Anda di halaman 1dari 22

PENGARUH JUMLAH SEL TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP

PERTUMBUHAN, BIOMASSA DAN KLOROFIL-a Isochrysis galbana

USULAN SKRIPSI

Oleh :

DIMAS MU’AMMAR BUCHORY


NIM. 125080500111068

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017

1
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikroalga merupakan bagian dari biomassa akuatik. Mikroalga adalah

spesies yang umum ditemukan pada ekosistem perairan dan memiliki ukuran 1-

50 mikrometer, terdapat lebih dari ratusan ribu spesies mikroalga baik pada air

tawar maupun laut dan mereka merupakan bagian dasar dari banyaknya rantai

makanan pada ekosistem perairan. Banyak spesies mikroalga yang mengandung

klorofil, menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi, mengkonversi

karbondioksida (CO2) menjadi biomassa, sehingga pada proses fotosintesis alga

menghasilkan oksigen (O2) (Wolkers et al., 2011). Pada Kegiatan Budidaya

mikroalga digunakan sebagai pakan hidup untuk semua tahap pertumbuhan

moluska umumnya pada tiram, tahap larva abalone, krustasea serta beberapa

spesies ikan. Selain itu mikroalga juga dapat digunakan sebagai sumber

makanan bagi zooplankton (Brown, 2002).

Umumnya mikroalga digunakan dalam budidaya ikan sebagai pakan

alami bagi larva. Hal ini biasa dilakukan oleh pembudidaya karena ukuran mulut

larva ikan yang sangat kecil serta komposisi nutrisi dari mikroalga dirasa mampu

untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu mikroalga yang dapat digunakan

sebagai pakan alami adalah Isochrysis galbana. Isochrysis galbana merupakan

flagellata uniseluler dengan warna coklat keemasan (Kagalou et al., 2002). Pada

74,37 µg/mg bobot segar Isochrysis galbana memiliki berbagai macam

kandungan asam lemak diantaranya Palmitic, Octadecatetraenoic dan Benheic

merupakan asam lemak dengan kandungan terbesar. Lebih dari 40% dari total

asam lemak (30,9 µg/mg) berat basah dalam Isochrysis galbana merupakan

asam lemak tak jenuh berganda, menunjukkan kualitas tinggi isochrysis galbana

2
dan potensi untuk diterapkan sebagai makanan alami organisme akuatik. Selain

itu, memiliki kandungan DHA yang sangat tinggi (5,53 µg) sedangkan EPA

berada pada tingkat rendah (0,24 µg). DHA dan EPA berperan penting dalam

membran lipid (Phuong et al., 2015).(ubah lebih ke umum ex Pigmen protein dll)

Menurut Picardo et al. (2013), faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

sel mikroalga diantaranya seperti keberadaan nutrisi, intesitas cahaya, dan pH.

Kandungan CO2 di dalam air dan pergantian nitrat akan menghasilkan tingginya

tingkat kerapatan sel. Begitu juga dengan nutrisi lainnya seperti fosfat dan besi di

butuhkan untuk mereplikasi sel. Wang et al. (2011), menambahkan bahwa

jumlah sel tebar merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam

usaha budidaya mikroalga. jumlah sel tebar memiliki pengaruh yang signifikan

dalam mempengaruhi pertumbuhan, asupan nutrisi, ruang dalam mendapat

penetrasi cahaya, dan parameter lainnya dalam wadah kultur mikroalga. jumlah

sel tebar yang tinggi akan menyebabkan tingginya tingkat persaingan diantara

mikroalga dalam pemenuhan akan kebutuhan nutrisi, cahaya, dan parameter

lainnya untuk tumbuh dan berkembang.

Telah dilakukan beberapa penelitian tentang pengaruh jumlah sel tebar

pada mikroalga. Salah satu contohnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dun

dan Manoylov (2016), yang melakukan penelitian tentang pengaruh jumlah sel

tebar pada Microcystis aeruginosa terhadap pertumbuhan, biomassa dan

proliferasi. Penelitian ini dilakukan selama 15 hari sehingga didapatkan hasil

akhir pada tingkat kepadatan terendah didapat pada jumlah sel tebar 3208 sel/ml

dan yang tertinggi didapat pada jumlah sel tebar 6417 sel/ml. Penelitian yang

mirip juga telah dilakukan oleh Wang et al. (2012), tentang pengaruh jumlah sel

tebar terhadap pertumbuhan dan produksi asthanxin pada Haematococcus

pluvialis. Penelitian ini mendapatkan hasil tertinggi untuk produksi asthanxin

pada perlakuan 0,8 g/L dan terendah untuk produksi asthanxin pada 0,1 g/L.

3
Namun, untuk jumlah sel tebar pada Isochrysis galbana dalam mempengaruhi

pertumbuhan, biomassa dan klorofil-a masih belum terdapat penelitian yang

dilakukan sebelumnya sehingga dirasa diperlukan untuk dilakukannya penelitian.

1.2 Rumusan Masalah

Mikroalga merupakan salah satu makanan alami yang penting dalam

pemenuhan kebutuhan budidaya terutama larva ikan yang baru menetas.

Produksi mikroalga sangat dipengaruhi berbagai faktor. Salah satu faktor yang

sangat mempengaruhi pertumbuhan dari mikroalga adalah kebutuhan akan

nutrisi, ruang gerak, dan kualitas air. jumlah sel tebar yang berbeda dalam

budidaya mikroalga akan memberikan informasi terkait pemenuhan kebutuhan

yang optimal dengan parameter yang telah disediakan sehingga akan didapatkan

hasil optimum untuk pemanenan dari mikroalga tersebut berdasarkan jumlah sel

tebar yang berbeda. Adapun masalah yang dapat dirumuskan diantaranya:

1. Bagaimana pengaruh jumlah sel tebar yang berbeda terhadap pertumbuhan,

produksi biomassa dan klorofil-a Isochrysis galbana?

2. Berapa jumlah sel tebar yang terbaik untuk pertumbuhan, produksi biomassa

dan klorofil-a Isochrysis galbana?

1.3 Tujuan Penelitian

Dilakukannya penelitian ini memiliki tujuan diantaranya yaitu:

1. Menjelaskan pengaruh jumlah sel tebar yang berbeda terhadap

pertumbuhan, produksi biomassa dan klorofil-a Isochrysis galbana.

2. Menentukan jumlah sel tebar yang terbaik untuk pertumbuhan, produksi

biomassa dan klorofil-a Isochrysis galbana.

4
1.4 Hipotesis

H0: Jumlah sel tebar yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan,

biomassa dan klorofil a pada Isochrysis galbana.

H1: Jumlah sel tebar yang berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap

pertumbuhan, biomassa dan klorofil a pada Isochrysis galbana.

1.5 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Ikan (Divisi

Reproduksi Ikan), Laboratorium Budidaya Ikan (Divisi Parasit dan Kesehatan

Ikan), dan Laboratorium Hidrobiologi (Divisi Lingkungan dan Bioteknologi

Perairan), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang

pada Bulan Desember - Februari 2017.

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Isochrysis galbana

Menurut Hubert et al. (2017), Isochrysis galbana memiliki klasifikasi

sebagai berikut :

Kingdom : Eukaryota

Filum : Haptophyta

Kelas : Coccolithophyceae

Subkelas : Prymnesiophyceae

Ordo : Isochrysidales

Family : Isochrysidaceae

Spesies : Isochrysis galbana

Gambar 1. Isochrysis galbana (400x) (Liu dan Lin, 2000)

Isochrysis galbana merupakan flagellata uniseluler dengan warna coklat

keemasan (Kelas Prymnesiophyceae, divisi Chrysophyta). Alga ini biasa

digunakan sebagai biomarker dalam program pemantauan karena respon

mereka terhadap kontaminan. penggunaan organisme uniseluler memungkinkan

untuk mendapatkan penilaian cepat pada polutan yang ada di lingkungan

(Kagalou et al., 2002).

6
2.2 Siklus Hidup Alga

Fase pertumbuhan mikroalga di bagi menjadi 4 fase diantaranya adalah

fase lag, fase eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian. Menurut

Armanda (2013), fase pertumbuhan mikroalga adalah sebagai berikut :

a. Fase Lag

Fase ini disebut juga fase istirahat. Pada fase ini, sel mikroalga

beradaptasi dengan medium dan lingkungan kulturnya (suhu, salinitas, pH).

Mikroalga sudah bermetabolisme sehingga ukuran selnya meningkat. Namun

mikroalga belum menunjukkan pertumbuhan populasi (kenaikan jumlah sel) yang

nyata, karena masih dalam proses adaptasi. Dalam adaptasi ini, mikroalga sudah

mulai memanfaatkan nutrien yang ada, meskipun belum optimum, sehingga

beberapa enzim yang terkait pembelahan selnya juga belum tersintesis dengan

optimal.

b. Fase Eksponensial

Pada fase ini, jumlah sel mengalami peningkatan secara cepat. Puncak

pertumbuhan populasi mikroalga terjadi pada fase ini. Fase ini adalah bukti sel

telah berhasil beradaptasi dan optimal dalam pemanfaatan nutriennya.

c. Fase Stasioner

Pada fase ini, pertumbuhan populasi mikroalga cenderung stasioner,

artinya pembelahan sel dan kematian sel seimbang. Fase ini berlangsung sangat

singkat dalam percobaan ini, sehingga kecenderungan yang ada adalah

penurunan pertumbuhan populasi pada 24 jam ketiga kultur. Penurunan

pertumbuhan populasi ini karena mikroalga sudah mulai mengalami kematian.

d. Fase Kematian

Pada fase ini, penurunan jumlah sel mikroalga lebih besar daripada pada

fase stasioner. Penurunan jumlah sel ini karena seluruh sel secara alami

7
mengalami kematian. Salah satu faktor yang mempercepat kematian ini adalah

berkurangnya jumlah nutrient.

10
Kepadatan Sel (skala Log)
0 5

LagEksponensial Stasioner Kematian


Waktu Kultur (hari)

Gambar 2. Siklus Hidup Mikroalga (Cresswel, 2010)

2.3 Reproduksi Isochrysis galbana

Reproduksi Isochrysis galbana dilakukan secara aseksual yaitu dengan

pembelahan sel memlalui zoospora (Statospore). Kelas Prymnesiophyceae

mempunyai pigmen α carotene dan β carotene, fuxochanthin, diatoxanthin, dan

diadinoxanthin. Sehingga phytoplankton berwarna kekuningan (Rusyani, 2001).

2.4 Kondisi Lingkungan Isochrysis galbana

Pertumbuhan Isochrysis galbana sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor

lingkungan diantaranya suhu, pH, salinitas, intesitas cahaya, fotoperiode dan

nutrisi. Faktor-faktor tersebut merupakan komponen utama yang mendukung

pertumbuhan dan perkembangan isochrysis galbana. Hal ini sesuai dengan

pendapat Fabregas et al. (1985), menyatakan bahwa salinitas, konsentrasi hara,

cahaya, suhu dan sumber karbon bisa dianggap sebagai parameter yang paling

penting untuk pembiakan mikroalga laut. Berikut ini merupakan parameter yang

mendukung pertumbuhan isochrysis galbana :

a. Suhu

Suhu merupakan suatu parameter dalam budidaya yang memerankan

peranan penting dalam aktifitas metabolisme organisme budidaya. Menurut

8
Marchetti et al. (2012), suhu yang optimal untuk pertumbuhan isochrysis galbana

adalah 30OC.

b. pH

Variasi pH disebabkan adanya aktifitas biologis pada lingkungan perairan

dimana pH mempengaruhi kinerja enzim dalam metabolisme sel (Ismadina dan

Hermana, 2013). Menurut Marchetti et al. (2012), pH yang optimal untuk

pertumbuhan isochrysis galbana adalah 6,8.

c. Salinitas

Faktor lingkungan seperti salinitas juga mempengaruhi metabolisme

mikroorganisme. Variasi salinitas terjadi di daerah sekitar muara akibat adanya

pasang surut air laut dimana salinitas mempengaruhi tekanan osmosis pada sel

mikroorganisme (Ismadina dan Hermana, 2013). Menurut Fabregas et al. (1985),

Isochrysis galbana dapat tumbuh optimal pada salinitas 15-30‰.

d. Intesitas Cahaya dan fotoperiode

Intesitas cahaya memiliki perana penting dalam proses fotosintesis

mikroalga. Menurut Alkhamis dan Jian (2013), pertumbuhan Isochrysis galbana

sangat dipengaruhi oleh fotoperiode, pada penelitian ini berat kering maksimal

didapatkan pada (12:12) periode terang gelap.

e. Nutrisi

Seperti halnya makanan pada manusia medium tempat tumbuhnya alga

merupakan tempat diserapnya nutrisi bagi mikroalga yang nantinya akan

mempengaruhi proses metabolism pada alga. Kebutuhan unsur hara bagi

mikroalga secara garis besar terbagi menjadi dua yaitu unsur hara makro dan

unsur hara mikro. Unsur hara makro itu terdiri dari N, P, K, S, Na, Si, dan Ca.

Sedangkan unsur hara mikro terdiri dari Fe, Zn, Mn, Cu, Mg, Mo, Co, dan B

(Wijoseno, 2011).

9
Fosfor memainkan peran penting dalam kebanyakan proses seluler,

terutama yang terlibat dalam menghasilkan dan mengubah energi metabolisme.

Kuhl menemukan bahwa kekurangan fosfat pada kultur Ankistrodesmus, berat

kering, pembelahan sel, fotosintesis produksi oksigen, dan sintesis klorofil

mengalami keterhambatan dalam kondisi pembatasan fosfor. Hubungan antar

ketersediaan fosfor dan reaksi fisiologis dasar seperti pertumbuhan, reproduksi,

fotosintesis, atau respirasi juga telah dilaporkan di mikroalga lainnya (Yingying

dan Wang, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Yingying dan Wang (2009), pada

konsentrasi fosfor yang berbeda (5, 50, 100, 500, dan 1000 μmol/L) Isochrysis

galbana memiliki tingkat pertumbuhan yang bervariasi. Pada konsentrasi fosfor

sebanyak 500 μmol/L, I. galbana mencapai kepadatan sel tertinggi dengan

perbedaan yang signifikan dari perlakuan lainnya.

Berdasarkan penelitian Alkhamis dan Jian (2013), kebutuhan N dan P

optimal untuk pertumbuhan Isochrysis galbana dipelajari di bawah kondisi

fototrofik dan mixotrofik. Pertumbuhan meningkat pada saat kondisi mixotrofik

dibandingkan dengan kondisi fototrofik, namun meningkatnya pertumbuhan

hilang ketika konsentrasi N melebihi 50 mg NH4-N atau 100 mg/L. Persyaratan P

untuk pertumbuhan I. galbana serupa antara fototrofik dan kondisi mixotrofik.

Produksi alga dan efisiensinya konversi hara ke biomassa ditingkatkan saat

kondisi secara mixotrofik. Penelitian ini menunjukkan bahwa alga tumbuh lebih

cepat pada kondisi mixotrofik dibandingkan fototrofik, sedangkan kebutuhan

untuk konsentrasi N dan P serupa antara dua perlakuan baik fototrofik maupun

mixotropik. Urea direkomendasikan sebagai sumber N untuk I. galbana adalah

12,5-50 mg/L.

Pada unsur mikro nutrien penelitian Alkhamis dan Jian (2013), juga

menunjukkan bahwa kepadatan sel, konsentrasi klorofil, total protein dalam sel,

10
konsentrasi polisakarida, dan aktivitas sel lebih rendah di bawah pembatasan

pemberian Zn2+ pada sel. konsentrasi dari Zn2+ pada 10 μmol/L sangat penting

untuk menjaga agar pertumbuhan I. galbana tetap optimal; sedangkan

konsentrasi tinggi Zn2+ (≥1.000 μmol/L) memang menghambat pertumbuhan I.

galbana.

2.5 Pengaruh Jumlah Sel Tebar yang Berbeda pada Pertumbuhan Mikroalga

Kepadatan jumlah sel tebar adalah faktor yang sangat penting dalam

mempengaruhi viabilitas dan produktivitas dari mikroalga. Kepadatan jumlah sel

tebar memiliki perananan dalam mempengaruhi daya tembus sinar matahari

yang berperan dalam proses fotosintesis. Efek dari berbagai jumlah sel tebar

yang berbeda memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan dan kandungan

astaxanthin dari produktivitas biomassa budidaya mikroalga. Hal ini dapat

disebabkan oleh ketersediaan penetrasi cahaya yang didapat individu sel alga

didalam tempat budidaya. Adanya sel yang saling bernaungan dan menutupi

satu sama lain dalam lahan budidaya menyebabkan intesitas cahaya dan

fotoperiode total pada sel mikroalga terpengaruh oleh jumlah sel tebar, yaitu

semakin tinggi jumlah sel tebar maka semakin tinggi frekuensi fotoperiode dan

semakin rendah penetrasi cahaya yang dapat diterima oleh mikroalga (Wang et

al., 2011).

2.6 Klorofil a

Klorofil adalah pigmen hijau yang ditemukan pada tumbuhan, alga dan

cyanobacteria. Di lautan, klorofil-a identik dengan adanya phytoplankton yang

merupakan sumber makanan primer bagi organisme laut terutama ikan.

Pengukuran kandungan klorofil-a merupakan salah satu alat pengukur kesuburan

suatu perairan yang dinyatakan dalam bentuk produktivitas primer. Klorofil-a

adalah suatu pigmen aktif dalam sel tumbuhan yang mempunyai peranan penting

11
dalam berlangsungnya proses fotosintesis di perairan yang dapat digunakan

sebagai indikator banyak atau tidaknya ikan di suatu wilayah dari gambaran

siklus rantai makanan yang terjadi di lautan (Effendi et al., 2012).

Pengukuran klorofil sangat penting dilakukan karena kadar klorofil dalam

suatu volume air laut tertentu merupakan suatu ukuran bagi biomassa tumbuhan

yang terdapat dalam air laut tersebut. Klorofil dapat diukur dengan

memanfaatkan sifatnya yang dapat berpijar bila dirangsang dengan panjang

gelombang cahaya tertentu atau mengekstraksi klorofil dari tumbuhan dengan

menggunakan aseton untuk menghitung produktivitas primernya (Febrianti et al.,

2012).

Berdasarakan penelitian Fabregas (1986), pada Isochrysis galbana

dengan menggunakan 4 perlakuan konsentrasi unsur hara 2, 4, 8 dan 16 mM

NaNO3 didapatkan hasil klorofil a/ml mencapai nilai maksimum 21,95 μg/ml pada

fase stasioner dengan 4 mM NaNO3. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 4

mM, klorofil a menurun sejalan dengan konsentrasi nutrisi yang meningkat. Jadi

dapat disimpulkan bahwa konsentrasi 4mM NaNO3 merupakan konsentrasi unsur

hara yang optimal dalam mendapatkan nilai klorofil a yang tertinggi. Data hasil

pertumbuhan biomassa dan protein juga mendapatkan hasil bahwa konsentrasi

nutrisi 4 mM NaNO3 yang menghasilkan biomassa maksimum dan konsentrasi

protein yang maksimal sehingga memiliki efisiensi yang baik dalam kultur

Isochrysis galbana.

12
III. METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1 Alat dan Bahan Penelitian

3.1.1 Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain wadah kultur

toples kaca kapasitas 3 Liter, autoklaf, botol film, selang aerasi, blower, botol film,

nampan, lampu TL, bunsen, erlenmeyer (250 ml), gelas ukur (10 ml, 50 ml, dan

100 ml), haemocytometer (Neubauer Improved), hotplate, luxmeter, oven, pH

meter, mikroskop, cover glass, pipet tetes, beaker glass (500 ml dan 1.000 ml),

heater, DO meter, refraktometer, Mikroskop, vaccum pump, ember (60 Liter),

drigen, panci (30 Liter), kompor gas, timbangan analitik, sprayer, cawan

porselen, spektrofotometer, petridish, sentrifuge dan kalkulator.

3.1.2 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Isochrysis

galbana berasal dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut

(BBPPBL) Gondol, air laut , air tawar, HCl 5%, alkohol 70%, tissue, kapas steril,

kain saring, vitamin, pupuk walne, silikat, kertas saring GF/C (diameter 90 mm),

aquadest, metanol absolute, aluminium foil, benang kasur, karet gelang, kertas

koran, fenol disulfonik dan kertas label.

3.2 Rancangan Percobaan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL). Penggunaan RAL digunakan pada percobaan yang melibatkan satu faktor

dan satuan percobaan yang digunakan relatif homogen, dan dilakukan

dilaboratorium dalam kondisi yang terkontrol (Widiharih, 2001). RAL merupakan

rancangan percobaan yang paling sederhana dengan bahan yang homogen dan

13
perlakuan terbatas. Keuntungan menggunakan RAL yaitu denah perancangan

lebih mudah, analisis statistik terhadap subjek percobaan sangat sederhana,

fleksibel dalam penggunaan jumlah perlakuan dan jumlah ulangan, kehilangan

informasi relatif sedikit dalam hal data hilang dibandingkan dengan rancangan

lain (Novianti et al., 2014).

Perlakuan yang diberikan adalah pemberian jumlah sel tebar yang

berbeda yaitu terdiri dari tiga perlakuan dengan tiga kali ulangan dan rancangan

penempatan perlakuan dapat di lihat pada Gambar 3 sebagai berikut:

- A: Perlakuan media dengan jumlah sel tebar awal 1x105 sel/ml

- B: Perlakuan media dengan jumlah sel tebar awal 3x105 sel/ml

- C: Perlakuan media dengan jumlah sel tebar awal 5x105 sel/ml

- D: Perlakuan media dengan jumlah sel tebar awal 7x105 sel/ml

A1 B1 C3

C1 A2 B2

B3 C2 A3

Gambar 3. Denah Percobaan

3.3 Parameter yang ditetapkan

Media menggunakan air dengan salinitas 17 ppt, fotoperiode 24 jam,

pupuk walne 1 ml/l dengan tambahan silikat dan vitamin sebagai sumber nutrisi

dan 3500 lux intesitas cahaya yang digunakan. Parameter diatas merupakan

parameter yang akan digunakan dalam penelitian ini terhadap tingkat

pertumbuhan dari Isochrysis galbana berdasarkan jumlah sel tebar awalnya.

14
3.4 Indikator yang Diukur

a. Penentuan Kepadatan Isochrysis galbana

Penanaman bibit Isochrysis galbana dilakukan setelah menghitung

kepadatan stok dengan cara mengambil sampel plankton dari media stok dan

kemudian dihitung dibawah mikroskop dengan haemocytometer. Padat tebar

yang digunakan pada penelitian ini diantaranya adalah 1 x 105, 3 x 105, 5 x 105,

dan 7 x 105. Untuk menentukan volume jumlah sel tebar yang ditambahkan dapat

digunakan rumus perhitungan menurut Chilmawati dan Suminto (2008), sebagai

berikut :

V1.N1 = V2.N2

Dimana :

V1 : Volume bibit yang ditanam N1 : Kepadatan stok

V2 : Volume media kultur N2 : Kepadatan dibutuhkan

b. Pertumbuhan Kepadatan Isochrysis galbana

Perhitungan kepadatan Isochrysis galbana. dilakukan setiap hari dari

awal kultur hingga akhir percobaan. Perhitungan kepadatan Isochrysis galbana

dilakukan menggunakan haemocytomter dan alat bantu mikroskop dengan

menggunakan rumus perhitungan menurut Cresswel (2010), yaitu:

sel n
jumlah = x 25 x 10.000
ml Jumlah Bidang Pandang

Apabila kepadatannya tinggi maka menggunakan perhitungan yaitu sebagai

berikut:

sel n
jumlah = x 25 x 10.000 x Faktor Pengenceran
ml Jumlah Bidang Pandang

15
c. Laju Pertumbuhan Spesifik

Perhitungan laju pertumbuhan spesifik dilakukan saat awal kultur hingga

puncak kelimpahan maksimum hari ke-t. Laju pertumbuhan spesifik dihitung

dengan menggunakan rumus Musa et al. (2013), yaitu:

ln(𝑁𝑡 − 𝑁𝑜)
𝜇=
𝑡

Dimana :

Nt = kepadatan populasi sel pada saat t (sel/mL)

No = kepadatan populasi sel pada saat awal (sel/mL)

μ = tetapan laju pertumbuhan spesifik (hari)

t = waktu (hari)

d. Doubling Time

Doubling time (td) ialah waktu penggandaan dari sel Isochrysis galbana.

Waktu penggandaan sel (td) merupakan rata-rata waktu generasi konsentrasi sel

Doubling Time (hari) dihitung dari laju pertumbuhan dengan menggunakan rumus

menurut Vonshak (1997), sebagai berikut:

𝐿𝑛 2 0,693
𝑑𝑡 = 𝐺 = =
𝜇 𝜇

e. Biomassa

Janssen et al. (1999), menjelaskan bahwa sampel mikroalga yang

digunakan untuk analisis biomassa dianalisis pada saat akhir fase stasioner.

Kertas saring GF/C (diameter 90 mm) dioven pada suh 105ouC selama 2 jam [A].

Sampel suspensi mikroalga 25 mL difilter melalui kertas saring GF/C dan dicuci

dengan 25 mL akuades untuk menghindari kontaminasi garam yang tidak larut

pada media. Kemudian kertas saring dioven pada suhu 105oC selama 2 jam.

Setelah dingin, kertas saring diletakkan di desikator selama 30-60 menit,

kemudian beratnya ditimbang kembali [B].

16
Berat kering/biomassa (g/L) = ([B] – [A]) x 1.000 / Volume sampel

Perhitungan:

Berat kertas saring =A

Berat kertas saring + mikroalga = B

f. Klorofil-a

Analisis klorofil-a menggunakan metode modifikasi dari Bennet dan

Bogarad (1973), Sampel diambil 5 mL dan dituang ke dalam tabung/falcon dan

dibungkus aluminium foil tertutup rapat, disentrifugasi pada 6.000 rpm selama 10

menit dan dibuang supernatannya. Kemudian dilakukan proses freezing-thawing

masing-masing 15 menit (hingga membeku dan mencair) selama 3 siklus dan

diulang 3 kali. Sampel lalu ditambahkan 5 mL methanol absolute dan divortex

selama 15 detik. Campuran (endapan dan pelarut) diletakkan pada hot plate

dengan suhu 70oC selama 30 menit. Sampel diinkubasi pada suhu 4oC dan

keadaan gelap selama 24 jam. Setelah 24 jam, dilakukan sentrifugasi 6.000 rpm

selama 10 menit. Sampel kemudian diukur menggunakan spektrofotometer

dengan panjang gelombang 664 nm dan 630 nm. Perhitungan klorofil-a menurut

Ritchie (2006), yakni:

Chl a (μg/mL)= -2,6839 x OD632 - (0.4 x OD665)

Dimana :

OD632 : Optical Density pada spektofotometer panjang gelombang 632

OD665 : Optical Density pada spektofotometer panjang gelombang 665

3.6 Indikator Penunjang

a. Suhu

Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer yang

dicelupkan ke dalam media kultur Isochrysis galbana kemudian dicatat hasilnya.

Pengukuran dilakukan 1 kali sehari setiap 24 jam.

17
b. pH

Kandungan pH (derajat keasaman) pada percobaan diukur menggunakan

pH meter yang dicelupkan ke dalam media kultur Isochrysis galbana dan dicatat

hasilnya. Pengamatan pH dilakukan 1 kali sehari setiap 24 jam.

c. DO

Pengukuran DO pada media kultur dilakukan sebanyak 1 kali sehari

setiap 24 jam. Pengukuran DO dilakukan dengan menggunakan DO meter yang

dicelupkan ke dalam media kultur Isochrysis galbana dan dicatat hasilnya.

d. Pengukuran Kadar Nitrat

Pengukuran kadar nitrat dilakukan pada awal tebar, fase stasioner, dan

fase kematian (hari terakhir kultur). air sampel dituang sebanyak 12,5 ml ke

dalam cawan porselen dan dipanaskan sampai membentuk kerak dan

didinginkan. Kemudian ditambahkan 0,25 ml asam fenol disulfonik (6-7 tetes).

Selanjutnya ditambahkan sedikit H2O dan dikerik sampai keraknya larut semua.

Sampel ditambahkan NH4OH 1:1 sampai berwarna kuning dan jika sudah 6 ml

tapi tidak berwarna kuning maka dihentikan, lalu ditambahkan H2O sampai

seperti volume semua (12,5 ml). Sampel dimasukkan ke dalam cuvet untuk

diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 410 nm.

e. Pengukuran Kadar Fosfat

Pengukuran kadar nitrat dilakukan pada awal tebar, fase stasioner, dan

fase kematian (hari terakhir kultur). Air sampel yang diambil yaitu 25 ml.

Selanjutnya ditambahkan 1 ml ammonium molybate. Lalu ditetesi dengan 5 tetes

SnCl2 dan diihomogenkan, ditunggu sampai 10 menit hingga warna biru

terbentuk. Kemudian,dimasukkan ke dalam cuvet. Kadar fosfat diukur dengan

spektrofotometer dengan panjang gelombang 690 nm.

18
3.7 Jadwal Pelaksanaan

Desember Januari Februari Maret


No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan
1 Alat dan
Bahan
2 Penelitian
Pendahuluan
3 Penelitian
Utama
4 Pengumpulan
Data
5 Penyusunan
Laporan

19
Daftar Pustaka

Alkhamis, Y. dan Qin, G.J. 2013. Cultivation of Isochrysis galbana in


Phototrophic, Heterotrophic, and Mixotrophic Conditions. Hindawi. Article
ID 983465: 1-9.

Armanda, D.T. 2013. Pertumbuhan Kultur Mikroalga Diatom Skeletonema


costatum (Greville) Cleve Isolat Jepara pada Medium f/2 dan Medium
Conway. Bioma. 2(1): 49-63.

Bennett, A. and L. Bogorad. 1973. Complementary chromatic adaptation in a


filamentous blue-green alga. Journal of Cell Biology. 58(2): 419-435.

Brown, R.M. Nutritional Value and Use of Microalgae in Aquaculture. CSIRO


Marine Research. 3(6): 281-292.

Chilmawati, D. dan Suminto. 2008. Penggunaan Media Kultur yang Berbeda


Terhadap Pertumbuhan Chlorella sp. Jurnal Saintek Perikanan. 4(1): 42-
49.

Cresswel, L. 2010. Phytoplankton Culture for Aquaculture Feed. Southern


Regional Aquaculture Center. 5004: 1-16.

Dunn R.M dan Manoylov M.K. 2016. The Effects of Initial Cell Density on the
Growth and Proliferation of the Potentially Toxic Cyanobacterium
Microcystis aeruginosa. Journal of Environmental Protection. 1210-1220.

Effendi, R., Palloan, P., dan Ihsan , N. 2012. Analisis Konsentrasi Klorofil-a di
Perairan Sekitar Kota Makassar Menggunakan Data Satelit
Topex/Poseidon. BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Paotere Makassar.
Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika. 8(3): 279-285.

Febrianti S.R., Aryawati, R., dan Hartoni. 2013. Kandungan Klorofil-a


Fitoplankton di Sekitar Perairan Desa Sungsang Kabupaten Banyuasin
Provinsi Sumatera Selatan. Maspari Journal. 5(1): 34-39.

Kagalou, I., Beza, P., Perdikaris, C., dan Petridis, D. 2002. Effect of Copper and
Lead on Microalgae (Isochrysis galbana) Growth. Fresenius
Environmental Bulletin. 11(5): 233-236.

Setyanto, A.E. 2013. Memperkenalkan Kembali Metode Eksperimen dalam


Kajian Komunikasi. Jurnal Ilmu Komunikasi. 3(1): 37-48.

Fabregas, J., Herrero, C., Cabezas, B., dan Abalde, J. 1985. Growth, Clorhophyl
a and Protein of The Marine Microalga Isochrysis galbana in Batch
Culture with Different Salinities and High Nutient Concentrations.
Aquaculture. 50(1985): 1-11.

Fabregas, J., Herrero, C., Cabezas, B., dan Abalde, J. 1986. Biomass
production and biochemical composition in mass cultures of the marine
microalga Isochrysis galbana Parke at varying nutrient concentrations.
Aquaculture. 53(2): 101-113.

20
Hubert, F., Poisson, L., Loiseau, C., Gauvry, L., Penreach, G., Herault, J., dan
Ergan, F. 2017. Lipids and lipolytic enzymes of the microalga Isochrysis
galbana. OCL. 1-7.

Isnadina, D.R.M dan Hermana, J. 2013. Pengaruh Konsentrasi Bahan Organik,


Salinitas, dan pH Terhadap Laju Pertumbuhan Alga. Seminar Nasional
Pascasarjana XIII ITS. 1-6.

Janssen, M., T. C. Kuijpers, B. Veldhoen, M. B. Ternbach, J. Tramper, L. R. Mur,


and R. H. Wijffels. 1999. Specific growth rates of Chlamydomonas
reinhardtii and Chlorella sorokiniana under medium duration light/dark
cycles: 13 -87s. Journal Biotechnology. 70: 323-333.

Kurnia, I. 2016. Optimasi Pertumbuhan dan Hidrolisis Lignoselulosa dari


Mikroalga Chlorella vulgaris untuk Meningkatkan Kadar Glukosa Sebagai
Bahan Baku Bioetanol. Skripsi. Fakultas Matematika dan Peangetahuan
Alam. Universitas Andalas. Padang. 1 hlm.

Musa, B., Raya, I., dan Dali, S. 2013. Pengaruh Penambahan Ion Cu2+ Terhadap
Laju Pertumbuhan Fitoplankton Chlorella vulgaris. FMIPA. Universitas
Hasanudin. Makassar. 1-9 hlm.

Novianti, V. Anisa, dan N. Sirajang. 2014. Keragaman dalam blok pada


rancangan acak kelompok tidak lengkap seimbang dengan intergradien.
Universitas Hasanuddin. Makassar. 1-10.

Picardo M.C., Madeiros J.L., Araujo O.Q., dan Caloub R.M. 2013. Effects of CO2
Enrichment and Nutrients Supply Intermittency on Batch Cultures of
Isochrysis galbana. Bioresource Technology. 143: 242–250.

Phuong L.T., Hoai T.N., Bich T.P., Giang T.L., dan Hao L.T. 2015. Biological
properties and the nutrition value of an Isochrysis strain as a live food for
geo-duck larvae. Faculty of Biology. Hanoi National University. Vietnam.
1-5.

Ritchie, R. J. 2006. Consistent sets of spectrophotometric chlorophyll equations


for acetone, methanol and ethanol solvents. Photosynthesis Research.
89: 27-41.

Rusyani, E. 2001. Pengaruh Dosis Zeolit yang Berbeda terhadap Pertumbuhan


Isochrysis galbana Klon Tahiti Skala Laboratorium dalam Media
Komersial. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. 4
hlm.

Vonshak, A. 1997. Spirulina Platensis Arthrospira: Physiology, Cell-Biology and


Biotechnology. Taylor and Francis publisher: United States. 233 pp.

Wang, J., Han, D., Milton, R.S., Lu C., dan Hu, Q. 2013. Effect of Initial Biomass
Density on Growth and Astaxanthin Production of Haematococcus
pluvialis in an Outdoor Photobioreactor. J Appl Phycol. 25: 253-260.

Widiharih, Tatik. 2001. Analisis ragam multivariat untuk rancangan acak lengkap
dengan pengamatan berulang. Jurnal matematika dan komputer. 4 (3).
139-150.

21
Wijoseno, T. 2011. Uji Pengaruh Variasi Media Kultur Terhadap Tingkat
Pertumbuhan dan Kandungan Protein, Lipid, Klorofil, dan Karetonoid
pada Mikroalga Chlorella vulgaris Buitenzorg. Skripsi. Fakultas Teknik.
Universitas Indonesia. Depok. 26 hlm.

Yingying S. dan Wang C. 2009. The Optimal Growth Conditions for the Biomass
Production of Isochrysis galbana and the Effects That Phosphorus, Zn2+,
CO2 , and Light Intensity Have on the Biochemical Composition of
Isochrysis galbana and the Activity of Extracellular CA. Biotechnology and
Bioprocess Engineering. 14: 225-231.

22

Anda mungkin juga menyukai