Anda di halaman 1dari 33

Interaksi Gulma Dengan Tanaman Budidaya

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Ekologi Gulma
yang dibina oleh Bapak Fathur rochman dan Bapak I Wayan Sumberatha

Oleh :
Dora Dayu Rahma Turista 407342408155
Hendrik Setiawan 407342408157
Nurlaily Lavianti 907342410436
Anggun Wulandari 407342412072

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

November, 2010
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Produksi tanaman pertanian, baik yang diusahakan dalam bentuk pertanian
rakyat ataupun perkebunan besar ditentukan oleh beberapa faktor antara lain hama,
penyakit dan gulma. Kerugian akibat gulma terhadap tanaman budidaya bervariasi,
tergantung dari jenis tanamannya, iklim, jenis gulmanya, dan tentu saja praktek
pertanian di samping faktor lain. Di Amerika Serikat besarnya kerugian tanaman
budidaya yang disebabkan oleh penyakit 35 %, hama 33 %, gulma 28 % dan
nematoda 4 % dari kerugian total. Sedangkan di negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia, kerugian karena gulma tidak saja tinggi, tetapi juga mempengaruhi
persediaan pangan dunia (Pemi, 2006). Tanaman perkebunan juga mudah
terpengaruh oleh gulma, terutama sewaktu masih muda. Apabila pengendalian gulma
diabaikan sama sekali, maka kemungkinan besar usaha tanaman perkebunan itu akan
rugi total.
Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan
pertanian karena menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi.
Pengendalian gulma yang tidak cukup pada awal pertumbuhan tanaman perkebunan
akan memperlambat pertumbuhan dan masa sebelum panen (Anonymous, 2007).
Beberapa gulma lebih mampu berkompetisi daripada yang lain (misalnya Imperata
cylindrica), yang dengan demikian menyebabkan kerugian yang lebih besar.
Persaingan antara gulma dengan tanaman budidaya dapat dilihat dengan
terjadinya interaksi antara keduanya, yakni bisa berupa interaksi positif maupun
negative. Persaingan antara gulma dengan tanaman dapat dilihat dalam hal
mengambil unsur-unsur hara dan air dari dalam tanah dan penerimaan cahaya
matahari untuk proses fotosintesis, menimbulkan kerugian-kerugian dalam produksi
baik kualitas maupun kuantitas. Cramer (1975) dalam Pemi (2006) menyebutkan
kerugian berupa penurunan produksi dari beberapa tanaman adalah sebagai berikut:
padi 10,8%, sorgum 17,8%, jagung 13%, tebu 15,7%, coklat 11,9%, kedelai 13,5%
dan kacang tanah 11,8%. Menurut percobaan-percobaan pemberantasan gulma pada
padi terdapat penurunan oleh persaingan gulma tersebut antara 25-50 %. Terjadinya
interaksi antara gulma dengan tanaman budidaya memiliki pengaruh yang cukup
signifikan. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk menyusun makalah yang
berjudul “Interaksi Gulma Dengan Tanaman Budidaya”.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah interaksi yang terjadi antara gulma dengan tanaman budidaya?
2. Apa sajakah keuntungan dan kerugian yang dapat disebabkan akibat adanya
interaksi antara gulma dengan tanaman budidaya?
3. Bagaimanakah cara untuk mengendalikan gulma?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui interaksi yang terjadi antara gulma dengan tanaman budidaya.
2. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian yang dapat disebabkan akibat adanya
interaksi antara gulma dengan tanaman budidaya.
3. Untuk mengetahui cara untuk mengendalikan gulma.
BAB II
PEMBAHASAN

A. GULMA
Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan
pertanian karena menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi. Batasan
gulma bersifat teknis dan plastis (Pemi, 2006). Teknis, karena berkait dengan proses
produksi suatu tanaman pertanian. Keberadaan gulma menurunkan hasil karena
mengganggu pertumbuhan tanaman produksi melalui kompetisi. Plastis, karena
batasan ini tidak mengikat suatu spesies tumbuhan. Pada tingkat tertentu, tanaman
berguna dapat menjadi gulma. Sebaliknya, tumbuhan yang biasanya dianggap gulma
dapat pula dianggap tidak mengganggu. Contoh, kedelai yang tumbuh di sela-sela
pertanaman monokultur jagung dapat dianggap sebagai gulma, namun pada sistem
tumpang sari keduanya merupakan tanaman utama. Meskipun demikian, beberapa
jenis tumbuhan dikenal sebagai gulma utama, seperti teki dan alang-alang. Ilmu yang
mempelajari gulma, perilakunya, dan pengendaliannya dikenal sebagai ilmu gulma.
Dalam pengertian ekologis gulma adalah tumbuhan yang mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang berubah. Salah satu faktor penyebab
terjadinya evolusi gulma adalah faktor manusia. Manusia merupakan penyebab utama
dari perubahan lingkungan dan gulma mempunyai sifat mudah mempertahankan diri
terhadap perubahan tersebut dan segera beradaptasi dengan lingkungan tempat
tumbuhnya (Arenloveu, 2007).
Dengan kata lain gulma memiliki genetic plasticity yang besar. Sifat ini
diperoleh dari seleksi alam yang terus menerus, beberapa sifat umum gulma untuk
mempertahankan eksistensinya antara lain mempunyai adaptasi yang kuat,
mempunyai daya saing yang tinggi, dapat membentuk spora/biji banyak, cepat
berkembangbiak, mampu berkecambah dan tumbuh pada kondisi zat hara dan air
yang sangat minim, mempunyai sifat dorman yang luas (biji tidak mati dan
mengalami dorman bila lingkungan kurang baik untuk pertumbuhan).
Gulma dijumpai pada setiap peristiwa pemanfaatan penggunaan tanah dan
air. Permasalahan yang timbul berbeda intensitasnya, tergantung pada tempat dan
tingkat pemanfaatan tempat tersebut. Pada pertanaman yang berbeda akan
mempunyai permasalahan dan komposisi spesies gulma yang berbeda pula. Sebagai
contoh permasalahan dan komposisi spesies gulma pada pertanaman padi sawah, padi
gogo/ladang, padi gogo rancah dan padi pasang surut akan berbeda walaupun jenis
pertanaman yang dibudidayakan sama yaitu padi. Pada pertanaman perkebunan,
masalah yang timbul tentu akan berbeda dengan masalah pada pola pertanaman
tanaman pangan (Sastroutomo, 1990).

B. KAITAN SUKSESI DENGAN PERTANIAN


Komposisi jenis yang ada dalam suatu komunitas tumbuhan sering kali
mengalami perubahan sejalan dengan waktu. Proses ini dikenal dengan nama suksesi.
Jika keadaan lingkungan mikro dari suatu habitat relatif tidak berubah, maka
perubahan komposisi jenis akan berjalan sangat lambat atau tidak mengalami
perubahan sama sekali (Pemi, 2006). Fase akhir dari suatu suksesi dikenal sebagai
klimaks dan biasanya ditandai dengan komunitas yang dapat dilihat sejalan dengan
waktu dikenal dengan nama fase pionir atau awal dan seral atau pertengahan suksesi.
Suksesi Primer yaitu muncul dan tumbuhnya berbagai jenis tumbuhan di suatu
daerah yang sebelumnya tidak pernah dijumpai adanya vegetasi misalnya pada proses
pendangkalan danau menjadi daratan atau perubahan batu-batuan menjadi tanah
akibat proses pelapukan. Suksesi Sekunder merupakan pola perubahan suatu tipe
vegetasi akibat adanya gangguan lingkungan misalnya api, banjir, angin ribut yang
menyebabkan daerah ini menjadi tidak bervegetasi untuk kemudian ditumbuhi
kembali secara perlahan-lahan. Suksesi sekunder lebih mendapat perhatian bagi para
ahli pengelola lingkungan termasuk ahli-ahli pertanian.
Penebangan hutan secara liar misalnya akan menimbulkan proses suksesi
sekunder yang sebagian besar akan didominasi oleh jenis-jenis tumbuhan yang
berbeda dengan sewaktu belum ditebang. Sejalan dengan waktu, maka pergantian
dari jenis yang satu ke jenis lainnya akan terjadi secara berulang-ulang melalui proses
suksesi.
Suksesi sekunder sering terjadi akibat adanya persaingan antarjenis di mana
jenis-jenis pionir akan masuk, tumbuhan dan menetap di suatu habitat yang terbuka
dan saling berkompetisi. Tanah-tanah pertanian yang selalu mengalami gangguan
lingkungan yang berupa pengolahan oleh manusia merupakan contoh yang paling
ideal dari suksesi sekunder. Segera setelah aktivitas pertanian dihentikan pada suatu
daerah akan muncul, tumbuh, bersaing, dan berkembang biak pelbagai jenis
tumbuhan pada fase awal dan pertengahan suksesi. Jenis-jenis ini akan muncul dan
hilang silih berganti sepanjang masa sehingga mencapai klimaksnya di mana jenis-
jenis yang membentuk komunitas ini akan seragam meskipun tidak 100% sama
dengan jenis-jenis gulma cenderung untuk menjadi tumbuhan yang menempati fase
awal dari suksesi sekunder.
Pada lingkungan alami gulma dapat dikelompokkan sebagai tumbuhann
pemula atau pionir. Pada daerah dengan keadaan lingkungan yang senantiasa
mengalami gangguan seperti daerah pertanian, mempunyai daur hidup yang berbeda
antara jenis yang satu dengan jenis lainnya merupakan faktor yang sangat penting
untuk dapat tumbuh dan menggantikan jenis-jenis yang tumbuh sebelumnya.
Pergantian jenis- jenis gulma sejalan dengan waktu dapat terjadi secara acak
atau sebagai akibat adanya perubahan lingkungan dari musim ke musim atau adanya
perubahan praktek-praktek agronomi yang dilakukan. Pengendalian gulma secara
langsung mutlak harus dilaksanakan pada setiap sistem pertanian. Tetapi
pengendalian ini akan menimbulkan dampak yakni terjadinya perubahan komunitas
gulma dan tanaman budidaya yang biasanya hanya bersifat sementara. Pada beberapa
keadaan misalnya dengan penggunaan herbisida yang secara sama terus menerus
perubahannya bersifat tetap. Kedua perubahan ini jika terjadi, tidak mudah untuk
dikembalikan ke keadaan semula sebelum pengendalian dan ini akan memberikan
pengaruh yang nyata terhadap pengelolaan gulma jangka panjangnya.
C. GULMA, TANAMAN BUDIDAYA, DAN TUMBUHAN LIAR
Setiap jenis tumbuhan memperlihatkan reaksi yang berbeda-beda jika
lingkungan yang di tumbuhinya mengalami gangguan oleh manusia. Beberapa jenis
di antaranya dapat bertambah banyak dengan adanya gangguan, beberapa jenis
lainnya akan berpindah atau mati untuk kemudian digantikan oleh jenis-jenis lainnya.
Ada tiga kelompok vegetasi berdasarkan derajat asosiasinya dengan tingkat
gangguan atau kerusakan yang ditimbulkan oleh manusia. Tumbuhan liar biasanya
tumbuh secara alami di tempat- tempat yang tidak mengalami gangguan. Jenis-jenis
ini merupakan penguasa segala tempat dengan cepat, dan jika tidak mengalami
gangguan jenis-jenis ini akan bermunculan silih berganti sehingga tercapainya
populasi yang stabil dan dalam keadaan seimbang. Jika habitat terus- menerus
mengalami gangguan, maka jenis- jenis yang berbeda dengan jenis- jenis di atas akan
bermunculan dan menetap. Jenis- jenis ini dapat dikelompokkan menjadi gulma dan
tanaman budidaya (Arenloveu, 2007). Dari semua jenis kelompok tumbuhan ini tidak
satupun yang dapat mengalahkan tumbuhan liar dalam penguasaan habitat.
Gulma dapat masuk dan tumbuh di daerah yang baru mengalami gangguan,
tetapi pada umumnya akan digantikan oleh tumbuhan liar jika daerah ini tidak
mengalami gangguan lebih lanjut. Tanaman budidaya dapat bersifat gulma dan
sebaliknya gulma sering juga ditanam sebagai tanaman pokoknya seperti menjadi
tanaman hias, tanaman obat, dan lain-lain (Pemi, 2006). Perbedaannya ialah gulma
tidak memerlukan perbanyakan secara buatan seperti yang dilakukan pada tanaman
budidaya. Oleh karena itu, gulma dapat tumbuh dan menguasai habitat yang telah
mengalami gangguan tanpa bantuan manusia sedangkan pada tanaman budidaya
dibutuhkan bantuan yang terus-menerus untuk perbanyakan dan penyediaan
habitatnya yakni dengan pengolahan tanah.
Gulma dapat muncul, tumbuh dan memberikan respons terhadap gangguan
yang ditimbulkan manusia dengan 3 cara:
1. Dari tumbuhan liar yang telah beradaptasi dan mengalami seleksi pada habitat
yang mengalami gangguan terus-menerus,
2. Merupakan turunan dari hasil hibridisasi tumbuhan yang liar dengan jenisjenis
yang telah dibudidayakan, dan
3. Dari jenis-jenis yang semula dibudidayakan kemudian lama tidak digunakan atau
berpindah dari habitatnya yang semula.
Hampir semua jenis gulma berasal dari jenis-jenis yang liar kemudian masuk
habitat yang telah mengalami gangguan manusia. Sebagai buktinya, banyak sekali
jenis gulma yang penyebarannya di luar batas-batas penyebaran alaminya seperti
Imperata cylindrica, Digitaria sanguinalis, Taraxacum officinale, dan Panicum
repens.

D. JENIS- JENIS RUDERAL YANG KOMPETITIF


Jenis-jenis tumbuhan dengan adaptasi yang ruderal kompetitif biasanya
dijumpai pada habitat-habitat yang produktif di mana dominasi jenis-jenis kompetitor
telah dirusak oleh adanya gangguan. Gangguan yang sering kali terjadi dan sangat
berat dapat menyebabkan vegetasi yang ada hanya ditumbuhi oleh jenis-jenis
ruderal. Lingkungan yang dapat menguntungkan jenis-jenis ruderal kompetitif
hanyalah yang mengalami gangguan sekali atau dua kali dalam setahunnya atau
selama siklus hidupnya dan tidak mempengaruhi sebagian dari individu yang ada
dalam komunitas (Siregar, 2008). Contoh dari habitat jenis ini adalah padang rumput
yang mengalami kerusakan musiman (misalnya rerumputan), daerah banjir, daerah
yang sering mengalami erosi, dan tepian sungai atau danau. Daerah pertanian
semusim juga termasuk ke dalam habitat seperti ini.
Tumbuhan yang mempunyai strategi ruderal kompetitif pada umumnya akan
mempunyai kecepatan pertumbuhan awal yang cepat, dan mempunyai masa
kompetisi yang terjadi sebelum waktu pembungaannya. Herba semusim seperti
Ambrosia artemisiifolia, Polygonum pensylvanicum merupakan beberapa contoh
yang mempunyai fase vegetatif yang relatif lama. Rumput-rumputan juga mampu
menghasilkan berat kering yang cepat dan tinggi. Pendayagunaan secara optimal dari
sumberdaya yang diserap dan produksi biji yang tinggi merupakan kriteria utama
bagi jenis-jenis ruderal yang kompetitif. Banyak jenis tanaman pangan seperti
gandum, jagung, dan bunga matahari yang merupakan tumbuhan semusim yang
mempunyai kecepatan pertumbuhan awal dan menghasilkan indeks luas daun yang
tinggi. Jenis-jenis ini juga dapat dikelompokkan ke dalam ruderal yang kompetitif
(Siregar, 2008).
Jenis-jenis gulma semusim mempunyai peranan penting di dalam
menurunkan hasil produksi tanaman pertanian. Jenis-jenis ini pada umumnya
dijumpai pada tanah-tanah pertanian yang produktif dan mempunyai karakteristik
yaitu pertumbuhan vegetatifnya dengan plastisitas tinggi, kecepatan pertumbuhan
awal yang tinggi dan mempunyai fase pertumbuhan vegetatif yang lama baik sebelum
maupun sesudah masa pembungaan. Hampir semua jenis gulma ini mengalokasikan
sebagian besar sumberdayanya untuk menghasilkan biji. Ciri-ciri ini sesuai dengan
karakteristik yang dimiliki oleh jenis-jenis ruderal kompetitif.
Meskipun banyak dari gulma yang dikelompokkan ke dalam jenis ruderal
kompetitif adalah gulma semusim, tetapi ada beberapa jenis lainnya yang merupakan
gulma menahun seperti Agropyron repens dan Sorghum halepense. Jenis-jenis ini
cenderung merupakan jenis tumbuhan yang mempunyai stolon dan rizoma yang luas
dan berkemampuan untuk pertumbuhan secara vegetatif yang tinggi. Jenis-jenis ini
mempunyai daya kompetisi yang tinggi tetapi pada saat fase kecambahnya dapat
dengan mudah digantikan oleh jenis-jenis semusim yang lebih kompetitif terutama
pada habitat yang sering mendapat gangguan (Arenloveu, 2007). Meskipun demikian,
pengolahan tanah dapat mempercepat pertumbuhan dari bagian-bagian vegetatifnya
jika jenis-jenis ini sudah berada di daerah itu. Oleh karena itu, adanya gangguan
dapat mempercepat pertumbuhan dan penyebaran jenis-jenis ini.
Hampir semua jenis gulma yang sering ditemukan di lahan-lahan pertanian
telah beradaptasi guna memiliki ciri-ciri jenis ruderal kompetitif. Sebagai ruderal
jenis-jenis ini membutuhkan adanya gangguan yang berupa pengolahan tanah untuk
pertumbuhannya. Karena untuk memperoleh habitat yang selalu dalam keadaan
terganggu adalah tidak mungkin di samping adanya tanaman pangan yang tumbuh,
maka jenis-jenis gulma ini perlu juga untuk mengembangkan sifatsifat kompetitifnya.
Pada mulanya gulma pertanian adalah ruderal di habitat alaminya dan dengan
adanya pertanian yang dari skala evolusi manusia baru saja terjadi jenis- jenis ini
kemudian mengembangkan sifat-sifat yang memungkinkan keberhasilanya pada
daerah-daerah yang mempunyai tingkat persaingan yang kuat dan sering kali
mendapat gangguan.

E. KOMPETISI
1. Kompetisi Gulma terhadap Tanaman
Adanya persaingan gulma dapat mengurangi kemampuan tanaman untuk
berproduksi. Persaingan atau kompetisi antara gulma dan tanaman yang dapat kita
amati adalah di dalam menyerap unsur-unsur hara dan air dari dalam tanah, dan
penerimaan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, menimbulkan kerugian-
kerugian dalam produksi baik kualitas dan kuantitas (Sastroutomo, 1990).
a. Persaingan memperebutkan hara
Setiap lahan berkapasitas tertentu didalam mendukung pertumbuhan berbagai
pertanaman atau tumbuhan yang tumbuh di permukaannya. Jumlah bahan organik
yang dapat dihasilkan oleh lahan itu tetap walaupun kompetisi tumbuhannya berbeda,
oleh karena itu jika gulma tidak diberantas, maka sebagian hasil bahan organik dari
lahan itu berupa gulma. Hal ini berarti walaupun pemupukan dapat menaikkan daya
dukung lahan, tetapi tidak dapat mengurangi komposisi hasil tumbuhan atau dengan
kata lain gangguan gulma tetap ada dan merugikan walaupun tanah dipupuk.
Hara merupakan faktor yang paling penting dalam persaingan antara gulma
dan tanaman budidaya. Sejauh mana persaingan atau kompetisi berlaku adalah sangat
bergantung pada banyaknya unsur hara yang tersedia di dalam tanah dan jumlah
tumbuhan yang terlibat. Unsur-unsur hara yang diperlukan dalam jumlah yang
banyak ialah karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, sulfur, kalsium, dan
magnesium.
Beberapa sifat tumbuhan yang dapat mempengaruhi derajat kompetisi
terhadap faktor-faktor pertumbuhan yang ada di dalam tanah telah dapat diidentifikasi
yaitu :
1) Kemampuan penetrasi akar ke dalam tanah yang awal dan cepat
2) Tingkat kepadatan akar yang tinggi
3) Perbandingan akar dan batang/rumpun yang tinggi
4) Panjang dan berat akar yang besar
5) Mempunyai proporsi akar yang masih hidup dan aktif yang tinggi
6) Mempunyai bulu-bulu akar yang panjang
7) Mempunyai potensi penyerapan hara yang tinggi

Tumbuh-tumbuhan yang mempunyai kemampuan penyerapan hara yang


melebihi efisiensi pemanfaatannya akan mempunyai kemampuan berkompetisi yang
lebih tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis gulma yang
mempunyai daya kompetisi yang tinggi menyimpan hara yang melebihi tingkat
kebutuhannya.
Sistem perakaran tanaman mendapat perhatian yang lebih sedikit
dibandingkan dengan bagian lain dari tanaman. Hal ini karena sistem perakaran
dianggap tidak ekonomis dan sulit untuk dipelajari. Sistem perakaran memiliki dua
fungsi utama bagi tanaman, yaitu fungsi secara mekanik yang menyediakan tempat
dan sebagai pendukung tanaman dan media pertumbuhan serta fungsi secara
fisiologis yaitu sebagai lintasan atau jalur tempat mineral dan air yang diserap oleh
tanaman dari larutan tanah. Akar dapat pula berfungsi sebagai organ penyimpan
makanan pada beberapa spesies tanaman.
Pavlychenko (1940) dalam Siregar (2008) menyatakan bahwa kompetisi
mulai terjadi ketika sistem perakaran tanaman saling menginvasi pada area tempat
hidup tanaman lain, dan umumnya terjadi dalam waktu lama sebelum terbentuk tajuk
yang berkembang cukup untuk berkompetisi pada kebutuhan akan cahaya. Pada iklim
kering, akar umumnya terbagi menjadi dua, yaitu sukses atau berhasil dalam
berkompetisi antara spesies yang satu dengan spesies lain, kecuali ada adaptasi yang
cukup dalam area tersebut. Selanjutnya tajuk yang terbentuk akan berkembang sesuai
dengan perkembangan akar tanaman.
Hal yang paling diperebutkan antara pertanaman dan gulma adalah unsur
nitrogen, dan karena nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang banyak, maka ini lebih
cepat habis terpakai. Gulma menyerap lebih banyak unsur hara daripada pertanaman.
Pada bobot kering yang sama, gulma mengandung kadar nitrogen dua kali lebih
banyak daripada jagung, fosfat 1,5 kali lebih banyak, kalium 3,5 kali lebih banyak,
kalsium 7,5 kali lebih banyak, dan magnesium lebih dari 3 kali. Dapat dikatakan
bahwa gulma lebih banyak membutuhkan unsur hara daripada tanaman yang dikelola
manusia.
b. Persaingan memperebutkan air
Kompetisi terhadap air menjadi sangat penting dalam kondisi kering, luas, dan
banyak terdapat tanaman. Faktor yang mempengaruhi ketersediaan air bagi
pertumbuhan tanaman yaitu jumlah air yang tersedia secara musiman, morfologi
tanaman, perkembang akar, dan fisiologi tanaman. Kompetisi air terjadi antara
spesies dalam kondisi lingkungan pertanian apabila air dalam kondisi sangat terbatas.
Derajat kompetisi antara gulma dan tanaman budidaya terhadap air sangat bergantung
pada volume relatif perakaran dari masing-masing jenis yang berkompetisi.
Sebagaimana dengan tumbuhan lainnya, gulma juga membutuhkan banyak air
untuk hidupnya. Jika ketersediaan air dalam suatu lahan menjadi terbatas, maka
persaingan air menjadi parah. Air diserap dari dalam tanah kemudiaan sebagian besar
diuapkan (transpirasi) dan hanya sekitar satu persen saja yang dipakai untuk proses
fotosintesis. Untuk tiap kilogram bahan organik, gulma membutuhkan 330 – 1900
liter air. Kebutuhan yang besar tersebut hampir dua kali lipat kebutuhan pertanaman.
Contoh gulma Helianthus annus membutuhkan air sebesar 2,5 kali tanaman jagung.
Persaingan memperebutkan air terjadi serius pada pertanian lahan kering atau tegalan.
Air adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Kebutuhan air tumbuhan atau jumlah air yang hilang per berat kering tumbuhan yang
dihasilkan berbeda-beda antara jenis tanaman.
c. Persaingan memperebutkan cahaya
Apabila ketersediaan air dan hara telah cukup dan pertumbuhan berbagai
tumbuhan subur, maka faktor pembatas berikutnya adalah cahaya matahari yang
redup (di musim penghujan) berbagai pertanaman berebut untuk memperoleh cahaya
matahari. Tumbuhan yang berhasil bersaing mendapatkan cahaya adalah yang
tumbuh lebih dahulu, oleh karena itu tumbuhan itu lebih tua, lebih tinggi dan lebih
rimbun tajuknya. Tumbuhan lain yang lebih pendek, muda dan kurang tajuknya,
dinaungi oleh tumbuhannya yang terdahulu serta pertumbuhannya akan terhambat.
Cahaya matahari adalah sumber energi yang utama bagi semua kehidupan
yang ada di bumi. Cahaya tidak hanya mengatur fotosintesis tanaman, namun juga
mempengaruhi sebagian besar aspek pertumbuhan tanaman seperti dormansi biji,
perkecambahan biji, fototropisme, fotomorfogenesis, dan pembungaan. Seperti
halnya pada ekosistem pertanian, cahaya mengatur pertumbuhan, perkembangan, dan
kompetisi antara tanaman dan gulma. Tanaman mempunyai respon pada kualitas
spektrum cahaya dan untuk mengubah cahaya lingkungan. Keseimbangan energi dari
tanaman ditentukan oleh radiasi, karena fotosintesis adalah faktor penentu utama dari
produksi biomassa. Hal ini juga karena fotosintesis memiliki peranan yang besar
dalam interaksi antara tanaman dengan gulma. Pada bagian ini, fokus utama adalah
fotosintesis dan mekanisme fisiologis dari kompetisi tanaman terhadap cahaya.
Fotosintesis adalah proses pengubahan energi cahaya ke dalam bentuk energi
yang lebih bermanfaat. Dalam hal ini tanaman mengubah energi cahaya ke dalam
bentuk energi kimia untuk penggunaan oleh tanaman itu sendiri atau disimpan.
Tumbuhan yang berjalur fotosintesis C4 lebih efisien menggunakan air, suhu
dan sinar sehingga lebih kuat bersaing berebut cahaya pada keadaan cuaca mendung.
Oleh karena itu penting untuk memberantas gulma dari familia Cyperaceae dan
Gramineae (Poaceae) di sekitar rumpun-rumpun padi yang berjalur C3.
Dari peristiwa persaingan antara gulma dan tanaman pokok didalam
memperebutkan unsur hara, air dan cahaya matahari, Eussen (1972) dalam Pemi
(2006) mengeluarkan rumus:

TCV = CVN + CVW + CVL


Keterangan:
 TCV = Total Competition Value
 CVN = Competition Value for Nutrient
 CVW = Competition Value for Water
 CVL = competition value for light.
 Nilai persaingan total yang disebabkan oleh gulma terhadap tanaman pokok
merupakan penggabungan dari nilai persaingan untuk hara + nilai persaingan
untuk air + nilai persaingan untuk cahaya.

Besar kecilnya (derajad) persaingan gulma terhadap tanaman pokok akan


berpengaruh terhadap baik buruknya pertumbuhan tanaman pokok dan pada
gilirannya akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya hasil tanaman pokok. Besar
kecilnya persaingan antara gulma dan tanaman pokok di dalam memperebutkan air,
hara dan cahaya atau tinggi rendahnya hambatan terhadap pertumbuhan atau hasil
tanaman pokok jika dilihat dari segi gulmanya, dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti berikut ini.
a) Kerapatan gulma
Semakin rapat gulmanya, persaingan yang terjadi antara gulma dan tanaman
pokok semakin hebat, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan
hasilnya semakin menurun. Hubungan antara kerapatan gulma dan pertumbuhan
atau hasil tanaman pokok merupakan suatu korelasi negatif. Suroto dkk. (1996)
memperlihatkan bahwa perlakuan kerapatan awal teki 25, 50 dan 100 per m2
menurunkan bobot biji kacang tanah per tanaman masing-masing sebesar 14,69
%; 14,88 % dan 17,57 %.
b) Macam gulma
Masing-masing gulma mempunyai kemampuan bersaing yang berbeda, hambatan
terhadap pertumbuhan tanaman pokok berbeda, penurunan hasil tanaman pokok
juga berbeda. Sebagai contoh kemampuan bersaing jawan (Echinochloa
crusgalli) dan tuton (Echinochloa colonum) terhadap tanaman padi tidak sama
atau berbeda.
c) Saat kemunculan gulma
Semakin awal saat kemunculan gulma, persaingan yang terjadi semakin hebat,
pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya semakin menurun.
Hubungan antara saat kemunculan gulma dan pertumbuhan atau hasil tanaman
pokok merupakan suatu korelasi positif. Hasil penelitian Erida dan Hasanuddin
(1996) memperlihatkan bahwa saat kemunculan gulma bersamaan tanam, 15, 30,
45, 60 dan 75 hari setelah tanam masing-masing memberikan bobot biji kedelai
sebesar 166,22; 195,82; 196,11; 262,28; 284,77 dan 284,82 g/petak (2m x 3m).
d) Lama keberadaan gulma
Semakin lama gulma tumbuh bersama dengan tanaman pokok, semakin hebat
persaingannya, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya
semakin menurun. Hubungan antara lama keberadaan gulma dan pertumbuhan
atau hasil tanaman pokok merupakan suatu korelasi negatif. Perlakuan lama
keberadaan gulma 0, 15, 30, 45, 60, 75, dan 90 hari setelah tanam masing-masing
memberikan bobot biji kedelai sebesar 353,37; 314,34; 271,45; 257,34; 256,64;
250,56 dan 166,22 g/petak (Erida dan Hasanuddin, 1996).
e) Kecepatan tumbuh gulma
Semakin cepat gulma tumbuh, semakin hebat persaingannya, pertumbuhan
tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya semakin menurun.
f) Habitus gulma
Gulma yang lebih tinggi dan lebih lebat daunnya, serta lebih luas dan dalam
sistem perakarannya memiliki kemampuan bersaing yang lebih, sehingga akan
lebih menghambat pertumbuhan dan menurunkan hasil tanaman pokok
g) Jalur fotosintesis gulma (C3 atau C4)
Gulma yang memiliki jalur fotosintesis C4 lebih efisien, sehingga persaingannya
lebih hebat, pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin
menurun.
h) Allelopati
Beberapa species gulma menyaingi tanaman dengan mengeluarkan senyawa dan
zat-zat beracun dari akarnya (root exudates atau lechates) atau dari pembusukan
bagian vegetatifnya. Bagi gulma yang mengeluarkan allelopat mempunyai
kemampuan bersaing yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokok
lebih terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Di samping itu kemiripan gulma
dengan tanaman juga mempunyai arti penting. Masing-masing pertanaman
memiliki asosiasi gulma tertentu dan gulma yang lebih berbahaya adalah yang
mirip dengan pertanamannnya. Sebagai contoh Echinochloa crusgalli lebih
mampu bersaing terhadap padi jika dibandingkan dengan gulma lainnya.

2. Kompetisi Intraspesifik dan Interspesifik


Gulma dan pertanaman yang dibudidayakan manusia adalah sama-sama
tumbuhan yang mempunyai kebutuhan yang serupa untuk pertumbuhan normalnya.
Kedua tumbuhan ini sama-sama membutuhkan cahaya, air, hara gas CO2 dan gas
lainnya, ruang, dan lain sebagainya. Apabila dua tumbuhan tumbuh berdekatan, maka
akan perakaran kedua tumbuhan itu akan terjalin rapat satu sama lain dan tajuk kedua
tumbuhan akan saling menaungi, dengan akibat tumbuhan yang memiliki sistem
perakaran yang lebih luas, lebih dalam dan lebih besar volumenya serta lebih tinggi
dan rimbun tajuknya akan lebih menguasai (mendominasi) tumbuhan lainnya.
Dengan demikian perbedaan sifat dan habitus tumbuhanlah yang merupakan
penyebab terjadinya persaingan antara individu-individu dalam spesies tumbuhan
yang sama (intra spesific competition atau kompetisi intra spesifik) dan persaingan
antara individu-individu dalam spesies tumbuhan yang berbeda (inter spesific
competition atau kompetisi inter spesifik). Persaingan gulma terhadap pertanaman
disebabkan antara lain oleh karena gulma lebih tinggi dan lebih rimbun tajuknya,
serta lebih luas dan dalam sistem perakarannya, sehingga pertanaman kalah bersaing
dengan gulma tersebut.

3. Periode Kritis
Dalam pertumbuhan tanaman terdapat selang waktu tertentu dimana tanaman
sangat peka terhadap persaingan gulma (Sastroutomo, 1990). Keberadaan atau
munculnya gulma pada periode waktu tersebut dengan kepadatan tertentu yaitu
tingkat ambang kritis akan menyebabkan penurunan hasil secara nyata. Periode
waktu dimana tanaman peka terhadap persaingan dengan gulma dikenal sebagai
periode kritis tanaman. Periode kritis adalah periode maksimum dimana setelah
periode tersebut dilalui maka keberadaan gulma selanjutnya tidak terpengaruh
terhadap hasil akhir. Dalam periode kritis, adanya gulma yang tumbuh di sekitar
tanaman harus dikendalikan agar tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap
pertumbuhan dan hasil akhir tanaman tersebut.
Periode kritis adalah periode dimana tanaman pokok sangat peka atau sensitif
terhadap persaingan gulma, sehingga pada periode tersebut perlu dilakukan
pengendalian, dan jika tidak dilakukan maka hasil tanaman pokok akan menurun.
Pada umumnya persaingan gulma terhadap pertanaman terjadi dan terparah pada saat
25 – 33 % pertama pada siklus hidupnya atau ¼ – 1/3 pertama dari umur pertanaman.
Persaingan gulma pada awal pertumbuhan tanaman akan mengurangi kuantitas hasil
panenan, sedangkan gangguan persaingan gulma menjelang panen berpengaruh lebih
besar terhadap kualitas hasil panenan. Waktu pemunculan (emergence) gulma
terhadap pertanaman merupakan faktor penting di dalam persaingan. Gulma yang
muncul atau berkecambah lebih dahulu atau bersamaan dengan tanaman yang
dikelola, berakibat besar terhadap pertumbuhan dan hasil panenan. Sedangkan gulma
yang berkecambah (2-4 minggu) setelah pemunculan pertanaman sedikit
pengaruhnya (Siregar, 2008).
Dengan diketahuinya periode kritis suatu tanaman, maka saat penyiangan
yang tepat menjadi tertentu. Penyiangan atau pengendalian yang dilakukan pada saat
periode kritis mempunyai beberapa keuntungan. Misalnya frekuensi pengendalian
menjadi berkurang karena terbatas di antara periode kritis tersebut dan tidak harus
dalam seluruh siklus hidupnya. Dengan demikian biaya, tenaga dan waktu dapat
ditekan sekecil mungkin dan efektifitas kerja menjadi meningkat.
F. INTERAKSI ANTARA GULMA DENGAN VEGETASI LAIN
1. Interaksi Positif
a. Komensalisme
Merupakan hubungan satu arah antara dua organisme hidup, terjadi bila salah
satu jenis tumbuhan mendapat keuntungan, sedangkan jenis yang lainnya tidak.
Komensalisme pada tumbuhan biasa dijumpai dalam bentuk epifit (tumbuhan yang
melekat pada tumbuhan lainnya), yang memanfaatkan inangnya untuk membantu
pertumbuhan secara fisik, bukan untuk memenuhi kebutuhannya akan unsur hara dan
air yang diperoleh dari air hujan atau kelembaban (Sastroutomo, 1990).
b. Protokoperasi
Dihasilkan jika kedua jenis individu mendapat keuntungan dari adanya
interaksi, tetapi tidak jika interaksinya ditiadakan. Biasanya peristiwa ini terjadi pada
tumbuhan tingkat tinggi yang perakarannya berada dalam lapisan tanah yang sama
kedalamannya. Adanya mikoriza semakin memperlancar protokoperasi. Tipe lain dari
interaksi tumbuhan yang sering menghasilkan pengaruh negatif adalah adanya
pengeluaran cairan kimiawi dari akar suatu jenis tumbuhan yang kemudian diserap
oleh perakaran tumbuhan jenis lainnya. Sangat sedikit yang telah diketahui mengenai
hal asosiasi yang menguntungkan pada interaksi gulma dengan tanaman atau antara
gulma dengan gulma. Yang paling banyak diketahui ialah yang terjadi pada
pertanaman campuran atau pertanaman yang digilir.
Dalam pertanaman campuran perlu diketahui beberapa hal yaitu padat
penebaran tumbuhan, jarak tanam, fase pertumbuhan, waktu tanam, kesuburan tanah
dalam merancang dan mengevaluasi hasilnya.
c. Mutualisme bersifat obligatif
Yaitu kedua jenis individu tumbuhan saling tergantung satu sama lainnya.
Keduanya mendapat keuntungan pada saat interaksi terjadi dan akan saling mendapat
kerugian jika interaksinya ditiadakan (Sastroutomo, 1990). Mutualisme harus
dibedakan dengan jelas dengan protokoperasi seperti misalnya pada pertanaman
campuran. Panenan yang dihasilkan pada pertanaman campuran biasanya diperoleh
sebagai akibat tidak adanya kerugian yang timbul dari adanya interaksi dan bukan
sebagai akibat adanya keuntungan yang diperoleh satu sama lain.
Simbiosis adalah istilah lain yang biasa digunakan untuk interaksi positif.
Dapat juga didefinisikan sebagai asosiasi yang saling menguntungkan dan permanen
dari dua jenis orgenisme yang berbeda. Melalui asosiasi semacam ini tumbuhan dapat
bertahan hidup meskipun dalam keadaan hara miskin yang tidak memungkinkan jenis
lainnya hidup secara normal. Jenis lain dari hubungan mutualisme yang menyangkut
tumbuhan tingkat tinggi adalah simbiosis pengikatan nitrogen. Kebanyakan simbion
ini secara morfologis berbeda dengan bentuk bebasnya meskipun dari genus yang
sama.
Asosiasi Azolla-Anabaena merupakan satu-satunya hubungan mutualistik
yang telah diungkapkan secara agronomi sangat penting artinya. Asosiasi kedua
organisme ini dimanfaatkan sebagai sumber pupuk bagi tanaman padi. Banyak segi
yang menguntungkan dari sistem tanam campuran seperti ini, terutama sekali adanya
asosiasi simbiose pengikat nitrogen dari kacang-kacangan dan bakteri (Sastroutomo,
1990). Pentingnya simbiose antara Rhyzobium dan kacang-kacangan adalah adanya
siklus hara terutama nitrogen yang terus-menerus dan tidak terputus serta adanya
kehidupan yang panjang dari organ-organ yang dapat melakukan penyerapan. Dalam
kaitannya dengan evolusi, interaksi yang positif menguntungkan dilihat dari segi
ketahanan hidup organisme yang berinteraksi dan ini lebih sering terjadi jika
dibandingkan dengan yang berinteraksi secara negatif.

2. Interaksi Negatif
a. Kompetisi dan Kepadatan
Pengaruh tingkat kepadatan terhadap pertumbuhan. Kepadatan didefinisikan
sebagai jumlah individu per satuan luas. Tumbuhan dengan tingkat kepadatan yang
tinggi akan cepat mengalami tekanan dari tumbuhan yang berada di sekelilingnya
karena jarak yang dekat. Pada fase awal pertumbuhan atau tingkat kepadatan yang
rendah, hasil panen sangat dipengaruhi oleh jumlah individu, tetapi setelah sumber
daya yang ada semakin berkurang hasil panen tidak dipengaruhi lagi oleh kepadatan
(Sastroutomo, 1990).
Dengan meningkatnya kepadatan, gangguan yang ditimbulkan oleh gulma
akan semakin meningkat. Respon tanaman terhadap tekanan kepadatan gulma terjadi
melalui dua cara yaitu respon plastisitas yaitu terjadinya perubahan morfologi
tumbuhan, misalnya daun menjadi sempit, tanaman kerdil dan yang kedua melalui
kematian tumbuhan itu sendiri.
Pemanfaatan ruang. Pada suatu tingkat kepadatan tertentu dari suatu jenis
populasi tumbuhan akan dijumpai distribusi ukuran yang merupakan karakteristik
dari individu-individunya. Lokasi tempat individu menempati ukuran kelasnya
ditentukan sejak awal masa pertumbuhan kecambahnya. Ruangan yang dikuasai oleh
masing-masing jenis sesuai dengan beratnya masing-masing. Setiap tumbuhan akan
berhenti tumbuh jika ruang yang ditempatinya dikuasai oleh tumbuhan jenis lain.
Pengendalian gulma ditujukan untuk mengurangi tingkat kepadatan yang ada, maka
harus dilakukan sewaktu ruang yang tersedia masih cukup luas sehingga tanaman
budidaya yang ditanam dapat tumbuh tidak terbatasi ruang.
Pengaruh kepadatan terhadap mortalitas. Tumbuhan mempunyai kemampuan
bawaan untuk mengendalikan populasi individu-individunya pada saat ruang yang
tersedia mulai menjadi semakin terbatas bagi pertumbuhannya (hukum 2/3 daya
dengan model matematisnya yang merupakan hubungan antara berat tumbuhan dan
kepadatan yang terjadi akibat penjarangan). Tingkat kematian pohon meningkat
secara nyata dengan semakin rapatnya jarak tanam. Semakin meningkatnya jumlah
faktor pembatas misalnya kesuburan, akan meningkatkan angka kematian sebagai
akibat meningkatnya kepadatan individu. Hal ini terjadi karena jenis-jenis yang
dominan pada keadaan seperti ini akan memanfaatkan sumber daya yang ada
semaksimal mungkin sehingga biasanya individu yang besar ukurannya akan semakin
membesar sedangkan yang ukurannya kecil akan semakin tertekan pertumbuhannya
atau menjadi mati (Sastroutomo, 1990).
Pengaruh kepadatan terhadap daya reproduksi. Keberhasilan suatu jenis
tumbuhan dalam menguasai suatu tempat diikuti dengan keberhasilannya dalam
memperbanyak keturunan. Pada jenis gulma setahun dapat memanfaatkan respon
kepadatan dan mortalitas untuk mengatur dan mempertahankan hasil reproduksi
secara tetap. Biasanya jenis gulma yang luput dari pengendalian akan tumbuh dan
berkembang menghasilkan biji yang kemudian akan menguasai daerah kosong itu.
Pengendalian yang efektif adalah pengendalian yang memperhatikan jumlah atau
tingkat kepadatan kritis gulma yang dapat mempengaruhi hasil panen daripada
jumlah biji yang ada di dalam tanah.
Gangguan dan campuran jenis. Dasar-dasar yang dibahas dalam populasi
sesama jenis dapat juga diterapkan untuk populasi jenis campuran karena pada
kenyataannya campuran beberapa jenis tumbuhan lebih banyak dijumpai di alam.
Jika dua jenis tumbuh-tumbuhan ditanam bersama-sama maka lambatnya waktu
perkecambahan dari jenis yang satu akan sangat mempengaruhi peranannya terhadap
dominansinya terhadap jenis yang lain. Umumnya keterlambatan masa tanam tidak
mempunyai pengaruh nyata terhadap hasil akhir total dari kedua jenis tumbuhan ini.
Adakalanya pengaruh depresif dari suatu jenis tumbuhan terhadap jenis lainnya
sangat kompleks sehingga kompetisi akan sumber daya yang sifatnya umum saja
tidak akan menjelaskan hasil pengamatan secara jelas dan lengkap. Tingkat kematian
yang mencolok atau penurunan biomassa tumbuhan dapat terjadi secara nyata pada
jenis yang satu tetapi tidak ada pengaruhnya pada jenis yang lain. Keadaan seperti ini
lebih dikenal sebagai komensalisme. Beberapa jenis tumbuhan dapat melepaskan
senyawa beracun ke dalam lingkungan tempat berbagai jenis tumbuhan lain hidup
yang dapat meracuni tumbuhan ini (alellopati: yang pengaruhnya berbeda dari jenis
interaksi negatif lainnya) (Sastroutomo, 1990).
b. Mekanisme Kompetisi
Sebagian besar studi mengenai kompetisi tanaman telah terpusat pada
fenomena dan pengaruh ukuran tanaman dan hasil panen tanpa memeriksa
mekanisme yang terjadi pada kompetisi. Shainsky dan Radosevich (1992) dalam
Siregar (2008) menyatakan bahwa mekanisme kompetisi untuk sumber daya harus
ditunjukkan oleh:
 Penipisan sumber daya yang dihubungkan dengan kehadiran dan banyaknya
tanaman tetangga.
 Perubahan dalam respon pertumbuhan secara morfologi dan fisiologi yang
dihubungkan dengan perubahan pada sumber daya.
 Hubungan atau korelasi antara kehadiran tanaman tetangga, penipisan sumber
daya, dan respon pertumbuhan.
Mekanisme kompetisi tanaman terdiri atas pengaruh yang tanaman miliki
pada sumber daya dan respon dari tanaman untuk merubah sumber daya tersebut
(Goldberg, 1990 dalam Siregar 2008). Dua teori yang berbeda yang telah diterima
secara luas adalah teori dari Grime (1979), Tilman 1988), dan Grace (1990, 1991).
c. Teori Grime dan Tilman
Grime menjelaskan tentang kehidupan tanaman dan pengaruh gangguan dan
stres, yang menjelaskan karakteristik tanaman. Menurut Grime, kompetisi adalah
kecenderungan tanaman tetangga untuk menggunakan sumber daya yang sama dan
sukses dalam kompetisi, yang berhubungan dengan kapasitas penggunaan sumber
daya (Grace (1990), Grime (1979) dalam Siregar (2008)). Kompetitor yang baik
memiliki Relative Growth Rate (RGR) yang tinggi dan dapat menggunakan sumber
daya secara cepat.
Tilman menjabarkan teori yang lebih mekanistik, dan berdasarkan sumber
daya dari kompetisi tanaman (Tilman, 1988 dalam Siregar, 2008) yang memprediksi
keberhasilan kompetisi sebagai fungsi pemusatan dari keterbatasan sumber daya
(Grace, 1991 dalam Siregar, 2008). Keberhasilan kompetisi dalam teori ini adalah
kemampuan untuk menggambarkan penurunan sumber daya pada tingkat yang lebih
rendah dan untuk menyesuaikan terhadap penurunan tersebut. Kompetitor yang baik
dalam kasus seperti ini adalah spesies yang memiliki kebutuhan penggunaan sumber
daya yang paling rendah.
Meski banyak perdebatan mengenai keabsahan dan relevansi kedua teori ini,
beberapa perbedaan dari keduanya dijelaskan oleh kerangka waktu dan diasosiasikan
dengan pengertian tentang kompetisi. Sebagai contoh, Teori “toleransi stress” yang
dikemukakan oleh Grime dapat dibandingkan dengan teori “kompetitor” yang
dikemukakan oleh Tilman (Grace, 1990 dalam Siregar, 2008). Selanjutnya, sementara
Grime memfokuskan pada peranan dari ciri tanaman dalam kompetisi, teori Tilman
berhubungan dengan pergerakan populasi dan tidak terpaku hanya pada individu
tanaman saja. Lebih lanjut lagi, kedua teori tersebut menjelaskan bagaimana spesies
tanaman saling berkompetisi pada kondisi sumber daya yang terbatas dan peranan
dari ciri tanaman dalam memberi kemampuan untuk berkompetisi dengan tanaman
lain.
d. Parasitisme
Adaptasi gulma parasit untuk pemencaran biji dan perkecambahan. Guna
mempertahankan diri dari kematian, kecambah dari gulma-gulma parasit harus
dengan cepat mendapatkan tumbuhan inangnya yang sesuai.
Ada 3 cara bagi gulma parasit ini untuk meningkatkan peluang guna
mendapatkan inangnya misalnya pada tali putri, bijinya mempunyai ukuran yang
relatif besar sehingga mempunyai cukup persediaan makanan yang memungkinkan
serabut akar dapat tumbuh dengan pesat sebelum memperoleh inangnya (apabila tali
putri tidak mendapat inang dalam waktu 4-9 hari maka tanaman ini akan mati).
Mekanisme lain adalah melalui perantaraan burung-burung. Adapun cara ketiga,
untuk menentukan lokasi inangnya adalah dengan identifikasi cairan kimiawi yang
dihasilkan oleh akar tumbuhan inangnya (tumbuhan parasit Orobanche dan Striga).
Meskipun perkecambahan semacam ini merupakan salah satu cara pertahanan diri
agar dapat hidup, keadaan seperti ini dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan gulma
jenis ini.
Banyak jenis gulma parasit yang mengandung klorofil, sebagian besar lagi
tidak mempunyai hijau daun ini. Beberapa jenis yang mempunyai hijau daun
memiliki aktifitas fotosintesis yang terbatas sedangkan jenis lainnya dapat mengikat
karbon secara normal seperti pada jenis-jenis tumbuhan yang bukan parasit.
Haustorium merupakan organ yang paling penting dari gulma parasit yang digunakan
untuk melekat dan menembus jaringan tubuh tanaman inang. Variasi dalam struktur
dan komposisi haustoria tergantung pada jenis gulma parasitnya. Meskipun demikian,
semuanya memiliki fungsi yang sama yaitu untuk melekatkan diri dan menyerap
makanan dari tanaman inangnya.
e. Amensalisme
Amensalisme adalah suatu bentuk interaksi antara dua individu atau lebih,
dimana salah satu pihak menderita kerugian sedangkan pihak lain tidak diuntungkan.
Hubungan yang bersifat amensalisme ini lebih dikenal dengan peristiwa allelopati.
Jenis-jenis gulma tertentu mampu mensekresikan senyawa metabolit sekunder
yang mampu meracuni vegetasi di sekitarnya. Contoh nyata fenomena ini adalah
kemampuan Imperata cylindrica melepaskan senyawa fenol ke lingkungan sehingga
menekan pertumbuhan vegetasi lain. Apabila suatu lahan diinvasi oleh gulma ini,
maka komunitas Imperata cylindrica tersebut akan mampu mendominasi areal dalam
jangka waktu yang cukup lama.
Penelitian di masa depan akan difokuskan pada pencakokan gen allelopati ini
terhadap tanaman budidaya. Bila transfer gen tersebut berhasil maka akan dihasilkan
suatu varietas tanaman yang secara alamiah mampu menekan pertumbuhan gulma.

G. KERUGIAN AKIBAT GULMA


Produksi tanaman pertanian, baik yang diusahakan dalam bentuk pertanian
rakyat ataupun perkebunan besar ditentukan oleh beberapa faktor antara lain hama,
penyakit dan gulma. Kerugian akibat gulma terhadap tanaman budidaya bervariasi,
tergantung dari jenis tanamannya, iklim, jenis gulmanya, dan tentu saja praktek
pertanian di samping faktor lain.
Persaingan antara gulma dengan tanaman yang kita usahakan dalam
mengambil unsur-unsur hara dan air dari dalam tanah dan penerimaan cahaya
matahari untuk proses fotosintesis, menimbulkan kerugian-kerugian dalam produksi
baik kualitas maupun kuantitas. Cramer (1975) dalam Pemi (2006) menyebutkan
kerugian berupa penurunan produksi dari beberapa tanaman dalah sebagai berikut :
padi 10,8 %; sorgum 17,8 %; jagung 13 %; tebu 15,7 %; coklat 11,9 %; kedelai 13,5
% dan kacang tanah 11,8 %. Menurut percobaan-percobaan pemberantasan gulma
pada padi terdapat penurunan oleh persaingan gulma tersebut antara 25-50 %. Gulma
mengkibatkan kerugian-kerugian yang antara lain disebabkan oleh :
1. Persaingan antara tanaman utama sehingga mengurangi kemampuan berproduksi,
terjadi persaingan dalam pengambilan air, unsur-unsur hara dari tanah, cahaya
dan ruang lingkup.
2. Pengotoran kualitas produksi pertanian, misalnya pengotoran benih oleh biji-biji
gulma.
3. Allelopathy yaitu pengeluaran senyawa kimiawi oleh gulma yang beracun bagi
tanaman yang lainnya, sehingga merusak pertumbuhannya.
4. Gangguan kelancaran pekerjaan para petani, misalnya adanya duri-duri
Amaranthus spinosus, Mimosa spinosa di antara tanaman yang diusahakan.
5. Perantara atau sumber penyakit atau hama pada tanaman, misalnya Lersia
hexandra dan Cynodon dactylon merupakan tumbuhan inang hama ganjur pada
padi.
6. Gangguan kesehatan manusia, misalnya ada suatu gulma yang tepung sarinya
menyebabkan alergi.
7. Kenaikkan ongkos-ongkos usaha pertanian, misalnya menambah tenaga dan
waktu dalam pengerjaan tanah, penyiangan, perbaikan selokan dari gulma yang
menyumbat air irigasi.
8. Gulma air mengurangi efisiensi sistem irigasi, yang paling mengganggu dan
tersebar luas ialah eceng gondok (Eichhornia crssipes). Terjadi pemborosan air
karena penguapan dan juga mengurangi aliran air. Kehilangan air oleh penguapan
itu 7,8 kali lebih banyak dibandingkan dengan air terbuka. Di Rawa Pening gulma
air dapat menimbulkan pulau terapung yang mengganggu penetrasi sinar matahari
ke permukaan air, mengurangi zat oksigen dalam air dan menurunkan
produktivitas air.
Dalam kurun waktu yang panjang kerugian akibat gulma dapat lebih besar
daripada kerugian akibat hama atau penyakit. Di negara-negara sedang berkembang
(Indonesia, India, Filipina, Thailand) kerugian akibat gulma sama besarnya dengan
kerugian akibat hama.
H. CARA-CARA PENGENDALIAN GULMA

Pengendalian dapat berbentuk pencegahan dan pemberantasan. Mencegah


biasanya lebih murah tetapi tidak selalu lebih mudah. Di negara-negara yang sedang
membangun kegiatan pengendalian yang banyak dilakukan orang adalah
pemberantasan. Menurut Kapugu (2006) pengendalian gulma dapat dilakukan dengan
cara-cara:
1. Preventif (pencegahan)
Cara ini teruatama ditujukan terhadap species-species gulma yang sangat
merugikan dan belum terdapat tumbuh di lingkungan kita. Species gulma asing yang
cocok tumbuh di tempat-tempat baru dapat menjadi pengganggu yang dahsyat
(eksplosif). Misalnya kaktus di Australia, eceng gondok di Asia-Afrika. Cara-cara
pencegahan masuk dan menyebarkan gulma baru antara lain adalah :
a) Dengan pembersihan bibit-bibit pertanaman dari kontaminasi biji-biji gulma
b) Pencegahan pemakaian pupuk kandang yang belum matang
c) Pencegahan pengangkutan jarak jauh jerami dan rumput-rumput makanan
ternak.
d) Pemberantasan gulma di sisi-sisi sungai dan saluran-saluran pengairan
e) Pembersihan ternak yang akan diangkut
f) Pencegahan pengangkutan tanaman berikut tanahnya dan lain sebagainya.
Apabila hal-hal tersebut di atas tidak dapat dilaksanakan dengan baik, maka
harus dicegah pula agar jangan sampai gulma berbuah dan berbunga. Di samping itu
juga mencegah gulma tahunan (perennial weeds) jangan sampai berbiak terutama
dengan cara vegetatif.

2. Pengendalian gulma secara fisik


Pengendalian gulma secara fisik ini dapat dilakukan dengan jalan :
a. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah dengan menggunakan alat-alat seperti cangkul, garu, bajak,
traktor dan sebagainya pada umumnya juga berfungsi untuk memberantas gulma.
Efektifitas alat-alat pengolah tanah di dalam memberantas gulma tergantung beberapa
faktor seperti siklus hidup dari gulma atau kropnya, dalam dan penyebaran akar,
umur dan ukuran infestasi, macamnya krop yang ditanaman, jenis dan topografi tanah
dan iklim.
b. Pembabatan (pemangkasan, mowing)
Pembabatan umumnya hanya efektif untuk mematikan gulma setahun dan
relatif kurang efektif untuk gulma tahunan. Efektivitas cara ini tergantung pada waktu
pemangkasan, interval (ulangan) dan sebagainya. Pembabatan biasanya dilakukan di
perkebunan yang mempunyai krop berupa pohon, pada halaman-halaman, tepi jalan
umum, jalan kereeta pai, padang rumput dan sebagainya. Pembabatan sebaiknya
dilakukan pada waktu gulma menjelang berbunga atau pada waktu daunnya sedang
tumbuh dengan hebat.
c. Penggenangan
Penggenangan efektif untuk memberantas gulma tahunan. Caranya dengan
menggenangi sedalam 15 – 25 cm selama 3 – 8 minggu. Gulma yang digenangi harus
cukup terendam, karena bila sebagian daunnya muncul di atas air maka gulma
tersebut umumnya masih dapat hidup.
d. Pembakaran
Suhu kritis yang menyebabkan kematian pada kebanyakan sel adalah 45 –
550C, tetapi biji-biji yang kering lebih tahan daripada tumbuhannya yang hidup.
Kematian dari sel-sel yang hidup pada suhu di atas disebabkan oleh koagulasi pada
protoplasmanya.
Pembakaran secara terbatas masih sering dilakukan untuk membersihkan
tempat-tempat dari sisa-sisa tumbuhan setelah dipangkas. Pembakaran umumnya
banyak dilakukan pada tanah-tanah yang non pertanian, seperti di pinggir-pinggir
jalan, pinggir kali, hutan dan tanah-tanah industri.
Keuntungan pembakaran untuk pemberantasan gulma dibanding dengan
pemberantasan secara kimiawi adalah pada pembakaran tidak terdapat efek residu
pada tanah dan tanaman. Keuntungan lain dari pembakaran ialah insekta-insekta dan
hama-hama lain serta penyakit seperti cendawan-cendawan ikut dimatikan.
Kejelekannya ialah bahaya kebakaran bagi sekelilingnya, mengurangi kandungan
humus atau mikroorganisme tanah, dapat memperbesar erosi, biji-biji gulma tertentu
tidak mati, asapnya dapat menimbulkan alergi dan sebagainya.
e. Mulsa (mulching, penutup seresah)
Penggunaan mulsa dimaksudkan untuk mencegah agar cahaya matahari tidak
sampai ke gulma, sehingga gulma tidak dapat melakukan fotosintesis, akhirnya akan
mati dan pertumbuhan yang baru (perkecambahan) dapat dicegah. Bahan-bahan yang
dapat digunakan untuk mulsa antara lain jerami, pupuk hijau, sekam, serbuk gergaji,
kertas dan plastik.

3. Pengendalian gulma dengan sistem budidaya


Cara pengendalian ini jiga disebut pengendalian secara ekologis, oleh karena
menggunakan prinsip-prinsip ekologi yaitu mengelola lingkungan sedemikian rupa
sehingga mendukung dan menguntungkan pertanaman tetapi merugikan bagi
gulmanya. Menurut Kapugu (2006) di dalam pengendalian gulma dengan sistem
budidaya ini terdapat beberapa cara yaitu :
a. Pergiliran Tanaman
Pergiliran tanaman bertujuan untuk mengatur dan menekan populasi gulma
dalam ambang yang tidak membahayakan. Contoh : padi – tebu – kedelai, padi –
tembakau – padi. Tanaman tertentu biasanya mempunyai jenis gulma tertentu pula,
karena biasanya jenis gulma itu dapat hidup dengan leluasa pada kondisi yang cocok
untuk pertumbuhannya. Sebagai contoh gulma teki (Cyperus rotundus) sering berada
dengan baik dan mengganggu pertanaman tanah kering yang berumur setahun
(misalnya pada tanaman cabe, tomat, dan sebagainya). Demikian pula dengan
wewehan (Monochoria vaginalis) di sawah-sawah. Dengan pergiliran tanaman,
kondisi mikroklimat akan dapat berubah-ubah, sehingga gulma hidupnya tidak
senyaman sebelumnya.
b. Budidaya pertanaman
Penggunaan varietas tanaman yang cocok untuk suatu daerah merupakan
tindakan yang sangat membantu mengatasi masalah gulma. Penanaman rapat agar
tajuk tanaman segera menutupi ruang-ruang kosong merupakan cara yang efektif
untuk menekan gulma. Pemupukan yang tepat merupakan cara untuk mempercepat
pertumbuhan tanaman sehingga mempertinggi daya saing pertanaman terhadap
gulma. Waktu tanaman lambat, dengan membiarkan gulma tumbuh lebih dulu lalu
diberantas dengan pengolahan tanah atau herbisida. Baru kemudian tanaman ditanam
pada tanah yang sebagian besar gulmanya telah mati terberantas.
c. Penaungan dengan tumbuhan penutup (cover crops)
Mencegah perkecambahan dan pertumbuhan gulma, sambil membantu
pertanaman pokoknya dengan pupuk nitrogen yang kadang-kadang dapat dihasilkan
sendiri.

4. Pengendalian gulma secara biologis


Pengendalian gulma secara biologis (hayati) ialah pengendalian gulma dengan
menggunakan organisme lain, seperti insekta, fungi, ternak, ikan dan sebagainya.
Pengendalian biologis yang intensif dengan insekta atau fungi biasanya hanya
ditujukan terhadap suatu species gulma asing yang telah menyebar secara luas dan ini
harus melalui proses penelitian yang lama serta membutuhkan ketelitian. Juga harus
yakin apabila species gulma yang akan dikendalikan itu habis, insekta atau fungi
tersebut tidak menyerang tanaman atau tumbuhan lain yang mempunyai arti
ekonomis.
Sebagai contoh pengendalian biologis dengan insekta yang berhasil ialah
pengendalian kaktus Opuntia spp. Di Australia dengan menggunakan Cactoblastis
cactorum, dan pengendalian Salvinia sp. dengan menggunakan Cyrtobagous
singularis. Demikian juga eceng gondok (Eichhornia crassipes) dapat dikendalikan
secara biologis dengan kumbang penggerek Neochetina bruchi dan Neochetina
eichhorniae. Sedangkan jamur atau fungi yang berpotensi dapat mengendalikan
gulma secara biologis ialah Uredo eichhorniae untuk eceng gondok, Myrothesium
roridum untuk kiambang , dan Cerospora sp. untuk kayu apu. Di samping
pengendalian biologis yang tidak begitu spesifik terhadap species-species tertentu
seperti penggunaan ternak dalam pengembalaan, kalkun pada perkebunan kapas, ikan
yang memakan gulma air dan sebagainya.
5. Pengendalian gulma secara kimiawi
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan
menggunakan herbisida. Yang dimaksud dengan herbisida adalah senyawa kimia
yang dapat digunakan untuk mematikan atau menekan pertumbuhan gulma, baik
secara selektif maupun non selektif. Macam herbisida yang dipilih bisa kontak
maupun sistemik, dan penggunaannya bisa pada saat pratanam, pratumbuh atau pasca
tumbuh.
Keuntungan pengendalian gulma secara kimiawi adalah cepat dan efektif,
terutama untuk areal yang luas. Beberapa segi negatifnya ialah bahaya keracunan
tanaman, mempunyai efek residu terhadap alam sekitar dan sebagainya. Sehubungan
dengan sifatnya ini maka pengendalian gulma secara kimiawi ini harus merupakan
pilihan terakhir apabila cara-cara pengendalian gulma lainnya tidak berhasil. Untuk
berhasilnya cara ini memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang cukup dan untuk itu
akan diuraikan tersendiri lebih lanjut.

6. Pengendalian gulma secara terpadu


Pengendalian gulma secara terpadu yaitu pengendalian gulma dengan
menggunakan beberapa cara secara bersamaan dengan tujuan untuk mendapatkan
hasil yang sebaik-baiknya. Walaupun telah dikenal beberapa cara pengendalian
gulma antara lain secara budidaya, fisik, biologis dan kimiawi serta preventif, tetapi
tidak satupun cara-cara tersebut dapat mengendalikan gulma secara tuntas. Untuk
dapat mengendalikan suatu species gulma yang menimbulkan masalah ternyata
dibutuhkan lebih dari satu cara pengendalian.
Cara-cara yang dikombinasikan dalam cara pengendalian secara terpadu ini
tergantung pada situasi, kondisi dan tujuan masing-masing, tetapi umumnya
diarahkan agar mendapatkan interaksi yang positif, misalnya paduan antara
pengolahan tanah dengan pemakaian herbisida, jarak tanam dengan penyiangan,
pemupukan dengan herbisida dan sebagainya, di samping cara-cara pengelolaan
pertanaman yang lain.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Gulma menimbulkan kerugian-kerugian karena mengadakan persaingan dengan
tanaman pokok, mengotori kualitas produksi pertanian, menimbulkan allelopathy,
mengganggu kelancaran pekerjaan para petani, sebagai perantara atau sumber
hama dan penyakit, mengganggu kesehatan manusia, menaikkan ongkos-ongkos
usaha pertanian dan menurunkan produktivitas air.
2. Gulma dan pertanaman mengadakan persaingan memperebutkan hara, air dan
cahaya, sehingga TCV = CVN + CVW + CVL. Besar kecilnya persaingan gulma
terhadap tanaman pokok akan berpengaruh terhadap baik buruknya pertumbuhan
tanaman pokok dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya
hasil tanaman pokok.
3. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni secara
preventif, secara fisik, dengan sistem budidaya, secara biologis, secara kimiawi,
dan secara terpadu.
4. Tinggi rendahnya hasil tanaman pokok, jika dilihat dari segi gulmanya sangat
ditentukan oleh kerapatan gulma, macam gulma, saat kemunculan gulma,
kecepatan tumbuh gulma, lama keberadaan gulma, habitus gulma, jalur
fotosintesis gulma (C3 atau C4), dan ada tidaknya allelopati.
5. Dalam pertumbuhan tanaman terdapat selang waktu tertentu di mana tanaman
sangat peka atau sensitif terhadap persaingan gulma, sehingga pada periode
tersebut perlu dilakukan pengendalian, dan jika tidak maka hasil tanaman akan
menurun. Pada umumnya periode kritis terjadi pada saat 25 – 33 % pertama pada
siklus hidupnya atau pada saat ¼ – 1/3 pertama dari umur pertanaman. Dengan
diketahui periode kritis suatu tanaman maka saat penyiangan yang tepat menjadi
tertentu. Penyiangan gulma dilakukan pada saat periode kritis.
B. SARAN
1. Untuk para pembaca sebaiknya segala informasi yang ada dalam makalah ini
dapat digunakan sebagai referensi tambahan mengenai gulma, sehingga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi semua pembacanya.
2. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai macam- macam gulma
beserta sifatnya, sehingga gulma yang sebagian besar dapat mengganggu tanaman
budidaya dapat dimanfaatkan juga, bahkan menambah nilai produksi tanaman
budidaya. Selain itu juga dilakukan penelitian mengenai tanaman yang dapat
menjadi alelopat dari tanaman gulma, sehingga dapat dilakukan pengendalian
gulma secara alamiah.
3. Bagi para petani/ pembudidaya tanaman sebaiknya tidak menggunakan herbisida
untuk pengendalian gulma, karena penggunaan zat kimia dapat terakumulasi dan
mampu menjadi zat yang meracuni tanaman budidaya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2007. Gulma. (Online).


(http://www.wikipedia.com/~pavel/science/gulma.htm&usg, diakses 23
Oktober 2010).

Arenloveu. 2007. Gulma Tanaman. (Online),


(http://www.morjournal.cbn.net.id/informasi/TNT/.pdf, diakses 24 Oktober
2010).

Kapugu, Lita. 2006. Pengendalian Gulma. (Online),


(http://www.google.co.id/search?q=pengendalian%2gulma%2interaksi=Telus
uri&hl=id&client=firefox-a&rls, diakses 23 Oktober 2010).

Pemi, Tumewu, dkk. 2006. Pertumbuhan Gulma Akibat Pemupukan Nitrogen Pada
Budidaya Tanaman Sawi. (Online). (http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/0303/06/cakrawala/lainnya04.htm#atas, diakses 23 Oktober
2010).

Sastroutomo, Soetikno S. 1990. Ekologi Gulma. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka


Utama.

Siregar, Yulianti Amelia, dkk. 2008. Biologi Pertanian Jilid 3. (Online).


(http://www.ias.ac.in/biologipertanian/jun1009870/pdf, diakses tanggal 23
Oktober 2010).

Anda mungkin juga menyukai