Anda di halaman 1dari 5

1

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pisang merupakan buah hortikultura yang banyak terdapat di dalam

negeri. Pertumbuhan terhadap pisang relatif sesuai dan didukung oleh kesuburan

tanah dan kondisi iklim yang cocok sehingga tanaman pisang mampu tumbuh di

berbagai macam daerah di Indonesia baik dataran rendah atau dataran tinggi

(Zebua, 2015). Pisang barangan merupakan buah spesifik dari Sumatera Utara.

Pisang Barangan memiliki kelebihan dari varietas buah pisang yang lainnya tumbuh

di Indonesia, buah pisang barngan memiliki rasa daging buah manis dan kering,

kulit buah berwarna kekuningan, serta mempunyai aroma khas. Pisang barangan

termasuk salah satu jenis tanaman pisang yang bernilai komersial dan memiliki

konsumen yang besar (Shinta, 2017). Pisang barangan memiliki kandungan gizi dan

kaya akan mineral. Pisang menjadi sumber kebutuhan nutrisi yang tinggi

dibandingkan buah yang lain. Pisang banyak mengandung mineral seperti

potasium, magnesium, fosfor, zat besi, dan kalsium. Pisang juga mengandung

vitamin B, C, B6, dan serotonin yang membantu fungsi otak (Kiswanto, 2021).

Berdasarkan hasil data proyeksi yang dilakukan, produksi pisang di

Indonesia pada periode 2016-2020 diproyeksikan akan mengalami kenaikan

sebesar 1,98% per tahun, walaupun setiap tahun mengalami penurunan tingkat

pertumbuhan produksi pisang. Proyeksi kenaikan produksi pisang diprediksi

tertinggi pada tahun 2017 sebesar 2,04%, akan tetapi hasil produksi terendah

pisang terjadi di tahun 2020 (BPS, 2017). Sehingga perlu dilakukan upaya dan
2

strategi untuk meningkatkan produksi pisang melalui proses intensifikasi da

ekstensifikasi. Indonesia termasuk negara penghasil produksi buah pisang terbesar

karena dari 50% produksi buah pisang di Asia ternyata di produksi negara

Indonesia, hampir dari seluruh Kawasan Indonesia merupakan wilayah penghasil

produksi pisang karena didukung keadaan iklim sesuai dengan syarat tumbuh

pisang. Perkembangan dan penyebaran pisang dipengaruhi oleh beberapa faktor,

seperti media tanam, iklim, dan ketinggian tempat, namun demikian 90% produksi

pisang hanya digunakan konsumsi masayarakat dalam negeri, sedangkan

kebutuhan ekspor hanya 10% (Suhartanto et al., 2012).

Konsumsi masyarakat yang besar dalam negeri tidak diimbangi dengan

ketersediaan yang mencukupi sehingga impor pun tidak dapat terelakan (Sunarjono,

2006). Mengingat pentingnya komoditas Pisang di Indonesia maka perlu dilakukan

peningkatan kualitas dan kuantitas buah dengan perkembangan teknologi dan

sistem pertanian saat ini. Kendala utama dalam budidaya pisang yaitu kurangnya

ketersediaan bibit pisang. Meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia

mengakibatkan kebutuhan akan pisang semakin meningkat pula. Meningkatnya

kebutuhan pisang tidak diimbangi dengan produksi pisang yang ada. Perbanyakan

pisang secara konvensional dilakukan dengan cara mengambil anakan-anakan

pisang yang tumbuh disekitar induk tanaman.

Anakan yang dihasilkan dari perbanyakan secara konvensional

menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah yang sedikit serta waktu

perbanyakannya lama (Pamungkas, 2015). Proses perbanyakan pisang tersebut

tentunya membutuhkan waktu yang cukup lama serta jumlah anakan yang
3

dihasilkan tidak banyak. Apabila hal tersebut dilakukan secara terus-menerus tidak

menutup kemungkinan terjadinya kelangkaan bibit tanaman pisang. Perbanyakan

tanaman pisang dapat dilakukan dengan teknik kultur in vitro. Selain itu,

penyebaran hama dan penyakit yang memanfaatkan bahan tanam untuk

berkembang biak juga merupakan kelemahan dari budidaya pisang secara

konvensional (Wahome et al., 2021)

Perbanyakan bibit pisang selain vegetatif bisa juga dibudidayakan dengan

teknik kultur jaringan. Kultur jaringan diharapkan menyelesaikan masalah

pengadaan bibit tanaman pisang (Lestari, 2011). Teknik kultur in vitro mengisolasi

bagian tanaman pada suatu media yang mengandung zat pengatur tumbuh serta

nutrisi sehingga bagian dari tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan

menjadi tanaman sempurna (Anitasari et al. 2018). Faktor pendukung untuk

menghasilkan bibit yang unggul hasil dari kultur jaringan dengan penggunaan

media dasar serta kombinasi zat pengatur tumbuh yang tepat merupakan faktor yang

penting dalam teknik kultur jaringan (Purnamaningsih dan Lestari, 1999).

Zat pengatur tumbuh merupakan faktor penting yang harus diaplikasikan

untuk mengontrol proses organogenesis dan morfogenesis pembentukan serta

pertumbuhan organ tunas dan akar, dan pembentukan kalus eksplan tanaman kultur

jaringan (Triningsih et al., 2018). ZPT ini menyebabkan pertumbuhan

morfogenesis kultur jaringan. Kombinasi konsentrasi antara ZPT yang terdapat

dalam suatu media kultur serta yang dibuat sendiri pada sel endogen tanaman akan

menghasilkan arah pertumbuhan dan perkembangan hasil kultur.


4

Dalam aspek dunia pertanian pengaplikasian ZPT adalah faktor pendukung

yang dapat menghasilkan kontribusi tinggi dalam hal keberhasilan budidaya hasil

pertanian (Lestari, 2011). Flick et al, (1993) menyatakan kombinasi media MS

dengan ZPT golongan sitokinin dapat memacu morfogenesis dalam pembentukan

tunas untuk multiplikasi. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh (Mutmainah,

2016) didaptakan hasil perlakuan media MS dan Sitokinin mendapatkan hasil yang

signifikan pada hari munculnya tunas dan jumlah tunas. Zulkarnain (2009)

menyatakan, pertumbuhan tunas pada eksplan dapat dipengaruhi tiga faktor yaitu

genotip eksplan, media tanam, dan lingkungan kultur. Dalam kultur jaringan

tanaman membutuhkan sitokinin untuk menhasilkan banyak tunas dan daun untuk

mendukung proses multiplikasi pada kultur jaringan dibandingkan dengan tanpa

penambahan sitokinin.

Penelitian ini akan dilakukan secara kultur in vitro Pada media MS dengan

penambahan kombinasi hormon sitokinin yaitu dengan jenis BAP dan kinetin yang

bertujuan untuk mengetahui kombinasi hormon BAP dan kinetin yang terbaik untuk

multiplikasi pertumbuhan planlet pisang barangan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ada interaksi antara ZPT BAP dan kinetin untuk multiplikasi

pertumbuhan planlet pisang barangan?

2. Berapa konsentrasi ZPT BAP yang optimal untuk multiplikasi pertumbuhan

planlet pisang barangan?

3. Berapa konsentrasi ZPT kinetin yang optimal untuk multiplikasi

pertumbuhan planlet pisang barangan?


5

1.3 Tujuan Penelitian

1. Memberikan informasi apakah terdapat interkasi antara ZPT BAP dengan

kinetin pada media MS terhadap multiplikasi pertumbuhan planlet pisang

barangan.

2. Memberikan informasi konsentrasi ZPT BAP yang tepat untuk multiplikasi

pertumbuhan planlet pisang barangan.

3. Meberikan informasi konsentrasi ZPT kinetin yang tepat untuk multiplikasi

pertumbuhan planlet pisang barangan.

1.4 Hipotesis

1. Diduga terdapat interaksi ZPT BAP dan kinetin yang berpengaruh terhadap

multiplikasi pertumbuhan palnlet pisang barangan.

2. Diduga konsentrasi ZPT BAP yang tepat dapat meningkatkan multiplikasi

pertumbuhan planlet pisang barangan.

3. Diduga konsentrasi ZPT kinetin yang tepat dapat meningkatkan multiplikasi

pertumbuhan planlet pisang barangan.

Anda mungkin juga menyukai