USULAN SKRIPSI
Oleh :
1
I. PENDAHULUAN
spesies yang umum ditemukan pada ekosistem perairan dan memiliki ukuran 1-
50 mikrometer, terdapat lebih dari ratusan ribu spesies mikroalga baik pada air
tawar maupun laut dan mereka merupakan bagian dasar dari banyaknya rantai
moluska umumnya pada tiram, tahap larva abalone, krustasea serta beberapa
spesies ikan. Selain itu mikroalga juga dapat digunakan sebagai sumber
alami bagi larva. Hal ini biasa dilakukan oleh pembudidaya karena ukuran mulut
larva ikan yang sangat kecil serta komposisi nutrisi dari mikroalga dirasa mampu
flagellata uniseluler dengan warna coklat keemasan (Kagalou et al., 2002). Pada
merupakan asam lemak dengan kandungan terbesar. Lebih dari 40% dari total
asam lemak (30,9 µg/mg) berat basah dalam Isochrysis galbana merupakan
asam lemak tak jenuh berganda, menunjukkan kualitas tinggi isochrysis galbana
2
dan potensi untuk diterapkan sebagai makanan alami organisme akuatik. Selain
itu, memiliki kandungan DHA yang sangat tinggi (5,53 µg) sedangkan EPA
berada pada tingkat rendah (0,24 µg). DHA dan EPA berperan penting dalam
membran lipid (Phuong et al., 2015).(ubah lebih ke umum ex Pigmen protein dll)
sel mikroalga diantaranya seperti keberadaan nutrisi, intesitas cahaya, dan pH.
Kandungan CO2 di dalam air dan pergantian nitrat akan menghasilkan tingginya
tingkat kerapatan sel. Begitu juga dengan nutrisi lainnya seperti fosfat dan besi di
jumlah sel tebar merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam
usaha budidaya mikroalga. jumlah sel tebar memiliki pengaruh yang signifikan
penetrasi cahaya, dan parameter lainnya dalam wadah kultur mikroalga. jumlah
sel tebar yang tinggi akan menyebabkan tingginya tingkat persaingan diantara
pada mikroalga. Salah satu contohnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dun
dan Manoylov (2016), yang melakukan penelitian tentang pengaruh jumlah sel
akhir pada tingkat kepadatan terendah didapat pada jumlah sel tebar 3208 sel/ml
dan yang tertinggi didapat pada jumlah sel tebar 6417 sel/ml. Penelitian yang
mirip juga telah dilakukan oleh Wang et al. (2012), tentang pengaruh jumlah sel
pada perlakuan 0,8 g/L dan terendah untuk produksi asthanxin pada 0,1 g/L.
3
Namun, untuk jumlah sel tebar pada Isochrysis galbana dalam mempengaruhi
Produksi mikroalga sangat dipengaruhi berbagai faktor. Salah satu faktor yang
nutrisi, ruang gerak, dan kualitas air. jumlah sel tebar yang berbeda dalam
yang optimal dengan parameter yang telah disediakan sehingga akan didapatkan
hasil optimum untuk pemanenan dari mikroalga tersebut berdasarkan jumlah sel
2. Berapa jumlah sel tebar yang terbaik untuk pertumbuhan, produksi biomassa
4
1.4 Hipotesis
H1: Jumlah sel tebar yang berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
sebagai berikut :
Kingdom : Eukaryota
Filum : Haptophyta
Kelas : Coccolithophyceae
Subkelas : Prymnesiophyceae
Ordo : Isochrysidales
Family : Isochrysidaceae
6
2.2 Siklus Hidup Alga
fase lag, fase eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian. Menurut
a. Fase Lag
Fase ini disebut juga fase istirahat. Pada fase ini, sel mikroalga
nyata, karena masih dalam proses adaptasi. Dalam adaptasi ini, mikroalga sudah
beberapa enzim yang terkait pembelahan selnya juga belum tersintesis dengan
optimal.
b. Fase Eksponensial
Pada fase ini, jumlah sel mengalami peningkatan secara cepat. Puncak
pertumbuhan populasi mikroalga terjadi pada fase ini. Fase ini adalah bukti sel
c. Fase Stasioner
artinya pembelahan sel dan kematian sel seimbang. Fase ini berlangsung sangat
d. Fase Kematian
Pada fase ini, penurunan jumlah sel mikroalga lebih besar daripada pada
fase stasioner. Penurunan jumlah sel ini karena seluruh sel secara alami
7
mengalami kematian. Salah satu faktor yang mempercepat kematian ini adalah
10
Kepadatan Sel (skala Log)
0 5
cahaya, suhu dan sumber karbon bisa dianggap sebagai parameter yang paling
penting untuk pembiakan mikroalga laut. Berikut ini merupakan parameter yang
a. Suhu
8
Marchetti et al. (2012), suhu yang optimal untuk pertumbuhan isochrysis galbana
adalah 30OC.
b. pH
c. Salinitas
pasang surut air laut dimana salinitas mempengaruhi tekanan osmosis pada sel
sangat dipengaruhi oleh fotoperiode, pada penelitian ini berat kering maksimal
e. Nutrisi
mikroalga secara garis besar terbagi menjadi dua yaitu unsur hara makro dan
unsur hara mikro. Unsur hara makro itu terdiri dari N, P, K, S, Na, Si, dan Ca.
Sedangkan unsur hara mikro terdiri dari Fe, Zn, Mn, Cu, Mg, Mo, Co, dan B
(Wijoseno, 2011).
9
Fosfor memainkan peran penting dalam kebanyakan proses seluler,
dan Wang, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Yingying dan Wang (2009), pada
konsentrasi fosfor yang berbeda (5, 50, 100, 500, dan 1000 μmol/L) Isochrysis
kondisi secara mixotrofik. Penelitian ini menunjukkan bahwa alga tumbuh lebih
untuk konsentrasi N dan P serupa antara dua perlakuan baik fototrofik maupun
12,5-50 mg/L.
Pada unsur mikro nutrien penelitian Alkhamis dan Jian (2013), juga
menunjukkan bahwa kepadatan sel, konsentrasi klorofil, total protein dalam sel,
10
konsentrasi polisakarida, dan aktivitas sel lebih rendah di bawah pembatasan
pemberian Zn2+ pada sel. konsentrasi dari Zn2+ pada 10 μmol/L sangat penting
galbana.
2.5 Pengaruh Jumlah Sel Tebar yang Berbeda pada Pertumbuhan Mikroalga
Kepadatan jumlah sel tebar adalah faktor yang sangat penting dalam
yang berperan dalam proses fotosintesis. Efek dari berbagai jumlah sel tebar
disebabkan oleh ketersediaan penetrasi cahaya yang didapat individu sel alga
didalam tempat budidaya. Adanya sel yang saling bernaungan dan menutupi
satu sama lain dalam lahan budidaya menyebabkan intesitas cahaya dan
fotoperiode total pada sel mikroalga terpengaruh oleh jumlah sel tebar, yaitu
semakin tinggi jumlah sel tebar maka semakin tinggi frekuensi fotoperiode dan
semakin rendah penetrasi cahaya yang dapat diterima oleh mikroalga (Wang et
al., 2011).
2.6 Klorofil a
Klorofil adalah pigmen hijau yang ditemukan pada tumbuhan, alga dan
adalah suatu pigmen aktif dalam sel tumbuhan yang mempunyai peranan penting
11
dalam berlangsungnya proses fotosintesis di perairan yang dapat digunakan
sebagai indikator banyak atau tidaknya ikan di suatu wilayah dari gambaran
suatu volume air laut tertentu merupakan suatu ukuran bagi biomassa tumbuhan
yang terdapat dalam air laut tersebut. Klorofil dapat diukur dengan
2012).
NaNO3 didapatkan hasil klorofil a/ml mencapai nilai maksimum 21,95 μg/ml pada
fase stasioner dengan 4 mM NaNO3. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 4
mM, klorofil a menurun sejalan dengan konsentrasi nutrisi yang meningkat. Jadi
hara yang optimal dalam mendapatkan nilai klorofil a yang tertinggi. Data hasil
protein yang maksimal sehingga memiliki efisiensi yang baik dalam kultur
Isochrysis galbana.
12
III. METODE PENELITIAN
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain wadah kultur
toples kaca kapasitas 3 Liter, autoklaf, botol film, selang aerasi, blower, botol film,
nampan, lampu TL, bunsen, erlenmeyer (250 ml), gelas ukur (10 ml, 50 ml, dan
meter, mikroskop, cover glass, pipet tetes, beaker glass (500 ml dan 1.000 ml),
drigen, panci (30 Liter), kompor gas, timbangan analitik, sprayer, cawan
galbana berasal dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut
(BBPPBL) Gondol, air laut , air tawar, HCl 5%, alkohol 70%, tissue, kapas steril,
kain saring, vitamin, pupuk walne, silikat, kertas saring GF/C (diameter 90 mm),
aquadest, metanol absolute, aluminium foil, benang kasur, karet gelang, kertas
(RAL). Penggunaan RAL digunakan pada percobaan yang melibatkan satu faktor
rancangan percobaan yang paling sederhana dengan bahan yang homogen dan
13
perlakuan terbatas. Keuntungan menggunakan RAL yaitu denah perancangan
informasi relatif sedikit dalam hal data hilang dibandingkan dengan rancangan
berbeda yaitu terdiri dari tiga perlakuan dengan tiga kali ulangan dan rancangan
A1 B1 C3
C1 A2 B2
B3 C2 A3
pupuk walne 1 ml/l dengan tambahan silikat dan vitamin sebagai sumber nutrisi
dan 3500 lux intesitas cahaya yang digunakan. Parameter diatas merupakan
14
3.4 Indikator yang Diukur
kepadatan stok dengan cara mengambil sampel plankton dari media stok dan
yang digunakan pada penelitian ini diantaranya adalah 1 x 105, 3 x 105, 5 x 105,
dan 7 x 105. Untuk menentukan volume jumlah sel tebar yang ditambahkan dapat
berikut :
V1.N1 = V2.N2
Dimana :
sel n
jumlah = x 25 x 10.000
ml Jumlah Bidang Pandang
berikut:
sel n
jumlah = x 25 x 10.000 x Faktor Pengenceran
ml Jumlah Bidang Pandang
15
c. Laju Pertumbuhan Spesifik
ln(𝑁𝑡 − 𝑁𝑜)
𝜇=
𝑡
Dimana :
t = waktu (hari)
d. Doubling Time
Doubling time (td) ialah waktu penggandaan dari sel Isochrysis galbana.
Waktu penggandaan sel (td) merupakan rata-rata waktu generasi konsentrasi sel
Doubling Time (hari) dihitung dari laju pertumbuhan dengan menggunakan rumus
𝐿𝑛 2 0,693
𝑑𝑡 = 𝐺 = =
𝜇 𝜇
e. Biomassa
digunakan untuk analisis biomassa dianalisis pada saat akhir fase stasioner.
Kertas saring GF/C (diameter 90 mm) dioven pada suh 105ouC selama 2 jam [A].
Sampel suspensi mikroalga 25 mL difilter melalui kertas saring GF/C dan dicuci
pada media. Kemudian kertas saring dioven pada suhu 105oC selama 2 jam.
16
Berat kering/biomassa (g/L) = ([B] – [A]) x 1.000 / Volume sampel
Perhitungan:
f. Klorofil-a
dibungkus aluminium foil tertutup rapat, disentrifugasi pada 6.000 rpm selama 10
selama 15 detik. Campuran (endapan dan pelarut) diletakkan pada hot plate
dengan suhu 70oC selama 30 menit. Sampel diinkubasi pada suhu 4oC dan
keadaan gelap selama 24 jam. Setelah 24 jam, dilakukan sentrifugasi 6.000 rpm
dengan panjang gelombang 664 nm dan 630 nm. Perhitungan klorofil-a menurut
Dimana :
a. Suhu
17
b. pH
pH meter yang dicelupkan ke dalam media kultur Isochrysis galbana dan dicatat
c. DO
Pengukuran kadar nitrat dilakukan pada awal tebar, fase stasioner, dan
fase kematian (hari terakhir kultur). air sampel dituang sebanyak 12,5 ml ke
Selanjutnya ditambahkan sedikit H2O dan dikerik sampai keraknya larut semua.
Sampel ditambahkan NH4OH 1:1 sampai berwarna kuning dan jika sudah 6 ml
tapi tidak berwarna kuning maka dihentikan, lalu ditambahkan H2O sampai
seperti volume semua (12,5 ml). Sampel dimasukkan ke dalam cuvet untuk
Pengukuran kadar nitrat dilakukan pada awal tebar, fase stasioner, dan
fase kematian (hari terakhir kultur). Air sampel yang diambil yaitu 25 ml.
18
3.7 Jadwal Pelaksanaan
19
Daftar Pustaka
Dunn R.M dan Manoylov M.K. 2016. The Effects of Initial Cell Density on the
Growth and Proliferation of the Potentially Toxic Cyanobacterium
Microcystis aeruginosa. Journal of Environmental Protection. 1210-1220.
Effendi, R., Palloan, P., dan Ihsan , N. 2012. Analisis Konsentrasi Klorofil-a di
Perairan Sekitar Kota Makassar Menggunakan Data Satelit
Topex/Poseidon. BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Paotere Makassar.
Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika. 8(3): 279-285.
Kagalou, I., Beza, P., Perdikaris, C., dan Petridis, D. 2002. Effect of Copper and
Lead on Microalgae (Isochrysis galbana) Growth. Fresenius
Environmental Bulletin. 11(5): 233-236.
Fabregas, J., Herrero, C., Cabezas, B., dan Abalde, J. 1985. Growth, Clorhophyl
a and Protein of The Marine Microalga Isochrysis galbana in Batch
Culture with Different Salinities and High Nutient Concentrations.
Aquaculture. 50(1985): 1-11.
Fabregas, J., Herrero, C., Cabezas, B., dan Abalde, J. 1986. Biomass
production and biochemical composition in mass cultures of the marine
microalga Isochrysis galbana Parke at varying nutrient concentrations.
Aquaculture. 53(2): 101-113.
20
Hubert, F., Poisson, L., Loiseau, C., Gauvry, L., Penreach, G., Herault, J., dan
Ergan, F. 2017. Lipids and lipolytic enzymes of the microalga Isochrysis
galbana. OCL. 1-7.
Musa, B., Raya, I., dan Dali, S. 2013. Pengaruh Penambahan Ion Cu2+ Terhadap
Laju Pertumbuhan Fitoplankton Chlorella vulgaris. FMIPA. Universitas
Hasanudin. Makassar. 1-9 hlm.
Picardo M.C., Madeiros J.L., Araujo O.Q., dan Caloub R.M. 2013. Effects of CO2
Enrichment and Nutrients Supply Intermittency on Batch Cultures of
Isochrysis galbana. Bioresource Technology. 143: 242–250.
Phuong L.T., Hoai T.N., Bich T.P., Giang T.L., dan Hao L.T. 2015. Biological
properties and the nutrition value of an Isochrysis strain as a live food for
geo-duck larvae. Faculty of Biology. Hanoi National University. Vietnam.
1-5.
Wang, J., Han, D., Milton, R.S., Lu C., dan Hu, Q. 2013. Effect of Initial Biomass
Density on Growth and Astaxanthin Production of Haematococcus
pluvialis in an Outdoor Photobioreactor. J Appl Phycol. 25: 253-260.
Widiharih, Tatik. 2001. Analisis ragam multivariat untuk rancangan acak lengkap
dengan pengamatan berulang. Jurnal matematika dan komputer. 4 (3).
139-150.
21
Wijoseno, T. 2011. Uji Pengaruh Variasi Media Kultur Terhadap Tingkat
Pertumbuhan dan Kandungan Protein, Lipid, Klorofil, dan Karetonoid
pada Mikroalga Chlorella vulgaris Buitenzorg. Skripsi. Fakultas Teknik.
Universitas Indonesia. Depok. 26 hlm.
Yingying S. dan Wang C. 2009. The Optimal Growth Conditions for the Biomass
Production of Isochrysis galbana and the Effects That Phosphorus, Zn2+,
CO2 , and Light Intensity Have on the Biochemical Composition of
Isochrysis galbana and the Activity of Extracellular CA. Biotechnology and
Bioprocess Engineering. 14: 225-231.
22