Anda di halaman 1dari 120

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

RISIKO PRODUKSI MENTIMUN (Cucumis sativus L)


DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI
KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

DEBRINA PUSPITASARI
H34096014

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

i
RINGKASAN

DEBRINA PUSPITASARI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Risiko Produksi Mentimun (Cucumis sativus L.) di Desa Citapen Kecamatan
Ciawi Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI)

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi


bagi perekonomian di Indonesia. Kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan
nasional Indonesia dapat dilihat berdasarkan besarnya peningkatan nilai Produk
Domestik Bruto (PDB) hasil sektor pertanian atas dasar harga berlaku.
Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan
penting dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian di Indonesia.
Hortikultura di Indonesia memiliki beragam komoditas diantaranya yaitu tanaman
buah-buahan, tanaman sayuran, tanaman biofarmaka, dan tanaman hias.
Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu kelompok tani
yang ada di Desa Citapen yang memiliki beragam komoditas sayuran, salah
satunya yaitu tanaman mentimun. Indikasi adanya risiko produksi dapat dilihat
dengan fluktuasi produktivitas. Selain berpengaruh terhadap produktivitas
penggunaan input itu sendiri, penggunaan input produksi juga berpengaruh
terhadap hasil atau pendapatan yang petani terima. tujuan dari penelitian ini
adalah : (1) Mengidentifikasi pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko
produksi mentimun di Desa Citapen, dan (2) Menganalisis pengaruh risiko
terhadap pendapatan usahatani mentimun di Desa Citapen.
Penelitian ini dilakukan kepada para petani mentimun di Desa Citapen
Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, khususnya kepada petani mentimun anggota
Kelompok Tani Pondok Menteng yang dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni
2011. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 35 responden petani mentimun yang
dilakukan dengan cara purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara langsung dengan alat bantu kuisoner. Data dan informasi yang
diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Model yang digunakan adalah
model GARCH (1,1) dan analisis pendapatan usahatani serta menggunakan
kalkulator, Microsoft Excel dan Eviews 6.
Berdasarkan hasil pendugaan parameter fungsi produksi dan variance
produksi terdapat nilai koefisien determinasi (R2) yang relatif kecil yaitu 31,91
persen. Nilai koefisian determinasi (R2) tersebut memiliki arti bahwa 31,91
persen dari variasi produksi dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh model,
sedangkan sisanya sebesar 68,09 persen digambarkan oleh komponen error atau
faktor-faktor lain diluar model. Selain nilai koefisien determinasi (R2), Uji-F
dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor produksi yang digunakan secara
bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Nilai F-
hitung sebesar 1,23, maka nilai tersebut lebih kecil dari nilai F-Tabel. Hal
tersebut berarti bahwa semua faktor produksi yang digunakan dalam usahatani
mentimun secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap produksi dan
variance produksi mentimun petani responden pada taraf nyata lima persen. Hal

ii
tersebut diduga bahwa sumber-sumber risiko seperti hama dan penyakit, air, cuaca
dan alam berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun.
Hasil pendugaan parameter variance produksi menunjukkan bahwa
semakin tinggi risiko produksi mentimun pada musim sebelumnya maka semakin
tinggi risiko produksi pada musim berikutnya. Tanda parameter yang
menunjukkan bahwa faktor produksi yang dapat meningkatkan rata-rata hasil
produktivitas mentimun adalah benih, pupuk kandang, pupuk kimia, pupuk daun
dan buah, pestisida padat, dan pestisida cair. Adapun faktor produksi yang dapat
menurunkan rata-rata hasil produktivitas mentimun adalah kapur dan tenaga kerja.
Variabel benih, kapur, pupuk D&B, pestisida cair dan tenaga kerja berpengaruh
nyata terhadap produktivitas mentimun. untuk variabel pupuk kandang, pupuk
kimia, dan pestisida padat tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas
mentimun. Faktor produksi yang dapat meningkatkan variasi hasil produksi dan
berpengaruh nyata adalah pupuk daun dan buah. Oleh karena itu, faktor produksi
yang dapat menimbulkan risiko produksi adalah pupuk daun dan buah. Input atau
faktor produksi yang mengurangi risiko produksi adalah benih, pupuk kandang,
kapur, pupuk kimia, pestisida padat, pestisida cair, dan tenaga kerja
Berdasarkan analisis pendapatan usahatani mentimun, saat musim hujan
pendapatan yang diterima petani responden lebih besar dari pada saat musim
kemarau. Pendapatan atas biaya tunai saat musim hujan sebesar Rp 7.526.981,-
per hektar sedangkan pendapatan saat musim kemarau sebesar Rp. 5.140.650,- per
hektar dan pendapatan atas biaya total saat musim hujan sebesar Rp. 7.126.676,-
per hektar dan saat musim kemarau sebesar Rp. 4.719.038,-. Oleh karena itu, saat
musim kemarau penggunaan input produksi atau faktor produksi lebih banyak
dibandingkan musim hujan. Dengan demikian, pendapatan yang diperoleh petani
saat musim kemarau lebih kecil dibandingkan saat musim hujan.
Hal ini dikarenakan pada saat musim kemarau hama dan penyakit yang
menyerang tanaman mentimun lebih banyak dibandingkaan saat musim hujan.
Hal tersebut yang menyebabkan biaya yang dikeluarkan saat musim kemarau
lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkaan saat musim hujan. Hal tersebut
dikarenakan biaya yang dikeluarkan untuk pestisida lebih besar saat musim
kemarau. Selain itu hasil atau jumlah produksi saat musim kemarau lebih rendah
dibandingkan saat musim hujan, hal tersebut berpengaruh terhadap penerimaan
yang didapat petani.
Berdasarkan hasil, faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi
mentimun, maka petani responden dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat
menimbulkan atau mengurangi risiko produksi. Oleh karena itu, diharapkan para
petani responden dalam penggunaan input lebih baik seperti dalam penggunaan
pupuk daun dan buah petani disarankan menggunakan Standard Operasional
Prosedur. Pemilihan benih mentimun yang berkualitas, pupuk kandang, pupuk
kimia, tenaga kerja, dan pestisida dalam penggunaannya tetap memperhatikan
dosis yang diperlukan tanaman mentimun, dan petani diharapkan lebih cermat
dalam penggunaan input saat musim kemarau dan saat musim hujan, sehingga
penggunaan input produksi sesuai dengan kebutuhan.

iii
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
RISIKO PRODUKSI MENTIMUN (Cucumis sativus L.)
DI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI
KABUPATEN BOGOR

DEBRINA PUSPITASARI
H34096014

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

4
Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko
Produksi Mentimun (Cucumis sativusL.) di Desa Citapen
Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor
Nama : Debrina Puspitasari
NIM : H34096014

Menyetujui,
Pembimbing

Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi


NIP 19640921 199003 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS


NIP 19580908 198403 1 002

Tanggal Lulus :

5
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisi Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Mentimun (Cucumis sativus L. ) di
Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2011

DEBRINA PUSPITASARI
H34096014

6
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Desember 1988 di Surabaya, Jawa


Timur. Penulis lahir sebagai putri dari pasangan Ir. Eko Winarno dan Dra.
Syaodah, dan merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.
Penulis memulai pendidikannya di Taman Kanak-kanak Nurul Jihad
Jakarta Selatan. Penulis melanjutkan pendidikannya di SDN 02 Pagi Setia Budi,
Jakarta Selatan hingga kelas tiga kemudian dilanjutkan ke SDN Tonjong 02
Bojong Gede, Kabupaten Bogor dan tamat pada tahun 2000, kemudian
melanjutkan ke SLTPN 02 Bojong Gede Kabupaten Bogor. Pada tahun 2006
penulis lulus dari SMA Taruna Andigha Bogor, dan pada tahun yang sama penulis
diterima sebagai mahasiswi di Program Keahlian Manajemen Agribisnis Program
Diploma Tiga Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI).
Selanjutnya, penulis diterima pada Program Agribisnis di Departemen
Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada
tahun 2009.

7
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Mentimun
(Cucumis sativus L. ) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor”.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan faktor-faktor
produksi yang berpengaruh terhadap risiko produksi mentimun. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para petani sayuran dalam
mengatasi adanya risiko produksi yang dihadapi oleh petani sayuran, khususnya
petani mentimun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak, khususnya bagi mahasiswa agribisnis, para petani sayuran, dan
pihak terkait dalam penelitian, serta bagi para pembaca pada umumnya.

Bogor, Oktober 2011


Debrina Puspitasari

8
UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih
dan penghargaan kepada :
1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas
bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada
penulis selama penyusunan skripsi ini.
2. Eva Yolynda Aviny, SP, MM selaku dosen pembimbing akademik atas
bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada
penulis selama mengikuti perkuliahan
3. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen evaluator dan dosen penguji utama
pada sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan
banyak masukan, kritik dan saran bagi penulis demi perbaikan skripsi ini.
4. Dra. Yusalina, MS selaku dosen komisi akademik pada ujian sidang
penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan masukan dan
saran demi perbaikan skripsi ini
5. Kedua orangtua tercinta, yakni Bapak Eko Winarno dan Ibunda Syaodah,
dan kelurga besar tercinta untuk setiap dukungan, cinta kasih, dan doa
yang selalu diberikan kepada penulis. Semoga skripsi ini menjadi
persembahan terbaik.
6. Seluruh pengurus Gapoktan Rukun Tani atas waktu, kesempatan,
informasi, dan dukungan selama penulis melakukan penelitian di Desa
Citapen
7. Teman-teman seperjuangan yakni Tiwi, Vela, Iman, Rezy, Deti, dan Amri
atas semangat dan sharing selama penulisan skripsi.
8. Keluarga Besar Marga, Fawziah, Ka Misbah, si kecil Adit dan Keluarga
Besar Ibu Budi terimakasih atas tempat yang nyaman untuk berfikir serta
doa dan semangat yang kalian berikan sehingga laporan ini selesai.
9. Keluarga Besar Angela Bragas Putri dan Raswandika Sutman yang telah
memberikan doa dan semangat hingga laporan ini selesai

ix
10. Sahabat-sahabat terkasih dan teman-teman Agribisnis angkatan 7 atas
semangat, perhatian, dan sharing selama penelitian hingga penulisan
skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu,
penulis ucapkan terimakasih atas bantuannya.

Bogor, Oktober 2011


Debrina Puspitasari

x
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiii


DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xvi
I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian...................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 10
2.1 Mentimun ............................................................................................. 10
2.2 Analisis Risiko Produksi dan Pengaruh Faktor-Faktor Produksi
Terhadap Risiko Produksi Komoditas Pertanian ............................... 12
III. KERANGKA PEMIKIRAN...................................................................... 18
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................... 18
3.1.1 Teori Produksi............................................................................ 18
3.1.2 Teori Risiko Produksi ................................................................ 20
3.1.3 Model Just and Pope .................................................................. 23
3.1.4 Sumber Risiko............................................................................ 24
3.1.5 Teori Pendapatan ....................................................................... 25
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ....................................................... 28
IV. METODE PENELITIAN .......................................................................... 31
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 31
4.2 Data dan Sumber Data ......................................................................... 32
4.3 Metode Pengambilan Sampel ............................................................. 32
4.4 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 33
4.5 Metode Pengolahan Data ..................................................................... 33
4.5.1 Model Just and Pope .................................................................. 34
4.5.3 Pengujian Hipotesis ................................................................... 35
4.5.4 Hipotesis .................................................................................... 37
4.5.5 Definisi Operasional .................................................................. 39
4.5.6 Analisis Pendapatan Usahatani Mentimun ................................ 40
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ..................................... 43
5.1 Gambaran Umum Desa Citapen .......................................................... 43
5.1.1 Letak Geografis dan Pembagian Administrasi .......................... 43
5.1.2 Keadaan Sosial Ekonomi ........................................................... 44
5.1.3 Keadaan Umum Pertanian Desa Citapen ................................... 46
5.2 Karakteristik Petani Responden ........................................................... 48
5.2.1 Status Usaha ............................................................................... 48
5.2.2 Umur .......................................................................................... 48

xi
5.2.3 Tingkat Pendidikan .................................................................... 49
5.2.4 Pengalaman Bertani ................................................................... 50
5.2.5 Luas Lahan Mentimun ............................................................... 51
5.2.6 Status Kepemilikan Lahan ......................................................... 52
5.2.7 Pola Tanam Mentimun............................................................... 53
5.2.8 Penggunaan Input Produksi Mentimun...................................... 55
5.3 Gambaran Umum Usahatani Mentimun Di Desa Citapen ................... 56
5.3.1 Persiapan Lahan ......................................................................... 56
5.3.2 Penanaman ................................................................................. 57
5.3.3 Pemupukan Susulan ................................................................... 59
5.3.4 Pemeliharaan Tanaman .............................................................. 60
5.3.5 Panen .......................................................................................... 62
5.3.6 Hama dan Penyakit .................................................................... 63
VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PENDAPATAN
USAHATANI MENTIMUN ...................................................................... 65
6.1 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi
Mentimun ............................................................................................ 65
6.1.1 Analisis Faktor-Faktor pada Produksi ....................................... 66
6.1.2 Analisis Faktor-Faktor pada Risiko Produksi ............................ 74
6.2 Analisis Pendapatan Usahatani ............................................................ 79
6.2.1 Penggunaan Input Produksi ....................................................... 79
6.2.2 Penggunaan Peralatan Usahatani .............................................. 83
6.2.3 Analisis Pendapatan Usahatani Mentimun ................................ 84
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 87
7.1 Kesimpulan .......................................................................................... 87
7.2 Saran .................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 89

xii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Nilai Produk Domestik Bruto Hortikultura Berdasarkan Harga


Berlaku pada Tahun 2006-2009 di Indonesia ............................................. 1

2. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Pada Tahun 2006-2009 .............. 3

3. Luas Tanam, Produksi dan Produktivitas Mentimun di Beberapa


Kecamatan di Kabupaten Bogor 2007-2008 ............................................. 31

4. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan di Desa Citapen


Tahun 2010 ................................................................................................ 44

5. Jenis Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Citapen Tahun


2010 ........................................................................................................... 45

6. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Usaha di


Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2010 ......................................... 48

7. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur di Kelompok


Tani Pondok Menteng Tahun 2010 ........................................................... 49

8. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2010 ..................................... 50

9. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Bertani


di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2010 ..................................... 51

10. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas lahan Mentimun


di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2010 .................................... 52

11. Karakteristik Petani Responden Mentimun Berdasarkan Status


Kepemilikan Lahan di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun
2010 ........................................................................................................... 52

12. Penggunaan Input Produksi Mentimun Per Hektar di Kelompok


Tani Pondok Menteng Tahun 2010 ........................................................... 55

13. Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Produktivitas Rata-rata


Mentimun di Desa Citapen 2011 ............................................................... 67

14. Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Variance Produksi Mentimun


di Desa Citapen 2011 ................................................................................ 74

xiii
15. Perbandingan Biaya Rata-Rata Penggunaan Input Usahatani
Mentimun per Hektar per Musim Tanam di Kelompok Tani
Pondok Menteng Tahun 2010 ................................................................... 80

16. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan pada Usahatani Mentimun


Per Periode Musim Tanam di Desa Citapen Tahun 2010 ......................... 84

xiv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Produktivitas Tanaman Mentimun di Indonesia Tahun 2006-2009 ............ 5

2. Produktivitas Tanaman Mentimun di Desa Citapen Tahun 2011 ............... 7

3. Hubungan Keputusan Penggunaan Input dan Variasi Pendapatan ........... 22

4. Kurva Biaya Total ..................................................................................... 25

5. Hubungan Biaya Total dan Hasil Penjualan Total .................................... 27

6. Langkah-Langkah Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor


yang Mempengaruhi Risiko Produksi Mentimun (Cucumis sativus
L.) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor ......................... 30

7. Pola Tanam Pertama Komoditas Sayuran Petani Responden di


Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2010 ................... 53

8. Pola Tanam Kedua Komoditas Sayuran Petani Responden di


Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2010 ................... 54

9. Pemupukan dan Pengapuran ..................................................................... 57

10. Tanaman Mentimun .................................................................................. 58

11. Pupuk SP-36 (TSP) dan Pupuk NPK ........................................................ 59

12. Pestisida Padat ........................................................................................... 62

13. Mentimun varietas Wulan F1 dan Mentimun Siap Kirim ......................... 63

14. Hama Cacantal dan Penyakit Kresek Daun ............................................... 64

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Luas Panen Tanaman Sayuran di Indonesia, Tahun 2006-2009 ............... 93

2. Produktivitas Tanaman Mentimun di Indonesia Pada Tahun


2006-2009 .................................................................................................. 94

3. Produktivitas Tanaman Mentimun di Kabupaten Bogor Pada Tahun


2007-2010 .................................................................................................. 94

4. Produktivitas Mentimun di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun


2009-2011 .................................................................................................. 94

5. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Fungsi Produksi Rata-Rata


dan Variance Produksi Usahatani Mentimun dengan Model GARCH ..... 95

6. Analisis Pendaptan Usahatani Mentimun Musim Hujan .......................... 96

7. Analisis Pendaptan Usahatani Mentimun Musim Kemarau...................... 97

8. Perbandingan Analisis Usahatani Mentimun Per Hektar Per Musim


Tanam ........................................................................................................ 98

9. Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Mentimun Musim Hujan


yang di Konversi Dalam Hektar ............................................................... 99

10. Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Mentimun Musim Kemarau


yang di Konversi Dalam Hektar .............................................................. 101

xvi
I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi
bagi perekonomian di Indonesia selain sektor peternakan, perikanan, kehutanan
dan perkebunan. Kontribusi yang dapat diberikan bagi perekonomian di Indonesia
dapat secara langsung maupun tidak langsung seperti dalam penyerapan tenaga
kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat, ketersedian bahan baku, hingga dapat
menghasilkan devisa negara.
Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki
peranan penting dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian di Indonesia.
Hortikultura di Indonesia memiliki beragam komoditas diantaranya yaitu tanaman
buah-buahan, tanaman sayuran, tanaman biofarmaka, dan tanaman hias.
Berdasarkan nilai Produk Domestik Bruto (PDB), komoditas hortikultura
memberikan kontribusi bagi perekonomian di Indonesia, hal tersebut dapat dilihat
pada Tabel 1

Tabel 1. NilaiProduk Domestik Bruto Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku


pada Tahun 2006-2009 di Indonesia
Nilai PDB (dalam milyar rupiah)
Komoditas
2006 % 2007 % 2008 % 2009 %
Buah-buahan 35.448 51,65 42.362 55,16 42.660 53,13 30.595 34,60
Sayuran 24.694 35,98 25.587 33,32 27.423 34,15 48.437 54,78
Tanaman hias 4.734 6,89 4.741 6,17 6.091 7,59 5.496 6,21
Biofarmaka 3.762 5,48 4.105 5,35 4.118 5,13 3.897 4,41
Total 68.638 100 76.795 100 80.292 100 88.425 100
Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura, 2010

Berdasarkan Tabel 1 perkembangan PDB komoditas hortikultura dari


tahun 2006 hingga 2009 menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pada komoditas
sayuran menunjukkan setiap tahunnya mengalami peningkatan dimana pada tahun
2007 mengalami peningkatan sebesar 35,98 persen dari tahun 2006, pada tahun
2008 mengalami peningkatan sebesar 33,32 persen dari tahun 2007 sedangkan

1
pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 34,15 persen dari tahun 2008.
Komoditas buah-buahan, tanaman hias, dan biofarmaka pada tahun 2006 hingga
2008 mengalami peningkatan, tetapi pada tahun 2009 mengalami penurunan
sebesar 53,13 persen, 7,59 persen, dan 5,13 persen dari tahun 2008. Oleh karena
itu dari empat komoditas hortikultura, komoditas sayuran mengalami peningkatan
setiap tahunnya dibanding komoditas hortikultura lainnya. Hal ini menandakan
komoditas sayuran memiliki peluang usaha yang cukup baik untuk
dikembangkan.
Ekspor komoditas sayuran selama tahun 2007 diperkirakan sebanyak
261.649,9 ton dengan nilai US$ 141,57 juta, sedangkan impor untuk komoditas
sayuran diperkirakan mencapai 594.995,7 ton dengan nilai US$ 285,07 juta1.
Selama tahun 2007 tersebut impor sayur lebih tinggi dibanding ekspor sayuran.
Hal tersebut menandakan bahwa produksi dalam negeri belum mampu memenuhi
kebutuhan nasional. Oleh karena itu Indonesia memiliki peluang usaha bagi para
petani dan perusahaan yang bergerak dibidang pertanian untuk meningkatkan
produksi sayuran nasional, dimana kekurangan produksi sayuran dalam negeri
tidak diimbangi dengan peningkatan kebutuhan produksi sayuran nasional.
Sayur-sayuran merupakan sumber utama vitamin dan mineral dalam
pangan kita. Masyarakat saat ini sadar akan pola hidup yang baik dapat membuat
tubuh menjadi lebih sehat. Oleh karena itu, minat masyarakat terhadap sayuran
terus meningkat. Trend masyarakat saat ini yaitu pola hidup sehat berpengaruh
terhadap perkembangan produksi sayuran, dimana masyarakat mulai banyak
mengkonsumsi sayuran. Adapun perkembangan produksi sayuran di Indonesia
dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 perkembangan produksi sayuran mengalami
penurunan dan pertumbuhan produksi selama periode 2006-2009. Terdapat dua
komoditas yang mengalami penurunan produksi pada tahun 2008-2009 yaitu
wortel dan petsai, tetapi komoditas sayuran lainnya mengalami perkembangan
yang positif. Mentimun merupakan salah satu komoditas sayuran yang mengalami
perkembangan.

1
ekspor hortikultura 2007 belum mampu imbangi impor. www.antaranews.com. [10 April2011]

2
Tabel 2. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Pada Tahun 2006-2009
(Ton)
Tahun Rata-Rata
No. Jenis Sayuran Perkembangan
2006 2007 2008 2009
(%)
1. Bawang Merah 794.931 802.810 853.615 965.164 6,79
2. Bawang Putih 21.051 17.313 12.339 15.419 -7.18
3. Bawang Daun 571.268 497.927 547.743 549.365 -2.54
4. Kentang 1.011.911 1.003.733 1.071.543 1.176.304 5,24
5. Kubis 1.267.745 1.288.740 1.323.702 1.358.113 2,32
6. Petsai 590.401 564.912 565.636 562.838 -1,56
7. Wortel 391.371 350.171 367.111 358.014 -2,72
8. Kacang Panjang 461.239 488.500 455.524 483.793 1,79
9. Cabai 1.185.057 1.128.792 1.153.060 1.378.727 5,66
10. Tomat 629.744 635.474 725.973 853.061 10,89
11. Ketimun* 598.890 581.206 540.122 583.139 -0.69
12. Terung 358.095 390.846 427.166 451.564 8,05
13. Buncis 269.532 266.790 266.551 290.993 2,69
14. Kangkung 292.950 335.087 323.757 360.992 7,5
15. Bayam 149.435 155.862 163.817 173.750 5,15
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010
Keterangan : *nama lain mentimun

Mentimun mengalami perkembangan pada tahun 2009 sebesar 7,96


persen dari tahun 2008. Selain itu luas panen mentimun (Lampiran 1) pada tahun
2006 hingga 2009 termasuk 10 terbesar luas panen sayuran di Indonesia. Akan
tetapi pada Tabel 2 menunjukan rata-rata perkembangan produksi mentimun
mengalami penurunan sebesar 0,69 persen. Walaupun rata-rata perkembangan
produksi mentimun di Indonesia masih sangat rendah, mentimun memiliki potensi
yang dapat terus ditingkatkan. Hal tersebut dapat dilihat dari kegunaan atau
manfaat yang dimiliki mentimun.
Mentimun adalah tanaman semusim yang bersifat menjalar. Selain itu,
mentimun merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat dimakan
baik dalam kondisi segar ataupun diolah lebih lanjut, selain untuk bahan makanan,
mentimun juga banyak digunakan sebagai bahan baku pada pada industri

3
kecantikan2. Manfaat mentimun yang beragam merupakan salah satu faktor yang
mendorong tingginya peluang budidaya mentimun. Hal tersebut seiring dengan
berkembangnya industri kosmetik, ilmu kesehatan dan makanan dengan berbahan
mentimun3.
Produksi mentimun terpusat di Asia, tempat dihasilkannya hampir 73
persen produksi dunia. Cina menyumbang hampir 42 persen, selanjutnya adalah
Eropa sekitar 17 persen, dan negara seperti Jepang, Spanyol serta Korea yang
memproduksi mentimun dalam jumlah besar didalam rumah kaca dan bangunan
pelindung lain (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Di Indonesia, tanaman
mentimun umumnya diusahakan di dataran rendah dengan berbagai nama, seperti
timun (Jawa), bonteng (Jawa Barat), temon atau antemon (Madura), ktimun atau
antimun (Bali), hantimun (Lampung), dan timon (Aceh) (Direktorat Jendral
Hortikultura, 2006). Menurut Direktorat Jendral Hortikultura (2006) budidaya
mentimun di Indonesia pada tahun 2005 memiliki luas panen mentimun secara
nasional mencapai 50.352 ha dengan produksi 447.716 ton.
Mentimun merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mengalami
peningkatan beberapa tahun terakhir di Indonesia, hal tersebut dapat dilihat pada
Gambar 1. Pada Gambar 1 terdapat fluktuasi produktivitas pada tahun 2006
hingga 2009. Pada tahun 2007 mengalami peningkatan produktivitas sebesar
10,26 ton/ha dari tahun 2006 yaitu sebesar 10,21 ton/ha. Pada tahun 2008
mengalami penurunan produktivitas sebesar 9,68 ton/ha. Sedangkan, pada tahun
2009 mengalami peningkatan sebesar 10,39 ton/ha. Fluktuasi produktivitas yang
terjadi pada tanaman mentimun di Indonesia dapat mengindikasikan adanya suatu
risiko produksi yang terjadi pada usahatani mentimun. Salah satu risiko yang
sering muncul dalam kegiatan usahatani mentimun yaitu risiko produksi.
Terjadinya fluktuasi produktivitas dikarenakan adanya beberapa faktor,
yaitu kondisi cuaca dan iklim yang sulit untuk diprediksi, serangan hama dan
penyakit, serta kesalahan manusia atau yang biasa disebut human error. Faktor
alam merupakan suatu ketidakpastian yang menjadi salah satu penyebab terjadiya
suatu risiko. Faktor alam merupakan salah satu penyebab terjadinya risiko

2
Peluang Usaha Budidaya Mentimun. www.binaukm.com [10 April 2011]
3
Mentimun Peluang, Budidaya, Manfaat. www.rierevolution.wordpress.com [10 april 2011]

4
produksi, karena faktor alam tidak dapat diprediksi, dan tidak mudah untuk
dikendalikan. Selain faktor alam, faktor-faktor yang mempengaruhi suatu risiko
kegiatan produksi dapat berasal dari input produksi. Input dalam kegiatan
produksi berkaitan erat dengan output yang dihasilkan dalam produksi

10,6

10,4

10,2

10
Ton/Ha

Produktivitas
9,8

9,6

9,4

9,2
2006 2007 2008 2009

Gambar 1. Produktivitas Tanaman Mentimun di Indonesia Tahun 2006-2009


Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 (diolah)

Faktor-faktor produksi perlu diperhatikan seberapa besar pengaruh faktor


produksi terhadap produk yang dihasilkan agar efisiensi dalam penggunaan input
produksi. Selain itu adanya fluktuasi produktivitas dapat mempengaruhi
pendapatan yang diterima petani.
Berdasarkan uraian di atas, maka penting untuk dikaji tentang semua
faktor-faktor produksi yang ada pada budidaya mentimun, guna untuk mengetahui
pengaruh yang terjadi dalam usahatani mentimun. Selain itu risiko produksi yang
terjadi juga dapat mempengaruhi pendapatan usahatani yang diterima oleh petani.
Oleh karena itu, petani mentimun dapat meminimalkan risiko produksi yang
terjadi dalam melakukan usahatani mentimun.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang
baik untuk melakukan kegiatan usahatani sayuran. Berdasarkan data Dinas
Pertanian dan Kabupaten Bogor, terdapat 18 komoditas sayuran yang dihasilkan
oleh petani di Kabupaten Bogor, salah satunya adalah mentimun. Produksi

5
mentimun di kabupaten bogor mengalami perkembangan naik dan turun pada
tahun 2007 hingga tahun 2008. Selain itu dapat dilihat dari luas panen tanaman
mentimun juga mengalami peningkatan dan penurunan. Hal tersebut dapat dilihat
pada Lampiran 3. (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2010).
Kecamatan Ciawi merupakan salah satu kecamatan yang berada di
kabupaten Bogor yang baik untuk ditanami mentimun. Kecamatan Ciawi terdiri
dari 13 desa. Desa Citapen merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan
Ciawi. Desa Citapen memiliki potensi untuk terus dikembangkan di bidang
pertanian khususnya sayuran. Desa Citapen memiliki petani hortikultura dan
tanaman pangan sebanyak 535 petani.

1.2 Perumusan Masalah


Desa Citapen terletak di daerah Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor
merupakan salah satu daerah pedesaan yang memiliki potensi untuk
pengembangan berbagai usaha agribisnis. Sebagian besar penduduk desa Citapen
berprofesi sebagai petani dan buruh tani.
Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu kelompok tani
yang ada di Desa Citapen yang memiliki beragam komoditas sayuran.
Berdasarkan berbagai jenis sayuran yang ditanam, mentimun menjadi salah satu
komoditas yang ada di Kelompok Tani Pondok Menteng. Pada tahun 2009 hingga
awal tahun 2011 para petani di Kelompok Tani Pondok Menteng secara bersama-
sama melakukan usahatani mentimun. Petani di Kelompok Tani Pondok Menteng
menggunakan total luas lahan tanaman mentimun yaitu lima hektar selama
periode tersebut. Produksi yang dihasilkan berbeda-beda setiap periodenya,
sehingga terjadi fluktuasi produktivitas mentimun. Selain itu, produktivitas yang
terjadi di Desa Citapen belum dapat memenuhi rata-rata produktivitas yang ada di
Kabupaten Bogor yaitu sebesar 13,87 ton/ha (Lampiran 3). Fluktuasi
produktivitas mentimun di Kelompok Tani Pondok Menteng dapat dilihat pada
Gambar 2.
Pada Gambar 2 adanya fluktuasi produktivitas yang ada diduga berkaitan
dalam penggunaan input produksi. Input produksi yang digunakan seperti
penggunaan pupuk atau pestisida dalam jumlah yang tidak sesuai atau waktu

6
penanaman yang tidak tepat. Hal tersebut dapat menjadi risiko produksi sehingga
berpengaruh buruk dalam menghasilkan output. Selain itu, sumber-sumber risiko
lainnya yang terjadi di dalam output yang dihasilkan yaitu serangan hama dan
penyakit pada tumbuhan mentimun, kondisi iklim dan cuaca yang sulit untuk
diprediksi, serta human error. Hal tersebut membuat hasil atau jumlah produksi
yang diharapkan mengalami penurunan.

10
9
8
7
6
Ton/Ha

5
Produktivitas
4
3
2
1
0
Sept 09-Nov 09 Jan 10-Mar 10 Okt 10-Des 10 Feb 11-Apr 11

Gambar 2. Produktivitas Tanaman Mentimun di Desa Citapen Tahun 2011


Sumber : Gapoktan Rukun Tani, 2011 (diolah)

Faktor-faktor produksi atau input yang biasanya digunakan dalam


budidaya mentimun antara lain lahan, benih, pupuk kandang, pupuk ZA, pupuk
NPK, pupuk KCL, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk daun & buah, tenaga kerja, dan
pestisida. Dari faktor-faktor produksi tersebut, terdapat faktor produksi yang
dapat menimbulkan risiko produksi tetapi ada pula faktor produksi yang dapat
mengurangi risiko produksi.
Oleh karena itu penting untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang
ada pada budidaya mentimun. Hal tersebut untuk mengetahui pengaruh yang
terjadi pada masing-masing input atau faktor produksi yang akan berpengaruh
pada produktivitas mentimun. Dalam melakukan usahatani atau produksi
mentimun, penggunaan input seperti benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia,
pupuk daun dan buah, pestisida, dan tenaga kerja sangat diperlukan. Besar
kecilnya penggunaan input produksi berpengaruh terhadap output yang

7
dihasilkan. Selain itu harga input dan harga output juga dapat mempengaruhi
biaya produksi dan penerimaan petani. Oleh karena itu, besar kecilnya biaya
produksi serta penerimaan mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh petani.
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan di atas dapat
dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini,
antara lain :
1. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi
mentimun di Desa Citapen ?
2. Apakah dengan adanya risiko produksi usahatani mentimun masih
menguntungkan?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan
dari penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi
mentimun di Desa Citapen.
2. Menganalisis pengaruh risiko terhadap pendapatan usahatani mentimun di
Desa Citapen

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dilaksanakan penelitian ini antara lain:
1. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi petani sebagai
informasi tentang tingkat risiko produksi yang terjadi dan pengaruh faktor-
faktor produksi yang digunakan terhadap risiko produksi sehingga dapat
menjadi bahan rujukan dan pertimbangan dalam mengambil keputusan agar
dapat mengurangi kerugian yang diperoleh.
2. Memberikan ilmu, pengetahuan, dan informasi bagi pembaca untuk
mengetahui lebih banyak tentang risiko produksi.
3. Bagi penulis, diharapkan dapat menjadi sarana untuk peningkatan potensi diri
dan sebagai bahan tambahan pengalaman, informasi serta wawasan baru
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi khususnya pada
budidaya mentimun

8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Para petani sayuran di Desa Citapen banyak menanam berbagai macam
sayuran seperti caisin, mentimun, buncis, cabai, jagung manis, kacang panjang,
dan berbagai macam jenis sayuran lainnya. Komoditas dalam penelitian ini yaitu
tanaman sayuran khususnya mentimun. Pemilihan komoditas mentimun
didasarkan pada bahwa luas tanam mentimun di Desa Citapen merupakan luas
tanam tertinggi kedua yaitu 15 Hektar per tahun setelah luas tanam jagung manis.

9
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Mentimun


Mentimun atau ketimun mempunyai nama latin Cucumis Sativus L.
Mentimun termasuk dalam keluarga labu-labuan (cucubitaceae). Sejarah
mentimun berasal dari Himalaya di benua Asia Utara, dan telah meluas ke seluruh
daratan baik tropis atau subtropis, kemudian terus meluas hingga ke Indonesia.
Di Indonesia tanaman mentimun umumnya diusahakan di dataran rendah dengan
berbagai nama, seperti timun (Jawa), bonteng (Jawa Barat), temon atau antemon
(Madura), ktimun atau antimun (Bali), hantimun (Lampung), dan timon (Aceh)
(Direktorat Jendral Hortikultura 2006).
Mentimun merupakan salah satu sayuran yang dapat dikonsumsi baik
dalam bentuk segar maupun olahan, seperti acar, asinan, dan lain-lain. Selain
sebagai sayuran konsumsi mentimun mempunyai berbagai manfaat lainnya seiring
dengan berkembangnya industri kosmetik, ilmu kesehatan dan makanan dengan
berbahan mentimun. Mentimun memiliki kandungan gizi yang cukup baik, karena
mentimun merupakan sumber mineral dan vitamin. Kandungan nutrisi per 100
gram mentimun terdiri dari 15 kalori, 0,8 gram protein, 0,1 gram pati, 3 gram
karbohidrat, 30 mg fosfor, 0,5 mg besi, 0,02 mg thianine, 0,01 mg nriboflavin, 14
mg asam, 0,45 mg vitamin A, 0,3 mg vitamin B1, dan 0,2 mg vitamin B2
(Sumpena, 2007).
Faktor lingkungan menjadi salah satu syarat tumbuh yang perlu
diperhatikan dalam melakukan budidaya seperti media, suhu, air, cahaya, dan
kelembaban. Menurut Sumpena (2007) kemasamaan tanah yang optimal untuk
mentimun adalah antara 5,5-6,5. Tanah yang banyak mengandung air, terutama
pada waktu berbunga, merupakan jenis tanah yang baik untuk penanaman
mentimun. Jenis tanah yang cocok untuk penanaman mentimun diantaranya
aluvial, latosol, dan andosol. Tanaman mentimun dapat tumbuh baik dengan
ketinggian 0-1000 meter di atas permukaan laut. Selain itu suhu untuk tanaman
mentimun a - C, dengan
kelembaban relatif udara untuk pertumbuhan mentimun antara 50-85 persen.

10
Cahaya merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman
mentimun. Dimana penyerapan unsur hara akan berlangsung dengan optimal jika
pencahayaan berlangsung antara 8-12 jam per hari.
Variasi bentuk dan warna buah mentimun disebabkan oleh varietas
mentimun yang berbeda. Varietas buah mentimun terus bertambah seiring dengan
kemajuan teknologi dan kebutuhan akan benih mentimun yang disesuaikan
dengan kondisi geografis suatu tempat.
Menurut Wahyudi (2010) Mentimun memiliki beberapa varietas, ada tiga
contoh varietas yaitu mayapada F-1, panda, dan venus. Mayapada F-1 memiliki
bentuk buah meruncing dan warna buah hijau muda sampai sedang, mayapada F-1
memiliki ukuran panjang 16,0 – 16,5 cm dan diameter 3,0 – 3,5 cm serta bobot
per buah 120-130 gram. Varietas ini dapat dipanen ketika tanaman berumur 32
HST dengan potensi produksi sebesar 50-60 ton per hektar. Panda memiliki
bentuk buah lonjong dan berwarna hijau muda, berukuran panjang 17-18 cm dan
diameter sebesar 3,5-4 cm, serta bobot per buah berkisar 120-150 gram. Varietas
ini dapat dipanen ketika tanaman berumur 33 HST dengan potensi produksi
sebesar 40-50 ton per hektar. Lain halnya dengan varietas venus dimana bentuk
buah langsing dengan bagian pangkal bulat dimana daging buahnya memiliki rasa
yang manis sehingga mentimun dengan varietas ini cocok untuk lalap. Varietas ini
memiliki ukuran 15-16 cm dengan diameter 3,5-4,0 cm serta bobot perbuah
berkisar 120-130 gram. Varietas venus memiliki masa panen lebih cepat dengan
dua varietas mayapada F-1 dan panda yaitu pada saat tanaman berumur 32 HST
dengan potensi produksi sebesar 50-60 ton per hektar.
Mentimun dapat dibudidayakan di sawah, ladang, kebun, polibag dengan
menggunakan lanjaran atau para-para atau dibiarkan merambat ditanah, karena
mentimun adalah tanaman semusim yang bersifat menjalar atau merambat
dengan perantara alat pemegang seperti ajir. Cara budidaya mentimun pada
dasarnya sama dengan budidaya sayuran konvesional lainnya, yaitu Pertama
melakukan persiapan persemaian yang mencakup menyediakan kebutuhan benih,
menyiapkan media semai dan persemaian. Kedua melakukan persiapan
penanaman dimana menyiapkan lahan dan penanaman. Ketiga melakukan
pemupukan. Keempat melakukan pemeliharaan tanaman yaitu dengan

11
pemangkasan cabang, pemasangan ajir penompang, pengikatan tanaman, sanitasi
lahan, dan pengairan. Kelima melakukan pencegahan atau pembrantasan hama
dan penyakit yang ada pada tumbuhan mentimun. Keenam yaitu melakukan panen
dan pascapanen (Wahyudi, 2010).
Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis mengenai mentimun,
diantaranya yaitu Prabowo (2009) dan Rahmawaty (2009). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Prabowo (2009), mentimun merupakan salah satu sayuran yang
rentan terhadap serangan hama serta infeksi patogen tanaman, serangan hama dan
penyakit yang terjadi pada tanaman mentimun menimbulkan kerusakan berat dan
kehilangan hasil panen pada pertanaman mentimun di lokasi penelitian. Adapun
hama yang banyak menyerang tanaman mentimun yaitu lalat pengorok daun dan
kutu daun, sedangkan penyakit utama pada pertanaman mentimun adalah layu
yang disebabkan oleh nematoda M. Arenaria, dan embun bulu yang disebabkan
oleh cendawan P. Cubensis. Dengan adanya hal tersebut membuat pertumbuhan
mentimun terhambat sehingga produksi mentimun dapat menurun.
Lain halnya dengan penelitian Rahmawaty (2009) tentang varietas dan
konsentrasi pada pertumbuhan dan hasil panen mentimun dimana hasil yang
didapat bahwa pemberian ethepon pada tanaman varietas Soarer berpengaruh
lebih baik terhadap tinggi tanaman, jumlah ruas, jumlah buah dan bobot buah
dibandingkan dengan varietas Purbaya. Sedangkan pemberian ethepon pada
varietas Purbaya berpengaruh nyata terhadap jumlah ruas tanaman, jumlah bunga
betina, dan jumlah bunga betina gugur.

2.2 Analisis Risiko Produksi dan Pengaruh Faktor-Faktor Produksi


Terhadap Risiko Produksi Komoditas Pertanian

Risiko produksi merupakan peluang penurunan hasil produksi dari hasil


yang diharapkan. Dalam melakukan produksi adanya kegagalan dalam melakukan
produksi merupakan suatu risiko produksi, berbagai sumber risiko seperti kondisi
iklim dan cuaca yang tidak dapat diprediksi, serangan hama dan penyakit yang
sulit untuk dikendalikan, dan kesalahan dari manusia (human error). Hal tersebut
mengidikasikan terjadinya risiko produksi yaitu adanya senjang produktivitas

12
antara produktivitas yang seharusnya dan produktivitas yang dihasilkan oleh
petani tersebut.
Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis mengenai risiko produksi,
diantaranya Ginting (2009), Sembiring (2010), dan Safitri (2009). Komoditas
sayuran merupakan objek dari ketiga penelitian tersebut. Dimana menurut ketiga
penelitian tersebut adanya risiko produksi berindikasi pada terjadinya fluktuasi
produksi atau produktivitas sehingga berpengaruh terhadap penurunan
pendapatan. Dari ketiga penelitian tersebut sumber risiko yang banyak
menyebabkan terjadinya risiko produksi antara lain iklim dan cuaca yang sulit
untuk diprediksi, dan serangan hama dan penyakit yang sulit untuk dikendalikan.
Selain sumber risiko tersebut ada risiko produksi lainnya, dimana menurut
Ginting (2009) adanya kegagalan dalam penggunaan teknologi pengukusan dan
kualitas atau keterampilan tenaga kerja yang kurang baik, Sembiring (2010)
adanya kegagalan penggunaan teknologi dalam penanaman lahan terbuka dan
greenhouse, sedangkan Safitri (2009) tingkat kesuburan lahan merupakan salah
satu risiko produksi yang dihadapi.
Berdasarkan ketiga penelitian tersebut, dalam menganalisis risiko produksi
menggunakan perhitungan variance, standard deviation, dan coefficient varian.
Ginting (2009) dalam usaha spesialisasi jamur tiram putih pada Cempaka Baru
menghadapi risiko produksi sebesar 0,32. Artinya untuk setiap satu satuan hasil
produksi yang diperoleh Cempaka Baru maka risiko (kerugian) yang dihadapi
adalah sebesar 0,32 satuan. Selain itu peneliti memperhitungkan nilai expected
return dimana diperoleh hasil sebesar 0,25. Artinya, usaha Cempaka Baru dapat
mengharapkan perolehan hasil sebanyak 0,25 kilogram per baglog untuk setiap
baglog jamur tiram putih.
Menurut Sembiring (2010) dimana risiko produksi tertinggi berdasarkan
produktivitasnya pada The Pinewood Organic Farm adalah komoditas brokoli
yaitu 0,54, untuk risiko produksi yang terendah yaitu caisin yaitu 0,24. Hal ini
disebabkan karena brokoli sangat rentan terhadap penyakit terutama kondisi cuaca
yang tidak pasti, sehingga mengakibatkan produktivitas tanaman brokoli
mengalami risiko yang tinggi. Sedangkan untuk pendapatan bersih diperoleh
risiko yang tinggi adalah komoditas brokoli yaitu sebesar 0,8 dan untuk yang

13
paling rendah yaitu tomat sebesar 0,48. Sedangkan penelitian Safitri (2009) pada
usaha daun potong di PT Pesona Daun Mas Asri, berdasarkan produktivitasnya
philodendron marble mempunyai nilai variance yang lebih tinggi dibandingkan
dengan asparagus bintang yaitu sebesar 0,48. Standar deviation pada
philodendron marble mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan dengan
asparagus bintang yaitu 0,69. Berdasarkan pendapatan bersih bahwa asparagus
bintang memiliki risiko produksi paling tinggi dibandingkan philodendron
marble.
Pada ketiga penelitian analisis risiko produksi yang telah dipaparkan,
analisis jamur tiram putih tidak dapat dibandingkan dengan komoditas lain apakah
hasil risiko tersebut termasuk berisiko tinggi atau rendah karena hanya
memperhitungkan risiko dengan satu komoditas, berbeda dengan Sembiring
(2010) dan Safitri (2009) dimana besarnya risiko produksi dapat dibandingkan
antara risiko yang lebih tinggi dan risiko yang lebih rendah.
Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian
sebelumnya. Persamaan yang paling menonjol adalah penelitian ini sama-sama
menganalisis risiko produksi dengan menggunakan variance. Dalam penilaian
variance ini memiliki perbedaan, dimana penilaian variance pada penelitian ini
berdasarkan variance dari fungsi produksi, dimana fungsi produksi dibangun dari
beberapa faktor-faktor produksi yang digunakan. Sehingga, risiko produksi dilihat
berdasarkan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi yang akan
mempengaruhi jumlah produksi dengan menggunakan model fungsi risiko Just
dan Pope. Selain itu, perbedaan lain penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
terletak pada komoditas yang menjadi objek penelitian, dimana penelitian ini
hanya meneliti hortikultura yaitu mentimun, sedangkan Ginting (2009) meneliti
tentang jamur tiram putih dan Sembiring (2010) meneliti tentang beberapa jenis
sayuran organik, serta Safitri (2009) meneliti tentang daun potong.
Faktor produksi sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang
diperoleh, dimana faktor produksi dikenal dengan istilah input, production factor,
dan korbanan produksi. Faktor produksi terpenting diantara faktor yang lainnya
adalah faktor produksi lahan, modal, obat-obatan, tenaga kerja, dan aspek
manajemen. Hubungan antara faktor produksi (input) dan hasil produksi (output)

14
biasanya disebut dengan fungsi produksi atau juga disebut dengan factor
relationship (Soekartawi, 1993). Dalam prakteknya, penggunaan faktor produksi
juga masih dipengaruhi oleh faktor lain diluar kontrol manusia, seperti serangan
hama-penyakit, serta cuaca dan iklim. Faktor-faktor produksi tersebut dikenal
dengan istilah risiko. Adapun fungsi produksi yang pada umumnya digunakan
adalah fungsi Cobb-Douglass.
Terdapat dua penelitian yang menganalisis mengenai faktor-faktor
produksi, yaitu Losinger (2006), Koundouri and Nauges (2005), dan Fariyanti
et.al. (2007). Ketiga penelitian tersebut menggunakan analisis model fungsi
produksi Cobb-Douglass untuk menduga faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi produksi pada masing-masing komoditas. Losinger (2006)
menggunakan model fungsi risiko produksi Just and Pope serta untuk fungsi
varian menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Variabel pemilihan
didasarkan pada seleksi forward-stepwise (Losinger et al. 2000).
Pada usaha produksi ikan patin, luasan lahan menunjukkan nilai koefisien
negatif, artinya kenaikan luas lahan perikanan menyebabkan berkurangnya
variabilitas produksi per hektar. Selain itu, nilai mean menunjukkan bahwa hasil
harapan per hektar juga meningkat jika ukuran lahan perikanannya meningkat.
Ukuran kolam tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil yang diharapkan per
hektar, terutama dibandingkan dengan luas lahan, padat tebar dan pakan. Namun,
hasil deskriptif dasar dari data survei yang membentuk dasar penelitian ini
menunjukkan bahwa hasil maksimum per hektar terjadi pada perikanan patin
dengan tambak rata-rata ukuran 5,3-6,1 hektar, dimana varian produksi
menunjukkan tanda-tanda peningkatan ukuran kolam rata-rata di kisaran 5,3-6,1
hektar. Perikanan dengan lebih banyak kolam yang lebih kecil mungkin lebih
cenderung memiliki kolam yang bebas penyakit, tetapi mengalami penurunan
produksi dalam varian. Dengan demikian, petani patin yang peduli dengan kedua
hasil harapan dan varian, mungkin ingin berkonsentrasi pada kolam bangunan
yang kira-kira 5,3 ha.
Sama halnya dengan Losinger (2006), Koundouri and Nauges (2005)
menggunakan model fungsi risiko produksi Just and Pope dengan fungsi Cobb-
douglas untuk mengetahui fungsi varian parameter yang digunakan. Hasil yang

15
didapat yaitu dalam budidaya sayuran atau sereal dipengaruhi oleh karakteristik
kualitatif dari input dan input produksi. Dalam budidaya sayuran atau sereal
kemungkinan nilai positif atau negatif dipengaruhi oleh proposi bidang tanah yang
irigasi, karena budidaya sayuran membutuhkan air lebih banyak dari sereal.
Variabel-variabel sebagai penentu yang dimasukan kedalam setiap fungsi
produksi yaitu input variabel pestisida, tenaga kerja, air, pupuk, investasi dalam
mesin, curah hujan, luas total irigasi, jarak dan tahun pengalaman dalam
pertanian. Estimasi model fungsi produksi dalam setiap kasus menunjukan data
cross section 0,8 untuk kelompok produsen sayur dan 0,83 untuk kelompok
sereal. Masing-masing laporan parameter dari fungsi risiko diperkirakan dengan
dan tanpa koreksi selekktivitas untuk semua input variabel bagi petani sayuran
dan petani sereal. Kontribusi setiap masukan untuk varians ditemukan berbeda
tergantung pada selektivitas. Lebih tepatnya, meskipun tenaga kerja yang
ditemukan memiliki risiko meningkat sedangkan pupuk tidak mempengaruhi
risiko produksi secara signifikan ketika selektivitas, tetapi ditemukan memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap risiko ketika selektivitas bias. Dalam
kasus pestisida, masukan ini ditemukan peningkatan risiko hanya ketika
selektivitas diperhitungkan. Tenaga kerja dan air ditemukan menjadi masukan
risiko penurunan dalam kedua model (pada tingkat tinggi signifikansi), tetapi
besarnya efek bervariasi dari satu model ke model lain.
Sedangkan menurut Fariyanti et.al. (2007) faktor-faktor produksi
komoditas sayuran kentang dan kubis yang mempengaruhi rata-rata hasil produksi
dan variasi hasil produksi yaitu luas lahan garapan, benih, pupuk urea, pupuk
TSP, pupuk KCL, pestisida, dan tenaga kerja. Pada fungsi produksi komoditas
kentang, pupuk TSP dan pupuk KCL memiliki tanda negatif. Hal ini menunjukan
bahwa penggunaan kedua pupuk tersebut dalam jumlah yang besar yang
dilakukan petani responden yang dikarenakan tingkat kesuburan lahan yang
semakin menurun. Sedangkan, pada komoditas kubis, benih kubis mempunyai
tanda negatif hal tersebut berarti penggunaan benih telah melebihi standar normal
sehingga dapat menurunkan rata-rata hasil produksi. Berdasarkan persamaan
Variance error produksi pada komoditas kentang, faktor yang mengurangi risiko
produksi yaitu penggunaan benih, luas garapan, dan pestisida. Sedangkan faktor

16
yang menimbulkan risiko produksi pada komoditas kentang yaitu pupuk urea,
pupuk TSP, dan pupuk KCL. Pada komoditas kubis yang menjadi pengurang
risiko produksi yaitu penggunaan benih, pupuk urea, pupuk NPK, dan tenaga
kerja. Dan faktor yang menimbulkan risiko produksi pada komoditas kubis yaitu
penggunaan lahan dan pestisida. Berdasarkan hasil analisis dengan model
GARCH (1,1) kedua komoditas tersebut, parameter error kuadrat produksi musim
sebelumnya dan variance error produksi musim sebelumnya bertanda positif. Hal
tersebut berarti semakin tinggi risiko produksi pada musim sebelumnya, maka
semakin tinggi risiko produksi pada musim selanjutnya.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada objek
penelitian yang digunakan, lokasi penelitian, dan beberapa faktor produksi yang
digunakan. Selain itu, penelitian ini tidak hanya menganalisis faktor-faktor
produksi terhadap jumlah produksi mentimun dengan menggunakan fungsi
produksi Cobb-Douglass, dimana faktor-faktor produksi yang di duga
mempengaruhi adalah benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia, Pupuk daun
dan buah, pestisida padat dan cair,serta tenaga kerja. Penentuan faktor-faktor
produksi ini di dasarkan pada input-input yang memang digunakan petani.
Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini yaitu perhitungan analisis
ini dengan berdasarkan fungsi model risiko Just dan Pope dengan alat analisis
model GARCH (1,1). Model fungsi risiko produksi Just and Pope merupakan
suatu gabungan antara mean dan variance yang dihasilkan. Oleh karena itu untuk
mengetahui pengaruh input atau faktor-faktor produksi apa saja yang dapat
mengakibatkan terjadinya risiko, yaitu menggunakan model fungsi risiko produksi
Just and Pope.

17
III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis


Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan
penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan
dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan petani dan faktor-faktor
yang mempengaruhi risiko produksi. Oleh karena itu analisis mengenai usahatani
dan faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi haruslah sesuai dengan
teori-teorinya. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini mencakup teori
pendapatan, teori produksi, dan teori risiko produksi.

3.1.1 Teori Produksi


Produksi memiliki keterkaitan antara penggunaan berbagai input dengan
jumlah dan kualitas output yang dihasilkan. Serangkaian proses dalam
penggunaan input yang ada untuk menghasilkan suatu output (barang atau jasa)
merupakan suatu kegiatan produksi. Hubungan antara input yang digunakan
dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan dinamakan fungsi
produksi (Lipsey et al.,1995)
Menurut Lipsey et al. (1995) ada tiga cara untuk melihat bagaimana output
berubah-ubah menurut jumlah faktor variabel yaitu produk total, produk rata-rata,
dan produk marjinal. Produk total adalah jumlah total yang diproduksi selama
periode waktu tertentu. Jika semua input kecuali satu faktor dijaga konstan,
produk total akan berubah menurut banyak sedikitnya faktor variabel yang
digunakan. Produk rata-rata adalah produk total dibagi jumlah unit faktor variabel
yang digunakan untuk memproduksinya. Tingkat output dimana produk rata-rata
mencapai maksimum disebut titik berkurangnya produktivitas rata-rata.
Sedangkan untuk Produk marjinal adalah perubahan dalam produk total sebagai
akibat satu unit tambahan penggunaan variabel. Tingkat output dimana produk
manajerial mencapai maksimum dinamakan titik berkurangnya produktivitas
marjinal.

18
Dalam kaitannya antara produk marjinal dan proses produksi, seorang
produsen dapat menambah hasil produksi dengan menambah semua input
produksi atau menambah satu atau beberapa input produksi. Penambahan input
produksi mengikuti hukum The law of diminishing marginal returns yang
merupakan dasar dalam ekonomi produksi. The law of diminishing marginal
returns terjadi jika jumlah input variabel ditambah penggunaannya, maka output
yang dihasilkan meningkat, tapi setelah mencapai satu titik tertentu penambahan
output semakin lama semakin berkurang (Debertin 1986).
Menurut Lipsey et al.(1995), hukum hasil lebih yang makin berkurang
adalah bahwa jika output naik dalam jangka pendek, makin banyak faktor variabel
harus digabungkan dengan sejumlah tertentu faktor tetap. Akibatnya adalah setiap
unit faktor variabel memiliki faktor tetap yang makin lama makin berkurang. Bila
faktor tetap adalah modal dan faktor variabel adalah tenaga kerja, makin besarnya
output membutuhkan tiap unit tenaga kerja yang memperoleh jumlah modal yang
makin lama makin turun.
Menurut Soekartawi (2002) fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan
suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Dengan
fungsi produksi Cobb-Douglas dapat menjelaskan dua variabel yaitu variabel
dependen dan variabel independen. Variabel yang dijelaskan disebut variabel
dependen (Y) dan variabel yang menjelaskan disebut variabel independen (X).
Dimana variabel dependen berupa output dan variabel independen berupa input.
Adapun persamaan mematis dari fungsi Cobb-Douglas secara umum dapat
dijelaskan sebagai berikut :

Dimana
Y = Variabel Dependen
X = Variabel Independen
= Besaran yang akan diduga
u = Unsur sisa
e = Logaritma natural (e = 2,718)

19
Perhitungan Cobb-Douglass merupakan metode yang banyak dipakai oleh peneliti
dalam menilai risiko produksi. Alasan mengapa menggunakan Cobb-Douglass
dikarenakan metode tersebut memiliki kelebihan sebagai berikut :
1. Bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas bersifat sederhana dan mudah
penerapannya.
2. Fungsi produksi Cobb-Douglas mampu menggambarkan keadaan skala hasil
(return to scale), apakah sedang meningkat, tetap atau menurun.
3. Koefisien-koefisien fungsi produksi Cobb-Douglas secara langsung
menggambarkan elastisitas produksi dari setiap input yang digunakan dan
dipertimbangkan untuk dikaji dalam fungsi produksi Cobb-Douglas itu.
4. Koefisien intersep dari fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan indeks
efisiensi produksi yang secara langsung menggambarkan efisiensi
penggunaan input dalam menghasilkan output dari sistem produksi yang
dikaji
Dari kelebihan tersebut maka alasan peneliti menggunakan metode
tersebut adalah penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah
dibandingkan dengan fungsi produksi, hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-
Douglas akan menghasilkan koefisien regresi.

3.1.2 Teori Risiko Produksi


Dalam melakukan suatu usaha atau kegiatan usahatani pasti memiliki
risiko. Menurut Kountur (2008) ada tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap
sebagai risiko : (1) merupakan suatu kejadian, (2) kejadian tersebut masih
merupakan kemungkinan (bisa terjadi atau tidak terjadi), (3) jika sampai terjadi,
akan menimbulkan kerugian.
Kata risiko banyak dipergunakan dalam berbagai pengertian, dimana ada
banyak pendapat mengenai pengertian risiko tersebut. beberapa definisi risiko
antara lain yaitu merupakan suatu kerugian atau dapat juga diartikan sebagai
ketidakpastian (Harwood et al, 1999).
Menurut Kountur (2008) risiko berhubungan dengan ketidakpastian.
Ketidakpastian ini terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang
menyangkut apa yang akan terjadi. risiko berhubungan dengan suatu kejadian,

20
dimana kejadian tersebut memiliki kemungkinan untuk terjadi atau tidak terjadi
dan jika terjadi ada akibat berupa kerugian yang ditimbulkan.
Menurut Robison dan Barry (1987) risiko adalah peluang terhadap suatu
kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagi pembuat keputusan dalam
bisnis berdasarkan data historis atau pengalaman selama mengelola kegiatan
usaha.
Menurut Robison dan Barry (1987), Setiap pelaku usaha memiliki perilaku
yang berbeda dalam menghadapi risiko, perilaku tersebut dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut:
a. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (risk aversion). Sikap ini
menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan ,
maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan
yang diharapkan dan merupakan ukuran tingkat kepuasaan.
b. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (risk taker). Sikap ini
menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan,
maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan
yang diharapkan.
c. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (risk neutral). Sikap ini
menunjukkan jika terjadi kenaikan ragam dari keuntungan, maka pembuat
keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan
keuntungan yang diharapkan.
Menurut Ellis (1993), risiko dibatasi oleh kemungkinan-kemungkinan
yang dihubungkan dengan kejadian dari suatu peristiwa yang mempengaruhi
suatu proses pengambilan keputusan. Sedangkan ketidakpastian mengacu pada
situasi dimana tidak memungkinkan untuk mengetahui probabilitas kejadian dari
suatu peristiwa. Setiap pelaku usaha melakukan pengambilan keputusan dalam
mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya untuk menghasilkan output yang
diharapkan. Namun, seringkali keputusan tersebut dihadapkan pada risiko dan
ketidakpastian. Implikasi risiko terhadap variasi pendapatan dapat dilihat pada
Gambar 3 yang menunjukkan tiga respon yang berbeda dalam output dari
penggunaan input.

21
Total Value Product Y (Rp)
a
f
TVP1

g
c
E(TVP)

b
d h TC

e i

j
TVP2

0 X2 XE X1 Input X

Keterangan :
TVP1 = Total value product in ’good’ years
TVP2 = Total value product in ’bad’ years
E(TVP) = Expected total value product

Gambar 3. Hubungan Keputusan Penggunaan Input dan Variasi Pendapatan


Sumber : Ellis, 1993

Terdapat tiga alternatif penggunaan input yang ditunjukkan oleh X1, X2,
XE yang terkait risiko :
1. Input yang digunakan sebanyak X1. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP1
terjadi dimana pada saat tersebut dalam kondisi yang baik bagi petani, maka
keuntungan terbesar yaitu sebesar ab akan diperoleh. Di sisi lain, jika TVP2
terjadi maka kerugian sebesar bj akan dialami petani.
2. Input yang digunakan sebanyak X2. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP1
terjadi maka keuntungan sebesar ce akan diperoleh dan jika TVP2 terjadi
maka petani tidak akan mengalami kerugian dan tetap mendapatkan
keuntungan yang kecil sebesar de. Hal ini disebabkan pada kondisi tersebut
petani masih mampu membayar biaya pembelian input tersebut (TVP > TC).
3. Input yang digunakan sebanyak XE. Nilai E(TVP) yang diperoleh merupakan
hasil rata-rata pendapatan pada kondisi baik dan buruk. Hal ini menunjukkan

22
jika kondisi TVP1 terjadi maka keuntungan sebesar fh akan diperoleh, tetapi
bukan merupakan kemungkinan keuntungan terbesar. Di sisi lain, jika TVP2
terjadi maka kerugian sebesar hi akan dialami petani dan bukan merupakan
kemungkinan kerugian terbesar.

3.1.3 Model Just and Pope


Model fungsi risiko produksi Just and Pope merupakan suatu gabungan
antara mean dan variance. Oleh karena itu untuk mengetahui input atau faktor-
faktor produksi apa saja yang dapat mengakibatkan terjadinya risiko, yaitu
menggunakan model fungsi risiko produksi Just and Pope.
Model fungsi risiko produksi Just dan Pope (Robison dan Barry, 1987) :

Y = f( x, β) + h( x, θ) ε

Dimana :
Y = Produktivitas
f = Fungsi produksi rata-rata.
h = Fungsi produksi variance.
x = Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi
(input)
β,θ = Besaran yang akan diduga
ε = error

Pengukuran risiko produksi dalam penelitian ini menggunakan nilai


variance error produksi. Salah satu model yang dapat mengakomodasi hal
tersebut yaitu model GARCH (Generalized Autoregressive Conditional
Heteroskedasticity) (Verbeek, 2000). Salah satu kelebihan dengan menggunakan
model GARCH yaitu pendugaan parameter fungsi produksi dan persamaan
variance error produksi. Dalam prakteknya, model standar GARCH (1,1) sering
digunakan dan dituliskan sebagai berikut :
............................................................................................(1)
........................................................................... (2)

Persamaan pertama menunjukan variance error produksi pada periode t


( ditentukan oleh error kuadrat periode sebelumnya ( ) dan variance error
produksi pada periode sebelumnya ( ).

23
3.1.4 Sumber Risiko
Menurut Harwood et al. (1999) dan Moschini dan Hennessy (1999),
beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani diantaranya adalah Risiko
Produksi, Risiko Pasar atau Harga, Risiko Kelembagaan, Risiko Kebijakan,
Risiko Finansial.
1. Risiko Produksi
Risiko produksi seperti gagal panen, produksi rendah, kualitas kurang baik.
Hal ini bisa disebabkan oleh hama dan penyakit, curah hujan, maupun
teknologi.
2. Risiko Pasar (harga)
Risiko pasar bisa terjadi karena produk tidak dapat terjual. Disebabkan oleh
perubahan harga output, permintaan rendah, ataupun banyak produk
substitusi.
3. Risiko Kelembagaan
Risiko kelembagaan terjadi karena perubahan kebijakan dan peraturan
pemerintah, baik dari segi penggunaan pestisida dan obat-obatan, pajak,
kredit.
4. Risiko Finansial
Risiko finansial terjadi karena tidak mampu membayar hutang jangka pendek,
kenaikan tingkat suku bunga pinjaman, piutang tak tertagih sehingga
menyebabkan penerimaan produksi menjadi rendah.
5. Risiko Kebijakan
Risiko kebijakan merupakan memilih diantara alternatif untuk mengurangi
efek risiko.
Sumber-sumber penyebab adanya risiko pada budidaya pertanian sebagian
besar disebabkan karena faktor-faktor seperti perubahan iklim, suhu, cuaca, hama
dan penyakit, penggunaan input serta adanya kesalahan teknis (human error) dari
tenaga kerja (SDM). Risiko tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat diminimalkan
sekecil mungkin, biasanya dengan melakukan berbagai cara seperti penggunaan
teknologi terbaru, usaha penanganan secara intensif, serta pengadaan input yang
berkualitas seperti SDM, benih/bibit dan obat-obatan

24
3.1.5 Teori Pendapatan
a. Teori Biaya
Biaya total dan biaya tetap diperlukan dalam memproduksi suatu produk
tertentu. Biaya total merupakan hasil penjumlahan dari biaya tetap dengan biaya
variabel. Menurut Lipsey et.al (1995) biaya total (TC atau total cost) adalah biaya
total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya total terdiri dari biaya
tetap total (TFC atau total fixed cost) dan biaya variabel total (TVC atau total
variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun output
berubah. Sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang
bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan
menurunnya produksi disebut biaya variabel. Secara matematis biaya total (TC)
dapat dirumuskan sebagai berikut (Lipsey et.al, 1995) :

TC = TFC + TVC

dimana :

TC = Total Biaya (Rp/periode tanam)


TFC = Total Biaya Tetap (Rp/periode tanam)
TVC = Total Biaya Variabel (Rp/periode tanam)

Fungsi biaya merupakan suatu hubungan antara besarnya biaya produksi dengan
tingkat produksi. Grafik fungsi biaya dapat dilihat pada Gambar 4.
TC, TVC, TFC
TC

TVC

TFC

Y
0
Keterangan :
Y : Produksi
TC : Total Biaya
TVC : Total Biaya Tetap
TFC : Total Biaya Variabel
Gambar 4. Kurva Biaya Total
Sumber : Lipsey et.al (1995)

25
Fungsi biaya merupakan suatu hubungan antara besarnya biaya produksi
dengan tingkat produksi. Grafik fungsi biaya dapat dilihat pada Gambar 4.
Berdasarkan Gambar 4, garis TFC adalah horizontal karena nilai TFC tidak
berubah dengan berapapun banyaknya barang yang diproduksi. Sedangkan garis
TVC bermula dari titik nol dan semakin lama semakin bertambah tinggi. Hal ini
menggambarkan bahwa ketika tidak ada produksi atau TVC = 0, semakin besar
produksi maka semakin besar nilai biaya variabel total (TVC). Kurva TC adalah
hasil dari penjumlahan kurva TFC dan TVC.

b. Teori Penerimaan dan Pendapatan


Penerimaan terbagi menjadi penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai
(diperhitungkan). Penerimaan tunai didefinisikan sebagai uang yang diterima dari
penjualan produk usahatani, sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan
pendapatan yang bukan dalam bentuk uang. Total penerimaan usahatani adalah
jumlah total produksi yang dikalikan dengan harga jual produk (Rahim dan
Hastuti, 2008)
Menurut Debertin (1986) total penerimaan merupakan nilai produk total
yang diterima petani atau pengusaha, dimana penerimaan diperoleh dari jumlah
total produk yang dikalikan dengan harga jual atau harga pasar yang konstan.
Secara matematis, total penerimaan atau total pendapatan (total revenue) dapat
dirumuskan sebagai berikut:

TR = p. y

dimana :

TR = Total pendapatan/penerimaan (Rp)


p = Harga pasar (Rp)
y = Hasil produksi (satuan)

Total penerimaan atau total pendapatan yang dikurangi dengan total biaya yang
dikeluarkan disebut pendapatan bersih atau keuntungan (profit) yang diterima
petani. Pendapatan bersih atau keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut
(Debertin 1986) :

26
π = TR – TC

dimana :

π = Pendapatan bersih/keuntungan (Rp)


TR = Total pendapatan/penerimaan (Rp)
TC = Total Biaya (Rp)

Untuk lebih menjelaskan mengenai pendapatan, berikut grafik yang


menggambarkan biaya total dan hasil penjualan total yang dapat dilihat pada
Gambar 5.
Pada Gambar 5 suatu usaha mengalami keuntungan jika kurva TR diatas
kurva TC. Antara titik TR dan titik TC mengalammi perpotongan pada tingkat
produksi statu komoditas. Perpotongan tersebut merupakan titik impas atau Break
Event Point (BEP).

CR

TR

b TC

Y
BEP

Keterangan :
CR : Pendapatan dan Biaya
Y : Volume Penjualan
TR : Total Pendapatan
TC : Total Biaya
BEP : Break Event Point atau titik impas
a : Daerah Rugi
b : Daerah Laba
Gambar 5. Hubungan Biaya Total dan Hasil Penjualan Total
Sumber : Lipsey et.al (1995)

27
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Desa Citapen merupakan salah satu Desa dari 13 Desa yang ada di
Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Desa Citapen memiliki potensi
pengembangaan usahatani mentimun, dilihat dari topografi Desa Citapen yang
cocok untuk pengembangan sayuran.
Produktivitas mentimun di Desa Citapen mengalami fluktuasi
produktivitas, dimana pada tahun 2009 hingga 2010 para petani di kelompok tani
pondok menteng Desa Citapen melakukan usahatani selama empat periode
dengan luas lahan lima hektar, tetapi hasil atau produksi mentimun yang didapat
selama periode tersebut mengalami peningkatan dan penurunan produksi. Hal ini
menyebabkan adanya fluktuasi produktivitas (Gambar 2). Adanya fluktuasi
produktivitas mentimun di Desa Citapen disebabkan oleh beberapa kendala yang
dihadapi petani dalam melakukan usahatani mentimun. adanya fluktuasi
produktivitas diduga karena penggunaan input yang tidak sesuai sehingga output
yang dihasilkan mengalami penurunan. Oleh karena itu, melalui penggunaan
input yang sesuai dapat meningkatkan produktivitas.
Penelitian ini melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi mentimun. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
mentimun dengan fungsi risiko produksi Just and Pope, selain itu perlu
mengidentifikasi karakteristik petani responden yang diambil.
Petani menggunakan beberapa faktor produksi dalam membudidayakan
tanaman mentimun, dimana faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam
produksi mentimun yaitu luas lahan, benih, pupuk kandang, pupuk ZA, pupuk
NPK, pupuk Urea, pupuk KCL, pupuk TSP, Tenaga kerja, dan pestisida. adanya
faktor produksi tersebut dapat mempengaruhi hasil produksi, hal tersbut dapat
menjadi penyebab risiko produksi tetapi ada pula faktor produksi yang dapat
mengurangi risiko produksi. Selain itu, hal tersebut dapat mempengaruhi tentang
pendapatan yang diterima petani dalam melakukan usahatani mentimun.
Oleh karena itu, penting untuk menganalisis tentang semua nilai faktor-
faktor produksi yang ada pada budidaya mentimun, guna untuk mengetahui
pengaruh yang terjadi pada masing-masing input atau faktor produksi yang akan
berpengaruh pada variasi mentimun. Dalam melakukan usahatani atau produksi

28
mentimun, penggunaan input seperti benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia,
pupuk daun dan buah, pestisida, dan tenaga kerja sangat diperlukan. Besar
kecilnya penggunaan input produksi berpengaruh terhadap output yang
dihasilkan. Selain itu harga input dan harga output juga dapat mempengaruhi
biaya produksi dan penerimaan petani. Sehingga, besar kecilnya biaya produksi
serta penerimaan mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh petani.
Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner yang diberikan kepada
petani mentimun pada Kelompok Tani Pondok Menteng di Desa Citapen. Secara
umum kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 6.

29
Kegiatan Produksi Mentimun yang dilakukan para petani di
Kelompok Tani Pondok Menteng, Desa Cipaten

Adanya Fluktuasi Produktivitas Mentimun


Di Kelompok Tani Pondok Menteng
Desa Cipaten

Sumber Penggunaan
Risiko Produksi Faktor-Faktor Produksi
1. Cuaca dan
Iklim 1. Benih
2. Hama dan 2. Pupuk Kandang
Penyakit 3. Kapur
3. Human Error 4. Pupuk Kimia
5. Pupuk D & B
6. Pestisida Padat
7. Pestisida Cair
8. Tenaga Kerja

Harga Output
Risiko Produksi Mentimun Harga Input

Pendapatan Petani di Kelompok Tani Pondok


Menteng

Gambar 6. Langkah-Langkah Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor


yang Mempengaruhi Risiko Produksi Mentimun (Cucumis sativus L.)
di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor

30
IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan kepada para petani mentimun di Desa Citapen
Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, khususnya kepada petani mentimun anggota
Kelompok Tani Pondok Menteng. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga
Juni 2011. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive), dengan
pertimbangan bahwa Kecamatan Ciawi merupakan salah satu kecamatan yang ada
di kabupaten Bogor yang mengalami perkembangan produktivitas mentimun. Hal
tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Tanam, Produksi dan Produktivitas Mentimun di Beberapa


Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2007-2008
2007 2008
No Kecamatan Luas Produk Luas Produk
Produksi Produksi
Tanam tivitas Tanam tivitas
(Ku) (Ku)
(Ha) (Ku/Ha) (Ha) (Ku/Ha)
1. Cijeruk 53 4747 89,57 50 3667 73,34
2 Cigombong 18 1703 94,61 9 420 46,67
3 Caringin 13 2000 153,85 25 1990 79,6
4 Ciawi 44 2315 52,61 32 1734 54,18
5 Megamendung 27 3007 111,37 18 2433 135,17
6 Cisarua 7 1169 167,00 8 1267 158,37
7 Sukaraja 27 1196 44,29 17 1232 72,47
8 Citeureup 11 2170 197,27 10 2019 201,9
9 Babakan Madang 11 1538 139,82 8 612 76,5
10 Cibinong 24 2535 105,63 22 3182 144,64
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008 (diolah)

Dari sepuluh kecamatan di Kebaputan Bogor, Kecamatan Ciawi memiliki


luas tanam mentimun terbesar dibanding kecamatan lainnya. Selain itu
berdasarkan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2008) Kecamatan
Ciawi memiliki kelompok pelaku usahatani sayuran yang sedang berkembang
yaitu Gapoktan Rukun Tani di Desa Citapen.

31
Selain itu Desa Citapen memiliki topografi yang baik untuk tanaman
sayuran, penelitian dilakukan di Gapoktan Rukun Tani pada Kelompok Tani
Pondok Menteng di Desa Citapen berdasarkan jumlah anggota petani yang
dimiliki kelompok Tani Pondok Menteng lebih banyak dibanding Kelompok Tani
lainnya, serta mentimun merupakan salah satu komoditas unggulan di Desa
Citapen.

4.2 Data dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui pengamatan langsung dilapangan dan wawancara
dengan pihak petani yang dipilih sebagai responden meliputi tentang gambaran
umum petani di Desa Citapen, dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah
dipersiapkan sebelumnya.
Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi produksi budidaya
mentimun, maka diajukan pertanyaan-pertanyaan seperti luas lahan yang
digunakan, jumlah tanaman yang dimiliki, input yang digunakan, jumlah
penggunaan input dalam proses produksi, penggunaan tenaga kerja dalam
budidaya mentimun. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
instansi-instansi terkait baik pada tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten,
penyuluhan pertanian serta tingkat pusat seperti Dinas Pertanian, Kantor
Pemerintahan Daerah, serta Dinas yang terkait, data sekunder lainnya yang
digunakan diperoleh dari buku, artikel, dan literatur-literatur yang terkait dengan
penelitian ini.

4.3 Metode Pengambilan Sampel


Kecamatan Ciawi merupakan salah satu daerah dimana sebagian
masyarakatnya berprofesi sebagai petani, khususnya di bidang hortikultura. Para
petani bernaung dibawah Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN). Gapoktan
Rukun Tani memiliki enam kelompok tani yang bergerak dibidang budidaya
sayuran dan satu Kelompok Wanita Tani bergerak di bidang hasil olahan
usahatani. Enam kelompk tani tersebut yaitu Kelompok Tani Pondok Menteng,
Kelompok Tani Silih Asih, Kelompok Tani Suka Maju, Kelompok Tani Bina

32
Mandiri, Kelompok Tani Jaya, dan Kelompok Tani Sawah Lega, dan satu
Kelompok Wanita Tani Citapen Berkarya.
Pemilihan kelompok tani dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu
Kelompok Tani Pondok Menteng sebagai sampel. Kelompok Tani Pondok
Menteng dipilih karena memiliki jumlah anggota terbanyak dari poktan lain yang
tergabung pada Gapoktan Rukun Tani. Jumlah petani yang ada di Kelompok Tani
Pondok Menteng sebanyak 104 dari 232 anggota yang tergabung dalam Gapoktan
Rukun Tani. Pengambilan responden juga dilakukan secara sengaja (purposive)
dimana mendapatkan kemudahan memperoleh informasi. Responden yang
diambil adalah para petani mentimun yang tergabung dalam Kelompok Tani
Pondok Menteng dimana informasi tersebut didapat dari wakil Gapoktan Rukun
Tani. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 35 orang untuk memenuhi aturan
umum secara statistik yaitu ≥ 30 orang karena sudah terdistribusi normal dan
dapat digunakan untuk memprediksi populasi yang diteliti. Adapun cara yang
diambil dalam mengambil sampel yaitu dipilih langsung.

4.4 Metode Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara
dan diskusi dengan petani responden yang ada di daerah penelitian. Teknik
observasi dilakukan untuk melakukan pengamatan langsung tentang gambaran
umum petani di Desa Citapen. Sedangkan teknik wawancara dan diskusi dengan
para petani responden menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun terlebih
dahulu yang dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor produksi yang
mempengaruhi dalam budidaya mentimun

4.5 Metode Pengolahan Data


Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kualitif dan kuantitatif,
analisis kualitatif bertujuan untuk melihat keragaan atau mendeskriptifkan
kegiatan usahatani mentimun di daerah penelitian. Sedangkan untuk analisis
kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis faktor-faktor
produksi yang mempengaruhi pendapatan usahatani mentimun. Pengolahan data

33
secara kuantitatif menggunakan alat bantu model fungsi risiko produksi Just and
Pope, Microsoft Excel 2007, dan Eviews versi 6.

4.5.1 Model Just and Pope


Fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu fungsi produksi
Cobb-Douglas dalam bentuk logaritma natural. Adapun persamaan fungsi
produktivitas mentimun dan fungsi variance produktivitas adalah:

LnYit = β0 + β1LnX1it + β2LnX2it + β3LnX3it + β4LnX4it + β5LnX5it +


β6LnX6it + β 7LnX7it + β8LnX8it + ε
Lnσ2Yit = θ0 + θ1ε2it-1+ θ2Ln σ2Yit-1 + θ3LnX1it-1 + θ4LnX2it-1 + θ5LnX3it-1 +
θ6LnX4it-1 +θ7LnX5it-1 + θ8LnX 6it-1 + θ9 LnX 7it-1 + θ10LnX 8it-1 + ε

dimana :
Y = Produktivitas Mentimun (kg/ha)
X1, X2,.., X8 = Faktor-faktor produksi
= Jumlah benih per musim tanam (gram/ha)
= Jumlah pupuk kandang per musim tanam (kg/ha)
= Jumlah kapur per musim tanam (kg/ha)
= Jumlah pupuk kimia per musim tanam (kg/ha)
= Jumlah pupuk daun dan buah per musim tanam (kg/ha)
= Jumlah pestisida padat per musim tanam (kg/ha)
= Jumlah pestisida cair per musim tanam (liter/ha)
= Jumlah tenaga kerja (HOK/Ha)
σ2Y = Variance error produktivitas
ε = error
t = Musim
i = Petani Responden
β, θ = Konstanta
β1,β2,…,β8 = Koefisin parameter dugaan X1, X2,...,X8
θ3,θ4,…,θ10 = Koefisin parameter dugaan X1, X2,...,X8

Hipotesis :
β1,β2,…,β8 > 0,

θ3,θ4,…,θ10 > 0,

34
4.5.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk hasil dari model fungsi produksi yang
dihasilkan dari pengolahan data. Salah satu pengujian hipotesa yaitu Koefisien
determinasi dan uji-F.
1) Koefisien determinasi
Koefisien determinasi dapat digunakan untuk mengukur tingkat
kesesuaian (goodness of fit) model dugaan, yang merupakan ukuran deskriptif
tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya. Koefisien determinasi
mengukur besarnya keragaman total data yang dapat dijelaskan oleh model,
sisanya (1- ) dijelaskan oleh komponen error. Semakin tinggi nilai berarti
model dugaan yang diperoleh semakin akurat untuk meramalkan variabel
dependent, atau dengan kata lain tingkat kesesuaian antara data aktual dengan
ramalannya semakin tinggi. Koefisien determinasi melihat sampai sejauh mana
besar keragaman yang diterangkan oleh parameter bebas (X) terhadap parameter
tidak bebas (Y). Menurut Gujarati (1993) Koefisien determinasi dapat
dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :
Σet² = Jumlah kuadrat unsur sisa (galat)
Σyt² = Jumlah kuadrat total

2) Pengujian Parameter Model (Uji F)


Tujuan pengujian ini adalah untuk melihat apakan variabel bebas yang
digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata pada variabel tak bebas
(independent). Menurut Gujarati (1993) Uji statistic yang digunakan adalah uji F
- Uji – F untuk fungsi produksi rata-rata
Hipotesis :
H0 : β0 = 0 ; i = 1,2,3,.....,8

35
H1 : salah satu dari β ada
- Uji – F untuk fungsi produksi variance
Hipotesis :
H0 : θ 0 = 0 ; i = 1,2,3,.....,8
H1 : salah satu dari θ ada

Untuk pengujian kedua fungsi produksi tersebut maka uji statistic yang
digunakan adalah uji F, sebagai berikut :

Dimana :
R2 = Koefisien determinasi
K = Jumlah variabel bebas
n = Jumlah sampel

Kriteria uji
F-hitung > F-tabel (k-1, n-k), maka tolak H0
F-hitung < F-tabel (k-1, n-k), maka terima H0
Jika tidak menggunakan tabel maka dapat dilihat nilai P dengan criteria uji
sebagai berikut :
P-value < α , maka tolak H0
P-value > α, maka terima H0
Apabila F-hitung > F-tabel atau P-value < α maka secara bersama-sama
variabel bebas dalam proses produksi mempunyai pengaruh yang nyata terhadap
produksi. Sedangkan apabila F-hitung < F-tabel atau P-value > α maka secara
bersama-sama variabel bebas dalam proses produksi tidak berpengaruh secara
nyata terhadap produksi.

36
4.5.4 Hipotesis
1. Hipotesis untuk fungsi produksi rata-rata
Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan adalah bahwa semua
faktor produksi berpengaruh positif terhadap rata-rata hasil produksi mentimun.
Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah :
a. Benih ( )
> 0, artinya semakin banyak benih yang digunakan dalam proses
produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat
b. Pupuk Kandang ( )
> 0, artinya semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam
proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin
meningkat
c. Kapur ( )
> 0, artinya semakin banyak kapur yang digunakan dalam proses
produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat
d. Pupuk Kimia ( )
> 0, artinya semakin banyak pupuk kimia yang digunakan dalam
proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin
meningkat
e. Pupuk Daun dan Buah ( )
> 0, artinya semakin banyak pupuk daun dan buah yang digunakan
dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun
semakin meningkat
f. Pestisida Padat ( )
> 0, artinya semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam
proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin
meningkat
g. Pestisida Cair ( )
> 0, artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam
proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin
meningkat

37
h. Tenaga Kerja ( )
> 0, artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses
produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat

2. Hipotesis fungsi produksi variance


Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan adalah bahwa semua
faktor produksi berpengaruh positif terhadap variance hasil produksi mentimun.
Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah :
a. Benih ( )
> 0, artinya semakin banyak benih yang digunakan dalam proses
produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin meningkat. Hal
ini berarti benih merupakan faktor yang menimbulkan risiko
b. Pupuk Kandang ( )
> 0, artinya semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam
proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin
meningkat. Hal ini berarti pupuk kandang merupakan faktor yang
menimbulkan risiko
c. Kapur ( )
> 0, artinya semakin banyak kapur yang digunakan dalam proses
produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin meningkat. Hal
ini berarti kapur merupakan faktor yang menimbulkan risiko.
d. Pupuk kimia ( )
> 0, artinya semakin banyak pupuk kimiayang digunakan dalam proses
produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin meningkat. Hal
ini berarti pupuk kimia merupakan faktor yang menimbulkan risiko.
e. Pupuk Daun dan Buah ( )
> 0, artinya semakin banyak pupuk daun dan buah yang digunakan
dalam proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin
meningkat. Hal ini berarti pupuk daun dan buah merupakan faktor yang
menimbulkan risiko.

38
f. Pestisida Padat ( )
< 0, artinya semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam
proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin
menurun. Hal ini berarti pestisida padat merupakan faktor yang
mengurangi risiko.
g. Pestisida Cair ( )
< 0, artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam
proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin
menurun. Hal ini berarti pestisida cair merupakan faktor yang mengurangi
risiko.
h. Tenaga Kerja ( )
< 0, artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam
proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin
menurun. Hal ini berarti tenaga kerja merupakan faktor yang mengurangi
risiko.

4.5.5 Definisi Operasional


1. Produktivitas (Y), adalah total panen mentimun yang diukur dalam satuan
kilogram per musim tanam dikonversi ke dalam hektar.
2. Benih ( ), adalah jumlah benih mentimun yang ditanam yang diukur
dalam satuan gram per musim tanam dikonversi ke dalam hektar.
3. Pupuk Kandang ( ), pupuk kandang digunakan dalam persiapan lahan
dan campuran dalam pengecoran tanaman mentimun. Pupuk kandang
yang digunakan dalam proses produksi mentimun yang diukur dalam
satuan kilogram per musim tanam dikonversi ke dalam hektar.
4. Kapur ( ), adalah jumlah kapur yang digunakan dalam proses produksi
mentimun untuk menaikan pH tanah. Kapur diukur dalam satuan kilogram
per musim tanam dikonversi ke dalam hektar.
5. Pupuk Kimia ( ), pupuk kimia yang digunakan terdiri dari pupuk ZA,
NPK, urea, KCL, dan TSP, pupuk kimia tersebut digunakan saat
pemeliharaan. Pupuk kimia yang digunakan dalam proses produksi

39
mentimun yang diukur dalam satuan kilogram per musim tanam
dikonversi ke dalam hektar
6. Pupuk Daun dan Buah ( ), adalah jumlah pupuk daun dan buah yang
digunakan dalam proses produksi mentimun diukur dalam satuan kilogram
per musim tanam dikonversi ke dalam hektar
7. Pestisida Padat ( ), adalah jumlah pestisida padat yang digunakan dalam
proses produksi mentimun yang diukur dalam satuan kilogram per musim
tanam dikonversi ke dalam hektar.
8. Pestisida Cair ( ), adalah jumlah pestisida padat yang digunakan dalam
proses produksi mentimun yang diukur dalam satuan liter per musim
tanam dikonversi ke dalam hektar
9. Tenaga Kerja ( ), adalah jumlah orang yang digunakan dalam
melakukan kegiatan proses budidaya mentimun yang diukur dalam hari
orang kerja (HOK) per musim tanam dikonversi ke dalam hektar.

4.5.6 Analisis Pendapatan Usahatani Mentimun


Ada dua pendapatan, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas
biaya total. Pendapatan atas biaya tunai didapat dari penerimaan tunai dikurangi
oleh total biaya tunai. Sedangkan pendapatan atas biaya total didapat dari total
penerimaan dikurang total biaya. Dimana total biaya merupakan jumlah dari biaya
tunai dengan biaya yang diperhitungkan. Oleh karena itu, dalam analisis usahatani
perlu diketahui tenntang penerimaan usahatanin, biaya usahatani, dan pendapatan
usahatani.

a. Penerimaan Usahatani Mentimun


Analisis penerimaan usahatani terdiri dari analisis penerimaan tunai,
penerimaan tidak tunai, dan penerimaan total. Penerimaan tunai usahatani
mentimun didapat dari hasil penjualaan produksi usahatani mentimun, sedangkan
peneriman tidak tunai merupakan hasil produk usahatani yang tidak dijual secara
tunai melainkan digunakan atau dikonsumsi secara pribadi, dan untuk penerimaan
total merupakan hasil penjumlahan antara penerimaan tunai dan penerimaan tidak
tunai.

40
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual (Soekartawi, 2006). Secara matematik, pernyataan ini dapat
dituliskan sebagai berikut :

Dimana :
TR = Total Penerimaan
Y = Produksi
Py = Harga

b. Biaya Usahatani Mentimun


Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam
suatu usahatani (Soekartawi, 2006). Biaya usahatani mentimun dibagi menjadi
dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya
sarana-sarana produksi dalam usahatani mentimun seperti benih, pupuk kandang,
kapur, pupuk kimia, pestisida, pupuk daun dan buah, serta tenaga kerja luar
kelurga yang dibayar secara tunai. Besarnya pendapatan kerja dan modal petani
seperti sewa lahan milik sendiri, sewa lahan bagi hasil, biaya tenaga kerja dalam
kelurga serta penyusutan peralatan merupakan biaya yang diperhitungkan.

c. Pendapatan Usahatani Mentimun


Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya
(Soekartawi, 2006). Secara sistematik, analisis pendapatan usahatani mentimun
yaitu :

Pd = TR – TC

Dimana :
Pd = Pendapatan Usahatani
TR = Total Penerimaan
TC = Total Biaya

41
Total penerimaan diperoleh dari perkalian hasil produksi dengan harga jual
per satuan, sedangkan total biaya diperoleh dari penjumlahan antara biaya tunai
dengan biaya yang diperhitungkan.
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan usahatani mempunyai nilai
penyusutan sehingga dalam analisis pendapatan perlu dilakukannya perhitungan
biaya penyusutan peralatan. Biaya penyusutan peralatan diperhitungkan
menggunakan metode garis lurus, yaitu membagi selisih antara nilai pembelian
dengan nilai sisa yang bernilai nol yang dikarenakan barang telah habis dipakai
sehingga umur ekonomisnya berakhir. Biaya penyusutan dapat dirumuskan,
sebagai berikut (Soekartawi, 1986):

Dimana :
Nb = Nilai Pembelian (Rp)
Ns = Nilai Sisa (Rp)
n = Umur Ekonomis (tahun)

42
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Desa Citapen

5.1.1 Letak Geografis dan Pembagian Administrasi


Desa Citapen terletak di wilayah Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat. Desa Citapen adalah salah satu dari 13 desa yang ada di
Kecamatan Ciawi yang berpotensi di bidang pertanian. Desa Citapen terletak
kurang lebih 30 km dari Ibukota Kabupaten Bogor, 120 km dari Ibukota Provinsi
Jawa Barat, dan 70 km dari Ibukota Negara Republik Inonesia.
Berdasarkan keadaan topografinya, Desa Citapen merupakan dataran
tinggi dimana ketinggian tempatnya yaitu mencapai 800 meter
-
- Celcius (Desa Citapen, 2010). Batas wilayah Desa Citapen adalah
sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Banjarsari


Sebelah Selatan : Desa Cileungsi
Sebelah Timur : Desa Cibedug
Sebelah Barat : Desa Cideurum

Luas wilayah Desa Citapen adalah 268.660 ha , dimana Desa Citapen


terbagi atas dua Dusun yang terdiri dari tujuh Rukun Warga (RW), dan 26 Rukun
Tangga (RT). Luas wilayah Desa Citapen menurut penggunaannya dapat dilihat
pada Tabel 4.
Berdasarkan data pada Tabel 4 wilayah persawahan memiliki nilai
presentasi yang terbesar dibanding wilayah lainnya yaitu 52,11 persen dari total
luas wilayah Desa Citapen. Besarnya angka dalam penggunaan lahan persawahan
mengindikasikan atau menunjukan bahwa usaha pertanian di Desa Citapen
berpotensi untuk dikembangkan, termasuk usahatani sayuran. Salah satu sayuran
yang dapat berkembang di Desa Citapen yaitu Mentimun.

43
Tabel 4. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan di Desa Citapen Tahun 2010
Wilayah Luas (ha/m²) Presentase (%)
Luas Tanah Sawah 140 54,9
Permukiman 110,366 43,3
Perkantoran 0,040 0,03
Pasar - -
Kawasan Industri - -
Sarana Pendidikan 0,250 0,10
Sarana Olahraga 1,2 0,47
Lahan Sawah 0,25 0,10
Kebun 2,804 1,10
Total Luas 254,91 100,00
Sumber : Desa Citapen, 2010

5.1.2 Keadaan Sosial Ekonomi


Perkembangan dan pembangunan suatu wilayah dapat dilihat salah
satunya dari pertumbuhan penduduk, sehingga pertumbuhan penduduk perlu
diperhatikan dengan baik. selain itu pembangunan suatu wilayah juga perlu
diperhatikan dengan melihat pertumbuhan ekonomi dan sumberdaya manusianya.
Desa Citapen pada tahun 2010 berjumlah 8.894 jiwa yang terdiri dari
4.637 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan yang berjenis kelamin perempuan terdiri
dari 4.257 jiwa. Jumlah kepala kelurga (KK) di Desa Citapen yaitu 2.173 KK
dengan tingkat kepadatan penduduk 338 jiwa per km. Banyaknya jumlah Jumlah
keluarga yang memiliki lahan pertanian tanaman pangan dan sayuran di Desa
Citapen terdiri dari 2.739 keluarga yang memiliki lahan kurang dari satu hektar
dan 183 keluarga yang memiliki lahan seluas 1-5 hektar (Desa Citapen, 2010).
Hal ini juga menunjukan bahwa Desa Citapen berpotensi dalam bidang pertanian,
baik dalam mengusahakan tanaman pangan atau sayuran, khususnya mentimun.
Penduduk Desa Citapen merupakan penduduk asli daerah. dan agama
yang dianut penduduk Desa Citapen hampir secara keseluruhan beragama Islam.
dari total jumlah penduduk Desa Citapen sebesar 8.894 jiwa, jumlah penduduk
yang pernah mengenyam bangku pendidikan sebesar 4336 jiwa (48,75 %) dan
untuk lulusan sekolah dasar sebesar 1899 jiwa (43,79 %). Tingkat Pendidikan
penduduk Desa Citapen dengan mayoritas petani dapat mempengaruhi tingkat
pemahaman dalam menjalankan usahatani mentimun.

44
Ditinjau dari jenis mata pencaharian pokok masyarakat Desa Citapen,
secara umum kegiatan ekonomi bergerak di sektor pertanian dengan profesi utama
sebagai petani dan buruh tani. Selain itu, profesi masyarakat Desa Citapen adalah
sebagai pegawai negeri dan swasta, pengrajin, pedagang, peternak, guru dan lain-
lain. Secara rinci jenis mata pencaharian pokok penduduk Desa Citapen dapat
dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Citapen Tahun 2010
No Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang) Presentase (%)
1 Petani 710 20,25
2 Buruh Tani 1950 55,62
3 Buruh 250 7,13
4 Pegawai Swasta 25 0,71
5 Pegawai Negeri 76 2,17
6 Pengrajin/Penjahit/Jasa 7 0,2
7 Pedagang 76 2,17
8 Peternak 8 0,23
9 TNI/POLRI 2 0,06
10 Tukang Kayu 50 1,43
11 Tukang Batu 25 0,71
12 Guru Swasta 7 0,2
13 Buruh Industri Kerajinan 320 9,13
TOTAL 3506 100
Sumber : Desa Citapen, 2010

Tabel 5 menunjukan bahwa presentase terbesar dari berbagai jenis mata


pencaharian pokok yang ada di Desa Citapen yang bergerak di bidang pertanian
yaitu sebesar 75,87 persen dari jumlah penduduk yang bekerja. Dimana mata
pencaharian tersebut adalah sebagai petani dan buruh petani. sedangkan mata
pencaharian yang memiliki presentase terkecil adalah TNI/POLRI yaitu 0,06
persen setiap jenis pekerjaannya dari total penduduk yang bekerja.

45
5.1.3 Gapoktan Rukun Tani
Kehidupan bertani merupakan kegiatan turun temurun sebagian besar
penduduk Desa Citapen. Teknik budidaya yang diterapkan dalam pengolahan
lahannya secara umum menggunakan jasa ternak kerbau dan traktor. Selain itu
para petani sudah mengenal adanya pergantian musim tanam.
Desa Citapen merupakan desa yang kaya akan potensi pertaniannya seperti
tanaman pangan, sayuran dan buah-buahan. Berdasarkan ketiga komoditas
tersebut umumnya petani di Desa Citapen bergerak di bidang tanaman pangan dan
sayuran. Komoditas unggulan yang ada di Desa Citapen yaitu Padi dan Cabai
Keriting tetapi tidak menutup kemungkinan untuk komoditas mentimun terus
berkembang dan menjadi komoditas unggulan.
Pada tahun 2001, berawal dari adanya persamaan kepentingan diantara
petani-petani yang ada di wilayah desa Citapen Kecamatan Ciawi dalam hal
komoditi hortikultura yang ditanam terutama komoditi sayuran dan juga dalam hal
pemasaran hasil panen. Saat itu, atas prakarsa petugas lapangan dari PT.
TANINDO, dibentuklah satu kelompok tani yang bernama Kelompok Tani
Pondok Menteng yang beranggotakan 25 orang.
Dalam rangka menyatukan kepentingan yang sama ke arah usaha
Agribisnis terpadu terutama dalam mengakses pasar dan permodalan, petani –
petani lainnya yang tergabung dalam kelompok tani tanaman pangan,
kelompoktani ternak dan kelompoktani pengrajin olahan hasil pertanian,
bergabung manjadi satu membentuk satu himpunan kelompok tani yang bernama
’Himpunan Rukun Tani’
Pada tanggal 29 Juni 2007 melalui bimbingan Petugas Penyuluh Pertanian,
’Himpunan Rukun Tani’ dikukuhkan melalui rapat pengukuhan Gapoktan yang
disahkan oleh Kepala desa dan Camat menjadi Gapoktan Rukun Tani dengan
anggota 236 orang. Sebagai legalitas Gapoktan, tanggal 26 November 2008,
Gapoktan Rukun Tani telah dikukuhkan dihadapan Notaris.
Para petani yang ada di Desa Citapen menjual atau memasarkan
sayurannya kepada Gapoktan Rukun Tani. Melalui Gapoktan Rukun Tani Petani
tidak mengalami kesulitan untuk memasarkan produknya, karena Gapoktan
Rukun Tani yang akan memasarkannya di pasar-pasar daerah Bogor.

46
Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Rukun Tani tidak hanya sebagai
wadah menyalurkan hasil panen para petani, tetapi merupakan juga suatu wadah
dalam mengumpulkan dan membina petani untuk saling berbagi informasi dalam
bidang usahatani sayuran khususnya mentimun dan pertanian atau komoditas
lainnya. Gapoktan Rukun Tani juga menyediakan berbagai macam input atau
saprodi yang diperlukan petani dalam melakukan budidaya sayurannya, mulai dari
benih, obat-obatan, pupuk, vitamin daun, serta tenaga kerja.
Gapoktan Rukun Tani memiliki tujuh kelompok tani yaitu Kelompok Tani
Pondok Menteng, Kelompok Tani Silih Asih, Kelompok Tani Sukamaju,
Kelompok Tani Bina Mandiri, Kelompok Tani Tani Jaya, Kelompok Tani Sawah
Lega, dan Kelompok Tani Wanita Citapen Berkarya. Berdasarkan ketujuh
kelompok tani, enam diantaranya merupakan kelompok tani yang bergerak
dibidang pertanian dan perternakan. Selain itu, satu kelompok tani yaitu kelompok
tani wanita citapen berkarya merupakan kelompok tani yang bergerak di
pengolahan hasil.
Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu dari tujuh
kelompok tani yang ada di Gapoktan Rukun Tani yang memiliki jumlah anggota
terbanyak yaitu 104 anggota. Kelompok Tani Pondok Menteng juga merupakan
pelopor terbentuknya Gapoktan Rukun Tani serta kelompok tani lainnya.
Kelompok Tani Pondok Menteng berdiri sejak tahun 2001 yang diketuai oleh
bapak H. Misbah hingga sekarang. Sekretariat Kelompok Tani Pondok Menteng
beralamat di jl. Raya Tapos Pondok Menteng Desa Citapen Kecamatan Ciawi
Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat.
Terbentuknya Kelompok Tani Pondok Menteng dapat mendorong dan
menumbuhkan usaha produktif dalam rangka meningkatkan produktivitas dan
pendapatan para petani anggotanya, menggalang persatuan dan kesatuan
masyarakat, dan memperkuat perekonomian di pedesaan. Kelompok Tani Pondok
Menteng memberikan juga pembinaan dan penyuluhan kepada para petani
anggotanya yang berkaitan dengan pertanian seperti pola tanam, kegiatan
budidaya hingga dalam penanganan pasca panen. Struktur kepengurusan
organisasi Kelompok Tani Pondok Menteng cukup sederhana, dimana hanya
terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara.

47
5.2 Karakteristik Petani Responden
Petani responden dalam penelitian ini adalah petani yang peranah
mengusahakan mentimun dan tergabung dalam kelompok tani pondok menteng.
Karakteristik petani yang dianggap penting mencakup Status usaha, umur, tingkat
pendidikan, pengalaman bertani mentimun, luas lahan yang digunakan dalam
bertani mentimun, dan status kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut dipilih
karena dianggap mempengaruhi dalam pelaksanaan usahatani mentimun terutama
dalam pelaksanan teknik budidaya yang dapat berpengaruh terhadap produksi
mentimun.

5.2.1 Status Usaha


Pada umumnya pekerjaan utama petani responden dalam penelitian ini
adalah sebagai petani dan buruh tani yaitu sebanyak 32 orang (91,4%) dari total
responden sebanyak 35 orang dan sisanya memilih pekerjaan lain. Pekerjaan
utama responden mayoritas sebagai petani dan buruh tani dengan usahatani
mentimun, caisin, cabai, buncis, kacang panjang dan sayuran lainnya. adapun
pekerjaan sampingan yang diusahakan petani responden antara lain buruh
bangunan, tukang ojek, pedagang dan peternak. Karakteristik petani responden
berdasarkan status usaha dapat di lihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Usaha di Kelompok


Tani Pondok Menteng Tahun 2010
Status Usaha Jumlah Responden (Orang) Presentase (%)
Utama 32 91,43
Sampingan 3 8,57
Jumlah 35 100

5.2.2 Umur
Petani responden mentimun didaerah penelitian yaitu Desa Citapen
memiliki umur yang berkisar antara 25-65 tahun, sehingga berdasarkan tingkat
umurnya dapat dikelompokan menjadi empat kelompok, yaitu petani responden

48
berkisar antara 25-34 tahun, 35-44 tahun, 45-54 tahun, dan kelompok usiah diatas
55 tahun.
Gambaran kelompok usia tersebut memperlihatkan kegiatan bertani
banyak dilakukan oleh penduduk yang berusia produktif. Dimana usia produktif
memiliki kekuatan fisik yang baik dan semangat yang tinggi untuk terus bekerja
dimana mereka mempunyai tanggungan kelurga yang perlu mereka hidupi. lain
halnya untuk kelompok usia di atas 55 tahun, kemampuan fisiknya kurang baik
atau dengan kata lain kekuatan fisik yang dimiliki terbatas sehingga dalam
melakukan pekerjaannya akan mudah lelah. Rincian sebaran umur responden
dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur di Kelompok Tani


Pondok Menteng Tahun 2010
Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
25-34 7 20
35-44 15 42,86
45-54 7 20
≥ 55 6 17,14
Total 35 100

Pada Tabel 7 dapat dilihat jumlah umur tertinggi berada pada kelompok
umur produktif yaitu 24-34 tahun, 35-44 tahun, dan 45-54 tahun, dimana
presentasenya sebesar 20 persen, 42,86 persen, dan 20 persen. Sedangkan untuk
jumlah umur terendah atau berada pada kelompok umur lebih besar dari 55 tahun
yang berjumlah enam orang dari total petani responden dengan presentase sebesar
17,14 persen.

5.2.3 Tingkat Pendidikan


Tingkat pendidikan memiliki pengaruh dalam melaksanakan kegiatan
usahatani, karena dengan tingkat pendidikan diharapkan para petani dapat atau
mampu menjalankan usahataninya dengan lebih baik, dimana didukung dengan
pengetahuan wawasan yang semakun luas. Pada umumnya petani yang memiliki

49
tingkat pendidikan yang terbatas masih menggunakan teknologi secara sederhana
dan turun temurun dalam kegiatan usahanya. Oleh karena tingkat pendidikan juga
cukup berpengaruh dalam tingkat penyerapan teknologi baru selain dalam
pelaksanaan usahatani mentimun.
Tingkat pendidikan petani responden terdiri dari Sekolah Dasar (SD)
hingga perguruan tinggi, tetapi ada pula petani yang tidak tamat sekolah dasar.
Pada Tabel 8 tingkat pendidikan yang paling banyak dimiliki petani responden
yaitu tingkat pendidikan sekolah dasar sebanyak 17 petani responden yang lulus
sekolah dasar dengan presentase sebesar 48,57 persen. Karakteristik dari petani
mentimun yang menjadi responden dapat dilihat pada Tabel 8

Tabel 8. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di


Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2010
Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Presentase (%)
Tidak Tamat SD 8 22,86
Tamat SD 17 48,57
SMP/Sederajat 3 8,57
SMA/Sederajat 6 17,14
Perguruan Tinggi 1 2,86
Total 35 100

5.2.4 Pengalaman Bertani


Pengalaman dalam usahatani dapat menentukan suatu keberhasilan
usahatani mentimun dan dapat mempengaruhi pada tingkat produktivitas
usahatani mentimun. Petani responden dengan pengalaman yang cukup lama
mempunyai pemahaman yang lebih baik dalam menangani masalah yang ada.
Kemampuan tersebut dapat seperti kemampuan menentukan dalam faktor
produksi yang digunakan dalam usahatani. Oleh karena itu tingkat pengalaman
petani dapat dilihat dari berapa lama petani terjun dalam usahatani.
Pada umumnya petani responden memiliki pengalaman dalam usahatani
mentimun cukup lama, karena profesi sebagai petani merupakan mata pencarian
yang dilakukan secara turun temurun. Dengan demikian petani responden tahu

50
kapan harus menanam mentimun dan dapat mengatasi masalah yang terjadi
dalam kegiatan usahatani secara teknisnya.
Presentase terbesar pada pengalaman usahatani yaitu lebih dari 10 tahun
yaitu sebanyak 23 orang dengan presentase sebesar 65,71 persen dari total petani
responden. Sedangkan jumlah terkecil ada pada rentan pengalaman kurang dari
lima tahun yaitu sebanyak lima orang dengan presentase sebesar 14,29 persen.
karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman bertani dapat dilihat pada
Tabel 9.

Tabel 9. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Bertani di


Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2010
Pengalaman Bertani (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Presentase (%)
< 4,9 tahun 5 14,29
5,1-9,9 tahun 7 20
≥10 Tahun 23 65,71
Total 35 100

5.2.5 Luas Lahan Mentimun


Petani responden di Kelompok Tani Pondok Menteng memiliki luas lahan
yang digunakan dalam usahatanu cukup beragam yaitu antara 0,03-2 hektar.
Sedangkan untuk luas lahan yang digunakan dalam bertani mentimun berkisar
antara 0,03-1 hektar. Luas lahan tertinggi berada pada katagori luas lahan lebih
dari 1 hektar yaitu sebanyak 11 petani responden dengan presentase sebesar 31,43
persen, sedangkan tiga petani dari total petani responden menggunaan luas lahan
dengan katagori yang terendah berada di luas lahan antara 0,7-0,99 hektar atau
8,57 persen. Secara rinci jumlah penguasaan lahan dapat dilihat pada Tabel 10.

51
Tabel 10. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas lahan Mentimun di
Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2010
Luas Lahan (Ha) Jumlah Responden (Orang) Presentase (%)
< 0,1 6 17,14
0,1-0,39 8 22,86
0,4-0,69 7 20
0,7-0,99 3 8,57
≥1 11 31,43
Total 35 100

5.2.6 Status Kepemilikan Lahan


Status kepemilikan lahan petani responden terdiri dari milik sendiri, sewa,
pengelola, dan bagi hasil. Jumlah petani responden yang memiliki status lahannya
sebagai lahan milik sendiri sebanyak 12 orang dengan presentase 34,28 persen,
untuk petani responden yang melakukan usahatani dengan menyewa lahan yaitu
sebanyak 14 orang petani responden dengan presentase sebesar 40 persen,
sedangkan untuk lima orang petani responden menggunakan lahan untuk
usahatani dengan status lahan yaitu sebagai penggarap atau pengelola dengan
presentase sebesar 14,29 persen, sedangkan ada empat orang atau 11,43 persen
dari total keseluruhan petani responden yang mempunyai sistem bagi hasil dalam
melakukan usahatani. Status kepemilikan lahan petani responden secara rinci
dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Karakteristik Petani Responden Mentimun Berdasarkan Status


Kepemilikan Lahan di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2010
Status Kepemilikan lahan Jumlah Responden (Orang) Presentase (%)
Sendiri 13 37,14
Sewa 14 40
Pengelola 4 11,43
Bagi Hasil 4 11,43
Jumlah 35 100

52
5.2.7 Pola Tanam Mentimun
Pola tanam perlu dilakukan oleh petani dalam memanfaatkan luas lahan
yang dimilikinya. Pada tahun 2010, petani responden yang ada di daerah
penelitian memiliki pola tanam dalam satu tahun dengan komoditas yang berbeda-
beda. Para petani responden atau petani mentimun dalam melakukan usahatani
mentimun menggunakan pola tanam monokultur. Sebanyak 35 petani responden
menanam mentimun dengan pola tanam monokultur yaitu menanam satu jenis
tanaman pada lahan dan waktu yang sama.
Pola tanam terkait dengan penggunaan lahan tanam yang ditanami, yaitu
penggunaan lahan secara total keseluruhan lahan dan penggunaan sebagian lahan
dari total lahan. Sebanyak 35 petani responden, dimana enam petani responden
menggunakan lahan tanam secara menyeluruh untuk tanaman mentimun.
Sedangkan 29 petani responden lainnya menggunakan sebagian lahan tanam dari
total lahan untuk mentimun. Setiap musimnya 29 petani responden tersebut
melakukan usahatani lebih dari satu jenis tanaman sayuran secara monokultur,
yang sisa lahan tanam lainnya di tanami sayuran lainnya. Tujuan dilakukan
penanaman dengan komoditas yang berbeda pada persil yang berbeda atau sama
oleh petani responden yaitu untuk mengatasi adanya kegagalan selama produksi.
Umumnya pola tanam yang dilakukan oleh petani responden pada musim
tanam pada tahun 2010 dari bulan januari hingga bulan desember secara
monokultur dapat dilihat pada Gambar 7.

1,5

0,5

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan
Keterangan : = Caisin = Cabai/Tomat
= Mentimun
Gambar 7. Pola Tanam Pertama Komoditas Sayuran Petani Responden di
Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2010

53
Pada Gambar 7 umumnya pola tanam yang dilakukan para petani yaitu pada bulan
januari hingga bulan april menanam mentimun. Pada bulan april hingga juni
menanam sayuran caisin dan pada bulan berikutnya dilanjutkan dengan menanam
tanaman cabai atau tomat atau dapat ditanam dengan sayuran lainnya. Selain itu,
petani mentimun ada yang dalam satu tahun dapat menanam mentimun dua kali.
Adapun pola tanam yang kedua dapat dilihat pada Gambar 8.

1,5

11
Ha
0,5

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan
Keterangan : = Caisin = Padi
= Mentimun
Gambar 8. Pola Tanam Kedua Komoditas Sayuran Petani Responden di
Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2010

Berdasarkan Gambar 7 dan Gambar 8 bahwa tanaman mentimun


umumnya ditanam saat musim hujan yaitu pada bulan desember hingga bulan
mei. Pertumbuhan tanaman mentimun lebih baik saat musim hujan dibandingkan
musim kemarau. Hal ini dikarenakan tanaman mentimun membutuhkan banyak
air bagi pertumbuhannya sama halnya dengan tanaman caisin yang juga
memrlukan banyak air dalam pertumbuhannya. Tanaman mentimun salah satu
tanaman sayuran yang memiliki masa tanam yang singkat yaitu memiliki masa
tanam selama tiga bulan hingga panen habis.
Pola tanam yang telah diterapkan oleh petani responden telah mengikuti
prinsip dalam melakukan teknik budidaya tanaman, yaitu lahan yang telah
digunakan atau ditanami satu jenis tanaman, maka untuk musim tanam
selanjutnya dengan lahan yang sama tidak dapat ditanami kembali dengan jenis
tanaman yang sama atau dalam famili yang sama. Hal tersebut dikarenakan bahwa
lahan yang sudah ditanami oleh tanaman yang sama berulang kali secara berturut-
turut setiap musimnya maka siklus atau rantai hama dan penyakit yang ada tidak
dapat terputus. Oleh karena itu, petani responden melakukan penanaman tanaman

54
sayuran yang berbeda setiap musimnya untuk memutus rantai hama dan penyakit
pada satu tanaman sayuran.

5.2.8 Penggunaan Input Produksi Mentimun


Faktor-faktor produksi atau input produksi yang digunakan dalam
budidaya mentimun yaitu benih mentimun dengan varietas wulan F1, pupuk
kandang, kapur, pupuk kimia (pupuk ZA, pupuk NPK, pupuk urea, pupuk KCL,
dan Pupuk TSP), pupuk daun dan buah, pestisida padat, pestisida cair, serta tenaga
kerja. Petani responden dalam penggunaan input produksi berbeda-beda. Adapun
rata-rata penggunaan input produksi mentimun dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rata-Rata Penggunaan Input Produksi Mentimun Per Hektar di


Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun 2010

No Input Produksi Satuan Musim Hujan Musim Kemarau

1. Benih Gram 1.139,095 1.298,33


2. Pupuk Kandang Kilogram 14.859,21 14.859,21
3. Kapur Kilogram 1.601,92 1.601,92
Pupuk Kimia
Pupuk ZA Kilogram 295,192 291,96
Pupuk NPK Kilogram 329,881 327,381
4.
Pupuk urea Kilogram 279,839 279,839
Pupuk KCL Kilogram 239,32 239,32
Pupuk TSP Kilogram 163,4 163,4
5. Pupuk Daun & Buah Kilogram 3,46 3,46

Pestisida Padat
Antrakol Kilogram 4,56 4,53
6. Sevin Kilogram 2,21 2,27
Khardan Kilogram 1 1
Lanet Kilogram 1,98 2,23

Pestisida Cair
Winder Liter 1,97 1,96
7.
Churacon Liter 2,79 2,95
Plengket Liter 1,13 0,81
8. Tenaga Kerja HOK 216,11 216,11

55
5.3 Gambaran Umum Usahatani Mentimun Di Desa Citapen
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan,sebagain besar penduduk di Desa
Citapen berprofesi sebagai petani dan buruh tani (Tabel 5). Para petani tersebut
melakukan berbagai macam usahatani mulai dari tanaman pangan, buah-buahan
dan sayuran. Banyak jenis sayuran yang diusahakan oleh para petani di Desa
Citapen, yaitu caisin, mentimun, cabai, tomat, buncis dan masih banyak sayuran
lainnya. Sebagian besar petani responden membudidayakan mentimun secara
monokultur. Berdasarkan wawancara kepada petani responden di lokasi penelitian
usahatani mentimun yang di lakukan di Kelompok Tani Pondok Menteng dimulai
dari persiapan lahan (pemupukan), penanaman, pemupukan susulan, pemeliharaan
tanaman, pengecoran, pengendalian hama dan penyakit, serta panen dan
pascapanen.

5.3.1 Persiapan Lahan


a. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah, sehingga
tanah menjadi gembur serta aerasi dan drainase tanah menjadi lebih baik. Menurut
Wahyudi (2010) pembajakan atau mencangkul lahan untuk membalik tanah dan
memperbaiki struktur tanah. Pengolahan tanah untuk tanaman mentimun yang
dilakukan petani responden berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di
lokasi penelitian yaitu dengan cara tanah diolah terlebih dahulu hingga gembur.
Pengolahan tanah tersebut dilakukan dengan menggunakan cangkul, dengan
menggemburkan tanah hal itu juga berarti dapat memusnahkan hama dan penyakit
yang ada di dalam tanah.
b. Pembuatan Bedengan
Tanah yang telah di gemburkan telah siap untuk di buat bedangan. Di
Desa Citapen rata-rata petani responden membuat bedengan yang sederhana
dimana lebar bedengan 120 cm, lebar selokan 50 cm dan tinggi bedengan 40 cm
saat musim hujan berbeda tinggi bedengan saat musim kemarau yaitu 30 cm.
Perbedaan tinggi bedengan saat musim hujan lebih tinggi dibandingkan bedengan
saat musim kemarau dikarenakan agar pupuk yang ada di dalam lubang bedengan
tidak keluar. Menurut Wahyudi (2010) bedengan yang sederhana memiliki ukuran

56
untuk lebar bedengan 110 cm, lebar selokan 50-60 cm, dan tinggi bedengan 15-20
cm. Bedengan yang digunakan oleh petani responden berdasarkan hasil
wawancara dan pengamatan langsung di lapangan mendekati ukuran yang telah
dijelaskan oleh Wahyudi (2010).

c. Pemupukan dan Pengapuran


Berdasarkan wawancara terhadap petani responden di tempat penelitian
penggunaan kapur dan pemupukan dasar dilakukan dengan cara diberikan disetiap
lubang tanam lalu pupuk dan kapur di campur dengan tanah dan tanah tersebut
diistirahtkan selama tujuh hari, hal ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan pH
tanah dan menyuburkan tanah dan menetralkan pH agar siap untuk ditanami.
Dalam pemupukan dasar dan pengapuran lubang tanam yang ada pada bedengan
berkisar antara 8-10 cm, dan petani responden dalam pemupukan dasar
menggunakan pupuk kandang. Di bawah ini dapat dilihat gambar mengenai setiap
lubang tanam yang telah dilakukan pemupukan dasar dan pengapuran.

Gambar 9. Pemupukan dan Pengapuran

5.3.2 Penanaman
Penanaman mentimun perlu memperhatikan pengaturan waktu tanam,
pengaturan jarak tanam, dan cara tanam. Berdasarkan hasil wawancara
penanaman mentimun baik dilakukan di lahan bekas sawah. Bulan yang baik
untuk mentimum saat musim hujan (oktober-maret). Selain pengaturan waktu
yang baik dalam penanaman mentimun berdasarkan musim, penentuan
penanaman mentimun dapat dilakukan berdasarkan harga dipasar.

57
Jarak tanam yang digunakan petani responden yaitu 60 x 50 cm. Jarak
tanam yang terlalu rapat menyebabkan tanaman mudah diserang hama penyakit.
Jarak tanaman yang terlalu jauh dalam pemanfaatan lahan kurang efektif sehingga
berdampak pada hasil produksi yang kurang maksimal. Para petani responden di
tempat penelitian pada umumnya melakukan penanaman secara monokultur atau
tunggal. Menurut Wahyudi (2010) sebelum penanaman di lahan, siram bibit
dipersemaian sampai media benar-benar lembab hingga kebagian dasarnya, tetapi
berdasarkan wawancara di tempat penelitian para petani responden dalam cara
menanam mentimun tidak dilakukan persemaian terlebih dahulu dikarenakan
benih mentimun yang digunakan memiliki mutu yang baik sehingga hasil yang
didapatkan pun cukup baik.
Penanaman dilakukan setelah lahan yang dipersiapkan di istirahatkan
selama kurang lebih tujuh hari. Dalam satu lubang tanam diberi dua benih
mentimun dengan diberi jarak dua centimeter dimana dimaksudkan agar setiap
benih mendapat nutrisinya masing-masing. Benih tersebut ditaruh dilubang tanam
dengan kedalaman antara 3-5 cm, jika terlalu dalam dikhawatirkan titik
tumbuhnya tergangu oleh percikan air dan tanah. Jika terlalu dangkal
dikhawatirkan benih yang telah tumbuh akan patah, mengingat batang bibit
mentimun bersifat sukulen (tidak berkayu).

Gambar 10. Tanaman Mentimun

58
5.3.3 Pemupukan Susulan
Tujuan pemupukan adalah meningkatkan pertumbuhan dan mutu hasil
tanaman. Pemupukan diberikan pada saat tanaman menunjukkan sejumlah
kebutuhan unsur hara agar diperoleh keefisienan yang maksimal. Pemberian
pupuk padat dilakukan dengan cara ditugal, disebar di atas tanah atau di sebelah
tanaman, sedangkan pemberian pupuk daun atau vitamin tumbuh dengan cara
menyemprotkan pada daun, bersama air disemprotkan sebagai perlakuan
tambahan.
Berdasarkan hasil wawancara, para petani responden melakukan
pemupukan lanjutan dengan dua cara. Pemupukan tahap pertama dilakukan
secara ditugal dan pemupukan kedua dilakukan dengan cara pengecoran.
Pemupukan lanjutan pertama yang dilakukan secara tugal dilakukan
setelah tanaman berumur tujuh hari setelah tanam dengan pemberian pupuk kimia.
Pupuk kimia yang biasa digunakan yaitu pupuk ZA, pupuk NPK, pupuk Urea,
pupuk KCL, dan pupuk TSP. Pemupukan selanjutnya yaitu dengan cara
pengecoran dimana pupuk yang digunakan terdiri dari pupuk kandang yang telah
dimatangkan terlebih dahulu lalu ditambahkan dengan pupuk ZA dan pupuk NPK,
ketiga pupuk tersebut dicampur jadi satu menggunakan air. Pengecoran dilakukan
pada saat tanaman 10 HST dan pengecoran dilakukan sebanyak lima kali hingga
panen habis dengan jarak setiap 10 hari. Adapun beberapa pupuk kimia yang
digunakan dalam budidaya mentimun dapat dilihat pada Gambar 11

Gambar 11. Pupuk SP-36 (TSP) dan Pupuk NPK

59
5.3.4 Pemeliharaan Tanaman
Tanaman yang telah ditanam perlu mendapatkan perhatian yang baik yaitu
dengan cara pemeliharaan tanaman. Pemeliharaan tanaman bertujuan untuk
menjaga tanaman agar pertumbuhan tanaman normal dan sehat, sehingga produksi
yang dihasilkan pun maksimal. Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang
dilakukan kepada petani responden di Desa Citapen, pemeliharaan tanaman
mentimun yang dilakukan oleh petani responden meliputi penyulaman,
pemasangan ajir, penyiangan, dan perlindungan dari hama dan penyakit.

a. Penyulaman
Penyulaman dilakukan dengan tujuan untuk menggantikan tanaman yang
mati, rusak atau kurang dalam pertumbuhannya (kerdil) kemudian ditanam
kembali benih baru. Pada umumnya petani responden melakukan Penyulaman
tersebut saat tanaman berumur 5-7 HST dan hanya dilakukan satu kali
penyulaman.

b. Pemasangan Ajir
Menurut Wahyudi (2010) fitrah tanaman mentimun sebenarnya menjalar
dipermukaan tanah. Namun, karena menginginkan permukaan kulit buahnya
mulus dengan warna yang tidak belang, maka diperlukan ajir penopang agar buah
mentimun menggantung. Pemasangan ajir berfungsi untuk membantu tanaman
tumbuh tegak. Berdasarkan wawancara kepada petani responden, pada umumnya
para petani memakai turus yang terbuat dari bambu yang memiliki panjang
kurang lebih 1,5-2,5 meter. Menancapkan ajir disamping tanaman, sekitar 7-10
cm dari pangkal tanaman, dengan posisi miring kedalam bedengan hingga
bersilang di bagian ujung ajir tanaman didepannya lalu ikat menggunakan tali
rafia pada pertemuan ajir. Bagian bawah dibuat runcing agar mudah untuk
ditancapkan didalam tanah. Satu tanaman mentimun menggunakan satu turus.
Pemasangan ajir dilakukan saat tanaman berumur 10 HST dimana saat tanaman
mentimun masih berukuran kecil.

60
c. Penyiangan
Salah satu penghambat produksi mentimun adalah adanya penyakit yang
lebih dominan dari pada hama (Wahyudi, 2010), Oleh karena itu perlu dilakukan
penyiangan. Penyiangan perlu dilakukan untuk membersihkan tanaman mentimun
dari tanaman gulma (tanaman penggangu) seperti rumput liar dan tanaman lain
yang berada disekitar tanaman mentimun. Penyiangan dilakukan pada saat
tanaman telah berumur 10 HST. Alat yang biasa digunakan untuk melakukan
penyiangan adalah cangkul kecil atau kored.

d. Penyiraman
Penyiraman dilakukan oleh petani responden ketika musim kemarau
atapun saat hujan jarang terjadi, hal tersebut dilakukan guna membantu tanaman
mentimun untuk tumbuh. Penyiraman dilakukan saat tanaman mentimum masih
kecil hingga 7-14 HST selanjutnya penyiraman tersebut dapat digantikan oleh
pengecoran dimana pengecoran tersebut sudah mengandung air. Penyiraman pada
umumnya dilakukan oleh petani responden seminggu tiga kali dikarenakan
susahnya memperoleh sumber air. Sumber air yang digunakan oleh petani
responden yaitu berasal dari parit yang dialirkan ke dalam selokan bedengan
sehingga air dapat terserap oleh tanah. Petani responden yang memiliki lahan di
daerah pegunungan membutuhkan kegiatan penyiraman lebih banyak atau intens
dibandingkan dengan petani responden yang memiliki lahan di sawah atau dekat
dengan persawahan, dikarenakan lahan di daerah pegunungan memiliki tanah
yang lebih kering saat musim panas.

e. Perlindungan Hama dan Penyakit


Pencegahan dan pemberantasan hama penyakit dilakukan secara intensif,
dengan selang waktu tujuh hari setelah tanam dan selanjutnya selang waktu 10
hari dilakukan penyemprotan. Penyemprotan pestisida yang baik yaitu dalam
penggunaanpupuk daun dan buah, Insektisida, dan fungisida tidak dilakukan
bersamaan. Seperti penggunaan pertama yaitu penyemprotan insektisida
dilakukan lalu dua hari kemudian dilakukan penyemprotan fungisida, setelah itu
dua hari kemudian dilakukan penyemprotan pupuk daun dan buah. Tetapi

61
berdasarkan wawancara dilapangan, para petani responden kebanyak mencampur
jadi satu pupuk daun dan buah, Insektisida, dan fungisida dengan alasan
meminimalkan penggunaan tenaga kerja. Adapun Pestisida yang digunakan dapat
dilihat pada Gambar 12 a dan b

Gambar 12. a. Pestisida Padat

Gambar 12. b Pestisida Cair

5.3.5 Panen
Mentimun memiliki banyak varietas sehingga umur panennya pun
berbeda-beda seperti varietas mayapanda F1dan Venus dapat dipanen saat umur
32 HST, Panda dapat dipanen pada umur 33 HST (Wahyudi,2011). Mentimun
yang ditanam para petani responden di kelompok tani pondok menteng sebagian
besar varietas Wulan F1 cap panah merah sehingga tanaman mentimun dapat

62
dipanen ketika tanaman berumur 33-35 HST. Pemanenan dilakukan setiap dua
hari atau tiga hari sekali dengan depalan hingga 15 kali pemanenan dikarenakan
perkembangan buah mentimun termasuk cepat. Satu tanaman mentimun yang baik
pada umumnyamenghasilkan dua kilogram mulai dari awal pemanenan hingga
panen habis. Waktu panen biasa dilakukan pada pagi hari.

Gambar 13. Mentimun varietas Wulan F1 dan Mentimun Siap Kirim

5.3.6 Hama dan Penyakit


Seperti pada tanaman lainnya, keberadaan hama dan penyakit pada
tanaman mentimun dapat merugikan para petaninya. Masalah tersebut pada
umumnya dapat diatasi dengan mengetahui secara baik hama dan penyakit yang
menyerang tanaman mentimun, sehingga dalam pemilihan pestisida yang akan
digunakan sesuai untuk diaplikasikan. Kesalahan yang sering dilakukan para
petani terjadi dalam pemberian pestisida yaitu dosis yang tidak tepat dimana para
petani kurang memperhatikan cara pemakaian yang telah ditentukan sehingga
penggunaan atau pemakaian pestisida melebih dari aturan yang telah ditetapkan.
Selain itu sebagaian besar petani dalam memberikan pestisida juga hanya
berdasarkan pengalamannya. Menurut Wahyudi (2010) hama dan penyakit yang
sering menyerang dalam usahatani mentimun adalah Thrips dan Aphids, Mites,
Downy Mildew, dan Powdery Mildew. Berdasarkan wawancara kepada petani
responden kelompok tani pondok menteng hama dan penyakit yang sering
menyerang mentimun yaitu cacantal, ulat daun, kutu daun, thrips, kresek daun dan
embun tepung.

63
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman mentimun dapat dilakukan
dengan cara pemberian pestisida Pengendalian hama dengan pengendalian
penyakit dilakukan berbeda, dimana untuk pengendalian penyakit dapat dicegah
dengan penyiangan secara rutin dan pergantian tanaman karena jika setelah panen
tetap ditanami mentimun atau tanaman yang sama secara terus menerus makan
penyakit sebelumnya akan berpindah ke tanaman yang baru. Sedangkan untuk
pengendalian hama yaitu dengan Pemberian fungisida bertujuan untuk mencegah
hama sedangkan pemberian insektisida bertujuan untuk memberantas hama.
Hama dan penyakit disebebkan oleh cuaca yang berubah-ubah seperti dalam satu
hari terjadi hujan dan panas atau bisa dari cipatran obat pestisida yang mengenai
tanaman mentimun saat hujan ditandai dengan adanya bintik-bintik hitam.
Petani responden di Kelompok Tani Pondok Menteng dalam membrantas
hama menggunakan insektisida dan fungisida. Insektisida yang biasa digunakan
petani dalam usahatani mentimun yaitu lanet, sevin, winder, khardan, curachron
sedangkan untuk fungisida, petani responden menggunakan antrakol atau dittane.
Setiap kali penyemprotan pada umumnya para petani responden menggabungkan
fungisida dan insektisida serta di tambah penggunaan pupuk daun dan buah.
Pemberian pupuk daun dilakukan satu atau dua kali dalam penyemprotan untuk
merangsang tumbuhnya bunga, setelah tumbuh bunga pupuk daun lalu digantikan
pupuk buah agar buah cepat tumbuh. Untuk pestisida padat para petani responden
menggunakan satu sendok makan untuk dosisnya sedangkan untuk pestisida cair
ukuran yang digunakan yaitu satu tutup botol. Pestisida dan pupuk tersebut lalu
dicampur 14 liter air. Pada umumnya petani responden melakukan penyemprotan
secara massal, dalam satu periode musim tanam penyemprotan dilakukan
sebanyak 4-5 penyemprotan.

Gambar 14. Hama Cacantal dan Penyakit Kresek Daun

64
VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAN PENDAPATAN
USAHATANI MENTIMUN

6.1 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Mentimun


Pemilihan input atau faktor-faktor produksi dalam usahatani mentimun
perlu dilakukan, karena dengan pemilihan input atau faktor produksi yang tepat
atau tidak tepat akan berpengaruh pada tinggi rendahnya produksi mentimun yang
didapat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa input produksi atau faktor-faktor
produksi mentimun memiliki risiko produksi. Selain itu indikasi adanya suatu
risiko produksi yang terjadi pada usahatani mentimun dapat dilihat dari fluktuasi
produktivitas yang terjadi pada tanaman mentimun.
Untuk mengetahui risiko produksi mentimun pada input atau faktor-faktor
produksi mentimun dapat dianalisis menggunakan model fungsi produksi Just and
Pope, dimana model tersebut menunjukan adanya pengaruh faktor-faktor produksi
terhadap produktivitas mentimun. Persamaan fungsi produksi yang digunakan
yaitu fungsi produksi Cobb-Douglass dalam bentuk persamaan logaritma natural.
Analisis risiko produksi menggunakan fungsi model GARCH (1,1), dimana model
GARCH (1,1) mempunyai nilai variance produksi yang diperoleh dari hasil
pendugaan persamaan produksi rata-rata dan persamaan variance produksi. Hasil
pendugaan model GARCH (1,1) terhadap persamaan fungsi produksi rata-rata dan
variance produksi pada tanaman mentimun dapat dilihat pada Lampiran 10 .
Pada Lampiran 5 dapat dilihat bahwa hasil pendugaan persamaan fungsi
produksi dan variance produksi terdapat nilai koefisien determinasi (R2) yang
relatif kecil yaitu 31,91 persen. Nilai koefisian determinasi (R2) tersebut memiliki
arti bahwa 31,91 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan secara bersama-
sama oleh model, sedangkan sisanya sebesar 68,09 persen digambarkan oleh
komponen error atau faktor-faktor lain diluar model. Walaupun nilai koefisien
determinasi (R2) relatif kecil, model tersebut cukup baik dalam menjelaskan
pengaruh penggunaan input terhadap produksi dan pengaruh risiko produksi
musim sebelumnya terhadap risiko produksi musim tertentu. Risiko produksi
musim sebelumnya dapat ditunjukan oleh error kuadrat musim sebelumnya (ε2t-1)

65
dan varian error musim sebelumnya (σ2t-1), sedangkan risiko produksi musim
tertentu dapat ditunjukan oleh varian error musim tertentu (σ2t).
Hasil pendugaan parameter variance error produksi periode tertentu pada
persamaan variance mentimun menunjukkan bahwa error kuadrat musim
sebelumnya mempunyai taraf nyata diatas 35 persen, sedangkan variance error
produksi musim sebelumnya mempunyai taraf nyata dibawah 15 persen. kedua
parameter pada variance error musim sebelumnya memiliki tanda positif, hal
tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi risiko produksi mentimun pada
musim sebelumnya, maka semakin tinggi risiko produksi pada musim berikutnya.
Pengujian model dugaan dapat menggunakan uji-F selain menggunakan
nilai koefisien determinasi (R2). Uji-F dilakukan untuk mengetahui apakah
faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata
terhadap produktivitas mentimun. Berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi
produksi dan variance produksi pada usahatani mentimun menunjukan bahwa
nilai F-hitung sebesar 1,23, maka nilai tersebut lebih kecil dari nilai F-Tabel.
Dimana nilai F-tabel berasal dari F(8, 70-8-1) yaitu 2,02. Karena nilai F-hitung lebih
kecil dari F-tabel, hal tersebut berarti bahwa semua faktor produksi yang
digunakan dalam usahatani mentimun secara bersama-sama tidak berpengaruh
nyata terhadap produksi dan variance produksi mentimun petani responden pada
taraf nyata lima persen. Hal tersebut diduga bahwa sumber-sumber risiko seperti
hama dan penyakit, air, cuaca dan alam berpengaruh nyata terhadap produktivitas
mentimun.

6.1.1 Analisis Faktor-Faktor pada Produktivitas Mentimun


Faktor-faktor pada produktivitas mentimun dapat di duga menggunakan
delapan variabel yaitu benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia, pupuk daun
dan buah, pestisida padat, pestisida cair serta Tenaga kerja. Delapan variabel
tersebut merupakan variabel yang di duga dapat mempengaruhi produktivitas
tanaman mentimun. Adapun hasil pendugaan dengan delapan variabel tersebut
dapat dilihat pada Tabel 13.

66
Tabel 13. Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Produktivitas Rata-rata Mentimun
di Desa Citapen 2011
Variabel Koefisien Std. Error z-Statistic Peluang
Konstanta 7,740909 1,191593 6,496272 0,0000
Benih (X1) 0,580311 0,217962 2,662440 0,0078
Pupuk Kandang (X2) 0,007970 0,131182 0,060755 0,9516
Kapur (X3) -0,186202 0,144258 -1,290756 0,1968
Pupuk Kimia (X4) 0,081976 0,143482 0,571329 0,5678
Pupuk D & B (X5) 0,132046 0,071739 1,840650 0,0657
Pestisida Padat (X6) 0,052479 0,174470 0,300793 0,7636
Pestisida Cair (X7) 0,146938 0,112880 1,301720 0,1930
Tenaga Kerja (X8) -0,192960 0,119957 -1,608579 0,1077

a. Benih (X1)
Penggunaan benih mentimun merupakan salah satu faktor yang
dibutuhkan dalam kegiatan usahatani mentimun. Berdasarkan tanda parameter
pada variabel benih, menunjukan bahwa parameter benih memiliki tanda positif
yaitu sebesar 0,5803 yang berarti semakin banyak benih yang digunakan dalam
suatu proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun akan
meningkat sebesar 0,5803 persen. Berdasarkan hasil pendugaan parameter
variabel benih memiliki peluang sebesar 0,0078. Jika taraf nyata sebesar 20
persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan benih berpengaruh nyata terhadap
produktivitas mentimun. Oleh karena itu, variabel benih berpengaruh nyata
terhadap produktivitas mentimun.
Berdasarkan informasi yang didapat saat wawancara dengan petani
responden (Tabel 12), rata-rata penggunaan variabel benih petani responden
dalam satu hektar per musim tanam sebanyak 1.139 gram per hektar. Ada
beberapa petani yang hanya menggunakan satu benih mentimun dalam satu
lubang tanam tetapi pada umumnya petani responden menggunakan dua benih
mentimun dalam satu lubang tanam. Petani responden yang menggunakan satu
benih mentimun pada satu lubang tanam akan menghasilkan produksi mentimun
yang kurang optimal, sedangkan para petani responden yang menggunakan benih
mentimun dalam satu lubang tanam hanya dua benih mentimun dengan diberi
jarak sekitar lima centimeter antara benih satu dengan benih lainnya maka hasil
produksi yang akan diperoleh lebih optimal. Selain itu ada juga petani responden

67
yang menggunakan benih mentimun dalam satu lubang tanam dengan dua benih
mentimun tetapi tidak diberi jarak antara benih satu dengan benih lainnya,
meskipun demikian tanaman mentimun dapat tetap tumbuh walaupun tidak sebaik
jika pada saat penanaman diberi jarak.

b. Pupuk Kandang (X2)


Pupuk kandang merupakan salah satu faktor yang diperlukan dalam
kegiatan usahatani mentimun. Berdasarkan tanda parameter pada pupuk kandang,
menunjukan bahwa parameter pupuk kandang memiliki tanda positif yaitu sebesar
0,0079 yang berarti semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam suatu
proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun akan meningkat
sebesar 0,0079 persen. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel pupuk
kandang memiliki peluang sebesar 0,951. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal
ini menunjukan bahwa penggunaan pupuk kandang tidak berpengaruh nyata
terhadap produktivitas mentimun. Oleh karena itu, variabel pupuk kandang tidak
berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun.
Berdasarkan informasi yang didapat saat wawancara dengan petani
responden (Tabel 12), rata-rata penggunaan variabel pupuk kandang petani
responden dalam satu hektar per musim tanam sebesar 14.859 kilogram per
hektar. penggunaan pupuk kandang tidak hanya saat awal persiapan lahan, tetapi
saat dilakukan pemupukan susulan dengan cara pengecoran yang ditambahkan
pupuk kandang yang telah matang selain penggunaan pupuk kimia. Sehingga
semakin banyak penggunaan pupuk kandang dalam kegiatan usahatani mentimun
maka hasil produksi mentimun akan meningkat. Walaupun semakin banyak
penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan hasil tetapi pemberian pupuk
kandang sebaiknya tidak diberikan secara berlebihan, penggunaan pupuk kandang
yang berlebihan dapat menyebabkan unsur hara hilang dan dapat menjadi racun
bagi tanaman.

c. Kapur (X3)
Kapur merupakan salah satu faktor yang diperlukan dalam kegiatan
usahatani mentimun dalam meningkatkan pH tanah. Berdasarkan tanda parameter

68
variabel kapur, menunjukan bahwa parameter kapur memiliki tanda negatif yaitu
sebesar -0,1862 yang berarti semakin banyak kapur yang digunakan dalam suatu
proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun akan menurun
sebesar 0,1862 persen. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel kapur,
memiliki peluang sebesar 0,196. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini
menunjukan bahwa penggunaan kapur berpengaruh nyata terhadap produktivitas
mentimun. Oleh karena itu, variabel kapur berpengaruh nyata terhadap
produktivitas mentimun.
Berdasarkan informasi yang didapat saat wawancara dengan petani
responden (Tabel 12), rata-rata penggunaan variabel kapur petani responden
dalam satu hektar per musim tanam sebesar 1.602 kilogram per hektar. petani
responden menggunakan kapur untuk meningkatkan pH tanah dan unsur hara
yang ada pada tanah sehingga mudah di serap tanaman. Desa Citapen memilki pH
tanah antara 4,5-7, sedangkan pH tanah yang ideal untuk tanaman mentimun yaitu
pH tanah antara 5,5-6,8 (Wahyudi, 2010). Oleh karena itu perlu dilakukannya
pengapuran dengan tepat. Saat petani responden menanam tanaman menggunakan
lahan secara terus-menerus maka diperlukannya pengapuran sebagai penetral pH
tanah dan meningkatkan unsur hara tanah. Berbeda halnya jika petani responden
menggunakan kapur sebelum melakukan budidaya mentimun terlebih dahulu
menanam padi karena tanah bekas menanam padi menjadi lebih subur sehingga
tidak perlu dilakukan pengkapuran atau tidak memerlukan pengapuran yang
terlalu banyak.

d. Pupuk Kimia (X4)


Pupuk kimia merupakan salah satu faktor yang diperlukan dalam kegiatan
usahatani mentimun dalam meningkatkan hasil produksi. Berdasarkan tanda
parameter menunjukan bahwa parameter pupuk kimia memiliki tanda positif yaitu
sebesar 0,0819 yang berarti semakin banyak pupuk kimia yang digunakan dalam
suatu proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun akan
meningkat sebesar 0,0819 persen. Berdasarkan hasil pendugaan parameter
variabel pupuk kimia, memiliki peluang sebesar 0,567. Jika taraf nyata sebesar 20
persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan pupuk kimia tidak berpengaruh

69
nyata terhadap produktivitas mentimun. Oleh karena itu, variabel pupuk kimia
tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Pupuk kimia
menunjukkan bahwa tidak berpengaruh nyata terhadap variabel lain, tetapi
penggunaan pupuk kimia dapat meningkatkan hasil produksi mentimun.
Berdasarkan informasi yang didapat saat wawancara dengan petani
responden (Tabel 12), rata-rata penggunaan variabel pupuk kimia petani
responden saat musim hujan per satu hektar sebesar 261,53 kilogram per hektar,
sedangkan saat musim kemarau rata-rata kebutuhan pupuk kimia per hektar
sebesar 260,38 kilogram per hektar. Petani responden menggunakan beberapa
macam pupuk kimia untuk pemupukan susualan pertama antara lain pupuk ZA,
pupuk NPK, pupuk Urea, pupuk KCL, dan pupuk TSP. Pada umumnya para
petani tidak memakai kelima pupuk kimia tersebut secara bersama-sama.
Kelima pupuk tersebut yang paling banyak digunakan para petani yaitu
pupuk ZA, dan pupuk NPK, karena kedua pupuk tersebut telah mewakili unsur-
unsur hara yang diperlukan tanaman mentimun. selain itu pupuk ZA dan pupuk
NPK juga merupakan pemupukan susulan kedua yaitu dengan cara pengecoran,
sehingga dapat meningkatkan hasil produksi mentimun. Selain itu pupuk kimia
dapat mempercepat panen dan hasil produksi dapat cepat tumbuh. Hal ini yang
menyebabkan petani responden menggunakan pupuk kimia dalam jumlah yang
besar. Penggunaan pupuk kimia saat musim hujan dan musim kemarau
mengalami perbedaan. Saat musim hujan penggunaan pupuk kimia lebih tinggi
dibandingkan saat musim kemarau karena saat musim hujan pupuk kimia yang
diberikan akan tercecer keluar dari bedengan sehigga dosis pupuk kimia saat
musim hujan lebih banyak dibandingkan saat musim kemarau.

e. Pupuk Daun dan Buah (X5)


Pupuk daun dan buah merupakan salah satu faktor yang diperlukan dalam
kegiatan usahatani mentimun untuk meningkatkan hasil produksi. Berdasarkan
tanda parameter variabel pupuk daun dan buah menunjukan bahwa parameter
pupuk daun dan buah memiliki tanda positif yaitu sebesar 0,1320 yang berarti
semakin banyak pupuk daun dan buah yang digunakan dalam suatu proses
produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun akan meningkat sebesar

70
0,1320 persen. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel pupuk daun dan
buah, memiliki peluang sebesar 0,065. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini
menunjukan bahwa penggunaan pupuk daun dan buah berpengaruh nyata
terhadap produktivitas mentimun. Oleh karena itu, variabel pupuk daun dan buah
berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun..
Berdasarkan informasi yang didapat saat wawancara dengan petani
responden (Tabel 12), rata-rata penggunaan variabel pupuk daun dan buah petani
responden dalam satu hektar per musim tanam sebesar 168 kilogram per hektar.
dimana pupuk daun digunakan untuk mempercepat tumbuhnya bunga dan untuk
pupuk buah digunakan untuk menghasilkan mentimun yang memiliki warna yang
hijau dan pertumbuhan mentimun yang cepat. Pada umumnya penggunaan pupuk
daun dilakukan satu hingga dua kali penyemprotan lalu setelah tumbuh bunga
digantikan dengan penyemprotan pupuk buah. Oleh karena itu, penggunaan pupuk
daun dan buah atau instensitas penyemprotan dapat meningkatkan hasil produksi
mentimun.

f. Pestisida Padat (X6)


Pestisida padat merupakan salah satu faktor yang diperlukan dalam
kegiatan usahatani mentimun berupa obat-obatan untuk tanaman dalam bentuk
padat bertujuan untuk memberantas hama dan penyakit dalam ushatani mentimun.
Berdasarkan tanda parameter variabel pestisida padat, menunjukan bahwa
parameter pestisida padat memiliki tanda positif yaitu sebesar 0,0524 yang berarti
semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam suatu proses produksi
maka rata-rata hasil produktivitas mentimun akan meningkat sebesar 0,0524
persen. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel pestisida padat,
memiliki peluang sebesar 0,7636. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini
menunjukan bahwa penggunaan pestisida padat tidak berpengaruh nyata terhadap
produktivitas mentimun. Oleh karena itu, variabel pestisida padat tidak
berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Pestisida padat
menunjukkan bahwa tidak berpengaruh nyata terhadap variabel lain tetapi
penggunaan pestisida padat dapat meningkatkan hasil produksi mentimun.

71
Berdasarkan informasi yang didapat saat wawancara dengan petani
responden (Tabel 12), rata-rata penggunaan variabel pestisida padat saat musim
hujan per satu hektar sebesar 2,4 kilogram per hektar. Sedangkan saat musim
kemarau penggunaan pestisida padat sebesar 2,5 kilogram per hektar. Pestisida
padat yang digunakan oleh para petani responden ada empat macam yang terdiri
dari antrakol, sevin, khardan, dan lanet. Empat macam pestisida tersebut ada yang
berfungsi sebagai fungisida yaitu antrakol dan yang berfungsi sebagai insektisida
adalah sevin, khardan, dan lanet. Pemberian pestisida dilakukan untuk mencegah
datangnya hama sehingga ada tidaknya hama maka tetap dilakukan
penyemprotan, tetapi penyemprotan dapat dilakukan berapa sering dengan dosis
yang digunakan didasarkan seberapa bermasalahnya tanaman mentimun terhadap
hama dan penyakit yang menyerang. Hal tersebut terjadi pada saat musim
kemarau dimana hama dan penyakit lebih banyak menyerang sehingga
penggunaan insektisida perlu ditingkatkan sehingga hasil produksi akan
meningkat bukannya malah menurun. Ketiga pestisida padat tersebut mengandung
unsur-unsur yang berfungsi untuk mencegah hama atau bersifat fungi dimana
memiliki kandungan vitamin yang memperkuat tanaman mentimun dari serangan
hama.

g. Pestisida Cair (X7)


Pestisida cair sama halnya dengan pestisida padat yang merupakan salah
satu faktor yang diperlukan dalam kegiatan usahatani yang bertujuan untuk
memberantas hama dan penyakit dalam ushatani mentimun. Berdasarkan tanda
parameter menunjukan bahwa parameter pestisida cair memiliki tanda positif
yaitu sebesar 0,1469 yang berarti semakin banyak pestisida cair yang digunakan
dalam suatu proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun akan
meningkat sebesar 0,1469 persen. Berdasarkan hasil pendugaan parameter
variabel pestisida cair, memiliki peluang sebesar 0,193. Jika taraf nyata sebesar
20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan pestisida cair berpengaruh
nyata terhadap produktivitas mentimun. Oleh karena itu, variabel pestisida cair
berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun.

72
Berdasarkan informasi yang didapat saat wawancara dengan petani
responden (Tabel 12), rata-rata penggunaan variabel pestisida cair saat musim
hujan per satu hektar sebesar 1,96 kilogram per hektar. Sedangkan saat musim
kemarau penggunaan pestisida cair sebesar 1,91 kilogram per hektar. Selain
menggunakan pestisida padat, pestisida cair juga diberikan dimana pestisida cair
yang digunakan petani responden dalam usahatani mentimun ada tiga macam
diantaranya yaitu winder, churacron, dan plengket. Sama halnya dengan pestisida
padat dan pestisida cair, para petani responden dalam penggunaan pestisida
tersebut berbeda-beda tetapi ada juga petani responden yang menggunakan
keempat atau ketiga macam pestisida tersebut. oleh karena itu dalam
kenyataannya penggunaan pestisida cair maupun padat yang berlebihan tidak
menurunkan rata-rata produksi mentimun.

h. Tenaga Kerja (X8)


Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang mendukung kegiatan
usahatani mentimun dalam meningkatkan hasil produksi. Berdasarkan tanda
parameter menunjukan bahwa parameter tenaga kerja memiliki tanda negatif yaitu
sebesar -0,1929 yang berarti semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam
suatu proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun akan menurun
sebesar -0,1929 persen. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel tenaga
kerja, memiliki peluang sebesar 0,1077. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini
menunjukan bahwa penggunaan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap
produktivitas mentimun. Oleh karena itu, variabel tenaga kerja berpengaruh nyata
terhadap produktivitas mentimun.
Berdasarkan informasi yang didapat saat wawancara dengan petani
responden (Tabel 12), rata-rata penggunaan variabel tenaga kerja baik tenaga
kerja luar keluarga ataupun tenaga kerja dalam keluarga per musim tanam per satu
hektar sebesar 216,11 HOK per hektar. Dalam melakukan kegiatan usahatani
mentimun memerlukan tenaga kerja yang banyak dan dalam bekerja harus optimal
dan tidak berlebihan walapun menggunakan tenaga kerja yang banyak. Misalkan
saat panen, tenaga kerja pria lebih banyak di bandingkan tenaga kerja wanita saat
panen, hal tersebut dapat menimbulkan rata-rata hasil produksi mentimun

73
menurun. Hal tersebut dikarenakan tenaga kerja pria kurang teliti dalam
melakukan panen dibandingkan wanita yang lebih teliti. Misalkan dalam kegiatan
panen, tenaga kerja pria tidak sengaja memanen tanaman mentimun yang belum
siap panen dikarenakan ingin cepat-cepat selesai dan tidak telitinya sehingga
berdampak pada hasil produksi yang menurun.

6.1.2 Analisis Faktor-Faktor pada Risiko Produksi


Hasil pendugaan dengan delapan variabel yaitu benih, pupuk kandang,
kapur, pupuk kimia, pupuk daun dan buah, pestisida padat, pestisida cair serta
Tenaga kerja. Delapan variabel tersebut merupakan variabel yang di duga dapat
mempengaruhi variasi produksi tanaman mentimun. Adapun hasil pendugaan
dengan delapan variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Variance Produksi Mentimun di


Desa Citapen 2011
Variance Equation
Variabel Koefisien Std. Error z-Statistic Peluang
Konstanta 0,160054 0,605174 0,264475 0,7914
2
(ε t-1) 0,117792 0,135307 0,870559 0,3840
2
(σ t-1) 0,558155 0,362231 1,540879 0,1233
Benih (X1) -0,002574 0,106755 -0,024114 0,9808
Pupuk Kandang (X2) -0,002337 0,045733 -0,051095 0,9592
Kapur (X3) -0,002453 0,046596 -0,052652 0,9580
Pupuk Kimia (X4) -0,002672 0,067652 -0,039499 0,9685
Pupuk D & B (X5) 0,026551 0,020896 1,270633 0,2039
Pestisida Padat (X6) -0,019230 0,053487 -0,359537 0,7192
Pestisida Cair (X7) -0,020231 0,045891 -0,440842 0,6593
Tenaga Kerja (X8) -0,002689 0,065226 -0,041232 0,9671

a. Benih (X1)

Berdasarkan tanda parameter variabel benih memiliki tanda negatif yang


berarti semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi maka variasi
hasil produksi mentimun akan semakin turun. Sedangkan, untuk hasil pendugaan
persamaan fungsi variance produksi mentimun sebesar 0,9808. Oleh karena itu,
benih menjadi faktor pengurang risiko produksi. Berdasarkan hasil pendugaan
parameter variabel benih, memiliki peluang sebesar 0,9808. Jika taraf nyata

74
sebesar 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan benih tidak
berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Oleh karena
itu, variabel benih tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi
mentimun. Jika penggunaan benih ditambah dengan aturan diberi jarak antara
benih satu dengan benih lainnya dalam satu lubang tanam maka hasil produksi
yang dihasilkan tetap atau dapat meningkat. Dengan demikian benih sebagai
pengurang risiko produksi

b. Pupuk Kandang (X2)


Berdasarkan tanda parameter variabel pupuk kandang memiliki tanda
negatif yang berarti semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam proses
produksi maka variasi hasil produksi mentimun akan semakin turun. Oleh karena
itu, pupuk kandang menjadi faktor pengurang risiko produksi. Berdasarkan hasil
pendugaan parameter variabel pupuk kandang, memiliki peluang sebesar 0,9592.
Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan pupuk
kandang tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi
mentimun. Oleh karena itu, variabel pupuk kandang tidak berpengaruh nyata
terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Hal tersebut dapat dilihat jika
tanah yang sebelumnya telah ditanamani sayuran lainnya maka kesuburan tanah
akan berkurang. Sehingga, penggunaan pupuk kandang dalam pemupukan dasar
berfungsi untuk membuat tanah yang akan ditanami mentimun menjadi subur
kembali, dengan kata lain pupuk kandang dapat sebagai pengurang risiko
produksi.

c. Kapur (X3)
Berdasarkan tanda parameter variabel kapur memiliki tanda negatif yang
berarti semakin banyak kapur yang digunakan dalam proses produksi maka variasi
hasil produksi mentimun akan semakin turun. Oleh karena itu, kapur menjadi
faktor pengurang risiko produksi. Berdasarkan hasil pendugaan parameter
variabel kapur , memiliki peluang sebesar 0,9580. Jika taraf nyata sebesar 20
persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan kapur tidak berpengaruh nyata
terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Oleh karena itu, variabel kapur

75
tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Sama
halnya dengan pupuk kandang bahwa tanah yang sebelumnya telah ditanamani
sayuran lainnya maka pH tanah akan berkurang. Sehingga penggunaan kapur
dalam pengolahan lahan memiliki fungsi untuk membuat pH tanah kembali
normal sehingga tanah tersebut siap untuk ditanami kembali. Dengan kata lain
kapur dapat sebagai pengurang risiko produksi.

d. Pupuk Kimia (X4)


Berdasarkan tanda parameter variabel pupuk kimia memiliki tanda
negatif yang berarti semakin banyak pupuk kimia yang digunakan dalam proses
produksi maka variasi hasil produksi mentimun akan semakin turun. Oleh karena
itu, pupuk kimia menjadi faktor pengurang risiko produksi. Berdasarkan hasil
pendugaan parameter variabel pupuk kimia, memiliki peluang sebesar 0,9685.
Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan pupuk
kimia tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun.
Oleh karena itu, variabel pupuk kimia tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat
variasi hasil produksi mentimun. Hal tersebut dapat dilihat bahwa tanaman
mentimun memerlukan pupuk untuk tumbuh cepat. Pupuk kimia dibutuhkan
tanaman mentimun untuk tumbuh khususnya pupuk ZA dan pupuk NPK. Karena
kedua pupuk tersebut sudah mewakili pupuk kimia lainnya dan paling sering
digunakan dalam pemupukan susulan dan pengecoran. Penggunaan pupuk kimia
dalam penanaman mentimun memiliki fungsi untuk mempercepat tumbuh
tanaman mentimun. Dengan kata lain pupuk kimia dapat sebagai pengurang
risiko.

e. Pupuk Daun dana Buah (X5)


Berdasarkan tanda parameter variabel pupuk daun dan buah memiliki
tanda positif yang berarti semakin banyak pupuk daun dan buah yang digunakan
dalam proses produksi maka variasi hasil produksi mentimun akan semakin
meningkat. Oleh karena itu, pupuk daun dan buah menjadi faktor yang dapat
menimbulkan risiko. Berdasarkan hasil pendugaan parameter variabel pupuk daun
dan buah, memiliki peluang sebesar 0,2039. Jika taraf nyata sebesar 20 persen,

76
hal ini menunjukan bahwa penggunaan pupuk daun dan buah tidak berpengaruh
nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Oleh karena itu, variabel
pupuk daun dan buah tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil
produksi mentimun. Untuk mempercepat tumbuhnya tanaman mentimun
diperlukannya pupuk daun dan buah selain pupuk kimia. Tetapi didaerah
penelitian pemberian pupuk daun dan buah untuk tanaman mentimun yang
berlebihan membuat hasil produksi berkurang sehinga petani mengalami
kerugian. Dengan kata lain pupuk daun dan buah dapat menimbulkan risiko
produksi.

f. Pestisida Padat (X6)


Berdasarkan tanda parameter variabel pestisida padat memiliki tanda
negatif yang berarti semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam
proses produksi maka variasi hasil produksi mentimun akan semakin turun. Oleh
karena itu, pestisida padat menjadi faktor pengurang risiko produksi. Berdasarkan
hasil pendugaan parameter variabel pestisida padat, memiliki peluang sebesar
0,7192. Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan
pestisida padat tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi
mentimun. Oleh karena itu, variabel pestisida padat tidak berpengaruh nyata
terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Hal tersebut dapat dilihat dari
serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman mentimun atau untuk
melakukan pencegahan diperlukannya pestisida.
Salah satu pestisida yang diperlukan yaitu pestisida padat diantaranya
antrakol yng berfungsi sebagai fungisida serta sevin, khardan, dan lanet berfungsi
sebagai insektisida. Dengan demikian pemberian pestisida padat tersebut dengan
dasar melakukan pencegahan atau ingin membasmi hama yang menyerang
tanaman mentimun. dengan kata lain pestisida padat dapat mengurangi risiko.

g. Pestisida Cair (X7)


Berdasarkan tanda parameter variabel pestisida cair memiliki tanda negatif
yang berarti semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi
maka variasi hasil produksi mentimun akan semakin turun. Oleh karena itu,

77
pestisida cair menjadi faktor pengurang risiko produksi. Berdasarkan hasil
pendugaan parameter variabel pestisida cair, memiliki peluang sebesar 0,6593.
Jika taraf nyata sebesar 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan
pestisida cair tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi
mentimun. Oleh karena itu, variabel pestisida cair tidak berpengaruh nyata
terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Sama halnya dengan pestisida
padat bahwa tanaman yang terserang hama dan penyakit perlu dilakukan
pemberantasan hama dengan berbagai macam pestisida padat ataupun pestisida
cair. Sehingga meningkatnya penggunaan pestisida cair dalam pengendalian hama
dan penyakit memiliki fungsi memberantas hama dan mencegah hama kembali ke
tanaman mentimun. Dengan kata lain pestisida cair dapat sebagai pengurang
risiko produksi.

h. Tenaga Kerja (X8)


Berdasarkan tanda parameter variabel tenaga kerja memiliki tanda negatif
yang berarti semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi
maka variasi hasil produksi mentimun akan semakin turun. Oleh karena itu,
tenaga kerja menjadi faktor pengurang risiko produksi. Berdasarkan hasil
pendugaan parameter variabel tenaga kerja, memiliki peluang sebesar 0,9671.
Jika taraf nyata sebesar di atas 20 persen, hal ini menunjukan bahwa penggunaan
tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat variasi hasil produksi
mentimun. Oleh karena itu, variabel tenaga kerja tidak berpengaruh nyata
terhadap tingkat variasi hasil produksi mentimun. Berdasarkan ditempat
penelitian, dalam kegiatan ushatani mentimun diperlukannya tenaga kerja yang
banyak untuk memaksimalkan kegiatan usahatani. seperti dalam kegiatan panen,
penyulaman, dan penyiangan mentimun yang memerlukan tenaga kerja yang tidak
sedikit. Jika terjadi kekurangan tenaga kerja maka kegiatan usahatani tersebut
tidak dapat dimaksimalkan. Dengan kata lain tenaga kerja merupakan pengurang
risiko produksi

78
6.2 Analisis Pendapatan Usahatani
Gambaran mengenai pendapatan petani dari kegiatan usahatani dapat
diketahui dengan menganalisis pendapatan usahatani. Analisis pendapatan
usahatani meliputi analisis pendapatan atas biaya tunai dan analisis pendapatan
atas biaya total. Pada komponen biaya, biaya yang dikeluarkan oleh petani terdiri
dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya
benih, pupuk, pestisida, sewa lahan, pajak lahan, biaya tenaga kerja luar keluarga
dan biaya lain-lain. Sedangkan yang termasuk biaya yang diperhitungkan adalah
biaya penyusutan peralatan, biaya sewa lahan pengelola dan bagi hasil, dan biaya
tenaga kerja dalam keluarga.

6.2.1 Penggunaan Input Produksi


Input yang digunakan pada usahatani mentimun pada umumnya terdiri
dari benih, kapur, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Rincian rata-rata penggunaan
input per hektar per musim tanam (musim hujan dan musim kemarau) pada
usahatani mentimun di kelompok tani Pondok Menteng di Desa Citapen dapat di
lihat pada Tabel 15.
a. Benih
Benih yang digunakan oleh para petani responden di kelompok tani Pondok
Menteng pada umumnya menggunakan benih yang unggul. Benih mentimun
dengan varietas wulan F1 yang biasa digunakan oleh para petani dalam
melakukan usahatani mentimun. Benih dengan varietas wulan F1 digunakan
dengan beberapa alasan. Menurut petani responden di kelompok tani Pondok
Menteng varietas wulan F1 memiliki hasil yang baik, tahan terhadap penyakit,
serta disukai oleh konsumen dari bentuk dan rasanya yang manis dan segar.
Petani memperoleh benih mentimun tersebut dari GAPOKTAN Rukun Tani di
Desa Citapen.
Rata-rata penggunaan benih mentimun per hektar per musim tanam pada
kelompok tani pondok menteng adalah sebanyak 1.139 gram saat musim hujan,
sedangkan saat musim kemarau penggunaan benih mentimun per hektar sebanyak
1.298 gram. Benih varietas wulan F1 cap panah merah dikemas perbungkusnya
yaitu sebanyak 20 gram. Harga perbungkus dari benih varietas wulan F1 cap

79
panah merah adalah Rp. 30.000,- atau Rp 1.500 per gram benih mentimun varietas
wulan F1.

Tabel 15. Perbandingan Biaya Rata-Rata Penggunaan Input Usahatani Mentimun


per Hektar per Musim Tanam di Kelompok Tani Pondok Menteng
Tahun 2010
Musim Hujan Musim Kemarau
No Uraian Nilai (Rp) (%) Nilai (Rp) (%)
1 Benih 1.708.643 8,05 1.947.500 9,07
2 Kapur 485.153 2,29 485.153 2,26
Pupuk
- P. Kandang (kg) 2.929.387 13,80 2.929.387 13,65
- P. ZA (kg) 487.543 2,30 441.339 2,06
3 - P. NPK (kg) 837.898 3,95 831.548 3,87
- P. Urea (kg) 487.249 2,30 487.249 2,27
- P. KCL (kg) 406.844 1,92 406.844 1,90
- P. TSP (kg) 261.439 1,23 261.439 1,22
Total Biaya Pupuk 5.410.359 25,49 5.357.806 24,97
Pupuk Tumbuh
- Gandasil D 149,977 0,71 149,977 0,70
- Gandasil B 185.979 0,88 185.979 0,87
a. Pestisida Padat
- Antrakol 478.786 2,26 475.786 2,22
- Sevin 79.375 0,37 81.395 0,38
- Khardan 100.000 0,47 100.000 0,47
4 - Lanet 344.860 1,62 390.083 1,82
b. Pestisida Cair
- Winder 302.222 1,42 300.378 1,40
- Curachron 301.285 1,42 317.977 1,48
- Plengket 33.750 1,62 24.375 0,11
Total Biaya Pestisida 1.640.278 9,18 1.690.014 7,88
5 Tenaga Kerja 4.322.286 20,36 4.322.286 20,14
Total Biaya 13.902.675 14.138.715

b. Kapur
Kapur pada umumnya digunakan dalam usahatani mentimun dimana, kapur
memiliki kegunaan untuk menaiki pH tanah. Pemakaian kapur hanya dilakukan
setelah pembuatan bedengan. Rata-rata penggunaan kapur per hektar per musim
tanam yaitu sebanyak 1.602 kilogram dengan harga per kilogramnya Rp. 300,-.
Kapur dapat diperolah petani responden di GAPOKTAN “Rukun Tani” sehingga
dalam memperoleh input itu sendiri dapat dengan mudah.

80
c. Pupuk
Pupuk kandang merupakan pupuk dengan penggunaan terbanyak dalam
usahatani mentimun dibandingkan dengan pupuk kimia lainnya. pupuk kandang
digunakan dua kali yang pertama dalam pemupukan dasar guna memperbaiki
struktur tanah, yang kedua dilakukan saat pengecoran dimana pupuk kandang
yang telah matang dicampur dengan beberapa pupuk kimia lainnya. dalam
penggunaan dosisnya pun setiap petani berbeda-beda dimana sesuai dari
pengetahuan dan pengalaman selama bertani. Rata-rata penggunaan pupuk
kandang dalam usahatani mentimun per hektar saat musim hujan dan musim
kemarau sama yaitu sebanyak 14.859 kilogram. Pupuk kandang pada umumnya
dapat diperoleh oleh petani responden di Gapoktan tapi ada beberapa petani
responden yang langsung membeli ke peternaknya, sehingga harga pupuk pun
berbeda-beda. Namun, harga eceran pupuk kandang jika dirata-ratakan yaitu
sebesar Rp. 197,- per kilogram. Dengan demikian, total biaya yang dikeluarkan
petani untuk pupuk kandang yaitu sebesar Rp. 2.929.387
Pupuk yang digunakan dalam usahatani mentimun tidak hanya pupuk
kandang tetapi pupuk kimia juga perlu diberikan. Karena pupuk kimia dapat
menambah kekurangan unsur hara Nitrogen, phospot, dan kalium yang
terkandung dalam tanah yang dibutuhkan dalam pertumbuhannya. Pupuk kimia
yang digunakan yaitu pupuk ZA, NPK, Urea, KCL dan TSP. Dari kelima pupuk
kimia tersebut yang paling banyak digunakan petani responden adalah ZA, NPK,
dan KCL dimana ketiga pupuk kimia tersebut merupakan sumber nitrogen,
phosfat, dan kalium, sehingga pupuk urea yang mengandung sumber nitrogen dan
pupuk TSP yang mengandung phospat tidak digunakan secara bersamaan karena
sudah di berikan oleh ketiga pupuk kimia tersebut, tetapi ada juga petani yang
menggunakan Urea, KCL dan TSP. Pupuk kimia tersebut disediakan oleh
Gapoktan sehingga petani di kelompok tani pondok menteng tidak susah untuk
mendapatkannya. Total biaya yang dikeluarkan petani untuk pupuk kimia saat
musim kemarau yaitu sebesar Rp. 2.428.419 per hektar, sedangkan saat musim
hujan sebesar Rp. 2.480.972.

81
d. Pestisida
Pengendalian hama dan penyakit pada tanaman mentimun dapat dilakukan
dengan cara pemberian pestisida. Pengendalian hama dengan pengendalian
penyakit dilakukan berbeda, dimana untuk pengendalian penyakit dapat dicegah
dengan penyiangan secara rutin dan pergantian tanaman, sedangkan untuk
pengendalian hama yaitu dengan pemberian fungisida dan insektisida. Pestisida
tersebut dikelompokan jadi dua yaitu pestisida padat dan pestisida cair. Total
biaya pestisida yang dikeluarkan oleh petani responden saat musim hujan sebesar
Rp 1.640.277, sedangkan saat musim kemarau total biaya yang dikeluarkan petani
responden adalah Rp. 1.689.993,-
Biaya yang dikeluarkan petani responden saat musim hujan dan saat
musim kemarau ada perbedaan, dimana saat musim kemarau total biaya pestisida
yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan saat hujan. Hal tersebut dikarenakan
saat musim kemarau hama dan penyakit lebih banyak menyerang, sehingga
penyemprotan pestisida dilakukan secara intensif. Para petani responden dalam
menentukan dosis pemakaiannya berdasarkan pengalaman selama bertani
mentimun.

e. Tenaga Kerja
Tenaga kerja mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam biaya
usahatani mentimun. biaya tenaga kerja merupakan biaya terbesar yang
dikeluarkan oleh petani responden diantara biaya lainnya yaitu sebesar Rp.
4.322.286,- . Adapun biaya tenaga kerja meliputi persiapan lahan, penanaman,
pemupukan susulan, pengecoran, penyemprotan pestisida dan pupuk daun,
pemeliharaan tanaman, dan pemanenan. Tenaga kerja yang digunakan yaitu
tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita yang berasal dari luar anggota keluarga
dan tenaga kerja dalam keluarga.
Penggunaan rata-rata tenaga kerja luar keluarga yang dibutuhkan petani
responden dalam satu periode musim tanam adalah 192,14 HOK dan rata-rata
untuk tenaga kerja dalam kelurga yang dibutuhkan petani responden dalam satu
periode musim tanam adalah 23,97 atau 24 HOK. Aktivitas yang dilakukan tenaga
kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan berbeda-beda, dimana tenaga kerja

82
laki-laki memiliki jam kerja selama delapan jam per hari, sedangkan untuk tenaga
kerja perempuan memiliki jam kerja selama enam jam per hari. Jam kerja dan
jenis kelamin juga mempengaruhi upah yang diberikan, dimana untuk upah tenaga
kerja laki-laki untuk satu hari kerja sebesar Rp. 20.000,-, untuk upah tenaga kerja
perempuan untuk satu hari kerja sebesar Rp. 15.000,-. Untuk menyetarakan upah
tenaga kerja wanita dengan tenaga kerja pria dilakukan perbandingan jam kerja
yaitu enam jam kerja wanita dibanding dengan delapan jam kerja pria sehingga
tenaga kerja wanita setara 0,75 hari kerja pria.

6.2.2 Penggunaan Peralatan Usahatani


Sarana penunjang yang diperlukan oleh petani dalam usahatani yaitu
peralatan. Bila tidak memiliki peralatan tersebut makan usahatani yang sedang
dijalankan tidak dapat berjalan dengan baik. Peralatan yang biasanya para petani
responden gunakan dalam berusahatani yaitu hand sprayer, cangkul, garpu, drum
plastik, dan sabit atau arit. Peralatan-peralatan yang digunakan oleh petani dapat
diperoleh dari toko-toko pertanian di sekitar Desa Citapen. Peralatan tersebut
berpengaruh terhapat pengeluaran biaya tetap petani yaitu pada biaya penyusutan
peralatan. Biaya penyusutan dilakukan untuk mengetahui nilai investasi alat-alat
pertanian yang mengalami penyusutan penggunaan setiap tahunnya.
Biaya penyusutan peralatan masuk kedalam biaya yang diperhitungkan
dimana perhitungan penyusutan menggunakan metode garis lurus, yaitu nilai beli
dikurangi nilai sisa lalu dibagi dengan nilai ekonomis. Peralatan yang digunakan
oleh petani responden diasumsikan tidak memiliki nilai sisa atau dianggap nol
yang berarti peralatan tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Besarnya biaya
penyusutan peralatan pada usahatani mentimun per hektar per musim tanam
sebesar Rp. 33.736,15, dimana satu periode musim tanam adalah tiga bulan
musim tanam. Biaya penyusutan peralatan dapat dilihat lebih rinci pada Tabel 16.
Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa penyusutan terbesar ada di peralatan
sprayer dengan biaya penyusutan Rp. 12.753,87 per musim tanam dimana sprayer
digunakan untuk penyemprotan pestisida, sedangkan penyusutan terkecil ada pada
peralatan drum plastik dengan biaya penyusutan sebesar Rp 4.129,10 dalam
usahatani mentimun drum plastik hanya digunakan sebagai alat pencampur

83
berbagai macam pupuk untuk pengecoran. Cangkul dan garpu digunakan dalam
pengolahan lahan untuk menggemburkan tanah, dalam kegiatan usahatani arit
digunakan dalam kegiatan penyiangan.

Tabel 16. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan pada Usahatani Mentimun Per
Periode Musim Tanam di Desa Citapen Tahun 2010
Biaya
Total Biaya
Jenis Jumlah Harga Umur Penyusutan
No Biaya Penyusutan
Peralatan (Unit) (Rp/unit) Ekonomis (Rp/musim
(Rp) (Rp/tahun)
tanam)
1 Sprayer 1 222.857 241.959 5 51.015,49 12.753,87
2 Cangkul 2 54.571 88.873 3 26.586,08 6.646,52
3 Garpu 2 50.143 77.363 4 19.068,41 4.767,10
Drum
4
Plastik 1 57.571 57.571 3 16.516,39 4.129,10
5 Arit 2 28.286 56.571 3 21.758,24 5.439,56
Jumlah 143.313,19 33.736,15

6.2.3 Analisis Pendapatan Usahatani Mentimun


Usahatani dapat dikatakan menguntungkan apabila jumlah penerimaan
lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah yang dikeluarkan atau pengeluaran dan
mendapatkan hasil yang positif. Pendapatan usahatani adalah selisih antara
penerimaan dan pengeluaran. Oleh karena itu perlu diketahui berapa besarnya
pendapatan yang diterima petani sehingga dapat diketahui usahatani yang
dilakukan telah berhasil atau tidak berhasil. Dalam kegiatan usahatani mentimun
penerimaan dibagi menjadi dua bagian yaitu penerimaan tunai dan penerimaan
yang diperhitungkan. Penerimaan tunai merupakan hasil produksi mentimun yang
seluruhnya dijual ke pasar, dan penerimaan yang diperhitungkan yaitu sebagian
hasil produksi yang di tidak dijual ke pasar atau digunakan oleh petani itu sendiri.
Sama halnya dengan penerimaan, biaya yang dikeluarkan dalam ushatani
mentimun ini dibagi menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan.
Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan secara tunai dimana
perhitungan dalam usahatani mentimunnya meliputi biaya benih, pupuk, kapur,
pestisida, pajak lahan, sewa lahan, tenaga kerja dari luar keluarga serta biaya
lainnya yang dikeluarkan secara tunai. Biaya yang diperhitungkan meliputi tenaga
kerja dalam keluarga, biaya penyusutan peralatan, biaya sewa yang

84
diperhitungkan seperti penggelola lahan atau bagi hasil. Dalam perhitungan
usahatani biaya yang dikeluarkan telah dikonversi per hektar.
Mentimun dapat dipanen setelah 33-35 hari setalah tanam, panen
mentimun dapat dilakukan 8-15 kali panen. Saat musim hujan mentimun dapat
dipanen dua hari sekali, sedangkan saat musim kemarau mentimun dapat dipanen
tiga hari sekali. Saat musim hujan mentimun yang dihasilkan oleh petani
responden adalah 13.788,6 kilogram per hektar dimana penerimaan yang didapat
sebesar Rp 21.785.943,-, sedangkan saat musim kemarau produksi mentimun
yang dihasilkan oleh petani responden adalah 12.440 kilogram per hektar dengan
penerimaan yang didapat sebesar Rp. 19.655.200,-. Oleh karena itu dapat dilihat
bahwa produksi saat musim hujan lebih baik dibandingkan saat produksi musim
kemarau. Produksi mentimun saat musim kemarau lebih rendah dikarenakan para
petani responden di kelompok tani pondok menteng dalam usahatani
mentimunnya untuk pengairannya hanya mengandalkan hujan karena sumber air
di Desa Citapen susah untuk didapat, selain itu saat musim kemarau hama lebih
banyak menyerang sedangkan penggunaan pestisida dengan dosis yang sama saat
musim hujan membuat hama lebih susah diberantas sehingga mengakibatkan
penurunan produktivitas mentimun.
Biaya yang dikeluarkan oleh petani ada dua biaya yaitu biaya tunai dan
biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan petani
responden dalam melakukan kegiatan usahatani per musim tanam. Sedangkan
biaya yang diperhitungkan adalah biaya dengan nilai tidak tunai yang dikeluarkan
oleh petani responden. Rata-rata biaya tunai per musim tanam yang dikeluarkan
petani responden saat musim hujan sebesar 14.041.102,- per hektar. Sedangkan
untuk rata-rata biaya tunai yang dikeluarkan petani saat musim kemarau sebesar
Rp. 14.317.998,- per hektar. Perbedaan biaya tunai saat musim hujan dan saat
musim kemarau dapat dilihat dari penggunaan inputnya, dimana saat musim
kemarau penggunaan pestisida khususnya insektisida lebih banyak. Adapun biaya
tunai yang dikeluarkan oleh petani responden meliputi benih mentimun, pupuk
kandang, pupuk kimia, pupuk daun, tenaga kerja luar keluarga, pestisida padat,
pestisida cair, sewa lahan, pajak lahan.

85
Rata-rata biaya diperhitungkan yang dikeluarkan petani dalam usahatani
mentimun per musim tanam adalah sebesar Rp. 618.165,-. Biaya yang
diperhitungkan dalam kegiatan usahatani mentimun meliputi tenaga kerja dalam
keluarga, biaya penyusutan peralatan, dan sewa lahan. Sewa lahan yang
dimasukan kedalam biaya yang diperhitungkan berbeda dengan biaya sewa lahan
yang berada di biaya tunai. Sewa lahan yang dimasukan kedalam biaya
diperhitungkan merupakan lahan yang dimiliki orang lain tetapi dikelola oleh
petani sehingga untuk lahan dianggap termasuk biaya yang diperhitungkan
dengan nilai sewa Rp. 6.000.000,- per hektar per tahun, selain lahan yang status
lahannya adalah pengelola, status lahan bagi hasil juga dimasukan kedalam biaya
yang diperhitungkan, biaya sewa lahan tersebut adalah Rp. 2.400.000,- per hektar
pertahun biaya tersebut didapat dari 40 persen dari biaya sewa lahan yang ada di
Desa Citapen. Sehingga rata-rata biaya sewa lahan yang diperhitungkan per
periode musim tanam sebesar Rp. 105.000,-. Sedangkan rata-rata biaya
penyusutan peralatan yang dikeluarkan petani dalam ushatani mentimun per
musim tanam sebesar Rp. 33.736,15,-. Penjumlahan biaya tunai dengan biaya
yang diperhitungkan merupakan biaya total. Rincian biaya pada usahatani
mentimun dapat dilihat pada Lampiran 8.
Pendapatan usahatani pada penelitian ini dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas
biaya tunai diperoleh dari pengurangan antara penerimaan tunai dengan biaya
tunai usahatani mentimun, sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari
pengurangan antara penerimaan total dengan biaya total usahatani mentimun.
Rata-rata pendapatan atas biaya tunai petani responden saat musim hujan sebesar
Rp. 7.526.981,- dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp. 7.126.676,-
sedangkan saat musim kemarau dengan rata-rata pendapatan atas biaya tunai
petani responden sebesar Rp 5.140.650 dan pendapatan atas biaya total saat
musim kemarau sebesar Rp. 4.719.038,- Rincian analisis usahatani mentimun di
kelompok tani pondok menteng dengan perbandingan antara musim hujan dan
musim kemarau dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan Lampiran 8 bahwa
saat musim kemarau produksi menurun dibandingkan musim hujan. Oleh karena
itu tanaman mentimun baik ditanam saat musim hujan karena saat musim

86
kemarau hama yang menyerang tanaman mentimun lebih banyak serta tidak
tersedia sumber air yang langka maka tanaman mentimun juga jarang dilakukan
penyiraman.

87
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi risiko produksi mentimun di Desa Citapen adalah :
1. Risiko produksi mentimun pada musim tertentu dipengaruhi oleh risiko
produksi musim sebelumnya. Dilihat dari parameter pada variance error
musim sebelumnya menunjukan tanda yang positif, hal tersebut menjelaskan
bahwa semakin tinggi risiko produksi mentimun pada musim sebelumnya,
maka semakin tinggi risiko produksi pada musim berikutnya. Risiko produksi
dipengaruhi oleh penggunaan input produksi, dimana pupuk daun dan buah
dapat meningkatkan risiko produksi, sedangkan benih, pupuk kandang, pupuk
kimia, tenaga kerja, dan pestisida mengurangi risiko produksi.
2. Risiko produksi dipengaruhi oleh penggunaan input, dimana besar kecilnya
penggunaan input juga berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima
petani. Pada usahatani mentimun yang dijalankan petani, menghasilkan
pendapatan atas biaya tunai per musim tanam dengn rata-rata per hektar luas
lahan petani responden. Pendapatan atas biaya tunai saat musim hujan
sebesar Rp 7.526.981,- per hektar sedangkan pendapatan saat musim kemarau
sebesar Rp. 5.140.650,- per hektar dan pendapatan atas biaya total saat musim
hujan sebesar Rp. 7.126.676,- per hektar dan saat musim kemarau sebesar Rp.
4.719.038,-. Oleh karena itu, saat musim kemarau penggunaan input
produksi atau faktor produksi lebih banyak dibandingkan musim hujan.
Sehingga pendapatan yang diperoleh petani saat musim kemarau lebih kecil
dibandingkan saat musim hujan.

7.2 Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan serta kesimpulan, maka dapat
disarankan kepada petani yaitu :
1. Dalam penggunaan pupuk daun dan buah petani disarankan menggunakan
Standard Operasional Prosedur. Oleh karena itu sebelum dilakukan

87
penyemprotan pestisida, diberikan terlebih dahulu pupuk daun dan buah, lalu
dilakukan penyemprotan pestisida. Penyemprotan pestisida dilakukan setelah
satu hari pemberian pupuk daun dan buah. Sedangkan untuk benih, pupuk
kandang, pupuk kimia, tenaga kerja, dan pestisida dalam penggunaannya
tetap memperhatikan dosis yang diperlukan tanaman mentimun, karena
dengan dosis atau pemberian yang berlebihan akan berpengaruh terhadap
produksi yang dihasilkan.
2. Petani diharapkan bersikap tegas dalam mengarahkan dan membimbing
tenaga kerja atau buruh tani yang ada. Selain ikut terjun langsung dalam
bertani, petani juga melakukan pengawasan dan menunjukkan contoh dalam
melakukan pekerjaan. Selain itu, petani diharapkan lebih cermat dalam
penggunaan input saat musim kemarau dan saat musim hujan sehingga
penggunaan input produksi sesuai dengan waktu dan kebutuhan.

88
DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2010. Provinsi Jawa Barat
dalam Angka. Bogor: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat.

Debertin, DL. 1986. Agricultural Production Economics. New York: Mcmillan


Publishing Company

Desa Citapen. 2010. Potensi Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor
Tahun 2010. Bogor : Desa Citapen

[DEPTAN] Departemen Pertanian. 2006. Budidaya Sayuran di Daerah Periurban.


Jakarta. Direktorat Jendral Hortikultura

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2010. Kabupaten Bogor


Dalam Angka 2010. Bogor : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten
Bogor

Direktorat Jendral Hortikultura. 2010. Statistik Produk Domestik Bruto


Hortikultura Tahun 2009.Jakarta: Direktorat Jendral Hortikultura Pasar
Minggu Jakarta.

Ellis F. 1993. Peasant Economics : Farm Housholds and Agrarian


Development.Ed ke-2. New York : Cambridge University Press

Fariyanti A. 2008. Perilaku ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam


menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pangalengan
Kabupaten Bandung [disertasi]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor

Fariyanti A, Kuntjoro, Hartoyo S, Daryanto A. 2007. Perilaku Ekonomi Rumah


Tangga Petani Sayuran Pada Kondisi Risiko Produksi dan Harga di
Kecamatan Pengalengan Kabupaten Bandung. Jurnal Agro Ekonomi,
Volume 25 No.2, Oktober 2007 : 178-206.

Gapoktan Rukun Tani. 2011. Laporan Perkembangan Kegiatan CF-SKR. Bogor :


Gapoktan Rukun Tani

Ginting, LE BR. 2009. Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada usaha Cempaka
Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor:
Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut
Pertanian Bogor.

Gujarati D. 1993. Ekonometrika Dasar. Alih Bahasa S.Zain. Jakarta: Airlangga.

89
Harwood J., R. Heifner, K. Coble, J. Perry, A. Somwaru. 1999. Managing Risk in
Farming : Concepts, Research, and Analysis. Agricultural Economic
Report No. 774. U.S. Departement of Agriculture, Washington.

Kountur, R. 2006. Manajemen Risiko. Jakarta: Penerbit Abdi Tandur

Kountur, R. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. Jakarta:


Penerbit PPM.

Koundouri P, Celine N. 2005. On Production Function Estimation with Selectivity


and Risk Consideration. Journal of Agricultural and Resource Economics
30(3):597-608

Lipsey RG, Courant PN, Purvis DD,Steiner PO. 1995. Pengantar Mikroekonomi.
Ed ke-10. Jakarta: Binarupa Aksara

Losinger WL. 2006. Factors Influencing the Variance in Expected Yield on


Catfish Farms in the United States. Original Paper of Aquaculture
International. USA. Springer.

Nurmala, SD. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ubi Jalar


[skripsi]. Bogor: Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor.

Prabowo, D. 2009. Survei hama dan penyakit pada pertanaman mentimun


(Cucumis sativus Linn.) di Desa Ciherang Kecamatan Pacet, Kabupaten
Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor. Program Studi Hama dan Penyakit
Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rahim ABD, Hastuti DRD. 2008. Ekonomika Pertanian Pengantar Teori dan
Kasus. Jakarta: Penebar Swadaya

Rahmawaty, Novi. 2009. Pengaruh Varietas dan Konsentrasi Ethepon pada


Pertumbuhan dan Hasil Panen Tanaman Mentimun (cucumis sativus L)
dalam Budidaya Hidroponik [skripsi]. Bogor: Program Studi Hortikultura,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Robison L.J, Barry P.J. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk.
Macmillan Publisher. London.

Rubatzky,V.E, M. Yamaguchi. 1999. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi, dan Gizi


(terjemahan). Jilid 3. Bandung.Penerbit ITB.

Safitri NA. 2009. Analisis Risiko Daun Potong di PT Pesona Daun Mas Asri,
Ciawi Kabupaten Bogor, Jawa Barat.[skripsi]. Bogor: Program Studi

90
Ekstensi Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian
Bogor.

Sembiring, L. 2010. Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik pada The


Pinewood Organic Farm di Kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi].
Bogor: Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Institut Pertanian Bogor.

Soekartawi, Soeharjo A, Dilon J.L., J.B. Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan
Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: UI-press

Soekartawi. 1993. Agribisnis Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Rajagrafindo


Indonesia.

Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Jakarta: UI-press.

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian (Teori dan Aplikasi).


Jakarta: PT. Rajagrafindo Indonesia.

Sujana, Wulandra. 2010. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor Produksi yang


Mempengaruhi Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang, Kecamatan
Ciwidey, Kabupaten Bandung [skripsi]. Bogor: Departemen Agribisnis.
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.

Sumpena, U. 2007. Budidaya Mentimun Intensif dengan Mulsa secara Tumpang


Gilir. Jakarta: Penebar Swadaya

Verbeek M. 2000. A Guide to Modern Econometrics. England : John Wiley &


Sons, Ltd.

Wahyudi. 2010. Meningkatkan Hasil Panen Sayuran dengan Teknologi EMP.


Jakarta: AgroMedia Pustaka.

91
LAMPIRAN

92
Lampiran 1. Luas Panen Tanaman Sayuran di Indonesia, Tahun 2006-2009
Tahun
No. Jenis Sayuran
2006 2007 2008 2009
1. Bawang Merah 89.188 93.694 91.339 104.009
2. Bawang Putih 3.107 2.690 1.922 2.293
3. Bawang Daun 51.343 47.491 52.101 53.637
4. Kentang 59.748 62.375 64.151 71.238
5. Kubis 57.732 60.711 61.540 67.793
6. Petsai 57.318 54.973 54.589 56.414
7. Wortel 23.069 23.695 24.640 24.095
8. Kacang Panjang 84.798 85.469 83.493 83.796
9. Cabai 204.747 204.048 211.566 233.904
10. Tomat 53.492 51.523 53.128 55.881
11 Ketimun 58.647 56.634 55.795 56.099
12. Terung 49.327 47.589 48.434 48.126
13. Buncis 34.787 31.330 31.276 30.695
14. Kangkung 44.405 47.024 47.586 48.944
15. Bayam 42.847 43.774 44.711 44.975
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010

93
Lampiran 2. Produktivitas Tanaman Mentimun di Indonesia Pada Tahun 2006-
2009
Luas Panen Produksi Produktivitas
Tahun
(Ha) (Ton) (Ton/Ha)
2006 58.647 598.890 10,21
2007 56.634 581.206 10,26
2008 55.795 540.122 9,68
2009 56.099 583.139 10,39
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010

Lampiran 3. Produktivitas Tanaman Mentimun di Kabupaten Bogor Pada Tahun


2007-2010
Luas Panen Produksi Produktivitas
Tahun
(Ha) (Ton) (Ton/Ha)
2007 1.543 22.060 14,30
2008 1.242 18.352 14,78
2009 1.152 13.978 12,13
2010 1.182 16.866 14,27
Rata-Rata 1.279,75 17.814 13,87
Sumber : Departemen Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2010 (diolah)

Lampiran 4. Produktivitas Mentimun di Kelompok Tani Pondok Menteng Tahun


2009-2011
Produksi Produktivitas
Bulan Luas Lahan (Ha)
(Ton) (Ton/Ha)
Sept 09-Nov 09 5 47,271 9,4542
Jan 10-Mar 10 5 28,916 5,7832
Okt 10-Des 10 5 31,734 6,3468
Feb 11-Apr 11 5 26,528 5,3056
Sumber : Gapoktan Rukun Tani, 2010 (diolah)

94
Lampiran 5. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Fungsi Produksi Rata-Rata
dan Variance Produksi Usahatani Mentimun dengan Model GARCH

Dependent Variable: LNY


Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution
Date: 08/02/11 Time: 11:00
Sample: 1 70
Included observations: 70
Convergence achieved after 15 iterations
Presample variance: backcast (parameter = 0.7)
GARCH = C(10) + C(11)*RESID(-1)^2 + C(12)*GARCH(-1) + C(13)*LN1 +
C(14)*LN2 + C(15)*LN3 + C(16)*LN4 + C(17)*LN5 + C(18)*LN6 +
C(19)*LN7 + C(20)*LN8

Variable Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.

LN1 0.580311 0.217962 2.662440 0.0078


LN2 0.007970 0.131182 0.060755 0.9516
LN3 -0.186202 0.144258 -1.290756 0.1968
LN4 0.081976 0.143482 0.571329 0.5678
LN5 0.132046 0.071739 1.840650 0.0657
LN6 0.052479 0.174470 0.300793 0.7636
LN7 0.146938 0.112880 1.301720 0.1930
LN8 -0.192960 0.119957 -1.608579 0.1077
C 7.740909 1.191593 6.496272 0.0000

Variance Equation

C 0.160054 0.605174 0.264475 0.7914


RESID(-1)^2 0.117792 0.135307 0.870559 0.3840
GARCH(-1) 0.558155 0.362231 1.540879 0.1233
LN1 -0.002574 0.106755 -0.024114 0.9808
LN2 -0.002337 0.045733 -0.051095 0.9592
LN3 -0.002453 0.046596 -0.052652 0.9580
LN4 -0.002672 0.067652 -0.039499 0.9685
LN5 0.026551 0.020896 1.270633 0.2039
LN6 -0.019230 0.053487 -0.359537 0.7192
LN7 -0.020231 0.045891 -0.440842 0.6593
LN8 -0.002689 0.065226 -0.041232 0.9671

R-squared 0.319076 Mean dependent var 10.10681


Adjusted R-squared 0.060326 S.D. dependent var 0.515676
S.E. of regression 0.499880 Akaike info criterion 1.531097
Sum squared resid 12.49400 Schwarz criterion 2.173524
Log likelihood -33.58838 Hannan-Quinn criter. 1.786276
F-statistic 1.233141 Durbin-Watson stat 1.243698
Prob(F-statistic) 0.270586

95
Lampiran 6. Analisis Pendaptan Usahatani Mentimun Musim Hujan
Komponen Jumlah Harga satuan Nilai (%)
A Penerimaan Tunai 13.651 1580 21.568.083 99,00
B. Penerimaan yang Diperhitungkan 138 1.580,00 217.859 1,00
C. Total Penerimaan 21.785.943 100,00
D. Biaya Tunai
1. Benih (Gr) 1.139 1.500,00 1.708.643 11,66
2. Kapur (Kg) 1.602 302,86 485.153 3,31
3. Pupuk
a. Pupuk kandang (Kg) 14.859 197,14 2.929.387 19,98
b. Pupuk ZA (Kg) 295 1.651,61 487.543 3,33
c. Pupuk NPK (Kg) 330 2.540,00 837.898 5,72
d. Pupuk Urea (Kg) 280 1.741,18 487.249 3,32
e. Pupuk KCL (Kg) 239 1.700,00 406.844 2,78
f. Pupuk TSP (Kg) 163 1.600,00 261.439 1,78
4. Pupuk Tumbuh
a. Gandasil D 2 92.857,14 149.977 1,02
b. Gandasil B 2 100.857,14 185.979 1,27
5. Pestisida Padat
a. Antrakol 5 105.000,00 478.786 3,27
b. Sevin 2 35.900,00 79.375 0,54
c. Khardan 1 100.000,00 100.000 0,68
d. Lanet 2 174.545,45 344.860 2,35
6. Pestisida Cair
a. Winder 2 153.384,62 302.222 2,06
b. Curachron 3 107.857,14 301.285 2,06
c. Plengket 1 30.000,00 33.750 0,23
7. Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) 192 20.000,00 3.842.857 26,21
8. Sewa Lahan 571.429 3,90
9. Pajak Lahan 46.429 0,32
Jumlah Total Biaya Tunai 14.041.102 95,78
E. Biaya Diperhitungkan
1. Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) 24 20.000,00 479.429 3,27
2. Sewa Lahan (pengelola+bagi hasil) 105.000 0,72
3. Penyusutan Peralatan 33.736 0,23
Jumlah Total Biaya Diperhitungkan 618.165 4,22
F. Jumlah Total Biaya 14.659.267 100,00
G Pendapatan Atas Biaya Tunai (A-D) 7.526.981
H Pendapatan Atas Biaya Total (C-F) 7.126.676

96
Lampiran 7. Analisis Pendaptan Usahatani Mentimun Musim Kemarau
Komponen Jumlah Harga satuan Nilai (%)
A Penerimaan Tunai 12.316 1580 19.458.648 99,00
B. Penerimaan yang Diperhitungkan 124 1.580,00 196.552 1,00
C. Total Penerimaan 19.655.200 100,00
D. Biaya Tunai
1. Benih (Gr) 1.298 1.500,00 1.947.500 13,04
2. Kapur (Kg) 1.602 302,86 485.153 3,25
3. Pupuk
a. Pupuk kandang (Kg) 14.859 197,14 2.929.387 19,61
b. Pupuk ZA (Kg) 292 1.651,61 482.215 3,23
c. Pupuk NPK (Kg) 327 2.540,00 831.548 5,57
d. Pupuk Urea (Kg) 280 1.741,18 487.249 3,26
e. Pupuk KCL (Kg) 239 1.700,00 406.844 2,72
f. Pupuk TSP (Kg) 163 1.600,00 261.439 1,75
4. Pupuk Tumbuh
a. Gandasil D 2 92.857,14 149.977 1,00
b. Gandasil B 2 100.857,14 185.979 1,25
5. Pestisida Padat
a. Antrakol 5 105.000,00 475.786 3,19
b. Sevin 2 35.900,00 81.395 0,54
c. Khardan 1 100.000,00 100.000 0,67
d. Lanet 2 174.545,45 390.083 2,61
6. Pestisida Cair
a. Winder 2 153.384,62 300.378 2,01
b. Curachron 3 107.857,14 317.977 2,13
c. Plengket 1 30.000,00 24.375 0,16
7. Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) 192 20.000,00 3.842.857 25,73
8. Sewa Lahan 571.429 3,83
9. Pajak Lahan 46.429 0,31
Jumlah Total Biaya Tunai 14.317.998 95,86
E. Biaya Diperhitungkan
1. Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) 24 20,000.00 479.429 3,21
2. Sewa Lahan (pengelola+bagi hasil) 105.000 0,70
3. Penyusutan Peralatan 33.736 0,23
Jumlah Total Biaya Diperhitungkan 618.165 4,14
F. Jumlah Total Biaya 14.936.162 100,00
G Pendapatan Atas Biaya Tunai (A-D) 5.140.650
H Pendapatan Atas Biaya Total (C-F) 4.719.038

97
Lampiran 8. Perbandingan Analisis Usahatani Mentimun Per Hektar Per Musim Tanam
Musim Hujan Musim Kemarau
No Keterangan Total Presentase Total Presentase
Nilai (%) Nilai (%)
A Penerimaan Tunai 21.568.083 99,00 19.458.648 99,00
B. Penerimaan yang Diperhitungkan 217.859 1,00 196.552 1,00
C. Total Penerimaan 21.785.943 100,00 19.655.200 100,00
D. Biaya Tunai
1. Benih (Gr) 1.708.643 11,66 1.947.500 13,04
2. Kapur (Kg) 485.153 3,31 485.153 3,25
3. Pupuk
a. Pupuk kandang (Kg) 2.929.387 19,98 2.929.387 19,61
b. Pupuk ZA (Kg) 487.543 3,33 482.215 3,23
c. Pupuk NPK (Kg) 837.898 5,72 831.548 5,57
d. Pupuk Urea (Kg) 487.249 3,32 487.249 3,26
e. Pupuk KCL (Kg) 406.844 2,78 406.844 2,72
f. Pupuk TSP (Kg) 261.439 1,78 261.439 1,75
4. Pupuk Tumbuh
a. Gandasil D 149.977 1,02 149.977 1,00
b. Gandasil B 185.979 1,27 185.979 1,25
5. Pestisida Padat
a. Antrakol 478.786 3,27 475.786 3,19
b. Sevin 79.375 0,54 81.395 0,54
c. Khardan 100.000 0,68 100.000 0,67
d. Lanet 344.860 2,35 390.083 2,61
6. Pestisida Cair
a. Winder 302.222 2,06 300.378 2,01
b. Curachron 301.285 2,06 317.977 2,13
c. Plengket 33.750 0,23 24.375 0,16
7. Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) 3.842.857 26,21 3.842.857 25,73
8. Sewa Lahan 571.429 3,90 571.429 3,83
9. Pajak Lahan 46.429 0,32 46.429 0,31
Jumlah Total Biaya Tunai 14.041.102 95,78 14.317.998 95,86
E. Biaya Diperhitungkan
1. Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) 479.429 3,27 479.429 3,21
2. Sewa Lahan (pengelola+bagi hasil) 105.000 0,72 105.000 0,70
3. Penyusutan Peralatan 33.736 0,23 33.736 0,23
Jumlah Total Biaya Diperhitungkan 618.165 4,22 618.165 4,14
F. Jumlah Total Biaya 14.659.267 100,00 14.936.162 100,00
G Pendapatan Atas Biaya Tunai (A-D) 7.526.981 5.140.650
H Pendapatan Atas Biaya Total (C-F) 7.126.676 4.719.038

98
Lampiran 9. Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Mentimun Musim Hujan yang di Konversi Dalam Hektar
Penggunaan Faktor-faktor Produksi Mentimun Musim Hujan
P. Vit Tenaga
Produktivitas Benih P.Kandang Kapur Pestisida
Kimia Tumbuh Kerja
No
Padat Cair
(kg/ha) (gram/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg) (HOK)
(kg) (Liter)
Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
1 33750,00 875,00 3625,00 625,00 200,00 1,25 2,50 0,63 178,44
2 42000,00 900,00 12600,00 600,00 270,00 2,00 3,00 1,25 365,50
3 36000,00 1400,00 21200,00 500,00 500,00 2,00 4,50 0,50 566,50
4 24000,00 840,00 8400,00 1000,00 420,00 1,50 6,00 2,00 210,50
5 14600,00 1200,00 10600,00 1000,00 1120,00 0,50 3,00 1,00 684,50
6 50000,00 2666,67 41666,67 5000,00 1500,00 2,00 31,67 8,33 1750,00
7 15000,00 800,00 15000,00 1000,00 222,00 0,50 6,00 0,50 206,00
8 28571,43 1000,00 1371,43 571,43 331,43 1,07 2,86 0,36 255,71
9 40000,00 800,00 8000,00 600,00 520,00 2,00 4,00 0,50 733,50
10 16000,00 800,00 26000,00 1000,00 320,00 0,40 20,00 5,00 1105,00
11 40000,00 2000,00 13000,00 2500,00 1200,00 7,50 20,50 5,00 1330,00
12 35000,00 800,00 5400,00 400,00 215,00 0,50 1,50 0,25 114,75
13 20000,00 700,00 13000,00 1000,00 1100,00 6,00 3,00 0,50 319,75
14 13333,33 1066,67 8000,00 1000,00 760,00 6,67 3,33 1,67 1153,33
15 18000,00 1000,00 6000,00 1500,00 960,00 5,00 10,00 2,50 515,00
16 35000,00 900,00 12250,00 600,00 690,00 1,00 2,90 1,25 585,00
17 75000,00 2000,00 25000,00 12500,00 3750,00 5,00 17,50 6,25 2475,00
18 18000,00 720,00 8000,00 800,00 690,00 2,00 3,00 2,00 503,50
19 20000,00 1400,00 12000,00 3000,00 520,00 2,00 2,00 1,50 492,00
20 12500,00 1000,00 11500,00 1000,00 370,00 3,75 5,00 1,25 380,00

99
21 38000,00 900,00 5180,00 1000,00 948,00 5,00 4,00 2,50 480,00
22 30000,00 800,00 15720,00 1250,00 1322,00 2,00 2,00 1,50 206,00
23 60000,00 160000 30000,00 3000,00 600,00 10,00 10,00 18,00 2075,00
24 66666,67 1166,67 16716,67 833,33 908,33 8,33 5,00 4,17 483,33
25 20000,00 1333,33 18333,33 3333,33 2000,00 6,67 4,67 1,67 1150,00
26 20000,00 900,00 10800,00 800,00 580,00 2,00 3,50 0,25 427,25
27 15000,00 900,00 14312,50 687,50 550,00 0,63 2,50 1,25 472,81
28 66666,67 2666,67 51666,67 1666,67 3500,00 6,67 16,67 8,33 2558,33
29 16000,00 620,00 4250,00 500,00 325,00 1,00 3,00 2,00 356,75
30 11666,67 1000,00 10833,33 833,33 533,33 2,50 3,33 0,83 445,00
31 16000,00 840,00 10480,00 700,00 396,00 1,00 3,00 1,00 368,50
32 20000,00 1333,33 26666,67 1666,67 2066,67 0,33 12,50 4,17 2300,00
33 34000,00 880,00 10500,00 600,00 520,00 4,00 4,00 1,00 444,00
34 20000,00 860,00 10500,00 500,00 240,00 2,00 2,00 0,25 252,50
35 30000,00 1200,00 21500,00 2500,00 1600,00 5,00 7,0 2,50 1210,00

100
Lampiran 10. Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Mentimun Musim Kemarau yang di Konversi Dalam Hektar
Penggunaan Faktor-faktor Produksi Mentimun Musim Kemarau
P. Vit Tenaga
Produktivitas Benih P.Kandang Kapur Pestisida
Kimia Tumbuh Kerja
No
Padat Cair
(kg/ha) (gram/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg) (HOK)
(kg) (Liter)
Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
1 33750,00 875,00 3625,00 625,00 250,00 1,25 2,50 0,63 178,44
2 43500,00 900,00 12600,00 600,00 270,00 2,00 4,00 1,50 365,50
3 20000,00 1400,00 21200,00 500,00 400,00 2,00 4,50 0,50 566,50
4 17000,00 1000,00 8400,00 1000,00 420,00 1,50 6,00 2,00 210,50
5 9000,00 1200,00 10600,00 1000,00 840,00 0,50 3,00 1,00 684,50
6 25000,00 2000,00 41666,67 5000,00 1500,00 2,00 31,67 8,33 1750,00
7 15000,00 800,00 15000,00 1000,00 172,00 0,50 6,00 0,50 206,00
8 20000,00 1000,00 1371,43 571,43 260,00 1,07 2,86 0,36 255,71
9 40000,00 800,00 8000,00 600,00 420,00 2,00 4,00 0,50 733,50
10 16000,00 800,00 26000,00 1000,00 320,00 0,40 20,00 5,00 1105,00
11 40000,00 2000,00 13000,00 2500,00 1200,00 7,50 20,50 5,00 1330,00
12 18000,00 800,00 5400,00 400,00 215,00 0,50 1,50 0,25 114,75
13 20000,00 700,00 13000,00 1000,00 1100,00 6,00 3,00 0,50 319,75
14 13333,33 2000,00 8000,00 1000,00 760,00 6,67 3,33 1,67 1153,33
15 9000,00 600,00 6000,00 1500,00 720,00 5,00 10,00 2,50 515,00
16 29000,00 900,00 12250,00 600,00 550,00 1,00 2,15 1,00 585,00
17 75000,00 5000,00 25000,00 12500,00 5000,00 5,00 17,50 6,25 2475,00
18 24000,00 720,00 8000,00 800,00 740,00 2,00 2,00 1,50 503,50
19 20000,00 1400,00 12000,00 3000,00 520,00 2,00 2,00 1,50 492,00
20 17500,00 500,00 11500,00 1000,00 700,00 3,75 5,00 1,25 380,00
21 38000.00 900,00 5180,00 1000,00 648,00 5,00 4,00 2,50 480,00

101
22 30000,00 800,00 15720,00 1250,00 1072,00 2,00 2,00 1,50 206,00
23 30000,00 1600,00 30000,00 3000,00 400,00 10,00 10,00 18,00 2075,00
24 37500,00 2500,00 16716,67 833,33 908,33 8,33 5,00 4,17 483,33
25 23333,33 1333,33 18333,33 3333,33 2500,00 6,67 9,33 3,33 1150,00
26 20000,00 900,00 10800,00 800,00 680,00 2,00 3,50 0,25 427,25
27 22500,00 900,00 14312,50 687,50 637,50 0,63 3,13 2,19 472,81
28 66666,67 4000,00 51666,67 1666,67 2533,33 6,67 16,67 8,33 2558,33
29 30000,00 620,00 4250,00 500,00 275,00 1,00 5,00 3,00 356,75
30 7000,00 800,00 10833,33 833,33 533,33 2,50 3,33 0,83 445,00
31 16000,00 800,00 10480,00 700,00 396,00 1,00 3,00 1,00 368,50
32 20000,00 1333,33 26666,67 1666,67 816,67 0,33 12,50 4,17 2300,00
33 28000,00 880,00 10500,00 600,00 520,00 4,00 4,00 1,00 444,00
34 20000,00 680,00 10500,00 500,00 240,00 2,00 2,00 0,25 252,50
35 18000,00 2000,00 21500,00 2500,00 1400,00 5,00 7,50 2,50 1210,00

102
103

Anda mungkin juga menyukai