Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH MINI PROJECT TEKNOLOGI PROSES THERMAL

PENGARUH PERBEDAAN SUHU DAN LAMA WAKTU PENYIMPANAN


UDANG VANNAME TERHADAP JUMLAH TOTAL BAKTERI

KELOMPOK 10
Moch Halili 141311133136
Maq’firoh Hikmat Ullah 141711233080
Devina Pramestika 141711233081
Muhammad Dzaky 141711233082
Moch. Masruri Ircham 141711233083
Shabrina Farahiya Izzah 141711233084
Muhammad Dzaky Fitrawan 141711233085
Syamsi Mirobbi Anugrah 141711233086
Ajeng Pramudita Anggraeni 141711233087
Chelsea Permata Jelita 141711233088

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Udang vaname (Litopenaeus vannamei) berasal dari Pantai Barat Pasifik Amerika
Latin, mulai dari Peru di Selatan hingga Utara Meksiko. Udang vaname mulai masuk ke
Indonesia dan dirilis secara resmi pada tahun 2001 (Nababan dkk., 2015). Udang vaname
merupakan salah satu udang yang mempunyai nilai ekonomis dan merupakan jenis udang
alternatif yang dapat dibudidayakan di Indonesia, disamping udang windu (Panaeus
monodon) dan udang putih (Panaeus merguensis). Udang vaname tergolong mudah untuk
dibudidayakan. Hal itu pula yang membuat para petambak udang di tanah air beberapa
tahun terakhir banyak yang mengusahakannya (Purnamasari., 2017). Salah satu upaya
untuk mempertahankan mutu udang vaname saat memasarkannya yaitu menggunakan
metode pembekuan.
Kusuma, dkk (2017) berpendapat bahwa protein pada sampel ikan segar dapat
mengalami penurunan selama masa rigor, sehingga perlu ditangani dengan cara dibekukan
untuk menjaga kualitasnya. Prinsip pengawetan dengan suhu rendah adalah mengurangi
dan atau menjaga suhu, perubahan yang merugikan pada bahan makanan dapat dihentikan
atau dikurangi secara signifikan. Perubahan ini dapat bersifat mikrobiologis (yaitu
pertumbuhan mikroorganisme), fisiologis (misalnya pematangan dan respirasi), biokimia
(misalnya reaksi kecoklatan, oksidasi lemak, dan degradasi pigmen), dan atau fisik (seperti
kehilangan air/driploss) (James dan James 2014).
1.2 Tujuan:
 Mengetahui pengaruh perbedaan suhu terhadap mutu udang vanname
 Mengetahui jumlah total bakteri pada suhu chilling dan freezing
1.3 Manfaat:
 Dapat mengetahui metode penyimpanan terbaik
 Dapat mengetahui pengaruh jumlah bakteri terhadap mutu udang vanname
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Udang Vanname


Klasifikasi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) menurut Haliman dan Adijaya
(2014) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Malacostraca

Superordo : Eucarida

Ordo : Decapoda

Famili : Penaeidae

Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

Morfologi udang Vanneme menurut Kordi, G. (2017) yaitu umumnya tubuh udang dapat
dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian kepala dan bagian badan. Bagian kepala menyatu
dengan bagian dada disebut cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas yaitu 5 ruas di bagian kepala
dan 8 ruas dibagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas tiap-tiap ruas (segmen)
mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas. Pada ujung ruas keenam
terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu telson yang berbentuk runcing. Bagian kepala dilindungi
oleh cangkang kepala atau carapace bagian depan meruncing dan melengkung membentuk
huruf S yang disebut cucuk
2.2 Chilling

Chilling merupakan salah satu cara proses pengawetan yang menggunakan suhu rendah
untuk menghambat aktivitas enzim dan mikrob. Chilling akan memperpanjang masa simpan
ikan. Pada suhu 15- 20 C, ikan dapat disimpan hingga sekitar dua hari, pada suhu 5 C tahan
selama 5-6 hari, sedangkan pada suhu 0 C dapat mencapai 9-14 hari. Penggunaan suhu rendah
yang paling sering dan mudah dilakukan adalah pemberian es. Es merupakan media pendingin
yang memiliki beberapa keunggulan yaitu mempunyai kapasitas pendingin yang besar, tidak
membahayakan konsumen, lebih cepat mendinginkan ikan, harganya relatif murah, dan mudah
dalam penggunaannya (Sitakar dkk, 2016).

Penanganan ikan segar diupayakan suhu selalu rendah men- dekati 0oC dan dijaga pula
jangan sampai suhu naik akibat terkena sinar matahari atau kekurangan es. Chilling dapat
dilakukan dengan perbandingan es dan ikan 1:1. Selama penanganan dan penyiangan ikan
diperlukan es dengan perbandingan es dan ikan 1:2. Penanganan ini merupakan salah satu cara
mengatasi pembusukan ikan, sehingga ikan dapat disimpan lebih lama lagi sampai tiba
waktunya dijadikan bahan konsumsi (Litaay dkk, 2017).

2.3 Pembekuan

Teknik pembekuan adalah metode penanganan dan penyimpanan yang efektif untuk
produk hasil perikanan, dimana dapat menghambat pertumbuhan mikrobiologi dengan
menghentikan reaksi enzimatik (Guo dan Liu, 2014). Pembekuan adalah proses penurunan suhu
bahan pangan sampai pada titik beku dan merubah sejumlah air menjadi es. Pembekuan adalah
proses pengambilan atau pemindahan panas dari suatu bahan pangan. Dalam proses pembekuan
yang harus diperhatikan adalah waktu pembekuan, karena dapat mempengaruhi pembentukan
kristal es yang dalam ukuran besar yang ketika dilelehkan dapat membuat menurunnya kualitas
bahan pangan (Tatontos, dkk, 2019).

Menurut Ray dan Bhunia (2007) mikroorganisme tidak tumbuh pada makanan beku yang
disimpan pada suhu -20°C dan sel mikroorganisme tersebut akan mengalami kematian selama
pembekuan. Selama proses pembekuan, molekul air pada bahan pangan akan mulai membeku dan
molekul air di dalam sel mikroorganisme akan keluar dari sel sehingga sel mengalami dehidrasi.
Sebagian besar tubuh ikan terdiri dari cairan yang terdapat di dalam sel, jaringan, dan ruangan-
ruangan antar sel. Proses penyimpanan beku, air bebas maupun air terikat pada bahan pangan
berubah menjadi kristal es. Pembentukan kristal es akan mengurangi kadar air bahan dalam fase
cair di dalam bahan pangan. Adanya kristalisasi air ini menyebabkan mobilitas air terbatas
sehingga aktivitas air pun menurun sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Sari, dkk,
2018).
BAB 3
METODE

3.1 Alat dan bahan

Alat dan bahan yang digunakan yaitu udang vannamei (Litopenaeus vannamei), garam
fisiologis, media agar (NA), tabung reaksi, refrigerator, rak tabung reaksi, bunsen, petri dish, pisau,
spuit, mortar dan alu, aquades, timbangan, pisau, plastik wrap.

3.2 Cara kerja

- Preparasi sampel

Sampel produk udang segar dibersihkan kemudian dicuci dengan air mengalir. sampel di
fillet, diambil dagingnya, dihancurkan dengan mortar alu selanjutnya ditimbang sebanyak 10 g.

- Pembuatan Garam Fisiologis

Untuk membuat larutan NaCL 1.000 mL, timbang NaCL 8,5 g larutkan dengan 1.000 mL
aquadest steril.

- Uji Jumlah Total Mikroba

Prinsip kerja analisis jumlah total mikroba dengan metode total plate count (TPC) adalah
perhitungan jumlah bakteri yang ada pada sampel yaitu daging udang dengan pengenceran secara
duplo. Pembuatan larutan dilakukan dengan pencampuran antara 10 gram sampel yang telah
dihancurkan dengan 90 mL larutan NaCl 0,85 % steril, dimasukkan pada botol, selanjutnya
dihomogenkan. Campuran larutan contoh tersebut diambil 1 mL dan dimasukkan ke dalam botol
berisi 9 mL larutan garam 0,85 % steril sehingga diperoleh contoh dengan pengenceran 10-2,
selanjutnya dihomogenkan. Pengenceran dilakukan sampai pengenceran 10-5. Pemipetan
dilakukan dari masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1 mL dan dipindahkan ke dalam
cawan petri secara duplo menggunakan pipet steril. Media agar dimasukkan ke dalam cawan petri
sebanyak 10 mL dan digoyangkan sampai permukaan agar merata (metode tuang), didiamkan
cawan petri hingga media dingin dan mengeras. Cawan yang berisi agar dan larutan contoh
dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 30 ºC selama 48 jam dengan posisi cawan perti dibalik.
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah koloni bakteri yang ada di dalam cawan petri.
Jumlah koloni yang dapat dihitung yaitu yang mempunyai jumlah koloni antara 20 sampai 200
koloni.
DAFTAR PUSTAKA
Guo, Y., B., Xia., X.,Yu., T., & Liu, Q. 2014. Changes in phsyco-chemical and protein structural
properties of common carp (Cyprinus carpio) muscle subjected to different freeze-thaw
cycle. Jurnal of aquatic food product techonology. 23(6), 579–590.

Haliman R. W dan D. S. Adijaya. (2014). Udang Vannamei. Penebar Swadaya, Jakarta.

James SJ, James C. 2014. Chilling and Freezing of Foods in Food Processing: Principles and
Applications, Second Edition. Editor: Stephanie Clark, Stephanie Jung, Buddhi Lamsal.
John Wiley & Sons, Ltd. Published pp: 79-105.

Kordi, M. Ghufran H. (2017). Budi daya ikan patin di kolam terpal. Lily Publisher, Yogyakarta.

Sari, R. A., Yunianta, Y., & Harsojo, H. (2018). Pengaruh Iradiasi Gamma Dan Penyimpanan
Suhu Beku Sebagai Upaya Peningkatan Keamanan Pangan Pada Ikan Patin (Pangasius
hypoptalmus). Jurnal Pangan dan Agroindustri, 5(4).

Kusuma, A.A., Dewi, E.N., Wijayanti, I. 2017. Perbedaan Jumlah Nutrisi yang Hilang pada
Bandeng Beku Non Cabut Duri da Cabut Duri Selama Penyimpanan Suhu Rendah. JPHPI.
20(1)

Litaay, C., Wisudo, S., Haluan, J., dan Harianto, B. 2017. Pengaruh Perbedaan Metode
Pendinginan dan Waktu Penyimpanan Terhadap Mutu Organoleptik Ikan Cakalang
Segar. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 9(2).

Nababan, E., Putra I., dan Rusliadi. 2015. Pemeliharaan udang vaname (Litopenaeus vannamei)
dengan persentase pemberian pakan yang berbeda. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan
Vol. 3 No. 2. Universitas Riau. Kampus Bina Widya KM. 12,5 Simpang Baru Pekanbaru.

Purnamasari, I., Purnama, D., Utami, M.A.F. 2017.Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) di Tambak Intensif. Jurnal Enggano. 2(1).

Sitakar, N., Nurliana., Jamin, F., Abrar, M., Manaf, Z., dan Sugito. 2016. Pengaruh Suhu
Pemeliharaan dan Masa Simpan Daging Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pada
Penyimpanan Suhu -20c Terhadap Jumlah Total Bakteri. Jurnal Medika Veterinaria.
10(2).
Tatontos, S. J., Harikedua, S. D., Mongi, E. L., Wonggo, D., Montolalu, L. A., Makapedua, D. M.,
& Dotulong, V. (2019). Efek Pembekuan-Pelelehan Berulang Terhadap Mutu Sensori Ikan
Cakalang (Katsuwonus pelamis L). Media Teknologi Hasil Perikanan, 7(2), 32-35.

Anda mungkin juga menyukai