Anda di halaman 1dari 19

JURNAL AGROMAST , Vol.1, No.

2, Oktober 2016

PENGARUH PEMUPUKAN DAN JENIS TANAH TERHADAP PENYAKIT SENGKLEH


DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

Puput Setyawan1, Herry Wirianata2, Sri Manu Rohmiyati2


1
Mahasiswa Fakultas Pertanian INSTIPER
2
Dosen Fakultas Pertanian INSTIPER

ABSTRAK
Faktor pemupukan dan meningkatnya produksi memberikan pengaruh terhadap terjadinya
penyakit patah pangkal pelepah atau sengkleh di perkebunan kelapa sawit. Tujuan penelitian ini yaitu
untuk mengetahui hubungan pemberian berbagai pupuk organik maupun pupuk anorganik terhadap
terjadinya pelepah sengkleh, selain itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan fluktuasi
produksi terhadap sengkleh. Penelitian ini dilakukan perkebunan Naga Sakti Estate, Desa Sekijang,
Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau pada bulan Januari sampai dengan Juni
2016. Penelitian ini dilakukan pada blok dengan aplikasi pupuk LCPKS, JJK dan pupuk anorganik.
Setiap aplikasi pemupukan diambil 3 blok sempel sebagai ulangan. Setiap blok pengamatan diamati
30 sampel pokok. Data primer yang diamati antara lain, yaitu jumlah pelepah sengkleh per pokok,
panjang pelepah, tebal petiole, lebar petiole, panjang pelepah patah sampai dengan ujung dan
panjang pelepah patah sampai dengan pangkal. Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan analisis regresi dan korelasi. Hasil penelitian menunjukkan jumlah pelepah sengkleh
di pengaruhi oleh penyerapan unsur hara kalium yang tinggi menyebabkan penurunan penyerapan
unsur lain terutama kalsium dan magnesium. Panjang pelepah dipengaruhi oleh penyerapan unsur
hara nitrogen oleh tanaman. Jumlah pelepah sengkleh dipengaruhi oleh defisit air beberapa bulan
sebelum terjadinya sengkleh. Produksi yang tinggi mempengaruhi jumlah pelepah sengkleh yang
terjadi. Panjang pelepah yang patah mempengaruhi jumlah pelepah sengkleh yang terjadi. Terjadi
penurunan jumlah bunga betina dan sex ratio pada kelapa sawit yang mengalami sengkleh.

Kata kunci: pelepah sengkleh, pemupukkan dan produksi.

PENDAHULUAN program yang terus dilakukan oleh


Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) perkebunan swasta guna meningkatkan
sebagai tanaman pendatang dari Afrika Barat produksi, selain itu peningkatan produksi juga
sangat cocok dibudidayakan di Indonesia. dilakukan dengan cara memaksimalkan
Pada saat ini, sektor perkebunan dapat potensi yang ada pada perkebunan kelapa
menjadi penggerak pembangunan Nasional sawit .
karena dengan adanya dukungan sumber daya Potensi produksi kelapa sawit pada
yang besar, orientasi pada ekspor dan dasarnya akan tercapai apabila syarat-syarat
komponen impor yang kecil akan dapat tumbuhnya terpenuhi. Produksi tandan buah
menghasilkan devisa non migas dalam jumlah segar (TBS) per pohon pertahun sangat
yang besar. Lahan-lahan yang secara ditentukan oleh sifat genetik dan kondisi
agronomis sesuai dan diperuntukan lingkungan, khususnya faktor tanah dan iklim
penggunaannya untuk kelapa sawit telah serta upaya-upaya yang dilakukan oleh
memberikan dampak positif dalam manusia dalam mengelola kebun. Sangat
perkembangan daerah dan peningkatan taraf besar pengaruh faktor tanah dan iklim
hidup masyarakat. Permintaan minyak sawit terhadap produksi maupun biaya operasional
dunia setiap tahunnya terus bertambah kebun dan pemeliharaan, maka dalam studi
sehingga persediaannya juga akan terus kelayakan kedua faktor ini harus mendapat
ditingkatkan agar dapat memenuhi bobot yang khusus.
permintaan pasar dunia. Perluasan lahan Tanaman kelapa sawit memiliki
perkebunan kelapa sawit kini menjadi persyaratan iklim salah satunya adalah curah
JURNAL AGROMAST , Vol.1, No.2, Oktober 2016

hujan yang tinggi dan merata sepanjang tanaman keras (antara lain karet, kakao dan
tahun. Curah hujan yang tinggi akan kelapa sawit) menimbulkan kerugian yang
membentuk tanah-tanah masam. Tanah-tanah besar karena tanaman ini mencapai umur
masam akan menyebabkan kelerutan atau produktif setelah dipelihara selama bertahun-
ketersediaan unsur hara di dalam tanah tahun dengan biaya investasi yang besar,
semakin sedikit. Unsur hara makro akan sedangkan kalau ada tanaman yang mati sukar
berkurang tersedia di dalam tanah. Namun, dilakukan penyulaman karena ada persaingan
dalam kondisi masam kelarutan hara mikro dengan tanaman sekitar (Semangun, 1996).
berlebih. Kelarutan unsur hara mikro berlebih Penyakit yang terdapat pada kelapa
di dalam tanah akan berdampak buruk bagi sawit ada penyakit infeksi dan penyakit non
tanaman. Unsur hara mikro dibutuhkan infeksi. Penyakit infeksi adalah penyakit yang
tanaman dalam jumlah sedikit, namun dalam disebabkan oleh patogen (jamur, bakteri,
jumlah banyak akan bersifat toksik. Ca dan tumbuhan tingkat tinggi parasit, nematoda
Mg merupakan unsur hara makro yang virus, mikoplasma dan protosoa). Contoh
ketersediaannya dipengaruhi oleh kemasaman penyakit infeksi adalah Penyakit Tajuk(crown
tanah. Tanah yang memiliki pH masam harus desease) dan penyakit busuk pangkal batang
dilakukan pengendalian. Pengendalian yang (Basal Steam Rot), sedangkan penyakit non
dapat dilakukan pada tanah masam adalah infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh
dengan memberikan dolomit atau kapur. Jika faktor lingkungan. Jumlah faktor lingkungan
tidak dilakukan pengendalian, maka akan yang dapat menyebabkan pada tumbuhan
terjadi ketidak seimbangan hara di dalam hampir tidak terbatas, tetapi sebagian besar
tanah. Hal ini akan menimbulkan permasalah- mempengaruhi tumbuhan dengan
permasalahan lain pada tanaman kelapa mengganggu proses-proses fisiologis yang
sawit.. normal. Gangguan-gangguan tersebut
Pemeliharaan tanaman merupakan mungkin akibat kelebihan zat beracun yang
salah satu kegiatan budidaya yang sangat terdapat di dalam tanah atau di udara atau
penting dan menentukan masa produktif kekurangan salah satu zat esensial (air,
tanaman. Salah satu aspek pemeliharaan oksigen atau hara mineral) atau akibat kondisi
tanaman yang perlu diperhatikan dalam ekstrim yang mendukung kehidupan
kegiatan budidaya kelapa sawit adalah tumbuhan (suhu, kelembapan, oksigen, CO2
pengendalian penyakit. Pengendalian atau cahaya). Contoh penyakit non infeksi
penyakit yang baik dapat meningkatkan yang terdapat pada tanaman kelapa sawit
produksi dan produktivitas tanaman. adalah patah pangkal pelepah, kerusakan oleh
Puluhan ribu penyakit tanaman angin (Wind Damage), kuning gambut (Peat
mengganggu tanaman yang dibudidayakan. Yellowing) dan Transpalanting Shock.
Rata-rata, setiap tanaman budidaya dapat Seiring dengan bertambahnya umur
diganggu oleh seratus penyakit tumbuhan atau tanaman dan peningkatan produksi yang
bahkan lebih. Penyakit tumbuhan terjadi pada tanaman kelapa sawit,
menimbulkan kerugian lewat beberapa jalan. mendorong timbulnya beberapa penyakit
Penyakit tanaman dapat menyebabkan infeksi maupun penyakit non infeksi. Salah
kerugian langsung pada penanam, karena satu penyakit non infeksi yang muncul seiring
penyakit mengurangi kualitas dan kuantitas dengan peningkatan produksi dan umur
hasil, meningkatkan biaya produksi dan tanaman adalah penyakit patah pangkal
mengurangi kemampuan usaha tani. Kerugian pelepah atau penyakit sengkleh. Penyakit
tersebut dapat menyebabkan serangkaian patah pangkal pelepah tidak mematikan
kerugian tidak langsung yang diderita tanaman, tetapi dapat mendorong busuk
masyarakat. Secara umum, kerugian yang tandan yang disebabkan oleh jamur
disebabkan oleh penyakit adalah tanaman Marasmius. Penyakit ini dijumpai pada
budidaya dapat mati karena akar dan pangkal tanman berumur lebih dari 8 tahun. Salah satu
batangnya akan busuk pembuluh. Kematian faktor yang menyebabkan terjdinya penyakit
JURNAL AGROMAST , Vol.1, No.2, Oktober 2016

pangkal pelepah yaitu kandungan unsur hara bahan lain yang dijamin keakuratannya, yaitu
di tanah tidak seimbang ketersediaannya bagi dokumentasi keseuaian lahan, jenis tanah,
tanaman. rekomendasi pemupukan dari tahun 2009-
2013, realisasi pemupukan dari tahun 2009-
METODE PENELITIAN 2013, data produksi dari tahun 2010-2014,
Tempat dan Waktu Penelitian curah hujan dari tahun 2004-2013,
Tempat penelitian dilakukan di PT. dokumentasi jumlah pokok yang terserang
Buana Wiralestari Mas, Perkebunan Naga penyakit sengkleh, analisis tanah dan daun.
Sakti Estate yang terletak di Desa Sekijang, Pengukuran Variabel
Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Data primer yang dibutuhkan adalah
Provensi Riau. dilaksanakan lebih kurang pengukuran karakter agronomi yang diamati
selama 6 bulan, yakni dari bulan Januari dari blok yang menjadi sumber pengamatan,
sampai dengan Juni 2016. yang terdiri dari:
Metode Penelitian 1. Pokok yang terserang penyakit sengkleh
Penelitian ini dilakuakn dengan (Y)
menggunakan metode survey agronomi yang Pokok yang menjadi sampel adalah
dalam pelaksanaannya dibagi menjadi dua pokok yang terserang penyakit sengkleh
survey, yaitu survey pertama dan survey di areal divisi.
kedua. Survey pertama bertujuan untuk 2. Jumlah pelepah sengkleh per pokok
mengetahui keadaan awal areal yang akan (X1)
diteliti, seperti blok-blok yang terdapat Pokok yang terserang panyakit sengkleh
serangan penyakit sengkleh, tingkat serangan dihitung jumlah pelepah yang patah per
penyakit sengkleh dan lain sebagainya. pokoknya.
Survey kedua bertujuan untuk memperoleh 3. Panjang pelepah (X2)
data sekunder dan data primer. Pokok pengamatan diukur panjang
Jenis Data pelepahnya
Data Primer 4. Tebal petiol (X3)
Data primer diperoleh dengan cara Diukur tebal petiol setiap pokok yang
pengukuran langsung terhadap parameter menjadi sampel
yang diamatai. Data primer diambil pada blok 5. Lebar petiol (X4)
yang terdapat serangan penyakit patah Diukur lebar petiol setiap pokok yang
pangkal pelepah (sengkleh). Pengamatan menjadi sampel
dilakukan pada tanaman kelapa sawit yang 6. Ukuran panjang pelepah dari pangkal
memiliki umur berbeda. Diambil 30 sampel hingga terjadinya patah (X5)
pokok yang menderita sengkeh untuk setiap Dilakukan pengukuran pada setiap
umur tanaman, dilakukan pengamatan pelepah yang sengkleh dari pangkal
karakter agronomi seperti: jumlah pelepah pelepah hingga bagian yang terjadinya
sengkleh per pokok, panjang pelepah, tebal patah
petiol, lebar petiol, panjang pelepah patah 7. Ukuran panjang pelepah dari ujung
sampai dengan ujung, panjang pelepah patah hingga terjadinya patah (X6)
sampai dengan pangkal, jumlah bunga betina Dilakukan pengukuran pada setiap
dan bunga jantan dan jumlah pokok terserang pelepah yang sengkleh dari ujung
penyakit pada awal dan akhir dilakukannya pelepah hingga bagian yang terjadinya
penelitian. Data dari parameter yang telah patah
didapat akan dikelompokkan sesuai umur 8. Jumlah bunga jantan dan betina (X7)
tanaman untuk memudahkan melakukan Dihitung jumlah bunga jantan dan
analisis data. bunga betina pada pokok yang terserang
Data sekunder penyakit sengkleh dan pada pokok yang
Data sekunder diperoleh dari kantor tidak terserang penyakit sengkleh.
perkebunan PT. SMART, Tbk dan bahan-
JURNAL AGROMAST , Vol.1, No.2, Oktober 2016

9. Jumblah pokok terserang penyakit pada penelitian dilakukan dan dianalisis dengan
awal dan akhir dilakukan penelitian menggunakan regresi dan korelasi. Antara
(X8) variabel tak bebas Y (pokok sengkleh) dengan
Penambahan pokok terserang penyakit variabel-variabel Xi (karakter agronomi).
sengkleh dilakukan dengan menghitung
jumlah pokok yang terserang pada awal HASIL DAN ANALISIS HASIL
penelitian hingga penelitian berakhir. Pengamatan dilakukan dalam waktu 6
Analisis data bulan, yakni pada bulan Januari sampai
Untuk mengetahui hubungan karakter dengan Juni 2016. Dari hasil pengamatan
agronomi dengan terjadinya penyakit yang telah dilakukan dalam waktu 6 bulan,
sengkleh pada tanaman kelapa sawit di daerah terjadi penurunan jumlah pelepah sengkleh
yang diteliti, maka diperlukan data karakter setiap bulannya.
agronomi pada areal yang diteliti selama

Table 1. Jumlah pokok dan pelepah sengkleh pada perlakuan LCPKS, JJK dan pemupukan
anorganik.
Jumlah
Jumlah Jumlah Rata-rata
Jenis pokok
Blok Bulan pokok pelepah pelepah
perlakuan tidak
sengkleh sengkleh sengkleh/pokok
sengkleh
Januari 2032 2476 9228 5
F37 Februari 1880 2628 6259 3
Maret 1746 2762 4652 3
Januari 1908 2199 9708 5
JJK
F35 Februari 1594 2513 5831 4
Maret 1484 2623 3635 2
Januari 1981 2404 8926 5
G34
Februari 1822 2563 5841 3
Maret 1743 2642 4827 3
Januari 2595 1684 13346 5
E46 Februari 2227 2052 10885 5
Maret 1663 2616 7248 4
Januari 1584 881 9454 6
LCPKS
G47 Februari 1319 1146 7334 6
Maret 1166 1299 5930 5
Januari 2001 2330 7012 4
F47
Februari 1758 2573 5335 3
Maret 1581 2750 4710 3
Januari 2025 2296 8852 4
Pupuk E37 Februari 1581 2740 6397 4
Anorganik Maret 1094 3227 3727 3
Januari 1878 2297 6743 4
E39 Februari 1507 2668 4953 3
Maret 1236 2939 3521 3
Januari 1663 2494 5527 3
E42 Februari 1524 2633 4816 3
Maret 1483 2674 4538 3
JURNAL AGROMAST , Vol.1, No.2, Oktober 2016

Penurunan jumlah pelepah sengkleh per perlakuan lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah
450

400

350

300
Pelepah Sengkleh

250
JJK
200
LA

150 Pupuk Anorganik

100

50

0
Januari Februari Maret
Bulan

Gambar 1. Perkembangan jumlah pelepah sengkleh per perlakuan.

Gambar 1 menunjukkan bahwa jumlah Salah satu faktor yang menjadi


pelepah sengkleh terbanyak terjadi pada penyebab terjadinya gejala pelepah sengkleh
pengamatan di bulan Januari dan secara antara lain adalah terjadinya defisit air
bertahap menunjukkan penurunan pada bulan beberapa bulan sebelum mengalami sengkleh.
berikutnya. Pelepah sengkleh terbanyak Besar defisit air yang terjadi dapat dilihat
terjadi pada perlakuan pupuk LCPKS atau LA pada Tabel 2.
dibandingkan dengan perlakuan pupuk
anorganik.

Tabel 2. Kejadian defisit air di perkebunan kelapa sawit selama tahun 2015.
JURNAL AGROMAST , Vol.1, No.2, Oktober 2016

Selain faktor defisit air, faktor lain Besarnya produksi yang terjadi pada setiap
yang menyebabkan terjadinya penyakit perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah
sengkleh adalah produksi TBS yang tinggi. ini.

Tabel 3. Data produksi TBS pada perlakuan LCPKS, JJK dan pupuk anorganik pengamatan tahun
2015 (Kg/ha)

Fluktuasi produksi bulanan pada blok dengan aplikasi pupuk LCPK, JJK dan anorganik
dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 2.
4.500,00
4.000,00
3.500,00 Series1
3.000,00
kg/ha/th

2.500,00 JJK
2.000,00
1.500,00 Pupuk
1.000,00 Anorganik
500,00
0,00

BULAN
Gambar 2. Jumlah produksi bulanan blok pengamatan per perlaku (kg/ha/th)

Gambar 2 menunjukkan bahwa terjadi pengamatan terhadap panjang pelepah, lebar


fluktuasi produksi setiap bulan di setiap blok petiole, tebal petiole, panjang pelepah patah
pengamatan. Produksi terbanyak terjadi pada sampai dengan ujung, panjang pelepah patah
bulan Oktober 2015 dan secara bertahap sampai dengan pangkal dari pohon
mulai menunjukkan penurunan dan produksi pengamatan. Pengamatan dilakukan pada
terendah terjadi pada bulan Februari 2016. pelepah ke 17 dan pelepah yang mengalami
Selain pengamatan jumlah pelepah sengkleh. Hasil rata-rata pengamatan dapat
yang mengalami sengkleh, dilakukan juga dilihat pada Tabel 4 berikut.
JURNAL AGROMAST , Vol.1, No.2, Oktober 2016

Tabel 4. Beberapa dimensi pelepah kelapa sawit


Panjang
Panjang
Panjang Tebal Lebar Pelepah
Jenis Pelepah (patah
Blok Pelepah Petiol Petiol (patah s/d
Perlakuan s/d pangkal)
(cm) (mm) (mm) ujung)
(cm)
(cm)

E46 661 51 115 742 65


LCPKS F47 658 52 115 737 65
G47 670 55 100 730 61
Rata-rata 663 53 110 736 64
F35 626 48 106 702 55
JJKF37 633 48 105 695 64
G34 641 50 107 688 57
Rata-rata 634 49 106 695 59
Pupuk E37 639 49 107 663 58
Anorgani E39 636 49 106 696 62
k E42 651 50 105 676 59
Rata-rata 642 49 106 679 60

Jumlah pelepah sengkleh, panjang panjang pelepah patah sampai dengan pangkal
pelepah, tebal petiol, lebar petiol, panjang dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 3
pelepah patah sampai dengan ujung dan berikut.
760 350
740 300 pelepah
720 sengkleh
250
Pelepah sengkleh

700
680 200 panjang pelepah
660 150
640
100
620 patah s/d ujung
600 50

580 0
LA JJK Pupuk
Anorganik
Jenis Perlakuan

Gambar 3. Perbandingan jumlah pelepah sengkleh, panjang pelepah dan panjang


pelepah patah sampai dengan ujung.
JURNAL AGROMAST , Vol.1, No.2, Oktober 2016

350 120
pelepah
300 100 sengkleh
250
pelepah sengkleh
80 tebal petiol
200
60
150
lebar petiol
40
100

50 20
patah s/d
pangkal
0 0
LA JJK Pupuk
Anorganik
Jenis Aplikasi

Gambar 4. Perbandingan pelepah sengkleh, tebal petiol, lebar petiol dan panjang pelepah
patah sampai dengan pangkal.

Pada Gambar 3 dan 4, dapat dilihat bahwa anorganik memiliki tebal petiol yang relatif
pelepah sengkleh terbanyak terjadi pada blok sama,yaitu dengan tebal rata-rata 4,90 cm.
dengan aplikasi limbah cair, dengan jumlah Blok yang memiliki panjang pelepah patah
322 pelepah/ha dan jumlah terendah terjadi sampai dengan ujung yang paling panjang
pada blok dengan aplikasi pupuk anorganik, adalah blok dengan aplikasi limbah cair
dengan jumlah 181 pelepah/ha. Blok yang dengan rata-rata panjang adalah 7,36 meter
memiliki ukuran panjang pelepah terpanjang dan diikuti dengan aplikasi janjang kosong
adalah blok dengan aplikasi limbah cair dan pupuk anorganik berturut-turut adalah
dengan panjang rata-rata 6,63 meter, 6,95 meter dan 6,79 meter. Sedangkan blok
sedangkan pelepah terpendek adalah blok yang memiliki panjang pelepah patah sampai
aplikasi janjang kosong dengan panjang rata- dengan pangkal yang paling panjang adalah
rata 6,34 meter. Blok yang memiliki ukuran blok dengan aplikasi limbah cair dengan rata-
lebar petiole paling tinggi adalah blok dengan rata panjang adalah 64 cm dan diikiti oleh
aplikasi limbah cair, dengan lebar rata-rata blok dengan aplikasi pupuk anorganik dan
adalah 11cm, sedangkan blok dengan aplikasi janjang kosong berturut-turut adalah 60 cm
janjang kosong dan pupuk anorganik dan 59 cm.
memiliki rata-rata lebar petiol yang relatif Hasil analisis korelasi menunjukkan
sama, yaitu dengan lebar rata-rata adalah adanya hubungan antara jenis pupuk yang
10,60 cm. Blok yang memiliki ukuran tebal diberikan terhadap jumlah pelepah sengkleh,
petiole paling tebal adalah blok dengan panjang pelepah, lebar petiole, tebal petiole,
aplikasi limbah cair dengan tebal rata-rata panjang pelepah patah sampai dengan ujung
adalah 5,30 cm, sedangkan dengan blok dan panjang pelepah patah sampai dengan
dengan aplikasi janjang kosong dan pupuk pangkal dari tanaman kelapa sawit.
JURNAL AGROMAST , Vol.1, No.2, Oktober 2016

Tabel 5. Hubungan antara berbagai macam pupuk dengan jumlah pelepah sengkleh di perkebunan
kelapa sawit.
Jenis Koef.
Persamaan Regresi Nilai R2 Sig
Pupuk Korelasi
JJK Y = 1.4674X - 50.743 0.387904165 R² = 0.1505 0.746398

LCPKS Y = 11005X - 28813 0.963800311 R² = 0.9289 0.171817

Urea Y = 20.51X + 139.91 0.097778043 R² = 0.0096 0.937653

Dolomit Y = -63.345X + 204.7 0.616706193 R² = 0.3803 0.576933

Kiserit Y = 8.9896X + 173.25 0.132915035 R² = 0.0177 0.915133

MOP Y = 46.421X + 26.893 0.574576012 R² = 0.3301 0.610334

RP Y = -60.673X + 201.7 0.409574589 R² = 0.1678 0.731354

TSP Y = 21.669X + 171.36 0.409574589 R² = 0.1678 0.731354

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa diaplikasikan, semakin banyak jumlah


pemberian beberapa jenis pupuk memberi pelepah sengkleh yang terjadi.
pola hubungan yang bersifat positif dan Berdasarkan nilai koefisien korelasi,
negatif. Jenis pupuk Dolomit dan RP dapat dilihat jika pemberian pupuk LCPKS
menunjukkan pola hubungan yang negatif memberikan pengaruh paling kuat dan
terhadap jumlah pelepah sengkleh, yakni memiliki pola hubungan positif terhadap
semakin banyak pupuk yang diberikan, jumlah pelepah sengkleh dengan nilai
semakin sedikit jumlah pelepah sengkleh koefisien korelasi bernilai 0,9289. Sedangkan
yang terjadi. Sedangkan jenis pupuk JJK, pemberian pupuk Urea, menunjukkan
LCPKS, urea, kiserit, MOP dan TSP pengaruh paling lemah terhadap jumlah
menunjukkan pola hubungan yang positif, pelepah sengkleh dengan nilai koefisien
yakni semakin banyak pupuk yang korelasi 0,0096.

Tabel 6. Hubungan antara berbagai jenis pupuk dengan panjang pelepah di perkebunan kelapa sawit
Koef.
Pupuk Persamaan Regresi Nilai R2 Sig
Korelasi
JJK Y = -0.4787X + 717.5 0.076607328 R² = 0.0059 0.951182
LCPKS Y = 434.83X - 488.41 0.745021297 R² = 0.5551 0.464879
Urea Y = 68.712X + 502.99 0.870546657 R² = 0.7579 0.327531
Dolomit Y = -18.179X + 648.91 0.470356824 R² = 0.2212 0.68825
Kiserit Y = 21.699X + 622.39 0.852598101 R² = 0.7269 0.350051
MOP Y = 15.686X + 590.01 0.515987983 R² = 0.2662 0.65485
RP Y = -37.267X + 654.67 0.668551246 R² = 0.447 0.533829
TSP Y = 13.31X + 636.03 0.668551246 R² = 0.447 0.533829
JURNAL AGROMAST , Vol.1, No.2, Oktober 2016

Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa yang diaplikasikan, semakin menambah


pemberian beberapa jenis pupuk memberi panjang pelepah yang terjadi.
pola hubungan yang bersifat positif dan Berdasarkan nilai koefisien korelasi,
negatif. Jenis pupuk JJK, Dolomit dan RP dapat dilihat jika pemberian pupuk Urea
menunjukkan pola hubungan yang negatif memberikan pengaruh paling kuat dan
terhadap panjang pelepah, yakni semakin memiliki pola hubungan positif terhadap
banyak pupuk yang diberikan, semakin panjang pelepah dengan nilai koefisien
pendek panjang pelepah yang terjadi. korelasi bernilai 0,7579. Sedangkan
Sedangkan jenis pupuk LCPKS, urea, kiserit, pemberian pupuk JJK, menunjukkan
MOP dan TSP menunjukkan pola hubungan pengaruh paling lemah dan memiliki pola
yang positif yakni semakin banyak pupuk hubungan negatif terhadap panjang pelepah
dengan nilai koefisien korelasi 0,0059.

Tabel 7. Hubungan antara berbagai macam pupuk dengan tebal petiol di perkebunan kelapa sawit.
Koef.
Pupuk Persamaan Regresi Nilai R2 Sig
Korelasi

JJK Y = 0.1932X + 14.656 0.200648897 R² = 0.0403 0.87139

LCPKS Y = 49.281X - 77.69 0.28872098 R² = 0.0834 0.81354

Urea Y = 2.0695X + 45.261 0.479307313 R² = 0.2297 0.681776

Dolomit Y = 0.141X + 49.404 0.066702202 R² = 0.0044 0.957505

Kiserit Y = 0.6236X + 48.885 0.447967137 R² = 0.2007 0.704296

MOP Y = -0.0238X + 49.535 0.014285724 R² = 0.0002 0.990905

RP Y = -0.5333X + 49.633 0.174907788 R² = 0.0306 0.888075

TSP Y = 0.1905X + 49.367 0.174907788 R² = 0.0306 0.888075

Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa positif, yakni semakin banyak pupuk yang
pemberian beberapa jenis pupuk memberi diaplikasikan, semakin menambah tebal petiol
pola hubungan yang bersifat positif dan yang terjadi.
negatif. Jenis pupuk MOP dan RP Berdasarkan nilai koefisien korelasi,
menunjukkan pola hubungan yang negatif dapat dilihat jika pemberian pupuk JJK,
terhadap tebal petiol, yakni semakin banyak LCPKS, urea, dolomit, kiserit, MOP, RP dan
pupuk yang diberikan, semakin berkurang TSP memberikan nilai korelasi dari sangat
tebal petiol yang terjadi. Sedangkan jenis rendah hingga sedang, tidak ada perlakuan
pupuk JJK, LCPKS, urea, dolomit, kiserit dan pupuk yang memberikan korelasi kuat
TSP menunjukkan pola hubungan yang terhadap tebal petiol.
JURNAL AGROMAST , Vol.1, No.2, Oktober 2016

Tabel 8. Hubungan antara berbagai macam pupuk dengan lebar petiole di perkebunan kelapa sawit.
Koef.
Pupuk Persamaan Regresi Nilai R2 Sig
Korelasi
JJK Y = 0.6666X - 11.04 0.60024147 R² = 0.3603 0.590142
LCPKS Y = -480.67X + 1382.5 0.603339293 R² = 0.364 0.587673
Urea Y = -5.6374X + 117.51 0.596120845 R² = 0.3554 0.593416
Dolomit Y = 0.3333X + 105.97 0.071981575 R² = 0.0052 0.954135
Kiserit Y = -1.73X + 107.67 0.567351403 R² = 0.3219 0.615936
MOP Y = -0.4523X + 107.6 0.12418798 R² = 0.0154 0.920735
RP Y = 2.0667X + 105.4 0.309443502 R² = 0.0958 0.799714
TSP Y = -0.7381X + 106.43 0.309443502 R² = 0.0958 0.799714

Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa hubungan negatif terhadap lebar petiol dengan
pemberian beberapa jenis pupuk memberi nilai koefisien korelasi bernilai 0,6033.
pola hubungan yang bersifat positif dan Sedangkan pemberian pupuk dolomit,
negatif. Jenis pupuk LCPKS, urea, kiserit, menunjukkan pengaruh paling lemah dan
MOP dan TSP menunjukkan pola hubungan memiliki pola hubungan positif terhadap
yang negatif terhadap lebar petiol, yakni panjang pelepah dengan nilai koefisien
semakin banyak pupuk yang diberikan, korelasi 0,0719.
semakin berkurang lebar petiol yang terjadi. Selain aplikasi beberapa jenis pupuk,
Sedangkan jenis pupuk JJK, dolomit, RP dan beberapa karakter agronomi juga menjadi
TSP menunjukkan pola hubungan yang faktor yang diduga memberikan dampak
positif, yakni semakin banyak pupuk yang terhadap jumlah pelepah sengkleh. Karakter
diaplikasikan, semakin menambah lebar agronomi yang diamati antara lain panjang
petiol yang terjadi. pelepah, tebal petiol, lebar petiol, panjang
Berdasarkan nilai koefisien korelasi, pelepah patah sampai dengan ujung dan
dapat dilihat jika pemberian pupuk LCPKS panjang pelepah patah sampai dengan
memberikan pengaruh kuat dan memiliki pola pangkal.

Tabel 9. Hubungan antara panjang pelepah, lebar petiole, tebal petiole terhadap jumlah pelepah
sengkleh di perkebunan kelapa sawit
Koef.
Parameter Persamaan Regresi Nilai R2 Sig
Korelasi
Panjang
pelepah Y = 4.4753X - 2654.9 0.894211709 R² = 0.7996 0.295473832

Tebal
petiol Y = 31.489X - 1345.8 0.93139227 R² = 0.8675 0.237190055

Lebar
petiol Y = 3.9553X - 225.17 0.985076835 R² = 0.9704 0.110120243

Patah s.d
ujung Y = 2.5087X - 1527.6 0.99336494 R² = 0.9868 0.073376668

Patah s.d
Y = 29.061X - 1527.5 0.945013012 R² = 0.893 0.212097478
pangkal
JURNAL AGROMAST , Vol.1, No.2, Oktober 2016

Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa panjang pelepah patah sampai dengan ujung,
panjang pelepah, lebar petiole, tebal petole, yakni senilai 0,993. Sedangkan korelasi
panjang pelepah patah sampai dengan ujung paling lemah ditunjukkan parameter panjang
dan panjang pelepah patah sampai dengan pelepah, yakni 0,799.
pangkal memiliki pola hubungan yang Pengamatan data curah hujan
bersifat positif, yakni semakin bertambah dilakukan dalam satu tahun. Namun
ukuran setiap parameter, maka semakin pengamatan dan analisis dilakukan hanya
banyak jumlah pelepah sengkleh yang terjadi. berselang dalam waktu 1 bulan hingga 6
Berdasarkan nilai koefisien korelasi, korelasi bulan sebelum pengamatan berlangsung.
paling kuat, ditunjukkan pada parameter

Tabel 10. Hubungan antara curah hujan dan jumlah pelepah sengkleh di perkebunan kelapa sawit
Curah Koef.
Persamaan Regresi Nilai R2 Sig
Hujan Korelasi

1 bln sblm Y = 0.1071X + 2.3472 0.640096189 R² = 0.4097 0.557788973

2 bln sblm Y = 0.1691X + 0.9721 0.560623008 R² = 0.3143 0.621123402

3 bln sblm Y = -0.0781X + 4.966 0.651908761 R² = 0.425 0.547937007

4 bln sblm Y = -0.0864X + 4.8831 0.871351806 R² = 0.7593 0.326487665

5 bln sblm Y = -0.6016X + 8.6592 0.997442163 R² = 0.9949 0.045543265

6 bln sblm Y = -0.2202X + 5.1675 0.965890983 R² = 0.9329 0.16675235

Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa hujan, semakin banyak pelepah sengkleh yang
curah hujan pada 3 bulan sampai dengan 5 terjadi.
bulan sebelum menunjukkan pola hubungan Berdasarkan nilai koefisien korelasi,
negatif yakni semakin sedikit curah hujan, korelasi paling kuat ditunjukkan pada bulan
maka semakin banyak jumlah pelepah ke 5 sebelum pengamatan dilakukan, yakni
sengkleh yang terjadi, sedangkan curah hujan senilai 0,997. Sedangkan korelasi paling
1 bulan dan 2 bulan sebelumnya memberikan lemah ditunjukkan pada 2 bulan sebelum
pengaruh positif, yakni semakin banyak curah pengamatan, yakni 0,560.
JURNAL AGROMAST , Vol.1, No.2, Oktober 2016

Tabel 11. Hubungan antara jumlah produksi dan jumlah pelepah sengkleh di perkebunan kelapa
sawit
Koef.
Produksi Persamaan Regresi Nilai R2 Sig
Korelasi

1 bln sblm Y = 0.2378X - 271.5 0.817695736 R² = 0.6686 0.390502345

2 bln sblm Y = 0.1652X - 177.7 0.914127802 R² = 0.8356 0.265753717

3 bln sblm Y = 0.0849X - 29.654 0.999979418 R² = 1 0.004084553

4 bln sblm Y = 0.0727X - 22.034 0.50747752 R² = 0.2575 0.661156065

5 bln sblm Y = -0.2136X + 926.22 0.970212655 R² = 0.9413 0.155774009

6 bln sblm Y = -0.1047X + 511.84 0.970970773 R² = 0.9428 0.153769108

Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa ditunjukkan pada 4 bulan sebelum


jumlah produksi setiap bulan memiliki pola pengamatan, yakni 0,507.
hubungan yang bersifat positif, yakni semakin Dalam penelitian ini juga dilakukan
banyak jumlah produksi, maka semakin pengamatan terhadap bunga betina dan bunga
banyak jumlah pelepah sengkleh yang terjadi. jantan terhadap pokok kelapa sawit yang
Berdasarkan nilai koefisien korelasi, korelasi terserang penyakit sengkleh dan yang tidak
paling kuat ditunjukkan pada bulan ke 3 terserang penyakit sengkleh. Pengamatan
sebelum pengamatan dilakukan, yakni senilai dilakukan 2 kali dan dalam rentan waktu 2
0,999. Sedangkan korelasi paling lemah bulan. Untuk mengetahui hasil pengamatan
dapat dilihat dari Gambar 5 di bawah ini.
12,00 70,00
bunga
10,00 60,00 betina
penga
50,00
8,00 matan
bunga betina/pokok

40,00 1
6,00
30,00
%
bunga
4,00 betina
20,00
penga
2,00 10,00 matan
2
0,00 0,00
Pupuk Anorganik JJK LA
jenis pupuk
Gambar 5. Perbandingan bunga betina dan rasio bunga betina pada pokok yang
terserang sengkleh
JURNAL AGROMAST , Vol.1, No.2, Oktober 2016

Pada Gambar 5 menunjukkan sama juga terjadi pada sex ratio bunga betina,
perbandingan jumlah bunga betina yang terjadi penurunan sex ratio bunga betina pada
terdapat di pokok kelapa sawit yang sengkleh pokok kelapa sawit yang terserang penyakit
dari awal sampai akhir pengamatan sengkleh.
menunjukkan grafik yang menurun. Hal yang
14,00 80,00 bunga
betina
75,00
12,00 pengama
70,00 tan 1
bunga
10,00 65,00 betina
60,00 pengama
bunga betina/pokok

8,00
55,00 tan 2
sex ratio
6,00 50,00 pengama
tan 1
4,00 45,00
sex ratio
40,00
2,00 pengama
35,00 tan 2
0,00 30,00
Pupuk Anorganik jenisJJK
pupuk LA
Gambar 6. Perbandingan bunga betina dan rasio bunga betina pada pokok yang tidak
terserang sengkleh

Pada Gambar 6 menunjukkan menunjukkan peningkatan. Pada sex ratio


perbandingan jumlah bunga betina yang bunga betina terjadi peningkatan sex ratio
terdapat di pokok kelapa sawit yang tidak bunga betina pada pokok kelapa sawit yang
sengkleh dari awal sampai akhir pengamatan tidak terserang penyakit sengkleh.

10,00 6,00

4,00
5,00
2,00
0,00 bunga betina
Pupuk JJK LA 0,00 pokok sengkleh
-5,00 Anorganik
-2,00
bunga betina
pokok tdk
%

-10,00 -4,00
sengkleh
-6,00 sex ratio pokok
-15,00 sengkleh
-8,00
-20,00 sex ratio pokok
-10,00 tdk sengkleh
-25,00
-12,00

-30,00 -14,00
jenis pupuk
Gambar 7. Selisih bunga betina dan sex ratio bunga betina pada pokok sengkleh dan
pokok yang tidak sengkleh.
JURNAL AGROMAST , Vol.1, No.2, Oktober 2016

Pada Gambar 7 di atas untuk pokok sengkleh bunga betina yang


menunjukkan adanya pengaruh yang terbentuk turun 25,00%, sedangkan
disebabkan oleh terjadinya sengkleh sedangkan pada pokok yang tidak
terhadap penurunan bunga betina yang sengkleh, bunga betina yang terbentuk naik
terbentuk dan sex ratio bunga betina. Pada 5,08%. Selanjutnya, pada blok dengan
blok dengan aplikasi pupuk anorganik, aplikasi LCPKS, untuk pokok sengkleh
untuk pokok sengkleh bunga betina yang bunga betina yang terbentuk turun 16,00%,
terbentuk mengalami penurunan 16,28%, sedangkan sedangkan pada pokok yang
sedangkan pada pokok yang tidak tidak sengkleh, bunga betina yang
sengkleh, bunga betina yang terbentuk naik terbentuk naik 4,76%.
5,88%. Pada blok dengan aplikasi JJK,

Tabel 12. Hubungan setiap parameter terhadap jumlah pelepah sengkleh di perkebunan kelapa
sawit

Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa memiliki nilai korelasi paling kuat, yakni
beberapa jenis pupuk dan parameter secara 1
bersama sama memberi pengaruh terhadap
jumlah pelepah sengkleh yang terjadi. PEMBAHASAN
Berdasarkan nilai koefisien korelasi, Penelitian ini dilakukan di
korelasi paling kuat ditunjukkan oleh perkebunan Naga Sakti Estate, Desa
pupuk urea dan kiserit secara bersama- Sekijang, Kecamatan Tapung Hilir,
sama, yakni senilai 1. Sedangkan korelasi Kabupaten Kampar, Provinsi Riau pada
paling lemah ditunjukkan dengan bulan Januari sampai dengan Juni 2016.
pemberian pupuk LA dan dolomit secara Dari hasil pengamatan yang dilakukan,
bersama-sama, yakni 0,277. Pemberian dapat diketahui terjadi perbedaan jumlah
pupuk dolomit terhadap diameter pelepah maupun ukuran antara setiap blok pada
parameter yang diteliti. Hal ini diduga
JURNAL AGROMAST , Vol.1, No.2, Oktober 2016

akibat adanya perbedan kultur teknis dan pektat dalam dinding sel sangat penting
faktor lain yang dilakukan pada setiap blok dalam hubungannya dengan ketahanan sel.
pengamatan. Pengamatan dilakukan pada Kekurangan kalsium akan menyebabkan
blok dengan aplikasi pemupukan ketahanan sel akan berkurang dan
anorganik, janjangan kosong dan LCPKS. menyebabkan tanaman mudah layu dan
Setiap aplikasi pemupukan diambil 3 blok roboh.
sempel sebagai ulangan. Unsur Mg di dalam tanaman
Beberapa jenis pupuk memberikan berfungsi sebagai komponen molekul
pengaruh positif dan pengaruh yang klorofil pada semua tanaman hijau dan
negatif. Pengaruh positif yakni semakin berperan penting pada hampir seluruh
tinggi jumlah pupuk yang diaplikasikan, metabolisme tanaman dan sintesis protein.
semakin tinggi jumlah pelepah sengkleh Kekurangan Mg menyebabkan kadar
yang terjadi. Dari hasil pengamatan protein turun dan non-protein naik dan
didapat bahwa sengkleh terbanyak terdapat menyebabkan terhambatnya penyusunan
pada blok dengan aplikasi LCPKS. protein dan molekul klorofil. Di dalam sel,
Pemupukan LCPKS memberikan sebanyak 25% kandungan protein terletak
hubungan yang sangat erat dengan di kloroplas. Hal ini berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit sengkleh di ukuran, struktur dan fungsi kloroplas.
perkebunan kelapa sawit. Menurut Munawar (2011), unsur
Setiap 1 ton limbah PKS Na terlibat dalam pergerakan air (osmosis)
mengandung hara setara dengan 1,56 kg dan keseimbangan ion di dalam tanaman.
urea, 0,25 kg TSP, 2,50 kg MOP/KCL dan Unsur ini juga mempunyai kemampuan
1,00 kieserit (Hastuti, 2011). Di dalam untuk menjaga tekanan turgor dan
pupuk MOP/KCL terdapat sekitar 60% pertumbuhan. Diduga kekurangan Na akan
kalium. Tingginya kadar kalium pada menyebabkan tumbuhan kehilangan daya
LCPKS diduga menyebabkan jumlah tegaknya akibat lemahnya tekanan turgor
kalium yang diserap tanaman juga sangat sehingga tanaman layu.
tinggi, sehingga menyebabkan penurunan Dari panjang pelepah ada beberapa
penyerapan unsur lain terutama Ca dan unsur yang memiliki pola hubungan yang
Mg, karena sifat antagonisme antara unsur positif yang cukup erat, yaitu pupuk urea
K dan Ca serta Mg. Menurut Rosmarkam (N) dan pupuk kiserit (Mg). Sedangkan,
dan Yuwono (2002), penyerapan K yang pupuk yang memiliki pola hubungan
tinggi menyebabkan penyerapan unsur Ca, negatif yang sangat erat dengan panjang
Na dan Mg turun. Unsur yang mempunyai pelepah adalah RP (P). Unsur N
pengaruh antagonism, yaitu saling merupakan hara makro utama yang sangat
berlawanan dan satu sama lain berusaha penting untuk pertumbuhan tanaman. N
saling mengusir, sehingga terjadi ketidak diserap tanaman untuk menjadi bahan baku
seimbangan hara pada tanaman dan pembentuk protein dan asam-asam
menyebabkan tanaman mudah layu. nukleat. Protein menjadi bagian dari
LCPKS juga memiliki kadar air yang beberapa struktur di dalam sel, seperti
tinggi. Kandungan air yang berlebih dapat kloroplas, mitokondria dan struktur lainnya
mengakibatkan tanaman mudah layu dan yang menjadi tempat terjadinya reaksi-
roboh. reaksi kimia. Kecukupan pasokan N ke
Di dalam sel, presentasi kalsium tanaman menyebabkan aktivitas
terbesar terdapat pada dinding sel. Pada fotosintesis yang tinggi, pertumbuhan
lamela tengah, Ca berikatan dengan gugus vegetatif yang baik dan warna tanaman
R—COO- dari asam poligalakturonat yang hijau. Kekahatan unsur N
(sebangsa pektin). Dalam daun kalsium mengakibatkan tanaman mengalami
diterima dalam jumlah besar saat masalah dalam fotosintesis, sehingga
pertumbuhan dan umumnya menjadi fotosintat yang digunakan untuk
bentuk kalsium pektat. Adanya kalsium pertumbuhan dan perkembangan
JURNAL AGROMAST , Vol.1, No.2, Oktober 2016

berkurang dan mengakibatkan organ patah sampai dengan ujung dan panjang
vegetatif tidak berkembang. Sedangkan, pelepah patah sampai dengan pangkal
kekurangan Mg berpengaruh terhadap memberikan pengaruh terhadap jumlah
ukuran, struktur dan fungsi kloroplas. pelepah sengkleh. Semua parameter yang
Fosfor memiliki fungsi dan peran diamati memberikan pengaruh hubungan
yang sangat vital dalam proses yang sangat kuat terhadap terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. pelepah sengkleh. Namun, dari semua
Fosfor merupakan bagian esensial proses paremetar yang diamati maka, panjang
fotosintesis dan metabolisme karbohidrat pelepah patah samapi dengan ujung yang
sebagai fungsi regulator pembagian hasil memberikan pengaruh yang sangat besar.
fotosintesis antara sumber dan organ Ini menjelaskan bahwa semakin panjang
reproduksi, pembentukan inti sel, pelepah, maka kemungkinan pelepah akan
pembelahan dan perbanyakan sel, sengkleh juga semakin besar. Semakin
pembentukan lemak dan albumin panjangnya pelepah yang tidak diikuti
organisasi sel dan pengalihan sifat dengan semakin kuatnya ikatan antar
keturunan. Namun, terlalu banyak pasokan dinding sel juga diduga menjadi sebab
P akan dapat mengakibatkan kekahatan Zn terjadinya pelepah sengkleh
dan Fe yang berperan penting dalam Dari hasil analisis curah hujan
metabolisme (Munawar, 2011). Salain itu, dapat diketahui bahwa curah hujan 5 bulan
kelebihan unsur P akan mengakibatkan sebelum munculnya sengkleh memiliki
umur tanaman seakan-akan menjadi lebih pengaruh tertinggi terhadap jumlah
pendek dibandingan tanaman normal pelepah sengkleh. Pada 5 bulan sebelum
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002). muncul sengkleh terdapat defisit air. Laju
Dari tebal petiole, terdapat pola pertumbuhan sel-sel tanaman dan efesiensi
yang positif dan ada juga yang proses fisiologis tanaman mencapai tingkat
memberikan pola negatif. Namun, dari tertinggi bila sel-sel berada pada turgor
semua jenis pemupukan hubungan yang maksimum.
terjadi dengan tebal petiol tidak ada yang Akibat kurangnya air dalam kurun
kuat. Semua pemupukan memberikan waktu tertentu akan mengakibatkan sel
pengaruh dari sedang hingga sangat mengambil air yang diperlukan oleh sel
rendah. Ini membuktikan unsur yang dari organel lain salah satunya dinding sel.
diberikan dalam bentuk pupuk Sehingga mengakibatkan dinding sel akan
memberikan pengaruh yang optimum kekurangan air dan mengurangi daya ikat
untuk tanaman, tidak ada unsur yang antara dinding sel ke dinding lainnya dan
dominan dan tidak ada unsur yang mengakibatkan dinding sel menipis. Hal
mengalami kekahatan. tersebut mengakibatkan lemahnya ikatan
Selanjutnya dari lebar petiole, antara dinding sel. Hal tersebut akan
terdapat unsur yang memiliki hubungan bertampak pada berkurangnya daya tahan
negatif yang cukup erat, yaitu LCPKS. organ pada tanaman. Selain itu, dari
Seperti yang disebutkan di atas, unsur yang berkurangnya jumlah air atau terjadi
paling banyak yg terdapat di LCPKS cekaman air akan mengakibatkan tekanan
adalah unsur Kalium. Penyerapan K yang turgor dalam sel berkurang, sehingga
tinggi menyebabkan penyerapan unsur Ca, mengurangi tekanan sitoplasma terhadap
Na dan Mg turun. Unsur Ca dan Mg vakuola. Dengan berkurangnya tekanan
merupakan unsur hara yang terlibat turgor, sel-sel yang berdekatan yang
langsung dalam proses metabolism semula saling menekan akan berkurang
tanaman, sedangkan Na merupan unsur dan mengakibatkan kelayuan (Hidayat et
hara pembangun. al.,2013).
Dari beberapa parameter Dari data produksi yang telah
pengamatan seperti panjang pelepah, lebar dianalisis menunjukkan adanya pengaruh
petiole, tebal petiole, panjang pelepah terhadap jumlah pelepah sengkleh di
JURNAL AGROMAST , Vol.1, No.2, Oktober 2016

perkebunan kelapa sawit. Hubungan positif untuk perkembangan dan pertumbuhan


yang terjadi antara produksi dengan jumlah vegetatif. Hal ini yang menyebabkan
pelepah sengkleh yang paling erat terjadi turunnya jumlah bunga betina yang
pada bulan ke 3 sebelum terjadinya terbentuk dan turunya ratio bunga betina.
sengkleh. Pola hubungan positif memiliki Dari beberapa data yang telah
arti, yakni semakin banyak produksi yang dianalisis, dapat diketahui bahwa beberapa
dihasilkan oleh blok tersebut, maka parameter menunjukkan adanya signfikan
semakin banyak jumlah pelepah sengkleh antara variabel yang berbeda, walaupun
yang tejadi. Diketahui pada bulan ke 3 secara umum kultur teknis di setiap
sebelum terjadinya sengkleh merupakan bloknya hampir sama. Hal ini disebabkan
bulan yang memiliki produksi paling tinggi oleh adanya perbedaan perlakuan
dari bulan-bulan lain pada tahun 2015. Hal pemupukan pada setiap blok yang diamati,
ini membuktikan, semakain tinggi sehingga setiap parameter menunjukkan
produksi yang terjadi, maka semakin besar pengaruh yang nyata.
potensi terjadinya sengkleh pelepah. Ukuran pelepah yang besar dan
Pada penelitian ini juga diamati panjang berdampak pada produksi yang
jumlah bunga betina dan bunga jantan pada tinggi. Hal ini menjelaskan pentingnya
pokok sengkleh dan pada pokok yang tidak peranan organ daun pada tanaman. Daun
sengkleh. Terjadi penurunan bunga betina berfungsi untuk membuat fotosintat.
pada pokok sengkleh di setiap aplikasi Fotosintat yang dihasilkan akan disalurkan
pemupukan yang berbeda. Penurunan untuk pertumbuhan dan perkembangan
bunga betina yang paling tinggi terjadi organ vegetatif dan generatif. Semakin
pada blok dengan aplikasi pupuk JJK, banyak fotosintat yang dihasilkan maka
yaitu sebesar 25,00% dalam kurun waktu 2 semakin banyak juga fotosintat yang
bulan. Sedangkan, pada pokok yang tidak ditranslokasi pada organ generatif. Naman
mengalami sengkleh, bunga betina relatif dampak lain dari semakin besar dan
meningkat di setiap aplikasi pupuk yang panjangnya pelepah adalah resiko pelepah
berbeda. Peningkatan bunga betina yang mengalami patah atau sengkleh juga
paling tinggi terjadi pada blok dengan semakin besar.
aplikasi pupuk anorganik, yaitu sebesar Cekaman air yang diakibatkan
5,88%. terjadinya kekeringan sulit dihindari
Diungkapkan oleh Fitter dan May karena hal tersebut adalah pengaruh iklim.
(1992), Tanaman harus memiliki nilai Untuk menanggulangi hal tersebut perlu
indeks luas daun yang optimum. Apabila dilakukan usaha-usaha pencegahan. Usaha
tanaman memiliki nilai indeks luas daun di pencegahan yang bisa dilakukan adalah
bawah optimum maka, produksi dari membuat rorak-rorak penampung air.
tanaman tersebut akan berkurang. Masalah Ada beberapa unsur yang bersifat
yang dihadapi oleh sebuah daun yang tidak antagonis dengan unsur lain, sehingga
terpapar cahaya matahari adalah untuk menimbulkan kekahatan unsur yang
mempertahankan suatu keseimbangan dibutuhkan tanaman untuk metabolisme.
karbon yang positif. Hal ini menyebabkan metabolisme
Fotosintesis hanya berlangsung di tanaman terhambat dan juga tidak
organ daun. Pada pokok yang mengalami maksimalnya proses fotosintesis yang
pelepah sengkleh, daun tidak terkena sinar terjadi.
matahari dengan optimal dikarenakan
daun patah. Fotosintat yang diguanakan KESIMPULAN
untuk perkembangan dan pertumbuhan Dari hasil analisis data yang telah dilakukan
tanaman berkurang, sehingga fotosintat pada bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan
yang dihasilkan tanaman tidak digunakan sebagai berikut.
untuk pertumbuhan dan perkembangan
organ generatif melainkan digunakan
JURNAL AGROMAST , Vol.1, No.2, Oktober 2016

1. Jumlah pelepah yang mengalami Purbayanti, E.D., Lukiwati. D.R.,


sengkleh lebih banyak dijumpai Trimulatsih, R. Gadjah Mada
pada lahan yang diaplikasi LCPKS. University Press, Yogyakarta
2. Jumlah pelepah sengkleh Hidayat, T.C., Harahap, I.Y., Pangaribuan,
dipengaruhi oleh panjang pelepah Y., 2013. Air dan Kelapa Sawit.
yang mengalami sengkleh dan Medan : Pusat Penelitian Kelapa
terjadinya defisit air. Sawit.
3. Terjadi penurunan jumlah bunga Lubis, Adlin U., 1992. Kelapa Sawit di
betina dan sex ratio pada kelapa Indonesia. Pusat Penelitian
sawit yang mengalami sengkleh. Perkebunan Marihat, Pematang
Siantar.
DAFTAR PUSTAKA Mangoensoekarjo, Soepadiyo (Editor),
Agrios, G.N., 1996. Ilmu Penyakit 2007. Manajemen Tanah dan
Tumbuhan. Diterjemahkan oleh M. Pemupukan Budidaya Perkebunan.
Busnia dan T. Marteredjo. Gadjah Gadjah Mada University Press,
Mada University Press, Yogyakarta Yogyakarta.
Anonim. 2010, Bahan Kuliah Dasar- Munawar, Ali, 2011. Kesuburan Tanah
Dasar Ilmu Tanah. Yogyakrta: dan Nutrisi Tanaman. IPB Press,
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Stiper. Noor, Muhammad, 2001. Pertanian Lahan
Barchia, Muhammad Faiz, 2006. Gambut Gambut Potensi dan Kendala.
Agroekosistem dan Transformasi Kanisius, Yogyakarta.
Karbon. Gadjah Mada University Pahan, Iyung, 2006. Panduan Lengkap
Press, Yogyakarta Kelapa Sawit, Manajemen
Dwidjosputro, D., 1989. Pengantar Agribisnis Kelapa Sawit Dari Hulu
fisiologi Tumbuhan. Gramedia, Hingga Hilir. Jakarta, Penebar
Jakarta. Swadaya.
Fahn, A., 1991. Anatomi Tumbuhan. Rosmarkam, Afandi. Yuwono, Nasih
Gadjah Mada University Press, Widya. 2011. Ilmu Kesuburan
Yogyakarta. Tanah. Cetakan VI. Yogyakarta :
Fatter, A. H., dan R. K. M. Hay., 1992. Kanisius.
Fisiologi Lingkungan Tanaman. Semangun, Hayono, 1996. Pengantar Ilmu
Gadjah Mada University Press, Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada
Yogyakarta. University Press, Yogyakarta
Foth, H.D., 1984. Dasar-Dasar Ilmu
Tanah. Di terjemahkan oleh

Anda mungkin juga menyukai