Abstrak
Lidah buaya [ Aloe vera (L.) Burm. f ] merupakan tanaman dalam famili
Liliaceae yang sering dimanfaatkan masyarakat baik sebagai kosmetik, obat
tradisional, maupun dalam bidang farmasi moderen (Campestrini et al., 2006
dalam Molsaghi et al., 2014). Perkembangbiakan lidah buaya sangat lambat,
hanya mampu memunculkan tunas lateral sebanyak 3-4 per tahunnya.
Perkembangbiakan yang lambat dengan kebutuhan lidah buaya yang banyak
mendorong untuk dilakukan perbanyakan tanaman lidah buaya secara in
vitro.
PENDAHULUAN
Lidah buaya [ Aloe vera (L.) Burm. f ] merupakan tanaman dalam famili
Liliaceae yang sering dimanfaatkan masyarakat baik sebagai kosmetik, obat
tradisional, maupun dalam bidang farmasi moderen (Campestrini et al., 2006
dalam Molsaghi et al., 2014). Aggarwal and Bana (2004) menyatakan bahwa
tanaman lidah buaya berkembangbiak secara vegetatif, yaitu melalui tunas.
Perkembangbiakan lidah buaya sangat lambat, hanya mampu memunculkan tunas
lateral sebanyak 3-4 per tahunnya. Perkembangbiakan yang lambat dengan
kebutuhan lidah buaya yang banyak mendorong untuk dilakukan perbanyakan
tanaman lidah buaya secara in vitro agar dapat menghasilkan tunas lidah buaya
dalam waktu singkat dan memiliki sifat atau mutu genetik yang baik serta bebas
dari patogen.
Saggoo and Kaur (2010) menyatakan bahwa perkembangbiakan lidah buaya
yang cenderung lambat ini tidak seimbang dengan kebutuhan pemanfaatan lidah
buaya. Lidah buaya juga rentan terserang penyakit, hal ini tentu saja berdampak
pada produktivitas tanaman serta kualitas produk yang dihasilkan. Aguilar and
Brink (1999) menyatakan bahwa lidah buaya kerap terserang penyakit karena
serangan Alternaria alternata dan Fusarium solani. Penyakit utama lidah buaya
yang lebih perlu diwaspadai adalah busuk daun yang disebabkan oleh Erwinia
chrysanthemi (Deelat et al., 1994). Busuk daun yang menyerang lidah buaya
tentu sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan lidah buaya secara komersil
karena bagian tanaman lidah buaya yang dipergunakan untuk bahan kosmetik
maupun obat adalah gel yang ada pada daunnya.
Upaya perbanyakan lidah buaya telah banyak dilakukan, umumnya
diberikan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT). ZPT yang diberikan
bervariasi, baik BAP maupun NAA atau kombinasi keduanya. Anggela et al
(2017) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa ZPT yang sering digunakan
dalam propagasi secara in vitro adalah auksin dan (golongan NAA atau
Naphtalene Acetic Acid dan sitokinin (BAP atau Benzyl Amino Purine.)
Dalam penelitian ini dilakukan kultur in vitro lidah buaya dengan perlakuan
ZPT berupa BAP dengan konsentrasi yang berbeda untuk menghasilkan tunas
yang bebas patogen serta diharapkan dapat menunjukkan konsentrasi BAP yang
ltepat untuk menumbuhkan tunas dalam waktu paling singkat.
METODE
Metode penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dimana konsentrasi BAP yang
digunakan dibuat bervariasi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
konstrasi BAP terhadap pertumbuhan kalus lidah buaya. Data yang diambil
berupa pertumbuhan kalus lidah buaya kemudian dianalisis secara deskriptif
perubahan-perubahan yang terjadi pada kalus.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pipet, mikropipet, tip,
cawan petri, beaker glass, botol kaca, botol balsem, scapel, mata scapel, pinset,
gunting, LAF (Laminar Air Flow), autoklaf, panci, batang pengaduk, kompor,
magnetic stirer dan heater.
llBahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : lidah buaya, medium
MS0, BAP, aquades, alkohol 70%, Sunlight, Byclin, kertas sampul, plastik, karet
gelang, kertas label, dan tissue.lllllllllllllllllllll
Prosedur Kerja
Prosedur kultur jaringan lidah buaya inj dikutip dari Anggela et al., (2017) dan
Gupta et al., (2014) dengan beberapa perubahan.
Sterilisasi alat tanam dan botol kultur
Alat tanam seperti botol kultur, cawan petri, pinset, gunting, scalpel yang
akan digunakan dicuci kemudian disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakan
autoclaf selama satu jam pada tekanan 17.5 psi dan suhu 121oC. untuk cawan
petri, pinset, gunting, dan pisau scalpel sebelum di autoclaf dibungkus dahulu
dengan kertas tebal.
Sterilisasi aquadest
Sterilisasi aquadest dilakukan dengan memasukkan aquadest ke dalam
erlenmeyer 250 ml , diisi sampai 100 mlkemudian sterilisasi yang digunakan sama
dengan sterilisasi alat.
lllllllllllllllllllllllllllllLaminar air flow
llllSebelum digunakan disterilkan dulu dengan mengusapkan atau
menyemprotkan alkohol 70% pada dinding dan lantainya, kemudian didiamkan
slama kurang lebih 30 menit.
Slllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllterilisasi eksplan
Daun lidah buaya diambil bagian muda dan bagian dewasa kemudian dicuci
dengan air mengalir. Daun tersebut dipotong dengan ukiran sekitar 3 cm,
kemudian direndam dengan larutan Sunlight dengan konsentrasi 5% selama 5
menit setelah itu dibilas dengan air untuk menghilangkan sisa Sunlight. Kegiatan
sterilisasi selanjutnya dilakukan di dalam LAF, yaitu merendam daun lidah buaya
dengan larutan Byclin 5% selama 5 menit kemudian dibilas. Selanjutnya daun
lllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllll
llllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllidah buaya dicelup secara singkat di dalam alkohol
70%. Daun lidah buaya diletakkan di atas cawan petri steril kemudian dipotong
bagian tepi-tepinya untuk membuang sel yang mati akibat proses sterilisasi.
Pembuatan larutan stok
lllllllBahan-bahan kimia makro nutrien ditimbang dengan neraca analitik sebagai
berikut : KNO3 38 gram, NH4NO3 33 gram, CaCl2.2H2O 8,8 gram, MgSO4.7H2O
7,4 gram, KH2PO4 3,4 gram, dan larutan makro 50mL. Bahan-bahan yang sudah
ditimbang, dimasukkan ke dalam erlenmeyer volume 1000 ml yang telah berisi
700 ml aquades. Bahan-bahan tersebut dilarutkan dengan menggoyang-goyangkan
erlenmeyer. Setelah semua hara makro larut, ditera dengan aquades hingga 1000
ml. Masukkan ke dalam botol tempat penyimpanan larutan stok lalu ditutup
dengan aluminium foil dan diikat dengan karet, kemudian diberi label dan tanggal
pembuatan.
llPembuatan Media tumbuh
Media dasar Murashige dan Skoog (MS) (1962), yang dilengkapi dengan gula 30
g/L, agar 2,5 g/L serta zat pengatur tumbuh BAP. Media tersebut diatur
lllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllkeasamannya pada pH 5,7,
diberi agar, dan ZPT dengan berbagai macam konsentrasi yaitu 0 ppm, 2 ppm, 4
ppm, 6 ppm, dan 8 ppm. Medium dimasak kemudian dimasukkan ke dalam botol
balsem dengan volume 5 mL setiap botol. Medium lalu diautoklaf pada suhu
121°C dan tekanan 1 atm selama 15 menit, kemudian disimpan selama 3 hari
untuk mengeliminasi media yang terkontaminasi jamur atau bakteri. Setelah 3 hari
dan medium tetap bersih, maka medium siap ditanami eksplan lidah buaya.
Penanaman eksplan
Daun lidah buaya yang telah disterilkan ditanam pada masing-
masing medium secara aseptis di dalam LAF
Media tanam kultur jaringan adalah suatu media tempat penanaman bahannagar
lllllllllllllllllllllllllllllllltumbuh menjadi tanaman baru melalui proses pembentukan
kalus, diferensiasi, dan organogenesis (Darini, 2011). Komposisi ideal media
tanam pada tiap jenis tanaman berbeda (Anggela, dkk., 2017). Menurut Darini
(2011) pertumbuhan lidah buaya paling baik pada medium MS dengan
penambahan 0,5 ppm NAA dan 1 ppm BAP
KESIMPULAN
Eksplan daun muda dan eksplan daun dewasa pada semua perlakuan konsentrasi
BAP (2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, dan 8 ppm) tidak mengalami pertumbuhan namun
llllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllmasih menunjukkan gejala hidup. Gejala hidup
ditandai dengan kondisi eksplan yang berwarna hijau, kondisi segar, tidak
mengalami pengerutan dan kontaminasi.
DAFTAR RUJUKAN
Aggarwal, D. and Barna, K.S. 2004. Tissue Culture Propagation of Elite Plant of
Aloe vera Linn. J. Plant Biochemistry & Biotechnology. 13: 77-79.
Aguilar, N.O and Brink, M. 1999. Aloe L. Prosea Bogor Indonesia pp 100-105.
Andaryani, S. 2010. Kajian Penggunaan Berbagai Konsentrasi BAP dan 2,4-D
Terhadap Induksi Kalus Jarak Pagar (Jatrop hacuras L.) Secara InVitro.
Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Negeri Surakarta. Surakarta.
Anggela, N., Mukarlina, dan Linda, R. 2017. Pertumbuhan Tunas Lidah Buaya
(Aloe barbadensis Mill.) dengan Penambahan Naftalene Acetic Acid (NAA)
dan Benzyl Amino Purine (BAP) Secara In Vitro. Protobiont (2017) Vol. 6
(3) : 136 – 141.
Bhat, S.R. and Chandel, K.P.S. 1991. A Novel Technique to Overcome Browning
in Tissue Culture. Plant Cell Reports. 10: 358-361.
Darini, M.T. 2011. Optimalisasi Zat Pengatur Tumbuh NAA dan BAP terhadap
Pertumbuhan Eksplan Tanaman Lidah Buaya. Journal of Agricultural
Science. Vol. 13, no. 2, hal: 230-237.
Dee Laat, P.C.A., J.T.W, Verhoeven, and J.D., Janse. 1994. Bacterial Leaf Root
of Aloe vera L. Caused by Erwinia chrysanthemi biovar 3. European
Journal of Plant Pathology. 100 : 80-84. Netherlands : Kluwer Academy
Publicers.
Dhaliwal, H. S., Yeung, E. C., Thorpe, T. A. 2003. Tiba Inhibition of In Vitro
Organogenesis in Exorsed Tobacco Leaf Explan. Journal In Vitro 2 (40):
235-238
George, E.F., P.D. Sherrington. 1984. Plant propagation by Tissue Culture,
Handbook and Directory of Commercial Laboratories. Reading. United
Kingdom: Eastern Press
Litz, R.E and V.S. Jaiswal. 1991. Micropropagation of tropical and subtropical
fruit. In: Deberg, P.C. and R.H. Zimmerman (eds.), Micropopagation,
Technology and Application. London: Kluwer Academic Publishers
Molsaghi, M., Moieni, A., Kahrizi, D. 2014. Efficient Protocol for Rapid Aloe
vera Micropropagation. Pharmaceutical Biology - Online
http://informahealthcare.com/phb.
Muliati., Nurhidayah, T., Nurbaiti. 2017. Pengaruh NAA, BAP, dan
Kombinasinya pada Media MS terhadap Perkembangan Eksplan
Sansevierra macrophylla secara In Vitro. JOM Faperta 4 (1): 1-13
Nayakantha, N.MC., Singh, B.R., and Kumar A. 2010. Improved Culture Medium
for Micropropagation of Aloe vera L. Tropical Agricultural Research &
Extension 13(4): 2010.
Oktaviana, M.A., Riza, L. dan Mukarlina. 2015. Pertumbuhan Tunas Mahkota
Nanas (Ananas comosus (L.) Merr) Secara In Vitro Dengan Penambahan
Ekstrak Tomat (Solanum lycopersicum L.) dan Benzyl Amino Purin (BAP).
jurnal protoboint. vol. 4 , no. 3, hal. 109-112.
Roy, S.C. and Sarkar, A. 1991. In Vitro Regeneration and Micropropagation of
Aloe vera L. Scientia Horticulturae. 47: 107-113.
Saggoo MIS, Kaur R. 2010. Studies in North Indian Aloe vera: Callus Induction
Regeneration of Plantlets. Arch Appl Sci Res 2:241–5.
Sari, L. 2005. Optimalisasi Media untuk Jumlah Daun dan Multiplikasi Tunas
Lidah Buaya (Aloe vera) dengan Pemberian BAP dan Adenin. Jurnal
Biodiversitas. vol. 6, no. 3, hal: 178-180.
Smith, M. K., Drew, R. A. 1990. Current Application of Tissue Culture in Plant
Propagation and Improvement. Australian Journal of Plant Physiology 17:
267-289
Sumarno. 2002. Program Pengembangan lidah buaya di Indonesia. Pertemuan
Nasional Pengembangan Lidah Buaya, Pontianak 21-22 Juni 2002.
Pontianak: Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak Kalimantan Barat
Wahjono, E. dan Koesnandar. 2002. Mengebunkan Lidah Buaya secara Intensif.
Jakarta: AgroMedia Pustaka
Wetherel, D. F. 1982. Plant Tissue Culture Series. New Jersey: Avery Publishing
Group Inc.
Yusnita, 2003. Kultur Jaringan. Cara memperbanyak tanaman secara efisien.
Jakarta: AgroMedia Pustaka.
LAMPIRAN