Anda di halaman 1dari 107

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TERJADINYA KERAWANAN PANGAN DI DESA UJUNG LABUANG


KECAMATAN SUPPA KABUPATEN PINRANG
PROVINSI SULAWESI SELATAN

ANALYSIS OF THE AFFECTED FAKTOR ON THE OCCURRENCE OF


FOOD INSECURITY IN UJUNG LABUANG VILLAGE, SUPPA
DISTRICT, PINRANG REGENCY, SOUTH SULAWESI

TESIS

Oleh :

TASLIM
Nomor Induk Mahasiswa 105.05.04.001.19

PROGRAM PASCA SARJANA


MAGISTER AGRIBISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2022
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TERJADINYA KERAWANAN PANGAN DI DESA UJUNG
LABUANG KECAMATAN SUPPA KABUPATEN PINRANG
PROVINSI SULAWESI SELATAN

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Magister

Program Studi
Magister Agribisnis

Disusun dan Diajukan oleh

TASLIM
Nomor Induk Mahasiswa : 105.05.04.001.19

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER AGRIBISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2022
TESIS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


TERJADINYA KERAWANAN PANGAN DI DESA UJUNG
LABUANG KECAMATAN SUPPA KABUPATEN PINRANG
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Yang disusun dan Diajukan Oleh :

TASLIM
Nomor Induk Mahasiswa : 105.05.04.001.19

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tutup pada


Tanggal 31 Januari 2022

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Hj. Ratnawati Tahir., M.Si Dr. Jumiati., S.P., M.M

Mengetahu

Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi


Unismuh Makassar Magister Agribisnis

Dr. H. Darwis Muhdina., M.Ag Prof. Dr. Syafiuddin., M.Si


NBM. 483 523 NBM. 1063 489
HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI

Judul Tesis : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Terjadinya Kerawanan Pangan di Desa Ujung
Labuang Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang
Provinsi Sulawesi Selatan

Nama Mahasiswa : TASLIM

NIM : 105050400119

Program Studi : Magister Agribisnis

Telah diuji dan dipertahankan di depan panitia penguji Ujian Tutup pada

tanggal 31 Januari 2022 dan dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pertanian (M.P.) pada

Program Studi Magister Agribisnis Program Pascasarjana Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Tim Penguji

Prof. Dr. Ir. Hj. Ratnawati Tahir., M.Si


(Ketua/Pembimbing/Penguji) .......................................

Dr. Jumiati., S.P., M.M


(Sekretaris/Penguji) .......................................

Prof. Dr. Syafiuddin., M.Si


(Penguji) .......................................

Dr. Mappamiring., M.Si


(Penguji) .......................................
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : TASLIM

NIM : 105050400119

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari

terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini

hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar, Februari 2022

TASLIM
ABSTRAK

TASLIM (105 05 04 001 19), 2022. Analisis Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Terjadinya Kerawanan Pangan di Desa Ujung Labuang
Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan,
dibimbing oleh RATNAWATI TAHIR dan JUMIATI.
Penelitian ini bertujuan mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya kerawanan pangan dan menemukan solusi terhadap faktor
penyebab kerawanan pangan di Desa Ujung Labuang Kecamatan Suppa
Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan. Responden yang digunakan
sebanya 32 orang, dan 5 orang informan kunci. Metode analisis yang
digunakan adalah analisis regresi linear berganda.
Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 5 indikator yang diteliti,
terdapat tiga indikator yang berpengaruh terhadap kerawanan pangan dan
menjadi faktor penyebab terjadinya kerawanan pangan di Desa Ujung
Labuang yaitu luas lahan pertanian yang digarap (0.12213385), jumlah
sarana dan prasarana penyedia pangan (0.132531849), dan tingkat
pendapatan rumah tangga (0.178992577), sementara tingkat kondisi
sarana transportasi (- 0.18453267), tingkat pendapatan rumah tangga
proporsi pengeluaran rumah tangga (-0.30416651) tidak
berpengaruh terhadap faktor penyebab kerawanan pangan.
Solusi yang direkomendasikan adalah pemenuhan pangan bagi
kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan melalui pendekatan
pemberdayaan dengan melibatkan partisipasi dan peran aktif seluruh
pemangku kepentingan dan masyarakat. Pemanfaatan lahan pekarangan
dengan menanam komoditi pangan lokal sebagai pangan alternatif
pengganti beras.

Kata Kunci : faktor-faktor, rawan, pangan, Desa Ujung Labuang.


ABSTRACT

TASLIM (105 05 04 001 19), 2022. Analysis of The Affected Factor on


the Occurrence of Food Insecurity in Ujung Labuang Village, Suppa
District, Pinrang Regency, South Sulawesi. Supervised by
RATNAWATI TAHIR and JUMIATI.
This study aims to assess the factors that cause food insecurity and
find solutions to the factors that cause food insecurity in Ujung Labuang
Village, Suppa District, Pinrang Regency, South Sulawesi. The respondents
invited 32 people, and 5 key informants. The analytical method was multiple
linear regression analysis
The results of the analysis showed that from 5 indicators studied,
there were three indicators that affected food insecurity and became a
contributing factor to food insecurity in Ujung Labuang Village, namely the
area of agricultural land worked (0,12213385), the number of food supply
facilities and infrastructure (0,132531849), and household income levels
(0,178992577), while the level of the conditions of transportation facilities (-
0,18453267), the level of household income of the proportion of household
expenditure (- 0,30416651) has no influence on the causative
factors of food insecurity.
The recommended solution is food fulfillment for poor and food
insecure groups through an empowerment approach involving the
participation and active role of all stakeholders and communities. Utilization
of yard land by planting local food commodities can be used as the
alternative food substitute for rice.

Keywords: Factors, Insecurity, Food, Ujung Labuang Village


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT, atas berkat limpahan nikmat-Nyalah sehingga

penulisan tesis yang berjudul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI TERJADINYA KERAWANAN PANGAN DI DESA

UJUNG LABUANG KECAMATAN SUPPA KABUPATEN PINRANG

PROVINSI SULAWESI SELATAN” Alhamdulilah dapat diselesaikan

dengan baik. Tesis ini disusun untuk memperoleh derajat Magister Pertanian

pada Program Studi MagisterAgribisnis Program Pascasarjana Universitas

Muhammadiyah Makassar

Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini tidak akan

terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak.

Penulis menghaturkan terima kasih yang tulus terutama kepada orang tua

kami ayahanda almarhum Djawari dan ibunda Rama, istri, anak-anak,

segenap keluarga,dan teman-teman, yang senantiasa memberikan

bantuan baik moril maupun material sehingga tesis ini dapat

terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis juga menghaturkan ucapan

terimah kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. H. Darwis Muhdina, M.Ag. selaku Direktur Program

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Prof. Dr. Syafiuddin, M.Si. selaku Ketua Program Studi

Magister Agribisnis Program Pascasarjana Universitas

Muhammadiyah Makassar, sekaligus selaku Dosen Penguji I.


3. Ibu Prof. Dr. Ir. Hj. Ratnawati Tahir, M.Si selaku Pembimbing I dan

Pembimbing II Ibu Dr. Jumiati., S.P., M.M. yang senantiasa

meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis

sehingga tesis ini terselesaikan.

4. Seluruh Dosen Program Studi Magister Agribisnis di Program

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah

membekali segudang ilmu kepada penulis.

5. Kepada rekan-rekan seperjuangan S2 Magister Agribisnis Unismuh

Makassar, dan rekan-rekan lain yang tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu. Semoga persaudaraan dan silahturahmi kita senantiasa

terjalin.

6. Semua pihak yang telah membantu menyusun tesis dari awal hingga

akhir yang penulis tidak dapat sebut satu persatu. Semoga semua

amal kebaikan yang telah dengan tulus diberikan kepada penulis

memperoleh imbalan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa tesis

ini masih jauh dari kesempurnaa. Semoga tesis ini dapat bermanfaat

bagi berbagai pihak yang berkepentingan.

Aamiin...Yaa Rabbal ‘alamiin.

Makassar, Februari 2022

Penulis,
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN................................................................ ii
HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI ............................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS.................................. iv
ABSTRAK ......................................................................................... v
ABSTRACT ....................................................................................... vi
KATA PENGANTAR.......................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................... viiii
DAFTAR TABEL ............................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1


A. Latar Belakang ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ......................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ........................................................ 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA............................................................ 6


A. Kajian Teoritis…………………………………………..... 6
1. Pangan ……………………………………………..... 6
2. Ketahanan Pangan………………………………...... 7
3. Kemandirian Pangan.............................................. 12
4. Kedaulatan Pangan................................................ 12
5. Konseptual Ketahanan Pangan……………………. 13
6. Kerawanan Pangan………………………………..... 15
7. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan
Pangan ……………………………………………..... 18
B. Kajian Teoritis Dalam Al-Qur’an................................... 19
C. Kajian Penelitian Yang Relevan .................................. 23
D. Kerangka Pikir ............................................................. 38
E. Hipotesis ..................................................................... 39

BAB III METODE PENELITIAN .................................................... 40


A. Desain dan Jenis Penelitian......................................... 40
B. Lokasi dan Waktu Penelitian........................................ 40
C. Populasi dan Informan ................................................. 43
D. Metode Pengumpulan Data ........................................ 44
1. Jenis Data .............................................................. 44
2. Sumber Data ......................................................... 44
3. Teknik Pengumpulan Data .................................... 44
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Penelitian .................................................................... 45
1. Kerawanan Pangan (Y)…………………………...... 45
2. Luas Lahan Pertanian Yang Digarap (X1)……….... 45
3. Jumlah Sarana dan Prasarana Penyedia Pangan
(X2)………............................................................... 46
4. Tingkat Kondisi Sarana Trasportasi Yang
Digunakan Dalam Penyediaan dan Penyaluran
Pangan (X3)……..................................................... 46
5. Tingkat Pendapatan Kepala Rumah Tangga (X4).. 47
6. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Untuk
Pangan (X5)............................................................ 47
F. Teknik Analisis Data.................................................... 48

BAB IV DESKRIPSI LOKASI, HASIL DAN PEMBAHASAN............ 51


A. Deskripsi Lokasi Penelitian.......................................... 51
B. Identitas Responden................................................... 54
C. Kajian Penelitian.......................................................... 57
D. Hasil Analisis dan Deskriptif Pembahasan Hasil.......... 59
1. Hasil Analisis.......................................................... 59
2. Deskriptif Pembahasan Hasil................................. 62
3. Solusi Pemecahannya........................................... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................. 77
A. Kesimpulan ................................................................ 77
B. Saran .......................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu..................................... 31

Tabel 2. Jarak Tempuh dan Waktu Yang Dibutuhkan ................... 51

Tabel 3. Batas Wilayah Desa Ujung Labuang................................ 52

Tabel 4. Iklim dan Kelembaban di Desa Ujung Labuang Tahun


2020 ................................................................................ 53

Tabel 5. Jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga Tahun


2020 ................................................................................ 53

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Usia......................... 54

Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan. 55

Tabel 8. Jenis Pekerjaan Berdasarkan Jenis Kelamin................... 56

Tabel 9. Hasil Koefisien Determinasi Analisis Regresi Linier


Berganda......................................................................... 60

Tabel 10. Hasil Uji F-Statistik Analisis Regresi Linier Berganda..... 61

Tabel 11. Hasil Uji t-Statistik Analisis Regresi Linier Berganda...... 62

Tabel 12. Luas Wilayah Menurut Penggunaan................................ 63

Tabel 13. Penyelenggaraan Urusan Bidang Pembangunan Desa... 65

Tabel 14. Jarak Tempuh ke Ibukota Kecamatan.............................. 67

Tabel 15. Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga di Desa Ujung


Labuang .......................................................................... 68

Tabel 16. Pengeluaran Rumah Tangga Terhadap Pangan per


Bulan di Desa Ujung Labuang.......................................... 71

Tabel 17. Pengeluaran Rumah Tangga Terhadap Non Pangan per


Bulan di Desa Ujung Labuang.......................................... 72

Tabel 18. Kondisi Wilayah Desa Ujung Labuang Tahun 2020........ 74


DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 1. Kerangka Konseptual Ketahanan Pangan dan Gizi..... 13

Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian............................................ 38


DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

Lampiran 1. Peta Wilayah Desa Ujung Labuang Kecamatan


Suppa....................................................................... 86

Lampiran 2. Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan, dan Pekerjaan


Responden............................................................... 87

Lampiran 3. Hasil Olah Data Kuisioner Bahan Data Primer......... 88

Lampiran 4. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda SPSS.......... 89

Lampiran 5. Hasil Analisis Koefisien Determinan (R2).................. 90

Lampiran 6. Hasil Analisis Uji t (Parsial)........................................ 91

Lampiran 7. Kuisioner Peneletian................................................. 92

Lampiran 8. Dokumentasi Kegiatan Wawancara di Lokasi


Peneitaian ................................................................ 93

Lampiran 9. Kumpulan Surat Ijin Penelitian.................................. 95


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kerawanan pangan merupakan isu multi-dimensional yang

memerlukan analisis dari berbagai parameter tidak hanya produksi dan

ketersediaan pangan saja. Meskipun tidak ada cara spesifik untuk

mengukur ketahanan pangan, kompleksitas ketahanan pangan dapat

disederhanakan dengan menitikberatkan pada tiga dimensi yang berbeda

namun saling berkaitan yaitu ketersediaan pangan, akses pangan oleh

rumah tangga dan pemanfaatan pangan oleh individu.

Menurut Purwaningsih (2011), ada beberapa hal penting dalam

mengatasi permasalahan ketahanan pangan di Indonesia yaitu :

1. Ketersediaan Pangan

Negara berkewajiban untuk menjamin ketersediaan pangan dalam

jumlah yang cukup (selain terjamin mutunya) bagi setiap warga negara,

karena pada dasarnya setiap warga negara berhak atas pangan bagi

keberlangsungan hidupnya. Penyediaan pangan dalam negeri harus

diupayakan melalui produksi dalam negeri dari tahun ke tahun

meningkat seiring dengan adanya pertumbuhan penduduk.

2. Kemandirian Pangan

Kemandirian pangan suatu negara dalam memenuhi kebutuhan

rakyatnya merupakan indikator penting yang harus diperhatikan, karena

negara yang berdaulat penuh adalah yang tidak tergantung (dalam

bidang politik, keamanan, ekonomi, dan sebagainya) pada negara lain.


2

3. Keterjangkauan Pangan

Keterjangkaun pangan atau aksesibilitas masyarakat (rumah tangga)

terhadap bahan sangat ditentukan oleh daya beli, dan daya beli ini

ditentukan oleh besarnya pendapatan dan harga komoditas pangan.

4. Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan berkaitan dengan gizi yang cukup dan seimbang.

Tingkat dan pola konsumsi pangan dan gizi dipengaruhi oleh kondisi

ekonomi, sosial, dan budaya setempat.

Kabupaten Pinrang merupakan salah satu daerah sentra produksi

khususnya untuk komoditas Padi, Jagung, Ubi Kayu, dan Ubi Jalar di

Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik

Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2019 (Sulawesi Selatan Dalam Angka

2020, BPS), jumlah produksi untuk komoditas padi di Sulawesi Selatan

sebesar 5.054.163,960 ton, jagung sebesar 2.313.001,654 ton, ubi kayu

sebesar 186.668,790 ton, dan komoditas ubi jalar sebesar 56.477,320 ton.

Kontribusi Kabupaten Pinrang terhadap produksi empat komoditas ini

terbilang besar dimana untuk komoditas padi jumlah produksi di Kabupaten

Pinrang sebesar 589.515,24 ton (11,66%), komoditas jagung sebesar

104.693,00 ton (4,53%), komoditas ubi kayu sebesar 6.273,00 ton,

produksi ubi jalar sebesar 252,00 ton (0,45%). Selain 4 komoditas sumber

karbohidrat tersebut, Kabupaten Pinrang juga termasuk daerah sentra

untuk beberapa komoditas pertanian, peternakan, dan perikanan. Dari

potensi tersebut, Pinrang tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan

pangan penduduknya akan tetapi juga dapat mensuplai kebutuhan bahan


3

pangan daerah lain yang kekurangan bahan pangan, namun demikian

meskipun mampu mensuplai kebutuhan pangan daerah lain, akan tetapi di

Kabupaten Pinrang masih terdapat beberapa Desa/Kelurahan yang masuk

dalam daerah sangat rentan terhadap kerawanan pangan.

Berdasarkan hasil analisis Peta Ketahanan dan Kerentanan

Pangan Provinsi Sulawesi Selatan (Dinas Ketahanan Pangan Provinsi

Sulawesi Selatan Tahun 2019) terdapat 84 Desa/Kelurahan dari 108

Desa/Kelurahan di Kabupaten Pinrang terindikasi masuk kedalam prioritas

1 atau terindikasi sangat rentan terhadap kerawanan pangan. Prioritas 2

atau terindikasi rentan terhadap kerawanan pangan, dan prioritas 3 atau

terindikasi agak rentan terhadap kerawanan pangan, termasuk Kecamatan

Suppa.

Pada tahun 2020, Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Pinrang

melakukan analisis dan memetakan wilayah-wilayah yang terindikasi rentan

dan tahan pangan melalui kegiatan analisis peta ketahanan dan kerentan

pangan dengan sebaran analisis sebanyak 108 Desa/Kelurahan yang

tersebar di 12 Kecamatan yang berada di Kabupaten Pinrang. Hasil analisis

memperlihatkan bawa masih terdapat 6 Desa/Kelurahan yang terindikasi

prioritas 1 atau sangat rentan terhadap kerawanan pangan, 15 Desa/

Kelurahan terindikasi prioritas 2 atau rentan terhadap kerawanan pangan,

dan 35 Desa/Kelurahan yang terindikasi prioritas 3 atau agak rentan

pangan. Jumlah sebaran Desa/Kelurahan yang terindikasi prioritas 1-3 atau

prioritas angat rentan sampai agak rentan terhadap kerawanan pangan

sebanyak 56 (51,86%) Desa/Kelurahan, dan Kecamatan Suppa adalah


4

salah satu Kecamatan yang memiliki Desa/Kelurahan terbesar terindikasi

prioritas 1-3.

Oleh sebab itu, berdasarkan uraian di atas penulis terdorong untuk

melakukan penelitian mengenai “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI TERJADINYA KERAWANAN PANGAN DI DESA

UJUNG LABUANG KECAMATAN SUPPA KABUPATEN PINRANG”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Faktor-faktor apa saja yang mepengaruhi terjadinya kerawanan pangan

2. Solusi apakah yang perlu ditempuh dalam rangka mengatasi kerawanan

pangan

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah:

1. Mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kerawanan

pangan.

2. Menemukan solusi terhadap faktor penyebab kerawanan pangan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam

menambah ilmu pengetahuan.


5

b. Menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya khususnya bagi

penelitian-penelitian dalam bidang ketahanan pangan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerintah Daerah

✓ Memberikan gambaran mengenai situasi dan kondisi ketahanan

dan kerawanan pangan yang terjadi pada tingkat

Desa/Kelurahan di Kabupaten Pinrang agar penanganan

kerawanan pangan dapat lebih terarah dan terfokus.

✓ Menyediakan informasi bagi pengambil keputusan dalam

perencanaan program, penentuan target dan intervensi

kerawanan pangan di tingkat Kabupate/Kota, Provinsi dan Pusat

agar lebih terarah dan terfokus.

b. Bagi Peneliti

Sebagai wadah menambah pengetahuan dan pengalaman dalam

menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan terhadap

permasalahan-permasalahan yang ada di sekitar, dan diharapkan

menjadi bahan referensi peneliti selanjutnya.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis

1. Pangan

Menurut UU 18 tahun 2012 tentang Pangan mendefinisikan

bahwa Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati

produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan,

perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan

sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan

tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang

digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan

makanan atau minuman. Sementara para ahli berpendapat bahwa pangan

adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang

diolah maupun tidak diolah untuk dikonsumsi oleh manusia yang berupa

makanan dan minuman. Makanan dan minuman ini memiliki kriteria atau

standar tertentu yang biasa dikenal dengan standarisasi mutu pagang

(Hidayati 2006). Menurut Supriyanto (2006) mendefinisikan bahwa pangan

adalah suatu bentuk pengelolahan yang dilakukan oleh mahluk hidup

sebagai upaya dalam memelihara dan juga meningkatkan kualitas serta

meningkatkan kuantitas kesehatan. Pangan menjadi salah satu jenis

kebutuhan primer yang tidak bisa terpisahkan dari hajat hidup orang

banyak. Nur dan Sunarti (2004) berpendapat bahwa salah satu usaha yang

dapat meningkatkan ketersediaan pangan adalah dengan memanfaatkan

hasil pertanian, seperti ketersediaan umbi-umbian yang dapat menjadi


7

alternatif dalam memenuhi bahan pangan penduduk yang mengandung

karbohidrat tinggi.

2. Ketahanan Pangan

Definisi Ketahanan Pangan (food security) yang dianut oleh Food

and Agricultural Organisation (FAO) dan dirujuk oleh UU Pangan saat ini

mengacu pada konsep awal food security yang dihasilkan oleh World Food

Summit tahun 1996. Merujuk pada konsep tentang pentingnya nutrition

security yang diajukan oleh Unicef pada awal tahun 1990-an yang

menambahkan aspek penyakit infeksi sebagai penyebab masalah gizi

disamping ketahanan pangan rumah tangga, maka International Food

Policy Research Institute (IFPRI) menyebut konsep ketahanan pangan FAO

tersebut sebagai Food and Nutrition Security. Pada tahun 2012 FAO

(Disampaikan pada Commitee on World Food Security, 36th sessions of 15

– 22 October 2012, Rome-Italia) mengajukan definisi food security menjadi

food and nutrition security untuk menyempurnakan konsep dan definisi

sebelumnya.

Standing Committee on Nutrition (SCN), suatu lembaga

nonstruktural yang juga berada di bawah United Nations (PBB) yang pada

tahun 2013 (Disampaikan pada UNSCN Meeting of the Minds and Nutrition

Impact of Food System, 25 – 28 March di New York) juga

merekomendasikan penyempurnaan definisi ketahanan pangan (food

security) menjadi ketahanan pangan dan gizi (food and nutrition security).

Dalam pemahaman baru ini, perwujudan ketahanan pangan tidak hanya

berorientasi pada upaya penyediaan pangan dalam jumlah yang cukup bagi
8

setiap individu, namun juga harus disertai upaya untuk meningkatkan

efektivitas pemanfaatan pangan bagi terciptanya status gizi yang baik bagi

setiap individu. Dalam konteks ini, optimalisasi utilisasi pangan tidak cukup

hanya dari kualitas pangan yang dikonsumsi, namun juga harus didukung

oleh terhindarnya setiap individu dari penyakit infeksi yang dapat

mengganggu tumbuh kembang dan kesehatan melalui kecukupan air

bersih dan kondisi sanitasi lingkungan dan higiene yang baik.

Ketahanan pangan didefinisikan sebagi kondisi terpenuhinya

pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari

tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,

beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan

agama, keyakinan dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif

dan produktif secara berkelanjutan (Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012

tentang Pangan).

Menurut Oxfam (2001) ketahanan pangan adalah kondisi ketika:

“setiap orang dalam segala waktu memiliki akses dan kontrol atas jumlah

pangan yang cukup dan kualitas yang baik demi hidup yang aktif dan sehat.

Dua kandungan makna tercantum di sini yakni: ketersediaan dalam artian

kualitas dan kuantitas dan akses (hak ataspangan melalui pembelian,

pertukaran maupun klaim). Menurut Chung et al. (1997) ketahanan pangan

terdiri dari tiga pilar yaitu ketersediaan (availability), akses (access), dan

pemanfaatan (utilization). Ketahanan pangan pada rumah tangga petani

dapat dilihat dari: (i) ketersediaan dan kecukupan pangan untuk memenuhi

kebutuhan konsumsi rumah tangga dengan mempertimbangkan musim


9

tanam dengan musim tanam berikutnya (ii) Stabilitas pangan yang

menjamin anggota keluarga dapat makan tiga kali dalam sehari; (iii)

Aksesibilitas yaitu kemampuan rumah tangga petani memperoleh pangan

dengan produksi sendiri atau membeli (iv) Kualitas pangan yaitu konsumsi

pangan rumah tangga petani baik berupa protein hewani dan nabati.

Baliwati (2004) menyatakan bahwa ketahanan pangan rumah tangga petani

setiap saat memiliki aksesibilitas secara fisik maupun ekonomi terhadap

pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya agar dapat hidup

produktif dan sehat.

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar. Masalah

konsumsi pangan dan pemenuhannya merupakan agenda penting dalam

pembangunan ekonomi Indonesia. Ketahanan pangan bagi suatu negara

adalah hal yang sangat penting. Masalah ketahanan pangan sangat erat

kaitannya dengan stabilitas ekonomi, biaya produksi ekonomi agregat, dan

stabilitas politik nasional, oleh sebab itu ketahanan pangan merupakan

syarat mutlak bagi penyelenggaraan pembangunan nasional (Hanafie,

2010).

Perwujudan ketahanan pangan nasional dimulai dari pemenuhan

pangan di wilayah terkecil yaitu pedesaan sebagai basis kegiatan pertanian.

Basis pembangunan pedesaan bertujuan untuk mewujudkan ketahanan

pangan dalam suatu wilayah yang mempunyai keterpaduan sarana dan

prasarana mulai dari aspek ketersediaan sampai pada konsumsi pangan

untuk mencukupi dan mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga

(Suryana Achmad, 2004).


10

Maxwell dan Frankenberger (1992) dalam Maxwell, G. Daniel

(1996), mengemukakan bahwa indikator lain yang digunakan untuk

memantau ketahanan pangan termasuk neraca bahan makanan (food

balancesheets) adalah curah hujan dan pemasaran, serta pengukuran

antropometrik.

Ketahanan pangan rumah tangga di setiap daerah dibentuk oleh

tiga komponen pokok, yakni stabilitas pasokan pangan, ketersediaan

pangan, dan aksesibilitas terhadap pangan. Stabilitas pasokan pangan

ditunjukkan oleh a) meratanya distribusi ketersediaan pangan pokok

musiman, b) ketersediaan pangan tergantung pada jumlah pangan yang

dikonsumsi, dijual dan dibeli, c) aksesibilitas terhadap pangan ditunjukkan

mudahnya masyarakat memperoleh bahan pangan pokok (Dwi Putra

Darmawan, 2011).

Menurut Suharyanto (2015), ketahanan pangan di tingkat rumah

tangga pada hakekatnya menunjukkan kemampuan rumah tangga dalam

memenuhi kecukupan pangan. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh

banyak faktor yang sangat kompleks, tetapi secara umum terkait dengan

perubahan aspek perilaku produksi pangan, konsumsi dan alokasi sumber

daya dalam rumah tangga.

Menurut Hanani (2012) ketahanan pangan terdiri dari tiga

subsistem utama yaitu ketersediaan (Food Availability), akses (Food

Access), dan penyerapan pangan (Food Utilization), sedangkan status gizi

(Nutrition Status) merupakan outcome dari ketahanan pangan.

Ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan/ pemanfaatan pangan


11

merupakan subsistem yang harus dipenuhi secara utuh. Salah satu

subsistem tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat

dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik, walaupun pangan

tersedia cukup di tingkat nasional dan tingkat regional, jika akses individu

untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan

pangan masih dikatakan rapuh.

Secara umum ketahanan pangan mencakup 3 aspek, antara lain :

a) Ketersediaan pangan

b) Stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim

atau dari tahun ke tahun

c) Aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan

Ketiga komponen tersebut akan digunakan untuk mengukur

ketahanan pangan di tingkat desa/kelurahan dalam studi ini. Ketiga

indikator ini merupakan indikator utama untuk mendapatkan indeks

ketahanan pangan. Ukuran ketahanan pangan di tingkat desa/ kelurahan

dihitung bertahap dengan cara menggabungkan ketiga komponen indicator

ketahanan pangan tersebut untuk mendapatkan satu indeks ketahanan

pangan (Dwi Putra Darmawan, 2011).

Upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan dapat dipahami

sebagai berikut (Badan Ketahanan Pangan, 2014):

a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup. Hal ini

mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk

memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan

mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.


12

b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman. Dalam artian bebas

dari pencemaran biologis, kimia dan benda lain yang membahayakan

kesehatan manusia.

c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, yaitu pangan harus

tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.

d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau yakni pangan yang

mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

3. Kemandirian Pangan

Definisi kemandirian pangan (food resilience) adalah

kemampuan negara, dan bangsa dalam memproduksi pangan yang

beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan

kebutuhan pangan yang cukup sampai ditingkt perseorangan dengan

memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi,

kearifan lokal secara bermartabat. Menurur UU nomor : 41 tahun 2009

tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan

mendefinisikan bahwa kemampuan produksi pangan dalam negeri yang

didukung kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin

pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup ditingkat rumah tangga, baik

dalam jumlah, mutu, aman, maupun harga yang terjangkau yang

didukung sumber-sumber pangan yang beragam sesaui dengan

keragaman lokal.

4. Kedaulatan Pangan

Food soveregnity (kedaulatan pangan) adalah hak bagi negara

dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang


13

menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi

masyarakat dan yang memberikan hak kepada masyarakat untuk

menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.

Henry saragih yang dikutip dalam situs resmi Serikat Petani Indonesia

(https://spi.or.id/isu-utama/kedaulatan-pangan/) mengatakan bahwa

kedaulan pangan adalah hak setiap bangsa dan setiap rakyat untuk

memproduksi pangan secara mandiri dan hak untuk menetapkan sistem

pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa adanya subodinasi dari

kekuatan pasar internasional.

5. Konseptual Ketahanan Pangan

Kerangka konseptual ketahanan pangan dibangun berdasarkan

tiga pilar ketahanan pangan: ketersediaan pangan, akses pangan dan

pemanfaatan pangan, serta mengintegrasikan gizi dan keamanan pangan

di dalam keseluruhan pilar tersebut (Badan Ketahanan Pangan, 2020).

Gambar 1. Kerangka Konseptual Ketahanan Pangan dan Gizi

Sumber : Dimodifikasi dari the Lancet, 2013: Executive Summary of the


Lancet Maternal and Child Nutrition Series
14

Pilar ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya pangan hasil

produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional serta impor apabila

kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Ketersediaan

pangan ditentukan oleh produksi pangan di wilayah tersebut, perdagangan

pangan melalui mekanisme pasar di wilayah tersebut, stok yang dimiliki

oleh pedagang dan cadangan pemerintah, dan bantuan pangan dari

pemerintah atau organisasi lainnya (UU No. 18 Tahun 2012 tentang

Pangan). Pilar akses atau keterjangkauan pangan didefinisikan sebagai

kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan yang bergizi,

melalui satu atau kombinasi dari berbagai sumber seperti: produksi dan

persediaan sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan bantuan

pangan. Dalam kerangka ketahanan pangan, akses menjadi penting karena

pangan yang tersedia dalam jumlah yang cukup di suatu wilayah bisa jadi

tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat karena keterbatasan fisik,

ekonomi atau sosial. Pilar pemanfaatan pangan merujuk pada

penggunaan pangan oleh rumah tangga dan kemampuan individu untuk

menyerap dan memetabolisme zat gizi. Pemanfaatan pangan meliputi cara

penyimpanan, pengolahan, penyiapan dan keamanan makanan dan

minuman, kondisi kebersihan, kebiasaan pemberian makan (terutama bagi

individu dengan kebutuhan makanan khusus), distribusi makanan dalam

rumah tangga sesuai dengan kebutuhan individu (pertumbuhan, kehamilan

dan menyusui), dan status kesehatan setiap anggota rumah tangga.

Mengingat peran yang besar dari seorang ibu dalam meningkatkan profil

gizi keluarga, terutama untuk bayi dan anak-anak, pendidikan ibu sering
15

digunakan sebagai salah satu proxy untuk mengukur pemanfaatan pangan

rumah tangga.

Untuk mendukung berjalannya ketiga pilar tersebut diperlukan

sumberdaya dan lingkungan strategis diantaranya situasi politik dan

ekonomi makro yang kondusif, perdagangan internasional dan domestic

yang berkeadilan bagi produsen dan konsumen, ketersediaan sumberdaya

alam dan lingkungan yang berkelanjutan, kondisi iklim dan agroekologi

serta ketersediaan infrastruktur dan teknologi yang mendukung

peningkatan produksi pangan. Memadainya sumberdaya dan lingkungan

strategis akan memudahkan kinerja ketiga pilar ketahanan pangan untuk

mewujudkan tujuan akhirnya yaitu meningkatnya status pangan dan gizi

rumah tangga maupun nasional. Status pangan dan gizi rumah tangga dan

nasional tercermin dari sumberdaya manusianya yang dapat hidup sehat,

aktif dan produktif secara berkelanjutan (Badan Ketahanan Pangan, 2020).

6. Kerawanan Pangan

Kerawanan Pangan adalah suatu kondisi ketidakmampuan

individu atau sekumpulan individu di suatu wilayah untuk memperoleh

pangan yang cukup dan sesuai untuk hidup sehat dan aktif. Kerawanan

pangan dapat diartikan juga sebagai kondisi suatu daerah, masyarakat atau

rumah tangga yang tingkat ketersediaan dan keamanan pangannya tidak

cukup untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan

kesehatan sebagian masyarakat (Permentan No 43/2010).

Badan Ketahanan Pangan (BKP, 2020) mendefinisikan bahwa

Kerawana Pangan adalah kondisi tidak terpenuhinya Pangan bagi negara


16

sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan

yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi (kurang

dari 70% kecukupan kalorinya), merata, dan terjangkau serta tidak

bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk

dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Kerawanan

pangan terbagi dua yaitu kerawanan pangan kronis dan kerawanan pangan

transien. Kerawanan pangan kronis adalah ketidakmampuan jangka

panjang atau yang terus menerus untuk memenuhi kebutuhan pangan

minimum. Keadaan ini biasanya terkait dengan faktor struktural, yang tidak

dapat berubah dengan cepat, seperti iklim setempat, jenis tanah, sistem

pemerintah daerah, kepemilikan lahan, hubungan antar etnis, tingkat

pendidikan, dan lain-lain (BKP, 2020). Kerawanan Pangan Sementara

(Transien) adalah ketidak mampuan jangka pendek atau sementara untuk

memenuhi kebutuhan pangan minimum. Keadaan ini biasanya terkait

dengan faktor dinamis yang berubah dengan cepat seperti penyakit infeksi,

bencana alam, pengungsian, berubahnya fungsi pasar, tingkat besarnya

hutang, perpindahan penduduk (migrasi) dan lain-lain. Kerawanan pangan

sementara yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan

menurunnya kualitas penghidupan rumah tangga, menurunnya daya tahan,

dan bahkan bisa berubah menjadi kerawanan pangan kronis (BKP. 2020).

Kerentanan Terhadap Kerawanan Pangan mengacu pada suatu kondisi

yang membuat suatu masyarakat yang beresiko rawan pangan menjadi

rawan pangan. Tingkat kerentanan individu, rumah tangga atau kelompok

masyarakat ditentukan oleh tingkat keterpaparan mereka terhadap faktor-


17

faktor resiko/goncangan dan kemampuan mereka untuk mengatasi situasi

tersebut baik dalam kondisi tertekan maupun tidak.

Menurut Sumarmi (2014) bahwa istilah rawan pangan (food

insecurity) merupakan kondisi kebalikan dari “ketahanan pangan” (food

security). Istilah ini sering diperhalus dengan istilah terjadi penurunan

ketahanan pangan, meskipun pada dasarnya pengertiannya sama.

Khomsan (2008) mengungkapkan bahwa rawan pangan akan

memunculkan rawan gizi. Oleh karena itu, di manapun terjadi kerawanan

pangan, maka akan berisiko kekurangan gizi. Ketahanan gizi adalah cermin

asupan gizi dan status gizi masyarakat yang menjadi input bagi

terbentuknya individu yang sehat. Ketahanan gizi yang ditunjukkan oleh

status gizi merupakan tujuan akhir dari ketahanan pangan, kesehatan, dan

pola pengasuhan tingkat individu (DKP dan WFP, 2009). Indikator status

gizi yang sering digunakan adalah status gizi Balita, karena pada kelompok

usia tersebut rentan terhadap masalah gizi. Munculnya masalah gizi yang

dialami negara-negara berkembang adalah indikasi lemahnya ketahanan

pangan dikalangan penduduknya. Pendapatan yang rendah

mengakibatkan masyarakat tidak dapat mengakses makanan yang dapat

memenuhi kebutuhan gizi. Dampaknya, kekurangan gizi mengancam anak-

anak balita yang merupakan kelompok rawan (vulnerable group) (Khomsan,

2008). DKP dan WFP (2009) mendefinisikan ketahanan gizi sebagai akses

fisik, ekonomi, lingkungan, dan sosial terhadap makanan seimbang, air

layak minum, kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan dasar, dan

pendidikan dasar. Rawan gizi mencakup kombinasi dari komponen pangan


18

dan nonpangan. Dengan demikian, rawan gizi cakupannya lebih luas

dibanding rawan pangan.

Menurut Kartika, 2015. Terdapat dua tipe ketidaktahanan pangan

dalam rumah tangga yaitu kronis dan transien. Ketidaktahanan pangan

kronis sifatnya menetap, merupakan ketidak cukupan pangan secara

menetap akibat ketidak mampuan rumah tangga dalam memperoleh

pangan, biasanya kondisi ini diakibatkan oleh kemiskinan. Ketidak tahanan

pangan transien adalah penurunan akses terhadap pangan yang sifatnya

sementara, biasanya disebabkan oleh bencana alam yang berakibat pada

ketidakstabilan harga pangan, produksi dan pendapatan.

Kerawanan pangan menunjukkan ketidakteraturan akses

terhadap jumlah dan kualitas pangan dan hal ini merupakan pelanggaran

terhadap hak asasi manusia (Flavio, Immink, & Coitinho, 2001; United

Nations Human Rights & World Health Organization, 2008).

7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan

Masalah kerawanan pangan masih menjadi isu global yang

menjadi perhatian utama saat ini yang tidak hanya terjadi di negara miskin

dan negara berkembang saja namun juga di negara maju (Conceição,

Levine, Lipton, & Warren-Rodríguez, 2016; Yeoh, Sin, Lê, Terry, &

Mcmanamey, 2014). Pentingnya masalah kerawanan pangan ini menjadi

poin utama yang dibahas pertemuan tingkat dunia yang tertuang dalam

MDGs dan SDGs. Di negara berkembang, lebih dari setengah pendapatan

rumah tangga digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka dan

hal ini menyebabkan keadaan rawan jika terjadi fluktuasi harga secara tiba-
19

tiba yang dapat mendorong orang masuk dalam kemiskinan dan

menghambat upaya pengentasan kemiskinan (Cranfield, Preckel, & Hertel,

2007; Ivanic & Martin, 2008).

Wisner, Blaikie, Terry, & Ian (2003) menjelaskan bahwa sistem

pangan saat ini dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang dapat

mengubah secara cepat ke dalam kondisi rawan. Hal-hal yang berjalan

lambat namun memberikan dampak besar seperti perubahan iklim,

degradasi tanah, serangan hama, krisis ekonomi dan politik dan

pertumbuhan penduduk, semakin menambah tekanan terhadap sistem

pangan secara global. Davies (2009) menambahkan pencapaian

ketahanan pangan di negara manapun, biasanya merupakan jaminan

terhadap kelaparan dan kurang gizi yang keduanya dapat memperlambat

pembangunan ekonomi. Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan

sesuatu yang saling berkaitan. Mekonnen & Gerber (2016) berpendapat

bahwa walaupun beberapa tahun mengalami perbaikan, namun masalah

kemiskinan dan ketahanan pangan tetap menjadi tantangan. Terkait

dengan perubahan iklim, bagi petani kecil di negara berkembang, untuk

beradaptasi dengan perubahan iklim memiliki kapasitas yang terbatas.

B. Kajian Teoritis Dalam Alqur’an

Islam sebagai rahmatan lil alamiin telah memberikan pedoman

yang jelas tentang bagaimana mengelolah pertanian untuk kemakmuran

dalam sebuah masyarakat. Didalam Alqur’an, terdapat banyak dalil yang

membahas dan menerangkan tentang pertanian dalam arti luas termasuk

diantaranya adalah perkebunan, peternakan dan juga pengelolaan proses


20

serta penggunaan hasilnya. Diharapkan ini menjadi panduan hidup yang

dapat digunakan dalam menangani produktivitas pertanian demi menunjang

ketersediaan bahan pangan bagi masyarakat. Permasalahan pangan,

sebenarnya bukanlah terletak dari tinggi atau rendahnya daya beli. Mereka

yang memiliki daya beli yang tinggi, diperhadapkan pada masalah bahwa

barang yang ingin dibeli tidak tersedia dengan baik. Sedangkan mereka

yang memiliki daya beli yang rendah, walaupun barang yang ingin dibeli

tersedia cukup, tetapi tidak memiliki kemampuan beli, juga menjadi masalah.

Oleh karena itu, dua hal yang harus menjadi perhatian adalah adanya bahan

pangan yang mencukupi sekaligus terjangkau untuk mendapatkannya.

Bahan pangan yang tersedia cukup bagi masyarakat, khususnya

keluarga, merupakan kebutuhan dasar untuk keberlanjutan hidup. Namun,

sebagai seorang muslim, makan dan minum bukanlah tujuan utama atau

demi memenuhi nafsu belaka, tetapi hanyalah sarana untuk menjaga

kesehatan tubuh agar mampu beribadah dengan baik kepada Allah SWT.

Apabila kebutuhan telah terpenuhi, maka tidak perlu berlebih-lebihan,

karena bisa menjadi sumber penyakit dan kemungkinan mengurangi atau

mengambil bagian dari orang lain. Allah SWT berfirman :

‫س ِرفُوا َوال َواش َْربُوا َو ُكلُوا‬ ْ ‫ا ْل ُم‬


ْ ُ ‫س ِرفِن يُ ِحب ال إِنَّهُ ت‬

Terjemahan : “Makan dan minumlah kamu, dan jangan berlebihan.


Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan (QS.
Al Ar’af: 31)”
Dalam kaitannya dengan ketahanan pangan, Allah SWT berfirman :

َ ُ‫يل ِإ َّّل ِم َّما تَأ ْ ُكل‬


‫ون‬ ً ‫س ْنبُ ِل ِه قَ ِل‬
ُ ‫س ْب َع ِفي‬ ِ ‫ص ْدت ُ ْم فَ َما َدأ َ ًبا‬
َ ‫س ِن‬
َ ‫ين‬ َ ‫ُون فَذَ ُرو ُه َح‬
َ ‫قَا َل ت َ ْز َرع‬
21

Terjemahan : “Dia (Yusuf) berkata, "Agar kamu bercocok tanam tujuh


tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu
tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu
makan (QS. Yusuf: 47)”

‫شدَا ٌد يَّ ۡاك ُۡل َن َما قَد َّۡمت ُمۡ َل ُهنَّ ا َِّّل قَ ِل ۡي ًل ِم َّما ت ُ ۡح ِصنُ ۡو َن‬ َ َ‫ث ُ َّم يَ ۡاتِ ۡى ِم ۡۢۡن بَ ۡع ِد ٰذ ِلك‬
ِ ‫س ۡب ٌع‬
Terjemahan : “Kemudian setelah itu akan datang tujuh (tahun) yang
sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk
menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari apa (bibit gandum)
yang kamu simpan.” (QS. Yusuf: 48)”

‫اث فِي ِه عَا ٌم ٰذَ ِلكَ بَ ْع ِد ِم ْن يَأْتِي ث ُ َّم‬ ُ َّ‫ون َوفِي ِه الن‬
ُ َ‫اس يُغ‬ َ ‫يَ ْع ِص ُر‬
Terjemahan : “Setelah itu akan datang tahun, di mana manusia diberi
hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras (anggur)."
(QS. Yusuf: 49)”

Belajar dari pengalaman Nabi Yusuf AS, ia menganjurkan pemerintah Mesir

pada waktu itu agar mempersiapkan diri menghadapi masa paceklik selama

tujuh tahun. Yusuf memberikan masukan kepada raja dengan perencanaan

strategis untuk membangun ketahanan pangan yang kuat, yaitu produksi

massal gandum dan manajemen stok pangan, serta membudayakan hidup

hemat dalam mengkonsumsi makanan. Dengan diterapkannya tiga strategi

ketahanan pangan ini, negara Mesir tetap tenang dalam keadaan paceklik

lantaran banyak cadangan makanan dalam lambung. Bahkan ketahanan

pangan negara Sungai Nil ini saat itu menjadikannya sebagai pengekspor

gandum untuk negeri-negeri perserikatan Mesir, seperti Mesopotamia,

Suriah, dan Kan’an, ketika negeri-negeri tersebut mengalami musim

kemarau yang sama. Ada beberapa alasan kenapa kita harus membangun
22

ketahanan pangan; Pertama, Pangan adalah bagian dari basic human need

yang tidak ada substitusinya. Kedua, Permintaan beras, jagung dan kedelai

terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Ketiga,

Konsumsi beras perkapita masih cukup tinggi 137 kg/perkapita/tahun.

“Keempat. Perubahan iklim menjadi lebih ekstrim akibat pemanasan global

berdampak pada terganggunya produksi pangan didunia. Kelima,

Kompetisi sumber energy (bio fuel) dan sumber pangan yang mengganggu

suplai. Keenam, Pasar beras dunia menjadi terbatas sehingga kita harus

swasembada beras berkelanjutan dan memiliki cadangan beras yang

memadai. Ketujuh, Beras masih sebagai contr ibutor utama terhadap inflasi

sehingga harga beras harus terkendali. Kedelapan, Pentingnya

kemandirian pangan berkelanjutan dikarenakan masih adanya kerentanan

dan kerawanan (krisis) pangan diberbagai daerah.

Islam adalah pedoman dalam kehidupan sehari-hari yang turun

dari Allah SWT, Sang Pencipta manusia, sangat menghargai dan

mendorong produktivitas manusia dalam menjalani kehidupannya sehari-

hari, Rasulullah SAW, bersabda :

‫ّللا ِإنَّ ا ْل ُمحْ تَ ِرفَ ِمنَ ا ْل ُم ْؤ‬


َ َّ ‫ يُ ِحب‬: ‫علَ ْي ِه‬ َ ‫صلَّى النَّ ِبي ِ ع َْن عمر ابن ع َِن لَقَا َو‬
َ ‫سلَّ َم‬ َ ُ‫للا‬

Terjemahan : Dari Ibnu ‘Umar ra dari Nabi saw, ia berkata:


“Sesungguhnya Allah mencintai orang yang beriman yang berkarya
(produktif menghasilkan berbagai kebaikan) ” H.R. Thabrani dalam Al
Kabir, juga oleh Al Bayhaqi.

Salah satu karya produktif umat yang dianjurkan oleh Rasulullah saw.

adalah mencari rezeki lewat usaha pertanian, seperti sabdanya :

‫ ع َْن‬،َ‫سو َل أَنَّ عَائِشَة‬ َ ‫علَ ْي ِه اهل ُل‬


ِ َّ ‫صلَّى‬
ُ ‫ّللا َر‬ َ ‫سلَّ َم‬ ِ ‫ض ْاْل َ ْر َخبَا َيا فِي‬
َ ‫»قَا َل َو‬:‫الر ْزقَ ا ْطلُبُوا‬ ِ
23

Terjemahan : Dari Aisyah ra. Berkata : Rasululllah SAW pernah


bersabda “Galilah rizki dari celah-celah (perut) bumi.” (HR. Ahmad)

Hadits di atas mengandung pengertian bahwa islam menuntut

umat manusia agar mengusahakan sebaik mungkin lahan yang ada

diseluruh permukaan bumi untuk dioptimalkan, agar lahan tersebut tidak

menjadi terlantar dan kurang produktif. Dalam dunia pertanian, tujuan yang

ingin dicapai adalah hasil panen yang maksimal. Untuk mendapatkan hasil

yang maksimal, perlu dibuatkan perencanaan yang matang mulai dari

proses pengolahan tanah, pembibitan, penanaman, perawatan,

pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman hingga pada saat

pengelolaan hasil panen. Perencanaan ini dikenal sebagai metode

intensifikasi pertanian, yaitu metode peningkatan produksi pertanian yang

dilakukan dengan memperhatikan dan mengoptimalkan setiap proses

tahapannya dengan baik dan maksimal.

C. Kajian Penelitian Yang Relevan

Kebijakan pembangunan pertanian terutama berorientasi pada

peningkatan produksi pertanian, khususnya produksi pangan guna

memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini tidak lain karena masalah

pangan merupakan hal yang sangat penting. Pangan merupakan

kebutuhan pokok yang tidak dapat ditunda pemenuhannya dan menjadi

kunci untuk menjamin keberlangsungan hidup suatu masyarakat.

Berbagai kajian dan pengujian yang telah dilakukan terhadap

faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerawanan pangan diantaranya

adalah sebagai berikut:


24

a) Suhartono (2010) mengkaji indikator pemetaan daerah rawan pangan

dalam mendeteksi kerawanan pangan di Kecamatan Tanjung Bumi

Kabupaten Bangkalan. Hasil pengkajian terhadap penentuan idikator

dan penentuan Kawasan rawan pangan di Kecamatan Tanjung Bumi

disimpulkan bahwa , fator penyebab kerawanan pangan di Kecamatan

Tanjung Bumi adalah indikator konsumsi normative, jumlah penduduk di

bawah garis kemiskinan, keterbatasan akses listri, penduduk buta huruf,

dan akses air bersih.

b) Qurrota A’yun Febrina Triwindiyanti, dkk (2018) mengkaji perbedaan

dan pengaruh indikator ketahanan pangan terhadap proporsi BBLR

pada wilayah pesisir pulau Jawa (Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten

Tulungagung). Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

tidak ada pengaruh indikator ketahanan pangan di Kabupaten

Bangkalan dan Tulungagung terhadap proporsi BBLR. Namun hasil

analisis menunjukkan bahwa ada perbedaan antara faktor yang

berpengaruh pada wilayah rawan pangan (Kabupaten Bangkalan dan

Kabupaten Tulungagung). Faktor pengaruh tersebut yaitu rasio toko,

rasio anak tidak sekolah, rasio jumlah tenaga kesehatan, dan rasio

fasilitas sanitasi. Namun faktor pengaruh yang tidak memiliki perbedaan

pada kedua Kabupaten yaitu pada faktor proporsi BBLR, rasio warung,

rasio rumah tangga tidak sejahtera, rasio akses roda 4, rasio rumah

tangga tanpa arus listrik dan rasio rumah tangga tanpa air bersih. Hasil

dari penelitian ini diharapkan dapat menjadikan bahan rujukan Dinas

Ketahanan Pangan dan Dinas Kesehatan kedua Kabupaten serta


25

sebagai pengawasan wilayah rentan akan angka kemiskinan, serta

proporsi BBLR yang berkaitan dengan derajat kemiskinan.

c) Tri Bastuti Purwantini, (2014) menguji pendekatan rawan pangan dan

gizi : besaran, karakteristik, dan penyebabnya. Hasil pengujian

menunjukkan bawa untuk mengidentifikasi rumah tangga rawan pangan

dapat menggunakan indikator tunggal kecukupan gizi/energi dan dapat

pula menggunakan indikator silang antara pangsa pengeluaran rumah

tangga dan konsumsi energi (derajat ketahanan pangan) disesuaikan

dengan kebutuhan analisis. Informasi tersebut dapat sebagai masukan

dalam implementasi kebijakan terkait penanganan wilayah/rumah

tangga rawan pangan. Pengentasan kemiskinan merupakan salah satu

solusi pengurangan prevalensi ra-wan pangan, mengingat faktor ini

sebagai pe-nyebab utama kerawanan pangan. Kerawanan pangan dan

gizi sangat erat kaitannya dengan kualitas SDM. Oleh karena itu,

meningkatkan kapasitas SDM terutama pada masyarakat miskin akan

sangat membantu menurunkan rawan pangan, sehingga program yang

selama ini pro masyarakat miskin dapat diteruskan.

d) Yunastiti Purwaningsih, (2008) menguji ketahanan pangan : situasi,

permasalahan, kebijakan, dan pemberdayaan masyarakat. Hasil

pengujian menunjukkan bahwa Permasalahan sehubungan dengan

ketahanan pangan adalah penyediaan, distribusi dan konsumsi pangan.

Penyediaan dihadapkan pada semakin terbatas dan menurunnya

kapasitas produksi. Distribusi dihadapkan pada permasalahan

prasarana dsitribusi darat dan antar pulau, kelembagaan dan keamanan


26

jalur distribusi, serta bervariasinya kapasitas produksi antar wilayah dan

antar musim. Permasalahan konsumsi adalah belum terpenuhinya

kebutuhan pangan, karena belum tercukupinya konsumsi energi

(meskipun konsumsi protein sudah mencukupi), serta konsumsi energi

yang sebagian besar dari padi-padian, dan bias ke beras.

e) I Made Yoga Prasada, dan Tia Alfina Rosa (2018). Menguji dampak alih

fungsi lahan sawah terhadap ketahanan pangan di Daerah Istimewa

Yogyakarta. Hasil pengujian menunjukkan bahwa alih fungsi lahan

sawah dapat berdampak negatif terhadap ketersediaan pangan

penduduk. Terjadinya alih fungsi lahan menyebabkan timbulnya potensi

kehilangan hasil produksi padi dan beras yang dapat dicapai. Alih fungsi

lahan sawah yang tidak dapat dikendalikan dengan baik dapat

mengancam ketahanan pangan penduduk. Ketahanan pangan

penduduk dapat tetap terjaga selama ketersedian pangan penduduk

dapat terpenuhi dengan baik. Hal ini dapat dicapai dengan cara

menambah/mempertahankan luas lahan sawah, meningkatkan

produktivitas lahan, dan mengurangi tingkat konsumsi pangan

penduduk.

f) Imron Rosyadi dan Didit Purnomo, (2012) menguji tingkat ketahanan

pangan rumah tangga di Desa tertinggal. Hasil pengujian menunjukkan

bahwa desa-desa tertinggal di kecamatan Weru (daerah penelitian)

dalam kondisi dan situasi sebagai berikut: (1) Kinerja produksi pangan

khusus-nya gabah atau beras mengalami peningkatan yang signifikan

dari tahun ke tahun, namun peningkatan produksi tersebut belum


27

mampu mengimbangi pertumbuhan konsumsi beras yang tumbuh lebih

tinggi dari perumbuhan produksi beras. Hal ini menunjukkan bahwa

dilihat dari aspek ketersedian pangan, ketahanan pangan di daerah

penelitian masih sangat rendah, karena tidak mampu menyediakan

pangan bagi seluruh masyarakat di daerah penelitian; (2) Proporsi

(share) pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan pangan jauh lebih

tinggi dari pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan bahan bukan

pangan, yaitu rata-rata 78 persen untuk kebutuhan bahan pangan,

sedangkan 22 persen untuk kebutuhan bukan pangan. Hal ini

menunjukan bahwa dilihat dari komponen keterjangkauan pangan,

masyarakat (rumah tangga) di daerah penelitian, masuk dalam kategori

rentan terhadap pangan.

g) AR. Rohman Taufiq Hidayat, dkk (2019) menguji hubungan spasial

dalam ketahanan pangan tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa

Barat. Hasil pengujian menunjukkan bahwa karakteristik utama yang

menyebabkan tingginya kerentanan terhadap ketahanan pangan di

Provinsi Jawa Barat adalah; 1) Tingginya persentase rumah tangga

yang tidak dapat mengakses air bersih, 2) Ketersediaan pangan yang

rendah di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, 3)

Rendahnya angka harapan hidup di kabupaten/kota di Provinsi Jawa

Barat. Terdapat 8 kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori High

Value dan terdapat 19 kabupaten/kota yang merupakan kategori Low

Value. Kabupaten Sumedang merupakan kabupaten dengan kategori

high value tertinggi dengan nilai Gi* sebesar 1,6021. Sedangkan Kota
28

Cirebon merupakan kabupaten dengan kategori low value yang memiliki

nilai Gi* terendah yaitu - 1,67778 dengan indeks ketahanan pangan

sebesar 0,87. Kabupaten/Kota yang berada pada klasifikasi high value

dan pada distribusi kelas yang sama memiliki kesamaan dalam hal

karakteristik ketahanan pangan dan secara spasial saling berbatasan

secara langsung, dan semakin besar nilai Gi* dalam suatu kelas maka

semakin memiliki keterikatan yang kuat dalam hal ketahanan pangan.

h) Tono, dkk (2015) menguji kerentanan pangan tingkat desa di Provinsi

Nusa Tenggara Timur. Hasil pengujian menunjukkan Desa sangat

rentan dan rentan pangan secara umum memiliki karakteristik akses

rumah tangga terhadap listrik dan air bersih yang tidak memadai, tingkat

kesejahteraan yang rendah, dan fasilitas buang air besar rumah tangga

yang tidak memadai. Kerentanan pangan tingkat desa menunjukkan

bahwa masih terdapat 1.468 desa (44,90 persen) di NTT yang masuk

kategori sa-ngat rentan dan rentan pangan (Prioritas 1 dan 2).

Kabupaten Timor Tengah Selatan, Manggarai Timur, Manggarai Barat,

Sumba Barat Daya, dan Sumba Timur merupakan kabupaten dengan

sebaran desa sangat rentan dan rentan pangan terbesar di Provinsi

NTT.

Program dan kegiatan ketahanan pangan perlu diprioritaskan pada

desa-desa sangat rentan dan rentan pangan serta karakteristik desa

sangat rentan dan rentan pangan, yaitu Kabupaten Timor Tengah

Selatan, Manggarai Timur, Manggarai Barat, Sumba Barat Daya, dan

Sumba Timur. Peningkatan akses rumah tangga terhadap listrik dan air
29

bersih, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta perbaikan sanitasi

rumah tangga menjadi kunci perbaikan kerentanan pangan.

i) Atem, dan Nikodemus Niko, (2020) mengkaji persoalan kerawanan

pangan pada masyarakat miskin di wilayah perbatasan Entikong

(Indonesia-Malaysia) Kalimantan Barat. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa jika pemerintah meneruskan kebijakan impor pangan tanpa

meningkatkan keunggulan kompetitif produk pangan nasional, maka

akan terjadi berbagai konsekuensi di bidang ketahanan pangan

nasional. Satu konsekuensi yang paling berbahaya adalah

ketergantungan indonesia terhadap sektor pertanian negara lain seperti

Thailand dan Vietnam, padahal sektor pertanian, perkebunan, serta

peternakan di tingkat lokal memiliki potensi baik untuk ketahanan

pangan nasional. Kemudian, secara perlahan kebijakan impor akan

mematikan usaha pertanian di dalam negeri karena sektor pertanian

kemudian akan dilihat sebagai usaha yang tidak lagi menjanjikan. Hal

ini akan berakibat pada peralihan tenaga kerja ke sektor-sektor yang

lebih menguntungkan. Akibatnya, penderitaan petani kecil akan

semakin besar dan kesejahteraan mereka tidak akan pernah tercapai.

Rekomendasi penguatan produksi pangan di tingkat lokal,

membutuhkan sinergisitas antara pemerintah (pusat dan daerah),

kelembagaan lokal, dan masyarakat lokal untuk turun bersama bukan

duduk bersama dalam menangani masalah kerawanan pangan yang

kian mengancam negeri ini. Kebijakan-kebijakan yang ada diharapkan

dapat adil dalam mensejahterakan petani miskin di pedesaan, bukan


30

memanfaatkan keberadaan mereka untuk menjadi lahan proyek

semata.

j) Gita Mulyasari, (2016) mengkaji tentang kajian ketahanan pangan dan

kerawanan pangan di Provinsi Bengkulu. Hasil kajian menunjukkan

bahwa Bahwa dengan adanya Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan

(FSVA) Provinsi Bengkulu dapat menyoroti kondisi ketahanan dan

kerentanan terhadap pangan tingkat kabupaten berdasarkan indikator

terpilih, mengidentifikasi penyebab kondisi ketahanan dan kerentanan

pangan di kabupaten, dan menyediakan petunjuk dalam

mengembangkan strategi mitigasi yang tepat untuk kerentanan pangan

kronis. Program pemetaan ini sangat menjanjikan dalam memberikan

berbagai informasi yang pada akhirnya mengarah pada tujuan

penurunan kemiskinan yang berkesinambungan.

k) Edmira Rivani, (2012) mengkaji tentang penentuan dimensi serta

indikator ketahanan pangan di Indonesia : kaji ulang metode Dewan

Ketahanan Pangan-World Food Program. Hasil kajian menunjukkan

bahwa berdasarkan hasil analisis faktor eksploratori didapat dimensi

ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, akses infrastruktur,

pemanfaatan, an sosial ekonomi. Hal ini berbeda dengan dimensi

ketahanan pangan yang ditetapkan oleh DKP-WFP, yaitu ketersediaan

pangan, akses terhadap pangan, dan akses terhadap kesehatan dan

gizi. Indikator yang layak untuk diikutsertakan dalam indeks komposit

ketahanan pangan berdasarkan hasil analisis faktor eksploratori ialah

sebanyak enam indikator, yaitu desa tanpa akses ke jalan, perempuan


31

buta huruf, berat badan balita di bawah standar, tinggi badan balita di

bawah standar, rumah tangga dengan jarak > 5km dari fasilitas

kesehatan, dan rumah tangga tanpa akses ke air bersih. Hal ini berbeda

dengan sembilan indikator yang ditetapkan oleh DKPWFP, yaitu rasio

konsumsi normatif terhadap produksi bersih per kapita, penduduk di

bawah garis kemiskinan, rumah tangga tanpa akses ke listrik, desa

tanpa akses ke jalan, perempuan buta huruf, angka harapan hidup,

berat badan balita di bawah standar, rumah tangga tanpa akses ke air

besih, dan rumah tangga dengan jarak > 5 km dari fasilitas kesehatan.

Selain kajian dan pengujian yang dilakukan oleh para ahli,

berikut ini beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait faktor-faktor

yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan :

Tabel 1. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu

NO PENULIS JUDUL HASIL


1 Sukandar, Pengaruh Jumlah Hasil penelitian menunjukkan nyata
dkk, (2006) Anggota Keluarga, bahwa jumlah anggota keluarga, umur,
Umur, dan Pendidikan dan pendidikan istri berpengaruh nyata
Istri Terhadap terhadap ketahanan pangan
Ketahanan Pangan
Rumah Tangga Yang
Diukur Dengan Pangsa
Pengeluaran Rumah
Tangga
2 Lien Faktor Yang Hasil penelitian menujukkan :
Damayanti Mempengaruhi Tingkat 1. Terdapat pengaruh langsung yang
(2007) Ketahanan Pangan Desa signifikan faktor akses pangan dan
(Studi Kasus di matapencaharian (I2), gizi dan
Kabupaten Malang) kesehatan (I3) dan kerentanan
pangan (I4) terhadap ketahanan
pangan (Y), sementara factor
ketersediaan pangan (I1) tidak
berpengaruh secara signifikan,
demikian pula pengaruh tidak
langsung dari keempat faktor tidak
satupun yang signifikan.
2. Keberhasilan ketahanan pangan
dapat diwujudkan apabila pangan
dapat sampai pada tingkat rumah
tangga.
32

NO PENULIS JUDUL HASIL


3. Husinsyah Analisis Dampak Hasil penelitian menunjukkan bahwa
(2009) Program Aksi Desa program aksi desa mandiri pangan
Mandiri Pangan berpengaruh terhadap tingkat
Terhadap Indeks ketahanan pangan, dan terdapat
Ketahanan Pangan perbedaan sebelum dan sesudah
pelaksanaan desa mandiri pangan
4. I Gusti Analisis Dampak Alih Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Ngurah Fungsi Lahan Sawah alih fungsi lahan sawah sulit
Santosa, dkk Terhadap Ketahanan dihentikan, usaha untuk
(2011) Pangan Beras mempertahankan atau memelihara
ketahanan pangan beras ke depan
akan semakin sulit, sinergi komponen-
komponen antara luas baku lahan
sawah, penterapan paket teknologi
peningkatan produksi dan
pengendalian jumlah penduduk
masihbelum mantap. Oleh karena itu
sangat perlu ada sawah abadi,
regulasi untuk melindungi lahan
sawah, dan perlu dibuat model sinergi
antara luas lahan sawah, penerapan
paket teknologi dan jumlah penduduk
sehingga ketahanan pangan tetap
terjaga
5. Purwaningsi Pengaruh Pendapatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
h, dkk. Rumah Tangga, Jumlah Hasil pengujian menunjukkan semua
(2011) Anggota Keluarga, variabel berpengaruh terhadap tingkat
Pendidikan Kepala ketahanan pangan dengan tingkat
Keluarga, Lapangan signifikasi 5%.
Usaha, dan Wilayah
terhadap Tingkat
Ketahanan Pangan
Rumah Tangga
6. Nur Ketahanan Pangan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Handayani Rumah Tangga lebih dari separuh rumah tangga
Utami, dan Berhubungan Dengan termasuk dalam kategori tahan pangan
Dwi Sisca Status Gizi Anak Usia Di (63%). Di antara rumah tangga
KP (2015) Bawah Dua Tahun responden masih ada yang tergolong
(Baduta) Di Kelurahan dalam kategori tidak tahan pangan
Kebon Kelapa, tingkat ringan, sedang dan berat 17
Kecamatan Bogor persen, 11 persen dan 9 persen. Studi
Tengah ini menyimpulkan bahwa ketahanan
pangan rumah tangga merupakan
risiko terhadap kejadian pendek pada
baduta, dimana anak baduta dengan
keluarga yang ketahanan pangan nya
tidak baik memiliki resiko sebesar 10,9
kali anak badutanya menjadi pendek
setelah dikoreksi oleh usia anak, berat
lahir, konsumsi ASI, penggunaan dot,
keragaman makanan, usia ibu,
pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu,
praktek higiene makanan, pendidikan
ayah serta pekerjaan ayah.
33

NO PENULIS JUDUL HASIL


7. Mei Analisis Tingkat Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Wulandari, Ketahanan Pangan analisis SIG diketahui bahwa
dan Taryono Terhadap Kerawanan Kabupaten Jombang memiliki 5
(2016) Pangan di Kabupaten kecamatan masuk dalam kategori
Jombang Tahun 2015 sangat tahan pangan, 11 kecamatan
masuk dalam kategori tahan pangan,
4 kecamatan masuk dalam kategori
cukup tahan pangan, dan 1
kecamatan lainnya masuk dalam
kategori agak rawan pangan. Faktor
dominan yang mempengaruhi tingkat
ketahanan pangan terhadap
kerawanan pangan berdasarkan 9
parameter ketahanan pangan yang
digunakan, yaitu parameter penduduk
hidup di bawah garis kemiskinan.
8. Vizia Lukri Analisis Faktor-Faktor Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Damayanti, Yang Mempengaruhi pendapatan, pendidikan kepala
dan Rifki Ketahanan Pangan keluarga dan jumlah anggota keluarga
Khoirudin Rumah Tangga Petani berpengaruh terhadap ketahanan
(2016) (studi kasus Desa pangan dengan tingkat signifikansi
Timbulharjo, Sewon, 5%. Nilai Nagekerke R Square 0,363.
Bantul) Pendapatan dan pendidikan kepala
keluarga berpengaruh positif terhadap
ketahanan pangan, sedangkan jumlah
anggota keluarga berpengaruh negatif
terhadap ketahanan pangan.
Berdasarkan uji parsial maka variabel
pendapatan, pendidikan kepala
keluarga, jumlah anggota keluarga
berpengaruh terhadap ketahanan
pangan, sedangkan usia kepala
keluarga, status perkawinan, dan
kepemilikan tabungan tidak
berpengaruh terhadap ketahanan
pangan
9. Nugroho Faktor-Faktor Yang Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Indira Hapsari, Mempengaruhi sebagian besar desa di Kabupaten
dan Iwan Kerawanan dan Rembang berada pada status agak
Rudiarto Ketahanan Pangan dan tahan pangan (105 desa), diikuti desa
(2017) Implikasi Kebijakan di tahan pangan (90 desa) namun masih
Kabupaten Rembang ada 10 desa yang masuk dalam status
sangat rawan pangan yang
memerlukan perhatian utama.
Berdasarkan hasil analisis faktor,
diperoleh faktor utama penyebab
ketahanan pangan adalah faktor
ketersediaan pangan dan faktor utama
penyebab kerawanan pangannya
adalah faktor sosial-ekonomi. Strategi
dan kebijakan diambil berdasar dari
indikator penyusun kelompok faktor
yang mempengaruhi ketahanan dan
kerawanan pangan yang terjadi.
Strategi yang tersusun bukan hanya
untuk mengatasi masalah kerawanan
34

NO PENULIS JUDUL HASIL


pangan tetapi juga meningkatkan
ketahanan pangan di Kabupaten
Rembang.
10. Sri Pujiati, Analisis Ketersediaan, Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dkk. (2020) Keterjangkauan, dan ketiga variabel tersebut tidak
Pemanfaatan Pangan berpengaruh secara signifikan
Dalam Mendukung terhadap peningkatan indeks
Tercapainya Ketahanan ketahanan pangan. Hal tersebut
Pangan Masyarakat di menunjukkan, indeks ketahanan
Provinsi Jawa Tengah pangan saat ini telah dipengaruhi oleh
variabel lain. Oleh karena itu,
pemerintah perlu mengkaji lebih dalam
terhadap variabel apa saja yang
mempengaruhi indeks ketahanan
pangan agar dapat menyusun suatu
strategi yang lebih sesuai untuk
meningkatkan ketahanan pangan di
Provinsi Jawa Tengah pada era
revolusi industri 4.0 ini
11. Rudi Telaaha Krisis Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Masniadi, dkk. Ketahanan Pangan di tengah pandemi Covid-19 bidang
(2020) Kabupaten Sumbawa pangan menghadapi masalah pokok
Dalam Menghadapi yaitu meningkatnya jumlah desa
Pandemi Covid-19 rawan pangan. Penyebab utama
masalah ini adalah belum tercapainya
pola pangan harapan (PPH) dan
masih adanya desa-desa di
Kabupaten Sumbawa yang masuk
dalam status rawan pangan kategori
prioritas
12. Suhartono. Indikator dan Pemetaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
(2010) Daerah Rawan Pangan penentuan indikator-indikator dalam
Dalam Mendeteksi penentuan Kawasan rawan pangan
Kerawanan Pangan di diperlukan untuk memilah indikator
Kecamatan Tanjung dalam pemetaan penduduk rawan
Bumi Kabupaten pangan (14 indikator) yang dianggap
Bangkalan. berpengaruh sangat besar terhadap
terjadinya kerawanan pangan
(memiliki pengaruh yang sangat
signifikan). Dalam pelaksanaannya
tidak semua indikator yang dapat
dipenuhi oleh suatu wilayah dalam
memetakan penduduk rawan pangan.
Pemenuhan semua indikator tersebut
tergantung pada ketersediaan data
penunjang. Ketersediaan data
penunjang ini juga sangat
berpengaruh oleh penyusunan data
profil wilayah, susenas, susesda,
ataupun pendataan lainnya.
Berdasarkan perbedaan ketersediaan
kelengkapan data wilayah tersebut,
telah diidentifikasi dan disusun
sejumlah indikator-indikator yang tepat
dalam menentukan Kawasan rawan
pangan di Kecamatan Tanjung Bumi
35

NO PENULIS JUDUL HASIL


13. Handewi P.S. Aksesibilitas Pangan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Rachman. Faktor Kunci Pencapaian Beberapa faktor kunci untuk
(2010) Ketahanan Pangan di mendukung keberhasilan peningkatan
Indonesia aksesibilitas pangan antara lain adalah
: (i) Program peningkatan Aksesibilitas
Pangan merupakan bagian tidak
terpisahkan dari program
Pembangunan Ketahanan Pangan; (ii)
Penetapan skala prioritas kegiatan
sesuai dengan ketersediaan
sumberdaya pembangunan; (iii)
Identifikasi, interaksi dan koordinasi
serta pembagian tugas dan
kewenangan secara jelas dan sinergis
antar institusi terkait di tingkat pusat;
(iv)Pembagian tugas, wewenang dan
tanggung jawab secara jelas antara
pemerintah pusat, propinsi, kabupaten
dalam pelaksanaan program
peningkatan aksesibilitas pangan; (v)
Komitmen semua instansi terkait di
setiap level pemerintahan dalam
pembangunan pertanian dan
ketahanan pangan; (vi) Fasilitasi
peningkatan peran masyarakat untuk
mewujudkan ketahanan pangan.
14. Zaenal Analisis Faktor-Faktor Hasil penelitian yang dilakukan
Mustopa Yang Mempengaruhi Alih menunjukkan bahwa secara
(2011) Fungsi Lahan Pertanian keseluruhan baik itu jumlah penduduk,
di Kabupaten Demak jumlah industri, maupun jumlah PDRB
berpengaruh positif terhadap besarnya
alih fungsi lahan. Akan tetapi hanya
variabel jumlah penduduk dan jumlah
industri yang terbukti signifikan.
Variabel jumlah PDRB terbukti tidak
signifikan. Dari analisis dengan
metode grafik dapat diketahui bahwa
jumlah alih fungsi lahan di Kabupaten
Demak cenderung meningkat dari
tahun ke tahun. Dari analisis tersebut
dapat diketahui bahwa alih fungsi
lahan tersebut digunakan untuk
pemukiman penduduk serta
pembangunan pabrik untuk sector
industri.

Selanjutnya dari berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi

terhadap tingkat kerawanan pangan sebagaimana tersebut di atas, peneliti

mencoba menganalisis dari sisi lain dengan menggunakan indikator-

indikator yang berbeda, namun tetap mengacu pada 3 pilar ketahanan


36

pangan yaitu; pilar ketersediaan pangan dengan indikatornya (1) Luas

lahan pertanian yang digarap; (2) Jumlah sarana dan prasarana penyedia

pangan, pilar akses pangan/keterjangkauan pangan dengan indikatornya

(3) Tingkat kondisi sarana trasportasi yang digunakan dalam penyediaan

dan penyaluran pangan, pilar pemanfaatan pangan dengan indikatornya (4)

Tingkat pendapatan kepala rumah tangga; dan (5) Tingkat pengeluaran

rumah tangga untuk pangan sebagai variabel independen, sementara

variabel dependennya adalah Kerawanan pangan.

Indikator yang digunakan peneliti dalam menentukan faktor-

faktor penyebab terjadinya kerawanan pangan di Desa Ujung Labuang

Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang adalah menggabungkan

sebahagian indikator Provinsi dan sebahagian indiktor Kabupaten/Kota

berdasarkan panduan analisis penyusunan FSVA tingkat Provinsi dan

Tingkat Kabupaten/Kota (BKP Kementan 2021). Indikator yang digunakan

oleh Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian tahun 2021 untuk

tingkat Provinsi sebanyak 9 indikator (rasio konsumsi normatif terhadap

ketersediaan karbohidrat, persentase penduduk miskin, akses sarana

transportasi darat atau air atau udara, morbyditas, expendeture, rumah

tangga tanpa air bersih, rumah tangga tanpa akses listrik, rata-rata lama

sekolah perempuan usia >15 tahun, dan jumlah tenaga kesehatan) dengan

sebaran analisisnya adalah tingkat Kecamatan, sementara untuk tingkat

Kabupaten/Kota sebanyak 6 indikator (luas lahan pertanian, sarana dan

prasarana penyedia pangan, jumlah penduduk miskin desil 1, akses akses

sarana transportasi darat atau air atau udara, rumah tangga tanpa air
37

bersih, dan jumlah tenaga kesehatan) dengan sebaran analisisnya adalah

tingkat Desa/Kelurahan.

Berkaitan dengan adanya perbedaan indikator dan sebaran

analisis yang digunakan oleh Badan Ketahanan Pangan Kementerian

Pertanian tersebut, maka peneliti mencoba mengkombinasikan antara

indikator Provinsi dan indikator Kabupaten/Kota dan indikator lain diluar

indikator Provinsi dan Kabupaten/Kota, dengan tujuan melihat seberapa

besar faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kerawanan pangan disuatu

desa, selain itu peneliti juga ingin mengetahui apakah indikator Provinsi

dapat di combaint dengan indikator Kabupaten/Kota serta inikator lainnya.

Indikator Provinsi yang digunakan peneliti untuk mengetahui

faktor yang mempengaruhi kerawanan pangan di Desa Ujung Labuang

adalah indikator status kondisi sarana transportasi yang digunakan untuk

penyediaan dan penyaluran pangan (kondisi jalan), dan indikator proporsi

pengeluaran rumah tangga terhadap pangan. Indikator Kabupaten/Kota

yang digunakan adalah indikator luas lahan pertanian yang digarap,

indikator jumlah sarana dan prasarana penyedia pangan, dan indikator

status kondisi sarana transportasi yang digunakan untuk penyediaan dan

penyaluran pangan (kondisi jalan), sementara indikator lain yang tidak

termasuk dalam indikator Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah indikator

tingkat pendapatan rumah tangga per bulan (lihat gambar 1, kerangka pikir

penelitian).
38

D. Kerangka Pikir

Kerangka pikir yang digunakan dalam penelitian ini :

KERAWANAN PANGAN DI
DESA UJUNG LABUANG
KECAMATAN SUPPA
KABUPATEN PINRANG
PROVINSI SULAWESI
SELATAN ( Y )

TINGKAT
JUMLAH STATUS KONDISI
LUAS PENDAPAT PROPORSI
SARANA SARANA
LAHAN AN RUMAH PENGELUARA
DAN TRANSPORTASI YG
PERTANIAN TANGGA N RUMAH
PRASARANA DIGUNAKAN UNTUK
YANG PER BULAN TANGGA
PENYEDIA PENYEDIAAN DAN
DIGARAP (X4) TERHADAP
PANGAN PENYALURAN
(X1) PANGAN (X5)
(X2) PANGAN (X3)

KETERANGAN :
= Pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara sendiri sendiri (parsial)

= Pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara bersama-sama (simultan)

Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian


39

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah;

diduga kuat terjadinya kerawanan pangan dipengaruhi oleh indikator luas

lahan pertanian yang digarap, jumlah sarana dan prasarana penyedia

pangan, tingkat kondisi sarana trasportasi yang digunakan dalam

penyediaan dan penyaluran pangan, tingkat pendapatan kepala rumah

tangga, dan tingkat pengeluaran rumah tangga untuk pangan.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain dan Jenis Penelitian

Jenis desain yang digunakan dalam Penelitian ini adalah

dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif dengan

pendekatan deskriptif. Analisis kuantitatif yang dimaksud adalah dengan

penggunaan analisis pada data-data numerical (angka) dengan sebaran

empiris (kenyataan dilapangan) yang diolah dengan metode statistika.

Analisis kualitatif yang dimaksud adalah dengan menjelaskan keadaan

yang sebenarnya atau kondisi berdasarkan fakta empiris dari data sekunder

yang telah diperoleh dengan sejelas-jelasnya. Creswell (1944), Punch

(1988), Nana Sudjana dan Ibrahim (2001), mengemukakan bahwa

Penelitian kuantitatif adalah sebuah penyelidikan tentang masalah sosial

berdasarkan pada pengujian sebuah teori yang terdiri dari variabel-variabel,

diukur dengan angka, dan dianalisis dengan prosedur statistik untuk

menentukan apakah generalisasi prediktif teori tersebut benar, semnetara

Bogdan dan Taylor (1975) berpendapat bahwasanya penelitian kualitatif

juga termasuk metodologi yang dapat dimanfaatkan untuk prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Data deskriptif merupakan

data yang ditulis menggunakan kata-kata secara mendetail.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitan ini dilaksanakan di Desa Ujung Labuang, Kecamatan

Suppa Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

dilakukan secara sengaja (Purposive Sampling), dengan pertimbangan


43

bahwa di Desa Ujung Labuang tidak memiliki lahan sawah, jumlah

penduduk miskinnya sangat tinggi, dan jumlah sarana dan sarana penyedia

pangannya sangat sedikit (BPS Kabupaten Pinrang, 2020). Penelitian

dilaksanakan mulai dari bulan September 2021 sampai dengan bulan

November 2021.

C. Populasi, dan Informan

Sampel adalah sebagian dari populasi yang menjadi sumber data

sebenarnya, Arikunto berpendapat (2006: 134) jika jumlah populasi kurang

dari 100 maka untuk dijadikan sampel diambil seluruhnya, namun jika lebih

besar dari 100 maka dapat diambil 10% - 15% atau 20% - 25% atau lebih.

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk dengan

tingkat kesejahteraan terendah di Ujung Labuang yang berjumlah 161

orang (Dinas Sosial Kabupaten Pinrang, 2020) yang terindikasi rawan

pangan. Dari jumlah tersebut diambil 20% dari populasi, sehingga sampel

berjumlah 32 orang. Selain itu, dipilih informan kunci sebanyak 7 orang

diluar dari sampel yaitu 1 orang aparat Kecamatan Suppa, 1 orang

penyuluh pertanian yang bertugas di Desa Ujung Labuang, dan 1 orang

tokoh masyarakat, serta 3 orang penduduk Desa Ujung Labuang yang

terindikasi mengalami rawan pangan dengan mengacu pada tingkat

kesejahteraa kehidupan rumah tangganya. Penentuan jumlah informan

diambil dari 50% jumlah sampel, sementara penentuan informan

berdasarkan seberapa pahamnya mereka terhadap kondisi wilayah

penelitian, serta seberapa besar dampak yang mereka rasakan terkait

permasalahan kerawanan pangan. Informan yang digunakan dalam


44

penelitian ini sebagai penguat dan penyedia data-data yang tidak

didapatkan atau tidak tersedia di instansi terkait.

D. Metode Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden,

sementara data sekunder diperoleh dari instansi terkait sebagai penguat

dan penyempurna data primer.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Data Primer

Sumber data primer berasal dari hasil wawancara dengan responden

sebanyak 32 orang dan 16 informan yang berasal dari Desa Ujung

Labuang dengan menggunakan kuisioner.

b. Data Sekunder

Sumber data sekunder didapatkan dari hasil penelitian terdahulu, jurnal

ilmiah, internet, dan literatur dari instansi/lembaga penyedia data seperti

BPS Provinsi/Kabupaten Pinrang, Dinas Sosial Provinsi/Kabupaten

Pinrang, Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten Pinrang, Dinas yang

menangani pertanian Provinsi/Kabupaten Pinrang, Dinas yang menangani

ketahanan pangan Provinsi/Kabupaten Pinrang, Kantor Kecamatan Suppa,

dan sumber-sumber data lain yang dianggap relevan dan sudah terpublish.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan sebuah metode atau teknik

yang digunakan dalam pengumpulan data yang akan diteliti. Teknik


45

pengumpulan data sanagat memerlukan langkah-langkah yang trategis dan

sistimatis untuk mendapatkan data yang valid yang sesuai dengan fakta

empiris dilapangan. Menurut sugiyono (2017), ada beberapa macam teknik

pengumpulan data yaitu observasi (pengamatan), kuisioner/angket,

wawancara, dan dokumen. Dalam penelitian teknik yang digunakan adalah

kuisioner, wawancara, dan dokumen.

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian.

Untuk mempertegas variabel dan istilah-istilah yang terdapat dalam

penelitian ini, maka dibuat konsep dan batasan operasional sebagai berikut:

1. Kerawanan Pangan (Y).

dalam penelitian ini, adalah kondisi dimana responden yang menjadi

objek penelitian merasa tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, terjangkau serta

tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya. Kerawanan

pangan yang ingin diketahui dalam penelitian adalah faktor-faktor

penyebab terjadinya kerawanan pangan di Desa Ujung Labuang

Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang.

2. Luas Lahan Pertanian Yang Digarap (X1), yang dimaksud dalam

penelitian ini, adalah seberapa luas lahan pertanian yang digarap oleh

responden. Mengingat wilayah Desa Ujung Labuang merupakan wilayah

pesisir, maka lahan pertanian dalam penelitian ini adalah lahan

pekarangan yang digunakan untuk menanam sayuran, buah-buahan,

peternakan, dan perikanan, serta pangan lokal untuk kebutuhan

konsumsi rumah tangganya sehari-hari. Luas lahan pertanian yang


46

digarap digunakan sebagai salah satu indikator dalam aspek

ketersediaan pangan karena lahan pertanian memiliki korelasi yang

positif terhadap tingkat ketersediaan pangan dengan mempengaruhi

kapasitas produksi pangan. Luas lahan pertanian dapat mengacu pada

luasan tanam di wilayah tersebut. Oleh sebab itu, semakin tinggi luas

lahan pertanian yang digarap maka diasumsikan ketersediaan pangan

untuk memenuhi kebutuhan penduduk juga akan semakin baik, begitu

pula sebaliknya.

3. Jumlah Sarana dan Prasarana Penyedia Pangan (X2), yang dimaksud

dalam penelitian ini jumlah sarana penyedia pangan yang berada dilokasi

penelitian. Sarana dan prasarana penyedia pangan terdiri dari

toko/warung yang menjual bahan pangan, kedai/kios yang menjual

makan siap saji, mini market/super maket, dan pasar. Sarana penyedia

pangan diasumsikan sebagai tempat penyimpan pangan (stok pangan)

yang diperoleh dari petani sebagai produsen pangan maupun dari luar

wilayah, yang selanjutnya disediakan bagi masyarakat untuk konsumsi.

Oleh karena itu, semakin banyak sarana dan prasarana penyedia

pangan di Desa maka diasumsikan semakin baik tingkat ketersediaan

pangan di Desa tersebut.

4. Tingkat Kondisi Sarana Trasportasi Yang Digunakan Dalam

Penyediaan dan Penyaluran pangan (X3), yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah kondisi akses penghubung (kondisi jalan) yang

memadai baik melalui darat, atau air dengan kriteria: (1) Baik; (2) Rusak

ringan; dan (3) rusak berat.


47

Terdapat hubungan antara infrastruktur dan kondisi sosial ekonomi

dengan ketahanan pangan karena masyarakat yang tinggal di wilayah

terisolir atau terpencil tanpa sarana penghubung yang memadai dapat

menimbulkan “kemiskinan lokal” karena mereka kurang memiliki akses

ke pelayanan jasa secara maksimal, termasuk dalam memperoleh

pangan..

5. Tingkat Pendapatan Kepala Rumah Tangga (X4). Pendapatan rumah

tangga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendapatan atau upah

kerja yang diterima oleh semua anggota keluarga yang bekerja selama

sebulan. Dalam pengolahan data, pendapatan rumah tangga dibagi

kedalam 3 tingkatan mulai dari pendapatan Rp. 500.000/bulan sampai

kepada pendapatan > Rp. 1.000.000,-. Diasumsikan bahwa makin tinggi

pendapatan rumah tangga, maka rumah tangga tersebut tidak rawan

pangan karena dapat memenuhi kebutuhn dasarnya.

6. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Untuk Pangan (X5),

Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat

memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Semakin

tinggi pendapatan suatu rumah tangga, maka porsi pengeluaran akan

bergeser dari pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran bukan

makanan. Pergeseran pola pengeluaran terjadi karena elastisitas

permintaan terhadap makanan pada umumnya rendah, sebaliknya

elastisitas permintaan terhadap barang bukan makanan pada umumnya

tinggi. Pangsa pengeluaran pangan merupakan salah satu indikator

ketahanan pangan, makin besar pangsa pengeluaran untuk pangan

berarti ketahanan pangan semakin berkurang. Makin tinggi


48

kesejahteraan masyarakat suatu negara pangsa pengeluaran pangan

penduduknya semakin kecil, demikian sebaliknya.

Apabila distribusi pengeluaran untuk pangan lebih besar dari total

pengeluaran maka distribusi pengeluaran rumah tangga tersebut

dikategorikan buruk. Dalam peneltian ini pengeluaran pangan didasari

dari total pengeluaran pangan mulai dari Rp. 500.000,- sampai > Rp.

1.000.000 dari total pendapatan perbulan kepala rumah tangga.

F. Teknik Analisa Data

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka untuk menjawab

hipotesis dilakukan analisis. Analisis ini untuk menjawab hipotesis terkait

permasalahan faktor-faktor penyebab kerawanan pangan di Desa Ujung

labuang. Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis regresi linear berganda dengan rumus :

Y = a0 + a1X1 + a2X2 + a3X3 + a4X4 + a5X5 + µ

Dimana :

Y = Kerawanan Pangan

a0 = Intercept, merupakan besaran parameter

X1 = Luas Lahan Pertanian Yang di Garap

X2 = Jumlah Sarana dan Prasarana Penyedia Pangan

X3 = Tingkat Kondisi Sarana Trasportasi Dalam Melakukan Penyediaan

dan Penyaluran Pangan

X4 = Tingkat Pendapatan Rumah Tangga

X5 = Tingkat Pengeluaran Pangan Rumah Tangga

a1,a2..= Koefisien Regresi

µ = Kesalahan Pengganggu
49

Pengujian hipotesis model yang dianalisis merupakan pengujian

terhadap hipotesis–hipotesis yang dilakukan. Hal ini bertujuan untuk

melihat nyata tidaknya pengaruh variabel yang dipilih terhadap variabel-

variabel yang diteliti. Berdasarkan analisis regresi linier berganda, maka

pengujian-pengujian tersebut mencakup sebagai berikut :

Uji F digunakan untuk menguji pengaruh secara simultan/

serempak variabel bebas terhadap variabel terikat. Jika variabel bebas

memiliki pengaruh secara simultan terhadap variabel tergantung maka

model persamaan regresi tersebut masuk ke dalam kriteria cocok atau fit.

Taraf singnifikasi (α) yang digunakan dalam ilmu sosial adalah 0,05. Untuk

menguji pengaruh variabel bebas secara serempak terhadap variabel

terikat, digunakan uji F dengan kriteria uji sebagai berikut:

R2 / k
Fhit = ...............................(Sudjana, 1992)
(l + r) / (n-k-l)

Keterangan =

R2 = Koefisien Determinasi

n = Jumlah Sampel

k = Derajat Bebas Pembilang

n-k-l = Derajat Bebas Penyebut

Jika Fhit> Ftabel maka Tolak Ho atau Terima H1

Jika Fhit< Ftabel maka Terima Ho atau Tolak H1

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas

yang dimasukan kedalam model secara parsial berpengaruh nyata

terhadap variabel terikat. Uji t dimasukan untuk mengetahui tingkat


50

signifikasi statistik koefisien regresi secara parsial. Taraf signifikasi (α) yang

digunakan dalam ilmu sosial adalah 0,05. Untuk menguji pengaruh variabel

bebas secara parsial terhadap variabel terikat, uji t dengan kriteria uji

sebagai berikut: Untuk menguji secara parsial digunakan Uji t dengan

rumus sebagai berikut :

th = bi / Sbi

bi= Koefisien Regresi

Jika th < ttabel maka Ho diterima dan H1 ditolak

Jika th > ttabel maka Ho ditolak dan H1 diterima


BAB IV
DESKRIPSI LOKASI, HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Desa Ujung Labuangmasuk wilayah KecamatanSuppa dengan

Luas wilayah Desa Ujung Labuang 227 Ha. Namun dari keluasan wilayah

yang begiti potensial saat ini masih banyak sumber daya alam yang

berpotensial belum digali saat ini.Letak geografis Desa Ujung Labuang

berada di wilayah Kabupaten Pinrang .

Jarak tempuh ke Ibu Kota Kecamatan kurang lebih 17 kilo meter,

dan jarak antara Desa Ujung Labuang dari ibu kota kabupaten ±39 km

dengan londisi jalan raya sebagian sudah bagus karena telah di perbaiki

sedangkan jalan lingkungan Desa Ujung labuang sebagian masih rusak

berat dan ada juga dibeberapa tempat sudah ada yang di bangun rabat

Beton namun belum mampu menjangkau dari seluruh wilayah Desa

sehingga masyarakat masih kesulitan dalam mengangkut hasil

pertanian.jarak tempuh ke Ibu Kota Kabupaten Pinrang sejauh 33 Kilo

meter.

Tabel 2. Jarak Tempuh dan Waktu Yang Dibutuhkan

MOBILITAS WAKTU
Jarak ke ibu kota kecamatan 17 Km
Lama jarak tempuh ke ibu kota kecamatan dengan kendaraan
30 Menit
bermotor
Lama jarak tempuh ke ibu kota kecamatan dengan berjalan kaki atau
2,00 Jam
non kendaraan bermotor
Kendaraan umum ke ibu kota kecamatan Mobil/Motor
Jarak ke ibu kota kapupaten/kota 33 Km
52

MOBILITAS WAKTU
Lama jarak tempuh ibu kota kapupaten/kota dengan kendaraan
1,00 Jam
bermotor
Lama jarak tempuh ke ibu kota kapupaten/kota dengan berjalan kaki
5,00 Jam
atau non kendaraan bermotor
Kendaraan umum ke ibu kota kabupaten/kota 3 Unit
Jarak ke ibu kota provinsi 173 Km
Lama jarak tempuh ke ibu kota provinsi dengan kendaraan bermotor 3,00 Jam
Lama jarak tempuh ke ibu kota provinsi dengan berjalan kaki atau
0,00 Jam
non kendaraan bermotor
Kendaraan umum ke ibu kota provinsi 3. Unit
Sumber : Data Sekunder LPPD Desa Ujung Labuang, 2020

Desa Ujung Labuang Kecamatan Suppa terletak didaerah yang

strategis karena letaknya yang berada di ujung pulau yang bersebelahan

dengan Kota Pare-Pare. Akses menuju daerah ini boleh dikata masih

kurang baik, meski jalanan beraspal namun hampir semuanya sudah rusak,

tapi daerah ini masih muda diakses baik dengan kendaraan bermotor,

angkutan umum maupun dengan perahu kapal. Batas-batas wilayah Desa

Ujung Labuang Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang sebagai berikut :

Tabel 3. Batas Wilayah Desa Ujung Labuang

Kabupaten/
Batas Desa/Kelurahan Kecamatan
Kota
Sebelah utara Teluk Parepare Parepare Pare-pare

Sebelah Selatan Desa Lero Suppa Pinrang

Sebelah timur Teluk Parepare Parepare Pare-Pare

Sebelah barat Desa Wiring tasi /Desa Lero Suppa Pinrang

Sumber : Data Sekunder LPPD Desa Ujung Labuang, 2020

Desa Ujung Labuang mempunyai kontur permukaan tanah datar

dengan ketinggian dari permukaan laut antara 0 – 2 meter. Pasang surut


53

kawasan ini mempunyai sifat harian tunggal dan kisaran antara surut

tertinggi dan terendah adalah 1,2 meter dan gerakan periodic ini walaupun

kecil tetap berpengaruh pada kondisi pantai kawasan ini. Arus laut pada

daerah ini berkecepatan 1,5 knot dengan ketinggian gelombang antara 0 –

1 meter , jika terjadi angina kuat gelombang dapat mencapai 1,5 sampai 2

meter.

Tabel 4. Iklim dan Kelembaban di Desa Ujung Labuang Tahun 2020

Curah hujan 23,0 mm


Jumlah bulan hujan 4 bulan
Kelembapan 0,00
Suhu rata-rata harian 29,00 Oc
Tinggi tempat dari permukaan laut 2 meter
Sumber : Data Sekunder LPPD Desa Ujung Labuang, 2020

Secara administrasi Desa Ujung Labuang terdiri dari 2 Dusun dan

4 Rukun Tetangga, nama dusun di Desa Ujung Labuang yaitu Dusun Kassi

Pute, dan Dusun Tanah Millie.

Tabel 5. Jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga Tahun 2020

KEPALA KELUARGA
JENIS KELAMIN
DUSUN (KK)
LK PR TOTAL LK PR TOTAL

Dusun Kassipute 1.176 1.106 2.282 520 76 596


Dusun Tanahmilie 116 114 230 52 14 66
Jumlah 1.292 1.220 2.512 572 90 662
Sumber : Data Sekunder LPPD Desa Ujung Labuang, 2020

Berdasarkan tabel 5 diatas, terlihat bahwa Jumlah penduduk Dusun

Kassipute lebih banyak dibandingkan dengan Dusun Tanahmilie. Jumlah

penduduk Desa Ujung Labuang didominasi oleh jenis kelamin laki-laki


54

dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 1,06 % dengan laju

pertumbuhan penduduk sebanyak 15,33% dan tingkat kepadatan

penduduk tahun 2020 sebanyak 1.016 Km (BPS Kabupaten Pinrang, 2021).

B. Identitas Responden

Dalam penelitian ini terdapat 32 responden yang merupakan masyarakat

Desa Ujung Labuang. Dari identitas responden tersebut dapat dilihat dari

segi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.

1. Jenis Kelamin

Jenis kelamin responden sebagian besar didominasi oleh jenis

kelamin perempun dengan jumlah responden perempuan sebanyak 17

orang sementara laki-laki sebanyak 14 orang. hal ini disebabkan karena

masih banyak laki-laki yang belum kembali dari melaut.

2. Usia Responden

Umur/usia merupakan salah satu faktor yang dapat memberikan

gambaran tentang cara pandang seseorang. Diasumsikan bahwa semakin

dewasa umur seseorang maka semakin bijak ia menyikapi atau merespon

sesuatu. Oleh sebab itu, berikut disajikan responden berdasarkan Usia :

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Kelompok Usia Frekwensi Persentase


(Tahun) (Orang) (%)
22 – 25 3 9,38

26 – 30 10 31,25

31 – 35 12 37,50

36 – 40 7 21,88

Jumlah 32 100
Sumber : Hasil olahan data primer, 2021
55

Tabel 6 menunjukkan bahwa frekwensi terbanyak berada pada usia

31-35 tahun dengan jumlah responden sebanyak 12 orang (37,50%),

disusul usia 26-30 tahun dengan frekwesi responden sebanyak 10 orang

(31,25%), selanjutnya usia 31-35 tahun dengan frekwensi responden

sebanyak 7 orang (21,88%), dan yang terakhir adalah usia 22-25 dengan

frekwensi responden sebanyak 3 orang (9,38%), sedangkan usia diatas 40

tahun tidak ada responden.

3. Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan

Pendidikan orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan

anak. Semua orangtua sangat menginginkan anaknya menjadi orang yang

sukses dalam pendidikan maupun karirnya, sehingga masa yang akan

datang mereka dapat memperbaiki kualitas hidupnya menjadi lebih baik dari

sebelumnya. Tinggi rendahnya pendidikan seseorang terkadang sangat

mempengaruhi pola pemikiran seseorang. Cara menyikapi sebuah masalah

antara orang yang berpendidikan tinggi jelas terlihat perbedaanya

dibanding orang yang berpendidikannya rendah, terkadang orang yang

berpendidikan tinggi dalam memutuskan masalah lebih bijak dan lebih

mempertimbangkan masa depan, dibandingkan dengan yang

berpendidikan rendah. Dari hasil penelitian ini tingkat pendidikan responden

adalah sebaagai berikut :

Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Frekwensi Persentase


Responden (Orang) (%)

Tamat SD/Sederajat 7 21,88

Tamat SMP/Sederajat 22 68,75


56

Tingkat Pendidikan Frekwensi Persentase


Responden (Orang) (%)
Tamat SMU/Sederajat 2 6,25

Jumlah 32 100
Sumber : Hasil olahan data primer, 2021

Tabel 7 menunjukkan bahwa frekwensi pendidikan terbanyak

berada pada jenjang tamatan SMP/Sederajat dengan nilai frekwensi

sebesar 22 orang (68,75%), disusul tamatan SD/Sederajat sebanyak 7

orang (21,88%), dan terakhir tamatan SMA/Sederajat sebanyak 2 orang

(6,25%). jika melihat kondisi ini, maka rata-rata pendidikan responden

adalah tamatan SMP/sederajat (68,75%), sedangkan SD dan SMA hanya

sebanyak 9 orang (31,25%).

Jenis pekerjaan yang dikeluti oleh responden sebahagian besar

bermata pencaharian nelayan dan petani bagi responden laki-laki,

sementara untuk responden perempuan semuanya bermata pencaharian

sebagai ibu rumah tangga..

Tabel 8. Jenis Pekerjaan Berdasarkan Jenis Kelamin

JENIS PEKERJAAN LAKI-LAKI PEREMPUAN

Nelayan 872 Orang 0 Orang

Petani / Pekebun 30 Orang 3 Orang

Pegawai Negeri Sipil 1 Orang 4 Orang

Pengrajin indusri rumah tangga 0 Orang 2 Orang

Pedagang keliling 0 Orang 0 Orang

Peternak 0 Orang 5 Orang

Montir 0 Orang 0 Orang


57

JENIS PEKERJAAN LAKI-LAKI PEREMPUAN

Dokter Swasta 0 Orang 0 Orang

TNI 1 Orang 0 Orang

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 1 Orang 0 Orang

Pengusaha kecil dan menengah 30 Orang 0 Orang

Dukun Kampung Terlatih 0 Orang 0 Orang

Wiraswasta 60 Orang 13 Orang

Sumber : Data Sekunder LPPD Desa Ujung Labuang, 2020

Tabel 8, memperlihatkan bahwa jenis pekerjaan yang tertinggi di Desa

Ujung Labuang didominasi oleh nelayan dengan jumlah tenaga kerja

sebanyak 872 orang, disusul wiraswata sebanyak 60 orang, sementara

untuk sektor peranian/perkebunan hanya sebanyak 30 orang, hal ini

disebabkan karena wilayah Desa Ujung Labuang berada di pesisir pantai.

C. Kajian Penelitian

Kerawanan pangan sendiri merupakan isu multidimensional yang

memerlukan berbagai analisis dari berbagai parameter, tidak hanya dari

segi produksi dan ketersediaan pangan saja, tetapi juga melihat dari segi

parameter aspek akses pangan, dan aspek pemanfaatan pangan.

Sekian banyak penelitian tentang kerawanan pangan di

Indonesia, hampir semua menyimpulkan bahwa faktor-faktor utama yang

mempengaruhi kerawanan pangan disebabkan karenan faktor luas lahan

pertanian yang semakin berkurang akibat alih fungsi lahan pertanian ke

sektor perumahan dan industri sehingga mempengaruhi produksi pangan

pokok, faktor kemiskinan, faktor akses sarana transportasi yang kurang


58

memadai untuk memperoleh akses pangan yang cepat, faktor tingkat

pengeluaran rumah tangga terhadap pangan, faktor tingkat pendapatan

rumah tangga, faktor kecukupan gizi yang masih tergolong minim, tingkat

pendidikan ibu rumah tangga, faktor tenaga kesehatan yang minim. Dengan

kata lain faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingginya tingat

kerawanan pangan di Indonesia disebabkan karena faktor aspek

ketersediaan pangan, aspek akses pangan, dan aspek pemanfaatan

pangan.

Penelitian ini, akan dikaji faktor penyebab terjadinya kerawanan

pangan di Desa Ujung Labuang Kecamatan Suppa, dengan membagi 5

indikator individu kedalam masing-masing aspek ketahanan pangan yaitu

indikator luas lahan pertanian yang digarap, jumlah sarana dan prasarana

penyedian pangan (aspek ketersediaan pangan), indikator tingkat kondisi

sarana trasportasi (aspek akses pangan), indikator tingkat pendapatan

rumah tangga dan proporsi pengeluaran rumah tangga terhadap pangan

(aspek pemanfaatan pangan). Dengan memasukkan indikator-indikator

proxy kedalam tiga aspek ketahanan pangan, diharapkan nantinya akan

dihasilkan suatu hasil penelitian terkait permasalahan faktor-faktor apa saja

yang mempengaruhi kerawanan pangan di Desa Ujung Labuang

Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang, dan solusi pemecahannya untuk

dijadikan bahan informasi bagi pengambil kebijakan dalam melakukan

intervensi penanganan kerawanan pangan yang lebih terfokus, terarah,

efektif dan efisien.

Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan gabungan indikator Provinsi dan indikator Kabupaten/Kota yang


59

ditetapkan oleh Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian tahun

2020. Perlu disampaikan bahwa indikator Provinsi yang sebaran

analisisnya adalah tingkat Kecamatan yang menggunakan 9 indikator,

sementara untuk indikator Kabupaten/Kota sebaran analisisnya adalah

tingkat Desa/Kelurahan yang menggunakan 6 indikator (BKP Kementan,

2021). Dalam analisis FSVA, terdapat persamaan dan perbedaan indikator,

oleh sebab itu penggabungan indikator dalam penelitian ini, bertujuan

untuk melihat secara jelas apakah indikator Provinsi juga berpengaruh

terhadap situasi kerawanan pangan yang ada di Kabupaten/Kota ataukah

tidak berpengaruh.

D. Hasil Analisis dan Deskriptif Pembahasan Hasil

1. Hasil Analisis

a. Analisis Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Terjadinya

Kerawanan Pangan

Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh variabel bebas/independen terhadap variabel terikat/dependen,

baik secara bersama-sama (simultan) maupun secara parsial. Dalam

penelitian ini, Kerawanan Pangan merupakan variabel terikat (Y),

sedangkan variabel bebas pada faktor yang mempengaruhi terdiri dari 5

variabel yaitu luas lahan pertanian yang digarap (X1), jumlah sarana dan

prasarana penyedia pangan (X2), tingkat kondisi sarana trasportasi yang

digunakan dalam penyediaan dan penyaluran pangan (X3), tingkat

pendapatan rumah tangga (X4), dan proporsi pengeluaran rumah tangga

untuk pangan (X5). Hasil analisis regresi linier berganda sebagai berikut:
60

b. Koefisien Determinasi (R2)

Tabel 9. Hasil Koefisien Determinasi Analisis Regresi Linier

Std.Berganda
Error Change Statistics
Adjusted
Model R R Square of the
R Square R Square Sig. F
Estimate F Change df1 df2
Change Change
1 0.320 0.802 -0.069 0.66658 0.102 0.703 4 10 0.001

Sumber : Data Primer Diolah, 2021

Hasil estimasi menunjukkan nilai koefisien determinasi R2 sebesar

0.802. Koefisien determinasi tersebut menunjukkan bahwa 80,2 % variabel

terikat yaitu kerawanan pangan dapat dijelaskan oleh variabel-variabel

bebas yaitu luas lahan pertanian yang digarap (X1), jumlah sarana dan

prasarana penyedia pangan (X2), tingkat kondisi sarana trasportasi yang

digunakan dalam penyediaan dan penyaluran pangan (X3), tingkat

pendapatan rumah tangga (X4), dan proporsi pengeluaran rumah tangga

untuk pangan (X5), sedangkan sisanya 19,8 % dipengaruhi oleh variabel

bebas lainnya yang tidak dimasukkan ke dalam model diantaranya adalah

jumlah rumah tangga tanpa akses air bersih, jumlah rumah tangga tanpa

akses penenrangan yang memadai, jumlah penduduk miskin, jumlah angka

kesakitan (morbidytas), dan lain-lain

c. Uji F (Simultan)

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel luas lahan

pertanian yang digarap (X1), jumlah sarana dan prasarana penyedia

pangan (X2), tingkat kondisi sarana trasportasi yang digunakan dalam

penyediaan dan penyaluran pangan (X3), tingkat pendapatan rumah tangga

(X4), dan proporsi pengeluaran rumah tangga untuk pangan (X5) terhadap
61

tingkat kerawanan pangan. Adapun taraf signifikansi pengujian hipotesis

yaitu taraf signifikansi < α = 0,05, maka terdapat pengaruh yang signifikan

secara simultan antara variabel bebas luas lahan pertanian yang digarap

(X1), jumlah sarana dan prasarana penyedia pangan (X2), dan tingkat

pendapatan rumah tangga (X4), dengan variabel terikat (Kerawanan

Pangan) dan nilai taraf signifikansi > α = 0,05, maka tidak terdapat pengaruh

yang signifikan secara simultan antara variabel bebas tingkat kondisi

sarana trasportasi yang digunakan dalam penyediaan dan penyaluran

pangan (X3), dan proporsi pengeluaran rumah tangga untuk pangan (X5)

dengan variabel terikat (Kerawanan Pangan). Hasil Uji F disajikan pada

Tabel 10 berikut :

Tabel 10. Hasil Uji F-Statistik Analisis Regresi Linier Berganda

df SS MS F Significance
F
Regressio 5 1.3223576 0.264472 0.595210969 0.003786968
Residual 26 11.5536424 0.444332
Total 31 12.875
Sumber : Data Primer Diolah, 2021

Hasil estimasi menunjukkan bahwa tingkat signifikansi F adalah

sebesar 0.003 < 0.05 dengan menggunakan taraf α= 5 %, maka dapat

disimpulkan bahwa variabel bebas yaitu luas lahan pertanian yang digarap

(X1), jumlah sarana dan prasarana penyedia pangan (X2), tingkat kondisi

sarana trasportasi yang digunakan dalam penyediaan dan penyaluran

pangan (X3), tingkat pendapatan rumah tangga (X4), dan proporsi

pengeluaran rumah tangga untuk pangan (X5) secara bersama-sama

berpengaruh nyata terhadap kerawanan pangan di lokasi penelitian.


62

d. Uji t (Parsial)

Tabel 11. Hasil Uji t-Statistik Analisis Regresi Linier Berganda

Standardized
Unstandardized Coefficients
Model Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
Constant 1.925323093 0.796928322 0.423 2.41593 0,028
X1 (Luas Lahan Pertanian) 0.12213385 0.177271544 0.618 0.688965 0,001
X2 (Jumlah sarana dan Prasarana) 0.132531849 0.196836419 0.221 0.67331 0,043
1
X3 (Tingkat Kondisi Sarana Transportasi) -0.18453267 0.19897282 -0.242 -0.92743 0,524
X4 (Tingkat Pendapatan Rumah Tangga) 0.178992577 0.223325539 0.128 0.801487 0,021
X5 (Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga) -0.30416651 0.290800014 -0.634 -1.04596 0,102

Sumber : Data Primer Diolah, 2021

Berdasarkan hasil estimasi SPSS pada tabel 7, maka persamaan

regresi dapat dirumuskan sebagai berikut :

Y = 1.925323093 + 0.12213385X1 + 0.132531849X2 – 0.18453267X3 +

0.178992577X4 – 0.30415551X5 + µ

Konstanta sebesar 1.925323093 menyatakan bahwa jika variabel

bebas yaitu luas lahan pertanian yang digarap (X1), jumlah sarana dan

prasarana penyedia pangan (X2), tingkat kondisi sarana trasportasi yang

digunakan dalam penyediaan dan penyaluran pangan (X3), tingkat

pendapatan rumah tangga (X4), dan proporsi pengeluaran rumah tangga

untuk pangan (X5) sama dengan nol, maka kerawanan pangan adalah

sebesar 0.

2. Deskriptif Pembahasan Hasil

a. Hasil Analisis Luas Lahan Pertanian Yang Digarap (X1)

Koefisien regresi luas lahan pertanian yang digarap (X1) bernilai

0.12213385, artinya setiap luas panen naik sebesar 1 m, maka akan

meningkatkan ketahanan pangan. Nilai signifikansi-t (X1) 0,001< 0,05,


63

maka Ho ditolak dan H1 diterima, yang artinya variabel luas lahan pertanian

yang digarap secara parsial berpengaruh nyata terhadap kerawanan

pangan di lokasi penelitian.

Berdasarkan hasil wawancara kami dengan salah seorang

informan (PP) terkait luas lahan pertanian yang digarap menuturkan bahwa:

“Di Ujung Labuang tidak punya lahan sawah karena semuanya


bermata pencaharian sebagai nelayan. untuk lahan pertanian
ibu-ibunya menanam sayur, buah-buahan dipekarangan masing-
masing untuk dimasak dan dimakan dengan nasi dan ikang”.
(Hasil wawancara, Oktober 2021 pukul 10.00 wita).

Pernyataan ini diperkuat oleh informan lain (TM) yang mengatakan bahwa:

“Kalau lahan sawah disini tidak ada yang ada laut, untuk
mendapatkan beras, penduduk disini membeli dipasar atau
diwarung, atau biasa dia mengganti ikan yang dia tangkap
dengan beras”. (Hasil wawancara, Oktober 2021 11.30 wita)”.

Informasi ini diperkuat dengan data sekunder yang diperoleh dari Kantor

Desa Ujung Labuang yang menunjukkan bahwa, terdapat 36,30 Ha/m 2 luas

lahan pekarangan yang terdapat dipemukiman penduduk.

Tabel 12. Luas Wilayah Menurut Penggunaan


Luas pemukiman 36,30 ha/m²
Luas Persawahan -
Luas perkebunan
Luas kuburan -
Luas pekarangan 36,30 ha/m²
Luas tanaman -
Perkantoran
Luas prasarana umum lainnya 0,9 ha/m²
Total luas 2,37 ha/m²
Sumber : Data Sekunder LPPD Desa Ujung Labuang, 2020
64

Luas lahan pertanian yang digarap tidak menjadi faktor penyebab terjadinya

kerawanan pangan di Desa Ujung Labuang dengan asumsi bahwa, makin

bertambah lahan pertanian yang digarap, maka akan meningkatkan

ketahanan pangan di desa ini, dengan kata lain bahwa, kebutuhan

konsumsi untuk pangan dapat terpenuhi meskipun tidak sepenuhnya pola

makannya beragam.

b. Hasil Analisis Jumlah Sarana dan Prasarana Penyedia Pangan (X2)

Koefisien regresi jumlah sarana dan prasarana penyedia pangan

(X2) bernilai 0.132531849, artinya setiap jumlah sarana dan prasarana naik

maka akan meningkatkan tahan pangan sebesar 0.132531849. Nilai

signifikansi-t (X2) 0,043<0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima, artinya

jumlah sarana dan prasarana penyedia pangan secara parsial berpengaruh

nyata terhadap kerawanan pangan di lokasi penelitian.

Hasil wawancara kami dengan salah seorang informan (TM)

terkait Jumlah sarana dan prasarana penyedia pangan menuturkan bahwa:

“Di sini hanya sedikit warung yang jual bahan pokok, kalau
masyarakat mau membeli kebutuhan pokoknya dia harus ke desa
tetangga yang ada pasarnya”. (Hasil wawancara, Oktober 2021
pukul 11.30 wita).

Pernyataan ini informan lain (MSD) yang mengatakan bahwa :

“Memang benar kalo di Desa ini tidak masih kurang sarana dan
prasarana penyedia pangan, disini tidak ada pasar, yang ada kios
penjual bahan pokok, itupun tidak lengkap”. (Hasil wawancara,
Oktober 2021 13.30 wita).

Peryataan-peryataan tersebut diperkuat dengan informasi yang diperoleh

melalui Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (LPPD) Ujung


65

Labuang tahun 2020 yang tidak menganggarkan pegalokasian anggaran

untuk kegiatan pembangunan sarana dan parasarana penyedia pangan,

sehingga sarana dan parasarana pangan untuk menunjang ketahanan

pangan desa masih tergolong sangat kurang.

Tabel 13. Penyelenggaran Urusan Bidang Pembangunan Desa

BIDANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA 1,138,627,200


Sub Bidang Pendidikan 46,800,000
Penyelenggaraan PAUD/TK/TPA/TKA/TPQ/Madrasah
40,800,000
Non Formal Milik Desa (Honor, Pakaian dll)
Pembangunan/Rehab/Peningkatan Sarana Prasarana/Alat
6,000,000
Peraga Edukatif PAUD/TK/dll
Sub Bidang Kesehatan 29,175,800
Penyelenggaraan Posyandu (Makanan Tambahan, Kls
25,980,000
Bumil, Lansia, Insentif)
Pembangunan/ Rehab/ Peningkatan/Pengadaan Sarana/
3,195,800
Prasarana Posyandu/Polindes/PKD **
Sub Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang 873,614,300
Belanja Modal Jalan/ Prasarana Jalan Tanahmilie (3
359,584,200
Titik)
Belanja Modal Jalan/ Prasarana Jalan 377,030,000
Belanja Modal Jalan/ Prasarana Jalan 137,000,100
Sub Bidang Kawasan Permukiman 130,663,600
Belanja Modal Irigasi/Embung/Air Sungai/Drainase/Air
42,102,400
Limbali/Persampahan/dll
Belanja Modal Irigasi/Embung/Air Sungai/Drainase/Air
27,518,300
Limbali/Persampahan/dll
Belanja Modal Irigasi/Embung/Air Sungai/Drainase/Air
61,042,900
Limbali/Persampahan/dll
Sub Bidang Perhubungan, Komunikasi dan Informatika 3,500,000
Penyelenggaraan Informasi Publik Desa (Poster,
3,500,000
Baliho,dll)
Belanja Perlengkapan Cetak/Penggandaan 3,500,000
Sub Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral 54,873,500
Belanja Modal Jaringan/ Instalasi 54,873,500
Sumber : Data Sekunder LPPD Desa Ujung Labuang, 2020
66

Jika dilihat tabel 13, Pemanfaatan anggaran sarana dan prasarana milik

desa yang dipergunakan pada penyelenggaraan urusan ini adalah seluruh

sarana dan prasarana desa yang dapat menunjang dan memperlancar

kegiatan tersebut diatas, antara lain : pemanfaatan Balai/Kantor Desa

sebagai tempat pertemuan dan biasanya sekaligus memanfaatkan sebagai

sekretariat, dan beberapa alat kelengkapan lainnya, dan tidak tampak

adanya penganggaran untuk pembangunan sarana pasar baik permanen

maupun non permanen.

c. Hasil Analisis Tingkat Kondisi Sarana Trasportasi Yang Digunakan

Dalam Penyediaan Dan Penyaluran Pangan (X3)

Koefisien regresi tingkat kondisi sarana transportasi (X3) bernilai-

0.18453267, artinya setiap tingkat kondisi sarana transportasi naik, maka

akan meningkatkan ketahanan pangan. Nilai signifikansi-t (X3) 0,524 > 0,05,

maka Ho diterima dan H1 ditolak, artinya variabel tingkat kondisi sarana

transportasi secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap kerawanan

pangan di lokasi penelitian.

Hasil wawancara kami dengan salah seorang informan (MSD)

terkait Jumlah sarana dan prasarana penyedia pangan menuturkan bahwa:

“Untuk menjul hasil tangkapan ikan, jalan yang dijalani kondisinya


baik, yah...walaupun ada sebagian yang lubang-lubang tapi tidak
menjadi masalah”. (Hasil wawancara, Oktober 2021 pukul 10.30
wita).

Pernyataan ini informan lain (TM) yang mengatakan bahwa :

“Banyakji kendaraan yang dipakai untuk membeli kebutuhan


warga, apalagi hampir semua punya motor, jalan untuk ke pasar
67

tidak susahji, bisaji dilewati biar mami ada juga yang rusak tapi
tidak parahji”. (Hasil wawancara, Oktober 2021 13.30 wita).

Tabel 14. Jarak Tempuh ke Ibukota Kecamatan

MOBILITAS WAKTU
Jarak ke ibu kota kecamatan 17 Km
Lama jarak tempuh ke ibu kota kecamatan dengan kendaraan
30 Menit
bermotor
Lama jarak tempuh ke ibu kota kecamatan dengan berjalan kaki atau
2,00 Jam
non kendaraan bermotor
Kendaraan umum ke ibu kota kecamatan Mobil/Motor
Jarak ke ibu kota kapupaten/kota 33 Km
Lama jarak tempuh ibu kota kapupaten/kota dengan kendaraan
1,00 Jam
bermotor
Lama jarak tempuh ke ibu kota kapupaten/kota dengan berjalan kaki
5,00 Jam
atau non kendaraan bermotor
Kendaraan umum ke ibu kota kabupaten/kota 3 Unit
Sumber : Data Sekunder LPPD Desa Ujung Labuang, 2020

Tabel 14, menunjukkan bahwa untuk sarana transportasi yang digunakan

baik ke Ibu Kota Kecamata adalah kendaraan bermotor baik roda 4 maupun

roda 2. Jarak tempuh ke ibu kota Kecamatan hanya menempuh waktu 30

menit dengan jarak 17 Km, sementara ke ibu kota Kabupaten hanya

menempuh waktu 1 jam dengan jarak 33 Km. Hal ini menunjukkan bahwa

untuk sarana transportasi di Desa Ujung Labuang tidaklah menjadi faktor

yang mempengaruhi terjadinya kerawanan pangan, karena baik sarana

jalan maupun sarana transportasi semuanya semuannya tersedia dan

dalam kondisi baik, kecuali sarana jalan antara lorong/gang masih terdapat

jalan berlubang namun tidaklah menjadi hambatan untuk dilalui.


68

d. Hasil Analisis Tingkat Pendapatan Rumah Tangga (X4)

Koefisien tingkat pendapatan rumah tangga (X4) bernilai

0.178992577, artinya setiap tingkat pendapatan rumah tangga naik maka

akan meningkatkan ketahanan pangan. Nilai signifikansi-t (X4) 0,021 < 0,05,

maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya variabel tingkat pendapatan rumah

tangga secara parsial berpengaruh nyata terhadap kerawanan pangan di

lokasi penelitian.

Tabel 15. Tingkat Pendapatan Kepala Keluarga di Desa Ujung Labuang

Sumber : Data Primer setelah diolah, 2021.

Tabel 15 menunjukkan bahwa masih terdapat kepala keluarga

yang memiliki rata-rata penghasilan per bulan dibawah Rp. 500.000,-

sampai di bawah Rp. 2.000.000,- sebanyak 466 kepala keluarga. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat pengahasilan kepala keluarga di Desa Ujung

Labuang masih tergolong rendah dibawah UMK yang ditetapkan oleh

Pemerintah Kabupaten Pinrang tahun 2022 yaitu Rp.3.000.000,- sampai

Rp. 3.500.000,-.

Jika melihat Tabel 15, jumlah kepala keluarga yang berada di

Desa Ujung Labuang sebanyak 662 KK, dengan persentase penghasil

tertinggi berada pada kisaran angka Rp. 1.000.000,- sampai < Rp.
69

1.500.000,- sebanyak 24,62% (163 KK), disusul penghasilan tertinggi

dengan kisaran jumlah penghasil Rp. 1.500.000,- sampai < Rp. 2.000.000,-

sebanyak 20,59% (137 KK), sementara terendah berpenghasilan < Rp.

500.000,- sebanyak 6,80% (45 KK).

Hasil wawancara kami dengan salah seorang informan (MSD) terkait

penghasilan rumah tangga per bulan menuturkan bahwa :

“Tidak menentu pendapatan masyarakat disini, kan nelayanji,


kadang banyak, kadang sedikit..tergantung hasil tangkapannya”.
(Hasil wawancara, Nopembar 2021 pukul 10.00 wita).

Pernyataan ini informan lain (TM) yang mengatakan bahwa :

“Kalo masalah pendapatan tergantungji banyaknya ikan yang dia


dapat kalo turun melaut, jadi tidak menentu. kalo cukup tidaknya
pendapatan tiap bulan, pasti tidak cukup tapi kita harus syukuri
dan dicukup-cukupi mami untuk kebutuhan hidup”. (Hasil
wawancara, Nopember 2021 10.15 wita).

Berdasarkan hasil wawancara dan hasil olah data primer, maka disimpulkan

bahwa hasil Koefisien tingkat pendapatan rumah tangga X4 yang

menyatakan bahwa tingkat pendapatan rumah tangga secara parsial

berpengaruh nyata terhadap kerawanan pangan sudah sejalan dengan

fakta empiris dilokasi penelitian.

e. Hasil Analisis Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Untuk Pangan

(X5)

Koefisien proporsi pengeluaran rumah tangga untuk pangan (X5)

bernilai - 0.30416651, artinya setiap proporsi pengeluaran rumah tangga

untuk pangan naik maka akan meningkatkan kerawanan pangan. Nilai

signifikansi-t (X5) 0,102 > 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima, artinya
70

variabel proporsi pengeluaran rumah tangga untuk pangan secara parsial

tidak berpengaruh nyata terhadap kerawanan pangan di lokasi penelitian.

Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang

dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Semakin

tinggi pendapatan suatu rumah tangga, maka porsi pengeluaran akan

bergeser dari pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran bukan

makanan. Pergeseran pola pengeluaran terjadi karena elastisitas

permintaan terhadap makanan pada umumnya rendah, sebaliknya

elastisitas permintaan terhadap barang bukan makanan pada umumnya

tinggi.

Berdasarkan teori Engel menyatakan semakin tinggi tingkat

pendapatan maka persentase pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi

pangan akan mengalami penurunan. Shan (1994) menyatakan bahwa

pengeluaran pangan merupakan proksi yang baik untuk pendapatan

permanen, selain itu juga merupakan indiaktor yang penting untuk melihat

malnutrisi kronis dalam jangka panjang. Menurut Suhardjo (1996) dan

Azwar (2004) pangsa pengeluaran pangan merupakan salah satu indikator

ketahanan pangan, makin besar pangsa pengeluaran untuk pangan berarti

ketahanan pangan semakin berkurang. Makin tinggi kesejahteraan

masyarakat suatu negara pangsa pengeluaran pangan penduduknya

semakin kecil, demikian sebaliknya (Deaton dan Muellbauer 1980). Apabila

distribusi pengeluaran untuk pangan lebih besar dari 65 persen dari total

pengeluaran maka distribusi pengeluaran rumah tangga tersebut

dikategorikan buruk (BKP dan WFP 2010; WFP 2009).


71

Kerentanan pangan wilayah ditentukan oleh presentase jumlah

rumah tangga yang memiliki distribusi pengeluaran pangan terhadap total

pengeluaran pada katagori buruk (lebih dari 65 persen).

Tabel 16. Pengeluaran Rumah Tangga Terhadap Pangan per Bulan di


Desa Ujung Labuang

Sumber : Data Primer setelah diolah, 2021.

Tabel 16 menunjukka bahwa terdapat 271 KK yang menggunakan

sebahagian besar pendapatan per bulannya lebih besar untuk pangan

dibandingkan dengan pemanfaatan untuk non pangan. Rata-rata

pengeluaran pangan terbesar berada di kisaran Rp. 500.000,- sampai < Rp.

1.000.000,- dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 78 KK (28,78%),

disusul kisaran Rp. 1.000.000,- sampai < Rp. 1.500.000,- sebanyak 57 KK

(21,03%). Untuk rumah tangga yang berpenghasilan di bawah Rp.

500.000,- sampai dibawah Rp. 1.000.000,- semua penghasillanya

digunakan untuk pembelian pangan, sementara untuk rumah tangga yang

berpenghasilan diatas Rp. 1.000.000,- sebahagian menyisihkan

penghasilannya untuk non pangan atau ditabung mengantisipasi jika terjadi


72

hal-hal yang tidak diinginkan misalnya untuk biaya pengobatan dan lain-

lain.

Tabel 17. Pengeluaran Rumah Tangga Terhadap Non Pangan per


Bulan di Desa Ujung Labuang

Sumber : Data Primer setelah diolah, 2021.

Tabel 17 menunjukkan bahwa terdapat 348 rumah tangga yang tidak

menggunakan seluruh pendapatan per bulannya untuk belanja pangan.

rata-rata pengeluaran tertinggi untuk non pangan berada di kisaran antara

Rp. 500.000,- sampai di bawah Rp. 1.000.000,- dengan jumlah rumah

tangga sebanyak 106 rumah tangga (30,46%), disusul dengan pengeluaran

untuk non pangan dibawah Rp. 500.000,- sebanyak 94 rumah tangga

(27,01%).

Hasil wawancara kami dengan salah seorang informan (KKT)

terkait penghasilan rumah tangga per bulan menuturkan bahwa :

“Pengeluaran kan tergantungji pendapatan, kalo banyak yang dia


dapat biasa dia tabung untuk jaga-jaga karena ada bulan-bulan
73

tertentu nelayan tidak bisa turun melaut jadi tidak semuanya dia
belanja”. (Hasil wawancara, Nopembar 2021 pukul 10.00 wita).

Pernyataan ini informan lain (TM) yang mengatakan bahwa :

“Biasanya masyarakat di sini, untuk keperluan sehari-harinya dia


beli memangmi dalam jangka 1 minggu atau biasa 1 bulan,
seperti beras dengan gula pasir, minyak goreng, jadi
penghasilannya dia tabung atau dia pake beli keperluan lain”.
(Hasil wawancara, Nopember 2021 10.15 wita).

Jika melihat serta mendengarkan hasil pengamatan dan hasil wawancara

di lokasi penelitian, dan disandingkan dengan data primer yang diperoleh di

lapangan, dimana jumlah rumah tangga yang menggunakan sebagain

besar pendapatannya untuk pangan sebanyak 314 rumah tangga dan

ppengeluaran rumah tangga untuk non pangan sebanyak 348 rumah

tangga, maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata rumah tangga tidak

sepenuhnya menggunakan pendapatannya untuk membeli bahan pangan

tetapi juga melakukan saving berupa tabungan untuk berjaga-jaga jika

terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, mengingat rata-rata mata

pencaharian mereka adalah nelayan yang tidak setiap bulan melakukan

penangkapan ikan, tetapi ada waktu tertentu dimana mereka tidak melaut

akibat cuaca buruk. Selain itu, pendapatan yang diperoleh juga digunakan

untuk membeli perlengkapan rumah tangga dan biaya lain-lain. Hal ini

sejalan antara hasil analisi koefisien proporsi pengeluaran rumah tangga

untuk pangan (X5) yang menyatakan bahwa indikator ini tidak berpengaruh

nyata terhadap faktor penyebab kerawanan pangan, sesuai dengan fakta

empiris dilokasi penelitian.


74

f. Faktor-Faktor Penyebab Kerawanan Pangan di Desa Ujung Labuang

Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang (Y)

Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda dan didukung

pula oleh hasil wawancara penulis dengan beberapa responden dan

informan, maka penulis mengaitkannya dengan data sekunder yang

diperoleh dari berbagai instansi penyedia data sebagai berikut :

Tabel 18. Kondisi Wilayah Desa Ujung Labuang Tahun 2020.

Proporsi
Jumlah Rata-Rata
Kondisi Pengeluaran
Luas Lahan Sarana Tingkat
Sarana Rumah
Desa Pertanian Penyedia Pendapatan
Transportasi Tangga
(Ha) Pangan Rumah Tangga
Yang Dilalui Terhadap
(Unit) (Rp)
Pangan
Ujung 0,00 4 Dapat Dilalui < Rp. 500.000 – < Rp. 750.000,-
Labuang Sepanjang >Rp. 3.000.000 Tergantung
Tahun besarnya
pendapatan
Sumber : Hasil olahan data sekunder, 2021.

Tabel 18 diatas, menunjukkan bahwa apa yang telah dihasilkan

dari analisis regresi berganda terkait faktor yang berpengaruh terhadap

kerawanan pangan di Desa Ujung Labuang, sangat sesuai dengan data

yang disajikan pada tabel 18. dimana terlihat bahwa lahan pertanian

sebagai sumber memperoleh produksi pangan, tidak terdapat di Desa

Ujung Labuang, demikian pula dengan sarana dan prasarana penyedia

pangan juga sangat sedikit sehingga tidak dapat melayani 2.512 jiwa

penduduk atau 662 rumah tangga yang berada di Desa Ujung Labuang,

dengan kata lain bahwa untuk aspek ketersediaan pangan sangat

berpengaruh terhadap kerawanan pangan di desa ini. Aspek lain yang

menjadi faktor penyebab kerawanan pangan di desa ini adalah aspek

pemanfaatan pangan, dimana pada aspek ini terdapat indikator yang


75

berpengaruh yaitu indikator tingkat pendapatan rumah tangga per bulan

yang masih rendah.

Malthus dalam bukunya principles of population berpendapat bahwa

perkembangan manusia lebih cepat dibandingkan dengan produksi hasil-

hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia, dilain pihak justru

semakin berkurang keberadaannya karena digunakan untuk membangun

perumahan, pabrik, dan infrastruktur lainnya. Lahan pertanian mempunyai

pera dan berfungsi strategis sebagai sumberdaya pokok dalam usaha

pertanian (Janiet et al.,2016; Purwangsih et.al., 2015), semakin tinggi nilai

rasio luas lahan sawah terhadap luas wilayah, maka dikategorikan bahwa

wilayah tersebut sangat tahan pangan, sementara makin rendah luas lahan

sawah terhadap luas wilayah, maka diasumsikan bahwa wilayah tersebut

sangat rentan rawan pangan.

Sarana penyedia pangan diasumsikan sebagai tempat penyimpan

pangan (stok pangan) yang diperoleh dari petani sebagai produsen pangan

maupun dari luar wilayah, yang selanjutnya disediakan bagi masyarakat

untuk konsumsi. Oleh karena itu, semakin banyak sarana dan prasarana

penyedia pangan di Desa maka diasumsikan semakin baik tingkat

ketersediaan pangan di Desa tersebu (BKP Kementan, 2020).

3. Solusi Pemecahannya

Merujuk dari hasil penelitian dan hasil analisis yang telah

dilakukan, maka diketahui bahwa dari 5 indikator yang diteliti, terdapat 3

indikator yang berpengaruh yang menjadi faktor penyebab terjadinya

kerawanan pangan di Desa Ujung Labuang yaitu : (1) luas lahan pertanian
76

yang digarap (X1), (2) jumlah sarana dan prasarana penyedia pangan (X2),

dan (3) tingkat pendapatan rumah tangga (X4). maka solusi pemecahan

yang direkomendasikan adalah :

1. Memanfaatkan lahan pekarangan sebagai lahan pertanian kedua untuk

menanam berbagai komoditi pangan lokal sebagai pengganti padi.

2. Menciptakan kegemaran atau keinginan mengkonsumsi pangan/

karbohaidrat lainnya selain beras.

3. Promosi pemanfaatan halaman rumah: pemanfaatan halaman rumah

dengan cara menanam sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan;

memelihara unggas (ayam, bebek); dan memelihara ikan.

4. Mempertahankan kondisi pasar yang menguntungkan petani tetapi

produknya terjangkau oleh konsumen, indikatornya adalah Nilai Tukar

Petani (NTP) yang di atas 100.

5. Peningkatan akses masyarakat kepada asset produktif dan kegiatan

produksi serta revitalisasi lembaga ekonomi masyarakat kecil.

6. Pemberian pelatihan padat karya dan penciptaan lapangan kerja.

7. Pemberian modal usaha bagi masyarakat yang kurang mampu.

8. Penempatan dan perluasan kesempatan kerja.


77

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hasil estimasi menunjukkan bahwa tingkat signifikansi F adalah

sebesar 0.003 < 0.05 dengan menggunakan taraf α= 5 %, maka dapat

disimpulkan bahwa variabel bebas yaitu luas lahan pertanian yang

digarap (X1), jumlah sarana dan prasarana penyedia pangan (X2),

tingkat kondisi sarana trasportasi yang digunakan dalam penyediaan

dan penyaluran pangan (X3), tingkat pendapatan rumah tangga (X4),

dan proporsi pengeluaran rumah tangga untuk pangan (X5) secara

bersama-sama berpengaruh nyata terhadap kerawanan pangan di

lokasi penelitian.

2. Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh 5 variabel terhadap tingkat

kerawanan pangan. Adapun taraf signifikansi pengujian hipotesis yaitu

taraf signifikansi < α = 0,05, maka terdapat pengaruh yang signifikan

secara simultan antara variabel bebas luas lahan pertanian yang

digarap (X1), jumlah sarana dan prasarana penyedia pangan (X2), dan

tingkat pendapatan rumah tangga (X4), dengan variabel terikat

(Kerawanan Pangan), dan nilai taraf signifikansi > α = 0,05, maka tidak

terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan antara variabel

bebas tingkat kondisi sarana trasportasi yang digunakan dalam

penyediaan dan penyaluran pangan (X3), dan proporsi pengeluaran

rumah tangga untuk pangan (X5) dengan variabel terikat (Kerawanan

Pangan).
78

3. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa Koefisien regresi

luas lahan pertanian yang digarap (X1) bernilai 0.12213385, artinya

setiap luas panen naik sebesar 1 m, maka akan meningkatkan

ketahanan pangan. Koefisien regresi jumlah sarana dan prasarana

penyedia pangan (X2) bernilai 0.132531849, artinya setiap jumlah

sarana dan prasarana naik maka akan meningkatkan tahan pangan

sebesar 0.132531849. Koefisien regresi tingkat kondisi sarana

transportasi (X3) bernilai - 0.18453267, artinya setiap tingkat kondisi

sarana transportasi naik, maka akan meningkatkan kerawanan pangan.

Koefisien tingkat pendapatan rumah tangga (X 4) bernilai 0.178992577,

artinya setiap tingkat pendapatan rumah tangga naik maka akan

meningkatkan ketahanan pangan. Koefisien proporsi pengeluaran

rumah tangga (X5) bernilai - 0.30416651, artinya setiap proporsi

pengeluaran rumah tangga naik maka akan meningkatkan kerawanan

pangan.

B. Saran

Upaya-upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan harus

ditekankan pada faktor penyebab utama kerawanan pangan. Sebagaimana

yang tertuang dalam kesimpulan diatas, saran yang direkomendasikan

dalam menangani kerawanan pangan adalah dengan; (1) Memanfaatkan

lahan pekarangan yang kosong sebagai lahan pertanian kedua untuk

menanam berbagai komoditi pangan lokal sebagai pengganti padi, (2)

Peningkatan akses masyarakat kepada asset produktif dan kegiatan

produksi serta revitalisasi lembaga ekonomi masyarakat kecil seperti

pembangunan pasar dan pemberian modal usaha bagi masyarakat pelaku


79

usaha kecil, (3) Memberikan pelatihan padat karya dan penciptaan

lapangan kerja bagi masyarakat Desa Ujung Labuang dalam rangka

peningkatan pendapatan masyarakat, dan (4) Pemberian modal usaha bagi

masyarakat yang kurang mampu terutama bagi masyarakat yang berusaha

dibidang usaha kecil.


80

DAFTAR PUSTAKA

AR. Rohmat Taufiq Hidayat, Muhammad Dito, dan Gunawan Prayitno,


2019. Hubunga Spasial Dalam Ketahanan Pangan Tingkat
Kabupaten Kota Di Provinsi Jawa Barat. Jurnal Pembangunan
Wilayah dan Perencanaan Partisipatif, Volume 14 Nomor 2
Halaman : 188-204. Departemen Of Urban Regional Planning,
Faculti Of Enggineering, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Pinrang. 2019. Kabupaten Pinrang Dalam


Angka Tahun 2019. Publish. Webside Resmi . BPS Kabupaten
Pinrang.

Badan Ketahanan Pangan, Kementan RI, 2020. Panduan Penyusunan


Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Tingkat Kabupaten/Kota.
Jakarta. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Pinrang 2020. Kabupaten Pinrang Dalam


Angka Tahun 2019. Publish. Webside Resmi. BPS Kabupaten
Pinrang.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan. 2020. Provinsi Sulawesi


Selatan Dalam Angka Tahun 2020. Publish. Webside Resmi. BPS
Provinsi Sulawesi Selatan.

Dewan Ketahanan Pangan, 2006. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan


2006-2009 (General Policy On Food Security, 2006-2009). Jurnal
Gizi dan Pangan, Juli 2006 1 (1) : 57-63.

Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Pinrang, 2020. Laporan Analisis


Penyusu Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Kabupaten
Pinrang Tahun 2020.

Edmira Rivani. 2012. Penentuan Dimensi Serta Indikator Ketahanan


Pangan di Indonesia : Kajian Ulang Metode Dewan Ketahanan
Pangan-World Food Program. Widya Riset. Vol. 15 No. 1, April
2012. Pusat Pengkajian Pegolahan Data dan Informasi Sekretariat
Jenderal DPR RI.

FAO. 1996. World Food Summit, 13-17 Nopember 1996. Volume 1, 2 dan
3. FAO, Rome

Food and Agriculture Organization of the United Nations. 1996. Rome


declaration on world food security. World Food Summit; 1996 Nov
1317; Rome, Italy. Rome (IT): Food and Agriculture Organization of
the United Nations.
81

Gita Mulya Sari. 2016. Kajian Ketahanan Pangan dan Kerawanan Pangan
di Provinsi Bengkulu. Agrisep Vol. 16 No. 1 Maret 2016 Hal : 83-90.
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas
Bengkulu.

I Gusti Ngurah Santosa, Gede Menaka Adnyana dan I Ketut Kartha Dinata,
2011. Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Terhadap Ketahanan
Beras. Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian, Urgensi
dan Strategis, Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Program
Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

Imron Rosyadi, dan Didit Purnomo. 2012. Tingkat Ketahanan Pangan


Rumah Tangga Di Desa Tertinggal. Jurnal Ekonomi Pembangunan.
Volume 13, No. 2, Desember 2012, hlm. 303-315. Fakultas
Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

I Ketut Suratha, 2014. Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap


Ketahanan Pangan. Media Komunikasi Geografi, Vol. 15 Nomor 2
Desember 2014. Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja-Bali.

Imade Yoga Prasada, Tia Alfiana Rosa, 2018. Dampak Alih Fungsi Lahan
Sawah Terhadap Ketahanan Pangan di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian vol 14, No. 3, Oktober
2018. Program Pasca Sarjana, Fakultas Pertanian Universitas
Gajah Mada.

Kartika TWW, 2015. Analisis coping strategy dan ketahanan pangan rumah
tangga petani di desa Majasih kecamatan Sliyeg Kabupaten
Indramayu. [tesis]. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga,Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lien Damaynti, 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat


Ketahanan Pangan Desa (Studi Kasus di Kabupaten malang.
Agroland 14 (3) : 217-222. Keywords : Agriculture, Food In Security
and Modeling.

Mardiana Ratna Sari. 2009. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Kerawanan


Pangan Rumah Tangga Miskin Di Desa Wiru Kecamatan Bringin
Kabupaten Semarang. (Skripsi) Jurusan Ekonomi Pembangunan,
Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang.
Mei Wulandari, 2016. Analisis Tingkat Ketahanan Pangan Terhadap
Kerawanan Pangan di Kabupaten Jombang Tahun 2015. Publikasi
Ilmiah, Fakutas Geografi Universitas Mhammadiyah Surakarta.

Nur Handayani Utami, Dwi Sisca KP. 2015. Ketahanan Pangan Rumah
Tangga Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Usia Di Bawah Dua
Tahun (Baduta) Di Kelurahan Kebon Kelapa, Kecamatan Bogor
Tengah, Jawa Barat. Gizi Indon 2015, 38 (2) : 105-114. Gizi
82

Indonesia. Journal Of The Indonesia Nutrition Association.


http://ejournal.persagi.org/go/

Nugroho Indira Hapsari, dan Iwn Rudiarto, 2017. Faktor-Faktor Yang


Mempengaruhi Kerawanan dan Ketahanan Pangan dan Impilkasi
Kebijakannya di Kabupaten Rembang. Jurnal Wilayah dan
Lingkungan, Volume 5, Nomor 2, Agustus 2017, 125-140. Dins
Pertanian dan Pangan Kabupaten Rembang Indonesia.

Purwaningsih, 2011.”Analisis Identifikasi Faktor-Faktor Yang


Mempengaruhi Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Di
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009”. Jurnal Ilmu Ekonomi dan
Pembangunan. Jurnal Ilmiah FE UNS Surakarta, Volume 11,
Nomor 1, 2011.

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2015


tentang Ketahanan Pangan dan Gizi. Kementerian Pertanian
Republik Indonesia.

Rossi Prabowo, 2010. Kebijakan Pemerintah Dalam Mewujudkan


Ketahanan Pangan Di Indonesia. Mediaagro, Vol. 6 No. 2, 2010 :
Hal 62-73. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Wahid
Hasyim Semarang.

Rudi Masniadi, Muhammad Aries Zuhri Angkasa, Elli Karmeli, Shinta


Essabella, 2020. Telaah Kritis Ketahanan Pangan Kabupaten
Sumbawa Dalam Menghadapi Pandemi Covid-19. Indonesia
Journal of Social Sciences and Humanities, Vol. 1No. 2, 2020 : 109-
120. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Universitas Samawa,
Sumbawa Besar. Fakultas Pertanian, Universitas Samawa,
Sumbawa Besar. Fakultas Teknik, Universitas Teknologi
Sumbawa, Sumbawa Besar.

Sri Pujiti, Amelia Pertiwi, Churun Cholina Silfia, Dewa Maulana Ibrahim, Siti
Hadiyati Nur Hafida. 2020. Analisis Ketersediaan, Keterjangkauan
dan Pemanfaatan Pangan Dalam Mendukung Tercapainya
Ketahanan Pangan Masyarakat di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal
Sosial Ekonomi Pertanian Volume 16, No. 2, Juni 2020. Program
Studi Geografi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tono, Bambang Juanda, Baba Barus, Drajat Martianto. 2016. Kerentanan


Tingkat Desa Di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Gizi
Pangan, November 2016, 11 (3) : 227-336. Badan Ketahanan
Pangan Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan 12550.
Deprtemen Ilmu Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor, Bogor 16680. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680.
83

Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut


Pertanian Bogor, Bogor 16680.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang


Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun1996 tentang
Pangan.
84

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Taslim, lahir di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi

Selatan pada tanggal 14 Februari 1973, anak kelima

dari tujuh bersaudara dari pasangan (Alm), Djawari dan

Rama. Penulis mulai menempuh pendidikan Sekolah

Dasar (1980-1986), Sekolah Menengah Pertama (1986-

1989), Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP-Tiga Jaya) setara Sekolah

Menengah Atas (1989-1992), dan pada tahun 2004 penulis melanjutkan

pendidikan di jenjang (S1) Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Makassar sampai tahun 2008. Pada tahun

2019 penulis melanjutkan pendidikan di jenjang (S2) dengan memilih

program studi Magister Agribisnis pada Program Pasca Sarjana Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Untuk memperoleh gelar Magister Pertanian (M.P) penulis

menulis tesis yang berjudul Analisis Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi

Terjadinya Kerawanan Pangan di Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang

Provinsi Sulawesi Selatan.


85
86

Lampiran 1. Peta Wilayah Desa Ujung Labuang Kecamatan Suppa


87

Lampiran 2. Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan, dan Pekerjaan


Responden
88

Lampiran 3. Hasil Olah Data Kuisioner Bahan Data Primer


DATA PRIMER
X3 (Tingkat X4 (Tingkat X5 (Proporsi
Y X2 (Jumlah
X1 (Luas Kondisi Pendapatan Pengeluaran
Responden (Kerawanan sarana dan
Lahan Sarana Rumah Rumah
Pangan) Prasarana)
Pertanian) Transportasi) Tangga) Tangga)

1 1 2 1 2 2 3
2 2 1 2 1 2 3
3 1 1 2 2 2 3
4 2 1 2 3 1 2
5 3 2 1 1 2 3
6 3 3 2 1 3 3
7 2 3 2 2 3 3
8 1 2 1 2 3 3
9 1 1 2 2 3 3
10 1 1 3 3 2 3
11 2 1 1 2 3 3
12 1 2 1 1 3 3
13 1 2 2 1 2 3
14 2 2 2 1 3 3
15 2 2 2 1 2 3
16 1 2 3 2 2 2
17 2 1 1 2 3 3
18 1 2 1 1 2 3
19 1 2 1 1 2 3
20 2 3 1 2 1 2
21 1 3 2 1 1 2
22 2 2 2 1 1 2
23 2 2 2 2 2 2
24 2 2 2 2 3 3
25 3 1 3 1 2 2
26 2 1 2 1 3 2
27 2 1 2 2 2 2
28 2 2 2 1 1 2
29 1 1 2 1 2 2
30 2 1 1 1 1 1

31 2 3 2 2 1 2
32 1 1 1 2 2 2

Keterangan = Luas Lahan Sarana Prasarana Tingkat Kondisi Sarana Transportasi


1=2mx 3m 1 = 1 unit 1 = Baik
2=4mx 5m 2 = 2 - 3 unit 2 = Rusak Ringan
3 = 6 m x 10 m 3 = >3 unit 3 = Rusak Berat

Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga


1 = Rp.500.000 - Rp.750.000 1 = Rp.500.000 - Rp.750.000
2 = >Rp.750.000 - Rp.1.000.000 2 = >Rp.750.000 - Rp.1.000.000
3 = >Rp.1.000.000 3 = >Rp.1.000.000
89

Lampiran 4. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda SPSS

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics
Multiple R 0.32047993
R Square 0.802707386
Adjusted R Square -0.06984889
Standard Error 0.666582628
Observations 32

ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 5 1.322357593 0.264472 0.595211 0.703786968
Residual 26 11.55264241 0.444332
Total 31 12.875

MODEL Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95%Lower 95.0%Upper 95.0%
Constant 1.925323093 0.796928322 2.41593 0.023019 0.287213466 3.563433 0.287213 3.563433
X1 (Luas Lahan Pertanian) 0.12213385 0.177271544 0.688965 0.496948 -0.242253027 0.486521 -0.24225 0.486521
X2 (Jumlah sarana dan Prasarana) 0.132531849 0.196836419 0.67331 0.506692 -0.272071204 0.537135 -0.27207 0.537135
X3 (Tingkat Kondisi Sarana Transportasi) -0.18453267 0.19897282 -0.92743 0.362235 -0.593527161 0.224462 -0.59353 0.224462
X4 (Tingkat Pendapatan Rumah Tangga) 0.178992577 0.223325539 0.801487 0.430114 -0.280059644 0.638045 -0.28006 0.638045
X5 (Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga) -0.30416651 0.290800014 -1.04596 0.305205 -0.901914498 0.293581 -0.90191 0.293581
90

Lampiran 5. Hasil Analisis Koefisien Determinasi (R2)

Std.
Change Statistics
Adjusted Error of
Model R R Square
R Square the R Square Sig. F
F Change df1 df2
Estimate Change Change
1 0.320 0.802 -0.069 0.66658 0.102 0.703 4 10 0.001
91

Lampiran 6. Hasil Analisis Uji t (Parsial)

Standardized
Unstandardized Coefficients
Coefficients
Model T Sig.
B Std. Error Beta

Constant 1.925323093 0.796928322 0.423 2.41593 0,028


X1 (Luas Lahan Pertanian) 0.12213385 0.177271544 0.618 0.688965 0,001
X2 (Jumlah sarana dan Prasarana) 0.132531849 0.196836419 0.221 0.67331 0,043
1
X3 (Tingkat Kondisi Sarana Transportasi) -0.18453267 0.19897282 -0.242 -0.92743 0,524
X4 (Tingkat Pendapatan Rumah Tangga) 0.178992577 0.223325539 0.128 0.801487 0,021
X5 (Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga) -0.30416651 0.290800014 -0.634 -1.04596 0,102
92

Lampiran 7. Kuisioner Penelitian


Nomor Responden :..................................................................................
Nama Responden :..................................................................................
Lamat Responden :..................................................................................
Usia Responden :..................................................................................
Jenis Kelamin :..................................................................................
Pekerjaan Utama :..................................................................................

1. Indikator Luas Lahan Pertanian Yang Digarap


Jawaban
No. Pertanyaan
2m x 3m 4m x 5m 6m x 10m
1. Luas lahan pertanian (pekarangan) yang digunakan untuk
berusaha tani (menanam sayuran, buah-buahan, ternak, dan
ikan
2. Indikator Jumalah Sarana dan Prasarana Penyedia Pangan
Jawaban
No. Pertanyaan
1 Unit > 3 Unit 2 – 3 Unit
1. Berapa Jumlah Sarana dan Prasarana Penyedia
Pangan (warung, toko, kedai makanan, super maket,
dan pasar) di wilayah saudara untuk dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari
3. Tingkat Kondisi Sarana Transportasi Yang Digunakan Dalam Penyediaan dan Penyaluran Pangan.
Jawaban
No. Pertanyaan Baik Rusak Rusak Berat
Ringan
1. Bagaimana Kondisi Jalan Yang Digunakan Untuk
Memenuhi Kebutuhan Penyediaan dan Penyaluran
Pangan
4. Tingkat Pendapatan Rumah Tangga.
Jawaban
No. Pertanyaan Rp.500.000 – Rp.750.000 – Rp. > Rp. 1.000.000
Rp. 750.000 1.000.000
1. Berapa Penghasilan Kepala Rumah Tangga
Setiap Bulan
5. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Untuk Pangan.
Jawaban
No. Pertanyaan Rp.500.000 – Rp.750.000 – Rp. > Rp. 1.000.000
Rp. 750.000 1.000.000
1. Dari penghasilan yang Diperoleh, berapa
jumlah yang digunakan untuk membeli
pangan
6. Tingkat Kerawanan Pangan.
Jawaban
No. Pertanyaan
Sangat Sering Sering Kadang-kadang
1. Apakah pernah mengalami permasalahan
kekurangan Pangan
93

Lampiran 9. Dokumentasi Kegiatan Wawancara di Lokasi Penelitian

Dokumentasi Saat Melakukan Wawancara dengan Salah Seorang Staf


Badan Pusat Statistik Kabupaten Pinrang

Dokumentasi Saat Melakukan Wawancara dengan Salah Seorang


Aparat Desa Ujung Labuang Kecamatan Suppa
94

Kumpulan Dokumentasi Saat Melakukan Wawancara dengan Beberapa


Orang Warga Desa Ujung Labuang Kecamatan Suppa

Dokumentasi
Saat
Melakukan
Wawancara
Dengan Salah
Seorang Tokoh
Masyarakat
Desa Ujung
Labuang

Anda mungkin juga menyukai