustus) dan
musim peralihan II (September, Oktober, Nopember). Tingkat kesuburan perairan
di Selat Bali sangat tinggi berada di musim peralihan I, musim timur dan musim
peralihan II (Realino et al. 2009).
Penelitian tentang komunitas dan kandungan fitoplankton di berbagai
perairan, baik antar wilayah perairan maupun antar perairan tertentu menunjukkan
adanya keanekaragaman jumlah dan jenisnya, meskipun lokasinya relatif
berdekatan dan berasal dari massa air yang sama, namun berbagai faktor seperti
angin, arus, suhu, salinitas, zat hara, kedalaman perairan, pencampuran massa air,
sedimen dan bahan pencemar yang masuk ke dalam perairan menyebabkan adanya
perbedaan sebaran dan distribusi fitoplankton pada suatu kawasan perairan yang
digunakan sebagai indikator ekologi (Yuliana 2015; Effendi et al. 2016)
Perairan Selat Bali merupakan wilayah potensial tangkapan ikan pelagis,
khususnya Sardinella lemuru yang produksinya mencapai 90% dari total produksi
tangkapan (Sartimbul et al. 2010). Hal ini menunjukkan bahwa perairan Selat Bali
memiliki kesuburan yang tinggi, sehingga menjadi tempat yang potensial sebagai
penyedia bahan makanan (plankton) bagi ikan yang mengandung asam lemak
Omega-3 yang tinggi. Penelitian terdahulu, yang dijelaskan Pradini et al. (2001)
mengemukakan bahwa makanan utama Sardinella lemuru adalah plankton,
sedangkan Sartimbul et al. (2010) menyebutkan bahwa hasil tangkapan lemuru
sangat terkait dengan konsentrasi klorofil di perairan.
Keberadaan nutrien esensial di perairan Selat Bali erat kaitannya dengan
aktivitas di daratan seperti pertanian, perkebunan, pemukiman maupun industri.
Salah satu diantaranya adalah aktivitas yang berada di Pelabuhan Muncar,
penyeberangan Ketapang-Gilimanuk, maupun aktivitas budidaya di Teluk Pang-
Pang yang berkontribusi terhadap ketersediaan nutrien yang menumpuk di Selat
Bali, sehingga menjadikan Perairan Selat Bali kaya akan nutrien esensial N dan P.
Selain itu intensitas cahaya dan pengaruh suhu tropis yang memadai, dapat
merangsang mikroalga untuk melakukan fotosintesis, tumbuh dan berkembang
serta mampu menghasilkan pigmen klorofil dan karotenoid. Adapun yang menjadi
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah distribusi pigmen klorofil dan karotenoid mikroalga laut secara
spasial dan temporal, serta keterkaitannya dengan karakteristik lingkungan di
Perairan Selat Bali.
2. Bagaimanakah hubungan antara ketersediaan intensitas cahaya matahari
terhadap pembentukan pigmen klorofil dan karotenoid di Perairan Selat Bali.
3. Bagaimanakah kandungan dan komposisi pigmen karotenoid penting mikroalga
laut dari Perairan Selat Bali.
8

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pigmen klorofil


dan karotenoid mikroalga laut serta keterkaitannya dengan karakteristik lingkungan
di perairan Selat Bali. Adapun tujuan khususnya adalah sebagai berikut :
1. Menentukan distribusi spasial dan temporal pigmen klorofil dan karotenoid
mikroalga di Perairan Selat Bali.
2. Menganalisa keterkaitan antara ketersediaan cahaya matahari dan konsentrasi
pigmen fotosintetik di Perairan Selat Bali.
3. Menganalisa kandungan dan komposisi pigmen karotenoid mikroalga dari
Perairan Selat Bali.

Hipotesis Penelitian

1. Perbedaan karakteristik lingkungan perairan akan menyebabkan perbedaan


komposisi spesies mikroalga laut secara spasial dan temporal sehingga
kandungan pigmen klorofil dan komposisi pigmen karotenoid di perairan juga
berbeda.
2. Ketersediaan intensitas cahaya matahari yang berbeda menyebabkan
kandungan pigmen klorofil dan komposisi pigmen karotenoid yang dihasilkan
oleh mikroalga laut juga berbeda.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kandungan pigmen


klorofil dan karotenoid mikroalga laut, yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan
dan nutrien dalam. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan untuk
memproduksi pigmen klorofil dan karotenoid di Indonesia khususnya yang
dihasilkan oleh spesies mikroalga laut tropis.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada pengkajian: (1) pigmen klorofil dan


karotenoid mikroalga laut di Selat Bali, (2) faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap komposisi kandungan pigmen klorofil dan karotenoid mikroalga laut, dan
(3) kandungan dan komposisi pigmen karotenoid penting yang dihasilkan oleh
mikroalga laut dari Perairan Selat Bali

Kebaharuan Penelitian (Novelty)

Kandungan amoniak tinggi dan ketersediaan cahaya rendah berkaitan erat


dengan kandungan klorofil dan komposisi karotenoid mikroalga laut di Perairan
Selat Bali.
9

2 DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL PIGMEN


KLOROFIL DAN KAROTENOID MIKROALGA
LAUT DI PERAIRAN SELAT BALI

Pendahuluan

Mikroalga termasuk organisme uniseluler yang mampu memproduksi bahan


makanannya melalui proses fotosintesis (Al-Qasmi et al. 2012). Mikroalga
memiliki pigmen fotosintetik yang berfungsi dalam menangkap dan memanfaatkan
energi matahari dan CO2 untuk keperluan fotosintesis. Mikroalga termasuk dalam
kelompok protista, merupakan organisme autotrof, yang dapat menggunakan
senyawa-senyawa anorganik sederhana dan membangun senyawa-senyawa
kompleks serta mengikat energi sinar matahari, memanfaatkan CO2 untuk
meningkatkan produktivitas, dan memerlukan nutrien untuk mendukung
pertumbuhannya (Heydarizadeh et al. 2013), serta berperan sebagai produsen
utama dalam rantai makanan ekosistem laut (Buditama et al. 2017).
Keberadaan mikroalga di perairan dapat berfluktuasi, bergantung pada
kondisi lingkungannya, intensitas cahaya yang masuk dalam perairan, nutrisi,
kompetisi dan predasi (Acevedo-Trejos et al. 2015). Akmal et al. (2012)
mengemukakan perbedaan intensitas cahaya matahari dan unsur hara menyebabkan
perbedaan morfologi, dan kandungan klorofil-a, serta karotenoid. Hal ini
disebabkan semakin bertambahnya kedalaman perairan, intensitas cahaya matahari
yang masuk ke perairan semakin menurun yang menyebabkan pula menurunnya
laju proses fotosintesis bagi tanaman. Fakhri et al. (2017) lebih jauh menjelaskan
bahwa semakin tinggi intensitas cahaya berpengaruh pada pertumbuhan, biomassa,
pembentukan klorofil-a, dan karotenoid yang semakin meningkat.
Kandungan nutrien yang tinggi di perairan dapat meningkatkan pertumbuhan
populasi mikroalga. Secara garis besar, heterogenitas lingkungan perairan sangat
berpengaruh terhadap keberadaan mikroalga laut, yang meliputi pola biogeografi,
kelimpahan, komposisi, sifat, dan distribusinya secara menyeluruh di lingkungan
perairan (Barton et al. 2013).
Jefrey et al. (1997) mengemukakan bahwa terdapat tiga kelompok pigmen
fotosintetik yang berbeda dalam melakukan penyerapan cahaya dan
photoprotective pigmen di laut, yaitu klorofil, karotenoid dan fikobiliprotein.
Klorofil dan karotenoid pada umumnya digunakan sebagai biomarker kuantitatif
untuk mengetahui komposisi dan biomassa fitoplankton laut (Wright dan Jeffrey
2006) dan (Buditama et al. 2017). Pemantauan pigmen fitoplankton klorofil-a
sering digunakan sebagai indikator eutrofikasi di perairan pesisir (Jiang et al. 2017).
Nilai pigmen perairan maksimum bertepatan pada bagian kolom air dimana
nutrisinya semakin meningkat (Lorenzen 1967). Kandungan pigmen dalam
mikroalga adalah ciri khusus dari masing-masing spesies. Penilaian ini secara tidak
langsung sebagai sebuah ukuran pertumbuhan sel, serta parameter yang digunakan
untuk memeriksa tingkat trofik perairan (Henriques et al. 2007)
Klorofil merupakan senyawa bercincin pirol dengan ion Mg2+ (Gambar 2) di
dalamnya dan berperan penting dalam proses fotosintesis sebagai pigmen
penangkap cahaya. Senyawa karoten merupakan pigmen alami berwarna merah,
oranye atau kuning dari senyawa turunan terpenoid yang tidak larut air, yang
10

berfungsi sebagai antena klorofil yang berfungsi melindungi klorofil akibat


pencahayaan dengan panjang gelombang tinggi (El-Baky et al. 2003), sehingga
disebut juga sebagai pigmen aksesoris (Ismail dan Osman 2016).

(Metil)

Gambar 2 Ilustrasi Struktur klorofil-a, susunan ikatan rangkap Mg (garis putus-


putus), struktur klorofil-b mirip klorofil-a kecuali gugus CH3 (dalam
lingkaran titik-titik) disubstitusi dengan HC=O (Meyer dan Anderson
1952 dalam Riyono 2007)

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi kandungan pigmen klorofil


dan karotenoid mikroalga laut, serta mengkaji keterkaitannya dengan karakteristik
lingkungan di perairan Selat Bali.

Metode Penelitian

Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di perairan Selat Bali, Indonesia, sebagaimana Gambar
3. Sampel diambil di 5 stasiun, Stasiun 1 berada di Pulau Menjangan dengan posisi
LS 08°05’35.2” dan BT 114°30’01.0”, Stasiun 2 berada di Pulau Tabuhan dengan
posisi LS 08°02’22.4” dan BT 114°27’40.5”, Stasiun 3 berada di Penyebrangan
Gilimanuk – Ketapang dengan posisi LS 08°08’54.0”, BT 114°24’05.9”, Stasiun 4
berada di Pelabuhan Muncar dengan posisi LS 08°25’51.1” dan BT 114°21’21.0”,
dan Stasiun 5 berada di Teluk Pang-Pang dengan posisi LS 08°30’01.0” dan BT
114°22’28.7”.
Stasiun 1 dan 2 merupakan pulau kecil yang berada di bagian utara Perairan
Selat Bali dan tidak terdapat muara sungai yang mengalir di kawasan tersebut.
Stasiun 3 dan 4 merupakan kawasan yang banyak ditempati aktivitas manusia, baik
daerah lintasan kapal penyeberangan, maupun industri perikanan, sedangkan
Stasiun 5 berada di teluk dan muara sungai, dimana pengaruh air laut dan tawar
berfluktuasi atau bisa sama dominannya tergantung dari pasang surut dan masukan
11

aliran air tawar, sehingga nutrien dari daratan berkumpul di teluk. Setiap lokasi
(stasiun) dilakukan pengambilan sampel sebanyak tiga kali, pada pagi, siang dan
sore hari.

St.2

St.1

St.3

St.4
St.5

Gambar 3 Lokasi dan stasiun penelitian di Perairan Selat Bali

Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada musim timur, bulan Agustus 2017.
Pengambilan sampel mikroalga dilakukan pada pagi hari pukul 06.00 – 08.00 WIB,
pada siang hari pukul 11.00 – 13.00 WIB dan sore hari pukul 16.00-18.00 WIB,
terkait ketersediaan cahaya matahari yang dibutuhkan oleh mikroalga dalam
melaksanakan fotosintesis.
12

Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengukuran
parameter fisik-kimiawi perairan (Tabel 2), dan untuk pengambilan sampel
mikroalga (fitoplankton) disajikan pada Tabel 3, serta untuk ekstraksi dan
pengukuran pigmen klorofil dan karotenoid disajikan pada Tabel 4.

Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran parameter lingkungan
Parameter Satuan Alat
Fisika Perairan
o
Suhu C DO Meter
Posisi Stasiun Derajat LU-LS GPS
Kimia Perairan
Salinitas Psu Refraktometer
DO ppm DO Meter
PO4 mg/L Kolorometrik HACH
Amoniak mg/L Spektrofotometer UV-Vis berbahan indofenol
Nitrat mg/L Kolorometrik HACH

Tabel 3 Alat dan bahan yang digunakan untuk pengambilan dan pengamatan
sampel fitoplankton
Peralatan Keterangan
Perahu/ speed boat Transportasi ke stasiun
Jaring plankton Wildco 12” 100 μm Menyaring mikroalga
Nitex® mesh, P tali =2 M
Botol sampel Menyimpan sampel hasil saring
Cool box Penyimpan sampel
Mikroskop elektrik Pengamatan sel mikroalga
Sedgewick rafter cell Pengamatan sel mikroalga
Bahan
Lugol solution 10% Pengawet dan pewarna sel mikroalga

Tabel 4 Alat dan bahan yang digunakan untuk ekstraksi dan pengukuran pigmen
Peralatan Keterangan
Sampling dan pengukuran pigmen
Jaring plankton Wildco 12” 100 μm Menyaring mikroalga
Nitex® mesh, P tali =2 M
Botol sampel Menyimpan sampel hasil saring
Tabung Reaksi Menyimpan larutan ekstrak
Freezer/ Cold storage Menyimpan sampel beku
Centrifuge Memecah sel (menghancurkan dinding sel)
Spektrofotometer UV-Vis Pengukuran pigmen klorofil dan karotenoid
Bahan
Whatman paper grade 42: 2.5 μm Memisahkan sel dari air laut
(slow filter paper)
Aluminium foil Pembungkus sampel hasil saring
Aseton pigmen extraction Pelarut pigmen
13

Prosedur Penelitian

Pengambilan Data Parameter Lingkungan Perairan


Pengukuran parameter fisika-kimiawi dilakukan dengan dua cara yaitu secara
insitu dan eksitu. Pengukuran parameter fisika-kimiawi lingkungan dilakukan pada
setiap stasiun pengamatan. Parameter kualitas air yang diukur secara insitu meliputi
oksigen terlarut (DO) dengan menggunakan DO meter, brand YSI, type 550A, yang
sekaligus tertera pengukuran suhu dalam derajat celsius, salinitas dengan
menggunakan refraktometer. Parameter fisika-kimiawi perairan yang diukur secara
eksitu yang meliputi fosfat, amoniak, nitrat dilakukan di Laboratorium Kesehatan
Lingkungan milik Balai Budidaya Air Payau Situbondo. Pengambilan sampel di
lokasi penelitian dan analisi sampel di laboratorium merujuk kepada metode APHA
(1999). Pengukuran fosfat dilakukan dengan mengambil 10 mL sampel, blanko
sampel tanpa reagen, kemudian menambahkan phosver 3, sampel dikocok hingga
larut dan didiamkan selama 2 menit (hasil pengujian fosfat berwarna biru),
pembacaan dilakukan dengan melakukan zero pada blanko, kemudian membaca
sampel. Pengukuran nitrat dilakukan dengan mengambil 10 mL sampel, blanko
sampel tanpa reagen, kemudian menambahkan nitraver 5, sampel dikocok hingga
larut dan didiamkan selama 5 menit (hasil pengujian nitrat berwarna coklat keruh),
pembacaan dilakukan dengan melakukan zero pada blanko, kemudian membaca
sampel. Cara pengujian amonia (NH3-N) air laut dengan biru indofenol
menggunakan spektrofotometer, dengan mengambil air sampel sebanyak 25 mL
dalam erlenmeyer 20 mL, kemudian menambahkan 1 mL larutan fenol dan
mengocok hingga larut. Selanjutnya menambahkan 1mL larutan Natrium
Nitroprusid dan mengocok hingga larut. Sampel ditambah 2.5 mL larutan oksidator
(100mL alkali sitrat dan 25 mL Natrium hipoklorit, kemudian erlenmeyer ditutup
dan disimpan dalam ruangan gelap selama minimal 1 jam. Sampel diukur pada
absorbansi panjang gelombang 640 nm. Pengujian dilakukan secara duplo.

Pengambilan Sampel Mikroalga (Fitoplankton)


Pengambilan sampel mikroalga (fitoplankton) dilakukan melalui penyaringan
air laut sebanyak 50 L menggunakan plankton net Wildco 12” 100 μm Nitex® mesh,
panjang tali =2 M (Effendi et al. 2016). Air yang tersaring di dalam plankton net
kemudian ditampung ke dalam botol sampel ukuran 250 ml, ditambahkan lugol
solution 10%, sampai berwarna seperti teh dan diendapkan selama 4 hari
(Wiadnyana dan Wagey 2004; Yuliana 2015), selanjutnya endapan diambil dan
diidentifikasi menggunakan buku identifikasi (Davis 1955; Yamaji 1979) Sampel
dianalisis di Laboratorium Pakan Alami – Balai Budidaya Air Payau Situbondo,
guna mengetahui jenis, kelimpahan, dan keanekaragaman mikroalga.

Identifikasi dan Penghitungan Kelimpahan Mikroalga


Identifikasi jenis mikroalga dilakukan dengan menggunakan referensi dari
Davis (1955); Yamaji (1979) dan Tomas (1997). Kelimpahan sel mikroalga
dihitung berdasarkan persamaan berikut (Yuliana 2015):
14

n (Ls/Lp) x (vol.1/vol.s)
N=
vol.2

dimana :
N = Kelimpahan Mikroalga (sel/ml)
n = Jumlah sel yang tercacah (sel)
Ls = Luas Sedgewick rafter cell (mm2)
Lp = Luas Sedgewick rafter cell yang diamati (mm2)
vol. 1 = Volume air sample hasil pengendapan (ml)
vol. 2 = Volume air sample yang diendapkan (ml)
vol.s = Volume sedgewick rafter cell (ml)

Pengukuran Pigmen Klorofil dan Karotenoid


Pengambilan sampel mikroalga (fitoplankton) dilakukan melalui penyaringan
air laut sebanyak 50 L menggunakan plankton net Wildco 12” 100 μm Nitex® mesh,
P tali =2 M (Effendi et al. 2016). Air yang tersaring di dalam plankton net kemudian
ditampung ke dalam botol sampel ukuran 250 ml, kemudian disimpan dalam
kondisi dingin dengan suhu 4°C menggunakan cool box, dibawa dan disimpan ke
cold storage, selanjutnya disaring di atas kertas Whatman paper grade 42: 2.5 μm
(slow filter paper) dan disimpan selama 12 jam ke dalam tabung reaksi yang berisi
aseton pigmen extraction sebanyak 10 mL, dalam refrigerator (Wasmund et al.
2006). Sampel diputar dalam sentrifuge dengan pemutaran sebesar 4.000 rpm
selama 15 menit pada suhu 4°C (Sumanta et al. 2014) dan dilakukan pengukuran
pigmen menggunakan spektrofotometer UV-Vis, spectroquant Pharo 300, Merk.
pada panjang gelombang A663 nm untuk klorofil-a, panjang gelombang A645 nm
untuk klorofil-b dan panjang gelombang A470 nm untuk karotenoid.

Analisa Data

Pada pengambilan data lingkungan parameter fisik-kimiawi ini bertujuan


untuk menganalisis pengaruh karakteristik habitat terhadap keanekaragaman dan
keberadaan mikroalga potensial penghasil pigmen klorofil dan karotenoid di Selat
Bali, yang didasarkan pada :
a. Variasi spasial dan temporal karakteristik Lingkungan Perairan Selat Bali
Variasi Spasial dan temporal fisik-kimiawi lingkungan perairan di setiap stasiun
dianalisis dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (Principal Component
Analysis, PCA). PCA merupakan analisis statistik multivariabel yang
mentransformasi variabel-variabel asal yang saling berkorelasi menjadi variabel-
variabel baru yang tidak berkorelasi dengan mereduksi sejumlah variabel tersebut,
sehingga mempunyai dimensi yang lebih kecil namun dapat menerangkan sebagian
besar keragaman variabel aslinya (Bengen 2000).
Pengelompokan stasiun penelitian berdasarkan kondisi lingkungan perairan dengan
menggunakan PCA bertujuan untuk mencari jarak euclidean pada data. Semakin
kecil jarak Euclidean antar stasiun, maka semakin mirip karakteristik parameter
lingkungan tersebut, dan sebaliknya semakin besar jarak euclidean antara stasiun,
maka semakin berbeda karakteristik lingkungan perairan antar stasiun (Bengen
2000).
15

b. Hubungan antara karakteristik lingkungan perairan dan jenis mikroalga laut


Evaluasi kuantitatif terhadap hubungan antara mikroalga dan karakter fisika-
kimiawi perairan dilakukan dengan menggunakan Analisis Koresponden
(Correspondence Analysis, CA). Analisis koresponden bertujuan untuk mencari
hubungan antara jenis mikroalga dengan karakteristik lingkungan perairan, yakni
modalitas dari dua karakter atau variabel pada matriks data kontingensi jenis
mikroalga dan parameter fisika-kimiawi perairan serta mencari hubungan yang erat
antara seluruh modalitas individu dan kemiripan antar karakter lingkungan perairan
berdasarkan konfigurasi pada tabel atau matriks data disjongtif lengkap (Bengen
2000).

Hasil dan Pembahasan

Variasi Spasial dan Temporal Karakteristik Lingkungan Perairan Selat Bali


Data karakteristik lingkungan perairan yang dikumpulkan dari area penelitian
Gambar 3 dari 5 stasiun disajikan pada Tabel 5. Hasil penentuan serapan
spektrofotometri Klorofil-a, Klorofil b-dan Karotenoid disajikan pada Tabel 6.

Tabel 5 Nilai rerata pengukuran dan simpangan baku parameter fisika-kimiawi


pada 5 lokasi di Perairan Selat Bali
Stasiun/ Suhu Salinitas DO Fosfat Amoniak Nitrat
waktu (0C) (Psu) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L)
1.pa 27.6±0.0 37.0±0.0 6.88±0.04 0.153±0.09 0.006±0.001 1.97±0.2
1.si 28.1±0.2 32.7±1.2 7.88±0.05 0.020±0.02 0.004±0.001 2.13±0.3
1.so 28.2±0.1 34.3±1.2 7.35±0.08 0.170±0.10 0.003±0.000 2.03±0.3
2.pa 27.8±0.2 36.0±0.0 7.26±0.03 0.020±0.00 0.003±0.001 2.00±0.3
2.si 28.3±0.6 33.0±0.0 7.52±0.09 0.210±0.00 0.002±0.000 1.23±0.9
2.so 29.0±0.2 34.3±0.6 8.76±0.30 0.057±0.03 0.001±0.001 2.20±0.2
3.pa 27.3±0.0 36.0±0.0 7.32±0.83 0.020±0.01 0.004±0.001 2.10±0.8
3.si 27.8±0.1 24.0±2.6 7.33±0.05 0.030±0.02 0.003±0.002 2.13±0.2
3.so 27.6±0.1 23.0±2.6 8.25±0.03 0.027±0.01 0.002±0.002 2.13±0.1
4.pa 26.7±0.8 34.0±0.0 7.86±0.11 0.040±0.01 0.011±0.010 2.03±0.2
4.si 27.9±0.1 30.0±0.0 7.84±0.60 0.180±0.20 0.004±0.002 1.87±0.3
4.so 27.8±0.2 28.0±0.0 8.66±0.31 0.317±0.16 0.005±0.006 1.90±0.3
5.pa 27.3±0.0 30.0±0.0 8.06±0.06 0.047±0.02 0.035±0.035 1.47±0.3
5.si 27.5±0.1 26.3±0.6 7.58±0.03 0.033±0.01 0.026±0.002 1.70±0.8
5.so 28.3±0.0 30.0±0.0 8.24±0.11 0.037±0.02 0.021±0.004 1.67±0.3
(1,2,3,4,5) = stasiun, pa = pagi, si = siang, so = sore

Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa informasi yang


menggambarkan hubungan antara parameter fisika-kimia perairan terhadap stasiun
pengamatan dibentuk oleh tiga sumbu utama (F1, F2 dan F3) dengan akar ciri
kumulatif berkisar 73.36 %. Hal ini bermakna bahwa informasi yang didapatkan
dari analisis dengan menggunakan tiga sumbu tersebut sebesar 73.36 % dari total
informasi. Informasi tersebut masing masing dijelaskan oleh sumbu F1 sebesar
37.33 % dan sumbu F2 sebesar 18.44 % serta sumbu 3 sebesar 17.59 % (Gambar
4).
16

Tabel 6 Nilai rerata pengukuran dan simpangan baku serapan spektrofotometri


Untuk klorofil-a, klorofil- b dan karotenoid pada 5 lokasi di Perairan Selat
Bali
Stasiun/ waktu klorofil-a klorofil-b karotenoid
(Odλ=663nm) (Odλ=645nm) (Odλ=470nm)
1.pa 0.004±0.004 0.003±0.003 0.023±0.002
1.si 0.001±0.001 0.007±0.001 0.014±0.006
1.so 0.003±0.002 0.007±0.001 0.021±0.011
2.pa 0.002±0.003 0.001±0.001 0.008±0.009
2.si 0.004±0.003 0.003±0.002 0.037±0.010
2.so 0.001±0.000 0.005±0.002 0.004±0.002
3.pa 0.006±0.002 0.003±0.000 0.107±0.015
3.si 0.129±0.029 0.014±0.004 0.042±0.006
3.so 0.064±0.002 0.030±0.015 0.185±0.006
4.pa 0.037±0.006 0.010±0.001 0.180±0.002
4.si 0.052±0.004 0.015±0.003 0.080±0.005
4.so 0.036±0.004 0.024±0.001 0.231±0.003
5.pa 0.033±0.004 0.009±0.002 0.203±0.004
5.si 0.077±0.006 0.027±0.003 0.134±0.006
5.so 0.026±0.005 0.038±0.001 0.206±0.008
(1,2,3,4,5) = stasiun, pa = pagi, si = siang, so = sore

Ketiga sumbu utama tersebut membentuk empat kelompok keterkaitan


parameter fisika-kimiawi perairan dengan stasiun dan waktu penelitian. Dua
kelompok teridentifikasi berada di sumbu F1, sementara satu kelompok
teridentifikasi masing-masing berada pada sumbu F2 dan F3.
Kelompok pertama di sumbu F1, memberikan gambaran bahwa secara
temporal, baik pada pagi, siang dan sore hari di Stasiun 5 di Teluk Pang-Pang dan
pada waktu sore hari di Stasiun 3 (penyebrangan Ketapang-Gilimanuk) yang berada
di Selat Bali dicirikan oleh beberapa parameter fisika-kimiawi perairan, dimana
kelompok F1 dicirikan oleh amoniak dengan nilai korelasi (0.599), klorofil-a
(0.678), klorofil-b (0.864) dan karotenoid (0.848) memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ke empat stasiun yang lainnya. Kelompok ini berkonstribusi
terhadap pembentukan sumbu F1 positif. Nilai kandungan amoniak tinggi pada pagi
hari disebabkan karena perairan Teluk Pang-Pang merupakan kawasan teluk
dengan kondisi perairan yang lebih tenang bila dibandingkan dengan keempat
stasiun lainnya, sehingga kandungan nutrisi amoniak yang masuk ke dalam perairan
di Stasiun 5 tersimpan dengan baik yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi
yang mendukung pembentukan pigmen klorofil-a, klorofil-b dan karotenoid bagi
mikroalga pada saat melakukan fotosintesis. Setiapermana (2006) mengemukakan
pada perairan yang relatif tenang amoniak tersimpan dengan baik (stagnan).
Marlian et al. (2015) mengemukakan bahwa perairan-perairan yang dekat
dengan daratan (sungai, muara, dan pinggir teluk) memiliki kandungan unsur hara
tinggi, diikuti pula dengan tingginya sebaran horizontal klorofil-a, dan perairan
yang jauh dari daratan (tengah teluk dan terluar dari teluk) memiliki kandungan
unsur hara rendah, diikuti juga dengan rendahnya sebaran horizontal klorofil-a.
Unsur hara tersebut berasal dari daratan atau run off, sehingga memberikan
kontribusi yang sangat penting terhadap kesuburan perairan terutama terhadap
17

biomassa fitoplankton (klorofil-a) di perairan teluk. Nilai kandungan klorofil-a


yang tinggi pada Stasiun 5 (Teluk Pang-Pang) juga diduga terkait dengan lokasi
penelitian yang terletak di kawasan vegetasi mangrove, daerah pertambakan dan
merupakan daerah teluk. Kawasan vegetasi mangrove memberikan nutrien terbesar
ke perairan. Serasah daun mangrove yang jatuh ke perairan akan mengalami
dekomposisi sehingga dapat memberikan tambahan nutrien bagi pertumbuhan
fitoplankton. Serasah tumbuhan mangrove juga merupakan sumber karbon dan
nitrogen bagi hutan itu sendiri dan perairan sekitarnya (Hidayah et al. 2016).
Nutrien terlarut di kawasan mangrove akan dimanfaatkan oleh plankton. Komunitas
plankton ini terutama fitoplankton berperan penting dalam ekosistem mangrove dan
produktivitas fitoplankton di perairan mangrove empat kali lebih tinggi daripada di
lautan terbuka (Haryadi dan Hadiyanto 2012).

(a) Variables (axes F1 dan F2: 55.77 %) (b) Observations (axes F1 dan F2: 55.77 %)
1
Suhu 3
0,75
Fosfat DO 4.so
2 2.so
0,5
klorofil-b St 2 siang
F2 (18.44 %)

0,25 5.so
karotenoid 1 4.si
0 1.so
Salinitas Amoniak 1.si 3.so
-0,25 Nitrat 0
klorofil a 1.pa 5pa
-0,5 2.pa 5.si
-1
-0,75 3.pa 3.si
-2 4.pa
-1
-1 -0,75-0,5-0,25 0 0,25 0,5 0,75 1 -3 -2 -1 0 1 2 3
F1 (37.33 %)
(c) Variables (axes F1 dan F3: 54.93 %) (d) Observations (axes F1 dan F3: 54.93 %)
1 3
Nitrat 3.si
0,75 3.so
2
0,5 Klorofil-a 2.so
Klorofil-b 1
F3 (17.59 %)

0,25 Suhu 1.si


DO 4.si
1.so
0 0 4.so
2.pa 3.pa 5.si
-0,25 4.pa
Fosfat 1.pa
Karotenoid -1 5.so
-0,5 Salinitas
2.si
Amoniak -2
-0,75 5. pa
-1 -3
-1 -0,75-0,5-0,25 0 0,25 0,5 0,75 1 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
F1 (37.33 %)
Gambar 4 Analisis komponen utama sebaran karakteristik lingkungan perairan di
lokasi penelitian; (a) dan (b) dibentuk oleh sumbu F1 dan F2; (c) dan
(d) dibentuk oleh sumbu F1 dan F3; 1,2,3,4,5 = Stasiun; Pa = Pagi, Si
= Siang, So = Sore
18

Kelompok kedua memberikan gambaran secara temporal pagi, siang dan sore
pada Stasiun 1 di Pulau Menjangan dan sore pada Stasiun 2 di Pulau Tabuhan yang
berada perairan Selat Bali dicirikan dengan parameter fisika-kimiawi berupa
salinitas tinggi dengan nilai korelasi sebesar(-0.832). Kelompok ini berkonstribusi
pada pembentukan sumbu F1 negatif. Salinitas tinggi pada Stasiun 1 dan Stasiun 2
karena perairan ini merupakan pulau berpasir dan tidak memiliki aliran sungai,
sehingga pada musim timur atau kemarau sama sekali tidak ada masukan air tawar
sehingga mengakibatkan salinitas semakin tinggi (Young et al. 1994; Falkland
1999). Salinitas yang tinggi menyebabkan distribusi dan kelimpahan klorofil-a
semakin kecil (Marlian et al. 2015).
Kelompok ketiga menggambarkan kondisi sore Stasiun 2 (Pulau Tabuhan)
dan Stasiun 4 (Muncar) yang berada pada Selat Bali dengan korelasi suhu (0.764),
DO (0.658) dan fosfat (0.637) yang relatif lebih tinggi. Kelompok ini berkontribusi
dalam pembentukan Sumbu F2 positif.
Kelompok keempat menggambarkan kondisi siang Stasiun 3 (Penyeberangan
Ketapang-Gilimanuk) yang berada pada Perairan Selat Bali dicirikan dengan
kandungan nitrat yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan keempat stasiun
lainnya. Kelompok ini berkonstribusi terhadap pembentukan sumbu F3 positif.
Stasiun 3 (Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk) didapatkan korelasi nitrat (0.785)
pada siang hari. Tingginya kandungan nitrat pada siang hari di Ketapang-Gilimanuk
dipengaruhi oleh adanya muara sungai yang membawa beban limbah dari aktifitas
penduduk sekitar. Nitrat berperan dalam membedakan tinggi rendahnya
kelimpahan fitoplankton. Perbedaan kandungan nitrat di perairan mengakibatkan
perbedaan kelimpahan fitoplankton. Peningkatan dan pertumbuhan populasi
fitoplankton pada perairan berhubungan dengan ketersediaan nutrien dan cahaya
(Meiriyani et al. 2011).
Berdasarkan hasil Analisis komponen utama sebagaimana pada Gambar 4
menunjukkan bahwa kelompok F1 dicirikan oleh amoniak dengan nilai korelasi
(0.599), klorofil-a (0.678), klorofil-b (0.864) dan karotenoid (0.848) yang lebih
tinggi dibandingkan dengan ke empat stasiun yang lainnya. Guna mengetahui
sejauhmana hubungan antara kandungan nutrisi amoniak terhadap pembentukan
klorofil-a, klorofil-b, dan karotenoid, data dianalisa lebih lanjut menggunakan
korelasi kanonik. Berdasarkan hasil analisis korelasi kanonik (Gambar 5) tampak
bahwa informasi yang menggambarkan hubungan antara variabel bebas dan
variabel terikat dibentuk oleh satu sumbu utama (F1) dengan akar ciri kumulatif
sebesar 100%. Hal ini bermakna bahwa informasi yang didapatkan dari analisis
dengan menggunakan satu sumbu tersebut sebesar 100% dari total informasi.
Gambar 5 menunjukkan bahwa terdapat 1 kelompok yang terbentuk, yaitu F1
negatif yang dibentuk oleh karakter kandungan amoniak dan pigmen fotosintetik
(klorofil-a, klorofil-b dan karotenoid), sebagaimana pada Tabel 7 menunjukkan
bahwa karotenoid memiliki nilai korelasi kanonik -0.9937, klorofil-b dengan nilai
korelasi kanonik -0.6159 dan klorofil-a terbentuk dengan nilai korelasi kanonik -
0.3358.
Keterkaitan antara kandungan amoniak perairan dengan konsentrasi pigmen
fotosintetik di 5 stasiun penelitian pada Perairan Selat Bali menunjukkan bahwa
karakter kandungan amoniak (Y2) berpengaruh positif secara signifikan terhadap
pembentukan pigmen karotenoid (Y1) dengan korelasi kanonik sebesar 0.9930 dan
pembentukan pigmen klorofil-b (Y1) dengan korelasi kanonik sebesar 0.6159
19

sedangkan hubungan antara kandungan amoniak (Y2) dengan klorofil-a (Y1)


berkorelasi positif namun tidak signifikan, dengan nilai korelasi kanonik sebesar
0.3358.
Variables (axes F1 dan F2: 100.00 %)
1

0,75

0,5

0,25
Karotenoid Klorofil-b Klorofil-a
0 Y1
-1
Amoniak -0,75 -0,5 -0,25 0 0,25 0,5 0,75 1 Y2
-0,25

-0,5

-0,75

-1
Gambar 5 Hasil analisis korelasi kanonik antara kandungan amoniak dan pigmen
fotosintetik

Tabel 7 Korelasi Kanonik antara kandungan amoniak dan pigmen fotosintetik


F1
Klorofil a (Y1) -0.3358
Klorofil b (Y1) -0.6159
Karotenoid (Y1) -0.9930
Amoniak (Y2) -1.0000

Hubungan antara kandungan amoniak di perairan dan pigmen fotosintetik


secara langsung terkait dengan mikroalga dalam pemenuhan nutrisi untuk
pertumbuhan dan kelimpahannya dalam ekosietem perairan. Astuti et al. (2010)
mengemukakan bahwa mikroalga adalah mikroorganisme sel tunggal
berfotosintesis yang cepat tumbuh dan mampu mengikat CO2 dengan bantuan sinar
matahari. Sumber dan konsentrasi nitrogen di dalam media berpengaruh terhadap
sifat pertumbuhan dan komposisi serta penambahan sel mikroalga (Utomo et al.
2015). Husein et al. (2014) mengemukakan bahwa mikroalga memanfaatkan
amoniak, nitrit dan nitrat sebagai media pertumbuhan. Sebagian besar mikroalga
memanfaatkan amoniak sebagai molekul yang lebih sederhana dan siap digunakan
sebagai untuk pertumbuhannya.
Senyawa nitrogen seperti amoniak yang sangat tinggi bersifat metabolitoksik
dan sangat berbahaya, yang dapat menyebabkan keracunan bagi hampir semua
organisme bagi perairan. Keberadaan nitrogen yang berlebihan dapat menstimulir
ledakkan pertumbuhan algae di perairan (algae bloom). Meningkatnya senyawa
amonia ini, akan meningkatkan pertumbuhan dan kepadatan fitoplankton.
20

Kepadatan fitoplankton yang tinggi menimbulkan peristiwa ledakan populasi


(blooming), yang diikuti oleh kematian masal (die off) fitoplankton. Algae yang
berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang selanjutnya dapat
menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari sehingga kurang
menguntungkan bagi ekosistem perairan. Pada saat perairan cukup mengandung
phosfat, algae mengakumulasi fosfor di dalam sel melebihi kebutuhannya.
Fenomena yang demikian dikenal dengan istilah konsumsi lebih (luxury
consumption) (Effendi, 2003). Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 1
Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air menetapkan kadar
kandungan amonika maksimum di perairan yaitu 8 mg/L. Kandungan amoniak di
Perairan Selat Bali dalam kondisi normal yang berada pada kisaran 0.001 sd 0.035
mg/L, sehingga keberadaan amoniak Perairan Selat Bali aman bagi ekosistem
perairan dan mampu berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroalga.
Secara spasial salinitas, amoniak, nitrat dan klorofil-a memiliki nilai yang
berbeda nyata antar stasiun (P<0.05) (Tabel 8). Berdasarkan hasil uji hipotesis
secara temporal dengan Uji Homogenitas Varian (Tabel 9) menunjukkan bahwa
klorofil-b dan karotenoid memiliki nilai yang signifikan dipengaruhi oleh
perbedaan waktu, baik pagi, siang dan sore hari.

Tabel 8 Uji beda nyata parameter fisika-kimiawi perairan antar stasiun (Uji
Homogenitas Varian)
Parameter F df1 df2 Sig.
Suhu 1.287 4 10 0.339
Salinitas 4.824 4 10 0.020
DO 1.101 4 10 0.408
Fosfat 2.974 4 10 0.074
Amoniak 3.927 4 10 0.036
Nitrat 7.933 4 10 0.004
Klorofil-a 3.544 4 10 0.048
Klorofil-b 2.435 4 10 0.116
Karotenoid 2.513 4 10 0.108

Tabel 9 Uji beda nyata parameter fisika-kimiawi perairan antar waktu (Uji
Homogenitas Varian)
Parameter F df1 df2 Sig.
Suhu 0.472 2 12 0.635
Salinitas 0.751 2 12 0.493
DO 0.969 2 12 0.407
Fosfat 2.741 2 12 0.105
Amoniak 0.334 2 12 0.723
Nitrat 0.757 2 12 0.490
Klorofil-a 2.619 2 12 0.114
Klorofil-b 4.207 2 12 0.041
karotenoid 4.345 2 12 0.038
21

Distribusi Spasial Mikroalga di Perairan Selat Bali


Data mikroalga yang dikumpulkan dari lokasi penelitian disajikan pada Tabel
10. Jumlah spesies mikroalga yang tercantum di masing masing dari 5 stasiun
penelitian sangat bervariasi. Tabel 10 menjelaskan bahwa distribusi mikroalga dari
kelompok Bacillariophyceae, memiliki tingkat kehadiran lebih tinggi, terdapat 8
spesies, yang terdiri dari Bacteriastrum elongatum, Trieres chinensis, Chaetoceros
gracilis, Fragilariopsis cylindrus, Leptocylindrus danicus, Navicula distans,
Rhizosolenia hebetate, Thalassiothrix fravenfeldii dibandingkan dengan kelompok
Dynophyceae hanya terdapat 2 spesies, yaitu Tripos longisimus dan Tripos lunula.
Komposisi berdasarkan kelas mikroalga yang ditemukan pada masing masing
stasiun di Selat Bali didominasi oleh Kelas Bacillariophyceae (Tabel 10). Kondisi
ini merupakan hal yang umum terjadi di perairan laut seperti yang dikemukakan
oleh Nybakken dan Bertness (2004) bahwa komposisi fitoplankton di laut
didominasi oleh kelompok Bacillariophyceae. Menurut Effendi et al. (2016)
Bacillariophyceae merupakan jenis alga yang bersifat sensitif, memiliki tingkat
toleransi lingkungan yang sangat luas, serta mampu beradaptasi terhadap beragam
tipe/kondisi lingkungan, baik perubahan kondisi fisika, kimiawi maupun biologis
lingkungan perairan.

Tabel 10 Kelimpahan Mikroalga Selat Bali.

Stasiun/ Spesies sel/ml


BACILLARIOPHYCEAE DINOPHYCEAE
waktu
Ce Tc Cg Fc Ld Nd Rh Tf Tlo Tlu
1.pa 12.3 0 0 0 0 2.33 22.7 0 2.67 0
1.si 7 0 0 0 0 1.33 14 0 0 0
1.so 2.67 0 0 0 0 2.33 14 0 0.33 0
2.pa 8 0 0 0 0 4 32 0 0 3
2.si 5 0 0 0 0 1 16 0 0 2.67
2.so 0 0 0 0 0 2.67 8.67 0 0 0
3.pa 7.33 0.33 0 0 6 0 5.33 0 0 0.33
3.si 7.67 1 0 58 1 0.67 13.3 4 0 0
3.so 1.33 1.33 0 27.7 0 1.33 10.7 5 0 7.67
4.pa 2.67 1.33 0 0 0 3.33 16 5.67 4.67 0
4.si 3.33 1.33 0 0 0 0 5.67 0 11 0
4.so 2.33 2.33 0 0 0 3.33 9.67 1.33 2 0
5.pa 0 3 2.67 0 5.33 10 6.33 1.33 0 2.67
5.si 0 0.67 0 0 0 3.67 3.67 0 0 5.33
5.so 1 0 13.7 0 0 0 11 0 0 8.33
Be = Bacteriastrum elongatum, Tc = Trieres chinensis, Cg = Chaetoceros gracilis, Fc =
Fragilariopsis cylindrus, Ld = Leptocylindrus danicus, Nd = Navicula distans, Rh = Rhizosolenia
hebetate, Tf = Thalassiothrix fravenfeldi, Tlo = Tripos longisimus, Tlu = Tripos lunula, (1,2,3,4,5)
= stasiun, pa = pagi, si = siang, so = sore

Distribusi keragaman menurut spesies mikroalga menggunakan analisis


koresponden (Gambar 6). Hasil dari analisis koresponden jenis mikroalga Perairan
Selat Bali menunjukkan adanya kontribusi 3 sumbu utama F1 (32.17 %), F2
(23.56 %) dan F3 (15.44 %) dengan nilai total ragam 71.17 %.
22

(a) Symmetric plot


(axes F1 dan F2: 55.73 %)
2

Tlo
4.Si Be
1 4.Pa
4.So 2.So
1.So 1.Pa
3.Pa
2.Si
2.Pa Rh Tf
1.Si Tc 3.Si
F2 (23.56 %)

0 Nd
Ld 3.So Fc
5.Pa
5.Si
-1
Tlu

-2 5.So

Cg

-3
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
F1 (32.17 %)
(b) Symmetric plot (axes F1 dan F3: 47.61 %)
2 Tlo
4.Si
1,5

1
Cg 5.So
0,5
F3 (15.44 %)

4.Pa Tf
TluTc 3.So 3.Si Fc
0 4.So
1.PaRh
5.Si
2.So1.So2.Pa
Ce
-0,5 1.Si 2.Si
5.Pa Nd
-1 3.Pa

-1,5 Ld

-2
-3 -2,5 -2 -1,5 -1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
F1 (32.17 %)
Gambar 6 Hasil analisis koresponden (CA) kelimpahan mikroalga di Perairan Selat
Bali; (a) dibentuk oleh sumbu F1 dan F2, (b) dibentuk oleh sumbu F1
dan F3, Be = Bacteriastrum elongatum, Tc = Trieres chinensis, Cg =
Chaetoceros gracilis, Fc = Fragilariopsis cylindrus, Ld =
Leptocylindrus danicus, Nd = Navicula distans, Rh = Rhizosolenia
hebetate, Tf = Thalassiothrix fravenfeldi, Tlo = Tripos longisimus, Tlu
= Tripos lunula, (1,2,3,4,5) = Stasiun, pa = pagi, si = siang, so = sore

Hasil Analisis Komponen Utama (PCA) dan Analisis Korespondensi (CA)


terlihat adanya hubungan antara distribusi mikroalga dengan karakteristik
23

lingkungan perairan sebagai indikator habitat hidup mikroalga. Kelompok pertama


di sumbu F1 positif, Fragilariopsis cylindrus dengan nilai konstribusi sebesar
(1.563), Thalassiothrix fravenfeldii dengan nilai konstribusi sebesar (0.511) banyak
ditemukan di Stasiun 3 (Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk) pada siang hari
dengan penciri nitrat tinggi dan sore hari yang dicirikan oleh kandungan amoniak,
kandungan klorofil-a, klorofil-b dan karotenoid yang tinggi. Kelompok kedua di
sumbu F1 negatif, Trieres chinensis dengan nilai konstribusi sebesar (-0.209),
Navicula distans dengan nilai konstribusi sebesar (-0.493), Rhizosolenia hebetate
dengan nilai konstribusi sebesar (-0.345) banyak ditemukan di Stasiun 1 (Pulau
Menjangan) dan Stasiun 2 (Pulau Tabuhan) baik pada pagi, siang maupun sore
hari serta Stasiun 4 (Muncar) pada waktu sore hari, yang dicirikan dengan suhu,
salinitas dan DO tinggi.
Kelompok ketiga di sumbu F2 positif, Bacteriastrum elongatum dengan nilai
konstribusi sebesar (0.414) tersebar merata ditemukan di Stasiun 4 (Muncar) pada
pagi, sedangkan kelompok keempat di sumbu F2 negatif banyak ditemukan
Chaetoceros gracilis dengan nilai konstribusi sebesar (-2.623), Tripos lunula
dengan nilai konstribusi sebesar (-1.108), secara temporal banyak ditemukan di
Stasiun 5 (Teluk Pang-Pang) pada pagi, siang dan sore yang dicirikan dengan
kandungan amoniak, kandungan klorofil-a, klorofil-b dan karotenoid yang tinggi.
Kelompok kelima berada di sumbu F3 positif, Tripos longisimus dengan nilai
konstribusi sebesar (1.876) banyak ditemukan di Stasiun 4 (Muncar) pada siang
hari, yang dicirikan oleh suhu tinggi. Kelompok keenam berada di sumbu F3
negatif, Leptocylindrus danicus dengan nilai konstribusi sebesar (-1.523) tersebar
merata di Stasiun 3 (Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk) pada pagi hari.
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 9 terdapat spesies Navicula
distans dan Rhizosolenia hebetate terdistribusi secara merata ditemukan di lima
stasiun, baik secara temporal maupun secara spasial, baik salinitas tinggi yang ada
di Pulau Tabuhan dan Pulau Menjangan, maupun dicirikan dengan kandungan nitrat
tinggi yang berada di perairan Ketapang-Gilimanuk, juga dicirikan oleh suhu, fosfat
dan DO tinggi yang berada di Pulau Tabuhan dan Muncar pada sore hari, serta
kedua spesies (Navicula distans dan Rhizosolenia hebetate) mampu hidup kondisi
amoniak tinggi yang berada di Teluk Pang-Pang.

Simpulan

Perairan Selat Bali memiliki karakteristik fisika-kimiawi yang berbeda di


kelima stasiun penelitian. Secara spasial salinitas, amoniak, nitrat dan klorofil-a
memiliki nilai yang berbeda nyata antar stasiun. Berdasarkan hasil uji hipotesis
secara temporal dengan uji homogenitas varian yang menunjukkan bahwa klorofil-
b dan karotenoid memiliki nilai yang berbeda secara nyata yang dipengaruhi oleh
waktu, baik pagi, siang dan sore hari.
Keberadan pigmen klorofil-a, klorofil-b dan karotenoid terkait dengan
spesies Chaetoceros gracilis, Tripos lunula yang berada di Stasiun 5 (Teluk Pang-
Pang) pada pagi, siang dan sore yang dicirikan dengan kandungan amoniak tinggi.
Spesies Navicula distans dan Rhizosolenia hebetate terdistribusi secara
merata ditemukan di lima stasiun, baik secara temporal maupun secara spasial,
sehingga diduga spesies ini mampu hidup pada semua kisaran parameter
lingkungan yang berada di Perairan Selat Bali
24

3 HUBUNGAN ANTARA KETERSEDIAAN CAHAYA


MATAHARI DAN KONSENTRASI PIGMEN
FOTOSINTETIK DI PERAIRAN
SELAT BALI

Pendahuluan

Cahaya Matahari mempunyai pengaruh, baik langsung maupun tidak


langsung dalam suatu lingkungan (Stoepler dan Lill 2013). Pengaruhnya pada
metabolisme secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan berbagai oeranisme dalam perairan (Darko et al. 2014). Proses
perkembangan yang dikendalikan cahaya ditemui pada semua tahap pertumbuhan
organisme fotosintetik termasuk mikroalga (Jeffrey dan Allen 1964). Karena
peranan yang mendasar dari fotosintesis di dalam metabolisme mikroalga yang
merupakan kelompok phytoplankton, maka cahaya merupakan salah satu faktor
lingkungan terpenting (Sosik and Mitchel 1995; Gray et al. 2007).
Cahaya menjadi sumber energi yang dibutuhkan mikroalga laut, yaitu berupa
sinar matahari langsung yang masuk ke perairan (Bernardi et al. 2014). Cahaya
memiliki pengaruh terhadap sel mikroalga (Juneja et al. 2013), dimana sebagian
besar proses fotosintesis dan photoadaptation merupakan adaptasi terhadap
rangsangan cahaya (Lande dan Lewis 1989; Rubio et al. 2002; Teo et al. 2014).
Dalam proses ini, sel-sel alga akan mengalami perubahan dinamis dalam komposisi
biokimia sel, biofisik maupun sifat fisiologis untuk meningkatkan fotosintesis dan
pertumbuhan mikroalga (Hartman 2014). Peranan cahaya matahari dalam
fotosintesis adalah membantu menyediakan energi matahari untuk diubah menjadi
energi kimia dengan bantuan klorofil (Ort et al. 2011). Osanai et al. (2017)
mengemukakan bahwa fotosintesis merupakan proses biokimia penting pada
tumbuhan alga, dan beberapa cyanobacteria untuk mengubah energi matahari
menjadi energi kimia. Energi kimia ini akan digunakan untuk menjalankan reaksi
kimia pembentukan senyawa gula.
Janssen et al. (2014) mengemukakan bahwa proses fotosintesis dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal maupun internal. Lutzu (2011)
menambahkan bahwa faktor eksternal yang berpengaruh adalah cahaya, karbon
dioksida, air, suhu dan mineral. Faktor internal yang dapat mempengaruhi proses
fotosintesis antara lain struktur sel, kondisi klorofil, dan produk fotosintesis serta
enzim-enzim dalam organ fotosisntesis (Cañedo dan Lizárraga 2016).
Esteban et al. (2014) mengemukakan bahwa perbedaan intensitas cahaya
matahari dan unsur hara menyebabkan tumbuhan mengalami perbedaan morfologi
dan kandungan pigmen fotosintetik. Adaptasi terhadap cahaya menyebabkan
perbedaan pembentukan pigmen di perairan (Sassenhagen dan Rengefors 2014).
Wu (2016) menambahkan bahwa perbedaan pigmen fotosintetik perairan
disebabkan oleh semakin bertambahnya kedalaman perairan dan semakin
menurunnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan yang menyebabkan
menurunnya laju fotosintesis mikroalga.
Ada tiga kelompok pigmen fotosintetik yang berbeda dalam melakukan
penyerapan cahaya dan photoprotective pigmen di laut, yaitu klorofil, karotenoid
dan phycobiliproteins (Jeffrey et al. 1995). Klorofil dan karotenoid pada umumnya
25

digunakan sebagai biomarker kuantitatif untuk mengetahui komposisi dan


biomassa fitoplankton laut (Wright and Jeffrey 2005; Buditama et al. 2017).
Pemantauan pigmen fitoplankton klorofil-a sering digunakan sebagai indikator
eutrofikasi di perairan pesisir (Jiang et al. 2017). Kandungan pigmen dalam
mikroalga adalah ciri khusus dari masing-masing spesies. Penilaian ini secara tidak
langsung sebagai sebuah ukuran pertumbuhan sel, serta parameter yang digunakan
untuk memeriksa tingkat trofik perairan (Henriques et al. 2007).
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih jauh tentang hubungan antara
ketersediaan cahaya matahari dan konsentrasi pigmen fotosintetik di Perairan Selat
Bali.

Metode Penelitian

Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Selat Bali, Indonesia. Sampel diambil di 5 stasiun,
(Gambar 3) Stasiun 1 berada di perairan Pulau Menjangan, Stasiun 2 di perairan
Pulau Tabuhan, Stasiun 3 di perairan Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk, Stasiun
4 di perairan Pelabuhan Muncar dan Stasiun 5 berada di perairan Teluk Pang-Pang.
Stasiun 1 dan 2 merupakan pulau kecil di bagian utara Selat Bali dan tidak terdapat
muara sungai yang mengalir di kawasan tersebut. Stasiun 3 dan 4 merupakan
kawasan yang ada aktivitas perlintasan kapal penyeberang dan industri perikanan.
Aryawati et al. (2017) mengemukakan bahwa adanya aktivitas antropogenik limbah
pertanian, domestik, industri dan transportasi memberikan pengaruh terhadap
organisme perairan. Stasiun 5 berada di teluk dan muara sungai, pengaruh air laut
dan tawar berfluktuasi atau bisa sama dominannya tergantung dari pasang surut dan
masukan air tawar, sehingga nutrien dari daratan berkumpul di teluk. Setiap lokasi
(stasiun) penelitian dilakukan pengambilan sampel sebanyak tiga kali.

Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada musim timur, bulan Agustus 2017.
Pengambilan sampel mikroalga dilakukan pada pagi hari pukul 06.00 – 08.00 WIB,
siang hari pukul 11.00 – 13.00 WIB, dan sore hari pukul 16.00-18.00 WIB,
disesuaikan dengan ketersediaan cahaya matahari untuk fotosintesis mikroalga.

Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengukuran
parameter fisika perairan untuk ekstraksi dan pengukuran pigmen klorofil dan
karotenoid (Tabel 11 dan Tabel 12).

Tabel 11 Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran parameter lingkungan
Parameter Satuan Alat
Fisika Perairan
Intensitas Cahaya Lux Light Meter
Posisi Stasiun Derajat LU-LS GPS
26

Tabel 12 Alat dan bahan yang digunakan untuk ekstraksi dan pengukuran pigmen
Peralatan Keterangan
Sampling dan pengukuran pigmen
Jaring plankton Wildco 12” 100 μm Menyaring mikroalga
Nitex® mesh, P tali =2 M
Botol sampel Menyimpan sampel hasil saring
Tabung Reaksi Menyimpan larutan ekstrak
Freezer/ Cold storage Menyimpan sampel beku
Centrifuge Memecah sel (menghancurkan dinding sel)
Spektrofotometer UV-Vis Pengukuran pigmen klorofil dan karotenoid
Bahan
Whatman paper grade 42: 2.5 μm Memisahkan sel dari air laut
(slow filter paper)
Aluminium foil Pembungkus sampel hasil saring
Aseton pigmen extraction Pelarut pigmen

Prosedur Penelitian

Pengambilan Data Parameter Lingkungan Perairan


Parameter lingkungan perairan di setiap stasiun yang diukur secara in situ
adalah intensitas cahaya, yang diukur dengan menggunakan lux meter. Pengukuran
dilakukan dengan cara meletakkan sendor pada sumber cahaya yang akan diukur
intenstasnya. Cahaya akan menyinari sel foto sebagai energi yang diteruskan oleh
sel foto menjadi arus listrik. Semakin banyak cahaya yang diserap oleh sel, maka
arus yang dihasilkan pun semakin besar.

Pengukuran Pigmen Klorofil dan Karotenoid


Intensitas cahaya matahari pada pagi, siang dan sore hari di setiap stasiun
diukur dengan menggunakan light meter. Pengambilan sampel mikroalga
(fitoplankton) dilakukan melalui penyaringan air laut sebanyak 50 L menggunakan
plankton net Wildco 12” 100 μm Nitex® mesh, P tali =2 M (Effendi et al. 2016).
Air yang tersaring di dalam plankton net kemudian ditampung ke dalam botol
sampel ukuran 250 ml disimpan dalam kondisi dingin dengan suhu 4°C
menggunakan cool box, dibawa dan disimpan dalam cold storage, selanjutnya
disaring dengan menggunakan kertas Whatman paper grade 42: 2,5 μm (slow filter
paper), kemudian disimpan selama 12 jam ke dalam tabung reaksi yang berisi
aceton pigmen extraction sebanyak 10 mL dan dalam refrigerator (Wasmund et
al. 2006). Selanjutnya sampel diputar dalam sentrifuge dengan pemutaran sebesar
4.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4°C (Sumanta et al. 2014).

Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi


kanonik atau Canonical correlation analysis (CcorA) untuk mengukur tingkat
keeratan hubungan antara segugus peubah dependen (kandungan pigmen
fotosintetik) dan segugus peubah independen (ketersediaan cahaya matahari di
27

perairan), hingga mendapatkan kombinasi linear terbaik yang memaksimalkan


koefisien korelasi (Yin 2004). Analisis korelasi kanonik dilakukan dengan bantuan
software XLSTAT-2014.
Nilai korelasi (r) berada antara -1 hingga +1, dimana nilai nol menunjukkan
tidak ada hubungan antara kedua variabel. Nilai korelasi yang nyata berarti adanya
hubungan yang kuat, bukan karena adanya peluang tetapi benar benar berhubungan
nyata antara dua variabel tersebut (Gogtay dan Thatte 2017).

Hasil dan Pembahasan

Data karakteristik lingkungan perairan yang dikumpulkan dari area


penelitian sebagaimana Gambar 3 di atas, sangat bervariasi dan disajikan pada
Tabel 13.

Tabel 13 Nilai rerata pengukuran dan simpangan baku ketersediaan cahaya dan
serapan spektrofotometri untuk klorofil-a, klorofil b-dan karotenoid 5
dari stasiun penelitian di Perairan Selat Bali
Stasiun/ Intensitas Cahaya Klorofil-a Klorofil-b Karotenoid
waktu (Lux) (663nm) (645nm) (470nm)
1.pa 4356.7±440.5 0.004±0.004 0.003±0.003 0.023±0.002
1.si 9883.3±5.8 0.001±0.001 0.007±0.001 0.014±0.006
1.so 753.3±125.8 0.003±0.002 0.007±0.001 0.021±0.011
2.pa 8296.7±524.4 0.002±0.003 0.001±0.001 0.008±0.009
2.si 9263.3±168.6 0.004±0.003 0.003±0.002 0.037±0.010
2.so 516.7±32.1 0.001±0.000 0.005±0.002 0.004±0.002
3.pa 2603.3±567.0 0.006±0.002 0.003±0.000 0.107±0.015
3.si 9340.0±112.7 0.129±0.029 0.014±0.004 0.042±0.006
3.so 870.0±17.3 0.064±0.002 0.030±0.015 0.185±0.006
4.pa 463.3±28.9 0.037±0.006 0.010±0.001 0.180±0.002
4.si 8753.3±234.6 0.052±0.004 0.015±0.003 0.080±0.005
4.so 90.0±0.0 0.036±0.004 0.024±0.001 0.231±0.003
5.pa 5726.7±666.7 0.033±0.004 0.009±0.002 0.203±0.004
5.si 9183.3±90.2 0.077±0.006 0.027±0.003 0.134±0.006
5.so 120.0±10.0 0.026±0.005 0.038±0.001 0.206±0.008
(1,2,3,4,5) = stasiun, pa = pagi, si = siang, so = sore

Hasil analisis korelasi kanonik data pada Tabel 13 diperoleh nilai matriks
korelasi sebagaimana disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Matriks korelasi intensitas cahaya dan pigmen fotosintetik


Klorofil-a Klorofil-b Karotenoid Inten. Cahaya
Parameter
(663nm) (645nm) (470nm) (Lux)
Klorofil-a (663nm) 1 0.4655 0.2939 0.2432
Klorofil-b (645nm) 0.4655 1 0.6814 -0.2756
Karotenoid (470nm) 0.2939 0.6814 1 -0.4531
Intensitas Cahaya (Lux) 0.2432 -0.2756 -0.4531 1
28

Dari Tabel 14 terlihat bahwa jika intensitas cahaya diturunkan maka akan
meningkatkan pembentukan karotenoid dan juga klorofil-b; sedangkan
pembentukan klorofil a tidak signifikan meningkat dengan meningkatnya
ketersediaan cahaya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Pradana et al. (2017)
yang menyimpulkan bahwa intensitas cahaya yang berbeda tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan mikroalga Dunaliella sp., sedangkan intensitas cahaya lebih
berpengaruh terhadap pembentukan kandungan pigmen karotenoid pada mikroalga
Dunaliella sp. Indrastuti et al. (2014) mengemukakan bahwa intensitas cahaya dari
lampu 16 watt, 23 watt, dan 45 watt tidak berpengaruh pada pertumbuhan dan
kandungan klorofil Spirulina platensis. Intensitas cahaya yang terbaik pada
pertumbuhan Spirulina. platensis adalah pada lampu 23 watt yang terlihat dari
kandungan klorofil paling tinggi dibandingkan dengan intensitas cahaya dari lampu
16 watt dan 45 watt.
Korelasi negatif antara intensitas cahaya dengan pembentukan pigmen
klorofil-b dan karotenoid pada Tabel 14 menunjukkan bahwa pembentukan pigmen
klorofil-b dan pigmen karotenoid akan terbentuk secara optimum pada intensitas
cahaya rendah. Pelah et al. (2004) mengemukakan bahwa karotenoid jenis
astaxhantin meningkat konsentrasinya pada stress intensitas cahaya rendah yang
dihasilkan oleh mikroalga spesies Chlorella zofingiensis.
Pembentukan pigmen klorofil-a berpengaruh positif terhadap pembentukan
klorofil-b, bilamana dibandingkan dengan pembentukan pigmen karotenoid.
Penelitian ini sesuai dengan Beneragama dan Goto (2010) yang mengemukakan
bahwa rasio antara kloforil-a dan klorofil-b meningkat pada kondisi cahaya rendah
pada mikroalga spesies Euglena gracilis. Pembentukan pigmen klorofil-b
berkorelasi secara nyata terhadap pembentukan pigmen karotenoid dengan nilai
korelasi sebesar 0.681. Semakin tinggi pembentukan pigmen klorofil-b, maka
pembentukan pigmen karotenoid semakin besar pula.
Berdasarkan hasil analisis korelasi kanonik (Gambar 7) tampak bahwa
informasi yang menggambarkan hubungan antara variabel bebas dan variabel
terikat dibentuk oleh satu sumbu utama (F1) dengan akar ciri kumulatif sebesar
100%. Hal ini bermakna bahwa informasi yang didapatkan dari analisis dengan
menggunakan satu sumbu tersebut sebesar 100% dari total informasi.
Gambar 7 menunjukkan bahwa terdapat 2 kelompok yang terbentuk, yaitu F1
positif dibentuk oleh karakter pigmen klorofil-b dengan nilai korelasi kanonik
0.4512 dan pigmen karotenoid dengan nilai korelasi kanonik 0.7419. Kelompok F1
negatif dibentuk oleh karakter intensitas cahaya matahari dengan nilai korelasi
kanonik -1 dan pigmen klorofil-a dengan nilai korelasi kanonik -0.3982 (Tabel 15).
Hubungan ini secara nyata dikuatkan oleh hasil uji korelasi kanonik dengan nilai
R-adj. = 0.6107 dan P<F = 1%.
29

Variables (axes F1 dan F2: 100.00 %)


1

0,75

0,5

0,25
F2 (0.00 %)

Inten. Cahaya klorofil-a klorofil-b karotenoid


0 Y1
-1 -0,75 -0,5 -0,25 0 0,25 0,5 0,75 1
Y2
-0,25

-0,5

-0,75

-1
F1 (100.00 %)
Gambar 7 Hasil analisis korelasi kanonik antara intensitas cahaya dan pigmen
fotosintetik

Tabel 15 Korelasi kanonik intensitas cahaya dan pigmen fotosintetik


F1 F2
Klorofil-a -0.3982
Klorofil-b 0.4512
Karotenoid 0.7419
Intensitas Cahaya -1.0000

Hubungan antara ketersediaan cahaya matahari dengan konsentrasi pigmen


pada 5 stasiun penelitian di perairan Selat Bali menunjukkan bahwa intensitas
cahaya matahari (Y2) berpengaruh negatif terhadap pembentukan pigmen klorofil-
b (Y1) dengan korelasi kanonik sebesar 0.4512, dimana semakin meningkat
pembentukan pigmen klorofil-b (Y1) maka pembentukan pigmen karotenoid (Y1)
akan semakin meningkat secara signifikan dengan nilai korelasi kanonik sebesar
0.7419. Dengan demikian fungsi korelasi kanonik secara linier sebagai berikut
(Tabel 16):

Y1 = Y2
-0.753 klorofil-a + 0.271 klorofil-b + 0.7782 karotenoid = - intensitas cahaya
30

Tabel 16 Nilai koefisien standar kanonik


F1 F2
Klorofil-a (663nm) -0.7534
Klorofil-b (645nm) 0.2717
karotenoid (470nm) 0.7782
Intensitas Cahaya -1.0000

Benavente-Valdés et al. (2016) mengemukakan bahwa kondisi cahaya


adalah faktor utama yang mempengaruhi mikroalga secara fisiologi, dan faktor
terpenting yang mempengaruhi fotosintesis. Intensitas cahaya yang berbeda
berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan, biomassa, klorofil-a dan
karotenoid. Hasil penelitian (Fakhri et al. 2017) menunjukkan bahwa peningkatan
intensitas cahaya menghasilkan peningkatan pertumbuhan, biomassa, klorofil-a,
dan karotenoid dari Nannochloropsis sp pada kultur skala laboratorium dengan
intensitas cahaya 4.500 lux. Dari Tabel 1 terlihat bahwa intensitas cahaya matahari
pada 5 stasiun di perairan Selat Bali yang berkisar antara 8.000 sampai kurang dari
10.000 lux, menunjukkan pembentukan klorofil-a yang rendah bila dibandingkan
dengan pembentukan klorofil-b dan karotenoid.
Al-Qasmi et al. (2012) menyebutkan bahwa mikroalga tumbuh dengan baik
pada spektrum cahaya biru dibandingkan pada spektrum cahaya putih, dan
menghasilkan klorofil lebih banyak. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil
penelitian ini, dimana pada cahaya rendah nilai klorofil-b lebih tinggi bila
dibandingkan dengan klorofil-a. Demikian pula penelitian Demory et al. (2018)
menunjukkan bahwa pada intensitas cahaya redup, karotenoid memainkan peranan
penting dalam fotosintesis untuk menyimpan energi dengan baik, sehingga pada
cahaya rendah mikroalga menghasilkan klorofil-b dan karotenoid secara signifikan
sebagaimana juga terlihat dalam penelitian ini (Tabel 16).

Simpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa intensitas cahaya matahari
yang rendah lebih berpengaruh terhadap pembentukan pigmen karotenoid (korelasi
kanonik 0.7419) dan pigmen klorofil-b (korelasi kanonik 0.4512 dibandingkan
dengan pembentukan pigmen klorofil-a (korelasi kanonik 0.3982). Pigmen
karotenoid dan klorofil-b akan terbentuk secara optimum pada intensitas cahaya
rendah
31

4 KANDUNGAN DAN KOMPOSISI TURUNAN PIGMEN


KAROTENOID MIKROALGA DARI
PERAIRAN SELAT BALI

Pendahuluan

Mikroalga merupakan organisme autotrof mikroskopis sel tunggal yang


memiliki pigmen fotosintetik sehingga mampu melakukan fotosintetis. Mikroalga
ditemukan di air tawar dan lingkungan laut serta hidup di habitat alami yang
kompleks dan dapat beradaptasi dengan cepat dalam kondisi lingkungan ekstrim,
yaitu, salinitas, suhu, nutrisi, radiasi UV dengan menghasilkan beberapa bioproduk
yang berguna termasuk pigmen fotosintetik (Mobin dan Alam 2017). Pigmen
adalah senyawa kimia yang mampu merefleksikan cahaya pada panjang gelombang
tertentu. Pigmen yang dikandung oleh alga akan memberikan refleksi bagi tampilan
warna sesuai dominansi pigmen yang dikandungnya, sehingga pigmen berperan
sebagai perangkap cahaya yang akan digunakan sebagai sumber energi dalam
fotosintesis. Secara umum, pigmen yang terdapat dalam mikroalga terdiri dari tiga
kelompok pigmen fotosintetik yang berbeda dalam melakukan penyerapan cahaya
dan photoprotective pigmen di laut, yaitu klorofil, karotenoid dan fikobiliprotein
(Jeffrey et al. 1995; Barra et al. 2014).
Karotenoid merupakan pigmen mikroalga yang berwarna kuning hingga
merah, merupakan pigmen yang paling umum terdapat di alam dan disintesis oleh
semua organisme fotosintetik (Vílchez et al. 2011). Algae mempunyai karotenoid
spesifik yang menarik untuk dipelajari. Setiap kelas alga mempunyai komposisi
karotenoid yang berbeda. Karotenoid tersebut terdistribusi pada membran tilakoid
sesuai dengan fungsinya dalam fotosintesis (Merdekawati et al. 2017) Karotenoid
di dalam jaringan organisme fotosintetik berperan sebagai aksesoris dan
fotoprotektor (Holt et al. 2005; Cazzonelli 2011). Sebagai pigmen aksesoris,
karotenoid berfungsi untuk menangkap energi cahaya dengan panjang gelombang
yang tidak dapat ditangkap klorofil, kemudian mentrasfer cahaya ke pigmen aktif
(klorofil), dan digunakan untuk fotosintesis (Holt et al. 2005) Disamping menyerap
cahaya yang mempunyai panjang gelombang rendah, karotenoid juga memiliki
peran ganda lain yakni melindungi klorofil dari energi cahaya berlebihan, serta
memburu dan memadamkan oksigen singlet yang membahayakan molekul klorofil
bahkan sel (Zurdo et al. 1992). Karotenoid adalah pigmen organik yang terdapat
pada kloroplas dan kromoplas tumbuhan dan kelompok organisme lainnya seperti
mikroalga (Hirschberg et al. 1997) dan terbentuk dari delapan molekul isoprena
sehingga mempunyai 40 atom karbon dan senyawa ini tidak larut dalam air. Secara
umum senyawa golongan karotenoid terbagi menjadi 2 kelompok pigmen (Gambar
8), yang dikelompokkan ke dalam karoten (karotenoid murni hidrokarbon, tidak
memiliki atom oksigen), termasuk didalamnya α, β, γ-karoten dan likopen,
merupakan senyawa hidrokarbon tak jenuh dan tidak mengandung oksigen,
sedangkan dan xantofil (karotenoid pembawa atom oksigen), termasuk didalamnya
lutein, astaxanthin, bixin, rhodoxantin merupakan turunan karoten yang teroksidasi
(Kiokias et al. 2016; Merdekawati et al. 2017).
32

Gambar 8 Struktur kimia dari beberapa karotenoid yang diproduksi oleh alga
(Fretes et al. 2012)

Pembentukan karotenoid yang dihasilkan oleh mikroorganisme tidak


mengenal musim dan memiliki produktivitas tinggi, sangat potensial untuk
dijadikan pengganti pewarna aditif maupun bioaktif yang diekstrak dari mikroalga
(Arulselvi et al. 2014) sehingga mampu mengurangi kerusakan alam akibat
eksploitasi yang berlebihan. Karotenoid banyak ditemukan pada berbagai
mikroalga laut, dapat ditemukan dalam jumlah melimpah dalam kondisi stres
lingkungan tinggi, yaitu dipengaruhi intensitas cahaya yang berfluktuasi tinggi
(Ambati et al. 2014). Karotenoid pada mikroalga mampu diproduksi di bawah
kondisi lingkungan yang tertekan (stress condition) dengan meningkatnya radiasi
cahaya maupun kadar nutrien yang berlebih mampu memberikan pengaruh yang
dominan dalam mensintesis karotenoid (Winahyu 2018). Lebih lanjut Descy et al.
(2009) mengemukakan bahwa sintesis karotenoid pada mikroalga akan meningkat
ketika kondisi fisiologis sel tidak seimbang dan dipengaruhi oleh beberapa faktor
lainnya. Hal ini disebabkan dalam kondisi lingkungan yang stress, keseimbangan
sel mikroalga akan terganggu dan merangsang pembentukan radikal bebas berlebih.
Karotenoid sangat bermanfaat bagi manusia karena memberikan konstribusi
yang besar pada berbagai sektor kehidupan, terutama di bidang makanan dan
kesehatan yaitu sebagai sumber vitamin A yang bermanfaat pada organ visual,
merangsang pembentukan sel darah merah dan darah putih yang berperan penting
pada sistem kekebalan tubuh, pewarna makanan alami, bahan aditif pada makanan,
penambah sel darah merah, antioksidan, antibakteri, meningkatkan imunitas, serta
33

pengganti sel-sel yang rusak (Fretes et al. 2012). Hal inilah yang menyebabkan
kebutuhan akan antioksidan yang berasal dari karotenoid, terus meningkat dan
semakin banyak dilakukan penelitian untuk mencari sumber-sumber organisme
yang mampu memproduksi karotenoid dalam jumlah banyak yang salah satu
sumber karotenoid adalah berasal dari mikroalga perairan. Penelitian ini membahas
mengenai komposisi turunan karotenoid difokuskan pada pigmen karotenoid
terutama β-karoten, astaxanthin, lutein, yang merupakan turunan pigmen
fotosintetik pada perairan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
kandungan dan komposisi pigmen karotenoid mikroalga dari Perairan Selat Bali,
dalam kaitan spasial dan temporal sehingga dapat memproyeksikan potensinya
sebagai penghasil bahan aktif senyawa pigmen alami.

Metode Penelitian

Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Perairan Selat Bali, Indonesia, yang didasarkan dari
hasil penelitian I pada BAB 2, menunjukkan bahwa nilai karotenoid tinggi berada
pada Stasiun 3, Stasiun 4, dan stasiun 5. Sampel yang dianalisis lebih lanjut diambil
dari 3 stasiun, yaitu, Stasiun 3 berada di Penyebrangan Gilimanuk – Ketapang (LS
08°08’54.0” BT 114°24’05.9”), Stasiun 4 berada di Pelabuhan Muncar (LS
08°25’51.1” BT 114°21’21.0”), dan Stasiun 5 berada di Teluk Pang-Pang (LS
08°30’01.0” BT 114°22’28.7”). Stasiun 3 merupakan alur pelayaran lintasan kapal
penyeberangan, Stasiun 4 merupakan area penangkapan ikan dan industri
perikanan, sedangkan Stasiun 5 merupakan teluk dan muara sungai, dimana
pengaruh air laut dan tawar berfluktuasi atau bisa sama dominannya tergantung dari
pasang surut dan masukan aliran air tawar, sehingga nutrien dari daratan
terakumulasi di teluk. Pada setiap stasiun penelitian dilakukan pengambilan sampel
masing-masing sebanyak tiga kali.

Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada musim timur, bulan Agustus 2017.
Pengambilan sampel mikroalga dilakukan pada pagi hari pukul 06.00 – 08.00 WIB,
pada siang hari pukul 11.00 – 13.00 WIB, pada sore hari pukul 16.00-18.00 WIB,
terkait ketersediaan cahaya matahari yang dibutuhkan oleh mikroalga dalam
melaksanakan fotosintesis.

Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagaimana
pada Tabel 17 untuk ekstraksi dan pengukuran turunan pigmen karotenoid.
34

Tabel 17 Alat dan bahan yang digunakan untuk ekstraksi dan pengukuran pigmen
Peralatan Keterangan
Jaring plankton Wildco 12” 100 μm Menyaring mikroalga
Nitex® mesh, P tali =2 M
Botol sampel Menyimpan sampel hasil saring
Tabung Reaksi Menyimpan larutan ekstrak
Freezer/ Cold storage Menyimpan sampel beku
Centrifuge Memecah sel (menghancurkan dinding sel)
Spektrofotometer UV-Vis Pengukuran pigmen klorofil dan karotenoid
HPLC Pengukuran pigmen ß- karoten, astaxanthin
lutein
Bahan
Whatman paper grade 42: 2.5 μm Memisahkan sel dari air laut
(slow filter paper)
Aseton pigmen extraction Pelarut pigmen

Prosedur Penelitian

Pengukuran Pigmen Karotenoid Beserta Turunannya


Pengambilan sampel mikroalga (fitoplankton) dilakukan melalui penyaringan
air laut sebanyak 50 L menggunakan plankton net Wildco 12” 100 μm Nitex®
mesh, panjang 2 meter (Effendi et al. 2016). Air yang tersaring di dalam plankton
net kemudian ditampung ke dalam botol sampel ukuran 250 mL, kemudian
disimpan dalam kondisi dingin dengan suhu 4°C menggunakan cool box, dibawa
dan disimpan ke cold storage selama 7 hari, selanjutnya disaring diatas kertas
Whatman paper grade 42: 2.5 μm (slow filter paper) dan disimpan selama 12 jam
ke dalam tabung reaksi yang berisi aseton pigmen extraction sebanyak 10 mL,
dalam refrigerator (Wasmund et al. 2006) selanjutnya sampel diputar dalam
sentrifuge dengan pemutaran sebesar 4.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4°C
(Sumanta et al. 2014), dan dilakukan pengukuran pigmen karotenoid menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang A470 nm. Kandungan karotenoid
total dihitung berdasarkan metode Kim et al. (2014), yaitu:

Karotenoid total (μg/mL) = 4 × A470 nm (Kim et al. 2014)

Pengukuran nilai β-karoten, astaxanthin dan lutein dilakukan pengujian lebih


lanjut menggunakan HPLC di Vicma Lab-Indonesia (Hosikian et al. 2010). Semua
preparasi dan pegujian turunan karotenoid harus dilakukan dalam cahaya dan suhu
rendah, karotenoid sangat sensitif terhadap cahaya, oksigen dan panas. Sehingga
pengujian dilakukan di ruangan gelap gan menjaga suhu pada 5°C.
Sampel yang terlarut dalam aseton dikeringkan terlebih dahulu, sampel kering
diambil sebanyak 25 mg dimasukkan ke dalam tabung centrifuge 10 mL dan
ditambahkan 5 mL DMSO ke tabung centrifuge, ditempatkan dalam bak air
prapanas di 45-50°C selama 30 menit, divortex selama 15 detik selama 10 menit
masa inkubasi. Centrifuge pada 3800-4200 rpm selama 5 menit untuk memperoleh
pelet sel. Pipet supernatan dan kumpulkan dalam labu volumetrik 25 mL, kemudian
ditambahkan 5 mL aseton ke tabung centrifuge, vortex dengan kuat selama 30 detik.
35

Centrifuge pada 3500 rpm selama 5 menit untuk mendapatkan pelet bahan sel.
Transfer supernatan ke labu volumetrik. Setelah semua supernatan dikumpulkan
dalam labu volumetrik, bawa volumenya 25 mL dengan aseton. Tutup labu dan
balikkan perlahan untuk mencampur. Pipet alikuot (5-7 mL) ke tabung bersih dan
centrifuge selama 5 menit pada 3500 rpm untuk menghilangkan partikel apa pun
yang mungkin terbawa dalam transfer. Baca serapan maksimum (sekitar 471-477
nm) terhadap aseton kosong pada spektrofotometer. Jika daya serapnya lebih besar
dari 1.25 maka sampel dilarutkan kembali dengan aseton dan sesuaikan perhitungan
untuk pengenceran (pembacaan serapannya linear antara 0.25 dan 1.25).
Pengenceran 1: 7 (ekstrak astaxanthin 1 bagian menjadi 6 bagian aseton) biasanya
akan menyesuaikan daya serap akhir dalam jumlah jarak yang tepat.
Lanjut ke Bagian 2 untuk hidrolisis ester karotenoid: Pengoperasian HPLC
dengan standar dan sampel, laju aliran: 1.2 mL / menit, Running solvent: hexane /
aseton isokratik (82:18 v / v), volume injeksi (ukuran lingkaran): 20 ul, kolom:
kolom silika analitik Luna 3 um dapat digunakan (Phenomenex part # 00F4162-E0)
atau, LiChrosorb 5 um silika 60 kolom HPLC (250mm x 4.0mm) dengan bahan
kolom pelindung serupa. Jalankan waktu: 10-15 menit Batas deteksi: 0,1 ppm
dalam umpan waktu retensi (sedikit berbeda dengan menjalankan pelarut dan
kondisi lainnya): Beta-karoten: 1,4 menit, Lutein: 8.6 menit.

Analisa Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan Analisa Komponen Utama


(Principal Component Analysis, PCA) dengan bantuan software XLSTAT dengan
untuk mengetahui variasi spasial dan temporal kandungan turunan pigmen
karotenoid di perairan, serta software SPSS 22 untuk mengetahui perbedaan stasiun
serta perbedaan waktu pembentukan karotenoid di perairan.

Hasil dan Pembahasan

Sebaran Turunan Pigmen Karotenoid di Perairan Selat Bali


Data turunan pigmen karotenoid penting yang berada di perairan Selat Bali
dikumpulkan dari area penelitian tercantum di masing-masing dari 3 stasiun, sangat
bervariasi disajikan pada Tabel 18. Kandungan dan komposisi pigmen karotenoid
di Perairan Selat Bali pada seluruh lokasi penelitian secara temporal pada pagi,
siang dan sore hari disajikan pada Tabel 18. Terdapat perbedaan secara nyata
sebagaimana hasil analisa uji anova pada Tabel 19. Pagi hari kandungan pigmen
karotenoid perairan paling tinggi di Stasiun Teluk Pang-Pang sebesar 0.81 ppm
yang paling rendah di Stasiun Ketapang, yaitu 0.43 ppm. Hal ini disebabkan
ketersediaan nutrien yang lebih baik di Teluk Pang-Pang yang merupakan area teluk
yang tenang dengan muara sungai. Umumnya perairan yang tenang mampu
menyimpan kandungan nutrien dengan baik (Setiapermana 2006) lebih subur
karena suplai bahan organik dan akumulasi aliran sungai yang membawa unsur hara
dari daratan.
36

Tabel 18 Nilai rerata pengukuran dan simpangan baku kandungan turunan pigmen
karotenoid penting perairan pada 3 lokasi di Perairan Selat Bali
Stasiun/ Karotenoid β-karoten Astaxanthin Lutein
waktu (ppm) (ppm) (ppm) (ppm)
St 3 pagi 0.43±0.06 0.015±0.004 0.010±0.001 0.013±0.002
St 3 siang 0.17±0.02 0.005±0.001 0.003±0.001 0.001±0.001
St 3 sore 0.74±0.03 0.018±0.013 0.014±0.001 0.022±0.001
St 4 pagi 0.72±0.01 0.035±0.001 0.031±0.000 0.020±0.001
St 4 siang 0.32±0.02 0.017±0.001 0.012±0.001 0.007±0.002
St 4 sore 0.92±0.01 0.044±0.001 0.032±0.001 0.021±0.008
St 5 pagi 0.81±0.02 0.038±0.001 0.031±0.002 0.020±0.000
St 5 siang 0.54±0.02 0.273±0.000 0.019±0.001 0.015±0.001
St 5 sore 0.82±0.03 0.038±0.000 0.036±0.002 0.022±0.001
(3,4,5) = stasiun, pa = pagi, si = siang, so = sore

Siang hari pembentukan pigmen karotenoid mengalami penurunan secara


signifikan. Kandungan pigmen paling rendah berada di Ketapang 0.17 ppm
sedangkan paling tinggi di Teluk Pang-Pang 0.54 ppm. Kondisi ini dimungkinkan
karena 2 hal, yaitu tingginya intensitas cahaya matahari yang melampaui batas
optimal untuk fotosintesis mikroalga, sehingga direspon dengan migrasi vertikal ke
perairan yang lebih dalam. Kedua, stasiun Ketapang merupakan alur lintasan
pelayaran Selat Bali yang padat, sehingga gerakan kapal dan ombak akan membawa
mikroalga ke tempat lain atau menyebabkan penenggelaman mikroalga. Fotosintesa
yang dilakukan mikroalga menggunakan klorofil-a, b, dan jenis pigmen tambahan
yaitu karotenoid, yang secara lengkap menggunakan semua cahaya dalam spektrum
tampak pada panjang gelombang 400–700 nm, cahaya yang diabsorbsi oleh pigmen
fitoplankton dapat dibagi dalam: cahaya dengan panjang gelombang lebih dari 600
nm, terutama diabsorbsi oleh klorofil dan cahaya dengan panjang gelombang
kurang dari 600 nm, terutama diabsorbsi oleh pigmen-pigmen pelengkap atau
tambahan (Levinton 1982).
Sebaran pigmen karotenoid di Perairan Selat Bali secara temporal baik pada
waktu pagi, siang dan sore hari berbeda secara signifikan. Berdasarkan hasil uji
ANOVA sebagaimana Tabel 19, menunjukkan bahwa di perairan Selat Bali,
pigmen karotein keberadaannya tidak merata, hal ini mungkin disebabkan karena
tingginya dinamika oseanografi di Perairan Selat Bali.
Karotenoid merupakan pigmen asessoris yang secara fisiologis fungsinya
melindungi kerusakan klorofil-a. Pagi dan sore hari konsentrasi karotenoid
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan siang hari, hal ini
kemungkinan disebabkan oleh pengaruh radiasi ultraviolet yang dikenal dengan
photoinhibition (hambatan oleh cahaya) dan photodamage (kerusakan oleh cahaya)
serta photooxidation (oksidasi oleh cahaya) yang disebabkan cahaya yang terlalu
tinggi (Akmal et al. 2012). Kandungan pigmen karotenoid dalam perairan pada pagi
dan sore hari ini lebih besar dikarenakan organisme fotosintetik salah satu di
antaranya adalah mikroalga menerima sedikit cahaya dengan panjang gelombang
efektif diserap oleh karotenoid (violet dan merah) yang mendorong proses
fotosintesis. Menurut Gantt dan Cunningham (2001), fungsi utama pigmen kuning
dan orange dalam fotosintesis berperan sebagai pigmen tambahan dan tersedia
37

sebagai pelindung photooksidan dari kelebihan cahaya dan cahaya rendah yang
diserap oleh mikroalga di permukaan perairan.

Tabel 19 Hasil uji ANOVA sebaran karotenoid di Perairan Selat Bali


Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between Groups 0.100 8 0.012 248.465 0.000
Within Groups 0.001 18 0.000
Total 0.100 26

Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa informasi yang


menggambarkan hubungan antara turunan pigmen fotosintetik perairan terhadap
stasiun pengamatan dibentuk oleh empat kelompok pada sumbu utama (F1) dan
(F2), dengan akar ciri kumulatif berkisar 94.69 %. Hal ini bermakna bahwa
informasi yang didapatkan dari analisis dengan menggunakan dua sumbu tersebut
memberikan informasi sebesar 94.69 % total informasi sebagaimana dijelaskan
pada Gambar 9.

Biplot (axes F1 dan F2: 94.69 %)


4 cahaya

3
Betakaroten
2 Astaxanthin
F2 (15.03 %)

5.pa
5.si 5.pa
1 5.si5.si 5.pa
3.Si 4.si 4.si 4.so
4.so 4.so
3.Si 4.si 4.pa 5.so
0
3.Si 4.pa 4.pa 5.so
5.so

-1 3.pa3.pa
3.so
3.so Lutein
3.pa
-2
3.so
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
F1 (79.66 %)
Gambar 9 Hasil analisis komponen utama sebaran turunan pigmen karotenoid (β-
karoten, lutein, dan astaxanthin) perairan di lokasi penelitian, (3,4,5) =
stasiun, pa = pagi, si = siang, so = sore
Gambar 10 Hasil analisis komponen utama asi penelitian, (

Kelompok pertama di sumbu F1 positif, memberikan gambaran bahwa baik


kandungan pigmen perairan turunan karotenoid (β-karoten, lutein, dan astaxanthin)
memiliki nilai tinggi pada pagi dan sore hari di Stasiun 4 dan Stasiun 5 yang
dicirikan oleh adanya kandungan β-karoten dengan nilai korelasi (0.8046),
axtasanthin (0.8716), dan lutein (0.8756). Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Olaizola dan Duerr (1990) yang mengemukakan bahwa β-
karoten terbentuk secara melimpah pada intensitas cahaya rendah (cahaya warna
biru). Oliveira et al. 2014 menambahkan lebih lanjut bahwa intensitas cahaya
rendah dapat meningkatkan pembentukan fikosianin dan karotenoid pada Nostoc
38

spp. Namun hasil penelitian yang disampaikan oleh Pisal dan Lele (2005),
mengemukakan bahwa β-karoten meningkat pada paparan Irradiasi dan suhu tinggi.
Lebih lanjut Fu et al. 2013 menyampaikan bahwa kombinasi antara cahaya merah
dengan cahaya biru dapat meningkatkan pembentukan pigmen β-karoten dan lutein.
Benavente-vades et al. (2016) menjelaskan lebih jauh bahwa fotoperiode dan
intensitas cahaya memberikan pengaruh terhadap pembentukan β-karoten dan
lutein pada kultur Dunalliella salina dan Spirulina platensis. Peningkatan paparan
cahaya dapat meningkatkan pembentukan pigmen. Guyon et al. 2018
menambahkan bahwa faktor pembatas cahaya atau pengaruh cahaya rendah serta
fluktuasi perubahan cahaya dapat meningkatkan pembentukan astaxanthin
Kelompok kedua pada sumbu F1 negatif pada cahaya matahari memiliki nilai
tinggi dengan korelasi sebesar (-0.6346). Intensitas cahaya yang tinggi pada siang
hari di masing masing stasiun memberikan pengaruh pembentukan pigmen perairan
turunan karotenoid sangat kecil, baik di Stasiun 3, Stasiun 4 maupun Stasiun 5 dan
di Stasiun 3 pada pagi hari. Kelompok ke 3, pada sumbu F2 positif, Stasiun 3 pada
sore hari dan pagi lebih dicirikan oleh faktor lainnya, begitu juga pada Kelompok
4, sumbu (F2) negatif juga menginformasikan bahwa pada siang hari di Stasiun 5
juga dicirikan oleh faktor lain.

Rasio Turunan Pigmen Karotenoid di Perairan Selat Bali


Karotenoid merupakan pigmen yang paling umum terdapat di alam dan
disintesis oleh semua organisme fotosintetik. Hingga saat ini telah teridentifikasi
700 jenis karotenoid berdasarkan perbedaan struktur molekulnya pada algae,
karotenoid memegang peranan penting dalam proses fotosintesis bersama dengan
klorofil. Sebagai pigmen yang jumlahnya berlimpah di alam, karotenoid juga
memiliki manfaat yang luar biasa bagi kehidupan manusia. Karotenoid memberikan
kontribusi yang besar bagi berbagai sektor kehidupan terutama sebagai sumber
vitamin A yang bermanfaat bagi organ visual, pewarna makanan, bahan aditif pada
makanan, penambah sel darah merah, antioksidan, antibakteria, meningkatkan
imunitas, serta pengganti sel-sel yang rusak (Fretes 2012). Hasil penelitian ini
sebagaimana Tabel 20 menunjukkan bahwa rasio pigmen karotenoid terbentuk dari
pigmen β-karoten sebesar 0.09, Asataxanthin 0.68 dan lutein sebesar 0.79.

Tabel 20 Nilai rasio turunan pigmen karotenoid penting perairan pada 3 lokasi di
Perairan Selat Bali
Stasiun/ waktu β-karoten Astaxanthin Lutein
St 3 pagi 0.03 0.67 1.30
St 3 siang 0.03 0.60 0.33
St 3 sore 0.02 0.78 1.57
St 4 pagi 0.05 0.89 0.65
St 4 siang 0.05 0.71 0.58
St 4 sore 0.05 0.73 0.66
St 5 pagi 0.05 0.82 0.65
St 5 siang 0.51 0.07 0.79
St 5 sore 0.05 0.95 0.61
Rasio turunan karotenoid 0.09 0.68 0.79
(3,4,5) = stasiun, pa = pagi, si = siang, so = sore
39

Keterkaitan antara cahaya dan rasio turunan pigmen karotenoid pada Gambar
10, menunjukkan bahwa pembentukan pigmen β-karoten membutuhkan cahaya
yang lebih tinggi dengan nilai korelasi kanonik sebesar (0.2855), sedangkan pigmen
lutein dan astaxanthin terbentuk pada intensitas cahaya yang lebih rendah, lutein
memiliki nilai korelasi kanonik sebesar 0.4265 dan astaxanthin memiliki nilai
korelasi kanonik 0.2974.

Variables (axes F1 and F2: 100.00 %)


1

0,75

0,5

0,25
F2 (0.00 %)

cahaya β-karoten Astaxanthin Lutein


0 Y1
-1 -0,75 -0,5 -0,25 0 0,25 0,5 0,75 1
Y2
-0,25

-0,5

-0,75

-1
F1 (100.00 %)
Gambar 10 Analisis korelasi kanonik antara Intensitas cahaya dan turunan pigmen
karotenoid

Simpulan

Sebaran pigmen karotenoid di Perairan Selat Bali secara temporal baik pada
waktu pagi, siang dan sore hari berbeda secara signifikan, pembentukan pigmen
karotenoid perairan secara optimal terjadi pada sore hari. Kandungan pigmen
perairan turunan karotenoid (β-karoten, lutein, dan astaxanthin) memiliki nilai
tinggi pada pagi dan sore hari di Stasiun 4 dan Stasiun 5 yang dicirikan dengan
intensitas cahaya rendah. Rasio pigmen karotenoid terbentuk dari pigmen β-karoten
sebesar 0.09, asataxanthin 0.68 dan lutein sebesar 0.79. Pembentukan pigmen β-
karoten membutuhkan cahaya yang lebih tinggi dengan nilai korelasi kanonik
sebesar (0.2855), sedangkan pigmen lutein terbentuk pada intensitas cahaya yang
lebih rendah memiliki nilai korelasi kanonik sebesar 0.4265 dan astaxanthin
memiliki nilai korelasi kanonik 0.2974.
40

5 PEMBAHASAN UMUM
Karakteristik lingkungan perairan sebagai habitat bagi mikroalga dicirikan
oleh parameter-parameter fisika-kimiawi di perairan yang meliputi suhu, salinitas,
DO, ketersediaan cahaya matahari, nitrat, amoniak dan fosfat. Secara garis besar,
heterogenitas lingkungan perairan sangat berpengaruh terhadap keberadaan
mikroalga laut, yang meliputi, distribusi dan kelimpahan serta kemampuan
menghasilkan metabolit sekunder.
Di perairan yang dekat dengan daratan pulau besar, kandungan nutrien, baik
amoniak maupun nitrat sangat melimpah bilamana dibandingkan dengan pulau-
pulau berpasir yang berada di Pulau Tabuhan maupun di Pulau Menjangan. Daratan
pulau besar yang berada di Selat Bali, Penyebrangan Ketapang-Gilimanuk, Muncar
mapun Teluk Pang-Pang memiliki karakteristik yang berbeda pula, semakin dekat
dengan tingginya aktivitas antropogenik, kandungan nitrat yang berada di daerah
pertemuan arus yang ada di Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk juga semakin
meningkat dengan adanya reaksi nitrifikasi akibat fluktuasi oksigen tinggi di
perairan berarus, selain itu pengaruh dari posisi teluk yang berada di Teluk Pang-
Pang mempengaruhi keberadaan kandungan amoniak yang semakin tinggi.
Amoniak merupakan molekul terkecil tersimpan dengan baik yang umumnya lebih
melimpah di perairan yang lebih tenang.
Aryawati dan Toha (2011) mengemukakan tingginya kandungan nitrat dan
amoniak berkorelasi positif terhadap kandungan klorofil-a di perairan, sehingga
kandungan klorofil-a lebih banyak ditemukan di perairan estuaria bilamana
dibandingkan dengan perairan yang lebih terbuka. Lebih lanjut Marlian et al. (2015)
mengemukakan bahwa perairan-perairan yang dekat dengan daratan (sungai,
muara, dan pinggir teluk) memiliki kandungan unsur hara tinggi yang diikuti pula
dengan tingginya sebaran horizontal klorofil-a, dan perairan yang jauh dari daratan
(tengah teluk dan terluar dari teluk) memiliki kandungan unsur hara rendah yang
diikuti juga dengan rendahnya sebaran horizontal klorofil-a. Unsur hara tersebut
berasal dari daratan, sehingga memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap
kesuburan perairan terutama terhadap biomassa mikroalga sebagai fitoplankton
(klorofil-a) di perairan teluk. Nilai kandungan klorofil-a yang tinggi pada Stasiun 5
(Teluk Pang-Pang) juga diduga terkait dengan lokasi penelitian yang terletak di
kawasan vegetasi mangrove, daerah pertambakan dan merupakan daerah teluk
sebagaimana terlampir pada Lampiran 1.
Kawasan vegetasi mangrove di Teluk Pang-Pang memberikan konstribusi
kandungan nutrien yang lebih tinggi ke perairan. Serasah daun mangrove yang jatuh
ke perairan mengalami dekomposisi dan pelapukan sehingga dapat memberikan
tambahan nutrien bagi pertumbuhan fitoplankton. Serasah tumbuhan mangrove
juga merupakan sumber karbon dan nitrogen bagi hutan itu sendiri dan perairan
sekitarnya (Hidayah et al. 2016). Tingginya kandungan nutrien yang berada di
kawasan mangrove yang ada di Teluk Pang-Pang dimanfaatkan oleh fitoplankton
untuk melakukan fotosintesis maupun replikasi pertumbuhannya, bahkan
produktivitas fitoplankton di perairan mangrove dapat empat kali lebih tinggi
daripada di lautan terbuka (Haryadi dan Hadiyanto 2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Safitri et al. (2014)
mengemukakan bahwa pada bulan Mei - Agustus, kelimpahan klorofil-a paling
banyak di perairan selatan Selat Bali yang terhubung langsung dengan Samudera
41

Hindia. Tingginya kandungan klorofil-a di Teluk Pang-Pang disebabkan pada


musim timur terjadi fenomena upwelling di Samudera Hindia, kawasan ini
memiliki tingkat kesuburan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ke empat
stasiun yang lainnya. Massa air hasil upwelling dari Samudera Hindia yang
mengandung unsur hara paling banyak memasuki perairan selatan Selat Bali. Pada
musim timur juga, pengaruh dari angin musim timur yang berhembus
mengakibatkan massa air yang bergerak dari selatan ke utara pada Perairan Selat
Bali.
Berdasarkan hasil analisa PCA sebagaimana Lampiran 2, menunjukkan
bahwa secara temporal baik waktu pagi, siang dan sore hari di pulau-pulau kecil
dataran baik di Pulau Menjangan dan dan Pulau Tabuhan yang berada di Perairan
Selat Bali dicirikan dengan parameter fisik-kimia berupa salinitas tinggi.
Kandungan salinitas tinggi pada stasiun 1 dan 2 dikarenakan perairan ini merupakan
pulau dataran berpasir dan tidak memiliki aliran sungai dan sumber air tawar,
sehingga pada musim timur atau saat musim kemarau, sama sekali tidak ada
masukan air tawar yang menyebabkan salinitasnya semakin meningkat.
Klorofil-a merupakan pigmen kehijauan yang berperan penting dalam proses
fotosintesis sebagai pigmen penangkap cahaya, karenanya klorofil-a digunakan
sebagai indikator tingginya produktifitas perairan, dimana salah satu organisme laut
yang mampu melakukan fotosintesis di perairan adalah mikroalga. selain klorofil-
a, mikroalga juga mempunyai kemampuan untuk menghasilkan klorofil-b maupun
karotenoid, yang merupakan pigmen alami berwarna merah, oranye atau kuning
dari senyawa turunan terpenoid yang tidak larut air, yang berfungsi sebagai antena
untuk menangkap cahaya dengan panjang gelombang lebih rendah untuk
menghasilkan energi cahaya yang lebih tinggi dalam melaksanakan fotosintesis
pada fotosistem I. Terdapat hubungan yang terbalik antara panjang gelombang
dengan dengan jumlah energi. Panjang gelombang pendek dapat menyimpan energi
lebih tinggi pada saat terjadinya proses fotosintesis (Sularno 2009). Fakhri et al.
(2017) mengemukakan perbedaan intensitas cahaya dan unsur hara menyebabkan
perbedaan morfologi dan kandungan klorofil-a, serta karotenoid.
Pada siang hari Stasiun 3 (penyeberangan Ketapang-Gilimanuk) yang berada
pada Perairan Selat Bali yang dicirikan oleh parameter fisik kimia perairan berupa
kandungan nitrat yang lebih tinggi bila dibandingan dengan keempat stasiun yang
lainnya. Nilai kandungan nitrat yang tinggi pada siang hari disebabkan karena di
perairan ini terdapat muara sungai Ketapang yang membawa berat beban limbah
dari aktivitas penduduk sekitar dan memberikan dampak negatif memberikan
konstribusi masuknya limbah (polutan) dapat berbentuk padat, cair dan gas kedalam
perairan, dimana pada siang hari, aktivitas antropogenik lebih tinggi bilamana
dibandingkan dengan aktivitas pada pagi hari, maupun sore hari. Tingginya
kandungan oksigen terlarut pada siang hari yang diakibatkan oleh arus tinggi di
perairan ini memberikan konstribusi terjadinya reaksi nitrifikasi sehingga
menghasilkan nitrat tinggi.
Distribusi mikroalga di Selat Bali disajikan secara terperinci pada Lampiran
4, yang didominasi oleh kelompok Bacillariophyceae, memiliki tingkat kehadiran
lebih tinggi, terdapat 8 spesies, yang terdiri dari Bacteriastrum elongatum, Trieres
chinensis, Chaetoceros gracilis, Fragilariopsis cylindrus, Leptocylindrus danicus,
Navicula distans, Rhizosolenia hebetate, Thalassiothrix fravenfeldii bilamana
42

dibandingkan dengan kelompok Dynophyceae hanya terdapat 2 spesies, yaitu


Tripos longisimus dan Tripos lunula.
Berdasarkan Lampiran 4 tersebut didapatkan jenis Navicula distans dan
Rhizosolenia hebetate terdistribusi secara merata ditemukan di lima stasiun, baik
secara temporal maupun secara spasial, sehingga diduga spesies ini mampu hidup
pada semua kisaran parameter lingkungan yang berada di Perairan Selat Bali, baik
salinitas tinggi yang ada di Pulau Tabuhan dan Pulau Menjangan, maupun dicirikan
dengan kandungan nitrat tinggi yang berada di perairan Ketapang-Gilimanuk, juga
dicirikan oleh suhu, fosfat dan DO tinggi yang berada di Pulau Tabuhan dan Muncar
pada sore hari, serta kedua spesies (Navicula distans dan Rhizosolenia hebetate)
mampu hidup kondisi amoniak tinggi yang berada di Teluk Pang-Pang.
Hasil analisis koresponden yang tersaji pada Lampiran 3, menunjukkan
bahwa sebaran jenis mikroalga Selat Bali yang terdapat pada lokasi pengamatan
memberikan gambaran bahwa mikroalga yang memiliki koresponden erat dengan
stasiun 3 yang berada di Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk pada waktu siang dan
sore hari, (Fragilariopsis cylindrus dan Thalassiothrix fravenfeldii), Stasiun 5 yang
berada di Teluk Pang-Pang pada siang dan sore hari (Chaetoceros gracilis, Tripos
lunula), Stasiun 4 di Muncar pada waktu siang hari (Tripos longisimus), sedangkan
di Stasiun 1 (Pulau Menjangan) dan stasiun 2 (Pulau Tabuhan) secara temporal
baik pada waktu pagi, siang maupun sore hari serta dengan Stasiun 4 (Muncar) pada
waktu sore hari, tersebar secara merata spesies Trieres chinensis, Navicula distans,
Rhizosolenia hebetata. Leptocylindrus danicus dan Bacteriastrum elongatum.
Hasil analisis komponen utama (PCA), sebagaimana Lampiran 2 dan analisis
korespondensi (CA) pada Lampiran 3, memperlihatkan adanya hubungan antara
mikroalga dengan karakteristik yang dicirikan oleh parameter fisika-kimiawi
perairan pada stasiun sebagai habitat hidup mikroalga, dimana di Stasiun 5
pengamatan di Teluk Pang-Pang secara temporal pada pagi, siang dan sore hari
dicirikan oleh amoniak tingi dan kandungan klorofil-a, klorofil-b serta karotenoid,
memiliki korespondensi erat dengan mikroalga jenis Chaetoceros gracilis, Tripos
lunula dan pada waktu sore hari di Stasiun 3 pengamatan (penyebrangan Ketapang-
Gilimanuk) memiliki korespondensi dengan Fragilariopsis cylindrus,
Thalassiothrix fravenfeldii.
Gambaran secara temporal baik waktu pagi, siang dan sore hari pada Stasiun
1 di Pulau Menjangan dan sore hari pada Stasiun 2 pada di Pulau Tabuhan yang
berada pada Perairan Selat Bali dicirikan dengan parameter fisik-kimiawi berupa
salinitas tinggi memiliki korespondensi erat dengan spesies Trieres chinensis,
Navicula distans, Rhizosolenia hebetata. Leptocylindrus danicus, Bacteriastrum
elongatum, keempat spesies yang berkorespondensi dengan kelompok kedua (F1
negatif), sedangkan Stasiun 2 (Pulau Tabuhan) pada pagi dan siang hari juga
dicirikan oleh parameter fisik-kimiawi berupa suhu, DO, dan Fosfat. Data
parameter fisika-kimiawi lingkungan perairan secara rinci tersaji pada Lampiran 5
dan Lampiran 6.
Klorofil merupakan pigmen dominan yang terdapat pada mikroalga. Namun
pigmen fotosintetik relatif rentan terhadap kerusakan dan kehilangan warna yang
dipengaruhi oleh pengaruh eksternal, salah satunya cahaya dengan intensitas tinggi
merupakan faktor yang paling merusak kandungan warna alami (Kurniawan et al.
2013). Berdasarkan Lampiran 5 di Pulau Tabuhan dan Pulau Menjangan pada saat
sinar cahaya matahari tinggi, nilai serapan klorofilnya semakin kecil. Untuk sintesa
43

klorofil yang efektif umumnya diperlukan intensitas cahaya optimum. Cahaya yang
intensitasnya terlalu kuat akan merusak klorofil dalam reaksi yang disebut
photooxidation (Riyono 2007), sehingga di Stasiun Muncar dan Stasiun Teluk
Pang-Pang nilai klorofil dan karotenoidnya mempunyai nilai serapan tinggi
dikarenakan Intensitas cahaya matahari rendah. Rendahnya intensitas cahaya di
Teluk Pang-Pang disebabkan karen adanya banyak naungan dan lindungan dari
kanopi ekosistem mangrove yang berada da pinggiran Teluk Pang-Pang. Semakin
rendah nilai ketersediaan cahaya matahari justru memberikan pengaruh terhadap
pembentukan karotenoid secara optimal. Pembentukan pigmen klorofil-b dan
pigmen karotenoid terbentuk secara optimal pada intensitas cahaya rendah. Pelah
et al. (2004) mengemukakan bahwa karotenoid jenis astaxhantin meningkat
konsentrasinya pada stres intensitas cahaya rendah.
Pembentukan pigmen klorofil-a berpengaruh positif lebih tinggi terhadap
pembentukan klorofil-b, dibandingkan dengan pembentukan pigmen karotenoid.
Penelitian ini didukung oleh Beneragama dan Goto (2010) mengemukakan bahwa
rasio antara klorofil-a : b meningkat pada kondisi cahaya rendah. Hubungan
keterkaitan antara ketersediaan cahaya matahari dengan konsentrasi pigmen di
Perairan Selat Bali menunjukkan bahwa karakter intensitas cahaya matahari
berpengaruh signifikan terhadap pembentukan karotenoid dengan nilai korelasi
negatif sebesar 0.7419. Korelasi negatif ini menunjukkan bahwa pembentukan
pigmen karotenoid dan klorofil-b akan terbentuk secara optimal pada intensitas
cahaya rendah.
Sebaran pigmen karotenoid di perairan selat Bali secara temporal baik pada
waktu pagi, siang dan sore hari berbeda secara signifikan. Sebaran kandungan
karotenoid perairan banyak ditemukan pada waktu sore hari. Kandungan pigmen
perairan turunan karotenoid (β-karoten, lutein, dan astaxanthin) memiliki nilai
tinggi pada pagi dan sore hari di Stasiun 4 dan Stasiun 5 yang dicirikan dengan
intensitas cahaya rendah. Adapun data tentang pigmen karotenoid beserta
turunannya disajikan secara lengkap pada Lampiran 7. Rasio pigmen karotenoid
terbentuk dari pigmen β-karoten sebesar 0.09, asataxanthin 0.68 dan lutein sebesar
0.79. Pembentukan pigmen β-karoten membutuhkan cahaya yang lebih tinggi
dengan nilai korelasi kanonik sebesar 0.2855, sedangkan pigmen lutein terbentuk
pada intensitas cahaya yang lebih rendah memiliki nilai korelasi kanonik sebesar
0.4265 dan astaxanthin memiliki nilai korelasi kanonik 0.2974.
44

6 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perairan Selat Bali di 5 stasiun penelitian memiliki karakteristik fisika-kimia


yang berbeda di kelima stasiun penelitian. Analisis komponen utama (PCA) dan
hasil analisis koresponden (CA) menunjukkan faktor penciri amoniak, kandungan
klorofil-a, klorofil-b dan karotenoid berkorespondensi erat dengan spesies
Chaetoceros gracilis dan Tripos lunula yang berada pada Stasiun 5 (Teluk Pang-
Pang) secara spasio temporal pada pagi, siang dan sore hari.
Spesies Navicula distans dan Rhizosolenia hebetate terdistribusi secara
merata ditemukan di lima stasiun, baik secara temporal maupun secara spasial,
sehingga diduga spesies ini mampu hidup pada semua kisaran parameter
lingkungan yang berada di Perairan Selat Bali.
Secara spasial salinitas, amoniak, nitrat dan klorofil-a memiliki nilai yang
berbeda nyata antar stasiun. Berdasarkan hasil uji hipotesis secara temporal dengan
Hasil Uji Homogenitas Varian menunjukkan bahwa parameter secara spasial
salinitas, amoniak, nitrat dan klorofil-a berbeda nyata antar stasiun (P<0.05).
menunjukkan bahwa klorofil-b dan karotenoid memiliki nilai yang sangat nyata
yang dipengaruhi oleh waktu, baik pagi, siang dan sore.
Hubungan keterkaitan antara ketersediaan cahaya matahari dengan
konsentrasi pigmen di Perairan Selat Bali menunjukkan bahwa karakter intensitas
cahaya matahari berpengaruh nyata terhadap pembentukan pigmen karotenoid dan
klorofil-b yang akan terbentuk secara optimum pada intensitas cahaya rendah.
Sebaran pigmen karotenoid di Perairan Selat Bali secara temporal baik pada
waktu pagi, siang dan sore hari berbeda secara signifikan, pembentukan pigmen
karotenoid perairan secara optimal terjadi pada sore hari. Kandungan pigmen
perairan turunan karotenoid (β-karoten, lutein, dan astaxanthin) memiliki nilai
tinggi pada pagi dan sore hari di Stasiun 4 dan Stasiun 5 yang dicirikan dengan
intensitas cahaya rendah. Rasio pigmen karotenoid terbentuk dari pigmen β-karoten
sebesar 0.09, asataxanthin 0.68 dan lutein sebesar 0.79.

Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan tentang optimasi senyawa aktif pigmen


klorofil dan karotenoid dalam skala kultur di laboratorium maupun massal dari
masing–masing spesies mikroalga yang ditemukan dari Perairan Selat Bali dengan
perlakukan perbedaan kadar amoniak dan intensitas cahaya untuk mendapatkan
pigmen klorofil dan karotenoid secara optimal.
45

DAFTAR PUSTAKA

Aburai N, Ohkubo A, Miyashita H, Abe K. 2013. Composition of carotenoids and


identification oe aerial microalgae isolated from the surface of rocks in
mountainous districts of Japan. Algae reseach. 237-243.
Acevedo-Trejos E, Brandt G, Bruggeman J, Merico A. 2015. Mechanisms shaping
size structure and functional diversity of fitoplankton communities in the
ocean. Sci. Rep. 5:17–20.doi:10.1038/srep08918.
Akmal, Syam R, Trijuno DD. 2012. Kandungan klorofil-a dan karotenoid rumput
laut Kappaphycus alvarezii yang dibudidayakan pada kedalaman yang
berbeda. Octopus J Ilmu Perikanan. 1: 54-58. journal.unismuh.ac.id/
index.php/octopus/ article/view/439/ 386.
Al-Qasmi M, Raut N, Talebi S, Al-Rajhi S, Al-Barwani T. 2012. A review of effect
of light on microalgae growth. Proc world Congr Eng; 2012 July 4 – 6;
London, U.K. P:4–6.
Ambati RR, Phang SM, Ravi S, Aswathanarayana RG. 2014. Astaxanthin: sources,
extraction, stability, biological activities and its commercial applications—A
Review. Mar. Drugs. 12: 128-152. doi:10.3390/md12010128.
Amrun M, Umiyah, Umayah E. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air Dan
Ekstrak Metanol Beberapa Varian Buah Kenitu (Chrysophyllum cainito L.)
dari daerah Jember. Berk. Penel. Hayati 13: 45-50.
Ansotegui A, Trigueros JM, Orive E. 2001. The use of pigment signatures to assess
fitoplankton assemblage structure in estuarine waters. Estuarine Coastal and
self science. 52: 689-703.
APHA. 2012. Standar Methode for the Examination of Water and Wate Wayer. 22nd
Edition. American Public Health Association. Washington DC (US):
Environmental Protection Agency Press.
Arliza IS. 2005. Fikosianin dari mikroalga bernilai ekonomis tinggi sebagai produk
industri. Oseana, XXX (3) : 27 – 36.
Arulselvi IP, Umamaheswari S, Ranandkumar SG, Karthik, Jayakrishna C. 2014.
Screening of yellow pigment producing bacterial isolates from various Eco-
climatic areas and analysis of the carotenoid produced by the Isolate. J Food
Process Technol. 5: 292.
Aryawati R, Thoha H. 2011. Hubungan kandungan klorofil-a dan kelimpahan
fitoplankton di perairan Berau kalimantan Timur. Maspari Journal 02:89-94.
Aryawati R, Bengen DG, Partono T, Zulkifli H. 2017. Abundance of fitoplankton
in the coastal waters of South Sumatera. Ilmu Kelautan. 22 (1): 31-39.
doi:10.14710/ik.ijms.22.1.31-39.
Ask J, Rowe O, Brugel S, Stro¨mgren M, Bystro¨m P, Andersson A. 2016.
Importance of coastal primary production in the northern Baltic Sea. Ambio
45:635–648. doi:10.1007/s13280-016-0778-5.
Astuti JT, Sriwuryandari L, Yuasih R, Sembiring T. 2010. Growth response of
Nannochloropsis at outdoor cultivation in medium with variation of nitrogen
concentration. Teknologi Indonesia 33 (2) 2010: 71–78.
Azizahwati, Kurniadi M, Hidayati H, 2007. Analisis warna sintetik terlarang untuk
makanan yang beredar di pasaran. Majalah Ilmu Kefarmasian IV (1):7 – 25.
46

Barra L, Chandrasekaran R, Corato F, Brunet C. 2014. The challenge of


ecophysiological biodiversity for biotechnological applications of marine
microalgae. Mar. Drugs 12. doi:1641e1675.
Barton AD, Finkel ZV, Ward BA, Johns DG, Follows MJ. 2013. On the roles of
cell size and trophic strategy in North Atlantic diatom and dinoflagellate
communities. Limnol Oceanogr. 58: 254–266. doi:10.4319/lo.2013.58.
1.0254.
Benavente-Valdés JR, Aguilara C, Contreras-Esquivela JC, Méndez-Zavalab A,
Montañezb J. 2016. Strategies to enhance the production of photosynthetic
pigments and lipids in chlorophycae specie. Biotechnology Reports. 10: 117–
125. doi:org/10.1016/j.btre.2016.04.001.
Beneragama CK, Goto K. 2010. Chlorophyll a: b Ratio Increases Under Low-light
in ‘Shade-tolerant’ Euglena gracilis. Tropical Agricultural Research Vol. 22
(1): 12 – 25.
Bengen DG. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik
Sumberdaya Pesisir. Bogor (ID) : IPB Pr.
Bernardi A, Perin G, Sforza E, Galvanin F, Morosinotto T, Bezzo F. 2014. An
Identifiable State Model To Describe Light Intensity Influence on Microalgae
Growth. American Chemical Society Publication, Ind. Eng. Chem. Res.53 :
6738−6749. doi:org/10.1021/ie500523z.
Bertrand M. 2010. Carotenoid biosynthesis in diatoms. Photosynthesis Research ·
Source: PubMed. doi:10.1007/s11120-010-9589-x.
Buditama G, Damayanti A, dan Pin TG. 2017. Identifying distribution od
chlorophyll-a concentration using Landsat 8 OLI on marine waters ares of
Cirebon Proc of The 5th Geoinformation Science Symposium, The 3rd
International Symposium on LAPAN-IPB Satellite For Food Security and
Environmental monitoring 2016. 25-26 October 2016, Bogor, [Indonesia].
IOP Publishing: 1-11. doi:10.1088/1755-1315/98 /1/012040.
Butt MS, Shahzadi N, Sharif MK, Nasir M. 2007. Canonical correlation: a
multivariate technique to determine the contribution of various dependent and
independent variables. IJ. Food Science and Technology. 42: 1416–1423.
doi:org/10.1111/j.13652621.2006. 01360.x.
Cañedo JCG, Lizárraga GLL. 2016. Considerations for photobioreactor design and
operation for mass cultivation of microalgae. Intech. doi:org/ 10.5772/63069
Cazzonelli CI. 2011. Goldacre review: carotenoids in nature: insights from plants
and beyond. Funct. Plant Biol. 38:833-847. doi:org/ 10.1071/FP11192.
Chapman RL. 2013. Algae: the world’s most important “plants”—an introduction,
Mitig Adapt Strateg Glob Change 18:5–12. doi: 10.1007/s11027-010-9255-9
Darko E, Heydarizadeh P, Schoefs B, Sabzalian MR. 2014 Photosynthesis under
artificial light: the shift in primary and secondary metabolism. Phil. Trans. R.
Soc B. 369: 20130243. doi:org/10.1098/rstb.2013.0243.
Davis GC. 1955. The Marine and Freshwater Plankton. Mischgan (USA) Michigan
State University Press.
Demory D, Combe C, Hartmann P, Talec A, Pruvost E, Hamouda R, Souillé F,
Lamare P-O, Bristeau M-O, Sainte-Marie J, Rabouille S, et. al. 2018. How
do microalgae perceive light in a high-rate pond? Towards more realistic
Lagrangian experiments. R. Soc. Open sci. 5: 180523.
doi:org/10.1098/rsos.180523.
47

Descy JP, Sarmento H, Higgins HW.2009.Variability of fitoplankton pigment ratios


across aquatic Environments. Eur. J. Phycol. 44(3): 319–330.
Dobberfuhl DR, Elser J. 1999. Use of algae as a food source for zooplankton growth
and nutrient release experiments. Plankt. doi:10.1093/plankt/21.5.957.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Effendi H, Kawaroe M, Lestaria DF, Mursalina, Permadia T. 2016. Distribution of
fitoplankton diversity and abundance in Mahakam Delta, East Kalimantan.
Procedia Environmental Sciences. 33: 496–504. doi:10.1016/j.proenv.2016.
03.102.
El-Baky A, Hanaa H, El-Baz, Farouk K, El-Baroty GS. 2003. Spirulina species as
source of carotenoids and alfa-tocopherol and its anti carcinoma factors.
Biotechnology. Vol. 2: 222-240.
Elisabeth J, Siahaan D, Andarwulan N. 2003. Mikroenkapsulasi minyak makan
merah untuk produk suplemen dan fortifikan pangan. J Penelitian Kelapa
Sawit 16: 13-26.
Esteban R, Barrutia O, Artetxe U, Fernández‐Marín B, Hernández A, García‐
Plazaola JI. 2014. Internal and external factors affecting photosynthetic
pigment composition in plants: a meta‐analytical approach. New Phytologist
206: 268–280.
Fakhri M, Arifin NB, Hariati AM, Yuniarti A. 2017. Growth, biomass, and
chlorophyll-a and carotenoid content of Nannochloropsis sp. strain BJ17
under different light intensities. JAI. 16 (1): 15–21. doi: 10.19027/jai.16.1.15-
21.
Falkland T. 1999. Water resources issue of small island developing states. natural
resources. 23 (1999) 245-260. doi:org/10.1111/j.14778947. 1999. tb00913.x.
Flores RL, Romani AM, Quintana XD. 2011. Fitoplankton composition in shallow
water ecosystems: influence of environmental gradients and nutrient
availability. Proceedings of the 4th International Workshop on
Compositional Data Analysis; 2011 May 5;Girona Spain. P:1-16.
Fretes HD, Susanto AB, Prasetyo B, Limantara L. 2012. Karotenoid dari
makroalgae dan mikroalga : Potensi Kesehatan aplikasi dan bioteknologi.
JTIP. XXIII No. 2 Th. 2012. doi:10.6066/jtip. 2012.23.2.221.
Ferris JM, Christian R.1991. Aquatic primary production in relation to microalgal
responses to changing light: A review. Aquatic Sciences 53 : 187–217.
https://link.springer.com/article/10.1007/BF00877059.
Fu W, Guðmundsson Ó, Paglia G, Herjólfsson G, Andrésson ÓS, Palsson BØ,
Brynjólfsson S. 2013. Enhancement of carotenoid biosynthesis in the green
microalga Dunaliella salina with light-emitting diodes and adaptive
laboratory evolution. Appl Microbiol Biotechnol. 97(6): 2395–2403.
doi:10.1007/s00253-012-4502-5.
Gaddam CL. 2014 Food coloring: The natural way, Research Journal of Chemical
Science 4 : 87 – 96.
Gantt E, Cunningham FX. 2001. Algal Pigments. Encyclopedia of live sciences.
John Wiley & Sons. Ltd. www.eis. net.
Gogtay NJ, Thatte UM. 2017. Statistics for researchers, principles of correlation
analysis. J. The Association of Physicians of India 65: 78-81.
japi.org/march_2017/ 12_sfr_principles_of_correlation.pdf.
48

Gray DW, Lewis LA, Cardon ZG. 2007. Photosynthetic recovery following
desiccation of desert green algae (Chlorophyta) and their aquatic relatives.
Plant, Cell and Environment. 30: 1240–1255. doi:10.1111/j.1365-
3040.2007.01704.x.
Guyon B, Vergé V, Schatt P, Lozano JC, Liennard M, Bouget F-Y, 2018.
Comparative Analysis of Culture Conditions for the Optimization of
Carotenoid Production in Several Strains of the Picoeukaryote Ostreococcus.
Mar. Drugs 16, 76. doi:10.3390/md16030076.
Hamuna B, Tanjung RHR, Suwito, Maury HK. 2018.Konsentrasi amoniak, nitrat
dan phospat di perairan Depapre, Kabupaten Jayapura. EnviroScienteae. 14:
8-15.
Hartmann P. 2014. Effect of hydrodynamics on light utilization in large scale
cultures of microalgae, Ecole Doctorale Stic, Universite De Nice-Sophia
Antipolis.
Haryadi J, Hadiyanto. 2012. Correlation of dissolve nutrient to plankton community
structure in mangrove pond Blanakan, Subang Regency. JPSL. 2: 73-84.
Hatta M. 2014. Hubungan antara parameter oseanografi dengan kandungan
klorofil–a, pada musim timur di perairan utara Papua. Torani. Jurnal Ilmu
Kelautan dan Perikanan. 24 (3).
Henriksen P, Riemann B, Kaas H, Sørensen HM, Sorensen HL. 2002. Effects of
nutrient-limitation and irradiance on marine fitoplankton pigments. J
Plankton. Res 24:835–858.
Henriques M, Silva A, Rocha J. 2007. Extraction and quantification of pigments
from a marine microalga: a simple and reproducible method, Communicating
Current Research and Educational Topics and Trends in Applied
Microbiology, A. Mendez-Vilaz (Ed) Formatex. 2007: 586-593.
Heydarizadeh P, Poirier I, Loizeau D, Ulmann L, Mimouni V, Schoefs B, Bertrand
M. 2013. Plastids of marine fitoplankton produce bioactive pigments and
lipids. Marine drugs. ISSN 1660-3397. doi:10.3390/md11093425.
Hidayah G, Wulandari SY, Zainuri M. 2016. Studi Sebaran Klorofil-a Secara
Horizontal di Perairan Muara Sungai Silugonggo Kecamatan Batangan, Pati.
Buletin Oseanografi Marina. 5: 52–59.
Himelda, Wiyono ES, Purbayanto A, Mustaruddin. 2011. Analysis of the Sardine
Oil (Sardinella lemuru Bleeker 1853) Resources in Bali Strait. Marine
Fisheries 2 (2): 165-176.
Hirschberg J, Cohen M, Harker M, Lotan T, Mann V, Pecker I. 1997. Molecular
genetics of the carotenoid biosynthesis pathway in plants and algae. Pure and
Appl Chem. 10: 2151.
Holt NE, Zigmantas D, Valkunas L, Li XP, Niyogi KK, Fleming GR. 2005.
Carotenoid formation and the regulation of photosynthetic light harvesting.
Science. 307:433–436. doi:org/10.1126/science.1105833.
Hosikian A, Lim S, Halim R, Danquah MK. 2010. Chlorophyll extraction from
microalgae: A review on the process engineering aspects. IJ. Chemical
Engineering. 10: 1-11. doi:org/10.1155/2010/391632.
Husein F, Shah SZ, Khan MS, Muhammad W, Ali S, Zhou W, Ruan R. 2014.
Influence of ammonia-nitrogen on the diversity of microalgae in clean and
highly concentrated wastewater. J. Bio. & Env. Sci. 4 (4) : 418-421.
49

Indrastuti C, Sulardiono B, Muskananfola MR. 2014. Study of the Different Light


Intensity on Chlorophyll-a Concentration on the Growth of Microalgae
Spirulina platensis in Laboratory Scale. Diponegoro Jornal of Maquares 3
(4): 169-174.
Ismail MM, Osman MEH. 2016. Seasonal fluctuation of photosynthetic pigments
of most common red seaweeds species collected from Abu Qir, Alexandria,
Egypt, Revista de Biología Marina y Oceanografía : 51, Nº3: 515-525,
doi:10.4067/S0718-19572016000300004.
Janssen PJD, Lambreva MD, Plumeré N, Bartolucci C, Antonacci A, Buonasera
K, Frese RN, Scognamigli V, Rea G. 2014. Photosynthesis at the forefront
of a sustainable life. Frontiers in Chemistry, 2 (36) :1-22.
doi:10.3389/fchem.2014.00036.
Jeffrey SW, Allen MB. 1964. Pigments, Growth and Photosynthesis in cultures of
two Chrysomonads, Coccolithus huxleyi and a Hymenomonas sp. J. gen.
Microbiol. 36: 277-288 Printed in Great Britain 277. doi:10.1099/00221287-
36-2-277.
Jeffrey S, Wright SW, Mantoura RFC. 1996. Fitoplankton pigments in
oceanography: guidelines to modern methods. 661 pp. UNESCO. Paris.
Jiang W, Knight BR, Cornelisen C, Barter P, Kudela R. 2017. Simplifying regional
tuning of MODIS chlorophyll-a algorithms for monitoring coastal waters.
FMARS. 4: Article 151. doi:org/10.3389/fmars.2017.00151.
Juneja A, Ceballos RM, Murthy GS. 2013. Effects of environmental factors and
nutrient availability on the biochemical composition of algae for biofuels
Production: A Review, Energies. 2013. 6, 4607-4638. doi:
10.3390/en6094607 energies ISSN 1996-1073 www.mdpi.com/
journal/energies.
Kawaroe M. 2015. Bioenergi dari Alga Laut, Bogor (ID) IPB Press.
Kelman D, Posner EK, Mcdermid KJ, Tabandera NK, Wright PR, Wright AD. 2012.
Antioxidant activity of Hawaiian marine algae. Marine Drugs. 10(2): 403–
416.
Kim CW, Sung M, Nam K, Moon M, Kwon J, Yang J. 2014. Effect of
monochromatic illumination on lipid accumulation of Nannochloropsis
gaditana under continuous cultivation. J.biortech.
doi:org/10.1016/j.biortech.2014.02.024.
Kiokias S, Proestos C, Varzakas. 2016. A Review of the Structure, Biosynthesis,
Absorption of Carotenoids-Analysis and Properties of their Common Natural
Extracts. Current Research in Nutrition and Food Science 4:25-37.
Kumalaningsih S. 2006. Antioksidan alami. Trubus Agrisana, Surabaya.
Kurniawan MP, Ma’ruf WF, Agustini TW. 2013. Pengaruh penambahan MgCO3
dan NaHCO3 dengan perbedaan pencahayaan terhadap stabilitas pigmen
klorofil-a mikroalga Chlorella vulgaris. JPBHP.2.(3) : 25-33.
Kusbandari A, Susanti H. 2017. Kandungan beta karoten dan akivitas penangkaan
radikal bebas terhadap DPPH (1,1-difenil 2-pikrilhidrazil) ekstrak belewah
(Cucumis melo var. Cantalupensis L)secara spectofotometri UV-visibel. J
Farmasi dan Komunitas 14 (1): 37-42. doi:.org/10.24071/jpsc.141562.
Lande R, Lewis MR. 1989. Models of photoadaptation and photosynthesis by algal
cells in a turbulent mixed layer. Deep-Sea Research J. 3: 1161-117, Great
Britain: Pergamon Press plc. doi:org/10.1016/0198-0149 (89)90098-8.
50

Levinton JS.1982. Marine Ecology. Printice – Hall inc.


Lorenzen CJ. 1967. Vertical distribution of chlorophyll-and phaeo-pigments: Baja
California (Article). Deep-Sea Research and Oceanographic Abstracts 4:
735-745.
Lutzu GA. 2011. Analysis of the growth of microalgae in batch and semi-batch
photobioreactors. [International Ph.D.] Program in Environmental Sciences
and Engineering. Università degli Studi di Cagliari.
Marlian N, Damar A, Effendi H. 2015. The Horizontal distribution clorophyll-a
fitoplankton as indicator of the tropic state in waters of Meulaboh Bay, West
Aceh. JIPI. 20 (3): 272279. ISSN 0853-4217.
Meiriyani F, Ulqodry TZ, Putri WAK. 2011. Komposisi dan sebaran fitoplankton
di perairan Muara Sungai Way Belau, Bandar Lampung. Maspari Journal.
03: 69-77.
Merdekawati W, Karwur FF, Susanto AB. 2017. Karotenoid pada algae: Kajian
tentang biosisntesis, distribusi serta fungsi karotenoid. Bioma. 13 (1).
doi:10.21009/Bioma13(1).3.
Minu P, Shaju SS, Ashraf PM, Meenakumari B. 2014. Fitoplankton community
characteristics in the coastal waters of the southeastern Arabian Sea. Acta
Oceanol Sin. 33: 170–179. doi:10.1007/s13131-014-0571-x.
Mobin S, F Alam. 2017. Some promising microalgal species for commercial
applications: A review. Energy Procedia. 110. 510 – 517.
doi:10.1016/j.egypro.2017.03.177.
Nicziporuk P, A Bagjuz, E Zambrzycka, BG Zylkiewicz. 2012. Phytohormones As
Regulators Of Heavy Metal Biosorption And Toxicity In Green Algae
Chlorella vulgaris (Chlorophyceae). Plant Physiology and Biochemistry. 52:
52-65.
Nonomura AM. 1987. United States Patent: Process for producing a naturally-
derived carotene/oil composition by direct extreaction from algae, Patent
Number 4.680.314.
Not F, Sianoz R, Kooistrax WHCF, Simon N, Vaulot D, Probert I. 2012. Diversity
and Ecology of Eukaryotic Marine Phytoplankton. Advances in Botanical
Research 64 : 1-53. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-391499-6.00001-3.
Nybakken JW, Bertness MD. 2004. Marine Biology : an ecological approach. 6th
ed. San Francisco: Pearson Education, Inc. 579 hal.
Olaizolal M, Duerr EO. 1990. Effects of light intensity and quality on the growth
rate and photosynthetic pigment content of Spirulina platensis. Journal of
Applied Phycology 2: 97-104. doi:10.1007/BF00023370.
Oliveiraa CA, Oliveiraa WC, Ribeirob SMR, Stringhetac PC, Nascimentoa AG.
2014. Effect light intensity on the production of pigments in Nostoc spp.
European Journal of Biology and Medical Science Research 2 (1): 23 – 36.
Olson JA, Krinsky NI. 1995. Introduction : the colorful, fascinating world of the
carotenoids: important physiological modulators. FASEB Journal. 9: 1747-
1550.
Ort DR, Zhu X, Melis A. 2011. Optimizing antenna size to maximize
photosynthetic efficiency. PP. 155(1): 79-85. doi:org/10.1104/
pp.110.165886.
51

Osanai T, Youn-I P, Nakamura Y. 2017. Editorial: Biotechnology of microalgae,


based on molecular biology and biochemistry of eukaryotic algae and
Cyanobacteria. FMICB. 8, Article 118. doi:10.3389/fmicb. 2017.00118.
Pelah D, Sintov A, Cohen E. 2004. The effect of salt stress on the production of
canthaxanthin and astaxanthin by Chlorella zofingiensis grown under limited
light intensity. World Journal of Microbiology & Biotechnology. 20: 483–486.
link.springer.com/article/10.1023/B:WIBI.0000040398. 93103.21.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 1 Tahun 2010 tentang Tata
Laksana Pengendalian Pencemaran Air.
Pirenantyo P, Limantara L. 2008. Pigmen Spirulina sebagai senyawa anti
kanker.Indonesian Journal of Cancer 4: 155-163.
Pisal DS, Lele SS. 2014. Carotenoid production in microalga Dunaliella salina.
Indian Journal of Biotechnology 4: 476-483.
Pradana DP, Putri B, Hudaidah S. 2017. Pengaruh intensitas cahaya terhadap
pertumbuhan dan kandungan karotenoid Dunaliella sp. Pada media ekstrak
daun lamtoro leucaena leucocephala. Scripta Biologica 4 (4): 263-267.
doi:org/10.20884/1.SB.2017.4.4.626.
Pradini S, Rahardjo MF, Kaswadji R. 2001. Kebiasaan makanan ikan lemuru
(Sardinella lemuru) di Perairan Muncar, Banyuwangi. Jurnal Iktiol. Indonesia.
1(1):41-45.
Pramastuty LI, Raharjo M, Hanani YD. 2017. Faktor faktor yang mempengaruhi
keberadaan zat warna dan pengawet terlarang pada makanan jajanan di pasar-
pasar tradisional di kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat 5 (1); 457-
464.
Priyono B, Yunanto A, Arief T. 2009. Karakteristik Oseanografi Dalam Kaitannya
Dengan Kesuburan Perairan di Selat Bali. Bali. (ID) Balai Riset dan
Observasi Kelautan.
Pujilestari T. 2015. Sumber dan pemanfaatan zat warna alam untuk keperluan
industri. Dinamika Kerajinan Batik 32 (2):93-106
Rao AV, Rao LG. 2007. Carotenoids and human health. Pharmacological Research,
55: 207-216. doi:10.1016/j.phrs.2007.01.012.
Realino B, Wibawa TA, Zahrudin DA, Napitu AM. 2009. Pola Spasial dan
Temporal Kesuburan Perairan Permukaan Laut di Indonesia. (ID) Balai
Riset dan Observasi Kelautan.
Riyono S. 2007. Beberapa Sifat Umum dari Klorofil Fitoplankton, Oseana. XXXII.
(1): 23-31.
Rubio FC, Camacho FG, Sevilla JMF, Chisti Y, Grima EM. 2002. A mechanistic
model of photosynthesis in microalgae. BIT. 81(4): 459-473. doi:
10.1002/bit.10492.
Safitri, Hariyanto D, Sugianto N. 2014. Analisa hubungan nitrat terhadap distribusi
kloforil – a di perairan selatan Selat Bali pada musim timur. Jurnal
Oseanografi. 3 (1): 7-15.
Sartimbul A, Nakata H, Rohadi E, Yusuf B, Kadarisman HP. 2010. Variations in
chlorophyll-a concentration and theiImpact on Sardinella lemuru catches in
Bali Strait, Indonesia. Prog. Oceanografi. 87(1–4):168–174.
Sassenhagen I. Rengefors K. 2014. Pigment compositioan and photoacclimation as
keys to the ecological success of Gonyostomum Semen (Raphidophyceae,
Straminopiles). JPY. 50: 1146–1154. doi:10.1111/jpy.12246.
52

Scheer H. 2006. An overview of chlorophylls and bacteriochlorophylls:


biochemistry, biophysics, function and apllications. Di dalam: Grimm, B.,
Porra, R. Rüdiger, W. &Scheer, H (ed). Chlorophyll and Bacteriochlorophyll:
Biochemistry, Biophysics, Function and Apllications. Netherlands: Springer.
Schluter L, Mohlenberg F, Havskum H. Larsen S. 2000. The use of fitoplankton
pigments for identifying and quantifying phytoplanton groups in coastal ares :
testing the influence of light and nutrients on pigmen/ chlorophyll a ratios.
Marine Ecology Progress Series 192:49-63.
Setiapermana D. 2006.Siklus nitrogen di laut. Oceana XXXI. : 19-31.
Sosik HM, Mitchell. 1995. Light absorption by fitoplankton, photosynthetic
pigments and detritus in the California Current System. Deep sea Research J,
42 :1717-1748, Elsevier Ltd. doi:org/10.1016/0967-0637(95)00081-G.
Ston J, Kosakowska A, Lotocka M. 2002. Pigment composition in relation to
fitoplankton comunity structure and nutrient content in the Baltic Sea.
Oceanologia. 44 (4) pp 419-437.
Stoepler TM, Lill JT. 2013. Direct and indirect effects of light environment generate
ecological trade-offs in herbivore performance and parasitism, Ecology.
94(10): 2299–2310, the Ecological Society of America
pp. doi:org/10.1890/12-2068.1.
Sularno. 2009. Reaksi penangkapan energi dan reaksi fiksasi karbon sebagai istilah
alternatif pengganti reaksi gelap dan terang dala proses fotosintesis . Menara
Ilmu 1 (15): 42-46.
Sumanta N, Haque CI, Nishika J, Suprakash R. 2014. Spectrophotometric analysis
of chlorophylls and carotenoid from commonly grown fern species by using
extracting solvents. Res. J. Chem. Sci. 4(9): 63-69.
isca.in/rjcs/Archives/v4/i9/12.ISCA-RJCS-2014-146.pdf.
Swian HS, Senapati SR, Meshram SJ, Mishra R, Murthy HS. 2014. Effect of dietary
supplementation of marigold oleoresin on growth, survival and total muscle
carotenoid of Koi carp, Cyprinus carpio L. Journal of Applied and Natural
Science 6 (2): 430-435. doi: 158352693.
Teo CL, Idrisa A, Wahidin S, Wlai L. 2014. Effect of different light wavelength on
the growth of marine microalgae. J.Teknologi (Sciences & Engineering) 67:
97–100. jurnalteknologi.utm.my/index.php/ jurnalteknologi/article/view/
2771/2080.
Thornton DCO. 2012. Primary Production in the Ocean Department of
Oceanography, Texas A & M University, College Station, Texas, USA. P:
563-588. http://cdn.intechopen.com/pdfs/28392/InTech-Primary_production
_in_the_ocean.pdf.
Tomas CR. 1997. Identifying Marine Fitoplankton. Academic Press Harcout &
Company, San Diego-Ney York-Boston-London-Sydney-Tokyo-Toronto.
Utomo TP, Nawansih O, Komalasari A. 2015. Studi penentuan jenis outlet limbah
cair karet remah untuk pertumbuhan mikroalga dengan sistem open pods.
J.Teknologi Industri & Hasil Pertanian 20 (2) : 109-120.
Wang Y, Mao L, Hu X. 2004. Insight into the structural role of carotenoids in
photosystem I: A quantum chemical analysis. Biophys J. 86: 3097-3111.
Wasmund N, Topp I, Schories D. 2006. Optimising the storage and extraction of
chlorophyll samples. Oceanologia. 49 (1) : 125-44.
53

Wiadnyana N, GA Wagey. 2004. Plankton produktivitas dan ekosistem perairan,


Jakarta (ID) DKP dan LIPI.
Winahyu DA. 2018. Identifikasi karotemoid Dunaliella sp pada salinitas 4OBe
menggunakan Spektrometer UV-VIS, Jurnal Farmasi Malahayati. 1 (1).
Wirakusumah ES. 2004. Tip dan solusi gizi agar tetap sehat, cantik dan bahagia di
masa menapouse dengan terapi estrogen alami. Penerbit PT Gramedia.
Jakarta. hlm: 48-49.
Wrigh SW, Jeffrey SW. 2006. Pigment markers for fitoplankton production. Hdb
Env Chem. 2, Part N: 71–104. doi:10.1007/698_2_003.
Wu H. 2016. Effect of different light qualities on growth, pigment content,
chlorophyll fluorescence, and antioxidant enzyme activity in the red alga
pyropia haitanensis (Bangiales, Rhodophyta), BioMed Research
International. Article ID 7383918: 1-8 doi:org/10.1155/2016/ 7383918.
Yamaji CS. 1979. Illustration of the marine plankton of Japan. Hoiskika (Japan)
Hoiskika Publ.Co.Ltd.
Yao P, Yu ZG, Deng CM, Liu SX, Zhen Y. 2011. Classification of marine diatoms
using pigment ratio suites. Chinese Journal of Oceanology and Limnology.
29 (5): 1075-1085.
Yin, X. 2004. Canonical correlation analysis based on information theory. Journal
of Multivariate Analysis 91: 161–176. doi:10.1016/S0047-259X(03)00129-
5.
Young DR, Erickson DL, Shawn WS. 1994. Salinity and the small-scale
distribution of three barier Island Shrubs. Can J Bot.72. : 1365-1372.
University of Sheffield-Sub Librarian on/11/11/14.
Yualiana, Adiwilaga EM, Haris E, Pratiwi NTM. 2012. Hubungan antara
kelimpahan fitoplankton dengan parameter fisik-kimiawi perairan di Teluk
Jakarta. Jurnal Akuatika. (III). 2(169-179), ISSN 0853-2523.
Yuliana. 2015. Distribusi dan struktur komunitas fitoplankton di perairan Jailolo,
Halmahera Barat. Jurnal akuatika. VI (1): 41-48.
Zurdo J, Fernández-Cabrera C, Ramírez JM. 1992. Enhancement of carotenoid-to-
chlorophyll singlet energy transfer by carotenoid-carotenoid interaction.
Biophys J. 61: 1462-1469.
54

LAMPIRAN
55

Lampiran 1 Dokumentasi penelitian

Lokasi Penelitian

Stasiun 1 Pulau Menjangan/ LS 08°05’35.2”, BT 114°30’01.0”

Stasiun 2 Pulau Tabuhan/ LS 08°02’22.4”, BT 114°27’40.5”08°02’09.4”

Stasiun 3 Ketapang/ LS 08°08’54.0”, BT 114°24’05.9”


56

Lampiran 1 (Lanjutan)

Stasiun 4 Muncar/ LS 08°25’51.1”, BT 114°21’21.0”

Stasiun 5 Teluk Pang pang/ LS 08°30’01.0”, BT 114°22’28.7”


57

Lampiran 2 Analisis PCA

Principal Component Analysis:


Eigenvalues:
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9
Eigenvalue 3.3601 1.6594 1.5832 0.9976 0.8299 0.3059 0.1816 0.0579 0.0244
Variability (%) 37.3349 18.4374 17.5916 11.0845 9.2209 3.3986 2.0173 0.6433 0.2715
Cumulative % 37.3349 55.7723 73.3639 84.4484 93.6693 97.0680 99.0853 99.7285 100.0000

Eigenvectors:
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9
Suhu (0C) -0.1681 0.5927 0.1598 -0.0657 -0.5616 0.1354 0.1378 0.1459 0.4654
Salinitas (Psu) -0.4540 -0.0544 -0.3223 -0.2653 0.1684 0.1684 0.1757 0.7132 -0.1429
DO (mg/L) 0.2543 0.5108 0.0900 -0.4846 0.1339 -0.5229 -0.0478 0.0929 -0.3594
Fosfat (mg/L) -0.0550 0.4944 -0.1924 0.5734 0.4460 -0.0083 0.4200 -0.0893 -0.0581
Amoniak (mg/L) 0.3269 -0.2000 -0.4755 -0.2239 -0.3153 -0.0877 0.6634 -0.1722 0.0071
Nitrat (mg/L) -0.1368 -0.1442 0.6315 -0.3340 0.3581 0.1196 0.5109 -0.1434 0.1612
klorofil-a (663nm) 0.3696 -0.2174 0.3709 0.4121 -0.1571 -0.2978 0.1983 0.5967 -0.0076
klorofil-b (645nm) 0.4712 0.1769 0.1161 -0.0535 -0.0354 0.7511 -0.0015 0.0984 -0.3941
karotenoid (470nm) 0.4623 0.0321 -0.2225 -0.1651 0.4310 0.0712 -0.1760 0.1938 0.6701

Factor loadings:
F1 F2 F3 F4 F5
Suhu (0C) -0.3081 0.7635 0.2011 -0.0657 -0.5116
Salinitas (Psu) -0.8323 -0.0701 -0.4055 -0.2650 0.1534
DO (mg/L) 0.4661 0.6581 0.1133 -0.4840 0.1220
Fosfat (mg/L) -0.1008 0.6368 -0.2421 0.5727 0.4063
Amoniak (mg/L) 0.5993 -0.2576 -0.5984 -0.2236 -0.2872
Nitrat (mg/L) -0.2507 -0.1857 0.7946 -0.3336 0.3263
klorofil-a (663nm) 0.6775 -0.2800 0.4668 0.4116 -0.1431
klorofil-b (645nm) 0.8637 0.2279 0.1460 -0.0535 -0.0322
karotenoid (470nm) 0.8475 0.0413 -0.2800 -0.1649 0.3927

Correlations between variables and factors:


F1 F2 F3 F4 F5
Suhu (0C) -0.3081 0.7635 0.2011 -0.0657 -0.5116
Salinitas (Psu) -0.8323 -0.0701 -0.4055 -0.2650 0.1534
DO (mg/L) 0.4661 0.6581 0.1133 -0.4840 0.1220
Fosfat (mg/L) -0.1008 0.6368 -0.2421 0.5727 0.4063
Amoniak (mg/L) 0.5993 -0.2576 -0.5984 -0.2236 -0.2872
Nitrat (mg/L) -0.2507 -0.1857 0.7946 -0.3336 0.3263
klorofil-a (663nm) 0.6775 -0.2800 0.4668 0.4116 -0.1431
klorofil-b (645nm) 0.8637 0.2279 0.1460 -0.0535 -0.0322
karotenoid (470nm) 0.8475 0.0413 -0.2800 -0.1649 0.3927
58

Lampiran 2 (Lanjutan)

Contribution of the variables (%):


F1 F2 F3 F4 F5
Suhu (0C) 2.8255 35.1319 2.5550 0.4321 31.5413
Salinitas (Psu) 20.6150 0.2962 10.3848 7.0387 2.8351
DO (mg/L) 6.4666 26.0966 0.8107 23.4814 1.7941
Fosfat (mg/L) 0.3021 24.4411 3.7025 32.8788 19.8898
Amoniak (mg/L) 10.6876 3.9996 22.6143 5.0137 9.9400
Nitrat (mg/L) 1.8709 2.0780 39.8745 11.1565 12.8261
klorofil-a (663nm) 13.6586 4.7241 13.7603 16.9852 2.4682
klorofil-b (645nm) 22.1999 3.1296 1.3472 0.2864 0.1251
karotenoid (470nm) 21.3737 0.1028 4.9507 2.7272 18.5803

Squared cosines of the variables:


F1 F2 F3 F4 F5
Suhu (0C) 0.0949 0.5830 0.0405 0.0043 0.2618
Salinitas (Psu) 0.6927 0.0049 0.1644 0.0702 0.0235
DO (mg/L) 0.2173 0.4330 0.0128 0.2343 0.0149
Fosfat (mg/L) 0.0102 0.4056 0.0586 0.3280 0.1651
Amoniak (mg/L) 0.3591 0.0664 0.3580 0.0500 0.0825
Nitrat (mg/L) 0.0629 0.0345 0.6313 0.1113 0.1064
klorofil-a (663nm) 0.4589 0.0784 0.2179 0.1694 0.0205
klorofil-b (645nm) 0.7459 0.0519 0.0213 0.0029 0.0010
karotenoid (470nm) 0.7182 0.0017 0.0784 0.0272 0.1542
Values in bold correspond for each variable to the factor for which the squared cosine is the largest

Factor scores:
Observation F1 F2 F3 F4 F5
St 1 pagi -2.2114 -0.8270 -0.6993 0.7436 0.4305
St 1 siang -1.4076 -0.0079 0.7141 -0.9720 -0.3851
St1 sore -1.8763 0.4603 0.0534 0.4820 0.1090
St 2 pagi -2.2243 -0.9655 0.0095 -0.3333 -0.2402
St 2 siang -1.4575 1.3980 -1.7117 1.6319 -0.7927
St 2 sore -1.7548 2.0051 1.2250 -1.7378 -0.7526
St 3 pagi -1.3780 -1.4476 -0.1506 -0.6389 0.8310
St 3 siang 0.9891 -1.2986 2.5126 1.5248 -0.8694
St 3 sore 2.3774 0.0462 1.8304 -0.3192 0.4845
St 4 pagi 0.5111 -1.6393 -0.4244 -0.7026 1.5589
St 4 siang 0.0938 0.7002 0.3644 0.9768 0.1924
St 4 sore 1.7103 2.3896 -0.1010 0.6459 1.9097
St 5 pagi 1.9262 -0.8209 -2.4387 -0.6052 -0.4965
St 5 Siang 2.4191 -1.0167 -0.3967 0.4051 -1.0863
St 5 sore 2.2829 1.0241 -0.7870 -1.1010 -0.8934
59

Lampiran 2 (Lanjutan)

Contribution of the observations (%):


F1 F2 F3 F4 F5
St 1 pagi 10.3959 2.9440 2.2061 3.9586 1.5953
St 1 siang 4.2119 0.0003 2.3005 6.7650 1.2763
St1 sore 7.4836 0.9119 0.0129 1.6632 0.1022
St 2 pagi 10.5176 4.0126 0.0004 0.7953 0.4966
St 2 siang 4.5158 8.4126 13.2182 19.0675 5.4089
St 2 sore 6.5459 17.3062 6.7706 21.6225 4.8749
St 3 pagi 4.0368 9.0203 0.1023 2.9230 5.9444
St 3 siang 2.0799 7.2593 28.4814 16.6466 6.5061
St 3 sore 12.0145 0.0092 15.1151 0.7293 2.0204
St 4 pagi 0.5553 11.5678 0.8127 3.5345 20.9179
St 4 siang 0.0187 2.1107 0.5992 6.8313 0.3187
St 4 sore 6.2184 24.5797 0.0461 2.9871 31.3910
St 5 pagi 7.8875 2.9011 26.8301 2.6223 2.1216
St 5 Siang 12.4400 4.4493 0.7101 1.1749 10.1566
St 5 sore 11.0783 4.5149 2.7944 8.6788 6.8691

Squared cosines of the observations:


F1 F2 F3 F4 F5
St 1 pagi 0.6580 0.0920 0.0658 0.0744 0.0249
St 1 siang 0.5242 0.0000 0.1349 0.2500 0.0392
St1 sore 0.7726 0.0465 0.0006 0.0510 0.0026
St 2 pagi 0.8050 0.1517 0.0000 0.0181 0.0094
St 2 siang 0.1892 0.1741 0.2610 0.2372 0.0560
St 2 sore 0.2401 0.3135 0.1170 0.2355 0.0442
St 3 pagi 0.3542 0.3909 0.0042 0.0761 0.1288
St 3 siang 0.0790 0.1362 0.5097 0.1877 0.0610
St 3 sore 0.5604 0.0002 0.3322 0.0101 0.0233
St 4 pagi 0.0408 0.4194 0.0281 0.0770 0.3793
St 4 siang 0.0051 0.2857 0.0774 0.5558 0.0216
St 4 sore 0.2279 0.4449 0.0008 0.0325 0.2842
St 5 pagi 0.3059 0.0556 0.4904 0.0302 0.0203
St 5 Siang 0.6733 0.1189 0.0181 0.0189 0.1358
St 5 sore 0.4999 0.1006 0.0594 0.1163 0.0766
Values in bold correspond for each observation to the factor for which the squared cosine is the
largest
60

Lampiran 3 Analisis Koresponden (CA)

Eigenvalues and percentages of inertia:


F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9
Eigenvalue 0.5772 0.4228 0.2771 0.2240 0.1651 0.0668 0.0412 0.0146 0.0057
Inertia (%) 32.1670 23.5648 15.4433 12.4827 9.2005 3.7207 2.2933 0.8113 0.3164
Cumulative % 32.1670 55.7318 71.1750 83.6577 92.8583 96.5790 98.8723 99.6836 100.0000

Results for the rows:

Weights, distances and squared distances to the origin, inertias and relative inertias
(rows):
Weight (relative) Distance Sq-Distance Inertia Relative inertia
st.1-pagi 0.0834 0.8449 0.7139 0.05958 0.0332
St.1-siang 0.0466 0.9057 0.8203 0.03822 0.0213
st.1-sore 0.0403 0.8253 0.6811 0.02747 0.0153
st.2-pagi 0.0981 0.7524 0.5661 0.05551 0.0309
St.2-siang 0.0515 0.7748 0.6003 0.03089 0.0172
st.2-sore 0.0236 1.1046 1.2202 0.02885 0.0161
st.3-pagi 0.0403 2.0225 4.0903 0.16498 0.0919
St.3-siang 0.1787 1.3273 1.7617 0.31485 0.1755
st.3-sore 0.1147 1.0429 1.0876 0.12479 0.0695
st.4-pagi 0.0702 1.0239 1.0483 0.07363 0.0410
St.4-siang 0.0445 2.3882 5.7035 0.25384 0.1415
st.4-sore 0.0438 0.9024 0.8144 0.03568 0.0199
st.5-pagi 0.0654 1.5336 2.3519 0.15374 0.0857
St.5-siang 0.0278 1.6914 2.8609 0.07958 0.0443
st.5-sore 0.0709 2.2302 4.9738 0.35280 0.1966

Principal coordinates (rows):


F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9
st.1-pagi -0.4711 0.4584 -0.0885 -0.3793 0.2988 -0.0187 0.0542 0.1534 0.1185
St.1-siang -0.4372 0.3370 -0.3433 -0.5309 0.2773 0.0386 0.0263 0.1821 0.0602
st.1-sore -0.4735 0.2793 -0.2709 -0.4576 -0.0922 0.1619 0.1733 -0.1743 -0.0303
st.2-pagi -0.4433 0.1478 -0.2893 -0.4948 -0.0444 -0.0684 0.0349 -0.0917 -0.0543
St.2-siang -0.4237 0.0884 -0.2469 -0.5190 0.0486 -0.2511 -0.0895 -0.0319 -0.0910
st.2-sore -0.4994 0.1579 -0.3725 -0.3726 -0.5313 0.3033 0.3796 -0.3863 0.0244
st.3-pagi -0.4543 0.2060 -1.1328 1.0556 1.1398 -0.2464 -0.2741 -0.0838 -0.0446
St.3-siang 1.3056 0.0310 0.0272 0.0194 0.1631 0.0899 0.1407 0.0096 0.0186
st.3-sore 0.9388 -0.2049 0.0999 0.0165 -0.2501 -0.1917 -0.2292 -0.0257 -0.0386
st.4-pagi -0.3392 0.4904 0.3430 0.1130 -0.3721 0.4070 -0.4983 -0.0542 0.0843
St.4-siang -0.6890 1.2439 1.7206 0.7036 0.2748 -0.3070 0.2192 -0.0882 -0.0172
st.4-sore -0.4313 0.4071 0.1047 0.1673 -0.4428 0.2800 0.0445 0.3104 -0.2256
st.5-pagi -0.5149 -0.4664 -0.5842 1.0942 -0.4811 0.2121 0.2282 0.0236 0.0397
St.5-siang -0.4252 -0.6234 -0.1648 0.1092 -1.0989 -1.0100 0.0396 0.0915 0.1215
st.5-sore -0.6769 -1.9474 0.7200 -0.1438 0.4113 0.1211 -0.0147 0.0021 -0.0052
61

Lampiran 3 (Lanjutan)

Squared cosines (rows):


F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9
st.1-pagi 0.3108 0.2943 0.0110 0.2016 0.1251 0.0005 0.0041 0.0330 0.0197
St.1-siang 0.2330 0.1385 0.1437 0.3436 0.0937 0.0018 0.0008 0.0404 0.0044
st.1-sore 0.3292 0.1145 0.1078 0.3075 0.0125 0.0385 0.0441 0.0446 0.0014
st.2-pagi 0.3472 0.0386 0.1478 0.4325 0.0035 0.0083 0.0022 0.0148 0.0052
St.2-siang 0.2990 0.0130 0.1015 0.4486 0.0039 0.1051 0.0134 0.0017 0.0138
st.2-sore 0.2044 0.0204 0.1137 0.1138 0.2314 0.0754 0.1181 0.1223 0.0005
st.3-pagi 0.0505 0.0104 0.3137 0.2724 0.3176 0.0148 0.0184 0.0017 0.0005
St.3-siang 0.9676 0.0005 0.0004 0.0002 0.0151 0.0046 0.0112 0.0001 0.0002
st.3-sore 0.8104 0.0386 0.0092 0.0003 0.0575 0.0338 0.0483 0.0006 0.0014
st.4-pagi 0.1097 0.2294 0.1122 0.0122 0.1321 0.1580 0.2368 0.0028 0.0068
St.4-siang 0.0832 0.2713 0.5191 0.0868 0.0132 0.0165 0.0084 0.0014 0.0001
st.4-sore 0.2284 0.2035 0.0134 0.0344 0.2407 0.0963 0.0024 0.1183 0.0625
st.5-pagi 0.1127 0.0925 0.1451 0.5091 0.0984 0.0191 0.0221 0.0002 0.0007
St.5-siang 0.0632 0.1358 0.0095 0.0042 0.4221 0.3565 0.0005 0.0029 0.0052
st.5-sore 0.0921 0.7625 0.1042 0.0042 0.0340 0.0029 0.0000 0.0000 0.0000

Results for the columns:

Weights, distances and squared distances to the origin, inertias and relative inertias
(columns):
Relative
Weight (relative) Distance Sq-Distance Inertia inertia
Bacteriastrum elongatum 0.1266 0.8527 0.7270 0.0920 0.0513
Trieres chinensis 0.0236 1.3629 1.8575 0.0439 0.0245
Chaetoceros gracilis 0.0341 3.0460 9.2782 0.3162 0.1762
Fragilariopsis cylindrus 0.1787 1.5728 2.4738 0.4421 0.2464
Leptocylindrus danicus 0.0257 2.7866 7.7652 0.1998 0.1113
Navicula distans 0.0751 1.2008 14419 0.1083 0.0603
Rhizosolenia hebetata 0.3943 0.5315 0.2825 01114 0.0621
Thalassiothrix fravenfeldii 0.0362 1.3306 1.7704 0.0640 0.0357
Tripos longisimus 0.0431 2.5517 6.5111 0.2807 0.1564
Tripos lunula 0.0626 1.4740 2.1726 0.1360 0.0758
62

Lampiran 3 (Lanjutan)

Principal coordinates (columns):


F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9
B. elongatum -0.2767 0.4135 -0.2542 -0.1868 0.5617 -0.1192 -0.0487 0.2080 0.0683
Trieres chinensis -0.2090 0.1729 0.1535 0.9747 -0.6796 0.1714 0.0811 0.4488 -0.3335
Chaetoceros gracilis -0.8561 -2.6229 0.9633 0.1233 0.6537 0.5263 0.1229 0.0465 0.0280
Fragilariopsis
cylindrus 1.5626 -0.0695 0.0963 0.0390 0.0730 -0.0039 0.1046 -0.0146 0.0013
Leptocylindrus danicus -0.4446 -0.1522 -1.5226 2.0881 0.8852 -0.0806 -0.1146 -0.2470 -0.0400
Navicula distans -0.4925 -0.0401 -0.4484 0.3615 -0.8529 0.1271 0.3192 0.0376 0.1381
Rhizosolenia hebetata -0.3446 0.1467 -0.1185 -0.3418 -0.0199 0.0634 0.0025 -0.0725 -0.0401
T.fravenfeldii 0.5113 0.1596 0.2096 0.3026 -0.5592 0.5277 -0.8655 0.0233 0.0848
Tripos longisimus -0.7285 1.3469 1.8761 0.7604 0.1389 -0.1712 0.0899 -0.1007 0.0379
Tripos lunula -0.2060 -1.1083 0.1536 -0.0062 -0.4313 -0.8048 -0.2112 -0.0045 -0.0028

Squared cosines (columns):


F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9
B. elongatum 0.1053 0.2352 0.0889 0.0480 0.4339 0.0195 0.0033 0.0595 0.0064
Trieres chinensis 0.0235 0.0161 0.0127 0.5114 0.2486 0.0158 0.0035 0.1085 0.0599
Chaetoceros gracilis 0.0790 0.7415 0.1000 0.0016 0.0461 0.0299 0.0016 0.0002 0.0001
Fragilariopsis
cylindrus 0.9870 0.0020 0.0037 0.0006 0.0022 0.0000 0.0044 0.0001 0.0000
Leptocylindrus danicus 0.0255 0.0030 0.2986 0.5615 0.1009 0.0008 0.0017 0.0079 0.0002
Navicula distans 0.1682 0.0011 0.1394 0.0906 0.5045 0.0112 0.0707 0.0010 0.0132
Rhizosolenia hebetata 0.4205 0.0761 0.0497 0.4137 0.0014 0.0142 0.0000 0.0186 0.0057
T. fravenfeldii 0.1477 0.0144 0.0248 0.0517 0.1766 0.1573 0.4231 0.0003 0.0041
Tripos longisimus 0.0815 0.2786 0.5406 0.0888 0.0030 0.0045 0.0012 0.0016 0.0002
Tripos lunula 0.0195 0.5653 0.0109 0.0000 0.0856 0.2981 0.0205 0.0000 0.0000
63

Lampiran 4 Kelimpahan Mikroalga Selat Bali

Spesies/ml

Leptocylindrus
Fragilariopsis

Thalassiothrix
Bacteriastrum

Tripos lunula
fravenfeldii
Rhizosolenia
Chaetoceros

longisimus
elongatum

chinensis

cylindrus

hebetata
danicus
gracilis

Navicula
distans
Trieres

Tripos
Stasiun /
Musim

BACILLARIOPHYCEAE DINOPHYCEAE
St. 1. 1 (pagi) 19 7 36 7
St. 1. 2 (pagi) 18 24
St. 1. 3 (pagi) 8 1
St. 1. 1 (siang) 11 4 31
St. 1. 2 (siang) 10 4
St. 1. 3 (siang) 7
St. 1. 1 (sore) 8 7 18 1
St. 1. 2 (sore) 16
St. 1. 3 (sore) 8
St. 2. 1 (pagi) 21
St. 2. 2 (pagi) 11 3
St. 2. 3 (pagi) 8 4
St. 2. 1 (siang) 15 3 21
St. 2. 2 (siang) 19 8
St. 2. 3 (siang) 8
St. 2. 1 (sore)
St. 2. 2 (sore) 8 9
St. 2. 3 (sore) 17
St. 3. 1 (pagi) 7 1 4 1
St. 3. 2 (pagi) 13 18 4
St. 3. 3 (pagi) 2 8
St. 3. 1 (siang) 53 3 19
St. 3. 2 (siang) 11 3 121 5 4
St. 3. 3 (siang) 12 2 16 8
St. 3. 1 (sore) 4 15 13 2
St. 3. 2 (sore) 2 17 19
St. 3. 3 (sore) 2 83 4 2 2
St. 4. 1(pagi) 6 8
St. 4. 2(pagi) 2 4 21 17 3
St. 4. 3(pagi) 8 2 6 21 3
St. 4. 1(siang) 4 17 24
St. 4. 2(siang) 3 6
St. 4. 3(siang) 7 3
St. 4. 1(sore) 7 3 3 13
St. 4. 2(sore) 3 4 2
St. 4. 3(sore) 1 7 16 4
St. 5. 1(pagi) 4 2
St. 5. 2(pagi) 6 8 16 24 8
St. 5. 3(pagi) 3 2 11 4 6
St. 5. 1(siang) 2 11 6 4
St. 5. 2(siang) 2 6
St. 5. 3(siang) 3 6
St. 5. 1(sore) 24 17 4
St. 5. 2(sore) 12 3
St. 5. 3(sore) 3 17 4 18
64

Lampiran 5 Data Parameter Fisika-Kimia di Lokasi Penelitian

St.1 = Pulau Menjangan/ LS 08°05’35.2”, BT 114°30’01.0”


St.2 = Pulau Tabuhan/ LS 08°02’22.4”, BT 114°27’40.5”
St.3 = Ketapang/ LS 08°08’54.0”, BT 114°24’05.9”
St.4 = Muncar/ LS 08°25’51.1”, BT 114°21’21.0”
St.5 = Teluk Pang pang/ LS 08°30’01.0”, BT 114°22’28.7”
Parameter Lingkungan Perairan
No/
Stasiun / Fisika Kimia
Kode
waktu Suhu TSS Salinitas DO Fosfat Amoniak Nitrat
sampel
(0C) (mg/L) (Psu) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L)
1 St. 1. 1 (pagi) 27.6 0.0 37 6.85 0.25 0.006 2.1
2 St. 1. 2 (pagi) 27.6 0.0 37 6.92 0.12 0.007 2.0
3 St. 1. 3 (pagi) 27.6 0.0 37 6.86 0.09 0.006 1.8
4 St. 1. 1 (siang) 27.9 0.0 32 7.82 0.04 0.005 2.4
5 St. 1. 2 (siang) 28.1 0.0 34 7.91 0.01 0.004 1.8
6 St. 1. 3 (siang) 28.2 0.0 32 7.91 0.01 0.004 2.2
7 St. 1. 1 (sore) 28.2 0.0 35 7.44 0.24 0.003 2.3
8 St. 1. 2 (sore) 28.2 0.0 33 7.28 0.21 0.003 1.8
9 St. 1. 3 (sore) 28.1 0.0 35 7.33 0.06 0.003 2.0
10 St. 2. 1 (pagi) 27.5 0.0 36 7.28 0.02 0.004 1.9
11 St. 2. 2 (pagi) 27.9 0.0 36 7.28 0.02 0.002 1.8
12 St. 2. 3 (pagi) 27.9 0.0 36 7.22 0.02 0.002 2.3
13 St. 2. 1 (siang) 28.0 0.0 33 7.62 0.21 0.002 0.2
14 St. 2. 2 (siang) 28.0 0.0 33 7.49 0.21 0.002 1.6
15 St. 2. 3 (siang) 29.0 0.0 33 7.45 0.21 0.002 1.9
16 St. 2. 1 (sore) 29.1 0.0 34 8.95 0.07 0.001 2.0
17 St. 2. 2 (sore) 29.1 0.0 34 8.92 0.08 0.002 2.3
18 St. 2. 3 (sore) 28.8 0.0 35 8.41 0.02 0.001 2.3
19 St. 3. 1 (pagi) 27.3 0.0 36 6.81 0.02 0.005 3.0
20 St. 3. 2 (pagi) 27.3 0.0 36 8.27 0.01 0.004 1.6
21 St. 3. 3 (pagi) 27.3 0.0 36 6.87 0.03 0.003 1.7
22 St. 3. 1 (siang) 27.8 0.0 21 7.30 0.02 0.003 2.0
23 St. 3. 2 (siang) 27.8 0.0 25 7.39 0.02 0.004 2.0
24 St. 3. 3 (siang) 27.7 0.0 26 7.31 0.05 0.001 2.4
25 St. 3. 1 (sore) 27.6 0.0 20 8.27 0.04 0.005 2.1
26 St. 3. 2 (sore) 27.6 0.0 24 8.22 0.02 0.001 2.1
27 St. 3. 3 (sore) 27.5 0.0 25 8.27 0.02 0.001 2.2
28 St. 4. 1(pagi) 25.8 2.0 34 7.90 0.04 0.005 2.1
29 St. 4. 2(pagi) 27.1 2.0 34 7.94 0.05 0.005 2.2
30 St. 4. 3(pagi) 27.1 2.0 34 7.73 0.03 0.023 1.8
31 St. 4. 1(siang) 27.9 1.0 30 8.54 0.41 0.005 1.6
32 St. 4. 2(siang) 28.0 2.0 30 7.53 0.05 0.005 2.2
33 St. 4. 3(siang) 27.9 1.0 30 7.46 0.08 0.001 1.8
34 St. 4. 1(sore) 27.6 1.0 28 8.84 0.25 0.012 2.2
35 St. 4. 2(sore) 27.9 1.0 28 8.84 0.20 0.001 1.8
36 St. 4. 3(sore) 28.0 3.0 28 8.30 0.50 0.001 1.7
37 St. 5. 1(pagi) 27.3 5.0 30 8.03 0.03 0.076 1.4
38 St. 5. 2(pagi) 27.3 4.0 30 8.02 0.05 0.015 1.2
39 St. 5. 3(pagi) 27.3 2.0 30 8.13 0.06 0.015 1.8
40 St. 5. 1(siang) 27.6 3.0 26 7.55 0.03 0.025 2.4
41 St. 5. 2(siang) 27.6 3.0 26 7.60 0.04 0.025 1.8
42 St. 5. 3(siang) 27.4 1.0 27 7.58 0.03 0.029 0.9
43 St. 5. 1(sore) 28.3 4.0 30 8.31 0.03 0.025 1.6
44 St. 5. 2(sore) 28.3 5.0 30 8.29 0.06 0.017 1.4
45 St. 5. 3(sore) 28.3 4.0 30 8.11 0.02 0.022 2.0
65
Lampiran 6 Data Pigmen Perairan di Lokasi Penelitian
St.1 = Pulau Menjangan/ LS.08°05’35.2”, BT 114°30’01.0”
St.2 = Pulau Tabuhan/ LS 08°02’22.4”, BT 114°27’40.5”
St.3 = Ketapang/ LS 08°08’54.0”, BT 114°24’05.9”
St.4 = Muncar/ LS 08°25’51.1”, BT 114°21’21.0”
St.5 = Teluk Pang pang/ LS 08°30’01.0”, BT 114°22’28.7”
No/ Kode klorofil-a klorofil-b karotenoid Inten. Cahaya
Stasiun / waktu
sampel (663nm) (645nm) (470nm) (Lux)
1 St. 1. 1 (pagi) 0.008 0.006 0.022 3860
2 St. 1. 2 (pagi) 0.002 0.002 0.025 4700
3 St. 1. 3 (pagi) 0.001 0.001 0.021 4510
4 St. 1. 1 (siang) 0.002 0.007 0.019 9880
5 St. 1. 2 (siang) 0.001 0.008 0.016 9880
6 St. 1. 3 (siang) 0.001 0.006 0.007 9890
7 St. 1. 1 (sore) 0.005 0.006 0.031 870
8 St. 1. 2 (sore) 0.002 0.008 0.010 770
9 St. 1. 3 (sore) 0.002 0.008 0.021 620
10 St. 2. 1 (pagi) 0.001 0.001 0.004 8900
11 St. 2. 2 (pagi) 0.005 0.001 0.018 8040
12 St. 2. 3 (pagi) 0.000 0.000 0.001 7950
13 St. 2. 1 (siang) 0.007 0.004 0.047 9380
14 St. 2. 2 (siang) 0.001 0.001 0.027 9070
15 St. 2. 3 (siang) 0.005 0.003 0.036 9340
16 St. 2. 1 (sore) 0.001 0.007 0.006 540
17 St. 2. 2 (sore) 0.001 0.004 0.003 530
18 St. 2. 3 (sore) 0.001 0.003 0.003 480
19 St. 3. 1 (pagi) 0.004 0.003 0.094 1960
20 St. 3. 2 (pagi) 0.006 0.003 0.124 2820
21 St. 3. 3 (pagi) 0.008 0.003 0.104 3030
22 St. 3. 1 (siang) 0.148 0.011 0.036 9410
23 St. 3. 2 (siang) 0.143 0.013 0.043 9210
24 St. 3. 3 (siang) 0.096 0.018 0.047 9400
25 St. 3. 1 (sore) 0.065 0.020 0.178 850
26 St. 3. 2 (sore) 0.062 0.047 0.190 880
27 St. 3. 3 (sore) 0.065 0.024 0.188 880
28 St. 4. 1(pagi) 0.042 0.010 0.178 480
29 St. 4. 2(pagi) 0.031 0.009 0.181 480
30 St. 4. 3(pagi) 0.037 0.011 0.180 430
31 St. 4. 1(siang) 0.048 0.017 0.084 8490
32 St. 4. 2(siang) 0.052 0.012 0.082 8940
33 St. 4. 3(siang) 0.056 0.015 0.075 8830
34 St. 4. 1(sore) 0.040 0.025 0.235 90
35 St. 4. 2(sore) 0.033 0.023 0.229 90
36 St. 4. 3(sore) 0.035 0.025 0.229 90
37 St. 5. 1(pagi) 0.036 0.009 0.201 6170
38 St. 5. 2(pagi) 0.034 0.008 0.200 6050
39 St. 5. 3(pagi) 0.028 0.011 0.208 4960
40 St. 5. 1(siang) 0.076 0.025 0.128 9190
41 St. 5. 2(siang) 0.084 0.030 0.139 9270
42 St. 5. 3(siang) 0.072 0.027 0.136 9090
43 St. 5. 1(sore) 0.030 0.038 0.199 130
44 St. 5. 2(sore) 0.027 0.037 0.205 120
45 St. 5. 3(sore) 0.021 0.039 0.214 110
66

Lampiran 7 Data Pigmen Karotenoid dan Turunannya di Lokasi Penelitian

St.3 = Ketapang/ LS 08°08’54.0”, BT 114°24’05.9”


St.4 = Muncar/ LS 08°25’51.1”, BT 114°21’21.0”
St.5 = Teluk Pang pang/ LS 08°30’01.0”, BT 114°22’28.7”

Pigmen Karotenoid Perairan


No/
Kode Stasiun / waktu Betakaroten Astaxanthin Fikosianin Lutein karotenoid
sampel (mcg/ g) (mcg/ g) (mcg/ g) (mcg/ g) (μg/mL)

1 St. 3. 1 (pagi) 11.2 8.8 20.4 13.4 0.376


2 St. 3. 2 (pagi) 18.7 9.2 25.4 14.7 0.496
3 St. 3. 3 (pagi) 15.0 10.5 21.3 11.2 0.416
4 St. 3. 1 (siang) 4.7 3.4 8.1 4.0 0.144
5 St. 3. 2 (siang) 4.2 2.4 11.5 5.0 0.172
6 St. 3. 3 (siang) 5.7 3.3 11.7 4.4 0.188
7 St. 3. 1 (sore) 24.5 13.0 38.8 21.0 0.712
8 St. 3. 2 (sore) 27.1 14.4 40.1 22.3 0.760
9 St. 3. 3 (sore) 2.7 13.8 39.9 22.3 0.752
10 St. 4. 1(pagi) 32.4 31.5 22.4 19.8 0.712
11 St. 4. 2(pagi) 33.1 31.6 23.0 19.9 0.724
12 St. 4. 3(pagi) 32.7 31.2 22.9 18.9 0.720
13 St. 4. 1(siang) 17.5 12.1 10.3 8.4 0.336
14 St. 4. 2(siang) 17.7 11.4 9.7 8.4 0.328
15 St. 4. 3(siang) 16.4 11.2 9.6 4.9 0.300
16 St. 4. 1(sore) 44.6 32.4 34.7 21.0 0.940
17 St.4. 2(sore) 43.9 31.6 33.1 20.5 0.916
18 St. 4. 3(sore) 43.4 31.0 33.2 22.1 0.916
19 St. 5. 1(pagi) 37.5 30.1 28.2 20.0 0.804
20 St. 5. 2(pagi) 37.2 29.8 28.0 20.4 0.800
21 St. 5. 3(pagi) 39.4 32.8 28.0 20.4 0.832
22 St. 5. 1(siang) 27.0 18.1 15.0 13.2 0.512
23 St. 5. 2(siang) 27.7 19.4 17.3 15.7 0.556
24 St. 5. 3(siang) 27.1 19.3 17.0 15.0 0.544
25 St. 5. 1(sore) 37.9 34.2 24.6 20.7 0.796
26 St. 5. 2(sore) 38.2 37.2 24.1 23.2 0.820
27 St. 5. 3(sore) 38.5 37.1 27.8 23.0 0.856
67

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya, pada tanggal 09


September 1978, sebagai anak ke 7 dari 10 bersaudara pasangan
Bapak H. Moch Ali Muchsin (Alm) dan Ibu Sri Merdeka
Ningsih (Almh). Penulis menikah dengan Dika Gunawan
Siswantoro, SPi, MT pada tanggal 01 Mei 2005 dan dikaruniai
3 orang anak, yaitu : Muhammad Rifai Arif Gunawan (12
tahun), Khadijah Rizki Aulia Gunawan (9 tahun), dan
Muhammad Samudera Fauzi Gunawan (6 tahun).
Penulis lulus dari Sekolah Dasar (SD) Negeri Dr. Soetomo 5 Surabaya pada
tahun 1991, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 6 Surabaya lulus tahun 1994,
Sekolah Menengah Atas (SMA) Khadijah Surabaya lulus tahun 1997. Pada tahun
2003 penulis lulus pendidikan sarjana dari Jurusan Biologi, Fakultas MIPA,
Universitas Airlangga Surabaya. Pada tahun 2008 penulis mendapatkan beasiswa
program Fisheries Training Development of Indonesia (FTDI) hibah kerjasama
bidang perikanan antara pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Spanyol, dan
diterima pada Program MSc, Productivity & Innovation Development Sustaining
World-Class Performance, Grimsby Institute of Further & Higher Education,
United Kingdom dan lulus tahun 2009. Kesempatan melanjutkan ke Program
Doktor pada Program Studi Ilmu Kelautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor tahun 2015 diperoleh melalui beasiswa dan bantuan penelitian dari Pusat
Pendidikan Kelautan dan Perikanan, Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Teknik Penanganan
Patologi Perikanan, Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo sejak tahun 2003
hingga sekarang. Selama menempuh pendidikan Program Doktor, penulis telah
menghasilkan dua artikel yang telah diterima pada jurnal ilmiah internasional
terindex scopus, yaitu Jurnal Biodiversitas, Volume 20, Number 1, January 2019,
Pages: 61-67, ISSN: 1412-033X, E-ISSN: 2085-4722, doi:
10.13057/biodiv/d200108, dengan judul “Spatio-temporal distribution of
microalgae producing chlorophyll and carotenoid pigments in Bali Strait”. Artikel
kedua dalam proses proof reading pada jurnal nasional terakreditasi Ristek-DIKTI
(21/E/KPT/2018), yaitu Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis (JITKT),
dengan Judul “ Hubungan antara ketersediaan cahaya matahari dan konsentrasi
pigmen fotosintetik di Perairan Selat Bali”.

Anda mungkin juga menyukai