Anda di halaman 1dari 62

PENGARUH LAMA WAKTU PEMBIUSAN DENGAN DOSIS

YANG BERBEDA MENGGUNAKAN MINYAK


CENGKEH (Eugenia aromatica)TERHADAP
KELANGSUNGAN HIDUP BENIH
IKAN JURUNG (Tor sp)

SKRIPSI

HENDRI CLIFTON.T
07C10432072

PROGRAM STUDI PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
2014
PENGARUH LAMA WAKTU PEMBIUSAN DENGAN DOSIS
YANG BERBEDA MENGGUNAKAN MINYAK
CENGKEH (Eugenia aromatica)TERHADAP
KELANGSUNGAN HIDUP BENIH
IKAN JURUNG (Tor sp)

SKRIPSI

HENDRI CLIFTON.T
07C10432072

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan


Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar

PROGRAM STUDI PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
2014
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi :Pengaruh Lama Waktu Pembiusan Dengan Dosis Yang


Berbeda Menggunakan Minyak Cengkeh(Eugenia
aromatica) Terhadap Kelangsungan Hidup Ikan Jurung
(Tor sp)
Nama : Hendri Clifton.T
NIM : 07C10432072
Program Studi : Perikanan

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Erlita, S.Pi Ahmad Astori, S.Pi

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan Ketua Prodi Perikanan


Dan Ilmu Kelautan

Yusran Ibrahim, S.Pi


Uswatun Hasanah, S.Si,M.Si
NIDN : 0121057820
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
Skripsi/ Tugas Akhir dengan Judul

PENGARUH LAMA WAKTU PEMBIUSAN DENGAN DOSIS YANG


BERBEDA MENGGUNAKAN MINYAK CENGKEH (Eugenia
aromatica) TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP
BENIH IKAN JURUNG (Tor sp)

Yang disusun Oleh :


Nama : HENDRI CLIFTON.T
Nim : 07C10432072
Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar
Program Studi : Perikanan

Telah dipertahankan didepan Dewan Penguji pada tanggal 14 Agustus 2014 dan
dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.

SUSUNAN DEWAN PENGUJI


1. Erlita, S.Pi …………………………………
( Dosen Penguji I )

2. Ahmad Astori, S.Pi …………………………………


( Dosen Penguji II )

3. Afrizal Hendri, M.Si …………………………………


( Dosen Penguji III )

4. Ir. Baihaqi …………………………………


( Dosen Penguji IV )

Alue peunyareng 14 Agustus 2014


Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Uswatun Hasanah, S.Si, M.Si


NIDN : 021057820
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Meuerubo Kabupaten Aceh

Barat Pada Tanggal 10 Agustus 1987, Dari Ayah Yang

Bernama Andar.T Dan Ibu Bernama Isnani. Penulis

Merupakan Anak Pertama Dari Tiga Bersaudara. Penulis

Menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar di SD Ujong

Fatihah Selama 6 Tahun. Kemudian Penulis Melanjutkan

Pendidikan Pendidikan Di MTS Nurul Falah Meulaboh. Selanjutnya Penulis

Melanjutkan Pendidikan Di MAN Negeri 1 Meulaboh dan Lulus Pada Tahun

2006. Setelah tamat MAN Meulaboh, Penulis Melanjutkan Jenjang Pendidikan di

Perguruan Tinggi Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh dan diterima di

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dengan Program Studi S1 Perikanan.

Selama di Perkuliahan, Penulis Menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan (PKL) Di

BBI Kuta Cane, Aceh Tenggara Dengan Judul Teknik Pembenihan Ikan Patin

Secara Buatan. Kemudian, Penulis Menyelesaikan Kuliah Kerja Nyata (Kukerta)

Di Desa Blang Meurandeh, Beutong Ateuh Benggalang Kabupaten Nagan Raya.

Selanjut Nya Penulis Menyelesaikan Tugas Akhir / Skrispsi Dengan Judul ‘’

Pengaruh Lama Waktu Pembiusan Dengan Dosis Yang Berbeda Menggungakan

Minyak Cengkeh (Eugenia Aromatica) Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan

Jurung ( Tor Sp ) di Kabupaten Nagan Raya.


PENGARUH LAMA WAKTU PEMBIUSAN DENGAN DOSIS YANG
BERBEDA MENGGUNAKAN MINYAK CENGKEH (Eugenia
aromatica) TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP
BENIH IKAN JURUNG(Tor sp)

Oleh
Hendri Clifton.T 1) Erlita, S.Pi 2) Ahmad Astori, S.Pi 2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis minyak cengkeh yang
optimum sebagai bahan anatesis yang dapat mencegah dan mengurangi kematian
benih ikan jurung ( Tor sp.) metode yang digunakan adalah metode eksperimen
yang terdiri dari 4 perlakuan dengan dosis (0,005ml/l), (0,010ml/l), (0,015ml/l)
dan (0,025ml/) kemudian di ulang 3 kali sehingga menjadi 12 unit perlakuan.
Sedangkan variabel yang di amati adalah kelangsungan hidup benih ikan jurung
dan kualitas air. Hasil penelitian menunjukan bahwa persentase rata- rata
kelangsungan hidup benih ikan jurung yang tertinggi pada perlakuan 3 yaitu
pemakaian dosis minyak cengkeh 0,015ml/l sebesar 83,33%, sedangkan yang
terendah yaitu pada perlakuan 4 dengan dosis minyak cengkeh 0,025ml/l sebesar
43,33%. Kualitas air yang diukur selama penelitian adalah suhu, pH, dan ogsigen
terlarut (DO). Suhu berkisar 25-27 0C, pH berkisar antara 6,0-7, ogsigen terlarut
(DO) berkisar antara 4,20 - 5,42.

Kata Kunci : Minyak Cengkeh, Benih Ikan Jurung, Kelangsungan Hidup


ANAESTHESIA TIME DEPTH INFLUENCE WITH DOSE WHICH
DIFFERS IN APPLIES OIL OF CLOVE ( Eugenia
aromatica) TO CONTINUITY OF LIFE
FISH SEED JURUNG(Tor sp)

Oleh
Hendri Clifton.T 1) Erlita, S.Pi 2) Ahmad Astori, S.Pi 2)

ABSTRAK

This research was to know optimum oil of Eugenia aromatica influence as


component of anatesis which can prevent and lessens death of fish seed jurung (
Tor soro sp.) method applied is experiment method consisted of by 4 treatment
with dose ( 0,005ml/l), ( 0,010ml/l), ( 0,015ml/l) and ( 0,025ml/) then in repeating
3 times causing becomes 12 treatment units. While variable which in observing is
continuity of fish seed life jurung and water quality. Result of research of
menunjukan that percentage continuity of fish seed life jurung which is highest at
treatment of 3 that is usage of oil of clove dose 0,015ml/l equal to 83,33%, while
low at treatment of 4 with oil of clove dose 0,025ml/l equal to 43,33%. Water
quality measured during research is temperature, hydrogen ion exponent, and
Dissolved Ogsigen ( DO). Temperature shifts 25-27 0C, hydrogen ion exponent
ranges from 6,0-7, Dissolved Ogsigen( DO) ranges from 4,20 - 5,42.

Keywords: Eugenia aromatica, Tor sp, Survival Rate


RINGKASAN

HENDRI CLIFTON.T, 07C10432072. PENGARUH LAMA WAKTU


PEMBIUSAN DENGAN DOSIS YANG BERBEDA MENGGUNAKAN
MINYAK CENGKEH (Eugenia aromatica) TERHADAP
KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN JURUNG (Tor sp).DIBAWAH
BIMBINGAN IBU ERLITA S.Pi DAN BAPAK AHMAD ASTORI S.Pi

Penelitian ini di lakukan mulai Tanggal 12 maret 2014 sampai dengan

april 2014, di desa Ujung Fatihah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Nagan Raya..

Benih yang digunakan adalah benih ikan jurung (Tor sp),wadah pengujian

menggunakan Toples ukuran 10 liter air. Padat peneberan benih ikan yang

digunakan sebanyak 10 ekor setiap perlakuan. Metode yang di gunakan dalam

penelitian ini adalah metode eksperimen. Rancangan penelitian yang di gunakan

adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan

masing-masing perlakuan A (0,005ml/l), B (0,010ml/l), C (0,015ml/l) dan D

(0,025ml/l).Data analisis menggunakan analisis of Variance (ANNOVA). Hasil

penelitian menunjukan bahwa dosis minyak cengkeh memberikan pengaruh

sangat nyata terhadap kelangsungan hidup benih ikan jurung. Dari hasil uji beda

perlakuan menunjukan bahwa kelangsungan hidup tertinggi berada pada

perlakuan C dosis 0,015ml/l yang di dapatkan hasil sebesar 83,33% dengan waktu

pingsan ke pulih sadar dengan waktu 5 jam, sedangkan pada perlakuan A dosis

0,005ml/l 70% dengan waktu 1 jam dan pada perlakuan B dosis 0,010 sebesar

66,66% dengan lama waktu pulih sadar 3 jam, sedangkan pada perlakuan D dosis

0,025ml/l sebesar 43,33% dengan waktu pingsan ke pulih sadar 5 jam. Hasil

pengukuran kualitas air pada saat penelitian masi dalam layak untuk kehidupan

benih ikan jurung, antara lain suhu berkisar 25- 27 0C, ogsigen terlarut 4,42-5,42

ppm dan pH 6 – 6,5.


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi’’ Pengaruh Lama Waktu


Pembiusan Dengan Dosis yang Berbeda Menggunakan Minyak Cengkeh
Terhadap Kelangsungan Hidup Ikan Jurung ( Tor sp )’’ adalah Karya saya sendiri
dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah di ajukan dalam bentuk
apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang
diterbitkan maupun tidak, diterbitkan dari penulis lain telah disebut dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.

Meulaboh, Agustus 2014

Penulis
KATA PENGANTAR

‫ﺑِﺴْــــــــــــــــﻢِ اﷲِاﻟﺮﱠﺣْ ﻤَﻦِ اارﱠﺣِ ﯿﻢ‬


Dengan mengucapkan puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah S.W.T
yang telah berkenan melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi dengan judul: Pengaruh Lama Waktu Pembiusan
Dengan dosis yang berbeda Menggunakan Minyak Cengkeh (Eugenia
aromatica) Terhadap Kelangsungan hidup Benih Ikan Jurung ( Tor sp ).
Skripsi ini disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku
Umar Meulaboh.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Uswatul Hasanah, S.Si, M.Si selaku Dekan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar Meulaboh
2. Yusran Ibrahim, S.Pi Selaku Ketua Prodi Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan
3. Ibu Erlita, S,Pi selaku komisi Pembimbing, dan Bapak Ahmad Astori, S.Pi
dalam memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi
4. Bapak Ir Baihaqi dan Bapak Afrizal Hendri S.Pi, M.Si selaku dosen
penguji yang telah memberikan saran serta perbaikan
5. kedua orang Tua saya dan Adik- adik, Eva Andriani, Irvan Ricardo.T
yang telah membantu penulis dalam memberikan support dalam segala hal
6. Leting 2008, Andika Saputra, M. nasir, Muhammad Isa dan Afrizal atas
kebersamaan selama studi dan kenangan yang tak terlupakan

Hanya Allah SWT pemilik segala kesempurnaan. Untuk itu kritik dan
saran sangat penulis harapkan. Akhir nya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan pihak yang membutuhkan.

Meulaboh, Agustus 2014

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
COVER ......................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ....................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................... v
RINGKASAN ............................................................................................... vi
LEMBAR PERYATAAN ............................................................................ vii
KATA PENGANTAR.................................................................................. viii
DAFTAR ISI................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii

I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1. 2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4
1. 3 Tujuan ..................................................................................................... 4
1. 4 Manfaat ................................................................................................... 4
1. 5 Hipotesis.................................................................................................. 4

II TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Klafikasi Ikan Jurung (Tor sp) ................................................................ 5
2.1.1 Morfologi Ikan Jurung ..................................................................... 5
2.1.2 Habitat Ikan Jurung .......................................................................... 6
2.1.3 Sistem Reproduksi Ikan Jantan ........................................................ 7
2.1.4 Sistem Reproduksi ikan Betina ........................................................ 7
2.1.5 Siklus Hidup Ikan Jurung ................................................................. 8
2.1.6 Pakan dan Kebiasaan Makan Ikan Jurung........................................ 9
2.1.7 Pakan Induk ...................................................................................... 9
2.1.8 Pakan Larva...................................................................................... 9
2.1.9 Kualitas Air ...................................................................................... 10
2. 2 Klafikasi Tanaman Cengkeh ................................................................... 10
2.2.1 Morfologi Tanaman Cengkeh .......................................................... 10
2.2.2 Minyak Astiri ................................................................................... 11
2.2.3 Minyak Cengkeh .............................................................................. 12
2.2.4 Kandungan euganol dalam minyak cengkeh ................................... 13
2.2.5 pembiusan Ikan ................................................................................ 14
2. 3 Penanganan Ikan Hidup .......................................................................... 17
2.3.1 Transportasi Ikan Hidup................................................................... 18
2.3.2 Pengangkutan Ikan ........................................................................... 20
III METODELOGI
3. 1 Waktu dan Tempat ................................................................................ 23
3. 2 Alat dan Bahan........................................................................................ 23
3. 3 Metode Penelitian.................................................................................... 24
3.3.1 Jenis rancangan Penelitian................................................................ 24
3.3.2 Pemberian dosis Minyak cengkeh .................................................... 25
3. 4 Prosedur Kerja......................................................................................... 26
3.4.1 Hewan Uji ....................................................................................... 26
3.4.2 Persiapan Wadah............................................................................. 26
3.4.3 Pembiusan ....................................................................................... 26
3.4.4 Parameter Uji .................................................................................. 27
3. 5 Analisi Data............................................................................................. 27

IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil ......................................................................................................... 28
4.1.1 Kondisi Klinis ikan jurung Selama Pembiusan........................ 28
4.1.2 Kelangsungan hidup Benih Ikan Jurung .................................. 29
4.1.3 Lama Waktu Pingsan Ke Pulih Sadar ...................................... 29
4.1.4 Parameter kualitas air pada saat pembiusan............................. 30
4. 2 Pembahasan............................................................................................. 31
4.2.1 Kondisi Klinis Ikan Jurung ..................................................... 31
4.2.2 Lama Waktu Pingsan Ke Pulih Sadar ..................................... 34
4.2.3 Kelangsungan Hidup Benih Ikan Jurung ............................... 36
4.2.3 Parameter Kualitas Air Pada Saat Pembiusan ........................ 38

V KESIMPULAN DAN SARAN


5. 1 Kesimpulan ............................................................................................. 39
5. 2 Saran........................................................................................................ 39

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 1. Ikan Jurung (Tor sp)..................................................................... 4


Gambar 2 Benih ikan jurung UPR krung Batee............................................ 42
Gambar 3 Pemeliharaan Benih Ikan Jurung di Bak Penampung ................... 42
Gambar 4. Pulih Sadar Benih Ikan Jurung..................................................... 42
Gambar 5. Pembiusan benih ikan jurung ....................................................... 43
Gambar 6. Minyak Cengkeh .......................................................................... 43
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1 Parameter Sifat Kimia Dan fisika ..................................................... 10
Tabel 2 Klasifikasi Respon Tingkah Laku Ikan............................................. 16
Tabel 3 Alat.................................................................................................... 23
Tabel 4 Bahan ................................................................................................ 23
Tabel 5 Kondisi Klinis Benih Ikan Jurung Selama Pembiusan ..................... 28
Tabel 6 Kelangsungan Hidup Ikan Jurung..................................................... 29
Tabel 7 Lama Waktu Pingsan Ke Pulih Sadar ............................................... 29
Tabel 8 Kualitas Air Sebelum Pemberian Minyak Cengkeh ......................... 30
Tabel 9 Kualitas Air Sesudah Pemberian Minyak Cengkeh .......................... 30

\
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu bentuk transportasi ikan hidup yang paling populer dan

sederhana di Indonesia adalah cara pengangkutan ikan hidup dengan

menggunakan media air (sistem basah). Tujuan kegiatan yang bersifat tradisional

ini pada mulanya untuk mendukung kegiatan budi daya dalam pendistribusian

benih ikan. Namun, dalam perkembangannya telah meluas untuk tujuan

distribusi ikan konsumsi, misalnya ikan mas, gurame, lele, nila dan

sebagainya.Sistem transportasi lainnya yaitu transportasi tanpa media air (sistem

kering). Saat ini transportasi ikan hidup sistem kering semakin berkembang

terutama untuk crustacea, tetapi untuk ikan masih merupakan hal yang baru dan

belum berkembang di masyarakat. Teknik ini perlu dikembangkan terutama untuk

tujuan ekspor karena dapat mengurangi berat dan resiko kebocoran di pesawat.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam transportasi ikan hidup tanpa

media air adalah jenis media pengemas, perlakuan ikan sebelum dikemas

(imotilisasi atau hibernasi), suhu media selama pengangkutan dan kemungkinan

penggunaan anti metabolit (zat anestesi).Pada transportasi ikan hidup sistem

kering perlu dilakukan proses penanganan atau pemingsanan terlebih dahulu.

Kondisi ikan yang tenang akan mengurangi stress, mengurangi kecepatan

metabolisme dan konsumsi oksigen. Pada kondisi ini tingkat kematian selama

transportasi rendah sehingga memungkinkan jarak transportasi dapat lebih jauh

dan kapasitas angkut dapat meningkat. Metode pemingsanan ikan dapat dilakukan
Dengan cara menggunakan zat anestesi atau dapat juga menggunakan

penurunan suhu.

Zat anestesi yang biasa digunakan untuk proses pemingsanan ikan yaitu,

berupa bahan kimia seperti MS-222 (tricaine methane sulphonate), CO dan

quinaldine serta bahan alami seperti eksrak biji karet dan ekstrak cengkeh.

Penggunaan bahan kimia seperti MS-222 cukup popular digunakan, tetapi

harganya mahal. Perlu diperhatikan bahwa ikan yang akan dipingsankan nantinya

akan dikonsumsi, sehingga pemilihan metode pemingsanan harus memperhatikan

dua aspek kesehatan. Metode pemingsanan menggunakan penurunan suhu

menjadi salah satu pilihan yang aman karena tidak mengandung residu kimia di

dalamnya. Proses pemingsanan menggunakan suhu rendah memiliki dua metode

yaitu pemingsanan dengan penurunan suhu bertahap dan pemingsanan dengan

penurunan suhu langsung. Ada beberapa keuntungan dan kerugian metode

pemingsanan dengan penurunan suhu langsung dan bertahap. Pemingsanan

dengan penurunan suhu secara bertahap dapat menimbulkan stress pada ikan dan

memerlukan waktu yang panjang hingga ikan pingsan, sedangkan dengan

penurunan suhu secara langsung dapat mengurangi stress selama proses

pemingsanan dan mempercepat proses pemingsanan (Nitibaskara et al. 2006).

Teknologi transportasi ikan hidup sistem kering ini tidak dapat

distandarkan untuk semua jenis ikan, karena tingkat kelulusan hidup (survival

rate) ikan selama transportasi dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga setiap

jenis ikan memerlukan perlakuan yang spesifik.Salah satu jenis ikan yang

potensial untuk dipasarkan dalam keadaan hidup adalah ikan nila. Cara yang biasa
dilakukan dalam pengangkutan ikan nila hidup adalah dengan sistem basah. Cara

ini untuk keperluan jarak dekat dan kurang efektif jika digunakan untuk jarak

jauh, karena dibutuhkan tempat yang lebih besar sehingga menjadi berat.

Transportasi ikan hidup sistem kering dapat menjadi pilihan untuk

distribusi ikan nila hidup dengan waktu pengangkutan yang relatif lebih lama.

Beberapa penelitian transportasi sistem kering untuk ikan nila hidup sudah

dilakukan yaitu, ikan nila dipingsankan menggunakan arus listrik 120 volt selama

3 menit memiliki tingkat kelulusan hidup 100 % untuk waktu kemas 1 jam dan

memiliki tingkat kelulusan hidup 10 % untuk waktu kemas 4 jam (Achmadi

2005). Ikan nila yang dipingsankan menggunakan ekstrak Caulerpa racemosa 48

% memiliki tingkat kelulusan hidup 100 % selama waktu kemas 2 jam (Pramono

2002), sedangkan pemingsanan menggunakan gas CO15 mmHg memiliki tingkat

kelulusan hidup 66,67 % selama waktu kemas 2 jam (Hidayah 1998). Rendahnya

tingkat kelulusan hidup ikan nila dalam waktu kemas yang tidak lama

menunjukkan bahwa masih perlu dicoba metode pembiusan lainnya agar ikan

tetap hidup dalam waktu yang relatif lebih lama. Pada penelitian ini akan

dilakukan pembiusan dengan dosis yang berbeda menggunakan minyak cengkeh

(Eugina aromatica) terhadap kelangsungan hidup ikan jurung (Tor sp)


1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah lama waktu pembiusan dengan minyak cengkeh berpengaruh

terhadap kelangsungan hidup benih ikan jurung

2. Apakah dengan dosis minyak cengkeh yang bervariasi dapat berpengaruh

dengan kondisi klinis ikan jurung.

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui dosis minyak cengkeh yang terbaik terhadap

kelangsungan hidup benih ikan jurung

2. Untuk mengetahui berapa lama waktu pulih sadar benih ikan jurung

selama pembiusan dengan minyak cengkeh

3. Untuk mengatahui dosis minyak cengkeh yang terbaik terhadapa

kelangsungan hidup benih ikan jurung

1.3 Manfaat

Manfaat penelitian ini agar membantu pembudidaya untuk meningkatkan

kelangsungan hidup ikan saat melakukan transportasi dengan menggunakan

minyak cengkeh (Eugenia aromatica)

1.4 Hipotesis

1. Dosis minyak cengkeh berpengaruh terhadap kondisi klinis ikan jurung

selama pembiusan

2. Dosis minyak cengkeh berpengaruh terhadap kelangsungan hidup benih

ikan jurung
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Ikan Jurung (Tor sp)

Dalam ilmu biologi ikan jurung diklasifikasikan sebagai berikut :

Superkingdom Eukaryota, Kingdom Animalia, Subkingdom Eumetazoa,

superphylum Deuterostomia, (Epro Barades,2008), Phylum Chordata, Subphylum

Vertebrata, Infraphylum Gnathostomata, Superclass Osteichthyes, Class

Actinopterygii, Subclas Neopterygii, Infraclass Teleostei, Superordo Ostariophysi,

Order Cypriniformes, Superfamily Cyprinoidea, Family Cyprinidae, Subfamily

Cyprininae, Genus Tor, Spesies Tor sp (Maridup Hutauruk,2010).

Gambar1: Ikan Jurung (Tor sp)

2.1.1 Morfologi Ikan Jurung (Tor sp)

Secara morfologis ikan jurung mempunyai ciri-ciri berupa cuping dengan

ukuran sedang pada bagian bibir bawah yang tidak mencapai sudut mulut dan jari-

jari terakhir sirip punggung yang mengeras memiliki panjang yang sama dengan

panjang kepala tanpa moncong. Bentuk tubuh pipih memanjang, dengan warna

tubuh keperakan pada ikan muda dan berangsur-angsur berubah menjadi kuning

kehijauan pada ikan dewasa. Bentuk tubuh ikan betina lebih gembung, sedangkan
jantan langsing. Warna tubuh ikan jantan lebih gelap daripada ikan betina. (Epro

Barabes,2008).

Sirip dorsal memiliki 3 duri dan 8-9 jari-jari lemah, sirip anal 3 duri dan 5

jari-jari lemah, sirip dada 1 duri dan 14-16 jari-jari lemah, sirip perut 2 duri dan 8

jari-jari lemah, 24-28 sisik pada linea lateralis. Tinggi tubuh 3,4-3,8 SL, 4,3-4,6

TL. Panjang kepala 4,3 SL dan 5,4 TL. Diameter mata 4 HL, sekitar 1 1/3

terhadap moncong dan mendekati dua terhadap jarak antar mata. Mulut inferior,

bibir tebal, pada pertengahan bibir bawah tidak terdapat cuping dan hanya berupa

kulit. Sungut moncong hampir sama atau lebih panjang dibandingkan mata, lebih

pendek dibandingkan sungut rahang atas. Panjang operkulum 1 ½ - 1 ¾ terhadap

tingginya. Awal sirip dorsal sebelum sirip perut, berhadapan dengan sisik ke 7

atau 8 dari linea lateralis, dan 8-9 sisik di depan sirip dorsal. Sirip dorsal cekung,

duri ketiga kuat dan lebih pendek daripada panjang kepala tanpa moncong. Sirip

anal membulat dan tidak mencapai ekor, jari-jari sirip anal yang terpanjang lebih

pendek dibandingkan duri sirip dorsal. Sirip ventral lebih pendek dibandingkan

sirip dada maupun sirip dorsal, terletak jauh dari anus, berjarak dua baris sisik dari

linea lateralis. Sirip ekor menggarpu, ujungnya meruncing tajam. Batang ekor

dikelilingi 12 sisik. Warna tubuh keperakan, bagian belakang gelap (Haryono dan

Agus, 2005)

2.1.2 Habitat Ikan Jurung (Tor sp)

Ikan jurung (Tor sp) ini hidup di perairan air tawar yang memiliki

ketinggian sekitar 4m-5m.Merupakan tipikal ikan yang menyukai ekologi air yang

ditandai oleh arus air yang deras, berair jernih, dasar perairan berbatu, suhu air

relatif rendah, kandungan oksigen tinggi, dan lingkungan sekitar berupa hutan.
Ikan kecil sampai remaja menyukai bagian sungai yang berarus dan berbatuan.

Sedangkan ikan dewasa menempati lubuk-lubuk sungai yang dalam (Haryono,

2007).

Di habitat aslinya, memiliki gerakan yang sangat agresif, baik saat

mengejar mangsa maupun menghindar dari ancaman. Oleh karena itu, di Malaysia

dan India, ikan jurung menjadi favorit para pemancing. Begitu pula di

Pegunungan Muller, Kalteng, jika ikan terperangkap jala atau pukat, mereka akan

memberontak sekuat tenaga. Ikan Jurung termasuk aktif di malam hari, sedangkan

siang hari lebih banyak sembunyi di balik batuan atau gua-gua. Namun, jika

mendengar atau melihat buah jatuh ke air, mereka akan segera mengejarnya (Epro

Barabes,2008).

2.1.3 Sistem Reproduksi Ikan Jantan

Organ reproduksi ikan jantan terdiri dari sepasang testis, seminal vesikel

dan saluran-saluran sperma. Dalam tubulus terdapat sel germinal dan sel sertoli,

sedangkan diluar tubulus terdapat sel intertisisal dan sel leydig. Sel germinal

terkumpul dalam kista-kista berupa spermatosit primer, spermatosit sekunder dan

spermatid pada tingkatan yang berbeda dan dibatasi oleh sel-sel sertoli. Sel-sel

sertoli merupakan sel yang berfungsi sebagai buffer dalam testikular berbentuk

pipih dan irregular, saling terpisah oleh lapisan sitoplasma (Chinabut et.al, 1991

dalam Tang dan Affandi, 2001).

2.1.4 Sistem Reproduksi Ikan Betina

Organ reproduksi ikan betina berupa ovari (sepasang organ yang

memanjang di rongga tubuh). Perkembangan ovari terdiri dari oogonia, oosit yang
mengelilingi sel folikel, disokong oleh sel stroma dan jaringan pembuluh darah

dan syaraf. Permulaan perkembangan oosit berawal dari sel folikel yang

mengganda karena adanya pertumbuhan oosit yang kemudian secara kontinu akan

membentuk lapisan dalam folikel (sel granulosa). Kemudian pada lapisan luar

folikel terbentuk lapisan sel theca oleh jaringan stroma. Kedua lapisan sel folikel

ini dibatasi oleh membran yang jelas dan berfungsi dalam pembentukan kuning

telur oosit (Tang dan Affandi, 2002).

2.1.5 Siklus Hidup Ikan Jurung (Tor sp)

Telur, larva, juvenil, dan dewasa adalah beberapa tahap yang terjadi pada

siklus hidup ikan. Pada tahap telur terdapat proses pembuahan yang dilakukan

oleh sperma. Proses pembuahan ini menyebabkan terjadinya proses embriologis

pada telur yang kemudian akan menetas menjadi larva. Tahap larva terbagi lagi

menjadi tahap prolarva dan post larva. Pada tahap prolarva ikan masih memiliki

kuning telur, tubuh yang transparan, beberapa pigmen yang belum diketahui

fungsinya, sirip perut yang berbentuk tonjolan, usus berupa tabung lurus.

Pergerakan ikan pada tahap prolarva ini sangat lambat dan terkadang berada pada

posisi terbalik. Hal ini dikarenakan kandungan lemak pada kuning telur dan ikan

masih belum bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. Tahap postlarva

merupakanahap akhir dari larva dimana organ luar dan dalam ikan telah sempurna

sehingga memiliki bentuk tubuh yang hampir sama dengan induknya (Epro

Barabes, 2008). Tahap juvenil adalah tahap dimana ikan telah melewati tahap

postlarva. Pada tahap ini ikan telah memiliki bentuk tubuh yang sama dengan

induknya. Tahap juvenil ini akan selesai setelah ikan menjadi dewasa (Epro

Barabes, 2008).
2.1.6 Pakan dan Kebiasaan Makan Ikan Jurung (Tor sp)

Kebiasaan makan alami ikan Jurung bersifat omnivora (Cholik. dkk,

2005). Diantaranya tumbuhan, buah Ficus sp., serangga, kepiting, udang, keong-

keongan dan lumut-lumutan. Selain itu ikan ini aktif makan pada malam hari.

(Suhendra, 1995 dalam Cholik et al, 2005).

2.1.7 Pakan Induk

Kualitas sperma dan telur pada induk sangat dipengaruhi oleh kandungan

nutrisi dari pakan yang diberikan (Memis dan Gun, 2004). Dengan demikian

sangat penting sekali untuk memperhatikan formulasi dari pakan yang akan

diberikan kepada induk. Selama masa pemeliharaan induk diberi pakan pellet

dengan kandungan protein antara 28-30% dan lemak sekitar 7%. Pakan diberikan

sebanyak 2-3% bobot badan/hari. (Cholik et al. 2005)

2.1.8 Pakan Larva

Dalam pembenihan secara intensif biasanya diutamakan pemberian pakan

buatan. Pakan yang berkualitas baik mengandung zat-zat makanan yang cukup,

yaitu protein yang mengandung asam amino esensial, karbohidrat, lemak, vitamin

dan mineral (Prihatman,2000).


2.1.9 Kualitas Air

Tabel 1. Parameter Sifat Fisika dan Kimia Air yang Cocok Untuk

Pembenihan Ikan Jurung.

No Parameter kisaran
1 Oksigen terlarut (mg/l) 6,8 - 7,0
2 Ph 6,0
3 Suhu (°C) 21-24
4 C02(mg/l) 2,2-4,5
5 Kesadahan (mg/l) 12,3
6 Debit Air (litcr/detik) 6-6,35
7 Kecerahan Air >2,5m
(Cholik et al. 2005)

Ikan Jurung cocok dengan air yang jernih dan mengalir yang memiliki

suhu relatif rendah, dengan dasar kolam berbatu-batu koral dan berpasir.

Parameter sifat fisika dan kimia yang cocok untuk pembenihan ikan jurung dapat

dilihat pada Tabel 1 yang terdapat di atas (Cholik et al. 2005)

2.2. Klafikasi Tanaman Cengkeh (Syzygium aromaticum L)

a. Sinonim

Syzygium aromaticum L., Eugenia caryophyllata, Eugenia Aromatica

,Caryophyllus aromaticus, Jambos carryhophyllus (Thomas, 2007).

b. Taksonomi

Divisio Spermatophyta, Sub-Divisio Angiospermae, Kelas

Dicotyledoneae, Sub-Kelas Choripetalae, Ordo Myrtales, Famil Myrtaceae, Genus

Syzygium, Spesies Syzygium aromaticum L.


2.2.1 Morfologi Tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum L)

Tanaman Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) termasuk jenis tumbuhan

perdu yang dapat memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh

mampu bertahan hidup puluhan bahkan sampai ratusan tahun, tingginya dapat

mencapai 20-30 meter dan cabang-cabangnya cukup lebat (Thomas, 2007).

Daun tunggal, bertangkai,tebal,kaku,bentuk bulat telur sampai lanset

memanjang, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi rata, tulang daun menyirip,

permukaan atas mengkilap, panjang 6-13,5 cm, lebar 2,5-5 cm, warna hijau muda

atau cokelat muda saat masih muda dan hijau tua ketika tua (Kardinan, 2003).

Bunga dan buah cengkeh akan muncul pada ujung ranting daun dengan tangkai

pendek serta bertandan. Pada saat masih muda bunga cengkeh berwarna keungu-

unguan, kemudian berubah menjadi kuning kehijauan dan berubah lagi menjadi

merah muda apabila sudah tua. Sedang bunga cengkeh kering akan berwarna

cokelat kehitaman dan berasa pedas sebab mengandung minyak atsiri (Thomas,

2007).

Perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara vegetatif dan generatif.

Tanaman ini tumbuh baik di daerah tropis di ketinggian 600-1.100 meter di atas

permukaan laut (dpl) di tanah yang berdrainase baik (Kardinan, 2007).

2.2.2. Minyak Atsiri

Minyak atsiri atau dikenal juga sebagai minyak eteris adalah kelompok

besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah

menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri bersifat mudah

menguap karena titik uapnya rendah. Sebagian besar minyak atsiri termasuk
dalam golongan senyawa organik terpena dan terpenoid yang bersifat larut dalam

minyak/lipofil(Wikipedia, 2009).

Minyak atsiri dari tanaman cengkeh dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan

sumbernya, yaitu minyak daun cengkeh (clove leave oil), minyak tangkai

cengkeh (clove stem oil), minyak bunga cengkeh (clove bud oil). Minyak daun

cengkeh merupakan salah satu minyak atsiri yang cukup banyak dihasilkan di

Indonesia dengan cara penyulingan. Minyak daun cengkeh berupa cairan

berwarna bening sampai kekuning-kuningan, mempunyai rasa yang pedas, dan

berbau aroma cengkeh. Warnanya akan berubah menjadi cokelat atau berwarna

ungu jika terjadi kontak dengan besi atau akibat penyimpanan (Zulchi dan Nurul,

2006).

2.2.3. Minyak Cengkeh

Produk samping dari tanaman cengkeh adalah minyak Cengkeh.

Tergantung dari bahan bakunya ada tiga macam minyak cengkeh, yaitu minyak

bunga cengkeh, minyak tangkai cengkeh, dan minyak daun cengkeh.Rendemen

dan dari minyak yang dihasilkan dipengaruhi oleh asal tanaman,varietas,mutu

bahan,penanganan bahan sebelum penyulingan,metode penyulingan ekstraksi

minyak dengan CO2 pada kondisi subkritik secara komersil, telah dilakukan

terhadap bunga cengkeh pada tekanan 50 - 80 bar dan temperatur antara 0 - 10°C

sebagai alternatif terhadap penyulingan uap.Minyak yang dihasilkan mempunyai

karakteristik yang lebih baik karena tidak ada residu pelarut dan bau yang tidak

diinginkan, disamping itu mempunyai kelarutan yang lebih baik serta kandungan

aromatik yang lebih tinggi dan lengkap (Moyler,1977).


Menurut Purseglove et al. (1981), penyulingan 680 kg tangkai cengkeh

yang dilakukan di Zanzibar dengan menggunakan cara uap langsung yang alatnya

terbuat dari stainless steel selama 16 jam, menghasilkan minyak yang jernih

hampir seperti air dengan rendemen 5-7%.Dalam penyimpanan minyak dapat

berubah menjadi kuning, kadang - kadang menjadi keunguan

2.2.4. Kandungan Euganol dalam minyak cengkeh

Dilihat dari banyaknya penggunaan bahan-bahan kimia dalam keperluan

sehari-hari merupakan salah satu hal yang sangat menarik untuk dipelajari

terutama untuk senyawa kimia yang bisa diperoleh dari alam atau yang lebih

dikenal atau yanglebih di kenal dengan senyawa kimia bahan alam.seiring

perkembangan ilmu kimia organik pada hakekatnya seiring juga dengan usaha

pemisahan dan penelitian bahan alam. Hal ini antara lain disebabkan karena

stuktur molekul dari senyawa-senyawa yang di hasilkan oleh organisme

mempunyai variasi yang sangat luas. Senyawa-senyawa ini merupakan hasil

metabolisme sekunder pada tumbuhan dan sangat beragam dalam beberapa

golongan senyawa bahan alam. Misalnya, minyak astiri adalah produk yang

berlimpah di alam, produk minyak astiri baru menghasilkan minyak kasar (Crude

oil ). Jika minyak kasar tersebut diolah lebih menjadi berbagai komponen minyak

esensial murni maka akan dihasilkan produk-produk minyak esensial yang lebih

ekonomis. Salah satunya adalah minyak cengkeh. Minyak cengkeh atau Eugenia

caryophyllata Tumb adalah tanaman asli kepulauan Maluku yang kini di

budidayakan di berbagai tempat di indonesia dan dunia. Bunga cengkeh

mengandung minyak atsiri yang disebut minyak cengkeh sekitar 17 % berat.

Komponen terbesar ( 80-90 % berat ) minyak cengkeh adalah Euganol atau 3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil),propena, pemanfaatan euganol dalam bidang industri

terbatas pada produksi parfum. Beberapa senyawa yang dibuat dari euganol

seperti vanilin dan metil euganol memiliki manfaat yang lebih banyak, karena

pada euganol terdapat gugus-gugus fungsi yang dapat diubah secara kimia, pada

prinsipnya euganol merupakan bahan awal yang sangat berguna bagi sistesis

senyawa-senyawa yang lebih bermanfaat ( Rudyanto dan Hartanti, 2006 ).

2.2.5 Pembiusan ikan

Kondisi pingsan adalah kondisi tidak sadar yang dihasilkan oleh proses

terkendalinya dari sistem saraf pusat yang mengakibatkan turunnya kepekaan

terhadap ransangan dari luar dan rendahnya respon gerak dari ransangan tersebut.

Pingsan atau mati rasa pada ikan berarti sistem saraf yang kurang berfungsi (

Willford, 1970 dalam Prasetyawati, 1994).

Anatesi diperlukan untuk ikan dalam transportasi, kegiatan penelitian

diagnosa penyakit, penandaan ikan pada pada bagian kulit dan insang,

pengambilan sampel darah dan proses pembedahan, pada kegiatan penelitian,

anatesi bertujuan untuk menurunkan segala aktifitas ikan terutama untuk jenis

ikan dari kelompok elasmobranci ( hiu atau pari) karena disamping faktor

keamanan juga dapat mengurangi stres, luka akibat suntikan dan penurunan

metabolisme ( Gunn, 2001).

Berdasarkan hasil survei Gilderhus dan Marking(1987) dalam Dewi

(1995), 85% - 90% pekerja pada bidang perikanan di Amerika menyatakan bahwa

pembiusan dikatakan berhasil bila memenuhi kriteria dibawah ini.

1) Induksi bahan pembius dalam tubuh ikan terjadi dalam waktu tiga menit

atau kurang sehingga ikan lebih mudah ditangani.


2) Pulih ikan sampai gerakan renangnya kembali normal, membutuhkan

waktu 10 menit atau kurang.

3) Tidak ditemukan adanya kematian ikan selama 15 menit setelah

pembongkaran, bila ikan dibius pada konsntrasi yang efektif.

Anatesi yang ideal adalah anatesi yang mampu meminsankan ikan kurang

dari tiga menit dan menyadarkan kembali kurang lebih lima menit, bahan anatesi

yang digunakan tidak beracun bagi ikan dan manusia, dan mudah larut dalam

pelarutnya ( Gunn, 2001 ).

Menurut Wright dan Hall( 2003 ) pembiusan ikan meliputi tiga tahap yaitu

1) Berpindahnya bahan pembius dari lingkungan kedalam muara pernapasan

organisme

2) Difusi membran dalam tubuh yang menyebabkan terjadinya penyerapan

bahan pembius kedalam darah

3) Sirkulasi darah dan difusi jaringan menyebabkan subtansi keseluruh tubuh,

kecepatan distribusu dan penyerapan oleh sel bergam, tergantung pada

persedian darah dan kandungan lemak setiap jaringan.

Ikan dapat menyerap bahan anatesi melalui jarigan otot, saluran

pencernaan dengan cara injeksi atau melalui insang. Anatesi melalui insang adalah

cara yang ideal terutama untuk jenis ikan kelompok kecil elasmobranci dan

sebagian besar kelompok teleostel karena konsentrasi bahan anatesi yang

digunakan dalam kontrol dan stres dapat diminimalkan. Pada tingkat pemingsanan

deep sedation cara induksi melalui jarigan otot adalah lebih baik, kualitas air yang

digunakan untuk anatesi diusahakan mendekati kualitas air pada aquarium.

Salinitas, suhu, pH dan ogsigen harus diperhitungkan karena faktor-faktor ini


dapat mempengaruhi aktivitas bahan anatesi, kecepatan metabolisme ikan dan

kemampuan penyerapan bahan anatesi nya ( Gunn,2001).

Menurut Ferriera et al.( 1984), MS 222 masuk dalam insang dengan cara

berdifusi. Proses ini terjadi dengan cepat, MS222 bersifat sedikit asam

berpenetrasi dalam insang dengan mempengaruhi sistem tubuh yang lain seperti

sistem kardiofaskular dan sistem pernapasan. Selain itu perlu diketahui bahwa

disamping insang ternyata kulit merupakan bagian tubuh yang juga berperan

dalam penetrasi obat ( bahan anatesi ) dalam jumlah besar.

Dengan sifat bahan anatesi yang larut mudah larut dalam air dan lemak,

proses difusi zat anatesi dalam aliran darah melaui insang terjadi sangat cepat.

Masuknya cairan anatesi dalam sistem darah akan disebarkan keseluruh tubuh

termasuk otak dan jaringan lain, bobot pembiusan zat anatesi ditentukan oleh

kadar zat anatesi yang terkandung dalam jaringan otak atau saraf ( Hunn, 2001).

Respon tingkah laku ikan selama pembiusan dapat diklafikasikan seperti

terlihat dalam tabel 1dibawah ini :

Tabel 2. Klasifikasi Respon Tingkah Laku Ikan Selama Pembiusan

Tingkat Sinonim Respon tingkah laku ikan


0 Normal Reaktif terhadap ransangan luar,keseimbangan dan
kontraksi otot normal
Ia Pingsan ringan Reaktif terhadap ransangan luar lambat
(light sedation)
Ib Pingsan berat Reaktif terhadap ransangan luar tidak ada, kecuali
( deep sedation) tekanan kuat, penggerakan operkulum lambat
Iia Kehilangan Kontraksi otot lemah, memberikan reaksi hanya
kesemibngan tehadap ransangan getaran dan sentuhan yang
sebagian sangat kuat, masi ada sifat melawan arus,
kemampuan berenang terganggu,
Iib Kehilangan Kontraksi otot berhenti,memberikan reaksi hanya
keseimbangan terhadap tekanan yang sangat kuat,penggerakan
total operkulum sangat lambat dibawah normal
III Gerakan reflek Reaktifitas tidak ada, laju pernapasan sangat
tidak ada lambat, detak jantung lambat

IV Roboh Respirasi terhenti di ikuti beberapa menit kemudia


(modullary perhentian detak jantung
collapse)
Sumber bowser 2001

2.3. Penanganan Ikan Hidup

Prinsip dari penanganan ikan hidup adalah mempertahankan kelangsungan

hidup ikan semaksimal mungkin sampai ikan tersebut diterima oleh

konsumen.Terdapat beberapa tahap penanganan untuk mencapai maksud tersebut

yaitu penanganan ikan sebelum diangkut, selama pengangkutan dan setelah

pengangkutan (Junianto 2003).

Menurut Arie. (2000), terdapat beberapa kegiatan penanganan ikan hidup

setelah dilakukanpemanenan,yaitu penyeleksian, penimbangan, Pemberokan dan

penanganan.

a. Penyeleksian,dilakukan karena dalam satu periode pemanenan biasanya

ukuran ikan sangat beragam. Ikan perlu diseleksi dan dipisahkan menurut

ukurannya.Ikan yang berukuran kecil sebaiknya dipelihara kembali dalam

kolam pembesaran.

b. Penimbangan, ikan yang telah diseleksi ditimbang untuk mengetahui

bobot ikan dari satu periode pemeliharaan, maka dari bobot tersebut dapat

diketahui pendapatan dan keuntungan yang diperoleh.


c. Pemberokan,dapat diartikan sebagai kegiatan penyimpanan sementara

sebelum ikan dipasarkan dengan tujuan untuk membuang kotoran dalam

tubuh ikan.Pemberokan dapat dilakukan dalam bak, selama pemberokan

d. ikan tidak diberi pakan. Pemberokan dilakukan selama 24 jam

untukperjalanan yang lebih dari12 jam (Mangunkusumo 2009).

Pemberokan dilakukan 1-2 hari untuk ikan ukuran konsumsi (Junianto

2003).

e. Pengangkutan, untuk ikan konsumsi dapat diangkut dengan berbagai cara,

tergantung tujuan pasar lokal, luar daerah ataupun ekspor. Angkutan lokal

biasanya menggunakan sistem basah, sedangkan untuk luar daerah yang

jauh dan ekspor dilakukan dengan sistem kering.

2.3.1. Transportasi Ikan Hidup

Transportasi ikan hidup pada dasarnya adalah memaksa menempatkan

ikan dalam suatu lingkungan baru yang berlainan dengan lingkungan asalnya dan

disertai perubahan-perubahan sifat lingkungan yang sangat mendadak (Hidayah

1998). Ada dua sistem transportasi yang digunakan untuk hasil perikanan hidup di

lapangan. Sistem transportasi tersebut terdiri dari transportasisistem basah dan

transportasi sistem kering (Junianto 2003).

Menurut Jailani (2000), pada transportasi sistem basah, ikan diangkut di

dalam wadah tertutup atau terbuka yang berisi air laut atau air tawar tergantung

jenis dan asal ikan. Pada pengangkutan dengan wadah tertutup,ikan diangkut di

dalam wadah tertutup dan suplai oksigen diberikan secara terbatas yang telah

diperhitungkan sesuai dengan kebutuhan selama pengangkutan.Pada

pengangkutan dalam wadah terbuka, ikan diangkut dengan wadah terbuka dengan
suplai oksigen secara terus menerus dan aerasi selama perjalanan.Transportasi

basah biasanya digunakan untuk transportasi hasil perikanan hidup selama

penangkapan di tambak, kolam dan pelabuhan ke tempat pengumpul atau dari satu

pengumpul ke pengumpul lainnya.

Menurut Achmadi (2005), transportasi ikan hidup tanpa media air

(sistemkering) merupakan sistem pengangkutan ikan hidup dengan media

pengangkutan bukan air. Pada transportasi ikan hidup tanpa media air, ikan dibuat

dalam kondisi tenang atau aktivitas respirasi dan metabolismenya rendah.

Transportasi sistem kering ini biasanya menggunakan teknik pembiusan pada ikan

atau ikan dipingsankan (imotilisasi) terlebih dahulu sebelum dikemas dalam

media tanpa air (Suryaningrum et al. 2007).

Pada transportasi ikan hidup sistem kering perludilakukan proses

penenangan terlebih dahulu. Kondisi ikan yang tenang akan mengurangi

stress,mengurangi kecepatan metabolisme dan konsumsi oksigen. Pada kondisi ini

tingkat kematian selama transportasi akan rendah sehingga memungkinkan jarak

transportasi dapat lebih jauh dan kapasitas angkut dapat ditingkatkan lagi. Metode

penanganan ikan hidup dapat dilakukan dengan cara menurunkan suhu air atau

dapat juga menggunakan zat anestesi. Perlu diperhatikan bahwa ikan yang akan

dipingsankan ini nantinya akan dikonsumsi, sehingga pemilihan metode

imotilisasi harus memperhatikan aspek kesehatan (Nitibaskara et al. 2006).

Syarat utama dalam pengangkutan ikan hidup adalah kesehatan ikan.Ikan

harus dalam keadaan sehat, tidak berpenyakit dan dalam kondisi prima. Ikan yang

sehat dan bugar biasanya sangat gesit, aktif, responsif sesuai dengan karakter

masing-masing ikan (Nitibaskara et al. 2006). Menurut Achmadi (2005), ikan


dalam keadaan hidup normal memiliki ciri-ciri reaktif terhadap rangsangan

luar,keseimbangan dan kontraksi otot normal. Ikan yang kurang sehat atau lemah

mempunyai daya tahan hidup yang rendah dan peluang untuk mati selama

pemingsanan dan pengangkutan lebih besar (Sufianto 2008).

Menurut Achmadi (2005), ikan hidup yang akan dikirim dipersyaratkan

dalam keadaan sehat dan tidak cacat. Pemeriksaan kondisi kesehatan ikan selalu

dilakukan untuk mengurangi kemungkinan mortalitas yang tinggi, sedangkan

adanya cacat seperti cacat sirip, mata, kulit rusak dan Sebagainya dapat

Menurunka harga. Sedangkan Menurut Praseno (1990), diacu dalam

Suryaningrum et al. (2008), kualitas ikan yang diangkut merupakan kriteria yang

sangat menentukan dalam keberhasilan proses transportasi ikan hidup. Menurut

Ayres dan Wood (1977), diacu dalam Suryaningrum et al. (2008), salah satu

syarat yang sangat menentukan keberhasilan transportasi ikan hidup adalah

kondisi kesehatan dan kebugaran ikan sebelum ditransportasikan.

2.3.2. Pengangkutan Ikan

Pengangkutan ikan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk

menempatkan ikan dalam lingkungan baru yang berbeda dengan lingkungan

asalnya, dimana lingkungan baru tersebut dikondisikan sama seperti lingkungan

asalnya sehingga dapat mengurangi tingkat kematian. Berdasarkan ukuran ikan

yang diangkut, pengangkutan ikan hidup dibedakan atas pengangkutan ukuran

benih dan ukuran konsumsi, ikan yang diangkut dalam keadaan hidup lebih

banyak didominasi oleh jenis ikan darat atau ikan air tawar daripada ikan laut dan

payau. Jenis ikan darat yang umumnya diangkut dalam keadaan hidup antara lain

ikan mas, gurami, mujair, dan lele. Sementara untuk jenis ikan laut dan payau
diangkut dalam keadaan hidup adalah ikan bandeng, udang, lobster, rajungan, dan

kepiting (Hadiwiyoto, 1993).

Distribusi dan pengangkutan ikan ke pasar atau pabrik penanganan,

pengolah ikan konsumsi lebih menguntungkan dalam keadaan hidup daripada

yang telah mengalami penanganan beku. Hal ini disebabkan biaya operasi dalam

pengangkutan ikan hidup lebih rendah dibandingkan pengangkutan ikan beku.

Saat ini, di pasar internasional terdapat kecenderungan pergeseran permintaan dari

bentuk beku ke bentuk hidup. Peluang ini perlu dimanfaatkan untuk komoditas

ikan tertentu khususnya udang. Penyebabnya, permintaan akan komoditas ikan

atau udang masih terbuka dan harga udang hidup dapat mencapai dua kali harga

udang beku (Junianto,2003).

Untuk pengangkutan ikan ukuran komsumsi misalnya, sangat diharapkan

dapat mempertahankan kualitas ikan melalui dari daerah pemanenan sampai

daerah pemasaran. Ikan untuk ukuran konsumsi ukurannya yang biasa dipasarkan

adalah 500 sampai 1000 gram. Pada transportasi ikan ukuran konsumsi ini dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu pengangkutan ikan dalam air dan tanpa air atau

dalarn kondisi lembab (Martyshev. 1983).

Pengangkutan ikan hidup dalam air menurut Berka (1986) biasanya

dilakukan dalam dua sistem :

a. Sistem Terbuka

Pada sistem terbuka ini, air dalam wadah dapat berhubungan langsung

dengan udara luar, sistem ini banyak dilakukan untuk pengangkutan jarak yang

relatif dekat. Wadah dapat berupa plastik atau logam, untuk jarak yang agak jauh

dilakukan aerasi.
b. Sistem Tertutup

Sistem ini mempunyai tingkat efisiensi yang relatif tinggi pada jarak dan

waktu terutama dalam penggunaan tempat. Wadah dapat menggunakan kantong

plastik atau kemasan lain yang tertutup rapat. Media yang digunakan pada

pengangkutan ikan hidup dapat dibedakan atas pengangkutan ikan hidup dengan

menggunakan media air antara lain proses sistem terbuka dan sistem tertutup dan

pengangkutan ikan hidup dengan media non air antara lain wadah dan media

kemasan. Sedangkan berdasarkan ukuran ikan yang diangkut, pengangkutan ikan

hidup dibedakan atas pengangkutan ukuran benih dan ukuran konsumsi, ikan yang

diangkut dalam keadaan hidup lebih banyak didominasi oleh jenis ikan darat atau

ikan air tawar daripada ikan laut dan payau. Jenis ikan darat yang umumnya

diangkut dalam keadaan hidup antara lain ikan mas, gurami, mujair, dan lele.

Sementara untuk jenis ikan laut dan payau diangkut dalam keadaan hidup adalah

ikan bandeng, udang, lobster, rajungan, dan kepiting (Moeljanto, 1992).


BAB III. METODELOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini di lakukan mulai Tanggal 12 Maret 2014 sampai dengan 12

April 2014, di desa Ujung Fatihah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Nagan Raya.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Adapun beberapa alat dan bahan yang akan di gunakan dalam pelaksanaan

penelitian ini dapat di lihat pada tabel 2 dan 3 berikut :

Tabel 3. Alat yang di gunakan :

No Alat Fungsi

1 Camera Dokumentasi

2 Toples Sebagai wadah pemeliharaan

3 Ember Sebagai tempat penampungan


4 Serok Untuk menangkap ikan
5 Termometer Pengukur Suhu air
6 Spuit ( jarum suntik) Untuk mengukur dosis minyak cengkeh
7 Kertas lakmus Untuk mengukur pH air
8 DO meter Pengukur ogsigen terlarut

Tabel 4. Bahan yang digunakan

No Bahan Fungsi

1 Minyak cengkeh Ie Kim Untuk membius ikan


Tie (Eugenia aromatica)
2 Benih ikan jurung ukuran Untuk bahan uji pembiusan benih
12 cm (Tor sp ) dari UPR Krung Batee
3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Metode Eksperimen menurut Surachmad

(1994), metode eksperimen adalah suatu percobaan untuk menentukan hasil.Hasil

itu akan menegaskan hubungan kausal antara variabel-variabel yang di selidiki.

Suryabrata (1983), menambahkan bahwa variabel dapat di artikan segala

sesuatu yang di jadikan obyek pengamatan. ada dua macam variabel yaitu variabel

bebas dan variabel terikat.dalam penelitian ini,Lama waktu pembiusan adalah

termasuk variabel bebas, sedangkan kelulusan hidup ikan jurung adalah variabel

terikat.

Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi langsung yaitu baik

pengamatan itu di lakukan dalam situasi yang sebenarnya maupun situasi buatan

yang khusus di sediakan (surachmad,1989).

3.3.1. Jenis Rancangan Penelitian yang di gunakan

Rancangan penelitian yang di gunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL), maka untuk mendapatkan galat yang lebih kecil perlu dilakukan upaya

pengendalian homogenitas pada lokal kontrol (Hanfiah,1997)

Model statistik dengan menggunakan RAL menurut sumarto (1993) adalah

sebagai berikut : Yij = μ + ti + β + Σij

Keterangan :

Yij : Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i,kelompok ke-j

μ : Nilai tengah Umum

ti : pengaruh perlakuan ke-i

βj : pengaruh kelompok ke-j

Σij : Galat percobaan perlakuan ke-1,kelompok ke-j


3.3.2 Pemberian Dosis Minyak Cengkeh

Perlakuan dalam penelitian ini adalah menentukan perbedaan dosis yang

terbaik terhadap lama waktu pembiusan ikan jurung dengan minyak cengkeh.

penelitiaan dilakukan sebanyak 4 perlakuan dan 3 ulangan dengan dosis yang

berbeda (0,005 ml/l), (0,010 ml/l), (0,015 ml/l), (0,025 ml/l). hal ini didasarkan

pada penelitian pendahuluan dimana pada konsentrasi minyak cengkeh 12 ppm

menunjukan hasil tingkat kelulushidupan lebih baik dari pada konsentrasi minyak

cengkeh 11 ppm,13 ppm,14 ppm,15 ppm,16 ppm,18 ppm dan 20 ppm selama 5

jam menurut ravael(1996).

Adapun model atau denah percobaan seperti terlihat pada tabel 3 sebagai

berikut:

P1= dosis minyak cengkeh 0,005 ml/l

P2= dosis minyak cengkeh 0,010 ml/l

P3= dosis minyak cengkeh 0,015 ml/l

P4= dosis minyak cengkeh 0,025 ml/l

I II II

P1 P4 P3

P4 P1 P2

P2 P3 P4

P3 P2 P1

Keterangan :

P1,P2,P3,P4 = Perlakuan

1,2,3 = Ulanga
3.4. Prosedur Kerja

3.4.1. Hewan Uji

Hewan uji yang di gunakan adalah benih ikan Jurung dengan ukuran

benih yang berbeda. Ikan uji yang di teliti berjumlah 120 ekor ukuran 12 cm

berasal dari UPR Krueng batee Kabupaten Aceh Barat Daya.

3.4.2.Persiapan Wadah

Benih ikan jurung yang di ambil dari kolam petani lansung di masukan

kedalam bak penampung, bak penampungan yang digunakan berukuran 100 x 60

x 60 cm. benih ikan di puasakan selama 24 jam.

3.4.3 Pembiusan

Kondisi pingsan adalah kondisi tidak sadar yang dihasilkan oleh proses

yang terkendali dari sistim saraf pusat yang mengakibat turun nya kepekaan

terhadap ransangan dari luar dan kurang nya respon gerak dari ransangan tersebut

( willford, 1970 dalam prasetyawati, 1994 ).

Pembiusan dengan minyak cengkeh dilakukan dengan memasukan benih

ikan jurung kedalam air yang mengandung minyak cengkeh dengan dosis yang

berbeda. sebelumnya telah di persiapkan alat dan bahan yang di perlukan

kemudian di masukan kedalam toples. setelah ikan jurung selesai di bius,

selanjutnya ikan jurung di angkat dan di biarkan di dalam toples yang berisi air.

setiap lima menit sekali dilakukan pengamatan pada media percobaan dengan

mencatat respon benih ikan jurung dan pada pengamatan waktu pingsan ke pulih

sadar diamati setiap satu jam sekali.


3.4.4 Parameter Uji

a. Tingkat Kelangsungan hidup

Tingkat Kelangsungan (%) Merupakan Parameter uji utama.

Kelangsungan hidup ikan dapat dihitung dengan cara menghitung jumlah ikan

jurung yang digunakan pada awal dan akhir pembiusan .jumlah ikan jurung yang

hidup pada awal pengujian dibanding dengan jumlah ikan jurung pada akhir

pengujian,untuk mengetahui tingkat kelulushidupan di gunakan rumus sebagai

berikut :

Nt
Tingkat kelulushidupan (%) = SR x100 %
No

Keterangan :

SR= Kelulushidupan ikan uji (%)

Nt = jumlah ikan yang hidup setelah di bius (ekor)

No = jumlah ikan jurung yang hidup sebelum di bius (ekor)

 Lama waktu pingsan ikan ke pulih sadar

 Pengukuran kualitas air sebelum dan sesudah pemberian minyak cengkeh

3.5. Analisi Data

Dari data yang di peroleh di lakukan analisis dengan rancangan yang di

pergunakan yaitu,rancangan acak lengkap jika hasil sidik ragam diketahui bahwa

perlakuan menunjukan hasil yang berbeda nyata (signifikont) atau berbeda sangat

nyata (highly signifikont),maka dilakukan uji lanjutan berupa uji beda nyata

terkecil (BNT) untuk mebandingkan nilai antar perlakuan dengan respon terbaik

pada taraf 0,05.


BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1. Kondisi Klinis Ikan Jurong ( Tor sp ) Selama Pembiusan


Pengamatan daya anatesis minyak cengkeh terhadap ikan jurung di

lakukan secara observasi,waktu pengamatan untuk melihat daya anetesis minyak

cengkeh pada menit ke 0, 5, 10, dan 15.dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Respon Benih Ikan Jurung Selama Pembiusan


DOSIS WAKTU PENGAMATAN ( MENIT )
Ml/ L
0 5 10 15

0,005 Reaktif ikan Reaktif terhadap Reaktif Gerak operculum


terhadap ransangan Luar terhadap lambat, gerak
ransangan luar aktif. ransangan luar renang lambat
Keseimbangan Gerak operculum kuat, Gerak reaktifitas
kontraksi otot normal Gerak operculum ransangan luar
normal renang aktif normal lambat
0,010 gerak renang Penggerakan Aktif terhadap Gerak operculum
aktif operculum ransangan luar masi lambat.
keseimbangan normal Gerak lambat.Gerak Aktif terhadap
aktif renang aktif renang lambat ransangan luar
lambat
0,015 Gerak renang Penggerakan Reaktif Penggerakan
normal, Gerak lemah, terhadap operculum masih
Operculum Respon terhadap ransangan luar sangat lambat
normal ransangan lambat Reaktif terhadap
kurang, Gerak Penggerakan ransangan luar
renang tenang operculum tidak ada
dan sesekali naik lambat Penggerakan
ke permukaan lambat
0,025 Terhadap Reaktif terhadap Penggerakan penggerakan
ransangan luar ransangan luar masi lambat sangat lema
Gerak renang tidak ada respon terhadap respon
normal Penggerakan ransangan luar terhadapat
lambat tidak ada ransangan luar
tubuh hilang tidak ada
keseimbangan
dan miring di
dasar
4.1.2 Kelangsungan Hidup Benih Ikan Jurung

Tabel 6. Kelangsungan Hidup Benih Ikan Jurung Dengan Dosis Yang Berbeda
Ulangan Perlakuan dosis ml/l
0,005 0.010 0.015 0.025

1 70 80 90 50

2 70 60 80 40

3 70 60 80 40
Rata-rata % 70,00 66,66 83,33 43,33

Dari tabel diatas kelangsungan hidup benih ikan jurung tertinggi terdapat

pada perlakuan dosis 0,015 ml/l sebanyak 83,33% sedangkan pada perlakuan

dosis 0,005 ml/l kelangsungan hidup nya 70% dan 0,010 ml/l sebanyak 66,66%.

kelangsungan hidup yang terendah berada pada dosis 0,025ml/l sebanyak 43,33%

4.1.3 Lama Waktu Pingsan Ke Pulih Sadar

Tabel 7. Lama Waktu Pingsan Ke Pulih Sadar


Dosis Lama waktu pingsan ke pulih sadar Kelangsungan hidup
ml/l (Jam) %

0,005 1 70,00

0,010 3 66,66

0,015 5 83,33

0,025 5 43,33

Dari tabel diatas lama waktu pulih pingsan ke sadar yang tertinggi terdapat

pada jam ke 5 pada perlakuan dosis 0,015ml/l dan 0,025 ml/l, sedangkan lama

waktu pingsan ke pulih sadar terendah pada perlakuan dosis 0,005ml/l dengan

waktu 1 jam dan pada perlakuan dosis 0,010 ml/l dengan lama waktu 3 jam.
cengkeh yang deberikan maka lama waktu pingsan ke pulih sadar berkurang dan

tigkat kelangsungan hidup meningkat. Hal ini karena kurangnya bahan pembius

belum cukup untuk memingsankan Ikan.

4.1.4 Parameter Kualitas Air

Tabel 8. Kualitas Air Sebelum Pemberian Minyak Cengkeh


Parameter 0,005 ml/l air 0,010 ml/l air 0,015 ml/l air 0,025 ml/l air
yang diamati
Suhu 25,30 C 25,30 C 25,30 C 25,30 C
Oksigen 5,42 ppm 5,42 ppm 5,41 ppm 5,40 ppm
pH 7 7 7 7

Tabel 9. Kualitas Air Sesudah Pemberian Minyak Cengkeh


Parameter 0,005 ml/l air 0,010 ml/l air 0,015 ml/l air 0,025 ml/l air
yang diamati
Suhu 260 C 270 C 27 0 C 27 0 C
Oksigen 4,42 ppm 4,40 ppm 4,33 ppm 4,20 ppm
pH 6,7 6,5 6,5 6,0

Kualitas Air sebelum penambahan dan sesudah penambahan dosis minyak

cengkeh tidak banyak mengalami perubahan dan masi berada pada ambang layak

kelangsungan hidup benih ikan jurung.


4.2. Pembahasan
4.2.1 Kondisi Klinis Ikan Jurong ( Tor sp ) Selama Pembiusan
Kelangsungan hidup merupakan hasil perhitungan jumlah benih ikan

jurung ( Tor sp) yang hidup pada akhir penelitian. Pengamatan dilakukan sejak

benih ikan di pingsankan. Sehingga di peroleh pensentase rata- rata kelangsungan

hidup benih ikan jurung yang tertinggi pada perlakuan 3 yaitu dengan dosis

minyak cengkeh 0,005 ml/l sebesar 83,33%. Sedangkan rata – rata kelangsungan

hidup terendah di peroleh pada perlakuan 4 yaitu denga dosis minyak cengkeh

0,025ml/l sebesar 43,33%. Tingginya tingkat kelangsungan hidup benih ikan

jurung pada dosis 0,015 ml/l dibandingkan dengan dosis lainnya di duga benih

ikan jurung sudah dalam keadaan pingsan sepenuhnya. Kondisi ikan pingsan

dapat mengurangi kondisi stres sebelum penganggkutan sehingga mempengaruhi

kondisi ketahanan tubuh ikan selama pengangkutan. Hal ini sesuai pendapat

Handayani ( 1992 ) yang menyatakan bahwa pengangkutan ikan hidup dalam

kondisi pingsan dan tidak mengalami stres dapat mengurangi kematian sehingga

memungkinkan pengangkutan yang lebih lama.

Hasil pengamatan pada tabel 5, menunjukan bahwa pada dosis 0,005 ml/l

dari menit ke 5 sampai dengan menit ke 10 belum terlihat adanya respon ikan. Hal

ini menunjukan bahwa zat anatesi belum cukup mempengaruhi keseimbangan

fungsi saraf dan jaringan otak. Ikan mulai menunjukan pada menit ke- 15 respon

ikan sudah mulai terlihat dengan kondisi penggerakan lambat dan reaktifitas

terhadap ransangan luar lambat. Diduga daya zat anetesi mulai mempengaruhi

sistem saraf pada ikan.


Penggunaan minyak cengkeh pada dosis 0.010 ml/l air dari menit ke – 5

sampai menit ke – 15 sudah menunjukan adanya respon ikan jurung. Hal ini di

tandai dengan adanya perubahan pada penggerakan tigkah laku ikan selama

pembiusan dengan menunjukan respon penggerakan operkulum yang lambat,

gerak renang mulai hilang sebagian. Adanya respon ikan dari menit ke – 5 sampai

menit ke – 15 di duga zat aktif minyak cengkeh sudah mulai mempengaruhi

keseimbangan fungsi saraf dan jaringan otak ikan. Ikan jurung termasuk ikan yang

memiliki kisaran toleransi yang cukup rendah bila terjadi perubahan lingkungan

perairan. kemampuan adaptasi yang rendah terhadap perubahan lingkungan

diduga dapat mempengaruhi daya tahan ikan jurung terhadap pengaruh zat

minyak cengkeh dengan dosis 0,010 ml /l.

Pada penggunaan dosis yang lebih besar yaitu 0,015 ml/l dan 0,025 ml/l

air bahan anatesis mulai menunjukan pengaruh nya hal ini dapat di lihat dari

respon ikan selama pembiusan dan zat anatesis sudah mulai membuat ikan

pingsan. Ikan dalam kondisi pingsan di duga karena zat anatesis dari minyak

cengkeh sudah terserap masuk ke dalam tubuh ikan melalui insang dan jaringan

otot ( Gunn, 2001). Selain itu menurut fereirra et al., (1984), disamping insang

ternyata kulit merupakan bagian tubuh juga berperan dalam penetrasi bahan

anatesi dalam jumlah besar. Masuknya cairan anatesi minyak cengkeh kedalam

sistem darah akan disebarkan keseluruh tubuh ikan termasuk ke sistem saraf otak

dan jaringan lain kondisi ini membuat mati rasa ( pingsan ). Daya bius terhadap

ikan di tentukan oleh kadar zat anatesi dalam jaringan otak atau saraf nya ( Hunn,

1970 dalam et al., 1984). Suhu, pH dan ogsigen harus di perhitungkan karena
faktor – faktor ini dapat mempengaruhi aktivitas bahan anatesi, kecepatan

metabolisme ikan, dan kemapuan penyerapan bahan anatesinya ( Gunn, 2001).

Dosis bahan anatesi tersebut dapat dilihat yang paling efisien dalam

meminsankan ikan yaitu pada penggunaan dosis 0,015 ml/l dan pada dosis inilah

yang paling baik untuk meminsankan ikan. sementara pada penggunaan dosis

0,005 ml/ l dan 0,010 ml/l belum cukup untuk meminsankan ikan. Penggunaan

dosis 0,015 ml/ l menunjuk kan respon ikan mulai dari menit ke – 5 gerak ikan

lemah dan menunjukan gejala pingsan. respon ikan menit ke – 10 menunjukan

ikan mulai pingsan sampai menit ke 15 semua ikan pingsan dan di katagorikan

pingsan berat ( deep sadation ). penggunaan dosis 0,015 ml/l efektif untuk

meminsankan ikan karena dosis yang diberikan tidak terlalu besar. Sedangkan

pada dosis 0,025 ml/l menunjukan respon ikan jurung mulai dari menit ke – 5,

ikan mulai pingsan pada menit ke -5 sedangkan pada menit ke -10 sampai dengan

menit ke- 15 ikan menunjukan respon yang kontras yakni ikan mulai hilang

keseimbangan dan miring di dasar. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan dosis

0,025 ml/l membuat ikan dalam kondisi lemah dan itu berpengaruh terhadap daya

tahan ikan selama transportasi. Penggunaan dosis paling tinggi yaitu 0,025 ml/l

terlalu berlebihan untuk digunakan karena dosis yang diberikan terlalu besar.

Kondisi ikan pingsan dapat dikelompokkan menjadi empat katagori, yaitu

pingsan ringan ( light sedation ), pingsan berat ( deep sedation), kehilangan

keseimbangan ,serta gerak reflek tidak ada dan roboh (modullary collapse). Fase

pingsan berat (deep sedation ) merupakan fase yang sangat di anjurkan untuk

meminsankan ikan jurung, karena pada fase ini aktivitas ikan relatif terhenti. Hal

ini di tunjukan oleh ikan dengan tidak terpengaruh oleh gangguan luar serta
keseimbangan posisi tubuh tetap terjaga. Pada fase deep sedation konsumsi

ogsigen dari tiap – tiap ikan berada pada kadar dasar (basal rate) yang di

butuhkan untuk ikan tersebut agar tetap hidup (Mc Farland, 1959 dalam

Pramono,2002).

Dilihat respon ikan selama pembiusan maka penggunaan dosis 0,015 ml/l

tingkat pingsan ikan dapat di katagorikan ke dalam deep sedation, sedangkan pada

dosis 0,025 ml/l daya anatesi yang diberikan terlalu besar dan bisa membuat

kondisi ikan terlalu lemah untuk pengankutan. Disamping itu penggunaan dosis

yang terlalu tinggi dari segi biaya juga kurang ekonomis. Perlakuan yang

memiliki kadar minyak cengkeh tinggi cenderung memiliki waktu induksi yang

singkat. Scherck dan Moyle (1990) menegaskan bahwa respon tingkah laku yang

terjadi pada ikan nila tersebut sebagai akibat obat bius terlarut dalam air, dimana

laju Respirasi dan Aktivitas ikan menjadi berkurang.

4.2.2 Lama Waktu Pingsan Ke Pulih Sadar

Sebelum ikan jurung di pingsankan. Ikan di puasakan selama 24 jam

didalam bak penampung dan diberi filter pompa. Tujuan dilakukan pemuasaan

adalah untuk menurunkan metabolisme ikan dalam pencernaan. Ikan jurung yang

sudah di bius dengan minyak cengkeh di masukan kedalam toples yang berisi air

dengan. Pengamatan lama waktu pingsan ikan ke kondisi pulih sadar di amati

setiap satu jam sekali.

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh dosis terhadap waktu pingsan ke

pulih sadar dapat di lihat pada lampiran 2, menunjukan pulih sadar benih ikan

jurung terjadi pada jam ke - 1 dengan dosis 0,005 ml/ l. terlihat mulai menunjukan

ikan mulai sadar namun belum berada pada posisi ikan normal. Terjadinya benih
ikan mulai sadar begitu cepat diakibat kan pada dosis 0,005 ml/l belum cukup

untuk meminsankan benih ikan pada waktu yang lebih lama, Namun pada waktu 1

jam kelangsungan hidup benih ikan jurung mencapai 70,00% yaitu ikan seluruh

nya hidup.

Pada jam ke 2, benih ikan jurung pada perlakuan dosis 0,005 ml/l masi

dalam keadaan hidup. Namun pada jam ke 3 ikan mulai terlihat pulih sadar secara

tidak normal dalam arti ikan masi berada pada posisi pingsan ringan pada

perlakuan dosis 0,010 ml/l dengan kelangsungan hidup 66,6%. Pada perlakuan

dosis yang lebih besar 0,015 ml / l dan 0,025 ml/l tingkat kelangsungan hidup

ikan berbeda dimana waktu jam ke 5 pada perlakuan dosis 0,025 ml/ l benih ikan

hanya hidup 43,3%, sedangkan pada perlakuan dosis 0,015 ml/l kelangsungan

hidup ikan meningkat 83,3 %. Secara umum pada semua konsentrasi yang

digunakan menunjukan bahwa semakin banyak dosis yang di berikan maka

kelangsungan hidup semakin rendah.

Ketika pengaruh bahan pembius mulai berkurang, ikan akan berangsur-

ansur pulih kesadarannya, ikan yang mulai sadar proses metabolisme nya semakin

meningkat dan kebutuhan oksigen siap untuk respirasi juga meningkat. jika

oksigen siap pakai yang di butuhkan sangat sedikit ikan akan menjadi lemas

kemudian mati ( Wibowo,1993).


4.2.3 Kelangsungan Hidup Benih Ikan Jurung Dengan Dosis Yang Berbeda

Kelangsungan hidup benih ikan jurung dengan dosis yang berbeda

ditentukan dengan dosis yang diberikan sesuai dengan masing-masing perlakuan.

Perlakuan dosis yang di berikan sebanyak 0,005 ml/l, 0,010 ml/l, 0,015 ml/l dan

0,025 ml/l. Data hasil tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada gambar 2.

90
80
Rata-rata SR (%)

70
60
50
40
30
20
10
0
0,005 0,010 0,015 0,025
Dosis perlakuan (ml/l)

Gambar 2. Kelangsungan Hidup Benih Ikan Jurung Dengan Dosis Pembiusan


yang Berbeda

Berdasarkan hasil analisa data dapat dilihat pada (lampiran 2) menunjukan

bahwa perlakuan pemingsanan dengan dosis yang berbeda berpenagaruh nyata

terhadap kelangsungan hidup benih ikan jurung. Data selanjut nya di lakukan Uji

lanjut dengan Uji Beda Terkecil (BNT) ada nya perbedaan nyata pada perlakuan

dosis 0,005 ml/l, 0,010 ml/l, 0,015 ml/l air dan 0,025 ml/l.

Hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kelangsungan hidup ikan jurung

tertinggi dicapai pada perlakuan dosis minyak cengkeh 0,015 ml/l yakni sebesar

83,3% dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan pada perlakuan

dosis minyak cengkeh 0,025 ml/l diketahui tingkat kelangsungan hidup terendah

yakni 43,3%. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kelangsungan hidup terbaik

pada perlakuan dosis minyak cengkeh 0,015 ml/l air, sedangkan perlakuan
terendah dicapai pada perlakuan konsentrasi minyak cengkeh 0,025 ml/l,

0,010ml/l dan 0,005 ml/l.

Tingginya tingkat Kelangsungan hidup ikan jurung pada konsentrasi

0,015 ml/l diduga karena ikan jurung sudah dalam keadaan pingsan sepenuhnya

sebelum dilakukan penyimpanan kondisi ikan pingsan dapat mengurangi kondisi

stres sebelum disimpan sehingga mempengaruhi kondisi ketahanan tubuh ikan

selama proses penyimpanan berlangsung. Menurut Djazuli dan Handayai (1992)

pengangkutan ikan hidup dalam kondisi pingsan dan tidak mengalami stress

dapat mengurangi tingkat kematian sehingga memungkinkan dilakukan

pengangkutan lebih lama. Sedangkan pada perlakuan dosis 0,005 ml/l, 0,010

ml/l dan 0,025 ml/l air tingkat kelangsungan hidupnya lebih rendah karena pada

dosis 0,005 ml/l air dan 0,010 ml/l diduga daya anestesi yang diberikan belum

cukup untuk membuat ikan pingsan, sedangkan dosis 0,025 ml/l daya anestesi

yang diberikan terlalu besar sehingga membuat kondisi ikan lemah.

Pada perlakuan dosis 0,010 ml/l tingkat kelangsungan hidup ikan jurung

turun menjadi 66,6 %. Hal ini diduga bahan anestesi yang digunakan kurang

mampu membuat ikan pingsan lebih lama, dengan demikian ada beberapa ikan

yang mulai sadar ketika masih di simpan. Ketika pengaruh bahan pembius mulai

berkurang, ikan berangsur – angsur akan pulih sadar. Ikan yang sadar dalam

media kantong plastik diduga juga mempengaruhi keberhasilan transportasi ikan

hidup. Ikan yang mulai sadar, proses metabolismenya semakin meningkat dan

kebutuhan oksigen siap pakai untuk respirasi juga akan meningkat Jika oksigen

siap pakai yang dibutuhkan sangat sedikit, ikan akan menjadi lemas dan

kemudian mati (Wibowo, 1993).


Tingkat Kelangsungan hidup ikan jurung pada perlakuan dosis 0,025 ml/l

kelangsungan hidup ikan turun menjadi 43,33 %. Penggunaan konsentrasi lebih

tinggi ini diduga dapat menyebabkan lemahnya kondisi ikan dan waktu pulih

sadar lebih lama.

4.2.3 Parameter Kualitas Air Pada Saat Pembiusan

kualitas air yang di amati meliputi Suhu, pH dan DO. Hasil pengamatan

kualitas air sebelum pemberian minyak cengkeh dan sesudah pemberin minyak

cengkeh dapat di lihat pada Tabel 7. Dimana hasil kualitas air menunjukan

sebelum pemberian minyak cengkeh pada dosis 0,005 ml/l suhu mencapai sekitar

25,3 0C, pH 7 dan DO 5,42 ppm. dan pada dosis 0,010 ml/l suhu berkisar 25,30 C,

pH 7 dan DO 5,42 ppm, pada dosi 0,015 ml/l suhu 25,30 C, pH 7 dan DO 5,41

ppm, pada dosis 0,025 ml/l, suhu 25,30 C, pH 7 DO 5,40 ppm.

Sedangkan pada kualitas air sesudah pemberian minyak cengkeh pada

dapat dilihat pada Tabel 8, Pada dosis 0,005 ml/l air suhu 26 0 C, pH 6,7 DO 4,42

ppm. pada dosis 0,010 ml/l suhu 270 C, pH 6,5 dan DO 4,40 ppm, dosis 0,015

ml/l, suhu 27 0 C, pH 6,5 dan DO 4,33 ppm pada dosis 0,025 ml/l suhu 27 0 C, pH

6,0 dan DO 4,20 ppm. dilihat dari kisaran parameter kualitas air masi berada

dalam ambang layak untuk kelangsungan hidup benih ikan jurung.

Menurut ( Barus, 2004), kualitas perairan ikan jurung hidup secara alami

adalah suhu 240C – 280C, pH 5-11, dan DO 3 ppm.

Kualitas air sebelum penambahan dan sesudah penambahan anatesi ektra

minyak cengkeh tidak banyak mengalami perubahan dan masi berada pada

ambang layak kelangsungan hidup ikan jurong.


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Adapun beberapa kesimpulan yang dapat di perhatikan sebagai berikut :

1. Pemberian minyak cengkeh sebagai bahan pembius berpengaruh


terhadap kondisi klinis benih ikan jurung ( f-hit > f- tabel)
2. Kelangsungan hidup yang tertinggi terdapat pada perlakuan 1
dengan dosis minyak cengkeh 0,015ml/l sebesar 83,33%.
4.2 Saran

1. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian maka, penulis


menyarankan bahwa perlu dilakukan lebih lanjut mengenai pengaruh
penggunaan minyak cengkeh dengan metode transportasi ( bergerak )
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi D.2005. Pembiusan ikan nila (Oreochromisniloticus) dengan tegangan


listrik Untuk transportasi sistem kering [skripsi].Bogor:Fakultas
Peikana dan IlmuKelautan,institut pertanian Bogor

Affandi, R. dan Tang, U.M. 2001. Fisiologi Hewan Air. Unri Press. Pekanbaru.

Arie U. 2000. Pembenihan dan Pembesaran Bahan pengisiteap tingkat kelulusan


hidup ikan mas(Cyprinuscarpio [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan
dan ilmu kelautan, Institut pertanian Bogor

Barades, E. 2008. Pembenihan Ikan Batak (Tor soro) di Instalasi Riset Perikanan
BudidayaAirTawar BogorJawaBarat.UsulanPraktikUmum.Universits
Lampung. Bandar Lampung

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.


Medan: USU Press

Browser, P.R.2001. Anesthetic Options for Fish. Ithaca : International Veterinary


Infomations service; A1412.0701

Cholik, F., Jagatraya, A.G., Poernomo, R.P., dan Jauzi, A. 2005. Akuakultur
Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. PT. Victoria Kreasi
Mandiri. Jakarta.

Gunn,E.2001. Floundering in the Foibes of Fish Anestesia. P 211

Hadiwiyoto, S.1993.Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Teknolo


Pertanian UGM. Liberty. Yogyakarta.

Hanafiah, 1997. Rancangan Percobaan,Teori dan Aplikasi.Grafindo ersada.Jakarta

Haryono dan A.H. Tjakrawidjaja. 2005. Pengenalan Jenis Ikan Tambra yang
Bernilai Komersial Tinggi dan Telah Rawan Punah untuk
MendukungDomestikasinya. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
15 hal.

Haryono. 2007. Tambra, Ikan Kancra dari Pegunungan Muller. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.

Hidayah, AM.1998. Studi Penggunaan Gas Co sebagai Bahan Pembius untuk


Transportasi ikan Nila merah(Oreochromissp.).http://help.lycos.com/
newtickethp.[01Januari 2009].
Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Kardinan, A. 2003.Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Jakarta: Agro


Media Pustaka, pp: 2-5, 22-23, 28-29.

MangunkusumoAS.2009.TransportasiIkanHidup.http://naksara.net/Aquaculture/A
ppl cation/transportasi-ikan-hidup.html.[01 Januari 2009]

Moeljanto,1992,Pengawetan dan Pengolaan Hasil Perikanan: Jakarta Penebar


Swadaya.

Moyler, D.A, 1977. Oleoresin, tintures and extracts. Dalam Ashurst P. R. Food

NitibaskaraR,WibowoS,Uju.2006. penanganan dan transportasi ikan hidup


konsumsi Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan.Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman, M.,
KoesobionD.G. Begen, M. Hutomo, dan S. Sukardjo[Penerjemah].
Terjemahan dari: Marine Biology: An Ecological Approach.PT
Gramedia. Jakarta.

Pearson C.2009.Budidaya Bubidaya IkanNilaMerah.http://nilamerah.wordpress.co


m/2009/05/14/budidaya-ikan-nila-merah/.[01 Januari 2009].

Pramono.2002.Penggunaan ekstrak Caulerpa racemosa Sebagai bahan Pembius


Pada Tratransportasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Hidup[skripsi] Bogor Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.

Prihatman, K. 2000. Budidaya Ikan Mas. BAPPENAS. Jakarta.

Purseglove, J.W, E B. Brown, C. L green and S. R.J. Robbins. 1981. Spices.Vol I.


Longman,London and New York P. 229 – 285.

Suryaningrum TD,Syamsidi,Ikasari D. 2007. Teknologi penanganan dan


Transportasi air tawar. Squalen. Vol 2 No. 2.

Suryaningrum TD, Ikasari D, Syamsidi 2008. Pengaruh kepadatan dan durasi


dalam kondisi transportasi sistem kering terhadap kelulusan hidup
lobster air tawar (Cherax quadricarinatus).Jurnal Pascapanen dan
Biotegnologi Kelautan dan Perikanan2: 171-181.

Sufianto B. 2008. Uji transportasi ikan mas koki (Carassius auratus Linnaeus)
hidup Sistem kering denganperlakuan suhu dan penurunan
konsentrasi oksigen [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana,Institut
Pertanian Bogor.
Ravael, F.J. 1996. Obat Bius Ikan. Pengaruh dan Pemakaiannya. Techner No.25
Tahun V. PT. Longman. Jakarta. Hal 39-41

Thomas, A.N.S. 2007.Tanaman Obat Tradisional. Yogyakarta: Kanisus,pp: 2224.


Wikipedia. 2009b.Minyak Atsiri http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak
atsiri (1Mei 2009).

Wibowo,S. 1993. Penerapan Tegnologi penanganan dan Transportasi Ikan Hidup


di indonesia.Sub BPPL Slipi. Jakarta

Zulchi T.P.H.,Nurul A.R. 2006. Pengaruh Berbagai Organ Tanaman Dan Lama
Penyulingan Terhadap Kuantitas Dan Kualitas Minyak Atsiri
Cengkeh (Caryophillus aromaticus).
Lampiran 1 Lama Waktu Pinsan Ikan Dengan Dosis Yang Berbeda

No Dosis Ulangan Pengamatan waktu sadar Jumlah


(ml/l) (Jam ) ikan
hidup
0 1 2 3 4 5
( Ekor )
1 0,005 1 10 7 - - - - 7

2 10 7 - - - - 7

3 10 7 - - - - 7

2 0,010 1 10 10 10 8 - - 8

2 10 10 10 6 - - 6

3 10 10 10 6 - - 6

3 0,015 1 10 10 10 10 10 9 9

2 10 10 10 10 10 8 8

3 10 10 10 10 10 8 8

4 0,025 1 10 10 10 10 10 5 5

2 10 10 10 10 10 4 4

3 10 10 10 10 10 4 4
Lampiran 2 perhitungan data

Ulangan perlakuan jumlah


0.005 0.01 0.015 0.025
1 70 80 90 50 290
2 70 60 80 40 250
3 70 60 80 40 250
Jumlah 210 200 250 130 790
Rata-
rata 70 66.6667 83.33333 43.33333 -

Faktor Koreksi

FK = = = 52008,33
.
Jumlah kuadrat Total ( JKT)
JKT = Σ(Yijk)2 – FK
= ( 702 + 702 + 702 + 802 + 902 + 802 +………..+502 = - 52008,33
= 2891,667

Jumlah kuadrat perlakuan ( JKP)

JKP = – FK

= – 52008,33
= 2491,667
Jumlah kuadrat galat (JKG)
JKG = JKT- JKP
= 2891,667 - 2491,667
= 400
Kuadrat Total
,
KT = = 830,55567

Kuadrat tengah galat (KTG)


KTG = = 50
,
F =
= 16,61
Tabel sidik ragam ANNOVA
SK Db Jk Kt F- hitung F-tabel
0,05 0,01

Perlakuan 3 2491,667 830,55567 16,61 ** 4,06 7,58


Galat 8 400 50
Total 11 2891,667
Keterangan : tanda (**) hasil sangat berbeda nyata
Karena hasil sangat berbeda nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan beda
nyata terkecil

BNT/LSD
2
BNtα = (tα,dfe)

2(50)
= 2,306 3
= 13,31
Pengaruh rataan

P1 P2 P3 P4
70.00 66,66 83,33 43.33

Selisih nilai rata-rata perlakuan


P3 – P1 = 83,33 - 70,00 = 30.01* ( >13,31)
P3 – P2 = 83,33 - 66,33 = 16,66
P3 - P4 = 83,33 - 43,33 = 40
P1 – P2 = 70,00 – 66,66 = 3,33
P1 – P4 = 70,00 – 43,33 = 26,66
P2 – P4 = 66,66 – 43,33 = 23.33
keteranagn
r : ulangan
dbg : derajat bebas galat
P1, P2, P3, P4 : Perlakuan
Lampiran 3 parameter kualitas air sebelum pembiusan
Parameter 0,005 ml/l air 0,010 ml/l air 0,015 ml/l air 0,025 ml/l air
yang diamati
Suhu 25,30 C 25,30 C 25,30 C 25,30 C
Ogsigen 5,42 ppm 5,42 ppm 5,41 ppm 5,40 ppm
pH 7 7 7 7

Lampiran 4. Parameter kualitas air sesudah pembiusan


Parameter 0,005 ml/l air 0,010 ml/l air 0,015 ml/l air 0,025 ml/l air
yang diamati
Suhu 26 0 C 270 C 270 C 270 C
Ogsigen 4,42 ppm 4,40 ppm 4,33 ppm 4,20 ppm
pH 6,7 6,5 6,5 6,0
Gambar 1. Benih ikan jurung dari UPR Krueng batee

Gambar 2. Pemeliharaan benih ikan jurung di bak penampung

Gambar 3. Pulih sadar benih ikan jurung


Gambar 4. Pembiusan benih ikan jurung

Gambar 5. Minyak cengkeh

Anda mungkin juga menyukai