Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PRAKTIKUM ORCHIDOLOGI

Pengaruh Ubi Jalar Sebagai Senyawa Organik terhadap Multiplikasi Anggrek


Hitam (Coelogyne pandurataLindl.) dengan Penambahan NAA Dan BAP secara
In Vitro

Oleh:
1. Asriana Hilda Verni H1041151032
2. Febri Zulfinar H1041161029
3. Rina Karmila H1041161032
4. Siti Hodijah H1041161048

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia Allah Subhanahu wa ta’ala kami dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum ini dengan baik. Laporan praktikum iniberjudul “Pengaruh Ubi Jalar
Sebagai Senyawa Organik terhadap Multiplikasi Anggrek Hitam (Coelogyne
pandurata Lindl.) dengan Penambahan NAA Dan BAP secara In Vitro”. Laporan
praktikum ini disusun agarpembaca dapat memahami dan memperluas wawasannya
seputar judul tersebut.Selain itu juga laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata
kuliah “Orchidologi”yangtelah diberikan dosen pengampu. Laporan ini dapat
diselesaikan dengan tepat waktu meskipun kurangsempurna dalam sisi penulisan
maupun isi yang terkandung di dalamnya. Namun demikian, kami telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yangdimiliki sehingga dapat selesai
dengan baik dan oleh karenanya, kami dengan rendahhati dan dengan tangan terbuka
menerima masukan, saran dan usul gunapenyempurnaan laporan ini. Harapan kami,
semoga informasi di dalam laporan inibermanfaat bagi para pembaca

Pontianak, 15 Oktober 2016


Penulis,

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Belakang………………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………….. 2
1.3 Tujuan…………………………………………………………………. 2
1.4 Manfaat …………………………………………………………….…. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Orchidologi…………………………………………………..………. 4
2.2 Klasifikasi Morfologi……………………………………..………….. 4
2.2.1 Phaleopsis bellina …………………………….……………….. 4
2.2.2 Ceologyne pandurata ……………………..…………………..... 6
2.2.3 Dendrobium fimbriatum ……………..………………………… 7
2.2.4 Grammotophylum speciosum…….…………………………….. 9
2.2.5 Vanda tricolor……………….………………………………….. 10
2.2.6 Arundina graminifolia…………………………………………. 11
2.2.7 Agrostophylum laxu…………………………………………….. 13
2.2.8 Angraecum eburneu……………………………………………..
2.2.9 Cristensonia vietnam…………………………………………….
2.2.10 Debdrobium rosellum…………………………………………..
2.3 Kultur Jaringan………………………………………………….…….
2.3.1 Definisi Kultur Jaringan ……………………………………….
2.3.2 Inisiasi……………………………………...…………………….
2.3.3 Multiplikasi……………………………………………………...
2.3.4 Aklimatisasi………………..…………………………………….
2.4 Zat Pengatur Tumbuh…………………………………………………
2.4.1 Zat Sintetik .................................................................................. …
2.4.2 Zat Organik………………………………………………………..
BAB III METODE KERJA
3.1 Waktu dan Tempat……………………………………………………...
3.2 Alat dan Bahan…………………………………………………………..
3.3 Sterilisasi Ruang dan Alat………………………………………………
3.4 Pembuatan Media………………………………………………………..
3.5 Sterilisasi Media………………………………………………………….
3.6 Parameter Pegamatan……………………………………………………
3.6.1 Waktu Muncul Tunas……………………………………………..
3.6.2 Jumlah Tunas………………………………………………………
3.6.3 Jumlah Daun……………………………………………………….
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil………………………………………………………………………..
4.2 Pembahasan……………………………………………………………….

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan………………………………………………………………...

5.2 Saran……………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Phaleopsis bellina…………………………………………...

Gambar 2.2 Ceologyne pandurata …………………………………….....

Gambar 2.3 Dendrobium fimbriatum ……………………………………

Gambar 2.4 Grammotophylum speciosum……………………………….

Gambar 2.5 Vanda tricolor……………………………………………….

Gambar 2.6 Arundina graminifolia……….……..……………………….

Gambar 2.7 Agrostophylum laxum……………………………………….

Gambar 2.8 Angraecum eburneu……………………………………..….

Gambar 2.9 Cristensonia vietnamica……………………………..………

Gambar 2.10 Debdrobium rosellum………………………….…………..


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki hutan tropis terbesar dan
memiliki kekayaan spesies anggrek yang sangat beragam. Tanaman anggrek
termasuk ke dalam anggota famili Orchidaceae. Family ini terdiri atas 800 genus dan
25.000 spesies, 5.000 spesies diantaranya berasal dari Indonesia. Salah satu anggrek
alam yang dianggap sebagai ciri khas Indonesia adalah anggrek hitam (Coelogyne
pandurata) (Adi et al., 2014).
Populasi anggrek hitam di habitat aslinya hamper punah akibat pengambilan
yang berlebihan, kerusakan hutan dan konversi lahan. Selain itu juga periode
berbunga anggrek ini sangat pendek dan sulit untuk disilangkan(Untari dan
Puspitaningtyas, 2006). Perbanyakan anggrek hitam secara konvensional melalui stek
batang, pembelahan rumpun, penggunaan pseudobulb atau pemisahan anakan sulit
dilakukan karena keterbatasan tanaman induk di alam (Adi et al., 2014).
Perkembangbiakan alami anggrek hitam dengan biji di habitat aslinya sangat sulit
karena lambatnya pertumbuhan biji yang harus bersimbiosis dengan mikoriza yang
ada dan cocok, sehingga laju pertumbuhan dari fase biji sampai tanaman dewasa yang
siap berbunga sangat lama. Perbanyakan konvensional yang sulit dilakukan dapat
diatasi dengan teknik kultur jaringan (in vitro) sebagai salah satu usaha konservasi
mencegah untuk kepunahan anggrek hitam(Untari dan Puspitaningtyas, 2006).
Proses kultur jaringan anggrek ada beberapa tahapan yang dilalui yaitu sterilisasi
bahan tanaman (eksplan berupa biji maupun bagian vegetative tanaman),
pengecambahan benih (dalam media hingga membentuk protokorm atau PLBs
(Protocorm like bodies)), multiplikasi dan regenerasi planlet, pengakaran dan
aklimatisasi. Multiplikasi tunas merupakan tahapan yang sangat penting dalam
perbanyakan anggrek secara kultur jaringan. Media Murashige Skook (MS) merupaka
media yang banyak digunakan dalam kultur in vitro. Teknik kultur jaringan dapat
menghasilkan tanaman-tanaman baru anggrek hitam yang secara genetikidentik
dengan induknya, dalam jumlah banyak dan tidak tergantung musim.
Senyawa organik dapat berasal dari macam-macam buah atau sayuran dengan
syarat buah dan sayur tersebut tidak mengandung zat yang berbahaya ataupun
menghambat pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, penggunaan senyawa organik
dapat dimodifikasi dengan bahan organik lain selain yang telah disebutkan. Salah satu
bahan organik yang dapat dimanfaatkan adalah ubi jalar dan emulsi ikan. Ubi jalar
tergolong umbiumbian, dalam kultur jaringan umbi-umbian yang umum digunakan
adalah kentang. Namun, dari segi ekonomis ubi jalar lebih murah dan lebih mudah
diperoleh. Selain itu, kedua umbi tersebut sama-sama mengandung zat-zat yang
diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat,
protein serta mengandung beberapa macam vitamin seperti vitamin B, niacin, vitamin
A, riboflavin, terutama kandungan tiamin sebanyak 0,1 mg/100 g (Untari dan
Puspitaningtyas, 2006). Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan untuk mempelajari
bagaimana proses multiplikasi anggrek hitam (Coelogyne pandurataLindl.) yang
menggunakan ubi jalar sebagai senyawa organik dan juga dengan penambahan NAA
Dan BAP secara In Vitro.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari praktikum ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh penambahan NAA, BAP, dan ekstrak ubi jalar terhadap
multiplikasi dari tunas eksplan Coelogyne pandurataLindl. ?
2. Bagaimana kombinasi konsentrasi NAA, BAP, dan ekstrak ubi jalar dalam
menginduksi tunas eksplan Coelogyne pandurataLindl. ?

1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Melakukan perlakuan penambahan NAA, BAP, dan ekstrak ubi jalar terhadap
multiplikasi dari tunas eksplan Coelogyne pandurata Lindl.
2. Melakukan perlakuan kombinasi konsentrasi NAA, BAP, dan ekstrak ubi jalar
dalam menginduksi tunas eksplan Coelogyne pandurataLindl.

1.4 Manfaat
Manfaat dari praktikum ini adalah :
1. Mengetahui bagaimana pengaruh penambahan NAA, BAP, dan ekstrak ubi jalar
terhadap multiplikasi dari tunas eksplan Coelogyne pandurata Lindl.
2. Mengetahui bagaimana kombinasi konsentrasi NAA, BAP, dan ekstrak ubi jalar
dalam menginduksi tunas eksplan Coelogyne pandurataLindl.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Anggrek


Anggrek merupakan tanaman yang termasuk dalam famili Orchidaceae.
Anggrek memiliki ciri-ciri umum yaitu termasuk tanaman monokotil, selain itu
memiliki karakteristik tersendiri terutama dalam struktur bunga. Hal ini di antaranya
dapat dilihat dari stamen yang terdapat di satu sisi bunga. Stamen umumnya bersatu
dengan pistil dan membentuk satu struktur yang disebut tugu (column) (Aditya, 2009)

Anggrek merupakan tanaman yang bersifat hermaprodit, yaitu serbuk sari dan
putik terdapat di dalam satu bunga, sedangkan sifat kelaminnya adalah monoandrae,
yaitu kelamin jantan dan betina terletak pada satu tempat atau satu bunga, sehingga
anggrek mudah mengalami penyerbukan dengan bantuan serangga dan manusia untuk
perbanyakan tanaman (Rosmiati, 2007). Proses penyerbukan anggrek mengalami
penyerbukan ganda tidak sempurna karena biji anggrek tidak memiliki embrio dan
tidak memiliki cadangan makanan (endosperm) (Aditya, 2009)

2.2 Klasifikasi dan Morfologi Anggrek


2.2.1 Phalaenopsis bellina
Klasifikasi Anggrek Phalaenopsis berasal dari bahasa Yunani, yaitu phalaenos
dan opsis.Phalaenos itu berarti ngengat atau kupu-kupu, sedang opsis artinya bentuk
atau penampakan. Klasifikasi botani Phalaenopsis dapat didasarkan pada bentuk
bunga, khususnya lidah dan alat reproduksi, adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Orchidales
Famili : Orchidaceae
Genus : Phalaenopsis bellina

Spesies :Phalaenopsis bellina

Anggrek ini memiliki bentuk bunga yang menyerupai bintang, warnanya


merupakan perpaduan antara kuning, putih dan ungu. Phalaenopsis bellina sering
digunakan sebagai tanaman hias pot dan bunga potong. Perbanyakan dengan biji atau
anakan.Anggrek bulan (Phalaenopsis bellius) ini dapat berbunga sepanjang
tahun.Bellina dapat ditemukan tempat yang teduh dan agak lembab, atau dekat
sungai, dengan ketinggian 200 m dpl.Kondisi tersebut ideal untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakkannya.(Iswanto, 2005)

Anggrek ini masih satu genus dengan anggrek bulan putih (Phalaenopsis
amabilis).Daunnya berbentuk bulat telur memanjang dan membulat kearah
ujung.Daunnya lebih kaku dibanding Phalaenopsis amabilis dan juga memiliki
lapisan lilin yang mengkilap.Akarnya bulat memipih agak berkerut pada
permukaannya dan diselaputi oleh warna keperakan dengan ujung akar berwarna
kehijauan.Bunga tersusun dalam tandan yang dapat mencapai panjang 30
cm.(Iswanto,2001)

Tandan akan mekar 1-3 kuntum secara bersamaan, kemudian akan disusul
beberapa hari kemudian oleh kuncup bunga yang ada dibawahnya, sehingga apabila
terdapat beberapa tandan bunga maka bunga yang mekar akan tampak serentak dan
terus menerus. Masing-masing berukuran 5-6 cm, berbentuk bintang. Bunganya
memiliki warna ungu lembayung yang mencolok pada bagian tengah dan pangkal
bawah sedangkan bagian lainnya berwarna putih semburat hijau muda (Iswanto,2001)
2.2.2 Coelogyne pandurata

Coelogyne berasal dari bahasa Yunani koilos dan gyne. Secara harfiah kedua
kata tersebut dapat diartikan sebagai rongga wanita. Kemudian penamaan untuk
anggrek ini merujuk pada bentuk column (alat reproduksi pada bunga anggrek yang
berbentuk pipa) yang menjadi cirikhas dari anggrek Coelogyne. Anggrek memiliki
ratusan spesies yang tersebar di daerah yang memiliki iklim panas hingga dingin
seperti Kalimantan, Sumatra, Jawa, untuk yang Indonesia dan India, China dan
kepulauan Fiji untuk yang luar negeri. Anggrek ini dapat tumbuh secara terestrial
maupun litofit. Coelogyne memiliki rizoma yang keras dengan panjang bervariasi.
Bahkan ada jenis-jenis tertentu yang memiliki rizoma yang menjalar dengan bulb
yang menjauhi induknya.

Klasifikasi Ilmiah Anggrek Hitam:

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Orchidales
Famili : Orchidaceae
Genus : Coelogyne
Spesie : Coelogyne pandurata
Dikenal dengan nama Anggrek Hitam atau Black Orchid, Anggrek hitam
(Coelogyne pandurata) adalah spesies anggrek yang hanya tumbuh di pulau
Kalimantan. Anggrek hitam adalah maskot flora propinsi Kalimantan
Timur.Dinamakan anggrek hitam karena anggrek ini memiliki lidah (labellum)
berwarna hitam dengan sedikit garis-garis berwarna hijau dan berbulu.Sepal dan petal
berwarna hijau muda.(Adi,2014)

Spesies ini mempunyai daun kembar yang tumbuh pada ujung umbi semunya.Bentuk
daunnya menyempit dipangkal, lebar ditengah dan meruncing diujung.Panjang daung
mencapai 60 cm. Tangkai bunganya horizontal atau merunduk dengan panjang
mencapai 50 cm dengan jumlah bunga mencapai 15 kuntum.Bunganya berukuran 12
cm, dengan warna hijau kekuningan.Bibir bunganya besar, berbentuk biola, berbelah
tiga.Berkerut-kerut dipinggirannya dan berwarna hitam pekat (Adi,2014)

Anggrek hitam termasuk dalam anggrek golongan simpodial dengan bentuk bulb
membengkak pada bagian bawah dan daun terjulur di atasnya.Setiap bulb hanya
memiliki dua lembar daun saja. Daunnya sendiri sekilas mirip seperti daun pada tunas
kelapa muda. Secara keseluruhan penampilan Anggrek Hitam ini menarik, umbinya
yang berwarna hijau terang dan mempunyai permukaan umbi yang mengkilat sangat
menarik untuk di pandang mata, di setiap umbi tumbuh du ahelai daun yang kaku dan
berbentuk seperti pembungkus mayang kelapa, perpaduan bentuk umbi dan dua helai
daun di ujungnya mirip seperti sosok seekor ikan. Tangkai bunga yang menjuntai
kebawah dengan susunan bunga yang teratur membuat penampilan anggrek ini
istimewa.(Adi,2014)

2.2.3 Anggrek Dendrobium


Anggrek Dendrobium dengan mudah dikenali dari bentuk batangnya yang
gendut.Dalam istilah taknosomi tanaman anggrek jenis batang yang menggelembung
tersebut dinamakan psedobulb.Dendrobium sendiri berasal dari bahasa Yunani yang
terdiri dari kata Dendron yang artinya pohon dan bios yang artinya hidup.Dari istilah
itu dapat secara literer Dendrobium dapat diartikan sebagai tanaman yang hidup di
pohon (Livy,2007)

Anggrek Dendrobium di habitat aslinya ternyata tidak hanya ditemukan pada


pohon akan tetapi juga ditemukan pada tebing-tebing berbatu dan padang pasir. Oleh
karena itu anggrek Dendrobium tidak hanya bersifat epifit (hidup di pohon) bahkan
juga terrestrial (hidup di tanah, pasir, humus) dan litofit (hidup di tebing dengan
bebatuan berlumut).Jenis Dendrobium asli Indonesia memang kebanyakan ditemukan
bersifat epifit atau hidup menempel pada pohon karena Indonesia memiliki iklim
tropis dan kaya akan hutan hujan tropis. Kondisi seperti itu bisa disebut juga sebagai
agroklimak dimana potensi tanaman untuk tumbuh dan berkembang sangat besar
sekali (Livy,2007). Berikut ini klasifikasi botani anggrek Dendrobium :

Kingdom : Planthae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Orchidales
Famili : Orchidaceae
Genus : Dendrobium
Spesies : Dendrobium sp.
Berikut ini morfologi dari anggrek Dendrobium :

a. Daun
Daun Dendrobium memiliki daun lanset, lanset ramping dan lanset membulat
dengan ketebalan yang bervariasi.Daun keluar dari ruas batang.Posisi daun
berhadapan atau berpasangan. Selama satu siklus hidup dendrobium mengalami 2 – 3
periode pertumbuhan, yaitu periode vegetative, generated dan beberapa dormasi.
Lama setiap periode tergantung spesies dan habitatnya.

b. Batang
Batang Dendrobium berpola pertumhan batang simpodial, yaitu per tumbuhan
ujung batang lurus ke atas dan terbatas. Pertumbuhannya akan terhenti setelah
mencapai titik maksimal. Selanjutnya tunas baru atau anakan baru keluar dari akar
rimpang dan tumbuh makin membesar. Batang dedrobium umumnya beruas-ruas
dengan panjang yang hampir sama. Pada anggrek epifit yang simpodial baisanya
memiliki umbi semu / pseudobulb. Umbi ini sesungguhnya batang yang membesar
yang berfungsi menyimpan cadangan air dan makanan.Batang semu tersebut
mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam tergantung spesiesnya. Anggrek
Dendrobium memilik berbagai macam ukuran psedobulb mulai dari pendek dengan
panjang 5-10 cm hingga yang memiliki psedobulb hingga 5 meter, contohnya adalah
Dendrobium vimbriatum.

2.2.4 Grammatophyllum speciosum


Anggrek tebu Grammatophyllum speciosummerupakan anggrek yang diyakni
merupakan anggrek terbesar yang pernah ada.Anggrek ini tersebar tersebar dari
Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam, Malaysia, Indonesia, sampai New
Guinea.Sementara di Indonesia tanaman ini menyebar mulai dari pulau Sumatera,
Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku hingga Papua.Klasifikasi anggrek tebu
Grammatophyllum speciosum adalah
sebagai berikut:

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Orchidales
Famili : Orchidaceae
Genus : Grammatophyllum
Spesies :Grammatophyllum speciosum
Tanaman ini tumbuh secara epifit pada pohon-pohon di hutan-hutan yang
agak terbuka.Anggrek tebu termasuk jenis anggrek dengan pertumbuhan monopodial,
yaitu anggrek yang ujung-ujung batangnya memiliki pertumbuhan tidak terbatas
dengan pertumbuhan satu arah ke atas.Ciri utama anggrek tebu adalah ukurannya
yang besar. Panjang malai dapat tumbuh mencapai 2,5 – 3 meter dengan diameter
sekitar 1,5-2 cm. Setiap malai memiliki puluhan, bahkan mencapai seratus kuntum
bunga yang masing-masing bunga berdiameter sekitar 10 cm. Penduduk lokal sering
menjulukinya dengan sebutan anggrek macan berdasarkan corak bunganya, akan
tetapi sebutan ini sering rancu dengan kerabatnya, G. scriptum yang memiliki corak
serupa. Oleh sebab itu, anggrek ini populer juga dengan sebutan sebagai anggrek
tebu, karena bentuk batang tanamannya yang menyerupai batang pohon tebu
(Aritonang,2002)

Pengalihan fungsi habitat aslinya seperti pembukaan lahan pertanian,


perumahan dan perindustrian diduga sebagai faktor utama pemicu kelangkaan
anggrek tebu.Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
1999 tanggal 27 Januari 1999, anggrek tebu termasuk ke dalam daftar tanaman yang
dilindungi.Perkembangbiakan alami anggrek tebu sangat lambat, sehingga anggrek
ini mengalami kelangkaan dan berada diambang kepunahan. Dalam pelestariannya
secara konvensional, anggrek tebu diperbanyak dengan dua acara yaitu secara
vegetatif dan generatif. Perbanyakan vegetatif konvensional menurut Perhimpunan
Anggrek Indonesia Cabang Batu (2005) dilakukan melalui pemecahan atau
pemisahan rumpun anggrek. (Aritonang,2002)

2.2.5 Vanda tricolor


Anggrek Vanda tricolor adalah spesies anggrek endemik di kawasan lereng
Gunung Merapi.Anggrek Vanda tricolor tumbuh baik pada ketinggian 800-1.700
mdpl, khususnya di hutan yang cukup terbuka.Namun demikian, spesies ini mampu
beradaptasi seperti pada saat fase berbunga dengan sempurna pada ketinggian 200-
300 mdpl. Vanda tricolor ini dapat dijumpai di Jawa Barat hingga Pulau Bali, bahkan
dilaporkan ditemukan juga di Negara Laos (dwiyani,2009).

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Asparagales
Family : Orchidaceae
Genus : Vanda
Species : Vanda tricolor
Anggrek Vanda tricolor berbatang bundar, panjang dan kokoh. Tinggi
tanaman dapat mencapai 2m, daun berbentuk pita agak melengkung dengan ujung
daun rumpangbersudut tajam dengan lebar sekitar kurang lebih 3 cm dan panjang
mencapai 45 cm, tersusun saling bergantian pada batang yang tumbuh tegak. Tandan
bunga bisa mencapai 50 cm yang menyangga 10-20 kuntum bunga yang muncul dari
ketiak daun, sepal dan petal berwarna dasar antara putih dan kuning dengan corak
totol berwarna coklat hingga kuning, dengan totol-totol merah keunguan. Diameter
bunga anggrek Vanda tricolor bisa mencapai 10 cm, bunga mampu bertahan hingga
20-25 hari. Bunga anggrek Vanda tricolor berbau harum, aroma harum ini sangat di
pengaruhi oleh ketinggian tempat hidupnya, di dataran tinggi aromanya sangat kuat
dan semakin turun ke dataran rendah aromanya akan semakin berkurang
(irawati,2002)

2.2.6 Arundina graminifolia


Arundina graminifolia adalah tanaman asli dari Asia tropis dan subtropis dari
Himalaya hingga Tahiti. Hal Ini terjadi secara alami di hutan sekunder dataran
rendah, hingga ketinggian yang lebih tinggi di hutan pegunungan tropis, pada
ketinggian permukaan laut hingga 1.200 meter. Habitat alaminya meliputi daerah
terbuka, padang rumput, gunung, dan tempat-tempat berbatu di tepi sungai. Anggrek
ini memiliki batang tanaman yang menyerupai bambu, makanya ia juga kadang
dikenal dengan sebutan "anggrek bambu". Meskipun tanamannya berukuran cukup
besar , namun batangnya tinggi dan tipis, daun-daun berbentuk lanset muncul di
sepanjang batang menyerupai daun bambu.Klasifikasinya adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Orchidales
Familia : Orchidaceae
Genus : Arundina
Species : Arundina graminifolia

Anggrek ini tumbuh secara terestrial di daerah dengan ketinggian 0-1200 m


dari permukaaan laut dan memiliki pola pertumbuhan monopodial (terus ke atas).
Meskipun habitatnya juga ditemukan di Hawaii, Poertorico dan Jamaica, sebenarnya
anggrek ini adalah aggrek tropis khas Asia, yang tersebar dari India, Nepal, Thailand,
Malaysia, Singapura sampai ke Indonesia dan seluruh kepulauan Pasifik. Bunga
anggrek ini memang agak mirip juga dengan bunga anggrek Cattleya. Ukuran
bunganya juga cukup besar mencapai sekitar 5-8 cm. Bunganya juga berbau
harum.Bunga merah muda keunguan dengan bibir yang ungu ini biasanya mekar di
musim panas dan setiap tangkai dapat membawa 2 - 6 kuntum bunga. Di Cina
anggrek ini dikenal dengan sebutan Zhu Ye.(Gunawan,2007)

Arundina graminifolia adalah tanaman anggrek berukuran besar, panas hingga


dingin, polipodial, terestrial, ramuan rumpun yang terdiri dari rumpun, batang tegak
yang tergabung di pangkalan, setinggi 2,5 m dengan tinggi seperti rumput, panjang 9-
19 cm , Lebar daun 0,8 sampai 1,5 cm.Anggrek Bambu mekar sepanjang tahun di
terminal, panjang 8 cm, sederhana atau bercabang, scapose, infloresensi bracteate
yang membawa 2 hingga 6, bunga harum, satu per satu, yang tahan lama namun
berturut-turut sehingga waktu mekar adalah diperpanjang. Bunganya besar,
berdiameter 0,58 cm. Tiga sepal dan dua kelopak lateral berwarna putih ke merah
muda. Kelopak ketiga dimodifikasi menjadi bibir ungu kemerahan cerah dengan
patch kuning tengah.
2.2.7 Agrostophyllum laxum
Spesies ini penyebarannya hampir diseluruh Kalimantan.Tumbuh di daratan
rendah, daerah berbukit dan di hutan-hutan bersungai pada ketinggian 900 m dpl.
Anggrek ini memiliki 4-6 helai daun berselang seling pada sisi batangnya yang
pipih.Tangkai bunga berbentuk bulat dan dengan bunga kecil-kecil berwarna
putih.untuk budidaya dapat ditanam di pot dengan media kadaka, sabut dan
arang.Agrostophyllum laxum Merupakan anggrek epifit yang sangat umum dijumpai
di hutan baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Habitatnya di tepi sungai
maupun di riam-riam. Batang pipih dengan panjang 10-35 cm, daun tersusun dua
baris berukuran kecil dan membentuk pertumbuhan datardataran rendah maupun di
dataran tinggi.

Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : : Monokotyledoneae
Ordo : Asparagales
Family : Orchidaceae
Genus : Agrostophyllinae
Spesies : Agrostophyllum laxum
Habitatnya di tepi sungai maupun di riam-riam.Batang pipih dengan panjang
10-35 cm, daun tersusun dua baris berukuran kecil dan membentuk pertumbuhan
datar.Tangkai bunga keluar dari ujung tanaman sepanjang 2-4 cm terdiri dari banyak
bunga-bunga kecil yang mekar tidak bersamaan.Untuk budidaya dapat ditanam di pot
dengan media kadaka, sabut dan lumut.Anggrek epifit yang pertumbuhan batangnya
keatas berakhir dengan tangkai bunga yang terdiri dari banyak sekali kuntum bunga
berukuran kecil dan mekar tidak bersamaan.(irawati,2002)

Anggrek ini belum dibudidayakan, karena kurang menarik namun tetap


dipelihara oleh kolektor. Anggrek epifit yang monopodial, berumpun rapat, berbatang
langsing dengan panjang 6-15 cm, lebar 0,1-0,7 cm. Daun tersusun rapat 2 baris,
bentuknya bulat oval dan tebal. Tangkai bunga mempunyai daun pelindung yang
tidak rontok.Bunga 2-10 kuntum, membuka 1-2 secara bersamaan.Sepal dan petal
berwarna putih.Gynostemium berwarna keunguan, labelum berwarna putih.untuk
budidaya dapat ditanam di pot dengan media kadaka, sabut dan lumut (irawati,2002)

Anggrek ini ditemukan di Jawa, Sumatra dan Kalimantan di hutan bukit pada
ketinggian 700 hingga 1.700 meter sebagai ukuran sedang hingga besar, hidup pada
suhu hangat hingga dingin. Merupakan anggrek epiphyte tumbuh dengan sangat
padat, batang memanjang membawa banyak, lebih besar di setengah apikal, tumpul
daun apikal yang mekar di musim panas, terdapat pada 4 sampai 6 perbungaan, bunga
berbentuk kepala.Agrostophyylum merupakan anggrek, epifit yang mempunyai
batang yang lurus dan kaku, Daunnya panjang sampai menyempit. Daun berwarna
hijaun, permukaan daun mengkilat, ukuran daun lebih pendek dari batang( mardiana,
2019)

2.2.8 Angraecum eburneum


Angraecum spesies yang memiliki ukuran tanaman yang besar.Berasal dari
Madagascar dan Afrika bagian timur.Ukuran bunga sekitar 7-8 cm dan memiliki ekor
dengan panjang yang kurang lebih sama dengan ukuran bunganya. Karena bunganya
berbentuk seperti bintang dan memiliki ekor, maka anggrek ini sering juga disebut
sebagai anggrek komet alias The Comet Orchid.Warna bunga hijau seperti pada buah
apel, bagian labellum berwarna putih seperti pada gading gajah.Bunganya sangat
wangi namun hanya pada waktu malam, untuk menarik kumbang yang beterbangan
di malam hari. Permukaan bunganya mengkilap seperti lilin. Hal ini menandakan
bahwa bunganya tahan lama. Klasifikasinya sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Trakeofit
Kelas : Monokotyledoneae
Ordo : Asparagales
Family : Orchidaceae
Genus : Angraecum
Spesies : Angraecum eburneum

Angraecum eburneum menyukai media dan lingkungan yang lembab.


Anggrek ini dapat ditempatkan ini di atas kolam, atau digantung dengan diberi
nampan air bawahnya agar kelembaban tetap terjaga. Terdapat dua varian dari
Angraecum eburneum, yaitu Superbum (bunga lebih besar) dan Longicalcar (ekor
lebih panjang).(Gunawan,2007)

2.2.9 Christensonia vietnamica


Anggrek spesies ini terkenal dengan sebutan The Vietnamese Christensonia
karena memang asalnya dari Vietnam. Sering disebut juga dengan nama Vanda
vietnamica. Genus ini pertama kali ditemukan di hutan dataran rendah Vietnam
dengan ketinggian 700 Mdpl. Anggrek ini dapat hidup pada kondisi suhu yang hangat
hingga panas dan monopodial.

Anggrek Christensonia vieitnamica memiliki bunga berwarna hijau dengan


labellum berwarna putih dan memiliki bau harum walaupun aromanya tidak terlalu
kuat. Ukuran anggrek ini kecil sehingga tanaman ini dapat ditanam dalam pot.
Spesies ini sangat menyukai cahaya dengan intensitas sedang. Klasifikasi anggrek
tersebut adalah :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Keluarga : Orchidaceae
Suku : Vandeae
Genus : Christensonia
Spesies : C. vietnamica
2.2.10 Arundina graminifolia
Arundina graminifolia adalah tanaman asli dari. Tanaman ini tumbuh di hutan
sekunder dataran rendah dengan ketinggian 1.200 Mdpl. Habitat alaminya yaitu
didaerah terbuka, padang rumput, gunung,
dan tempat-tempat berbatu di tepi sungai.

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Asparagales
Famili : Orchidaceae
Genus : Arundina
Spesies : Arundina graminifolia

Arundina graminifolia ini memiliki batang tanaman yang menyerupai bambu,


oleh karena itu dikenal dengan sebutan "anggrek bambu". Meskipun tanamannya
berukuran cukup besar , namun batangnya tinggi dan tipis, daun-daun berbentuk
lanset muncul di sepanjang batang menyerupai daun bambu.Anggrek ini tumbuh
secara terestrial di daerah dengan ketinggian 0-1200 m dari permukaaan laut dan
memiliki pola pertumbuhan monopodial (terus ke atas). Meskipun habitatnya juga
ditemukan di Hawaii, Poertorico dan Jamaica, sebenarnya anggrek ini adalah anggrek
tropis khas Asia yang tersebar dari India, Nepal, Thailand, Malaysia, Singapura
sampai ke Indonesia dan seluruh kepulauan Pasifik.

Bunga anggrek ini memang agak mirip juga dengan bunga anggrek Cattleya.
Ukuran bunganya juga cukup besar mencapai 5-8 cm. Bunganya juga berbau harum.
Warna bunga merah muda keunguan yang biasanya mekar di musim panas dan setiap
tangkai tetrdapat 2 - 6 kuntum bunga. Di Cina anggrek ini dikenal dengan sebutan
Zhu Ye. Anggrek in memiliki ciri berukuran besar, dapat hidup pada kondisi panas
hingga dingin, polipodial, terestrial, batang tegak setinggi 2,5 m,

2.3 Kultur Jaringan


2.3.1 Definisi
Kultur jaringan merupakan teknik untuk menumbuhkembangkan bagian
tanaman baik berupa sel, jarinan ataupun organ dalam keadaan aseptic secara in
vitro, yang ditandai dengan kondisi kultur aseptic, penggunaan media buatan
yang mengandung nutrisi lengkap, Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) serta kondisi
ruang kultur, suhu dan pencahayaan yang terkontrol (Yusnita, 2003)
Teknik kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman
dalam waktu yang relative singkat untuk menghasilkan jumlah tanaman yang
seragam dalam jumlah banyak. Metode kultur jaringan juga dapat digunakan
untuk konservasi plasma nutfah atau biji secara in vitro (Karjadi dan Buchory,
2008). Pengaruh auksin dan sitokinin terhadap kultur in vitro berasal dari kata
‘culture’ yang berarti budidaya dan ‘vitrous’ yang berarti transparan. Kultur in
vitro dapat diartikan menumbuhkan sel, jaringan atau organ di dalam suatu
wadah kultur yang transparan (jelas) menjadi tanaman lengkap pada kondisi
lingkungan yang terkontrol.
Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti protoplasma, jaringan atau organ serta menumbuhkannya dalam
keadaan aseptic, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
menjadi tanaman lengkap (Gunawan, 1992). Metode kultur jaringan pertamakali
diaplikasikan pada tanaman anggrek oleh Morel (1964) yang kemudian diikuti
oleh tanaman lain.
Perbanyakan tanaman dengan metode kultur jaringan memberi peluang
besar untuk menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah besar dan dalam waktu
yang relative singkat. Teknik perbanyakan tanaman dengan metode kultur
jaringan dapat dilakukan sepanjang waktu, tidak dipengaruhi oleh musim.
Perbanyakan tanaman dengan teknik in vitro dapat menghasilkan bibit dalam
jumlah banyak, serentak dan bebas dari penyakit sehingga bibit yang dihasilkan
sehat dan seragam. Metode kultur jaringan merupakan cara alternative untuk
menghasilkan bibit dalam jumlah banyak dan waktu yang relative singkat
(Hendaryono dan Wijayani, 1994). Keberhasilan dalam kultur jaringan sangat
bergantung pada eksplan dan media tumbuh yang digunakan. Menurut
Gunawan (1992), eksplan merupakan bagian tanaman yang digunakan sebagai
bahan inisiasi kultur.
Media tumbuh terdiri dari garam-garam mineral, sumber karbohidrat,
vitamin, Zat Pengatur Tumbuh serta suplemen lain seperti senyawa-senyawa
nitrogen organic dan asam-asam organic (Gamborg dan Skyluk, 1981).
Karbohidrat dalam kultur jaringan berfungasi sebagai sumber energy dan
menjaga keseimbangan tekanan osmotic dalam medium. Sukrosa digunakan
sebagai sumber karbon dengan kadar 2-5% (Pierik, 1987). Asam amino tertentu
seperti analin. Asam glutamate, glutamin dapat merangsang pertumbuhan
eksplan (Staba, 1982). Keasaman PH merupakan faktor lingkungan eksplan
yang sangat menentukan. Pertumbuhan sel memerlukan PH yang digunakan
antara 5-6 (Katuuk, 1989)
Manfaat pH dalam media yaitu untuk membantu penyerapan unsur hara
dan menjaga kestabilan membran sel dalam mengatur garam-garam agar tetap
dalam bentuk terlarut (George dan Sherrington, 1984). Apabila pH terlalu tinggi
dapat dilakukan penurunan pH dengan menambahkan HCl dan jika terlalu
rendah dapat ditambahkan NaOH (0,1-1,0 M) untuk meningkatkan pH. pH
terlalu tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan eksplan terhenti dan jika pH
terlalu rendah dapat menyebabkan IAA menjadi kurang stabil (Pierik, 1987).
Hormon yang terdapat pada tanaman dikenal dengan sebutan fitohormon.
Fitohormon adalah senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh tanaman itu
sendiri secara endogen. Senyawa tersebut berperan dalam merangsang dan
meningkatkan pertumbuhan serta perkembangan sel, jaringan dan organ
tanaman menuju arah diferensiasi tertentu. Senyawa-senyawa lain yang
memiliki fungsi seperti hormon dan diproduksi secara eksogen adalah Zat
Pengatur Tumbuh atau hormon sintetik (Pierik, 1987). Hormon sintetik yang
ditambahkan merupakan Zat Pengatur Tumbuh (Hendrayono dan Wijayani,
1994). Zat Pengatur Tumbuh merupakan senyawa organik bukan hara yang
dibutuhkan dalam jumlah sedikit yang dapat mendukung, menghambat dan
merubah fungsi fisiologi tumbuhan (Abidin, 1985).
Jenis Zat Pengatur Tumbuh yang sering digunakan dalam kultur jaringan
antara lain auksin, sitokinin dan giberelin (Gunawan, 1995). Selain hormon
sintetik, bahan alami seperti air kelapa, pisang dan juice tomat ditambahkan
dalam media. Penggunaan dari hormon sintetik dan bahan alami dapat
ditambahkan dalam media secara terpisah, namun tidak jarang perpaduan dari
keduanya. Aplikasi kultur jaringan pada mulanya untuk propagasi tanaman.
Dewasa ini penggunaan metode kultur jaringan digunakan untuk menghasilkan
tanaman yang bebas penyakit, untuk koleksi plasma nutfah, memperbaiki sifat
genetik tanaman, untuk tujuan produksi serta ekstraksi zat-zat kimia yang
bermanfaat dari sel-sel yang dikultur (George dan Sherrington, 1984). Teknik
kultur jaringan sudah diakui sebagai metode baru untuk perbanyakan tanaman.
Tanaman pertama yang berhasil diperbanyak dalam jumlah besar adalah
anggrek, dan disusul oleh tanaman hias dan tanaman hortikultura lainnya
(Gunawan, 1992).
2.3.2 Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan
dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur
jaringan pada tanaman kentang adalah bagian tunas. Tujuan utama dari
propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari eksplan yang
bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wattimena G.A, 2011)
tahap ini mengusahakan kultur yang aseptik.
2.3.3 Multiplikasi
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan
menanam eksplan pada media. Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk
menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan
eksplan pada kentang (Santoso dan Nursandi, 2002).
2.3.4 Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika
pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar
botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus
menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Dalam presentasi mata kuliah
bioteknologi Tutik Koeswianti (2013). Aklimatisasi adalah kegiatan
memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptik ke bedeng.
Tahap aklimatisasi penting dilakukan mengingat tujuan kita
mengkulturkan bagian tanaman adalah semata-mata untuk mengembangbiakkan
tanaman agar diperoleh anakan baru agar nantinya dapat berproduksi. Tanaman
yang tidak diaklimatisasi nantinya akan mengalami kekurangan nutrisi karena
kandungan hara dalam media lama kelamaan akan habis mengingat jumlahnya
juga terbatas (Santoso dan Nursandi, 2003).
2.4 Zat Pengatur Tumbuh
ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) merupakan zat senyawa organik selain zat hara
yang dalam jumlah sedikit dapat mempengaruhi proses fisiologis bagi tanaman
(Marezta, 2009). Zat pengatur tumbuh pada proses kultur jaringan mutlak digunakan
untuk mempercepat produksi tunas atau kalus. Zat pengatur tumbuh memeliki
beberapa golongan antara lain sitokinin, auksin, dan giberelin. Selain itu ada zat
penghambat pertumbuhan yaitu inhibitor (Marezta, 2009). Sitokinin dan auksin
sintetis yang digunakan pada kultur in vitro sangat banyak. Secara umum auksin yang
sering digunakan yaitu IAA, NAA, dan 2,4 Diklorofenoksi asetat. Sedangkan
sitokinin yang sering dipakai yaitu Benzil Amino Purin dan Tedeazhuron. Sitokinin
berperan dalam penggandaan dan pembentukan tunas, sedangkan auksin berperan
dalam pembentukan akar dan perpanjangan sel (Imelda, 2008).
2.4.1 Zat Sintetik
Zat aditif sintetis atau buatan merupakan zat aditif atau zat tambahan
makanan yg diperoleh melalui sintesis (pembuatan) baik di laboratorium maupun
di industri dari bahan bahan kimia yang sifatnya hampir sama dengan bahan alami
yg sejenis. Keunggulan zat aditif sintetis adalah dapat di produksi dalam jumlah
besar lebih stabil takaran penggunaannya lebih sedikit dan biasanya tahan lebih
lama. Sedangkan kelemahan zat aditif sintetis adalah dapat menimbulkan risiko
penyakit kanker atau bersifat karsinogenik.
Hormon sitokinin merupakan senyawa turunan adenine yang berguna untuk
merangsang terbentuknya tunas, berpengaruh dalam metabolism sel dan
merangsang sel dorman (Karjadi dan Buchory, 2008). Seiring dengan kemajuan
pengetahuan dan teknologi tentang biokimia, saat ini telah ditemukan beberapa
senyawa yang memiliki fungsi fisiologis serupa dengan hormone tumbuhan.
Benzil Amino Purin (BAP) merupakan salah satu jenis zat pengatur tumbuh
sintetik golongan sitokinin yang sering digunakan dalam pertumbuhan tanaman
(George et al., 2008).
2.4.2 Zat Alami
Zat pengatur tumbuh tanaman mengandung pengertian senyawa organik
bukan nutrisi yang disentesis di salah satu bagian tubuh tanaman dan dipindahkan
ke bagian lain dalam konsentrasi rendah mampu menimbulkan respons biokimia,
fisiologi dan morfologi (Santoso dan Nursandi, 2003). Berdasarkan sumbernya,
ZPT dapat diperoleh baik secara alami maupun sintetik. Umumnya ZPT alami
langsung tersedia di alam dan berasal dari bahan organik, contohnya air kelapa,
urin sapi, ekstrak buah-buahan (tomat, pisang ambon, alpukat) dan ekstrak
kecambah tanaman (kecambah jagung dan kecambah kacang hijau) dan dari
bagian tanaman lainnya (Nurlaeni dan Surya, 2015). ZPT yang bersumber dari
bahan organik lebih bersifat ramah lingkungan, mudah didapat, aman digunakan,
dan lebih murah. Zat pengatur tumbuh dalam tanaman terdiri dari 5 kelompok
yaitu, Auksin, Giberelin, Sitokinin, Etilen dan Asam Absisat dengan ciri khas serta
pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis tanaman (Salisbury dan Ross,
1995).
BAB III
METODE KERJA

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Orchidologi acara Kultur Jaringan dilaksanakan dari tanggal 18 Oktober -
17 Desember. Penanaman dilaksanakan pada tanggal 25 November. Pengamatan hasil
kulturdilakukan setelah 1 bulan penanaman. Praktikum ini dilaksanakan di
Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Tanjungpura, Pontianak.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu alumunium foil, autoklaf, batang
pengaduk, botolkultur, bunsen, gelas beker, gelas ukur, karet, kertas merang, kertas
label, kertas pH, kompor portable, Laminar Air Flow Cabinet,timbangan analitik,
panci, pinset, pisau scalpel, plastik wayang, spuit dan wrapping.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu alat tulis, alkohol 70 %, agar-agar,
arang aktif, aquadest, gula, larutan stock (A, B, C, D, E, F, G. dan H), planlet
anggrekCoelogyne Pandurata (Anggrek Hitam), spirtus dan ubi jalar.

3.3 Sterilisasi Ruang dan Alat


Sterilisasi ruangan dilakukan sebelum melakukan praktikum dengan caramenyapu
lantai ruangan laboratorium serta meyemprotkan alkohol 70 % dan desinfektan.
Sterilisasi alat kultur jaringan dilakukan menggunakan autoklaf. Alat-alat kultur
seperti petridish, pisau scalpel dan pinset dibungkus dengan kertas merang dan
dimasukkan dalam plastic wayang. Alat-alat kultur yang telah dibungkus kertas
dimasukkan ke dalam autoklaf untuk proses sterilisasi pada suhu 121o C, tekanan 1.5
kg/m2 selama 15 menit. Alat-alat kultur yang telah disterilisasi dimasukkan dalam
LAF(Laminar Air Flow) atau oven.
3.4 Pembuatan Media
Pembuatan media kultur yaitu disiapkan larutan stok hara mikro dan makro
dengan cara dimasukkan stok A, B, C, D, E, F dan H sebanyak 10 ml dan stok G
sebanyak 1 ml kedalam botol. Kemudian memasak agar dengan ditambahkan akuades
600 ml, arang aktif dan gula 30 gr sambil diaduk-aduk dan ditunggu sampai
mendidih. Larutan stok yang sudah dibuat tadi dicampur dengan larutan agar. Larutan
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam gelas beker sebanyak 100 ml lalu
ditambahkan BAP, NAA dan ekstrak ubi jalar sesuai perlakuan. Perlakuan dalam
praktikum ini yaitu terdapat 7 perlakuan. Perlakuan A yaitu kontrol (100 ml larutan
media). Perlakuan B (10-6 M BAP + 10-7 MNAA + 100 ml/L ekstrak ubi
jalar).Perlakuan C (10-6 M BAP + 10-7 M NAA + 200 ml/L ekstrak ubi
jalar).Perlakuan D (10-6 M BAP + 10-7 M NAA + 300 ml/L ekstrak ubi
jalar).Perlakuan E (0 BAP + 0NAA + 100 ml/L ekstrak ubi jalar).Perlakuan F (0 BAP
+ 0NAA + 200 ml/L ekstrak ubi jalar).Perlakuan G (0 BAP + 0NAA + 300 ml/L
ekstrak ubi jalar), kemudian ditepatkan dengan akuades hingga volume mencapai 150
ml, lalu ditambahkan KOH hingga pH menjadi 5,8 - 6,2 dan diaduk, selanjutnya
dibagi menjadi 3 dan dimasukkan ke dalam 3 botol kultur lalu ditutup rapat botol
kultur tersebut dan dilapisi wrapping kemudian botol kultur yang berisi media
tersebut di sterilisasi.

3.5 Sterilisasi Media


Sterilisasi media dengan menggunakan autoklaf, botol kultur yang berisi media
dimasukkan ke dalam autoklaf pada suhu 121o C, tekanan 1 atm selama 15 menit.
Menyimpan media pada rak penyimpanan media yang bertujuan untuk
mengantisipasi ada tidaknya kontaminasi pada media, sehingga dapat dicegah
penggunaan media yang telah terkontaminasi pada saat penanaman.

3.6 Penanaman
Cara kerja penanaman, pertama disiapakan semua alat dan bahan media tanam.
Selanjutnya dihidupkan LAF dengan sinar UV selama 30 menit kemudian dinyalakan
lampu dan fan pada LAF. Selanjutnya kedua tangan disemprot dengan alkohol 70%,
kemudian dibersihkan LAF pada bagian-bagian dinding menggunakan alkohol.
Semua alat dan bahan dimasukkan kedalam LAF. Sterilisasi scalpel dan pinset
dengan membakar diatas api bunsen. Kemudian mengambil plantet dan menanam
dimedia dengan menggunakan scalpel dengan cara dipotong pada bagian sisinya lalu
dimasukkan eksplan pada botol kultur yang berisi media, kemudian rendam kembali
scalpel dan pinset setelah digunakan kedalam alkohol 70%. Sterilisasikan lubang dan
tutup botol kultur yang sudah ditanami eksplan diatas api bunsen. Tutup botol dengan
rapat lalu disimpan dlam rak penyimpanan tanaman kultur. Setelah penanaman
selesai api bunsen dimatikan dan dibersihkan kembali dinding LAF menggunakan
alkohol 70%. Lampu LAF dan fan dimatikan lalu LAF ditutup.

3.7 Parameter Pengamatan


Parameter pengamatan yang diamati pada praktikum ini yaitu waktu munculnya
tunas, jumlah tunas dan jumlah daun.
3.7.1 Waktu muncul tunas
Pengamatan waktu muncul tunas dilakukan dengan dicatat waktu mulai
munculnya tunas pada eksplan diakhir pengamatan atau setelah 4 minggu.
3.7.2 Jumlah tunas
Pengamatan jumlah tunas dengan cara dihitung jumlah tunas yang muncul pada
eksplan diakhir pengamatan atau setelah 4 minggu.
3.7.3 Jumlah daun
Pengamatan jumlah daun dengan cara dihitung jumlah daun yang muncul pada
eksplan diakhir pengamatan atau setelah 4 minggu.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Waktu Muncul Tunas (Hari)
BAP (M) + Ubi Jalar Kuning Ubi Jalar Ungu
NAA (M) + Rata- Rata-
Ekstrak 1 2 3 Rata 1 2 3 Rata
(ml/L)
Kontrol - - 23 7,67 - 23 23 15,3

10-6 + 10-7+
- - 23 7,67 23 23 23 23
100

10-6 + 10-7+
23 - - 7,67 23 - - 7,67
200

10-6 + 10-7 +
- - - 0 - 23 23 15,3
300
0 + 0 + 100 23 23 23 23 23 23 23 23

0 + 0 + 200 23 23 23 23 - - - 0

0 + 0 + 300 23 - 23 15,3 - - - 0

4.1.2 Jumlah Tunas

BAP (M) + Ubi Jalar Kuning Ubi Jalar Ungu


Rata- Rata-
NAA (M) +
1 2 3 Rata 1 2 3 Rata
Ekstrak (ml/L)
Kontrol - - - 0 - - 4 1,3

10-6 + 10-7+
- - - 0 1 - 3 1,3
100

10-6 + 10-7+
- - - 0 2 - - 0,67
200

10-6 + 10-7 + - - - 0 - - - 0
300
0 + 0 + 100 - - - 0 - - - 0

0 + 0 + 200 1 - - 0,33 - - - 0

0 + 0 + 300 - - 1 0,33 - - - 0

4.1.3 Jumlah Daun

BAP (M) + Ubi Jalar Kuning Ubi Jalar Ungu


Rata- Rata-
NAA (M) +
1 2 3 Rata 1 2 3 Rata
Ekstrak (ml/L)
Kontrol - - - 0 - 3 1 1,3

10-6 + 10-7+
- - 1 0,33 5 1 4 3
100

10-6 + 10-7+
- - - 0 4 - - 1,3
200

10-6 + 10-7 +
- - - 0 - 1 3 1,3
300

0 + 0 + 100 - 1 - 0,33 - 2 - 0,67

0 + 0 + 200 5 2 - 2,3 - - - 0

0 + 0 + 300 3 - 2 1,67 - - - 0

4.2 Pembahasan
Praktikum pengaruh ubi jalar sebagai senyawa organik terhadap multiplikasi
Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata Lindl.) dengan penambahan NAA dan BAP
secara In Vitro ini menghasilkan tiga tabel hasil pengamatan yaitu waktu muncul
tunas (hari), jumlah tunas, dan jumlah daun. Pengamatan dilakukan setiap satu
minggu sekali selama 4 minggu.
Berdasarkantabel waktu muncul tunas (hari), kelompok ubi jalar kuning pada
perlakuan kontrol waktu muncul tunas rata-rata terjadi pada hari ke-7,67. Perlakuan
BAP 10-6M + NAA 10-7M + ekstrak 100 ml/L waktu muncul tunas rata-rata terjadi
pada hari ke-7,67. Perlakuan BAP 10-6M + NAA 10-7M + ekstrak 200 ml/L waktu
muncul tunas rata-rata terjadi pada hari ke-7,67. Perlakuan BAP 10-6M + NAA 10-
7
M + ekstrak 300 ml/L waktu muncul tunas tidak ada karena eksplan yang ditanam
mati. Perlakuan BAP 0M + NAA0M + ekstrak 100 ml/L waktu muncul tunas rata-
rata terjadi pada hari ke-23. Perlakuan BAP 0M + NAA0M + ekstrak 200 ml/L
waktu muncul tunas rata-rata juga terjadi pada hari ke-23. Perlakuan BAP 0M +
NAA0M + ekstrak 200 ml/L waktu muncul tunas rata-rata juga terjadi pada hari ke-
15,3.
Berdasarkan tabel waktu muncul tunas (hari), kelompok ubi jalar ungu pada
perlakuan kontrol waktu muncul tunas rata-rata terjadi pada hari ke-15,3. Perlakuan
BAP 10-6M + NAA 10-7M + ekstrak 100 ml/L waktu muncul tunas rata-rata terjadi
pada hari ke-23. Perlakuan BAP 10-6M + NAA 10-7M + ekstrak 200 ml/L waktu
muncul tunas rata-rata terjadi pada hari ke-7,67. Perlakuan BAP 10-6M + NAA 10-
7
M + ekstrak 300 ml/L waktu muncul tunas rata-rata terjadi pada hari ke-15,3.
Perlakuan BAP 0M + NAA0M + ekstrak 100 ml/L waktu muncul tunas rata-rata
terjadi pada hari ke-23. Perlakuan BAP 0M + NAA0M + ekstrak 200 ml/L dan
perlakuan BAP 0M + NAA0M + ekstrak 300 ml/L waktu muncul tunas tidak ada
karena eksplan yang ditanam mati.
Jadi, waktu muncul tunas rata-rata yang terbaik pada kelompok ubi jalar kuning
pada perlakuan BAP 0M + NAA0M + ekstrak 100 ml/L dan perlakuan BAP 0M +
NAA0M + ekstrak 200 ml/L dengan rata-rata waktu muncul tunas pada harike-23.
Waktu muncul tunas rata-rata yang terbaik juga terjadi pada kelompok ubi jalar ungu
yaitu pada perlakuan BAP 10-6M + NAA 10-7M + ekstrak 100 ml/L dan perlakuan
BAP 0M + NAA0M + ekstrak 100 ml/L dengan waktu muncul rata-rata pada harike-
23.
Berdasarkan tabel jumlah tunas, kelompok ubi jalar kuning pada perlakuan
kontrol, perlakuan BAP 10-6 M + NAA 10 -7 + ekstrak 100 ml/L, perlakuan BAP 10-6
-7
M + NAA 10 + ektrak 200 ml/L, perlakuan BAP 10-6 M + NAA 10 -7
+ ektrak 300
ml/L, dan perlakuan BAP 0M + NAA 0 M+ ekstrak 100 ml/L jumlah tunas rata-rata
adalah 0 karena tunas tidak tumbuh. Perlakuan BAP 0M + NAA 0+ ekstrak 200 ml/L
dan perlakuan BAP 0M + NAA 0+ ekstrak 300 ml/L, jumlah tunas rata-rata adalah
0,33 yang merupakan perlakuan terbaik, dikarenakan mempunyai nilai yang paling
tinggi.
Berdasarkan tabel jumlah tunas, kelompok ubi jalar ungu pada perlakuan kontrol
dan perlakuan BAP 10-6 M + NAA 10 -7
+ ekstrak 100 ml/L jumlah tunas rata-rata
yaitu 0,33 yang merupakan perlakuan terbaik, dikarenakan mempunyai nilai yang
paling tinggi. Perlakuan BAP 10-6 M + NAA 10 -7
+ ekstrak 200 ml/L jumlah tunas
rata-rata yaitu 0,67. Perlakuan BAP 10-6 M + NAA 10 -7 + ektrak 300 ml/L, perlakuan
BAP 0M + NAA 0 M+ ektrak 100 ml/L, perlakuan BAP 0M + NAA 0+ ektrak 200
ml/L, dan perlakuan BAP 0M + NAA 0+ ektrak 300 ml/L, jumlah tunas rata-rata
adalah 0 karena tunas tidak tumbuh.
Jadi, jumlah tunas rata-rata yang terbaik terdapat pada kelompok ubi jalar ungu pada
perlakuan kontrol dan perlakuan BAP 10-6 M + NAA 10 -7 + ekstrak 100 ml/Ldengan
rata-rata 1,3.
Perlakuan kontrol dan perlakuan BAP 10-6 M + NAA 10 -7
+ ekstrak 100 ml/L
merupakan perlakuan terbaik. Pada perlakuan kontrol tumbuh jumlah tunas terbaik
dikarenakan hormon endogen pada eksplan perlakuan kontrol sudah cukup terpenuhi,
sehingga tanpa pemberian hormon eksogen dan zat pengatur tumbuh, pada perlakuan
kontrol dapat tumbuih tunas yang baik. Menurut Gaba (2005), di dalam kultur in
vitro untuk memacu proliferasi sel atau kumpulan sel agar terjadi dediferensiasi dan
organogenesis menggunakan ZPT dalam konsentrasi sangat rendah. Tidak semua
sel di dalam jaringan tanaman memberikan respon terhadap ZPT yang diberikan,
suatu sel hanya memberikan respon pada stadia tertentu dalam siklus pertumbuhan
tanaman. Dengan demikian selain genotipe tanaman, kondisi fisiologi eksplan seperti
kemampuan meristematis, juga stadia pertumbuhan dari sel atau jaringan juga sangat
menentukan keberhasilan regenerasi tunas. Hal ini terkait dengan metabolisme sel,
ketersediaan zpt endogen serta aktifitas gen-gen yang mengendalikan proses
pertumbuhan dan perkembangan. (Gaba, 2005).
Proses pembentukan organ seperti tunas atau akar ada interaksi antara zat
pengatur tumbuh eksogen yang ditambahkan ke dalam media dengan zat pengatur
tumbuh endogen yang diproduksi oleh jaringan tanaman (Gunawan, 1987).
Pembentukan tunas dapat dipacu dengan memanipulasi dosis auksin dan sitokinin
eksogen. Kombinasi antara sitokinin dengan auksin dapat memacu morfogenesis
dalam pembentukan tunas (Flick et al., 1993). Perlakuan BAP 10-6 M + NAA 10 -7 +
ekstrak 100 ml/L merupakan perlakuan yang terbaik karena dimungkinkan kombinasi
dosis auksin (NAA), sitokinin (BAP) dan ekstrak ubi (ZPT) adalah kombinasi yang
terbaik untuk pertumbuhan tunas.
Berdasarkan tabel jumlah daun, kelompok ubi jalar kuning pada perlakuan kontrol
jumlah daun rata-rata tidak ada karena eksplan mati. Perlakuan BAP 10-6M + NAA
10-7M + ekstrak 100 ml/L jumlah daun rata-rata yaitu 0,33. Perlakuan BAP 10-6M +
NAA 10-7M + ekstrak 200 ml/L dan perlakuan BAP 10-6M + NAA 10-7M + ekstrak
300 ml/L jumlah daun rata-rata tidak ada karena eksplan mati. Perlakuan BAP 0M +
NAA0M + ekstrak 100 ml/L jumlah daun rata-rata yaitu 0,33. Perlakuan BAP 0M +
NAA0M + ekstrak 200 ml/L jumlah daun rata-rata yaitu 2,3. Perlakuan BAP 0M +
NAA0M + ekstrak 300 ml/L jumlah daun rata-rata yaitu 1,67.
Jadi, jumlah daun rata-rata yang terbaik pada kelompok ubi jalar kuning
padaperlakuan BAP 0M + NAA0M + ekstrak 200 ml/L dengan rata-rata jumlah daun
2,3.Penambahan jumlah daun seiring dengan penambahan konsentrasi ubi jalar pada
konsentrasi tertentu yang diberikan, hal ini disebabkan oleh berbagai kandungan
bahan organik pada ubi jalar. Pramesyanti (1999) dalam Widiastoety dan Bahar
(1995) mengatakan bahwa kandungan bahan organik yang diberikan dapat memacu
hormon tumbuh endogen.Ekstrak ubi jalar memberikan sumbangan karbohidrat
sebagai sumber energi untuk pertumbuhan daun planlet (Silviasari, 2010), dan juga
mengandung gula 2,38%, dan mineral 71,1% yang dapat menstimulasi proliferasi
jaringan, memperlancar metabolisme dan respirasi, sehingga memberikan hasil yang
baik terhadap pertumbuhan tinggi planlet, jumlah dan luas daun anggrek (Garvita dan
Elizabeth, 2011).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum pengaruh ubi jalar sebagai senyawa organik terhadap
multiplikasi Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata Lindl.) dengan penambahan NAA
dan BAP secara In Vitro dapat disimpulkan bahwa :
1. NAA, BAP, dan ekstrak ubi jalar berpengaruh terhadap multiplikasi dari tunas
eksplan Coelogyne pandurataLindl.dibuktikan dengan adanya hasil rata-rata terbaik
dari beberapa parameter yang diamati
2. kombinasi konsentrasi NAA, BAP, dan ekstrak ubi jalar dalam menginduksi tunas
eksplan Coelogyne pandurataLindl.
5.2 Saran
Saran untuk pelakasanaan praktikum kultur jaringan Orchidologi selanjutnya harus
lebih memperhatikan kesterilisasian alat, bahan maupun ruangan dan prosedur kerja
dilakukan sesuai standar yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1995. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh.


Bandung: Angkasa.

Adi NKAP, Astarini IA, Astiti NPA (2014) Aklimatisasi anggrek hitam (Coelogyne
pandurata Lindl.) hasil perbanyakan in vitro pada media berbeda. J Simbiosis
2: 203-214
Flick C.E., D.A. Evans, and W.R. Sharp. 1993. Organogenesis.In D.A. Evans, W.R.
Sharp, P.V. Amirato, and T.Yamada (eds.) Handbook of Plant Cell Culture
CollierMacmillan. Publisher London. 13-81

Gaba, V. B., 2005, Plant Growth Regulator in Plant Tissue Culture and
Development, In: R.J. Trigiono and D.J. Gray(Eds). Plant Development and
Biotechnology, CRC Press. London
Gamborg, O. L & Shyluk, J. P., 1981, Nutrition, Media and Characteristics of Plant
Cell and Tissues Cultures, 21-44, dalam Thorpe T.A, Plant Tissue Culture:
Methods and Applications in Agriculture, Academic Press, New York,
London, Toronto, Sydney.
Garvita, R., V dan Elizabeth, H. (2011). Pengaruh Penambahan Berbagai Kadar
Pisang dan Ubi Jalar Pada Pertumbuhan Kultur Tiga Jenis Phalaenopsis.
Buletin Kebun Raya. 14 (2).
George, E.F., M.A, Hall. and G.J. De Klerk. 2008. Plant Propagation by Tissue
Culture. Third edition. Springer.
George, F. P. dan Sherrington, P.D. 1984. Plant Propagation by Tissue
Culture.Eversley: Hand Book and Directory of Commercial Laboratories
Exigetic Limited.

Gunawan, L.,W., 1995, Teknik Kultur In Vitro dalam Holtikultura, 68-70 Edisi I,
Penerbit Swadaya, Jakarta.Gunawan, L.W et al., 1992, Perbanyakan
Tanaman Bioteknologi Tanaman Laboratorium Kultur Jaringan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institute
Pertanian Bogor.
Gunawan, L., 1997, Teknik Kultur Jaringan, Laboratorium Kultur Jaringan
Tanaman, PAU Bioteknologi IPB. Bogor
Hendaryono, D. P. S dan Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan dan Petunjuk
Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Modern. Yogyakarta: Kanisius
Karjadi, A.K dan A. Buchory, 2008, Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap
Pertumbuhan dan Perkembangan Jaringan Meristem Kentang Kultivar
Granola. J.Hort. 18(4):380-384.
Katuuk, Jeanette. 1989. Teknik Kultur Jaringan dalam Mikropropagasi Tanaman.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Proyek Perkembangan Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan.
Maretza D.T. 2009. Pengaruh Dosis Ekstrak Rebung Bambu Betung (Dendrocalamus
asper Backerex Hyne) Terhadap Pertumbuhan Semai Sengon (Paraserianthes
falcatarian (L) Nielsen). Skripsi.Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Pierik, R.L.M. 1987, In Vitro Culture of Higher Plants, Martinus Nijhoff Publisher.
Dordrecht
Santosa, U. & Nursandi, F., 2002, Kultur Jaringan Tanaman, Universitas
Muhammadiyah Malang, Malang.
Silviasari, A., D. (2010). Pengaruh konsentrasi ekstrak ubi jalar dan emulsi ikan
terhadap pertumbuhan planlet anggrek Dendrobium alice noda x
Dendrobium tomie dan Phalaenopsis pinlong Cinderella x Vanda tricolor
pada medium vacin dan went. Fakultas pertanian. Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Staba, E.J., 1982, Plant Tissue Culture as a Source of Biochemicals, CRC Press Ink.
Philadeplhia, USA
Untari, R dan D. Puspitaningtyas. (2006). Pengaruh Bahan Organik dan NAA
terhadap Pertumbuhan Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata Lindl.) d a l a m
Kultur in Vitro. J. Biodiversitas. 7 (3) : 344 - 348.
Widiastuti, D dan F. A. Bahar. 1995. Pengaruh Berbagai Sumber dan Kadar
Karbohidrat terhadap Pertumbuhan Plantlet Anggrek Dendrobium.
J. Hortikultura. 5(3):76-80.

Yusnita, 2003, Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agro
Media Pustaka. Jakarta. 105 hlm.

Anda mungkin juga menyukai