IRAWAN WIBISONYA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Risiko Produksi
dan Risiko Harga Cabai Merah Keriting di Kabupaten Cianjur adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2019
Irawan Wibisonya
NIM H351150171
RINGKASAN
IRAWAN WIBISONYA. Analisis Risiko Produksi dan Risiko Harga Cabai
Merah Keriting di Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI dan
SITI JAHROH.
Salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi tinggi yaitu
cabai merah. Komoditas cabai telah menjadi komoditas pokok nasional dan perlu
dikembangkan. Cabai tercatat memiliki berkontribusi sebesar 6.72 persen atas
produksi sayuran Indonesia dengan total produksi 1 074 602 ton. Sehingga hal ini
perlu dilakukan pengembangan terhadap komoditas cabai agar terus meningkat.
Pengembangan yang dilakukan berdasarkan cluster yang difokuskan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan.
Salah satu persoalan pokok yang berkaitan dalam pengembangan usaha di
bidang pertanian khususnya cabai merah adalah masalah produksi. Masalah
produksi diantaranya berkenaan dengan sifat usahatani yang selalu tergantung
pada alam, didukung faktor risiko karena penggunaan pupuk kimia yang
berlebihan, sehingga produktivitas lahan rendah dan tidak stabil, bahkan hal ini
dapat menyebabkan tingginya peluang-peluang untuk terjadinya kegagalan
produksi. Keragaman dalam hasil produksi membuat harga cabai menjadi tidak
stabil, bahkan cenderung mengalami fluktuasi. Hal ini menjadikan cabai merah
tidak terlepas dari potensi risiko yang hadir dan dihadapi oleh petani, seperti
risiko produksi dan risiko harga.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang
mempengaruhi risiko produksi cabai merah keriting, lalu tingkat risiko harga
cabai merah keriting, serta mengetahui preferensi petani dalam menghadapi risiko
produksi. Lokasi dalam penelitian ini meliputi wilayah Kecamatan Sukanagara
dan Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Sampel yang digunakan sebanyak 66
petani dengan penentuan sampel ditentukan secara purposif. Model yang
digunakan untuk menganalisis adalah model Just dan Pope dengan
mengaplikasikan model cob douglas dan dianalisis melalui analisis regresi linear
berganda, untuk tingkat risiko harga digunakan analisis varians serta analisis
fungsi utilitas untuk mengetahui preferensi petani dalam menghadapi risiko
produksi cabai merah keriting.
Faktor-faktor produksi seperti penggunaan luas lahan, benih, pupuk,
pestisida dan tenaga kerja merupakan faktor yang dapat menambah tingkat
produksi cabai merah keriting, sedangkan musim tanam merupakan faktor yang
dapat mengurangi produksi cabai merah keriting. Untuk tingkat risiko produksi,
faktor-faktor seperti luas lahan, benih, pupuk, tenaga kerja dan musim tanam
merupakan faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko produksi cabai merah
keriting. Sedangkan penggunaan pestisida mampu menjadika faktor produksi
yang mengurangi tingkat risiko produksi cabai merah keriting. Secara risiko
harga, nilai rata-rata koefisien variasi seluruh petani sampel yaitu 0.59,
menunjukkan bahwa risiko harga di tingkat petani cukup tinggi. Preferensi risiko
petani terhadap penggunaan input usahatani berupa luas lahan, pupuk, pestisida
dan tenaga kerja adalah bersifat risk taker.
One of the horticultural commodities that has high economic value is red
chili. Chili has become a national staple commodity and needs to be developed.
During chili contributed 6.72 percent to Indonesia's vegetable production with a
total production of 1 074 602 tons. So this needs to be done development of the
chili commodity so that it continues to increase. Development is based clusters
that are focused on promoting regional economic growth.
One of the main problems related to business development in agriculture is the
problem of production.
Production problems are related to the nature of farming which is always
dependent on nature, supported by risk factors due to excessive use of chemical
fertilizers, so that land productivity is low and unstable, even this can lead to high
opportunities for production failure. The diversity in production results makes
chili prices unstable, and even tends to fluctuate. This makes red peppers
inseparable from the potential risks that are present and faced by farmers, such as
production risks and price risks.
This study aims to analyze the factors of production that affect the risk of
curly red chili production, then the level of risk of curly red chili prices, and
determine the preferences of farmers in dealing with production risks. The
locations in this study include the districts of Sukanagara and Pacet, Cianjur. The
sample used was 66 farmers with the determination of the sample determined
purposively. The model used to analyze is the Just and Pope model by applying
the Cob Douglas model and analyzed through multiple linear regression analysis.
For the price risk level, variance analysis and utility function analysis are used to
determine the preferences of farmers in dealing with the risk of curly red chili
production.
Production factors such as land use, seeds, fertilizers, pesticides and labor
are factors that can increase the level of curly red chili production, while the
growing season is a factor that can reduce curly red chili production. For the level
of production risk, factors such as land area, seeds, fertilizer, labor and planting
season are factors that can increase the risk of curly red chili production. While
the use of pesticides can be a factor of production which reduces the risk of curly
red chili production. In terms of price risk, the average value of the coefficient of
variation for all sample farmers is 0.59, indicating that the price risk at the farm
level is quite high. Farmers' risk preferences for the use of farming inputs in the
form of land area, fertilizer, pesticides and labor are risk takers.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN RISIKO HARGA CABAI
MERAH KERITING DI KABUPATEN CIANJUR
IRAWAN WIBISONYA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Netti Tinaprilla MM
Judul Tesis : Analisis Risiko Produksi dan Risiko Harga Cabai Merah
Keriting di Kabupaten Cianjur
Nama : Irawan Wibisonya
NIM : H351150171
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2017 ini adalah
tingkat risiko produksi dan risiko harga cabai merah keriting, dengan judul
Analisis Risiko Produksi dan Risiko Harga Cabai Merah Keriting di Kabupaten
Cianjur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti M.Si dan
Ibu Dr. Siti Jahroh B.Sc M.Sc selaku pembimbing, terima kasih pula disampaikan
kepada Bapak Dr. Ir. Suharno MAdev selaku moderator ketika penulis
melaksanakan kolokium dan juga Bapak Dr. Suprehatin SP MAB sebagai penguji
pada sidang hasil penulis, Ibu Dr. Ir. Netti Tinaprilla MM selaku penguji luar
komisi pada sidang hasil penulis, dan Ibu Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina MS selaku
ketua program studi. Serta jajaran staf pengajar di lingkungan Magister Sains
Agribisnis untuk limpahan ilmu yang diberikan dan staf pengelola jurusan
agribisnis. Selain itu kepada Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, serta
Kepala Balai Penyuluh dan jajarannya di Kecamatan Sukanagara dan Kecamatan
Pacet. Di samping itu, terima kasih juga yang sebesar-besarnya penulis sampaikan
kepada teman-teman seperjuangan di Magister Sains Agribisnis angkatan 2015
atas bantuan dan semangatnya. Serta yang tidak terlupakan, ungkapan terima
kasih juga disampaikan teruntuk Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala
doa, dukungan dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Irawan Wibisonya
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 9
Manfaat Penelitian 9
Ruang Lingkup Penelitian dan Keterbatasan Penelitian 9
2 TINJAUAN PUSTAKA
Risiko Produksi dan Faktor-Faktor yang memengaruhinya serta
Risiko Harga 10
Preferensi Risiko Petani 12
3 KERANGKA PEMIKIRAN 13
Kerangka Pemikiran Teoritis 13
Kerangka Pemikiran Operasional 21
Hipotesis 23
4 METODE PENELITIAN 23
Lokasi Penelitian 23
Jenis dan Sumber Data 23
Metode Penentuan Sample 23
Metode Pengolahan dan Analisis Data 24
5 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELTIAN 30
Gambaran Umum Kabupaten Cianjur 30
Karakteristik Petani Sampel 32
Identifikasi Risiko Produksi Cabai Merah Keriting di Kabupaten
Cianjur 38
6 HASIL DAN PEMBAHASAN 40
Analisis Risiko Produksi Cabai Merah Keriting 40
Uji Asumsi Klasik 41
Analisis Faktor-Faktor yang Memegaruhi Produksi Cabai Merah
Keriting 42
Analisis Faktor-Faktor yang Memegaruhi Risiko Produksi Cabai
Merah Keriting 46
Analisis Risiko Harga Cabai Merah Keriting 50
Preferensi Risiko Produksi Petani Cabai Merah Keriting 53
7 KESIMPULAN DAN SARAM 56
KESIMPULAN 56
SARAN 57
DAFTAR PUSTAKA 57
LAMPIRAN 62
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang mempunyai
prospek untuk dikembangkan. Prospek tersebut dapat dilihat dari kontribusi
subsektor hortikultura terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dimana pada
tahun 2015 kontribusi hortikultura terhadap PDB Indonesia sebesar 11.23 persen
(BPS 2015). Subsektor hortikultura memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sehingga
agribisnis hortikultura dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan petani mulai
dari yang berskala kecil sampai besar. Hortikultura memiliki keunggulan
dibandingkan subsektor lainnnya seperti nilai jual yang tinggi, keragaman jenis,
dan potensi serapan pasar domestik dan dunia yang terus meningkat.
Namun, potensi tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena
agribisnis hortikultura masih menghadapi beberapa permasalahan. Beberapa
faktor yang menghambat pengembangannya, antara lain rendahnya produktivitas,
lokasi yang terpencar, skala usaha yang sempit dan belum efisien, serta kurangnya
dukungan kebijakan dan regulasi di bidang perbankan, transportasi dan
perdagangan. Kondisi tersebut menyebabkan daya saing komoditas-komoditas
hortikultura nasional relatif kurang jika dibandingkan dengan negara lain. Hal ini
juga terlihat semakin banyaknya produk komoditas hortikultura impor yang
tersebar di pasar domestik.
Subsektor hortikultura yang terdiri dari komoditas sayuran, buah-buahan,
tanaman hias, dan tanaman obat, terus mengalami perkembangan. Berdasarkan
Tabel 1 tercatat laju pertumbuhan produktivitas komoditas sayuran mengalami
pertumbuhan yang positif. Namun, laju pertumbuhan komoditas sayuran ini
mengalami perkembangan yang terkecil dibandingkan komoditas lainnya. Hal ini
dikarenakan pertumbuhan produktivitas sayuran hanya sebesar 0.8 persen lebih
rendah dari komoditas lainnya. Selain itu, pertumbuhan luas lahan jauh lebih
besar yakni 2.3 persen dibandingkan dengan pertumbuhan produksinya sebesar
0.3 persen.
Perumusan Masalah
petanian, hal ini dikarenakan hama dan penyakit merupakan sumber risiko
tertinggi dalam produksi (Tamandala 2013). Penggunaan input yang tidak sesuai
dengan standar yang dianjurkan dapat juga memengaruhi hasil panen yang
diperoleh. Jumlah dan jenis input yang digunakan petani akan memengaruhi risiko
produksi yang dihadapi oleh petani, hal ini dikarenakan penggunaan input
usahatani bisa bersifat sebagai pengurang risiko atau meningkatkan risiko
produksi.
ton/ha
15
14
13
12
11
10
9 2015
8 2014
7
6 2013
5
Rahayu 2011). Bibit dapat menjadi pengurang risiko (Edeman dan Lohmann
2012; Fariyanti 2008) dan juga apat menjadi penambah risiko (Nurhapsa 2013;
Qomaria 2011). Pestisida dapat menjadi pengurang risiko (Fauziyah 2010;
Rahayu 2010) dan dapat menjadi penambah risiko (Qomaria 2011).
Selain kendala produksi, petani juga seringkali mengalami kendala lain
berupa harga jual cabai merah yang berfluktuasi atau tidak selalu stabil.
Perkembangan harga cabai senantiasa mengalami perubahan yang cenderung
tidak stabil disetiap waktunya, hal ini membuat harga cabai selalu berfluktuasi.
Fluktuasi bisa terjadi karena kondisi pendapatan dan penawaran di pasar, sehingga
pada kondisi tertentu harga sayuran bisa sangat tinggi dan bisa juga sangat rendah.
Fluktuasi yang terjadi tersebut tentunya akan memengaruhi terhadap tingkat
pendapatan petani. Fariyanti (2008) menyebutkan adanya risiko harga
menyebabkan penurunan tingkat pendapatan usahatani petani.
Dalam analisis risiko produksi, perlu juga dilakukan analisis mengenai
preferensi petani dalam menghadapi risiko karena pengetahuan akan preferensi
tersebut dapat memberikan dasar pemahaman bagi petani tentang permasalahan
produktivitas usahatani. Disamping itu Kumbhakar (2002) mengungkapkan
bahwa mengabaikan keberadaan risiko dan preferensi risiko akan menimbulkan
bias terhadap estimasi parameter-parameter produksi, dan efisiensi teknis
sehingga akan menimbulkan kesalahan penafsiran terhadap fenomena terjadinya
penurunan produktivitas.
Preferensi petani dalam menghadapi risiko produksi akan memengaruhi
keputusan petani mengenai seberapa besar alokasi input-input produksi yang akan
digunakan dalam kegiatan usahatani cabai merah. Petani dalam mengahadapi
risiko produksi dapat dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu perilaku
menghindari risiko produksi (risk averse), netral terhadap risiko produksi (risk
neutral), dan perilaku berani mengambil risiko produksi (risk taker) (Kumbhakar
2002). Ellis (1988) mengemukakan bahwa sebagian besar petani kecil di
kebanyakan negara berkembang berperilaku menghindari risiko produksi (risk
averse).
Preferensi petani menghindari risiko produksi menyebabkan alokasi
penggunaan input tidak efisien, sehingga pada akhirnya berpengaruh terhadap
tingkat produktivitas usahatani. Jumlah input produksi yang digunakan oleh petani
yang berperilaku sebagai penghindar risiko produksi (risk averse) akan berbeda
dengan jumlah input yang dialokasikan oleh petani yang berperilaku sebagai
berani mengambil risiko produksi (risk taker) (Ellis 1988). Selanjutnya perilaku
petani dalam menghadapi risiko produksi cabai merah erat kaitanya dengan latar
belakang sosial ekonomi petani, sehingga latar belakang sosial ekonomi petani
mampu membentuk sikap petani dalam menghadapi adanya risiko produksi cabai
merah.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan
usahatani cabai merah keriting terdapat risiko produksi yang diduga dipengaruhi
oleh faktor eksternal yaitu curah hujan berlebihan, serta penyakit dimana pada
satu musim terakhir tanaman cabai merah banyak yang terserang penyakit patek
yang keduanya mengakibatkan penurunan produksi cabai merah di Kabupaten
Cianjur dan faktor internal yaitu penggunaan input produksi. Beberapa petani
beralih menanam cabai besar namun ada juga petani yang tetap menanam cabai
merah. Disisi lain, adanya risiko produksi akan berdampak pada pendapatan
9
usahatani cabai merah. Namun hal ini tidak menjadikan petani cabai merah di
Kabupaten Cianjur meninggalkan usahatani tersebut. Beberapa petani memilih
penggunaan teknologi berupa benih unggul dalam kegiatan budidayanya dengan
harapan tingkat produksi yang lebih tinggi. Sehingga dirumuskan permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu :
1. Faktor apa saja yang memengaruhi risiko produksi cabai merah keriting?
2. Seberapa besar tingkat risiko harga pada petani cabai merah keriting?
3. Bagaimanakah preferensi petani cabai merah keriting dalam menghadapi
risiko?
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Setiap kegiatan usaha tani yang dilakukan oleh petani seringkali dihadapkan
pada kemungkinan adanya risiko. Risiko yang sering terjadi disebabkan oleh
faktor eksternal dimana kegiatan budidaya usaha tani yang masih bergantung pada
kondisi alam sepenuhnya seperti iklim, curah hujan, hama, dan penyakit, serta
bencana alam. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Bachus et al. 1997) bahwa
keadaan alam yang dihadapi petani, bisa dikatakan sebuah risiko apabila dapat
diketahui kemungkinan terjadinya serta kemungkinan hasil yang diperoleh. Selain
itu, risiko juga disebabkan oleh faktor internal seperti penggunaan berbagai input
produksi yang tidak sesuai anjuran. Penggunaan berbagai input produksi sebagai
awal dalam proses kegiatan produksi menjadi pertimbangan penting dalam
menghadapi risiko. Dampak input produksi yang diberikan dapat mengurangi
risiko produksi maupun menambah risiko produksi. Dengan adanya gambaran
mengenai input-input produksi mana yang meningkatkan risiko dan yang
mengurangi risiko akan membantu petani dalam manajemen risiko produksi untuk
mencapai produksi dan produktivitas yang optimum. Robison dan Barry (1987)
menyatakan bahwa penggunaan input juga berpengaruh pada risiko produksi yang
dihadapi oleh pengambil keputusan. Input produksi yang secara langsung dapat
memengaruhi adanya risiko antara lain tenaga kerja, luas lahan, jumlah pupuk,
serta penggunaan bibit.
Tenaga kerja memiliki peranan penting dalam proses kegiatan produksi.
Keberadaan tenaga kera terampil dapat memberikan dampak positif yakni dapat
mengurangi adanya risiko, disisi lain tenaga kerja yang tidak terampil akan
membuat risiko produksi semakin meningkat. Dalam penelitiannya (Fariyanti
2008; Tiedeman dan Lohmann 2012; Villano dan Fleming 2006) menyatakan
bahwa tenaga kerja merupakan input yang meningkatkan risiko produksi. Namun
hal ini berbeda dengan apa yang didapat oleh (Namun Fauziyah 2010; Qomaria
2011; dan Nurhapsa 2013) dimana menurut hasil penelitian yang diperoleh
menemukan bahwa input tenaga kerja dapat mengurangi risiko.
Lahan dalam kegiatan usahatani merupakan unsur terpenting sekaligus
modal awal dalam memulai kegiatan produksi. Besaran luas lahan dapat
mepengaruhi tingkat produksi yang dihasilkan. Beberapa studi dilakukan untuk
melihat pengaruh besaran luas lahan terhadap tingkatan risiko produksi yang
dihasilkan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa besaran luas lahan (Villano
dan Fleming 2006; Tiedeman dan Lohmann 2012) dapat meningkatkan risiko
produksi. Hal ini dikarenakan semakin besar luas lahan yang digunakan maka
risiko yang akan ditimbulkan akan seakin tinggi dan bertambah. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Guan dan Wu (2009) yang menemukan bahwa
skala usaha yang lebih besar dapat meningkatkan risiko produksi petani di
Belanda. Namun untuk kasus Indonesia Fariyanti (2008) menemukan hasil yang
berbeda dimana luas lahan merupakan input yang mengurangi risiko produksi
pada komoditas kentang.
11
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Selain risiko produksi, petani juga dihadapkan dengan adanya risiko harga
produk. Analisis risiko harga produk tidak dilakukan seperti analisis risiko
produksi. Hal ini dikarenakan data yang tidak memadai sehingga tidak
dimungkinkan dilakukan analisis seperti risiko produksi. Data yang tidak
memadai disini mencakup variabel-variabel yang memengaruhi harga produk.
Dengan demikian, analisis risiko harga produk di analisis dengan menggunakan
perhitungan variance secara manual yang merupakan penjumlahan selisih kuadrat
harga produk dengan ekspektasi harga dikalikan dengan peluang dari setiap
kejadian. Adapun formulasi umum untuk mengestimasi risiko harga sebagai
berikut (Ellis, 1988):
18
𝑛𝑖
σ2 = 𝑖=1 𝑃𝑖 (𝑅𝑖 − Ȓ𝑖).......................................(2)
EU [π(x;p,w)]..................................................(3)
U = U [E(π(.)), var(π(.))]........................................(4)
dimana Eπ(.) adalah fungsi keuntungan dan var π(.) adalah variansnya. Jadi fungsi
U merupakan suatu fungsi utilitas yang terdiri dari keuntungan dan varians dari
keuntungan tersebut,
Pope (1979) melihat risiko pada produksi yang diukur dari varian output, dan
menyarankan menggunakan spesifikasi fungsi produksi. Model Just dan Pope
fokus pada alokasi input yang dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan
risiko.
Pada penelitian ini ditujukan untuk melihat risiko produksi dan perilaku
risiko. Hal ini dikarenakan perbedaan perilaku petani dalam menghadapi risiko
produksi akan memengaruhi keputusan petani dalam mengalokasikan input-input
produksi yang digunakan. Berdasarkan hal tersebut analisis risiko produksi pada
penelitian ini menggunakan Model Just dan Pope. Dalam menentukan risiko
produksi dapat digunakan dengan berbagai pendekatan salah satunya dengan
pendekatan fungsi produksi Just dan Pope (Robison dan Barry 1987).
Analisis risiko produksi yang dikemukakan oleh Just dan Pope adalah
mengembangkan model umum untuk penanganan risiko produksi ekonometri dan
digunakan untuk menganalisis faktor produksi namun tidak mengabaikan tingkat
risiko yang kemungkinan akan terjadi pada produksi tersebut yang dapat
menyebabkan kesalahan dalam perhitungan. Dalam model Just dan Pope
memasukkan unsur error agar unsur risiko dapat diperhitungkan dalam analisis
produksi. Sehingga tingkat kesalahan dalam perhitungannya menjadi kecil.
Konsep dasar yang diperkenalkan oleh Just dan Pope adalah untuk membangun
fungsi produksi sebagai jumlah dari dua komponen, satu berkaitan dengan tingkat
output, dan satu yang berkaitan dengan variabilitas output.
Penggunaan metode fungsi produksi Just dan Pope ini dapat diketahui
pengaruh penggunaan faktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan
dengan adanya variasi pada produktivitas output. Faktor produksi tersebut
dibedakan menjadi dua yaitu faktor produksi yang mengurangi risiko (risk
reducing factors) dan faktor produksi yang menyebabkan risiko (risk inducing
factors). Menurut Robison dan Barry (1987) beberapa contoh yang termasuk
dalam faktor produksi pengurang risiko adalah sistem irigasi, pestisida, biaya
yang dikeluarkan untuk jasa informasi pasar, penggunaan konsultan profesional
dan membeli peralatan baru. Sedangkan penggunaan benih dan pupuk dapat
menyebabkan peningkatan risiko produksi.
Sumber risiko
eksternal
Tingginya curah
hujan
Hipotesis
4 METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan data kuantitatif. Sumber data pada penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang
dibutuhkan untuk menjawab tujuan penelitian, diperoleh langsung dari petani
sampel melalui wawancara menggunakan panduan kuesioner. Data primer yang
dikumpulkan meliputi data profil petani, luas lahan, harga cabai, serta data
aktivitas produksi. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi yang
berhubungan dengan penelitian, baik di tingkat pusat (Badan Pusat Statistik,
kementrian pertanian) maupun daerah (BPS provinsi dan kabupaten, dinas
pertanian provinsi dan kabupaten, statistik kecamatan, kelembagaan kelompok
tani atau gapoktan, serta literatur yang terkait dengan penelitian).
Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Jumlah sampel yang diambil
yaitu sebanyak 66 petani. Sebanyak 36 orang petani dipilih di Kecamatan
Sukanagara, sedangkan sebanyak 30 orang dipilih dari Kecamatan Pacet.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan metode dalam meneliti status kelompok,
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu
kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir 2005). Analisis deskriptif dipilih untuk
menjelaskan karakteristik responden yaitu terkait dengan jenis kelamin, usia,
pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Pada penelitian ini dilakukan analisis
deskriptif berdasarkan sampel yang merupakan petani cabai merah keriting. Data
primer yang diperoleh melalui pengisian kuesioner ditabulasikan dalam kerangka
tabel yang selanjutnya dianalisis.
ukur dengan mengukur nilai ekspektasi dan variance harga cabai merah.
Ekspektasi harga dan varian dihitung sebagai berikut (Robison dan Barry 1987) :
Peluang adalah suatu kejadian pada kegiatan usaha yang dapat diukur
berdasarkan pengalaman yang telah di alami pelaku bisnis dalam menjalankan
usahanya. Pada kondisi aktual mengukur peluang kejadian dapat dilakukan
dengan melihat frekuensi dari masing-masing kejadian untuk periode waktu
tertentu. Peluang adalah kuantifikasi ketidakpastian seseorang yang dinyatakan
dalam bilangan antara 0-1. Untuk menggambarkan tingkat kepercayaan seseorang
terhadap kejadian yang mungkin terjadi dari suatu kejadian yang tidak pasti.
σ=√σ² ............................................................(12)
Standar deviasi dapat di ukur dari akar kuadrat nilai variansnya. Secara
matematis rumus menghitung standar deviasi dapat dilihat pada persamaan. Nilai
yang ditunjukkan dari perhitungan standar deviasi memiliki arti yang sama
dengan nilai variansn. Dimana semakin kecil nilai standar deviasi, maka semakin
kecil risiko yang dihadapinya.
σ
CV= 𝐸𝑋𝑃𝐻𝑅𝐺 .....................................................(13)
Nilai koefisien variasi dapat diukur dari rasio standar deviasi dengan
ekspektasi harga. Semakin kecil nilai koefisien variasi, maka akan semakin rendah
tingkat risiko yang dihadapi. Koefisien variasi adalah angka yang menunjukkan
perbandingan antara risiko yang harus ditanggung dengan pendapatan tunai yang
akan diperoleh. Dengan kata lain koefisien variasi digunakan untuk
membandingkan risiko yang dihadapi terhadap harga yang diterima.
Dimana :
EXPHRG = ekspektasi harga produk
Pt = peluang petani cabai mendapat harga tertinggi (%)
Pr = peluang petani cabai mendapat harga terendah (%)
Pn = peluang petani cabai mendapat harga normal (%)
HRGT = harga tertinggi yang pernah diperoleh petani cabai (Rp/Kg)
HRGR = harga terendah yang pernah diperoleh petani cabai (Rp/Kg)
HRGN = harga normal yang sering diterima petani cabai (Rp/Kg)
27
Max U(π)
π = p.y – r.x – C...............................................(14)
dimana :
π = keuntungan usahatani
r = harga input
x = jumlah input yang digunakan
C = biaya tetap usahatani
p = harga output
y = output
Fungsi utilitas untuk petani cabai merah [U(πo)] dibagi menjadi dua, yakni saat
peani menanam pada musim kemarau dan menanam musim hujan. Untuk fungsi
keduanya tersebut adalah :
U(πo)mk = p.f(X1, X2,..., X5) + p.g(X1, X2, ..., X5) – ri (X1, X2, ..., X5,) – C.....(17)
dan
U(πo)mh = p.f(X1, X2, ..., X5) + p.g(X1, X2, ..., X5) – ri (X1, X2, ..., X5,) – C....(18)
dimana :
U(πo)mk = utilitas petani cabai merah pada musim kemarau
U(πo)mh = utilitas petani cabai merah pada musim hujan
f(x) = fungsi produksi
g(x) = fungsi risiko
p = harga output (Rp)
ri = harga input ke-i (Rp)
xi = jumlah input ke-i
C = biaya tetap usaha tani
X1 = Benih (kg/musim)
28
X2 = Pestisida (liter/musim)
X3 = Pupuk (Kg/musim)
X4 = Tenaga Kerja (HOK)
Dari persamaan di atas, dicari First Order Condition (FOC) dan Second
Order Condition (SOC) yang selanjutnya digunakan untuk menganalisis nilai
perilaku risiko petani dengan mengadopsi Arrow-Pratt absolute risk aversion
(AR) yang diperoleh dari rasio antara nilai SOC dan FOC dari fungsi utilitas,
sebagai berikut:
𝑈 ′′ 𝜋
ARmk/mh = − ............................................(19)
𝑈 ′ (𝜋)
Dimana :
ARmk = Absolute risk averse pada musim kemarau
ARmh = Absolute risk averse pada musim hujan
U’(πi) = First Order Condition dari fungsi utulitas
U’’(πi) = Second Order Condition dari fungsi utilitas
Menurut Robison and Barry (1987), petani dapat dikatakan bersifat : (1) risk
averse apabila AR > 0, (2) risk taker apabila AR < 0, dan (3) risk neutral apabila
AR = 0.
Hipotesis
1. Hipotesis fungsi produksi
Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan adalah bahwa
petani bertindak rasional dalam melakukan proses produksi sehingga setiap
faktor produksi berpengaruh positif terhadap rata-rata hasil produksi cabai
merah keriting. Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah sebagai berikut:
A. Luas lahan (X1)
α > 0, artinya bahwa semakin luas lahan yang digunakan akan semakin
meningkatkan produksi cabai merah keriting.
B. Benih (X2)
α > 0, artinya bahwa semakin banyak benih yang digunakan akan semakin
meningkatkan produksi cabai merah keriting.
C. Pupuk (X3)
α > 0, artinya bahwa semakin banyak pupuk yang digunakan akan semakin
meningkatkan produksi cabai merah keriting.
D. Pestisida (X4)
α > 0, artinya bahwa semakin banyak penggunaan pestisida yang
digunakan akan semakin meningkatkan produksi cabai merah keriting.
E. Tenaga kerja (X5)
α > 0, artinya bahwa semakin banyak tenaga kerja digunakan akan
semakin meningkatkan produksi cabai merah keriting.
F. Musim (D1)
α > 0, artinya apabila penanaman dilakukan pada musim kemarau maka
produksi cabai merah keriting akan lebih besar daripada penanaman pada
musim hujan
29
Hipotesis dalam penelitian ini didasarkan pada teori yang terkait, studi
empiris dan fakta yang terdapat di lokasi penelitian. Hipotesis luas lahan, pestisida
dan tenaga kerja dikategorikan sebagai faktor yang megurangi risiko karena, obat-
obatan hanya akan digunakan ketika terdapat hama dan penyakit tanaman.
Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani maka akan
semakin baik dalam proses budidaya sehingga tenaga kerja masukdalam kategori
yang mengurangi risiko. Hipotesis pupuk dan benih dikategorikan sebagai faktor
yang meningkatkan risiko karena pupuk dan benih telah terdapat standar
pemakaian, sehingga apabila pupuk digunakan tidak sesuai dengan prosedur maka
akan menigkatkan risiko. Hipotesis musim hujan dikategorikan sebagai faktor
yang meningkatkan risiko karena merupakan gangguan yang sifatnya berasal dari
alam yang sulit dihindari dan musim hujan secara ekstrim merupakan salah satu
sumber risiko produksi eksternal.
Definisi Operasional
1. Produksi adalah jumlah total panen cabai merah segar yang diukur dalam
satuan ton per periode tanam.
2. Luas lahan adalah luas areal yang akan ditanam cabai merah pada musim
tanam tertentu dan diukur dalam satuan meter persegi.
30
3. Benih adalah jumlah benih cabai merah yang digunakan untuk memproduksi
dan diukur dalam satuan kilogram per periode tanam.
4. Pestisida adalah jumlah pemakaian jenis pestisida yang secara khusus dibuat
dan digunakan untuk mengendalikan (membunuh, menghambat atau
mencegah) hama. Fungisida digunakan dalam satuan liter per periode tanam.
5. Pupuk kandang adalah jumlah pupuk yang berasal dari kotoran ayam yang
digunakan dalam persiapan lahan yang berguna untuk untuk memperbaiki
sifat fisik, kimia, dan biologi pada tanah. Pupuk kandang digunakan dalam
satuan kilogram per periode tanam.
6. Pupuk anorganik adalah pemberian pupuk yang berguna untuk memacu
pertumbuhan tanaman.
7. Tenaga kerja adalah jumlah orang yang digunakan dalam proses budidaya
cabai, mulai dari persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, hingga
pemanenan, yang diukur dalam satuan hari orang kerja (HOK) per periode
tanam.
8. Perilaku petani adalah tindakan atau aktivitas dari petani terhadap adanya
risiko yang timbul dalam proses produksi cabai merah, meliputi menghindari
risiko produksi (risk aversion), berani menghadapi risiko produksi (risk
taker), atau netral dalam menghadapi risiko (risk neutral).
9. Umur petani adalah usia petani yang diukur dengan tahun.
10. Tingkat pendidikan adalah suatu kondisi jenjang (lamanya) pedidikan yang
dimiliki oleh petani melalui pendidikan formal yang diukur dengan tahun.
11. Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya keluarga (orang) yang masuk
dalam tanggungan petani sampel.
12. Risiko Produksi merupakan gap hasil produksi yang diharapkan dengan yang
diestimasi. Risiko produksi diindikasikan dengan adanya fluktuasi produksi
tiap panen.
terdiri dari bukit-bukit kecil dan diselingi oleh pegunungan. Dataran terendah di
selatan Cianjur mempunyai ketinggian sekitar 7 mdpl.
Secara Administrasi Wilayah Kabupaten Cianjur memiliki luas kurang lebih
361 435 Ha. Dari luas wilayah Kabupaten Cianjur 361 435 Ha, pemanfaatannya
meliputi 23.71 persen berupa hutan produktif dan konservasi, 16.59 persen berupa
tanah pertanian lahan basah, 27,76 persen berupa lahan pertanian kering dan
tegalan, 16.49 persen berupa tanah perkebunan, 0.10 persen berupa tanah dan
penggembalaan/pekarangan, 0.035 persen berupa tambak/kolam, 7.20 persen
berupa pemukiman/pekarangan dan 6.42 persen berupa penggunaan lain-lain
Kabupaten cianjur secara administrasi terdiri dari 32 kecamatan yang
tersebar di wilayah seluas 361 434,98 ha. Dua kecamatan diantaranya yakni
Kecamatan Pacet dan Kecamatan Sukanagara merupakan daerah dengan potensi
produksi hortikultura yang tinggi. Kecamatan Pacet dan Kecamatan Sukanagara
masing-masing memiliki lahan seluas 1181,88 ha dan 737,79 ha yang
diperuntukan untuk lahan pertanian hortikultura. Salah satu tanaman hortikultura
yang hampir terdapat di sebagian besar kecamatan di Kabupaten Cianjur
merupakan tanaman jenis cabai merah keriting.
Sebagian besar wilayah Kabupaten Cianjur adalah daerah dataran tinggi
dengan rentang ketinggian antara 7 hingga 2 962 mdpl. Kecamatan Pacet
merupakan salah satu kecamatan dengan dataran tertinggi yakni terletak di 2 962
mdpl, sedangkan Kecamatan Sukanagara memiliki ketinggian 1 200 mdpl.
Wilayah dengan dataran tinggi tersebut sangat cocok untuk ditanami cabai merah
keriting. Selain itu perbedaan ketinggian dikedua wilayah tersebut
mengindikasikan adanya perbedaan pula dalam melakukan proses penanganan
budidaya tanaman cabai serta kendala iklim dan cuaca yang dialami.
Tabel 3 Produksi cabai merah keriting tahun 2014 - 2015 di Kabupaten Cianjur
2014 2015
Wilayah Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(kw) (%) (kw) (%)
Kecamatan Sukanagara 334 021 58 331 562 56
dan Pacet
Kecamatan lainnya 244 633 42 258 637 46
Total 578,660 100 590,199 100
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur (2017)
Total produksi cabai merah di Kabupaten Cianjur pada tahun 2014 hingga
2015 menalami peningkatan, dimana pada Tabel 3 terlihat pada tahun 2014 total
produksi cabai merah di Kabupaten Cianjur sebesar 578 660 kw meningkat
menjadi 590 199 kw ditahun 2015. Sebesar 58 persen atau 334 021 kw pada tahun
2014 dihasilkan oleh produksi cabai merah di Kecamatan Sukanagara dan
Kecamatan Pacet dan sebesar 56 persen atau 331 562 kw cabai merah dihasilkan
oleh Kecamatan Sukanagara dan Kecamatan Pacet pada tahun 2015. Hal ini
menjadikan Kecamatan Sukanagara dan Kecamatan Pacet menjadi dominan
dalam kontribusi hasil produksi cabai merah untuk Kabupaten Cianjur.
Sejak tahun 2016 Kabupaten Cianjur ditetapkan menjadi salah satu kawasan
pengembangan cabai di Indonesia. Kecamatan Pacet merupakan daerah terpilih
sebagai pemusatan kawasan pengembangan cabai untuk Kabupaten Cianjur.
32
Petani yang dipilih sebagai sampel berasal dari dua kecamatan di Kabupaten
Cianjur, yakni Kecamatan Pacet dan Kecamatan Sukanagara. Selanjutnya petani
responden diuraikan karakteristiknya berdasarkan: umur petani, pendidikan
petani, pengalaman berusahatani, luas lahan garapan, kepemilikan lahan, status
usahatani, jumlah anggota tanggungan keluarga petani, pola tanam dan sistem
pemasaran. Dari hasil wawancara terhadap 66 petani sampel didapat gambaran
mengenai karakteristik sosial ekonomi petani di Kabupaten Cianjur.
Umur Petani
Umur erat kaitannya dengan pengalaman dan kematangan petani dalam
berusahatani. Umur akan memengaruhi kemampuan fisik dan respon terhadap hal-
hal baru dalam melakukan usahatani. Sehingga adanya kecenderungan bahwa
petani muda lebih berinovasi karena mempunyai semangat untuk mengetahui dan
mencari tahu apa yang belum diketahuinya. Umur yang semakin tua juga
membuat kemampuan fisik petani dalam melakukan usahataninya menurun.
Tabel 4 Keragaan umur petani cabai merah keriting di Kabupaten Cianjur tahun
2017
Umur Petani Jumlah Persentase
(Tahun) (orang) (%)
<40 27 41
40-60 34 51
>60 5 8
Total 66 100
Dari Tabel 3 diketahui bahwa 34 petani atau 51 persen petani cabai merah
keriting di lokasi penelitian berada pada rentang umur antara 40-60. Umur petani
selanjutnya adalah berada pada umur < 40 tahun dengan tingkat persentase 41
petani, dilanjutkan pada usia > 60 tahun sebanyak 5 petani. Petani berusia muda di
lokasi penelitian berada pada kategori yang cukup banyak yakni 41 persen, hal ini
dikarenakan sebagian besar petani muda telah dikenalkan dengan kegiatan
usahatani cabai merah keriting dan diberikan lahan sebagai tempat untuk
33
berusahatani dari orang tuanya, walaupun sebagian pemuda masih ada yang tidak
berminat berusaha dibidang pertanian dan lebih memilih bekerja di luar bidang
pertanian dan di luar kota. Secara menyeluruh sebanyak 92 persen petani cabai
merah keriting berada dalam usia yang produktif. Usia produktif manusia berada
pada usia antara 15 sampai 60 tahun, kondisi ini sangat menguntungkan karena
tingkat usia yang produktif biasanya dengan mudah mampu menerima teknologi
baru yang dapat. Pada usia produktif sangat mendukung untuk seseorang
meningkatkan kinerjanya, karena kinerja seseorang akan menurun bersamaan
dengan bertambahnya usia seseorang.
Pengalaman Berusahatani
Pengalaman berusahatani yang dimiliki petani secara tidak langsung akan
memengaruhi pola pikir petani. Petani yang memiliki pengalaman berusahatani
lebih lama akan lebih mampu merencanakan usahatani dengan lebih baik, karena
sudah memahami segala aspek dalam berusahatani. Sehingga semakin lama
pengalaman yang dimiliki petani dalam berusahatani memungkinkan produksi
34
Luas Lahan
Lahan merupakan modal utama dalam kegiatan berusahatani, selain sebagai
asset petani dalam menghasilkan produksi, lahan juga merupakan sumber
pendapatan petani. Ketersediaan lahan baik dalam hal lokasi maupun luas lahan
akan memengaruhi keputusan petani dalam memilih jenis komoditi yang akan
ditanam ataupun pola tanam usahataninya. Lahan yang luas membuat petani bisa
leluasa menanam beberapa komoditi sekaligus dalam satu musim tanam.
Begitupun dengan sistem rotasi tanamnya, lahan yang lebih luas lebih mudah
dalam hal sistem rotasi tanam guna menjaga kesuburan lahan yang ada.
Luas atau sempitnya lahan juga berpengaruh terhadap tingkat pendapatan
bagi petani yang mengusahakan tanamannya pada lahan tersebut. Hal ini
dikarenakan semakin luas lahan yang diusahakan maka peluang mendapatkan
hasil dari usahataninya dapat lebih besar dan berimplikasi pada pendapatan yang
diperoleh petani yang semakin besar. Sehingga semakin luasnya usaha tani maka
semakin besar penghasilan rumah tangga petani, namun bila lahan yang
diusahakan petani tersebut sempit maka pendapatannya akan rendah.
35
Tabel 7 Luas lahan petani cabai merah keriting di Kabupaten Cianjur, Tahun 2017
Luas Lahan Jumlah Persentase
(ha) (orang) (%)
<0.25 47 71
0.25 – 0.5 16 24
>0.5 3 5
Total 66 100
Luas lahan di lokasi penelitian pada Tabel 7 terlihat sebagian besar yakni 71
persen lahan memiliki luas kurang dari 0.25 ha. Selanjutnya sebanyak 24 persen
petani memiliki lahan dengan luas antara 0.25 hingga 0.5 ha. Hanya 5 persen
petani yang memiliki luas lahan lebih dari 0.25 ha hingga paling luas yakni 1 ha.
Rata-rata penggunaan lahan petani di lokasi penelitian yaitu 0.2 ha.
Kepemilikan Lahan
Kepemilikan lahan pertanian di Indonesia khususnya wilayah pedesaan
sebagian masih menggunakan budaya warisan yang mengakibatkan makin
sempitnya kepemilikan lahan pertanian dari generasi ke generasi selanjutnya.
Sejalan dengan hal tersebut, semakin sempitnya lahan juga disebabkan karena
pertumbuhan penduduk yang diikuti pembagian harta warisan, sehingga
pemilikan lahan usahatani menjadi terpecah-pecah dalam luasan yang kecil-kecil
dan menyebar letaknya.
Status kepemilikan lahan petani cabai merah keriting dapat dilihat pada
Tabel 8. Bberdasarkan pada status kepemilikan lahan menunjukkan sekitar 85
persen petani mempunyai lahan milik sendiri, sedangkan 15 persen petani cabai
merah keriting sampel tidak memiliki lahan sendiri. Lahan milik petani sebagian
besar merupakan lahan warisan dari keluarga sebelumnya. Sedangkan lahan
bukan milik petani keseluruhannya merupakan lahan sewa, baik yang disewa oleh
perorangan atau perhutani. Lahan sewa perorangan keseluruhannya berada pada
wilayah penelitian di Kecamatan Pacet yakni dengan harga sewa rata-rata Rp 200
000 per patok (setara 0.04 ha). Sedangkan lahan sewa untuk Kecamatan
Sukanagara merupakan lahan milik Perhutani, adapun untuk biaya sewa lahan
yang diberlakukan oleh Perhutani belum ada ketentuan secara tertulis, hanya
berupa masa kontrak tidak terbatas, namun harus bersedia mengembalikan lahan
ketika akan dikelola kembali oleh Perhutani.
36
Status Usahatani
Status usahatani yang dimaskud yakni jenis pekerjaan utama yang dilakukan
tiap harinya. Status usahatani dibagi menjadi dua, usahatani sebaga pekerjaan
utama atau pekerjaan sampingan. Dari Tabel 9 diketahui bahwa seluruh petani
responden menjadikan petani sebagai pekerjaan utama. Responden tidak memiliki
pilihan lain selain menjadi petani sebagai pekerjaan utama, meskipun beberapa
petani sampel memiliki pekerjaan lain diluar usahataninya, penjual sayuran,
saprotan, serta sembako. Namun penghasilan utama tetap berasal dari usahatani.
Penghasilan menjadi petani masih dianggap cukup besar dibandingkan dengan
pekerjaan lain, selain itu rendahnya pendidikan juga menjadi alasan petani sampel
tetap menjadikan usahatani sebagai sumber pendapatannya.
Tabel 9 Status usahatani petani cabai merah keriting di Kabupaten Cianjur tahun
2017
Status Usahatani Jumlah Persentase
(orang) (%)
Pekerjaan Utama 66 100
Pekerjaan Sampingan 0 0
Total 66 100
1-3 58 88
4-5 8 12
Total 66 100
Pola Tanam
Pola tanam merupakan usaha penanaman pada sebidang lahan dengan
mengatur susunan tata letak dan urutan tanaman selama periode tertentu. Pola
tanam dibedakan menjadi pola tanam monokultur yaitu penanaman satu jenis
37
komoditi, atau pola tanam polikultur yaitu menanam lebih dari satu jenis
komoditas dalam lahan yang sama. Pola tanam secara polikultur atau sering juga
disebut tumpangsari mengharuskan petani mengeluarkan modal lebih besar
sekaligus lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan pemilihan komoditas,
waktu tanam, maupun jarak tanam antar tanaman.
Tabel 11 Pola tanam petani cabai merah keriting di Kabupaten Cianjur tahun
2017
Pola Tanam Jumlah Persentase
(orang) (%)
Polikultur 51 72
Monokultur 15 28
Total 66 100
Sebagian besar petani melakukan pola tanam dengan kombinasi (1) sawi +
cabai, (2) Bawang daun + cabai, (3) Buncis + cabai dan (4) Sawi + Bawang
daun/bucis + Cabai. Penanaman antar komoditas ini (Gambar 9) dilakukan pada
lahan yang sama (tumpangsari), sehingga penanaman tanaman untuk tumpang sari
dilakukan pada awal tanam. Penanaman tanaman tumpangsari diawal tanam ini
salah satunya agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman utama yaitu cabai
tetap maksimal ketika memasuki usia panen. Diharapkan dengan melakukan
tumpangsari petani mendapat keuntungan maksimal dari beberapa komoditas
tanaman yang diusahakan. Sedangkan dalam mengantisipasi menurunnya kadar
unsur hara pada tanah, petani memberikan selang waktu 1 hingga 1.5 bulan untuk
pengistirahatan tanah.
Sistem Pemasaran
Pasar merupakan aspek penting bagi petani untuk menjual hasil
produksinya. Namun tidak sedikit petani mengalamai permasalahan dalam
menjual hasil panennya. Petani memiliki saluran pemasaran yang berbeda untuk
menjual hasil panennya. Petani bisa menjual sendiri hasil panennya langsung ke
konsumen maupun ke pasar. Selain itu juga petani bisa menjual hasil panennya
melalui pihak lain, yaitu pedagang pengumpul, gapoktan maupun koperasi.
Sebanyak 55 persen petani sampel menjual hasil panennya kepada gapoktan,
sedangkan sisanya sebanyak 45 persen petani sampel menjual hasil panennya
kepada pedagang pengumpul. Penjualan hasil panen kepada gapoktan tedapat di
lokasi penelitian Kecamatan Pacet, dimana gapoktan menjual kembali cabai
merah keriting melalui kontrak kemitraan bersama dirjenhorti dan restoran di
Jakarta, sedangkan penjualan kepada pedagang pengumpul terdapat di lokasi
peneliti di Kecamatan Sukanagara, dimana pedagang pengumpul melakukan
penjualan cabai merah keriting kembali ke pasar tradisonal di Bogor.
disisi lain banyak petani kesulitan dalam pencarian sumber air dan juga harus ada
biaya ekstra untuk penyemprotan air selama musim kemarau. Menurut BPS
(2018) dalam kurun waktu 2017 Kabupaten Cianjur cenderung mengalami hari
hujan sepanjang tahun, dimana hanya dibulan agustus dan september yang
mengalami hari hujan 4 hingga 6 hari. Pada kondisi di lapangan terdapat beberapa
lahan tanaman cabai yang mengalami kerusakan, seperti tanaman cabai yang
merebah dan ajir serta mulsa yang terlepas akibat hujan deras yang disertai angin
cukup kencang.
3. Kesuburan Lahan
Sebagian besar petani melakukan penanaman cabai secara rutin di lahan
yang sama sepanjang tahun. Kondisi ini menyebabkan tingkat kesuburan lahan
semakin menurun karena dengan tingkat intensitas pemanfaatan lahan yang tinggi
menyebabkan semakin banyak pengambilan unsur hara di dalam lahan tanam,
sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman cabai merah keriting di musim
berikutnya. Pada akhirnya berdampak pada tingkat produktivitas yang menurun.
Disisi lain banyak petani kurang menyadari pentingnya kesuburan lahan, karena
jarangnya petani melakukan rotasi tanam atau melakukan usaha pengembalian
kesuburan lahan seperti pemberian kapur untuk menetralisir keasaman tanah.
Risiko dalam kegiatan usahatani yang dihadapi oleh petani cabai merah
keriting diantaranya risiko produksi dan risiko harga. Risiko yang terjadi
diindikasikan dengan terjadinya fluktuasi pada tingkat produksi dan tingkat harga
di petani. Risiko produksi cabai merah keriting dapat berasal dari faktor internal
dan juga eksternal. Risiko produksi yang diakibatkan oleh faktor internal yang
dapat memengaruhi hasil produksi cabai merah keriting diantaranya ditimbulkan
dari pengunaan input-input produksi. Pada penelitian ini perhitungan nilai risiko
produksilebih mendekatkan pada sisi produktivitas, sehingga untuk input produksi
yang dapat memengaruhi produktivitas dan risiko produktivitas cabai merah
keriting yaitu penggunaan benih, pengunaan pupuk, pengunaan pestisida, dan
pengunaan tenaga kerja. Sedangkan faktor eksternal salah satunya timbul dari
iklim dan cuaca yang menyertai pada saat kegiatan usahatani cabai merah
keriting.
Penelitian ini menggunakan metode yang dikembangkan oleh Just and
Pope. Model Just and Pope yang digunakan menghasilkan dua persamaan fungsi
yaitu fungsi produksi dan fungsi risiko produksi. Fungsi produksi menunjukkan
bagaimana pengaruh penggunaan input-input produksi cabai merah keriting
terhadap produksi cabai petani sampel. Fungsi risiko menunjukkan bagaimana
pengaruh penggunaan input terhadap kesenjangan produksi yang dihasilkan.
Kedua fungsi tersebut menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Faktor produksi yang
diduga berpengaruh terhadap produksi dan risiko produksi meliputi luas lahan,
41
Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus terpenuhi pada
analisis linear berganda yang berbasis Ordinary Least Square (OLS). Suatu fungsi
yang diperoleh dari hasil pendugaan dengan metode OLS dari koefisien regresi
adalah penduga tak bias linear terbaik jika semua asumsi yang mendasari model
tersebut terpenuhi. Uji asumsi klasik yang dilakukan adalah uji normalitas, uji
autokerelasi, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas. Uji asumsi klasik
dilakukan dengan menggunakan program statistik SPSS versi 23.
Berdasarkan hasil olahan data menggunakan uji normalitas kolmogorov-
smirmov didapat nilai signifikansi sebesar 0.200, hasil tersebut lebih besar dari
pada taraf nyata sebesar 0.05. sehinggaa dapat disimpulkan bahwa data telah
menyebar dengan normal. Uji normalitas diperlukan karena pada sampel yang
terbatas atau tidak, saat melakukan Uji T, Uji F atau Chi Square mensyaratkan
asumsi normalitas.
Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing
variabel independen yang dimasukkan dalam model saling berhubungan secara
linear. Adanya multikolinieritas dalam model dapat menyebabkan estimasi
pengaruh dari semua parameter variabel independen terhadap variabel dependen.
Untuk mengetahui adanya gejala multikoliniearitas dapat dilihat dari nilai
Variable Inflation Factor (VIF). Dari hasil perhitungan didapat bahwa untuk
keseluruhan variabel meliputi luas lahan, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja dan
dummy musim pada fungsi produksi dan fungsi risiko produksi memiliki nilai
yang lebih kecil dari 10, sehingga dapat dikatakan model fungsi produksi dan
model fungsi risiko produksi cabai merah keriting tidak mengandung
multikolinieritas.
42
Benih
Benih tanaman memiliki nilai P- Value sebesar 0.165, sehingga variabel
benih tanaman berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting pada
taraf nyata 20 persen. Nilai pendugaan parameter terhadap variabel benih
memiliki nilai positif yakni sebesar 0.152, yang artinya bahwa setiap kenaikan
satu persen dari penggunan benih tanaman akan mendorong kenaikan produksi
cabai merah sebesar 0.152 persen, dengan asumsi variabel produksi lainnya
dianggap tetap atau cateris paribus. Hasil pendugaan parameter tersebut sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Saptana (2011) dimana pada hasil
penelitiannya menyebutkan bahwa variabel benih tanaman berpengaruh positif
terhadap produksi cabai merah besar dan cabai merah keriting di Jawa Tengah.
Benih yang digunakan oleh sebagian besar petani sampel yaitu jenis varietas
bianka dan juga OR 42. Varietas tersebut menurut petani merupakan varietas yang
cocok ditanam di dataran rendah hingga dataran tinggi. Selain itu penggunaan
benih dinilai memiliki produksi yang tinggi. Rata-rata varietas tersebut memiliki
waktu panen pertama sekitar 60 HST dengan tingkat produksi setiap tanamannya
sebesar 0.7 kg.
Penggunaan input berupa benih di Kabupaten Cianjur rata-rata sebanyak
0.17 kg/ha. Beberapa varietas benih yang digunakan berasal dari produksi lokal,
varietas tersebut diantaranya, OR 42, Bianka, TM, Kastilo F1, Phoenix dan
Rimbun. Namun sebagian besar petani sampel paling sering menggunakan benih
jenis OR 42 dan bianka. Kedua varietas tersebut dinilai memiliki kualitas yang
bagus dan tahan terhadap beberapa jenis hama dan penyakit. Rata-rata harga benih
yang dibeli yaitu Rp 160 000 per kemasan (10 gram). Untuk penanamanya
dilakukan pada benih berumur antara 25 hingga 30 hari setelah penyemaian.
Pupuk
Variabel pupuk memiliki nilai P-Value sebesar 0.146, sehingga variabel
pupuk berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting hingga pada
taraf nyata 20 persen. Nilai pendugaan parameter terhadap variabel pupuk
memiliki nilai positif yakni sebesar 0.077, yang artinya bahwa setiap kenaikan
satu persen dari input pupuk akan mendorong kenaikan produksi cabai merah
44
sebesar 0.077 persen, dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap
atau cateris paribus. Hasil pendugaan parameter tersebut sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Saptana (2011) dimana pada hasil penelitiannya
menyebutkan bahwa variabel pupuk yang di dalamnya terdapat pupuk kimia dan
pupuk organik berpengaruh positif terhadap peningkatan produksi cabai merah
besar dan cabai merah keriting di Jawa Tengah.
Dalam penggunaan input berikutnya berupa pupuk, petani sampel
menggunakan pupuk kimia dan pupuk organik sebagai pupuk dasar. Pupuk kimia
yang digunakan untuk pupuk dasar yaitu pupuk ZA, pupuk urea, pupuk TSP,
pupuk KCL, pupuk NPK dan pupuk kandang (jenis kotoran ayam dan sapi).
Pupuk susulan dilakukan kembali namun dengan dosis yang berbeda, biasanya
dimulai pada waktu tanaman cabai mulai berbunga atau 25 HST hingga 120 HST.
Jumlah pupuk yang digunakan petani sampel rata-rata yaitu 11 017.50 kg/ha.
Pemakaian pupuk terbesar yaitu pupuk kandang dengan rata-rata sebanyak 10
064.79 kg. Dosis untuk setiap tangkai tanaman cabai sebaiknya tidak lebih dari
7.5 g per tanaman. Sedangkan para petani mendapatkan pupuk dengan harga beli
pupuk sebesar rata-rata Rp 4 477.32 per kg.
Pestisida
Variabel pestisida memiliki nilai P-Value sebesar 0.000, sehingga variabel
pestisida berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting hingga pada
taraf nyata 5 persen. Nilai pendugaan parameter terhadap variabel pestisida
memiliki nilai positif yakni sebesar 0.210, yang artinya bahwa setiap kenaikan
satu persen dari input pestisida akan mendorong kenaikan produksi cabai merah
sebesar 0.210 persen, dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap
atau cateris paribus. Hasil pendugaan parameter tersebut sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mahananto et al. (2009) dan Alifiati et al. (2014)
namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Saptana (2011)
dimana pada hasil penelitiannya menyebutkan bahwa variabel pestisida
berpengaruh negatif terhadap peningkatan produksi cabai.
Jenis pestisida yang digunakan untuk sebagian besar petani yaitu jenis
insektisida dan juga fungisida. Hal ini dikarenakan lebih banyak hama dan
penyakit yang menyerang tanaman cabai merah keriting di lokasi penelitian.
Sebagian petani banyak yang melakukan penambahan dosis obat ketika
dihadapkan dengan serangan hama dan penyakit, sehingga berakibat penggunaan
pestisida yang tidak sesuai rekomendasi baik dari dinas pertanian dan juga pihak
swasta yang memproduksi obat-obatan tersebut. Penggunaan pestisida yang sesuai
dengan ketentuan tentunya akan membuat hasil produksi menjadi maksimal.
Walaupun secara prefentif, petani diharapkan mampu menggunakan pestisida
sesuai batasan tertentu. Sehingga hasil cabai yang diproduksi masih relatif aman
untuk tetap dikonsumsi.
Untuk penggunaan obat-obatan, petani sampel menggunakan pestisida
dalam bentuk padat dan cair. Penggunaan pestisida yang dilakukan oleh petani
disesuaikan dengan kondisi iklim dan lahan pertanian. Kondisi pada musim hujan
dengan curah hujan tinggi menyebabkan kondisi lahan yang basah menimbulkan
hama dan penyakit yang lebih cepat berkembang. Penggunaan pestisida untuk cair
rata-rata 10.24 l/ha sedangkan untuk pestisida padat rata penggunaannya 17.88
kg/ha. Pestisida tersebut termasuk di dalamnya yaitu jenis insektisida, fungisida
45
dan herbisida. Harga rata-rata untuk pestisida cair yakni Rp 3 501.00 per ml dan
harga untuk pestisida padat sebesar Rp 159 874.72 per kg. Sebagian besar petani
sampel mengeluhkan tingginya biaya yang ditimbulkan untuk penggunaan obat-
obatan. Bahkan menjadi biaya terbesar untuk penggunaan input selama produksi.
Tenaga Kerja
Variabel tenaga kerja memiliki nilai P-Value sebesar 0.017, sehingga
variabel pupuk berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting hingga
pada taraf nyata 20 persen.Input tenaga kerja memiliki tanda positif yang artinya
setiap penambahan tenaga kerja akan memingkatkan produksi cabai merah
keriting. Hal ini berarti produksi cabai merah keriting masih bisa ditingkatkan
melalui penambahan penggunaan input tenaga kerja. Nilai koefisien parameter
input tenaga kerja adalah 0.224, artinya setiap penambahan penggunaan tenaga
kerja sebesar 1 persen dapat meningkatkan produksi cabai merah keriting sebesar
0.224 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya tetap. Variabel tenaga kerja
memiliki pengaruh yang nyata dengan taraf kepercayaan 5 persen terhadap
produksi. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2011)
dan Alfiati et al. (2014) yang menyatakan bahwa tenaga kerja memberikan
pengaruh positif terhadap peningkatan hasil produksi usahatani.
Dalam penggunaan tenaga kerja dibedakan menjadi kategori tenaga kerja
wanita dan pria. Sedangkan untuk sumbernya, penggunaan tenaga kerja dibedakan
menjadi tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga dan berasal dari luar
keluarga. Sebagian besar tenaga kerja yang digunakan selama proses produksi
yakni pengolahan lahan, penanaman, penyulaman, pemupukan serta
penyemprotan adalah tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita yang ada dalam
proses ini keseluruhan merupakan tenaga kerja dalam keluarga (istri/anak) untuk
membantu pekerjaan kepala keluarganya. Tenaga kerja wanita dari luar keluarga
banyak digunakan selama proses pemanenan.
Penggunaan tenaga kerja oleh petani sampel banyak dipengaruhi oleh
luasnya lahan garapan petani sampel. Semakin luas lahan garapan tanaman cabai
merah keritingnya maka tenaga kerja yang digunakan lebih banyak bila
dibadingkan petani sampel yang memiliki lahan kecil. Perhitungan tenaga kerja
dikonversi kedalam tenaga kerja orang (HOK) dengan rata-rata jam kerja 5 jam
per hari. Besaran penggunaan tenaga kerja di lokasi penelitian paling banyak
berasal dari dalam keluarga, hal ini dikarenakan banyak petani sampel melibatkan
anggota keluarganya untuk membantu keiatan usahatani cabai merah keriting.
Selain itu tenaga kerja di luar keluarga lumayan sedikit ketersediaanya, karena
banyaknya petani sampel lainnya yang menggunakan tenaga kerja luar juga. Hal
ini juga yang membuat petani sampel memiliki tenaga kerja tetap, tenaga kerja
tetap disini merupakan kontrak tidak tertulis untuk tetap bekerja pada satu petani
sampel saja. Keterbatasan tenaga kerja juga yang membuat musim tanam di lokasi
penelitian berbeda-beda. Sebanyak 97.87 HOK merupakan tenaga kerja dari
dalam keluarga, sedangkan sebanyak 85.49 HOK berasal dari luar keluarga.
Untuk biaya pengunaan tenaga kerja di lokasi penelitian rata-rata Rp 43 636,
biaya tenaga kerja tertinngi yakni Rp 50 000 per hari di Kecamatan Pacet dan
terendah Rp 35 000 di Kecamatan Sukanagara.
46
Musim Tanam
Musim penanaman adalah variabel dummy. Variabel musim tanam memiliki
nilai P-Value sebesar 0.000. nilai P-Value tersebut lebih besar dari a= 5 persen,
yang berarti variabel dummy musim tanam berpengaruh secara nyata terhadap
produksi cabai merah keriting dengan taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien
parameter dugaan untuk variabel dummy musim adalah negatif 0.339. Hasil ini
menandakan bahwa produksi cabai di lokasi penelitian yang ditanam pada musim
kemarau lebih tinggi daripada produksi tanaman cabai merah keriting yang
ditanam pada saat musim hujan.
Penanaman tanaman cabai merah keriting pada musim kemarau dilakukan
sebagian besar petani sampel di lokasi penelitian. Musim kemarau di Kabupaten
Cianjur selama tahun 2016 hingga 2017 setiap bulannya masih terdapat hari
hujan, sehingga petani menilai curah hujan yang tidak berlebihan sangat
mendukung keiatan usahatani cabai. Pada musim kemarau sebagian besar petani
tidak mengalami kesulitan air untuk pengairan selama budidaya. Disisi lain
musim hujan yang terjadi sering sekali dengan dibarengi oleh cuaca ekstrim yang
menganggu kegiatan budidaya cabai merah keriting. Namun ditengah kondisi saat
ini yang keadaan cuacnya sulit diperkirakan membuat petani merasa sama saja
menanam cabai merah keriting dimusim keduanya.
Hasil analisis mengenai fungsi produksi menghasilkan koefisien regresi
untuk setiap variabel. Nilai koefisien regresi masing-masing variabel dapat
dijumlahkan untuk mengetahui parameter keuntungan atas skala produksi. Hasil
penjumlahan dari koefisien fungsi produksi yaitu sebesar 0.324. Hasil
penjumlahan koefisien dapat disimpulkan bahwa parameter keuntungan atas skala
produksi cabai merah keriting adalah keuntungan yang semakin meningkat atas
skala produksi. Jadi ketika terjadi peningkatan satu persen produksi secara
bersamaa-sama akan meningkatkan prouktivitas cabai merah keriting di lokasi
penelitian sebesar 0.324 persen.
Risiko yang dimaksud dalam penelitian ini adalah adanya fluktuasi hasil
produksi cabai merah keriting. Selain itu, indikator risiko dalam penelitian ini
yaitu adanya selisih antara produksi aktual dengan produksi dugaan pada msing-
masing petani sampel. Fungsi produksi yang telah dihasilkan sebelumnya,
digunakan untuk menghasilkan nilai produksi dugaan pada masing-masing
sampel. Fungsi varians produksi digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi risiko produksi cabai merah keriting. Karena pada penelitian ini
lebihmendekatkan pada sisi produktivitas, maka faktor-faktor produksi yang
digunakan dan diduga dapat memengaruhi risiko produksi cabai meah keriting
yaitu benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja dan dummy musim.
Hasil perhitungan selisih antara produktivitas aktual dengan produktivitas
dugaan akan bernilai positif dan nilai negatif. Nilai negatif mengindikasikan
adanya risiko yang dihadapi oleh petani, sedangkan nilai positif mengindikasikan
bahwa petani memiliki peluang mendapatkan keuntungan yang lebih. Selisih
produksi aktual dan produksi dugaan pada penelitian ini digunakan untuk melihat
47
berapa besar risiko yang dihadapi oleh petani cabai merah keriting di lokasi
penelitian. Sebanyak 53 persen petani sampel memiliki nilai produksi aktual lebih
besar dari produksi dugaan, sehingga didaptkan petani sampel memiliki
keuntungan yang sesuai dengan harapan, sedangkan sebanyak 47 persen petani
memiliki nilai produksi aktual lebih kecil dengan produksi dugaan, sehingga
petani memilki keuntungan yang sedikit atau tidak sesua harapan. Maka risiko
yang dihadapai petani cabai merah keriting di lokasi penelitian tergolong rendah.
Hasil analisis fungsi risiko produksi di Kecamatan Sukanagara dan
Kecamatan Pacet menunjukkan nilai adj R2 pada fungsi risiko produksi
menunjukkan bahwa 47.8 persen keragaman risiko produksi cabai merah keriting
dapat dijelaskan oleh faktor produksi luas lahan, benih, pupuk, pestisida, tenaga
kerja dan dummy musim. Sisanya sebesar 52.2 persen dijelaskan oleh faktor
produksi lain di luar model. Sedangkan nilai signifikasi F-hitung sebesar 0.000
yang berarti lebih kecil dari a = 5 persen. Maka dapat disimpulkan bahwa model
dugaan yang dihasilkan signifikan secara statistik.
Tabel 15 Hasil pendugaan fungsi risiko produksi usahatani cabai merah keriting
di Kabupaten Cianjur tahun 2017
Koefisien
Variabel Std. Error T Hitung P-Value
Regresi
Constant 21.444 4.417 4.885 0.000
Ln Benih 0.329 0.603 0.545 0.588
Ln Pupuk -0.605 0.292 -2.068 0.043**
Ln Pestisida 0.097 0.308 0.325 0.754
Ln Tenaga Kerja -0.445 0.508 -0.876 0.385
Dummy Musim 2.896 0.404 0.693 0.000***
Keterangan: *** nyata 0.05 (5%), ** nyata 0.10 (10%), *nyata 0.20 (20%)
Benih
Berdasarkan hasil pendugaan terhadap fungsi risiko produksi cabai merah
keriting menunjukkan bahwa nilai pendugaan parameter terhadap variabel benih
memiliki nilai positif sebesar 0.329. Nilai tersebut menujukkan bahwa
penambahan variabel benih sebanyak satu persen akan meningkatkan nilai varians
produksi cabai merah keriting sebesar 0.329 persen dengan asumsi semua variabel
lain tetap (cateris paribus). Variabel benih merupakan variabel yang tidak
berpengaruh nyata terhadap risiko produksi cabai merah keriting hingga taraf
48
nyata 20 persen, hal ini diketahui bila melihat hasil P-Value yang sebesar 0.588.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Nurhapsa (2013) dan Qomaria (2011) dimana
bibit merupakan input yang meningkatkan risiko pada produksi kentang dan talas.
Namun berbeda dengan (Tiedeman dan Lohmann 2012) menyatakan bahwa bibit
merupakan input yang dapat mengurangi risiko produksi.
Petani sampel dilokasi penelitian merupakan petani yang fanatik terhadap
satu jenis varietas cabai saja. Dua varietas yang banyak digemari petani yaitu jenis
bianka dan juga OR 42. Varietas tersebut menurut petani merupakan varietas yang
mampu menghasilkan produksi lebih tinggi dan lebih tahan terhadap beberapa
serangan hama dan penyakit. Namun di lapangan, sebagian besar petani dalam
beberapa waktu terakhir kesulitan mendapatkan benih varietas tersebut. Meskipun
ada di pasaran, namun menurut petani harga yang ditawarkan jauh melonjak
tinggi. Hal ini menjadikan beberapa petani beralih menggunakan jenis benih
dengan varietas baru.
Pupuk
Hasil pendugaan fungsi risiko produksi menunjukkan bahwa variabel pupuk
merupakan variabel produksi yang dapat mengurangi risiko produksi. Koefisien
parameter menunjukkan nilai negatif yang artinya setiap peningkatan peggunaan
pupuk dapat mengurangi risiko produksi cabai merah keriting. Nilai koefisien
parameter untuk pupuk yaitu negatif 0.605 yang artinya setiap penambahan
penggunaan pupuk satu persen dapat mengurangi risiko produksi cabai merah
sebesar 0.605 persen dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus).
Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan variabel pupuk
berpengaruh nyata terhadap risiko produksi cabai merah keriting karena nilai P-
Value sebesar 0.043 lebih besar dari taraf nyata 0.5 persen.
Pupuk kimia dalam variabel ini terdiri dari pupuk TSP, pupuk NPK
Phonska, pupuk KCL, pupuk ZA dan pupuk SP-36. Penggunaan pupuk terbanyak
terdapat pada pupuk TSP dan ZA dimana keduanya memiliki jumlah pemakaian
rata-rata 260 dan 267 kg/ha. Jumlah ini masih dibawah dosis yang disarankan oleh
Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur yaitu 275 kg/ha. Namun apabila dibandingkan
dengan penambahan pupuk kimia jenis lainnya, dosis penggunaan pupuk kimia
petani sampel telah melebihi dosis yang direkomendasikan. Sehingga penggunaan
pupuk petani sampel masih dapat ditingkatkan kembali. Namun dengan
mengurangi dosis penggunaan pupuk kimia lainnya dan meningkatkan
penggunaan pupuk organik.
Pemberian variabel pupuk merupakan salah satu bentuk usaha dari petani
untuk dapat meningkatkan hasil produksi hingga mendapatkan tingkat produksi
maksimal. Namun penggunaan pupuk, baik itu pupuk organik dan pupuk kimia
pada umumnya sudah ditentukan jumlah standar penggunaannya. Jika
penggunaannya sesuai dengan batas standar maka dimungkinkan berakibat pada
keadaan produktivitas cabai merah yang terus meningkat. Hasil estimasi variabel
pupuk mengurangi risiko ini sejalan dengan penelitian Guan dan Wu (2009),
Suharyanto (2013) dan Asnah et al. (2015).
49
Pestisida
Variabel pestisida dalam hasil estimasi fungsi risiko produksi cabai merah
keriting memiliki tanda positif yang artinya variabel pestisida merupakan variabel
yang dapat meningkatkan risiko. Nilai koefisien parameter pestisida sebesar
0.097, yang artinya setiap penambahan pestisida sebesar satu persen dapat
menambah risiko produksi sebesar 0.097 persen dengan asumsi semua variabel
lain tetap (cateris paribus). Akan tetapi, variabel pestisida tidak berpengaruh
nyata terhadap risiko produksi, karena nilai P-value yang didapat sebesar 0.754
lebih besar dari taraf nyata 0.2.
Pestisida yang digunakan oleh petani cabai merah keriting di Kabupaten
Cianjur meliputi fungisida, insektisida dan herbisida. Petani menggunakan
fungisida untuk mengatasi jamur dan penyakit seperti layu fusarium, virus kuning,
dan antraknosa. Untuk insektisida digunakan untuk menanggulangi serangan
hama seperti thrips, lalat buah, kutu daun serta ulat. Sedangkan herbisida
digunakan untuk menghilangkan gulma yang tumbuh di lahan tanaman cabai
merah keriting. Dalam penggunaannya, petani sampel memberikan obat-obatan
berdasarkan kondisi di lapangan, banyak sedikitnya obat-obatan yang digunakan
tergantung masalah yang timbul dan mengganggu tanaman, sehingga dosisnya
tidak menentu. Berbeda dengan pupuk, penggunaan obat-obatan tanaman tidak
memiliki standar. Hal tersebut yang membuat penggunaan pestisida berbeda
diantara petani dan lebih cenderung menimbulkan risiko. Petani sampel memilih
untuk menambah dosis pemberian pestisida ketika dihadapi oleh serangan hama
dan penyakit. Hasil estimasi penggunaan pestisida ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Epinoza dan Rand (2015) serta Nurhapsa (2013) dimana
penggunaan pestisida yang tidak tepat mampu dapat meingkatkan risiko.
Tenaga Kerja
Berdasarkan hasil pendugaan terhadap fungsi risiko produksi cabai merah
keriting menunjukkan bahwa nilai pendugaan parameter terhadap variabel tenaga
kerja memiliki nilai negatif sebesar 0.445. Nilai terebut menujukkan bahwa
penambahan variabel tenaga kerja sebanyak satu persen akan mengurangi nilai
varians produksi cabai merah keriting sebesar 0.445 persen dengan asumsi semua
variabel lain tetap (cateris paribus). Berdasarkan hasil P-Value sebesar 0.385
mengindikasikan bahwa variabel tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap
risiko produksi cabai merah keriting hingga dengan taraf nyata 20 persen.
Tenaga kerja merupakan elemen terpenting dalam kelancaran dan
keberhasilan dalam budidaya tanaman cabai merah keriting. Ketersediaan tenaga
kerja di lokasi penelitian cukup terbatas, banyak petani menggunakan tenaga kerja
dengan sistem tetap, dalam arti pekerja tersebut hanya bekerja untuk petani
sampel selama semusim. Ini merupakan upaya petani agar tidak kehilangan tenaga
kerjanya. Disisi lain petani juga banyak yang menggunakan tenaga kerja dengan
latar belakang berpengalaman dalam usaha budidaya cabai merah keriting. Hal ini
yang membuat tenaga kerja dapat menjadi mengurangi risiko dalam kegiatan
produksi tanaman cabai merah keriting. Hasil ini sejalan dengan yang ditemukan
oleh Fauziyah (2010), Rahayu (2011), Kurniati (2012), Nurhapsa (2013) dan
Apriana (2017), dimana dalam fungsi risiko input tenaga kerja merupakan
komponen yang mampu mengurangi risiko produksi.
50
Berdasarkan hasil pada Tabel 17, dapat dilihat bahwa penggunaan input
pupuk, pestisida dan tenaga kerja bersifat risk taker. Petani cabai merah keriting
di Kabupaten Cianjur berani menggunakan input lahan, pupuk, pestisida, dan
tenaga kerja untuk meningkatkan produksi meskipun menghadapi risiko.
Sedangkan untuk pengunaan input benih, petani sampel bersifat risk averse, hal
ini menunjukkan petani tidak berani mengambil risiko untuk penggunaan benih
54
Benih
Petani cabai merah keriting di lokasi penelitian sebagian besar berperilaku
risk averse baik pada penanaman cabai merah keriting dimusim kemarau dan
musim hujan. Musim tidak membedakan petani dalam hal penggunaan benih
ketika dihadapkan oleh risiko. Petani yang memiliki sifat risk averse ini akan
sedikit mengurangi dan tidak berani meningkatkan penggunaan input benihnya
dalam kegiatan usahatani cabai merah keriting saat kondisi risiko. Selain itu di
lapangan sebagian besar petani yang fanatik terhadap varietas tertentu juga
membuat petani tidak berani menggunakan varietas lainnya. Beberapa petani
bahkan menunda tanam ketika tidak mendapatkan benih yang sesuai, sebagian
petani tetap menanam dengan varietas lain namun dengan skala usaha yang lebih
kecil. Penggunaan benih ini terkait dengan kualitas benih yang mampu
menghasilkan cabai lebih banyak sekaligus menghasilkan tanaman cabai yang
tidak mudah terdampak akan serangan hama dan penyakit. Rata-rata penggunaan
benih cabai merah keriting di lokasi penelitian yaitu 0.17 kg/ha. Penggunaan
benih pada musim hujan tercatat lebih besar bila dibandingkan dengan musim
kemarau. Pada musim hujan rata-rata penggunaan benih sebanyak 0.19 kg/ha,
sedangkan pada musim kemarau rata-rata penggunaan benih sebanyak 0.15 kg/ha.
Tingginya penggunaan pada musim hujan dikarenakan petani melakukan
penyemaian yang lebih banyak untuk mengantisipasi serangan hama patek
dikemudian hari. Hasil estimasi ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rahayu (2011) yang menemukan bahwa sebagian besar petani padi organik di
Kabupaten Sragen bersifat risk averse dalam penggunaan benih padi.
Pupuk
Perilaku petani dalam menggunakan pupuk menunjukkan bahwa petani
sampel merupakan petani yang berani mengambil risiko. Pada musim kemarau
maupun musim hujan, petani tetap saja berani melakukan penambahan input
pupuk walaupun berpeluang mengurangi keuntungan yang didapat. Penggunaan
pupuk kimia di lokasi penelitian rata-rata sebanyak 224 kg dan masih dapat
dilakukan penambahan pupuk kimia hingga mendapati standar penggunaan pupuk
kimia yang ditentukan dinas pertanian yang berkisar antara 275 higga 330 kg/ha.
Begitu juga dengan pengunaan pupuk kandang yang saat ini rata-rata
penggunaannya masih sebesar 2.8 ton. Namun begitu untuk pupuk kimia
komposisi yang digunakan antar petani relatif sama. Berdasarkan musim,
penggunaan pupuk pada musim hujan tercatat yang tertinggi dengan jumlah
penggunaan pupuk rata-rata sebesar 12 859 kg/ha, sedangkan pada musim
kemarau penggunaan pupuk rata-rata hanya sebesar 9 189 kg/ha. Pupuk yang
dimaksud merupakan pupuk gabungan antara pupuk kimia dan pupuk organik.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayati (2016) dan
Apriana (2017) dimana preferensi risiko petani terhadap penggunaan input pupuk
adalah risk taker.
55
Pestisida
Penggunaan pestisida oleh petani sampel cenderung bersifat preventif,
petani bersedia mengeluarkan biaya lebih untuk penggunaan pestisida walaupun
risiko produksi yang diterima belum pasti. Baik musim hujan maupun musim
kemarau memiliki peluang untuk dapat menimbulkan kerugian hasil panen akibat
serangan hama atau penyakit, sehingga petani dalam hal penggunaan pestisida
baik pada musim hujan dan musim kemarau tetap saja memiliki sifat risk taker.
Petani dalam penggunaannya tidak terlepas dari pengalaman selama berusahatani
cabai merah keriting sebelumnya. Karena berbeda dengan pupuk, untuk
penggunaan pestisida tidak memiliki standar ketentuan penggunaan, sehingga
antar petani memiliki jumlah penggunaan pestisida yang berbeda. Banyak petani
yang bersifat preventif dalam penggunaan pestisida dikarenakan keberlangsungan
tanaman cabai merah keriting bergantung pada penanganan terhadap hama dan
penyakit. Rata-rata penggunaan pestisida padat sebanyak 12.8 kg dan pestisida
cair 4.1 liter. Penggunaan pestisida oleh petani sampel di musim hujan relatif
lebih besar bila dibandingkan dengan penggunaan di musim kemarau. Petani
sampel menggunakan pestisida rata-rata sebesar 7.7 liter/ha, sedangkan pada pada
musim kemarau, rata-rata penggunaan pestisida hanya sebanyak 5.1 liter/ha.
Petani yang bersifat risk taker dalam penggunaan pupuk ini sejalan dengan
penelitian Nurhapsa (2013) dan Apriana (2017) yang menunnjukan bahwa petani
cenderung memiliki sifat risk taker dalam penggunaan pestisida untuk tanaman
kentang dan padi. Namun berbeda dengan Hidayati (2016) serta Epinoza dan
Rand (2015) yang menemukan bahwa terdapat petani yang memiliki sifat risk
averse terhadap penggunaan pupuk.
Tenaga kerja
Tenaga kerja merupakan input yang banyak mengeluarkan biaya selama
produksi usahatani. Namun petani cabai merah keriting dalam menggunakan
tenaga kerja tetap sesuai dengan kebutuhan, serta keseluruhan petani juga
menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga dalam setiap aktivitas budidayanya.
Besaran biaya tenaga kerja di lokasi penelitian yaitu antara Rp 40 000 hingga Rp
50 000 dengan durasi waktu kerja antara 5 – 7 jam per hari. Tetapi hal ini tidak
menutup untuk petani menambah tenaga kerjanya dikemudian hari. Walaupun
untuk saat ini ketersediaan tenaga kerja di lokasi penelitian terbatas. Dilihat dari
Hari Orang Kerja, pada musim kemarau relatif lebih lama hari kerja bagi petani,
yakni selama 180 HOK, sedangkan pada musim hujan, jumlah hari kerja yang
dilakukan rata-rata selama 177 HOK. Hasil estimasi ini sesuai dengan Fauziyah
(2010) dan Apriana (2017) yang masing-masing medapatkan bahwa preferensi
petani terhadap penggunaan tenaga kerja adalah risk taker. Namun berbeda
dengan Fariyanti (2008) dan Nurhapsa (2013) dimana preferensi risiko produksi
petani terhadap tenaga kerja bersifat risk averse.
Hasil estimasi secara menyeluruh menunjukkan bahwa peferensi risiko
petani untuk keseluruhan input baik penanaman pada musim kemarau ataupun
musim hujan, menunjukkan bahwa seluruh petani cabai merah keriting yang ada
di lokasi penelitian bersifat risk taker. Dilihat dari nlai rata-ratanya AR
keseluruhan menunjukkan bahwa tingkatpreferensi petani pada musim kemarau
sebesar -0.168 sedangkan preferensi petani pada penanaman musim hujan sebesar
-0.151. Petani lebih cenderung memiliki sifat risk taker pada musim kemarau, hal
56
ini dikareakan pada umumnya petani lebih sering dihadapi oleh penyakit
antraknosa atau patek pada musim hujan. Rata-rata nilai AR seluruh petani sampel
yakni sebesar -0.025. Walaupun tanaman cabai merah keriting merupakan salah
satu tanaman yang paling rentan terhadap serangan hama dan penyakit petani
tetap melakukan usahatani cabai merah keriting secara rutin, terlebih di
Kecamatan Sukanagara yang sebagian besar merupakan petani cabai merah
keriting. Pengalaman panjang para petani sampel dalam berusahatani juga
menjadi dasar untuk petani tetap menjalankan usahataninya di tengah kecemasan
akan serangan hama dan penyakit serta ancaman gagal panen. Disisi lain petani
sampel banyak juga yang melakukan sistem tanam tumpangsari, sehingga dalam
satu musim petani dapat keuntungan hasil tanam selain tanaman cabai. Adanya
fasilitasi dari dirjen horti berupa bantuan benih, mulsa dan pupuk juga
mengindikasikan beberapa petani yang bersifat risk taker. Menurut petani fasilitas
bantuan tersebut setidaknya mengurangi beban biaya produksi hingga 30 persen.
Selain itu pendampingan dari dinas terkait lainnya seperti penyuluh lapangan
mampu menjadikan sumber informasi seputar kegiatan usahatani cabai merah
keriting.
Hasil penelitian yang didapat ini sejalan dengan Apriana (2017) yang
menunjukkan bahwa petani padi di Kabupaten Bojonegoro memiliki sifat risk
taker dalam menghadapi risiko produksi padi yang bersumber dari bencana banjir.
Selain itu Rahayu (2011) juga menemukan hal yang sama yaitu petani tembakau
dengan sistem kemitraan bersifaat risk taker karena terdapat pendampingan
terhadap kegiatan usahataninya. Namun berbeda dengan Fariyanti (2008)
menemukan bahwa dengan adanya risiko produksi menyebabkan rumahtangga
petani sayuran berperilaku risk averse. Begitu juga Fauziyah (2010) juga
menemukan bahwa petani tembakau di Kabupaten Pamekasan sebagian besar
memiliki perilaku sebagai risk averse. Selain itu, Villano (2005), Kumbakar
(2001) dan Kahan (2008) yang menemukan hal yang sama yaitu petani yang
bersifat risk averse, sehingga petani lebih memilih berpendapatan rendah dari
pada merugi.
KESIMPULAN
2. Nilai rata-rata koefisien variasi seluruh petani sampel yaitu 0.585, hasil ini
meunjukkan bahwa tingkat risiko harga di lokasi penelitian tergolong tinggi.
Kecamatan Pacet memiliki nilai koefisien variasi yang lebih tinggi yakni
sebesar 0.623, lebih tinggi bila dibandingkan penjulan oleh petani di
Kecamatan Sukanagara.
3. Preferensi risiko petani terhadap penggunaan input usahatani berupa pupuk,
pestisida dan tenaga kerja adalah bersifat risk taker, sedangkan dalam
penggunaan benih petani cenderung bersifat risk averse. namun secara
keseluruhan petani di Kabupaten Cianjur memiliki sifat risk taker terhadap
adanya risiko produksi cabai merah keriting.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Aini HD, Febriarti EP, Wuryaningsih DS. 2015. Analisis pendapatan dan risiko
usahatani kubis pada lahan kering dan lahan sawah tadah hujan di
Kecamatan Gisting,Kabupaten Tanggamus. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis 3
(1) :1-9
Alifiati S. 2014. Analisispenggunaan faktor produksi pada usahatani padi di
Kabupaten Ogan Komening Ilir. Jurnal Ilmiah Agriba. 2:157-168
Alkay A, Martinsson P, Medhin H, Trautmann ST. 2009. Attitudes Toward
Uncertainty among the Poor: Evidence from Rural Ethiopia. IZA Discussion
Paper. 4225.
Amaefula C, Chukwukere AO, Remigus M. 2012. Risk attitude and insurance: a
causal analysis. American Journal of Economics 2(3): 26-32
Anwar MR, Liu DL, Farquharson R, Macadam I, Abadi A, Finlayson J, Wang B,
Ramilan T. 2015. Climate change impacts on phenology and yields of five
58
Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur. 2017. Data Luas Panen dan Produksi Cabai
Merah dan Cabai Rawit di Kabupaten Cianjur Tahun 2010-2015. Cianjur
(ID): Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2019. Data Luas Panen dan Produksi Cabai
Merah di Indonesia Tahun 2014-2018. Jakarta (ID): Sesditjen Horti
Direktorat Perlindungan Hortikultura. 2010. Mengenal AWS Telemetri.
http://ditlin.hortikultura.pertanian.go.id
Eggert H, R Tveteras. 2004. Stochastic Production and Heterogeneous Risk
Preferences : Commercial Fisher’s Gear Choice. American Journal of
Agricultural Economics. 86(1):199-212.
Ellis F. 1988. Peasant Economics : Farm Households and Agrarian Development.
Cambridge University Press, Cambridge.
Elton EJ, MJ Gruber. 1995. Modern Portofolio Theory and Invesment Analysis.
Fifth Edition. John Wiley and Sons Inc. New York.
Espinoza CS, John R. 2015. Pesticide Use and Agricultural Risk. The case of rice
producers in Vietnam. The Latin American and Caribbean Economic
Association.
Fariyanti A. 2008. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran dalam
Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan
Pangalengan Kabupaten Bandung [Disertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Fauziyah E. 2010. Pengaruh Perilaku Petani dalam Menghadapi Risiko Produksi
terhadap Alokasi Input Usahatani Tembakau: Pendekatan Fungsi Produksi
Frontir Stokastik [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Frank RH. 2015. Microeconomics and Behavior Ninth Edition. New York (US):
McGraw Hill International Edition
Ghartey W, Dadzie SKN, Weittey M. 2014. Poverty and Risk Attitudes: The Case
of Cassava Farmers in Awutu-senya District of the Central Region of
Ghana. Asian Journal of Agricultural Extension, Economics & Sociology.
3(2):164-178.
Guan Z, Wu F. 2009. Specification and Estimation of Heterogeneous Risk
Preference. Beijing, China. Contributed Paper prepared for Presentation at
the 27th International Conference of Agricultural Economists (IAAE).
Hariyanti N, Koestiono D, Muhaimin W. 2017. The Risk Level of Production and
Price of Red Chili Farming in Kediri Regency. Agricultural Socio-
Economics Journal. 17(2):81-87
Hartati A. 2007. Pengaruh perilaku petani terhadap risiko keefisienan usahatani
kentang di Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Agroland jurnal ilmu-ilmu
pertanian.14(3):165-171
Hartuti N, Sinaga R M. 1997. Pengeringan Cabai. Balai Penelitian Tanaman
Sayuran. (ID): Bandung
Hidayati R. 2016. Pengaruh Efisiensi Teknis dan Preferensi Risiko Petani
Terhadap Penerapan Usahatani Kubis Organik di Kecamatan Baso
Kabupaten Agam Sumatera Barat [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Just ER, R.D. Pope. 1979. Production Function Estimation and Related Risk
Consideration. American Journal of Agricultural Economics. 6(2):276-
284.
60
LAMPIRAN
Unstandardized Residual
N 66
a,b
Normal Parameters Mean .0000000
Std. Deviation .20436242
Most Extreme Differences Absolute .056
Positive .040
Negative -.056
Test Statistic .056
c,d
Asymp. Sig. (2-tailed) .200
Uji Normalitas
Unstandardized
Residual
N 66
a,b
Normal Parameters Mean .0000000
Std. Deviation .20436242
Most Extreme Differences Absolute .056
Positive .040
Negative -.056
Test Statistic .056
c,d
Asymp. Sig. (2-tailed) .200
b
Model Summary
a
ANOVA
a
Coefficients
Unstandardized Standardized Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics
Toleranc
Model B Std. Error Beta t Sig. e VIF
1 (Constant) 5.791 .792 7.312 .000
LN BENIH .152 .108 .171 1.405 .165 .544 1.837
LN PUPUK .077 .052 .164 1.474 .146 .648 1.542
LN
.210 .055 .439 3.804 .000 .603 1.658
PESTISIDA
LN
TENAGA .224 .091 .229 2.460 .017 .931 1.074
KERJA
DUMMY
-.339 .072 -.452 -4.672 .000 .859 1.164
MUSIM
a. Dependent Variable: LN PRODUKTIVITAS
64
Model Summaryb
Change Statistics
R Adjusted Std. Error of R Square Sig. F Durbin-
Model R Square R Square the Estimate Change F Change df1 df2 Change Watson
1 .533a .284 .224 1.81606 .284 4.759 5 60 .001 2.408
a. Predictors: (Constant), DUMMY MUSIM, LN TENAGA KERJA, LN PUPUK, LN PESTISIDA, LN BENIH
b. Dependent Variable: LN PRODUKTIVITAS
65
a
ANOVA
Total 288.399 65
a
Coefficients
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Std.
Model B Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 21.444 4.417 4.855 .000
LN BENIH .329 .603 .066 .545 .588 .544 1.837
LN PUPUK -.605 .292 -.230 -2.068 .043 .648 1.542
LN PESTISIDA .097 .308 .036 .315 .754 .603 1.658
LN TENAGA
-.445 .508 -.081 -.876 .385 .931 1.074
KERJA
DUMMY MUSIM 2.896 .404 .693 7.164 .000 .859 1.164
a. Dependent Variable: LN PRODUKTIVITAS
No AR LH AR BN AR PK AR PS AR TK Rata-Rata AR
1 -0.59063130501 0.01418395219 -0.0000054412 -0.00000000002 -0.0000122966 -0.1441131985
2 -0.01105399398 0.00325720041 -0.0000007433 -0.00000000002 -0.0000066878 -0.0019493842
3 -0.04250970044 0.00186782367 -0.0000009216 -0.00000000001 -0.0000024917 -0.0101606996
4 -0.77411348449 0.01399375928 -0.0000012802 -0.00000000003 -0.0000198721 -0.1900302513
5 -0.72531584724 0.05622645388 -0.0000072102 -0.00000000013 -0.0000153824 -0.1672741509
6 -0.66348691526 0.00376192997 -0.0000019403 -0.00000000002 -0.0000123568 -0.1649317314
7 -0.40494050837 0.00317955596 -0.0000030765 -0.00000000002 -0.0000034602 -0.1004410072
8 -0.07894386894 0.00119397471 -0.0000008599 -0.00000000002 -0.0000024323 -0.0194376885
9 -0.37264053694 0.00163252207 -0.0000070281 -0.00000000009 -0.0000080309 -0.0927537607
10 -0.80392993494 0.01049530642 -0.0000113421 -0.00000000002 -0.0000065692 -0.1983614926
11 -0.69003088595 0.01768828611 -0.0000076938 -0.00000000070 -0.0000193587 -0.1680875736
12 -0.14678430522 0.01598091430 -0.0000078514 -0.00000000004 -0.0000275811 -0.0327028105
13 -0.52029611504 0.01906857225 -0.0000033684 -0.00000000006 -0.0000067103 -0.1253077278
14 -0.56808325142 0.00597505781 -0.0000013929 -0.00000000002 -0.0000053499 -0.1405273966
15 -0.89680549846 0.01176709799 -0.0000096653 -0.00000000318 -0.0000158468 -0.2212620172
16 -0.79985107141 0.01230055681 -0.0000027646 -0.00000000002 -0.0000083584 -0.1968883198
17 -0.79231728556 0.01239551519 -0.0000112565 -0.00000000018 -0.0000137623 -0.1949832567
18 -0.38756393871 0.03089108513 -0.0000395232 -0.00000000001 -0.0000079378 -0.0891780942
66
No AR LH AR BN AR PK AR PS AR TK Rata-Rata AR
19 -0.87232407781 0.04343778904 -0.0000047469 -0.00000000003 -0.0000304622 -0.2072227589
20 -0.98016068020 0.00422639960 -0.0000020981 -0.00000000002 -0.0000149619 -0.2439840947
21 -0.94368846659 0.01061868098 -0.0000108754 -0.00000000005 -0.0000171540 -0.2332701652
22 -0.49834894904 0.00304010974 -0.0000006168 -0.00000000001 -0.0000076538 -0.1238273640
23 -0.49745028395 0.00616454822 -0.0000005927 -0.00000000007 -0.0000127310 -0.1228215821
24 -0.54573741110 0.00309124549 -0.0000009968 -0.00000000003 -0.0000127454 -0.1356617906
25 -0.50479661306 0.00233199369 -0.0000010093 -0.00000000005 -0.0000039567 -0.1256164071
26 -0.90926437622 0.01536359731 -0.0000034847 -0.00000000021 -0.0000136779 -0.2234760659
27 -0.77335245240 0.00495251574 -0.0000022264 -0.00000000006 -0.0000105480 -0.1921005408
28 -0.68749310635 0.00801809488 -0.0000023656 -0.00000000007 -0.0000241691 -0.1698693443
29 -0.48439104068 0.00344389319 -0.0000016785 -0.00000000011 -0.0000120136 -0.1202372065
30 -0.99449693018 0.01216580698 -0.0000265943 -0.00000000024 -0.0000151986 -0.2455894294
31 -0.85562213192 0.00467490064 -0.0000038976 -0.00000000002 -0.0000106071 -0.2127377822
32 -0.75534495991 0.00507556538 -0.0000022327 0.00000000000 -0.0000087383 -0.1875679068
33 -0.56487390800 0.00291737497 -0.0000016487 -0.00000000003 -0.0000084643 -0.1404895454
34 -0.83161944537 0.00443017458 -0.0000026257 0.00000000000 -0.0000080922 -0.2067979741
35 -0.90715353642 0.01159455324 -0.0000062586 -0.00000000008 -0.0000124980 -0.2238913104
36 -0.92688535821 0.01351567079 -0.0000203026 0.00000000000 -0.0000213255 -0.2283474975
37 -0.57993881265 0.00864041357 -0.0000016879 -0.00000000001 -0.0000121795 -0.1428250217
38 -0.08541075911 0.00419197091 -0.0000011688 -0.00000000002 -0.0000073019 -0.0203049892
39 -0.95276086503 0.01143310051 -0.0000394150 -0.00000000008 -0.0000387181 -0.2353417949
40 -0.91980819571 0.06022051226 -0.0002305501 0.00000000000 -0.0000319135 -0.2149545584
41 -0.94368846659 0.01864305512 -0.0000252521 -0.00000000010 -0.0000096658 -0.2312676659
42 -0.20191567011 0.00426628048 -0.0000032809 -0.00000000002 -0.0000101460 -0.0494131676
43 -0.99381965043 0.03270473329 -0.0000914609 -0.00000000001 -0.0000552690 -0.2403015945
44 -0.53799757571 0.00620428491 -0.0000030175 -0.00000000011 -0.0000068711 -0.1329490771
45 -0.01559464830 0.00125351301 -0.0000000864 0.00000000000 -0.0000009176 -0.0035853054
46 -0.93756507753 0.19826377238 -0.0003341268 -0.00000000004 -0.0000263984 -0.1849088580
47 -0.56107188605 0.01428567544 -0.0000101403 -0.00000000008 -0.0000249701 -0.1366990877
48 -0.55086947824 0.00896411575 -0.0000147017 -0.00000000012 -0.0000214301 -0.1354800161
49 -0.91267349456 0.24836986208 -0.0000771126 0.00000000000 -0.0000059567 -0.1660951862
50 -0.99705319858 0.17232771006 -0.0000488804 -0.00000000010 -0.0000226056 -0.2061935922
51 -0.34009842290 0.00273813026 -0.0000060695 -0.00000000005 -0.0000074506 -0.0843415905
52 -0.54744646523 0.00587379685 -0.0000047762 -0.00000000005 -0.000008657 -0.1353943611
53 -12.4697981524 0.03736711161 -0.0000363302 -0.00000000001 -0.0000410116 -3.1081168427
54 -0.47397863709 0.00720453860 -0.0000068647 -0.00000000004 -0.0000082112 -0.1166952408
55 -0.95766965924 0.14481840032 -0.0000551880 -0.00000000005 -0.0000315896 -0.2032266117
56 -0.33856736933 0.03673029597 -0.0000327417 -0.00000000001 -0.0000184564 -0.0754674537
57 -0.09825752001 0.00388619428 -0.0000021630 -0.00000000002 -0.0000100662 -0.0235933721
58 -0.48331864961 0.10524147314 -0.0002508260 -0.00000000002 -0.0012720076 -0.0945820006
59 -0.34228407941 0.00713489179 -0.0000115168 -0.00000000002 -0.0000055947 -0.0837901761
67
No AR LH AR BN AR PK AR PS AR TK Rata-Rata AR
60 -0.40048860274 0.00814443063 -0.0000062715 -0.00000000008 -0.0000083355 -0.0980876109
61 -0.85485303593 0.13725824404 -0.0000132615 0.00000000000 -0.0000127467 -0.1794020133
62 -0.51845709033 0.00884639413 -0.0000021886 -0.00000000003 -0.0000047646 -0.1274032212
63 -0.81261078279 0.01218130148 -0.0000021223 0.00000000000 -0.0000121431 -0.2001079009
64 -0.30571076875 0.01048087540 -0.0000010438 -0.00000000012 -0.0000127467 -0.0738077343
65 -0.52329550125 0.00940514550 -0.0000040804 -0.00000000003 -0.0000143829 -0.1284736090
66 -3.34732109491 0.08920370378 -0.0000791256 -0.00000000003 -0.0000240316 -1.0598593146
Rata2 -0.83040342099 0.01257523734 -0.0000244403 -0.00000000011 -0.0000334246 -0.2044631560
68
RIWAYAT HIDUP