Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di Indonesia, kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan komoditas

pertanian terpenting setelah kedelai yang memiliki peran strategis pangan nasional

sebagai sumber protein dan minyak nabati. Menurut Marzuki (2009), kacang tanah

mengandung lemak 40-50%, protein 27%, karbohidrat 18%, dan vitamin. Kacang

tanah dimanfaatkan sebagai bahan pangan konsumsi langsung atau campuran

makanan seperti roti, bumbu dapur, bahan baku industri, dan pakan ternak, sehingga

kebutuhan kacang tanah terus meningkat setiap tahunnya sejalan dengan peningkatan

jumlah penduduk.

Kacang tanah telah lama dibudidayakan di Indonesia dan umumnya ditanam di

lahan kering. Pada saat ini, penanaman kacang tanah telah meluas dari lahan kering ke

lahan sawah melalui pola tanam padi–padi–palawija. Kacang tanah ditanam pada

berbagai lingkungan agroklimat dengan beragam suhu, curah hujan dan jenis tanah.

Jenis tanah lahan sawah pada umumnya Aluvial dan Regosol, sedang lahan kering

adalah Podzolik Merah Kuning dan Latosol dengan kemiringan tanah kurang dari 8%.

Daerah penanaman kacang tanah kebanyakan berada di Pulau Jawa (377.839

ha) atau 70% dari total area 539.495 ha di Indonesia, Sumatera dan Nusa Tenggara

berada pada urutan kedua dan ketiga dengan luas areal masing-masing 46.908 ha dan

45.714 ha (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2020). Sentra produksi masih terbatas pada

beberapa kabupaten di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan beberapa daerah di

Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Penanaman kacang tanah sebagian besar

dilaksanakan pada musim hujan di lahan kering yaitu sekitar 64% dan 36% sisanya

dilaksanakan pada musim kemarau di lahan sawah irigasi.

1
2

Rata-rata hasil per hektar di tingkat nasional sekitar 1,29 t/ha, walaupun hasil

dari petak penelitian mampu mencapai 2,5−3 t/ha. Rendahnya produktivitas kacang

tanah disebabkan adanya keragaman cara pengelolaan tanaman, termasuk perbedaan

waktu tanam, cara tanam, penyiangan gulma, pemupukan, pengendalian hama dan

penyakit. Disamping itu, pada saat ini budidaya kacang tanah yang baku belum

tersedia untuk setiap sentra produksi. Teknologi budidaya merupakan gabungan dari

beberapa komponen teknologi sehingga hasil yang tinggi dapat diperoleh ketika

masing-masing komponen teknologi diterapkan secara tepat. Apabila salah satu

komponen tidak dilaksanakan secara tepat, maka produktivitas yang optimal tidak

dapat dicapai.

Produktivitas rata-rata kacang tanah nasional dari tahun 2008 hingga 2020

mengalami sedikit peningkatan, pada tahun 2008 sekitar 1,21 ton/ha, pada tahun 2020

terjadi peningkatan menjadi 1,26 ton/ha. Produktivitas kacang tanah di Indonesia

tergolong rendah, jika dibandingkan dengan negara USA, Cina, dan Argentina yang

sudah mencapai lebih dari 2 ton/ha. Peningkatan produktivitas kacang tanah di

Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan produksi kacang tanah, produksi kacang

tanah nasional masih tergolong rendah, bahkan dari tahun 2008 hingga 2020 terus

mengalami penurunan. Tahun 2008 produksi kacang tanah sekitar 770.054 ton, dan

tahun 2020 sekitar 709.063 ton. Kemampuan produksi rata-rata hanya sekitar 1 ton/ha

biji kering. Salah satu penyebab produktivitas kacang tanah yang masih rendah karena

proses pengisian polong kacang tanah belum maksimal, masih banyak ditemukan

polong yang hanya terisi setengah penuh bahkan cipo (Kasno, 2005).

Hasil polong kacang tanah ditentukan oleh fotosintat yang diakumulasi ke

dalam kulit dan biji kacang tanah (Kadekoh, 2007). Bahan kering untuk pengisian biji
3

pada kacang tanah diduga lebih banyak diperoleh dari fotosintesis selama pengisian

biji (Purwono dan Heni Purnamawati, 2010).

Produksi ditentukan oleh luas areal panen dikalikan dengan produktivitas, di

mana produktivitas ditentukan oleh genotipe, lingkungan dan pengelolaan tanaman

atau teknologi budidaya. Kini, teknologi budidaya lebih ditekankan pada pengelolaan

tanaman terpadu, yaitu pengelolaan tanaman yang selalu berusaha menyesuaikan

dengan perubahan lingkungan sebagai dampak dari perubahan iklim global. Dalam

rangka merealisasikan peningkatan produktivitas kacang tanah maka perlu dilakukan

perbaikan teknologi budidaya yang sudah ada (existing technology) dan merakit

teknologi budidaya spesifik lokasi berdasar teknologi budidaya rekomendasi

komoditas diagroekologi utama yang sudah ada. Hal ini dilakukan dengan

memerhatikan sumber daya genetiknya, termasuk viabilitas benihnya.

Permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan produksi kacang tanah

nasional disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: a) Penerapan teknologi belum

dilakukan dengan baik, sehingga produktivitas belum optimal, misalnya pengolahan

lahan kurang optimal sehingga drainase buruk dan struktur tanah padat, pemeliharaan

tanaman kurang optimal sehingga serangan organisme pengganggu tanaman tinggi,

b) Penggunaan benih bermutu masih rendah, c) Penggunaan pupuk hayati dan organik

masih rendah (Dirjen Tanaman Pangan, 2012). Rendahnya hasil kacang tanah juga

dipengaruhi jumlah bulan basah kurang dari tiga bulan sehingga tanaman mengalami

kekeringan. Penurunan hasil kacang tanah akibat kekeringan berkisar antara 22-96%

tergantung pada fase pertumbuhan saat kekeringan terjadi (Harsono, 2007).

Produksi kacang tanah dapat ditingkatkan dengan memerhatikan beberapa

sasaran yaitu: luas tanam, luas panen, produksi, dan produktivitas. Peningkatan

produksi kacang tanah dapat dicapai melalui beberapa strategi, diantaranya:


4

a) Peningkatan produktivitas, upaya yang dilakukan adalah menerapkan teknologi

produksi yang tepat guna, pengembangan dan penerapan teknologi budidaya terbaru,

dan perlindungan tanaman dari OPT. b) Perluasan areal lahan budidaya dan

optimalisasi lahan dilakukan dengan membuka lahan baru (sawah), mengoptimalkan

lahan dengan memanfaatkan lahan marjinal dan lahan pertanian lainnya (Dirjen

Tanaman Pangan, 2012).

Kacang tanah membutuhkan unsur hara N, P, K, dan Ca dalam jumlah yang

cukup, sehingga membutuhkan pemberian kapur dan pemupukan baik organik

maupun anorganik. Penambahan bahan organik dapat meningkatkan efisiensi

penyerapan unsur fosfor (P), yang dapat meningkatkan agregasi tanah sehingga tanah

menjadi lebih gembur, dan sangat menguntungkan untuk pertumbuhan ginofor.

Pengapuran juga dapat mengatasi lahan asam untuk meningkatkan produksi.

(Sumarno, dkk., 2001).

Salah satu upaya untuk peningkatan produktivitas kacang tanah dilakukan

dengan pemberian pupuk kalium chlorida. Pemberian pupuk kalium chlorida penting

untuk perkembangan klorofil, meskipun ia tidak seperti magnesium yang memasuki

susunan molekulnya. Kalium menambah ketahanan tanaman terhadap penyakit

tertentu dan meningkatkan sistem perakaran, Kalium cenderung menghalangi efek

rebah (lodging) tanaman dan melawan efek buruk yang disebabkan oleh terlalu

banyaknya nitrogen (Soegiman, 1992).

Unsur hara K memang bukan pembentuk senyawa organik dalam tanaman

tetapi unsur K sangat penting dalam proses pembentukan biji kacang tanah bersama

hara P disamping juga penting sebagai pengatur berbagai mekanisme dalam proses

metabolik seperti fotosintesis, transportasi hara dari akar ke daun, translokasi asimilat

dari daun ke seluruh jaringan tanaman (Sumarno, dkk., 2001).


5

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik mengangkat judul propoal

skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Dolomit dan Kalium Terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Tanah (Arachis hipogeae)”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh pemberian dolomit terhadap pertumbuhan dan produksi

tanaman kacang tanah?

2. Bagaimana pengaruh pemberian kalium terhadap pertumbuhan dan produksi

tanaman kacang tanah?

3. Bagaimana pengaruh interaksi pemberian dolomit dan kalium terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah?

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, batasan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Benih kacang tanah diperoleh dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih

Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) Medan.

2. Polibag yang digunakan ukuran 35 cm x 40 cm atau berdiameter 35 cm.

3. Media yang digunakan adalah dolomit dan pupuk kalium

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:


6

1. Apakah ada pengaruh pemberian dolomit terhadap pertumbuhan dan produksi

tanaman kacang tanah?

2. Apakah ada pengaruh pemberian kalium terhadap pertumbuhan dan produksi

tanaman kacang tanah?

3. Apakah ada pengaruh interaksi pemberian dolomit dan kalium terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah?

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan daripada penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian dolomit terhadap pertumbuhan dan

produksi tanaman kacang tanah.

2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian kalium terhadap pertumbuhan dan

produksi tanaman kacang tanah.

3. Untuk mengetahui pengaruh interaksi pemberian dolomit dan kalium terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah.

1.6. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Diduga ada pengaruh pemberian dolomit terhadap pertumbuhan dan produksi

tanaman kacang tanah.

2. Diduga ada pengaruh pemberian kalium terhadap pertumbuhan dan produksi

tanaman kacang tanah.

3. Diduga ada pengaruh interaksi pemberian dolomit dan kalium terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah?


7

1.7. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi yang bermanfaat dalam pemberian dolomit terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah.

2. Memberikan informasi yang bermanfaat dalam pemberian kalium terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah.

3. Memberikan informasi yang bermanfaat dalam interaksi pemberian dolomit dan

kalium terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tanaman Kacang Tanah (Arachis hipogea)

Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan tanaman yang berasal

dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brazilia (Amerika Selatan). Awalnya

kacang tanah dibawa dan disebarkan ke benua Eropa, kemudian menyebar ke benua

Asia sampai ke Indonesia (Purwono dan Purnamawati, 2010).

Kacang tanah mempunyai arti ekonomi penting karena merupakan sumber

lemak dan protein nabati sebagai menu makanan sehari-hari masyarakat Indonesia.

Kacang tanah juga diambil minyaknya untuk berbagai keperluan, misalnya minyak

goreng, pelumas, dan kosmetik. Selain itu, batang dan daun (brangkasan) kacang

tanah dapat digunakan untuk pakan ternak (Litbangpertanian, 2013).

Kacang tanah menjadi komoditas perdagangan internasional dengan

permintaan global yang bersifat stabil, kontinu, dan tidak mengenal musim. Indonesia

sebenarnya memiliki keuntungan banding (comparative advantage) yang tinggi dalam

hal peluang untuk berproduksi, karena suhu harian yang tinggi dan curah hujan

tahunan yang melimpah, sehingga dapat mengusahakan kacang tanah sepanjang

tahun. Dengan penerapan teknologi maju, sebenarnya terdapat peluang untuk

meningkatkan produksi kacang tanah nasional (Paturohman dan Sumarno, 2014).

Pada umumnya kacang tanah ditanam di dataran rendah dengan ketinggian

maksimal 1000 meter dari permukaan laut. Tanaman kacang tanah cocok ditanam di

dataran yang berketinggian di bawah 500 meter diatas permukaan laut, mendapat

sinar matahari yang cukup oleh karena itu, tanaman harus terbebas dari naungan

pepohonan, apabila ditanam disuatu daerah dengan ketinggian melebihi ketinggian

8
9

tempat tersebut maka tanaman akan berumur lebih panjang (Tim Bina Karya Tani,

2009).

Kacang tanah tumbuh dengan baik apabila didukung oleh iklim yang cocok,

suhu yang dibutuhkan antara 25°C sampai 32°C, curah hujan yang cocok untuk

bertanam kacang tanah yaitu berkisar 800 mm-1300 mm per tahun ditempat terbuka,

dan musim kering rata-rata sekitar 4 bulan/tahun. Kacang tanah dapat tumbuh

diberbagai macam tanah yang dapat menyerap air dengan baik dan mengalirkan

kembali dengan lancar. Struktur tanah yang remah dari tanah lapisan atas dapat

mempersubur pertumbuhan dan mempermudah pembentukan polong. Selain

kegemburan tanah, ada sebab lain yang harus diperhatikan, diantaranya lebih baik

menanam kacang tanah pada jenis tanah yang berstruktur ringan seperti tanah regosol,

andosol, latosol dan aluvial (Suprapto, 2006).


10

Tabel 2.1. Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Kacang Tanah
menurut Kabupaten/Kota, 2020

Luas Panen Produksi Rata-rata Produksi


Kabupaten/Kota
(ha) (ton) (kw/ha)

Kabupaten

01 N i a s 1 1.1 11.39

02 Mandailing Natal 282 318 11.28

03 Tapanuli Selatan 133 198.7 14.94

04 Tapanuli Tengah - - -

05 Tapanuli Utara 895 1 373,3 15.35

06 Toba 37 57.2 15.51

07 Labuhanbatu 1 1.3 13.11

08 A s a h a n 83 73.1 8.81

09 Simalungun 686 839.4 12.25

10 D a i r i 96 134.9 14.06

11 K a r o 14 16 11.51

12 Deli Serdang 51 63 12.36

13 L a n g k a t 625 699.8 11.2

14 Nias Selatan 8 10.2 12.8

15 Humbang Hasundutan 202 274.8 13.58

16 Pakpak Bharat 15 19.9 13.25

17 Samosir 62 73.9 11.96

18 Serdang Bedagai 8 10.1 12.68

19 Batu Bara 1 1.1 11.39

20 Padang Lawas Utara 56 77.1 13.77

21 Padang Lawas 251 290.2 11.55

22 Labuhanbatu Selatan 35 49.6 14.17

23 Labuhanbatu Utara - - -

24 Nias Utara 63 47 7.46

25 Nias Barat - - -

Kota

26 S i b o l g a - - -

27 Tanjungbalai - - -

28 Pematangsiantar - - -

29 Tebing Tinggi - - -

30 M e d a n 19 23.9 12.57

31 B i n j a i 110 106.7 9.73

32 Padangsidimpuan 104 128.1 12.31

33 Gunungsitoli - - -

Sumatera Utara 3 837 4 888,5 12.74

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten/Kota di Provinsi


Sumatera Utara (2020).
11

2.2. Botani Tanaman Kacang Tanah

Kacang tanah merupakan salah satu sumber protein nabati yang cukup penting

dalam pola menu makanan penduduk. Kacang tanah adalah komoditas agrobisnis

yang bernilai ekonomis cukup tinggi dan merupakan salah satu sumber protein dalam

pola pangan penduduk Indonesia. Kebutuhan kacang tanahdari tahun ketahun terus

meningkat, sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan gizi

masyarakat, kapasitas industri pakan dan makanan Indonesia (Fachruddin, 2000).

Berdasarkan klasifikasi tanaman kacang tanah terdiri atas:

Kingdom : Plantae (tumbuhan),

Divisi : Tracheophyta,

Kelas : Magnoliophyta,

Ordo : Leguminales,

Famili : Papilionaceae,

Genus : Arachis,

Species : Arachis hypogaeaL.

Secara garis besar kacang tanah dibedakan menjadi 2 tipe yaitu tipe tegak dan

menjalar. Kacang tanah tipe tegak percabangannya kebanyakan lurus atau sedikit

kering dan umur panennya berkisar yaitu 100-120 hari, sehingga lebih cepat panen.

Kacang tanah tipe menjalar percabangannya tumbuh ke samping, dan umur panennya

berkisar antara 180-210 hari.

Tanaman kacang tanah merupakan tanaman yang tersusun atas 3 bagian utama

yaitu akar (radix), batang (caulis), dan daun (folium). Sedangkan bagian organ lain

seperti bunga (flos), buah (frucus), dan biji (semen) merupakan bagian reproduktif

dari tanaman kacang tanah (Suprapto, 2006).


12

Perakaran kacang tanah banyak, dalam, dan berbintil. Panjang akarnya

dapat mencapai dua meter. Kacang tanah berakar tunggang dengan akar cabang

yang tumbuh tegak lurus pada akar tunggang tersebut. Akar cabang ini

mempunyai akar-akar yang bersifat sementara dan berfungsi sebagai alat penyerap.

Akar-akar ini dapat mati dan dapat juga menjadi akar yang permanen. Bila menjadi

akar permanen, maka akan berfungsi kembali sebagai penyerap makanan (Suprapto,

2006).

Batang tanaman kacang tanah berukuran pendek, berbuku-buku dengan

tipe pertumbuhan tegak atau merumpun. Pada awalnya batang tumbuh tunggal,

namun lambat laun bercabang banyak seolah-olah merumpun. Tinggi tanaman

berkisar antara 30-50 cm atau lebih tergantung jenis atau varietas

kacang tanah (Rukmana, 1997). Daun kacang tanah adalah daun majemuk bersirip

genap, terdiri atas empat anak daun yang bentuknya bulat, elip atau agak lancip

dan berbulu. Bunga kupu-kupu, tajuk 4 daun berjumlah 5 dan 2 diantaranya

bersatu berbentuk seperti perahu. Mahkota bunga berwarna kuning kekuningan.

Buah berbentuk polong berada didalam tanah. Buah berisi sesuai varietas, kulit

tipis ada yang berwarna putih dan ada yang merah serta biji berkeping dua (Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian, 2006). Bunga berbentuk kupu-kupu berwarna

kekuning-kuningan dan bertangkai panjang yang tumbuh dari ketiak daun. Fase

berbunga biasanya berlangsung setelah tanaman berumur 4-6 minggu. Bunga

kacang tanah menyerbuk sendiri (selfing) pada malam hari dan hanya 70-75 %

yang membentuk bakal polong (ginofora). Bunga mekar selama 24 jam kemudian

layu dan gugur (Sumarno, 2001). Polong kacang tanah berkulit keras dan

berwarna putih kecoklatan dan setiap polong mempunyai 1-4 biji. Polong terbentuk

setelah terjadi pembuahan. Bakal buah tersebut tumbuh memanjang, hal ini disebut
13

ginofor yang akan menjadi tangkai polong. Ginopor terbentuk diudara, sedangkan

polong terbentuk di dalam tanah. Biji kacang tanah berbentuk agak bulat sampai

lonjong, terbungkus kulit biji tipis berwarna putih dan merah (Marzuki, 2007).

2.3. Morfologi Tanaman Kacang Tanah

Kacang tanah merupakan salah satu sumber protein nabati yang cukup penting

dalam pola menu makanan penduduk. Di masyarakat, kacang tanah ini memiliki

beberapa nama antara lain kacang cina, kacang brol, dan kacang brudul (Jawa).

Kacang tanah adalah komoditas agrobisnis yang bernilai ekonomis cukup tinggi dan

merupakan salah satu sumber protein dalam pola pangan penduduk Indonesia.

2.3.1. Akar

Kacang tanah merupakan tanaman herba annual, tegak atau menjalar dan

memiliki rambut yang jarang. Kacang tanah memiliki sistem perakaran tunggang.

Akar-akar ini mempunyai akar-akar cabang. Akar cabang mempunyai akar-akar yang

bersifat sementara, karena meningkatnya umur tanaman, akar-akar tersebut kemudian

mati, sedangkan akar yang masih tetap bertahan hidup menjadi akar-akar yang

permanen. Akar permanen tersebut akhirnya mempunyai cabang lagi. Kadang-kadang

polong pun mempunyai alat pengisap, yakni rambut akar yang menempel pada

kulitnya. Rambut ini berfungsi sebagai alat pengisap unsur hara Pada akar biasanya

terdapat bintil akar (Suprapto, 2006). Akar kacang tanah dapat dilihat pada Gambar

2.1.
14

Gambar 2.1. Akar kacang tanah

Pembentukan bintil akar diawali dengan terjadinya komunikasi kimia antara

Rhizobium leguminosarum dan akar tanaman kacang tanah. Akar tanaman

mensekresikan flavonoid yang memasuki sel Rhizobium leguminosarum yang hidup

di sekitar akar tersebut. Sinyal tanaman itu akan memacu produksi suatu molekul

jawaban oleh bakteri. Secara spesifik, molekul sinyal tanaman itu akan mengaktifkan

suatu kelompok protein pengatur gen yang mengaktifkan suatu kelompok gen bakteri

yang disebut nod. Produk gen ini adalah enzim yang mengkatalis suatu molekul yang

spesifik terhadap spesies yang disebut faktor Nodul. Faktor Nodul memberikan sinyal

kepada akar untuk membentuk benang infeksi yang akan dimasuki Rhizobium

leguminosarum.

2.3.2. Batang

Kacang tanah memiliki batang yang tidak berkayu dan berambut halus. Pada

batang terdapat stipula, batang dan cabang berbentuk bulat. Pada awalnya batang

tumbuh tunggal, namun lambat laun bercabang banyak seolah-olah merumpun. Tinggi

tanaman berkisar antara 30-50 cm atau lebih tergantung jenis atau varietas kacang

tanah (Rukmana, 1997). Batang kacang tanah dapat dilihat pada Gambar 2.2.
15

Gambar 2.2. Batang kacang tanah

Terdapat pola percabangan pada kacang tanah, yaitu berseling (alternate),

sequential tidak beraturan dengan bunga pada batang utama, pola percabangan

berseling dicirikan dengan cabang dan bunganya terbentuk secara berselang-seling

pada cabang primer atau sekunder dan batang utamanya tidak mempunyai bunga,

jumlah cabang dalam 1 tanaman berkisar antara 5–15 cabang, umur panennya

panjang, berkisar antara 4–5 bulan.

Pola percabangan sequential dicirikan dengan buku subur terdapat pada batang

utama, cabang primer maupun pada cabang sekunder, tumbuhnya tegak, cabangnya

sedikit (3–8 cabang) dan tumbuhnya sama tinggi dengan batang utama, Bunganya

terbentuk pada batang utama dan ruas cabang yang berurutan Berdasarkan adanya

pigmentasi antosianin pada batang kacang tanah, warna batang dikelompokkan

menjadi dua golongan, yaitu warna merah atau ungu, dan hijau. Batang utama ada

yang memiliki sedikit bulu dan ada yang berbulu banyak (Marzuki, 2007).

2.3.3. Daun

Daun kacang tanah adalah daun majemuk bersirip genap, terdiri atas empat

anak daun yang bentuknya bulat, elip atau agak lancip dan berbulu. Bunga kupu-
16

kupu, tajuk 4 daun berjumlah 5 dan 2 diantaranya bersatu berbentuk seperti perahu.

Mahkota bunga berwarna kuning. Buah berbentuk polong berada di dalam tanah.

Buah berisi sesuai varietas, kulit tipis ada yang berwarna putih dan ada yang merah

serta biji berkeping dua (BPTP, 2006). Daun kacang tanah dapat dilihat pada Gambar

2.3.

Gambar 2.3. Daun Kacang Tanah

Helaian anak daun ini bertugas mendapatkan cahaya matahari yang sebanyak-

banyaknya. Daun mulai gugur pada akhir masa pertumbuhan setelah tua yang dimulai

dari bagian bawah (Marzuki, 2007).

2.3.4. Bunga

Bunga kacang tanah berkembang di ketiak cabang dan melakukan

penyerbukan sendiri tanaman kacang tanah bisa mulai berbunga kira-kira pada umur

4-6 minggu setelah ditanam. Rangkaian yang berwarna kuning muncul pada setiap

ketiak daun. Bunga kacang tanah dapat dilihat pada Gambar 2.4.
17

Gambar 2.4. Bunga Kacang Tanah

Bunganya merupakan bunga yang berbentuk kupu-kupu yang terdiri dari satu

vexillum. Vexillum berbentuk lingkaran, kuning cerah dan berurat merah, dasar

bunga setelah pembuahan berbentuk tangkai memanjang dan mendorong bakal buah

bakal buah ini dilindungi oleh tudung seperti halnya tudung pada akar setiap bunga

memiliki tabung kelopak yang berwarna putih. Bakal buahnya terletak di dalamnya

(inferior), tepatnya pada pangkal tabung kelopak bunga di ketiak daun (Sumarno,

2001).

2.3.5. Polong

Buah kacang tanah berupa polong. Polongan memanjang, tanpa sekat antara,

berwarna kuning pucat dan tidak membuka. Setelah terjadi pembuahan, bakal buah

tumbuh memanjang (ginofor). Mula-mula ujung ginofor yang runcing itu mengarah

ke atas. Tetapi setelah tumbuh memanjang, ginofora tadi mengarah ke bawah

(positive geotropic) dan terus masuk ke dalam tanah. Setelah polong terbentuk, maka

proses pertumbuhan ginofora yang memanjang terhenti. Ginofor yang tidak dapat

masuk menembus tanah, akhirnya tidak dapat membentuk polong. Setiap polong

dapat berisi 1-4 biji. Polong kacang tanah dapat dilihat pada Gambar 2.5.
18

Gambar 2.5. Polong Kacang Tanah

Biji terdiri dari lembaga dan keping biji yang diliputi kulit ari tipis (tegmen),

bentuknya bulat agak lonjong atau bulat dengan ujung agak datar karena berhimpitan

dengan butir biji lain selagi di dalam polong. Biji bisa berwarna putih, merah, ungu

atau coklat (Marzuki, 2007).

2.4. Syarat Tumbuh dan Fase Pertumbuhan Kacang Tanah

Tanaman kacang tanah dapat tumbuh pada daerah tropik, subtropik, serta

daerahpada 400ºLU – 400ºLS dengan ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut.

Persyaratan mengenai tanah yang cocok bagi tumbuhnya kacang tanah tidaklah terlalu

khusus. Syarat yang terpenting adalah bahwa keadaan tanah tidak terlalu kurus dan

padat. Kondisi tanah yang mutlak diperlukan adalah tanah yang gembur. Kondisi

tanah yang gembur akan memberikan kemudahan bagi tanaman kacang tanah

terutama dalam hal perkecambahan biji, kuncup buah, dan pembentukan polong yang

baik. Kondisi tanah yang gembur juga akan mempermudah bakal buah menembus

masuk kedalam tanah untuk membentuk polong yang baik.

Kacang tanah menghendaki keadaan iklim yang panas tetapi sedikit lembab,

yaitu rata-rata 65-75% dan curah hujan tidak terlalu tinggi, yaitu sekitar 800-
19

1300mm/tahun dengan suhu harian 25-350C. Tanaman kacang tanah tumbuh baik

pada keadaan pH tanah sekitar 6-6,5 (Adisarwanto, 2000).

Adapun syarat-syarat benih atau bibit kacang tanah yang baik adalah:

a) Berasal dari tanaman yang baru dan varietas unggul, b) Daya tumbuh yang tinggi

(lebih dari 90 %) dan sehat, c) Kulit benih mengkilap, tidak keriput dan cacat, d)

Murni atau tidak tercampur dengan varietas lain, e) Kadar air benih berkisar 9-12

%Pupuk dasar seperti pupuk kandang 2-4 ton/ha perlu diberikan pada tanaman kacang

tanah yaitu diberikan pada permukaan bedengan kurang lebih seminggu sebelum

tanam, dicampur pada tanah bedengan atau diberikan pada lubang tanam.

Dalam hal budidaya kacang tanah, pola tanaman harus memerhatikan musim

dan curah hujan. Penandaan fase tumbuh kacang tanah didasarkan pada pertumbuhan

jumlah buku pada batang utama dan perkembangan bunga hingga menjadi polong

masak, serta buku-buku pada batang utama yang telah berkembang penuh. Fase

vegetatif berlangsung sejak biji berkecambah hingga kanopi (tajuk) mencapai

maksimum. Penandaan fase reproduktif ditandai dengan adanya bunga, buah dan biji.

Pembungaan pada kacang tanah dimulai pada hari ke-27 sampai ke-32 setelah tanam

yang ditandai dengan munculnya bunga pertama. Jumlah bunga yang dihasilkan

setiap harinya akan meningkat sampai maksimum dan menurun mendekati nol selama

periode pengisian polong. Ginofor (tangkai kepala putik) muncul pada hari ke-4 atau

ke-5 setelah bunga mekar, kemudian akan memanjang, serta menuju dan menembus

tanah untuk memulai pembentukan polong. Pembentukan polong dimulai ketika ujung

ginofor mulai membengkak, yaitu pada hari ke-40 hingga hari ke-45 setelah tanam

atau sekitar satu minggu setelah ginofor masuk ke dalam tanah (Trustinah dan

Astanto, 2015).
20

2.5. Pengaturan Jarak Tanam

Pengaturan jarak tanam untuk tanaman sangat diperlukan agar setiap individu

tanaman dapat memanfaatkan semua faktor lingkungan tumbuhnya dengan optimal,

sehingga didapatkan tanaman yang tumbuh dengan subur dan seragam yang akhirnya

produksi dapat dicapai secara optimal. Jarak tanam memengaruhi populasi tanaman,

efisiensi penggunaan cahaya, perkembangan hama penyakit dan kom petisi antara

tanaman dalam penggunaan air dan unsur hara. Penentuan jarak tanam tanaman

kacang tanah dipengaruhi oleh: (a) jenis/varietas kacang tanah yang ditanam, (b) pola

tanam, (c) kesuburan tanah, dan (d) bagian tanaman yang akan dipakai sebagai

pendekatan ekonomi (Sumarni dan Hidayat, 2005).

Jarak tanam yang tidak teratur akan mengakibatkan terjadinya kompetisi baik

terhadap cahaya matahari, air, maupun unsur hara, jarak tanam yang rapat

mengakibatkan proses penyerapan unsur hara menjadi kurang efesien, karena kondisi

perakaran di dalam tanah yang saling bertaut sehingga kompetisi antar tanaman dalam

mendapatkan unsur hara menjadi lebih besar. Pengaturan jarak tanam pada suatu areal

tanah pertanian merupakan salah satu cara yang berpengaruh terhadap hasil yang akan

dicapai. Semakin rapat jarak tanam menyebabkan lebih banyak tanaman yang tidak

berbuah (Harjadi, 2002).

Tujuan pengaturan kerapatan tanaman atau jarak tanam pada dasarnya adalah

memberikan kemungkinan tanaman untuk tumbuh dengan baik tanpa mengalami

persaingan dalam hal pengambilan air, unsur hara, cahaya matahari, dan memudahkan

pemeliharaan tanaman. Penggunaan jarak tanam yang kurang tepat dapat merangsang

pertumbuhan gulma, sehingga dapat menurunkan hasil. Secara umum hasil tanaman

per satuan luas tertinggi diperoleh pada kerapatan tanaman tinggi, akan tetapi bobot
21

masing-masing umbi secara individu menurun karena terjadinya persaingan antar

tanaman (Sumarni dan Hidayat, 2005).

Menurut Rahmawati (2017), banyak jumlah polong dan beratnya polong per

tanaman, berat polong per petak dan berat polong per hektar tanaman kacang 10 pada

jarak tanam 40 cm x 30 cm disebabkan pada jarak tanam 40 cm x 30 cm merupakan

jarak tanam optimal untuk pertumbuhan kacang tanah. Dengan jarak tanam optimal

akan memaksimalkan serapan hara pada tanaman kacang tanah.

Sedangkan hasil penelitian lain jarak tanam 40 cm x 20 cm memberikan hasil

tertinggi pada berat polong isi segar per tanaman, tiga tanaman per lubang dan jarak

tanam 40 cm x 10 cm memberikan hasil tertinggi pada berat polong isi segar dan berat

polong isi kering (Wirawan, dkk., 2018).

2.6. Pupuk

Pengertian pupuk dan pemupukan agak berbeda. Pupuk, secara umum adalah

suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, bila ditambahkan ke dalam

tanah atau tanaman, dapat memperbaiki sifat fisik, sifat kimia, sifat biologi tanah dan

dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Arti pemupukan adalah suatu cara

pemberian unsur hara atau pupuk kepada tanah agar dapat diserap oleh tanaman

(Hasibuan, 2006).

Pemupukan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi

tanaman kacang tanah. Pemupukan yang sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman

akan meningkatkan produksi. Pemupukan yang kurang dari kebutuhan tanaman akan

menjadikan tidak optimalnya produksi. Kelebihan pemupukan juga berarti

pemborosan dan dapat menyebabkan tanaman rentan terhadap serangan hama dan
22

penyakit, serta dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Lingga dan Marsono,

2013).

Penggunaan pupuk yang baik bagi pertumbuhan tanaman adalah dengan

mengkombinasikan antara pupuk organik dan pupuk anorganik secara tepat dan

berimbang sehingga diharapkan mendapatkan hasil produksi yang maksimal.

Penggunaan pupuk organik dan pupuk anorganik diharapkan mampu meningkatkan

pertumbuhan dan produksi kacang tanah.

Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau unsur

untuk menggantikan unsur yang habis terisap tanaman. Jadi, memupuk berarti

menambah unsur hara ke dalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Pupuk

mengenal istilah makro dan mikro. Meskipun jumlah pupuk semakin beragam dengan

berbagai produk, serta nama kemasan dan berbagai Negara yang memproduksinya,

dari segi unsur yang dikandungnya tetap saja hanya ada dua golongan pupuk, yaitu

pupuk makro dan pupuk mikro. Sebagai patokan dalam membeli pupuk adalah unsur

yang dikandungnya (Lingga dan Marsono, 2013).

Jenis-jenis pupuk dikelompokkan terlebih dahulu, hal ini dikarenakan jenis

pupuk yang beredar di pasaran sudah sangat banyak. Secara umum pupuk hanya

dibagi dalam dua kelompok berdasarkan asalnya yaitu pupuk anorganik seperti urea

(pupuk N), TSP atau SP-36 (pupuk P), KCl (pupuk K), serta dan pupuk organik

seperti pupuk kandang, kompos, humus, dan pupuk hijau (Lingga dan Marsono,

2013).

Pupuk produk baru yang cara pemberiannya lain dari biasanya, maka

pupukpun dibagi lagi berdasarkan cara pemberiannya yaitu pupuk akar ialah segala

jenis pupuk yang diberikan lewat akar. Misalnya, TSP, ZA, KCl, kompos, pupuk

kandang, dan Dekaform dan pupuk daun ialah segala macam pupuk yang diberikan
23

lewat daun dengan cara penyemprotan, sampai saat ini diperkirakan ada banyak jenis

pupuk daun yang beredar di pasaran (Lingga dan Marsono, 2013).

Kecuali pembagian di atas, masih ada lagi pembagian lain dari pupuk ini, yaitu

berdasarkan unsur hara yang dikandungnya. Ada tiga kelompok pupuk berdasarkan

kandungan unsure yaitu pupuk tunggal ialah pupuk yang hanya mengandung satu

jenis unsur, misalnya urea, sedangkan pupuk majemuk ialah pupuk yang mengandung

lebih dari satu jenis unsur, misalnya NPK, beberapa jenis pupuk daun, dan kompos

dan pupuk lengkap ialah pupuk yang mengandung unsur secara lengkap (keseluruhan)

baik unsur makro dan mikro (Lingga dan Marsono, 2013).

2.7. Peran Unsur Kalium (K) Bagi Tanaman Kacang Tanah

Unsur K sangat penting dalam proses pembentukan dan pengisian polong

kacang tanah disamping berperan pula dalam proses metabolisme. Hara K merupakan

hara yang paling banyak diserap tanaman kacang tanah setelah hara N. Hara N yang

diserap tanaman kacang tanah dapat mencapai 230 kg N ha-1 (Sutarto, dkk., 1998).

Unsur hara K memang bukan pembentuk senyawa organik dalam tanaman

tetapi unsur K sangat penting dalam proses pembentukan biji kacang tanah bersama

hara P disamping juga penting sebagai pengatur berbagai mekanisme dalam proses

metabolik seperti fotosintesis, transportasi hara dari akar ke daun, translokasi asimilat

dari daun ke seluruh jaringan tanaman (Sumarno, 2001).

Pupuk KCl merupakan salah satu jenis pupuk tunggal yang memiliki

konsentrasi tinggi, yaitu mengandung 60% K2O sebagai Kalium klorida. Ini

merupakan pupuk yang mengandung unsur kalium yang sangat cocok digunakan

untuk segala jenis tanaman yang memiliki sifat toleran terhadap klorida atau tanah

dengan klorida rendah. Selain itu, Pupuk KCl dapat diaplikasikan untuk semua jenis
24

tanah. Pupuk Kalium Klorida adalah pupuk tunggal yang mengandung unsur hara

kalium, berbentuk serbuk, butiran atau gelintiran dengan rumus kimia KCl, yang juga

disebut sebagai pupuk MOP (Muriate Of Potash) (Habson dan Rofienda, 2015).

Kalium merupakan hara makro primer yang diperlukan tanaman dalam jumlah

besar setelah unsur hara N dan P. Dalam proses metabolisme tanaman kalium

berperan antara lain: (1) meningkatkan aktivitas enzim, (2), mengurangi kehilangan

air transpirasi melalui pengaturan stomata, (3) meningkatkan produksi adenosin

triphospat (ATP), (4) membantu translokasi asimilat, dan (5) meningkatkan serapan N

dan sintesis protein. Hara kalium mengendalikan lebih dari 60 enzim yang umumnya

mempunyai peran penting dalam proses metabolisme. Selain itu hara kalium

memengaruhi status dan aktivitas beberapa enzim pengendali tekanan osmotik,

transportasi asimilat, sistesis protein dan pati, perkembangan sel dan pergerakan

stomata.

Menurut Jones et al., (1991) dalam Nurjaya dan Wibowo (2016), kalium

merupakan elemen utama esensial yang terlibat dalam memertahankan status air

tanaman dan tekanan turgor sel yaitu berperan dalam mengatur membuka dan

menutup stomata; juga diperlukan dalam akumulasi dan translokasi karbohidrat yang

baru terbentuk.

Menurut Ispandi (2004), pemberian pupuk KCl satu kali pada saat tanam lebih

efektif dan lebih efisien dari pada diberikan dua kali pada saat tanam dan umur satu

bulan dalam meningkatkan hasil kacang tanah dan juga bila diberikan tiga kali justru

menurunkan hasil. Pemupukan 112 kg KCl ha-1 dapat meningkatkan kadar K dalam

tanah masing-masing sekitar 21 dan 15 %.

Absorbsi unsur K oleh tanaman dipengaruhi oleh jumlah K tersedia bagi

tanaman. Berbagai bentuk K dalam tanah digolongkan menjadi tiga golongan yaitu
25

tidak tersedia, mudah tersedia, dan lambat tersedia. Pupuk kalium yang sering

dijumpai yaitu pupuk KCl. Pupuk KCl merupakan pupuk Kalium yang berwarna

kemerahan abu-abu atau putih dengan kandungan K2O sebesar 48 sampai 62,5%

setara dengan 39-51% Kalium dan 47% Klorin. Di samping unsur K dan Cl pupuk ini

juga mengandung Na, Mg, S, B, Ca, dan unsur lainnya meskipun dalam jumlah

sedikit (Soepardi, 1993).

Tanaman yang kekurangan kalium akan mengakibatkan tanaman kurang tahan

kekeringan daripada tanaman yang kebutuhan kaliumnya tercukupi. Pada tanaman

leguminose, tanaman yang kekurangan kalium lebih peka terhadap penyakit dan

menunjukkan kualitas produksi yang rendah karena biji yang dihasilkan banyak yang

keriput (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

2.8. Dolomit

Dolomit merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas lahan,

yang selanjutnya dapat meningkatkan produksi pertanian pengapuran merupakan

salah satu metode untuk memperbaiki kornposisi dan sifat-sifat kimia tanah masam

(Sanchez, 1976).

Dolomit umumnya mengendap dan meluas penyebarannya. Dolomit terdapat

dimana-mana, demikian juga di Indonesia, karena dolomit merupakan sumber Ca dan

bahan pengapuran yang paling murah dibandingkan sumber yang lain Pengapuran

berfungsi untuk memperbaiki pH tanah sehingga ketersediaan hara meningkat dan

juga menekan keracunan terutama Al serta memperbaiki pertumbuhan dan

mendapatkan hasil yang optimal (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Kegunaan Dolomit selain meningkatkan pH tanah juga mengurangi keracunan

Fe, Al, dan Mn. Kapur banyak mengandung unsur Ca tetapi pemberiarinya ke dalam
26

tanah pada umumnya bukan karena tanah kekurangan unsur Ca, tetapi karena tanah

terlalu masam (Hardjowigeno, 2007).

Pengapuran dilakukan pada saat tidak turun hujan dan keadaan tanah cukup

kering. Pengapuran tidak akan tampak seketika, akan tetapi akan terlihat pada hasil

tanaman, apabila tanah kekurangan kapuir akan dapat diketahui secara langsung pada

polong-polong kacang tanah kurang berisi (biji tidak penuh). Penggunaan dosis yang

di anjurkan setiap 1 hektar memerlukan kapur sebanyak 1– 2,5 ton ha-1 (AAK, 1989).

Berdasarkan hasil penelitian Sirait, dkk., (2018), perlakuan menggunakan

dolomit pada lahan yang memiliki pH tanah 4,5 - 5,5 dengan dosis 10 ton ha -1

menunjukkan hasil tertinggi pada semua parameter pengamatan yaitu menghasilkan

tinggi tanaman hingga 47,30 cm, jumlah polong berisi per tanaman sampel kedelai

90,27 buah, berat polong per 100 butir kedelai 23,17 g, produksi per tanaman sampel

kedelai 270,94 g, produksi per plot kedelai 4,25 kg.

2.9. Varietas

Varietas menunjuk pada sejumlah individu dalam suatu spesies yang berbeda

dalam bentuk dan fungsi fisiologi tertentu dari sejumlah individu lainnya dalam suatu

spesies yang sama (Harjadi, 2002).

Penggunaan varietas yang berbeda akan menyebabkan pertumbuhan dan

produksi hasil juga berbeda. Berdasarkan umurnya, varietas unggul dapat dibedakan

menjadi varietas genjah yang berumur 80-90 hari, dan varietas dalam yang berumur

lebih dari 100 hari (Adisarwanto dan Wudianto, 2000).

Hadajat, dkk., (2000) pembentukan varietas unggul antara lain ditempuh

dengan cara introduksi dan seleksi, serta pembuatan mutan dengan sinar gamma di

balai penelitian ataupun instansi di dalam negeri. Varietas unggul kacang tanah

mempunyai biji yang lebih besar, sekitar 50 gram per 100 biji, sedangkan varietas
27

lokal ukuran bijinya lebih kecil yaitu 30-35 gram per 100 biji. Varietas lokal pada

umumnya merupakan campuran dari beberapa varietas sehingga warna, bentuk, dan

ukuran bijinya beragam.

Manurut Kasno (2005), varietas unggul yang berproduktivitas tinggi dan

mempunyai sifat ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik serta karakteristik

yang sesuai dengan permintaan pasar merupakan modal utama dalam upaya

meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Varietas tersebut dapat dikembangkan

diberbagai daerah sentra produksi di Indonesia.

Pengunaan varietas unggul kacang tanah sangat berperan dalam peningkatan

produktivitas tanaman karena varietas unggul merupakan salah satu paket teknologi

budidaya yang secara nyata dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani.

Varietas unggul yang digunakan antara lain : Bison, Domba, Gajah, Jerapah, dan

Naga Umbang (Purwono dan Purnamawati, 2010).

Varietas bison merupakan varietas kacang tanah yang berbiji 2 per polong

(spanish), tahan penyakit karat, tahan bercak daun, toleran penaungan dan sesuai

untuk tumpangsari dengan tanaman jagung atau ubikayu. Hasil polong rata-rata 2,0

ton ha-1 dengan rendemen biji 72% yang umur panen 90-95 hari setelah tanam (HST).

Varietas domba merupakan varietas kacang tanah yang berbiji 3-4/polong (valencia),

tahan penyakit karat dan tahan bercak daun. Hasil polong rata-rata 2,1 ton/ha dengan

rendemen biji 70% yang umur panen 90-95 HST. Varietas gajah merupakan varietas

yang toleran terhadap layu, dengan potensi hasil 1,2-1,8 ton/ha dan umur panen 100-

110 HST. Varietas jerapah merupakan varietas yang mampu beradaptasi luas, toleran

terhadap kekeringan, kemasaman, penyakit layu bakteri, bercak daun dan karat daun.

Produktivitas rata-rata mencapai 1,92 ton/ha.


28

Berbiji 2 per polong (spanish) bentuknya lonjong bulat, ukuran biji 45-50

gr/100 biji dengan umur panen 90-95 HST. Varietas naga umbang merupakan varietas

yang dimurnikan dari varietas lokal, berbiji dua/polong (spanish), memiliki adaptasi

yang baik, toleran terhadap kekeringan, tahan penyakit layu, namun peka penyakit

daun. Hasil polong rata-rata 2,0 ton/ha dengan umur panen 90-95 HST (Azis, dkk.,

2013).

2.10. Potensi dan Masalah pada Lahan Gambut

Lahan gambut merupakan salah satu lahan potensial yang dapat

dikembangkan untuk usaha tani walaupun memiliki beberapa hambatan dalam

peningkatan produksi tanaman terutama kacang tanah. Permasalahan yang dihadapi

pada lahan gambut adalah pH tanahnya rendah yaitu 3-5, kandungan mineral tanah

tidak seimbang, kandungan unsur beracun seperti Al, Fe tinggi serta ketersediaan

unsur hara yang dibutuhkan tanaman rendah. Dengan kondisi seperti ini

mengakibatkan produktivitas tanaman menjadi terhambat. Petani di Provinsi Aceh

telah melakukan penanaman kacang tanah pada lahan gambut, namun produktivitas

masih sangat rendah yakni rata-rata 450 kg ha-1, sementara produktivitas kacang tanah

pada tanah mineral mencapai 1-1,5 ton ha-1. (Azis, dkk., 2013).

Permasalahan pokok dalam pengelolaan lahan gambut adalah pengelolaan

subsidensi atau pemadatan gambut. Kesalahan fatal dalam mengelola subsidensi akan

berdampak kerusakan gambut yang iryversible karena apabila gambut tersebut

kembali digenangi air maka kepadatannya tidak akan berbalik kembali. Telah

diketahui bahwa tanah gambut memiliki daya dukung air yang rendah, yaitu sebesar

0,21 gr/cm2 dibandingkan dengan tanah mineral yang 1,0 gr/cm 2. Selain itu gambut

juga lebih bersifat poros dengan tingkat permeabilitas yang tinggi. Permukaan gambut
29

harus dipertahankan menjadi sedikit basah, menjaga penurunan permukaan air secara

perlahan, tetapi cukup dapat membuang genangan air yang ada digambut (Nugraheni

dan Nurmala, 2008).

Menurut Pramana (2012), status hara tanah gambut tergolong rendah baik hara

makro maupun mikro. Kandungan unsur hara gambut sangat ditentukan oleh

lingkungan pembentukannya. Tingkat kesuburan tanah gambut tergantung pada

tingkat dekomposisi dan ketebalan lapisan tanah gambut, komposisi tanaman

penyusunan gambut dan tanah mineral yang berada dibawah lapisan tanah gambut.

Tanah gambut juga mengandung unsur mikro yang sangat rendah dan diikat cukup

kuat oleh bahan organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Selain itu adanya

kondisi reduksi yang kuat menyebabkan unsur mikro direduksi kebentuk yang tidak

dapat diserap tanaman.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di lahan pertanian milik keluarga saya sendiri

yang beralamat di Desa Namorambe, Kecamatan Namorambe, dan direncanakan

pelaksanaannya pada bulan Mei sampai Juli tahun 2021.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: benih kacang tanah

varietas Hypoma sebanyak 1,5 kg, pupuk kalium, dan Dolomit. Sedangkan alat-alat

yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pompa mesin, pipa polyethylene,

timbangan, neraca analitik, nampan, gelas plastik, mistar, nozzle, kamera, meteran,

solder, ember, generator dan alat tulis.

3.3. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan

Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial 3x4 dengan 3 ulangan. Faktor yang

diteliti adalah pengaruh pemberian dolomit dan kalium terhadap pertumbuhan dan

produksi tanaman kacang tanah (Arachis hipogeae L.)

Faktor dosis pupuk kalium (K) terdiri atas 3 taraf, yaitu:

K1 = 50 g/plot
K2 = 100 g/plot
K3 = 150 g/plot
Faktor dosis dolomit (D) terdiri atas 4 taraf, yaitu:
D0 = 0 g/plot
D1 = 400 g/plot
D2 = 500 g/plot
D3 = 600 g/plot

30
31

Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan dan

terdapat 36 unit satuan percobaan. Setiap plot diwakili dengan 5 tanaman, jadi total

keseluruhan tanaman adalah sebanyak 180 tanaman.

Susunan kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.1. di bawah ini.

Tabel 3.1. Susunan Kombinasi Perlakuan antara Dosis Pupuk Kalium (K) dan
Dolomit.

K1 D0 K2 D0 K3 D0
K1 D1 K2 D1 K3D1
K1 D2 K2 D2 K3 D2
K1 D3 K2 D3 K3 D3

Model Matematis yang digunakan adalah:

Yijk = +i + Pj + Kk + (PK)jk + ijk


Ket.
Yijk = Nilai pengamatan untuk faktor dosis pupuk kalium (K) taraf ke-j, faktor
dosis dolomit taraf ke-k dan ulangan ke-i
= Nilai tengah umum
i = pengaruh ulangan ke-i ( i = 1, 2 dan 3)
Pj = pengaruh faktor dosis pupuk dolomit ke-j ( j = 1,2 dan 3)
Kk = Pengaruh faktor dosis kalium ke-k ( k = 1,2,3 dan 4)
(PK)jk = Interaksi faktor dosis dolomit pada taraf ke-j, dan taraf dosis kalium ke-k
ijk = Galat percobaan untuk ulangan ke-i, faktor dosis dolomit taraf ke-j, faktor
dosis kalium taraf ke-k.
Apabila hasil uji F menunjukkan pengaruh yang nyata maka akan dilanjutkan

dengan uji lanjut yaitu uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5%. Dengan persamaan

sebagai berikut:

BNT0,05= t0,05 dbg ( 2KT g)


r
32

Dimana :
BNT0,05 = Beda Nyata Terkecil pada taraf 5 %
t0,05 (dbg) = Nilai baku t pada taraf 5 % derajat bebas galat
KT g = Kuadrat tengah galat
r = Jumlah ulangan.
BAB IV
RENCANA PELAKSANAAN PENELITIAN

4.1. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan cangkul, tanah yang diolah

hanya bagian atas (Top Soil) dengan kedalaman ± 20 cm.

4.2. Pembuatan Plot

Pembuatan plot dilakukan setalah pengolahan tanah kedua dengan luas plot

berukuran 120 cm x 120 cm.

4.3. Aplikasi Pupuk Kalium

Aplikasi pupuk kalium diberi dengan cara ditabur setelah plot jadi, pupuk

kalium diberikan 7 hari sebelum tanam dengan dosis sesuai yang dicobakan per plot,

kemudian diaduk hingga pupuk kalium tercampur dengan tanah.

4.4. Aplikasi Dolomit

Aplikasi dolomit diberi dengan cara ditabur setelah plot jadi, dolomit

diberikan 15 hari sebelum tanam dengan dosis yang sesuai perlakuan, kemudian

dicangkul sehingga dolomit tercampur rata dengan tanah.

4.5. Perlakuan Benih

Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang tanah varietas

Hypoma. Benih yang disiapkan dilakukan pemilahan atau pemilihan biji yang baik

untuk digunakan sebagai benih.

4.6. Penanaman

Penanaman dilakukan bersamaan dengan pembuatan lubang tanam dengan

jarak tanam 20 cm x 30 cm, lubang tanam dibuat dengan cara penugalan (ditugal)

sedalam 3 cm. Setelah itu dimasukkan 2 benih tiap lubang, penanaman dilakukan

pada sore hari dengan 20 tanaman per unit perlakuan/plot.

33
34

4.7. Pemeliharaan

a. Penyiangan dan Pembumbunan

Penyiangan ke-1 pada tanaman kacang tanah dilakukan pada umur 3 minggu.

Penyiangan ke-2 dilakukan pada saat tanaman berumur sekitar 6 minggu setelah

tanam. Penyiangan ke-2 ini dilakukan bersamaan dengan pembubunan.

Pembumbunan dilakukan dengan cara mengikis gulma yang tumbuh dengan tangan

atau kuret secara hati-hati dan tidak terlalu dalam agar tidak merusak perakaran

tanaman.

b. Pengendalian Hama

Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida Decis 25 Ec

dengan konsentrasi 0,5 ml/l air, diaplikasi pada umur 45 HST.

4.8. Pemanenan

Pemanenan dilakukan ketika daun sudah mulai menguning dan gugur, panen

dilakukan pada umur 90 HST.

4.9. Pengamatan

4.9.1. Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman diukur dari pangkal batang hingga titik tumbuh.

Pengukurun dilakukan pada 8 tanaman sampel saat umur 15, 30 dan 45 HST.

4.9.2. Jumlah Genofor Gagal

Jumlah genofor gagal dihitung setelah dilakukan pemanenan. Genofor yang

dihitung adalah genofor yang tidak menghasilkan polong.

4.9.3. Persentase Polong Bernas

Persentase polong bernas dihitung setelah dilakukan pemanenan. Polong

bernas dihitung pada polong yang berisi,.


35

4.9.4. Persentase Polong Hampa

Persentase polong hampa dihitung setelah dilakukan pemanenan. Polong

hampa dihitung pada polong yang tidak berisi.

4.9.5. Berat 100 Biji kering

Pengamatan berat 100 biji kering dilakukan dengan menimbang 100 biji yang

diambil bahan dipilih dari setiap plot percobaan dengan menggunakan timbangan

analitik dalam satuan gram.

4.9.6. Berat Biji Kering Per Plot Netto (g)

Pengamatan berat biji kering per plot netto dilakukan dengan cara menimbang

seluruh polong dari tanaman yang ada dalam plot netto dengan menggunakan

timbangan analitik dalam satuan gram.

4.9.7. Produksi Per Hektar (ton)

Pengamatan produksi per hektar dilakukan dengan cara mengkonversikan data

berat polong kering per plot netto kedalam hektar dalam satuan ton.
BAB V
HASIL PENELITIAN

5.2. Tinggi Tanaman (cm)

Data tinggi tanaman kacang tanah (Arachis hipogeae) pada umur 15, 30, dan

45 hari setelah tanam (HST) akibat pemberian dolomit dan kalium terhadap

pertumbuhan dan produksi disajikan pada lampiran 1, 3, dan 5.

Grafik pertumbuhan tinggi tanaman kacang tanah (Arachis hipogeae) pada

umur 15, 30, dan 45 hari setelah tanam (HST) pada berbagai waktu pemberian

pemberian dolomit dan kalium disajikan pada gambar 5.1.

120.00

100.00
Tinggi Tanaman (cm)

80.00

60.00
K1
K2
40.00 K3

20.00

0.00
15 30 45
Umur Tanaman (HST)

Gambar 5.1. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman kacang tanah (Arachis hipogeae)
Umur 15, 30, dan 45 HST pada berbagai pemberian kalium
Gambar 5.1 menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi tanaman kacang tanah

(Arachis hipogeae) pada semua taraf perlakuan waktu pemberian kalium berlangsung

seragam. Pertumbuhan tinggi tanaman mulai umur 15, 30, dan 45 HST terus

meningkat dengan laju yang relatif sama. Pertumbuhan tinggi tanaman kacang tanah

(Arachis hipogeae) tertinggi terdapat pada perlakuan K3 diikuti perlakuan K1 dan K2.

48
49

Grafik pertumbuhan tanaman kacang tanah (Arachis hipogeae) umur 15, 30,

dan 45 HST pada perlakuan dosis dolomit disajikan pada gambar 5.2.

120.00

100.00
Tinggi Tanaman (cm)

80.00

60.00
D0
D1
40.00
D2
D3
20.00

0.00
15 30 45 60
Umur Tanaman (HST)

Gambar 5.2. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman kacang tanah (Arachis hipogeae)
pada Umur 15, 30, dan 45 HST Akibat Perlakuan Dosis Dolomit

Gambar 5.2 menunjukkan bahwa pola pertumbuhan tinggi tanaman kacang

tanah (Arachis hipogeae) pada umur 15, 30, dan 45 HST relatif berbeda. Mulai umur

15, 30, dan 45 HST, pertumbuhan tinggi tanaman antara setiap taraf perlakuan dosis

dolomit relatif sama dimana pertumbuhan tinggi tanaman pada perlakuan pemberian

dolomit (D2) cenderung lebih cepat dibandingkan dengan tanpa pemberian dolomit

(D1), (D3) dan (D4).

Hasil sidik ragam (Lampiran 2, 4, dan 6) menunjukkan bahwa perlakuan

pemberian dolomit pada umur 15, 30, dan 45 HST memberikan pengaruh nyata

terhadap tinggi tanaman kacang tanah (Arachis hipogeae), sedangkan pemberian

kalium pada umur 15, 30, dan 45 HST tidak memberikan pengaruh nyata terhadap

tinggi tanaman kacang tanah (Arachis hipogeae).


50

Rataan tinggi tanaman kacang tanah (Arachis hipogeae) pada umur 15, 30,

dan 45 HST akibat perlakuan pemberian dolomit dan kalium pada tanaman kacang

tanah (Arachis hipogeae) disajikan pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Rataan Tinggi Tanaman kacang tanah (Arachis hipogeae) Pengaruh
Volume Pemberian dolomit dan kalium pada Umur 15, 30, dan 45 HST

Tinggi Tanaman (cm) Tingi Tanaman (cm)


15 HST 30 HST 45 HST
K1 33.80 78.5 97.90
K2 33.30 76.7 97.85
K3 33.05 78.6 99.45
D0 32.20 75.2 98.73
D1 33.33 79.53 98.60
D2 34.13 78.80 99.00
D3 33.87 78.20 97.27

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama
berarti tidak berbeda dengan uji BNT pada taraf 5%

Tabel 5.1 terlihat bahwa, hasil uji beda rata-rata berdasarkan uji BNT pada

umur 45 HST pada perlakuan K taraf K3 menghasilkan tinggi tanaman tertinggi yang

berbeda nyata dengan K1 dan K2, demikian juga pada perlakuan D taraf D2

menghasilkan tinggi tanaman tertinggi yang berbeda nyata dengan D0, D1 dan D3.

Hubungan antara pemberian dolomit dengan tinggi tanaman kacang tanah

(Arachis hipogeae) pada umur 15, 30 dan 45 HST diperlihatkan pada gambar 5.3.

23.4
23.2
Tinggi Tanaman (cm)

23
f(x) = − 0.135945945945946 x + 23.1710810810811
22.8 R² = 0.860352425903509
22.6
22.4
22.2
22
21.8
21.6
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Pemberian dolomit

Gambar 5.3. Pengaruh pemberian dolomit Terhadap Tinggi Tanaman kacang tanah
(Arachis hipogeae) pada Umur 15, 30 dan 45 HST
51

Gambar 5.3 menunjukkan bahwa dengan semakin banyak pemberian dolomit

maka tinggi tanaman kacang tanah (Arachis hipogeae) semakin menurun mengikuti

kurva linier pada gambar diatas dengan persamaan Ŷ = 23,17 - 0,135 A, r = 0,860

yang berarti pengurangan pemberian dolomit akan menambah tinggi tanaman sebesar

0,135 cm dengan keeratan hubungan 86%.

Hubungan antara pemberian kalium dengan tinggi tanaman kacang tanah

(Arachis hipogeae) pada umur 15, 30 dan 45 HST ditunjukan pada gambar 5.4.

23.4
23.2
23 f(x) = 0.0202 x + 22.0316666666667
Tinggi Tanaman (cm)

22.8 R² = 0.858573672988441

22.6
22.4
22.2
22
21.8
21.6
0 25 50
Dosis pupuk kalium

Gambar 5.4. Kurva Pengaruh Pemberian kalium Terhadap Tinggi Tanaman Kacang
tanah (Arachis hipogeae) pada Umur 15, 30 dan 45 HST

Gambar 5.4 menunjukkan bahwa dengan semakin banyak pemberian kalium,

maka tinggi tanaman kacang tanah (Arachis hipogeae) semakin meningkat mengikuti

kurva linier pada gambar diatas dengan persamaan Ŷ = 22.03 + 0.20 K; r = 0.858

yang berarti peningkatan pemberian kalium akan menambah tinggi tanaman sebesar

0,20 cm dengan keeratan hubungan 85,8%.

5.2. Persentase Ginofor Gagal (%)

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 14) menunjukkan bahwa pemberian

dolomit memberikan pengaruh nyata terhadap persentase ginofor gagal kacang tanah,
52

sedangkan pemberian kalium tidak memberikan pengaruh nyata terhadap persentase

ginofor gagal kacang tanah. Rata-rata persentase ginofor gagal tanaman kacang tanah

pada pemberian dolomit dan kalium setelah diuji dengan BNJ0,05 dapat dilihat pada

Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Rata-rata Persentase Ginofor Gagal Tanaman Kacang Tanah pada
Pemberian dolomit dan kalium.

Perlakuan Ulangan Total ReRata


I II III
K1D0 13 14.4 8.4 35.8 11.93
K1D1 11.8 9.6 7 28.4 9.47
K1D2 12 11.8 8.8 32.6 10.87
K1D3 8.4 9 8 25.4 8.47

K2D0 13.2 8.8 9.2 31.2 10.40


K2D1 15.6 10.6 11.2 37.4 12.47
K2D2 12.2 12.4 8.6 33.2 11.07
K2D3 10.2 11.6 12.2 34 11.33

K3D0 9.6 9 9.4 28 9.33


K3D1 11.6 12 11.6 35.2 11.73
K3D2 8.6 10 7.6 26.2 8.73
K3D3 12 9.6 9.4 31 10.33
Total 138.2 128.8 111.4 378.4 126.13

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa persentase ginofor gagal kacang tanah tertinggi

dijumpai pada K2D1 yakni sebesar 9.88%. Hubungan antara persentase ginofor gagal

kacang tanah pada penambahan dolomit dan kalium dapat dilihat pada Gambar 53.
53

14.00

12.00

Persentase Ginofor Gagal (%)


10.00

8.00

6.00

4.00

2.00

0.00
D0 1D1 1D2 1D3 D0 D1 D2 D3 D0 D1 D2 D3
K1 K K K K2 K2 K2 K2 K3 K3 K3 K3
Pemberian Dolomit dan Kalium
Gambar 5.3. Persentase ginofor gagal kacang tanah pada pemberian dolomit dan
kalium

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa jumlah

ginofor gagal terbanyak dijumpai pada pemberian dolomit dan kalium pada taraf

K2D1 yakni sebesar 9.88%. Hal ini diduga karena ginofor yang terbentuk tidak masuk

kedalam tanah dan gagal terbentuknya polong dan juga dipengaruhi oleh faktor

lingkungan, dan juga diduga karena pada dosis tersebut unsur hara yang dibutuhkan

tanaman tidak tercukupi dalam keadaan yang berimbang serta faktor lingkungan yang

tidak mendukung.

Anonymous (2006) menyatakan bahwa bagian ginofor yang terbentuk

dibagian cabang atas dan tidak masuk kedalam tanah akan gagal membentuk polong.

Sumarno (2003) menambahkan bahwa pertumbuhan kacang tanah di lahan kering

sangat baik apabila ada hujan seminggu sekali diselangi hari yang cerah. Kekeringan

yang berkepanjangan dapat menghambat pertumbuhan vegetatif, pembungaan dan

pengisian polong tanaman kacang tanah yang akan memengaruhi produksi. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Hardjowogeno (2007) yang menyatakan bahwa unsur hara

yang terkandung dalam pupuk organik berperan dalam pembentukan bunga dan buah.
54

Selain itu unsur hara berperan dalam menentukan kematangan buah dan juga

berfungsi dalam pembelahan sel dan perkembangan jaringan.

5.3. Persentase Polong Berisi (%)

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 16 dan 18) menunjukkan bahwa

pemberian dolomit berpengaruh nyata terhadap persentase polong berisi tanaman

kacang tanah, sedangkan pemberian kalium tidak memberikan pengaruh nyata

terhadap persentase polong berisi tanaman kacang tanah.

Rata-rata persentase polong berisi tanaman kacang tanah pada pemberian

dolomit dan kalium dapat dilihat pada Tabel 5.2 di bawah.


55

Tabel 5.2. Rata-rata Persentase Polong Berisi Kacang Tanah pada pemberian dolomit
dan kalium.

Perlakuan Ulangan Total Persentase Polong


Bernas (%)
I II III

K1D0 26.6 16 22.8 65.4 8.31

K1D1 26.4 27.2 20.4 74 9.41

K1D2 19.2 20.2 22.2 61.6 7.83

K1D3 18.8 15 20.6 54.4 6.91

K2D0 21.8 20 24.4 66.2 8.41

K2D1 20.4 26.4 28 74.8 9.51

K2D2 20.4 22.6 23.2 66.2 8.41

K2D3 24 21.8 25 70.8 9.00

K3D0 16 22.4 25 63.4 8.06

K3D1 20.4 24.4 22.6 67.4 8.57

K3D2 14.4 25.4 23.6 63.4 8.06

K3D3 20.4 19.6 19.2 59.2 7.52

Total 248.8 261 277 786.8  

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa persentase polong berisi kacang tanah tertinggi

dijumpai pada perlakuan K2D1 yakni sebesar 9,51%. Adapun persentase polong

berisi tanah pada pemberian dolomit dan kalium dilihat pada Gambar 5.3.
56

10.00
9.00
8.00
Persentase Polong Berisi (%) 7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
K1D0 K1D1 K1D2 K1D3 K2D0 K2D1 K2D2 K2D3 K3D0 K3D1 K3D2 K3D3
Pemberian Dolomit dan Kalium

Gambar 5.3. Persentase polong berisi tanah pada pemberian dolomit dan
Kalium

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan persentase polong berisi

tertinggi dijumpai pada perlakuan pemberian dolomit dan kalium pada taraf K2D1

yakni sebesar 9,51%. Hal ini disebabkan karena perbedaan respon ginotip dari setiap

varietas terhadap lingkungan. Sesuai dengan pendapat Purnomo dan Purnawati (2007)

yang menyatakan bahwa meskipun kacang tanah toleran terhadap tanah kering dan

masam akan tetapi kondisi tersebut berpegaruh pada banyaknya polong yang berisi.

Muchidin (1991) menambahkan pola genetik merupakan suatu takaran baku yang

menentukan potensi utuh tumbuh maksimal pada lingkungan yang menguntungkan.

5.4. Persentase Polong Hampa (%)

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 16 dan 18) menunjukkan bahwa

pemberian dolomit berpengaruh nyata terhadap persentase polong hampa tanaman

kacang tanah sedangkan pemberian kalium tidak memberikan pengaruh nyata

terhadap persentase polong hampa tanaman kacang tanah. Rata-rata persentase polong

hampa tanaman kacang tanah pada pemberian dolomit dan kalium dapat dilihat pada

Tabel 5.3 di bawah.


57

Tabel 5.3. Rata-rata Persentase Polong Hampa Kacang Tanah pada pemberian
dolomit dan kalium.

Perlakuan Ulangan Total Persentase Polong


I II III Hampa (%)
K1D0 7.6 5.6 7.2 20.4 8.82
K1D1 7.6 6.6 4.6 18.8 8.13
K1D2 8.8 7.2 6 22 9.52
K1D3 1.76 1.44 1.2 4.4 1.90

K2D0 6.4 5.8 8.2 20.4 8.82


K2D1 7.2 6.4 8 21.6 9.34
K2D2 8.6 8 5.2 21.8 9.43
K2D3 6.2 6.4 8.4 21 9.08

K3D0 7.4 7.4 6 20.8 9.00


K3D1 9 7 5.6 21.6 9.34
K3D2 7 8.8 3.6 19.4 8.39
K3D3 6.2 5.4 7.4 19 8.22
Total 83.76 76.04 71.4 231.2  

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa persentase polong hampa kacang tanah

tertinggi dijumpai pada perlakuan K1D2 yakni sebesar 9,52%. Adapun persentase

polong hampa kacang tanah pada pemberian dolomit dan kalium dilihat pada Gambar

5.4.

10.00
9.00
Persentasi Polong Hampa (%)

8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
D0 D1 D2 D3 D0 D1 D2 D3 D0 D1 D2 D3
K1 K1 K1 K1 K2 K2 K2 K2 K3 K3 K3 K3
Pemberian Dolomit dan Kalium

Gambar 5.4. persentase polong hampa kacang tanah pada pemberian dolomit
dan kalium
58

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan persentase polong hampa

tertinggi dijumpai pada perlakuan pemberian dolomit dan kalium pada taraf K1D2

yakni sebesar 9,52%. Hal ini disebabkan karena perbedaan respon ginotip dari setiap

varietas terhadap lingkungan. Menurut Purnomo dan Purnawati (2007) yang

menyatakan bahwa meskipun kacang tanah toleran terhadap tanah kering dan masam

akan tetapi kondisi tersebut berpegaruh pada banyaknya polong yang berisi. Muchidin

(1991) menambahkan pola genetik merupakan suatu takaran baku yang menentukan

potensi utuh tumbuh maksimal pada lingkungan yang menguntungkan.

5.5 Bobot 100 Biji Kering (gr)

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 20) menunjukkan bahwa pemberian

dolomit berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji kering kacang tanah. Rata-rata

bobot 100 biji kering kacang tanah pada beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel

5.13.

Tabel 5.13. `Rata-rata Bobot 100 Biji Kering Kacang Tanah pada pemberian dolomit
dan kalium.

Perlakuan Ulangan Total ReRata


I II III
K1D0 210 212 213 635 211.67
K1D1 212 212 214 638 212.67
K1D2 215 216 217 648 216.00
K1D3 213 214 215 642 214.00

K2D0 213 212 213 638 212.67


K2D1 214 213 214 641 213.67
K2D2 217 216 216 649 216.33
K2D3 215 214 215 644 214.67

K3D0 210 211 212 633 211.00


K3D1 212 213 213 638 212.67
K3D2 215 216 217 648 216.00
K3D3 214 214 215 643 214.33
Total 2560 2563 2574 7697 2565.67
59

Tabel 13 menunjukkan bahwa bobot 100 biji kering kacang tanah tertinggi

dijumpai pada perlakuan pemberian dolomit dan kalium pada taraf K3D1 yakni

sebesar 227,50

Adapun hubungan antara bobot 100 biji kering kacang tanah pada perlakuan

pemberian dolomit dan kaium dapat dilihat pada Gambar 5.6.

217.00
216.00
215.00
Bobot 100 biji kering (gr)

214.00
213.00
212.00
211.00
210.00
209.00
208.00
D0 1D1 1D2 1D3 D0 2D1 2D2 2D3 D0 D1 D2 D3
K1 K K K K2 K K K K3 K3 K3 K3
Pemberian Dolomit dan Kalium

Gambar 5. Bobot 100 Biji Kering Tanaman Kacang Tanah pada perlakuan pemberian
dolomit dan kalium.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa bobot

100 biji kering tertinggi dijumpai pada taraf perlakuan K3D1 yakni sebesar 227,50

Hal ini disebabkan pada perlakuan taraf tersebut mempunyai perbedaan pertumbuhan

dan produksi, dimana suatu varietas dipengaruhi oleh kemampuan suatu varietas

beradaptasi terhadap lingkuangan tempat tumbuhnya. Meskipun secara genetik pada

varietas yang memiliki potensi produksi yang lebih baik tetapi karena dipengaruhi

oleh faktor lingkungan tempat tumbuhnya dapat menurunkan produksi. Harjadi

(1996) menyatakan bahwa varietas selalu terdapat perbedaan respon genotip dan

mempunyai pertumbuhan yang berbeda walaupun ditanam pada kondisi lingkungan

yang sama.
60

5.6. Produksi Per Hektar (ton)

Hasil uji F pada analisis ragam (lampiran 20) menunjukkan bahwa pemberian

dolomit berpengaruh nyata terhadap Produksi Per Hektar (ton). Rata-rata Produksi Per

Hektar (ton) kacang tanah pada beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel 5.13.

Tabel 5.13. `Rata-rata Produksi Per Hektar (ton) Kacang Tanah pada pemberian
dolomit dan kalium.

Perlakuan Ulangan Total ReRata


I II III
K1D0 1.20 1.10 1.20 3.50 1.17
K1D1 1.10 1.40 1.10 3.60 1.20
K1D2 1.30 0.95 1.30 3.55 1.18
K1D3 1.20 1.19 1.19 3.58 1.19

K2D0 1.20 1.20 1.20 3.60 1.20


K2D1 1.10 1.10 1.10 3.30 1.10
K2D2 1.30 1.30 1.30 3.90 1.30
K2D3 1.20 1.20 1.20 3.60 1.20

K3D0 1.20 1.20 1.20 3.60 1.20


K3D1 1.10 1.10 1.10 3.30 1.10
K3D2 1.10 1.10 1.10 3.30 1.10
K3D3 1.20 1.20 1.20 3.60 1.20
Total 14.20 14.04 14.19 42.43 10.61

Tabel 13 menunjukkan bahwa Produksi Per Hektar (ton) kering kacang tanah

tertinggi dijumpai pada perlakuan pemberian dolomit dan kalium pada taraf K2D2

yakni sebesar 1.30.

Adapun hubungan antara Produksi Per Hektar (ton) kering kacang tanah pada

perlakuan pemberian dolomit dan kaium dapat dilihat pada Gambar 5.6.

1.30

1.25
er Hektar (Ha)

1.20

1.15
Produ
1.05

1.00 61
D0 D1 D2 D3 D0 D1 D2 D3 D0 D1 D2 D3
K1 K1 K1 K1 K2 K2 K2 K2 K3 K3 K3 K3
Pemberian Dolomit dan Kalium

Gambar 5. Produksi Per Hektar (ton) Tanaman Kacang Tanah pada perlakuan
pemberian dolomit dan kalium.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa bobot

biji kering per plot tertinggi dijumpai pada taraf perlakuan K2D2 yakni sebesar 1.30.

Hal ini disebabkan hal ini diduga pada dosis tersebut telah mampu meningkatkan pH

tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman sehingga tanaman dapat berproduksi

lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Leiwakabessy dan

Sutandi (2004) yang bahwa pengapuran dapat meningkatkan pH tanah dan

meningkatkan ketersediaan hara esensial, serta menurunnya aktivitas Al, Fe dan Mn

yang bersifat racun. Dolomit juga berpengaruh baik pada agregasi partikel tanah dan

aerasi. Humus yang berinteraksi dengan dolomit akan lebih meningkatkan granulasi

dan memperkokoh ikatan antar partikel tanah. Pengapuran telah menyebabkan

perubaban reaksi kimia, keadaan fisik dan keadaan mikroba tanah yang

menguntungkan tanaman. Akan tetapi kondisi yang tercipta oleh kapur untuk

meningkatkan serapan hara sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman

menjadi lebih baik akan tetapi tergantung pada tanaman dalam menyesuaian terhadap

lingkungan (Anonymous, 1991).


BAB VI
PEMBAHASAN

6.1. Pengaruh Dolomit

Dari hasil analisis statistik dan berdasrkan uji sidik ragam menunjukkan

bahwa pemberian dolomit pada media tanam tubsoil berpengaruh nyata terhadap

semua pengamatan. Pengaruh nyata secara statistik tetap terdapat kecenderungan

peningkatan pertumbuhan yang lebih besar pada tanaman yang diberi pupuk. Hal ini

menunjukkan bahwa pemberian dolomit dapat menciptakan perakaran tanaman yang

lebih adapatif sekaligus menigkatkan unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman

sehingga memungkinkan dapat mendorong pertumbuhan yang lebih baik dan

produksi yang lebih tinggi.

Menurut Lakitan (1996) mengatakan bahwa pemberian pupuk organik pada

tanaman terdapat sokornisi antar ketersediaan unsur hara dengan kebutuhan tanaman

sehingga dapat membantu kecepatan pertumbuhan tanaman. Hal ini juga didukung

oleh Syarief (1993) dimana mengatakan bahwa pupuk organik yang dimasukan

kedalam tanah akan diurai oleh mikroorganisme dan unsur hara yang dilepaskan, dari

penguraian menjadi tersedia dan diserap oleh perakaran tanaman sehingga

menigkatkan pertumbuhan tanaman.

6.2. Pengaruh Kalium

Berdasarkan data pengamatan dan sidik ragam diketahui bahwa perlakuan

pemberian kalium tidak berpengaruh nyata terhadap diameter tinggi tanaman pada

umur 15, 30 dan 45 HST.

Pengaruh pemberian kalium menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam α

= 5%. Meningkatnya pH tanah akibat pemberian pupuk K, karena pupuk KCl yang

62
63

diberikan ke dalam tanah membebaskan ion K + sebagai kation basa. Ion ini akan

menukar ion Al3+ yang merupakan sumber kemasaman tanah sehingga pH tanah akan

meningkat. Kemudian ion Al3+ akan bereaksi dengan ion OH- yang ada dilarutan tanah

membentuk senyawa Al(OH)3 yang mengendap. Demikian juga ion K+ dapat bereaksi

dengan OH- membentuk KOH (senyawa bersifat basa kuat) yang menyebabkan pH

meningkat (Tisdale et al, 1990 ; Hanifiah, 2004).

Pengaruh pupuk P terhadap peningkatan pH tanah karena adanya pelepasan

sejumlah OH- ke dalam larutan akibat adsorpsi sebagian anion fosfat (H2PO4-) oleh

oksida-hidrat Al dan Fe sehingga pH tanah meningkat. Selain itu ion Ca 2+ dalam

pupuk tersebut akan menggantikan ion H+ dan Al3+ pada kompleks adsorpsi, maka

konsentrasi ion H+ dalam larutan berkurang dan konsentrasi ion OH- naik.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

1. Pemberian dolomit terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah

memberikan pengaruh yang nyata.

2. Pemberian kalium terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah tidak

memberikan pengaruh yang nyata.

3. Ada pengaruh interaksi pemberian dolomit dan kalium terhadap pertumbuhan dan

produksi tanaman kacang tanah.

7.2. Saran

Untuk memperoleh pertumbuhan tanaman kacang tanah (Arachis hipogeae)

yang optimal dapat dilakukan dengan perlakuan K2D1.

64

Anda mungkin juga menyukai