Anda di halaman 1dari 114

ANALISIS RISIKO PRODUKSI WORTEL

DAN BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN


CIANJUR JAWA BARAT

SKRIPSI

MILA JAMILAH
H34061520

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
ANALISIS RISIKO PRODUKSI WORTEL
DAN BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN
CIANJUR JAWA BARAT

SKRIPSI

MILA JAMILAH
H34061520

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
RINGKASAN

MILA JAMILAH. Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun di


Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan
POPONG NURHAYATI)

Sayuran adalah salah satu bagian dari subsektor hortikultura yang cukup
penting. Konsumsi sayuran per kapita Indonesia tahun 2002 sebesar 32,89
kg/tahun meningkat menjadi 35,33 kg/tahun dan pada tahun 2008. Pemenuhan
kebutuhan akan produk pertanian sebagian besar disuplai dari perdesaan.
Pengembangan kawasan agropolitan merupakan salah satu upaya pemerintah
dalam mengembangkan kawasan perdesaan. Kabupaten Cianjur merupakan salah
satu kawasan rintisan agropolitan yang didirikan pada tahun 2002 dengan
komoditas unggulan wortel dan bawang daun.
Permasalahan yang dihadapi petani wortel dan bawang daun di kawasaan
agropolitan Cianjur adalah adanya risiko produksi. Hal ini dapat dilihat dari
produktivitas wortel dan bawang daun yang berfluktuasi dari tahun 2005-2009.
Permasalahan lain yang dihadapi petani wortel dan bawang daun di kawasan
agropolitan Cianjur adalah pemasaraan wortel dan bawang daun yang harus
kontinu dilakukan setiap hari. Faktor risiko pada kegiatan produksi wortel dan
bawang daun disebabkan oleh adanya ketergantungan aktivitas produksi wortel
dan bawang daun pada faktor produksi yang meliputi benih, pupuk, obat-obatan,
tenaga kerja, ketersediaan infrastruktur pertanian seperti, pengairan, pengaruh
hama dan penyakit tanaman, serta faktor iklim dan cuaca. Jika terjadi masalah
dalam kegiatan produksi maka kegiatan pemasaran pun akan ikut terhambat. Oleh
karena itu, perlu diketahui sejauh mana tingkat risiko produksi dari kedua
komoditas tersebut dan mencari strategi penanganan untuk mengatasi risiko
produksi di kawasan agropolitan Cianjur. Tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisis risiko produksi wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan
Cianjur dan menganalisis alternatif penanganan risiko produksi wortel dan
bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur.
Penelitian dilakukan di kawasan agropolitan Cianjur Jawa Barat yang
meliputi dua Desa yaitu di Desa Sindang Jaya (Kecamatan Cipanas) dan di Desa
Sukatani (Kecamatan Pacet) yang menjadi kawasan inti pengembangan
agropolitan. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan April hingga Mei 2010.
Responden penelitian ini sebanyak 60 orang yang terdiri dari 30 petani wortel
dan 30 petani bawang daun, diambil secara purposive. Data yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui penyebaran kuisioner dan wawancara dengan petani wortel dan
bawang daun di lokasi penelitian. Sementara itu data sekunder diperoleh dari
Agropolitan Cianjur, Dinas Pertanian Cianjur, Sub Terminal Agribisnis
Cigombong, Direktorat Hortikultura, BPS, internet, dan buku literatur serta
beberapa penelitian terdahulu yang menjadi bahan rujukan bagi penelitian ini.
Metode pengolahan data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis
risiko dengan perhitungan Variance, Standard Deviation, dan Coefficient
Variation.
Dari hasil penilaian risiko menggunakan ukuran coefficient variation yang
dilihat dari return produktivitas, diketahui bahwa budidaya wortel menghadapi
risiko produksi sebesar 0,26. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang
diperoleh petani wortel, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,26
satuan atau 26 persen. Sedangkan risiko produksi budidaya bawang daun sebesar
0,29. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh petani
bawang daun, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,29 satuan
atau 29 persen.
Strategi pengelolaan risiko produksi wortel dan bawang daun yang dapat
diterapkan petani di kawasan agropolitan Cianjur bertujuan untuk menghindari
terjadinya risiko. Ada enam strategi yaitu, pertama, penyiraman pada musim
kemarau dilakukan sesuai kebutuhan pada pagi atau sore hari untuk wortel dan
penyiraman juga harus dilakukan pada bedengan sebelum benih wortel disebar
serta penyiraman pada musim kemarau dilakukan 1 minggu sekali pada pagi atau
sore hari untuk bawang daun atau menggunakan mulsa plastik. Kedua,
menerapkan pengendalian hama secara terpadu (PHT). Penyemprotan dengan
pestisida harus dihentikan dua minggu sebelum wortel dan bawang daun dipanen
serta melakukan penyiangan (ngoyos) sebanyak tiga kali selama musim tanam
yaitu 30 HST menggunakan tangan, 60 HST menggunakan garpu kecil, dan 75
HST menggunakan tangan untuk wortel dan penyiangan (ngoyos) sebanyak satu
kali selama satu musim tanam dan pembumbunan sebanyak dua kali selama satu
musim tanam untuk bawang daun. Ketiga, meningkatkan kesuburan lahan dengan
cara pemupukan dan merotasikan pola tanam yang tepat. Keempat, penggunaan
variabel input yang sesuai menurut SOP. Kelima, meningkatkan pengembangkan
sumberdaya manusia dengan cara mengikuti pelatihan dan penyuluhan budidaya
wortel dan bawang daun serta meningkatkan pengawasan terhadap petani
penggarap. Keenam, melakukan diversifikasi dengan cara tumpang sari.
ANALISIS RISIKO PRODUKSI WORTEL
DAN BAWANG DAUN DI KAWASAN AGROPOLITAN
CIANJUR JAWA BARAT

MILA JAMILAH
H34061520

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Skripsi : Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun di
Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat
Nama : Mila Jamilah
NIM : H34061520

Disetujui,
Pembimbing

Ir. Popong Nurhayati, MM


NIP. 19670211 199203 2 002

Diketahui
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor

Dr.Ir. Nunung Kusnadi, MS


NIP. 19580908 198403 1 002

Tangal Lulus :
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Risiko
Produksi Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat”
adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2010

Mila Jamilah
H34061520
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 28 Oktober 1988. Penulis


adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Miran dan Ibu
Sarinah.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah Nurun
Najah I pada tahun 2000 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada
tahun 2003 di SMP Negeri 10 Tangerang Selatan. Pendidikan lanjutan menengah
atas di SMA Negeri 4 Tangerang Selatan diselesaikan pada tahun 2006.
Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada tahun 2006. Selama mengikuti pendidikan, penulis terlibat dalam
organisasi intra kampus dan beberapa kepanitian. Penulis pernah menjadi
pengurus Shariah Economics Student Club (SESC) divisi Usaha Mandiri tahun
2007-2009.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas segala berkat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa
Barat”.
Penelitian ini bertujuan menganalisis risiko produksi wortel dan bawang
daun di kawasan Agropolitan Cianjur. serta menganalisis alternatif yang dapat
dilakukan untuk mengatasi risiko produksi wortel dan bawang daun di kawasan
agropolitan Cianjur. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
berbagai pihak dalam rangka pengembangan agribisnis wortel dan bawang daun
di Indonesia khususnya di Kawasan Agropolitan Cianjur. Selain itu, hasil
penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi bahan masukan maupun referensi
bagi penelitian selanjutnya.

Bogor, November 2010

Mila Jamilah
UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan karunia-Nya sehingga memberikan kekuatan, kemudahan serta
kesehatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini juga tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah
SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Ir. Popong Nurhayati, MM. selaku dosen pembimbing atas bimbingan,
arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi. dan Dra. Yusalina, MS. atas kritik dan saran
serta kesediaannya menjadi dosen penguji pada ujian sidang Penulis.
3. Ir. Anita Ristianingrum, MSi. selaku dosen pembimbing akademik yang
dengan sabar memberikan arahan selama penulis menjalankan kegiatan
perkuliahan.
4. Seluruh dosen pengajar dan staf Departemen Agribisnis yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis selama kegiatan perkuliahan.
5. Kedua orang tua tercinta, Bapak, Ibu, dan Dik Laela yang selalu memberikan
doa, kasih sayang, semangat, dukungan baik moral maupun materi, serta
menjadi motivasi penulis untuk meyelesaikan skripsi ini.
6. Qurrota A’yun yang telah menjadi pembahas pada seminar penulis dan
memberikan masukan-masukan terhadap penyelesaian skripsi.
7. Pengurus Agropolitan Cianjur, terutama Bapak Mulyadi yang bersedia
memberikan bantuan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8. Keluarga Bapak H. Sugilar serta petani wortel dan petani bawang daun yang
telah bersedia menjadi responden peneltian ini.
9. Sahabat AGB43 yang selalu memberikan semangat kepada penulis serta
sahabat kostan Bateng69.

Bogor, November 2010


Mila Jamilah
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xv
I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................. 5
1.3. Tujuan .................................................................................. 8
1.4. Manfaat ................................................................................ 8
1.5. Ruang Lingkup ..................................................................... 8
II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 9
2.1. Kajian Agropolitan ............................................................... 9
2.2. Kajian Usahatani Wortel dan Bawang Daun ....................... 10
2.3. Kajian Risiko Bisnis............................................................. 13
2.4. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu .............................. 16
III KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................... 18
3.1. Kerangka Teoritis ................................................................. 18
3.1.1 Konsep Risiko ............................................................ 18
3.1.2 Sumber-Sumber Risiko .............................................. 21
3.1.3 Manajemen Risiko ..................................................... 22
3.2. Kerangka Operasional .......................................................... 24
IV METODE PENELITIAN.......................................................... 26
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 26
4.2. Metode Penentuan Sampel ................................................... 26
4.3. Data dan Instrumentasi......................................................... 26
4.5. Metode Pengumpulan Data .................................................. 27
4.6. Metode Pengolahan Data ..................................................... 27
4.6.1 Analisis Risiko ............................................................ 27
4.6.2 Analisis Pendapatan Usahatani ................................... 30
4.7. Definisi Operasional ............................................................ 30
V GAMBARAN UMUM WILAYAH .......................................... 31
5.1. Karakteristik Wilayah .......................................................... 31
5.1.1 Kawasan Agropolitan Cianjur .................................... 31
5.1.2 Desa Inti Pusat Pertumbuhan Kawasan Agropolitan . 32
5.1.3 Sarana dan Prasarana Pendukung Pertanian di
Kawasan Agropolitan ................................................. 35
5.2. Karakteristik Responden ...................................................... 37
5.2.1 Umur Responden ....................................................... 37
5.2.2 Tingkat pendidikan Responden .................................. 38
5.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga .................................... 40
5.2.4 Pengalaman Bertani .................................................... 41
5.2.5 Luas Lahan ................................................................. 42
5.2.6 Status Kepemilikan Lahan ......................................... 43
5.2.7 Pola Pengusahaan Lahan ........................................... 44
5.2.8 Pemasaran Wortel dan Bawang Daun ....................... 47
5.2.9 Penggunaan Input Usahatani Wortel dan Bawang
Daun .......................................................................... 48
5.2.10 Biaya Produksi Usahatani Wortel dan Bawang Daun 52
5.2.11 Pendapatan dan Keuntungan Usahatani Wortel
dan Bawang Daun ..................................................... 56
VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI ............................................ 59
6.1. Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun ........... 59
6.1.1 Sumber-Sumber Risiko Produksi di Kawasan
Agropolitan Cianjur ................................................... 69
6.1.2 Manajemen Risiko yang Dilakukan Petani ................ 68
6.2. Alternatif Penanganan Risiko Produksi .............................. 73
VII KESIMPULAN dan SARAN ................................................... 79
7.1 Kesimpulan .......................................................................... 79
7.2 Saran..................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 81
LAMPIRAN ........................................................................................ 84
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Produksi Domestik Bruto Menurut Sektor Usaha di
IndonesiaTahun 2008 ................................................................ 1
2. Nilai PDB Hortikultura berdasarkan Harga Berlaku
Periode 2004-2008 .................................................................... 2
3. Produksi Sayuran di Kawasan Agropolitan Wilayah
Kecamatan CipanasTahun 2005-2009 ...................................... 3
4. Produksi, Luas Panen, Produktivitas Wortel dan Bawang
Daun di Kawasan Agropolitan Wilayah Kecamatan Cipanas
Tahun 2005-2009 ...................................................................... 4
5. Produktivitas Wortel dan Bawang Daun di Kabupaten Cianjur
Tahun 2003-2008 ...................................................................... 4
6. Produktivitas Wortel dan Bawang Daun di Indonesia Tahun
2004-2008 ................................................................................. 5
7. Pembagian Sampel Petani Wortel dan Petani Bawang Daun
Per Desa .................................................................................... 28
8. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Sindangjaya dan Sukatani
Tahun 2009 ............................................................................... 34
9. Persentase Umur Petani Wortel dan Bawang Daun di kawasan
Agropolitan Cianjur Tahun 2010 ............................................. 38
10. Persentase Tingkat pendidikan Petani Wortel dan Bawang
Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010 ................ 39
11. Persentase Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Wortel dan
Petani Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun
2010 ........................................................................................... 40
12. Persentase Pengalaman Bertani Petani Wortel dan Petani
Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010 ... 41
13. Persentase Luas Lahan Petani Wortel dan Petani Bawang
Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010 ................. 42
14. Persentase Status Lahan Petani Wortel dan Petani Bawang
Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010 ................. 43
15. Persentase Pola Pengusahaan Lahan Wortel di Kawasan
Agropolitan Cianjur .................................................................. 45
16. Persentase Pola Pengusahaan Lahan Bawang Daun
di Kawasan Agropolitan Cianjur.............................................. 46
17. Rata-rata Penggunaan Input Wortel per 1000 m2 Menurut
Musim Tanam di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun
2009-2010 ................................................................................. 48
18. Rata-rata Penggunaan Input Bawang Daun per 1000 m2
Menurut Musim Tanam di Kawasan Agropolitan Cianjur
Tahun 2009-2010 ...................................................................... 49
19. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Wortel per
Musim Tanam di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun
2009-2010 (Rp/1000m2)............................................................ 53
20. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Bawang Daun per Musim
Tanam di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2009-2010
(Rp/1000m2) .............................................................................. 54
21. Peluang dan Produktivitas Wortel dan Bawang Daun pada
Kondisi Tertinggi, Normal, dan Terendah di Kawasan
Agropolitan Cianjur .................................................................. 59
22. Nilai Expected Value, Variance, Standars Deviation, dan
Coefficient Variation Wortel dan Bawang Daun Dilhat
dari Return Produktivitas di Kawasan Agropolitan Cianjur ..... 60
23. Jenis-jenis Hama yang Menyerang Tanaman Wortel ............... 64
24. Jenis-jenis Hama yang Menyerang Tanaman Bawang Daun.... 65
25. Jenis-jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Wortel ........... 66
26. Jenis-jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman
Bawang Daun ............................................................................ 66
27. Cara Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Wortel yang
Dilakukan oleh Petani di Kawasan Agropolitan Cianjur .......... 70
28. Cara Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
Bawang Daun yang Dilakukan oleh Petani di Kawasan
Agropolitan Cianjur .................................................................. 71
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Tingkat Produktivitas Wortel dan Bawang Daun di Kawasan
Agropolitan Cianjur Tahun 2005-2006 .................................... 7
2. Risk-Uncertainty Continum ..................................................... 18
3. Hubungan Antara Varian dan Expected Return ........................ 19
4. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................. 25
5. Pola Pengusahaan Lahan Wortel di Kawasan Agropolitan
Cianjur Tahun 2009-2010 ......................................................... 44
6. Pola Pengusahaan Lahan Bawang Daun di Kawasan
Agopolitan Cianjur Tahun 2009-2010 ..................................... 45
7. Komponen Biaya Produksi Wortel dan Bawang Daun per
Musim Tanam pada Tahun 2009-2010 ..................................... 55
8. Biaya Produksi Total, Pendapatan Kotor, dan Pendapatan
Bersih Usahatani Wortel di Kawasan Agropolitan Cianjur
Tahun 2009-2010 ...................................................................... 57
9. Biaya Produksi Total, Pendapatan Kotor, dan Pendapatan
Bersih Usahatani Bawang Daun di Kawasan Agropolitan
Cianjur Tahun 2009-2010 ......................................................... 57
10. Rata-rata Produktivitas Wortel dan Bawang Daun per Musim
Tanam pada Tahun 2009-2010.................................................. 63
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Proses Produksi dan Hama PenyakitWortel di Kawasan
Agropolitan Cianjur Tahun 2010 ............................................. 85
2. Proses Produksi dan Hama Penyakit Bawang Daun di
Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010............................... 86
3. Konsumsi Sayuran Per Kapita IndonesiaTahun 2002-2008
(Kg/Th)...................................................................................... 87
4. Produksi Sayuran di Kabupaten Cianjur Tahun 2001-2008
(ton) ........................................................................................... 88
5. Produktivitas Sayuran di Indonesia Tahun 2003-2007 ............. 89
6. Saluran Tataniaga Wortel dan Bawang Daun di Kawasan
Agropolitan Cianjur Tahun 2010 ............................................. 90
2
7. Analisis Usahatani Wortel per Musim Tanam (Rp/1000m ) ... 91
8. Analisis Usahatani Bawang Daun per Musim Tanam
(Rp/1000m2) ........................................................................... 94
9. Perhitungan Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun .......... 97
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi
perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia
menggantungkan kehidupan mereka pada sektor pertanian. Berdasarkan data yang
terlihat pada Tabel 1, sebesar 14,39 persen penduduk Indonesia menggantungkan
kehidupan mereka pada sektor pertanian.

Tabel 1. Produk Domestik Bruto Menurut Sektor Usaha di Indonesia Tahun 2008
No Sektor Usaha PDB (persen)
1 Industri pengolahan 27,87
2 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 14,39
3 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13,97
4 Pertambangan dan Penggalian 10,97
5 Jasa-jasa lain 9,76
6 Bangunan 8,46
7 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 7,44
8 Pengangkutan dan Komunikasi 6,31
9 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,82
Total PDB 100,00

Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

Sektor pertanian terdiri dari beberapa sektor, yaitu subsektor pangan,


hortikultura, dan perkebunan. Salah satu sektor yang cukup penting adalah
subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura terdiri dari sayuran, buah-buahan,
tanaman hias, dan biofarmaka atau obat-obatan. Menurut data Departemen
Pertanian Republik Indonesia (2009), nilai Produk Bruto (PDB) subsektor
hortikultura dari tahun 2004 hingga 2008 mengalami peningkatan setiap tahun
seperti digambarkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai PDB Hortikultura berdasarkan Harga Berlaku Periode 2004-2008
Nilai PDB (Milyar Rp.) Persentase Pertumbuhan
No Kelompok Pertahun (%)
Komoditas 2004 2005 2006 2007 2008 2005 2006 2007 2008
1 Buah-buahan 30.765 31.694 35.448 42.362 42.660 1,49 5,59 8,89 0,35
2 Sayuran 20.749 22.630 24.694 25.587 27.423 4,34 4,36 1,78 3,46
3 Biofarmaka 722 2.806 3.762 4.105 4.118 59,07 14,56 4,36 0,16
4 Tanaman Hias 4.609 4.662 4.734 4.741 6.091 0,57 0,77 0,07 12,46
Total Hortikultura 56.844 61.792 68.639 76.795 80.292 4,17 5,25 5,61 2,23

Sumber : Ditjen Hortikultura (2009)

Sebagai penyumbang PDB pertanian yang cukup penting, subsektor


hortikultura juga berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi
masyarakat Indonesia. Subsektor hortikultura merupakan komoditas pertanian
yang penting dan berpotensi untuk dikembangkan. Salah satu bagian subsektor
hortikultura yang cukup penting adalah sayuran. Pada tahun 2004-2008,
perkembangan PDB sayuran terus meningkat dari 20.749 Milyar Rupiah pada
tahun 2004 menjadi 27.423 Milyar Rupiah pada tahun 2008 (Ditjen Hortikultura,
2009). Dari sisi ekonomi, sayuran merupakan tanaman hortikultura yang penting
karena mampu memberikan sumbangan kepada PDB hortikultura terbesar kedua
setelah buah-buahan (Ditjen Hortikultura 2009).
Kebutuhan sayuran akan selalu mengalami peningkatan seiring dengan
meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan pendapatan per kapita penduduk
Indonesia. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun
2009, pada tahun 2002 konsumsi sayuran per kapita Indonesia sebesar 32,89
kg/tahun, pada tahun 2005 meningkat 7,4 persen menjadi 35,33 kg/tahun dan pada
tahun 2008 sebesar 39,45 kg/tahun atau meningkat sebesar 11,7 persen dari tahun
2005 (Lampiran 3).
Pemenuhan kebutuhan akan produk pertanian sebagian besar disuplai dari
perdesaan. Menurut Djakapermana (2003), kesenjangan antara kawasan perkotaan
dan perdesaan serta kemiskinan di perdesaan telah mendorong upaya-upaya
pembangunan di kawasan perdesaan. Pengembangan kawasan agropolitan
merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam pengembangan
kawasan perdesaan tanpa melupakan kawasan perkotaan. Pengembangan
agropolitan ini dilakukan agar terjadi interaksi yang kuat antara pusat kawasan

2
agropolitan sebagai penyedia produk pertanian dengan wilayah kabupaten, kota
maupun provinsi sebagai daerah konsumsi komoditas pertanian.
Program Pengembangan Agropolitan telah memberikan sumbangan yang
cukup berarti terhadap perekonomian perdesaan sehingga sejak tahun 2003
Indonesia telah berada pada fase percepatan pertumbuhan ekonomi menuju
pertumbuhan berkelanjutan (Wibowo, 2004). Menurut Departemen Pertanian
(Deptan) tahun 2008, kawasan rintisan agropolitan dengan komoditas unggulan
sayuran adalah kawasan agropolitan Cianjur Jawa Barat. Agropolitan Cianjur
merupakan salah satu agropolitan yang cukup sukses karena banyak dikunjungi
negara asing, sebagai tempat penelitian, dan sayurannya yang berkualitas baik.
Kawasan agropolitan Cianjur memiliki beberapa komoditas unggulan
seperti wortel, bawang daun, kubis, petsai, dan lobak (Tabel 3). Dilihat dari
jumlah produksi (ton), wortel dan bawang daun merupakan dua komoditas yang
paling banyak dibudidayakan di kawasan agropolitan Cianjur.

Tabel 3. Produksi Sayuran di Kawasan Agropolitan Wilayah Kecamatan Cipanas


Tahun 2005-2009
Produksi (ton) Persentase Pertumbuhan Pertahun
Jenis (%)
Sayuran 2005 2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009
Wortel 25.547,1 13.813,5 12.469 10.480,7 7.157 -29,81 -5,12 -8,66 -18,84
Bawang 7.774,5 7.392,2 8.644 4.181,3 7.114 -2,52 7,81 -34,80 25,96
Daun
Kubis 5.682 2.401,1 1.640 3.237,8 2.531 -40,59 -18,83 32,76 -12,25
Petsai/ 1.544 1.619 332 1.733 1.093 2,37 -65,97 67,85 -22,65
Sawi
Lobak 1.558 3.264 4.498 2.769 3.745 35,38 15,90 -23,79 14,98

Sumber : Program Penyuluhan Pertanian BPP Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur (2009)

Pada tahun 2005, produksi wortel di kawasan agropolitan Cianjur terus


mengalami penurunan hingga tahun 2009 menjadi 7.157 ton. Sementara itu,
bawang daun mengalami fluktuasi produksi dari tahun 2005-2009. Pada tahun
2006 produksi bawang daun mengalami penurunan menjadi 7.392,2 ton, lalu
meningkat pada tahun 2007 menjadi 8.644 ton, kemudian menurun kembali pada
tahun 2008 menjadi 4.181,3 ton hingga akhirnya meningkat lagi sebesar 7.144 ton
pada tahun 2009.

3
Tabel 4. Produksi, Luas Panen, Produktivitas Wortel dan Bawang Daun di
Kawasan Agropolitan Wilayah Kecamatan Cipanas Tahun 2005-2009
Wortel Bawang Daun
Tahun Luas Produk Luas Produk
Produksi Produksi
Panen tivitas Panen tivitas
(ton) (ton)
(Ha) (Ton/Ha) (Ha) (Ton/Ha)
2005 25.547,1 671 38,07 7.774,5 287 27,09
2006 13.813,5 562 24,58 7.392,2 263 28,11
2007 12.469 370 33,7 8.644 395 21,88
2008 10.480,7 442 23,77 4.181,3 383 10,92
2009 7.157 231 30,98 7.144 322 22,19

Sumber : Program Penyuluhan Pertanian BPP Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur (2009)

Wortel dan bawang daun juga merupakan dua komoditas unggulan di


Kabupaten Cianjur. Jumlah produksi wortel menempati urutan pertama terbesar
dan produksi bawang daun menempati urutan kedua terbesar dari 23 jenis sayuran
yang ada di kabupaten Cianjur dari tahun 2001 hingga 2008 (Lampiran 4).
Produktivitas wortel dan bawang daun di kabupaten Cianjur juga mengalami
fluktuasi produksi tiap tahunnya (Tabel 5).

Tabel 5. Produktivitas Wortel dan Bawang Daun di Kabupaten Cianjur Tahun


2003-2008
Wortel Bawang Daun

Tahun Persentase Persentase


Produktivitas Produktivitas
Pertumbuhan Pertumbuhan
(Ton/Ha) (Ton/Ha)
Pertahun (%) Pertahun (%)
2003 26,77 0 26,35 0
2004 31,11 7,50 26,10 -0,48
2005 30,41 -1,14 26,36 0,50
2006 23,82 -12,15 26,72 0,68
2007 19,04 -11,15 17,56 -20,69
2008 23,71 10,92 10,99 -23,01
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur (2009)

Dilihat dari sakala nasional, produktivitas wortel dan bawang daun


ternyata juga mengalami fluktuasi produktivitas (Tabel 6). Wortel dan bawang
daun termasuk ke dalam 10 komoditas sayuran unggulan Negara Indonesia dilihat
dari jumlah produktivitasnya pada tahun 2008 (Lampiran 5). Produktivitas

4
nasional wortel terus mengalami penurunan dari tahun 2003 hingga tahun 2008.
Sedangkan produktivitas nasional bawang daun mengalami fluktuasi.

Tabel 6. Produktivitas Wortel dan Bawang Daun di Indonesia Tahun 2004-2008

Wortel Bawang Daun

Tahun Persentase Persentase


Produktivitas Produktivitas
Pertumbuhan Pertumbuhan
(Ton/Ha) (Ton/Ha)
Pertahun (%) Pertahun (%)
2003 16,55 0 8,99 0
2004 17,53 2,88 10,4 7,27
2005 17,85 0,90 11,04 2,99
2006 16,97 -2,53 11,13 0,41
2007 14,78 -6,90 10,11 -4,80
2008 14,67 -0,37 10,65 2,60
Sumber : Ditjen Hortikultura (2009)

Produktivitas dari wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan


Cianjur yang relatif berfluktuasi mengindikasikan adanya risiko pada proses
produksi. Adanya faktor risiko berpotensi menurunkan produksi kedua komoditas
tersebut. Hasil produksi yang menurun bisa menyebakan potensi kerugian bagi
pelaku usaha (petani). Agar potensi kerugian akibat fluktuasi produktivitas wortel
dan bawang daun tidak terjadi maka kajian tentang risiko produksi cukup
dibutuhkan petani. Berdasarkan keterangan tersebut, maka diperlukan penelitian
untuk mengkaji bagaimana tingkat risiko produksi wortel dan bawang daun di
Kabupaten Cianjur khususnya di kawasan agropolitan Cianjur.

1.2 Perumusan Masalah


Wortel dan bawang daun merupakan salah satu jenis sayuran yang cukup
penting dikonsumsi. Konsumsi wortel dan bawang daun yang cukup tinggi
mengindikasikan permintaan kedua komoditas tersebut juga turut meningkat.
Konsumsi wortel Nasional meningkat dari 0,94 kg/tahun pada tahun 2006 menjadi
1,14 kg/tahun pada tahun 2008 dan volume impor bawang daun meningkat
929.132 kg/tahun pada tahun 2007 menjadi 972.390 kg/tahun pada tahun 2008
(Ditjen Hortikultura, 2010). Hal ini merupakan peluang pasar untuk memenuhi
permintaan konsumen.

5
Petani sayuran di kawasan agropolitan memasarkan produk mereka di
sekitar wilayah Cianjur dan Jabodetabek seperti, Pasar Induk Kramat Jati, Pasar
Bogor, Pasar Depok, Pasar Tangerang, Pasar Bekasi dan Pasar Cianjur. Selain
pasar yang disebutkan di atas, pemasaran sayuran juga dilakukan ke restoran,
hotel, dan supermarket. Khusus pemasaran sayuran ke restoran dan hotel hanya
berada di wilayah Puncak-Cipanas. Pemasaran sayuran ke restoran, hotel, dan
supermarket lebih sulit penanganannya dibandingkan dengan pemasaran ke pasar
tradisional (Pasar Induk Kramat Jati, Pasar Bogor, Pasar Depok, Pasar Tangerang,
Pasar Bekasi dan Pasar Cianjur). Pemasaran sayuran ke restoran, hotel, dan
supermarket membutuhkan spesifikasi kualitas dan kuantitas yang sudah
ditentukan sesuai dengan kontrak pembelian, seperti spesifikasi kualitas produk.
Pemasaran sayuran di kawasan agropolitan Cianjur terutama komoditas wortel
dan bawang daun ke pasar tradisional maupun restoran, hotel, dan supermarket
dilakukan setiap hari. Maka dari itu untuk memenuhi permintaan sayuran
terutama wortel dan bawang daun dibutuhkan kontinuitas produksi kedua
komoditas tersebut agar pemasaran keduanya tidak terhambat.
Harga jual wortel dan bawang daun dari petani merupakan harga yang
ditentukan oleh harga kesepakatan pasar yang umumnya berdasarkan kondisi
permintaan dan penawaran dari Pasar Induk Kramat Jati Jakarta. Namun,
beberapa petani yang bisa memasarkan produk mereka ke restoran, hotel, atau
supermarket mendapatkan harga yang umumnya lebih tinggi dibandingkan harga
yang ditentukan pasar. Pada waktu pengambilan data, rata-rata petani memperoleh
harga wortel sebesar Rp 1.500 per kilogram dan harga bawang daun sebesar Rp
2.500 per kilogram untuk pemasaran ke pasar Cianjur dan Jabodetabek.
Produktivitas wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur
mengalami fluktuasi dari tahun 2005-2009 (Gambar 1). Produktivitas wortel terus
mengalami fluktuasi tiap tahunnya dan produktivitas bawang daun terus
mengalami penurunan meskipun pada tahun 2008 mulai meningkat. Gambaran
mengenai tingkat produktivitas wortel dan bawang daun seperti yang terlihat pada
Gambar 1 menunjukkan produktivitas kedua sayuran tersebut relatif berfluktuasi
dengan produktivitas yang cenderung menurun. Produktivitas yang cenderung
menurun mengindikasikan adanya faktor risiko pada kegiatan produksi kedua

6
komoditas tersebut. Faktor risiko pada kegiatan produksi wortel dan bawang daun
disebabkan oleh adanya ketergantungan aktivitas produksi wortel dan bawang
daun pada faktor produksi yang meliputi benih, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja,
ketersediaan infrastruktur pertanian seperti, pengairan, pengaruh hama dan
penyakit tanaman, serta faktor iklim dan cuaca.

Gambar 1. Tingkat Produktivitas Wortel dan Bawang Daun di Kawasan


Agropolitan Cianjur Tahun 2005-2009
Sumber : Program Penyuluhan Pertanian BPP Kecamatan Cipanas Kabupaten
Cianjur (2009)

Berbagai permasalahan pada aspek produksi dapat memberikan gambaran


terhadap kemungkinan adanya faktor risiko produksi dari wortel dan bawang
daun. Dari kondisi tersebut, pengembangan bisnis komoditas wortel dan bawang
daun memiliki potensi risiko yang dapat menimbulkan kerugian. Jika terjadi
masalah dalam kegiatan produksi maka kegiatan pemasaran pun akan ikut
terhambat. Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah dari penelitian ini
adalah :
1. Bagaimana tingkat risiko produksi wortel dan bawang daun di kawasan
agropolitan Cianjur.
2. Bagaimana alternatif penanganan untuk mengatasi risiko produksi wortel dan
bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur.

7
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis tingkat risiko produksi wortel dan bawang daun di kawasan
agropolitan Cianjur.
2. Menganalisis alternatif penanganan risiko produksi wortel dan bawang daun
di kawasan agropolitan Cianjur.

1.4 Kegunaan Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan bagi
berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu :
1. Bagi petani wortel dan bawang daun khususnya di kawasan agropolitan
Cianjur, penelitian ini dapat memberikan gambaran dalam manajemen risiko
yang terjadi dalam pengembangan usahanya.
2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur, hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan yang
berkaitan dengan pengembangan agribisnis wortel dan bawang daun.
3. Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan daya analisis
mengenai risiko agribisnis.
4. Sebagai tambahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini adalah :
1. Komoditas yang dikaji adalah wortel dan bawang daun. Hal ini dikarenakan
komoditas ini adalah komoditas unggulan di kawasan agropolitan Cianjur.
2. Penelitian ini akan difokuskan pada analisis risiko produksi serta alternatif
penanganan untuk mengatasi risiko produksi tersebut.
3. Penelitian ini menggunakan data input output usahatani selama tiga musim
tanam pada tahun 2009-2010. Data tersebut digunakan untuk mengetahui
gambaran umum usahatani wortel dan bawang daun. Sementara itu, untuk
menganalisis tingkat risiko produksi menggunakan data output selama 10 kali
musim tanam.

8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Agropolitan
Menurut Dinas Pertanian Cianjur (2003), agropolitan terdiri dari dua kata
yaitu agro dan politan (polis). Agro berarti pertanian dan politan berarti kota,
sehingga agropolitan dapat diartikan sebagai kota pertanian atau kota di daerah
lahan pertanian atau pertanian di daerah kota. Definisi agropolitan adalah kota
pertanian yang tumbuh dan berkembang yang memacu berkembangnya sistem
dan usaha agribisnis sehingga dapat melayani, mendorong, menarik, mengelola
kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya Kawasan
agropolitan terdiri dari kota pertanian dan desa sentra produksi pertanian yang ada
disekitarnya dengan batasan yang tidak ditentukan oleh batasan administratif
pemerintah (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten) tetapi ditentukan dengan
memperlihatkan skala ekonomi. Program pengembangan agropolitan adalah
program pengembangan yang berbasis pertanian di kawasan agribisnis yang
dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergiskan berbagai potensi yang
ada untuk mendorong, berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya
saing, berbasis kerakyatan berkelanjutan dan terdesentralisasi yang digerakkan
oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah
Beberapa penelitian yang dilakukan di kawasan agropolitan Cianjur Jawa
Barat diantaranya dilakukan oleh Pruliyan (2005), Hutagulung (2005), dan
Mulhayati (2005). Penelitian Pruliyan (2005) mengkaji usahatani sayuran dan
strategi pengembangan usahati sayuran dengan metode R/C rasio dan Matriks
QSPM. Berbeda dengan penelitian Hutagulung (2005) yang mengkaji optimisasi
produksi sayuran. Penelitian Mulhayati (2005) juga berbeda dari penelitian
sebelumnya yaitu mengkaji saluran pemasaran wortel dengan metode margin
pemasaran dan farmer share.
Pruliyan (2005) dalam penelitiannya Analisis Keragaan Usahatani dan
Srategi Pengembangan Usahatani Sayur di Kawasan Agropolitan Cianjur
menyatakan secara umum kegiatan usahatani masih layak dilakukan dengan nilai
R/C rata-rata untuk petani berlahan luas adalah 1,23 dan pada petani berlahan
sempit nilai R/C rata-rata sebesar 1,09. Tingkat pendapatan dan produksi sangat
dipengaruhi oleh harga jual komoditi yang diusahakan. Berdasarkan hasil analisis
Matriks QSPM diperoleh strategi pembentukan lembaga penunjang serta sarana
pendukung pertanian mendapat prioritas paling tinggi. Pilihan strategi selanjutnya
adalah mengoptimalkanbperan dan fungsi dari kelompok tani. Kemudian pilihan
berikutnya adalah pengembangan pertanian organik. Pilihan strategi keempat
yaitu peningkatan kualitas SDM. Pilihan alternatif strategi terakhir yaitu
pengembangan Agrowisata.
Hutagulung (2005) dalam penelitiannya Optimisasi Produksi Sayuran di
Kawasan agropolitan Cianjur Jawa Barat menyatakan pada kondisi aktual, lahan
di kawasan agropolitan dialokasikan untuk pola I sebesar 9 persen, pola II sebesar
25 persen, pola III sebesar 2 persen, pola IV sebesar 16 persen, pola V sebesar
10,7 persen, pola VI sebesar 16 persen, pola VII sebesar 10,7 persen. Pendapatan
yang diperoleh pada kondisi aktual sebesar 39 milyar rupiah. Kondisi optimal
menghasilkan tingkat alokasi lahan sebagai berikut pola I sebesar 13,7 persen,
pola II sebesar 6,6 persen, pola III sebesar 0 persen, pola IV sebesar 22,4 persen,
pola V sebesar 4,1 persen, pola VI sebesar 8,9 persen, pola VII sebesar 14,9
persen. Pendapatan yang diperoleh pada kondisi optimal sebesar 46,5 milyar
rupiah.
Mulhayati (2005) dalam penelitiannya Saluran Pemasaran Wortel di
Kawasan Agropolitan Cianjur menyatakan berdasarkan perhitungan margin
pemasaran dan farmer share, saluran pemasaran wortel yang paling efisien dan
memberikan bagian terbesar untuk petani adalah saluran pemasaran II (petani-
pedagang pengumpul-pedagang pengecer(Pasar TU Kemang Bogor)). Rasio
keuntungan biaya tertinggi pada pemasaran wortel terdapat pada saluran
pemasaran III (petani-pedagang pengecer(Pasar Bekasi)), maka saluran pemasaran
III dapat menjadi alternatif salauran pemasaran yang dapat digunakan jika
prioritas yang ingin dicapai adalah peningkatan pendapatan petani.

2.2 Kajian Usahatani Wortel dan Bawang Daun


Wortel dan bawang daun merupakan dua jenis tanaman yang berumur
pendek. Menurut Pitojo (2006), wortel (Daucus caroca L.) adalah tanaman yang
berasal dari Asia Selatan dan Barat yang kemudian menyebar ke Cina dan seluruh
daerah Mediteran. Tanaman ini tumbuh pada daerah yang sejuk dengan suhu 200C

10
dengan pH tanah netral sekitar 6,6. Perkembangbiakkan wortel dengan cara
penyerbukan pada bunganya. Tanaman wortel dapat dipanen setelah berumur 3-4
bulan, tergantung varietasnya.
Menurut Cahyono (2005), bawang daun (Allium fistulosum L.) adalah
tanaman yang berasal dari benua Asia yang memiliki iklim tropis. Keadaan iklim
yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi usahatani bawang daun adalah
suhu udara 190C-240C dengan pH tanah 6,5-7,5. Bawang daun yang ditanam dari
bibit anakan bisa dipanen pada umur 2,5 bulan. Jika bibit yang ditanam berasal
dari biji, bawang daun dapat dipanen pada umur 5 bulan.
Beberapa penelitian dengan komoditas wortel dan bawang daun
diantaranya dilakukan oleh Pasaribu (2007), Ruhmayanti (2008), Sumiyati (2006),
dan Darwiyah (2006). Beberapa penelitian dengan komoditas wortel mengkaji
analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani,
seperti yang dilakukan oleh Pasaribu (2007) dan Ruhmayanti (2008). Penelitian
dengan komoditas bawang daun dilakukan oleh Darwiyah (2006) dan Sumiyati
(2006). Selain itu ada pula yang menganalisis hanya usahataninya saja seperti
yang dilakukan oleh Ruhmayanti (2008). Penelitian Pasaribu (2007), Darwiyah
(2008), Sumiyati (2006) sama-sama menggunakan metode R/C rasio dan rasio
NPM-BKM. Sedangkan penelitian Ruhmayanti (2008) hanya menggunakan
metode R/C rasio.
Pasaribu (2007) dalam penelitiannya mengenai Analisis Pendapatan dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Wortel di Kabupaten
Tegal menyatakan, analisis pendapatan usahatani didapat bahwa R/C rasio atas
biaya tunai sebesar 4,26 dan R/C rasio biaya total sebesar 2,45. Berdasarkan
analisis faktor produksi, didapat model produksi dengan R2 dan R2 adjusted
masing-masing sebesar 73,7 persen dan 65,9 persen. Dari model tersebut,
penggunaan benih dan tenaga kerja pria berpengaruh nyata terhadap produksi
wortel pada selang kepercayaan 95 persen. Sedangkan pupuk kandang
berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 80 persen. Dengan nilai elastisitas
benih sebesar 0,542, penggunaan tenaga kerja pria sebesar 0,408, dan pupuk
kandang sebesar 0,049. Selain itu penggunaan faktor produksi belum digunakan
secara efisien karena rasio masing-masing faktor produksi tidak sama dengan

11
satu. Dimana rasio NPM-BKM lahan sebesar 1,35, benih sebesar 38,6, pupuk urea
sebesar 2,37, pupuk TSP sebesar 11,36, pupuk KCl sebesar 10,48, pupuk kandang
sebesar 33,78, obat cair sebesar -1,11, serta penggunaan tenaga kerja pria dan
wanita masing.masing sebesar 3,24 dan -1,27.
Ruhmayanti (2008) melakukan penelitian mengenai Analisis Usahatani
Wortel di Desa Sukatani Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur. Penelitian ini
bertujuan menganalisis tingkat pendapatan yang diperoleh petani dari usahatani
wortel dan menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat
produksi wortel. Penelitian tersebut menyatakan bahwa usahatani wortel di desa
Sukatani pada musim hujan dan kemarau layak karena nilai R/C atas biaya total
baik pada kelompok petani strata I maupun strata II lebih dari satu. Sementara
faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi wortel adalah
luas lahan, benih, pupuk TSP, pupuk KCl, dan tenaga kerja.
Darwiyah (2006) dalam penelitiannya Analisis Usahatani dan Sistem
Penjualan Bawang Daun di Desa Sindangjaya Kecamatan Cipanas Kabupaten
Cianjur menyatakan penggunaan faktor produksi bibit, tenaga kerja, pupuk
kandang, urea, NPK, dan pestisida belum efisien karena rasio NPM dan BKM
lebih dari satu, sedangkan untuk faktor produksi pupuk TSP tidak efisien, karena
rasio NPM dan BKM kurang dari satu. Oleh karena itu penambahan penggunaan
pupuk TSP tidak akan meningkatkan produksi karena penggunaannya sudah
berlebihan. Faktor produksi bibit, pupuk kandang, dan TSP berpengaruh secara
nyata terhadap produksi bawang daun, dan secara keseluruhan model layak atau
signifikan pada taraf nyata lima persen, Usahatani bawang daun di Desa
Sindangjaya berada pada kondisi kenaikan hasil yang tetap (constant return to
scale). Hasil analisis pendapatan, baik atas biaya tunai maupun pendapatan atas
biaya total menunjukkan bahwa usahatani di daerah penelitian menguntungkan,
karena penerimaannya lebih besar dari total biaya produksi yang dikeluarkan.
sistem penjualan yang dilakukan terdiri dari sistem borong dan sistem jual
langsung setelah panen.
Sumiyati (2006) dalam penelitiannya Analisis Pendapatan dan Efisiensi
Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Bawang Daun (Studi Kasus Desa
Sindangjaya Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat) menyatakan nilai

12
R/C usahatani bawang daun pada kondisi optimal sebesar 8,13 lebih besar
dibandingkan nilai R/C pada kondisi aktual sebesar 2,32. Faktor produksi untuk
lahan, bibit, pupuk Urea, pupuk KCl, pupuk kandang, obat cair, obat padat, tenaga
kerja pria dan wanita berpengaruh nyata, sedangkan pupuk TSP tidak nyata.
Usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya berada pada skala kenaikan hasil
yang meningkat (Increasing Return to Scale), hal ini ditunjukkan oleh jumlah
elastisitas dari masing-masing faktor produksi sebesar 1,21. Penggunaan faktor-
faktor produksi belum efisien karena rasio antara NPM dan BKM tidak sama
dengan satu.

2.4 Kajian Risiko Bisnis


Menurut Robison dan Barry (1987) menjelaskan terdapat perbedaan antara
konsep risiko dan ketidakpastian. Jika peluang suatu kejadian dapat diketahui oleh
pembuat keputusan, yang didasarkan pada pengalaman, maka hal tersebut
menunjukkan konsep risiko. Sedangkan jika peluang suatu kejadian tidak dapat
diketahui oleh pembuat keputusan maka hal tersebut menunjukkan konsep
ketidakpastian.
Beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani diantaranya
adalah risiko produksi, risiko pasar atau risiko harga, risiko kelembagaan, risiko
kebijakan, dan risiko finansial (Harwood et al, 1999). Beberapa penelitian dengan
kajian risiko dilakukan oleh Fariyanti (2008), Tarigan (2009), Sulistiawati (2005)
dan Utami (2009).
Fariyanti (2008) meneliti mengenai Perilaku Ekonomi Rumah Tangga
Petani Sayuran dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di
Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Analisis risiko produksi dilakukan
dengan menggunakan model Generalized Autoregressive Conditional
Heteroscedaticity (GARCH), sedangkan analisis perilaku ekonomi rumah tangga
petani sayuran digunakan model persamaan simultan. Adapun komoditas yang
diteliti adalah kentang dan kubis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko
produksi kentang maupun kubis dipengaruhi secara nyata oleh risiko produksi
pada musim sebelumnya. Risiko produksi pada kentang lebih tinggi dibandingkan
dengan kubis, tetapi sebaliknya risiko harga pada kentang lebih rendah daripada

13
kubis. Diversifikasi usahatani kentang dan kubis mempunyai risiko produksi
(portofolio) lebih rendah dibandingkan spesialisasi kentang atau kubis.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perilaku ekonomi rumah tangga
petani sayuran dalam pengambilan keputusan produksi akibat risiko produksi dan
harga produk adalah dengan mengurangi penggunaan lahan, benih, pupuk, obat-
obatan, dan tenaga kerja. Sementara strategi yang dilakukan untuk mengatasi
risiko produksi yaitu dengan penggunaan benih yang tahan terhadap kekeringan
dan hama penyakit, pengembangan teknologi irigasi dan diversifikasi kegiatan
usahatani maupun luar usahatani. Adapun strategi untuk mengatasi harga produk
diperlukan penyediaan sarana dan prasarana penyimpanan serta berkelompok
pada tingkat petani, pengembangan sistem contract farming dan kelembagaan
pemasaran.
Tarigan (2009) melakukan penelitian mengenai Risiko Produksi Sayuran
Organik pada Permata Hati Organic Farm di Bogor. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi
yang dilakukan oleh Permata Hati Organic Farm serta menganalisis alternatif
penanganan risiko produksi dalam menjalankan usaha sayuran organik. Analisis
risiko yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan variance,
standard deviation, dan coefficient variation pada kegiaatan spesialisasi dan
portofolio. Komoditas yang diteliti pada kegiatan spesialisasi meliputi brokoli,
bayam hijau, tomat, dan cabai keriting. Sementara pada kegiatan portofolio
komoditas yang dianalisis adalah tomat dengan bayam hijau, dan cabai keriting
dengan brokoli.
Analisis risiko produksi dilakukan dengan berdasarkan nilai produktivitas
dan pendapatan bersih perusahaan dari kegiatan yang dilakukan. berdasarkan hasil
penelitian disimpulkan bahwa pada analisis spesialisasi risiko produksi
berdasarkan produktivitas pada brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting,
risiko tertinggi dari keempat komoditas tersebut adalah bayam hijau. Sementara
berdasarkan pendapatan bersih pada brokoli, bayam hijau, tomat, dan cabai
keriting, risiko tertinggi dimiliki oleh komoditas cabai keriting. Analisis risiko
yang dilakukan pada kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko.

14
Sulistiyawati (2005) dalam penelitiannya Analisis Pendapatan dan Risiko
Diversifikasi Usahatani Sayur-Sayuran pada Perusahaan Pacet Segar, Kecamatan
Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat menyatakan pendapatan yang diterima
Perusahaan Pacet Segar setiap bulan dari masing-masing komoditas yang
diusahakannya mengalami tingkat efisiensi yang lumayan besar karena memiliki
R/C rasio lebih dari satu. Komoditas jagung acar memiliki risiko total yang lebih
rendah dibandingkan dengan tingkat risiko yang dihadapi oleh komoditas lain
karena fluktuasi pendapatannya relatif stabil dibandingkan komoditas lain.
Diversifikasi yang dilakukan Perusahaan Pacet Segar mengandung risiko yang
cukup besar. Hal ini dilihat berdasarkan analisis korelasi bahwa sebagian besar
kombinasi antar komoditas yang diusahakan memiliki nilai koefisien korelasi
yang positif artinya kombinasi antar komoditas tersebut memiliki hubungan yang
erat sehingga apabila komoditas yang satu merugi maka komoditas yang lainnya
pun merugi. Berdasarkan optimalisasi pendapatan dan risiko, komoditas daun
bawang, bunga kol, wortel baby dan wortel memiliki tingkat risiko yang lebih
rendah dibandingkan komoditas lain.
Utami (2009) melakukan penelitian mengenai Risiko Produksi dan
Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis tingkat risiko produksi bawang merah, menganalisis perilaku
penawaran bawang merah, dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Analisis risiko produksi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan variance,
standard deviation, dan coefficient variation serta penggunaan analisis regresi
linier berganda untuk analisis perilaku penawaran.
Hasil penelitian menunjukkan, dilihat dari sisi penerimaan usahatani,
diperoleh nilai expected return sebesar Rp. 25.949.621,9 per hektar. Sementara
risiko yang diterima oleh petani bawang merah di Kabupaten Brebes adalah
sebesar 60,09 persen dari nilai return yang diperoleh petani dengan standar
deviasi rata-rata sebesar Rp. 11.768.995 per hektar. Dari nilai tersebut maka, jika
dibandingkan dengan perhitungan risiko dari sisi produktivitas, nilai risiko yang
dihitung dari sisi penerimaan atau return ternyata jauh lebih tinggi. Perilaku
penawaran bawang merah di Kabupaten Brebes dijelaskan oleh pengaruh

15
beberapa variabel yaitu harga output, variasi harga output, harga bibit, variasi
harga bibit, harga pupuk (Urea, NPK, TSP, KCl), biaya obat-obatan, nilai
ekspektasi produksi, dan variasi produksi. Model yang diperoleh mampu
menggambarkan variasi dari kuantitas bawang merah yang ditawarkan sebesar 91
persen. Variabel biaya obat-obatan dan variabel nilai ekspektasi produksi
berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran bawang merah di Kabupaten
Brebes dan variabel harga bibit berpengaruh nyata terhadap tingkat penawaran
bawang merah di Kabupaten Brebes.
Dari beberapa penelitian tentang kajian risiko bisnis, terdapat persamaan
dan perbedaan antara penelitian satu dengan penelitian lainnya. Penelitian yang
dilakukan Fariyanti (2008), Tarigan (2009), dan Utami (2009) memiliki
persamaan yaitu menganalisis risiko produksi. Namun, masing-masing penelitian
ini juga memiliki perbedaan yaitu penelitian Fariyanti (2008) menganalisis
perilaku ekonomi rumah tangga petani dan juga menganalisis risiko harga, dan
penelitian Utami (2009) yang juga menganalisis perilaku penawaran petani. Lain
halnya dengan penelitian yang dilakukan Sulistiawati (2005), kajian risiko yang
dianalisis merupakan risiko diversifikasi dan juga analisis pendapatan. Penelitian
Sulistiawati lebih mengkhususkan kajian risiko tentang diversifikasi.

2.5. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu


Dari beberapa penelitian terdahulu mengenai risiko, terdapat persamaan
antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu penggunaan alat analisis
risiko seperti yang dilakukan oleh Tarigan (2009) dan Utami (2009) yaitu
menggunakan perhitungan variance, standard deviation, dan coefficient variation
serta persamaan dari lokasi penelitian seperti yang dilakukan oleh Pruliyan
(2005), Darwiyah (2006), dan Sumiyati (2006) yang bertempat di Kawasan
Agropolitan Kecamatan Pacet-Cipanas Kabupaten Cianjur. Persamaan kajian
risiko produksi dan risiko harga dalam penelitian ini juga sama seperti yang
dilakukan oleh Fariyanti (2008) meskipun terdapat perbedaan dalam alat analisis
yang digunakan. Selain itu persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu
adalah pada komoditas yang dianalisis yaitu wortel dan bawang daun seperti yang

16
dilakukan Pasaribu (2007), Ruhmayanti (2008), Darwiyah (2006), Sumiyati
(2006).
Adapun perbedaaan ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah
penelitian ini menganalisis risiko produksi pada dua komoditas yaitu wortel dan
bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur serta mencari alternatif strategi
untuk mengatasi risiko produksi pada wortel dan bawang daun. Beberapa
penelitian mengenai risiko produksi sebelumnya menganalisis pada perusahaan
agribisnis, komoditas yang berbeda, dan lokasi penelitian yang berbeda pula.

17
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Teoritis
3.1.1 Konsep Risiko
Istilah risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) sering digunakan
secara bersamaan atau bahwa risiko sama dengan ketidakpastian. Namun
demikian secara ilmiah kedua konsep tersebut memiliki makna yang berbeda.
Ketidakpastian merupakan suatu kondisi yang tidak dapat diketahui atau
diperkirakan sebelumnya oleh pengambil keputusan. Sedangkan, risiko adalah
suatu kondisi yang menunjukkan peluang terhadap suatu kejadian yang dapat
diketahui oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman (Robison & Barry
1987). Gambaran mengenai risiko dan ketidakpastian dalam suatu continuum
dapat dilihat dari Gambar 2.

Peluang dan Hasil diketahui Peluang dan Hasil tidak diketahui

RISKY EVENTS UNCERTAINT EVENTS

Gambar 2. Risk-Uncertainty Continuum


Sumber : Debertin (1986)

Gambar 2 menunjukkan bahwa pada continuum sebelah kiri


menggambarkan kejadian yang berisiko yang mana peluang dan hasil dari suatu
kejadian dapat diketahui oleh pengambil keputusan. Sementara continuum yang
disebelah kanan menggambarkan kejadian yang tidak pasti yang mana peluang
dan hasil dari suatu kejadian tidak diketahui oleh pengambil keputusan secara
pasti.
Analisis risiko berhubungan dengan teori pengambilan keputusan
(decision theory). Menurut Robison dan Barry (1987), alat analisis yang umum
digunakan dalam menganalisis mengenai pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan risiko yaitu expected utility model. Model ini digunakan
karena danya kelemahan yang terdapat pada expected return model, yaitu yang
ingin dicapai oleh seseorang bukan nilai (return) tetapi kesejahteraan (utility).
Berdasarkan realita, nilai utilitas itu sangat sulit diukur sehingga dalam
menganalisis menggunakan nilai return. Return bisa berupa produktivitas, harga,
dan pendapatan.
Menurut Debertin (1986), terdapat tiga kategori individu dalam
menghadapi risiko (decision theory), yaitu Risk Averter, Risk Neutral, dan Risk
Taker. Perilaku individu dalam menghadapi risiko ini dapat dijelaskan dengan
teori utilitas seperti terlihat pada gambar 3.

Expected
Return
U1 Risk Averter

U2 Risk Neutral

U3 Risk Taker/Lover
Varian Return

Gambar 3. Hubungan Antara Varian dan Expected Return


Sumber : Debertin, 1986

Gambar 3 menunjukkan hubungan antara varian return yang merupakan


ukuran dari tingkat risiko yang dihadapi, dengan return yang diharapkan
(expected return) yang merupakan ukuran dari tingkat kepuasan pembuat
keputusan. Perilaku pembuat keputusan (decision theory) dalam menghadapi
risiko tersebut diklasifikasikan menjadi tiga kategori berikut :
1. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (Risk Averter) menunjukkan
jika U1 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya
kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko akan diimbangi
dengan menaikkan return yang diharapkan. Artinya, jika varian return
semakin tinggi, maka expected return juga akan tinggi. Karena, begitu varian
return rendah, maka risk averter akan langsung keluar dari bisnis tersebut,
contoh : asuransi.

19
2. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (Risk Neutral) menunjukkan
jika U2 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya
kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko tidak akan
diimbangi dengan menaikkan return yang diharapkan. Artinya, jika varian
return semakin tinggi, maka expected return akan tetap.
3. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (Risk Taker/Lover)
menunjukkan jika U3 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka
adanya kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko akan
diimbangi oleh pembuat keputusan dengan kesediaannya menerima return
yang diharapkan lebih rendah. Artinya, jika varian return semakin tinggi,
maka expected return akan turun. Jadi, begitu varian return tinggi, maka risk
lover akan tetap menjalani bisnis tersebut karena menganggap risiko tersebut
bukanlah masalah yang harus dikhawatirkan.
Salah satu indikasi adanya risiko dalam kegiatan bisnis dapat dilihat
dengan adanya variasi, fluktuasi, atau volatilitas dari hasil yang diharapkan pelaku
bisnis. Beberapa contoh indikasi adanya risiko dalam bisnis diantaranya adalah
adanya fluktuasi produksi, fluktuasi harga output, atau fluktuasi pendapatan untuk
setiap satuan yang sama. Pengukuran risiko dilakukan dengan mengukur nilai
penyimpangan yang terjadi. Beberapa ukuran dalam menghitung risiko
diantaranya yaitu, varian, standar deviasi, dan koefisien variasi.
Konsep risiko yang dijelaskan di atas mempunyai kaitan dengan konsep
peluang (probability). Peluang menunjukkan distribusi frekuensi terhadap suatu
kejadian. Menurut Hanafi (2009), ada tiga metode menentukan peluang, yaitu :
1. Metode Klasikal yaitu, menentukan peluang dengan besaran yang sama.
Contoh, penentuang peluang koin, gambar 0,5 dan angka 0,5.
2. Metode Frekuensi Relatif yaitu, menentukan peluang berdasarkan persentase.
Contoh, tingkat pendidikan dibagi jumlah penduduk.
3. Metode Subyektif yaitu, menentukan peluang berdasarkan pengalaman
sebelumnya.

20
3.1.2 Sumber-Sumber Risiko
Risiko pada kegiatan pertanian bersifat unik dibandingkan yang lain. Hal
ini dikarenakan ketergantungan aktivitas pertanian terhadap kondisi alam teutama
iklim dan cuaca. Menurut Harwood et al. (1999), menyatakan terdapat beberapa
sumber risiko pada kegiatan produksi pertanian, yaitu meliputi:
1. Production or Yield Risk
Faktor risiko produksi dalam kegiatan pertanian disebabkan adanya beberapa
hal yaitu, serangan hama dan penyakit, curah hujan, musim, kelembaban,
teknologi, input, dan bencana alam. Penggunaan teknologi baru secara cepat
tanpa adanya penyesuaian sebelumnya justru dapat menyebabkan penurunan
produktivitas. Akibat risiko produksi tersebut berpengaruh terhadap
penurunan kualitas serta kuantitas hasil panen.
2. Price or Market Risk
Risiko pasar dalam hal ini meliputi risiko harga output dan harga input. Pada
umumnya, kegiatan produksi pertanian merupakan proses yang lama.
Sementara itu, pasar cenderung bersifat kompleks dan dinamis. Oleh karena
itu, petani belum tentu mendapatkan harga yang sesuai dengan yang
diharapkan pada saat panen. Begitu pula dengan harga input yang dapat
berfluktuasi sehingga mempengaruhi komponen biaya pada kegiatan
produksi. Pada akhirnya risiko harga tersebut akan berpengaruh pada return
yang diperoleh petani.
3. Institutional risk
Institutional risk berhubungan dengan kebijakan dan program dari pemerintah
yang mempengaruhi sektor pertanian. Misalnya, adanya kebijakan dari
pemerintah untuk memberikan atau mengurangi subsidi dari harga input.
Secara umum, institutional risk ini cenderung tidak dapat diantisipasi
sebelumnya.
4. Financial Risk
Finacial risk atau risiko finansial ini dihadapi oleh petani pada saat petani
meminjam modal dari institusi seperti bank. Risiko ini berkaitan dengan
fluktuasi dari tingkat suku bunga pinjaman (interest rate).

21
3.1.3 Manajemen Risiko
Menurut Lam (2003) bahwa majemen risiko dapat didefinisikan dalam
pengertian bisnis seluas-luasnya. Manajemen risiko mengelola keseluruhan risiko
yang dihadapi perusahaan, dimana dapat mengurangi potensi risiko yang bersifat
merugikan dan terkait dengan upaya untuk meningkatkan peluang keberhasilan
sehingga perusahaan dapat mengoptimalisasikan profit. Hal penting untuk
mengoptimalkan profit adalah dengan mengintegrasikan manajemen risiko ke
dalam proses bisnis perusahaan.
Menurut Darmawi (1997), manajemen risiko merupakan suatu usaha
untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap
kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi
yang lebih tinggi dalam pengambilan keputusan. Secara khusus manajemen risiko
diartikan sebagai pengelolaan variabilitas pendapatan oleh seorang manajer
dengan menekan sekecil mungkin tingkat kerugian yang diakibatkan oleh
keputusan yang diambilnya dalam menggarap situasi yang tidak pasti.
Pemahaman manajemen risiko yang baik akan dapat mengurangi kerugian.
Dengan kata lain, akan dapat menambah tingkat keyakinan bagi pembuat
keputusan dalam mengurangi risiko kerugian.
Manajemen risiko sangat penting dalam pelaksanaannya karena hal ini
akan berakibat pada hasil atau keuntungan perusahaan. Menurut Lam (2003) ada
beberapa alasan mengapa manajemen risiko sangat penting dalam pengelolaan
suatu perusahaan yakni mengelola risiko adalah tugas manajemen, manajemen
risiko dapat memaksimalkan nilai aset pemegang saham, manajemen risiko dapat
mengurangi volatilitas pendapatan, dan dapat memperbesar peluang kerja dan
jaminan finasial. Dalam hal ini dilakukan pemahaman akan risiko yang
mencangkup adanya kesadaran risiko, melakukan pengukuran risiko dan dapat
mengendalikannya. Manajemen risiko meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengolahan serta koordinasi dalam pengelolaan setiap risiko
yang ada. Dengan adanya manajemen risiko maka akan mengurangi risiko yang
ada dalam perusahaan. Manajemen risiko juga dapat dilakukan dengan adanya
kesadaran akan risiko yakni dapat dilakukan dengan mengidentifikasi risiko yang

22
ada, mengukur risiko, memikirkan mengenai konsekuensi risiko-risiko yang ada
sehingga dapat dicari penanganannya.
Menurut Hanafi (2009), manajemen risiko organisasi adalah suatu sistem
pengelolaan risiko yang dihadapi oleh organisasi secara komprehensif untuk
tujuan meningkatkan nilai perusahaan. Manajemen risiko bertujuan untuk
mengelola risiko sehingga organisasi bisa bertahan, atau barangkali
mengoptimalkan risiko. Risiko ada dimana-mana, bisa datang kapan saja, dan
sulit dihindari. Jika risiko tersebut menimpa suatu organisasi, maka organisasi
tersebut bisa mengalami kerugian yang signifikan. Dalam beberapa situasi, risiko
tersebut bisa mengakibatkan kehancuran organisasi tersebut. Karena itu risiko
penting untuk dikelola. Manajemen risiko pada dasarnya dilakukan melalui
proses-proses berikut ini.
1. Identifikasi risiko
Identifikasi risiko dilakukan untuk mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang
dihadap oleh suatu organisasi. Ada beberapa teknik untuk mengidentifikasi
risiko, misal dengan menelusuri sumber risiko sampai terjadinya peristiwa
yang tidak diinginkan.
2. Evaluasi dan pengukuran risiko
Tujuan evaluasi risiko adalah untuk memahami karakteristik risiko dengan
lebih baik. Jika kita memperoleh pemahaman yang lebih baik, maka risiko
akan lebih mudah dikendalikan. Ada beberapa teknik untuk mengukur risiko
tergantung jenis risiko tersebut. Sebagai contoh kita bisa memperkirakan
probabilitas (kemungkinan) risiko atau suatu kejadian jelek terjadi.
3. Pengelolaan risiko
Jika organisasi gagal mengelola risiko, maka konseskuensi yang diterima bisa
cukup serius, misal kerugian yang besar. Risiko bisa dikelola dengan berbagai
cara, seperti penghndaran, ditahan (rentention), diversifikasi, transfer risiko
(asuransi), pengendalian risiko (risk control), dan pendanaan risiko (risk
financing).
Alternatif penanganan risiko pada produk pertanian ada berbagai cara yang
dapat dilakukan. Menurut Harwood et al. (1999), alternatif penanganan risiko
produk pertanian dapat diatasi dengan cara diversifikasi usaha, integrasi vertikal,

23
kontrak produksi, kontrak pemasaran, perlindungan nilai dan asuransi.
Diversifikasi adalah suatu strategi pengelolaan risiko yang sering digunakan yang
melibatkan partisipasi lebih dari satu aktivitas. Strategi diversifikasi ini dilakukan
dengan alasan bahwa apabila satu unit usaha memiliki hasil yang rendah maka
unit-unit usaha yang lain mungkin akan memiliki hasil yang lebih tinggi.
Menurut Fariyanti (2008), diversifikasi mampu untuk mengurangi risiko,
meskipun risiko yang dihadapi dalam melakukan kombinasi beberapa kegiatan
usaha tidak mungkin sama dengan nol.

3.2 Kerangka Operasional


Konsumsi akan bawang daun dan wortel mengalami peningkatan,
sehingga permintaan bawang daun dan wortel juga mengalami peningkatan
(Ditjen Hortikultura, 2010). Pemasaran bawang daun dan wortel di kawasan
agropolitan Cianjur dihadapkan pada kekontinuitasan ketersediaan kedua
komoditas tersebut untuk dipasarkan. Para petani di kawasan agropolitan Cianjur
dihadapkan pada kendala fluktuasi produksi kedua komoditas tersebut sehingga
mengindikasikan adanya risiko produksi. Risiko produksi yang terjadi akan
mengakibatkan penurunan produktivitas. Adanya faktor risiko pada kegiatan
produksi wortel dan bawang daun bisa menyebabkan potensi kerugian.
Seperti halnya karakteristik produksi di sektor pertanian, aktivitas
produksi bawang daun dan wortel sangat bergantung pada faktor produksi yang
meliputi benih, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, ketersediaan infrastruktur
pertanian seperti, pengairan, pengaruh hama dan penyakit tanaman, serta faktor
iklim dan cuaca. Faktor-faktor tersebut mengindikasikan adanya risiko produksi
bawang daun dan wortel di tingkat petani yang berpotensi menimbulkan kerugian.
Berbagai permasalahan pada aspek produksi dapat memberikan gambaran
terhadap kemungkinan adanya faktor risiko produksi wortel dan bawang daun.
Dalam hal ini akan diperoleh hasil analisis dari tingkat risiko produksi untuk
mengetahui seberapa besar potensi keuntungan dan kerugian yang mungkin
diperoleh dari usahatani wortel dan bawang daun. Maka dari itu, perlu adanya
upaya untuk mengatasi risiko produksi wortel dan bawang daun.

24
Langkah-langkah yang dilakukan penelitian ini adalah dengan mengkaji
faktor-faktor yang menyebakan risiko produksi seperti, pengaruh hama dan
penyakit tanaman, serta faktor iklim dan cuaca, tingkat kesuburan lahan,
efektivitas pengunaan input, keterampilan sumber daya manusia yang kurang,
kemudian dilakukan analisis risiko untuk mengetahui tingkat risiko yang terjadi
pada komoditas wortel dan bawang daun untuk kemudian mencari alternatif
penanganan risiko produksi wortel dan bawang daun. Hal ini dapat dilihat pada
Gambar 4.

Permintaan Wortel dan Bawang Daun yang Meningkat


.

Kontinuitas Pemasaran Wortel dan


Bawang Daun di Kawasan Agropolitan

Fluktuasi Produksi Wortel dan Bawang


Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur

Permasalahan Produksi :
Analisis Risiko Produksi:  Faktor iklim dan cuaca
.  Wortel  Pengaruh hama dan penyakit tanaman
 Bawang Daun  Tingkat kesuburan lahan
 Efektivitas penggunaan input
 Keterampilan SDM yang kurang
 Variance
 Standard Deviation
 Coefficient Variation
Analisis Deskriptif

Alternatif Penanganan Risiko

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional

25
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai risiko produksi wortel dan bawang daun dilakukan di
Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat. Lokasi tersebut dipilih karena
merupakan sentra produksi sayuran dengan komoditas unggulan wortel dan
bawang daun. Pengambilan data dilakukan dengan mengambil lokasi penelitian di
dua Desa yaitu Desa Sindang Jaya (Kecamatan Cipanas) dan Desa Sukatani
(Kecamatan Pacet) yang menjadi kawasan inti pengembangan agropolitan. Waktu
pra penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2010 yaitu terhitung sejak
pembuatan proposal penelitian. Sedangkan pengambilan data dilakukan pada
bulan April hingga Mei 2010.

4.2 Metode Penentuan Sampel


Petani sayuran yang menjadi anggota agropolitan Cianjur berjumlah 100
orang dari sembilan kelompok yang tersebar di kedua Desa (lima kelompok di
Sindangjaya dan empat kelompok di Sukatani. Dari 100 orang petani sayur
tersebut diambil 30 orang petani yang sedang menanam wortel dan 30 orang
petani yang sedang menanam bawang daun secara purposive. Pembagian jumlah
responden dari kedua Desa yang menjadi kawasan inti agropolitan Cianjur
terdapat pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Pembagian Sampel Petani Wortel dan Petani Bawang Daun per Desa
Desa Petani Wortel (orang) Petani Bawang Daun (orang)
Sindangjaya 20 22
Sukatani 10 8

4.3 Data dan Instrumentasi


Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuisioner dan wawancara
dengan petani wortel dan bawang daun di lokasi penelitian. Sementara itu data
sekunder diperoleh dari, Agropolitan Cianjur, Dinas Pertanian Cianjur, Sub
Terminal Agribisnis Cigombong, Direktorat Hortikultura, BPS, internet, dan buku
literatur serta beberapa penelitian terdahulu yang menjadi bahan rujukan bagi
penelitian ini.

4.4 Metode Pengumpulan Data


Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
melibatkan petani sebagai responden dan responden lain yang terkait dengan
penelitian ini seperti pengelola Agropolitan Cianjur, pengelola STA Cigombong,
Dinas Pertanian Cianjur dan Petugas Penyuluh Lapang. Metode pengumpulan
data dilakukan oleh peneliti sendiri. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
melakukan observasi atau pengamatan, wawancara langsung melalui kuisioner,
serta membaca dan melakukan pencatatan semua data yang dibutuhkan dalam
penelitian.

4.5 Metode Pengolahan Data


Metode pengolahan data dalam penelitian ini mengunakan Microsoft
Excel 2007. Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan melalui pendekatan
deskriptif. Analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai keadaan
umum lokasi penelitian, manajemen risiko yang diterapkan di lokasi penelitian,
dan alternatif strategi untuk mengurangi risiko produksi. Sedangkan analisis
kuantitatif dilakukan melalui analisis risiko yang meliputi variance, standard
deviation, dan coefficient variation.

4.6.1 Analisis Risiko


Probabilitas adalah nilai atau angka yang terletak antara 0 dan 1 yang
diberikan kepada masing-masing kejadian. Apabila nilai suatu peluang adalah 1,
maka hal tersebut merupakan sebuah kepastian, yang berarti peristiwa yang
diperkirakan pasti terjadi. Penentuan peluang menggunakan metode subyektif
yang diperoleh berdasarkan dari suatu kejadian pada kegiatan budidaya yang
dapat diukur dari pengalaman yang dialami petani. Peluang dari masing-masing
kegiatan budidaya akan diperoleh pada setiap kondisi yakni tertinggi, normal, dan

27
terendah. Pembagian tiga kondisi ini berdasarkan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Fariyanti (2008) dan Tarigan (2009).
Pengukuran peluang (P) pada setiap kondisi diperoleh frekuensi kejadian
setiap kondisi yang dibagi dengan periode waktu selama kegiatan berlangsung.
Asumsi yang digunakan dalam menentukan periode waktu proses produksi adalah
10 kali produksi. Asumsi ini digunakan karena masa tanam kedua komoditas
berkisar empat bulan dan dalam setahun umumnya petani melakukan tiga kali
penanaman. Penggunaan 10 kali musim tanam ini juga diasumsikan agar fluktuasi
produktivitas wortel dan bawang daun bisa terlihat. Selain itu utuntuk
memudahkan petani dalam mengingat dalam mengingat hasil produksinya.
Frekuensi kejadian pada kondisi tertinggi menunjukkan berapa kali petani
mengalami produktivitas tertinggi dalam 10 kali produksi. Frekuensi kejadian
pada kondisi normal menunjukkan berapa kali petani mengalami produktivitas
normal dalam 10 kali produksi. Frekuensi kejadian pada kondisi terendah
menunjukkan berapa kali petani mengalami produktivitas terendah dalam 10 kali
produksi. Secara sistematis dapat dituliskan :
P = f/T
Keterangan:
f = frekuensi kejadian (kondisi tertinggi, normal, dan terendah)
T = periode waktu proses produksi (asumsi 10 kali produksi)
Peluang yang dihitung dari dua komoditas yaitu bawang daun dan wortel.
Total peluang dari beberapa kejadian berjumlah satu dan secara sistematis dapat
dituliskan sebagai berikut :

Penyelesaian pengambilan keputusan yang mengandung risiko dapat


dilakukan dengan menggunakan Expected return. Rumus Expected return
dituliskan sebagai berikut :

Dimana :
E(Ri) = Expected return
Pi = Peluang dari suatu kejadian 1,2,3,…( 1 = Kondisi Tertinggi, 2 = Kondisi
Normal, 3 = Kondisi Terendah)
Ri = Return

28
Aspek risiko diukur dengan melihat nilai return pada setiap kejadian.
Return merupakan hasil pada setiap kejadian (tinggi, normal, rendah). Return
yang digunakan untuk menganalisis risiko produksi wortel dan bawang daun
merupakan nilai produktivitas (kw/1000 m2). Penggunaan satuan 1000 m2
digunakan karena rata-rata luas lahan wortel dan bawang daun setiap persilnya
sekitar 1000 m2. Namun, untuk menyamakan dengan satuan produktivitas
nasional (ton/ha) maka perhitungan risiko pada penelitian ini dikonversi menjadi
ton/ha.
Mengukur sejauh mana risiko yang dihadapi dalam menjalankan usaha
terhadap hasil yang diperoleh digunakan pendekatan sebagai berikut:
a. Variance
Dari nilai variance dapat menunjukkan bahwa semakin kecil nilai
variance maka semakin kecil penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko
yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha tersebut.

σ l2 ^ 2

Dimana :
σl2 = Variance dari return
Pi = Peluang dari suatu kejadian 1,2,3,……( 1= Kondisi Tertinggi, 2= Kondisi
Normal, 3 = Kondisi Terendah )
Rij = Return
Ri = Expected return
b. Standard Deviation
Risiko dalam penelitian ini berarti besarnya fluktuasi keuntungan,
sehingga semakin kecil nilai standars deviation maka semakin rendah risiko yang
dihadapi dalam kegiatan usaha. Rumus standard deviation adalah sebagai berikut:
σl = √σl2
Dimana :
σl = Standard deviation
σl2 = Variance
c. Coefficient Variation
Semakin kecil nilai coefficient variation maka akan semakin rendah risiko
yang dihadapi. Rumus coefficient variation adalah :
CV = σl / Ri

29
Dimana :
CV = Coefficient variation
σl = Standard deviation
Ri = Expected return

4.6.2 Analisis Pendapatan Usahatani


Pendapatan bersih petani adalah selisih hasil dari pengurangan nilai
penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan (biaya bibit, pupuk,
obat, tenaga kerja, sewa lahan, penyusutan peralatan, dan pengeluaran umum
usahatani). Perhitungan pendapatan usahatani dilakukan dengan menggunakan
formulasi:
Pd = TR – TC
Dimana :
Pd = Pendapatan
TR = Total Penerimaan
TC = Total Biaya

4.6 Definisi Operasional


1. Peluang (P) merupakan frekuensi kejadian setiap kondisi dibagi dengan
periode waktu selama kegiatan berlangsung.
2. Expected return adalah jumlah dari nilai-nilai yang diharapkan terjadi
peluang masing-masing dari suatu kejadian tidak pasti.
3. Return merupakan hasil yang diterima dari setiap kejadian, return yang
digunakan yaitu produktivitas yang diterima petani.
4. Variance dari return merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return
dengan Expected return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian.
5. Standard deviation merupakan dari akar kuadrat dari nilai variance.
6. Coefficient variation merupakan rasio standard deviation dengan return
yang diharapkan (expected return).
7. Continuum merupakan rangkaian kesatuan.
8. Volatilitas merupakan tingkat variabilitas hasil potensial.
9. Perishable yaitu barang yang tidak tahan lama atau mudah busuk.
10. Voluminious yaitu barang yang berukuran besar.
11. Bulky yaitu barang yang membutuhkan banyak tempat.

30
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Karakteristik Wilayah


5.1.1 Kawasan Agropolitan Cianjur
Pengembangan perdesaan dengan pendekatan agropolitan menunjuk
Kabupaten Cianjur sebagai daerah rintisan atau daerah contoh pengembangan
program agropolitan bagi daerah lain. Program agropolitan ini sudah berjalan
sejak tahun 2002 dengan tujuan untuk meningkatkan percepatan pembangunan
wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota serta mendorong
berkembangnya sistem dan usaha agribisnis berdasarkan pertimbangan utama
fungsi wilayah perencanaan sebagai kawasan konversi tanah dan air (Deptan
Cianjur, 2004).
Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur menetapkan dua desa yang terbagi
dalam dua kecamatan sebagai desa inti dari program agropolitan yaitu, Desa
Sindangjaya Kecamatan Cipanas dan Desa Sukatani Kecamatan Pacet. Kedua
desa tersebut dipilih karena sesuai dengan persyaratan dikembangkannya suatu
wilayah sebagai kawasan agropolitan dan termasuk ke dalam desa dengan tingkat
produksi sayuran yang tinggi. Selain itu, penetapan kedua desa tersebut sebagai
daerah pengembangan kawasan agropolitan juga didasarkan pada beberapa
kebijakan baik nasional maupun regional seperti tercantum dalam Master Plan
Agropolitan Cianjur tahun 2004, diantaranya :
1. Peraturan pemerintah Nomor 47 Tahun 1997, Tentang RTRW Nasional
dimana Kawasan Puncak ditetapkan sebagai kawasan andalan dengan sektor
andalan pertanian tanaman pangan.
2. Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999, tentang Penataan Ruang
Kawasan Bogor – Puncak – Cianjur.
3. Berdasarkan RTRW Kabupaten Cianjur, Kota Cipanas termasuk dalam
jenjang IB yaitu kota-kota yang berfungsi sebagai pusat-pusat produksi,
koleksi dan distribusi dengan lingkup pelayanan regional.
4. Keputusan Bupati Cianjur No. 521.3 Kep. 175-Pc2002, tentang Penentuan
Desa Inti Pusat Rintisan Pengembangan Kawasan Agropolitan, menetapkan
Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya sebagai desa inti pusat rintisan.
5. Surat Bupati Cianjur Nomor 900/0313/Bappeda perihal kesediaan
menyediakan Cost Sharing Proyek P2SDPP dalam mendukung kegiatan
pengembangan Kawasan Agropolitan di Desa Sukatani dan Desa
Sindangjaya.
6. Keputusan Bupati Nomor 521.3/Kep.148-Pe/2002 tentang Pembentukan
Kelompok Kerja Kawasan Agropolitan.
7. Keputusan POKJA Program Pengembangan Agropolitan Nomor
800.05/2281/Distan tentang Pembentukan Korlap dan Pemandu Program
Pengembangan Kawasan Agropolitan POKJA Cianjur.

5.1.2 Desa Inti Pusat Pertumbuhan Kawasan Agropolitan


Penelitian dilakukan pada dua Desa Inti Pusat Pertumbuhan Kawasan
Agropolitan yaitu Desa Sindangjaya Kecamatan Cipanas dan Desa Sukatani
Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur. Kedua Desa tersebut berada di wilayah
Cianjur Utara dengan bentuk wilayah sebagian besar berbukit atau bergunung-
gunung. Desa Sindangjaya dan Desa Sukatani dipilih sebagai Daerah Inti Pusat
Rintisan Agropolitan karena memiliki keunggulan di sektor pertanian khususnya
hortikultura. Jenis tanaman hortikultura yang menjadi komoditi utama di kedua
desa tersebut adalah wortel dan bawang daun. Pola tanam yang digunakan di
kedua desa tersebut umumnya tumpangsari, hal ini dilakukan untuk mengurangi
risiko kerugian yang dapat dialami oleh para petani.
Desa Sindangjaya sebagai salah satu desa percontohan memiliki luas
wilayah 512 hektar yang terbagi atas lima kedusunan yaitu Kemang, Jolok,
Sindangjaya, Ciherang, dan Gunung Batu. Disebelah utara desa ini berbatasan
dengan Desa Cimacan, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sukatani, sebelah
timur dengan Desa Sindanglaya, dan bagian barat berbatasan dengan Kabupaten
Sukabumi (Taman Nasional Gede Pangrango). Desa Sukatani yang memiliki luas
wilayah 376 hektar ini terdiri dari empat kedusunan yaitu Pasir Kampung,
Barukupa, Kayumanis serta Gunung Putri. Desa Sukatani berbatasan dengan Desa
Sindangjaya di sebelah utara, sebelah timur berbatasan dengan Cipendawa,
sebelah selatan dengan Desa Cipanas, dan di bagian barat berbatasan dengan
kawasan Taman Nasional Gede Pangrango (Kabupaten Sukabumi).

32
Kedua desa ini dilalui jalan raya utama yang menghubungkan Ibukota
Propinsi Jawa Barat (Bandung) dengan Ibukota Negara Indonesia (Jakarta). Jarak
Desa Sindangjaya dari pusat pemerintahan kecamatan adalah dua kilometer, serta
jarak Desa Sukatani dari pusat pemerintahan kecamatan adalah enam kilometer.
Sedangkan jarak dengan Ibukota Kabupaten adalah 18 kilometer untuk Desa
Sindangjaya dan 17 kilometer untuk Desa Sukatani. Lokasi kedua desa ini
berjarak sekitar 100 kilometer dari Ibukota Propinsi Jawa Barat (Bandung) dan 90
kilometer dari Ibukota Negara Indonesia (DKI Jakarta).
Desa Sindangjaya serta Sukatani merupakan desa di daerah dataran tinggi
yang terletak pada ketinggian 1.100-1.350 meter dpl. Kisaran suhu pada Desa
Sindangjaya antara 250C-300C dan Desa Sukatani memiliki kisaran suhu 200C-
240C. Banyaknya curah hujan yang diterima adalah 3.000 mm/tahun dengan
jumlah hari hujan pertahun rata-rata 186 hari. Jenis tanah di Desa Sindangjaya
adalah andosol dan regosol, dengan kemiringan tanah antara 00-300 dan pH tanah
5,5 – 7,5. Berdasarkan letak dan kondisi geografis di atas, wilayah seperti ini
sangat cocok untuk budidaya sayuran, diantaranya wortel dan bawang daun.
Jumlah penduduk di Desa Sindangjaya adalah 12.877 jiwa dengan jumlah
penduduk pria 5.906 jiwa dan jumlah penduduk wanita sebanyak 6.971 jiwa yang
terdapat dalam 5.840 kepala keluarga. Sebagian besar mata pencaharian penduduk
di desa ini adalah sebagai petani. Selain sebagai petani, mata pencaharian
penduduk di desa ini adalah sebagai karyawan, wiraswasta, pertukangan, buruh
tani, dan pensiunan (Desa Sindangjaya, 2009).
Desa Sukatani memiliki jumlah penduduk 11.164 jiwa dengan komposisi
jumlah penduduk wanita sebanyak 5.398 jiwa dan penduduk laki-laki sebanyak
5.766 jiwa. Jumlah kepala keluarga yang terdapat di desa ini sebanyak 3129 KK.
Adapun sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Sukatani sama seperti
penduduk Desa Sindangjaya yaitu sebagai petani. Namun, ada pula yang bermata
pencaharian sebagai buruh tani, swasta, wiraswasta, pegawai negeri, montir, sopir,
ojek, dan TNI/POLRI (Desa Sukatani, 2009).
Sebagian besar penduduk di Desa Sindangjaya hanya menyelesaikan
pendidikannya sampai tingkat SD yaitu sebanyak 5.022 orang. Sebanyak 3.879
orang tidak tamat SD, tamatan SMP sebanyak 1.041 orang dan tamatan SMA

33
sebanyak 915 orang. Adapun penduduk Desa Sindangjaya yang menamatkan
pendidikannya hingga perguruan tinggi sebanyak 100 orang. Penduduk Desa
Sukatani juga sebagian besar hanya menamatkan pendidikannya hingga tingkat
SD yaitu sebanyak 4.257 orang, ada pula yang tidak tamat SD yaitu sebanyak
2.187 orang. Sedangkan tamatan SMP sebanyak 1.053 orang, tamatan SMA
sebanyak 418 orang dan lulusan perguruan tinggi sebanyak 297 orang. Hal ini
berarti jumlah lulusan perguruan tinggi di Desa Sukatani lebih banyak
dibandingkan dengan Desa Sindangjaya (Profil Desa, 2009).
Tabel 8. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Sindangjaya dan Sukatani Tahun
2009
Jumlah (Orang)
Tingkat Pendidikan
Desa Sindangjaya Desa Sukatani
Tidak Tamat SD 3.879 2.187
SD 5.022 4.257
SMP 1.041 1.053
SMA 915 418
Perguruan Tinggi 100 297
Jumlah 10.957 8.212

Sumber: Data Profil Desa Sindangjaya dan Desa Sukatani (2009)

Kegiatan pertanian khususnya usahatani di kedua desa didukung oleh


kondisi tanah dengan struktur gembur dan beremah. Hal ini menyebabkan
tanaman dapat tumbuh dengan subur. Pengairan dilakukan dengan mengalirkan
air dari mata air ke selokan di sekitar kebun melalui pipa yang disambung dan
diatur dari kolam-kolam penampungan. Namun, belum semua lahan dapat dilalui
oleh pipa-pipa ini, sehingga petani masih ada yang mengandalkan air dari hujan,
demikian pula pada musim kemarau ketika pasokan air berkurang.
Tanaman yang sebagian besar diusahakan pada dua desa ini adalah
sayuran. Komoditi utamanya adalah wortel dan bawang daun. Selain kedua
komoditi tersebut, petani juga membudidayakan berbagai jenis sayur lainnya
terutama sayuran dataran tinggi. Kegiatan usahatani dilakukan dengan dua sistem
yaitu monokultur dan tumpangsari. Namun, sebagian besar petani melakukan

34
kegiatan usahatani dengan sistem tumpangsari. Hal ini dilakukan untuk
meminimalisir risiko kerugian sehingga dapat meningkatkan pendapatan.
Rata-rata petani yang melakukan sistem tumpangsari menanam empat
komoditi dalam satu kali tanam. Penentuan jenis tanaman biasanya didasarkan
pada kemampuan musim dan perkiraan harga jual. Tanaman yang biasa
dimanfaatkan untuk tumpangsari diantaranya wortel, bawang daun, lobak, caisim,
kailan, bit, daun ketumbar, horinso, dan tangoh. Dalam setahun sebagian besar
petani di kedua desa melakukan penanaman sebanyak tiga kali, sehingga dapat
dikatakan bahwa di kedua desa terdapat tiga kali musim tanam dalam satu tahun.

5.1.3 Sarana dan Prasarana Pendukung Pertanian di Kawasan Agropolitan


Kabupaten Cianjur merupakan salah satu dari delapan kabupaten yang ikut
dalam program rintisan kawasan pengembangan agropolitan. Selama pelaksanaan
program dari tahun 2002 di Desa Sindangjaya dan Sukatani telah dibangun
berbagai sarana dan prasarana penunjang kegiatan pertanian serta berbagai
kegiatan yang membantu dalam pengembangan kawasan agropolitan.
Pembangunan sarana yang telah dilakukan yaitu pembuatan jalan baik jalan raya
yang menghubungkan desa-kota maupun jalan setapak di kebun. Selain itu,
dibangun pula tempat pertemuan dan kantor pengelola agropolitan. Bangunan ini
juga berfungsi sebagai pos pelayanan agen hayati (pos hati) yang menyediakan
beraneka ragam kebutuhan pertanian organik, seperti pupuk dan pestisida organik.
Disamping itu, didirikan pula halte agropolitan, sarana pengolahan hasil
agropolitan (packing house), gudang tempat pencucian sayur, dan wisma tamu.
Untuk mendukung kegiatan usahatani diusahakan pula sarana pengairan berupa
bak penampungan dan pipa air.
Terdapat beberapa kelembagaan petani di kawasan agropolitan diantaranya
sembilan kelompok tani binaan agropolitan yang tersebar di kedua desa, yaitu
empat kelompok di Desa Sukatani dan lima kelompok di Desa Sindangjaya,
kelompok hortikultur, kelompok P4S (Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan
Swadaya), dan kelompok pelayanan agen hayati. Beberapa kegiatan yang telah
dilaksanakan, yaitu kegiatan pembinaan pada kelompok wanita petani untuk
mengembangkan home industry, pelatihan (bokashi, pestisida nabati, manajemen

35
usahatani), magang dan studi banding. Selain pembinaan, pada masing-masing
kelompok juga telah dilengkapi dengan sarana untuk administrasi. Untuk
menunjang kegiatan pemasaran telah didirikan Sub Terminal agribisnis (STA)
Cigombong. Pembentukan STA Cigombong difungsikan sebagai pusat informasi
pasar dan pusat transaksi. Adanya STA diharapkan mampu memberikan kepastian
dalam pemasaran sayur serta kepastian harga jual yang layak bagi komoditi sayur.
Namun sebagian besar petani di Desa Sindangjaya dan Sukatani enggan
memanfaatkan STA karena letaknya yang jauh, harga jual yang relatif sama, serta
pembayaran yang tidak tunai.
Kelembagaan petani yang saat ini telah ada di kawasan agropolitan belum
memberikan manfaat yang optimal terhadap kegiatan usahatani di kawasan
agropolitan. Hingga saat ini masih banyak petani yang enggan untuk ikut dalam
kelompok tani karena dirasakan tidak ada manfaat yang berarti dengan mengikuti
kelompok tani tersebut. Sehingga banyak petani yang berjalan sendiri-sendiri
dalam melaksanakan kegiatan usahataninya. Dalam hal pemasaran produk
sayuran, halte agribisnis dan STA yang telah dibangun belum dapat memberikan
manfaat dan peranan yang optimal untuk memasarkan produk pertanian dari para
petani di kawasan agropolitan. Sehingga banyak petani yang lebih memilih
menjual hasil pertaniannya kepada pedagang pengumpul. Kurang optimalnya
peranan kelembagaan petani yang ada di kawasan agropolitan ini dikarenakan
belum terintegrasinya kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing lembaga
petani tersebut serta belum jelasnya program yang akan dilaksanakan oleh
agropolitan.
Manfaat yang paling dirasakan petani dan warga sekitar selama adanya
program pengembangan agropolitan adalah adanya pembangunan sarana jalan.
Jalan setapak di kebun serta jalan yang menghubungkan antar desa-kota telah
memudahkan dalam penyaluran dan pengangkutan sayuran dan mengurangi biaya
transportasi bagi para petani dan pedagang pengumpul. Namun demikian,
pembangunan jalan ini dirasakan belum merata di kedua desa, sehingga
manfaatnya dirasa kurang maksimal. Disamping jalan, sarana air yang disediakan
ternyata juga belum mampu menjangkau keseluruhan kawasan. Sehingga

36
sebagian besar petani yang tidak terjangkau sarana pengairan masih bergantung
pada air hujan.
Saat ini, kondisi jalan menuju kawasan agropolitan sudah banyak yang
rusak parah. Jembatan penghubung Des Sindangjaya dan Sukatani juga sudah
terputus akibat longsor. Menurut Rustandi (2009), proyek agropolitan di Pacet,
Cipanas, hanya menitikberatkan pada pengembangan infrastruktur atau material
tanpa didukung pengembangan kelembagaan, ekonomi, dan sumber daya
manusia.

5.2 Karakteristik Responden


5.2.1 Umur Responden
Petani wortel dan bawang daun yang menjadi responden penelitian ini
berada dalam kisaran umur 20 tahun hingga 60 tahun. Dari 30 responden petani
wortel yang diteliti, sebagian besar petani dalam rentang umur 41-50 tahun.
Secara umum, petani yang berusia di atas 40 tahun lebih banyak dibandingkan
petani berusia dibawah 40 tahun. Jumlah petani yang berusia antara 20-30 pun
sedikit yaitu hanya 1 orang. Hal ini berarti sebagian besar petani wortel yang
menjadi responden sudah berusia cukup tua.
Sementara itu, dari 30 responden petani bawang daun yang diteliti,
sebagian besar petani berada dalam rentang umur 31-40 tahun dan 41-50 tahun.
Secara umum, petani yang berusia di atas 30 tahun lebih banyak dibanding yang
dibawah 30 tahun. Jumlah petani yang berusia antara 20-30 pun sedikit yaitu
hanya dua orang. Hal ini berarti sebagian besar petani bawang daun yang menjadi
responden sudah berusia cukup tua.
Maka dari itu, dapat diindikasikan bahwa tingkat regenerasi petani wortel
dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur cukup rendah dan minat
generasi muda dalam bidang pertanian wortel dan bawang daun di Kawasan
Agropolitan Cianjur cukup rendah. Petani yang sudah cukup tua (51 tahun ke
atas) lebih banyak menggunakan tenaga kerja untuk menggarap lahan yang
dimilikinya dibandingkan petani yang usianya relatif lebih muda (di bawah 50
tahun). Namun, penggunaan tenaga kerja ini juga mempertimbangkan faktor
modal yang dimiliki petani.

37
Tabel 9. Persentase Umur Petani Wortel dan Petani Bawang Daun di Kawasan
Agropolitan Cianjur Tahun 2010
Petani Wortel Petani Bawang Daun
Umur
Jumlah Responden Persentase Jumlah Responden Persentase
(Tahun)
(Orang) (%) (Orang) (%)
20-30 1 3,33 2 6,67
31-40 8 26,67 10 33,33
41-50 13 43,33 10 33,33
51-60 6 20,00 7 23,33
>60 2 6,67 1 3,33
Total 30 100 30 100
Hasil di lapangan menunjukkan umur petani wortel dan petani bawang
daun di kawasan agopolitan Cianjur didominasi oleh usia 31-50 tahun yang
merupakan usia relatif tua. Petani yang lebih tua umumnya lebih sulit menerima
inovasi baru dibandingkan petani yang lebih muda usianya. Maka dari itu, petani
wortel dan petani bawang daun di Agropolitan Cianjur relatif lebih enggan
menanggung risiko.
Hasil penelitian di lapangan juga diperkuat oleh penelitian Widodo (1988)
dalam Soekartawi (1993), petani yang lebih tua biasanya mempunyai kemampuan
berusahatani yang lebih baik karena lebih berpengalaman dan keterampilannya
lebih baik, tetapi biasanya lebih konservatif dan mudah lelah. Sedangkan petani
muda mungkin lebih sedikit pengalaman, tetapi biasanya memiliki sikap yang
lebih progresif terhadap inovasi baru dan relatif lebih kuat tenaganya. Faktor sikap
yang lebih progresif terhadap inovasi baru inilah yang cenderung membentuk
perilaku petani muda usia untuk lebih berani menanggung risiko usaha.
Pernyataan di atas juga konsiten dengan Soekartawi (1993) yang menyatakan,
petani yang relatif muda usianya relatif lebih berani menerima risiko.

5.2.2 Tingkat Pendidikan Responden


Sebagian besar petani wortel dan petani bawang daun yang menjadi
responden dalam penelitian ini memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah.
Sebagian besar petani wortel mengenyam pendidikan tidak tamat sekolah dasar

38
yaitu 36,67 persen. Sementara tingkat pendidikan yang hanya sampai sekolah
dasar juga sebesar 36,67 persen dari total petani wortel yang menjadi responden.
Sementara itu, sebagian besar petani bawang daun yang menjadi
responden dalam penelitian ini juga memiliki tingkat pendidikan yang cukup
rendah. Sebesar 23,33 persen responden tidak tamat sekolah dasar dan 43,33
persen responden tamat sekolah dasar dari total petani bawang daun yang menjadi
responden. Secara umum bisa dikatakan bahwa tingkat pendidikan petani wortel
dan petani bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur masih cukup rendah.
Meskipun demikian, menurut Soekartawi (1993), pendidikan merupakan
salah satu faktor sosial ekonomi yang tidak terlalu mempengaruhi keputusan
petani dalam mengambil risiko. Pendidikan formal tidak banyak mempengaruhi
keputusan berusahatani petani, karena dalam pendidikan formal tidak diajarkan
pengetahuan khusus berusahatani. Dalam prakteknya, pengetahuan dan
keterampilan berusahatani diperoleh petani dari pengalaman turun-temurun yang
diajarkan orang tua dan pengamatan yang diperoleh dari penyuluhan-penyuluhan
yang pernah diikuti serta pengamatan dari lingkungan sekitar. Oleh karena itu,
tingkat pendidikan petani wortel dan bawang daun yang umumnya masih rendah
tidak terlalu mempengaruhi keputusan petani dalam mengambil risiko.

Tabel 10. Persentase Tingkat Pendidikan Petani Wortel dan Petani Bawang Daun
di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010
Petani Wortel Petani Bawang Daun
Tingkat Jumlah Jumlah
Persentase Persentase
Pendidikan Responden Responden
(%) (%)
(Orang) (Orang)
Tidak sekolah 1 3,33 1 3,33
Tidak tamat SD 11 36,67 7 23,33
SD 11 36,67 13 43,33
SMP 3 10,00 5 16,67
SMA 4 13,33 4 13,33
S1 0 0 0 0
Total 30 100 30 100

39
5.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga
Dilihat dari jumlah tanggungan keluarga, rata-rata responden petani wortel
memiliki tanggungan keluarga dua hingga lima anggota keluarga. Sebagian besar
responden memiliki tanggungan keluarga sebanyak empat anggota keluarga.
Sementara jumlah tanggungan keluarga terbesar mencapai tujuh anggota keluarga.
Disisi lain, rata-rata jumlah tanggungan keluarga pada petani bawang daun
berkisar antara dua sampai empat anggota keluarga. Sementara jumlah
tanggungan keluarga terbesar mencapai sembilan anggota keluarga. Besarnya
jumlah tanggungan keluarga petani responden ini menunjukkan beban ekonomi
yang harus ditanggung oleh petani responden.
Hasil dilapangan menunjukkan jumlah tanggungan keluarga petani wortel
dan jumlah tanggungan keluarga petani bawang daun di kawasan agopolitan
Cianjur didominasi oleh dua hingga empat orang. Semakin banyak beban
tanggungan keluarga, semakin besar pula kebutuhan untuk bekerja keras,
berkorban lebih besar untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Oleh karena itu,
semakin banyak beban tanggungan keluarga petani wortel dan petani bawang
daun akan membuat petani tersebut berperilaku dan lebih berani untuk
menanggung risiko. Pernyataan ini konsisten dengan hasil penelitian Soekartawi
(1993) yang menyatakan semakin banyak tanggungan keluarga yang dimiliki akan
membuat petani lebih berani menanggung risiko.

Tabel 11. Persentase Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Wortel dan Petani
Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010
Petani Wortel Petani Bawang Daun
Jumlah Jumlah Jumlah
Tanggungan Persentase Persentase
Responden Responden
(%) (%)
(Orang) (Orang)
0 1 3,33 0 0
1 1 3,33 3 10,00
2 5 16,67 6 20,00
3 5 16,67 6 20,00
4 11 36,67 6 20,00
5 5 16,67 4 13,33
6 1 3,33 4 13,33
7 1 3,33 0 0
Total 30 100 0 0

40
5.2.4 Pengalaman Bertani
Sebagian besar petani wortel dan bawang daun yang menjadi responden
dalam penelitian ini memiliki pengalaman bertani wortel dan bawang daun dalam
rentang waktu yang cukup lama. Hampir seluruh petani responden telah bertani
wortel dan bawang daun tidak kurang dari 10 tahun. Bahkan ada petani responden
telah bertani selama lebih dari tiga puluh tahun yaitu 6,67 persen petani wortel
dan 3,33 persen petani bawang daun. Persentase terbesar petani responden dengan
pengalaman bertani wortel adalah dalam rentang waktu 21 hingga 30 tahun.
Sedangkan persentase terbesar petani responden dengan pengan pengalaman
bertani bawang daun adalah dalam rentang waktu 21 hingga 40 tahun. Hal ini
mengindikasikan bahwa secara umum petani wortel dan bawang daun di kawasan
agropolitan Cianjur sudah cukup berpengalaman. Adapun lama pengalaman
bertani wortel dan bawang daun petani responden dijelaskan pada Tabel 11.

Tabel 12. Persentase Pengalaman Bertani Petani Wortel dan Petani Bawang Daun
di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010
Pengalaman Petani Wortel Petani Bawang Daun
Bertani Jumlah Responden Persentase Jumlah Responden Persentase
(Tahun) (Orang) (%) (Orang) (%)
<10 7 23,33 7 23,33
11 – 20 5 16,67 6 20,00
21 – 30 9 30,00 8 26,67
31 – 40 7 23,33 8 26,67
>40 2 6,67 1 3,33
Total 30 100 30 100
Berusahatani wortel dan bawang daun merupakan kegiatan usahatani yang
berlangsung turun-temurun bagi petani di kawasan agropolitan Cianjur. Dengan
semakin lamanya pengalaman petani berarti mereka lebih trampil dan mempunyai
pengetahuan tentang kemungkinan yang terjadi sebagai konsekuensi atas
keputusan yang diambilnya. Persentase terbesar pengalaman petani wortel dan
petani bawang daun yang lebih dari 21 tahun menunjukkan sikap petani yang
lebih berani dalam menanggung risiko. Pernyataan tersebut konsisten dengan
penelitian yang dilakukan Soekartawi (1993) yang menyatakan makin

41
bertambahnya pengalaman petani akan membuat petani semakin berani
menanggung risiko.

5.2.5 Luas Lahan


Berdasarkan luas lahan yang digarap untuk usahatani wortel dan bawang
daun, hampir seluruh petani responden menggarap lahan dengan luas kurang dari
satu hektar. Persentase tertinggi adalah petani responden dengan luas lahan
kurang dari seperempat hektar yaitu sebesar 56,67 persen reponden petani wortel
dan 50 persen responden petani bawang daun.
Luasan lahan yang dikerjakan oleh petani responden ini menunjukkan
seberapa besar skala usahatani yang dilakukan. Dari sudut pandang tradisional
terutama di daerah perdesaaan, luas lahan yang dimiliki seseorang mencerminkan
status ekonomi.

Tabel 13. Persentase Luas Lahan Petani Wortel dan Petani Bawang Daun di
Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010
Luas Petani Wortel Petani Bawang Daun
Lahan Jumlah Responden Persentase Jumlah Responden Persentase
(Ha) (Orang) (%) (Orang) (%)
< 0,25 17 56,67 15 50,00
0,25-0,5 6 20,00 9 30,00
0,5- 1 3 10,00 3 10,00
>1 4 13,33 3 10,00
Total 30 100 30 100
Berdasarkan data pada Tabel 13 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
skala usahatani yang dilakukan oleh petani responden masih sangat kecil. Luas
lahan relatif kecil yang dimiliki oleh petani wortel dan petani bawang daun di
kawasan agropolitan Cianjur menunjukkan semakin enggan petani wortel dan
petani bawang daun dalam mengambil risiko. Pernyataan tersebut juga didukung
oleh penelitian Soekartawi (1993), yang menyatakan terdapat hubungan yang
negatif antara luas lahan yang dimiliki dengan keengganan petani pada risiko atau
dengan kata lain petani semakin berani menanggung risiko.
5.2.6 Status Kepemilikan Lahan

42
Berdasarkan status kepemilikan lahan, petani responden dikelompokkan
menjadi petani dengan status lahan milik sendiri, sewa, garapan, gadai, milik dan
gadai serta milik dan sewa. Adapun dalam penelitian ini, jumlah responden
terbesar adalah petani dengan status lahan milik sendiri, yaitu sebesar 66,67
persen pada responden petani wortel dan 86,67 persen pada responden petani
bawang daun. Persentase petani dengan status lahan sewa untuk wortel sebanyak
3,33 persen dan petani bawang daun sebanyak tidak ada (0 persen). Persentase
terbesar kedua berdasarkan status lahan yaitu petani dengan status lahan milik
sendiri dan sewa. Sebanyak 13,33 persen petani wortel memiliki lahan milik
sendiri dan juga sewa serta petani bawang daun sebanyak 6,66 persen memiliki
lahan milik sendiri dan sewa. Adapun status kepemilikan lahan petani responden
dijelaskan pada Tabel 14.

Tabel 14. Persentase Status Lahan Petani Wortel dan Petani Bawang Daun di
Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010
Petani Wortel Petani Bawang Daun
Status
Lahan Jumlah Responden Persentase Jumlah Responden Persentase
(Orang) (%) (Orang) (%)
Milik 20 66,67 26 86,67
sendiri
Sewa 1 3,33 0 0
Garapan 2 6,67 1 3,33
Gadai 1 3,33 0 0
Milik dan 2 6,67 1 3,33
Gadai
Milik dan 4 13,33 2 6,67
sewa
Total 30 100 30 100
Hasil di lapangan menunjukkan, status kepemilikan lahan yang sebagian
besar dimiliki sendiri oleh petani wortel dan petani bawang daun di kawasan
agropolitan Cianjur mempengaruhi keputusan petani mengambil risiko. Beberapa
faktor penyebab yang diduga mendukung pernyataan ini adalah karena adanya
jaminan kepastian hukum atas tanah milik dan berusahatani di tanah milik sendiri
relatif lebih sedikit pengeluarannya karena tidak mengeluarkan biaya sewa tanah.
Pernyataan tersebut juga didukung oleh Scoot, 1977 dalam Soekartawi, 1993,

43
yang mengatakan petani pemilik meskipun hanya pemilik kecil, petani tersebut
memiliki sendiri sarana subsistensinya dan keleluasaaan yang lebih besar untuk
menggunakannya.

5.2.7 Pola Pengusahaan Lahan


Umumnya terdapat tiga musim tanam wortel dan bawang daun dalam satu
tahun di kawasan agropolitan Cianjur. Ketiga musim tanam tersebut yaitu pertama
pada bulan Mei-Agustus, kedua Januari-April, dan ketiga September-Desember.
Tingkat produktivitas wortel dan bawang daun pada ketiga musim tanam tersebut
berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh faktor iklim dan cuaca serta aspek teknis.
Hasil tertinggi diperoleh pada musim pertama yaitu pada rentang waktu antara
bulan Mei hinga Agustus. Pada rentang bulan Mei hingga Agustus ini merupakan
musim panas namun ketersediaan air tanah juga cukup memadai yang mana
sesuai dengan syarat ekologi tanaman wortel dan bawang daun. Selain itu, pada
waktu tersebut jumlah hama dan penyakit tanaman pada wortel dan bawang daum
relatif sedikit. Sementara hasil terendah biasanya diperoleh pada musim ketiga,
yaitu pada rentang waktu antara bulan Januari hingga April. Hal ini dikarenakan
pada waktu tersebut merupakan musim hujan sehingga terdapat banyak penyakit
tanaman yang relatif susah ditangani.
Umumnya terdapat tiga macam pola pengusahaan lahan yang dominan
dilakukan oleh petani wortel di kawasan agropolitan Cianjur yaitu, menanam
wortel sepanjang tahun, menanam wortel di musim pertama (Mei-Agustus) dan
kedua (Januari-April) dan di musim ketiga (September-Desember) menyelangnya
dengan menanam sayuran lain seperti lobak, brokoli, kalian, seledri, pakcoy, dan
yang ketiga menam wortel di musim pertama (Mei-Agustus), lalu menanam
sayuran lain di musim kedua (Januari-April) dan menanam wortel lagi di musim
ketiga (September-Desember). Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 5 dan 6.

44
Mei-Agts Wortel Wortel Wortel

Lobak / Brokoli /
Wortel Wortel Seledri / Pakcoy /
Jan-April
Kailan
Lobak / Brokoli /
Wortel Seledri / Pakcoy / Wortel
Sept-Des Kailan
Pola I Pola II Pola III
Gambar 5. Pola Pengusahaan Lahan Wortel di Kawasan Agropolitan Cianjur
Tahun 2009-2010

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan petani wortel yang menjadi


responden lebih banyak menggunakan pola pengusahaan lahan I yaitu sebesar
53,33 persen. Sementara itu, pola pengusahaan lahan II digunakan petani sebesar
23,33 persen dan pola pengusahaan lahan III dilakukan petani sebesar 23,33
persen (Tabel 15).

Tabel 15. Persentase Pola Pengusahaan Lahan Wortel di Kawasan Agropolitan


Cianjur Tahun 2010
Pola Pengusahaan Lahan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
Pola I 16 53,33
Pola II 7 23,33
Pola II 7 23,33
Total 30 100

Terdapat empat macam pola pengusahaan lahan bawang daun yang


umumnya dilakukan oleh petani responden di kawasan agropolitan Cianjur. Pola
pengusahaan lahan yang pertama yaitu menanam bawang daun sepanjang tahun
(tiga kali dalam setahun). Pola kedua yaitu menanam bawang daun di musim
kedua (Januari-April), di musim pertama menanam brokoli dan musim ketiga
menanam sayuran lain seperti seledri atau lobak. Pola ketiga yaitu menanam
bawang daun di musim pertama dan ketiga, di musim kedua menanam sayuran
lain seperti brokoli atau lobak. Pola keempat yaitu menanam bawang daun di
musim pertama dan kedua dan di musim ketiga menanam sayuran lain.

45
Bawang Bawang Bawang
Mei-Agts Brokoli
Daun Daun Daun
Jan-April Bawang Bawang Brokoli/ Bawang
Daun Daun Lobak Daun
Sept-Des Bawang Seledri/ Bawang
Buncis
Daun Lobak Daun
Pola I Pola II Pola III Pola IV
Gambar 6. Pola Pengusahaan Lahan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan
Cianjur Tahun 2009-2010

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan petani bawang daun yang


menjadi responden lebih banyak menggunakan pola pengusahaan lahan I yaitu
sebesar 63,33 persen. Sementara itu, pola pengusahaan lahan III digunakan petani
sebesar 20 persen, pola pengusahaan lahan II digunakan petani sebesar 10 persen,
dan pola pengusahaan IV digunakan petani sebesar 6,67 persen (Tabel 16).

Tabel 16. Persentase Pola Pengusahaan Lahan Bawang Daun di Kawasan


Agropolitan Cianjur Tahun 2010
Pola Pengusahaan Lahan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
Pola I 19 63,33
Pola II 3 10
Pola III 6 20
Pola IV 2 6,67
Total 30 100
Pola pengusahaan lahan yang dijelaskan seperti pada Gambar 5 dan 6
merupakan pola pengusahaan lahan petani responden secara umum. Pada
praktiknya, tidak seluruh petani menanam wortel dan bawang daun secara
serentak dalam satu waktu. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada
responden, keputusan petani dalam menaman sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan modal. Dibandingkan dengan wortel, modal yang dibutuhkan untuk
menanam bawang daun relatif lebih tinggi. Selain faktor modal dan jenis musim
tanam yang dihadapi, keputusan petani dalam menanam juga dipengaruhi oleh
faktor alam seperti iklim dan cuaca. Kebijakan petani dalam mengatur pola
pengusahaan lahan bisa mempengarui produksi wortel dan bawang daun yang
dihasilkan. Penanaman wortel dan penanaman bawang daun yang dilakukan terus-

46
menerus sepanjang tahun pola seperti pola tanam I memiliki risiko produksi yang
lebih besar dibandingkan dengan pola tanam lainnya. Penanaman wortel dan
penanaman bawang daun yang dilakukan sepanjang tahun bisa menurunkan
kesuburan tanah di lahan tersebut dan bisa mendatangkan penyakit bengkak akar
pada wortel yang sulit diatasi.

5.2.8 Pemasaran Wortel dan Bawang Daun


Aspek produksi sangat erat kaitannya dengan aspek pemasaran. Jika
terjadi masalah di dalam produksi seperti hasil produksi yang kurang dari jumlah
yang harus dipasarkan, maka permasalahan di aspek pemasaran akan terjadi yaitu
kelangkaan barang. Adanya risiko produksi yang terjadi pada usahatani wortel
dan bawang daun bisa mengakibatkan terganggunya masalah pemasaran wortel
dan bawang daun tersebut. Menurut Ayun, 2010, saluran pemasaran wortel dan
bawang daun di kawasan agropolitan melibatkan beberapa lembaga tataniaga
diantaranya adalah pedagang pengumpul di tingkat desa, supplier, pedagang
grosir dan pedagang pengecer. Para petani di kawasan agropolitan menjual hasil
panen wortel dan bawang daun secara perseorangan walaupun mereka telah
tergabung dalam kelompok tani. Meskipun di kawasan agropolitan tersebut
terdapat Sub Terminal Agribisnis (STA), para petani lebih memilih untuk
memasarkan hasil panennya kepada para pedagang pengumpul di tingkat desa.
Hal ini karena akses yang lebih mudah dan murah dibandingkan harus melalui
STA. Terdapat empat saluran tataniaga wortel dan bawang daun yang ada di
kawasan agropolitan. Masing-masing saluran tataniaga ini memasarkan wortel
dan bawang daun ke beberapa daerah yaitu Cianjur, Jakarta, Bogor, Bekasi dan
Tangerang. Saluran tataniaga wortel dan bawang daun di kawasan agopolitan
Cianjur terdiri dari empat saluran (Lampiran 6), yaitu :
1. Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang Pengecer – Konsumen
2. Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang Grosir – Pedagang Pengecer
– Konsumen
3. Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Konsumen (Restoran)
4. Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Supplier – Pedagang Pengecer
(Supermarket) – Konsumen

47
Para petani di kawasan agropolitan tidak terikat hanya pada satu pedagang
pengumpul saja karena terdapat sangat banyak pedagang pengumpul di kawasan
agropolitan. Jadi petani dapat memilih dengan bebas kepada pedagang pengumpul
mana ia akan menjual hasil panennya. Dari 30 responden petani wortel yang
diwawancarai, terdapat tujuh orang petani yang bekerja sampingan sebagai
pedagang pengumpul. Sedangkan dari 30 responden petani bawang daun yang
diwawancarai, juga terdapat tujuh orang petani yang bekerja sampingan sebagai
pedagang pengumpul.

5.2.9 Penggunaan Input Usahatani Wortel dan Bawang Daun


Penggunaan input pada usahatani wortel dan bawang daun tidak terlalu
berbeda jauh antara musim tanam. Adapun yang dimaksud dengan input usahatani
dalam penelitian ini adalah meliputi pupuk, obat-obatan, bibit, dan tenaga kerja.
Rata-rata penggunaan input pada usahatani wortel dan bawang daun menurut
musim tanam dapat dilihat pada Tabel 17 dan 18.

Tabel 17. Rata-rata Penggunaan Input Wortel per 1000 m2 Menurut Musim
Tanam di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2009-2010
Input Musim Tanam 1 Musim Tanam 2 Musim Tanam 3
Urea (kg) 47,27 40,60 39,77
Poska (kg) 14,17 14,17 14,00
TSP (kg) 26,00 34,33 25,50
Kandang (kg) 657,67 657,67 673,33
KCl (kg) 4,93 4,93 5,27
ZA (kg) 31,23 29,83 31,40
Kapur pertanian (kg) 10,83 10,83 10,83
NPK (kg) 23,53 23,70 23,37
kompos (kg) 10,67 10,67 10,67
SP (kg) 1,67 1,67 1,67
Pusri (kg) 8,33 8,33 8,33
Bibit (kuintal) 0,78 0,78 0,78
Obat-obatan (Rp) 266.154,17 283.983,47 285.475,53
TK luar keluarga
(HOK) 105,77 114,57 106,77

48
Perhitungan penggunaan input pada usahatani wortel dan bawang daun
dibagi ke dalam tiga musim tanam. Data rata-rata penggunaan input pada
usahatani wortel dan usahatani bawang daun diperoleh mulai tahun September
2009 hingga Mei 2010. Dari Tabel 17 dan 18 dapat dilihat bahwa penggunaan
input setiap musim berbeda satu dengan lainnya. Penggunaan pupuk berubah-
ubah setiap musim tanam meskipun tidak terlalu signifikan. Penggunaan pupuk di
musim ketiga umumnya lebih sedikit dibandingkan musim pertama dan kedua, hal
ini disebabkan musim ketiga merupakan musim hujan sehingga penggunaan
pupuk berkurang. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, diketahui bahwa
sangat sedikit petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur
yang menggunakan pupuk organik.

Tabel 18. Rata-rata Penggunaan Input Bawang Daun per 1000 m2 Menurut
Musim Tanam di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2009-2010
Input Musim Tanam 1 Musim Tanam 2 Musim Tanam 3
Urea (kg) 54,73 54,73 49,73
Poska (kg) 8,00 8,33 10,00
TSP (kg) 32,00 32,83 25,50
Kandang (kg) 850,00 721,00 791,67
KCl (kg) 10,67 10,83 12,50
ZA (kg) 29,83 30,50 35,50
Kapur pertanian (kg) 42,50 42,50 42,50
NPK (kg) 12,67 12,67 14,33
mutiara (kg) 1,67 1,67 1,67
SP (kg) 1,67 1,67 1,67
Bibit (kuintal) 12,95 12,95 12,95
Obat-obatan (Rp) 255.681,40 261.348,07 255.314,80
TK luar keluarga
(HOK) 88,97 91,27 90,07
Pemupukan wortel dan bawang daun biasanya dilakukan antara tiga
hingga empat kali pemupukan. Pemupukan pertama dilakukan setelah pengolahan
lahan (tanah dicangkul). Pemupukan pertama cukup hanya dengan menggunakan
pupuk kandang atau TSP saja. Pemupukan selanjutnya dilakukan dengan selang

49
waktu satu bulan setelah benih ditanam. Pemupukan kedua dan seterusnya
dilakukan setelah penyiangan lahan. Adapun jenis dan dosis pupuk yang
digunakan pada pemupukan kedua dan seterusnya biasanya tidak begitu berbeda.
Jenis pupuk yang berbeda biasanya diberikan pada pemupukan pertama dengan
kedua. Secara umum, dosis pemupukan antara satu petani dengan lainnya tidak
jauh berbeda. Akan tetapi, jenis pupuk yang digunakan belum tentu sama antara
satu petani dengan petani lainnya.
Menurut Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Wortel
Kabupaten Cianjur Jawa Barat, penggunaan pupuk kandang sebanyak 10-15
ton/ha dan urea 100 kg/ha. Sementara itu, penggunaan pupuk kandang untuk
budidaya bawang daun menurut SOP Direktorat Jendral Hortikultura juga sebesar
10-15 ton/ha. Jika dibandingkan dengan SOP, yang ada penggunaan pupuk
kandang pada budidaya wortel dan budidaya bawang daun di kawasan agropolitan
memiliki jumlah yang lebih sedikit, namun penggunaan urea pada wortel lebih
banyak. Penggunaan input seperti pupuk dapat menjadi faktor yang menimbulkan
risiko produksi karena dalam kegiatan produksi pupuk sangat diperlukan sehingga
jika penggunaan pupuk terlalu rendah atau terlalu tinggi menyebabkan produksi
tidak stabil. Penggunaan pupuk kandang yang tidak sesuai (efektif) bisa
menurunkan produksi yang dihasilkan sehingga meningkatkan terjadinya risiko
produksi pada wortel dan bawang daun.
Penggunaan obat-obatan oleh petani wortel dan bawang daun di kawasan
agropolitan Cianjur relatif bervariasi. Jenis obat-obatan yang digunakan oleh
petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur meliputi pestisida,
insektisida, dan fungisida lainnya. Obat-obatan yang banyak digunakan petani
wortel di agropolitan diantaranya dursban, antracol, dan supergo. Sementara itu
obat-obatan yang digunakan petani bawang daun diantaranya antracol, dursban,
decis, supergro, dan winder. Intensitas rata-rata penyemprotan dengan obat-obatan
antara sepuluh hari hingga sebulan sekali. Bahkan untuk keadaan tertentu
pengobatan dilakukan setiap tujuh hari sekali. Rata-rata petani wortel dan bawang
daun membeli obat-obatan secara sendiri-sendiri di toko atau kios pertanian.
Berdasarkan wawancara di lapangan, sebagian besar responden membeli obat-
obatan untuk wortel dan bawang daun secara kontan atau tunai.

50
Menurut Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Wortel
Kabupaten Cianjur Jawa Barat dan Direktorat Jendral Hortikultura, pengendalian
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dilakukan bila serangan mencapai
ambang pengendalian, sesuai dengan kondisi serangan OPT dan hentikan
penyemprotan minimal dua minggu sebelum panen. Intensitas penyemprotan yang
terlalu banyak tanpa memperhatikan kondisi serangan OPT bisa menurunkan
produksi yang dihasilkan sehingga meningkatkan terjadinya risiko produksi pada
wortel dan bawang daun. Penggunaan obat-obatan yang efektif bisa mengurangi
risiko produksi. Artinya, penggunaan obat-obatan dilakukan pada saat ada
serangan hama dan penyakit tanaman saja sehingga menyebabkan kondisi
produksi stabil.
Input usahatani wortel dan bawang daun yang penting lainnya adalah bibit
wortel dan bawang daun. Kualitas bibit wortel dan bawang daun ini sangat
menentukan seberapa besar produktivitas wortel dan bawang daun nantinya. Di
kawasan agropolitan Cianjur bibit wortel dan bawang daun yang digunakan
umumnya adalah bibit lokal varietas Cipanas, namun ada pula dari petani
responden yang mulai mencoba menggunakan bibit impor khususnya bibit wortel
Jepang yang tentunya lebih mahal harganya dari bibit wortel lokal. Tidak setiap
musim tanam petani wortel membeli bibit. Beberapa petani wortel
membudidayakan sendiri bibit wortel. Sedangkan untuk bibit bawang daun, para
petani responden selalu menggunakan hasil panen sebelumnya untuk dijadikan
bibit kembali pada musim tanam berikutnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
penggunaan modal. Bibit bawang daun yang banyak digunakan di kawasan
Agropolitan Cianjur diantaranya RP dengan ciri-ciri batang daun besar, bulat,
padat, berwarna putih, dan harganya pun relatif lebih tinggi dibandingkan dari
varietas lain.
Kegiatan usahatani wortel dan bawang daun merupakan kegiatan yang
bersifat padat karya. Menurut hasil di lapangan, penggunaan tenaga kerja untuk
kegiatan usahatani wortel relatif lebih banyak dibandingkan kegiatan usahatani
bawang daun. Penggunaan tenaga kerja mulai dari proses pengolahan tanah,
penanaman, pemupukan, penyiangan, penyemprotan, penyiraman hingga pasca
panen. Diantara kegiatan produksi, penggunaan tenaga kerja paling banyak yaitu

51
pada kegiatan pengolahan lahan sebelum penanaman. Adapun biaya tenaga kerja
di kawasan agropolitan Cianjur berkisar Rp. 15.000 hingga Rp. 25.000 per HOK
untuk tenaga kerja laki-laki, dan Rp. 7.000 hingga Rp. 10.000 per HOK untuk
tenaga kerja perempuan. Namun untuk biaya penyiraman yang dilakukan oleh
tenaga kerja laki-laki lebih mahal dua kali lipat dari biaya tenaga kerja pada
proses kegiatan usahatani yaitu berkisar antara Rp. 30.000 hingga Rp. 50.000 per
HOK. Upah yang diterima tenaga kerja di kawasan agropolitan Cianjur sudah
merupakan harga kesepakatan yang terbentuk antara petani pemilik dengan para
tenaga kerja. Upah minimal Rp 15.000 per HOK juga merupakan upah standar di
Kabupaten Cianjur (Dinas Pertanian Cianjur). Jumlah jam kerja petani di kawasan
agropolitan Cianjur hanya 5 jam yaitu dari jam 7 pagi hingga 12 siang. Berbeda
dengan jumlah jam kerja HOK umumnya yaitu 8 jam. Perhitungan HOK
penggunaan input tenaga kerja menggunakan perhitungan (1 orang x 1 hari x jam
kerja) dibagi 5 jam.

5.2.10 Biaya Produksi Usahatani Wortel dan Bawang Daun


Pada kegiatan usahatani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan
Cianjur, komponen biaya produksi terdiri dari biaya bibit, biaya pupuk, biaya
obat-obatan, biaya tenaga kerja, biaya panen, penyusutan peralatan, opportunity
lahan, dan pengeluaran umum. Dari komponen biaya tersebut tidak
keseluruhannya dikeluarkan secara tunai. Misalnya, biaya bibit wortel dan
bawang daun dan biaya tenaga kerja untuk laki-laki. Tidak semua petani membeli
bibit wortel dan bawang daun secara tunai setiap musim tanam. Beberapa petani
menggunakan bibit wortel yang dibudidayakan sendiri dan menggunakan bibit
bawang daun yang disimpan dari hasil panen sebelumnya.
Biaya tenaga kerja untuk laki-laki yang dikeluarkan merupakan jumlah
dari biaya upah tunai dengan biaya upah natura (makanan dan minuman). Biaya
opportunity lahan untuk lahan milik sendiri diperoleh dari harga sewa tanah yang
berlaku di kawasan agropolitan Cianjur yaitu Rp 283.333 per 1000 m2 per tahun.
Sedangkan biaya opportunity lahan untuk lahan yang menyewa dan gadai
digunakan harga sewa dan gadai yang diterima petani tersebut. Sementara itu,
biaya opportunity lahan untuk lahan yang dibagi hasil diperoleh dari pendapatan

52
kotor yang diterima. Biaya penyusutan diperoleh dari biaya penyusutan peralatan
pertanian seperti kored, cangkul, sabit, parang, semprotan, dan sebagainya. Biaya
penyusutan diperoleh dari harga beli dibagi umur ekonomis.
Pengeluaran umum diperoleh dari biaya yang umumnya tetap dibayarkan
petani setiap tahunnya seperti pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB).
Pembayaran PBB masing-masing petani tidaklah sama. Hal ini disebabkan oleh
letak lahan yang berbeda. PBB lahan yang dekat dengan jalan raya akan lebih
mahal dibandingkan lahan yang jauh dari jalan raya. Jika petani tidak memiliki
lahan sendiri (sewa, gadai, bagi hasil), biaya PBB dianggap nol.

Tabel 19. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Wortel per Musim Tanam di
Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2009-2010 (Rp/1000 m2)
Biaya Produksi Musim 1 (Rp) Musim 2 (Rp) Musim 3 (Rp)
Biaya bibit 137.249,21 66.524,23 90.396,43
Biaya pupuk 451.424,80 450.124,79 434.494,27
Biaya obat-obatan 231.673,40 228.342,49 238.036,93
Biaya tenaga kerja 1.068.344,29 1.293.755,40 1.615.514,30
Biaya panen 311.555,57 255.861,13 155.551,60
Penyusutan 84.870,40 84.870,40 84.870,40
Oportunity Lahan 131.014,80 117.595,00 114.645,00
Pengeluaran umum 30.572,83 30.572,83 30.572,83
Biaya Total 2.446.705,30 2.527.646,27 2.764.081,76
Pendapatan kotor 4.979.444,43 3.677.555,57 2.062.599,20
Pendapatan bersih 2.532.739,14 1.149.909,29 (701.482,56)

Besarnya biaya produksi yang ditanggung oleh petani wortel dan bawang
daun berbeda satu dengan lainnya, seperti terlihat pada Lampiran 7 dan 8. Rata-
rata biaya produksi pada usahatani wortel dan bawang daun per 1000 m2 lahan di
kawasan agropolitan tersebut dijelaskan pada Tabel 19 dan 20.

53
Tabel 20. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Bawang Daun per Musim Tanam
di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2009-2010 (Rp/1000 m2)
Biaya Produksi Musim 1 (Rp) Musim 2 (Rp) Musim 3 (Rp)
Biaya bibit 1.747.355,80 1.742.355,80 2.031.397,13
Biaya pupuk 435.238,70 383.758,70 397.477,60
Biaya obat-obatan 152.622,83 158.289,50 152.947,30
Biaya tenaga kerja 882.076,60 894.028,80 879.018,32
Biaya panen 279.272,37 233.591,00 145.314,90
Penyusutan 82.646,80 82.646,80 82.646,80
Oportunity Lahan 99.275,47 92.345,47 92.006,27
Pengeluaran umum 31.882,60 31.882,60 31.882,60
Biaya Total 3.710.371,17 3.618.898,67 3.812.690,92
Pendapatan kotor 6.697.067,43 6.552.969,17 4.582.042,87
Pendapatan bersih 2.986.696,26 2.934.070,50 769.351,95

Dari analisis usahatani yang dilakukan, rata-rata biaya total yang


ditanggung oleh petani wortel yaitu sebesar Rp. 2.446.705,30 pada musim
pertama, Rp. 2.527.646,27, pada musim kedua, dan Rp. 2.764.081,76, pada
musim ketiga. Sementara itu rata-rata biaya total yang ditanggung oleh petani
bawang daun yaitu sebesar Rp 3.710.371,17 pada musim pertama, Rp
3.618.898,67, pada musim kedua, dan Rp 3.812.690,92 pada musim ketiga.
Perbedaan besarnya biaya total setiap musim ini disebabkan karena adanya
perubahan pada penggunaan jumlah dan beberapa harga input.
Diantara komponen biaya produksi secara keseluruhan, komponen biaya
produksi yang paling tinggi adalah biaya bibit dan tenaga kerja. Adapun biaya
produksi tertinggi yang dikeluarkan secara tunai meliputi biaya bibit, pupuk, obat-
obatan, biaya tenaga kerja dan biaya panen. Rata-rata biaya tenaga kerja yang
dikeluarkan petani wortel dan bawang daun berbeda pada setiap musim tanam.
Biaya tenaga kerja pada musim kedua paling tinggi dibandingkan dengan musim
pertama dan ketiga. Hal ini disebabkan pada musim kedua merupakan musim
kemarau sehingga membutuhkan tambahan biaya tenaga kerja untuk kegiatan
penyiraman ditambah dengan biaya upah yang lebih tinggi dua kali lipat

54
dibandingkan biaya tenaga kerja normal. Rata-rata biaya bibit yang dikeluarkan
oleh petani wortel dan bawang daun pada musim tanam pertama berbeda dengan
musim tanam kedua dan ketiga. Biaya bibit wortel terbesar dikeluarkan petani
pada musim pertama yaitu sebesar Rp. 137.249,21 per 1000 m2. Sedangkan untuk
biaya bibit bawang daun terbesar dikeluarkan pada musim ketiga yaitu sebesar
Rp 2.031.397,13. Hal ini disebakan oleh naik-turunya harga bibit setiap musim
tanam. Sementara komponen biaya pupuk, tenaga kerja dan obat-obatan tidak
berbeda jauh pada setiap musim tanam Pada musim-musim tertentu beberapa
harga pada komponen biaya mengalami perubahan. Sementara komponen biaya-
biaya yang lain cenderung stabil dengan perubahan yang tidak terlalu signifikan.
Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Komponen Biaya Produksi Wortel dan Bawang Daun per Musim
Tanam pada Tahun 2009-2010

Perhitungan biaya produksi wortel dan biaya produksi bawang daun dibagi
ke dalam tiga musim. Musim pertama merupakan perhitungan biaya produksi
bulan Mei 2010, musim kedua merupakan bulan Januari 2010, dan musim ketiga
merupakan bulan September 2009. Komponen biaya produksi yang paling tinggi
yaitu bibit dan tenaga kerja bisa sangat mempengaruhi produksi yang dihasilkan.
Jika tambahan biaya tenaga kerja untuk penyiraman tidak dikeluarkan, akibatnya
meningkatkan risiko produksi yang dihasilkan akan berkurang karena tanaman
mengalami kekeringan.

55
5.2.11 Pendapatan dan Keuntungan Usahatani Wortel dan Bawang Daun
Berdasarkan analisis usahatani yang dilakukan, rata-rata pendapatan
usahatani wortel di kawasan agropolitan Cianjur dalam satu tahun adalah Rp.
7.738.433,33 per 1000 m2 dan keuntungan usahatani bawang daun dalam satu
tahun adalah Rp 17.832.079,47 per 1000 m2. Akan tetapi, pendapatan usahatani
wortel dan bawang daun berbeda-beda pada setiap musimnya. Pada musim
pertama, rata-rata pendapatan yang diperoleh petani wortel adalah sebesar Rp
4.979.444,43 per 1000 m2pada musim pertama sedangkan pada musim kedua
sebesar Rp 3.677.555,57 per 1000 m2. Pada musim ketiga rata-rata pendapatan
usahatani wortel terus menurun yaitu mencapai Rp 2.062.599,20 per 1000 m2.
Sedangkan rata-rata pendapatan yang diperoleh petani bawang daun pada musim
pertama adalah sebesar Rp 6.697.067,43 per 1000 m2, pada musim kedua sebesar
Rp 2.934.070,50 per 1000 m2 dan di musim ketiga jauh menurun sebesar Rp
769.351,95 per 1000 m2.
Dari perhitungan usahatani yang dilakukan, diketahui bahwa rata-rata
keuntungan usahatani wortel di kawasan agropolitan Cianjur dalam satu tahun
adalah sebesar Rp. 2.981.165,87 per 1000m2. Sedangkan keuntungan usahatani
bawang daun dalam satu tahun sebesar Rp 6.690.118,71 per 1000m2. Seiring
dengan pendapatan yang diperoleh petani, keuntungan dari kegiatan usahatani
wortel dan bawang daun ini juga bervariasi setiap musimnya. Keuntungan
tertinggi diperoleh pada saat musim pertama (Mei 2010) yaitu sebesar Rp
2.532.739,14 per 1000m2. Sementara pada musim kedua (Januari 2010)
keuntungan sebesar Rp 1.149.909,29 per 1000m2. Adapun pada musim ketiga
(September 2009) rata-rata keuntungan benilai negatif dengan nilai mencapai Rp.
-701.482,56 per 1000m2.Sedangkan untuk bawang daun, keuntungan di musim
pertama sebesar Rp 2.986.696,26 per 1000m2, di musim kedua sebesar Rp
2.934.070,50 per 1000m2 dan di musim ketiga sebesar Rp 769.351,95 per 1000m2.

56
Gambar 8. Biaya Produksi Total, Pendapatan Kotor, dan Pendapatan Bersih
Usahatani Wortel di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2009-2010

Perbedaan pendapatan dan keuntungan usahatani wortel dan bawang daun


yang berbeda-beda pada setiap musim tanam ini dipengaruhi oleh perbedaan
produksi yang dihasilkan, penggunaan input yang berbeda, perbedaan harga input
yang dikeluarkan pada setiap musim tanam. Perbedaan ini juga disebabkan oleh
perbedaan harga jual wortel dan bawang daun setiap musim tanam.

Gambar 9 . Biaya Produksi Total, Pendapatan Kotor, dan Pendapatan Bersih


Usahatani Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun
2009-2010

Dari Gambar 8 dan 9 di atas dapat diketahui bahwa keuntungan yang


diperoleh petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur
berfluktuasi setiap musim tanamnya. Fluktuasi keuntungan yang diperoleh petani

57
wortel dan petani bawang daun tersebut merupakan akibat yang ditimbulkan
karena adanya risiko produksi. Keuntungan terendah yang diperoleh petani wortel
dan petani bawang daun lebih dominan terjadi pada musim ketiga yang
merupakan musim hujan. Hal ini disebabkan karena produksi wortel dan bawang
daun relatif akan menurun pada jika dibudidayakan pada musim hujan. Maka dari
itu untuk mengurangi risiko produksi sebaiknya menghindari menanam wortel
dan bawang daun pada musim hujan.

58
VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI

6.1 Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun


Petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur
menghadapi beberapa macam risiko dalam menjalankan usahanya. Untuk itu,
agar kerugian dapat diminimalisir maka pelaku usaha wortel dan bawang daun
harus mengetahui seberapa besar risiko yang dihadapinya. Besarnya tingkat risiko
tidak dapat diukur secara tepat karena usaha di bidang pertanian sangat
dipengaruhi oleh faktor alam. Akan tetapi, hal ini dapat dilakukan melalui
beberapa pendekatan. Dalam penelitian ini, risiko produksi wortel dan bawang
daun dianalisis dengan melihat nilai variance, standar deviasi, dan koefisien
variasi dari nilai produktivitas wortel (ton/ha).
Dalam menganalisis tingkat risiko suatu usaha, perlu diketahui tingkat
frekuensi kejadian dalam periode waktu tertentu. Hal ini dibutuhkan untuk
mengetahui seberapa besar peluang nilai keuntungan ataupun kerugian yang
mungkin diterima. Dalam penelitian ini, banyaknya kejadian dijelaskan ke dalam
tiga kondisi yaitu, kondisi hasil terendah, normal, dan tertinggi. Sementara
penentuan nilai peluang tersebut berdasarkan kemungkinan produktivitas wortel
dan bawang daun (ton/ha) dalam 10 kali masa tanam (Lampiran 9). Nilai peluang
setiap kejadian berbeda-beda antara satu petani dengan petani yang lain. Peluang
dan Produktivitas wortel dan bawang daun dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Peluang dan Produktivitas Wortel dan Bawang Daun pada Kondisi
Tertinggi, Normal, dan Terendah di Kawasan Agropolitan Cianjur
Wortel Bawang Daun
Kondisi Produktivitas Produktivitas
Peluang Peluang
(ton/ha) (ton/ha)
Tertinggi 0,31 37,10 0,30 25,92
Normal 0,43 28,33 0,42 20,04
Terendah 0,26 17,78 0,28 11,14

Berdasarkan Tabel 21 dapat disimpulkan bahwa peluang keuntungan


usahatani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur masih relatif
tinggi yaitu sebesar 0,74 atau 74 persen untuk wortel dan 0,72 atau 72 persen
untuk bawang daun. Nilai ini diperoleh dari penjumlahan peluang pada kondisi
normal dan kondisi tertinggi. Oleh karena itu budidaya wortel dan budidaya
bawang daun masih cukup menguntungkan diusahakan.
Setelah diketahui tingkat peluang dari masing-masing kejadian, maka nilai
risiko dapat dianalisis dengan melihat expected return, variance, standard
deviation, dan coefficient variation, seperti yang terlihat pada Tabel 22. Nilai
expected return menggambarkan tingkat produktivitas rata-rata yang diharapkan
oleh petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur. Nilai
expected return merupakan penjumlahan produktivitas pada kondisi tertinggi,
normal, dan terendah dikali masing-masing peluang pada ketiga kondisi tersebut.

Tabel 22. Nilai Expected Return, Variance, Standard Deviation, dan Coefficient
Variation Wortel dan Bawang Daun Dilihat dari Return Produktivitas
di Kawasan Agropolitan Cianjur
Ukuran Wortel Bawang Daun
Expected Return 28,31 19,31
Variance 52,78 32,02
Standard deviation 7,26 5,66
Coefficient variation 0,26 0,29

Nilai expected value wortel sebesar 28,31 ton/ha dan nilai expected value
bawang daun sebesar 19,31 ton/ha. Nilai ini berarti, sebesar 28,31 ton/ha jumlah
produktivitas wortel diharapkan terjadi oleh petani wortel dan sebesar 19,31
ton/ha jumlah produktivitas bawang daun diharapkan terjadi oleh petani bawang
daun. Nilai variance untuk wortel adalah 52,78. Nilai ini berarti, sebesar 52,78
ton/ha penyimpangan kerugian usaha budidaya wortel yang dihadapi petani.
Standard deviation untuk wortel adalah sebesar 7,26 atau sebesar 25,65 persen
dari nilai expected return yang diperoleh petani. Nilai ini berarti, sebesar 7,26
ton/ha fluktuasi keuntungan yang dihadapi petani wortel di kawasan agropolitan
Cianjur. Nilai Standard deviation untuk bawang daun adalah sebesar 5,66 atau
sebesar 29,31 persen dari nilai expected return yang diperoleh petani. Nilai ini
berarti sebesar 5,66 ton/ha fluktuasi keuntungan yang dihadapi petani bawang
daun di kawasan agropolitan Cianjur. Nilai coefficient variation wortel sebesar 26

60
persen dan nilai coefficient variation sebesar 29 persen. Nilai ini berarti, untuk
setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh, maka risiko (kerugian) yang
dihadapi petani wortel dan petani bawang daun sebesar coefficient variation
wortel dan bawang daun. Dari ketiga ukuran risiko tersebut, nilai coefficient
variation yang paling menentukan tingkatan risiko.
Menurut hasil pengamatan dilapangan, tingkat risiko produksi wortel yang
lebih kecil dibandingkan tingkat risiko produksi bawang daun disebabkan oleh
penggunaan input. Input wortel menggunakan benih sedangkan input bawang
daun menggunakan bibit yang diperoleh dari hasil panen musim sebelumnya.
Benih yang digunakan untuk usahatani wortel umumnya merupakan benih yang
dibeli petani di toko saprotan. Benih tersebut tentunya sudah lulus uji kualitas
sehingga layak untuk beredar dipasaran. Bibit yang digunakan untuk usahatani
bawang daun merupakan produksi dari panen musim sebelumnya yang disisihkan.
Meskipun tanaman bawang daun yang akan dijadikan bibit sudah merupakan hasil
pemilihan. Namun, seringkali petani kurang memperhatikan umur tanaman
bawang daun yang akan dijadikan bibit. Bibit bawang daun yang baik adalah jika
umurnya sudah 4 bulan dan tidak terserang hama penyakit. Penggunaan bibit pada
bawang daun juga menimbulkan potensi kekeringan yang lebih tinggi
dibandingkan penggunaan benih wortel pada saat penanaman. Kondisi kekeringan
ini bisa terjadi pada saat menanam worteldan bawang daun pada musim kemarau.
Pada Tabel 22 menunjukkan bahwa dilihat dari nilai varian, usahatani
wortel mempunyai nilai varian yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani
bawang daun. Demikian halnya dengan nilai standar deviasi pada usahatani wortel
mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan usahatani bawang daun. Namun
demikian dilihat dari nilai koefisien variasi menunjukkan bahwa usahatani wortel
mempunyai nilai yang lebih kecil dari usahatani bawang daun. Hal tersebut
menunjukkan bahwa untuk setiap rupiah produksi yang diharapkan ternyata
usahatani wortel menghadapi risiko produksi yang lebih kecil dibandingkan
bawang daun.
Setelah mengetahui seberapa besar tingkat risiko produksi yang terdapat
pada usahatani wortel dan usahatani bawang daun, kemungkinan terjadinya
kerugian diharapkan dapat diminimalisir segera oleh petani sebagai pelaku usaha.

61
Meminimalisir kerugian pada usahatani wortel dan usahatani bawang daun dapat
dilakukan melalui analisis alternatif penanganan risiko produksi yang akan
dijabarkan pada sub bab selanjutnya. Jika terjadinya risiko produksi dapat dicegah
atau dikurangi dengan adanya strategi penanganan risiko produksi, maka
kemungkinan panen dengan produksi yang menurun dapat dicegah. Oleh karena
itu, kekontinuitasan pemasaran wortel dan bawang daun yang setiap hari
dilakukan petani di agropolitan Cianjur tidak akan terhambat.

6.1.1 Sumber-Sumber Risiko Produksi di Kawasan Agropolitan Cianjur


Pada dasarnya risiko pada kegiatan agribisnis disebabkan oleh berbagai
macam kondisi ketidakpastian yang dihadapi. Dalam kegiatan produksi pertanian
atau usahatani, ketidakpastian tersebut berasal dari faktor alam dan lingkungan.
Faktor alam dan lingkungan tersebut yaitu, serangan hama dan penyakit, curah
hujan, musim, kelembaban, bencana alam, teknologi, dan input. Selain itu,
sebagian besar komoditas pertanian mempunyai karakteristik perishable,
voluminious, dan bulky.
1. Faktor Iklim dan Cuaca
Faktor iklim dan cuaca merupakan salah satu faktor yang mendorong
adanya risiko pada kegiatan usahatani wortel dan bawang daun. Hal ini
disebabkan karena perubahan cuaca sulit diprediksi secara pasti. Berdasarkan
hasil wawancara di lapangan, saat ini kondisi cuaca sering berubah-ubah dan tidak
sesuai lagi dengan siklus normalnya. Padahal kondisi cuaca sangat mempengaruhi
pertumbuhan wortel dan bawang daun. Selain itu, cuaca juga sangat terkait
dengan munculnya hama dan penyakit tanaman.
Secara teknis, wortel dan bawang daun membutuhkan lingkungan tumbuh
dengan suhu udara yang dingin dan lembab. Kedua tanaman ini bisa ditanaman
sepanjang tahun baik musim kemarau maupun musim hujan. Namun, bila
kekurangan air relatif lama akan mengganggu pertumbuhan tanaman baik wortel
maupun bawang daun karena bisa menyebabkan kekeringan dan tanaman mati.
Sebaliknya, kelebihan air yang umumnya terjadi pada musim hujan dapat
mengakibatkan kematian tanaman karena serangan penyakit (busuk). Menurut
kondisi di lapangan, tanaman wortel dan tanaman bawang daun tidak akan disiram

62
pada musim hujan (biasanya pada musim ke tiga) dan peralihan kemarau
(biasanya pada musim pertama). Penyiraman hanya dilakukan pada musim
kemarau panjang saja (biasanya pada musim ke dua).
Jika suhu udara terlalu tinggi (lebih dari 25oC) seringkali menyebabkan
umbi wortel kecil-kecil (abnormal) dan berwarna pucat/kusam dan untuk bawang
daun akan menghambat pertumbuhan atau bahkan membuat tanaman mati akibat
penguapan (transpirasi) yang berlebihan. Jika suhu udara terlalu rendah ( kurang
dari 14 oC), maka umbi wortel yang terbentuk menjadi panjang kecil dan untuk
tanaman bawang daun suhu yang terlalu rendah bisa membuat tanaman mati.
Dilihat dari perkembangan produktivitas selama satu tahun, secara umum
produktivitas usahatani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur
sangat bervariasi setiap musimnya. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi cuaca
mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani wortel dan bawang daun di
kawasan agropolitan Cianjur. Adapun informasi mengenai tingkat produktivitas
wortel dan bawang daun setiap musim tanam dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Rata-rata Produktivitas Wortel dan Bawang Daun per Musim Tanam
pada Tahun 2009-2010

Produktivitas tertinggi terjadi pada rentang waktu pada musim pertama


yaitu antara bulan Mei hingga Agustus. Pada rentang waktu tersebut, kondisi
cuaca relatif mendukung pertumbuhan wortel dan bawang daun. Penyebabnya
adalah pada rentang waktu bulan Mei-Agustus tersebut cuaca relatif cerah dengan
suhu yang agak panas. Sementara itu, seperti yang terlihat pada Gambar 13,

63
tingkat produktivitas wortel dan bawang daun pada musim kedua (Januari-April)
dan musim ketiga (September-Desember) lebih rendah dengan perbedaan yang
cukup signifikan.
2. Faktor Hama dan Penyakit Tanaman
Hama dan penyakit tanaman merupakan masalah terpenting yang dihadapi
dalam kegiatan budidaya wortel dan bawang daun. Hama dan penyakit dapat
menyerang tanaman wortel mulai dari akar, umbi, batang, daun, dan bunga.
Sedangkan untuk tanaman bawang daun bisa menyerang mulai dari akar, batang,
dan daun. Kemunculan hama dan penyakit ini sering kali tidak dapat diprediksi
sebelumnya. Hal ini dikarenakan munculnya hama dan penyakit tersebut
dipengaruhi oleh faktor cuaca dan iklim yang juga tidak dapat diprediksi secara
tepat. Oleh karena itu, hama dan penyakit tanaman dapat menjadi faktor risiko
usahatani wortel dan bawang daun.
Terdapat berbagai macam jenis hama yang dapat menyebabkan gagalnya
panen wortel dan bawang daun di agropolitan Cianjur, mulai dari jenis ulat, kutu,
lalat, cacing, dan sebagainya. Bagian tanaman wortel dan bawang daun yang
diserang pun bervariasi. Semua bagian tanaman dapat menjadi sasaran serangan
hama. Gambaran mengenai jenis-jenis hama wortel dan bawang daun di kawasan
agropolitan Cianjur dijelaskan pada Tabel 23 dan Tabel 24.

Tabel 23. Jenis-jenis Hama yang Menyerang Tanaman Wortel


Jenis Hama Ciri-Ciri Bentuk Serangan
Ulat tanah  Ulat tanah berwarna coklat Menyerang bagian pucuk atau
sampai hitam, panjangnya titik tumbuh tanaman wortel
antara 4-5 cm dan yang masih muda. Akibat
bersembunyi di dalam tanah. serangan, tanaman layu atau
 Serangga dewasa berupa terkulai, terutama pada
kupu-kupu berwarna coklat bagian tanaman yang dirusak
tua, bagian sayap depannya hama
bergaris-garis dan terdapat
titik putih
Kutu daun  Kutu daun dewasa berwarna Menyerang tanaman dengan
hijau sampai hitam, hidup cara mengisap cairan selnya,
berkelompok di bawah daun sehingga menyebabkan daun
atau pada pucuk tanaman keriting atau abnormal
Lalat  Yang sering merusak Menyerang masuk ke dalam
tanaman wortel adalah umbi dengan cara menggerek
larvanya. atau melubanginya

64
Tabel 24. Jenis-jenis Hama yang Menyerang Tanaman Bawang Daun
Jenis Hama Ciri-Ciri Bentuk Serangan
Kutu Bawang  Berwarna cokelat kelabu Terdapat bercak-bercak yang
dengan panjang kurang mengkilau dan bintik-bintik
lebih 1 mm, sedang putih yang merupakan bekas
larvanya berawarna
gigitan pada daun
kuning muda
Ulat daun  Saat masih muda Daun yang diserang terlihat
berwarna hijau daun menerawang (tembus cahaya)
dengan panjang sekitar atau bercak-bercak putih
2,5 cm
Ulat tanah  Menyerang pada saat Menyerang pada bagian leher
malam hari umbi sehingga menyebabkan
 Menyerang tanaman batang jatuh ke tanah
yang masih muda
 Dapat menular
Hama sieur  Menyerang pada musim Daun yang diserang berwarna
kemarau terutama saat keabu-abuan jika dilihat dari
matahari terik jauh
 Berwarna kuning, putih,
dan merah
Cacing akar  Bentuknya seperti cacing Tanaman yang terserang
yang sangat kecil pangkal titik tumbuhnya
bengkak dan ujung akarnya
kering dan busuk sehingga
menjadi kerdil

Selain hama, juga terdapat banyak penyakit yang menyerang tanaman


wortel dan bawang daun mulai dari cendawan (jamur) dan nematoda (cacing).
Penyakit yang paling sering menyerang wortel disebabkan oleh cendawan dan
nematoda. Sedangkan penyakit pada bawang daun paling sering disebabkan oleh
cendawan. Penyakit yang disebabkan oleh cendawan umumnya menampilkan
warna-warna sesuai dengan warna sporanya pada bagian tanaman yang diserang.
Pembusukan akibat serangan cendawan biasanya kering, namun adapula yang
membuat basah dan berbau. Gambaran mengenai jenis-jenis penyakit pada
tanaman wortel dan bawang daun dapat dilihat pada Tabel 25 dan Tabel 26.

65
Tabel 25. Jenis-jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Wortel
Jenis Penyakit Keterangan
Bercak daun  Bercak-bercak berwarna coklat muda atau putih dengan
pinggiran berwarna coklat tua sampai hitam pda daun
 Menyebabkan daun mengeriting, daun akan mati jika
bercak menggelang pada tangkai
Bengkak akar  Umbi dan akar tanaman wortel menjadi salah bentuk,
Wortel berbenjol-benjol abnormal
Hawar daun  Bercak-bercak kecil pada daun berwarna coklat tua sampai
hitam .Pada umbi ada gejala bercak-bercak tidak beraturan
bentuknya, kemudian membusuk berwarna hitam sampai
hitam kelam.
Busuk pangkal  Daun berwarnai kemerahan, tangkai daun juga, tanaman
umbi batang kerdil, pangkal umbi wortel membusuk dan bau

Baik hama maupun penyakit, kedua-duanya dapat menimbulkan kerugian


pada kegiatan usahatani wortel dan bawang daun. Setiap hama maupun penyakit
memberikan dampak kerugian yang berbeda-beda satu sama lain. Apabila tidak
ditangani dengan tepat, serangan hama dan penyakit dapat menyebabkan gagal
panen hingga seratus persen. Meskipun beberapa jenis hama ataupun penyakit
pada tanaman wortel dan bawang daun muncul secara musiman, namun ada
kalanya kemunculan hama dan penyakit tertentu tidak dapat diprediksi
sebelumnya.

Tabel 26. Jenis-jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Bawang Daun


Jenis Penyakit Keterangan
Bercak ungu  Ujung daun mengering dan tanaman mati
 Pangkal batang busuk
Busuk daun  Daun berwarna putih dan diliputi oleh bulu-bulu berwarna
(Sulidat) hitam dan akhirnya mati
Busuk leher  Menyebabkan pangkal batang menjadi lunak dan berwarna
batang abu-abu, kebasahan, dan akhirnya membusuk
Layu  daun menguning dan layu mendadak

66
3. Tingkat Kesuburan Lahan
Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang cukup penting. Saat ini,
lahan merupakan faktor produksi yang langka sehingga pemanfaatannya harus
seefisien mungkin. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam usahatani
berkaitan dengan lahan yang digunakan adalah kesesuian dan daya dukung lahan
terhadap aktivitas usahatani yang dilakukan. Salah satu bagian dari daya dukung
lahan tersebut adalah tingkat kesuburan lahan. Kondisi tanah yang berbukit-bukit
di lapangan menunjukkan perbedaan dalam tingkat kesuburan. Tanah yang
letaknya menghadap sinar matahari langsung ke sebelah timur merupakan lahan
yang paling subur. Meskipun penggunaan pupuk kandang selalu dilakukan
khusunya untuk pemupukan tahap pertama (setelah pengolahan lahan). Namun,
penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia yang sudah berlangsung lama di
kawasan agropolitan Cianjur bisa memicu hilangnya kesuburan tanah di daerah
tersebut. Kesuburan lahan juga erat kaitanya dengan pengaturan pola tanam.
Pengaturan pola tanam yang baik yaitu tidak menanam komoditas yang sama
sepanjang tahun akan mempertahankan kesuburan tanah. Kondisi di lapangan
menunjukkan bahwa masih ada beberapa petani wortel dan petani bawang daun
yang menanam komoditas tersebut sepanjang tahun.
Kesuburan lahan merupakan salah satu faktor yang menentukan
produktivitas tanaman. Lahan yang subur akan menghasilkan produktivitas yang
lebih tinggi dibandingkan lahan yang kurang subur. Kesuburan lahan biasanya
berkaitan dengan struktur dan tekstur tanah. Perbedaan struktur maupun tekstur
tanah ini biasanya sesuai dengan jenis tanahnya. Penggunaan bahan-bahan kimia
yang di luar batas dapat mengurangi bahkan merusak unsur organik di dalam
tanah.
4. Efektivitas Penggunaan Input
Dalam usahatani wortel dan bawang daun, komponen terpenting dari
variabel input ini adalah bibit, pupuk dan obat-obatan, serta tenaga kerja.
Efektivitas penggunaan input tersebut dapat menjadi sumber risiko produksi pada
kegiatan usahatani wortel dan bawang daun. Hal ini dikarenakan penggunaan
setiap input akan mempengaruhi tingkat produktivitas usahatani wortel dan
bawang daun. Semakin efektif dan efisien penggunaan input, maka semakin kecil

67
risiko produksi yang dihadapi. Masing-masing variabel input memberikan
pengaruh yang berbeda-beda terhadap tingkat produktivitas usahatani wortel dan
bawang daun. Kondisi di lapangan menunjukkan, masih ada beberapa petani yang
kurang memperhatikan penggunaan pupuk dan obat-obatan. Mereka cenderung
terus menggunakan pupuk dan obat-obatan tanpa memperhatikan ambang batas
penggunaannya. Contoh kongkritnya yaitu penyemprotan pestisida yang
dilakukan terus-menerus hingga panen, padahal hama yang ada pada lahan belum
tentu ada. Petani tersebut berprinsip lebih baik mencegah daripada mengobati.
Kualitas bibit sangat menentukan tingkat produktivitas usahatani.
Berdasarkan informasi di lapangan bibit tanaman wortel bisa diperoleh langsung
di toko sarana produksi pertanian terdekat ataupun membenihkan sendiri.
Sedangkan tanaman bawang daun lebih banyak menggunakan bibit yang
dibenihkan sendiri. Bibit juga ditunjukkan dari ketahanan bibit wortel dan bawang
daun terhadap hama dan penyakit.
Wortel dan bawang daun merupakan tanaman yang cukup rentan terhadap
serangan hama dan penyakit tanaman. Namun jika dibandingkan, bawang daun
lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman daripada tanaman
bang daun. Alokasi pupuk maupun obat-obatan untuk tanaman bawang daun
relatif lebih banyak dibandingkan tanaman wortel. Penggunaan obat-obatan untuk
membasmi hama dan penyakit yang terkadang tidak dapat dipastikan dalam
menanggulangi hama dan penyakit yang menyerang. Bahkan pada beberapa kasus
justru menimbulkan kekebalan pada hama dan penyakit tertentu. Begitu pula
dengan pupuk yang digunakan. Belum tentu alokasi pupuk yang lebih banyak
dapat menghasilkan produksi yang lebih banyak pula. Terlebih, adanya dugaan
bahwa kondisi tanah di sebagian besar wilayah kawasan agropolitan Cianjur yang
hampir jenuh terhadap bahan-bahan kimia.
5. Keterampilan Sumber Daya Manusia yang Kurang
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu modal dalam
menjalankan suatu usaha. SDM dari petani yang kurang baik bisa mempengaruhi
produksi yang dihasilkan. Berdasarkan hasil di lapangan, ada 11 orang petani
wortel dari 30 orang sampel yang tidak pernah mengikuti pelatihan pertanian.
Sedangkan petani bawang daun yang tidak pernah mengikuti pelatihan pertanian

68
ada sembilan orang dari 30 orang sampel. Meskipun sebagian besar petani wortel
dan petani bawang daun pernah mengikuti pelatihan pertanian namun kegiatan
tersebut dirasa para petani sudah lama sekali dilakukan. Keberadaan PPL juga
sudah dirasa kurang oleh para petani, sehingga petani sulit memperoleh informasi
terbaru mengenai proses budidaya yang baik. Beberapa kelompok tani yang
berada di bawah naungan agropolitan juga sudah tidak berjalan program dan
kepengurusannya. Termasuk Agropolitan yang keberadaannya dirasa petani sudah
kurang berperan selam dua tahun terakhir.

6.1.2 Manajemen Risiko yang Dilakukan Petani


Berdasarkan informasi di lapangan, beberapa hal yang dilakukan petani
dalam menghadapi risiko pada kegiatan usahatani wortel dan bawang daun adalah
sebagai berikut :
1. Faktor Iklim dan Cuaca
Pada musim kemarau panjang, umumnya petani melakukan dua kali
penyiraman selama musim tanam ke lahan wortel dan lahan bawang daun yang
mengalami kekeringan. Penyiraman dikerjakan oleh tenaga kerja laki-laki dengan
biaya dua hingga tiga kali lebih mahal dari biaya tenaga kerja biasa. Penyiraman
biasa dilakukan malam hari untuk menghindari suhu yang panas di siang hari.
2. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
Wortel dan bawang daun merupakan tanaman yang cukup rentan terhadap
serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit pada tanaman wortel dapat
menyerang mulai dari akar, umbi, batang, dan daun (Tabel 27). Sedangkan pada
tanaman bawang daun, hama dan penyakit dapat menyerang akar, batang, dan
daun (Tabel 28). Oleh karena itu, hama dan penyakit tanaman merupakan faktor
risiko pada kegiatan usahatani. Untuk menghadapi permasalahan hama dan
penyakit tanaman tersebut, maka petani melakukan beberapa hal seperti
penyemprotan secara rutin, penggunaan obat-obatan tertentu, penyiangan, dan
sebagainya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, rata-rata frekuensi
penyemprotan tanaman berkisar dua hingga sepuluh kali selama musim tanam
untuk tanaman wortel dan untuk tanaman bawang daun tiga hingga dua belas kali

69
selama musim tanam. Sebagian besar petani tidak terlalu menyesuaikan perlakuan
dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan musim dan tingkat
kerusakan yang ditimbulkan atau dengan kata lain penyemprotan dilakukan tetap
di setiap musim. Penyemprotan baru dihentikan satu minggu sebelum panen.
Namun, ada pula beberapa petani yang menyesuaikan perlakuan dalam
pengendalian hama dan penyakit tanaman wortel dan bawang daun dengan musim
dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan.

Tabel 27. Cara Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Wortel yang
Dilakukan oleh Petani di Kawasan Agropolitan Cianjur
Jenis Hama dan Penyakit Perlakuan
Ulat tanah  Penyemprotan secara rutin dengan pestisida
Kutu daun  Penyemprotan secara rutin dengan pestisida
Lalat  Penyemprotan secara rutin dengan pestisida
Bercak daun  Penyemprotan secara rutin dengan pestisida
 Membuang yang sudah terinfeksi
Bengkak akar Wortel  Memberokan lahan dan melaksanakan
pergiliran tanaman di lahan yang akan
ditanami wortel
 Membuang tanaman yang terserang penyakit
 Tidak menggunakan umbi yang terserang
penyakit untuk perbanyakan benih biji wortel
Hawar daun  Penyemprotan secara rutin dengan pestisida
 Membuang yang sudah terinfeksi
 Merotasi lahan dengan tanaman lain
Busuk pangkal batang  Membuang tanaman yang terinfeksi

Meskipun petani wortel dan bawang daun sudah melakukan beberapa cara
untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman, tetapi upaya-upaya tersebut
belum bersifat terpadu. Petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan
Cianjur cenderung menggunakan obat-obatan melebihi dosis yang ditentukan
dengan meningkatkan intensitas penyemprotan. Dalam menggunakan obat-obatan
tersebut, petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur belum
memperhatikan aspek lingkungan dan kesehatan. Akibatnya, beberapa jenis hama
maupun penyakit justru menjadi resisten terhadap obat-obatan tersebut. Belum
dilakukannya pengendalian hama dan penyakit secara terpadu ini dikarenakan
masih terbatasnya pengetahuan petani bawang merah dalam melakukan hal

70
tersebut. Terlebih serangan hama dan penyakit tanaman wortel dan bawang daun
tersebut sering kali berubah dari waktu ke waktu.

Tabel 28. Cara pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Bawang Daun yang
Dilakukan oleh Petani di Kawasan Agropolitan Cianjur
Jenis Hama dan Penyakit Perlakuan
Kutu Bawang  Penyemprotan secara rutin dengan pestisida
 Menambah frekuensi penyiangan
 Membuang yang sudah terinfeksi
Ulat daun  Penyemprotan secara rutin dengan pestisida
 Membuang yang sudah terinfeksi
Ulat tanah  Penyemprotan secara rutin dengan pestisida
 Membuang yang sudah terinfeksi
Hama sieur  Penyemprotan secara rutin dengan pestisida
 Membuang yang sudah terinfeksi
Cacing akar  Penyemprotan secara rutin dengan pestisida
Bercak ungu  Penyemprotan secara rutin dengan pestisida
 Menambah frekuensi penyiangan
 Membuang yang sudah terinfeksi
Busuk daun (Sulidat)  Penyemprotan secara rutin dengan pestisida
 Menambah frekuensi penyiangan
 Membuang yang sudah terinfeksi
Busuk leher batang  Penyemprotan secara rutin dengan pestisida
 Menambah frekuensi penyiangan
 Membuang yang sudah terinfeksi
Layu  Penyemprotan secara rutin dengan pestisida
 Membuang yang sudah terinfeksi

Kondisi lahan yang digunakan untuk usahatani bawang daun di lapangan


selurunya masih berupa lahan terbuka. Hal ini bisa mempengaruhi mempengaruhi
lebih banyak tumbuhnya gulma dan cendawan di dalam tanah. Pengendalian hama
dan penyakit juga bisa dilakukan dengan kegiatan penyioangan (ngoyos).
Sebagian besar petani di kawasan agropolitan Cianjur melakukan penyiangan
sebanyak 2 kali untuk wortel dan 1 kali penyiangan untuk bawang daun atau tidak
melakukan penyiangan untuk bawang daun. Penyiangan wortel dilakukan pada 30
HST dan 60 HST dengan menggunakan tangan. Program penyuluhan mengenai
pengendalian hama dan penyakit tanaman wortel dan bawang daun sangat
dibutuhkan petani. Saat ini program penyuluhan mengenai budidaya wortel dan
bawang daun belum berjalan efektif dikarenakan fungsi agropolitan yang ada
sudah tidak berjalan dengan baik selama dua tahun terakhir ini.

71
3. Tingkat Kesuburan Lahan
Kondisi Petani wortel dan petani bawang daun di kawasan agropolitan
kurang memperhatikan masalah kesuburan lahan. Meskipun pupuk kandang selalu
digunakan oleh petani di kawasan agropolitan Cianjur. Namun, petani lebih
banyak menggunakan pupuk kimia dibandingkan pupuk kandang. Kemauan
petani untuk beralih ke pertanian organik secara bertahap pun dirasa masih sangat
kurang. Menurut petani, kondisi lahan mereka masih subur mengingat lokasi
lahan di kaki gunung Gede Pangrango yang masih aktif. Namun jika dibiarkan
pupuk kimia terus-menerus digunakan dalam waktu yang lama, akan sangat
mungkin lahan di wilayah tersebut menjadi rusak dan tidak subur lagi. Petani
dikawasan agropolitan Cianjur baru menggunakan 6,5-6,7 ton/hektar pupuk
kandang untuk tanaman wortel dan 7,2-8,5 ton/hektar pupuk kandang untuk
tanaman bawang daun.
Kesuburan lahan juga erat kaitanya dengan pengaturan pola tanam. Masih
ada beberapa petani wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur
melakukan pola tanam yang cenderung belum mengikuti pola tanam yang
ditentukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur yaitu tidak menanam
komoditas yang sama secara terus-menerus sepanjang tahun. Ketidakteraturan
dalam waktu menanam ini dapat menyebabkan pengendalian hama dan penyakit
yang dilakukan menjadi tidak efektif dan kesuburan tanah pun menjadi menurun.
Hanya sebagian kecil petani wortel dan bawang daun yang mulai menerapkan
pola tanam yang dengan komoditas yang berbeda sepanjang tahun.
4. Efektivitas Penggunaan Input
Seperti yang sudah dijelaskan di biaya produksi usahatani wortel dan
usahatani bawang daun pada Tabel 19 dan 20. Penggunaan input pada usahatani
wortel dan bawang daun tidak terlalu berbeda jauh antara musim tanam. Adapun
yang dimaksud dengan input usahatani dalam penelitian ini adalah meliputi
pupuk, obat-obatan, bibit, dan tenaga kerja. Sebagian besar petani wortel dan
petani bawang daun yang menjadi sampel kurang begitu memperhatikan
penggunaan pupuk, obat-obatan, bibit, dan tenaga kerja yang sesuai dengan SOP
yang ada. Kebayakan petani menggunaan input produksi hanya berdasarkan
pengalaman saja.

72
5. Keterampilan SDM yang Kurang
Hanya beberapa petani wortel dan bawang daun dari 60 sampel yang mau
berusaha sendiri mengatasi permasalahan SDM yang dihadapi. Peningkatan SDM
biasanya dilakukan petani adalah dengan mengikuti penyuluhan-penyuluhan yang
dilakukan oleh perusahaan obat-obatan. Hingga saat ini hanya satu kelompok tani
yang tengah bekerjasama dengan lembaga pendidikan seperti Institut Pertanian
Bogor dalam meningkatkan pertanian diwilayahnya.

6.2 Alternatif Penanganan Risiko Produksi


Petani sebagai pelaku utama dalam kegiatan usahatani pada dasarnya
telah melakukan beberapa tindakan dalam menghadapi adanya risiko produksi.
Terlebih, berdasarkan observasi di lapangan, rata-rata petani telah memiliki
pengalaman berusahatani wortel dan bawang daun selama bertahun-tahun. Hal
tersebut menunjukkan bahwa meskipun tingkat risiko usahatani wortel dan
bawang daun yang relatif tinggi, tetapi usahatani tersebut masih dianggap
menguntungkan. Namun, beberapa tindakan petani dalam menghadapi adaya
risiko produksi ternyata belum begitu dapat meminimalkan kerugian yang
dialami. Kegagalan produksi dianggap sebagai kejadian yang wajar di bidang
pertanian. Dengan mengetahui bahwa usaha budidaya wortel dan bawang daun
berpotensi untuk terjadinya risiko produksi maka perencanaan penanganan yang
dapat dilakukan adalah dengan penerapan kesadaran akan risiko serta kesadaran
untuk melakukan penanganan risiko.
Dalam kajian ini, diharapkan dapat memberi gambaran kepada petani
terhadap usaha budidaya wortel dan bawang daun dalam merumuskan alternatif
penanganan dalam mengatasi risiko produksi wortel dan bawang daun. Proses
yang dilakukan dalam perumusan alternatif pengelolaan risiko dimulai dengan
melakukan identifikasi terhadap risiko yang terjadi serta penyebabnya, kemudian
dilakukan pengukuran besarnya risiko dan selanjutnya ditentukan langkah-
langkah penanganan yang efektif dan sesuai dengan kondisi di lapangan.
Dari identifikasi risiko yang dilakukan diperoleh hasil bahwa petani di
kawasan agropolitan Cianjur mengalami risiko produksi dalam kegiatan budidaya
wortel dan bawang daun yang diusahakan. Risiko produksi tersebut disebabkan

73
oleh berbagai faktor ntara lain perubahan iklim dan cuaca, serangan hama dan
penyakit, tingkat kesuburan lahan, serta efektivitas penggunaan input.
Selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap risiko produksi tersebut dan diperoleh
hasil sebesar 0,23 untuk tanaman wortel dan 0,23 untuk tanaman bawang daun.
Nilai tersebut merupakan kerugian yang dihadapi atas perolehan hasil produksi
dengan adanya risiko produksi. Dari data diatas, maka dapat ditentukan alternatif
penanganan dalam menangani risiko produksi budidaya wortel dan bawang daun
di kawasan agropolitan Cianjur. Berdasarkan beberapa permasalahan yang
dihadapi, strategi penanganan risiko produksi wortel dan bawang daun yang dapat
dilakukan oleh petani diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas perawatan untuk menangani kondisi iklim dan cuaca
yang sulit diprediksi. Musim kemarau yang berkepanjangan bisa
menyebabkan kekeringan pada tanaman, terlebih lagi tanaman dengan lokasi
lahan yang jauh dari sumber air. Cek suhu serta kelembaban lahan dengan
melihat kondisi tanaman dan tanah secara langsung. Pengecekan kondisi
lahan sebaiknya dilakukan sesering mungkin, jadi apabila suhu mulai
meningkat maka secepatnya dilakukan penyiraman.
Menurut Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Wortel Kabupaten
Cianjur, tidak ada batas barapa kali penyiraman budidaya wortel dalam satu
kali musim tanam. Penyiraman budidaya wortel pada musim kemarau
dilakukan sesuai kebutuhan. Pada musim kemarau, penyiraman juga harus
dilakukan pada bedengan sebelum benih disebar. Jika dua kali penyiraman
kebutuhan air pada tanaman wortel dirasakan oleh petani cukup, maka tidak
perlu lagi menambahkan penyiraman. Namun, jika dua kali penyiraman
dirasakan petani belum cukup, maka petani bisa menambahkan penyiraman
menjadi tiga sampai empat kali. Penyiraman sebaiknya dilakukan pagi atau
sore hari saat matahari tidak terlalu terik sehingga bisa mengurangi
penguapan.
Menurut Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Bawang Daun,
penyiraman dilakukan hanya pada musim kemarau sebanyak 1 minggu sekali
pada pagi atau sore hari. Aternatif lain untuk mengatasi cuaca adalah
pengunaan mulsa plastik. Mulsa plastik mengurangi penguapan air tanah dan

74
memantulkan sinar ultraviolet matahari. Kegiatan ini bertujuan agar
kelembaban tanaman dan tanah dapat selalu terjaga sehingga tanaman tidak
rusak.
2. Menerapkan pengendalian hama secara terpadu (PHT). Tujuan PHT adalah
agar organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dapat terkendali tanpa merusak
lingkungan untuk serta mencegah kerugian ekonomi berupa kehilangan hasil
(kuantitas) dan penurunan mutu (kualitas) produk. SOP tentang pengendalian
organisme pengganggu tanaman wortel yaitu :
a. Melakukan pengamatan dan identifikasi terhadap OPT di lahan secara
berkala.
b. Menentukan jenis tindakan yang perlu segera dilakukan
c. Pengendalian OPT dilakukan bila serangan mencapai ambang
pengendalian, sesuai dengan kondisi serangan OPT, fase/stadium tanaman,
dan sesuai teknik yang dianjurkan.
Menurut SOP Budidaya Wortel, penyemprotan dengan pestisida yang selalu
rutin dilakukan petani pada saat musim hama dan penyakit wortel harus
dihentikan dua minggu sebelum wortel dipanen. Pengendalian hama juga
dilakukan dengan cara penyiangan (ngoyos). Penyiangan ini bertujuan
mencegah hama dari rumput liar (gulma) serta memusnahkan tanaman yang
sudah terjangkit hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan sebanyak tiga
kali, penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 30 HST (Hari
Setelah Tanam) dengan menggunakan tangan untuk mengatur jarak tanam,
penyiangan ke dua dilakukan pada saat tanaman berumur 60 HST
menggunakan garpu kecil untuk menggundukan tanah pada pangkal tanaman,
dan penyiangan ke tiga pada saat tanaman berumur 75 HST dengan
menggunakan tangan.
SOP tentang pengendalian organisme pengganggu tanaman bawang daun
yaitu :
a. Lakukan pengamatan secara rutin pada kondisi pertanaman. Utamakan
pengendalian secara mekanis dan kultur teknis (tanaman yang terserang
hama/penyakit dicabut dengan tangan atau pisau, dibuang dan dibakar atau
dikubur sejauh mungkin dari lokasi kebun).

75
b. Lakukan prosedur pengendalian dengan cara penyemprotan pestisida
secara selektif apabila tanaman terserang hama atau penyakit.
c. Hentikan penyemprotan minimal 2 minggu sebelum panen.
d. Pencampuran pestisida dengan air dilakukan secara hati-hati dan tidak
menyebabkan pencemaran lingkungan. Musnahkan sisa pestisida, botol
atau kaleng bekas wadah di tempat pembuangan limbah atau dikubur ke
dalam tanah yang jauh dari sumber air.
e. Cuci bersih peralatan setelah dipergunakan
f. Buang limbah pencucian ke dalam bak peresapan dan tidak boleh
mencemari sumber air.
Penyiangan (ngoyos) pada tanaman bawang daun dilakukan sebanyak 1 kali.
Penyiangan dilakukan setelah tanam berumur 7 hari. Jika terdapat tanaman
yang rusak atau menunjukkan gejala kerusakan, maka dibuang saja. Selain
penyiangan, dibutuhkan pula kegiatan pembumbunan. Pembumbunan
dilakukan pada umur 30 - 40 HST setinggi 10 cm dan pada umur 70 HST
menjadi 40 cm, dengan cara menggemburkan dan menaikkan tanah dengan
menggunakan cangkul. Alternatif lain yaitu penggunaan mulsa hitam perak
karena warna hitam pada permukaan plastik yang dipasang menghadap tanah
dapat menekan pertumbuhan gulma dan cendawan di dalam tanah.
3. Meningkatkan kesuburan lahan dengan cara pemupukan yang tepat dan
merotasikan pola tanam. Perotasian tanaman sejenis minimal 1 kali masa
tanam dan maksimal 2 kali masa tanam (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur).
Menurut SOP budidaya wortel, pemupukan yang tepat khususnya pemupukan
susulan (pemupukan ke 1 dan 2) mengacu pada lima hal yaitu, dosis, cara,
waktu, tempat, dan jenis. Pemberian pupuk pertama (setelah pengolahan
tanah) sebanyak 10-15 ton/hektar pupuk kandang. Pupuk susulan diberikan
diberikan saat tanaman berumur 30 HST dan 60 HST. Pemberian pupuk
susulan dilakukan setelah penyiangan 1 dan 2 dengan dosis 100 kg/ha urea
dan 100 kg/hektar SP36. Pupuk SP36 adalah pupuk fosfat buatan berbentuk
gelintiran (granular) yang komponen utamanya mengandung unsur hara
fosfor berupa monokalsium fosfat dengan rumus kimia Ca (H2PO4)2, dibuat
dari bahan dengan bantuan fosfat alam.

76
Menurut SOP budidaya bawang daun, penggunaan pupuk kandang pada
pemupukan pertama yaitu 10-15 ton/hektar. Pemupukan susulan dilakukan
pada usia 21 HST (seminggu sekali) dengan konsentrasi 4 kg NPK / 200 liter
air. Aplikasinya 200 mililiter/tanaman. NPK merupakan campuran urea, TSP,
KCL dengan perbandingan 25 : 7 : 7.
4. Penggunaan variabel input yang sesuai menurut SOP. Komponen terpenting
dari variabel input ini adalah bibit, pupuk dan obat-obatan, serta tenaga kerja.
Penggunaan input yang tepat akan mengurangi kemungkinan terjadinya risiko
produksi. Masing-masing variabel input memberikan pengaruh yang berbeda-
beda terhadap tingkat produktivitas usahatani wortel dan bawang daun. Benih
wortel yang digunakan petani di kawasan agropolitan Cianjur sebanyak 7,8
kuintal/hektar, pupuk kandang sebanyak 6,5-6,7 ton/hektar, pupuk urea
sebanyak 397-472 kg/hektar. Menurut SOP Budidaya Wortel, standar benih
yang baik yaitu memiliki daya kecambah lebih dari 90 persen, warna dan
ukuran benih seragam, utuh, dan tidak cacat. Jika penanaman dilakukan pada
musim kemarau, benih harus direndam air selama 12-24 jam sampai kelihatan
pecah, ditiriskan hingga cukup kering, baru bisa digunakan. Benih digunakan
sebanyak 8 kg/ha. Penggunaan pupuk kandang sebanyak 10-15 ton/ha, pupuk
urea sebanyak 200 kg/ha. Penggunaan bibit dan pupuk urea yang melebihi
batas penggunaan bibit dan pupuk urea pada tanaman wortel akan
menurunkan produktivitas wortel dan meningkatkan pengeluaran input
sehingga keuntungan yang didapatkan berkurang. Sementara itu, penggunaan
pupuk kandang perlu ditingkatkan sesuai SOP yang ada agar produktivitas
wortel meningkat.
Benih bawang daun yang digunakan petani di kawasan agropolitan Cianjur
sebanyak 129,5 kuintal/hektar, pupuk kandang sebanyak 7,2-8,5 ton/hektar,
pupuk urea sebanyak 497-547 kg/hektar. Menurut SOP Bawang Daun,
penggunaan bibit bawang daun yang baik yaitu benih yang dipilih merupakan
benih yang jelas varietasnya (tepat jenis) dengan potensi yang sesuai dengan
karakteristik varietas tersebut, memiliki daya adaptasi yang tinggi dengan
agroklimat setempat. Penanaman benih sebaiknya dilakukan pada pagi hari
sebelum jam 11.00 pagi atau sore hari setelah jam 14.00 untuk menghindari

77
stres karena terik matahari. Bibit yang digunakan adalah bibit yang sudah
berumur 4 bulan. Penggunaan bibit sebanyak 2.500 bibit/ha Penggunaan
pupuk urea sebanyak 775,6 kg/hektar, dan penggunaan pupuk kandang
sebanyak 10-15 ton/hektar.
5. Meningkatkan pengembangkan sumberdaya manusia. Petani dalam
menjalankan kegiatan usahatani harus didukung oleh sumberdaya manusia
yang sudah diorganisasikan dengan baik sesuai jenis pekerjaan dan tanggung
jawab yang diberikan. Petani pemilik sebaiknya melakukan pengawasan dan
menunjukkan contoh yang baik serta memberi koreksi terhadap tenaga kerja
yang menggarap lahannya. Keterampilan petani pemilik dan petani penggarap
tenaga kerja dapat ditingkatkan dengan mengikuti penyuluhan atau pelatihan-
pelatihan kemampuan budidaya tanaman wortel dan bawang daun Pelatihan
kemampuan budidaya seharusnya sudah merupakan kegiatan sehari-hari yang
dilakukan petani di lokasi penelitian mengingat kawasan penelitian
merupakan kawasan agropolitan. Namun, hal ini tidak demikian adanya
karena peranan agropolitan dirasa sudah kurang aktif lagi dalam membina
petani dan kelompok tani yang ada di wilayah tersebut. Selain pelatihan
budidaya, petani juga dapat mengikuti pelatihan mengenai manajemen
pengelolaan usahatani dan pengelolaan keuangan.
6. Melakukan diversifikasi dengan cara tumpangsari. Tumpangsari merupakan
cara tanam jenis tanaman lain, sebagai tanaman selingan di lahan yang
ditanami jenis tanaman utama. Tanaman wortel bisa ditumpangsarikan
dengan tanaman lain yang ditanam di pingir bedengan. Sedangkan tanaman
bawang daun bisa ditumpangsarikan dengan tanaman lain disetiap sela-sela
jarak tanaman bawang daun. Tanaman wortel bisa ditumpangsarikan dengan
tanaman bawang daun dan tanaman bawang daun bisa ditumpangsarikan
dengan tanaman bayam, ketumbar, bit, pakcoy. Pola tumpangsari ini bisa
memberikan pendapatan usahatani yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pola monokultur. Petani di lokasi penelitian sudah mengetahui dan banyak
yang mulai menerapkan pola tumpangsari ini, namun belum semua petani
melakukannya.

78
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
6.2 Kesimpulan
1. Dilihat dari return produktivitas, risiko produksi wortel di kawasan
agropolitan Cianjur sebesar 0,26 atau 26 persen. Artinya, untuk setiap satu
satuan hasil produksi yang diperoleh petani wortel, maka risiko (kerugian)
yang dihadapi adalah sebesar 0,26 satuan atau 26 persen. Sementara itu,
risiko produksi yang dihadapi petani bawang daun di kawasan agropolitan
Cianjur adalah sebesar 0,29 atau 29 persen. Artinya, untuk setiap satu satuan
hasil produksi yang diperoleh petani bawang daun, maka risiko (kerugian)
yang dihadapi adalah sebesar 0,29 satuan atau 29 persen. Nilai ini diperoleh
dari hasil penilaian risiko yang menggunakan ukuran coefficient variation.
2. Alternatif penanganan risiko yang bisa dilakukan oleh petani wortel dan
bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur yaitu :
a. Melakukan penyiraman l pada musim kemarau dilakukan sesuai kebutuhan
pada pagi atau sore hari untuk tanaman wortel. Pada musim kemarau,
penyiraman juga harus dilakukan pada bedengan sebelum benih wortel
disebar. Penyiraman pada musim kemarau untuk bawang daun dilakukan 1
minggu sekali pada pagi atau sore hari. Aternatif lain untuk mengatasi
cuaca adalah pengunaan mulsa plastic untuk tanaman bawang daun.
b. Menerapkan pengendalian hama secara terpadu (PHT). Penyemprotan
dengan pestisida harus dihentikan dua minggu sebelum wortel dan bawang
daun dipanen. Pengendalian hama juga dilakukan dengan cara penyiangan
(ngoyos) untuk wortel sebanyak tiga kali selama musim tanam yaitu 30
HST menggunakan tangan, 60 HST menggunakan garpu kecil, dan 75
HST menggunakan tangan. Pengendalian hama juga dilakukan dengan
cara penyiangan (ngoyos) untuk bawang daun sebanyak satu kali selama
satu musim tanam dan pembumbunan sebanyak dua kali selama satu
musim tanam.
c. Meningkatkan kesuburan lahan dengan cara pemupukan dan merotasikan
pola tanam yang tepat
d. Penggunaan variabel input yang sesuai menurut SOP.
e. Meningkatkan pengembangkan sumberdaya manusia dengan cara
mengikuti pelatihan dan penyuluhan budidaya wortel. Selain itu, petani
pemilik sebaiknya melakukan pengawasan dan menunjukkan contoh yang
baik serta memberi koreksi terhadap tenaga kerja yang menggarap
lahannya.
f. Melakukan diversifikasi dengan cara tumpang sari.

6.3 Saran
1. Petani sebaiknya melakukan pengaturan pola tanam sesuai dengan saran yang
direkomendasikan oleh Dinas Pertanian setempat.
2. Peningkatan pemberdayaan Petugas Penyuluh Lapangan dalam memberikan
informasi secara aktif dan kontinu.
3. Mengaktifkan kembali peran Agropolitan yang kurang berperan saat ini.
4. Mengaktifkan dan mengefektifkan peran kelembagaan kelompok tani.
5. Petani sebaiknya menjalin kemitraan dengan pedagang maupun perusahaan
pengolahan.

80
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pertanian Cianjur. 2004. Master Plan Agropolitan Cianjur. Cianjur.

[Anonim]. 2010. Wisata Agropolitan. http:www.puncakview.com [21 Agustus


2010].

Pamuji H et al. 2009. Menuju Megapolitan Pertanian. http:www.gatra.com [21


Agustus 2010].

Ayun, Qurrota. 2010. Analisis Sistem Tataniaga Bawang Daun Di Kawasan


Agropolitan Cianjur [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.

Badan Penyuluh Pertanian. 2005-2008. Program Penyuluhan Pertanian


Kecamatan Ciapanas Kabupaten Cianjur.

[BPP] Badan Penyuluhan Pertanian. 2009. Produksi, Luas Panen, dan


Produktivitas Wortel dan Bawang Daun. Cianjur : BPP Kecamatan
Cipanas.

[BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia. 2009. Produk Domestik Bruto Menurut
Sektor Usaha. Jakarta: BPS Indonesia.

Cahyono, Bambang. 2005. Seri Budidaya Bawang Daun. Yogyakarta : Kanisius.

Darmawi, Herman. 1997. Manajemen Risiko. Jakarta : Bumi Aksara.

Darwiyah, Wiwi. 2006. Analisis Usahatani dan Sistem Penjualan Bawang Daun di
Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur [Skripsi].
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Debertin, D.L. 1986. Agricultural Productin Economics Macmillan Publishing


Comapany New York.

Pemerintah Desa Sindangjaya. 2009. Daftar Isian Potensi Desa dan Kelurahan
Sindangjaya. Cianjur.

Pemerintah Desa Sukatani. 2009. Daftar Isian Potensi Desa dan Kelurahan.
Cianjur.

Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur. 1999-2008. Laporan Tahunan Dinas


Pertanian Kabupaten Cianjur. Cianjur.

[Ditjen Hortikultura]. 2009. Nilai PDB Berdasarkan Harga Berlaku. Jakarta:


Ditjen Hortikultura.

[Ditjen Hortikultura]. 2009. Produktivitas Wortel dan Bawang Daun. Jakarta:


Ditjen Hortikultura.
[Ditjen Hortikultura]. 2009. Impor Bawang Daun. Jakarta: Ditjen Hortikultura.

[Ditjen Hortikultura]. 2010. Konsumsi Wortel. Jakarta: Ditjen Hortikultura.

Djaka, RD. 2003. Pengembangan Kawasan Agropolitan dalam Rangka


Pengembangan Wilayah Berbasih Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN). Ditjen Penataan Ruang Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah. Jakarta.

Fariyanti, Anna. 2008. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Sayuran dalam


Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan
Pengalengan Kabupaten Bandung [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hanafi, M. Mamduh. 2009. Manajemen Risiko Edisi Kedua. Yogyakarta : Unit


Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN
Yogyakarta.

Harwood, et al. 1992. Managing Risk in Farming Concepts, Research, and


Analysis. Agricultural Economic Report no. 774. US Department of
Agriculture.

Hutagulung, Mercio. 2005. Optimisasi Produksi Sayuran di Kawasan Agropolitan


Cianjur Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lam, James. 2007. Enterprise Risk Manajemen. Jakarta : PT Ray Indonesia.

Mulhayati, Atti. 2005. Saluran Pemasaran Wortel di Kawasan Agropolitan


Cianjur [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Utami, D. Anisa. 2009. Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah
di Kabupaten Brebes [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.

Tarigan, E.S. Putri. 2008. Analisis Risiko produksi Sayuran Organik pada
Permata Hati Organic Farm di Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Pasaribu, Pananda. 2007. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Produksi Usahatani Wortel di Kabupaten Tegal [Skripsi].
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pitojo, Setijo. 2006. Benih Wortel. Yogyakarta : Kanisius.

Pruliyan, A. Nugroho. 2005. Analisis Keragaan Usahatani dan Strategi


Pengembangan Usahatani Sayur di Kawasan Agropolitan Cianjur.
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

82
Rachmina, Dwi. dan Burhanuddin. 2008. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi.
Bogor: Departemen Agribisnis FEM IPB.

Ruhmayati, Siti. 2008. Analisis Usahatani Wortel di Desa Sukatani Kecamatan


Pacet Kabupaten Cianjur [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Soekartawi. dkk. 1993. Risiko dan Ketidakpastian dalam Agribisnis. Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada.

[SOP] Standar Operasional Prosedur Budidaya Wortel Kabupaten Cinajur Jawa


Barat. 2009. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura
Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka.

[SOP] Standar Operasional Prosedur Budidaya Bawang Daun. 2008. Direktorat


Jenderal Hortikultura Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan
Biofarmaka.

Sulistiyawati. 2005. Analisis Pendapatan dan Risiko Diversifikasi Usahatani


Sayur-Sayuran pada Perusahaan Pacet Segar Kecamatan Pacet, Kabupaten
Cianjur Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.

Sumiyati. 2006. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor


Produksi Usahatani Bawang Daun [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.

[Susenas] Survei Sosial Ekonomi Nasional. 2010. Konsumsi Sayuran per Kapita
Indonesia. Jakarta: Survei Sosial Ekonomi Nasional.

Wibowo, S. 2004. Pengembangan Agropolitan dalam Rangka Mendukung


Ekonomi Perdesaan di Indonesia [Abstrak]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor.

83
LAMPIRAN
Lampiran 1. Proses Produksi dan Hama Penyakit Wortel di Kawasan
Agropolitan Cianjur Tahun 2010

Proses Produksi Wortel

1. Penyiapan lahan 2. Lahan siap tanam 3. Bibit wortel

4. Penyiangan 5. Wortel umur 6. Pemanenan


umur 1 bulan 3 bulan umur 4 bulan

7. Proses Pencucian 8. Wortel siap dipasarkan

Hama dan Penyakit Wortel

Ulat Tanah Akar Serabut Busuk umbi Bengkak akar


Lampiran 2. Proses Produksi dan Hama Penyakit Bawang Daun di Kawasan
Agropolitan Cianjur Tahun 2010

Proses Produksi Bawang Daun

1. Penyiapan lahan 2. Lahan sudah 3. Penyiangan


ditanami bibit

4. Bawang daun siap 5. Bawang daun 6. Bawang daun


panen dibersihkan siap dipasarkan

Hama dan Penyakit Bawang Daun

Ulat Tanah Ulat Daun Bercak Ungu Bercak Daun

86
Lampiran 3. Konsumsi Sayuran Per Kapita Indonesia Tahun 2002-2008 (Kg/Th)
Jenis Sayuran 2002 2005 2008
1. Bawang merah 2,20 2,21 2,74
2. Ketimun 1,72 1,92 2,08
3. Kacang merah - - -
4. Kacang panjang 3,74 3,69 3,80
5. Kentang 1,77 1,92 2,03
6. Kubis 1,92 2,03 1,92
7. Tomat 1,53 1,34 2,23
8. Wortel 0,83 1,09 1,14
9. Cabe merah 1,42 1,51 1,54
10. Cabe hijau 0,22 0,24 0,27
11. Cabe rawit 1,12 1,16 1,44
12. Terung 2,50 2,5 2,91
13. Petsai/sawi 0,52 0,78 0,88
14. Kangkung 4,63 4,94 4,78
15. Labu siam 0,88 0,94 1,46
16. Buncis 0,88 0,94 0,94
17. Bayam 4,16 4,78 4,00
18. Bawang putih 1,07 1,21 1,71
19. Jamur 0,05 0,05 0,06
20. Petai - - 0,30
21. Jengkol - - 0,47
22. Lainnya 1,72 2,03 2,76
JUMLAH SAYUR 32,89 35,33 39,45
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2009

87
Lampiran 4. Produksi Sayuran di Kabupaten Cianjur Tahun 2001-2008 (ton)
No Jenis 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
1 Bawang Merah 338 203 354 40 308 1472 693 38,5
2 Bawang Putih 0 0 0 0 0 0 0 0,14
3 Bawang Daun 62.426 59.410 58.506 81.651 77.745 95.083 61.885 33.206
4 Kentang 4.372 5.724 2.728 4.110 2.122 8.776 1.325 577
5 Kubis 32.854 35.150 21.190 32.390 29.659 29.507 21.797 17.610
6 Petsai/Sawi 33.586 35.150 21.190 46.427 45.223 48.688 45.441 30.867
7 Wortel 81.596 69.448 64.027 87.115 96.211 80.160 48.429 64.579
8 Lobak 2.420 353 3.272 3.836 7.583 7.997 4.420 4.302
9 Kacang Merah 12.706 12.292 6.939 9.790 8.042 6.120 4.322 3.093
10 Kacang panjang 13.971 13.838 16.087 8.238 14.089 12.332 10.056 1.873
11 Cabe 33.093 28.639 0 0 0 0 0 0
12 Tomat 16.552 18.220 24.283 22.743 28.413 29.476 27.347 15.982
13 Terung 10.797 11.778 11.920 13.324 8.370 9.404 7.361 7.241
14 Buncis 23.993 22.564 19.726 29.464 36.109 22.388 19.664 11.225
15 Ketimun 17.447 18.292 18.182 21.717 15.638 16.149 13.774 11.828
16 Labu siam 4.650 3.298 4.005 1.030 3.623 1.643 1.111 10.478
17 Kangkung 1.140 966 1.184 2.226 1.324 1.388 1.231 1.412
18 Bayam 966 791 989 1.448 1.010 1.017 1.402 234
19 Kembang Kol 0 0 898 906 1.459 626 772 1.823
20 Cabe Merah 0 0 20.223 27.285 1.092 13.832 14.935 2.319
21 Cabe Rawit 0 0 5.978 9.826 12.264 10.659 14.643 12.675
22 Jamur 0 0 11 276 0 0 0 0
23 Paprika 0 0 0 0 0 0 0 40
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur (2009)

88
Lampiran 5. Produktivitas Sayuran di Indonesia Tahun 2003 – 2007
Produktivitas (Ton/Ha)
No Komoditas
2003 2004 2005 2006 2007 2008*
1 Bawang Merah 8,67 8,54 8,76 8,91 8,57 8,98
2 Bawang Putih 6,14 5,85 6,32 6,78 6,44 5,68
3 Bawang Daun 8,99 10,4 11,04 11,13 10,11 10,65
4 Kentang 15,32 16,39 16,4 16,94 16,09 16,67
5 Lobak 15,98 12,41 16,46 13,51 13,32 21,66
6 Kol/Kubis 20,9 21,06 22,38 21,96 21,23 21,44
7 Petsai/Sawi 10,51 9,43 10,59 10,3 10,28 10,21
8 Wortel 16,55 17,53 17,85 16,97 14,78 14,67
9 Kacang Merah 2,82 3,2 3,83 3,82 4,51 5,11
10 Kembang Kol 16,69 14,44 14,53 13,63 13,37 11,57
11 Cabe Besar 6,72 6,49 6,39 6,51 6,3 6,44
12 Cabe Rawit 4,79 4,57 4,73 4,9 4,67 4,28
13 Paprika 2,56
14 Tomat 13,73 11,89 12,64 11,77 12,33 13,82
15 Terung 6,78 6,9 7,35 7,26 8,21 8,51
16 Buncis 7,59 8,14 8,79 7,75 8,52 8,17
17 Ketimun 9,87 9,49 10,41 10,21 10,26 9,45
18 Labu Siam 11,64 17,64 18,81 17,07 23,06 31,97
19 Kangkung 6,68 5,64 6,36 6,6 7,13 6,43
20 Bayam 3,32 3,13 3,35 3,49 3,56 3,51
21 Kacang Panjang 5,18 5,34 5,5 5,44 5,72 5,4
22 Jamur 112,35 40,09 121,36 79,07 127,98 152,61
23 Melinjo 14,07 11,68 12,94 16,37 14,44 13,44
24 Petai 7,24 7,01 7,47 7,58 6,99 7,41
25 Jengkol 7,24 7,01 7,47 7,58 6,99 8,44
Keterangan :
• = angka prediksi
Sumber : Ditjen Hortikultura (2009)

89
Lampiran 6. Saluran Tataniaga Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Tahun 2010

1
Pedagang Pengecer
(Pasar Tradisional)

Pedagang Grosir Pedagang Pengecer


(Pasar Tradisional)
Pedagang
Petani Pengumpul Tk. Konsumen
Desa 3

4 Pedagang
Pengecer
Supplier
(Supermarket)

Sumber : Ayun, 2010

90
Lampiran 7. Analisis Usahatani Wortel Musim Pertama (Mei-Agustus 2010) (Rp/1000m2)
Biaya Biaya Biaya Biaya Tenaga Opportunity Pengeluaran Pendapatan Pendapatan
No. Biaya Panen Penyusutan
Bibit Pupuk Obat Kerja Lahan Umum Kotor Bersih
1 125000 887500 240000 1160000 250000 169999 94444 30000 4500000 1543057
2 100000 127500 71250 1130000 150000 65000 94444 30000 1800000 31806
3 80000 254800 75000 749000 280000 85800 94444 20000 4200000 2560956
4 150000 300375 135625 2560000 375000 52500 94444 50000 5625000 1907056
5 200000 227500 120625 870000 250000 52500 94444 12500 3750000 1922431
6 166667 218750 50688 523333 333333 98300 94444 22222 5000000 3492263
7 97333 441667 900917 813333 266667 109500 94444 22222 4000000 1253917
8 160000 520000 900000 2400000 375000 87260 94444 22220 5625000 1066076
9 160000 432000 403500 1152000 360000 51666 94444 22222 5400000 2724168
10 160000 619500 230125 1192000 360000 135000 94444 30000 7200000 4378931
11 120000 1227500 110000 924333 600000 171109 94444 33333 13800000 10519280
12 80000 322917 110000 795667 200000 109500 94444 33333 3000000 1254139
13 128000 387200 132000 690400 480000 142855 94444 33333 7200000 5111768
14 107143 914286 221429 971429 300000 144166 94444 33333 4500000 1713771
15 100000 222000 31000 1510000 400000 53094 94444 55554 3200000 733908
16 125000 347500 55000 517500 250000 81666 94444 25000 3750000 2253890
17 100000 289000 55000 660000 250000 34999 94444 26666 3750000 2239891
18 200000 300000 35000 810000 300000 109760 94444 33332 4500000 2617464
19 150000 400000 196000 1440000 375000 69999 94444 48000 5000000 2226557
20 100000 823500 95417 596667 200000 67776 500000 0 4000000 1616641
21 150000 303750 75150 1550000 250000 59999 94444 26666 3750000 1239991
22 150000 262500 40000 1148000 300000 51427 94444 26666 4500000 2426963
23 133333 301667 8800 987333 200000 71427 436012 0 3000000 861428
24 216667 553333 383333 1953333 500000 41388 94444 64000 9000000 5193501
25 125000 925000 625000 1650000 375000 36666 94444 13250 7500000 3655640
26 100000 436000 350000 926667 266667 53999 444444 0 5333333 2755557
27 166667 208333 400000 1386667 333333 73332 94444 20000 5000000 2317224
28 166667 408333 375000 164667 333333 102332 94444 83333 5000000 3271891
29 133333 472000 149333 653333 100000 60761 94444 16667 1500000 -179872
30 166667 408333 375000 164667 333333 102332 94444 83333 5000000 3271891

91
Lanjutan Lampiran 7. Analisis Usahatani Wortel Musim Kedua (Januari-April 2010) (Rp/1000m2)
No. Biaya Bibit Biaya Pupuk Biaya Obat Biaya Tenaga Kerja Biaya Panen Penyusutan Opportunity Lahan Pengeluaran Umum Pendapatan Kotor Pendapatan Bersih
1 50000 887500 240000 1460000 250000 169999 94444 30000 6250000 3068057
2 40000 127500 71250 1430000 150000 65000 94444 30000 3750000 1741806
3 32000 294800 75000 949000 280000 85800 94444 20000 5040000 3208956
4 56250 300375 135625 3435000 287500 52500 94444 50000 5175000 763306
5 100000 227500 120625 870000 250000 52500 94444 12500 3250000 1522431
6 62500 218750 50688 723333,3 416667 98300 94444 22222 6250000 4563096
7 36500 441667 900917 1020000 233333 109500 94444 22222 5833333 2974750
8 60000 520000 900000 2550000 375000 87260 94444 22220 5625000 1016076
9 90000 1488000 403500 1152000 360000 51666 94444 22222 2880000 -781832
10 80000 679000 230125 1492000 320000 135000 94444 30000 4800000 1739431
11 60000 1227500 330000 1424333 400000 171109 94444 33333 9200000 5459281
12 30000 322917 110000 895666,7 166667 109500 94444 33333 2500000 737472
13 128000 387200 132000 690400 320000 142855 94444 33333 4800000 2871768
14 107143 914286 221429 971429 250000 144166 94444 33333 2000000 -736229
15 40000 222000 31000 1510000 320000 53094 94444 55554 1600000 -726092
16 50000 347500 55000 517500 200000 81666 94444 25000 2000000 628890
17 40000 289000 55000 660000 200000 34999 94444 26666 2000000 599891
18 80000 300000 35000 810000 200000 109760 94444 33332 2000000 337464
19 150000 400000 206000 1640000 300000 69999 94444 48000 3400000 491557
20 40000 91500 78000 730000 166667 67776 500000 0 2500000 826057
21 60000 303750 75150 1550000 200000 59999 94444 26666 2000000 -370009
22 60000 262500 40000 1148000 300000 51427 94444 26666 3000000 1016963
23 53333 301667 8800 987333,3 166667 71427 33412 0 1666667 44028

24 86667 553333 383333 1953333 333333 41388 94444 64000 6000000 2490169
25 50000 462500 312500 1650000 250000 36666 94444 13250 2000000 -869360
26 100000 436000 350000 926666,7 133333 53999 444444 0 2666667 222224
27 66667 208333 400000 1720000 233333 73332 94444 20000 3500000 683891
28 66667 408333 375000 1646667 266667 102332 94444 83333 4000000 956557
29 53333 472000 149333 653333,3 80000 60761 94444 16667 640000 -939871
30 66667 408333 375000 1646667 266667 102332 94444 83333 4000000 956557

92
Lanjutan Lampiran 7. Analisis Usahatani Wortel Musim Ketiga (September-Desember 2009) (Rp/1000m2)
No. Biaya Bibit Biaya Pupuk Biaya Obat Biaya Tenaga Kerja Biaya Panen Penyusutan Opportunity Lahan Pengeluaran Umum Pendapatan Kotor Pendapatan Bersih
1 75000 887500 240000 1170000 200000 169999 94444 30000 4000000 1133057
2 60000 127500 71250 1130000 125000 65000 94444 30000 2500000 796806
3 48000 294800 75000 749000 120000 85800 94444 20000 1800000 312956
4 93750 300375 135625 2560000 250000 52500 94444 50000 3750000 213306
5 125000 227500 120625 870000 187500 52500 94444 12500 1312500 -377569
6 104167 218750 50688 523333,3 250000 98300 94444 22222 3750000 2388096
7 60833 441667 900917 806666,7 16666,7 109500 94444 22222 3333333 880417
8 120000 520000 900000 2400000 200000 87260 94444 22220 4000000 -343924
9 120000 648000 403500 1208000 100000 51666 94444 22222 600000 -2047832
10 120000 535000 230125 1232000 100000 135000 94444 30000 1500000 -976569
11 90000 1227500 110000 947000 250000 171109 94444 33333 5750000 2826614
12 50000 322917 110000 807000,0 100000 109500 94444 33333 1800000 172806
13 128000 387200 132000 704000 160000 142855 94444 33333 1600000 -181832
14 107143 914286 221429 971428,6 285714 144166 94444 33333 2857143 85199
15 60000 222000 31000 1510000 280000 53094 94444 55554 1400000 -906092
16 75000 347500 55000 517500 100000 81666 94444 25000 1000000 -296110
17 60000 289000 55000 660000 80000 34999 94444 26666 800000 -500109
18 120000 300000 35000 810000 120000 109760 94444 33332 1200000 -422536
19 90000 400000 196000 1440000 225000 69999 94444 48000 3750000 1186557
20 60000 91500 78000 596666,7 200000 67776 333333 0 1400000 -27276
21 90000 293000 75150 1570000 125000 59999 94444 26666 1250000 -1084259
22 90000 262500 40000 1168000 100000 51427 94444 26666 1000000 -833037
23 80000 301667 8800 987333,3 133333 71427 111582 0 1333333 -360809
24 130000 553333 383333 1953333 266667 41388 94444 64000 4000000 513502
25 75000 925000 833333 2087500 125000 36666 94444 13250 625000 -3565193
26 100000 436000 350000 1033333,0 33333 53999 444444 0 233333 -2217776
27 100000 208333 400000 13866667 166667 73332 94444 20000 1666667 -13262776
28 100000 440000 375000 1766667 166667 102332 94444 83333 1666667 -1461776
29 80000 472000 149333 653333,3 33333 60761 94444 16667 333333 -1226538
30 100000 440000 375000 1766667 166667 102332 94444 83333 1666667 -1461776

93
Lampiran 8. Analisis Usahatani Bawang Daun Musim Pertama (Mei-Agustus 2010) (Rp/1000m2)
No. Biaya Bibit Biaya Pupuk Biaya Obat Biaya Tenaga Kerja Biaya Panen Penyusutan Opportunity Lahan Pengeluaran Umum Pendapatan Kotor Pendapatan Bersih
1 833333 326667 141667 1172500 133333 23333 94444 20000 3333333 588056
2 1875000 367500 288750 820000 p600000 77499 94444 10000 7500000 3366807
3 4000000 584000 202600 1260000 450000 69165 94444 20000 7500000 819791
4 700000 236800 26000 756000 88000 50000 94444 34320 2200000 214436
5 1562500 770000 351563 1107500 250000 52500 94444 50000 6250000 2011493
6 2500000 366500 75900 1160000 400000 53332 94444 20000 10000000 5329824
7 833333 202000 53333 316667 90000 53332 94444 16667 2250000 590224
8 1875000 227500 153125 835000 187500 52500 94444 12500 4687500 1249931
9 625.000 150.000 182.875 600000 150000 52499 94444 50000 3750000 1845182
10 1562500 404688 333438 1112500 187500 133332 94444 50000 4687500 809098
11 1562500 201250 50688 500000 312500 98300 94444 16667 7812500 4976151
12 3864841 1192580 145760 954064 695671 133332 94444 94444 11594523 4419387
13 1250000 458333 191333 686667 183333 109500 94444 22222 4583333 1587501
14 1250000 232333 100000 600000 166667 73333 94444 11111 4166667 1638779
15 1250000 153750 61563 489000 250000 60000 94444 20000 6250000 3871243
16 4166667 633333 5750 1036667 666667 73333 94444 83333 16666667 9906473
17 750000 176000 367500 980000 150000 87260 94444 22220 3750000 1122576
18 2000000 1716000 66300 1432000 240000 51852 94444 22222 5280000 -342818
19 1250000 115250 58500 397500 125000 135000 94444 52222 2750000 522084
20 7000000 1385000 899000 990000 600000 171109 94444 33333 42000000 30827114
21 1000000 318750 110000 781000 250000 109500 94444 33333 5000000 2302973
22 800000 205760 64240 710400 112000 142855 94444 23333 2800000 646968
23 2000000 757500 232000 750000 540000 144166 94444 23333 6750000 2208557
24 1020000 222000 31000 1260000 240000 53094 94444 55554 4080000 1103908
25 340000 205000 56250 512500 60000 81666 94444 25000 1020000 -354860
26 1700000 236000 56250 650000 250000 34999 94444 26666 4250000 1201641
27 1360000 274000 31000 770000 240000 109760 94444 33332 4080000 1167464
28 2300000 338000 168500 1320000 500000 69999 94444 48000 11500000 6661057
29 850000 299000 65000 1515000 200000 51427 94444 26666 3400000 298463
30 340000 301667 8800 987333 60000 71427 239388 0 1020000 -988615

94
Lanjutan Lampiran 8. Analisis Usahatani Bawang Daun Musim Kedua (Januari-April 2010) (Rp/1000m2)
No. Biaya Bibit Biaya Pupuk Biaya Obat Biaya Tenaga Kerja Biaya Panen Penyusutan Opportunity Lahan Pengeluaran Umum Pendapatan Kotor Pendapatan Bersih
1 833333 326667 141667 1172500 100000 23333 94444 20000 5000000 2288056
2 1875000 367500 288750 820000 500000 77499 94444 10000 5750000 1716807
3 4000000 584000 202600 1260000 412500 69165 94444 20000 8250000 1607291
4 700000 236800 26000 756000 60000 50000 94444 34320 1800000 -157564
5 1562500 770000 351563 1107500 250000 52500 94444 50000 12500000 8261493
6 2500000 366500 75900 1160000 200000 53332 94444 20000 6000000 1529824
7 833333 202000 53333 316667,00 83333 53332 94444 16667 2083333 430224
8 1875000 227500 153125 835000 150000 52500 94444 12500 6000000 2599931
9 625.000 150.000 182.875 600000 100000 52499 94444 50000 4000000 2145182
10 1562500 404688 333438 1112500 156250 133332 94444 50000 6250000 2402848
11 1562500 201250 50688 500000 250000 98300 94444 16667 7500000 4726151
12 3864841 1192580 145760 954063,6 695671 133332 94444 94444 11130742 3955606
13 1250000 458333 191333 686666,67 150000 109500 94444 22222 3750000 787501
14 1250000 232333 100000 600000 133333 73333 94444 11111 3333333 838779
15 1250000 153750 61563 53900 200000 60000 94444 20000 5000000 3106343
16 4166667 633333 5750 1036666,7 666667 73333 94444 83333 16666667 9906473
17 750000 176000 367500 980000 90000 87260 94444 22220 2250000 -317424
18 2000000 171600 66300 1432000 160000 51852 94444 22222 6400000 2401582
19 1100000 115250 58500 397500 100000 135000 94444 52222 4000000 1947084
20 7000000 1385000 899000 990000 500000 171109 94444 33333 35000000 23927114
21 1000000 318750 110000 781000 200000 109500 94444 33333 4000000 1352973
22 800000 205760 64240 710400 80000 142855 94444 23333 1600000 -521032
23 2000000 757500 232000 750000 600000 144166 94444 23333 7500000 2898557
24 1020000 222000 31000 1260000 200000 53094 94444 55554 5500000 2563908
25 340000 205000 56250 512500 50000 81666 94444 25000 1375000 10140
26 1700000 236000 56250 650000 200000 34999 94444 26666 5500000 2501641
27 1360000 274000 31000 770000 160000 109760 94444 33332 4400000 1567464
28 2300000 338000 338500 1620000 300000 69999 94444 48000 6900000 1791057
29 850000 299000 65000 1515000 200000 51427 94444 26666 5500000 2398463
30 340000 301667 8800 1481000 60000 71427 31488 0 1650000 -644382

95
Lanjutan Lampiran 8. Analisis Usahatani Bawang Daun Musim Ketiga (September-Desember 2009) (Rp/1000m2)
No. Biaya Bibit Biaya Pupuk Biaya Obat Biaya Tenaga Kerja Biaya Panen Penyusutan Opportunity Lahan Pengeluaran Umum Pendapatan Kotor Pendapatan Bersih
1 1666667 326667 141667 1172500 83333 23333 94444 20000 5833333 2304722
2 1725000 367500 288750 820000 300000 77499 94444 10000 3750000 66807
3 4000000 584000 202600 1260000 150000 69165 94444 20000 2500000 -3880209
4 700000 236800 26000 756000 40000 50000 94444 34320 1200000 -737564
5 3125000 770000 351563 1107500 187500 52500 94444 50000 6250000 511493
6 3000000 366500 75900 1160000 100000 53332 94444 20000 3000000 -1870176
7 833333 202000 53333 316667,000 50000 53332 94444 16667 1250000 -369776
8 3000000 227500 153125 835000 125000 52500 94444 12500 6250000 1749931
9 1000000 150.000 182.875 600000 50000 52499 94444 50000 3000000 820182
10 1875000 404688 333438 1118750 125000 133332 94444 50000 6625000 2490348
11 1875000 201250 50688 500000 187500 98300 94444 16667 4687500 1663651
12 3710247 1205830 145760 989399,293 463781 133332 94444 94444 6802120 -35117
13 1250000 458333 159667 673333,333 100000 109500 94444 22222 6000000 3132501
14 1250000 232333 100000 600000 100000 73333 94444 11111 5000000 2538779
15 1250000 153750 61563 489000 150000 60000 94444 20000 3750000 1471243
16 4166667 600000 5750 916666,667 333333 73333 94444 83333 8333333 2059806
17 750000 176000 367500 980000 60000 87260 94444 22220 1500000 -1037424
18 3200000 582000 66300 1432000 140000 51852 94444 22222 5600000 11182
19 2000000 136500 61500 397500 75000 135000 94444 52222 3000000 47834
20 7000000 1385000 899000 990000 100000 171109 94444 33333 7000000 -3672886
21 1000000 318750 110000 781000 100000 109500 94444 33333 2500000 -47027
22 640000 205760 102640 710400 64000 142855 94444 23333 1280000 -703432
23 1600000 757500 232000 750000 400000 144166 94444 23333 3600000 -401443
24 1650000 222000 31000 1260000 100000 53094 94444 55554 5000000 1533908
25 550000 205000 56250 512500 40000 81666 94444 25000 2000000 435140
26 1700000 236000 56250 650000 250000 34999 94444 26666 12500000 9451641
27 2200000 274000 31000 770000 120000 109760 94444 33332 6000000 2367464
28 2300000 338000 168500 1320000 200000 69999 94444 48000 5000000 461057
29 1375000 299000 65000 1515000 125000 51427 94444 26666 6250000 2698463
30 550000 301667 8800 987333,333 40000 71427 21312 0 2000000 19461

96
Lampiran 9.Perhitungan Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun
Wortel Bawang Daun
No Peluang (10 x ) Produktivitas (ton/ha) Peluang (10 x ) Produktivitas (ton/ha)
Tinggi Normal Rendah Tinggi Normal Rendah Tinggi Normal Rendah Tinggi Normal Rendah
1 0,3 0,4 0,3 25 25 20 0,2 0,5 0,3 14,33 10 8,33
2 0,3 0,4 0,3 15 12,5 7,5 0,2 0,5 0,3 35 25 15
3 0,3 0,4 0,3 28 28 12 0,3 0,4 0,3 30 27,5 5
4 0,3 0,4 0,3 37,5 28,75 18,75 0,3 0,4 0,3 8,8 6 4
5 0,3 0,4 0,3 31,25 25 16,25 0,3 0,4 0,3 25 25 18,75
6 0,3 0,4 0,3 50 33,33 25 0,3 0,4 0,3 40 20 10
7 0,3 0,4 0,3 32 26,67 20 0,5 0,3 0,2 9 8,33 5
8 0,3 0,4 0,3 37,5 25 20 0,1 0,3 0,6 21,25 18,75 12,5
9 0,3 0,4 0,3 36 32 10 0,2 0,4 0,4 35 20 10
10 0,3 0,4 0,3 36 32 10 0,5 0,3 0,2 18,75 12,5 6,25
11 0,4 0,5 0,1 60 40 25 0,3 0,4 0,3 31,25 25 12,5
12 0,3 0,4 0,3 22 20 10 0,3 0,4 0,3 52,5 52,5 35
13 0,3 0,4 0,3 24 8 4 0,3 0,4 0,3 20 15 10
14 0,4 0,5 0,1 25 20 15 0,3 0,5 0,2 16,67 13,33 10
15 0,3 0,5 0,2 20 16 12 0,3 0,5 0,2 25 20 15
16 0,3 0,5 0,2 25 20 15 0,3 0,5 0,2 83,33 66,67 33,33
17 0,3 0,5 0,2 25 20 15 0,3 0,5 0,2 15 9 6
18 0,3 0,5 0,2 30 20 12 0,3 0,5 0,2 24 16 12
19 0,3 0,4 0,3 250 200 150 0,3 0,4 0,3 15 12,5 7,5
20 0,3 0,4 0,3 20 16,67 10 0,4 0,5 0,1 60 50 10
21 0,3 0,4 0,3 25 20 10 0,3 0,4 0,3 25 20 10
22 0,3 0,4 0,3 8 8 5 0,3 0,4 0,3 12,8 8 3,2
23 0,3 0,4 0,3 20 16,67 13,33 0,4 0,5 0,1 5 3 0,4
24 0,3 0,5 0,2 50 33,33 26,67 0,3 0,4 0,3 24 20 10
25 0,3 0,5 0,2 37,5 25 10 0,3 0,4 0,3 6 5 4
26 0,3 0,5 0,2 33,33 13,33 3,33 0,3 0,4 0,3 25 20 15
27 0,3 0,5 0,2 33,33 23,33 16,67 0,3 0,4 0,3 24 16 12
28 0,3 0,4 0,3 33,33 26,67 10 0,3 0,4 0,3 50 30 20
29 0,3 0,4 0,3 10 8 1 0,3 0,4 0,3 20 20 12,5
30 0,3 0,4 0,3 33,33 26,67 10 0,3 0,4 0,3 6 6 1
0,31 0,43 0,26 37,10 28,33 17,78 0,30 0,42 0,28 25,92 20,04 11,14

97
Lanjutan Lampiran 9. Perhitungan Risiko Produksi Wortel
Peluang Produktivitas Expected Return Variace
Kondisi
(Pi) (Ri) Ř= (Pi).(Ri) σ²= (Ri-Ř)² . (Pi)
Tertinggi 0,31 37,10 11,50 23,95
Normal 0,43 28,33 12,18 0,000172
Terendah 0,26 17,78 4,62 28,83
Total 28,31 52,780172
Hasil Perhitungan :
Expected Return (Ř) = 28,31 (ton/ha)
Variance (σ²) = 52,78 (ton/ha)
Standars Deviation (σ) = 7,26 (ton/ha)
Coefision Variation (σ/Ř) = 0,26 (26 persen)

Lanjutan Lampiran 9. Perhitungan Risiko Produksi Bawang Daun


Peluang Produktivitas Expected Return Variace
Kondisi
(Pi) (Ri) Ř= (Pi).(Ri) σ²= (Ri-Ř)² . (Pi)
Tertinggi 0,30 25,92 7,78 13,11
Normal 0,42 20,04 8,42 0,22
Terendah 0,28 11,14 3,12 18,69
Total 19,31 32,02
Hasil Perhitungan :
Expected Return (Ř) = 19,31(ton/ha)
Variance (σ²) = 32,02 (ton/ha)
Standars Deviation (σ) = 5,66 (ton/ha)
Coefision Variation (σ/Ř) = 0,29 (29 persen)

98

Anda mungkin juga menyukai