Anda di halaman 1dari 208

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA
PEKERJA MISUZUMASHI WAREHOUSE DAN PACKAGING
EXPORT BAGIAN PRODUCTION CONTROL (PC) PT TD
AUTOMOTIVE COMPRESSOR INDONESIA (TACI) BEKASI
TAHUN 2018

SKRIPSI

LISTA FARAHNASITA
20160301271

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN
MASYARAKAT UNIVERSITAS ESA UNGGUL
BEKASI
JANUARI 2019
UNIVERSITAS ESA UNGGUL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA
PEKERJA MISUZUMASHI WAREHOUSE DAN PACKAGING
EXPORT BAGIAN PRODUCTION CONTROL (PC) PT TD
AUTOMOTIVE COMPRESSOR INDONESIA (TACI) BEKASI
TAHUN 2018

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

LISTA FARAHNASITA
20160301271

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN
MASYARAKAT UNIVERSITAS ESA UNGGUL
BEKASI
JANUARI 2019
ii
Universitas Esa Unggul
BIODATA PENULIS

Nama : Lista Farahnasita


Tempat/Tanggal Lahir : Bekasi. 06 Desember 1987
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Email : farahna.te2h@gmail.com
Alamat : Jl. Jend. Gatot Subroto No.39 Gang. Pondok
Pesantren Al-Ishlah RT 005 RW 002 Desa
Tanjung sari Kecamatan Cikarang Utara
Kabupaten Bekasi 17530

Riwayat Pendidikan
1991-1993 TK Islam As-syadziliyah Cikarang Barat
1993-1999 SDN Cikarang Utara
1999-2002 MTS Al-Ishlah Cikarang Utara
2002-2005 SMAN 1 Cikarang Utara
2005-2008 Universitas Islam Assyafi’iyah Jakarta, Jurusan Keperawatan
2016-2019 Universitas Esa Unggul, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Jurusan
Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan Kesehatan Kerja
(K3)

vii
Universitas Esa Unggul
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-
Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih terdapat kekurangan dari segi penyusunan maupun
pembahasan. Tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dari masa
perkuliahan pengurusan izin penelitian sampai dengan penyusunan skripsi ini,
sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak, yaitu :
1. Bapak Dr. Ir. Arief Kusuma, AP., MBA, selaku Rektor Universitas Esa
Unggul.
2. Ibu DR. Aprilita Rina Yanti Eff., M. Biomed. Apt, selaku Dekan Fakultas
Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul.
3. Ibu Putri Handayani, SKM., M.KKK, selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat.
4. Ibu Mirta Dwi Rahmah, SKM., M.KKK, Selaku Dosen Pembimbing Skripsi
Kesehatan Masyarakat Universitas Esa Unggul, yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
5. Para Dosen dan Staff Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul
Bekasi.
6. PT TACI yang sudah memberikan tempat penelitian bagi penulis, serta Team
HRD/GA yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis khususnya
Team SHE ibu Maulia Eka Riani SPt. MM, bapak Ikin Sadikin, bapak
Kustoro, Mas Febri, Nia dan Cindy Ktut yang telah banyak membantu dalam
usaha memperoleh data yang penulis perlukan.

viii
Universitas Esa Unggul
7. Keluarga Besar Alm. H. Bonang Ponpes Al-Ishlah Cikarang Utara, mamah,
papah, adik tersayang apang dan aldi, tante, sepupu, semua keponakan dan
Bapak, Ibu, adik ipar, dan tidak lupa suami tercinta Johan Rakhmanto, S.ST
dalam membantu, mensupport, dan mendo’akan penulis dalam pembuatan
laporan skripsi ini.
8. Tim Industrial Clinic Service (ICS) PT Medika Lestari Pak Ramli Lomenta
dan dr. Vita Yunita Sutanto, yang selalu memberikan izin kepada penulis
untuk terus kuliah sambil bekerja dan rekan-rekan sejawat dr. Monica, Br.
Kusyanto, Br. Hasan, Zr. Mila dan Zr. Lola yang selalu Support.
9. Rekan-rekan seperjuangan K3 dan AKK 2016 Esa Unggul Bekasi dan pihak
terkait lainnya yang tidak tersebutkan namanya, yang melancarkan
penyusunan laporan skripsi ini.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sebanyak-banyaknya


bagi siapapun yang membacanya. Mohon maaf bila terdapat salah kata, sekian
terimakasih.

Bekasi, 16 Februari 2019


Lista Farahnasita

ix
Universitas Esa Unggul
ABSTRAK

Nama : Lista Farahnasita


Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018

Industri manufaktur merupakan industri dengan faktor risiko ergonomi


yang cukup besar, karena beberapa proses produksi bekerja secara manual seperti,
menurunkan, mendorong, menarik, membawa, penggunaan alat-alat dengan cara
membungkuk dan dilakukan secara berulang dengan postur janggal, hal ini
berisiko terjadinya keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs). Tujuan penelitian
yaitu mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja Misuzumashi Warehaouse dan
Packaging Export bagian Production Control (PC) PT TD Automotive
Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018. Jenis penelitian ini kuantitatif
dengan pendekatan Cross Sectional, uji statistik yang digunakan yaitu Fisher
Exact. Sampel penelitian sebanyak 33 pekerja. Penelitain ini didukung dengan
cara wawancara kuesioner Nordic Body Map (NBM) dan pengukuran postur
tubuh dengan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA). Hasil penelitian
didapatkan tingkat risiko keluhan MSDs tinggi sebanyak 19 orang (57,5%) dan
MSDs rendah sebanyak 14 orang (42,4%). Hasil uji statistik menunjukan bahwa
ada hubungan antara kebiasaan merokok (p-value = 0,033), kebiasaan olahraga
(p- value = 0,000), postur tubuh kanan (p-value = 0,027) dan postur tubuh kiri (p-
value = 0,047). Berdasarkan hasil studi disarankan untuk melakukan pelatihan
ergonomic hazard, melakukan workplace stretching exercise minimal 10 menit
setelah 2 jam bekerja.

Kata Kunci : Keluhan MSDs, Faktor yang berhubungan, Production Control (PC).
XX + 183 halaman, 40 daftar tabel, 21 gambar, 14 lampiran
Pustaka : 45 (1995-2018)

x
Universitas Esa Unggul
ABSTRACT

Name : Lista Farahnasita


Program Study : Public Health
Title : Factors Related to Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Complaint on workers of Misuzumashi Warehouse and
Packaging Export at Production Control (PC) section PT
TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi in
2018

Manufacturing is an industry with high ergonomic risk because some


production process work manually like unloading, pushing, carrying, pulling of
tools by repeat bending with awkward position. Thus, it has risk of
Musculoskeletal Disorders (MSDs). The objective of this research is to know
factors related to Musculoskeletal Disorders (MSDs) complaints on workers of
Misuzumashi Warehaouse and Packaging Export at Production Control (PC)
section PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi in 2018. It is
quantitative research with Cross Sectional approach. The statistical test uses
Fisher Exact. The research sample is 33 workers and supported by questionnaire
interview Nordic Body Map (NBM) and body posture measurement with Rapid
Entire Body Assessment (REBA) method. The research result is 19 people
(57,5%) with high MSDs complaint and 14 people (42,4%) with low MSDs
complaint. Statistical test indicates there is relation between smoking habit (p-
value = 0,033), exercisehabit (p-value = 0,000), right body posture (p-value =
0,027) and left body posture (p-value = 0,047). From the study result, it is
suggested that there should be ergonomic hazard training and stretching
workplace exercise minimum 10 minutes after 2 hour working.

Keywords: MSDs complaints, Related Factors, Production Control (PC).


XX + 183 pages, 40 tables, 21 pictures, 14 appendixes
Pustaka : 45 (1995-2018)

xi
Universitas Esa Unggul
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.......................................................................................................i
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...............................................................iii
HALAMAN PEBGESAHAN............................................................................................iv
HALAMAN PERSETUJUAN...........................................................................................v
HALAMAN PUBLIKASI.................................................................................................vi
BIODATA PENULIS........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR......................................................................................................viii
ABSTRAK..........................................................................................................................x
ABSTRACT.......................................................................................................................xi
DAFTAR ISI.....................................................................................................................xii
DAFTAR TABEL.............................................................................................................xvi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................xix
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................................xx

1. PENDAHULUAN......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Penelitian.....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................6
1.3 Pertanyaan Penelitian...........................................................................................7
1.4 Tujuan Penelitian..................................................................................................9
1.4.1 Tujuan Umum.............................................................................................9
1.4.2 Tujuan Khusus............................................................................................9
1.5 Manfaat Penelitian...............................................................................................11
1.5.1 Bagi Peneliti...............................................................................................11
1.5.2 Bagi Universitas Esa Unggul.....................................................................11
1.5.3 Bagi PT TACI............................................................................................11
1.6 Ruang Lingkup....................................................................................................11

2. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................13
2.1 Ergonomi.............................................................................................................13
2.1.1 Definisi Ergonomi......................................................................................13
2.1.2 Tujuan Ergonomi.......................................................................................14
2.1.3 Prinsip Ergonomi.......................................................................................15
2.1.4 Ruang Lingkup Ergonomi..........................................................................16
2.1.5 Manual Material Handling (MMH)...........................................................19
2.2 Musculoskeletal Disorders (MSDs)....................................................................22
2.2.1 Definisi Musculoskeletal Disorders...........................................................22
2.2.2 Gejala Keluhan Musculoskeletal Disorders...............................................23
2.2.3 Tahapan Musculoskeletal Disorders..........................................................25
2.2.4 Dampak Keluhan Musculoskeletal Disorders............................................26
2.2.5 Pengendalian Keluhan Musculoskeletal Disorders....................................27
2.2.6 Jenis-Jenis Musculoskeletal Disorders......................................................29
2.2.7 Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders..................................................36
xii
Universitas Esa Unggul
2.3 Metode Penilaian Risiko Ergonomi.....................................................................50
2.4 Kerangka Teori....................................................................................................72
2.5 Penelitian Terkait.................................................................................................73

3. METODE PENELITIAN.........................................................................................76
3.1 Kerangka Konsep................................................................................................76
3.2 Definisi Operasional............................................................................................77
3.3 Hipotesis Penelitian.............................................................................................79
3.4 Tempat Dan Waktu Penelitian.............................................................................80
3.4.1 Tempat Penelitian......................................................................................80
3.4.2 Waktu Penelitian........................................................................................80
3.5 Jenis Penelitian....................................................................................................80
3.6 Populasi Dan Sampel...........................................................................................80
3.7 Instrumen Penelitian............................................................................................81
3.7.1 Waktu Penelitian........................................................................................81
3.7.2 Variabel Usia.............................................................................................82
3.7.3 Variabel Masa Kerja..................................................................................82
3.7.4 Variabel Indeks Masa Tubuh (IMT)..........................................................82
3.7.5 Variabel Kebiasaan Merokok....................................................................83
3.7.6 Variabel Kebiasaan Olahraga....................................................................83
3.7.7 Variabel Postur Tubuh...............................................................................83
3.8 Pengolahan Data..................................................................................................83
3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas...............................................................................86
3.9.1 Uji Validitas...............................................................................................86
3.9.2 Uji Reliabilitas...........................................................................................88
3.10 Analisa Data......................................................................................................88

4. HASIL PENELITIAN..............................................................................................92
4.1 Analisis Univariat..............................................................................................92
4.1.1 Gambaran Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada
Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018.....................................................92
4.1.2 Gambaran Usia Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging
Export Bagian Production Control (PC) Pada Keluhan MSDs PT
TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun
2018 .................................................................................................... 94
4.1.3 Gambaran Masa Kerja Pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export Bagian Production Control (PC) Pada Keluhan
MSDs PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
Tahun 2018..............................................................................................95
4.1.4 Gambaran Indeks Masa Tubuh (IMT) Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control
(PC) Pada Keluhan MSDs PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018.....................................................96

xiii
Universitas Esa Unggul
4.1.5 Gambaran Kebiasaan Merokok Pekerja Misuzumashi Warehouse
dan Packaging Export Bagian Production Control (PC) Pada
Keluhan MSDs PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi Tahun 2018.....................................................................97
4.1.6 Gambaran Kebiasaan Olahraga Pekerja Misuzumashi Warehouse
dan Packaging Export Bagian Production Control (PC) Pada
Keluhan MSDs PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi Tahun 2018.....................................................................98
4.1.7 Gambaran Postur Tubuh Bagian Kanan dan Kiri Pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian
Production Control (PC) Pada Keluhan MSDs PT TD Automotive
Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018................................99
4.2 Analisis Bivariat...............................................................................................107
4.2.1 Hubungan Antara Usia dengan Keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) Pada Pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export Bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018...........107
4.2.2 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) Pada Pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export Bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018...........108
4.2.3 Hubungan Antara Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control
(PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
Tahun 2018.............................................................................................109
4.2.4 Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control
(PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
Tahun 2018.............................................................................................110
4.2.5 Hubungan Antara Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control
(PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
Tahun 2018.............................................................................................112
4.2.6 Hubungan Antara Postur Tubuh Bagian Kanan dan Kiri dengan
Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018....................................................113

5. PEMBAHASAN.......................................................................................................116
5.1 Keterbatasan Penelitian....................................................................................116
5.2 Analisis Univariat.............................................................................................116
5.2.1 Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Responden......................116
5.2.2 Usia Responden......................................................................................118

xiv
Universitas Esa Unggul
5.2.3 Masa Kerja Responden...........................................................................120
5.2.4 Indeks Masa Tubuh (IMT) Responden...................................................121
5.2.5 Kebiasaan Merokok Responden.............................................................122
5.2.6 Kebiasaan Olahraga Responden.............................................................123
5.2.7 Postur Tubuh Bagian Kanan dan Kiri Responden..................................124
5.3 Analisis Bivariat...............................................................................................127
5.3.1 Hubungan Antara Usia Responden dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control
(PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
Tahun 2018.............................................................................................127
5.3.2 Hubungan Antara Masa Kerja Responden dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control
(PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
Tahun 2018.............................................................................................129
5.3.3 Hubungan Antara Indeks Masa Tubuh (IMT) Responden dengan
Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018....................................................132
5.3.4 Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Responden dengan
Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018....................................................134
5.3.5 Hubungan Antara Kebiasaan Olahraga Responden dengan
Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018....................................................137
5.3.6 Hubungan Antara Postur Tubuh Bagian Kanan dan Kiri
Responden dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)
pada Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export
Bagian Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018....................................................140

6. PENUTUP................................................................................................................143
6.1 Kesimpulan......................................................................................................143
6.2 Saran.................................................................................................................145
6.2.1 Bagi Perusahaan......................................................................................145
6.2.2 Bagi Pekerja............................................................................................146
6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya........................................................................147

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................148

LAMPIRAN......................................................................................................................153

xv
Universitas Esa Unggul
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Interaksi Dasar dan Evaluasinya dalam Worksystem......................................15


Tabel 2.2. Jenis-jenis MSDs, Gejala, Faktor-Faktor Risiko dan Potensi Pekerjaan
menurut Levy et al (2000), NIOSH (2007) dan CCOHS (2014).....................29
Tabel 2.3. Perbandingan Kebutuhan Otot pada Postur Statis dan Dinamis......................38
Tabel 2.4. Batasan IMT Indonesia (Depkes, 2003)..........................................................47
Tabel 2.5. Kelebihan dan Kekurangan NBM...................................................................55
Tabel 2.6. Kelebihan dan Kekurangan REBA..................................................................59
Tabel 2.7. Penilaian Postur Punggung..............................................................................62
Tabel 2.8. Penilaian Postur Leher.....................................................................................63
Tabel 2.9. Penilaian Postur Kaki......................................................................................63
Tabel 2.10. Penilaian Skor A.............................................................................................64
Tabel 2.11. Penilaian Beban..............................................................................................64
Tabel 2.12. Tabel Penilaian Skor C...................................................................................65
Tabel 2.13. Penilaian Postur Lengan Atas.........................................................................66
Tabel 2.14. Penilaian Lengan Bawah................................................................................67
Tabel 2.15. Penilaian Postur Pergelangan Tangan............................................................68
Tabel 2.16. Tabel Penilaian Skor B...................................................................................68
Tabel 2.17. Penilaian Coupling (Pegangan)......................................................................69
Tabel 2.18. Tabel Penilaian Skor C...................................................................................70
Tabel 2.19. Penilaian Aktivitas..........................................................................................70
Tabel 2.20. REBA Action Level........................................................................................71
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas Pada Variabel Masa Kerja, Kebiasaan Merokok,
dan Kebiasaan Olahraga..................................................................................87
Tabel 3.2. Hasil Uji Reliabelitas pada Masa Kerja, Kebiasaan Merokok dan
Kebiasaan Olahraga di PT Yutaka Manufacturing Indonesia (YMI)
Kawasan MM2100 Bekasi...............................................................................88
Tabel 4.1. Gambaran Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian Production
Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI)
Bekasi Tahun 2018..........................................................................................92
Tabel 4.2. Kategori Skoring Otot Skeletal Berdasarkan NBM Pada Pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian Production
Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI)
Bekasi Tahun 2018..........................................................................................93
Tabel 4.3. Gambaran Usia Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging
Export Bagian Production Control (PC) Pada Keluhan MSDs PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018....................94
Tabel 4.4. Gambaran Masa Kerja Pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export Bagian Production Control (PC) Pada Keluhan
MSDs PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
Tahun 2018......................................................................................................95
Tabel 4.5. Gambaran Indeks Masa Tubuh (IMT) Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control (PC)
xvi
Universitas Esa Unggul
Pada Keluhan MSDs PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi Tahun 2018.......................................................................... 96
Tabel 4.6. Gambaran Kebiasaan Merokok Pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export Bagian Production Control (PC) Pada Keluhan
MSDs PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
Tahun 2018 .................................................................................................. 97
Tabel 4.7. Gambaran Kebiasaan Olahraga Pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export Bagian Production Control (PC) Pada Keluhan
MSDs PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
Tahun 2018 .................................................................................................. 98
Tabel 4.8. Gambaran Postur Tubuh Bagian Kanan Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control (PC)
Pada Keluhan MSDs PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi Tahun 2018.......................................................................... 99
Tabel 4.9. Gambaran Postur Tubuh Bagian Kiri Pada Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control (PC) PT
TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018 .......... 100
Tabel 4.10. Hasil Penilaian Postur Tubuh Pada Pekerja Misuzumashi Warehouse
dan Packaging Export Bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018 ............. 101
Tabel 4.11. Summary Hasil Penilaian Postur Tubuh Pada Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control (PC)
PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun
2018 .......................................................................................................... 105
Tabel 4.12. Distribusi Responden Menurut Usia dengan Keluhan MSDs Pada
Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi Tahun 2018 ...................................................................... 107
Tabel 4.13. Distribusi Responden Menurut Masa Kerja dengan Keluhan MSDs
Pada Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi Tahun 2018 ...................................................................... 108
Tabel 4.14. Distribusi Responden Menurut IMT dengan Keluhan MSDs Pada
Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi Tahun 2018 ...................................................................... 110
Tabel 4.15. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok dengan Keluhan
MSDs Pada Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export
Bagian Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018...................................................... 111
Tabel 4.16. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan
MSDs Pada Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export
Bagian Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018...................................................... 112
Tabel 4.17. Distribusi Responden Menurut Postur Tubuh Bagian Kanan dengan
Keluhan MSDs Pada Pekerja Misuzumashi Warehouse dan

xvii
Universitas Esa Unggul
Packaging Export Bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018................113
Tabel 4.18. Distribusi Responden Menurut Postur Tubuh Bagian Kiri dengan
Keluhan MSDs Pada Pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export Bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018................114

xviii
Universitas Esa Unggul
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Konsep Dasar Ergonomi...............................................................................16


Gambar 2.2. Mengangkat/Menurunkan.............................................................................20
Gambar 2.3. Mendorong/Menarik.....................................................................................20
Gambar 2.4. Memutar........................................................................................................20
Gambar 2.5. Membawa......................................................................................................21
Gambar 2.6. Menahan........................................................................................................21
Gambar 2.7. Gejala Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)....................................24
Gambar 2.8. The Postural Triangel...................................................................................37
Gambar 2.9. Nordic Body Map (NBM).............................................................................55
Gambar 2.10. Kuesioner Nordic Body Map (NBM)..........................................................56
Gambar 2.11. Lembar Kerja Penilaian REBA...................................................................61
Gambar 2.12. Postur badan REBA....................................................................................62
Gambar 2.13. Postur Leher REBA....................................................................................62
Gambar 2.14. Postur Kaki REBA......................................................................................63
Gambar 2.15. Postur Lengan Atas REBA.........................................................................66
Gambar 2.16. Postur Lengan bawah REBA......................................................................67
Gambar 2.17. Postur Pergelangan Tangan REBA.............................................................67
Gambar 2.18. Skema Penilaian REBA..............................................................................71
Gambar 2.19. Bagan Kerangka Teori................................................................................72
Gambar 3.1. Bagan Kerangka Konsep..............................................................................76
Gambar 4.1. Jenis Pekerjaan Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export
Bagian Production Control (PC)................................................................104

xix
Universitas Esa Unggul
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar REBA ......................................................................................... 154


Lampiran 2. Kuesioner ................................................................................................. 155
Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Observasi dan Penelitian .................................... 161
Lampiran 4. Surat Balasan Permohonan Penelitian ..................................................... 162
Lampiran 5. Formulir Bimbingan Skripsi .................................................................... 163
Lampiran 6. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik............................................................. 164
Lampiran 7. Hasil Output SPSS Uji Validitas dan Reliabilitas 165
....................................
Lampiran 8. Hasil Output SPSS Univariat.................................................................... 170
Lampiran 9. Hasil Output SPSS Bivariat...................................................................... 172
Lampiran 10. Hasil Output SPSS Keluhan Otot Skeletal Bagian Tubuh ..................... 179
Lampiran 11. Foto Hasil Penelitian .............................................................................. 180
Lampiran 12. Summary Penilaian Postur Tubuh Bagian Kanan dan Kiri
Berdasarkan Metode REBA ................................................................... 181
Lampiran 13. SOP Misuzumashi .................................................................................. 182
Lampiran 14. SOP Packaging Export ........................................................................... 183

xx
Universitas Esa Unggul
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Perkembangan industri dewasa ini menyebabkan persaingan terbuka
dalam skala nasional dan internasional, sektor industri manufaktur dan jasa
berkembang dengan sangat pesat. Pengaruh terhadap dunia industri di
Indonesia, yaitu dengan meningkatkan jumlah dan kualitas industri baik itu
manufaktur, konstruksi, pertambangan, minyak dan gas serta industri lainnya.
Hal ini berdampak positif terhadap dunia kerja Indonesia seperti banyak
terciptanya lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Demikian perkembangan tersebut, harus diiringi dengan adanya
penerapan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Keselamatan
merupakan faktor yang sangat diperhatikan dalam dunia industri Indonesia
yang berstandar international. Selain itu, manusia tidak hanya fokus pada
keselamatan di tempat kerja, tetapi juga pada kesehatan pekerja tersebut.
Pekerja merupakan asset perusahaan yang harus diperhatikan sehingga
perduli dengan kesehatan pekerja berarti juga perduli pada asset perusahaan
yang sangat berharga. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah
kepentingan pengusaha, pekerja dan pemerintah diseluruh dunia. Jika tempat
kerja aman dan sehat, setiap karyawan dapat melanjutkan pekerjaan mereka
secara efektif dan efisien. Sebaliknya, jika tempat kerja tidak terorganisir dan
banyak terdapat bahaya, kerusakan dan absensi sakit tidak terhindarkan,
mengakibatkan hilangnya pendapatan bagi pekerja dan produktifitas
berkurang bagi perusahaan (ILO, 2013).
Tempat kerja mempunyai potensi bahaya dan risiko antara lain akibat
sistem kerja atau proses kerja, penggunaan mesin alat dan bahan, yang
bersumber dari keterbatasan pekerjaannya sendiri, perilaku hidup yang tidak
sehat dan perilaku kerja yang tidak selamat atau aman, buruknya lingkungan
kerja, kondisi pekerjaan yang tidak ergonomi, pengorganisasian pekerjaan
dan budaya kerja yang tidak kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja
1
Universitas Esa Unggul
2

(Kurniawidjaja, 2012). Masalah ergonomi di dunia industri sangat signifikan


dampaknya, hal tersebut dikarenakan penggunaan mesin dalam proses
kerjannya, namun dalam pelaksanaannya masih memerlukan tenaga manusia
untuk penanganan secara manual. Manusia memiliki keterbatasan fisik,
keterbatasan fisik tersebut perlu menjadi pertimbangan dalam menyusun
rencana kerja, karena jika pekerjaan tertentu membutuhkan tenaga melebihi
kapasitas fisik manusia hal ini dapat menimbulkan faktor risiko terjadinya
gangguan musculokeletal. Akibatnya, produktifitas menurun dan
menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan karena harus membayar
kompensasi (Iridiastadi, Yassierlie, 2014). Sering terjadi pada pekerja yang
memiliki gangguan musculoskeletal harus kehilangan waktu dari pekerjaan
untuk pulih kembali dan sulit untuk pulih total (OSHA, 2000). Gangguan
kesehatan berupa Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja
merupakan salah satu risiko yang ditimbulkan oleh bahaya ergonomi.
Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah cedera dan gangguan pada
otot, tendon, ligament, sendi, tulang rawan dan sistem saraf yang disebabkan
oleh penggunaan tenaga besar, kontak dengan tekanan, postur janggal atau
ekstrim, getaran, dan temperatur yang rendah (ACGIH, 2010).
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja di industri manufaktur
adalah masalah kesehatan kerja yang terjadi di berbagai Negara. Berdasarkan
Arthritis Research UK (2017), di United Kingdom (UK) sekitar 57% angka
kesakitan dan cedera berkaitan dengan gangguan musculoskeletal, setiap
tahunnya. Kondisi musculoskeletal dapat disebabkan atau diperburuk oleh
pekerjaan. Dari 1,3 juta orang rentang umur 16-64 tahun memiliki penyakit
yang menurut mereka terkait pekerjaan di Inggris, pada tahun 2015 hingga
2016 disebabkan oleh gangguan musculoskeletal terkait kerja, 37% stress,
kecemasan dan depresi, 22% disebabkan faktor lainnya (Arthritis Research
UK, 2017). Menurut data Statistik Pemerintah Inggris dalam situs resminya,
Inggris tahun 2016 hingga 2017 pekerja yang mengalami gangguan MSDs
terkait pekerjaan sebanyak 507,000 pekerja, dan 8,9 juta kehilangan hari kerja
karena MSDs terkait pekerjaan. Dari 507,000 pekerja sebanyak 84,000
pekerja mengalami gangguan MSDs bagian ekstremitas bawah (17%),

Universitas Esa Unggul


ekstremitas atas atau leher sebanyak 229,000 pekerja (45%) dan punggung
sebanyak 194,000 pekerja (38%). Berdasarkan data dari European
Occupational Diasease Statistic (EODS) yang diambil dari 12 anggota
Negara pada tahun 2005, sebesar 38,5 % dari total keseluruhan penyakit
akibat kerja adalah Musculoskeletal Disorders (MSDs), disusul dengan
gangguan syaraf (20,9%), gangguan pernafasan (14,3%), organ sensorik
(12,8%), penyakit kulit (7,1%), kanker (0,5%) dan infeksi (0,5%) (European
Agency Safety and Health at Work, 2010). Berdasarkan data dari US
Departement of Labour (2013), pada tahun 2012 terdapat sebanyak 388,060
kasus Musculoskeletal Disorders (MSDs) dengan persentase sebesar 34%
dari total keseluruhan kasus cedera dan penyakit di Amerika Serikat.
Di Indonesia, data statistik yang berkaitan dengan MSDs masih belum
tersedia secara memadai, kondisi industri Indonesia yang lebih dominan pada
pekerjaan fisik masih lemahnya pengawasan K3 (Iridiastadi, Yassierlie,
2014). Adapun menurut Riskesdas (2013), prevalensi penyakit
musculokeletal di Indonesia berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan
yaitu sebanyak 11,9% dan berdasarkan diagnosis atau gejala yaitu sebanyak
24,7%. Sedangkan prevalensi penyakit musculoskeletal tertinggi berdasarkan
pekerjaan yaitu pada petani, nelayan atau buruh sebanyak 31,2%.
Berdasarkan hasil kajian pada tahun 2006 tentang pembiayaan kesehatan bagi
pekerja sektor informal yang terorganisir didapatkan keluhan terbanyak
dalam satu bulan terakhir yaitu pegal-pegal (67%), pilek (45%), dan batuk
(42%) (Kurniawidjaja, 2012).
Adapun faktor-faktor penyebab Musculoskeletal Disorders (MSDs)
menurut Bridger (2003), Bernard et. al (1997), dan Tarwaka (2004), yaitu
faktor pekerjaan, faktor individu dan faktor lingkungan. Pada faktor pekerjaan
meliputi postur tubuh, beban, durasi dan gerakan berulang. Sedangkan pada
faktor individu meliputi, usia, jenis kelamin, masa kerja, kebiasaan olahraga,
kebiasaan merokok, indeks masa tubuh (IMT) dan aktivitas kerja. Pada faktor
lingkungan meliputi, suhu, kelembaban, getaran, dan pencahayaan.
Berikut hasil penelitian Septiani (2017) yang terkait studi prevelensi
keluhan MSDs terhadap pekerja bagian meat preparation menunjukan hasil
penelitian terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan keluhan
MSDs dan terdapat hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs, dan
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor pekerjaan, kebiasaan
merokok, kesegaran jasmani, indeks masa tubuh (IMT), dan psikososial
dengan keluhan MSDs pada pekerja meat preparation PT Bumi Sarimas
Indonesia Tahun 2017.
Industri manufaktur merupakan industri dengan faktor risiko
ergonomi yang cukup besar, karena beberapa proses produksi bekerja secara
manual, seperti menurunkan, mendorong, menarik, membawa, penggunaan
alat-alat dan membungkuk dapat menyebabkan cedera. Cedera tersebut, dapat
terjadi bila pekerja melakukan kegiatannya melebihi kapasitas fisik.
Penanganan material yang berat dan ringan bila dilakukan secara berulang
dan posisi yang tidak benar dapat juga menimbulkan cedera, penyakit
maupun kecelakaan kerja. Dalam mengidentifikasi bahaya dan risiko
ergonomi untuk menilai tingkat risiko ergonomi ditempat kerja yaitu dengan
menggunakan metode pengukuran risiko ergonomi (Risk Assesment
Ergonomic) salah satunya dengan metode REBA (Rapid Entire Body
Assessment). Metode REBA merupakan suatu alat analisis postural yang
sangat sensitif terhadap pekerjaan yang melibatkan perubahan mendadak
dalam posisi, biasanya sebagai akibat dari mengangkat konteiner secara
manual yang tidak stabil atau tidak terduga. Penerapan metode ini ditujukan
untuk mencegah terjadinya risiko cedera yang berkaitan dengan posisi,
terutama pada otot-otot skeletal. Oleh karena itu, metode ini dapat berguna
untuk melakukan pencegahan risiko dan dapat digunakan sebagai peringatan
bahwa terjadi kondisi kerja yang tidak tepat di tempat kerja.
PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) adalah sebuah
perusahaan dalam bidang otomotif manufaktur di kawasan industri MM2100
Bekasi dengan kegiatan bisnis utamanya adalah memproduksi kompressor
AC untuk kendaraan roda 4 yang beroperasi sejak tanggal 16 Juni 2011, saat
ini jumlah karyawannya adalah ± 2.120 orang. TACI bekerjasama dengan
perusahaan PT Astra Otoparts Tbk (AOP), Toyota Industry Corporation
(TICO), Denso International Asia Ptr. Ltd., dan PT Toyota Tsusho Indonesia
(TTI).
TACI khususnya bagian Production Control (PC) pada pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export, kegiatan pekerjanya masih
banyak menggunakan manual material handling yaitu mengangkat part atau
compressor baik di proses Misuzumashi Warehouse maupun proses
Packaging Export Pre Delivery. Berdasarkan hasil survei awal dan informasi
yang didapat dari tim Safety Health Environtment (SHE), pada pekerja
Packaging Export Pre Delivery terdapat jenis kerja yaitu mengangkat M2
Box Compressor with clutch dari shutter ke trolly, untuk dilakukan double
check dan packing dengan berat M2 Box Compressor 11,29 kg. Hal ini
dilakukan secara manual, berulang dengan postur janggal. Sedangkan pada
pekerja Misuzumashi Warehouse memiliki ergonomi hazard yang cukup
tinggi salah satunya mensuplai part armature ke bagian Magnetic Clutch
dengan cara mengangkat manual dari pallet ke shutter dan dari shutter ke
trolly dengan berat part armature 16,7 kg, hal inipun berisiko terjadinya
musculoskeletal disorders (MSDs).
Berdasarkan hasil wawancara pada studi pendahuluan sebanyak 9
pekerja Misuzumashi Warehaouse dan Packaging Export terkait
pekerjaannya, pekerja tersebut mengeluhkan rasa sakit pada bagian tubuhnya
yang dicurigai karena dampak dari proses kerja angkat angkut yang
dilakukan. Peneliti juga melakukan diskusi mendalam dengan tim Safety
Health Environtment (SHE) TACI yang menyatakan bahwa belum pernah
melakukan pengkajian lebih dalam terkait penyebab dari keluhan yang
dirasakan oleh pekerja tersebut, dijelaskan juga bahwa pekerja yang
mengeluhkan sakit pada bagian tubuhnya terkadang datang ke klinik untuk
beristirahat.
Hal ini berisiko terjadinya peningkatan biaya pengobatan dan waktu
kerja yang hilang akibat sakit otot yang dialami oleh pekerja. Demikian ini
sejalan dengan teori Bird (2005) dampak MSDs yaitu terjadinya peningkatan
biaya pengobatan dan kehilangan waktu kerja akibat penyakit otot sehingga
penurunan terhadap produktivitas kerja dan berisiko terjadinya kecelakaan
kerja. Maka dari itu peneliti perlu melakukan penelitian terhadap aktivitas
kerja tersebut untuk mengetahui seberapa besar risiko ergonomi terhadap
kesehatan pekerja terutama kegiatan kerja yang dilakukan secara manual
yang berisiko terjadiya MSDs. Hal inilah yang melatarbelakangi
dilakukannya penelitian terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan
keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) pada pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control (PC) di PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Kawasan MM2100 Bekasi.

1.2 Rumusan Masalah


PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) khususnya pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export, menggunakan tenaga
manusia dalam jenis kerjanya yaitu mengangkat atau memindahkan part
Armature atau compressor. Dalam melakukan pekerjaannya, pekerja tersebut
dapat mengangkat atau memindahkan beban dengan berat part armature 16,7
kg di Misuzumasi Warehouse dan berat compressor 11, 29 kg di Packaging
Export dengan cara manual, berulang dengan postur yang janggal.
Berdasarkan hasil wawancara pada studi pendahuluan 9 pekerja Misuzumashi
Warehaouse dan Packaging Export terkait pekerjaannya, pekerja tersebut
mengeluhkan rasa sakit pada bagian tubuhnya yang dicurigai karena dampak
dari proses kerja angkat angkut yang dilakukan. Peneliti juga melakukan
diskusi mendalam dengan tim Safety Health Environtment (SHE) TACI yang
menyatakan bahwa belum pernah melakukan pengkajian lebih dalam terkait
penyebab dari keluhan yang dirasakan oleh pekerja tersebut, dijelaskan juga
bahwa pekerja yang mengeluhkan sakit pada bagian tubuhnya terkadang
datang ke klinik untuk beristirahat.
Hal ini berisiko terjadinya peningkatan biaya pengobatan dan waktu kerja
yang hilang akibat sakit otot yang dialami oleh pekerja. Demikian ini sejalan
dengan teori Bird (2005) dampak MSDs yaitu terjadinya peningkatan biaya
pengobatan dan kehilangan waktu kerja akibat penyakit otot sehingga
penurunan terhadap produktivitas kerja dan berisiko terjadinya kecelakaan
kerja. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs). Berdasarkan masalah tersebut maka penulis ingin
melakukan penelitian mengenai “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018”.

1.3 Pertanyaan Penelitian


1. Apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan MSDs pada
Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi Tahun 2018?
2. Bagaimana gambaran usia pada pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export dibagian Production Control (PC) PT TD Automotive
Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018?
3. Bagaimana gambaran masa kerja pada pekerja Misuzumashi Warehouse
dan Packaging Export dibagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018?
4. Bagaimana gambaran indeks masa tubuh (IMT) pada pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export dibagian Production
Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
Tahun 2018?
5. Bagaimana gambaran kebiasaan merokok pada pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export dibagian Production Control (PC) PT
TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018?
6. Bagaimana gambaran kebiasaan olahraga pada pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export dibagian Production Control (PC) PT
TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018?
7. Bagaimana gambaran postur tubuh pada pekerja Misuzumashi Warehouse
dan Packaging Export dibagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018?
8. Apakah ada hubungan antara usia dengan keluhan MSDs pada pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian Production
Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
Tahun 2018?
9. Apakah ada hubungan antara indeks masa tubuh (IMT) dengan keluhan
MSDs pada pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export
bagian Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018?
10. Apakah ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada
pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi Tahun 2018?
11. Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs
pada pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi Tahun 2018?
12. Apakah ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan MSDs
pada pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi Tahun 2018?
13. Apakah ada hubungan antara postur tubuh dengan keluhan MSDs pada
pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi Tahun 2018?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control (PC) PT
TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan
MSDs pada pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging
Export bagian Production Control (PC) PT TD Automotive
Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018.
2. Mengetahui gambaran usia pada pekerja Misuzumashi Warehouse
dan Packaging Export bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018.
3. Mengetahui gambaran masa kerja pada pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control
(PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
Tahun 2018.
4. Mengetahui gambaran indeks masa tubuh (IMT) pada pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018.
5. Mengetahui gambaran kebiasaan merokok pada pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018.
6. Mengetahui gambaran kebiasaan olahraga pada pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018.
7. Mengetahui gambaran postur tubuh pada pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control
(PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
Tahun 2018.
8. Mengetahui hubungan antara usia dengan keluhan MSDs pada
pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018.
9. Mengetahui hubungan antara indeks masa tubuh (IMT) dengan
keluhan MSDs pada pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018.
10. Mengetahui hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs
pada pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export
bagian Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018.
11. Mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan
MSDs pada pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging
Export bagian Production Control (PC) PT TD Automotive
Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018.
12. Mengetahui hubungan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan
MSDs pada pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging
Export bagian Production Control (PC) PT TD Automotive
Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018.
13. Mengetahui hubungan antara postur tubuh dengan keluhan MSDs
pada pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export
bagian Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Peneliti
Mendapatkan pemahaman dan pengetahuan mengenai bahaya
ergonomi ditempat kerja serta faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya Musculoskeletal Disordres (MSDs).

1.5.2 Bagi Universitas Esa Unggul


Penelitian ini dapat digunakan dan dikembangkan sebagai bahan
penelitian lebih lanjut dan dokumentasi data penelitian mengenai
ergonomi terkait musculoskeletal disorders (MSDs)
1.5.3 Bagi TACI
a. Memberikan deksripsi mengenai faktor-faktor terjadinya keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control (PC)
PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi.
b. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi TACI dalam
meimprovement area kerja Production Control (PC) Warehouse
dan Packaging Export PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi.

1.6 Ruang Lingkup


Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control
(PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Kawasan MM2100
Bekasi yang dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember
2018 pada 33 pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian
Production Control (PC). Penelitian ini dilakukan karena berdasarkan hasil
survei awal dan informasi yang didapat dari tim Safety, Health, Environtment
(SHE), pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export dalam
melakukan pekerjaannya, pekerja tersebut dapat mengangkat atau
memindahkan beban dengan berat part armature 16,7 kg di Misuzumashi
Warehouse dan berat compressor 11, 29 kg di Packaging Export dengan cara
manual, berulang dengan postur yang janggal. Hal ini akan berisiko
terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja. Berdasarkan
hasil wawancara pada studi pendahuluan 9 pekerja Misuzumashi Warehaouse
dan Packaging Export terkait pekerjaannya, pekerja tersebut mengeluhkan
rasa sakit pada bagian tubuhnya yang dicurigai karena dampak dari proses
kerja angkat angkut yang dilakukan. Peneliti juga melakukan diskusi
mendalam dengan tim Safety Health Environtment (SHE) TACI yang
menyatakan bahwa belum pernah melakukan pengkajian lebih dalam terkait
penyebab dari keluhan yang dirasakan oleh pekerja tersebut, dijelaskan juga
bahwa pekerja yang mengeluhkan sakit pada bagian tubuhnya terkadang
datang ke klinik untuk beristirahat. Hal ini berisiko terjadinya peningkatan
biaya pengobatan dan waktu kerja yang hilang akibat sakit otot yang dialami
oleh pekerja. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif dengan
menggunakan desain penelitian cross sectional, data yang digunakan adalah
data primer dan data sekunder. Data sekunder terkait SOP dan struktur
organisasi TACI. Data primer dengan cara wawancara melalui kuesioner,
pengukuran postur tubuh dengan alat ukur lembar REBA, dan kuesioner
NBM untuk mengetahui keluhan MSDs pada pekerja Misuzumashi
Warehaouse dan Packaging Export bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ergonomi
2.1.1 Definisi Ergonomi
Istilah Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua
kata yaitu “Ergon” yang berarti Kerja dan “Nomos” yang berarti aturan
atau kaidah. Jadi secara ringkas Ergonomi adalah suatu aturan atau kaidah
yang ditaati dalam lingkungan pekerjaannya (Kuswana, 2014). Di
Indonesia menggunakan istilah Ergonomi, tetapi di Negara seperti di
Scandinavia menggunakan istilah “Biotekhnologi” sedangkan di Negara
Amerika menggunakan istilah “Human Engineering” atau “Human
Factors Engineering”. Namun demikian, kesemuannya membahas hal
yang sama yaitu tentang optimalisasi fungsi manusia terhadap fungsi
aktivitas yang dilakukan.
Ada beberapa definisi mengenai ergonomi antara lain, menurut
Tarwaka (2013), ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi
untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala kemampuan,
kebolehan, dan keterbatasan manusia baik secara fisik maupun mental
sehingga dicapai suatu kualitas hidup secara keseluruhan yang lebih baik.
Menurut ACGIH (2010), mendefinisikan ergonomi sebagai suatu istilah
yang menunjukan studi dan desain mesin terhadap manusia untuk
mencegah penyakit atau cedera sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan produktivitas kerja. Ergonomi adalah praktek dalam
mendesain peralatan dan rincian pekerjaan sesuai dengan kapasitas
pekerja dengan tujuan untuk mencegah cidera pada pekerja (OSHA,
2010).

13
Universitas Esa Unggul
14

International Ergonomic Association (IEA, 2010), mendefinisikan


ergonomi merupakan studi anatomis, fisiologi, dan psikologi dari aspek
manusia dalam bekerja dilingkungannya. Konteks ini, memiliki kaitan
dengan efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan dari orang-
orang di tempat kerja, dirumah, dan sejumlah permainan. Hal itu, secara
umum memerlukan studi dari sistem dan fakta ketubuhan manusia,
mesin-mesin dan lingkungan yang saling berhubungan dengan tujuan
mengenai penyesuaiannya.
Maka definisi diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa ergonomi
merupakan penerapan multidisiplin ilmu yang mempelajari interaksi antar
manusia (terkait dengan kemampuan dan kapasitas manusia), lingkungan
kerja, cara dan alat kerja agar terciptanya kesesuaian diantaranya
produktifitas dan efisiensi yang semaksimal mungkin guna
mengoptimalkan kesejahteraan manusia agar terciptanya kesehatan kerja
sehingga pekerja dapat terhindar dari cedera dan gangguan kesehatan.

2.1.2 Tujuan Ergonomi


Secara umum tujuan Ergonomi (Tarwaka, 2004) adalah :
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya
pencegahan cedera dan penykit akibat kerja, menurunkan beban kerja
fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan social melalui peningkatan kualitas
kontak social, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna
dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia
produktif maupun setelah tidak produktif.
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu
aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem
kerja yang dilakukan sehingga terciptanya kualitas kerja dan kualitas
hidup yang tinggi.

Universitas Esa Unggul


2.1.3 Prinsip Ergonomi
Menurut Bridger (2003), ergonomi melibatkan 3 (tiga) komponen utama
yaitu, manusia, mesin dan lingkungan yang saling berinteraksi tersebut
menghasilkan suatu sistem kerja yang tidak bisa dipisahkan antara yang
satu dengan yang lainnya yang dikenal dengan istilah worksytem.
Interaksi dasar dalam worksytem ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1. Interaksi Dasar dan Evaluasinya dalam


Worksystem
Interaksi Evaluasi
Manusia > Mesin : Merupakan tindakan Anatomi : Postur tubuh dan pergerakan,
control dasar yang dilakukan manusia besarnya kekuatan, durasi, frekuensi,
dalam menggunakan mesin. kelelahan otot.
Aplikasinya berupa : perawatan, Fisiologi : Work rate (konsumsi oksigen,
penanganan material, dan lain-lain. detak jantung), fitness of workforce,
kelelahan fisiologi.
Manusia > Lingkungan : Efek dari Fisik : Pengukuran objektif dari
manusia terhadap lingkungan. Manusia lingkungan kerja. Implikasinya berupa
mengeluarkan karbondioksida, panas pemenuhan standar yang berlaku.
tubuh, populasi udara, dan lain-lain.
Mesin > Manusia : Umpan balik dan Anatomi : Desain dari control dan alat
display informasi. Mesin dapat berefek fisik : pengukuran getaran, kekuatan
tekanan terhadap manusia, berupa mesin, bising, dan temperatur permukaan
getaran, percepatan, dan lain-lain. mesin.
Permukaan mesin bisa panas ataupun Fisiologi : Aplikasi dari prinsip
dingin yang dapat mencapai ancaman pengelompokan dalam desain tombol
kesehatan bagi manusia. panel, display grafik, dan faceplates.
Mesin > Lingkungan : Mesin dapat Umumnya di tangani oleh praktisi tekhnik
mengubah lingkungan kerja akibat bising, industri hygienist.
panas, dan buangan gas berbahaya.
Lingkungan > Manusia : Kebalikannya, Fisik-Fisiologi : Survey bising,
lingkungan dapat mempengaruhi pencahayaan dan temperatur.
kemampuan manusia dalam bekerja,
misalnya karena bising, temperatur panas,
dan lain-lain.
Lingkungan > Mesin : Lingkungan Ditangani oleh praktisi tekhnik industri,
dapat mempengaruhi fungsi mesin, petugas, maintenan, manjemen, fasilitas,
misalnya dapat membekukan komponen dan lain-lain.
pada temperatur rendah.
Sumber : Bridger, 2003

2.1.4 Ruang Lingkup Ergonomi


Menurut Tarwaka (2004), dalam sudut pandang ergonomi antara
tuntutan tugas dengan kapasitas kerja harus selalu dalam garis
keseimbangan sehingga tercapai performa kerja yang tinggi. Dalam kata
lain, tuntutan tugas pekerjaan tidak boleh terlalu rendah dan juga tidak
boleh terlalu berlebihan. Akan dijelaskan dalam gambar berikut dibawah
ini :

Material Task/Work Place Personal Physiological


Characteristic Characteristic Capacity Capacity

Task Work
Demands Capacity

Organizational Environmental Psycological Biomecanical


Characteristic Characteristic Capacity Capacity

Performance
Quality Stress
Fatigue Accident
Discomfort Diseases
Injury Productivity

(Sumber : Tarwaka, 2004)


Gambar 2.1. Konsep Dasar Ergonomi
Tuntutan tugas tergantung pada :
1. Task and Material Characteristics, ditentukan oleh karakteristik mesin
dan peralatan, tipe, kecepatan dan irama kerja.
2. Organization Characteristics, berhubungan dengan jam kerja, jam
istirahat, shift kerja, kerja malam, manajemen, cuti, dan libur.
3. Environmental Characteristics, berkaitan dengan manusia teman
setugas, suhu dan kelembaban, bising, dan getaran, penerangan, social-
budaya, norma, adat dan kebiasaan, bahan-bahan pencemar.

Kemampuan kerja ditentukan oleh :


1. Personal Capacity, meliputi faktor usia, jenis kelamin, antropometri,
pendidikan, pengalaman, status social, agama, dan kepercayaan, status
kesehatan dan kebugaran.
2. Physiological Capacity, meliputi kemampuan dan daya tahan
kardiovaskuler, syaraf, otot dan panca indra.
3. Phsycological Capacity,berhubungan dengan kemampuan mental,
waktu reaksi, kemampuan adaptasi, stabilitas emosi
4. Biomechanical Capacity, meliputi kemampuan dan daya tahan sendi
dan persendian, tendon dan jaringan tulang.

Performance tergantung pada besarnya tuntutan tugas dengan besarnya


kemampuan orang tersebut. Bila tuntutan tugas lebih rendah dari
kapasitas kerja akan terjadi understress (Tarwaka, 2004). Ruang
lingkup ergonomi menjadi 3 (tiga) dominan spesialisasi terkait disiplin
ilmu yang mendukung ergonomi, menurut International Ergonomics
Association (IEA, 2015) :
1. Ergonomi Fisik
Ergonomi fisik berkaitan dengan anatomi manusia, antropometri,
karakteristik fisiologis, dan biomekanik yang berkaitan dengan
aktivitas fisik. Topik yang relevan meliputi postur kerja,
penanganan material, gerakan berulang yang berhubungan dengan
pekerjaan, gangguan musculoskeletal, tata letak tempat kerja,
keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Ergonomi Kognitif
Ergonomi kognitif berkaitan dengan persepsi, memori, penalaran
dan respon, motorik Karena mempengaruhi interaksi antara
manusia dan elemen lain dari sistem. Topik yang relevan meliputi
beban kerja mental, pengambilan keputusan, kinerja,
keterampilan, interaksi manusia-komputer, khandalan manusia,
stress kerja dan pelatihan.
3. Ergonomi Organisasi
Ergonomi organisasi berkaitan dengan organisasi sistem sosio-
teknical, termasuk struktur organisasi kebijakan dan proses, topik-
topik yang relevan meliputi komunikasi, manajemen sumber daya
manusia, desain kerja, desain waktu kerja, desain tim, desain
partisipatif, ergonomi masyarakat, kerja kooperatif, paradigma,
kerja baru, budaya organisasi, organisasi virtual, telework, dan
manajemen mutu.

Ruang lingkup ergonomi sangat berkaitan dengan kapasitas kerja yang


seimbang dengan tuntutan tugas. Kapasitas manusia dalam melakukan
kegiatan manual material handling harus mempunyai batasan angkut
dalam melakukan kegiatan tersebut, dengan tujuan mencegah terjadinya
musculoskeletal disorders (MSDs). Manual handling meliputi aktivitas
memutar, membengkokan, meraih, menurunkan, mendorong, menarik
dan membalik beban tersebut, hal ini harus sesuai prinsip manual
handling dalam bekerja.
2.1.5 Manual Material Handling (MMH)

Manual material handling adalah sebagai aktivitas dengan


menggunakan peralatan tangan pekerja untuk mengangkat, mengisi,
mengosongkan, meletakan, atau membawa (NIOSH, 2007). Manual
material handling menurut Nurmianto (2004), adalah semua pekerjaan
pengangkatan beban (meliputi aktivitas memutar, membengkokan,
meraih, menurunkan, mendorong, menarik, membawa, dan membalik)
yang dilakukan oleh pekerja dengan tujuan memindahkan beban tersebut
dari lokasi asal menuju lokasi tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa
manual handling adalah seluruh rangkaian aktivitas pekerjaan yang masih
mempergunakan tangan manusia namun bukan hanya aktivitas
mengangkat, menurunkan, membawa, menarik, mendorong, menggeser
sesuatu saja, tetapi juga seluruh aktivitas ringan yang dilakukan secara
berulang.
Adapun parameter yang harus diperhatikan dalam manual handling
adalah :
a. Beban yang harus diangkat
b. Perbandingan antara berat badan dan orangnya
c. Jarak horizontal dari beban terhadap orangnya.
d. Ukuran beban yang diangkat (beban yang berdimensi, besar akan
mempunyai jarak CG (center of gravity) yang lebih jauh dari tubuh
dan bisa mengganggu jarak pandangannya.

Occupational Safety and Health Administration (OSHA) 2007,


mengklasifikasikan kegiatan manual handling menjadi 5 (lima) yaitu :
1) Mengangkat/ menurunkan (Lifting/Lowering)
Mengangkat adalah kegiatan memindahkan barang ke tempat
yang lebih tinggi yang masih dapat dijangkau oleh tangan. Kegiatan
lainnya adalah menurunkan barang.

(Sumber OSHA, 2007)


Gambar 2.2. Mengangkat/Menurunkan

2) Mendorong/ Menarik (Push/Pull)


Kegiatan mendorong adalah kegiatan menekan berlawanan arah
tubuh dengan usaha yang bertujuan untuk memindahkan objek.

(Sumber : OSHA, 2007)


Gambar 2.3. Mendorong/Menarik

3) Memutar (Twisting)
Kegiatan memutar merupakan kegiatan manual material handling
yang merupakan kegiatan memutar tubuh bagian atas ke satu atau
dua sisi, sementara tubuh bagian bawah berada dalam posisi tetap.
Kegiatan memutar ini dapat dilakukan dalam keadaan diam.

(Sumber : OSHA, 2007)


Gambar 2.4. Memutar
4) Mambawa (Carrying)
Kegiatan membawa merupakan kegiatan memegang atau
mengambil barang dan memindahkannya. Berat benda menjadi berat
total pekerja.

(Sumber : OSHA, 2007)


Gambar 2.5. Membawa

5) Menahan (Holding)
Memegang obyek saat tubuh berada dalam posisi diam (statis).

(Sumber : OSHA, 2007)


Gambar 2.6. Menahan

Perusahaan TACI khususnya bagian Production Control (PC) salah


satunya melakukan kegiatan kerja dengan cara angkat angkut (manual handling).
Adapun jenis kerja bagian Production Control (PC) pada pekerja Misuzumashi
Warehouse salah satunya mensuplai part armature ke bagian Magnetic Clutch
dengan cara mengangkat manual dari pallet ke shutter dan dari shutter ke trolly
dengan berat part armature 16,7 kg, sedangkan pada pekerja Packaging Export
Predelivery yaitu mengangkat M2 Box Compressor With Clutch dari shutter ke
trolly, untuk dilakukan double check dan packing dengan berat M2 Box
Compressor 11,29 kg. Jenis pekerjaan ini dilakukan secara berulang dengan
postur yang janggal yaitu membungkuk, dengan bahu terangkat, dan salah satu
kaki tidak bertumpu pada lantai. Hal ini berisiko terjadinya keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs).

2.2 Musculoskeletal Disorders (MSDs)


2.2.1 Definisi Musculoskeletal Disorders
Menurut NIOSH (2000) yang dimaksud Musculoskeletal Disorders
adalah sekolompok kondisi patologis yang mempengaruhi fungsi normal
dari jaringan halus dari sistem musculoskeletal yang mencakup sistem
syaraf, tendon, ligament, otot dan struktur penunjang seperti discus
invertebral. Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan gangguan
kronik pada otot, tendon dan syaraf yang disebabkan oleh penggunaan
tenaga secara repetitif, pergerakan yang cepat, penggunaan tenaga yang
besar, kontak dengan tekanan, postur janggal dan ekstrim, getaran, dan
temperatur yang rendah (ACGIH, 2010). Musculoskeletal Disorders
(MSDs) sangat menyakitkan dan sering terjadi umumnya berkembang
secara bertahap selama beberapa minggu, bulan dan tahun. Keluhan
musculoskeletal ini dapat menyebabkan sejumlah kondisi, termasuk nyeri,
mati rasa, kesemutan, sendi kaku, kesulitan bergerak kehilangan otot dan
kadang-kadang kelumpuhan. Sering kali pekerja sering kehilangan waktu
dari pekerjaan untuk pulih kembali (OSHA, 2000).
Pada beberapa Negara, digunakan istilah yang berbeda-beda untuk
menggambarkan kejadian MSDs, diantaranya Repetitive Strain Injuries
(RSI), Repetitive Motion Injuries, Cummulative Trauma Disorders
(CTD), Occupational Cervicobrachial Disorders (OCD), Overuse
Syndrome, Regional Musculoskeletal Disorders dan Soft Tissue
Disorders (Canadian Center for Occupational Health and Safety –
CCOHS). Jadi dapat
disimpulkan MSDs yaitu suatu kondisi yang mengganggu fungsi sendi,
ligament, otot, saraf dan tendon, serta tulang belakang dengan keluhan
terasa kesemutan, pegal-pegal, sendi kaku, mati rasa atau kekakuan,
kelemahan otot dan peradangan otot rangka yang disebabkan oleh
gerakan berulang, postur janggal, penggunaan tenaga yang besar dan
lama kerja.

2.2.2 Gejala Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)


Gejala keluhan MSDs ditandai dengan beberapa gejala sebagai
berikut: (Peter, 2000)
a. Rasa sakit pada sendi
b. Rasa sakit pada tangan, bahu, lengan bawah, lutut, kaki dan lain-lain
c. Rasa sakit, ngilu dan kebas pada tangan dan kaki
d. Jari tangan atau kaki memucat
e. Punggung atau leher sakit
f. Terjadi pembengkakan atau radang
g. Terjadi kekakuan
h. Rasa panas atau seperti terbakar
i. Rasa lemas atau kehilangan koordinasi tangan
j. Rasa sakit yang membuat terjaga ditengah malam.
Nyeri Bahu Nyeri
Nyeri sendi
Leher
(punggung)

Nyeri
Tangan
Jari
Memucat

Neri Lutut

Nyeri Kaki

(Sumber : NIOSH, 1997)


Gambar 2.7. Gejala Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Berdasarkan patologi kesehatan, sel otot saat menerima tekanan/beban


yang berlebih akan menyebabkan gangguan keseimbangan (Homeostatis)
yang dapat bereaksi, gangguan tersebut mengakibatkan keluhan otot
(Krisna, 2011) :
1. Adaptasi
Adaptasi sel otot timbul pada saat adanya tekanan fisiologis
berlebihan atau rangsangan yang menyebabkan perubahan keadaan
di tubuh. Misalnya, hipertropi (pembesaran sel otot) pada orang
yang sering latihan angkat beban sehingga mengakibatkan masa
sel otot akan membesar.
2. Kerusakan Reversible (Sementara)
Jika suatu beban/tekanan diberikan, maka akan terjadi suatu
perubahan patologis pada sel otot. Namun saat beban/tekanan
dihilangkan, maka perubahan patologis akan kembali semula. Hal
ini penyebab bersifat ringan.
3. Kerusakan Irreversibel (Tetap)
Dan ini sebaliknya kerusakan reversible setelah beban/tenaga
dihilangkan kondisi patologis akan kembali, namun irreversible
diberikan beban/tenaga yang dihilangkan perubahan patologis
tetap tidak bisa kembali semula.
4. Kematian Sel Otot
Sel otot akan mati jika kerusakannya sangat berat dan sulit
diperbaiki dan penyembuhan butuh waktu lama.

2.2.3 Tahapan Musculoskeletal Disorders (MSDs)


Gejala yang menunjukan tingkat keparahan MSDs (Obone, 1995
dalam Tarwaka, 2015) dapat dilihat sebagai berikut :
1) Tahap Pertama
Timbulnya rasa nyeri dan kelelahan saat bekerja tetapi setelah
beristirahat akan pulih kembali dan tidak mengganggu kapasitas kerja.
2) Tahap Kedua
Rasa nyeri tetap ada setelah semalaman dan mengganggu waktu
istirahat
3) Tahap Ketiga
Rasa nyeri tetap ada walaupun telah istirahat yang cukup, nyeri ketika
melakukan pekerjaan yang berulang, tidur menjadi terganggu kesulitan
menjalankan pekerjaan yang akhirnya mengakibatkan terjadinya
inkapasitas.

2.2.4 Dampak Keluhan Musculoskeletal Disorders


Keluhan-keluahan pada tulang belakang yang dialami oleh pekerja jika
terus menerus dibiarkan berpeluang besar menyebabkan dislokasi bagian
tulang punggung yang menimbulkan rasa sangat nyeri dan bisa
irreversible serta fatal. Rasa sakit yang mengganggu sistem
musculoskeletal pada saat bekerja dapat menyebabkan pecahnya lempeng
dan bahan atau bagian dalam yang menonjol keluar serta mungkin
menekan syaraf-syaraf di sekitarnya, hal tersebut yang menyebabkan
kelumpuhan. Rasa nyeri pada tubuh juga secara psikologis, dapat
menyebabkan menurunnya tingkat kewaspadaan dan kelelahan akibat
terhambatnya fungsi-fungsi kesadaran otak dan perubahan-perubahan
pada organ-organ diluar kesadaran sehingga berpotensi menimbulkan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Tarwaka, 2013).
Sedangkan menurut Bird (2005), dampak MSDs dapat :
a. Menurunkan produktivitas
b. Waktu kerja yang hilang akibat sakit umumnya disebabkan oleh
penyakit otot rangka
c. Penyakit MSDs bersifat multikausal sehingga sulit untuk menentuan
proporsi yang semata-mata akibat hubungan kerja.
d. MSDs terutama yang berkaitan dengan punggung merupakan
masalah penyakit akibat kerja yang penanganannya membutuhkan
biaya tinggi.
e. Meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan.
f. Penurunan kewaspadaan.
2.2.5 Pengendalian Keluhan Musculoskeletal Disorders
Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health
Administration (OSHA) dalam Tarwaka (2004), tindakan ergonomi untuk
mengendalikan adanya sumber penyakit adalah melalui dua cara yaitu
rekayasa tehnik (desain stasiun dan alat kerja) dan rekayasa manajemen
(kriteria dan organisasi kerja) :
1) Rekayasa Teknik
Rekayasa teknik umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa
alternatif sebagai berikut :
a) Eliminasi: yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada.
Hal ini jarang dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan
yang mengharuskan untuk menggunakan peralatan yang ada.
b) Substitusi: yaitu mengganti alat atau bahan yang lama dengan
yang baru yang aman, menyempurnakan proses produksi dan
menyempurnakan prosedur penggunaan peralatan.
c) Partisi: yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan
pekerja, sebagai contoh memisahkan ruangan mesin yang bergetar
dengan ruang kerja lainnya, pemasangan alat peredam getaran dan
sebagainya.
d) Ventilasi: yaitu menambah ventilasi untuk mengurangi risiko
sakit, misalnya akibat suhu udara yang terlalu panas.

2) Rekayasa Manajemen
Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan berikut :
a) Pendidikan dan pelatihan, agar pekerja lebih memahami
lingkungan dan alat kerja sehingga diharapkan dapat melakukan
penyesuaian dan inovatif dalam melakukan upaya-upaya
pencegahan terhadap risiko akibat kerja.
b) Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam arti
disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik
pekerjaan, sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan
terhadap sumber bahaya
c) Pengawasan yang intensif, agar dapat dilakukan pencegahan
secara lebih dini terhadap kemungkinan terjadinya risiko sakit
akibat kerja.

Secara umum, perbaikan ergonomis adalah perubahan yang dibuat untuk


meningkatkan kondisi pekerjaan antara tuntutan tugas pekerjaan dan
kemampuan pekerja. Menurut NIOSH (2007) pengendalian administrasi
dapat mempertimbangkan perbaikan berikut :
a) Tugas berat dapat cari alternatif dengan tugas-tugas ringan.
b) Memberikan variasi dalam pekerjaan untuk menghilangkan atau
mengurangi pengulangan (yaitu, terlalu sering menggunakan
kelompok otot yang sama).
c) Sesuaikan jadwal kerja, kecepatan kerja, atau praktek kerja.
d) Memberikan waktu pemulihan (misalnya, pendek istirahat istirahat).
e) Memodifikasi praktek kerja sehingga pekerja melakukan pekerjaan
dalam zona kemampuan pekerja (yaitu di atas lutut, di bawah bahu,
dan dekat dengan tubuh).
f) Rotasi pekerja melalui pekerjaan yang menggunakan otot yang
berbeda, bagian tubuh, atau postur.
2.2.6 Jenis-Jenis Musculoskeletal Disorders

Tabel 2.2. Jenis-jenis MSDs, Gejala, Faktor-Faktor Risiko dan Potensi Pekerjaan menurut Levy et al (2000), NIOSH (2007) dan
CCOHS (2014)

Faktor Risiko
Pekerjaan
No Jenis MSDs Definisi Gejala Ergonomi di
Berpotensi
Tempat Kerja
Cedera pada Tangan
1 Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Gangguan tekanan syaraf Gatal dan mati rasa pada jari Manual Mengetik dan
yang mempengaruhi syaraf khususnya dimalam hari, proses
tengah, salah satu dari tiga sakit seperti terbakar, mati handling, postur, pemasukan data,
syaraf yang mensuplai tangan rasa yang menyakitkan, getaran, kegiatan
dengan kemampuan sensorik sensasi bengkak yang tidak repetitif, force/gaya manufaktur,
dan motorik. CTS pada terlihat, melemahnya sensasi yang membutuhkan perakitan,
pergerakan tangan merupakan genggaman karena hilangnya peregangan penjahit, dan
terowongan yang terbentuk fungsi syaraf sensorik. frekuensi, durasi, pengepakan.
Gambar Carpat Tunnel Syndrom (CTS) oleh carpal tulang pada tiga dan suhu.

Sumber: CCOHS 2014 sisi dan ligament yang


melintanginya.

29
Universitas Esa Unggul
Faktor Risiko
Pekerjaan
No Jenis MSDs Definisi Gejala Ergonomi di
Berpotensi
Tempat Kerja
2 Tendinitis Tendinitis: merupakan Pegal, sakit pada bagian Force/ gaya Industri perakitan
peradangan pada tendon, tertentu khususnya ketika peregangan, postur, automobil,
adanya struktur ikatan yang bergerak aktif seperti pada pekerjaan manual, pengemasan
melekat pada masing-masing siku dan lutut yang disertai repetitive, berat makanan, juru
bagian ujung dari otot ke dengan pembengkakan beban, dan getaran tulis, sales, dan
tulang. ketika bagian tubuh tersebut manufaktur.
beristirahat.
Gambar Tendinitis
Sumber : CCOHS 2014

3 Trigger Finger Tekanan yang berulang pada Kekakuan yang biasanya Kaku karena Mengetik dan
jari-jari pada saat memburuk di pagi hari, gerakan berulang, proses
menggunakan lata kerja yang benjolan atau nodul pada tekanan dirasakan pemasukan data,
memliki pelatuk, dimana pangkal jari yang sakit, jari atau jempol, kegiatan
menekan tendon secara terus nyeri saat meluruskan jari. mengenggam objek manufaktur,
menerus hingga ke jari-jari Nyeri saat mengenggam dengan kuat dalam perakitan,
Gambar Trigger Finger
dan mengakibatkan rasa sakit sesuatu waktu yang lama, penjahit, dan
Sumber: CCOHS 2014
dan tidak nyaman pada bagian trauma pada pengepakan.
jari-jari. telapak tangan atau
pangkal pada jari
yang sakit.

30
Universitas Esa Unggul
Faktor Risiko
Pekerjaan
No Jenis MSDs Definisi Gejala Ergonomi di
Berpotensi
Tempat Kerja
4 Epicondylitis (tenis elbow/ golfer’s elbow) Merupakan rasa nyeri atau Nyeri pada siku dalam, Gerakan berulang, Mengetik dan
sakit pada bagian siku. Rasa kekakuan pada siku, penggunaan otot proses
sakit ini berhubungan dengan pembengkakan, nyeri akan yang berlebihan, pemasukan data,
perputaran ekstrim pada bertambah jika ekstensi dan rotasi kegiatan
lengan bawah dan mengepalkan tangan, rasa pada jari. manufaktur,
pembengkakan pada baal dan kesemutan yang perakitan,
pergelangan tangan. menjalar ke satu atau lebih penjahit, dan
Gambar Epicondylitis
jari-jari tangan biasanya pengepakan.
Sumber : CCOHS 2014
jari manis dan kelingking.
5 Hand-Arm Vibration Syndrom (HAVS) Gangguan pada pembuluh Mati rasa, gatal-gatal, dan Getaran, durasi, Pekerjaan
darah dan syaraf pada jari putih pucat pada jari, lebih frekuensi, intensitas kontruksi, petani,
yang disebabkan oleh getaran lanjut dapat berkurangnya getaran, suhu pekerja lapangan,
alat atau bagian/permukaan sensitivitas terhadap panas dingin. perusahaan
benda yang bergetar dan dan dingin. Gejala biasanya automobile, sopir
menyebar langsung ke tangan, muncul dalam keadaan truk, penjahit,
Gambar Hand-Arm Vibration Syndrome
disebut juga sebagai getaran dingin. pengebor,
(HAVS)
yang menyebabkan white pekerjaan
Sumber : CCOHS 2014 finger, traumatic vasopatic memalu, gerinda,
disease atau fenomena penyangga,
Raynaud’s kedua. penggosok lantai.

31
Universitas Esa Unggul
Faktor Risiko
Pekerjaan
No Jenis MSDs Definisi Gejala Ergonomi di
Berpotensi
Tempat Kerja
Cedera pada Bahu dan Leher
6 Bursitis Peradangan (pembengkakan) Sendi yang mengalami Aktivitas berulang Atlet, pekerjaan
atau iritasi yang terjadi pada menjadi bengkak, rasa sakit yang berlebihan dan manual handling,
jaringan ikat yang berada pada jika digerakkan, berwarna juga penekanan penjahit, dan
sekitar persendian. Penyakit kemerahan, terasa kaku pada pada daerah tertentu perawat, kegiatan
ini akibat posisi bahu yang bagian sendi, dan juga yang berlebihan, manufaktur.
janggal seperti mengangkat bagian yang terkena akan riwayat trauma pada
bahu diatas kepala dan bekerja sulit bergerak. bagian sendi juga
Gambar Bursitis
dalam waktu yang lama. dapat menambah
Sumber : CCOHS 2014 risiko untuk
terjadinya bursitis.
7 Tension Neck Syndrome Gejala ini terjadi pada leher Kekakuan pada otot leher, Gerakan berulang, Pekerja
yang mengalami ketegangan kejang otot dan rasa sakit Postur tubuh yang manufaktur,
pada otot-ototnya disebabkan yang menyebar ke bagian janggal terutama penjahit,
postur leher mengadah ke atas leher. bagian leher, pekerjaan yang
dalam waktu yang lama. riwayat trauma pada berhubungan
bagian leher. dengan tulis
menulis dan
Gambar Tension Neck Syndrome pengetikan,
Sumber : CCOHS 2014
perakitan.

32
Universitas Esa Unggul
Faktor Risiko
Pekerjaan
No Jenis MSDs Definisi Gejala Ergonomi di
Berpotensi
Tempat Kerja
Cedera pada Punggung dan Lutut
8 Low Back Pain (LBP) Bentuk umum dari sebagian Sakit dibagian tertentu yang Pekerjaan manual Pekerjaan
besar kondisi patologis yang dapat mengurangi tingkat yang berat, postur lapangan atau
mempengaruhi tulang, tendon, pergerakan tulang belakang janggal, force/gaya, bukan lapangan,
syaraf, ligament, yang ditanda oleh kejang beban objek, pelayan, operator,
intervertebral disc dari lumbar otot, sakit dari tingkat getaran, repetitive, teknisi dan
spine (tulang belakang) menegah sampai yang parah dan ketidakpuasan manajernya,
dan menjalar sampai ke kaki. terhadap pekerjaan professional,
Gambar Low Back Pain (LBP)
Sulit berjalan normal dan sales, pekerjaan
Sumber : CCOHS 2014
pergerakan tulang belakang yang
menjadi berkurang. Sakit berhubungan
ketika mengendarai mobil, dengan tulis
batuk atau mengganti posisi. menulis dan
pengetikan, supir
truk, pekerjaan
manual handling,
penjahit, dan
perawat.

33
Universitas Esa Unggul
Faktor Risiko
Pekerjaan
No Jenis MSDs Definisi Gejala Ergonomi di
Berpotensi
Tempat Kerja
9 Tenosynovitis Merupakan peradangan Pegal, sakit pada bagian Force/ gaya Industri perakitan
tendon yang juga melibatkan tertentu khususnya ketika peregangan, postur, automobil,
synovium (perlindungan bergerak aktif seperti pada pekerjaan manual, pengemasan
tendon dan pelumasnya). Bisa siku dan lutut yang disertai repetitive, berat makanan, juru
terjadi di tangan maupun kaki. dengan pembengkakan beban, dan getaran tulis, sales, dan
ketika bagian tubuh tersebut manufaktur.
beristirahat.
Gambar Tenosynovitis
Sumber : CCOHS 2014
10 Peripheral Nerve Entrapment Syndrome Pemampatan atau penjepitan Gejala secara umum pucat, Postur, repetitive, Operator,
syaraf pada tangan atau kaki terjadinya perubahan warna gaya/ force, getaran register, kasir,
(syaraf sensorik, motoric dan terasa dingin pada dan suhu pekerjaan
autonomic) tangan/kaki, pembengkakan perakitan dan
berkurangnya sensitivitas pekerjaan
dalam genggaman, sakit, dan kantoran
lemahnya refleksi tendon.
Gejala khusunya tergantung
Gambar Peripheral Nerve Entrapment jenis syaraf yang terkena.
Syndrome Syaraf sesnsorik : gatal, mati
Sumber : CCOHS 2014 rasa, dan sakit pada area
suplai, terasa sakit

34
Universitas Esa Unggul
Faktor Risiko
Pekerjaan
No Jenis MSDs Definisi Gejala Ergonomi di
Berpotensi
Tempat Kerja
Dan panas, sakit seperti
tumpul atau sensasi
pembengkakan yang tidak
kelihatan. Syaraf motorik:
lemah, kekakuan pada otot
kesulitan memegang sebuah
objek. syaraf autonomic :
pembengkakan pada aliran
darah
11 Neurophaty Gejala permulaan yang Gatal-gatal yang sering Manual handling, Sektor
tersembunyi dan timbul, mati rasa, terasa sakit force, repetitive, manufaktur,
membahayakan dari bila disentuh, lemahnya otot getaran dan suhu pekerja
ketidakmampuan dalam dan munculnya atropi yang disektor publik
menerima sensasi. merusak jaringan syaraf dan
motorik, melemahnya industri jasa
industri aliran konduksi
syaraf, berkurangnya potensi

Gambar Peripheral Nerve Entrapment atau amplitudo syafaf


Syndrome sensorik dan motorik.
Sumber: CCOHS 2014

Sumber : Levy et al (2000), NIOSH (2007), CCOHS (2014)

35
Universitas Esa Unggul
36

2.2.7 Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs)


MSDs di pengaruhi beberapa faktor risiko yang dapat
menyebabkan kejadian cedera, faktor risiko MSDs terkait pekerjaan
diantaranya :
1) Postur Tubuh
Bridger (1995) menyatakan bahwa postur didefinisikan
sebagai orientasi rata-rata bagian tubuh dengan memperhatikan
satu sama lain antara bagian tubuh yang lain. Postur janggal saat
bekerja merupakan salah satu risiko MSDs. Dalam buku
Introduction to Ergonomic menyatakan bahwa leher yang
menunduk hingga 30° dalam waktu yang cukup lama akan
berpengaruh terhadap tulang leher dan tulang belakang (Bridger,
2003).
Menurut OSHA (2000), pekerjaan dengan postur
membungkuk akan menambah beban bagi otot punggung. Postur
janggal dapat menyebabkan rasa sakit, pekerja yang harus bekerja
dengan tulang belakang fleksi (60° selama lebih 5% sehari atau 30°
selama lebih dari 10% sehari atau berputar (lebih dari 30°) hal ini
dapat mengalami cedera otot punggung (Hoogendoom et al, 2000
dalam Bridger, 2003). Menurut Hignett, McAtamney (2000)
klasifikasi penilaian tingkat risiko berdasarkan metode REBA yaitu
: risiko yang bisa dikesampingkan (skor 1), risiko tingkat rendah
(skor 2-3), risiko tingkat sedang (skor4-7), risiko tingkat tinggi
(skor 8-10). Postur kerja yang tidak alamiah menyebabkan posisi
bagian-bagian tubuh bergerak manjauhi posisi alamiah, misalnya
pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk,
kepala terangkat, dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian
tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko
terjadinya keluhan sistem musculoskeletal. Postur kerja tidak
alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat
kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan pekerja (Manuaba, 2000). Adapun penelitian Arfiasari

Universitas Esa Unggul


(2014) pada bagian pengepakan di PT Djitoe Indonesia Tabako
Surakarta, bahwa ada hubungan yang cukup kuat antara postur
tubuh saat bekerja dengan keluhan MSDs. Hal ini disebabkan oleh
faktor peralatan kerja yang tidak sesuai sehingga mempengaruhi
postur tubuh pekerja kemudian juga berpengaruh terhadap keluhan
MSDs.
Postur dan pergerakan memegang peranan penting dalam
ergonomi. Menurut Bridger (2003) postur tubuh seseorang saat
bekerja dipengaruhi oleh 3 (tiga) hal, yaitu karakteristik pekerjaan,
desain tempat kerja dan faktor individu. Ketiga faktor tersebut
digambarkan dalam bentuk The Postural Triangel antara lain :
1. Karakteristik/kebutuhan pekerjaan (task requirement), misalnya
umur, antropometri, berat badan, kebugaran, banyaknya
persendian, masalah musculokeletal, cedera/operasi awal,
penglihatan, kegemukan.
2. Desain tempat kerja (workspace), misalnya kebutuhan visual,
kebutuhan manual (posisi tenaga), masa waktu, priode istirahat,
pekerjaan mobile/tidak atau kecepatan dalam bekerja.
3. Faktor personal pekerja (personal factor), misalnya dimensi
tempat duduk/permukaan kerja/ruang kerja, desain tempat
duduk, keleluasaan pribadi, kualitas dan tingkat iluminasi.
Ketiga faktor tersebut digambarkan dalam bentuk The Postural
Triangel adalah sebagai berikut :

Karakteristik Pekerjaan

Postur Kerja

Desain Tempat Kerja Faktor Individu

(Sumber: Bridger, 2003)


Gambar 2.8. The Postural Triangle
Secara alamiah postur tubuh dapat terbagi menjadi:
a. Postur Statis
Postur statis, yaitu postur yang terjadi dimana sebagian besar
tubuh tidak aktif atau hanya sedikit sekali terjadinya pergerakan.
Postur statis dalam jangka waktu lama dengan kontraksi otot terus
menerus dapat menyebabkan tekanan atau stress pada bagian
tubuh (Bridger, 2003).

b. Postur Dinamis
Postur dinamis, yaitu postur yang terjadi dimana sebagian besar
anggota tubuh bergerak. Pekerjaan yang dilakukan secara dinamis
menjadi berbahaya jika tubuh melakukan pergerakan ekstrim
sehingga energi yang dikeluarkan otot menjadi lebih besar
sehingga timbul hentakan tenaga yang tiba-tiba hal tersebut dapat
menimbulkan cedera. Perbedaan antara postur statis dan dinamis
juga dapat dilihat dari kerja otot, aliran darah, oksigen dan energi
yang dikeluarkan pada kedua jenis postur tersebut. Berikut
perbandingan kebutuhan otot pada postur statis dan dinamis
menurut Bridger (2003) :

Tabel. 2.3. Perbandingan Kebutuhan Otot pada Postur Statis dan


Dinamis
Otot Statis Otot Dinamis
Kontraksi otot secara terus menerus Pergantian fase kontruksi dan
relaksasi
Aliran darah ke otot berkurang Aliran darah ke otot bertambah
Produksi energy bersifat oksigen Produksi energy bersifat oksigen
independent dependen
Glokogen otot diubah menjadi asam Glikogen otot = CO2+H2O otot
laktat mengambil glukosa dan asam lemak
dari darah
Sumber : Bridger (2003)
2) Beban kerja
Beban dapat diartikan sebagai muatan (berat) dan kekuatan
pada struktur tubuh. Pekerjaan yang menuntut tenaga besar akan
memberikan beban pada otot, tendon, ligament dan sendi.
Menurut ILO (2007) beban maksimum yang diperbolehkan untuk
diangkat oleh seseorang adalah 23-25 kg. Pekerja yang
melakukan aktivitas mengangkat barang yang berat memiliki
kesempatan 8 kali lebih besar untuk mengalami low back pain
dibandingkan pekerja yang bekerja statis. Penelitian lain
membuktikan bahwa hernia diskus lebih sering terjadi pada
pekerja yang mengangkat beban berat dengan postur
membungkuk dan berputar (Levy dan Wegman, 2000). Selain
itu, beban yang berat juga dapat menyebabkan kelelahan karena
dipicu oleh peningkatan tekanan pada discus invertebralis
(Bridger, 1995). Katagori beban menurut Hignett, MCAtamney
(2000) dalam metode REBA dibagi menjadi 3 (tiga) antara lain :
beban <5 Kg, beban 5-10 Kg, dan beban > 10 Kg. Menurut
penelitian Devi, Purba dan Lestari (2017) pada aktivitas
pengangkutan beras di PT Buyung Poetra Pangan Pegayut Organ
Ilir menunjukan bahwa variabel beban yang diangkut menjadi
faktor yang paling dominan terjadinya keluhan MSDs, karena
beban yang diangkut >60 kg, memiliki risiko keluhan MSDs
1,626 sampai 24,135 kali.

3) Gerakan Berulang
Aktivitas pekerjaan dilakukan secara berulang, maka dapat
disebut sebagai repetitive. Gerakan repetitive dalam pekerjaan,
dapat dikarakteristikan baik sebagai kecepatan pergerakan tubuh,
atau dapat di perluas sebagai gerakan yang dilakukan secara
berulang tanpa adanya variasi gerakan. Keluhan otot terjadi
karena otot menerima tekanan akibat beban kerja terus menerus
tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Bridger, 2003).
Posisi atau postur yang salah dengan frekuensi pekerjaan sering
dapat menyebabkan suplai darah berkurang, akumulasi asam
laktat, inflamasi, tekanan pada otot dan trauma mekanis.
Frekuensi terjadi pada sikap tubuh yang salah terkait dengan
berapa kali terjadi repetitive dalam melakukan suatu pekerjaan.
Terlalu banyak gerakan berulang yang dapat menyebabkan iritasi
pada tendon dan meningkatkan tekanan saraf (OSHA, 2003).
Menurut Hignett, MCAtamney (2000) dalam metode REBA,
frekuensi dikategorikan menjadi 3 (tiga) kategori : frekuensi
dengan melibatkan 1 atau lebih dari bagian tubuh lebih lama
dalam keadaan statis >1 menit, melibatkan pergerakan kecil yang
berulang >4 kali/menit, melakukan perubahan postur yang drastis
(besar dan cepat) atau tidak stabil. Penelitian Nurhamida (2018)
pada pekerja cutting bar di unit produksi, menunjukan gerakan
berulang berisiko ≥ 10 gerakan/menit sebanyak 24 pekerja
(92,4%), sedangkan responden yang melakukan gerakan berulang
tidak berisiko sebanyak <10 gerakan/menit sebanyak 2 pekerja
(7,7%).

4) Durasi
Durasi adalah lamanya pajanan dari faktor risiko. Durasi
selama bekerja akan berpengaruh terhadap tingkat kelelahan.
Kelelahan akan menurunkan kinerja, kenyamanan dan konsentrasi
sehingga dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Asumsinya bahwa
semakin lama durasi paparan semakin besar risiko cedera yang
terjadi (Tarwaka, 2010). Durasi diklasifikasikan menjadi sebagai
berikut (Bird, 2005):
a. Durasi Singkat : < 1 jam/hari
b. Durasi Sedang : <1-2 jam/hari
c. Durasi Lama : > 2 jam/hari
Menurut OSHA (2000), pekerja yang harus menahan posisi dalam
waktu lama dapat mengganggu aliran darah dan kerusakan pada
otot. Penelitian Santoso dan Ariska (2018) yang dilakukan pada
pekerja batik di Banyumas, menunjukan ada hubungan yang
negatif antara lama kerja dengan keluhan MSDs. Hal ini lama
kerja berpengaruh dengan terjadinya keluhan MSDs.

Faktor individu yang dapat mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs


Bernard (1997) antara lain :
1) Usia
Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada
tulang. Keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 30 tahun
pada usia 30 tahun terjadi degenerasi berupa kerusakan jaringan,
pergantian jaringan menjadi jaringan parut, dan pengurangan
cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot
menjadi berkurang sehingga hal ini memicu timbulnya gejala
MSDs (Bridger, 2003). Masa tulang akan terus meningkat sampai
mencapai puncaknya pada usia 30-35 tahun. Puncak masa tulang
ini lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Untuk jangka
waktu tertentu keadaan masa tulang tetap stabil dan kemudian
terjadi pengurangan masa tulang sesuai dengan pertambahan umur.
Densitas tulang yang rendah pada usia lanjut dapat terjadi akibat
puncak masa tulang yang tidak cukup atau meningkatnya
kehilangan tulang sebagai kelanjutan usaha untuk mencapai masa
tulang yang normal (Yatim, 2000). Menurut Tarwaka (2004) usia
seseorang berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai batas
tertentu dan mencapai puncaknya pada umur 25 tahun, keluhan
pertama biasanya dirasakan pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan
akan terus meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi
karena pada usia setengah baya kekuatan otot mulai menurun
sehingga risiko terjadinya keluhan otot meningkat. Pada penelitian
tersebut diklasifikasikan usia berdasarkan tingkat kekuatan dan
ketahanan otot yaitu: 16-30 tahun, 31-50 tahun dan lebih dari 50
tahun (Tarwaka 2004). Menurut penelitian Winda (2012) penelitian
pada pekerja angkat-angkut industri pemecahan batu, bahwa
variabel usia menunjukan ada hubungan yang signifikan anatar usia
dengan keluhan MSDs dengan PR sebesar 4,44 yang artinya usia
merupakan factor risiko keluhan MSDs pada usia ≥ 30 tahun
memiliki risiko 4,4 kali mengalami keluhan MSDs tingkat tinggi
dibandingkan pekerja dengan usia < 30 tahun. Pada dasarnya
gangguan otot adalah salah satu gejala sebagian besar masalah
kesehatan umum usia menengah dan tua. Ditambah dengan factor
tekanan fisik dari pekerjaan dengan situasi beban kerja yang tinggi.
Adapun penelitian pada pekerja meat preparation, variabel usia
menunjukan terjadinya keluhan MSDs, yang berarti bahwa pekerja
dengan usia diatas 35 tahun memiliki kemungkinan untuk
mengalami keluhan MSDs 10 kali lipat dibandingkan pekerja
dengan usia dibawah 35 tahun (Annisa, 2017).

2) Jenis kelamin
Berdasarkan beberapa penelitian menunjukan prevalensi beberapa
kasus MSDs lebih tinggi pada wanita dan lebih rendah dari pada
laki-laki (NIOSH, 1997). Menurut Bernard et. al (1997) dalam
Tarwaka (2010), hal ini terjadi karena secara fisiologis,
kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pada pria,
bahwa perbandingan keluhan otot antara pria dan wanita adalah
1:3. Jenis kelamin salah satu faktor risiko terjadinya keluhan
MSDs, dapat dilihat dalam penelitian pada pekerja batik hasil
penelitian menunjukan bahwa responden perempuan sebesar 88,9
% mengalami keluhan MSDs dari pada laki-laki (Santoso dan
Ariska, 2018).

3) Masa Kerja
Menurut Bernard et. al (1997), peningkatan masa kerja
berhubungan dengan kejadian MSDs hal ini kaitannya erat dengan
penambahan usia. Masa kerja merupakan faktor risiko yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya MSDs, terutama jenis pekerjaan
yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi. Selain itu, semakin
lama waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpapar risiko
maka semakin besar pula risiko untuk mengalami keluhan
musculokeletal disorders (Rahardjo, 2005). Masa kerja adalah
kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja di suatu tempat
(Handoko, 2010), adapun klasifikasi masa kerja yaitu masa kerja
dengan katagori baru ≤ 3 tahun, dan masa kerja kategori lama > 3
tahun. Menurut Devi, Purba dan Lestari (2017) dari penelitian
terhadap pekerja pengangkut beras, masa kerja berhubungan
signifikan dengan terjadinya keluhan MSDs, dan masa kerja
katagori lama kerja memiliki risiko keluhan MSDs 4,4 kali
dibandingkan dengan masa kerja belum lama, peneliti percaya
katagori lama kerja (>5 tahun) meningkatkan risiko keluhan MSDs
sebanyak 1,100 sampai 17,806 kali.

4) Kebiasaan Merokok
Merokok dapat menyebabkan kelainan jantung dan tersumbatnya
aliran darah ke seluruh tubuh, bila darah sudah tersumbat maka
proses pembentukan tulang sulit terjadi. Hal ini dapat terjadi karena
nikotin pada rokok dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah
ke jaringan merokok juga dapat menyebabkan nyeri akibat
terjadinya keretakan pada tulang (Bernard et al, 1997). Berdasarkan
hasil survey oleh Annuals of Rheumatic Diseases dalam Croasmun
(2003), diperoleh hubungan antara perokok dengan munculnya
keluhan MSDs dan dilaporkan bahwa perokok memiliki risiko 50%
lebih besar untuk mengalami MSDs. Meningkatnya frekuensi
merokok akan meningkatkan keluhan otot yang dirasakan hal
tersebut dikarenakan kebiasaan merokok akan menurunkan
kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk
mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut
untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka
akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah
dan akhirnya efek rokok akan menciptakan respon rasa sakit
(osteoporosis, undegenerasi tulang) akibat dari penyerapan kalsium
yang terganggu. Menurut Tarwaka (2004), bahwa semakin lama
semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula keluhan
yang dirasakan. Perokok lebih memiliki kemungkinan menderita
masalah punggung dari pada bukan perokok (Bernard et al, 1997).
Merokok dapat mengakibatkan kepadatan tulang menurun
(osteoporosis) hal ini dikarenakan karbon monoksida dalam asap
rokok dapat mengurangi daya angkut oksigen dalam darah perokok
sebesar 15% mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga lebih
mudah patah serta dapat menghambat pertambahan masa tulang
yang berakibat tulang menjadi lebih kecil dari yang seharusnya dan
tulang menjadi rapuh hal ini disebabkan karena zat-zat racun yang
masuk ke dalam tubuh menghambat tugas hormon calcitonin untuk
membangun sel-sel tulang yang baru. Nikotin dan radikal bebas
akibat rokok menjadi penyebab matinya osteoblast (sel pembuat
tulang) sehingga menimbulkan terjadinya nyeri otot skeletal
(Jeanie, 2009). Pada hasil penelitian Boshuizen, et. al (1993) dalam
Annisa (2017) bahwa menemukan hubungan yang signifikan antara
kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang khususnya untuk
pekerja yang memerlukan pengerahan otot yang besar. Hal ini
terkait dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang. Menurut Bustan
(2007), kategori kebiasaan merokok menjadi 4 kategori, yaitu :
kategori kebiasaan merokok berat, jika > 20 batang/hari, kebiasaan
merokok sedang jika 10-20 batang/hari, kebiasaan merokok ringan
jika <10 batang/hari, dan tidak merokok, yaitu tidak pernah
merokok atau pernah merokok namun telah berhenti > 1 tahun.
Dalam hasil penelitian Winda (2012) pada pekerja angkat angkut
industri pemecah batu di Kecamatan karang nongko Kabupaten
Klaten bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan
merokok dengan keluhan MSDs p value 0,001 < 0,05 dengan PR
sebesar 2,84 yang artinya kebiasaan merokok merupakan factor
risiko terhadap keluhan MSDs pekerja yang memiliki keluhan
MSDs lebih berisiko 2,84 kali mengalami keluhan MSDs
dibandingkan dengan pekerja yang tidak memiliki kebiasaan
merokok.

5) Kebiasaan Olahraga
Olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk
mendorong, membina serta mengembangkan potensi jasmani,
rohani dan sosial (Bustan, 2007). Tingkat kesegaran jasmani yang
rendah akan meningkatkan risiko terjadinya keluhan otot (Guo et.
al, 2004 dalam Tarwaka, 2015). Bustan (2007), kurang atau
tidaknya melakukan kegiatan olahraga merupakan salah satu faktor
utama penyakit tidak menular diantaranya yang berhubungan
dengan otot dan tulang. Apabila jika risiko pekerjaannya
dikategorikan sedang dan tinggi untuk terjadinya keluhan MSDs.
Sehingga diperlukan otot dan tulang yang kuat agar pengaruh risiko
pekerjaan tersebut diminimalisir. Menurut Bustan (2007) Salah
satu bentuk olahraga untuk kesehatan atau pencegahan penyakit
dapat dilakukan dalam bentuk senam aerobik yang sedang
(moderate physical activity) selama 30 menit dari waktu 1440
menit dalam sehari, dikatagorikan kurang melakukan olahraga jika
melakukan senam pagi/olahraga <5 kali/minggu. Sebaliknya,
dikatagorikan cukup jika melakukan senam pagi/olahraga ≥ 5
kali/minggu. Hasil penelitian pada pekerja polishing yang
dilakukan Wita (2011), bahwa ada hubungan antara kebiasaan
olahraga dengan keluhan MSDs pada responden selain itu terdapat
nilai OR sebesar 6,417 yang artinya pekerja yang kebiasaan olah
raganya kurang mempunyai kecenderungan untuk mengalami
keluhan MSDs 6,417 kali dibandingkan pekerja yang kebiasaan
olah raganya cukup. Olahraga salah satu untuk menjaga kebugaran
tubuh, yaitu berpengaruh terhadap kelancaran aliran darah. Jika
aliran darah terhambat maka akan mengganggu kerja otot sehingga
kelelahan otot akan semakin cepat terjadi. Pekerja yang tidak
berolahraga satu kali dalam seminggu cenderung mengalami MSDs
dengan keluhan berat (14,9%) lebih besar dari pada pekerja yang
berolah raga minimal 1 kali dalam seminggu (5,4%) (Hardianto,
et.al (2015).

6) Indeks Masa Tubuh (IMT)


Menurut Tarwaka (2004) data antropometri sangat penting
dalam menentukan alat dan cara kerja mengoperasinya. Kesesuaian
hubungan antara antropometri pekerja dengan alat yang digunakan
sangat berpengaruh pada sikap kerja, tingkat kelelahan,
kemampuan kerja dan produktivitas kerja. Indeks Masa Tubuh
adalah rasio antara berat badan dan tinggi badan yang di ukur dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Menurut WHO (2005) Indeks
Masa Tubuh (IMT) merupakan perbandingan antara berat badan
dengan kuadrat tinggi badan. Katagori standar IMT yaitu untuk
mengetahui nilai IMT dapat dihitung dengan rumus :

Berat Badan (Kg)


IMT =
Tinggi Badan (M) x Tinggi Badan (M)
Klasifikasi IMT sebagai berikut :
a. Underweight/Kurus (<18,5 Kg/m2)
b. Normal (18,5 – 24,9 Kg/m2)
c. Overweight/ Berat Badan Berlebih (≥25 Kg/m2)
d. Obesitas/Keegemukan (≥30 Kg/m2)

Berdasarkan Direktorat Gizi Masyarakat RI (2002) dalam Depkes


(2003), berdasarkan katagori antara lain:
a) IMT Kategori Kurus
IMT katagori kurus, jika pembagian berat perkuadrat
tingginya kurang dari 18 Kg/m². Penyebabnya karena
konsumsi energi lebih rendah dari kebutuhan yang
mengakibatkan sebagian cadangan energi tubuh dalam
bentuk lemak akan digunakan.

b) IMT Kategori Normal


IMT kategori normal, jika pembagian berat perkuadrat
tingginya antara 18-25 Kg/m². Kategori ini bisa diwujudkan
dengan konsumsi energi sesuai dengan jumlah yang
dibutuhkan tubuh, sehingga tidak terjadi penimbunan energi
dalam bentuk lemak, maupun penggunaan lemak sebagai
sumber enargi.

c) IMT Kategori Berlebih (Kegemukan)


Kategori ini dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu kelebihan
berat badan tingkat berat dan kelebihan berat badan tingkat
ringan.
Tabel 2.4. Batasan IMT Indonesia (Depkes, 2003)

Klasifikasi IMT Interpretasi Katagori


Kekurangan berat
< 17,0
badan tingkat berat
Kurus
Kekurangan berat
17,0-18,4
badan tingkat ringan
18,5-25,0 Normal
Kelebihan berat
25,1-27,0
badan tingkat ringan
Gemuk
Kelebihan berat
>27,0
badan tingkat berat
Sumber : Depkes 2003

Pada individu yang overweight ataupun obesitas ditemukan


terdapat kerusakan pada sistem musculoskeletal yang
bermanifestasi sebagai nyeri dan discomfort. Menurut Tarwaka
(2015), seseorang yang gemuk (obesitas dengan IMT >29)
mempunyai risiko 2,5 kali lebih tinggi menderita keluhan otot kaki
dari pada yang mempunyai IMT normal atau kurus (IMT <20).
Kaitannya IMT dengan keluhan MSDs adalah semakin gemuk
seseorang maka semakin berisiko untuk mengalami keluhan MSDs,
hal ini dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat badan
(obesitas) akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan
dengan mengkontraksikan otot punggung bawah. Apabila kondisi
seperti ini terus berlanjut maka akan menyebabkan penekanan pada
bantalan saraf tulang belakang yang akan mengakibatkan hernia
nucleus pulposus (HNP). Berdasarkan penelitian Annisa (2017)
pada pekerja meat preperation, menyatakan tidak ada hubungan
antara IMT dengan keluhan MSDs, akan tetapi hasil analisis
didapatkan nilai OR sebesar 2,444 yang berarti bahwa pekerja
dengan IMT berisiko memiliki kemungkinan merasakan keluhan
MSDs sebanyak 2,4 kali lebih besar dibandingkan pekerja dengan
IMT tidak berisiko. Penelitian pada pekerja bank yang memiliki
IMT (>25 kg/m²) cenderung mengalami MSDs dengan keluhan
berat sebesar (14,3%) lebih besar dari pekerja yang IMT (≤25
kg/m²) yaitu sebesar (10,4%) (Hardianto, et.al, 2015).

7) Aktivitas Fisik
Pada umumnya keluhan otot lebih jarang ditemukan pada
seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup
waktu untuk istirahat. Sebaliknya dalam kesehariannya melakukan
pekerjaan yang memerlukan pengerahan tenaga yang besar, disisi
lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat hampir
dapat dipastikan terjadi keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat
seiring bertambahnya aktifitas (Bridger, 2003). Hasil penelitian
Nurhamida (2018) terhadap pekerja Cutting Bar, menyatakan tidak
ada hubungan signifikan antara aktifitas fisik dengan keluhan
MSDs, Nilai OR 0,833 menunjukan bahwa responden yang
memiliki aktifitas berat berpeluang 0,833 kali berisiko menderita
MSDs dibandingkan responden yang memiliki aktifitas fisik
ringan.

Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi terjadinya keluhan


MSDs Tarwaka (2004) antara lain :

1) Suhu dan kelembaban


Paparan suhu dingin maupun panas yang berlebihan dapat
menurunkan kelincahan. Kepekaan dan kekuatan pekerja
sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak dan
kekuatan otot menurun. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh
yang terlampau besar menyebabkan sebagian besar energi yang
ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi
dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangai
dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan
suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang
lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolism
karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang
dapat menimbulkan rasa nyeri otot (Tarwaka, 2004). Temperatur
yang normal untuk orang Indonesia adalah 22,5-26°C dengan
kelembaban udara sebesar 40-75% (Tarwaka, 2004).

2) Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan mengakibatkan kontraksi
otot bertambah. Konstraksi statis ini menyebabkan peredaran
darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat, dan
akhirnya timbul rasa nyeri otot (Tarwaka, 2004). Sedangkan
menurut OSHA (2000) getaran pada seluruh tubuh dapat
menyebabkan gangguan degeneratif terutama pada pinggang dan
tulang belakang. Paparan dari getaran local terjadi ketika bagian
tubuh tertentu kontak dengan objek yang bergetar, seperti
kekuatan alat-alat yang menggunakan tangan. Paparan getaran
seluruh tubuh terjadi ketika berdiri atau duduk dalam lingkungan
atau objek yang bergetar, seperti ketika mengoperasikan
kendaraan mesin yang besar (Bridger, 1997).

3) Iluminasi (pencahayaan)
Menurut Bridger, (1995) Jika illuminasi pada suatu tempat
tidak memenuhi persyaratan maka akan menyebabkan postur
leher untuk fleksi ke depan (menunduk) dan postur tubuh fleksi
(membungkuk) yang berisiko mengalami MSDs. Ada tiga aspek
penting tentang pencahayaan yaitu kekuatan, arah, datang dan
jenis cahaya. Satuan International (SI) yang dipakai adalah “lux”
yaitu banyaknya cahaya yang menerpa sebuah bidang.
Pencahayaan akan mempengaruhi ketelitian dan performa kerja.
Bekerja dalam kondisi cahaya yang buruk, akan membuat tubuh
beradaptasi untuk mendekati cahaya. Jika hal tersebut terjadi
dalam waktu yang lama meningkatkan tekanan pada otot bagian
atas tubuh (Bridger, 1995).

2.3 Metode Penilaian Risiko Ergonomi


Metode penilaian ergonomi bertujuan untuk mengetahui potensi bahaya
ergonomi akibat pola atau lingkungan kerja yang tidak ergonomi. Terdapat
beberapa metode yang telah diperkenalkan para ahli dalam mengevaluasi
ergonomi untuk menilai tingkat risiko MSDs ditempat kerja yaitu dengan
menggunakan metode pengukuran risiko ergonomi (Risk Assessment
Ergonomic). Dibawah ini adalah pemilihan alat dalam penilaian ergonomi
dengan jenis pekerjaan yang akan dievaluasi, yaitu (Matt Middlesworth,
2015) :

1) Lifting/Lowering (Mengangkat/Menurunkan)
Kalkulator lifting WISHA, dikembangkan oleh Departemen of
Labor and Industries Washington dan berdasarkan penelitian NIOSH yang
terkait dengan penyebab utama cedera punggung. Kalkulator
pengangkatan ini dapat digunakan untuk melakukan penilaian risiko
ergonomi pada berbagai tugas mengangkat dan menurunkan tugas secara
manual, dan dapat sebagai alat skrinning untuk mengidentifikasi tugas
pengangkatan yang harus dianalisis lebih lanjut menggunakan persamaan
NIOSH yang lebih komprehensif.

Persamaan Angkat NIOSH, adalah alat yang sering digunakan oleh


professional kesehatan dan keselamatan kerja untuk penilaian yang lebih
komprehensif (bila dibandingkan dengan WA State Lifting Calculator) dari
risiko penanganan material handling yang terkait dengan mengangkat dan
menurunkan tugas ditempat kerja. Produk utama dari persamaan NIOSH
adalah Recommended Weigh Limit (RWL), yang mendefinisikan berat
maksimum yang dapat diterima (beban) bagi semua karyawan yang sehat
dapat mengangkat 8 jam shift tanpa meningkatkan risiko gangguan
musculoskeletal disorders (MSDs) bagian punggung bawah.

2) Upper Body Posture (Postur Bagian Atas)


Rapid Upper Limb Assessment (RULA), metode ini menilai
persyaratan beban biomekanik dan postural dari tugas pekerjaan/ tuntutan
pada leher, punggung dan ektremitas atas. Menggunakan formulir RULA
untuk mengevaluasi postur tubuh yang dilakukan, kekuatan dan
pengulangan. Berdasarkan evaluasi, skor dimasukan untuk bagian tubuh A
yaitu lengan dan pergelangan tangan, dan bagian B untuk leher dan
punggung. Setelah data untuk setiap bagian dikumpulkan dan diberi skor,
tabel pada formulir kemudian digunakan untuk mengkompilasi variabel
faktor risiko, menghasilkan skor tunggal yang mewakili tingkat risiko
MSDs.

3) Entire Body Posture (Postur Bagian Bawah)


Rapid Entire Body Assessment (REBA) Metode ini menggunakan
proses sistematis untuk mengevaluasi MSDs postural seluruh tubuh dan
risiko desain ergonomis yang terkait dengan tugas pekerjaan. Formulir
digunakan untuk mengevaluasi postur tubuh yang diperlukan, pengerahan
tenaga, jenis gerakan, pengulangan, dan jenis aktivitas. Skor ditetapkan
untuk masing-masing daerah tubuh, kelompok A yaitu leher, punggung
dan kaki. Kelompok B yaitu lengan atas, lengan bawah dan pergelangan
tangan. Setelah data setiap kelompok dimasukan kemudian dikumpulkan
dan diberi skor, tabel pada formulir kemudian digunakan untuk
mengkompilasi variabel faktor risiko, menghasilkan skor tunggal yang
mewakili tingakat risiko MSDs.

4) Pushing/Pulling/Carrying (Mendorong, Menarik, Membawa)


Snook Tables, menguraikan tujuan desain untuk mengangkat,
menurunkan, mendorong, menarik dan membawa tugas berdasarkan
penelitian oleh Dr. Stover Snook dan dr. Vincent Ciriello di Liberty
Mutual Research Institute for Safety. Tabel ini memberikan nilai
berat/gaya, untuk jenis tugas tertentu yang dianggap dapat diterima oleh
persentase populasi tertentu. Ini dilakukan dengan membandingkan data
untuk masing-masing tugas penanganan manual spesifik terhadap tabel
yang sesuai.

5) Vibration (Getaran)
Kalkulator getaran tangan dan lengan, dalam pedoman dibawah
pengendalian getaran menggunakan arahan fisik Vibration Directive.
Peraturan ini menetapkan dan memperkenalkan aksi paparan getaran dan
nilai batas. Dalam peraturan ini, nilai tindakan ditetapkan pada magnitudo
getaran 2,5 m/detik. Kedua nilai adalah nilai A (8), yang berarti adalah
nilai magnitude getaran rata-rata selama 8 jam kerja. Peraturan ini
berfungsi sebagai panduan untuk mengevaluasi gangguan kesehatan
terhadap Hand-Arm Vibration Syndrom (HAVS).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode Nordic Body Map


(NBM) dan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA). Adapun alasan
menggunakan Rapid Entire Body Assessment (REBA) yaitu, karena Tools
REBA adalah metode penilaian risiko ergonomi secara tepat dilakukan oleh
pengamat dengan cara observasi dan dokumentasi untuk melihat postur
janggal yang dilakukan pekerja, untuk kemudahan analisis dan menentukan
risiko ergonominya. REBA ini menilai seruruh tubuh, mengukur tubuh yang
statis maupun dinamis, dan dapat mengukur durasi, frekuensi, beban yang
ditangani, dan mempertimbangkan penilaian coupling (pegangan) hal ini
sesuai dengan pekerjaan Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export
bagian Production Control (PC) yang bekerja pada seluruh bagian tubuh
dengan posisi berdiri, bergerak, membungkuk, dan melakukan manual
handling yaitu mengangkat atau menurunkan part armature dan compressor.
Pada awal penelitian, pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging
Export mengeluhkan rasa sakit pada bagian tubuhnya maka peneliti perlu
mengkaji keluhan tersebut menggunakan kuesioner Nordic Body Map
(NBM), karena metode REBA tidak bisa melihat terkait keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) sehingga peneliti menggunakan kuesioner
NBM untuk menilai keluhan pekerja terhadap gangguan musculokeletal
disorders (MSDs) secara spesifik dari tubuh yang mengalami keluhan
ketidaknyamanan yang berupa kesemutan, nyeri, pegal, kekakuan, kejang dan
bengkak. Kuesioner NBM adalah kuesioner yang sudah terstandarisasi dan
tersusun rapih serta dapat menskrining MSDs yang dirasakan oleh pekerja
dengan mempunyai validitas dan reabilitas yang cukup (Tarwaka, 2011).
Berikut ini merupakan 2 (dua) jenis dari metode pengukuran ergonomi yaitu :

1) Nordic Body Map (NBM)


Nordic Body Map (NBM) adalah metode penilaian yang subjektif
untuk mengukur rasa sakit otot pekerja yang berbentuk kuesioner yang
dapat digunakan untuk mengetahui gambaran Musculoskeletal Disorders
(MSDs) pada pekerja. Kuesioner NBM ini berupa peta tubuh yang
berisikan data-data bagian tubuh yang dikeluhkan/dirasakan sakit oleh
para pekerja. Metode ini juga menggunakan kuesioner yang memiliki dua
bagian, yaitu mengenai kuesioner umum dengan 27 pertanyaan yang
dapat mengidentifikasi area gangguan musculoskeletal pada tubuh
pekerja dan mengenai pertanyaan tambahan yang berhubungan dengan
leher, bahu, dan punggung bawah yang detail. Dengan melihat dan
menganalisis peta tubuh yang dari pengisian kuesioner NBM maka akan
dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan kelelahan dan kesakitan pada
bagian bagian otot yang dirasakan oleh pekerja (Tarwaka, 2004).
Responden yang mengisi kuesioner diminta untuk menunjukan ada
atau tidaknya gangguan pada bagian-bagian tubuh tersebut. Kuesioner
NBM ini diberikan kepada seluruh pekerja, setiap responden harus
mengisi ada atau tidaknya keluhan yang diderita. Dalam aplikasinya
metode NBM menggunakan lembar kerja berupa peta tubuh (body map),
observer dapat langsung mewawancarai atau menanyakan kepada
responden otot-otot skeletal bagian mana saja yang mengalami
gangguan/nyeri atau sakit dengan menunjuk langsung pada setiap otot
skeletal yang tercantum sesuai lembar NBM.
0=Leher Atas 21=Lutut kanan
1=Leher Bawah 22=Betis Kiri
2=Bahu Kiri 23=Betis Kanan
3=Bahu Kanan 24=Pergelangan Kaki Kiri
4=Lengan Atas Kiri 25=Pergelangan Kaki Kanan
5=Punggung 26=Kaki Kiri
6=Lengan Atas Kanan 27=Kaki Kanan
7=Pinggang
8=Panggul
9=Pantat
10=Siku Kiri
11=Siku Kanan
12=Lengan bawah Kiri
13=Lengan Bawah Kanan
14=Pergelangan Tangan Kiri
15=Pergelangan Tangan Kanan
16=Tangan Kiri
17=Tangan Kanan
18=Paha Kiri
19=Paha Kanan
20=Lutut Kiri

(Sumber : Tarwaka, 2004)


Gambar 2.9. Nordic Body Map (NBM)

Tabel 2.5. Kelebihan dan Kekurangan NBM

Kelebihan Kekurangan
1. Dapat menilai secara spesifik bagian mana 1. Bukan metode untuk mengukur
dari tubuh yang mengalami keluhan terksit risiko ergonomi pada pekerja
MSDs.
2. Sudah terstandarisasi dan tersusun rapih
Kuesioner NBM (Tarwaka, 2014) digunakan untuk mengetahui keluhan
muscloskeletal disorders (MSDs) yang dirasakan pekerja, adapun kuesioner
tersebut adalah sebagai berikut :

Nama :
NBM Usia :
( Nordic Body Masa :
Map ) Kerja :
Skorin Area Skoring
Sistem NB Sistem
012 g 3 kerja 0123
Moskuluskeletal M Moskuluskeletal
0 Leher atas 1 Tengkuk
2 Bahu kiri 3 Bahu kanan
4 Lengan atas kiri 5 Punggung
6 Lengan atas kanan 7 Pinggang
8 Pinggul 9 Pantat
10 Siku kiri 11 Siku kanan
12 Lengan bawah kiri 13 Lengan bawah kanan
14 Pergelangan tangan
15 Pergelangan tangan
kiri
kanan 17 Tangan kanan
16 Tangan kiri
19 Paha kanan
18 Paha kiri
21 Lutut kanan
20 Lutut kiri
23 Betis kanan
22 Betis kiri
25 Pergelangan kaki
24 Pergelangan kaki
kiri kanan 27 Telapak kaki
26 Telapak kaki kiri kanan
TOTAL SKORING (SKOR KANAN + TOTAL SKOR KANAN
TOTAL SKOR KIRI
SKOR KIRI)
Keterangan Keterangan Tingkat Resiko Berdasarkan Skor Akhir
Skoring
Skor 0 = Tidak
0 - 20= Rendah (belum dilakukan perbaikan) 21 - 41 =
sakit
Sedang (mungkin diperlukan perbaikan) 42 - 52 = Tinggi
Skor 1 = Agak
(diperlukan tindakan segera)
sakit Skor 2 = 63 - 84 = Sangat Tinggi (diperlukan perbaikan sesegera
mungkin)
sakit
Skor 3 = Sangat
sakit

Sumber : Tarwaka, 2014


Gambar 2.10. Kuesioner Nordic Body Map (NBM)

Kuesioner NBM meliputi 27 bagian otot-otot skeletal pada kedua sisi


tubuh kanan dan kiri. Dimulai dari anggota tubuh bagian atas yaitu otot leher
sampai dengan otot kaki. Melalui kuesioner ini dapat diketahui bagian-bagian
otot mana saja yang mengalami gangguan kenyerian atau keluhan dari tingkat
rendah (tidak ada ada keluhan/nyeri) sampai dengan keluhan tingkat tinggi
(keluhan sangat sakit). Dalam kuesioner ini menggunakan desain penilaian
dengan skoring, yaitu skor 0 (tidak sakit) : tidak ada keluhan/kenyerian atau
tidak ada rasa sakit sama sekali yang dirasakan oleh pekerja, skor 1 (agak
sakit) : dirasakan sakit adanya keluhan atau kenyerian pada otot skeletal
(sedikit adanya keluhan pada otot, tetapi belum menggangu pekerjaan), skor 2
(sakit): responden merasakan adanya keluhan/ kenyerian atau sakit pada otot
skeletal (merasakan adanya keluhan otot dan rasa nyeri hilang setelah
dilakukan istirahat), skor 3 (sangat sakit) : responden merasakan keluhan
sangat sakit atau sangat nyeri pada otot skeletal (merasakan keluhan sangat
sakit dan nyeri tidak segera hilang meskipun sudah beristirahat) (Tarwaka,
2015).

2) Rapid Entire Body Assessment (REBA)


Metode REBA diperkenalkan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn
Mc Atammey yang merupakan ergonom dari universitas di Nottingham,
(University of Nottingham’s Institute of Occuptaional Ergonomic)
Inggris pada tahun 2000. Rapid Entire Body Assessment (REBA) adalah
sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat
digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher,
punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain
itu metode ini juga dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang
ditopang oleh tubuh serta aktifitas pekerja. Penilaian dengan
menggunakan REBA tidak membutuhkan waktu yang lama untuk
melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang
mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan
postur kerja operator (Mc Atamney, 2000). Bertujuan untuk memberikan
penilaian atas risiko postur tubuh yang dapat menimbulkan gangguan
terkait musculoskeletal. Metode ini juga dibuat untuk memberikan
penilaian atas pekerjaan yang bertipe tidak dapat diperkirakan seperti
yang ditemui pada pelayanan kesehatan dan industri jasa. Data yang
dikumpulkan dalam metode ini adalah data terkait dalam postur tubuh,
tekanan atau beban yang digunakan. Jenis pergerakan atau aksi
pengulangan dan posisi tangan saat bersentuhan dengan objek.
Metode ergonomi tersebut mengevaluasi postur, kekuatan, aktivitas
dan faktor coupling yang menimbulkan cedera akibat aktivitas yang
berulang–ulang. Penilaian postur kerja dengan metode ini dengan cara
pemberian skor risiko antara satu sampai lima belas, yang mana skor
yang tertinggi menandakan level yang mengakibatkan risiko yang besar
(bahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini berarti bahwa skor
terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomi
hazard. REBA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang
berisiko dan melakukan perbaikan segera mungkin.

Metode REBA mengkaji beberapa faktor risiko ergonomi, yaitu :


1. Seluruh tubuh yang digunakan.
2. Postur statis, dinamis, kecepatan perubahan atau postur yang tidak
stabil
3. Pengangkatan yang sedang dilakukan dan tingkat keseringan
frekuensi

Metode ini, segemen-segmen tubuh dibagi menjadi dua grup, yaitu


grup A dan grup B. Grup A terdiri dari punggung (batang tubuh), leher
dan kaki. Sedangkan grub B terdiri dari lengan atas, lengan bawah dan
pergelangan tangan. Penentuan skor REBA, yang mengidikasikan level
risiko dari postur kerja, dimulai dengan menentukan skor A untuk postur-
postur grup A ditambah dengan skor beban (load) dan skor B untuk
postur-postur grup B ditambah dengan skor coupling. Kedua skor
tersebut (skor A dan skor B) digunakan untuk menentukan skor C. skor
REBA diperoleh dengan menambahkan skor aktivitas pada skor C. dari
nilai REBA dapat diketahui level risiko cedera. Adapun kelebihan dan
kekurangan REBA adalah sebagai berikut :
Tabel 2.6. Kelebihan dan Kekurangan REBA

Kelebihan Kekurangan
1. Dapat menilai risiko dari hampir keseluruhan 1. Hanya menilai aspek postur tubuh
bagian tubuh (leher, tulang belakang, lengan, pekerja
pergelangan tangan dan kaki) 2. Tidak menilai faktor risiko dari segi
2. Memisahkan penilaian untuk pergelangan lingkungan kerja yang berkaitan
tangan, anggota gerak atas dan bawah dengan vibrasi, temperatur dan jarak
menjadi sisi kiri dan kanan pandang
3. Dapat digunakan untuk posisi statis dan 3. Tidak menilai faktor risiko dari
dinamis maupun repetitive individu yang berkaitan dengan
4. Dapat menilai jenis pegangan tangan faktor psikososial
(coupling) saat melakukan aktivitas kerja 4. Tidak dapat menilai secara spesifik
bagian mana dari tubuh yang
mengalami terkait MSDs

Dalam Aplikasi Metode REBA terdapat prosedur penilaian dan langkah-


langkah sebagai berikut :
1. Prosedur Penilaian Postur Tubuh dengan Metode REBA
Penilaian postur dan pergerakan kerja menggunakan metode
REBA melalui tahapan-tahapan sebagai berikut (Hignett dan
McAtamney, 2000) :
a) Mengobservasi pekerjaan yaitu Pengambilan data postur pekerja
dengan menggunakan bantuan video atau foto.
Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari
leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara
terperinci dilakukan dengan merekam atau memotret postur tubuh
pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data
postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan
hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan
serta analisis selanjutnya.
b) Memilih Postur yang akan dikaji
Memutuskan postur yang mana yang akan dianalisa dengan
menggunakan kriteria dibawah ini:
1) Postur yang sering dilakukan
2) Postur dimana pekerja lama pada posisi tersebut
3) Postur yang banyak membutuhkan aktivitas otot atau banyak
menggunakan tenaga
4) Postur yang diketahui menyebabkan ketidaknyamanan
5) Postur tidak stabil atau janggal, khususnya postur yang
menggunakan kekuatan.
Keputusan dapat didasari pada satu atau lebih kriteria diatas.
Kriteria dalam memutuskan postur mana yang akan dianalisa
harus dilaporkan dan dengan disertai hasil rekomendasi.
c) Penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh pekerja.
Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari
pekerja dilakukan perhitungan besar sudut dengan menggunakan
busur derajat dari masing-masing segmen tubuh yang meliputi
punggung (batang tubuh), leher, lengan atas, lengan bawah,
pergelangan tangan dan kaki.

2. Langkah-langkah Penilaian Metode REBA


Di dalam penilaian metode REBA, telah disediakan lembar kerja
yang berisi gambar dan penjelasan mengenai tahapan penilaian atau
pemberian skor terhadap setiap jenis postur tubuh, yaitu: analisis
pada bagian leher, pundak dan kaki yang dikelompokan menjadi 1
pada kelompok A, dan analisis pada lengan atas lengan bawah dan
pergelangan tangan yang dikelompokan pada kelompok B.

Terdapat 13 langkah-langkah penilaian menggunakan lembar REBA


berdasarkan (Form REBA Partical Ergonomics, 2004) sebagai berikut:
(Sumber: Hignett S1, McAtamney L.Rapid entire body assessment (REBA).
Appl Ergon. 2004)
Gambar 2.11. Lembar Kerja Penilaian REBA

Kelompok A
Langkah 1 Skoring pada Badan/punggung
Anggota tubuh yang pertama dievaluasi pada kelompok A adalah
badan. Hal ini akan dapat menentukan apakah pekerja melakukan
pekerjaan dengan posisi badan tegak atau tidak, kemudian menentukan
besar kecilnya sudut fleksi atau ekstensi dari badan yang diamati, dan
memberikan skor berdasarkan posisi badan pada Gambar 2.12 :
Sumber : Manik (2013)
Gambar 2.12. Postur badan REBA

Tabel 2.7. Penilaian Postur Punggung

Pergerakan Skor Penambahan Nilai


Tegak Lurus 1 +1 Jika punggung
Fleksi/Ekstensi 0°-20° 2 memutar atau miring
Fleksi 20°-60° atau 3
Ekstensi >20°
Fleksi >60° 4
Nilai Punggung = Nilai Postur + Nilai Penyesuaian
Sumber: Hignett dan McAtamney, 2000

Langkah 2 Skoring pada Leher


Setelah selesai menilai bagian badan, maka langkah kedua adalah
menilai posisi leher. Metode REBA mempertimbangkan kemungkinan
dua posisi leher seperti pada Gambar 2.13 :

(Sumber : Manik, 2013)


Gambar 2.13. Postur Leher REBA
Tabel 2.8. Penilaian Postur Leher

Pergerakan Skor Penambahan Nilai


Fleksi 0°-20° 1 +1 Jika leher memutar
Fleksi atau Ekstensi >20° 2 atau miring

Nilai Leher = Nilai Postur + Nilai Penyesuaian


Sumber: Hignett dan McAtamney, 2000

Langkah 3 Skoring pada Kaki


Untuk melengkapi alokasi skor pada kelompok A, maka selanjutnya
adalah mengevaluasi posisi kaki. Penilaian pada kaki dapat dilihat pada
Gambar 2.14 :

(Sumber : Manik, 2013)


Gambar 2.14. Postur Kaki REBA

Tabel 2.9. Penilaian Postur Kaki

Pergerakan Skor Penambahan Nilai


Posisi kedua kaki bertopang 1 +1 Jika lutut fleksi/ditekuk
dengan baik dilantai dalam 30°-60°
keadaan berdiri maupun
berjalan.

Posisi salah satu kaki tidak 2 +2 Jika lutut ditekuk >60°


bertopang dilantai dengan (semua tidak dalam posisi
baik/mengangkat. duduk)
Nilai Kaki = Nilai Postur + Nilai Penyesuaian
Sumber: Hignett dan McAtamney, 2000
Langkah 4 (SKOR A)
Pada tahap pertama cocokan pengukuran skor A yaitu, postur
Punggung, postur leher, postur kaki dan Beban. Keempat postur
tersebut dicocokan dengan table penilaian skor A untuk mendapatkan
nilai postur A. (Tabel. 2.11) pada tahap ini akan menghasilkan satu nilai
yang akan dicocokan kembali pada tahap setelahnya. Besar kecilnya
skor untuk pembebanan dan force akan sangat tergantung dari berat
ringannya beban yang dikerjakan oleh pekerja. Penilaian Skor A dapat
dilihat pada:
Tabel 2.10. Penilaian Skor A

Neck
Table A 1 2 3

Legs
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 5 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
Trunk Posture
Score 3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9

Sumber: Hignett dan McAtamney, 2000

Langkah 5 (Beban/Force/Load)
Amati beban kerja, menambahkan nilai dari tabel A dengan nilai
beban/tenaga, jika pada pekerja yang diamati menggunakan tenaga.
Kemudian beri skor sesuai dengan kriteria Force/Load.

Tabel 2.11. Penilaian Beban

Pergerakan Skor Penambahan Nilai


< 5 Kg 0 +1 Jika penambahan beban
5 Kg-10 Kg 1 dilakukan secara tiba-tiba atau
>10 Kg 2 secara cepat

Sumber: Hignett dan McAtamney, 2000


Langkah 6
Tambahkan nilai pada langkah 4 dan 5 untuk mendapatkan Skor A
(Posture Score A + Force/Load Score). Kemudian cocokan hasil
penilaian skor A dengan tabel penilaian skor C (Tabel 2.13), untuk
mendapatkan tabel C, temukan baris pada Tabel C.

Tabel 2.12. Tabel Penilaian Skor C

Score A (score Table C


form table A
+load/force s Score B, (table B value + coupling score)

core) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

Sumber: Hignett dan McAtamney, 2000

Kelompok B
Setelah selesai melakukan penilaian terhadap anggota tubuh pada
kelompok A, maka selanjutnya harus menilai anggota tubuh bagian
lainnya (lengan, lengan bawah dan pergelangan tangan) pada kedua
sisi kiri dan kanan dan menilainya secara individu.

Langkah 7 Skoring Pada Lengan Atas


Untuk menentukan skor yang dilakukan pada lengan atas maka harus
diukur sudut antara lengan dan badan. Skor yang diperoleh akan sangat
tergantung pada besar kecilnya sudut yang terbentuk antara lengan dan
badan selama pekerjaan melakukan pekerjaannya. Penilaian Lengan
atas dapat dinilai pada Gambar 2.15 :
(Sumber: Manik, 2013)
Gambar 2.15. Postur Lengan Atas REBA

Tabel 2.13. Penilaian Postur Lengan Atas

Pergerakan Skor Penambahan Nilai


1 +1 Jika bahu
Ekstensi 20°
diangkat/lengan
Fleksi 20°
diputar/rotasi.
2 +1 Jika lengan atas
Ekstensi >20°
diangkat menjauh dari
Fleksi 20°-45°
badan.
3 -1 Jika lengan atas
Fleksi 45°-90°
4 ditopang untuk menahan
Fleksi >90°
gravitasi
Nilai Lengan Atas = Nilai Postur + Nilai Penyesuaian
Sumber: Hignett dan McAtamney, 2000

Langkah 8 Skoring Pada Lengan Bawah


Berikutnya harus dianalisis adalah posisi lengan bawah. Skor postur
untuk lengan bawah juga tergantung dengan kisaran sudut yang
dibentuk oleh lengan bawah selama melakukan pekerjaan. Setelah
dilakukan penilaian terhadap sudut pada lengan bawah, maka skor
postur pada lengan bawah langsung dapat dihitung. Skor postur lengan
bawah dapat dilihat pada Gambar 2.16 :
(Sumber: Manik, 2013)
Gambar 2.16. Postur Lengan bawah REBA

Tabel 2.14. Penilaian Lengan Bawah

Pergerakan Skor
Fleksi 60°-100° 1

Fleksi <60° atau 2


Fleksi >100°
Sumber: Hignett dan McAtamney, 2000

Langkah 9 Skoring Pada Pergelangan Tangan


Terakhir pengukuran dari kelompok B adalah menilai posisi dari
pergelangan tangan. Setelah mempelajari dari sudut menekuk pada
pergelangan tangan, maka akan dilanjutkan dengan penentuan
berdasarkan besar kecilnya sudut yang dibentuk oleh pergelangan
tangan pada Gambar 2.17 :

(Sumber: Manik, 2013)


Gambar 2.17. Postur Pergelangan Tangan REBA
Tabel 2.15. Penilaian Postur Pergelangan Tangan

Pergerakan Skor Penambahan Nilai


Fleksi/Ekstensi 0°-15° 1 +1 Jika posisi pergelangan
Fleksi/Ekstensi >15° 2 tangan memutar atau
menyimpang (menekuk
keatas maupun kebawah)
Nilai Pergelangan Tangan = Nilai Postur + Nilai Penyesuaian
Sumber: Hignett dan McAtamney, 2000

Langkah 10 (TABEL B)
Pada tahap ini memasukan nilai masing-masing postur kelompok B ke
tabel B untuk mendapatkan nilai postur B. Hasil pengukuran skor B
yaitu, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan pegangan.
Jenis pegangan akan dapat meningkatkan skor pada grup B. keempat
pengukuran tersebut dicocokan dengan table penilaian skor B (Tabel
2.17) pada tahap ini akan mengehasilkan satu nilai yang akan dicocokan
kembali pada tahap setelahnya. Gunakan langkah 7 sampai dengan
langkah 9 diatas dengan menggunakan Tabel B untuk menemukan
Posture Score B. Berikut ini merupakan Penilaian skor B:

Tabel 2.16. Penilaian Skor B

Lower Arm

Table B 1 2

Wrist
1 2 3 1 2 3

1 1 2 2 1 2 3

2 1 2 3 2 3 4

3 3 4 5 4 5 5
Upper Arm Score
4 4 5 5 5 6 7

5 6 7 8 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9

Sumber: Hignett dan McAtamney, 2000


Langkah 11 (Coupling)
Menambahkan hasil nilai dari tabel dengan nilai Coupling/Pegangan,
kemudian beri skor kriteria Coupling :

Tabel 2.17. Penilaian Coupling (Pegangan)

Kondisi Genggaman Skor Keterangan


Pegangan pas dan tepat
0 ditengah, genggaman kuat.
Baik (Good)

Pegangan tangan bisa


diterima tapi tidak ideal
Kurang (Fair)
+1 namun dapat diterima oleh
bagian tubuh lainnya.

Pegangan tangan tidak bisa


diterima namun masih
Buruk (Poor)
+2 mungkin.

Jika tidak ada pegangan,


Tidak dapat diterima
+3 dipaksakan, posisi janggal,
(Unacceptable)
tidak aman untuk bagian
tubuh lain.
Sumber: Hignett dan McAtamney, 2000

Langkah 12
Menggubakan nilai yang diperoleh dari langkah B kemudian
dijumlahkan dengan tambahan nilai pada langkah 11 untuk
mendapatkan Skor B (Posture Score B + Coupling Score).

Langkah 13 (Skor Aktivitas/Activity Score)


Menggunakan nilai yang diperoleh dari langkah 6 (Skor A) kemudian
dijumlahkan dengan nilai pada langkah 12 (Skor B) untuk mendapatkan
Skor C. Lihat di Tabel Penilaian Skor C (Tabel 2.19).
Tabel 2.18. Penilaian Skor C
Table C

Score A (score
form table A Score B, (table B value + coupling score)
+load/force score)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7

2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8

3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8

4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9

5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9

6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10

7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11

8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11

9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12

10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12

11 11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

Sumber: Hignett dan MC. Atamney, 2000

Menetapkan skor REBA, hasil akhir REBA diperoleh dengan


menambahkan nilai dari Tabel C dengan nilai aktivitas yang
diklasifikasikan sebagai berikut :

Tabel 2.19. Penilaian Aktivitas

Aktivitas Skor
Pergerakan melibatkan 1 atau lebih dari 1
bagian tubuh lebih lama dalam keadaan
statis >1 menit.

Pergerakan kecil yang berulang >4 1


kali/menit.

Perubahan postur yang drastis (besar dan 1


cepat) atau tidak stabil

Sumber: Hignett dan McAtamney, 2000


Kemudian metetapkan tindakan perbaikan, terdapat 5 (lima) tingkatan
kriteria tindakan perbaikan yaitu :

Tabel 2.20. REBA Action Level

Tingkat
Tingkat Risiko Tindakan pengendalian lebih
Skor REBA Tindakan
(Level Risiko) lanjut
(Action Level)
1 Tidak ada Risiko 0 Tidak perlu tindakan lanjut.
2-3 Risiko Rendah 1 Mungkin perlu tindakan.
4-7 Risiko Sedang 2 Perlu tindakan.
8-10 Risiko Tinggi 3 Perlu tindakan secepatnya.
11-15 Risiko Sangat Tinggi 4 Perlu tindakan sekarang juga.

Sumber: Hignett dan MC. Atamney, 2000

Menggunakan REBA Scoring untuk mempermudah penilaian REBA


dalam menentukan Action Level dapat dilihat dibawah ini :

Gambar 2.15 Lembar Skor REBA

Sumber: Hignett S1, McAtamney L.Rapid entire body assessment


(REBA). Appl Ergon. 2000 Apr;31(2):2015.

(Sumber : Hignett, L, 2000)


Gambar 2.18. Skema Penilaian REBA
2.4 Kerangka Teori
Faktor Musculoskeletal Disorders (MSDs) disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain faktor pekerjaan : postur tubuh, beban kerja, durasi, gerakan
berulang (Bridger, 2003). Selain itu, terdapat faktor lingkungan yang
mempengaruhi MSDs menurut Tarwaka (2004) yaitu suhu, kelembaban
getaran dan iluminasi (pencahayaan), dan faktor individu yaitu usia, jenis
kelamin, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olah raga, Indeks Masa
Tubuh (IMT), dan aktivitas fisik (Bernard, 1997).
Faktor Individu
Usia
Jenis Kelamin
Masa Kerja
Kebiasaan Merokok
Kebiasaan Olahraga
Indeks Masa Tubuh (IMT)
Aktivitas Fisik

(Bernard, 1997)

Faktor Pekerjaan
Postur Tubuh
Beban Keluhan Musculosceletal
Durasi disorders (MSDs)
Gerakan
Berulang

(Bridger, 2003)
Faktor Lingkungan
Suhudan kelembaban
Getaran
Keterangan : Iluminasi (pencahayaan)

= Variabel yang diteliti Tarwaka (2004)


= Variabel yang tidak diteliti

(Sumber : Bridger, 2003, Bernard, 1997, Tarwaka, 2004)


Gambar 2.19. Bagan Kerangka Teori
2.5 Penelitian Terkait
No Nama Peneliti Judul Metodelogi Penelitian Konsep Hasil
1 Tiara Devi, Faktor Risiko Desain penelitian pendekatan Variabel pada penelitian, Hasil menunjukan bahwa faktor usia (p=0,002)
Imelda G Purba, Keluahan Cross Sectional, populasi yang usia, IMT, kebiasaan berhubungan signifikan dengan keluhan MSDs,
Mona Lestari Musculoskeletal diteliti seluruh pekerja, dengan merokok, masa kerja, lama sedangkan IMT, kebiasaan merokok, lama kerja,
(2017) Disorders (MSDs) pada sampel 70 responden yang kerja, beban yang diangkat, beban yang diangkut, dan tingkat risiko ergonomi
Aktivitas dipilih secara purposive tingkat risiko ergonomi. tidak berhubungan. Beban yang diangkut paling
Pengangkutan Beras Di sampling, analisi Uji statistic dominan terjadinya faktor risiko keluhan MSDs.
PT Buyung Poetra mengguanakan Uji-Chi squere REBA dan kuesioner NBM didapatkan 8 dari 10
Pangan Tahun 2017. dan regresi logistic ganda. pekerja mengalami keluhan MSDs

2 Annisa Septiani Faktor-faktor yang Desain studi Cross sectional, uji Variabel yang diteliti, factor Hasil menunjukan bahwa terdapat sebanyak 22
(2017) berhubungan dengan statistic yang digunakan Uji pekerjaan (berdasarkan pekerja (31,4%) mengalami keluhan MSDs
keluhan Chi-Squere, sampel pada metode REBA), usia, sedang dan sebanyak 66 pekerja (94,3%)
Muscculoskeletal penelitian ini sebanyak 70 kebiasaan merokok, memiliki tingkat risiko pekerjaan sedang. Hasil
Disorders (MSDs) pada orang, Menggunakan kuesioner kesegaran jasmani, masa uji statistik menunjukan variabel yang terbukti
pekerja bagian Meat karakteristik data dan kuesioner kerja, IMT, psikososial. berhubungan dengan keluhan MSDs adalah usia
Preperation PT Bumi NBM. (P value =0,000 OR 10,714) dan masa kerja (P
Sarimas Indonesia value 0,000).
Tahun 2017.

73
Universitas Esa Unggul
No Nama Peneliti Judul Metodelogi Penelitian Konsep Hasil
3 Nurhamida Faktor-faktor risiko Penelitian ini bersifat deskriptif Variabel yang diteliti, usia, Hasil menunjukan bahwa 12 responden 46,2 %
Jusman ergonomi dengan analitik, menggunakan desain masa kerja, IMT, aktifitas berisiko mengalami keluhan MSDs. Hasil
(2018) keluhan subjektif penelitian Cross Sectional fisik, dan gerakan berulang. menunjukan tidak terdapat hubungan antara usia
MSDs pada operator dengan mengkaji masalah atau Penelitian menggunakan (p=0,665), Masa kerja (p=0,51), IMT (P=0,483),
Cutting Bar di unit keadaan pada saat dilakukan observasi lapangan dan aktivitas fisik (p=1000), gerakan berulang
Produksi PT Iron Wire pengamatan pada 26 operator kuesioner NBM. (p=0,483).
Work Inonesia Tahun dengan tekhnik total sampling.
2018 Menggunkan uji Fisher Exact.
4 Agus Santoso, Faktor-faktor yang Menggunakan metode Analitik Variabel yang diukur dalam Hasil menunjukan ada hubungan yang negatif
Dwi Kuat Ariska berhubungan dengan Korelasi, populasi penelitian penelitian ini adalah usia, antara usia dengan keluhan MSDs, ada hubungan
(2018) Kejadian para peekrja batik berjumlah 45 jenis kelamin, lama kerja, positif antara jenis kelamin dengan keluhan
Musculoskeletal responden yang mengalami jam kerja perhari, posisi MSDs, ada hubungan yang negatif antara lama
Disorders pada pekerja keluhan MSDs. kerja dan banyaknya kerja dengan keluhan MSDs, ada hubungan yang
Batik di Kecamatan keluhan MSDs. Intrumen positif antara jam kerja perhari dengan keluhan
Sokaraja Banyumas penelitian menggunakan MSDs, dan hubungan positif antara posisi kerja
2018. Nordic body Map (NBM) dengan keluhan MSDs. Kesimpulannya : usia,
dan RULA analisis data jenis kelamin, lama kerja, jam kerja perhari dan
menggunakan pearson posisi kerja berhubungan dengan keluhan MSDs.
Correlation.

74
Universitas Esa Unggul
No Nama Peneliti Judul Metodelogi Penelitian Konsep Hasil
5 Winda Agustin Faktor-Faktor Yang Penelitian ini menggunakan Penelitian ini menggunakan Hasil penelitian : ada hubungan antara usia
Rahayu Berhubungan Dengan explanatory research, dengan 2 kuesioner yaitu kuesioner (p=0,001), status gizi (p=0,016) dan kebiasaan
(2012) Keluhan pendekatan cross sectional data responden dengan merokok (p=0,001) dengan keluhan MSDs.
Musculoskeletal Pada populasi 42 pekerja, kuesioner NBM untuk Sedangkan masa kerja tidak ada hubungan dengan
Pekerja Angkat Angkut mrnggunsksn total menilai keluhan MSDs. keluhan MSDs (0,214).
Industri Pemecahan sampling.dengan jumlah sampel Variabel yang diteliti, Usia
Batu Di Kecamatan Status Gizi, kebiasaan
Karangnongko merokok, dan masa kerja.
Kabupaten Klaten
6 Wita Handayani Faktor-faktor yang Menggunakan cross sectional Variabel dependent pada Hasil analisis bivariat menunjukan, adanya
(2011) berhubungan dengan study dengan jumlah sampel penelitian ini adalah keluhan hubungan antara keluhan MSDs dengan
Keluhan MSDs pada pada penelitian sebanyak 70 MSDs variabel independent risiko/faktor pekerjaan (pvalue=0,001), usia (p
Pekerja di Bagian orang. Menggunakan uji adalah risiko/faktor value= 0,30), masa kerja (p value=0,004),
Polishing PT Surya statistik yang digunakan uji T- pekerjaan, usia, IMT, masa kebiasaan olahraga (p value=0,003) dan riwayat
Toto Indonesia, Tbk Independent, uji Chi-squere dan kerja, kebiasaan merokok, MSDs (p value=0,027). Sedangkan variabel yang
Tanggerang Tahun uji regresi logistic berganda. kesegaran jasmani dan tidak berhubungan adalah IMT (p value=0,348)
2011 Menggunakan metode QEC riwayat penyakit MSDs. dan kebiasaan merokok (p value=0,094).
(Quick Exposure Check). Hasil multivariat menunjukan faktor pekerjaan,
kebiasaan olah raga, dan riwayat penyakit MSDs
menunjukan variabel yang dominan berpengaruh
adalah riwayat penyakit MSDs.

75
Universitas Esa Unggul
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep yang digunakan adalah gabungan dari berbagai teori yang
ada di kerangka teori. Pada variabel dependent menggunakan lembar
kuesioner Nordic Body Map (NBM) untuk mengetahui keluhan MSDs, dan
variabel independent menggunakan kuesioner untuk mengetahui variabel
berupa usia, masa kerja, IMT, kebiasaan merokok, dan kebiasaan olahraga.
Dalam menilai postur tubuh, peneliti menggunakan tools REBA untuk
mengetahui skoring postur tubuh bagian kanan dan kiri pekerja.

VARIABEL INDEPENDENT VARIABEL DEPENDENT

Usia

Masa Kerja
Keluhan Musculoskeletal
Indeks Masa Tubuh (IMT) Disorders (MSDs)

Kebiasaan

Merokok

Kebiasaan

Olahraga
Postur Tubuh

(Sumber : Bridger, 2003, Bernard, 1997)


Gambar 3.1. Bagan Kerangka Konsep

76
Universitas Esa Unggul
3.2 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Keluhan Keluhan yang berhubungan dengan MSDs mulai Wawancara Kuesioner Nordic 1. Rendah, jika skor akhir NBM Ordinal
MSDs dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit Body Map (NBM) 0-41
dengan gejala berupa rasa sakit atau nyeri, 2. Tinggi, jika skor akhir NBM
kesemutan, kram, panas, bengkak, mati rasa, 42-84
pegal pegal, yang merupakan bagian tubuh (Tarwaka, 2015)
terkena dampak lainnya. Dihitung dengan skoring
penilaian NBM dan dikategorikan berdasarkan
tingkat risikonya.
2. Usia Lama waktu hidup responden yang terhitung Wawancara Kuesioner 1. Berisiko, jika ≥ 30 tahun Ordinal
sejak dilahirkan hingga wawancara saat penilaian 2. Tidak berisiko, jika <30 tahun.
yang dilakukan. (Bridger, 2003)
3. Masa Kerja Lama kerja sejak responden mulai bekerja Wawancara Kuesioner 1. Berisiko, jika > 3 tahun Ordinal
dibagian tersebut sampai dengan waktu 2. Tidak berisiko, jika ≤ 3 tahun
dilaksanakannya penelitian. (Handoko, 2010)
4. Indeks Masa Kondisi status gizi responden saat dilakukannya Pengukuran 1. Alat ukur 1. Berisiko, jika IMT = Gemuk Ordinal
Tubuh (IMT) penelitian, diukur berdasarkan rasio antara berat Tinggi Badan 2. Tidak Berisiko, jika IMT =
badan (kg) dengan tinggi badan (m²). 2. Alat Kurus/Normal
Timbangan (Tarwaka, 2015)
Berat Badan

77
Universitas Esa Unggul
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
5. Kebiasaan Perilaku responden yang merokok secara aktif. Wawancara Kuesioner 1. Merokok Ordinal
Merokok 2. Tidak merokok/ telah berhenti
merokok 1 tahun yang lalu
(Bustan, 2007)
6. Kebiasaan Kegiatan melakukan senam Aerobik pagi/ Wawancara Kuesioner 1. Berisiko, jika melakukan Ordinal
Olahraga olahraga dalam seminggu. senam pagi/olahraga < 5
kali/minggu
2. Tidak Berisiko, jika
melakukan senam
pagi/olahraga ≥ 5 kali/minggu
(Bustan, 2007)
7. Penilaian Hasil akhir dari proses penilaian terhadap postur Pengukuran 1. Lembar Penilaian 1. Rendah = Risiko rendah dan Ordinal
Postur Tubuh tubuh (punggung, leher, kaki, lengan atas, lengan REBA tindakan perbaikan mungkin
bawah, pergelangan tangan) postur lengan atas, 2. Kamera Digital diperlukan, total skor 1-7
lengan bawah dan pergelangan tangan dibagi SHE 2. Tinggi = Risiko tinggi dan
menjadi bagian kanan dan kiri. Beban, pegangan 3. Busur Derajat tindakan perbaikan perlu
dan aktivitas responden ketika bekerja yang telah dilakukan secepatnya, total
dihitung dengan skor penilaian REBA dan skor 8-15
dikategorikan berdasarkan tingkat risikonya. (Hignett, McAtamney, 2000)

78
Universitas Esa Unggul
79

3.3 Hipotesis Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan dua variabel yaitu
variabel independen dan variabel dependen. Maka didapatkan hipotesis
penelitian yaitu :
a. Ada hubungan antara usia dengan keluhan MSDs pada pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian Production
Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
tahun 2018.
b. Ada hubungan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian Production
Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
tahun 2018.
c. Ada hubungan antara indeks masa tubuh (IMT) dengan keluhan MSDs
pada pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi tahun 2018.
d. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs pada
pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi tahun 2018.
e. Ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan MSDs pada
pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi tahun 2018.
f. Ada hubungan antara postur tubuh dengan keluhan MSDs pada pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian Production
Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
tahun 2018.

Universitas Esa Unggul


3.4 Tempat dan Waktu Penelitian
3.4.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dibagian Production Control (PC) pada
Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Jalan Selayar IV Blok
L3, Desa Cikedokan Cikarang Barat, Kawasan MM2100 Bekasi.

3.4.2 Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2018 sampai
dengan Desember 2018.

3.5 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan jenis
penelitian deskriptif analitik, yaitu peneliti akan melakukan pengukuran
variabel independen dan dependen, kemudian akan menganalisa data yang
terkumpul untuk mencari hubungan antara variabel. Desain penelitian ini
menggunakan cross sectional (studi potong lintang) dimana pengumpulan
data variabel independen dan dependen dilakukan pada waktu bersamaan.

3.6 Populasi dan Sampel


a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pekerja Misuzumashi
Warehouse berjumlah 10 orang dan Packaging Export berjumlah 23
orang, maka total keseluruhan berjumlah 33 pekerja bagian Production
Control (PC) PT TACI.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang akan
diambil. Sampel dalam penelitian ini yaitu semua pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control (PC)
yang berjumlah 33 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan
sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi dan jumlah
populasi kurang dari 100 orang (sugiyono, 2007). Sampel penelitian ini
diambil dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi
sebagai berikut :

1) Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari
suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Kriteria
inklusi dalam penelitian ini adalah :
a) Berusia antara 19-50 tahun
b) Melakukan aktivitas angkat angkut Box Part Armature dan M2
Box Compressor yang berulang dengan postur yang janggal.

2) Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi yaitu menghilangkan atau mengeluarkan subjek
yang memenuhi kriteria inklusi dan studi karena berbagai sebab.
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah :
a) Pekerja yang mempunyai riwayat atau kelainan bawaan pada
tulang, otot maupun ekstremitas yang menyebabkan nyeri.
b) Pekerja yang mempunyai adanya riwayat trauma pada tulang,
otot dan ekstremitas yang menyebabkan nyeri, akibat
kecelakan sebelumnya.

3.7 Instrumen Penelitian


Instrument penelitian adalah alat yang digunakan untuk pengambilan data
dalam penelitian. Instrument penelitian menggunakan kuesioner, lembar
REBA, kuesioner NBM, stopwatch, kamera digital SHE, alat tinggi badan
dan timbangan berat badan.
3.7.1 Variabel Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Instrumen pada variabel keluhan MSDs menggunakan instrument
kuesioner Nordic Body Map (NBM). Metode ini untuk menilai tingkat
keluhan pekerja yang mudah dilakukan, praktis, cocok untuk individu,
kelompok kecil maupun masal dan dapat memberikan informasi
secara terperinci. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner
Nordic Body Map (NBM) yang berisi 27 pertanyaan dengan 5
pertanyaan karakteristik individu yaitu nama, area, usia. Berupa data
keluhan MSDs responden dalam kategorik, diberi kode :
1. Rendah, jika skor akhir NBM 0-41
2. Tinggi, jika skor akhir NBM 42-84

3.7.2 Variabel Usia


Instrument yang digunakan untuk mengetahui variabel usia pekerja
dengan mengisi kuesioner. Berupa data usia responden dalam
kategorik :
kode 1 = Berisiko, jika ≥30 tahun,
kode 2 = Tidak Berisiko, jika <30 tahun.

3.7.3 Variabel Masa Kerja


Instrument pada variabel masa kerja menggunakan kuesioner, metode
ini dilakukan dengan cara pengisisan kuesioner. Berupa data masa
kerja responden dalam kategorik :
kode 1 = Berisiko, jika > 3 tahun,
kode 2 = Tidak Berisiko, jika ≤ 3 tahun.

3.7.4 Variabel Indeks Masa Tubuh (IMT)


Instrument pada variabel Indeks Masa Tubuh (IMT) menggunakan
metode pengukuran, metode ini dengan cara mengukur berat badan
dengan alat timbangan berat badan dan meteran untuk mengukur
tinggi badan responden. Maka jika ingin mengetahui hasil IMT
dengan perhitungan rumus berupa Berat Badan (kg) dibagi kuadran
tinggi badan dalam meter (m²). Data IMT responden dalam kategorik :
Kode 1=Berisiko, jika IMT = Gemuk
Kode 2=Tidak Berisiko, jika IMT = Kurus/Normal
3.7.5 Variabel Kebiasaan Merokok
Instrument pada variabel kebiasaan merokok dengan menggunakan
metode kuesioner, metode ini dilakukan dengan mengisi kuesioner.
Berupa data dalam kategorik :
Kode 1=Merokok
Kode 2=Tidak merokok/ telah berhenti merokok 1 tahun yang lalu

3.7.6
3.7.7 Variabel Kebiasaan olahraga
Instrument pada variabel kebiasaan olahraga senam pagi dengan
menggunakan kuesioner, metode ini dilakukan dengan mengisi.
Berupa data dalam katagorik :
Kode 1= Berisiko, Jika melakukan senam pagi/olahraga < 5 x/minggu
Kode 2= Tidak Berisiko, Jika melakukan senam pagi/olahraga ≥ 5
x/minggu.

3.7.8 Variabel Postur Tubuh


Instrumen pada variabel postur tubuh (punggung/bahu, leher, lengan
atas dan lengan bawah, pergelangan tangan, kaki) dengan
mempertimbangkan faktor coupling, gerakan berulang, dan beban
ekternal yang ditopang dengan menggunakan instrument lembar
penilaian Rapid Entire Body Assessment (REBA). Maka diberi kode:
Kode 1, Rendah = Risiko Rendah dan Tindakan perbaikan mungkin
diperlukan, Total Skor = 1-7
Kode 2, Tinggi = Risiko Tinggi dan Tindakan perbaikan perlu
dilakukan, Total Skor = 8-15

3.8 Pengolahan Data


Bertujuan untuk mengetahui frekuensi dari variabel yang diteliti yang
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Pengumpulan data
Pengumpulan data didapat berupa data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer adalah sumber data yang didapatkan secara langsung
oleh peneliti, berupa wawancara, pengukuran langsung, dan
kuesioner. Penyebaran kuesioner pada penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui data karakteristik pekerja. Sedangkan pengukuran
langsung untuk mengetahui gambaran pekerjaan, yang kemudian
dilakukan pengukuran dengan menggunakan tool REBA.
Selanjutnya, untuk mengetahui keluhan MSDs yang dirasakan
responden dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map
(NBM), yang ditujukan kepada seluruh responden yang telah dipilih.
Selain itu peneliti juga melakukan wawancara dengan pekerja dan
manajer Production Control (PC) untuk memperkuat data hasil
kuesioner. Data primer diperoleh melalui metode:
1) Wawancara bertujuan untuk mendapatkan data dari responden
berupa keluhan yang dirasakan dan terkait pekerjaan responden.
2) Pengukuran langsung, bertujuan untuk mendapatkan gambaran
tahapan pekerjaan, postur yang digunakan pekerja, beban,
durasi, serta frekuensi terkait postur saat melakukan pekerjaan
dan untuk mendapatkan data tentang IMT responden.
3) Kuesioner, bertujuan untuk mengetahui data karakteristik
responden serta keluhan MSDs dan faktor-faktor yang
mempengaruhi MSDs.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil telaah dokumen,
melalui catatan-catatan tertulis yang terkait dengan masalah
penelitian. Metode ini dilakukan melalui kepustakaan yaitu dengan
mengumpulkan sumber yang memiliki keterkaitan dengan masalah
yang diteliti berupa dokumen terkait profil perusahaan, struktur
organisasi PT TACI, struktur organisasi PC, dan SOP.
2. Klasifikasi data :
a. Editing
Sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit terlebih dahulu
dengan tujuan untuk mengoreksi data yang meliputi kelengkapan
pengisian jawaban kuesioner, konsistensi atas jawaban dan
kesalahan jawaban pada kuesioner. Sehingga dapat diperbaiki jika
dirasakan masih ada kesalahan dan keraguan atas data tersebut.
b. Skoring
Memberikan skor pada variabel usia, masa kerja, IMT, kebiasaan
olahraga, kebiasaan merokok yang terdapat pada hasil wawancara
menggunakan kuesioner.
c. Koding
Memberikan kode pada jawaban kuesioner yang ada untuk
mempermudah proses pengolahan dalam komputerisasi. Pengkodean
ini dijadikan sebagai langkah awal pengolahan data. Mengkode
jawaban adalah merubah data berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka. Pada proses coding ini, variabel independent dan
dependent akan diberi kode untuk memudahkan dalam menganalisa.
d. Tabulasi
Yaitu kegiatan memasukan data-data hasil penelitian ke dalam tabel
berdasarkan variabel yang diteliti.
e. Entri data
Memasukan data yang telah ditabulasi ke dalam komputer kemudian
dilanjutkan analisa data (diolah).
f. Pembersihan data (cleaning)
Apabila semua data dari semua sumber sudah dimasukan perlu dicek
kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,
ketidaklengkapan, dan sebagainya kemudian dilakukan pembetulan
atau koreksi, proses ini disebut pembersihan data (data cleaning).
3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas
3.9.1 Uji Validitas
Uji validitas adalah langkah untuk mengukur instrument yang akan
dipakai, apakah benar-benar valid dalam mengukur variabel yang
akan diteliti. Uji validitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji
Product Moment dari Pearson Correlation. Dasar pengambilan
keputusan dalam uji validitas :
a. Jika nilai r hitung > r tabel Product Moment dengan taraf
signifikan 5%, maka pertanyaan dikatakan valid.
b. Jika nilai r hitung < r tabel maka item pertanyaan didalam
kuesioner dinyatakan tidak valid. Langkah yang dapat dilakukan
yaitu dengan mengganti pertanyaan tersebut dengan pertanyaan
yang baru, lalu sebarkan kepada responden kembali kemudian
uji validitas ulang, atau dapat menghilangkan item pertanyaan
yang tidak valid tersebut.

Uji validitas dilakukan pada variabel independent antara lain masa


kerja, kebiasaan merokok dan kebiasaan olahraga dan pada variabel
dependent yaitu keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs). Uji
validitas dilakukan dilokasi yang berbeda dari tempat penelitian
yaitu di PT Yutaka Manufacturing Indonesia (YMI) Kawasan
MM2100 Bekasi. Uji validitas ini dilakukan kepada pekerja
Production Control (PC) dengan kegiatan kerjanya yaitu angkat
angkut part dengan pekerja sebanyak 30 responden.
Pada uji validitas, nilai r tabel menggunakan derajat bebas n-2 dan
α=5%. Jumlah sampel yang digunkaan sebanyak 30, maka derajat
bebasnya adalah sebesar 30-2=28 sehingga didapat nilai pada r tabel
sebesar 0,361. Jadi jika alpha > r tabel (0,361) maka dikatakan valid.
Sebaliknya jika alpha < r tabel (0,361) maka dikatakan tidak valid.
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas Pada Variabel Masa Kerja, Kebiasaan
Merokok, dan Kebiasaan Olahraga

Pearson
No. Pertanyaan Hasil
Correlation
Masa Kerja
1. Sudah berapa lama saudara bekerja 0,667 Valid
dibagian Production Control (PC)?
2. Berapa lama saudara bekerja di 0,503 Valid
perusahaan ini?
3 Apakah saudara pernah bekerja 0,746 Valid
diperusahaan lain, dengan jenis pekerjaan
yang sama? (membawa, memindahkan,
mengangkat, mendorong)
Kebiasaan Merokok
1. Apakah Saudara pernah Merokok? 0,843 Valid
2. Jika “Ya” apakah sekarang saudara masih 0,898 Valid
merokok?
3. Sudah berapa lama saudara merokok? 0,957 Valid
4. Berapa batang rokok yang saudara 0,967 Valid
habiskan dalam sehari?
5. Jika Jawaban No. 2 “Tidak” sudah berapa 0,923 Valid
lama saudara berhenti merokok?
Kebiasaan Olahraga
1. Apakah saudara melakukan senam pagi 0,690 Valid
diperusahaan?
2. Berapa lama saudara melakukan senam 0,693 Valid
pagi dalam sehari?
3. Dalam seminggu berapa kali saudara 0,708 Valid
melakukan senam pagi yang diadakan
perusahaan?
4. Selain senam pagi apakah saudara 0,665 Valid
melakukan kegiatan olahraga lainnya?
5. Jika jawaban No.4 “Ya” berapa kali 0,808 Valid
saudara melakukan kegiatan olahraga
dalam seminggu?
3.9.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah suatu indeks sejauh mana suatu alat ukur
tersebut dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Kuesioner dikatakan
reliabel apabila jawaban atas pertanyaan tersebut konsisten. Dasar
pengukuran reliabel dapat dilakukan dengan nilai pada r tabel
menggunakan derajat bebas n-2 dan α=5%. Jumlah sampel yang
digunakan sebanyak 30, maka derajat bebasnya adalah sebesar 30-
2=28 sehingga didapat nilai r tabel sebesar 0,361. Jadi jika alpha > r
tabel (0,361) maka dikatakan reliabel. Sebaliknya jika alpha < r tabel
(0,361) maka tidak dikatakan tidak reliabel.

Tabel 3.2. Hasil Uji Reliabelitas pada Masa Kerja, Kebiasaan


Merokok dan Kebiasaan Olahraga di PT Yutaka Manufacturing
Indonesia (YMI) Kawasan MM2100 Bekasi

Cronbach’s
No. Variabel Hasil
Alpha
1. Masa Kerja 0,711 Reliabel
2. Kebiasaan Merokok 0,953 Reliabel
3. Kebiasaan Olahraga 0,749 Reliabel

3.10 Analisa Data


Analisa data merupakan kelanjutan dari tahapan pengolahan data. Setelah
data diberi nilai dan dimasukan (entry), data kemudian dianalisa dengan
mengguanakan komputer. Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini
akan menggunakan lembar penilaian REBA untuk menghitung hasil
pengukuran dengan metode REBA dan SPSS untuk menghitung hasil
pengukuran subjektif yang menggunakan formulir NBM dan kuesioner yang
telah diisi oleh responden.

1. Analisis Data Univariat


Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan atau melihat
gambaran masing-masing variabel independen dan variabel dependen.
Variabel independen yang ada pada penelitian ini, yaitu variabel usia,
masa kerja, IMT, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, postur tubuh.
Dan variabel dependen yaitu keluhan Musculoskeletal Disorders
(MSDs). Fungsi analisis ini adalah menyederhanakan kumpulan data
hasil pengukuran sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi
informasi yang berguna. Analisis univariat menghasilkan distribusi
frekuensi dari tiap variabel. Dengan distribusi frekuensi kita dapat
mengetahui persentase suatu kelompok terhadap seluruh pengamatan
disajikan dengan tabel dan diagram.

2. Analisis Data Bivariat


Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel
independent dengan variabel dependen dengan menggunakan uji statistik
yang sesuai dengan skala data. Variabel independent pada penelitian ini
adalah usia, IMT, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga,
postur tubuh. Sedangkan variabel dependent nya adalah keluhan MSDs.
Variabel dependen dan independent dalam penelitian ini berupa data
kategorik yaitu dapat menggunakan uji statistik Kai Kuadrat (Chi
Square) dan Uji Fisher Exact.
Aturan yang berlaku pada Chi Square (X²) adalah sebagai berikut
(Hastono, 2016) :
a. Bila pada tabel 2 x 2 dijumpai nilai Expected (harapan) kurang dari
5, maka yang digunakan adalah “Fisher Exact Test”.
b. Bila tabel 2 x 2 dan tidak ada nilai E < 5, maka uji yang dipakai
sebaiknya “Continuity Correction (a)”.
c. Bila tabel lebih dari 2 x 2, misalnya 2 x 3, 3 x 3 dan sebagainya.
Maka digunakan uji “Pearson Chi Square”.

Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square


(X²), dimana jika batas kemaknaan ɑ (alpha) = 0,05 dan 95% confidence
interval (CI) dengan ketentuan sebagai berikut :
1) p-value ≤ 0,05 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima (p-value ≤ ɑ).
Dengan kata lain, uji statistik menunjukan adanya hubungan yang
signifikan antara kedua variabel.
2) p-value > 0,05 yang berarti Ho gagal ditolak dan Ha ditolak (p-
value>ɑ). Uji statistik menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan
antara kedua variabel.

Penggunaan Chi Square Test harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :


a) Untuk tabel kontingensi r x k yang memiliki derajat bebas lebih dari
1 (>1), maka uji ini tidak bisa digunakan apabila 20% frekuensi
harapan kurang dari 1 (<1). Untuk mengatasi hal tersebut, maka
dilakukan penggabungan katagori yang kemudian dilakukan
pengecekan atau evaluasi kembali untuk mengetahui apakah katagori
yang baru sudah memenuhi syarat yang telah ditentukan.
b) Untuk tabel 2 x 2 menggunakan koreksi kontinuitas, koreksi dengan
cara menggunakan 0,5 terhadap selisih (harga mutlak) dari angka
pengamatan dan harapan digunakan uji pearson Chi Square Test.
Adapun interpretasi dari uji Chi Square, yaitu :
c. Jika X² hitung ≥ X² tabel atau apabila p-value < ɑ, maka Ho
ditolak.
d. Jika X² hitung < X² tabel atau apabila p-value >ɑ, maka Ho
ditolak

Keterkaitan antara dua variabel tersebut akan menjelaskan secara


deskriptif yang ditampilkan dalam bentuk cross tabulation.
Hipotesis :
Ha : ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat
Ho : tidak ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat

Dalam penelitian ini apabila hasil dari uji Chi-Square tidak


muncul maka uji alternatif adalah uji Fisher Exact. Dalam penelitian
ini peneliti menggunakan Uji Fisher Exact yang merupakan salah
satu uji non parametric yang digunakan untuk menganalisis dua
sampel independen yang berskala nominal atau ordinal jika kedua
sampel independennya berjumlah sampelnya relatif kecil. Untuk
mempermudah perhitungan dalam pengujian hipotesis, maka data
hasil pengamatan perlu tersusun ke dalam tabel kontingensi 2 x 2.
Uji Fisher Exact ini lebih akurat dari pada uji Chi-Square untuk data
data berjumlah sedikit. Walaupun uji ini biasanya digunakan pada
tabel 2 x 2, namun kita dapat melakukan uji Fisher Exact dengan
jumlah sampel yang lebih besar (Sugiyono, 2006).
BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Analisis Univariat


4.1.1 Gambaran Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada
Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018

Dalam penelitian ini, keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)


pada pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian
Production Control (PC) dibedakan menjadi 2 katagori yaitu Rendah,
jika skor akhir Nordic Body Map (NBM) 0-41 dan Tinggi, jika skor
akhir Nordic Body Map (NBM) 42-84. Hasil penelitian dijabarkan
dalam tabel berikut :

Tabel 4.1. Gambaran Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)


Pada Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi Tahun 2018

Keluhan Musculoskeletal Disorders


Jumlah Persen (%)
(MSDs)
Rendah 14 42,4%
Tinggi 19 57,6%
Total 33 100%
Sumber: Data Primer 2018 (diolah)

Berdasarkan hasil penelitian yang ada pada tabel 4.1 diperoleh


bahwa proporsi keluhan MSDs pada pekerja Misuzumashi Warehouse
dan Packaging Export bagian Production Control (PC) dengan
keluhan MSDs tinggi yaitu sebanyak 19 pekerja (57,6%). Sedangkan

92
Universitas Esa Unggul
93

proporsi pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export


bagian Production Control (PC) dengan keluhan MSDs rendah yaitu
sebanyak 14 pekerja (42,4%).
Dalam penelitian ini kategori skoring otot skeletal terdapat 12
bagian tubuh, bagian tubuh yang banyak dirasakan sakit (skoring 3
yang dirasakan sangat sakit) dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, seperti
yang dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini :

Tabel 4.2. Kategori Skoring Otot Skeletal Berdasarkan NBM Pada


Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi Tahun 2018

Kategori Skoring Otot Sceletal Jumlah Persen (%)


Punggung 7 21.2
Pinggang 5 15.2
Tengkuk 4 12.1
Bahu Kanan 4 12.1
Lengan Atas Kanan 4 12.1
Leher Atas 2 6.1
Bahu Kiri 2 6.1
Pinggul 1 3.0
Siku Kanan 1 3.0
Siku Kiri 1 3.0
Lutut Kiri 1 3.0
Betis Kanan 1 3.0
Jumlah 33 100%
Sumber: Data Primer 2018 (diolah)

Berdasarkan penelitian yang ada pada tabel 4.2 diperoleh bahwa


keluhan otot skeletal yang terbanyak dirasakan oleh responden yaitu
pada bagian Punggung sebanyak 7 pekerja (21,2%), bagian pinggang

Universitas Esa Unggul


sebanyak 5 pekerja (15,2%), dan bagian tengkuk sebanyak 4 pekerja
(12,1%).

4.1.2 Gambaran Usia Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging


Export Bagian Production Control (PC) Pada Keluhan MSDs PT
TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018

Dalam penelitian ini, usia pekerja Misuzumashi Warehouse dan


Packaging Export bagian Production Control (PC) dibedakan menjadi
2 katagori yaitu Berisiko, jika usia pekerja sama dengan lebih dari 30
tahun dan Tidak Berisiko, jika usia pekerja kurang dari 30 tahun. Hasil
penelitian dijabarkan dalam tabel berikut :

Tabel 4.3. Gambaran Usia Pekerja Misuzumashi Warehouse dan


Packaging Export Bagian Production Control (PC) Pada Keluhan
MSDs PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
Tahun 2018

Usia Jumlah Persen (%)


Berisiko (≥ 30 Tahun) 6 18,2%
Tidak Berisiko (< 30 Tahun) 27 81,8%
Total 33 100%
Sumber: Data Primer 2018 (diolah)

Berdasarkan hasil penelitian yang ada pada tabel 4.3 diperoleh


bahwa proporsi usia pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging
Export bagian Production Control (PC) yang tertinggi pada usia tidak
berisiko yaitu pekerja yang berusia kurang dari 30 tahun sebanyak 27
pekerja (81,8%), sedangkan proporsi usia pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control (PC)
yang terendah pada usia berisiko yaitu pekerja yang berusia tinggi atau
sama dengan lebih dari 30 tahun sebanyak 6 pekerja (18,2%).
4.1.3 Gambaran Masa Kerja Pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export Bagian Production Control (PC) Pada Keluhan
MSDs PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
Tahun 2018

Dalam penelitian ini, masa kerja pada pekerja Misuzumashi


Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control (PC)
dibedakan menjadi 2 katagori yaitu berisiko, jika masa kerja lebih dari
3 tahun dan tidak berisiko, jika masa kerja sama dengan kurang dari 3
tahun. Hasil penlitian dijabarkan dalam tabel berikut :

Tabel 4.4. Gambaran Masa Kerja Pekerja Misuzumashi Warehouse


dan Packaging Export Bagian Production Control (PC) Pada Keluhan
MSDs PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
Tahun 2018

Masa Kerja Jumlah Persen (%)


Berisiko (> 3 Tahun) 14 42,4%
Tidak Berisiko (≤ 3 Tahun) 19 57,6%
Total 33 100%
Sumber: Data Primer 2018 (diolah)

Berdasarkan hasil penelitian yang ada pada tabel 4.4 diperoleh


bahwa proporsi masa kerja pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export bagian Production Control (PC) yang tertinggi pada
masa kerja tidak berisiko yaitu pekerja yang memiliki masa kerja
kurang dari 30 tahun sebanyak 19 pekerja (57,6%), sedangkan proporsi
masa kerja pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export
bagian Production Control (PC) yang terendah pada masa kerja
berisiko yaitu lebih dari 3 tahun sebanyak 14 pekerja (42,4%).
4.1.4 Gambaran Indeks Masa Tubuh (IMT) Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control (PC)
Pada Keluhan MSDs PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi Tahun 2018

Dalam penelitian ini, Indeks Masa Tubuh (IMT) pada pekerja


Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian Production
Control (PC) dibedakan menjadi 2 katagori yaitu Berisiko, gemuk jika
IMT > 29 kg/m² dan Tidak Berisiko, kurus/normal jika IMT < 20
kg/m². Hasil penelitian dijabarkan dalam tabel berikut :

Tabel 4.5. Gambaran Indeks Masa Tubuh (IMT) Pekerja


Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian Production
Control (PC) Pada Keluhan MSDs PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018

Indeks Masa Tubuh (IMT) Jumlah Persen (%)


Berisiko (Gemuk) 9 27,3%
Tidak Berisiko (Kurus/Normal) 24 72,7%
Total 33 100%
Sumber: Data Primer 2018 (diolah)

Berdasarkan hasil penelitian yang ada pada tabel 4.5 diperoleh


bahwa proporsi IMT pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging
Export bagian Production Control (PC) yang tertinggi yaitu IMT tidak
berisiko (Kurus/Normal) sebanyak 24 pekerja (72,7%), sedangkan
proporsi IMT pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export
bagian Production Control (PC) yang terendah yaitu IMT berisiko
(Gemuk) sebanyak 9 pekerja (27,3%).
4.1.5 Gambaran Kebiasaan Merokok Pekerja Misuzumashi Warehouse
dan Packaging Export Bagian Production Control (PC) Pada
Keluhan MSDs PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI)
Bekasi Tahun 2018

Dalam penelitian ini, kebiasaan merokok pada pekerja


Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian Production
Control (PC) dibedakan menjadi 2 katagori yaitu Merokok dan Tidak
Merokok/ telah berhenti merokok 1 tahun yang lalu. Hasil penelitian
dijabarkan dalam tabel berikut :

Tabel 4.6. Gambaran Kebiasaan Merokok Pekerja Misuzumashi


Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control (PC)
Pada Keluhan MSDs PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi Tahun 2018

Kebiasaan Merokok Jumlah Persen (%)


Merokok 15 45,5%
Tidak Merokok/telah berhenti merokok
18 54,5%
1 tahun yang lalu
Total 33 100%
Sumber: Data Primer 2018 (diolah)

Berdasarkan hasil penelitian yang ada pada tabel 4.6 diperoleh


bahwa proporsi kebiasaan merokok pekerja Misuzumashi Warehouse
dan Packaging Export bagian Production Control (PC) yang tertinggi
yaitu tidak merokok/telah berhenti merokok 1 tahun yang lalu
sebanyak 18 pekerja (54,5%). Sedangkan proporsi yang merokok
pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian
Production Control (PC) yang terendah sebanyak 15 pekerja (45,5%).
4.1.6 Gambaran Kebiasaan Olahraga Pekerja Misuzumashi Warehouse
dan Packaging Export Bagian Production Control (PC) Pada
Keluhan MSDs PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI)
Bekasi Tahun 2018

Dalam penelitian ini, kebiasaan olahraga pada pekerja


Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian Production
Control (PC) dibedakan menjadi 2 katagori yaitu Berisiko, jika pekerja
melakukan senam pagi/olahraga kurang dari 5 kali seminggu dan
Tidak Berisiko, jika pekerja melakukan senam pagi/olahraga lebih dari
5 kali seminggu. Hasil penelitian dijabarkan dalam tabel berikut :

Tabel 4.7. Gambaran Kebiasaan Olahraga Pekerja Misuzumashi


Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control (PC)
Pada Keluhan MSDs PT TD Automotive Compressor Indonesia
(TACI) Bekasi Tahun 2018

Kebiasaan Olahraga Jumlah Persen (%)


Berisiko (< 5 kali/minggu) 22 66,7%
Tidak Berisiko (≥ 5 kali/minggu) 11 33,3%
Total 33 100%
Sumber: Data Primer 2018 (diolah)

Berdasarkan hasil penelitian yang ada pada tabel 4.7 diperoleh


bahwa proporsi kebiasaan olahraga pekerja Misuzumashi Warehouse
dan Packaging Export bagian Production Control (PC) yang tertinggi
pada kebiasaan olahraga yang berisiko yaitu pekerja yang melakukan
senam pagi/olahraga kurang dari 5 kali/minggu sebanyak 22 pekerja
(66,7%). Sedangkan proporsi kebiasaan olahraga pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control (PC)
yang terendah pada kebiasaan olahraga tidak berisiko yaitu pekerja
yang melakukan senam pagi/olahraga sama dengan lebih dari 5
kali/minggu yaitu sebanyak 11 pekerja (33,3%).

4.1.7 Gambaran Postur Tubuh Bagian Kanan dan Kiri Pekerja


Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian Production
Control (PC) Pada Keluhan MSDs PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018
Dalam penelitian ini, postur tubuh bagian kanan dan kiri pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian Production
Control (PC) terhadap skoring pada metode REBA dibedakan menjadi
2 katagori yaitu Rendah, dengan Level Risiko rendah dan tindakan
perbaikan mungkin diperlukan dengan total skor 1-7 dan Tinggi,
dengan Level Risiko Tinggi dengan tindakan perbaikan perlu
dilakukan dengan total skor 8-15. Hasil penelitian dijabarkan dalam
tabel berikut :

Tabel 4.8. Gambaran Postur Tubuh Bagian Kanan Pekerja


Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian
Production Control (PC) Pada Keluhan MSDs PT TD Automotive
Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018

Postur Tubuh Kanan Jumlah Persen (%)


Rendah 6 18,2%
Tinggi 27 81,8%
Total 33 100%
Sumber: Data Primer 2018 (diolah)

Berdasarkan hasil penelitian yang ada pada tabel 4.8 diperoleh


bahwa proporsi postur tubuh bagian kanan pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control (PC)
yang tertinggi yaitu postur tubuh kanan dengan risiko tinggi (tindakan
perbaikan perlu dilakukan secepatnya) sebanyak 27 pekerja (81,8%),
sedangkan proporsi postur tubuh bagian kanan pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control (PC)
yang terendah yaitu postur tubuh kanan dengan risiko rendah (tindakan
perbaikan mungkin diperlukan) sebanyak 6 pekerja (18,2%).

Adapun hasil penelitian pada postur tubuh bagian kiri dijabarkan


dalam tabel berikut :

Tabel 4.9. Gambaran Postur Tubuh Bagian Kiri Pada Pekerja


Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian
Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018

Postur Tubuh Kiri Jumlah Persen (%)


Rendah 9 27,3%
Tinggi 24 72,7%
Total 33 100%
Sumber: Data Primer 2018 (diolah)

Berdasarkan hasil penelitian yang ada pada tabel 4.9 diperoleh


bahwa proporsi postur tubuh bagian kiri pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control (PC)
yang tertinggi yaitu postur tubuh kiri dengan risiko tinggi (tindakan
perbaikan perlu dilakukan secepatnya) sebanyak 24 pekerja (72,7%),
sedangkan proporsi postur tubuh bagian kiri pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control (PC)
yang terendah yaitu postur tubuh kiri dengan risiko rendah (tindakan
perbaikan mungkin diperlukan) sebanyak 9 pekerja (27,3%).

Dibawah ini dapat dilihat gambaran hasil penilaian postur tubuh


bagian kanan dan kiri berdasarkan metode Rapid Entire Body
Assessment (REBA) yaitu :
Tabel 4.10. Hasil Penilaian Postur Tubuh Pada Pekerja Misuzumashi Warehouse
dan Packaging Export Bagian Production Control (PC) PT TD Automotive
Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018

Hasil Penilaian Postur Tubuh Menggunakan Metode REBA


I. Mengangkat Box Berisi Part Armature dari Pallet ke Shutter

Leher : Ekstensi dengan sudut 20°, Score Beban : 16,7 Kg Skor + 2


+1 Pegangan : Kurang (Fair) Score +1
Punggung : Fleksi/ membungkuk dengan Aktivitas :Pekerja dapat mengangkat
sudut 30° Score +3
Box > 4 kali/menit, mendapatkan
Kaki : Bertumpu pada kedua kaki, Score +1
Score +1

Kiri : Lengan Atas :Fleksi/ menekuk


Kanan : Lengan Atas : Fleksi/ menekuk
dengan sudut 70°, dan bahu
dengan sudut 60° dan bahu
terangkat Score +4 terangkat Score + 2
Lengan Bawah : Fleksi/ menekuk Lengan Bawah : Fleksi/
dengan sudut 50° Score +2 menekuk sudut 50° Score
+2 Pergelangan Tangan : Fleksi/ Pergelangan Tangan :
menekuk dengan sudut 50° Ekstensi dengan sudut 20°
Mendapatkan Score +2 Score +2
Pegangan : Baik (Good) Score 0

Skor Akhir REBA Kanan = 7 Skor Akhir REBA Kiri = 8


(Risiko Rendah) (Risiko Tinggi)
Hasil Penilaian Postur Tubuh Menggunakan Metode REBA
II. Mengangkat Box Berisi Part Armature dari Trolly ke Shutter

Leher : Ekstensi dengan sudut 25°, Beban : 16,7 Kg Skor 2


mendapatkan Score +2 Pegangan : Kurang (Fair) Skor +
1
Punggung : Fleksi/membungkuk Aktivitas : Pekerja dapat mengangkat
dengan sudut 40° dan punggung Box > 4 kali/menit, mendapatkan
memutar, mendapatkan Score +4 Score +1
Kaki : Bertumpu pada kedua kaki
dengan membentuk sudut 150°,
mendapatkan Score +3
Kanan : Lengan Atas : Fleksi/ Kiri : Lengan Atas : Fleksi/
menekuk dengan sudut 30° menekuk dengan sudut 25°
mendapatkan Score +2 mendapatkan Score +2
Lengan Bawah : Fleksi/ Lengan Bawah : Fleksi/
menekuk dengan sudut menekuk dengan sudut 35°,
40°, Score +2 mendapatkan Score +2
Pergelangan Tangan : Pergelangan Tangan :
Ekstensi dengan sudut 30° Ekstensi dengan sudut 30°
mendapatkan Score +2 mendapatkan Score +2

Skor Akhir REBA Kanan = 11 Skor Akhir REBA Kiri = 11


(Risiko Tinggi) (Risiko Tinggi)
Hasil Penilaian Postur Tubuh Menggunakan Metode REBA
III. Mengangkat Box Berisi Part Armature dari Trolly ke Shutter

Leher : Ekstensi dengan sudut 30°, Beban : 11,29 Kg Skor 2


mendapatkan Score +2 Pegangan : Baik (Good) Skor 0
Punggung : Fleksi/membungkuk dengan Aktivitas: Pekerja dapat mengangkat
sudut 55°, dan memutar mendapatkan Box > 4 kali/menit, mendapatkan
Score +4 Score +1
Kaki : Bertumpu pada kedua kaki dengan
membentuk sudut 155° Score +3
Kanan : Lengan Atas : Fleksi/ menekuk Kiri : Lengan Atas : Fleksi/
dengan sudut 55° mendapatkan menekuk dengan sudut 60°
Score +3 mendapatkan Score +3
Lengan Bawah : Fleksi/ Lengan Bawah : Ekstensi
menekuk dengan sudut 25°, dengan sudut 20°,
Score +2 mendapatkan Score +2
Pergelangan Tangan : Pergelangan Tangan :
Ekstensi dengan sudut 20° Ekstensi dengan sudut 30°
mendapatkan Score +2 mendapatkan Score +2
Pegangan : Baik (Good) Skor 0

Skor Akhir REBA Kanan = 11 Skor Akhir REBA Kiri = 11


(Risiko Tinggi) (Risiko Tinggi)
Mengangkat Box Part Armature dari Mengangkat Box Part Armature dari
Pallet ke Shutter Shutter ke Trolly

Mengangkat M2 Box Compressor Dari


Shutter Ke Trolly

Gambar 4.1 Jenis Pekerjaan Misuzumashi Warehouse dan


Packaging Export Bagian Production Control (PC)
Tabel 4.11. Summary Hasil Penilaian Postur Tubuh Pada Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018

Jumlah Pekerja dengan Skor


Postur Tubuh Skor Jumlah
I II III Jumlah
Total
1 1 2 6 9
Extention 2 7 17 24
Leher 1 0 33
Flexion 2 0
Lurus 1 0
2 0
Extention 3 0
3 0
Extention dengan Penambahan Nilai 4 1 1
2 0
Punggung 33
Flexion 3 1 2 11 14
4 8 8
3 0
Flexion dengan Penambahan Nilai 4 3 1 4
5 3 3 6
Bertumpu 1 1 7 19 27
Bertumpu dengan Penambahan 2 0
Nilai 3 1 4 5
Kaki Tidak Bertumpu 2 0 33
Tidak Bertumpu dengan 3 0
Penambahan Nilai 4 1 1
1 0
Bagian Extention 2 0
dan Hasil Extention dengan 2 0
Penilaian Penambahan Nilai 3 0
Kanan 1 0 33
2 2 2 4
Flexion 3 7 19 26
4 1 2 3
2 0
Lengan Atas Flexion dengan 3 0
Penambahan Nilai 4 1 1
5 0
1 0
Extention 2 0 33
1 0
Kiri 2 1 3 3 7
Flexion 3 5 17 22
4 1 2 3
1 2 2
Kanan Flexion 2 1 9 21 31 33
Lengan
Bawah 1 2 2
Kiri Flexion 2 1 9 21 31 33
Lanjutan Tabel 4.11.
Jumlah Pekerja dengan Skor
Postur Tubuh Skor Jumlah
I II III Jumlah
Total
1 4 15 19
Extention 2 3 3 6
Kanan 1 0 33
Flexion 2 1 2 5 8
Pergelangan
Tangan 1 1 13 14
Extention 2 1 4 5 10
Kiri 1 3 2 5 33
Flexion 2 1 3 4
0 0
Beban 1 0 33
Bagian 2 1 9 23 33
dan 0 1 4 16 21
Hasil 1 5 7 12
Penilaia Kanan 2 0 33
n 3 0
Pegangan 0 6 17 23
1 1 3 6 10
Kiri 2 0 33
3 0
1 1 8 23 32
Aktivitas 2 1 1 33
3 0
Sumber: Data Primer 2018 (diolah)

Keterangan :
I : Mengangkat Box Part Armature dari pallet ke shutter
II : Mengangkat Box Part Armature dari shutter ke trolly
III : Mengangkat M2 Box Compressor dari shutter ke trolly
Flexion : Gerakan Menekuk/Membengkokan
Extention : Gerakan Meluruskan
4.2 Analisis Bivariat
4.2.1 Hubungan Antara Usia dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders
(MSDs) Pada Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging
Export Bagian Production Control (PC) PT TD Automotive
Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018

Hasil analisis bivariat antara usia dengan keluhan Musculoskeletal


Disorders (MSDs) pada pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018 dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.12. Distribusi Responden Menurut Usia dengan Keluhan


MSDs Pada Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging
Export Bagian Production Control (PC) PT TD Automotive
Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018

Keluhan MSDs
Usia Jumlah p- OR
Rendah Tinggi
Responden value (95% CI)
f % f % f %
Berisiko 0,209 0,215
1 16,7% 5 83,3% 6 100%
(≥30 tahun) (0,022-2,097)
Tidak Berisiko
13 48,1% 14 51,9% 27 100%
(<30 tahun)
Sumber: Data Primer 2018 (diolah)

Berdasarkan tabel 4.12 diperoleh hasil penelitian bahwa proporsi


tertinggi usia tidak berisiko kurang dari 30 tahun lebih banyak terjadi
pada pekerja dengan keluhan MSDs tinggi yaitu 14 pekerja (51,9%),
sedangkan proporsi tertinggi pada usia berisiko lebih atau sama dengan
30 tahun lebih banyak terjadi pada pekerja dengan keluhan MSDs
tinggi yaitu 5 pekerja (83,3%).
Berdasarkan hasil analisis uji statistik menunjukan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara usia pekerja dengan keluhan MSDs
dengan p value = 0,209 (p-value > 0,05). Odd Ratio (OR) usia pekerja
terhadap keluhan MSDs sebesar 0,215 yang berarti usia pekerja yang
berisiko lebih dari 30 tahun sebesar 0,215 kali mengalami keluhan
MSDs dibandingkan dengan usia pekerja yang tidak berisiko.

4.2.2 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal


Disorders (MSDs) Pada Pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export Bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018

Hasil analisis bivariat antara masa kerja dengan keluhan


Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control (PC) PT
TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.13. Distribusi Responden Menurut Masa Kerja dengan


Keluhan MSDs Pada Pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export Bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018

Keluhan MSDs p- OR
Masa Kerja Jumlah
Rendah Tinggi value (95% CI)
Responden
f % f % f %
Berisiko 1,000 1,031
6 42,9% 8 57,1% 14 100%
(>3 tahun) (0,255-4,167)
Tidak Berisiko
8 42,1% 11 57,9% 19 100%
(≤3 tahun)
Sumber: Data Primer 2018 (diolah)
Berdasarkan tabel 4.13 diperoleh hasil penelitian bahwa proporsi
tertinggi masa kerja tidak berisiko kurang atau sama dengan dari 3
tahun banyak terjadi pada pekerja dengan keluhan MSDs tinggi yaitu
11 pekerja (57,9%), sedangkan proporsi tertinggi pada usia berisiko
lebih dari 3 tahun dengan keluhan MSDs tinggi yaitu 8 pekerja
(57,1%).
Berdasarjan hasil analisis uji statistik menunjukan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara masa kerja pekerja dengan keluhan
MSDs dengan p value = 1,000 (p-value > 0,05). Odd Ratio (OR) masa
kerja pekerja terhadap keluhan MSDs sebesar 1,031 yang berarti masa
kerja pekerja yang berisiko lebih dari 3 tahun sebesar 1,031 kali
mengalami keluhan MSDs dibandingkan dengan masa kerja pekerja
yang tidak berisiko.

4.2.3 Hubungan Antara Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan Keluhan


Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control (PC)
PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun
2018

Hasil analisis bivariat antara indeks masa tubuh (IMT) dengan


keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian Production
Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI)
Bekasi Tahun 2018 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.14. Distribusi Responden Menurut IMT dengan Keluhan
MSDs Pada Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging
Export Bagian Production Control (PC) PT TD Automotive
Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018
Keluhan MSDs p- OR
Jumlah
IMT Responden Rendah Tinggi value (95% CI)
f % f % f %
Berisiko (Gemuk) 2 22,2% 7 77,8% 9 100% 0,241 0,286
Tidak Berisiko (0,049-1,666)
12 50,0% 12 50,0% 24 100%
(Kurus/normal)
Sumber: Data Primer 2018 (diolah)

Berdasarkan tabel 4.14 diperoleh hasil penelitian bahwa proporsi


tertinggi IMT tidak berisiko (kurus/normal) banyak terjadi pada
pekerja dengan keluhan MSDs tinggi dan rendah sebanyak 12 pekerja
(50,0%), sedangkan proporsi IMT berisiko (gemuk) banyak terjadi
pada pekerja dengan keluhan MSDs tinggi sebanyak 7 pekerja
(77,8%).
Berdasarkan hasil analisis uji statistik menunjukan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara IMT pekerja dengan keluhan MSDs
dengan p value = 0,241 (p-value > 0,05). Odd Ratio (OR) IMT pekerja
terhadap keluhan MSDs sebesar 0,286 yang berarti IMT pekerja yang
berisiko (gemuk) sebesar 0,286 kali mengalami keluhan MSDs
dibandingkan dengan IMT pekerja yang tidak berisiko (kurus/normal).

4.2.4 Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan


Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control (PC)
PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun
2018
Hasil analisis bivariat antara kebiasaan merokok dengan keluhan
musculoskeletal disorders (MSDs) pada pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control (PC) PT
TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.15. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok


dengan Keluhan MSDs Pada Pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export Bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018

Kebiasaan Keluhan MSDs p- OR


Jumlah
Merokok Rendah Tinggi value (95% CI)
Responden f % f % f %
Merokok 3 20,0% 12 80,0% 15 100% 0,033 0,159
Tidak (0,033-0,773)
Merokok/berhenti 11 61,1% 7 38,9% 18 100%
merokok 1 tahun
Sumber: Data Primer 2018 (diolah)

Berdasarkan tabel 4.15 diperoleh hasil penelitian bahwa proporsi


tertinggi yang merokok banyak terjadi pada pekerja dengan keluhan
MSDs tinggi sebanyak 12 pekerja (80,0%), sedangkan proporsi
tertinggi yang tidak merokok/berhenti merokok 1 tahun lalu banyak
terjadi pada pekerja dengan keluhan MSDs rendah sebanyak 11
pekerja (61,1%).
Berdasarkan hasil analisis uji statistik menunjukan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok pekerja dengan
keluhan MSDs dengan p value = 0,033 (p-value < 0,05). Odd Ratio
(OR) kebiasaan merokok pekerja terhadap keluhan MSDs sebesar
0,159 yang berarti pekerja yang merokok berisiko sebesar 0,159 kali
mengalami keluhan MSDs dibandingkan dengan pekerja yang tidak
merokok/berhenti merokok 1 tahun yang lalu.
4.2.5 Hubungan Antara Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control (PC)
PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun
2018

Hasil analisis bivariat antara kebiasaan olahraga dengan keluhan


Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control (PC) PT
TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.16. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Olahraga


dengan Keluhan MSDs Pada Pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export Bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018

p- OR
Kebiasaan Keluhan MSDs Jumlah
value (95% CI)
Olahraga
Rendah Tinggi
Responden
f % f % f %
Berisiko 4 18,2% 18 81,8% 22 100% 0,000 0,022
Tidak Berisiko 10 90,9% 1 9,1% 11 100% (0,002-0,227)
Sumber: Data Primer 2018 (diolah)

Berdasarkan tabel 4.16 diperoleh hasil penelitian bahwa proporsi


tertinggi kebiasaan olahraga berisiko banyak terjadi pada pekerja
dengan keluhan MSDs tinggi sebanyak 18 pekerja (81,8%), sedangkan
proporsi tertinggi kebiasaan olahraga yang tidak berisiko banyak
terjadi pada pekerja dengan keluhan MSDs rendah sebanyak 10
pekerja (9,1%).
Berdasarkan hasil analisis uji statistik menunjukan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kebiasaan olahraga pekerja dengan
keluhan MSDs dengan p value = 0,000 (p-value < 0,05). Odd Ratio
(OR) kebiasaan olahraga pekerja terhadap keluhan MSDs sebesar
0,022 yang berarti pekerja dengan kebiasaan olahraga yang berisiko
sebesar 0,022 kali mengalami keluhan MSDs dibandingkan dengan
kebiasaan olahraga pekerja yang tidak berisiko.

4.2.6 Hubungan Antara Postur Tubuh Bagian Kanan dan Kiri dengan
Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian Production
Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI)
Bekasi Tahun 2018

Hasil analisis bivariat antara postur tubuh bagian kanan dan kiri
dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian Production
Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI)
Bekasi Tahun 2018 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.17. Distribusi Responden Menurut Postur Tubuh Bagian


Kanan dengan Keluhan MSDs Pada Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control (PC)
PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun
2018

p- OR
Postur Tubuh Keluhan MSDs Jumlah
value (95% CI)
Kanan
Rendah Tinggi
Responden
f % f % f %
Risiko Rendah 0 0,0% 6 100,0% 6 100% 0,027 -
Risiko Tinggi 14 51,9% 13 48,1% 27 100%
Sumber: Data Primer 2018 (diolah)
Berdasarkan tabel 4.17 diperoleh hasil penelitian bahwa proporsi
tertinggi postur tubuh kanan dengan risiko tinggi (tindakan perbaikan
perlu dilakukan secepatnya) banyak terjadi pada pekerja dengan
keluhan MSDs rendah sebanyak 14 pekerja (51,9%), sedangkan
proporsi tertinggi pada postur tubuh kanan dengan risiko rendah
(tindakan perbaikan mungkin diperlukan) banyak terjadi pada pekerja
dengan keluhan MSDs tinggi sebanyak 6 pekerja (100%).
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara postur tubuh kanan pekerja dengan keluhan
MSDs dengan p value = 0,027 (p-value < 0,05).

Adapun hasil penelitian distribusi postur tubuh bagian kiri dengan


keluhan Muculoskeletal Disorders (MSDs) dijabarkan dalam tabel
berikut :

Tabel 4.18. Distribusi Responden Menurut Postur Tubuh Bagian Kiri


dengan Keluhan MSDs Pada Pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export Bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018

Keluhan MSDs p- OR
Postur Tubuh Jumlah
Rendah Tinggi value (95% CI)
Kiri Responden
f % f % f %
Risiko Rendah 1 11,1% 8 88,9% 9 100% 0,047 0,106
Risiko Tinggi 13 54,2% 11 45,8% 24 100% (0,011-0,982)
Sumber: Data Primer 2018 (diolah)

Berdasarkan tabel 4.18 diperoleh hasil penelitian bahwa proporsi


tertinggi postur tubuh kiri dengan risiko tinggi (tindakan perbaikan
perlu dilakukan secepatnya) banyak terjadi pada pekerja dengan
keluhan MSDs rendah sebanyak 13 pekerja (54,2%), sedangkan
proporsi tertinggi postur tubuh kiri dengan risiko rendah (tindakan
perbaikan mungkin diperlukan) banyak terjadi pada pekerja dengan
keluhan MSDs tinggi sebanyak 8 pekerja (88,9%).
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara postur tubuh kiri pekerja dengan keluhan
MSDs dengan p value = 0,047 (p-value < 0,05). Odd Ratio (OR)
postur tubuh kiri pekerja terhadap keluhan MSDs sebesar 0,106 yang
berarti postur tubuh kiri pekerja yang risiko tinggi mempunyai risiko
sebesar 0,106 kali mengalami keluhan MSDs dibandingkan dengan
postur tubuh kiri pekerja yang risiko rendah.
BAB V
PEMBAHASA
N

5.1 Keterbatasan Penelitian


Pada penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang perlu menjadi
perbaikan pada penelitian selanjutnya, yaitu :
1. Penilaian faktor risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) hanya
mengukur faktor risiko usia, masa kerja, IMT, kebiasaan merokok,
kebiasaan olahraga, postur tubuh kanan dan kiri, tetapi tidak mengukur
jenis kelamin, aktivitas fisik, dan faktor lingkungan. Pada penelitian ini
postur tubuh pada lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan
bagian kanan dan kiri digunakan bersamaan saat mengangkat Box Part
Armature dan mengangkat M2 Box Compressor.
2. Observasi dan pengambilan gambar pada postur tubuh pekerja tidak
dari segala arah tetapi hanya pada arah yang memungkinkan saja
karena situasi area kerja dan prosedur ditempat kerja.
3. Data keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) hanya berdasarkan
keluhan dari responden yang dapat bersifat subjektif, karena tidak
didukung oleh data medis yang dapat memastikan bahwa responden
benar mengalami MSDs.
4. Pada hasil penelitian variabel usia tidak dapat digeneralisasikan, hanya
dapat digunakan pada penelitian ini.

5.2 Analisis Univariat


5.2.1 Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Responden
Berdasarkan hasil penelitian keluhan MSDs pada pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian Production
Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI)
Tahun 2018 didapatkan bahwa, proporsi pekerja yang mempunyai

Universitas Esa Unggul


116

Universitas Esa Unggul


117

keluhan MSDs tinggi sebanyak 19 pekerja (57,6%), sedangkan


proporsi pekerja yang mempunyai keluhan MSDs rendah sebanyak 14
pekerja (42,4%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Oktaria pada tenaga kerja bagian welding perusahaan
pipa saluran (2017) didapatkan hasil sebanyak 27 responden (77,1%)
mengalami keluhan MSDs tinggi dan sebanyak 8 responden (22,9%)
mengalami keluhan MSDs risiko rendah.
Berdasarkan hasil penelitian, pada variabel keluhan MSDs peneliti
menggunakan kuesioner Nordic Boby Map (NBM) yang berisi 27
pertanyaan terkait bagian tubuh yang dirasakan oleh pekerja saat itu.
Maka didapatkan hasil keluhan MSDs dengan angka yang tinggi yaitu
57,6% dari 33 responden. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian dari Arthritis Research United Kingdom (2017) sekitar 57%
angka kesakitan dan cedera berkaitan dengan gangguan
musculoskeletal setiap tahunnya, menurut penelitian tersebut kondisi
musculoskleetal dapat disebabkan atau diperburuk oleh pekerjaan.
Berdasarkan skoring otot skeletal tiap individu diperoleh hasil
responden dengan rasa sakit terberat pada bagian punggung sebanyak
7 pekerja (21,2%), bagian pinggang sebanyak 5 pekerja (15,2%), dan
tengkuk sebanyak 4 pekerja (12,1%). Berdasarkan study European
Survey on Working Condition (ESWC), MSDs yang dirasakan oleh
pekerja kebanyakan dirasakan pada tubuh bagian leher, pinggang,
serta otot-otot rangka bagian atas. Keluhan pada pinggang serta
anggota tubuh bagian atas disebabkan karena adanya pekerjaan
dengan posisi janggal yang dilakukan berulang-ulang, mengangkat
beban yang berat serta postur tubuh yang tidak dapat menyesuaikan
dengan posisi objek yang dikerjakan, sehingga tidak terlalu
memperhatikan posisi kerja yang ergonomis (European Agency for
Safety and Health at Work, 2010).
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, menunjukan bahwa
keluhan MSDs yang dirasakan pekerja kemungkinan dikarenakan oleh
faktor pekerjaan berupa postur yang janggal seperti posisi kerja yang

Universitas Esa Unggul


berdiri lama, badan memutar, punggung membungkuk, tangan
menekuk, dan adanya gerakan berulang. Dalam waktu 1 menit pekerja
mampu memindahkan part armature/compressor dari trolly ke shutter
atau dari shutter ke trolly sebanyak 4-6 kali secara berulang. Semakin
banyak pengulangan gerakan dalam suatu aktivitas kerja, akan
mengakibatkan keluhan otot semakin besar. Keluhan otot menerima
tekanan akibat beban kerja terus menerus tanpa memperoleh
kesempatan untuk relaksasi (Bridger, 2003).
Besarnya presentase hasil keluhan Musculoskeletal Disorders
(MSDs) pada pekerja Production Control (PC) pihak perusahaan
diharapkan mensosialisasikan ergonomic hazard yang terdapat pada
proses kerja, sosialisasi bisa dilakukan dengan cara safety talk atau
memasang artikel atau poster disetiap rest area dan madding SHE
tentang ergonomic hazard dan cara angkat beban yang benar dan
dampak terhadap kesehatan. Poster tersebut sebaiknya ditempel
dilokasi yang strategis yang mudah terlihat oleh semua orang,
khususnya area yang banyak menggunakan manual handling. Dan
diharapkan perusahaan melakukan salah satu upaya seperti pelatihan
ergonomic hazard dan bahaya MSDs untuk memahami faktor apa saja
yang dapat mengganggu kesehatan dalam bekerja dengan alat kerja,
serta pekerja dapat berpartisipasi dalam melakukan assessment,
mengontrol, mencegah ergonomic problem dan injuries dan mengikuti
pelatihan tersebut.

5.2.2 Usia Responden


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, proporsi usia
pekerja yang tertinggi yaitu pekerja yang memiliki usia tidak berisiko
(< 3 tahun) sebanyak 27 pekerja (81,8%), sedangkan proporsi usia
pekerja yang terendah yaitu pekerja yang memiliki usia berisiko (≥ 3
tahun) sebanyak 6 pekerja (18,2%). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nurhamida pada operator cutting bar di
unit produksi perusahaan manufaktur pembuatan baja (2018),
didapatkan proporsi usia pekerja yang memiliki usia tidak berisiko (< 3
tahun) sebanyak 11 pekerja (57,9%) dan pekerja yang memiliki usia
berisiko (≥ 30 tahun) sebanyak 4 pekerja (57,1%).
Dalam penelitian ini, tidak sejalan dengan teori yang dikemukakan
oleh Bridger (2003), pekerja dengan usia lebih dari 30 tahun memiliki
risiko musculoskeletal disorders (MSDs) karena pada usia tersebut
terjadi degenerasi berupa kerusakan jaringan, pergantian jaringan parut
dan pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada
tulang dan otot menjadi berkurang sehingga memicu timbulnya gejala
MSDs.
Berdasarkan informasi yang didapat bahwa pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control (PC)
didominasi oleh pekerja kontrak yang baru lulus SMA/SMK yang
merupakan usia produktif kurang dari 30 tahun. Dari hasil kuesioner
karakteristik variabel usia ditemukan usia pekerja minimal 19 tahun
dan maksimal 49 tahun. Menurut Tarwaka (2004), usia seseorang
berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai batas tertentu dan
mencapai puncaknya pada usia 25 tahun. Keluhan pertama biasanya
dirasakan pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan pertama biasanya
terus meningkat dengan bertambahnya usia, hal ini terjadi karena pada
usia setengah baya kekuatan otot mulai menurun sehingga risiko
terjadinya keluhan otot meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil proporsi usia
responden yang berisiko ≥ 30 tahun didapatkan sebanyak 18,2 %,
angka 18,2 % bagi responden memerlukan rekomendasi yang
diharapkan lebih banyak melakukan kegiatan olahraga baik didalam
perusahaan maupun diluar perusahaan dan aktif melakukan senam pagi
atau streatching sebelum melakukan aktivitas kerja dan selama 2 jam
sekali. Dan pihak perusahaan diharapkan mengevaluasi terhadap
kinerja pekerja yang berusia lebih dari 30 tahun dengan memonitoring
cara kerja dan alat kerja yang digunakan harus menggunakan alat
bantu kerja untuk menghindari terjadinya Hernia Nukleous Pulposus
(HNP) syaraf terjepit, Low Back pain (sakit pinggang) dan sebagainya.

5.2.3 Masa Kerja Responden


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, proporsi masa kerja
yang tertinggi yaitu masa kerja tidak berisiko (≤ 3 tahun) sebanyak 19
pekerja (57,6%) dan proporsi masa kerja pekerja yang terendah yaitu
masa kerja berisiko (> 3 tahun) sebanyak 14 pekerja (42,4%). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nurhamida pada operator cutting bar di unit produksi perusahaan
manufaktur pembuatan baja (2018), didapatkan proporsi masa kerja
yang tidak berisiko (< 3 tahun) sebanyak 10 pekerja (53,8%) dan yang
berisiko (> 3 tahun) sebanyak 8 pekerja (46,2%).
Masa kerja dalam penelitian ini diartikan sebagai lama kerja sejak
responden mulai bekerja dibagian tersebut sampai dengan waktu
dilaksanakannya penelitian. Penelitian ini tidak sejalan yang
dikemukakan oleh Koesyanto (2013) masa kerja adalah akumulasi
aktivitas kerja seseorang yang dilakukan dalam jangka waktu yang
panjang, apabila aktivitas tersebut dilakukan secara terus menerus akan
mengakibatkan gangguan pada tubuh. Tekanan fisik pada kurun waktu
tertentu mengakibatkan berkurangnya kinerja otot dengan gelaja
semakin rendahnya gerakan. Masa kerja seseorang merupakan faktor
pendukung yang berkontribusi sebagai faktor yang cukup
mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs hal ini berkaitan erat dengan
penambahannya usia (Bernard, 1997).
Berdasarkan informasi yang didapat, masa kerja pekerja dibagian
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian Production
Control (PC) didominasi oleh pekerja kontrak dengan masa kerja
kontrak minimal 1 tahun dan maksimal 2 tahun kontrak. Hal ini
berpengaruh terhadap berapa lamanya pekerja bekerja dibagian
tersebut. Dari hasil kuesioner diketahui masa kerja terlama pada
responden yaitu 29 tahun dan masa kerja terbaru 2 bulan kerja.
Hasil proporsi pada masa kerja didapatkan sebanyak 42,4 % pada
masa kerja berisiko, maka diharapkan pada responden melakukan
stretching minimal 10 menit setelah 2 jam bekerja. Dan diharapkan
perusahaan memperhatikan pekerja dengan masa kerja berisiko > 3
tahun khususnya yang mengalami keluhan MSDs agar dilakukan
evaluasi terhadap kinerja dengan memonitor perbaikan perbaikan
desain kerjadan alat bantu kerja untuk menghindari semakin banyak
yang mengalami keluhan MSDs.

5.2.4 Indeks Masa Tubuh (IMT) Responden


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, proporsi IMT
pekerja yang tertinggi yaitu IMT yang tidak berisiko (IMT
kurus/normal) sebanyak 24 pekerja (72,7%) dan proporsi IMT yang
terendah yaitu berisiko (IMT gemuk) sebanyak 9 pekerja (27,3%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Septiani pada pekerja meat preparation perusahaan makanan (2017),
didapatkan proporsi IMT tidak berisiko (IMT kurus) sebanyak 62
orang (88,6%) dan proporsi IMT yang berisiko (IMT gemuk) sebnayak
8 pekerja (11,4%).
Penelitian ini tidak sejalan dengan teori menurut Tarwaka (2015),
seseorang yang gemuk (IMT>29) mempunyai risiko 2,5 kali lebih
tinggi menderita keluhan otot kaki dari pada yang mempunyai IMT
normal (IMT<20) kaitan IMT dengan keluhan MSDs adalah semakin
gemuk seseorang maka semakin berisiko untuk mengalami keluhan
MSDs, hal ini dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat badan
(obesitas) akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan
dengan mengkontraksikan otot punggung bawah.
Berdasarkan hasil dari pengukuran IMT ditemukan IMT tertinggi
yaitu 34 kg/m² termasuk obesitas dan IMT terendah dengan nilai 16,9
kg/m² termasuk kurus. Hasil presentase pada proporsi dengan IMT
beresiko yaitu gemuk didapatkan sebanyak 27,2 % maka diharapkan
pekerja untuk memantau status gizi, dengan meninbang berat badan
minimal 1 minggu sekali serta terus melakukan aktivitas olahraga 5
kali dalam seminggu untuk membantu menurunkan berat badan. Pada
perusahaan diharapkan menu makanan yang ada dikantin perusahaan
dihitung kalori nya sesuai dengan kebutuhan pekerja.

5.2.5 Kebiasaan Merokok Responden


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, proporsi kebiasaan
merokok pekerja yang tertinggi yaitu pekerja yang tidak merokok/telah
berhenti 1 tahun sebanyak 18 pekerja (54,5%) dan proporsi pekerja
pada keluhan MSDs yang terendah yang merokok sebanyak 15 pekerja
(45,5%). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Annisa
pada pekerja meat preparation perusahaan makanan (2017) didapatkan
proporsi pekerja yang merokok sebanyak 43 pekerja (61,4%) dan
proporsi pekerja yang tidak merokok/telah berhenti 1 tahun sebanyak
27 pekerja (38,6%).
Berdasarkan hasil penelitian, pekerja yang tidak merokok cukup
tinggi yaitu 54,5%, tetapi pekerja yang merokok masih terbilang tinggi
45,5%. Hal ini sejalan dengan teori Tarwaka (2004) semakin lama
semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula keluhan yang
dirasakan. Pada saat penelitian, peneliti mengamati pekerja di saat jam
istirahat makan siang mereka mengobrol bersama dan yang merokok
terbiasa untuk merokok di area merokok (smoking area). Hal tersebut
berisiko pekerja yang tidak merokok ikut menghirup asap rokok dari
pekerja yang merokok disekitarnya, sehingga baik perokok aktif (yang
merokok) maupun perokok pasif (yang tidak merokok) memiliki risiko
keluhan MSDs, disebabkan oleh kandungan CO dalam asap rokok
yang dihirup oleh perokok pasif sehingga berdampak munculnya
keluhan MSDs. Asap rokok tersebut akan mengikat oksigen yang
dibutuhkan oleh sel otot, kekurangan oksigen akan menurunkan
produksi energi tubuh, apabila oksigen tidak cukup maka asam
piruvirat akan diubah menjadi asam laktat akibatnya otot akan mudah
lelah dan asam laktat tidak dapat dipecah dan terjadi penumpukan yang
akan menimbulkan rasa nyeri (Tarwaka, 2004).
Besarnya proporsi kebiasaan merokok sebanyak 54,5% diharapkan
pada pekerja yang merokok (perokok aktif) untuk mengurangi atau
menghentikan kegiatan merokok pada saat didalam area perusahaan.
Untuk menghindari bertambah banyaknya yang mengalami perokok
pasif. Dan pada perusahaan diharapkan perusahaan memisahkan rest
area dengan smoking area, misalnya dengan dibuatkan smoking area
khusus atau tertutup yang diberi exhaust fan sehingga asap rokok yang
dihasilkan dari perokok aktif tidak terhirup oleh pekerja yang tidak
merokok.

5.2.6 Kebiasaan Olahraga Responden


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa proporsi kebiasaan
olahraga yang tertinggi yaitu pekerja yang berisiko (senam
pagi/olahraga < 5 kali/minggu) sebanyak 22 pekerja (66,7%),
sedangkan proporsi yang tidak berisiko (senam pagi/olaharaga > 5
kali/minggu) sebanyak 11 pekerja (33,3%). Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Wita pada pekerja dibagian Polishing perusahaan
sanitary (2011), didapatkan proporsi tertinggi kebiasaan olahraga yang
berisiko (kurang) sebanyak 50 pekerja (71,4%) dan proporsi kebiasaan
olahraga yang terendah tidak berisiko (cukup) sebanyak 20 pekerja
(28,6%).
Dalam penelitian ini sejalan dengan teori Bustan (2007), salah satu
bentuk olahraga untuk kesehatan atau pencegahan penyakit dapat
dilakukan dengan bentuk senam aerobic yang sedang (moderate
physical activity) selama 30 menit dari waktu 1440 menit dalam sehari.
Seseorang dikategorikan kurang melakukan olahraga jika melakukan
senam pagi/olahraga <5 x/minggu, sebaliknya di kategorikan cukup
jika melakukan senam pagi/olahraga >5 x/minggu. Adapun salah satu
manfaat dari olahraga adalah memperkuat otot-otot, tulang, dan
jaringan ligament serta meningkatkan sirkulasi darah dan nutrisi pada
semua jaringan tubuh.
Menurut Wita (2011), kebiasaan olahraga merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi keluhan musculoskeletal, pada umumnya
keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang yang dalam
aktivitasnya mempunyai cukup waktu untuk istirahat, sebaliknya bagi
seseorang yang melakukan aktivitas namun tidak mempunyai cukup
waktu untuk istirahat, hampir dipastikan akan terjadi kelelahan otot.
Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko
terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan dengan
bertambahnya aktivitas fisik (Tarwaka, 2010).
Besarnya presentase kebiasaan olahraga yang kurang (senam
pagi/olahraga < 5 kali/minggu) sebanyak 66,7% pada pekerja
diharapkan dapat mengatur waktu untuk melakukan olahraga dan
melakukan stretching minimal 10 menit setelah 2 jam bekerja. Pada
perusahaan diharapkan mewajibkan pekerja untuk mengikuti senam
pagi yang diadakan perusahaan sebelum melakukan aktivitas kerja dan
membuat program workplace stretching exercise yang dilakukan disela
sela jam kerja dengan dipandu menggunakan pengeras suara, program
tersebut sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh khususnya jantung
otot dan tulang dan otomatis akan menghindari terjadinya gejala
MSDs.

5.2.7 Postur Tubuh Bagian Kanan dan Kiri Responden


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa proporsi postur
tubuh kanan yang tertinggi sebanyak 27 pekerja (81,8%), sedangkan
proporsi postur tubuh kanan yang terendah sebanyak 6 pekerja
(18,2%). Adapun hasil penelitian pada postur tubuh kiri diperoleh
bahwa proporsi tubuh kiri yang tertinggi sebanyak 24 pekerja (72,7%),
sedangkan proporsi postur tubuh kiri yang terendah sebanyak 9 pekerja
(27,3%). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Oktaria mengenai analisis pekerja dengan metode
OWAS pada pekerja bagian Welding perusahaan pipa saluran (2017),
didapatkan proporsi tertinggi pada postur tubuh sebanyak 31
responden (88,6%) dan postur tubuh terendah 4 responden (11,4%).
Angka 81,8% pada postur kanan dan 72,7% pada postur kiri
merupakan angka yang cukup tinggi terjadinya keluhan MSDs. Hal ini
sesuai dengan teori menurut Hooggendoon et al (2000) dalam Bridger
(2003), postur janggal/tidak alamiah dapat menyebabkan rasa sakit,
pekerja yang harus bekerja dengan tulang belakang
fleksi/membungkuk (60° selama lebih 5% sehari atau 30°selama lebih
dari 10 % sehari atau memutar/twisting (lebih dari 30°) hal ini dapat
mengalami cedera otot punggung. Postur kerja merupakan titik
penentu dalam menganalisa keefektifan dari suatu pekerjaan. Apabila
postur tubuh kerja yang dilakukan oleh tenaga kerja sudah baik dan
ergonomis maka dapat dipastikan hasil yang diperoleh tenaga kerja
tersebut tidak akan baik. Akan tetapi bila postur kerja pada tenaga
kerja tersebut tidak ergonomis maka tenaga kerja tersebut akan mudah
kelelahan. Apabila tenaga kerja mudah mengalami kelelahan maka
hasil pekerjaan yang dilakukan juga akan mengalami penurunan.
Postur kerja yang diukur pada pekerja menggunakan metode Rapid
Entire Body Assessment (REBA). Aplikasi metode REBA didasarkan
pada hasil pengamatan dari berbagai posisi yang diampil pada pekerja
selama melakukan pekerjaannya. Didalam penilaian metode REBA,
telah disediakan lembar kerja yang berisi gambar dan penjelasan
mengenai tahapan penilaian atau pemberian skor terhadap setiap jenis
postur tubuh, yaitu analisis pada bagian leher, punggung dan kaki yang
dikelompokan menjadi 1 pada kelompok A, dan analisis pada lengan
bawah, lengan atas dan pergelangan tangan yang dikelompokan pada
kelompok B. Pengukuran yang dilakukan pada bagian postur tubuh
terdapat 2 (dua) kelompok, kelompok pertama yaitu postur tubuh
bagian atas dan kelompok kedua yaitu postur tubuh bagian bawah,
serta terdapat beban dan Bagian postur tubuh atas terdiri dari leher,
punggung dan kaki sedangkan bagian postur tubuh bawah yaitu lengan
atas, lengan bawah dan pergelangan tangan (Hignett & MC Atamney,
2000).
Di Indonesia, sikap kerja tidak alamiah ini lebih banyak
disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara dimensi alat dan desain
stasiun kerja dengan ukuran tubuh tenaga kerja (Manuaba 2000 dalam
Tarwaka 2011). Salah satu faktor pekerjaan yang berpengaruh
terjadinya keluhan MSDs adalah postur tubuh pekerja saat melakukan
pekerjaan. Postur tubuh saat bekerja berpengaruh terhadap keluhan
MSDs, dalam hal ini postur tubuh adalah salah satu aspek yang
berperan dalam suatu proses pekerjaan. Adapun proses kerja pada
bagian Production Control (PC) salah satunya yaitu proses manual
handling/angkat angkut box dengan berat dan jenis part berbeda. Pada
pekerja Misuzumashi Warehaouse mempunyai tugas kerja atau
tahapan kerja yaitu : mengangkat box Part Armature dari pallet ke
shutter, mengangkat box Part Armature dari shutter ke trolly untuk di
suplay ke Mg Clutch dengan berat Box berisi Part Armature yaitu 16,7
Kg, sedangkan tugas kerja atau tahapan kerja pada pekerja Packaging
Export yaitu : mengangkat M2 Box Compressor dari shutter With
Clutch ke trolly di suplay ke Predelivery untuk double check dan
packing dengan berat M2 Box berisi compressor yaitu 11,29 Kg.
Besarnya presentase postur tubuh kanan dengan risiko tinggi
didapatkan sebanyak 81,8% dan postur tubuh kiri sebanyak 72,7%
diharapkan perusahaan mengadakan pelatihan terkait ergonomic
hazard khususnya yang berkaitan dengan angkat angkut dan dampak
terhadap kesehatan. Serta melakukan pemantauan area kerja terkait
angkat angkut part armature dan compressor khususnya shutter yang
terlalu rendah, untuk melakukan modifikasi ketinggian shutter atau
menggunakan conveyer portabel pada pekerjaan angkat angkut.
Sehingga memungkinkan pekerja untuk bekerja pada posisi yang
aman atau tidak terlalu membungkuk. Dan pekerja diharapkan bekerja
mengikuti SOP yang ada terkait angkat angkut yang benar dan
mengikuti pelatihan terkait ergonomic hazard khususnya angkat
angkut, pencegahan dan dampak terhadap kesehatan. Dan selalu
menggunakan APD saat mengangkat beban khususnya “Back Support
Belt” atau corset untuk melindungi otot dan syaraf tubuh untuk
mencegah terjadinya hernia nucleus pulposus (HNP) dan sebagainya.

5.3 Analisis Bivariat


5.3.1 Hubungan Antara Usia Responden dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control (PC)
PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun
2018
Berdasarkan analisis hubungan antara usia dengan keluhan MSDs
dibagian Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018, bahwa proporsi tertinggi usia
tidak berisiko < 30 tahun lebih banyak terjadi pada pekerja dengan
keluhan MSDs tinggi yaitu 14 pekerja (51,9%) dan proporsi terendah
usia tidak berisiko < 30 tahun lebih banyak terjadi pada pekerja dengan
keluhan MSDs rendah sebanyak 13 pekerja (48,1%), sedangkan
proporsi tertinggi pada usia berisiko ≥ 30 tahun lebih banyak terjadi
pada pekerja dengan keluhan MSDs tinggi yaitu 5 pekerja (83,3%) dan
proporsi terendah pada usia berisiko ≥ 30 tahun banyak terjadi pada
pekerja dengan keluhan MSDs rendah sebanyak 1 pekerja (16,7%).
Berdasarkan hasil analisis uji statistik menunjukan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara usia pekerja dengan keluhan MSDs
dengan p value = 0,209 (p-value > 0,05). Odd Ratio (OR) usia pekerja
terhadap keluhan MSDs sebesar 0,215 yang berarti usia pekerja yang
berisiko lebih dari 30 tahun sebesar 0,215 kali mengalami keluhan
MSDs dibandingkan dengan usia pekerja yang tidak berisiko.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nurhamida pada operator cutting bar di unit produksi di perusahaan
baja (2018), bahwa responden yang berusia <30 tahun sebagian besar
mengalami keluhan MSDs berisiko sebanyak 42,1%. Sedangkan yang
berusia ≥30 tahun yang mengalami keluhan MSDs berisiko sebanyak
57,1%, sedangkan yang berusia <30 tahun dengan keluhan MSDs tidak
berisiko sebanyak 57,9% dan usia ≥30 tahun dengan keluhan MSDs
tidak berisiko sebanyak 42,9%. Hasil penelitian tersebut diketahui usia
responden tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan keluhan
MSDs. Begitu juga dengan penelitian Annisa pada pekerja meat
preparation perusahaan makanan (2017) yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan keluhan MSDs
yaitu, usia ≥35 tahun yang mengalami keluhan sedang sebanyak 65,2%
% sedangkan usia <35 tahun yang mengalami keluhan MSDs sedang
sebanyak 14,9%. Keluhan MSDs biasanya dialami pada usia kerja 25-
65 tahun, namun keluhan pertama dirasakan pada usia 35 tahun.
Seiring bertambahnya usia, tingkat keluhan akan terus meningkat. Hal
ini terjadi karena pada usia setengah baya kekuatan dan ketahanan otot
mulai menururn sehingga risiko terjadinya keluhan otot meningkat
(Tarwaka, 2015).
Hal ini tidak sesuai dengan teori menurut Bridger (2003) seiring
dengan meningkatnya usia, akan terjadi degenerasi pada tulang dan
keadaan tersebut mulai terjadi pada usia 30 tahun. Pada umur 30 tahun
terjadi degerasi berusa kerusakan jaringan, penggantian jaringan
menjadi jaringan parut dan pengurangan cairan.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Lukminto (2014) pada
pekerja Maintenance di perusahaan pertambangan bahwa, terdapat
hubungan bermakna antara usia dengan keluhan MSDs yaitu usia <30
tahun yang mengalami keluhan MSDs sebanyak 94,4% dan yang
berusia ≥30 tahun sebanyak 74,2%, sedangkan usia responden <30
tahun yang tidak mengalami keluhan MSDs sebanyak 5,6% dan usia
responden ≥30 tahun sebanyak 25,8%. Hal ini sejalan dengan teori
Bridger (2003) pada umur 60 tahun atau lebih, kekuatan otot akan
Secara teoritis, usia merupakan faktor yang berhubungan dengan
munculnya keluhan MSDs, namun pada penelitian ini diperoleh hasil
yang berbeda. Ketidaksesuaian tersebut dapat dikarenakan terjadi
karena responden yang diteliti lebih banyak yang berusia <30 tahun
yaitu sebesar 51,9%, hal ini terjadi karena pada pekerja Misuzumashi
Warehaouse dan Packaging Export bagian Production Control (PC)
pada perusahaan TACI banyak yang baru lulusan SMA/SMK yang
berusia produktif <30 tahun. Tentunya hal ini berpengaruh terhadap
hasil penelitian.
Hasil presentase pada responden berisiko yang berusia ≥30 tahun
18,2% diharapkan lebih banyak melakukan aktivitas olahraga baik
didalam perusahaan maupun diluar perusahaan dan aktif melakukan
senam pagi/streaching sebelum melakukan aktivitas kerja. Dan pada
perusahaan diharapkan mengevaluasi terhadap kinerja pekerja yang
berusia lebih dari 30 tahun dengan memonitoring cara kerja dan alat
kerja yang digunakan harus menggunakan alat bantu kerja untuk
menghindari terjadinya Hernia Nukleous Pulposus (HNP) gangguan
syaraf terjepit, Low Back pain (sakit pinggang) dan sebagainya.

5.3.2 Hubungan Antara Masa Kerja Responden dengan Keluhan


Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export Bagian Production Control (PC)
PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun
2018
Berdasarkan analisis hubungan antara masa kerja dengan keluhan
MSDs dibagian Production Control (PC) PT TD Automotive
Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018 diperoleh bahwa
proporsi tertinggi masa kerja tidak berisiko ≤ 3 tahun banyak terjadi
pada pekerja dengan keluhan MSDs tinggi sebanyak 11 pekerja
(57,9%) dan proporsi terendah masa kerja tidak berisiko ≤ 3 tahun
terjadi pada pekerja dengan keluhan MSDs rendah sebanyak 8 pekerja
(42,1%), sedangkan proporsi tertinggi pada masa kerja berisiko > 3
tahun terjadi pada pekerja dengan keluhan MSDs tinggi sebanyak 8
pekerja (57,1%) dan proporsi terendah masa kerja berisiko > 3 tahun
terjadi pada pekerja dengan keluhan MSDs rendah sebanyak 6 pekerja
(42,9%).
Berdasarjan hasil analisis uji statistik menunjukan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara masa kerja pekerja dengan keluhan
MSDs dengan p value = 1,000 (p-value > 0,05). Odd Ratio (OR) masa
kerja pekerja terhadap keluhan MSDs sebesar 1,031 yang berarti masa
kerja pekerja yang berisiko lebih dari 3 tahun sebesar 1,031 kali
mengalami keluhan MSDs dibandingkan dengan masa kerja pekerja
yang tidak berisiko.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nurhamidah pada operator cutting bar di unit produksi perusahaan
baja (2018), bahwa masa kerja ≥ 3 tahun yang berisiko mengalami
keluhan MSDs sebanyak 62,5% dan masa kerja <3 tahun yang berisko
mengalami keluhan MSDs sebanyak 20%, sedangkan masa kerja ≥ 3
tahun yang tidak berisiko mengalami keluhan MSDs sebnayak 37,5%
dan masa kerja < 3 tahun yang tidak berisiko mengalami keluhan
MSDs sebanyak 80%. Sama halnya dari hasil penelitian Hardianto
et.al (2015), yang menyatakan tidak terdapat hubungan signifikan
antara masa kerja dengan keluhan MSDs yaitu masa kerja yang
berisiko mengalami keluhan MSDs berat sebanyak 13,6% dan masa
kerja yang berisiko mengalami keluhan MSDs ringan sebanyak 50%,
sedangkan masa kerja yang tidak berisiko mengalami keluhan MSDs
berat sebanyak 7,5% dan yang masa kerja yang tidak berisiko
mengalami keluhan MSDs ringan sebanyak 62,5%.
Hal ini tidak sejalan dengan teori menurut Tarwaka (2004), masa
kerja merupakan salah satu faktor risiko terjadinya MSDs, terutama
untuk jenis pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi.
Masa kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot.
Semakin lama masa kerja seseorang berarti semakin lama orang
tersebut terpapar sumber bahaya ditempat kerja, maka seseorang akan
menjadi semakin rentan terhadap gangguan kesehatan yang dapat
ditimbulkan dari pekerjaannya.
Adapun penelitian berbeda menurut penelitian Devi et.al (2017)
terhadap pekerja pengangkut beras, menyatakan pekerja yang bekerja
dalam waktu yang cukup lama dalam melakukan pekerjaan berat
terutama pada pekerja pengangkut beras mengakibatkan rasa sakit dan
nyeri pada otot karena terakumulasi setiap harinya. Hasil penelitian
tersebut, bahwa ada hubungan masa kerja dengan keluhan MSDs yaitu,
dengan nilai p-value 0,033. Hal ini sejalan dengan pendapat Rahardjo
(2005) yaitu semakin lama waktu bekerja atau semakin lama seseorang
terpapar risiko maka semakin besar pula risiko untuk mengalami
keluhan MSDs.
Penelitian Annisa pada pekekrja meat preparation diperusahaan
makanan, menyatakan bahwa terdapat hubungan masa kerja dengan
keluhan MSDs yaitu masa kerja yang berisiko mengalami keluhan
MSDs sedang sebanyak 52,4% dan masa kerja yang berisiko
mengalami keluhan MSDs rendah sebanyak 47,6%, sedangkan masa
kerja tidak berisiko dengan keluhan MSDs keluhan MSDs sedang
sebanyak 0%, dan masa kerja tidak berisiko dengan keluhan MSDs
rendah sebanyak 100%. Menurut teori Bernard et.al (1997)
peningkatan masa kerja berhubungan dengan kejadian MSDs hal ini
kaitannya erat dengan penambahan usia.
Teori yang menyatakan keterkaitan antara masa kerja dengan
keluhan MSDs, namun pada penelitian ini diperoleh hasil yang
berbeda. Ketidaksesuaian tersebut dapat dikarenakan terjadi karena
responden yang diteliti lebih banyak dengan masa kerja berusia ≤ 3
tahun yaitu sebesar 57,6%, hal ini terjadi karena pada pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian Production
Control (PC) pada perusahaan TACI dominan pekerja dengan masa
kerja kontrak. Masa kerja kontrak minimal 1 tahun dan maksimal 2
tahun, hal ini berpengaruh terhadap hasil penelitian sehingga banyak
pekerja dengan masa kerja yang sama dengan kurang dari 3 tahun.
Hasil presentase pada responden dengan masa kerja berisiko yang
> 3 tahun sebanyak 42,4% diharapkan lebih banyak melakukan
streaching minimal 10 menit setelah 2 jam bekerja untuk memberikan
kesempatan anggota tubuh berada dalam posisi rileks. Dan diharapkan
perusaahan memperhatikan pekerja yang dengan masa kerja lebih dari
3 tahun khususnya yang mengalami keluhan MSDs agar dilakukan
evaluasi terhadap kinerja pekerja dengan memonitor perbaikan desain
kerja dan alat bantu kerja, untuk menghindari semakin banyak yang
mengalami keluhan MSDs.

5.3.3 Hubungan Antara Indeks Masa Tubuh (IMT) Responden dengan


Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian Production
Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI)
Bekasi Tahun 2018
Berdasarkan analisis hubungan antara IMT dengan keluhan MSDs
dibagian Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018 diperoleh bahwa proporsi
tertinggi IMT tidak berisiko (kurus/normal) terjadi pada pekerja
dengan keluhan MSDs tinggi dan keluhan MSDs rendah sebanyak 12
pekerja (50,0%), sedangkan proporsi IMT berisiko (gemuk) banyak
terjadi pada pekerja dengan keluhan MSDs tinggi sebanyak 7 pekerja
(77,8%) dan proporsi terendah IMT berisiko (gemuk) terjadi pada
pekerja dengan keluhan MSDs rendah sebanyak 2 pekerja (22,2%).
Berdasarkan hasil analisis uji statistik menunjukan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara IMT pekerja dengan keluhan MSDs
dengan p value = 0,241 (p-value > 0,05). Odd Ratio (OR) IMT pekerja
terhadap keluhan MSDs sebesar 0,286 yang berarti IMT pekerja yang
berisiko (gemuk) sebesar 0,286 kali mengalami keluhan MSDs
dibandingkan dengan IMT pekerja yang tidak berisiko (kurus/normal).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nurhamida pada operator cutting bar di unit produksi diperusahaan
baja (2018), bahwa pekerja dengan IMT kurus yang berisiko
mengalami keluhan MSDs sebanyak 50% dan IMT gemuk yang
berisiko mengalami keluhan MSDs sebanyak 0%, sedangkan pekerja
dengan IMT kurus yang tidak berisiko mengalami keluhan MSDs
sebanyak 50% dan IMT gemuk yang tidak berisiko mengalami
keluhan MSDs sebanyak 100% dengan nilai p-value 0,483 maka hal
ini tidak ada hubungan yang signifikan antara IMT dengan keluhan
MSDs. Antropometri (pengukuran tubuh) sangat penting untuk
menentukan alat dan cara kerja mengoperasinya. Kesesuaian antara
hubungan antropometri (pengukuran tubuh) pekerja dengan alat yang
digunakan sangat berpengaruh terhadap sikap kerja (postur kerja)
tingkat kelelahan dan kemampuan kerja (Tarwaka, 2004).
Hasil penelitian Annisa (2017) pada pekerja meat preparation
diperusahaan makanan, bahwa pekerja yang memiliki IMT berisiko
sebanyak 50% mengalami keluhan MSDs rendah dan 50% mengalami
keluhan MSDs sedang. Sedangkan IMT yang tidak berisiko sebanyak
29% mengalami keluhan MSDs sedang dan 71% mengalami keluhan
MSDs rendah. Dengan nilai p value 0,229 sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara IMT dengan
keluhan MSDs. Menurut penelitaian kurniasih (2009) menyatakan
bahwa 90,4% dari 52 responden yang mengalami keluhan MSDs
memiliki IMT diatas 25 (overweight) (WHO, 2005).
Hal ini tidak sejalan dengan teori menurut Tarwaka (2015) yaitu
seseorang yang gemuk (obesitas dengan IMT 29) mempunyai risiko
2,5 kali lebih tinggi menderita keluhan otot kaki dari pada yang
memounyai IMT normal atau kurus (IMT <20). Katiannya IMT
dengan keluhan MSDs adalah semakin gemuk seseorang maka
semakin berisiko untuk mengalami keluhan MSDs, hal ini
dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat badan (obesitas) akan
berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan
mengkontraksikan otot punggung bawah, apabila kondisi ini terus
menerus terjadi maka akan menyebabkan penekanan pada bantalan
syaraf tulang belakang yang akan mengakibatkan terjadinya Hernia
Nukleous Pulposus (HNP).
Berdasarkan pengamatan pekerja diarea Packaging Export
Predelevery bekerja dalam posisi dinamis, yaitu pekerja banyak
melakukan pergerakan dari mengambil kanban (kartu stock) dan trolly
dipos yang kemudian di bawa ke area with clutch untuk digunakan
mengangkat M2 Box dari shutter ke trolly dilakukan secara berulang,
sehingga penimbunan energi dalam bentuk lemak dapat digunakan
sebagai energi saat pekerja tersebut beraktivitas, sehingga penimbunan
lemak semakin berkurang dengan banyaknya aktivitas kerja.
Hasil presentase IMT gemuk didapatkan sebanyak 27,3%
diharapkan pada pekerja dengan IMT gemuk harus selalu memantau
status gizi, dengan rajin menimbang berat badan 1 minggu sekali serta
terus melakukan aktivitas olahraga untuk membantu menurunkan
berat badan. Pada perusahaan diharapkan menu makanan yang ada
diperusaahan dihitung kalori sesuai kebutuhan pekerja.

5.3.4 Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Responden dengan


Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian Production
Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI)
Bekasi Tahun 2018
Berdasarkan analisis hubungan antara kebiasaan merokok dengan
keluhan MSDs dibagian Production Control (PC) PT TD Automotive
Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018 diperoleh bahwa
proporsi tertinggi yang merokok banyak terjadi pada pekerja dengan
keluhan MSDs tinggi sebanyak 12 pekerja (80,0%) dan proporsi
terendah yang merokok terjadi pada pekerja dengan keluhan MSDs
rendah sebanyak 3 pekerja (20,0%), sedangkan proporsi tertinggi yang
tidak merokok/berhenti merokok 1 tahun lalu banyak terjadi pada
pekerja dengan keluhan MSDs rendah sebanyak 11 pekerja (61,1%),
dan proporsi terendah yang tidak merokok/berhenti merokok 1 tahun
yang lalu terjadi pada pekerja dengan keluhan MSDs tinggi sebanyak
7 pekerja (38,9%).
Berdasarkan hasil analisis uji statistik menunjukan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok pekerja dengan
keluhan MSDs dengan p value = 0,033 (p-value < 0,05). Odd Ratio
(OR) kebiasaan merokok pekerja terhadap keluhan MSDs sebesar
0,159 yang berarti pekerja yang merokok berisiko sebesar 0,159 kali
mengalami keluhan MSDs dibandingkan dengan pekerja yang tidak
merokok/berhenti merokok 1 tahun yang lalu.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Winda (2012) pada pekerja
angkat angkut Industri Pemecahan Batu di Kabupaten Klaten, bahwa
pekerja yang merokok sebanyak 19,04% mengalami keluhan MSDs
tinggi dan pekerja yang tidak merokok sebanyak 2,38% mengalami
keluhan MSDs tinggi, sedangkan pekerja yang merokok dengan
keluhan MSDs sedang sebanyak 54,7% dan pekerja yang tidak
merokok dengan keluhan MSDs sedang sebanyak 23,0%. Hal ini
sejalan dengan teori Bernard et.al (1997), yaitu merokok dapat
menyebabkan kelainan jantung dan tersumbatnya aliran darah
keseluruh tubuh, bila darah sudah tersumbat maka proses
pembentukan tulang sulit terjadi. Hal ini dapat terjadi karena nikotin
pada rokok dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke
jaringan, merokok juga dapat menyebabkan nyeri akibat terjadinya
keretakan pada tulang.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Annisa (2017) pada
pekerja meat preparation diperusahaan makanan, menyatakan bahwa
pekerja yang merokok sebanyak 34,9% yang mengalami keluhan
MSDs sedang dan 65,1% mempunyai keluhan MSDs rendah.
Sedangkan yang tidak/berhenti merokok sebanyak 25,9% memiliki
keluhan MSDs sedang dan 71,4% memiliki keluhan MSDs rendah
dengan nilai p-value 0,432 yang berarti tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs.
Dalam studi yang dilakuakan oleh Bernard, et al (1997) dikatakan
bahwa kandungan nikotin dalam rokok dapat mengurangi kandungan
mineral dalam tulang dan mengakibatkan fraktur mikro, hal ini
disebutkan bahwa sakit punggung disebabkan oleh batuk akibat
merokok. Batuk meningkatkan tekanan abdomen dan tekanan
intradiscal sehingga menyebabkan ketegangan pada tulang belakang.
Semakin lama semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi
pula keluhan yang dirasakan (Tarwaka, 2004). Menurut bustan (2007)
kebiasaan merokok dibagi menjadi 4 kategori yaitu kebiasaan
merokok berat, jika >20 batang/hari, kebiasaan merokok sedang, jika
10-20 batang/hari, kebiasaan merokok ringan, jika <10 batang/hari,
dan tidak merokok, yaitu tidak pernah merokok atau pernah merokok
namun telah berhenti 1 tahun lalu.
Teori yang menyatakan keterkaitan antara kebiasaan merokok
dengan keluhan MSDs, sejalan dengan hasil penelitian. Hal ini
dikarenakan, pada saat observasi peneliti melihat pekerja di saat jam
istirahat makan siang mereka mengobrol bersama dan yang merokok
terbiasa untuk merokok di area merokok (smoking area). Hal tersebut
berisiko pekerja yang tidak merokok ikut menghirup asap rokok dari
pekerja yang merokok disekitarnya, sehingga baik perokok aktif (yang
merokok) maupun perokok pasif (yang tidak merokok) memiliki risiko
keluhan MSDs, disebabkan oleh kandungan CO dalam asap rokok
yang dihirup oleh perokok pasif sehingga berdampak munculnya
keluhan MSDs. Asap rokok tersebut akan mengikat oksigen yang
dibutuhkan oleh sel otot, kekurangan oksigen akan menurunkan
produksi energi tubuh, apabila oksigen tidak cukup maka asam
piruvirat akan diubah menjadi asam laktat akibatnya otot akan mudah
lelah dan asam laktat tidak dapat dipecah dan terjadi penumpukan yang
akan menimbulkan rasa nyeri (Tarwaka, 2004).
Besarnya presentase kebiasaan merokok sebanyak 54,5%
diharapkan pada pekerja yang merokok (perokok aktif) untuk
mengurangi atau menghentikan kegiatan merokok pada saat didalam
area perusahaan untuk menghindari bertambah banyak yang
mengalami perokok pasif, dan pekerja yang merokok sebaiknya
diikutsertakan dalam promkes yang berhubungan dengan kesehatan
paru. Dan pada perusahaan diharapkan memisahkan rest area dengan
smoking area, misalnya dengan dibuatkan smoking area khusus atau
tertutup yang diberi exhaust fan sehingga asap rokok yang dihasilkan
dari perokok aktif tidak terhirup oleh pekerja yang tidak merokok.

5.3.5 Hubungan Antara Kebiasaan Olahraga Responden dengan


Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian Production
Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI)
Bekasi Tahun 2018
Berdasarkan analisis hubungan antara kebiasaan olahraga dengan
keluhan MSDs dibagian Production Control (PC) PT TD Automotive
Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018 diperoleh bahwa
proporsi tertinggi kebiasaan olahraga berisiko (senam pagi/olahraga <
5 kali/minggu) banyak terjadi pada pekerja dengan keluhan MSDs
tinggi sebanyak 18 pekerja (81,8%) dan proporsi terendah kebiasaan
olahraga berisiko (senam pagi/olahraga 5 kali/minggu) terjadi pada
pekerja dengan keluhan MSDs rendah sebanyak 4 pekerja (18,2%),
sedangkan proporsi tertinggi kebiasaan olahraga yang tidak berisiko
(senam pagi/olahraga ≥ 5 kali/minggu) banyak terjadi pada pekerja
dengan keluhan MSDs rendah sebanyak 10 pekerja (9,1%) dan
proporsi terendah kebiasaan olahraga yang tidak berisiko (senam
pagi/olahraga ≥ 5 kali/minggu) terjadi pada pekerja dengan keluhan
MSDs tinggi sebanyak 1 pekerja (9,1%).
Berdasarkan hasil analisis uji statistik menunjukan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kebiasaan olahraga pekerja dengan
keluhan MSDs dengan p value = 0,000 (p-value < 0,05). Odd Ratio
(OR) kebiasaan olahraga pekerja terhadap keluhan MSDs sebesar
0,022 yang berarti pekerja dengan kebiasaan olahraga yang berisiko
sebesar 0,022 kali mengalami keluhan MSDs dibandingkan dengan
kebiasaan olahraga pekerja yang tidak berisiko.
Menurut Bustan (2007), salah satu bentuk olahraga untuk
kesehatan atau pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan bentuk
senam aerobic yang sedang (moderate physical activity) selama 30
menit dari waktu 1440 menit dalam sehari. Seseorang dikategorikan
kurang melakukan olahraga jika melakukan senam pagi/olahraga <5
x/minggu, sebaliknya di kategorikan cukup jika melakukan senam
pagi/olahraga >5 x/minggu. Adapun salah satu manfaat dari olahraga
adalah memperkuat otot-otot, tulang, dan jaringan ligament serta
meningkatkan sirkulasi darah dan nutrisi pada semua jaringan tubuh.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wita (2011) pada pekerja
Polishing diperusahaan Sanitary, menyatakan bahwa kebiasaan
olahraga kurang, jika melakukan senam pagi/olahraga < 5 kali/minggu
sebanyak 84% yang mengalami keluhan MSDs, dan sebanyak 16%
yang tidak mengalami keluhan MSDs, sedangkan kebiasaan olahraga
cukup, jika ≥ 5 kali/minggu sebanyak 45% dan sebanyak 55% yang
tidak mengalami keluhan MSDs dengan nilai p-value 0,003 yang
berarti ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan olahraga
dengan keluhan MSDs.
Penelitian ini sejalan dengan teori Bustan (2007), kurang atau
tidaknya melakukan kegiatan olahraga merupakan salah satu faktor
utama penyakit tidak menular diantaranya yang berhubungan dengan
otot dan tulang. Apabila jika risiko pekerjaannya dikategorikan sedang
dan tinggi untuk terjadinya keluhan MSDs. Sehingga diperlukan otot
dan tulang yang kuat agar pengaruh risiko pekerjaan tersebut
diminimalisir.
Penelitian menurut Septiani (2017) pada pekerja meat preparation
diperusahaan makanan tidak sejalan dengan hasil penelitian,
menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara kesegaran
jasmani dengan keluhan MSDs yaitu kesegaran jasmani didapatkan
27,8% memiliki keluhan MSDs sedang dan 72,2% memiliki keluhan
MSDs rendah. Hal ini tidak sependapat menurut Miyamoto (2000)
pekerja yang tidak melakukan olahraga mempunyai risiko untuk
mengalami Low Back Pain (LBP) 1,4 kali dibandingkan pekerja yang
cukup melakukan olahraga.
Berolahraga merupakan salah satu cara untuk menjaga kesehatan
yang berpengaruh terhadap kelancaran aliran darah, jika aliran darah
terhambat maka akan mengganggu kerja otot. Tingkat keluhan otot
sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran tubuh atau kebiasaan
olahraga yang dilakukan (Tarwaka, 2004).
Pekerja dengan kebiasaan senam pagi/olahraga < 5 kali/minggu
berisiko terjadinya keluhan MSDs hal ini dinyatakan dalam hasil
penelitian sebanyak 66,7% angka ini tidak sedikit salah satunya
dikarenakan pada saat wawancara kuesioner pekerja shift 1 (pagi)
banyak yang mengatakan mereka melakukan senam pagi/olahraga 1
minggu sekali hal ini dikarenakan keterbatasan waktu dan kelelahan,
mereka pulang kerja sudah larut malam setelah melakukan lembur
kerja sampai jam 20.00 WIB dan sampai rumah paling cepat 21.30
WIB langsung istirahat, sehingga hanya biasa melakukan olahraga di
saat libur kerja. Dan pekerja mengatakan jarang ikut melakukan senam
pagi diperusahaan karena mereka harus melakukan sarapan pagi di
perusahaan agar tidak terlambat ikut bus jemputan jam 6.00 WIB.
Besarnya presentase kebiasaan olahraga yang berisiko (senam
pagi/olahraga < 5 kali/minggu) sebanyak 66,7% pada pekerja dengan
kebiasaan olahraga yang kurang diharapkan, dapat mengatur waktu
untuk melakukan olahraga. Dan melakukan streaching minimal 10
menit setelah 2 jam bekerja untuk memberikan kesempatan anggota
tubuh berada dalam posisi rileks. Pada perusahaan diharapkan
mewajibkan pekerja untuk mengikuti senam pagi yang diadakan
perusahaan sebelum melakukan aktivitas kerja dan membuat program
workplace stretching exercise yang dilakukan disela sela jam kerja
dengan dipandu menggunakan pengeras suara, program tersebut sangat
bermanfaat bagi kesehatan tubuh khususnya jantung otot dan tulang
dan otomatis akan menghindari terjadinya gejala MSDs.
5.3.6 Hubungan Antara Postur Tubuh Bagian Kanan dan Kiri
Responden dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)
pada Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export
Bagian Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara postur tubuh kanan
dengan keluhan MSDs di bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018
diperoleh bahwa proporsi tertinggi postur tubuh kanan dengan risiko
tinggi (tindakan perbaikan perlu dilakukan secepatnya) banyak terjadi
pada pekerja dengan keluhan MSDs rendah sebanyak 14 pekerja
(51,9%) dan proporsi terendah postur tubuh kanan dengan risiko
tinggi (tindakan perbaikan perlu dilakukan secepatnya) terjadi pada
pekerja dengan keluhan MSDs tinggi sebanyak 13 pekerja (48,1%),
sedangkan proporsi tertinggi pada postur tubuh kanan dengan risiko
rendah (tindakan perbaikan mungkin diperlukan) terjadi pada pekerja
dengan keluhan MSDs tinggi sebanyak 6 pekerja (100,0%) dan
proporsi terendah pada postur tubuh kanan dengan risiko rendah
(tindakan perbaikan mungkin diperlukan) terjadi pada pekerja dengan
keluhan MSDs rendah sebanyak 0 pekerja (0,0%).
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara postur tubuh kanan pekerja dengan keluhan
MSDs dengan p value = 0,027 (p-value < 0,05). Sedangkan hasil
analisis hubungan antara postur tubuh kiri dengan keluhan MSDs
dibagian Production Control (PC) PT TD Automotive Compressor
Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018 diperoleh bahwa proporsi
tertinggi postur tubuh kiri dengan risiko tinggi (tindakan perbaikan
perlu dilakukan secepatnya) banyak terjadi pada pekerja dengan
keluhan MSDs rendah sebanyak 13 pekerja (54,2%) dan proporsi
tertinggi postur tubuh kiri dengan risiko tinggi (tindakan perbaikan
perlu dilakukan secepatnya) banyak terjadi pada pekerja dengan
keluhan MSDs tinggi sebanyak 11 pekerja (45,8%), sedangkan
proporsi terendah postur tubuh kiri dengan risiko rendah (tindakan
perbaikan mungkin diperlukan) banyak terjadi pada pekerja dengan
keluhan MSDs tinggi sebanyak 8 pekerja (88,9%) dan proporsi
terendah postur tubuh kiri dengan risiko rendah (tindakan perbaikan
mungkin diperlukan) terjadi pada pekerja dengan keluhan MSDs
rendah sebanyak 1 pekerja (11,1%).
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara postur tubuh kiri pekerja dengan keluhan
MSDs dengan p value = 0,047 (p-value < 0,05). Odd Ratio (OR)
postur tubuh kiri pekerja terhadap keluhan MSDs sebesar 0,106 yang
berarti postur tubuh kiri pekerja yang risiko tinggi mempunyai risiko
sebesar 0,106 kali mengalami keluhan MSDs dibandingkan dengan
postur tubuh kiri pekerja yang risiko rendah.
Hal ini disebabkan karena pekerja yang bekerja dengan postur
janggal yaitu punggung membungkuk lebih dari 60° dan memutar
(twisting), leher menekuk lebih dari 20° hal ini dilakukan secara
berulang. Hal ini berisiko terjadinya cedera punggung, sesuai dengan
teori Hoogendoom et al, dalam Bridger (2003), yaitu pekerja yang
bekerja dengan tulang belakang fleksi (membungkuk) 60° selama
lebih 5% sehari atau 30° hal ini dapat mmengalami cedera otot
punggung. Begitu juga dengan leher yang menunduk hingga 30°
dalam waktu yang cukup lama akan berpengaruh terhadap tulang leher
dan tulang belakang (Bridger, 2003).
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Oktaria (2017) pada tenaga kerja bagian welding diperusahaan pipa
saluran, yang menyatakan bahwa, adanya hubungan antara postur
kerja dengan gangguan MSDs dengan OR 15,600 menunjukan bahwa
responden dengan postur tubuh kanan berpeluang 15,600 kali
mengalami keluhan MSDs. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Arfiasari (2014) mengenai postur tubuh dengan MSDs pada pekerja
pengepakan diperusahaan rokok, bahwa ada hubungan yang cukup
kuat antara postur tubuh saat bekerja dengan keluhan MSDs. Hal ini
disebakan oleh faktor pralatan kerja yang tidak sesuai sehingga
mempengaruhi postur tubuh pekekrja kemudian juga berpengaruh
terhadap keluhan MSDs.
Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa masih ada pekerja
yang bekerja dengan postur janggal yang dapat menyebabkan
terjadinya risiko MSDs. Menurut leader dibagian Production Control
(PC) keadaan ini terjadi karena cara angkat angkut pekerja yang
belum sesuai dengan prosedur dan shutter area kerja yang terlalu
rendah sehingga banyak pekerja bekerja dengan posisi membungkuk
dan lengan menekuk dengan posisi lengan dibawah bahu dan
dilakukan secara berulang. Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan
bahwa pekerja yang bekerja dengan kondisi yang harus menyesuaikan
shutter kerja yang berada di bawah sejajar dengan kaki pekerja dan
beberapa pekerja yang belum memahami cara angkat angkut yang
benar, maka dari itu tidak dapat dipungkiri pekerja yang bekerja
dengan posisi berisiko (postur janggal) dapat menimbulkan keluhan
MSDs.
Besarnya presentase postur tubuh kanan yang risiko tinggi
sebanyak 51,9% dan postur tubuh kiri yang berisiko tinggi sebanyak
54,2% diharapkan perusahan untuk mengadakan pelatihan terkait
ergonomic hazard khususnya angkat angkut dan pencegahan dan
dampak terdapat kesehatan. Serta melakukan pemantauan area kerja
terkait angkat angkut part armature dan compressor khususnya
shutter yang terlalu rendah, untuk melakukan modifikasi ketinggian
shutter atau menggunakan conveyer portabel pada pekerjaan angkat
angkut. Sehingga memungkinkan pekerja untuk bekerja pada posisi
yang aman atau tidak membungkuk. Bagi pekerja sebaiknya selalu
bekerja sesuai SOP, mengikuti training terkait ergonomic hazard dan
selalu menggunakan APD saat mengangkat beban khususnya “Back
Support Belt” atau corset untuk melindungi otot dan syaraf untuk
mencegah terjadinya hernia nucleus pulposus (HNP) dan sebagainya.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja Misuzumashi
Warehouse dan Packaging Export bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018 yang
memiliki keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) tinggi (skor NBM
42-84) didapatkan sebanyak 57,6%, dan pada otot skeletal yang tertinggi
ditemukan punggung sebanyak 21,2%.
2. Proporsi tertinggi usia pada pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export bagian Production Control (PC) PT TD Automotive
Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018 didapatkan sebanyak
81,8% pada usia tidak berisiko < 30 tahun.
3. Proporsi tertinggi masa kerja pada pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export bagian Production Control (PC) PT TD Automotive
Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018 didapatkan sebanyak
57,6% pada masa kerja tidak berisiko ≤ 3 tahun.
4. Proporsi Indeks Masa Tubuh (IMT) pada pekerja Misuzumashi Warehouse
dan Packaging Export bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018 didapatkan
sebanyak 72,7% pada IMT tidak berisiko yaitu kurus/normal.
5. Proporsi kebiasaan merokok pada pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export bagian Production Control (PC) PT TD Automotive
Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018 didapatkan sebanyak
54,5% yang merokok.
6. Proporsi kebiasaan olahraga pada pekerja Misuzumashi Warehouse dan
Packaging Export bagian Production Control (PC) PT TD Automotive
Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018 didapatkan sebanyak
143
Universitas Esa Unggul
144

66,7% pada kebiasaan olahraga yang berisiko yaitu senam pagi/olahraga <
5 kali/minggu.
7. Proporsi postur tubuh bagian kanan pada pekerja Misuzumashi Warehouse
dan Packaging Export bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018 didapatkan
sebanyak 81,8% pada postur tubuh kanan yang tinggi dengan risiko tinggi
dan tindakan perbaikan perlu dilakukan secepatnya (total skor 8-15). Dan
Proporsi postur tubuh bagian kiri pada pekerja Misuzumashi Warehouse
dan Packaging Export bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018 didapatkan
sebanyak 72,7% pada postur tubuh kiri yang tinggi dengan risiko tinggi
dan tindakan perbaikan perlu dilakukan secepatnya (total skor 8-15).
8. Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja Misuzumashi Warehouse
dan Packaging Export bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018.
9. Tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja Misuzumashi Warehouse
dan Packaging Export bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018.
10. Tidak ada hubungan yang signifikan antara Indeks masa tubuh (IMT)
dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian Production
Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
Tahun 2018.
11. Ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja Misuzumashi Warehouse
dan Packaging Export bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018.
12. Ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja Misuzumashi Warehouse

Universitas Esa Unggul


dan Packaging Export bagian Production Control (PC) PT TD
Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun 2018.
13. Ada hubungan yang signifikan antara postur tubuh kanan dan postur tubuh
kiri dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja
Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export bagian Production
Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi
Tahun 2018.

6.2 Saran
6.2.1 Bagi Perusahaan
1. Dari hasil penelitian, besarnya presentase postur tubuh bagian kanan
dan kiri pekerja saat bekerja dengan postur yang janggal maka pihak
perusahaan diharapkan pada tahapan kerja mengangkat atau
memindahkan M2 Box compressor dan Box Part Armature dari
shutter ke trolly dan dari pallet ke shutter agar melakukan modifikasi
pada ketinggian shutter atau menggunakan conveyor portabel pada
pekerjaan angkat angkut part/compressor diarea Warehouse dan
Packaging Export serta area di Mg Clucth khususnya suplai part
armature, dan Predelivery sehingga memungkinkan pekerja untuk
bekerja pada posisi aman atau tidak terlalu membungkuk.
2. Dari hasil observasi penelitian, postur tubuh pekerja hampir semua
membungkuk dan memutar saat mengangkat part armature atau
compressor, maka pihak perusahaan diharapkan melakukan evaluasi
terhadap kinerja pekerja dengan memonitor perbaikan sistem kerja dan
cara kerja pekerja (SOP) dalam mengangkat Box part armature dan
M2 Box compressor khususnya kegiatan angkat angkut dibagian
Production Control (PC).
3. Untuk menanggulangi dan mencegah MSDs pada tingkat risiko yang
lebih tinggi pada pekerja bagian Production Control (PC), pihak
perusahaan diharapkan melakukan salah satu upaya seperti pelatihan
tentang ergonomic hazard dan bahaya Musculoskeletal Disorders
(MSDs) untuk memahami faktor apa saja yang dapat mengganggu
kesehatan dalam bekerja dengan alat kerja, serta pekerja dapat
berpartisipasi dalam melakukan assessment, mengontrol dan mencegah
ergonomic problems dan injuries.
4. Besarnya presentase hasil keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)
pada pekerja Production Control (PC) pihak perusahaan diharapkan
mensosialisasikan ergonomic hazard yang terdapat pada proses kerja,
sosialisasi bisa dilakukan dengan cara safety talk atau memasang
artikel atau poster disetiap rest area dan madding SHE tentang
ergonomic hazard dan cara angkat beban yang benar, dan dampak
terhadap kesehatan. Poster tersebut ditempel dilokasi yang strategis
yang mudah terlihat oleh semua orang, khususnya area yang banyak
menggunakan manual handling.
5. Dari besarnya hasil presentase kebiasaan merokok, pihak perusahaan
diharapkan memisahkan rest area dengan smoking area, misalnya
dengan dibuatkan smoking area khusus atau tertutup yang diberi
exhaust fan sehingga asap rokok yang dihasilkan dari perokok aktif
tidak terhirup oleh pekerja yang tidak merokok.
6. Dari besarnya hasil presentase kebiasaan olahraga, pihak perusahaan
diharapkan membuat program workplace stretching exercise agar para
pekerja dapat melakukan peregangan ketika otot-otot mulai tegang,
dilakukan minimal 10 menit setelah 2 jam bekerja. Dan perusahaan
diharapkan mempertegas peraturan terkait senam pagi yang diadakan
diperusahaan, agar pekerja aktif mengikuti senam pagi yang diadakan
diperusahaan dan mengadakan senam ergonomi minimal 1 minggu
sekali dengan tujuan mengembalikan posisi dan kelenturan sistem
syaraf serta aliran darah menjadi lancar.

6.2.2 Bagi Pekerja


1. Pekerja diharapkan mengikuti pelatihan terkait tentang ergonomic
hazard dan bahaya Musculoskeletal Disorders (MSDs) dan cara
pencegahannya.
2. Pekerja yang memiliki masa kerja > 3 tahun diharapkan untuk
menyesuaikan waktu kerja dengan standar jam kerja maksimal,
sehingga tidak menyebabkan musculoskeletal disorders (MSDs)
3. Pekerja diharapkan mengurangi kebiasaan merokok di area
perusahaan baik dari segi kuantitas (banyaknya rokok) maupun dari
segi intensitas (keseringan merokok).
4. Pekerja diharapkan melakukan stretching exercise atau peregangan
ketika otot tubuh mulai tegang dilakukan minimal 10 menit setelah 2
jam bekerja.
5. Pekerja diharapkan melakukan senam pagi diperusahaan dan olahraga
minimal 1 minggu 5 kali.
6. Pekerja diharapkan selalu menggunakan APD lengkap khususnya
pada pekerjaan manual handling yaitu menggunakan “Back Support
Belt” untuk mencegah back injury serta back strain dll.

6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya


Peneliti selanjutnya, dapat melakukan penilaian MSDs dengan metode
yang lebih objektif (dengan diagnosis atau uji laboratorium). Serta
diharapkan dapat menilai faktor lingkungan dan aktivitas fisik.
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Winda, Rahayu. (20120. Faktor-Faktor Yang berhubungan Dengan


Keluhan Musculoskeletal Pada Pekerja Angkat Angkut Industri
Pemecahan Batu Di Kecamatan Karangnongko Kabupaten Klaten. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, Vol.1, No.2 Tahun 2012, Hal.836-844. Diakses 28
Desember 2018. http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm.
Arthritis Research United Kingdom. (2017). State of Musculoskeletal Health
2017. Arthritis & other musculoskeletal condiyions in numbers or future
information. UK : Copeman House.
Arikunto, Sunita. (2002). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Arfiasari, Agustin. (2014). Hubungan Postur Kerja dengan Keluhan
Musculoskeletal dan Produktivitas Kerja pada Pekerja Bagian
Pengepakan di PT. Djitoe Indonesia Tobako. Skripsi. Fakultas Kesehatan.
Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Bernard, BP. (ed), et. al. (1997). Musculokseletal Disorders and Workplace
Factors : A Chemical Review of Epidemiologic Evidence for Work-
Related MSDs of Neck, Upper Extremity and Low Back. U.S Departement
of Health and Human Services, PH Service for Disease Control and
Prevention: National Institute for Occupational Safety and Health.
Bird, E, Jr, Frank and L. Germain. (2005). Kepemimpinan Pengendalian dan
Kerugian Praktis. Edisi 3. Terjemahan oleh W. Abdullah. Jakarta: PT
Devnegraha.
Bridger, R.S. (1995). Introduction to Ergonomics. McGraw-Hill, Inc., Singapore.
(2003). Introduction to Ergonomics. Second Edition. London :
Taylor & Francis Group.
Bustan, M. N. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka
Cipta.

148
Universitas Esa Unggul
149

Canadian Center for Occuptional Health and Safety (CCOHS). (2014). Work-
related Musculoskeletal Disorders (WMSDs). Diakses Tgl 1 Oktober
2018. http://www.ccohs.ca/oshanswers/diseases/rmirsi.html.
Croasmun, Jeanie. (2003). Link Reported Between Smoking and MSDs. Annals of
Rheumatic Diseases: Reaters. Diakses Tgl 14 Februari 2019.
http://www.ergoweb.com/news/detail.efm?id:670
Departemen Kesehatan RI (2003). Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis. Jakarta.
Diakses Tgl 1 Oktober 2018. www.depkes.go.id.
Devi, Purba & Lestari. (2017). Faktor Risiko Keluhan Musculoskeletal Disorders
(MSDs) pada Aktivitas Pengangkutan Beras di PT Buyung Poetra Pangan
Pengayut Organilir. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.8 (2) : 125-134.
Devis, Jeanie, Lerche. (2009).The Effects of Smoking on Bone Health. Diakses Tgl
14 Februari 2019.
https://www.webmd.com/osteoporosis/features/smoking-cigarettes#1
European Agency for Safety and Health at Work, (2010). OSH in figures:
Work-
related musculoskeletal disorders in the EU-Facts and figures. Diakses
Tgl 28 Desember 2018.
http://osha.europa.eu/en/publication/reports/TERO09009ENC.com.
European Agency for Safety and Health at Work, (2013). New Risks and Trends
in The Safety and Health of Women at Work, Safety and Health at work is
Everyone’s concern. Is’s Good for You It’s Good for Business.
Publications Office of the European Union, Luxembourg. Diakses Tgl 1
Oktober 2018. https://osha.europa.eu/en/tools-and-
publications/publications/reports/new-risks-and-trends-in-the-safety-and-
health-of-women-at-work.
Handoko, Hani. (2010). Manajemen Personalia & Sumberdaya Manusia. Edisi
Kedua. Yogyakarta: BPFE UGM.
Hastono, Sutanto, Priyo. (2006). Analisis Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
UI. Depok.
Iridiastadi, Hardianti & Yassierli. (2014). Ergonomi Suatu Pengantar. Bandung :
PT Remaja Rosdakarya.

Universitas Esa Unggul


159

ILO. (2005). Work Organization and Ergonomics. Geneva.

Universitas Esa Unggul


150

(2015). The Prevention of Occupational Disease. Diakses Tgl 10 Oktober


2018.www.ILO.org/wcmsp5/groups/public/wcmsp204755.pdf.
Jusman, Nurhamida. (2018). Faktor-Faktor Risiko Ergonomi Dengan Keluhan
Subjektif Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Operator Cutting Bar
di unit Produksi PT Iron Wire Work Indonesia Tahun 2018. Skripsi.
Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Masyarakat. Esa Unggul Jakarta.
Kurniawiddjaja, L. Meily. (2011). Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Depok.
UI. Press.
Kusnawa, Wowo Sunaryo. (2014). Ergonomi dan Kesehatan Keselamatan Kerja.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Krisna. Deni. (2011). Patologi. Diakses Tgl 15 Oktober 2018.
https://denikrisna.wordpress.com/
Levy, Barry. S, et al. (2005). Preventing Occupational Disease & Injury. Second
Edition. Washington DC : American Public Health Association.
Lukman, Adimas, Jatikusumo. (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Maintenance
PT Antam Tbk UBPE Pongkar Tahun 2014. Skripsi. Universitas
Indonesia. Jakarta.
Mardi, Tiara, et.al (2018). Analisis Postur Kerja Pada Pembuatan Rumah Boneka
Dengan Metode Rapid Entire Body Assessment. Program Studi Tekhnik
Industri, Universitas Indraprasta PGRI. Jurnal String Vol.3 No.2. Diakses
pada Tgl 10 Januari 2018.
https://www.researchgate.net/publication/319567088_Metode_REBA_Unt
uk_Pencegahan_Musculoskeletal_Disorder_Tenaga_Kerja
Middlesworth, Matt. (2015). How to Select the Correct Ergonomic Risk
Assessment Tool. Ergoplus. Diakses Tgl 12 Oktober 2018. https://ergo-
plus.com.
Miyamoto, Masebumi et.al (2000). An Epidemiologic Study of Occupational Low
Back Pain In The Truck Drivers. Departement of Orthopoedic Surgery.
Nipon Medical School. Japan. Diakses Tgl 27 Desember 2018.
http://www.nms.ac.jp/jnms/

Universitas Esa Unggul


151

National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). (2007).


Ergonomic Guidline for Manual Handling DHHS (NIOSH). Publication
No. 2007-131. Columbia. NIOSH/CDC.
Nurmianto, Eko. (2004). Ergonomi Konsep dan Aplikasinya. Edisi Kedua.
Surabaya: Guna Widya.
Occupational Health and Safety Council of Ontario (OHSCO). (2007). Prevention
Musculoskeletal Tool Box. Ontario, USA.
Occupational Safety and Health Administration (OSHA). (2000). Ergonomic: The
Study of Work. U.S. Departemen of Labour.
Patenaude, Stephane. (2004). Manual Handling Not Only a Matter of Weight.
Preventex. Association Paritaire de texile. Diakses Tgl 12 Oktober 2018.
http://www.preventex.qc.ca/images/documents/info/en/manhandling.pdf.
Peter, Vi. (2000). Musculoskeletal Disorders. Diakses 28 September
2018.http://www.csao.org/uploadfiles/magazine/vol.11no3/musculo.html.
Santoso, G. (2004). Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Cetakan 1.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Santoso & Ariska. (2018). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Musculoskeletal Disorders pada Pekerja Batik di Kecamatan Sokaraja
Banyumas. Jurnal ilmiah, Ilmu-Ilmu Kesehatan, Vol.16 No.1, 42-46.
Septiani, Annisa. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Bagian Meat
Preparation PT Bumi Sarimas Indonesia Tahun 2017. Skripsi. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Sue Hignett and Lynn McAtamney. (2000). REBA Employee Assessment
Worksheet Based on Technical. Rapid Entire Body assessment (REBA).
Applied Ergonomics 201-205.
Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta.
Sutrani, Eva, Butar-Butar. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Tenun Ulos Di

Universitas Esa Unggul


Kecamatan Siantar Selatan Kota Pematang Siantar Tahun 2018. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Tarwaka, Bakhri, Solichul., Sudiajeng, L. (2004). Ergonomi untuk Keselamatan,
Kesehatan. Surakarta. UNIBA Press.
Tarwaka, (2015). Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat
Kerja. Revisi II. Surakarta. Harapan Press.
World Health Organization (WHO). (2005). BMI Classification. Diakses 26
Oktober 2018. http://apps.who.int/bmi/index.jsp?introPage=intro_3.html.
Yatim, Faisal, Lubis (2000). Osteoporosis Penyakit Kerapuhan Tulang Pada
Manula. Depkes RI, Jakarta.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar REBA

154
Universitas Esa Unggul
155

Lampiran 2. Kuesioner

No. Responden :

FORMULIR INFORMED CONSENT


(Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden)

Dengan ini saya


; Nama :
Umur :
Alamat :

Menyatakan bersedia menjadi responden penelitian dengan judul “Faktor-


Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)
pada Pekerja Misuzumashi Warehouse dan Packaging Export Bagian Production
Control (PC) PT TD Automotive Compressor Indonesia (TACI) Bekasi Tahun
2018”. Setelah mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan serta manfaat
penelitian.
Identitas responden akan dirahasiakan dan informasi yang diberikan hanya
akan digunakan untuk kepentingan penelitian yang dilakukan oleh saudari Lista
Farahnasita Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat
Universitas Esa Unggul.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya tanpa paksaan dari
siapapun.

Bekasi, 2018
Peneliti Responden

(Lista Farahnasita) (…..................................)

Universitas Esa Unggul


KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN
MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PEKERJA
MISUZUMASHI WAREHOUSE DAN PACKAGING EXPORT BAGIAN
PRODUCTION CONTROL (PC) PT TD AUTOMOTIVE COMPRESSOR
INDONESIA (TACI) BEKASI TAHUN 2018

No. Responden :……………...


Hari/Tanggal :……………..
(Diisi oleh Peneliti)

Petunjuk Pengisisan :
1. Isilah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan saudara sebenarnya.
2. Bacalah setiap pertanyaan secara seksama dan berikan tanda checklist (√)
pada tempat yang disediakan sesuai jawaban yang saudara pilih.
3. Mohon semua pertanyaan dijawab lengkap.
4. Kejujuran saudara menjawab pertanyaan ini, sangat saya harapkan.

A. Karakteristik Responden
1. Nama :
2. Tempat Tanggal Lahir :
3. Usia :
4. Bagian :
5. Berat Beban diangkat : kg
6. Tinggi Badan : cm (diukur oleh peneliti)
7. Berat Badan : kg (diukur oleh peneliti)
B. Keluhan Musculoskeletal

No Pertanyaan Jawaban
1 Apakah saat bekerja di bagian Production Control 1. Ya, pernah
(PC) saudara pernah merasakan keluhan pada otot 2. Tidak pernah
dan tulang? (nyeri, pegal, kaku, kebas, pada sendi,
tangan, bahu, kaki, leher, punggung dll).
2 Sebutkan pada bagian tubuh manakah yang saudara Gambar pada
rasakan pada keluhan tersebut? (checklist pada kuesioner Nordic
gambar dibawah ini sesuai skoring) Body Map (NBM)
Nama :
NBM Usia :
( Nordic Body Map ) Masa Kerja :
Area kerja :
Skoring Skoring
Sistem Moskuluskeletal 0 1 2 3 NBM Sistem Moskuluskeletal 0 1 2 3
0 Leher atas 1 Tengkuk
2 Bahu kiri 3 Bahu kanan
4 Lengan atas kiri 5 Punggung
6 Lengan atas kanan 7 Pinggang
8 Pinggul 9 Pantat
10 Siku kiri 11 Siku kanan
12 Lengan bawah kiri 13 Lengan bawah kanan
14 Pergelangan tangan kiri 15 Pergelangan tangan kanan
16 Tangan kiri 17 Tangan kanan
18 Paha kiri 19 Paha kanan
20 Lutut kiri 21 Lutut kanan
22 Betis kiri 23 Betis kanan
24 Pergelangan kaki kiri 25 Pergelangan kaki kanan
26 Telapak kaki kiri 27 Telapak kaki kanan
TOTAL SKOR KIRI TOTAL SKOR KANAN

TOTAL SKORING (SKOR KANAN + SKOR KIRI)

Keterangan Skoring Keterangan Tingkat Resiko Berdasarkan Skor Akhir


Skor 0 = Tidak sakit 0 - 20 = Rendah (belum dilakukan perbaikan)
Skor 1 = Agak sakit 21 - 41 = Sedang (mungkin diperlukan perbaikan)
Skor 2 = sakit 42 - 52 = Tinggi (diperlukan tindakan segera)
Skor 3 = Sangat sakit 63 - 84 = Sangat Tinggi (diperlukan perbaikan sesegera mungkin)

158
159

C. Masa Kerja
No. Pertanyaan Jawaban
1 Sudah berapa lama saudara bekerja di bagian Production 1. < 3 Tahun
Control (PC)? 2. > 3 Tahun
2 Berapa lama saudara bekerja di perusahaan ini? 1. < 3 Tahun
2. > 3 Tahun
3 Apakah saudara pernah bekerja di perusahaan lain? 1. Ya
Dengan jenis pekerjaan yang sama? (membawa, 2. Tidak
memindahkan, mengangkat, mendorong)

D. Kebiasaan Merokok
No. Pertanyaan Jawaban
1 Apakah saudara pernah merokok? 1. Ya
2. Tidak
2 Jika “Ya” apakah sekarang saudara masih merokok? 1. Ya
2. Tidak
3 Sudah berapa lama saudara merokok? 1. < 3 Tahun
2. > 3 Tahun
4 Berapa batang rokok yang saudara habiskan dalam sehari? 1. < 5 batang
2. > 5 batang
5 Jika jawaban No. 2 “Tidak” sudah berapa lama saudara 1. < 1 Tahun
berhenti merokok? 2. > 1 Tahun

Universitas Esa Unggul


160

E. Kebiasaan Olahraga
No Pertanyaan Jawaban
1 Apakah saudara melakukan senam pagi diperusahaan? 1. Ya
2. Tidak
2 Berapa lama saudara melakukan senam pagi dalam 1. 5-10 menit
sehari? 2. > 10 menit
3 Dalam seminggu berapa kali saudara melakukan senam 1. <5x/minggu
pagi yang diadakan perusahaan? 2. >5 x/minggu
4 Selain senam pagi apakah saudara melakukan kegiatan 1. Ya
olahraga lainnya? 2. Tidak
5 Jika jawaban No.4 “Ya” berapa kali saudara melakukan 1. <5 x/minggu
kegiatan olahraga dalam seminggu? 2. >5 x/minggu

Universitas Esa Unggul


161

Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Observasi dan Penelitian

Universitas Esa Unggul


Lampiran 4. Surat Balasan Permohonan Penelitian
Lampiran 5. Formulir Bimbingan Skripsi
Lampiran 6. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik
Lampiran 7. Hasil Output SPSS Uji Validitas dan Reliabilitas
VALIDITAS MASA KERJA
Correlations

MK1 MK2 MK3 MASA KERJA

MK1 Pearson Correlation 1 .939** .175 .894**

Sig. (2-tailed) .000 .329 .000

N 33 33 33 33

MK2 Pearson Correlation .939** 1 .217 .911**

Sig. (2-tailed) .000 .226 .000

N 33 33 33 33

MK3 Pearson Correlation .175 .217 1 .574**

Sig. (2-tailed) .329 .226 .000

N 33 33 33 33

MASA KERJA Pearson Correlation .894** .911** .574** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000

N 33 33 33 33

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


VALIDITAS KEBIASAAN MEROKOK

Correlations

KEBIASAAN
KM1 KM2 KM3 KM4 KM5 MEROKOK

KM1 Pearson Correlation 1 .714** .714** .764** .680** .843**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30

KM2 Pearson Correlation .714** 1 .864** .800** .740** .898**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30

KM3 Pearson Correlation .714** .864** 1 .935** .874** .957**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30

KM4 Pearson Correlation .764** .800** .935** 1 .935** .967**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30

KM5 Pearson Correlation .680** .740** .874** .935** 1 .923**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30

KEBIASAAN Pearson Correlation .843** .898** .957** .967** .923** 1


MEROKOK
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


VALIDITAS KEBIASAAN OLAHRAGA

Correlations

KEBIASAAN
KO1 KO2 KO3 KO4 KO5 OLAHRAGA

KO1 Pearson Correlation 1 .850** .745** -.024 .201 .690**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .899 .287 .000

N 30 30 30 30 30 30

KO2 Pearson Correlation .850** 1 .614** .043 .237 .693**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .822 .208 .000

N 30 30 30 30 30 30

KO3 Pearson Correlation .745** .614** 1 .098 .270 .708**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .608 .150 .000

N 30 30 30 30 30 30

KO4 Pearson Correlation -.024 .043 .098 1 .921** .665**

Sig. (2-tailed) .899 .822 .608 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30

KO5 Pearson Correlation .201 .237 .270 .921** 1 .808**

Sig. (2-tailed) .287 .208 .150 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30

KEBIASAAN Pearson Correlation .690** .693** .708** .665** .808** 1


OLAHRAGA
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000

N 30 30 30 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


Reliability MASA KERJA

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 33 100.0

Excludeda 0 .0

Total 33 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.711 3

Reliability KEBIASAAN MEROKOK

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

. 953 5
Reliability KEBIASAAN OLAHRAGA

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.749 5
Lampiran 8. Hasil Output SPSS Univariat
ANALISA UNIVARIAT
USIA
Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berisiko 6 18.2 18.2 18.2
Tidak Berisiko 27 81.8 81.8 100.0
Total 33 100.0 100.0

MASA KERJA
Masa Kerja
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berisiko 14 42.4 42.4 42.4
Tidak Berisiko 19 57.6 57.6 100.0
Total 33 100.0 100.0

INDEKS MASA
TUBUH
Indeks Masa Tubuh
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berisiko 9 27.3 27.3 27.3
Tidak Berisiko 24 72.7 72.7 100.0
Total 33 100.0 100.0

KEBIASAAN
MEROKOK
Kebiasaan Merokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Merokok 15 45.5 45.5 45.5
Tidak Merokok 18 54.5 54.5 100.0
Total 33 100.0 100.0
KEBIASAAN OLAHRAGA
Kebiasaan Olahraga
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berisiko 22 66.7 66.7 66.7
Tidak Berisiko 11 33.3 33.3 100.0
Total 33 100.0 100.0

KELUHAN MSDs
Keluhan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 14 42.4 42.4 42.4
Tinggi 19 57.6 57.6 100.0
Total 33 100.0 100.0

PENILAIAN POSTUR TUBUH KANAN


Penilaian Postur Tubuh Kanan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 6 18.2 18.2 18.2
2 27 81.8 81.8 100.0
Total 33 100.0 100.0

PENILAIAN POSTUR TUBUH KIRI


Penilaian Postur Tubuh Kiri
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1 9 27.3 27.3 27.3
2 24 72.7 72.7 100.0
Total 33 100.0 100.0
Lampiran 9. Hasil Output SPSS Bivariat
ANALISA BIVARIAT

Usia * Keluhan
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Usia * Keluhan 33 100.0% 0 0.0% 33 100.0%

Crosstab
Keluhan
Rendah Tinggi Total
Usia Berisiko Count 1 5 6
% within Usia 16.7% 83.3% 100.0%
Tidak Berisiko Count 13 14 27
% within Usia 48.1% 51.9% 100.0%
Total Count 14 19 33
% within Usia 42.4% 57.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Exact Exact Sig. (1-
Value df Sig. (2- Sig. (2- sided)
sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.992 a
1 .158
Continuity Correctionb .911 1 .340
Likelihood Ratio 2.188 1 .139
Fisher's Exact Test .209 .171
Linear-by-Linear Association 1.931 1 .165
N of Valid Cases 33
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.55.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Usia
(Berisiko / Tidak Berisiko) .215 .022 2.097
For cohort Keluhan =
.346 .055 2.161
Rendah
For cohort Keluhan = Tinggi 1.607 .965 2.677
N of Valid Cases 33
Masa Kerja * Keluhan

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Masa Kerja * Keluhan 33 100.0% 0 0.0% 33 100.0%

Crosstab
Keluhan
Rendah Tinggi Total
Masa Kerja Berisiko Count 6 8 14
% within Masa Kerja 42.9% 57.1% 100.0%
Tidak Berisiko Count 8 11 19
% within Masa Kerja 42.1% 57.9% 100.0%
Total Count 14 19 33
% within Masa Kerja 42.4% 57.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .002a 1 .966
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .002 1 .966
Fisher's Exact Test 1.000 .622
Linear-by-Linear Association .002 1 .966
N of Valid Cases 33
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.94.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Masa Kerja
1.031 .255 4.167
(Berisiko / Tidak Berisiko)
For cohort Keluhan =
1.018 .456 2.271
Rendah
For cohort Keluhan = Tinggi .987 .545 1.788
N of Valid Cases 33
Indeks Masa Tubuh * Keluhan

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Indeks Masa Tubuh *
33 100.0% 0 0.0% 33 100.0%
Keluhan

Crosstab
Keluhan
Rendah Tinggi Total
Indeks Masa Tubuh Berisiko Count 2 7 9
% within Indeks Masa Tubuh 22.2% 77.8% 100.0%
Tidak Berisiko Count 12 12 24
% within Indeks Masa Tubuh 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 14 19 33
% within Indeks Masa Tubuh 42.4% 57.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.068a 1 .150
Continuity Correctionb 1.087 1 .297
Likelihood Ratio 2.181 1 .140
Fisher's Exact Test .241 .149
Linear-by-Linear Association 2.005 1 .157
N of Valid Cases 33
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.82.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Indeks Masa
Tubuh (Berisiko / Tidak .286 .049 1.666
Berisiko)
For cohort Keluhan =
Rendah .444 .123 1.608
For cohort Keluhan = Tinggi 1.556 .915 2.646
N of Valid Cases 33
Kebiasaan Merokok * Keluhan

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kebiasaan Merokok *
33 100.0% 0 0.0% 33 100.0%
Keluhan

Crosstab
Keluhan
Rendah Tinggi Total
Kebiasaan Merokok Merokok Count 3 12 15
% within Kebiasaan Merokok 20.0% 80.0% 100.0%
Tidak Merokok Count 11 7 18
% within Kebiasaan Merokok 61.1% 38.9% 100.0%
Total Count 14 19 33
% within Kebiasaan Merokok 42.4% 57.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.661a 1 .017
Continuity Correctionb 4.103 1 .043
Likelihood Ratio 5.918 1 .015
Fisher's Exact Test .033 .020
Linear-by-Linear Association 5.490 1 .019
N of Valid Cases 33
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.36.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Kebiasaan
Merokok (Merokok / Tidak .159 .033 .773
Merokok)
For cohort Keluhan =
.327 .111 .961
Rendah
For cohort Keluhan = Tinggi 2.057 1.093 3.870
N of Valid Cases 33
Kebiasaan Olahraga * Keluhan

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kebiasaan Olahraga *
33 100.0% 0 0.0% 33 100.0%
Keluhan

Crosstab
Keluhan
Rendah Tinggi Total
Kebiasaan Olahraga Berisiko Count 4 18 22
% within Kebiasaan Olahraga 18.2% 81.8% 100.0%
Tidak Berisiko Count 10 1 11
% within Kebiasaan Olahraga 90.9% 9.1% 100.0%
Total Count 14 19 33
% within Kebiasaan Olahraga 42.4% 57.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 15.880a 1 .000
Continuity Correctionb 13.042 1 .000
Likelihood Ratio 17.423 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 15.398 1 .000
N of Valid Cases 33
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.67.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Kebiasaan
Olahraga (Berisiko / Tidak .022 .002 .227
Berisiko)
For cohort Keluhan =
.200 .081 .495
Rendah
For cohort Keluhan = Tinggi 9.000 1.375 58.929
N of Valid Cases 33
Penilaian Postur Tubuh Kanan * Keluhan

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Penilaian Postur Tubuh
33 100.0% 0 0.0% 33 100.0%
Kanan * Keluhan

Crosstab
Keluhan
Rendah Tinggi Total
Penilaian Rendah Count 0 6 6
Postur % within Penilaian Postur Tubuh Kanan 0.0% 100.0% 100.0%
Tubuh Tinggi Count 14 13 27
Kanan % within Penilaian Postur Tubuh Kanan 51.9% 48.1% 100.0%
Total Count 14 19 33
% within Penilaian Postur Tubuh Kanan 42.4% 57.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.404a 1 .020
Continuity Correctionb 3.489 1 .062
Likelihood Ratio 7.594 1 .006
Fisher's Exact Test .027 .024
Linear-by-Linear Association 5.240 1 .022
N of Valid Cases 33
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.55.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
For cohort Keluhan = Tinggi 2.077 1.404 3.072
N of Valid Cases 33
Penilaian Postur Tubuh Kiri * Keluhan

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Penilaian Postur Tubuh Kiri
* Keluhan 33 100.0% 0 0.0% 33 100.0%

Crosstab
Keluhan
Rendah Tinggi Total
Penilaian Rendah Count 1 8 9
Postur % within Penilaian Postur Tubuh Kiri 11.1% 88.9% 100.0%
Tubuh Kiri Tinggi Count 13 11 24
% within Penilaian Postur Tubuh Kiri 54.2% 45.8% 100.0%
Total Count 14 19 33
% within Penilaian Postur Tubuh Kiri 42.4% 57.6% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 4.968a 1 .026
Continuity Correctionb 3.361 1 .067
Likelihood Ratio 5.604 1 .018
Fisher's Exact Test .047 .030
Linear-by-Linear Association 4.817 1 .028
N of Valid Cases 33
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.82.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Penilaian
Postur Tubuh Kiri (Rendah / .106 .011 .982
Tinggi)
For cohort Keluhan =
.205 .031 1.350
Rendah
For cohort Keluhan = Tinggi 1.939 1.185 3.173
N of Valid Cases 33
Lampiran 10. Hasil Output SPSS Keluhan Otot Skeletal Bagian Tubuh

Penilaian Keluhan Bagian Tubuh


Statistic
s
Keluhan Bagian Tubuh
N Valid 33
Missing 0
Mean 5.61
Std. Error of Mean .854
Median 5.00
Mode 5
Std. Deviation 4.905
Minimum 0
Maximum 23
Sum 185

Keluhan Bagian Tubuh


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Leher Atas 2 6.1 6.1 6.1
Tengkuk 4 12.1 12.1 18.2
Bahu Kiri 2 6.1 6.1 24.2
Bahu Kanan 4 12.1 12.1 36.4
Punggung 7 21.2 21.2 57.6
Lengan Atas Kanan 4 12.1 12.1 69.7
Pinggang 5 15.2 15.2 84.8
Pinggul 1 3.0 3.0 87.9
Siku Kanan 1 3.0 3.0 90.9
Siku Kanan 1 3.0 3.0 93.9
Lutut Kiri 1 3.0 3.0 97.0
Betis Kanan 1 3.0 3.0 100.0
Total 33 100.0 100.0
Lampiran 11. Foto Hasil Penelitian
FOTO HASIL PENELITIAN PT TD AUTOMOTIVE COMPRESSOR
INDONESIA (TACI) 2018
Proses Produksi : Compressor
Area Warehouse Area Packaging Export Predelevery

Mengangkat Box Part Armature dari Pallet ke Mengangkat M2 Box Compressor dari
Shutter Trolly ke Shutter

Area Warehouse

Mengangkat Box Part Armature dari Peneliti Observasi Postur dan Wawancara
Trolly ke Shutter Kuesioner
Lampiran 12. Summary Penilaian Postur Tubuh Bagian Kanan dan Kiri
Berdasarkan Metode REBA
Lampiran 13. SOP Misuzumashi
Lampiran 14. SOP Packaging Export

Anda mungkin juga menyukai