2337- 6597
Vol.6.No.1, Januari 2018 (15): 107- 112
Pengaruh IAA dan BAP Terhadap Induksi Tunas Mikro dari Eksplan Bonggol Pisang
Kepok (Musa paradisiaca L)
Effect of IAA and BAP on Micro Shoot Induction of Banana Shoot (Musa paradisiacaL)
Muhammad Sajali Sadat*, Luthfi Aziz Mahmud Siregar dan Hot Setiado
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas PertanianUSU Medan 20155
*
Corresponding author: luthfi2004@yahoo.com
ABSTRACT
The objective of the research was to determine the effect of the combination of IAA and BAP
on the micro shoot induction of banana Kepok. The research was conducted at the Tissue
Culture Laboratory, Horticultural Seed Center, Gedung Johor, Medan, North Sumatera,
Indonesia, from October 2016 to January 2017. The completely randomized design was used
with two factors; the first factor was IAA (1 mg/l, 2 mg/l, 3 mg/l, 4 mg/l) and the second
factor was BAP (2 mg/l, 4 mg/l, 6 mg/l, 8 mg/l). The result showed that the application of
IAA and BAP significantly affected the whole parameters observed. The combination of IAA
and BAP significantly affected the percentage of shoot proliferated and the number of shoots.
The combination of IAA and BAP (I4 B3) showed the highest shoot growth.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi IAA dan BAP terhadap
induksi tunas eksplan bonggol pisang kepok (Musa paradisiaca L) untuk pembentukan tunas
mikro. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan UPT. Benih Induk
Hortikultura Gedung Johor Medan, Sumatera Utara, Indonesia, pada mulai Oktober 2016
sampai dengan Januari 2017. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan
dua faktor, yaitu: faktor I adalah IAA, terdiri dari 4 taraf, yaitu: 1 mg/l ; 2 mg/l ; 3 mg/l ; 4
mg/l dan faktor II adalah BAP terdiri dari 4 taraf, yaitu : 2 mg/l ; 4 mg/l ; 6 mg/l ; 8 mg/l.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian IAA dan BAP berpengaruh nyata terhadap
semua peubah amatan, Kombinasi IAA dan BAP berpengaruh nyata terhadap persentase
munculnya tunas dan jumlah tunas. Kombinasi perlakuan IAA dan BAP menghasilkan
pertumbuhan tunas terbaik yaitu terdapat pada perlakuan I 4B3 ( 4 mg/l IAA dan 6 mg/l BAP).
Kata kunci: eksplan, IAA dan BAP, induksi tunas, pisang kepok
107
JurnalAgroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.6.No.1, Januari 2018 (15): 107- 112
pertahun, produksi ini meningkat pada bukan berasal dari tanah dan tertutup rapat
tahun 2014 yaitu sebesar 6.189.052 ton per oleh kelopak (Nisa & Rodinah, 2005).
tahun. Pada tahun 2015 produksi pisang Teknik kultur jaringan merupakan
secara nasional mengalami penurunan salah satuusaha yang dapat ditempuh
sebesar 5.359.126 ton pertahun. Tingkat untuk mendapatkanbibit yang berkualitas
kebutuhan konsumsi buah pisang segar di dalam usaha penyediaanbibit pisang.
Indonesia menurut data kementerian Melalui teknik perbanyakan ini
pertanian menunjukkan konsumsi pisang dapatdihasilkan bibit pisang yang seragam
selalu menempati posisi tertinggi di antara dan memilikisifat yang identik dengan
jenis buah yang lain. Pada tahun 2015, induknya, serta dapatdiusahakan tanaman
konsumsi pisang mencapai 5,68 kilogram yang bebas virus danpenyakit. Selain itu
per kapita per tahun (BPS, 2016). bibit dapat diproduksi dalamjumlah
Kendala utama dari produksi pisang banyak dengan waktu yang relatif singkat
adalah ketersediaan bibit tanaman. tanpa dibatasi iklim dan musim
Kebutuhan pisang dipasaran tidak (Soegihardjo, 1993).
diimbangi dengan produksiyang ada. Salah satu faktor penentu
Perbanyakan pisang biasanyadilakukan keberhasilan perbanyakan tanaman secara
dengan menggunakan anak-anakanpisang kultur jaringan adalah media kultur.
yang tumbuh disekitar induk tanaman. Bila Komponen media yang menentukan
terus dipertahankan cara ini,lama- keberhasilan kultur jaringan yaitu jenis
kelamaan ketersediaan bibit pisang dan konsentrasi zat pengatur tumbuh
akansemakin berkurang. Perbanyakan (ZPT) yang digunakan. Jenis dan
pisangselain dengan cara vegetatif seperti konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan
di atas,juga bisa dibudidayakan dengan dan tahap pengkulturan. Auksin dan
teknik kultur jaringan dan dengan teknik sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh
ini diharapkan menyelesaikan masalah yang dibutuhkan dalam media budidaya
pengadaan bibit tanaman pisang jaringan dan diberikan dalam konsentrasi
(Eriansyah, 2014) yang sesuai dengan pertumbuhan yang
Tanaman pisang pada umumnya di diinginkan. Konsentrasi hormon
perbanyak melalui perbanyakan vegetatif pertumbuhan pada medium kultur jaringan
dan sangat sulit melalui biji, karena sangat berperan dalam morfogenesis
tanaman pisang bersifat “parthenocarpy”. (Ali et al., 2007).
Ketersediaan bibit dari anakan sangat Berdasarkan uraian di atas penulis
terbatas jumlahnya, Oleh karena itu untuk tertarik untuk mengetahui pengaruh IAA
penyediaan bibit pisang secara besar- dan BAP terhadap induksi tunas mikro
besaran dilakukan melalui teknik kultur dari eksplan bonnggol pisang kepok.
jaringan. Dengan perbanyakan tanaman
pisang melalui kultur jaringan, dapat BAHAN DAN METODE
diperoleh bibit yang seragam bebas dari
penyakit atau virus Penelitian ini dilaksanakan di
(Mochamad et al., 1998). Laboratorium Kultur Jaringan UPT, Benih
Dalam kultur jaringan pisang, Induk Hortikultura Gedung Johor, Dinas
sampai saat ini yang banyak dikenal Pertanian, Sumatera Utara pada bulan
adalah kultur dengan eksplan bonggol. November 2016 sampai bulan Januari
Apabila dibandingkan dengan jantung 2017.
pisang maka mendapatkannya lebih mudah Bahan yang digunakan dalam
dan jumlah eksplan yang didapat lebih penelitian ini antara lain bonggol pisang
banyak bahkan mencapai 200 eksplan Kepok, media MS sebagai media tumbuh
setiap jantung pisang, serta lebih kecil tanaman denganIAA dan BAP sebagai zat
resikonya terhadap kontaminasi sebab pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan
108
JurnalAgroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.6.No.1, Januari 2018 (15): 107- 112
dan bahan penyusun media lainnya, agar, Parameter yang diamati adalah
akuades steril, dan bahan yang mendukung persentase munculnya tunas, jumlah tunas,
penelitian ini. Alat yang digunakan dalam dan umur munculnya tunas.
penelitian ini adalah Laminar Air Flow
Cabinet (LAFC), botol kultur, autoklaf, HASIL DAN PEMBAHASAN
timbangan analitik, rak kultur, hot plate
dengan magnetik stirer, erlenmeyer, gelas Persentase munculnya tunas (%)
ukur, kaca tebal, pipet ukur, pinset, Hasil pengamatan serta sidik ragam
gunting, scalpel, lampu bunsen, pH meter, berpengaruh nyata terhadap parameter
oven, aluminium foil, kompor gas, persentase munculnya tunas.
mikropipet, tip, pipet tetes, dan alat-alat Pada perlakuan IAA, persentase
lainnya yang mendukung penelitian ini. munculnya tunas tertinggi terdapat pada
Penelitian ini menggunakan perlakuan I4 (74.40). Pada perlakuan BAP,
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan persentase munculnya tunas tertinggi
2 faktor perlakuan yaitu : Faktor I : terdapat pada perlakuan B3 (67.71).
Penambahan IAA dalam media dengan 4 Interaksi IAA dan BAP, tertinggi terdapat
taraf yaitu I1 : 1 mg/lIAA ; I2: 2 mg/lIAA pada kombinasi perlakuan I4B3 ( 4 mg/l
;I3: 3 mg/lIAA; I4: 4 mg/l IAA, Faktor II : IAA + 6 mg/l BAP) yaitu (100.00).
Penambahan BAP dalam media dengan 4 Hal ini disebabkan auksin berperan
taraf, yaitu B1: 2 mg/lBAP; B2: 4 dalam mengatur pertumbuhan dan
mg/l BAP ; B3: 6 mg/lBAP; pemanjangan sel, sedangkan sitokinin
B4: 8 mg/lBAP berperan dalam pembelahan sel. Karena
Jika perlakuan berbeda nyata secara selulerauksin berperan dalam
dalam sidik ragam maka dilanjutkan pemanjangan sel, sedangkan sitokinin
dengan Uji Jarak Berganda Duncan memicu pembelahan sel, morfogenesis dan
(Duncan Multiple Range Test) pada α = pertumbuhan merupakan proses
5%. yangsangat penting dalam pembentukan
Pelaksanaan penelitian yang tunas dan selanjutnya diikuti rediferensiasi
dilakukan ialah sterilisasi alat, pembuatan menuju pembentukan tunas yang dipicu
media, pengambilan bahan tanam, oleh adanya cahaya. Hal ini diperkuat oleh
sterilisasi bahan tanaman di laboratorium, Maryani, et al (2005)yang menunjukkan
persiapan ruang tanam, penanaman, bahwa sitokinin (termasukBAP) dan
pemeliharaan tanaman. auksin (termasuk IAA) berperanan saling
melengkapi dalam menginduksi tunas.
Tabel 1. Persentase munculnya tunas dalam media Murashige and Skoog + konsentrasi IAA
dan BAP dari eksplan bonggol
BAP
IAA RATAAN
B1 B2 B3 B4
………………………%……………………………..
I1 62.50de 16.67ij 77.78bc 50.00f 51.74bc
I2 75.00c 60.00e 55.56f 40.00h 57.64b
I3 55.56f 42.86fg 37.50hi 0.00j 33.98d
I4 71.42d 42.86h 100.00a 83.33b 74.40a
Rataaan 66.12ab 40.60d 67.71a 43.33c 54.44
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.
109
JurnalAgroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.6.No.1, Januari 2018 (15): 107- 112
Tabel 2. Pengaruh perlakuan IAA dan BAP terhadap umur munculnya tunas (hari)
BAP
IAA RATAAN
B1 B2 B3 B4
...………………hari…………………….
I1 20.00 22.00 19.43 19.25 20.17a
I2 20.33 20.50 20.00 19.50 20.08ab
I3 20.20 20.33 19.33 0.00 19.95bc
I4 20.60 19.67 17.83 17.60 18.93c
RATAAN 20.28ab 20.63a 19.15bc 18.78c 19.78
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.
110
JurnalAgroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.6.No.1, Januari 2018 (15): 107- 112
Pada perlakuan IAA, jumlah tunas eksplan tersebut ditanam dialiri dengan air
tertinggi terdapat pada perlakuan I4(0.74). selama 15 menit (Marlin, 2005) dengan
Pada perlakuan BAP, jumlah tunas harapan agar senyawa fenolik yang
tertinggi terdapat pada perlakuan B3(0.68). terkandung dalam jaringan eksplan dapat
Interaksi IAA dan BAP, jumlah tunas tereduksi sehingga mampu mengurangi
tertinggi terdapat pada kombinasi resiko terjadinya masalah browning pada
perlakuan I4B3(4 mg/l IAA + 6 mg/l BAP) saat pertumbuhan eksplan selama dalam
(1.00). botol kultur. Selain itu juga dilakukan
Hal ini menunjukkan bahwa pemindahan berulang pada media yang
penambahan zat pengatur tumbuh berbeda sebelum tanaman mengalami
auksinEksplan yang ditanam pada media kematian. Hutami (2008) untuk
dengan konsentrasi auksin yang rendah menghindari pembentukan fenol yang
dan sitokinin yang tinggi dapat paling umum adalah dengan mentransfer
menghasilkan pembentukan tunas yang eksplan ke media baru.
baik, umur munculnya tunas dan jumlah Browning terjadi pada
tunas dibandingkan dengan media tanam eksplanbonggol, namun persentasenya
dengan zpt yang memiliki konsentrasi hanya sedikit, pada tahap browning
auksin tinggi dan sitokinin yang rendah. eksplan bonggol pisang kepok ditemukan
Pencoklatan salah satunya sebesar 23,61 % dimana dari 144 botol
disebabkan oleh sintesis metabolit yang ditanam, diantaranya mengalami
sekunder. Sintesis senyawa fenolik yang pencoklatan selama kurang lebih 2
menutupi permukaan eksplan berasal dari minggu dan minggu ke 7 selanjutnya
bagian tanaman yang mengalami luka dan eksplan mengalami kematian (blacking)
apabila keadaan ini berlangsung terus pada tahap pemindahanperistiwa
menerus, maka akan terakumulasi dalam browning.
media sehingga menyebabkan Peristiwa browning ini mulai
terhambatnya penyerapan unsur-unsur terlihat dalam 2 minggu setelah waktu
hara oleh eksplan menghambat inokulasi dan berlanjut pada minggu
pertumbuhan eksplan khususnya kalus, berikutnya, browning seperti pada ditandai
bahkan pada kultur yang lebih lanjut dapat dengan perubahan warna eksplan dan
menyebabkan kematian eksplan. media menjadi coklat di sekitar tepi
Beberapa upaya yang telah dilakukan jaringan eksplan yang mengalami
untuk mengurangi resiko browning pada pelukaan saat proses inokulasi.
eksplan, pada tahap sterilisasi sebelum
Tabel 3. Pengaruh perlakuan kombinasi ZPT IAA dan BAP terhadap jumlah tunas
BAP
IAA RATAAN
B1 B2 B3 B4
………………tunas………………………
I1 0.63cd 0.17j 0.78b 0.50f 0.52bc
I2 0.75bc 0.60d 0.56de 0.40h 0.58b
I3 0.56ef 0.43g 0.38ij 0.00j 0.34d
I4 0.71c 0.43h 1.00a 0.83b 0.74a
RATAAN 0.66b 0.41d 0.68a 0.43c 0.541
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%
111
JurnalAgroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.6.No.1, Januari 2018 (15): 107- 112
112