Anda di halaman 1dari 29

Lampiran : Keputusan Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian

Tentang : Petunjuk Teknis Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah


Nomor : 39/Kpts/RC.210/B/12/2019Kpts/OT.160/B/KPA/ /2014
Tanggal : 18 Desember 2019

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan syarat mutlak


dalam mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan
nasional. Di sisi lain, secara filosofis lahan memiliki peran dan fungsi
sentral bagi masyarakat Indonesia yang bercorak agraris karena
memiliki nilai ekonomis, nilai sosial budaya dan religius.

Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah tingginya tekanan


terhadap lahan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk
yang masih sekitar 1,49 persen per tahun, sementara luas lahan yang
ada relatif tetap, produktivitas lahan pertanian pangan mengalami
pelandaian (leveling off) serta kompetisi pemanfatan lahan untuk
pembangunan, termasuk pemekaran wilayah provinsi dan
kabupaten/kota, sehingga ketersediaan lahan untuk memenuhi
kecukupan pangan nasional semakin terancam. Selain itu, rata-rata
penguasaan lahan pertanian pangan oleh petani makin sempit
disebabkan oleh pewarisan kepemilikan lahan, terjadi juga persaingan
yang tidak seimbang dalam penggunaan lahan, terutama antara sektor
pertanian dan non-pertanian. Dalam keadaan seperti ini, apabila
paradigma dan sudut pandang para pemangku kepentingan dalam
perencanaan pemanfaatan ruang hanya terfokus pada`nilai ekonomi
sewa lahan (land rent economics), maka tidak ada`keseimbangan
pembangunan pertanian dengan pembangunan sektor lainnya.
Keadaan demikian ini akan berpengaruh terhadap penurunan daya
dukung lahan dan lingkungan. Hal itu terlihat dari makin
meningkatnya laju besaran alih fungsi lahan pertanian dari tahun ke
tahun. Alih fungsi lahan sawah menjadi lahan non pertanian dari
tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 diperkirakan seluas 110.000
(seratus sepuluh ribu) hektar/tahun (menurut PP No1 Tahun 2011).

5
Alih fungsi lahan pertanian mengakibatkan berbagai dampak langsung
dan tidak langsung serta berimplikasi serius dan berdampak negatif
terhadap produksi pangan, lingkungan dan budaya masyarakat yang
hidup di bagian hulu dan sekitar lahan yang dialihfungsikan tersebut.
Permasalahannya semakin kompleks, terutama lahan pertanian
pangan subur terdapat di Pulau Jawa yang dimanfaatkan untuk
berbagai kepentingan sektor, sementara lahan-lahan di luar Pulau
Jawa belum dimanfaatkan secara optimal untuk pertanian pangan
karena tingkat kesuburan tanah rendah dan keterbatasan
infrastruktur. Dengan demikian, alih fungsi lahan pertanian tidak
hanya menyebabkan kapasitas memproduksi pangan turun, tetapi
merupakan salah satu bentuk pemubaziran investasi, degradasi
agroekosistem, degradasi tradisi dan budaya pertanian. Secara
perlahan-lahan para pelaku usaha pertanian pangan akan
meninggalkan sektor tanaman pangan apabila tidak diimbangi dengan
pengendalian alihfungsi, pemberian insentif dan pemberdayaan
masyarakat. Oleh karena itu, penetapan lahan pertanian pangan
berkelanjutan dan pengaturan alih fungsi lahan pertanian pangan
merupakan salah satu kebijakan yang sangat strategis.

Selama ini berbagai kebijakan yang berkaitan dengan Pemetaan Alih


Fungsi Lahan Sawah pertanian, terutama lahan sawah beririgasi sudah
banyak diterbitkan berupa peraturan perundang-undangan, akan
tetapi implementasinya tidak efektif karena peraturan perundang-
undangan tersebut tidak memuat sanksi pidana. Selain itu,
Pemerintah dan pemerintah daerah tidak sungguh-sungguh untuk
melaksanakannya.

Peraturan Pemerintah ini merupakan amanat dari Pasal 26 dan Pasal


53 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan yang bertujuan untuk mewujudkan
dan menjamin tersedianya lahan pertanian pangan berkelanjutan,
mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan
nasional, meningkatkan pemberdayaan dan kesejahteraan petani,
memberikan kepastian berusaha tani dan mewujudkan keseimbangan
ekologis serta mencegah pemubaziran investasi infrastruktur pertanian.
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang penetapan lahan pertanian
pangan berkelanjutan. Perlindungan lahan pertanian pangan

6
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam penataan ruang
wilayah.

Untuk itu, perlindungan lahan pertanian pangan perlu dilakukan


dengan menetapkan kawasan-kawasan pertanian pangan yang perlu
dilindungi. Pada tahun 2019, kegiatan Fasilitasi Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan dilakukan melalui sosialisasi dan koordinasi Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2009, kajian alih fungsi lahan sawah dan
strategi pengendaliannya, penyusunan peta LP2B, serta monitoring dan
evaluasi Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah merupakan bagian yang tidak


terpisahkan dari perlindungan lahan pertanian pangan. Untuk itu,
perlu dilakukan rangkaian kegiatan yang mendukung upaya
pengendalian lahan tersebut. Pada tahun 2020, kegiatan Pemetaan Alih
Fungsi Lahan Sawah dilakukan melalui persiapan, pelaksanaan serta
monitoring dan evaluasi. Agar pelaksanaan kegiatan Pemetaan Alih
Fungsi Lahan Sawah dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan
aturan, maka disusun Petunjuk Teknis ini sebagai acuan umum bagi
aparat dan dinas baik di pusat dan daerah.

1.2. Tujuan
Tujuan kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah adalah
memfasilitasi Dinas Pertanian Kabupaten untuk melaksanakan
amanah Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah, meliputi kegiatan:
1. Sosialisasi dan koordinasi peraturan perlindungan lahan.
2. Pemetaan alih fungsi lahan sawah.
3. Monitoring dan evaluasi Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah.

1.3. Sasaran
Sasaran kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah adalah Dinas
Pertanian Kabupaten di 42 Kabupaten dan 8 Provinsi, yaitu:

7
NO Provinsi/Kabupaten NO Provinsi/Kabupaten

1 Provinsi Jawa Barat 5 Provinsi Sumatera Utara


1 Bekasi 23 Deli Serdang
2 Ciamis 24 Labuhan Batu
3 Cianjur 25 Labuhan Batu Utara
4 Kerawang 26 Langkat
5 Bogor 27 Simalungun
2 Provinsi Jawa Tengah 6 Provinsi Sumatera Selatan
6 Pati 28 Musi Banyuasin
7 Batang 29 OKI
8 Semarang 30 Banyuasin
9 Boyolali 31 OKU Timur
10 Pekalongan 32 Ogan Ilir
11 Pemalang 7 Provinsi Kalimantan Barat
12 Tegal 33 Landak
3 Provinsi Jawa Timur 34 Sambas
13 Bangkalan 35 Ketapang
14 Gresik 36 Sintang
15 Lamongan 37 Kubu raya
16 Mojokerto 8 Provinsi Kalimantan Selatan
17 Sidoarjo 38 Barito Kuala
4 Provinsi Aceh 39 Tabalong
18 Aceh Selatan 40 Tanah Laut
19 Aceh Timur 41 Tapin
20 Aceh Barat Daya 42 Balangan
21 Nagan Raya
22 Aceh Tamiang

1.4. Output
Output kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah di masing-masing
provinsi adalah sebagai berikut:
 Laporan Sosialisasi dan Koordinasi Peraturan Perlindungan Lahan
 Laporan Pemetaan Alih Fungsi Lahan, paling sedikit mencakup:
a. Peta Alih Fungsi Lahan Sawah Aktual, Black Design dan Legal
dengan skala 1: 5.000 atau 1: 10.000
b. Rekomendasi Strategis Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Sawah berdasarkan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah
 Laporan Monitoring dan Evaluasi Pemetaan Alih Fungsi Lahan
Sawah.

1.5. Ruang Lingkup


Pelaksana Kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Dinas Pertanian
Kabupaten, meliputi kegiatan:
1. Sosialisasi Dan Koordinasi Peraturan Perlindungan Lahan
2. Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah
3. Monitoring dan evaluasi Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah
8
Ruang Lingkup Petunjuk Teknis meliputi:
1) Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan, sasaran, output,
dan ruang lingkup.
2) Dasar hukum.
3) Ketentuan Perlindungan dan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah
4) Pelaksanaan kegiatan
5) Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan
6) Penutup

9
BAB II
DASAR HUKUM

Dasar hukum yang menjadi pedoman di dalam kegiatan ini disampaikan


sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan.
3. Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih
Fungsi Lahan Sawah
4. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih
Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 tentang Insentif Lahan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan
Perlindunan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional.
9. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41 Tahun 2009 tentang Petunjuk
Teknis Kriteria Kawasan Peruntukan Pertanian.
10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 7 Tahun 2012 tentang Petunjuk
Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan, dan Lahan Cadangan
Pertanian Pangan Berkelanjutan.
11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 79 Tahun 2013 tentang Pedoman
Kesesuaian Lahan pada Komoditas Tanaman Pangan.
12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 80 Tahun 2013 tentang Pedoman
Kriteria dan Tata Cara Penilaian Petani Berprestasi Tinggi pada Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan.
13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 81 Tahun 2013 tentang Petunjuk
Teknis Tata Cara Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
14. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Nomor 19 Tahun 2016
tentang Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada Wilayah
yang Belum terbentuk Rencana Tata Ruang Wilayah.
15. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Nomor 6 Tahun 2017
tentang Tata Cara Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah.

10
16. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Nomor 8 Tahun 2017
tentang Pedoman Pemberian Persetujuan Substansi Dalam Rangka
Penetapan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
17. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Nomor 1 Tahun 2018
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi,
Kabupaten/Kota.
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2017 tentang
Kebijakan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun
2018 dimana percepatan pengintegrasian KP2B dalam RTRW dan/atau
disusun dalam Perda tersendiri.
19. Surat Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
124/SR.040/M/9/2016 tanggl 13 September 2016 perihal Permohonan
Tindak Lanjut Hasil Perluasan Areal Sawah Baru.
20. Surat Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Nomor B-
11/PW.030/B/01/2017 tanggal 13 Januari 2017 perihal Program
bantuan pertanian dengan memprioritaskan pemberian bantuan kepada
petani/pemilik lahan yang telah di-LP2B-kan (tindak lanjut surat KPK RI
Nomor B-10074/01-15/12/2016 tanggal 20 Desember 2016).
21. Surat Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Nomor B-
86/RC.210/B/02/2019 tanggal 11 Februari 2019 perihal Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ditujukan kepada seluruh
Bupati/Walikota se-Indonesia beserta Kepala Dinas Pertanian TPH
Provinsi seluruh Indonesia.
22. Surat Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Nomor B-
211/SR.010/B/04/2019 tanggal 15 April 2019 perihal Persetujuan
Gubernur terkait Penyampaian Usulan Penetapan LP2B.
23. Surat Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Nomor B-
39/RC.210/B/01/2018 tanggal 17 Januari 2018 perihal Percepatan
Penetapan LP2B dalam Revisi RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota.
24. Surat Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam
Negeri RI Nomor 520/636/Bangda tanggal 5 Pebruari 2018 perihal
Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) pada Revisi
RTRW Kabupaten/Kota.
25. Surat Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor B-
10074/01-15/12/2016 tanggal 20 Desember 2016 perihal Program
bantuan pertanian dengan memprioritaskan pemberian bantuan kepada
petani/pemilik lahan yang telah di-LP2B-kan.

11
26. Surat Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor
B/10173/LIT.04/01-15/11/2019 tanggal 28 November 2019 perihal Alih
Fungsi Lahan Baku Sawah

12
BAB III
KETENTUAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN
BERKELANJUTAN (PLP2B)

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan dilakukan terhadap


Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan Cadangan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) yang berada di dalam atau di luar
kawasan pertanian pangan. Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan dilakukan dengan penetapan (1) Kawasan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (KP2B), (2) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di
dalam dan di luar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), dan (3)
Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) di dalam dan di
luar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B).

3.1. Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B)


Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah sistem
dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan,
memanfaatkan, serta membina, mengendalikan dan mengawasi lahan
pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan.

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diselenggarakan


dengan tujuan:
1. melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara
berkelanjutan;
2. menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara
berkelanjutan;
3. mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan;
4. melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani;
5. meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan
masyarakat;
6. meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani;
7. meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang
layak;
8. mempertahankan keseimbangan ekologis; dan
9. mewujudkan revitalisasi pertanian.

13
3.2. Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah proses
menetapkan lahan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
melalui tata cara yang diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan meliputi:
a) Kawasan Pertanian Pangan berkelanjutan.
b) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan
c) Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

3.3. Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah Pertanian Pangan


Berkelanjutan

a. Pengertian Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah


perubahan fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menjadi
bukan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan baik secara tetap
maupun sementara.

Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan


Berkelanjutan (LP2B) dilindungi dan dilarang dialihfungsikan. Alih
fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan hanya dapat
dilakukan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dalam rangka:
a. pengadaan tanah untuk kepentingan umum; atau
b. terjadi bencana.

Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dilakukan


dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan umum
sebagaimana dimaksud dalam terbatas pada kepentingan umum
yang meliputi:
a. jalan umum;
b. waduk;
c. bendungan;
d. irigasi;
e. saluran air minum atau air bersih;
f. drainase dan sanitasi;
g. bangunan pengairan;
h. pelabuhan;
i. bandar udara;
14
j. stasiun dan jalan kereta api;
k. terminal;
l. fasilitas keselamatan umum;
m. cagar alam; dan/atau
n. pembangkit dan jaringan listrik.

Selain kepentingan umum sebagaimana dimaksud di atas, alih


fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan juga dapat dilakukan
untuk pengadaan tanah guna kepentingan umum lainnya yang
ditentukan oleh Undang-Undang.

Rencana pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana


dimaksud harus sesuai dalam rencana tata ruang wilayah dan/atau
rencana rinci tata ruang.

b. Kriteria Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan


Kawasan yang dapat ditetapkan menjadi Kawasan Pertanian Pangan
Berkelanjutan harus memenuhi kriteria :
a. memiliki hamparan lahan dengan luasan tertentu sebagai
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau Lahan
Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan
b. menghasilkan pangan pokok dengan tingkat produksi yang
dapat memenuhi kebutuhan pangan sebagian besar
masyarakat setempat, kabupaten/kota, provinsi, dan/atau
nasional.

c. Persyaratan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan


Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dalam rangka
pengadaan tanah untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan
dengan persyaratan :
1) memiliki kajian kelayakan strategis;
2) mempunyai rencana alih fungsi lahan;
3) pembebasan kepemilikan hak atas tanah; dan
4) ketersediaan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan yang dialihfungsikan.

15
Kajian kelayakan strategis paling sedikit mencakup :
1) luas dan lokasi yang akan dialihfungsikan;
2) potensi kehilangan hasil;
3) resiko kerugian investasi; dan
4) dampak ekonomi, lingkungan, sosial, dan budaya.

Rencana alih fungsi lahan paling sedikit mencakup :


1) luas dan lokasi yang akan dialihfungsikan;
2) jadwal alih fungsi;
3) luas dan lokasi lahan pengganti;
4) jadwal penyediaan lahan pengganti; dan
5) pemanfaatan lahan pengganti.

Pembebasan kepemilikan hak atas tanah pada lahan dilakukan


dengan memberikan ganti rugi oleh pihak yang melakukan alih
fungsi. Besaran ganti rugi dilakukan oleh Penilai yang ditetapkan
oleh lembaga pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pelaksanaan pembebasan kepemilikan hak
atas tanah pada Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lahan pengganti harus memenuhi kriteria kesesuaian lahan dan


dalam kondisi siap tanam. Lahan pengganti dapat diperoleh dari :
a) pembukaan lahan baru pada Lahan Cadangan Pertanian
Pangan Berkelanjutan;
b) pengalihfungsian lahan dari bukan pertanian ke Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan terutama dari tanah terlantar
dan/atau tanah bekas kawasan hutan; atau
c) penetapan lahan pertanian pangan sebagai Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan.

d. Tata Cara Alih Fungsi LP2B


Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dalam rangka
pengadaan tanah untuk kepentingan umum atau terjadi bencana
diusulkan oleh pihak yang mengalihfungsikan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan kepada:
a) bupati/walikota dalam hal lahan yang dialihfungsikan dalam 1
(satu) kabupaten/kota;

16
b) gubernur setelah mendapat rekomendasi bupati/walikota dalam
hal lahan yang dialihfungsikan lintas kabupaten/kota dalam 1
(satu) provinsi; atau
c) Presiden setelah mendapat rekomendasi bupati/walikota dan
gubernur dalam hal lahan yang dialihfungsikan lintas provinsi.
Usulan sebagaimana dimaksud disampaikan setelah mendapat
persetujuan Menteri.

3.4. Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah Sawah Sesuai Peraturan


Presiden 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Sawah

Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah sawah merupakan salah satu


strategi peningkatan kapasitas produksi padi dalam negeri, sehingga
perlu dilakukan percepatan penetapan peta lahan sawah yang
dilindungi dan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah sebagai program
strategis nasional. Hal ini menjadi penting mengingat luas alih fungsi
lahan pangan khususnya sawah menjadi non sawah semakin
meningkat dengan pesat dari tahun ke tahun sehingga berpotensi
dapat mempengaruhi produksi padi nasional dan mengancam
ketahanan pangan nasional;

Berdasarkan Peraturan Presiden 59 Tahun 2019, pengertian alih


fungsi lahan sawah adalah perubahan lahan sawah menjadi bukan
lahan sawah baik secara tetap maupun sementara. Sementara itu,
Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah adalah serangkaian kegiatan yang
dimaksudkan untuk mengendalikan perubahan Lahan Sawah menjadi
bukan Lahan Sawah baik secara tetap maupun sementara.

a. Tujuan

Tujuan dari Peraturan Presiden 59 Tahun 2019 adalah :


1) mempcrcepat penetapan peta Lahan Sawah yang dilindungi
dalam rangka memenuhi dan menjaga ketersediaan lahan sawah
untuk mendukung kebutuhan pangan nasional;
2) mengendalikan Alih Fungsi Lahan Sawah yang semakin pesat;
3) memberdayakan petani agar tidak mengalihfungsikan Lahan
Sawah; dan
4) menyediakan data dan informasi Lahan Sawah untuk bahan
pcnetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

17
b. Penetapan Peta Lahan Sawah Dilindungi

Penetapan peta Lahan Sawah yang dilindungi dilakukan melalui:


1) verifikasi Lahan Sawah;
2) sinkronisasi hasil verifikasi Lahan Sawah; dan
3) pelaksanaan penetapan peta Lahan Sawah yang dilindungi.
Lahan sawah yang akan ditetapkan dalam peta Lahan Sawah
terseut berada di kawasan lindung atau kawasan budidaya.

Lahan Sawah yang akan ditetapkan daiam peta Lahan Sawah yang
dilindungi meliputi :
1) Lahan Sawah beririgasi meliputi Lahan Sawah:
a) Irigasi permukaaan; Lahan Sawah Irigasi permukaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
i. irigasi teknis;
ii. Irigasi semi teknis;
iii. Irigasi sederhana;
iv. Irigasi desa.
b) Irigasi rawa;
c) Irigasi air bawah tanah; dan
d) Irigasi pompa.

2) Lahan Sawah tidak beririgasi. Lahan Sawah tidak beririgasi


sebagaimana dimaksud merupakan Lahan Sawah tadah hujan
dan sawah yang tidak dilengkapi sistem Irigasi.

c. Alih Fungsi Lahan Sawah yang Dilindungi

Terhadap Lahan Sawah yang masuk dalam peta Lahan Sawah yang
dilindungi namun belum ditetapkan sebagai bagian dari penetapan
lahan pertanian pangan berkelanjutan dalam rencana tata ruang,
tidak dapat dialihfungsikan sebelum mendapat rekomendasi
perubahan penggunaan tanah dari menteri yang menyelenggarakan
urusan pcmerintahan di bidang agraria pertanahan dan tata ruang.

18
BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN

4.1. Tahapan Pelaksanaan

4.1.1. Persiapan
Persiapan pelaksanaan Kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan
Sawah dilakukan dengan:

a) Membentuk Pokja
Wajib membentuk kelompok kerja tingkat Kabupaten diketuai
oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten dan beranggotakan
antara lain Dinas Pertanian Kabupaten, Bappeda Kabupaten,
Dinas Tata Ruang Kabupaten, Kanwil ATR/BPN, Balai Besar
Sungai dan Rawa Kementerian PUPR, Tim Teknis Pengolahan
Data Spasial, dan anggota TKPRD Kabupaten serta para pihak
lainnya sesuai kebutuhan. Pokja sudah ditetapkan pada
selambat-lambatnya bulan Februari Tahun 2020.

Pembentukan pokja dimaksudkan sebagai sarana melakukan


koordinasi baik terkait kebijakan, teknis dan data dan informasi
yang dibutuhkan dalam kegiatan ini. Oleh sebab itu, mengingat
banyak kewenangan maupun data informasi bukan berada pada
kewennagan dinas pertanian maka keberhasilan kegiatan ini
sangat ditentukan oleh efektivitas kerja tim pokja. Selain dengan
Satuan Perangkat Daerah terkait, pokja perlu melibatkan
konstra tani sebagai ujung tombak sumber data di lapangan.

b) Koordinasi
Koordinasi pelaksanaan kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan
Sawah dilakukan secara berkala atau sesuai dengan kebutuhan
oleh Tim Pokja dan dapat mengundang narasumber terkait.

c) Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi dan koordinasi peraturan perlindungan
lahan dilaksanakan di tingkat Kabupaten oleh Dinas Pertanian
Tanaman Pangan Kabupaten.

19
1. Materi/bahan pelaksanaan kegiatan sosialisasi
Materi/bahan pelaksanaan kegiatan sosialisasi paling sedikit
berupa :
1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
2) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan;
3) Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang
Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah Sawah.
4) Peraturan Daerah tentang RTRW yang sudah ditetapkan
maupun rencana peninjauan kembali (PK) khususnya
substansi pertanian dan LP2B.
5) Lesson learn dari penerapan perlindungan dan Pemetaan
Alih Fungsi Lahan Sawah dari pakar maupun stakeholder
terkait.

2. Peserta Pertemuan
Peserta pertemuan minimal mencakup:
1) Kepala Bappeda Kabupaten;
2) Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Kabupaten;
3) Kepala Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten;
4) Kantah ATR/BPN Kabupaten;
5) Kantor Pertanahan Kabupaten;
6) Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten; dan
7) Kepala Bidang yang menangani kegiatan Prasarana dan
Sarana Pertanian dari Dinas Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Kabupaten.
8) Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD)
Kabupaten.
9) Unsur Mantri Tani Dinas Pertanian Kabupaten.
10) Konstra Tani.

20
4.1.2. Pelaksanaan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah
Pelaksanaan Kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah terdiri
dari pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah dan rekomendasi strategis
Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah sawah dilakukan secara
swakelola kerja sama dengan Instansi Pemerintah Lain (IPL).
Pelaksanaan kegiatan swakelola mengacu kepada Peraturan
Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa
pemerintah beserta aturan perubahannya.

Kegiatan pemetaan alih fungsi lahan sawah harus dilakukan dengan


metode studi peta secara desk dan verifikasi di tingkat lapangan.

I. Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah


Pemetaan alih fungsi lahan sawah dilakukan dengan tiga
pendekatan sebagai berikut :
1) Alih fungsi aktual di lapangan berbasis peta spasial.
2) Arahan alih fungsi (black design alih fungsi) berbasis
dokumen perencanaan ruang, Program Strategis Nasional
(PSN), Program Strategis Provinsi (PSP), dan Program
Strategis Kabupaten (PSK).
3) Alih fungsi lahan sawah secara legal berbasis data
pertanahan maupun izin pemanfaatan ruang.

1) Alih Fungsi Lahan Sawah Aktual


Alih Fungsi Lahan Sawah Aktual dilakukan dengan tahapan :

a) Inventarisasi, verifikasi dan update lahan sawah


tingkat kabupaten.
Inventarisasi, verifikasi dan update lahan sawah tingkat
kabupaten dilakukan dengan mengumpulkan berbagai
Data dan Peta Series Lahan Baku Sawah yaitu data dan
peta audit lahan sawah Kementerian Pertanian tahun
2012, peta dan data lahan sawah update Kementerian
ATRBPN Tahun 2013 dan update lahan sawah BIG,
maupun peta lahan sawah sesuai SK Menteri ATR/Kepala
BPN-RI No. 399/Kep-23.3/X/2018 tanggal 8 Oktober
2018, peta lahan baku sawah ATR/BPN tahun 2019, peta
usulan LP2B Dinas Pertanian Provinsi Tahun 2019, peta

21
Daerah Irigasi Kewenangan Pusat, Provinsi dan Kabupaten
Tahun 2019, peta tutupan lahan terbaru, atau data citra
terbaru, serta peta-peta lainya yang terkait.

b) Pengolahan Data
Output pengolahan data, peta, serta overlay peta-peta
hasil inventarisasi yaitu :
 Update data luas dan sebaran lahan sawah tingkat
Kabupaten Tahun 2020.
 Jumlah dan sebaran alih fungsi lahan sawah.
 Peruntukan perubahan lahan sawah.

c) Analisis dan Kajian


Analisis, kajian, dan langkah strategis pengendalian
dilakukan dengan penelaahan aspek spasial dan tekstual
(aspek sosial, ekonomi, dan budaya) untuk merumuskan
faktor-faktor penyebab alih fungsi lahan serta
memformulasikan langkah strategis pengendalian lahan
sawah.

2) Arahan Alih Fungsi (Black Design alih fungsi)


Rencana alih fungsi (black design alih fungsi) dilakukan
berbasis dokumen perencanaan ruang, Program Strategis
Nasional (PSN), Program Strategis Provinsi (PSP), dan Program
Strategis Kabupaten (PSK). Kajian rencana alih fungsi
dilakukan dengan tahapan.

a) Inventarisasi Data dan Peta pola ruang RTRW Provinsi dan


Kabupaten/Kota, berupa draft peta pola ruang Peninjauan
Kembali (PK) RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota, peta
audit lahan sawah Kementan 2012, peta lahan sawah
Kementerian ATR 2013, peta lahan sawah SK Kementerian
ATR tahun 2018, peta lahan baku sawah ATR/BPN tahun
2019, peta usulan LP2B Dinas Pertanian Provinsi Tahun
2019, peta Daerah Irigasi Kewenangan Pusat, Provinsi dan
Kabupaten Tahun 2019, peta Program Strategis Nasional
(PSN), peta Program Strategis Provinsi (PSP), peta Program
Strategis Kabupaten (PSK), serta peta lainnya.

22
b) Pengolahan Data, Peta dan Overlay
Berdasarkan hasil pengolahan data akan dihasilkan
informasi:
 Lahan sawah yang direncanakan tetap sebagai lahan
sawah dalam kawasan pertanian.
 Lahan sawah yang dialih fungsikan untuk peruntukan
lainnya.
 Informasi luas, sebaran, dan jenis-jenis peruntukan
lainnya dari perubahan lahan sawah.
 Informasi lahan sawah yang sudah diberikan izin
pemanfaatan ruang untuk penggunaan lain.

c) Analisis kajian serta langkah strategis pengendalian


dilakukan dengan penelahaan aspek spasial, tekstual
(aspek sosial, ekonomi, dan budaya), untuk merumuskan
faktor-faktor penyebab rencana alih fungsi lahan serta
memformulasikan langkah strategis pencegahan alih
fungsi.

3) Alih Fungsi Secara Legal


Alih Fungsi Secara Legal adalah alih fungsi yang dilakukan
pada lahan sawah yang sudah dikeluarkan izin perutukan lain
maupun telah memiliki HGB dan HGU maupun data
pertanahan.

Tata cara identifikasi alih fungsi secara legal dilakukan


dengan melakukan inventarisasi daftar izin peruntukan lain
yang telah dikeluarkan oleh Pemda serta HGU dan HGB
maupun hak guna lainnya yang dikeluarkan oleh Kementerian
ATR/BPN pada lahan sawah eksisting. Selanjutnya izin-izin
serta HGU dan HGB tersebut dianalisas status keaktifan dan
kelayakannya sebagai dasar verifikasi alih fungsi secara legal.
Berdasarkan hasil verifikasi tersebut diperoleh data luas lahan
sawah yang berubah peruntukannya karena sudah diberikan
izin-izin, HGU dan HGB, maupun lahan yang dialihfungsikan
tetapi izin-izinnya tidak berlaku lagi.

23
II. Rekomendasi Strategis Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Sawah

Berdasarkan Kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah,


Dinas Pertanian Kabupaten menyusun Rekomendasi Strategis
Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah

Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah yang mencakup:


a) Hasil Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah dan Strategi
Pengendaliannya.
 Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah dan langkah-langkah
pengendaliannya berdasarkan kajian alih fungsi lahan
sawah aktual, rencana alih fungsi (black design alih
fungsi), dan alih fungsi lahan sawah secara legal.

b) Rekomendasi Strategis disampaikan kepada:


1) Satker yang menangani tata ruang tingkat Kabupaten.
2) Dinas Pertanian Kabupaten, untuk selanjutnya
menyampaikan kepada satker yang menangani tata ruang
Kabupaten.
Rekomendasi strategis juga ditembuskan ke pusat c.q.
Direktorat Perluasan dan Perlindungan Lahan.

4.2. Jadwal Kegiatan


Dinas Pertanian Kabupaten wajib menyusun jadwal kegiatan Pemetaan Alih
Fungsi Lahan Sawah sesuai dengan tahap pelaksanaan. Jadwal
pelaksanaan kegiatan dituangkan dalam jadwal palang.

4.3. Mekanisme Pelaksanan


Pelaksanaan kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah yang mencakup
sosialisasi dan koordinasi peraturan perlindungan lahan, pemetaan alih
fungsi lahan sawah dan strategi pengendaliannya, mengacu kepada
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.

Mekanisme pelaksanaan peraturan perlindungan lahan dapat dilakukan


secara swakelola mandiri oleh Dinas Pertanian Kabupaten. Sementara itu,
khusus untuk kegiatan pemetaan alih fungsi Lahan Sswah dapat dilakukan

24
dengan mekanisme swakelola kerjasama dengan Instansi Pemerintah Lain
(IPL).

Dalam hal kegiatan pemetaan alih fungsi Lahan sawah, maka mekanisme
pelaksanaan masing-masing kegiatan sebagai berikut:

a. Penerbitan SK KPA dan PPK


Apabila dilakukan secara swakelola, PPK harus membentuk Tim yaitu
(a) Tim perencana, (b) Tim pengawas dan (c) Tim pelaksana. Tim
perencana dan tim pengawas terdiri dari kedua belah pihak (Dinas
Pertanian dan Instansi Pemerintah Lainnya sebagai pelaksana sesuai
butir (4) dalam rincian peserta pertemuan di atas).
b. Penerbitan Petunjuk Teknis oleh Kabupaten
c. Sosialisasi dan Koordinasi masing-masing kegiatan oleh Tim
Perencana/Tim Teknis
Pelaksanaan Sosialisasi dan Koordinasi dilakukan bersama Tim
Perencana/Tim Teknis dengan Tim Pelaksana, Dinas Pertanian
Kabupaten, Bappeda, Tata Ruang, BPN, TKPRD, Dinas Pertanian
Kabupaten, serta instansi terkait terhadap rencana persiapan
pelaksanaan kegiatan kajian alih fungsi lahan dan strategi
pengendaliannya serta penyusunan peta LP2B.
d. Pembuatan Kerangka Acuan Kerja
e. Rencana anggaran biaya (RAB)
f. Jadwal kegiatan
g. Target keluaran (output) kegiatan
h. Apabila kegiatan dilaksanakan secara swakelola dengan IPL maka
pada tahap ini dilakukan :
1) Tersusunnya kesepakatan antara Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
dengan IPL dalam bentuk Naskah Kerjasama atau Nota
Kesepahaman.
2) Kontrak antara PPK dengan Pelaksana Swakelola pada IPL.

i. Pengumuman Rencana Swakelola


Dinas Pertanian Provinsi mengumumkan pekerjaan Swakelola melalui
website atau papan pengumuman resmi untuk penerangan umum
yang dapat diakses masyarakat umum. Untuk pekerjaan yang
dilakukan dengan jasa konsultan pengumuman pekerjaan dilakukan

25
dengan ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor
16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

4.4. Pendanaan Kegiatan


Pendanaan kegiatan dibiayai dari DIPA Ditjen PSP TA. 2020 melalui dana
tugas pembantuan ke Dinas Pertanian Kabupaten dengan satuan biaya 1
(satu) paket sebesar Rp.400.000.000,- (empat ratus juta rupiah) dengan
rincian sebagai berikut:
a. Sosialisasi dan koordinasi peraturan perlindungan lahan sebesar
Rp.60.000.000,-.
b. Pelaksanaan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah dan Strategi
Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah sebesar Rp. 300.000.000,-
c. Monitoring dan evaluasi sebesar Rp.40.000.000,-.

Tabel 1. Contoh Rencana Anggaran Biaya (RAB) Kegiatan Pemetaan Alih Fungsi
Lahan TA 2020.

Harga
No Kegiatan Vol Anggaran
Satuan
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan 400.000.000

Output Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan


Tanpa sub output
Komponen 051 Persiapan 60.000.000
Sosialisasi dan koordinasi Peraturan Perundangan
Subkomponen
Perlindungan Lahan
521211 Belanja Bahan 10.000.000
-Konsumsi rapat 1 Tahun 10.000.000 10.000.000

522151 Belanja Jasa Profesi 9.000.000


- Honor narasumber 12 OJ 750.000 9.000.000

524114 Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota 30.000.000


- Akomodasi dan Konsumsi Peserta 40 OH 750.000 30.000.000

521213 Belanja Honor Output Kegiatan 11.000.000


-Honor Tim Perencana 4 OB 500.000 2.000.000
-Honor Tim Pengawas 8 OB 500.000 4.000.000
Honor Tim PPHP 3 OB 500.000 1.500.000
Honor Pokja 7 OB 500.000 3.500.000

Komponen 052 Pelaksanaan 300.000.000


Sub komponen A Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah
526312 Belanja Barang untuk Bantuan Lainnya yang Memiliki Karakteristik Bantuan Pemerintah 300.000.000
- Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah 15000 Ha 20.000 300.000.000
Komponen 053 Monitoring dan Evaluasi 40.000.000
Monitoring dan Evaluasi Perlindungan Lahan Pertanian
Subkomponen
Pangan Berkelanjutan
524111 Belanja Perjalanan Biasa 40.000.000
Monitoring dan Evaluasi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah 40 op 1.000.000 40.000.000

Catatan : RAB disesuaikan dengan unit cost (SBU) dan jumlah orang

26
BAB V
PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN

5.1. Pemantauan dan Evaluasi


Pelaksanaan kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah yang
dilaksanakan oleh Dinas Pertanian Kabupaten harus terus dipantau
dan dievaluasi secara berkala dan berkelanjutan sehingga dapat
diketahui tingkat kemajuan pelaksanaan pekerjaan dan
permasalahannya. Hal-hal yang perlu dipantau dan dievaluasi sebagai
berikut:
a. SK Pokja Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah.
b. Pelaksaaan Koordinasi Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah.
c. Pelaksanaan Sosialisasi peraturan perlindungan lahan.
d. Pelaksanaan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah dan Strategi
Pengendaliannya.
e. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi Pemetaan Alih Fungsi
Lahan Sawah.
f. Laporan pelaksanaan kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan
Sawah.

5.2. Pelaporan
Laporan pelaksanaan kegiatan Pemetaan Alih Fungsi Lahan Sawah
disampaikan juga ke Pusat c.q. Direktur Perluasan dan Perlindungan
Lahan, Jl. Taman Margasatwa No. 3, Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta
Selatan, 12550.

27

Anda mungkin juga menyukai