Anda di halaman 1dari 8

Jurnal EduBio Tropika, Volume 5, Nomor 1, April 2017, hlm.

1-53

Teuku Hadi Wibowo Atmaja


Prodi Magister Pendidikan Biologi FKIP Universitas Syiah Kuala

Mudatsir
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

Samingan
Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Syiah Kuala

Korespondensi: thadiwibowo@gmail.com

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK ETANOL BUAH PALA (Myristica fragrans)


TERHADAP DAYA HAMBAT Staphylococcus aureus
ABSTRAK: Penelitian bertujuan mengetahui sumber ekstrak dari buah pala (daging buah, fuli dan biji pala)
yang berpengaruh terhadap daya hambat Staphylococcus aureus. Selain itu juga untuk mengetahui konsentrasi
dari sumber ekstrak yang memiliki daya hambat terbaik terhadap S. aureus. Penelitian dilakukan di
laboratorium kimia dan biologi FKIP Unsyiah. Metode penelitian adalah metode eksperimen, menggunakan
rancangan acak lengkap non faktorial dengan empat ulangan. Peubah yang diamati adalah diameter daya
hambat yang terbentuk. Data dianalisis mengunakan Analisis Varian dan dilanjutkan uji Beda Nyata Jujur
(BNJ). Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh nyata dari sumber ekstrak daging buah, fuli dan biji
pala terhadap daya hambat S. aureus. Sumber ekstrak fuli memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan
daging buah dan biji pala. Sumber ekstrak dan konsentrasi terbaik pengaruhnya terhadap daya hambat S. aureus
adalah fuli mulai dari konsentrasi 5 x 105 ppm. Semakin besar konsentrasi yang diberikan maka semakin besar
daya hambat yang dihasilkan oleh ketiga sumber ekstrak etanol terhadap S. aureus.

Kata Kunci: Myristica fragrans, Staphylococcus aureus, dan daya hambat

EFFECT OF THE CONCENTRATION OF PALA (Myristica fragrans) ETHANOL EXTRAACT


ON THE INHIBITION OF Staphylococcus aureus
ABSTRACT: This study has been conducted at Laboratory of Chemical and Biology Education at Faculty of
Teacher Training and Education, Syiah Kuala University, for extraction, phytochemical test and anti-bacterial
activity test. The study is purposed to find: the extract sources from Myristica fragrans (fruit flesh, mace, and
nutmeg), which influence to the inhibition of Staphylococcus aureus and also to find the concentration of
extract source with the best inhibition against S. aureus. The method used in this study was an experimental
method, using Non Factorial Completely Randomized Design (CRD) with four repetitions. The observed
variable was diameter of inhibiting zones formed. Data was analyzed using Analysis of variance (ANOVA) and
continued with Honestly Significant Difference (HSD) test. The study result showed that: there are significant
effectsof extract sources from M. fragrans fruit flesh, mace, and nutmeg to the inhibition of S. aureus. Extract
source from mace gave more effect compared to the fruit flesh and the nutmeg. The extract source and
concentration with the best effect on S. aureus inhibition was mace with concentration started from 5 × 105
ppm. The higher concentrations given, so the more inhibition effect resulted from the three ethanol extract
sources to the S. aureus.

Keywords: Myristica fragrans, Staphylococcus aureus, and inhibition

PENDAHULUAN
Salah satu tumbuhan yang sudah (nutmeg oil), lemak pala (oleoresin) dan ekstrak
dikenal sebagai tumbuhan obat tradisional adalah (volatile) (Maya dkk., 2004).
pala (Myristica fragans Houtt), tanaman ini Buah pala merupakan tanaman asli Indonesia
memiliki manfaat dan nilai jual yang cukup tinggi. yang berasal dari kepulauan Banda dan Maluku
Seluruh bagian dari tanaman pala ini memiliki yang kemudian menyebar dan berkembang ke
khasiat yang luar biasa bagi manusia. Buah pala pulau-pulau seperti Aceh, Sulawesi Utara dan
terdiri dari daging buah, biji (nuts), fuli (mace), Papua. Di Indonesia saat ini dikenal beberapa jenis
buah pala dapat dibuat menjadi minyak pala pala, salah satunya Myristica fragrans Houtt yang

1
2 Atmaja, dkk.

berasal dari kepulauan Banda, pala jenis ini METODE


merupakan salah satu pala yang terbaik di Metode yang digunakan dalam penelitian ini
Indonesia, baik dari segi kualitas maupun merupakan eksperimental laboratorium yang meng
produktifitasnya (Nurdjannah, 2007). gunakan rancangan acak lengkap non faktorial dan
Saat ini telah dikembangkan industri pembua data hasil pengukuran juga dideskripsikan menurut
tan minyak pala, dimana ekstraksi minyak pala standar Morales dkk., 2003. Penentuan konsentrasi
dapat Digunakan sebagai bahan pembuatan berdasarkan uji pendahuluan, pada penelitian ini
kosmetik pemutih kulit (whitening agent). Minyak dibuat 12 kelompok perlakuan pemberian eks-trak
pala juga digunakan sebagai bahan aktif tambahan buah pala yang terdiri dari daging buah, fuli dan
pada pembuatan sabun mandi untuk menghambat biji pada konsentrasi 10 x 105 ppm, 7,5 x 105 ppm,
pertumbuhan bakteri dan fungi. 5 x 105 ppm, 2,5 x 105 ppm, serta 2 kelompok
Ekstrak merupakan salah satu produk kontrol yang terdiri dari kontrol positif antibio-
metabolisme sekunder, yang dihasilkan dari tik Klindamisin dan kontrol negatif Carboxyl Metil
berbagai jaringan tanaman. Ekstrak biji pala Cellulose (CMC) 1% terhadap daya hambat Staph
terhadap pertumbuhan bakteri pada konsentrasi ylococcus aureus. Masing-masing perlakuan
rendah mempunyai efektivitas rendah (Indrasti diulang sebanyak 4 kali.
dkk., 2012). Kusumaningrum dkk., (2003)
menyatakan minyak atsiri biji pala memiliki daya Pembuatan Ekstrak Etanol Buah Pala
antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak Buah pala yang diperoleh dipisah antara
kasarnya. Daging buah pala juga mengandung Daging buah, fuli dan biji pala, dibersihkan dan
minyak atsiri 1,1% (Nurdjannah, 2007). dipotong kecil-kecil, selanjutnya dikeringkan
Hasil dari analisis yang dilakukan pada minyak ats dengan cara ditutup menggunakan kain berwar-na
iri daun pala dengan konsentrasi 0,5%- hitam dan diangin-anginkan selama 3 hari.
100% memberikan nilai zona hambat yang berbed Selanjutnya masing-masing dari daging buah, fuli
a nyata terhadap S. aureus dan Escherichia coli dan biji pala diblender sampai halus. Daging buah,
(Rastuti dkk., 2012). fuli dan biji pala yang sudah diblender kemudian
S. aureus merupakan flora normal yang ditimbang masing-masing sebanyak 1.000 gr dan
terdapat pada kulit dan saluran pernafasan, nam- direndam dengan etanol masing-masing sebanyak
un bakteri ini bisa berubah menjadi bakteri 1.000 ml selama 24 jam. Kemudian campuran
patogen yang membahayakan bagi manusia. etanol tersebut disaring untuk memisahkan filtrat
Bakteri ini banyak terdapat pada selaput lendir, dan residu. Filtrat yang diperoleh masih
bisul, infeksi pneumonia dan luka, penyakit atau mengandung banyak pelarut sehingga harus
infeksi pada kulit umumnya disebabkan oleh S. dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu
aureus (Schlegel, 1994). Bakteri ini dapat masuk 45ºC Hasil pemekatan ini disebut ekstrak
ke dalam kulit melalui folikel rambut, kelenjar (Harborne, 1987).
sebasea, luka atau lecet pada kulit (Gupte, 1990), Pengenceran ekstrak daging, fuli dan biji
bakteri S. aureus juga dapat menyebabkan infeksi pala dari ekstrak awal, diencerkan masing-masing
pada luka bakar (Jawetz dkk., 2005). menjadi 4 konsentrasi yaitu perlakuan 1 dengan
Menurut Mathers dkk., (2008) catatan Word konsentrasi 10 x 105 ppm, perlakuan 2 dengan
Health Organization 2008, lebih dari 9.500.000 konsentrasi 7,5 x 105 ppm, perlakuan 3 dengan
orang meninggal dunia setiap tahunnya konsentrasi 5 x 105 ppm, perlakuan 4 dengan
diakibatkan oleh penyakit infeksi. Infeksi yang konsentrasi 2,5 x 105 ppm. Pembuatan variasi
disebabkan oleh S. aureus mulai berbahaya dan me konsentrasi dilakukan dengan mengunakan CMC
ngkhawatirkan, terutama terjadi resistensi obat 1% sebagai pengencer.
pada pengunaan antibiotik.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Uji fitokimia Terdiri dari Alkaloid, Flavonoid,
sumber ekstrak dari daging buah, fuli dan biji pala Tanin, Saponin, Steroid dan Terpenoid
yang berpengaruh terhadap daya hambat dan Uji fitokimia dilakukan di laboratorium
sumber ekstrak yang lebih baik pengaruh daya kimia. Senyawa yang dianalisis terdiri dari
hambatnya terhadap S. Aureus dan untuk Alkaloid, Flavonoid, Tanin, Saponin, Steroid dan
mengetahui konsentrasi ekstrak dari daging buah, Terpenoid
fuli dan biji pala yang memiliki daya hambat
terbaik terhadap S. aureus.
Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Etanol Buah Pala (Myristica fragrans) 3

Uji Alkaloid Penyiapan Suspensi Bakteri


Sebanyak 1 ml ekstrak awal kemudian Penyiapan kerapatan bakteri dilakukan
ditambahkan 1 ml amoniak dan 10 ml kloforofom, dengan cara mensuspensikan bakteri yang telah
kemudian disaring. Filtrat yang terbentuk diinokulasi selama 24 jam mengunakan ose steril
ditambahkan dengan 5 tetes H2SO4 lalu dikocok, ke dalam tabung reaksi yang berisi 5 ml larutan
diamkan sampai asam sulfat dan klorofom NaCl 0,9%. Selanjutnya suspensi bakteri divortex
terpisah. Lapisan asam sulfat yang terbentuk selama ±15 detik sampai homogen lalu dituangkan
dipisahkan menjadi 3 bagian ke dalam tabung ke dalam cuvettes menggunakan mikro pipet
reaksi. Bagian pertama ditambahkan dengan sebanyak 750 µl. Suspensi disetarakan
reagen Mayer, bila terjadi endapan putih menggunakan spektrofotometer pada serapan
kekuningan maka positif alkaloid. Bagian kedua panjang gelombang 625 nm untuk menilai standar
ditambahkan dengan reagen Dragendorf, bila kekeruhan yang menunjukan kerapatan optik 0,08-
terjadi endapan coklat jingga maka positif alkaloid. 0,1 untuk mendapatkan standar kerapatan bakteri
Bagian ketiga ditambahkan dengan reagen 1-2 x 108 CFU/ml, jika suspensi kurang maka
Borchard, bila terjadi endapan berwarna coklat ditambahkan bakteri dan jika lebih ditambahkan
maka positif terhadap alkaloid (Harbone, 1987). NaCl 0.9%.

Uji Flavonoid Uji Antibakteri


Sebanyak 1 ml ekstrak awal diuapkan dan Pelaksanaan uji aktivitas antibakteri ini
dicuci dengan heksana sampai jernih. Residu menggunakan metode difusi cakram. Uji
dilarutkan dalam 5 ml etanol kemudian disaring. antibakteri dilakukan setelah penyiapan suspensi
Filtrat yang diperoleh ditambahkan 0,5 ml HCL bakteri mendapatkan standar kerapatan bakteri 1-2
dan logam magnesium, kemudian amati perubahan x108 CFU/ml. Suspensi bakteri tersebut diswab
warna yang terjadi. Hasil uji positif apabila mengunakan kapas lidi steril di atas media MHA,
terbentuk warna merah atau ungu (Harbone, 1987). pada saat dilakukan swab cawan Petri diputar
dengan sudut 60º hingga suspensi bakteri merata di
Uji Tanin permukaan MHA.
Sebanyak 1 ml ekstrak awal ditambahkan 10 Kertas cakram kosong diteteskan
ml aquades, kemudian dididihkan selama 5 menit. mengunakan mikro pipet sebanyak 20 µl ekstrak
Larutan ini disaring dan filtratnya ditambahkan buah pala yang masing-masing terdiri dari daging,
dengan 5 tetes pereaksi FeCL3 1%. Larutan fuli dan biji pala dengan konsentrasi 10 x 105 ppm,
berwarna putih keruh yang terbentuk menunjukkan 7,5 x 105 ppm, 5 x 105 ppm, 2,5 x 105 ppm, dan
adanya tanin. CMC 1% sebagai kontrol negatif. Tujuannya
supaya kertas cakram menyerap larutan ekstrak
Uji Steroid dan Terpenoid dengan sempurna. Setelah larutan ekstrak terserap
Sebanyak 1 ml ekstrak awal ditambahkan 10 sempurna, kertas cakram dengan konsentrasi 10 x
ml etanol lalu dipanaskandan disaring. Filtratnya 105 ppm, 7,5 x 105 ppm, 5 x 105 ppm, 2,5 x 105
diuapkan kemudian ditambahkan eter. Lapisan eter ppm, dari masing-masing ekstrak daging, fuli dan
ditambahkan dengan pereaksi Liberman Burchard. biji pala dan CMC 1% sebagai kontrol negatif (K-)
Warna hijau menunjukkan adanya steroid dan dan kertas cakram antibiotik Klindamisin sebagai
warna merah menunjukan adanya terpenoid. kontrol positif (K+) diletakkan di atas media MHA
yang telah diinokulasikan bakteri S. Aureus dengan
Uji Saponin kerapatan bakteri 1-2 x 108 CFU/ml menggunakan
Sebanyak 1 ml ekstrak awal ditambahkan 5 pinset steril. Selanjutnya diinkubasikan ke dalam
ml aquades lalu dipanaskan selama 5 menit, inkubator pada suhu 37ºC selama 24 jam.
kemudian dikocok selama 5 menit. Jika Hasil inkubasi selama 24 jam dilakukan
menimbulkan gelembung menunjukkan adanya pengamatan zona hambat yang terbentuk terhadap
saponin (Harbone, 1987). pertumbuhan bakteri S. Aureus dan diukur
diameter zona hambat dengan mengunakan jangka
Penyiapan Bakteri Uji sorong untuk menentukan parameter yang akan
Isolat bakteri S. aureus diinokulasikan diamati.
dengan menggoreskan ke media NA mengunakan
ose steril, lalu dimasukkan kedalam inkubator pada Parameter yang Diamati
suhu 37ºC selama 24 jam. Parameter yang diamati adalah diameter
4 Atmaja, dkk.

daya hambat yang terbentuk setelah diinokulasi terendah. Jika sumber ekstrak yang berasal dari
selama 24 jam pada sumber ekstrak daging pala, fuli dibandingkan kontrol positif mengunakan
fuli pala dan biji pala terhadap Staphylococcus Klindamisin, fuli memberikan daya hambat
aureus. Diameter daya hambat berupa daerah setengah dari keefektifan daya hambat yang
bening di sekitar kertas cakram yang dihitung dihasilkan Klindamisin.
mengunakan jangka sorong dalam satuan mili Hasil perolehan diameter daya hambat
meter (mm). terhadap pertumbuhan S. Aureus dianalisis
mengunakan Analisis Varian (ANAVA). Hasil uji
Analisa Data ANAVA terhadap aktivitas antibakteri dari ketiga
Data yang diperoleh dianalisis dengan sumber ekstrak etanol buah pala dengan berbagai
mengunakan Analisis Varian (ANAVA). Apabila konsentrasi diperoleh nilai signifikan 0,000 yang
terdapat pengaruh pada perlakuan maka berarti nilai signifikan < α (0,000 < 0,05)
dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ). menunjukan pengaruh nyata pada taraf 5%. Jadi
ketiga sumber ekstrak etanol buah pala
Data hasil pengukuran juga dideskripsikan
berpengaruh nyata terhadap daya hambat
menurut standar (Morales dkk., 2003).
pertumbuhan S. aureus yang disebabkan oleh
perlakuan dari ketiga sumber ekstraketanol buah
Tabel 1. Respon Daya Hambat Pertumbuhan
pala dari setiap konsentrasi, maka akan dilanjutkan
Bakteri Menurut Morales uji BNJ (Beda Nyata Jujur) pada taraf 5% untuk
Diameter Daya Hambat (mm) Respon mengetahui perlakuan yang berbeda nyata.
Tidak ada aktifitas - Hasil uji BNJ dengan taraf α = 0,05
6-10 mm + menunjukan bahwa rata-rata diameter daya hambat
11-20 mm ++ pertumbuhan S. aureus dari ketiga sumber ekstrak
21-30 mm +++ etanol yaitu daging buah, fuli dan biji pala oleh
Sumber: Morales dkk., 2003 setiap konsentrasi terdapat adanya perbedaan nyata
dengan nilai signifikan kurang dari nilai α (0,05).
HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan nyata terbagi menjadi 6 kelompok
Hasil Daya Hambat Ekstrak notasi yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Ketiga sumber ekstraksi dengan konsentrasi
yang sama memiliki daya hambat yang berbeda- Tabel 2. Hasil Uji BNJ Dari Pengaruh Sum-
beda. Hasil pengamatan dapat dilihat pada ber Ekstrak Buah Pala dan Konsentrasi
Gambar 1 terhadap Pertumbuhan S. aureus.

Keterangan:
Gambar 1. Rataan Daya Hambat Ekstrak Etanol Angka-angka yang diikuti oleh notasi huruf yang
Daging Buah, Fuli dan Biji Pala sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf
Terhadap S. aureus. 5% (Uji BNJ).

Rata-rata daya hambat yang terbentuk dari Pada Tabel 2. Hasil uji BNJ terbagi menjadi
sumber ekstrak etanol daging buah, fuli dan biji 6 kelompok notasi yaitu: kelompok pertama adalah
pala terhadap S. Aureus pada konsentrasi 2,5 x 105 kelompok dengan notasi (a) pada daging buah 2,5
ppm sampai dengan konsentrasi 10 x 105 ppm, x 105 ppm, kelompok kedua dengan notasi (bc)
menunjukan bahwa sumber ekstrak fuli memiliki pada daging buah 5 x 105 ppm dan biji pala 2,5 x
daya hambat lebih tinggi dibandingkan sumber 105 ppm, kelompok ketiga dengan notasi (def)
ekstrak yang berasal dari daging buah dan biji pala pada fuli 2,5 x 105 ppm, daging buah 7,5 x 105
dimana daging buah memiliki daya hambat ppm dan biji pala 5 x 105 ppm, kelompok empat
Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Etanol Buah Pala (Myristica fragrans) 5

dengan notasi (ghi) pada daging buah 10 x 105 pada setiap konsentrasi dapat dikategorikan
ppm, biji pala 7,5 x 105 ppm dan fuli 5 x 105 ppm, menjadi beberapa bagian, seperti yang tertera pada
kelompok lima dengan notasi (jk) pada fuli 7,5 x Tabel 3.
105 ppm dan biji pala 10 x 105 ppm, kelompok
enam dengan notasi (l) pada fuli 7,5 x 105 ppm. Tabel 3. Rataan Respon Hambat Pertumbuhan S.
Perbedaan peningkatan daya hambat terhadap S. aureus terhadap Ekstrak Etanol Buah
aureus diduga adanya kandungan senyawa yang Pala Menurut Morales, ddk. (2003).
terdapat pada sumber ekstrak berdasarkan
konsentrasi yang digunakan memiliki kemampuan Sumber Konsentrasi Rata-rata Respon daya
antimikroba yang berbeda-beda, khususnya ekstrak ekstrak etanol daya hambat
kandungan senyawa fuli diduga lebih besar, lebih etanol hambat Menurut
Morales.
lengkap dan lebih tinggi dibandingkan dengan ddk, (2003)
daging buah dan biji pala, semakin tinggi Daging 2,5x105 ppm5 7,50 +
konsentrasi maka semakin besar daya hambat yang Buah x 105 ppm 8,42 +
ditimbulkan. Pala diketahui memiliki daya hambat 7,5 x 105 ppm 9,42 +
terhadap bakteri karena adanya kandungan 10 x 105 ppm 10,37 ++
senyawa miristisin, hidrokarbon terpen, dan Fuli 2,5x105 ppm 9,37 +
turunan fenilpropan (Praptosuwirya, 2001). 5 x 105 ppm 10,40 ++
7,5 x 105ppm 11,37 ++
Kandungan miristisin pada minyak atsiri menjadi
10 x 105 ppm 12,45 ++
salah satu faktor dalam perbedaan peningkatan Biji 2,5x105 ppm 8,50 +
daya hambat karena kandungan miristisin pada 5 x 105 ppm 9,42 +
minyak fuli pala jauh lebih besar dari kandungan 7,5 x 105ppm 10,40 ++
miristisin pada minyak biji dan daging buah pala 10 x 105 ppm 11,42 ++
(Ansory dkk., 2015).
Menurut Yuliani dan Satuhu, (2012) Dari Tabel 3. Berdasarkan Morales dkk.,
kandungan senyawa di dalam minyak fuli (2003) respon (+++) adalah respon daya hambat
kadarnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang kuat dengan diameter daya hambat lebih
minyak biji pala. Minyak atsiri Myristica fragrans besar dari 20 mm, respon (++) adalah respon daya
yang berasal dari fuli pala memiliki rendemen hambat sedang dengan diameter 10-20 mm, respon
4,75% sedangkan minyak atsiri dari biji pala (+) adalah respon daya hambat lemah dan respon
rendemennya sebesar 2,13% (Tamioyi dkk., 2015). (–) adalah tidak ada respon daya hambat dengan
Hasil penelitian Jamal dan Agusta (2004) diameter kurang dari 5 mm. Hasil penelitian yang
diperoleh persentase komposisi minyak atsiri jenis diperoleh dari ketiga sumber ekstrak etanol buah
Myritica fatua dari fuli lebih lengkap dan lebih pala terhadap S. aureus diperoleh nilai (++) hal ini
tinggi dibandingkan dengan biji dengan persentase menandakan pengaruh yang ditimbulkan dari
minyak atsiri fuli 0,81% sedangkan biji 0,73% dan ketiga sumber ekstrak memiliki daya hambat
jumlah komponen fuli 21 komponen sedangkan sedang, yang terdapat pada konsentrasi 5 x 105
biji 15 komponen. Selain itu berdasarkan hasil dari ppm pada fuli, 7,5 x 105 ppm pada biji pala, dan 10
analisis Gas Chromatoghrapy–Mass Spec- x 105 ppm pada daging buah. Sedangkan dibawah
trometry (GC-MS) komponen minyak atsiri dari konsentrasi 5 x 105 ppm hanya memberikan nilai
Myristica argentea yang dapat teridentifikasi dari (+) yang berarti lemah pada ketiga sumber ekstrak
minyak atsiri fuli pala umur delapan bulan adalah etanol buah pala terhadap pertumbuhan S. aureus.
29 komponen sedangkan pada biji pala 24 Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daging
komponen. Hasil destilasi minyak atsiri fuli 3,33 buah, fuli dan biji pala menunjukan adanya
% sedangkan biji 3,04 %. Dengan demikian kandungan senyawa alkaloid, saponin, tanin,
minyak atsiri fuli memiliki jumlah persentase dan flavonoid dan terpenoid. Hasil uji fitokimia ekstrak
komponen yang lebih banyak serta lebih tinggi daging buah, fuli dan biji dapat dilihat pada Tabel
dari pada biji pala (Mudlofar, 2012). 4.
Hasil uji fitokimia yang dilakukan oleh
Hasil Respon Hambat Berdasarkan Morales Thomas dan Krishnakumari, (2015) menyatakan
dkk., (2003) bahwa Analisis kualitatif dari ekstrak biji Myristica
Aktivitas antibakteri dapat dikelompokkan fragrans mengkonfirmasikan adanya metabolit
menjadi beberapa klasifikasi respon hambat sekunder seperti alkaloid, flavono id, saponin,
pertumbuhan bakteri. Berdasarkan klasifikasi tanin, fenol dan terpenoid. Sedangkan menurut
respon hambat Morales, aktifitas antibakteri Gayathri dan Anuradha, (2015) ekstrak aseton biji
sumber ekstrak etanol buah pala terhadap S. aureus dan fuli mengandung senyawa metabolik
6 Atmaja, dkk.

Tabel 4. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Etanol hidrolisis akibat pemanasan sehingga kadarnya
Daging Buah Fuli dan Biji Pala terlalu sedikit dan tidak dapat terdeteksi uji
Hasil Pengamatan fitokimia.
No Uji FItokimia Daging Hasil penelitian uji fitokimia menunjukkan
Fuli Biji
Buah bahwa ekstrak etanol daging buah, fuli dan biji
1 Alkaloid + + + pala memiliki kandungan senyawa alkaloid,
2 Saponin + + + saponin, tanin, flavonoid, terpenoid yang dapat
3 Tanin + + + menghambat pertumbuhan S. aureus. Sesuai
4 Flavonoid + + + dengan pernyataan Sari, (2006) bahwa suatu bahan
5 Steroid - - - alam dapat bersifat sebagai antibakteri disebabkan
6 Terpenoid + + + oleh zat aktif yang terdapat di dalamnya. Hal ini
Keterangan: didukung oleh penelitian mengenai aktivitas
+ : Senyawa terdapat di dalam ekstrak daging antimikroba yang menunjukan bahwa ekstrak
buah, fuli dan biji pala kasar yang mengandung flavonoid, triterpenoid da
– : Senyawa tidak terdapat di dalam ekstrak n steroid dapat menghambat pertumbuhan bakteri
daging buah, fuli dan biji pala S. aureus, Streptococcus faecalis dan E. coli. Hal
ini juga diperkuat Rohyani dkk., (2015) kandungan
sekunder alkaloid, flavonoid, tanin, terpenoid dan metabolis sekunder tumbuhan yang memiliki
steroid. Sedangkan ekstrak aseton daging buah senyawa flavonoid, alkaloid, steroid, tanin,
pala mengandung senyawa metabolik sekunder saponin, antrakuinon dan terpenoid merupakan
tanin, terpenoid dan steroid. Menurut Assa dkk., senyawa metabolit sekunder yang memiliki sifat
(2014) menyatakan bahwa dalam ekstrak biji pala, antibakteri, serta sebagai antimikroba dan
ekstrak fuli, dan ekstrak daging buah pala juga antivirus.
mengandung flavonoid dan terpenoid.
Saxena dan Patil, (2012) melaporkan lebih
SIMPULAN
lanjut hasil uji fitokimia ekstrak biji pala
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat
menggunakan pelarut yang berbeda-beda yaitu
disimpulkan terdapat pengaruh dari sumber ekstrak
dengan ekstrak methanol biji minyak pala
menunjukkan adanya alkaloid, steroid dan daging buah, fuli dan biji pala terhadap daya
glikosida. Ekstrak diklorometana biji minyak pala hambat S. aureus. Dimana sumber ekstrak fuli
menunjukkan adanya steroid, tanin dan fenol. memberikan pengaruh yang lebih baik
Ekstrak heksana biji minyak pala ditemukan dibandingkan daging buah dan biji pala dilihat dari
memiliki steroid, tanin dan flavonoid. Ekstrak besarnya hambatan pertumbuhan bakteri berupa
kloroform biji minyak pala menunjukan adanya zona bening pada media MHA dan terdapat
alkaloid dan tanin. perbedaan daya hambat pada setiap konsentrasi,
Dengan demikian adanya keragaman hasil semakin besar konsentrasi yang diberikan maka
senyawa metabolik sekunder buah pala disebabkan semakin besar daya hambat yang dihasilkan oleh
karena perbedaan pelarut dan konsentrasi yang ketiga sumber ekstrak etanol terhadap S. aureus,
digunakan Indraswari, (2008). Selain dari itu dapat dengan kriteria Morales konsentrasi terbaik
5
disebabkan pada saat ekstraksi senyawa terdapat pada fuli mulai dari konsentrasi 5 x 10
metabolik sekunder buah pala mengalami reaksi ppm.

DAFTAR RUJUKAN
Ansory, H. M., Sastrohamidjoj, H., Purwono, B. 2 (USA): IJCRGG ISSN : 0974-4290. Vol.6,
015. Perbandingan Kualitas Minyak Pala Ha No.4, pp 2460-2468
sil Isolasi Dari Bagian-Bagian Buah Pala Gayathri, R., Anuradha, V. 2015. Phytochemical
Berdasarkan Kadar Miristisin. Jurnal Screening and Total Phenolic Content of
Farmasi Indonesia. Vol. 12 No. 2. ISSN: Aqueous and Acetone Extracts of Seed,
1693-8615 EISSN : 2302-429. Hal: 127 – Butter, Mace of Nutmeg (Myristica
136. Fragrans Houtt). Int. J. Pharm. Sci. Rev.
Assa, J. R., Widjanarko, S. B., Kusnadi, J., Res. 33(1). Article No. 44, Hal: 236-239.
Berhimpon, S. 2014. Antioxi dant Potential Gupte, S. M. D. 1990. Mikrobiologi Dasar Edisi
of Flesh, Seed and Mace of Nutmeg Ketiga. Terjemahan dari The Short Text
(Myristica frag rans Houtt). International Books of Medical Microbiology, oleh Julius.
Journal of ChemTech Research CODEN Jakarta: Bina Rupa Akasa ra.
Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Etanol Buah Pala (Myristica fragrans) 7

Harbone, J. B, 1987. Metode Fitokimia Mudlofar, D., Satiawihardja, B., Indrasti, D. 2012.
(Penunutun Cara Moderen Menganalisis Analisis Komposisi Minyak Atsiri Fuli Dan
Tumbuhan). Terjemahan dari Method of Biji Pala Papua (Myristica argentea Warb)
Phytochemistry oleh Padmawinata, K dan Dengan GC-MS. Skripsi. Fakultas Teknologi
Seodiro, I. Bandung: Institut Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Bandung. Nurdjannah, N. 2007. Teknologi Pengolahan Pala.
Indrasti, N. S., Suprihatin dan Setiawan, W. K. Jurnal ilmiah Badan Penelitian dan
2012. Kombinasi Kitosan Ekstrak Pala Pengembangan Pertanian. Balai Besar
sebagai Bahan Anti bakteri dan Pengawet Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Alami Padafilet Kakap Merah (Lutjanus Sp). Pertanian.
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Praptosuwirya, T. 2001. Tantangan Pengembanga
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut n dan Fakta Jenis Tanaman Rempah. Bogor:
Pertanian Bogor. Jurnal Teknologi Industri Yayasan Prosea Indonesia.
Pertanian. 22 (2):122-130. Rastuti, U., Widyaningsih, S., Kartika, D.,
Indraswari, A. 2008. Optimasi Pembuatan Ekstrak Ningsih, D. R. 2012. Aktivitas Antibakteri
Daun Dewandaru (Eugenia Uniflora L.) Minyak Atsiri Daun Pala Dari Banyumas
Menggunakan Metode Maserasi dengan terhadap Staphylococcus aureus dan
Parameter Kadar Total Senyawa Fenolik dan Escherichia coli Serta Identifikasi Senyawa
Flavonoid. Skripsi. Fakultas Farmasi Penyusunnya. Program Studi Kimia Jurusan
Universitas Muhammadiyah Surakarta. MIPA Fakultas Sains dan Teknik.
Jamal, Y dan Agusta, A. 2004. Komposisi Kimia Universitas Jenderal Soedirman.
Minyak astiri Pala Wegio (Myristica fatua Rohyani, I. S., Aryanti, E., Suripto. 2015.
Houtt). Berila Biologi Volume 7, Nomor 3, Kandungan Fitokimia Beberapa Jenis
Desember 2004. Tumbuhan Lokal Yang Sering Dimanfaatkan
Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A., Brook, sebagai Bahan Baku Obat Di Pulau Lombok.
G. F., Butel dan Morse, S. A. 2005. Program Studi Biologi, Fakultas Matematika
Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Pertama. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Jakarta: Salemba Medika. Mataram. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon.
Kusumaningrum, G. S., Suranto, Setyaningsih, R. Volume 1, Nomor 2, April 2015 ISSN:
2003. Aktivitas Penghambatan Minyak 2407-8050 Halaman: 388-391 DOI:10.
Atsiri dan Ekstrak Kasar Biji Pala (Myristica 13057/psnmbi/m010237
fragrans Houtt dan Myristica fattua Houtt) Sari, L. O. R. K. 2006. Pemanfaatan Obat
terhadap Pertumbuhan Bakteri Xanthomonas Tradisional dengan Pertimbangan Manfaat
campestri Oammel asal Tanaman Brokoli dan Keamananya. Majalah Ilmu
(Brassica oleracea var. italica). Biofarmasi. Kefarmasian. Vol. III, No.1, 01-07.
1(1): 20-24. Saxena, R dan Patil, P. 2012. Phytochemical
Mathers, C. T., Boerma dan Fat, D. M. 2008. The Studies on Myristica fragrance Essential
Global Burden of Disease 2004 Update. Oil. Biological Forum-An International
World Heath Organization. (Online) Journal. 4(2): 62-64.
http://www.who.int/heathinfo/global_burden Schlegel, H. G. 1994. Mikrobiologi Umum. Edisi
_disease/GBD_report_2004updatefull.pdf keenam. Yogyakarta: Universitas Gajah
diakses 21 juni 2015). Mada Press.
Maya, K. M., Zachariah, T. J., Krishnamoorthy, B. Tamioyi, O., Sunarta, S., Pujiarti. R. 2015.
2004. Chemical Composition of Essential Pengaruh Perbedaan Bagian Biji terhadap
Oil Nutmeg. Indian Institute of spices Sifat Fisiko-Kimia, Komposisi Kimia dan
research. Journal of Spces and Aromatic Antioksidan Minyak Atsiri Pala (Myristica
Crop, Vol. 13 (2): 135-139 (2004). fragrans Houtt) dari Pulau Seram, Maluku.
Morales, G., Particia, S., Arlett, M., Adrian, P., Bagian Teknologi Hasil Hutan. Fakultas
Luis, A. L., Oscar, G & Jorge, B. 2003. Kehutanan. Universitas Gadjah Mada:
Secondary Metabolisme From Medical Plant Yogyakarta.
From Northern Cile: Antimicrobial Activity Thomas, R. A dan Krisnakumar, S. 2015.
and Biotoxicity Againt Artemia salian. Phytochemical Profiling of Myristica
Journal of The Chilean Chemical Society, fragrans Seed Extract With Different
48: 13-18. Organic Solvents. Asian Journal of
8 Atmaja, dkk.

Pharmaceutical And Clinical Research. Vol


8, Issue 1, 2015. ISSN - 0974-2441
Yuliani, S dan Satuhu. 2012. Panduan Lengkap
Minyak Asiri. Cetakan Pertama. Jakarta:
Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai