Anda di halaman 1dari 14

Proposal Usulan Penelitian

PERBANDINGAN KADAR FLAVONOID DAN TANIN PADA DAUN SINTRONG


(Crassocephalum crepidioides) DENGAN METODE EKSTRAKSI SECARA
INFUNDASI DAN MASERASI
Oleh :

FERRY AGUSTIAN

D1A181594

Pembimbing 1 : Apt. Ginayanti Hadisoebroto, M.Si ( )


1.
Pembimbing 2 : Rina Anggraeni, M.Si ( )
Latar

Belakang

Indonesia memiliki hutan tropik yang kaya akan keanekaragaman hayati.

Hampir segala jenis tumbuhan dapat tumbuh di wilayah negara ini. Dari tumbuh-

tumbuhan dapat dimanfaatkan dan diolah senyawa-senyawa kimia yang berguna bagi

kehidupan sehari-hari. Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, tumbuh-

tumbuhan dapat digunakan untuk bahan baku sintesis senyawa kimia, obat-obatan

tradisional, bahan dasar obat-obatan modern, insektisida dan kosmetik (Reziana dkk.,

2016).

Salah satu tumbuhan yang mengandung senyawa obat yaitu tanaman daun

sintrong (Crassocephalum crepidioides). Daun sintrong berasal dari Afrika tropis,

kini telah menyebar ke seluruh wilayah tropika di Asia. Kemudian menyebar ke India,

Indonesia, Filipina, Thailand, dan sekarang menyebar ke Myanmar dan Vietnam.

Kerap ditemui di tanah-tanah terlantar yang subur, tepi sungai, tepi jalan, perkebunan,

di sawah-sawah yang mengering, terutama di bagian yang lembab, hingga ketinggian

250-2.500 mdpl. Selain dapat digunakan sebagai lalapan, daun sintrong digunakan
sebagai obat bisul. Secara tradisional daun sintrong juga digunakan sebagai

nutraceutikal dan juga dipercaya bisa mengobati berbagai macam penyakit, seperti

untuk mengatasi gangguan pencernaan, getah daunnya dapat digunakan untuk

mengobati sakit perut, rebusan daun dapat digunakan untuk mengobati sakit kepala,

mengobati luka, antelmintik, antiinflamasi, antidiabetes, dan antimalaria. Kandungan

kimia yang terdapat dalam daun sintrong adalah saponin, flavonoid, tanin dan

polifenol (Lestari dkk., 2015).

Flavonoid merupakan satu senyawa antioksidan golongan fenolik alam yang

terbesar dan terdapat dalam tumbuhan, sehingga dipastikan terdapat flavonoid yang

telah di ekstrak pada tumbuhan (Azizah, 2014). Pentingnya manfaat flavonoid

sebagai antioksidan, maka penetapan kadar flavonoid total pada daun sintrong

(Crassocephalum crepidioides) perlu dilakukan, sehingga pemanfaatan daun sintrong

lebih dimaksimalkan dalam alternatif pengobatan herbal berbagai macam penyakit.

Sejumlah tanaman obat yang mengandung flavonoid telah dilaporkan memiliki

aktivitas antioksidan, antibakteri, antivirus, antiradang, antialergi, dan antikanker.

Tanin merupakan kelompok besar dari senyawa kompleks yang didistribusikan

merata pada berbagai tanaman. Hampir setiap famili tanaman mempunyai spesies

yang mengandung tanin. Tanin biasanya terdapat pada bagian tanaman yang spesifik

seperti daun, buah, kulit dahan dan batang. Tanin adalah polifenol tanaman yang

berfungsi mengikat dan mengendapkan protein. Tanin juga dipakai untuk menyamak

kulit (Andriyani, 2010). Dalam dunia pengobatan, tanin berfungsi untuk mengobati

diare, menghentikan pendarahan, dan mengobati ambeien.

Untuk menetapkan kadar flavonoid total dalam ekstrak daun sintrong

dilakukan uji kuantitatif dengan membandingkan spektrum serapan pada panjang

gelombang maksimum, dan daya serap dengan pengukuran absorbansi melalui


Spektrofotometer UV-Vis dengan larutan standar kuersetin (Wiranti, 2017).

Sedangkan untuk penetapan kadar tanin dapat dilakukan dengan metode

Spektrofotometri UV/Vis dengan pembanding asam tanat. Untuk dapat dibaca

serapannya pada daerah panjang gelombang visibel maka ekstrak harus dilarutkan dan

direaksikan dengan reagen pembentuk warna, yaitu folin denis. Pembentukan

warnanya berdasarkan reaksi reduksi oksidasi, dimana tanin sebagai reduktor. Folin

denis sebagai oksidator, tanin yang teroksidasi akan mengubah fosmolibdat dalam

folin denis menjadi fosmolibdenim yang berwarna biru yang dapat menyerap sinar

pada daerah panjang gelombang visibel (Andriyani, 2010).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu di lakukan penelitian yang

lebih intensif mengenai perbandingan kadar flavonoid total dan tanin total dari daun

sintrong (Crassocephalum crepidioides) dengan metode ekstraksi secara infundasi dan

maserasi, sehingga potensi tumbuhan ini sebagai bahan baku obat untuk pencegahan

maupun pengobatan berbagai penyakit dapat lebih dikembangkan dengan maksimal.

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi

dalam penelitian ini adalah :

1) Berapa kadar flavonoid total dan tanin total ekstrak daun sintrong yang

diekstraksi dengan cara maserasi dan infundasi?

2) Apakah terdapat perbedaan kadar flavonoid total dan kadar tanin total pada

daun sintrong yang diekstraksi dengan cara maserasi dan infundasi?


3. Tujuan Penelitian

Sesuai identifikasi masalah tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1) Mengetahui berapa kadar flavonoid total dan tanin total ekstrak daun sintrong

yang diekstraksi dengan cara maserasi dan infundasi

2) Mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar flavonoid total dan kadar tanin

total pada daun sintrong yang diekstraksi dengan cara maserasi dan infundasi

4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kadar total flavonoid

dan kadar total tanin pada daun sintrong.

5. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2022 di Laboratorium

Bahan Alam dan Laboratorium Instrumen, Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Al-Ghifari, Bandung, Jawa Barat.

6. Metodologi Penelitian

6.1 Pengumpulan Bahan Tanaman

Simplisia yang digunakan pada penelitian ini yaitu daun asam sintrong yang

diperoleh dari Desa Hegarmanah, Kecamatan Cikancung, Kabupaten

Bandung.

6.2 Determinasi Tanaman

Determinasi bahan dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan

Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(FMIPA) Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung.

6.3 Pembuatan Simplisia

Langkah pertama dalam pembuatan simplisia adalah pengumpulan bahan

baku, ada pula beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain : umur
tumbuhan atau bagian tumbuhan pada waktu panen, dan lingkungan tempat

tumbuh. Setelah bahan baku terkumpul maka tahap selanjutnya adalah sortasi

basah yaitu untuk memisahkan kotoran dan bahan asing yang ikut terbawa.

Dilanjutkan dengan pencucian simplisia, guna menghilangkan tanah dan

pengotor lainnya yang melekat pada simplisia menggunakan air mengalir.

Setelah simplisia bersih lalu dilakukan perajangan, untuk mempermudah

proses pengeringan terutama pada simplisia bertekstur tebal. Pengeringan

dilakukan dengan cara di angin-anginkan sampai simplisia benar-benar kering.

Tujuan pengeringan ini untuk menghentikan reaksi enzimatik dan mengurangi

kadar air sehingga simplisia tidak rentan ditumbuhi oleh jamur. Jika proses

pengeringan sudah selesai maka tahap selanjutnya adalah sortasi kering

dengan tujuan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian tanaman

yang tidak diinginkan dan pengotor-pengotor lain yang masih ada dan

tertinggal pada simplisia kering. Setelah sortasi kering maka perlu dilakukan

pengepakan agar simplisia tidak rusak atau berubah mutunya. Penyimpanan

simplisia harus di tempat yang kering, tidak lembab, dan terhindar dari sinar

matahari langsung. (Hartini dan Wulandari, 2016).

6.4 Penetapan Kadar Air

Digunakan alat moisture balance, yaitu dimasukkan 2 gram serbuk simplisia

dalam pinggan berlapis alumunium foil yang telah ditara dengan

memposisikan jarum di tengah skala terlebih dahulu kemudian diukur kadar

airnya pada suhu 1050C hingga jarum pada alat tidak berubah atau konstan,

kemudian jarum pada alat diputar hingga jarum berada di posisi tengah

kembali, maka akan didapat persen kadar air (Elfiyani dkk., 2014).

Bobot awal−Bobot akhir


Kadar Air = x
Bobot awal
6.5 Ekstraksi Metode Maserasi

Pembuatan ekstrak daun sintrong dilakukan dengan cara maserasi. Sebanyak

100 gram serbuk daun sintrong dimasukkan ke dalam etanol 70% sebanyak

1000 mL (1:10) dan didiamkan selama 3 x 24 jam dalam suhu kamar dan

setiap 24 jam, pelarut diganti dengan yang baru. Ekstrak disaring untuk

memisahkan ampas dan filtratnya. Selanjutnya, filtrat dievaporasi pada suhu

40°C sampai tidak ada pelarut yang menetes lagi sehingga didapatkan ekstrak

kental. (Simanungkalit dkk., 2020). Nilai rendemen ditentukan dengan

menggunakan

rumus di bawah ini:

Rendemen =x 100%

6.6 Ekstraksi Metode Infundasi

Ekstrak daun sintrong dibuat dengan cara infundasi. Serbuk daun sintrong

sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam gelas kimia yang berisi aquades

1000 mL. Selanjutnya campuran dipanaskan pada suhu 90°C selama 15 menit.

Setelah itu campuran didiamkan dan kemudian disaring menggunakan kain

flannel, dan jika volume kurang dari 1000 ml, maka ditambahkan dengan air

hangat melalui residu saringan hingga volumenya mencapai 1000 mL.

(Lahamado dkk., 2017). Ekstrak cair yang memiliki konsistensi cair dan

kandungan pelarutnya yang masih tinggi dapat diubah menjadi bentuk ekstrak

kental. Proses pengentalan ini dapat dilakukan melalui penguapan dengan

menggunakan alat Vacuum Rotary Evaporator. Cara kerjanya yaitu perputaran


labu dalam sebuah pemanas pada temperatur dan kecepatan putar tertentu,

akan menguapkan cairan yang terkandung dalam ekstrak. Pengaturan

dalamnya pencelupan kedalam penangas air, suhu penangas, hampa udara dan

suhu pendingin membuat kondisi optimal dapat terpenuhi sehingga proses

pengentalan ekstrak dapat berlangsung dengan cepat. Nilai rendemen

ditentukan dengan menggunakan rumus di bawah ini:

Rendemen =x 100%

6.7 Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia simplisia dan ekstrak dilakukan untuk mengetahui

senyawa kimia dalam daun sintrong dengan cara kualitatif. Penapisan ini

dilakukan terhadap sampel simplisia dan ekstrak daun sintrong yang

dilakukan dalam penelitian ini meliputi :

A. Identifikasi Flavonoid

Sebanyak 1 g ekstrak ditambahkan dengan air panas secukupnya, kemudian

dididihkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat sebanyak 5 mL ditambahkan

0,05 g serbuk Magnesium dan 1 mL asam klorida pekat, kemudian dikocok

kuat-kuat. Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning

atau jingga (Baud dkk., 2014).

B. Identifikasi Tanin

Sebanyak 1 g ekstrak ditambahkan dengan 10 mL air panas. Kemudian

tambahkan 1-2 tetes pereaksi Besi (III) klorida, jika terjadi warna biru

kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Sari dkk., 2021).
6.8 Penetapan Kadar Flavonoid Total

A. Penentuan panjang gelombang maksimum (ƛ maks) kuersetin

Penentuan panjang gelombang maksimum kuersetin dilakukan dengan running

larutan kuersetin pada range panjang gelombang 400 – 550 nm. Hasil running

menunjukkan panjang gelombang maksimum tersebut yang digunakan untuk

mengukur serapan dari sampel ekstrak etanol daun sintrong (Aminah dkk.,

2017).

B. Pembuatan kurva standar kuersetin

Ditimbang sebanyak 25 mg baku standar kuersetin dan dilarutkan dalam 25

mL etanol. Larutan stok dipipet sebayak 1 mL dan dicukupkan volumenya

sampai 10 mL dengan etanol sehingga diperoleh konsentrasi 100 ppm. Dari

larutan standar kuersetin 100 ppm, kemudian dibuat beberapa konsentrasi

yaitu 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm dan 14 ppm. Dari masing-masing

konsentrasi larutan standar kuersetin dipipet 1 mL. Kemudian ditambahkan 1

mL Alumunium klorida 2% dan 1 mL kalium asetat 120 mM. Sampel

diinkubasi selama satu jam pada suhu kamar. Absorbansi ditentukan

menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang

maksimum yang diperoleh. (Aminah dkk., 2017).

C. Penetapan kadar flavonoid total ekstrak etanol daun sintrong

Ditimbang 15 mg ekstrak, dilarutkan dalam 10 mL etanol 70%, sehingga


diperoleh konsentrasi 1500 ppm. Dari larutan tersebut dipipet 1 mL kemudian

ditambahkan 1 mL larutan Alumunium klorida 2% dan 1 mL kalium asetat

120 mM. Sampel diinkubasi selama 1 jam pada suhu kamar. Absorbansi

ditentukan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis pada panjang

gelombang maksimum yang diperoleh. Sampel dibuat dalam tiga replikasi

untuk setiap analisis dan diperoleh nilai rata – rata absorbansi (Aminah dkk.,

2017).

6.9 Penetapan Kadar Tanin Total

A. Pembuatan Larutan Standar Asam Tanat 1000 ppm

Sebanyak 25 mg asam tanat ditimbang kemudian dilarutkan dengan

aquadest dalam gelas kimia. Selanjutnya dimasukkan dalam labu ukur 25

mL dan ditambahkan aquadest sampai tanda batas. Larutan tersebut

dijadikan sebagai larutan induk 1000 ppm, dari larutan tersebut dibuat

larutan standar dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40, 50 ppm (Pratama dkk.,

2019).

B. Pembuatan Larutan Natrium Karbonat Jenuh

Pembuatan larutan Natrium karbonat jenuh dilakukan dengan cara

menimbang sebanyak 7,5 gram Natrium karbonat kemudian dilarutkan

dengan aquadest dalam gelas kimia dan dipanaskan pada suhu 600C.

Setelah larut sempurna dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL (Pratama

dkk., 2019).

C. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum


Salah satu konsentrasi larutan baku yaitu 30 ppm diambil dan diukur

serapannya pada rentang panjang gelombang 400–800 nm. Panjang

gelombang yang menunjukkan nilai serapan tertinggi merupakan panjang

gelombang maksimum (Pratama dkk., 2019).

D. Pengukuran Larutan Standar Asam Tanat

Larutan standar dari masing–masing konsentrasi 10, 20, 30, 40, 50 ppm

diambil sebanyak 1 mL selanjutnya dicampur dengan 1 mL reagen Folin-

Ciocalteau. Campuran dibiarkan selama 3 menit kemudian ditambah

dengan Natrium karbonat jenuh sebanyak 1 mL dan diletakkan di tempat

yang tidak terkena cahaya selama 40 menit untuk proses homogenisasi.

Setelah itu, dilakukan pengukuran dengan spektrofotometri UV-Vis. Hasil

pembacaan absorbansi yang diperoleh digunakan untuk pembuatan kurva

kalibrasi standar terhadap konsentrasi dari larutan standar asam tanat

(Pratama dkk., 2019).

E. Analisis Kadar Tanin.

Sebanyak 0,5 gram maserat ditimbang dan dilarutkan dengan

aquabidestilata sampai 10 ml. Jika belum larut sempurna bisa dibantu

dengan alat yang berfungsi untuk menghomogenkan larutan. Dipipet 1,0 ml

sampel dengan seksama, dimasukkan ke dalam wadah berukuran 10 ml

yang telah berisi 7,5 ml aquabidestilat. Ditambahkan 0,5 ml reagen Folin-

Ciocalteau, didiamkan selama 3 menit, ditambankan 1,0 ml larutan Natrium

karbonat jenuh. Diinkubasi selama 15 menit, kemudian dibaca serapannya

pada panjang gelombang maksimum. Pengukuran 3 kali dihitung dengan

menggunakan kurva baku yang telah didapat sehingga diketahui konsentrasi


dari sampel yang diukur (Mukhriani dkk., 2014).
DIAGRAM ALUR PENELITIAN

Pengumpulan Tanaman

Determinasi Tanaman

Penapisan
Penentuan Kadar
Fitokimia
Air
Simplisia

Ekstraksi dengan Metode


Infundasi dan Metode
Maserasi

Penentuan Kadar Flavonoid


dan Tanin Total Ekstrak
Daun Sintong dengan
Metode Spektrofotometri
UV-Vis

DAFTAR PUSTAKA

Aminah, Tomayahu N, dan Abidin Z, 2017, Penetapan Kadar Flavonoid Total


Ekstrak Etanol Kulit Buah Alpukat (Persea americana Mill.) dengan
Metode Spektrofotometri Uv-Vis. Jurnal Fitofarmaka Indonesia, Vol. 4
No.2.

Andriyani D, Utami P, dan Dhiani B, 2010, Penetapan Kadar Tanin Daun


Rambutan (Nephelium lappaceum.L.) Secara Spektrofotometri
Ultraviolet Visibel. PHARMACY, Vol. 07 No.02, ISSN 1693-3591.

Azizah D, Kumolowati E, dan Faramayuda F, 2014, Penetapan Kadar Flavonoid


Metode Alumunium klorida pada Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao
(Theobroma cacao L.). Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol. 2 No 2, Hal 45-
49, ISSN 2354-6565.

Baud G, Sangi M, Koleangan H, 2014, Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Dan


Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Batang Tanaman Patah Tulang
(Euphorbia tirucalli L.) Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT). Jurnal Ilmiah Sains Vol. 14 No. 2.

Elfiyani R, Radjab N, dan Harfiyyah L, 2014, Perbandingan Penggunaan Asam


Sitrat dan Tartrat Terhadap Sifat Fisik Granul Effervescent Ekstrak
Kering Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Media Farmasi,
Vol. 11 No.1,Hal 7-17.

Hartini S, dan Wulandari T, 2016, Buku Panduan Praktikum Farmakologi


Fitokimia. Jurnal Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma, hal. 0–22.

Lahamado O, Sabang S, dan Mustapa K, 2017, Ekstrak Daun Asam Jawa


(Tamarindus indica L.) Sebagai Antidiabetes. J. Akademika Kim. 6(1),
ISSN 2302-6030 (p), 2477-5185 (e).

Lestari T, Nurmala A, dan Nurmalasari M, 2015, Penetapan Kadar Polifenol dan


Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sintrong (Crassocephalum
crepidiodes (Benth.) S. Moore). Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada,
Volume 13 Nomor 1.

Mukhriani, Nonci F, dan Mumang, 2014, Penetapan Kadar Tanin Total Ekstrak
Biji Jintan Hitam (Nigella sativa) Secara Spektrofotometri Uv-Vis. JF
FIK UINAM, Vol.2 No.4.

Pratama M, Razak R, dan Rosalina V, 2019, Analisis Kadar Tanin Total Ekstrak
Etanol Bunga Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) Menggunakan Metode
Spektrofotometri Uv-Vis. Jurnal Fitofarmaka Indonesia, Vol. 6 No.2, 368-
373.

Reziana R, Putri A, dan Lukmayani Y, 2015-2016, Identifikasi Flavonoid dari Daun


Wawalingian (Typha domingensis Pers). Volume 2, No.2, ISSN: 2460-
6472.

Sari M, Ulfa R, dan Marpaung M, 2021, Penentuan Aktivitas Antioksidan dan


Kandungan Flavonoid Total Ekstrak Daun Papasan (Coccinia grandis
L.) Berdasarkan Perbedaan Pelarut Polar. Jurnal Riset Kimia, 7(1), 2021:
30-41.

Simanungkalit E, Duniaji A, dan Ekawati I, 2020, Kandungan Flavonoid dan


Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sintrong (Crassocephalum
crepidiodes) Terhadap Bakteri Bacillus cereus. Jurnal Itepa, 9 (2), Hal
202-210, ISSN : 2527-8010.

Wiranti F, Purwanti L, dan Sadiyah E, 2017, Penentuan Kadar Flavonoid Total


pada Herba Kelingkit Taiwan (Malpighia coccigera L.). Volume 3 No.2,
ISSN 2460-6472.

Anda mungkin juga menyukai