Anda di halaman 1dari 26

PENGARUH PEMBERIAN DOLOMIT DAN KALIUM TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KACANG TANAH


(Arachis hypogeae)
Ramerson J. Sumbayak, S.P., M.Si 1)
Dr. Ir. Fransiskus Gultom, S.Pd., M.Pd 2)
NICO PETRUS PURBA3)
) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Darma Agung,
* 1, 2.

) Mahasiswa Program Studi AgroteknologiFakultas Pertanian Universitas Darma Agung


* 3.

ABSTRAK

Latar Belakang dan Tujuan Penelitian. Penelitian ini bertujuan: untuk mengetahui
pengaruh pemberian dolomit terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah,
Untuk mengetahui pengaruh pemberian kalium terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman kacang tanah, dan Untuk mengetahui pengaruh interaksi pemberian dolomit dan
kalium terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah. Jenis penelitian ini adalah
eksperimen. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial 3x4 dengan 3 ulangan dengan total kombinasi
perlakuan sebanyak 12 perlakuan. Faktor yang diteliti adalah pengaruh pemberian dolomit dan
kalium terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah (Arachis hypogeae L.).
Faktor dosis pupuk kalium (K) terdiri atas 3 taraf, yaitu: K1 = 50 g/plot, K2 = 100 g/plot, dan
K3 = 150 g/plot, sedangkan Faktor dosis dolomit (D) terdiri atas 4 taraf, yaitu: D0 = 0 g/plot,
D1 = 400 g/plot, D2 = 500 g/plot, dan D3 = 600 g/plot. Dari hasil penelitian dan pembahasan
yang dilakukan, diperoleh kesimpulan antara lain: 1). Pemberian dolomit terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah pada umur 15, 30, dan 45 hari setelah
tanaman (HST) memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman. Tinggi tanaman
tertinggi terletak pada perlakuan D2 (500g/plot) diikuti perlakuan D1 dan D2 dengan tinggi
tanaman sebesar 17,66cm, 2). Pemberian kalium terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
kacang tanah pada umur 15, 30, dan 45 hari setelah tanaman (HST) tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman. Tinggi tanaman tertinggi terletak pada
perlakuan K3 (500g/plot) diikuti perlakuan K2 dan K1 dengan tinggi tanaman sebesar
23.46cm, dan 3). Interaksi pemberian dolomit dan kalium terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman kacang tanah tidak memberikan pengaruh yang nyata. Interaksi pemberian dolomit
dan kalium yang tertinggi terdapat pada perlakuan K1D1. Jumlah persentasi genofor gagal
terdapat pada pelakuan K1D1 yakni sebesar 8.42%. Persentasi polong bernas terdapat pada
perlakuan K1D1 yakni sebesar 18.02%. Persentasi polong hampa terdapat pada perlakuan
K1D2 yakni sebesar 5.27%. Rerata berat 100 biji kering diperoleh sebesar 27.81g. Rerata berat
100 biji kering per plot diperoleh sebesar 200,23g.
Kata kunci : Dolomit, kalium, pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah
(Arachis hypogeae).
POTASSIUM THE EFFECT OF DOLOMIT AND
ADMINISTRATION ON THE GROWTH AND
PRODUCTION OF PEANUT (Arachis hypogeae)
Ramerson J. Sumbayak, S.P., M.Si 1)
Dr. Ir. Fransiskus Gultom, S.Pd., M.Pd 2)
NICO PETER ANCIENT3)
*) 1, 2. Lecturer of the Faculty of Agriculture, Darma Agung University,
*) 3. Student of Agrotechnology Study Program, Faculty of Agriculture, Darma Agung
University

ABSTRACT
This study aims: To determine the effect of gift of dolomite on growth and production of peanut
plants, To determine the effect of gift of potassium on growth and production of peanut plants,
and To determine the effect of interaction of gift of dolomite and potassium on growth and
production of peanut plants. This type of research is experimental. The experimental design
used in this study was a Randomized Block Design (RAK) with a 3x4 factorial pattern with 3
replications with a total combination of 12 treatments. The factor studied was the effect of
dolomite and potassium on the growth and production of peanuts (Arachis hypogeae L.). The
dose factor for potassium fertilizer (K) consists of 3 levels, namely: K1 = 50 g/plot, K2 = 100
g/plot, and K3 = 150 g/plot, while the dolomite dose factor (D) consists of 4 levels, namely: D0
= 0 g/plot, D1 = 400 g/plot, D2 = 500 g/plot, and D3 = 600 g/plot. From the results of
research and discussion conducted, conclusions are obtained, among others: 1). The gift of
dolomite on the growth and production of peanut plants at the age of 15, 30, and 45 days after
planting (DAT) gave a significant effect on plant height. Plant height is located in treatment
D2 (500g/plot) followed by treatment D1 and D2 with a plant height of 17.66cm, 2). Provision
of potassium on the growth and production of peanut plants at the age of 15, 30, and 45 days
after planting (DAT) did not have a significant effect on plant height. Plant height is located in
K3 treatment (500g/plot) followed by K2 and K1 treatments with plant height of 23.46cm, and
3). The interaction of offering dolomite and potassium on the growth and production of peanut
plants did not have a significant effect. The highest interaction of dolomite and potassium was
found in the K1D1 treatment. The percentage of genophores that failed to be found in the
K1D1 treatment was 8.42%. The percentage of pithy pods in the K1D1 treatment was 18.02%.
The percentage of empty pods in the K1D2 treatment was 5.27%. The average weight of 100
dry seeds was 27.81g. The average weight of 100 dry seeds per plot was 200.23g.
Keywords : Dolomite, potassium, growth and production of Peanut (Arachis hypogeae).
PENDAHULUAN

Di Indonesia, kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan komoditas pertanian terpenting

setelah kedelai yang memiliki peran strategis pangan nasional sebagai sumber protein dan

minyak nabati. Menurut Marzuki (2009), kacang tanah mengandung lemak 40-50%, protein 27%,

karbohidrat 18%, dan vitamin. Kacang tanah dimanfaatkan sebagai bahan pangan konsumsi

langsung atau campuran makanan seperti roti, bumbu dapur, bahan baku industri, dan pakan

ternak, sehingga kebutuhan kacang tanah terus meningkat setiap tahunnya sejalan dengan

peningkatan jumlah penduduk.

Kacang tanah telah lama dibudidayakan di Indonesia dan umumnya ditanam di lahan

kering. Pada saat ini, penanaman kacang tanah telah meluas dari lahan kering ke lahan

sawah melalui pola tanam padi–padi–palawija. Kacang tanah ditanam pada berbagai

lingkungan agroklimat dengan beragam suhu, curah hujan dan jenis tanah. Jenis tanah

lahan sawah pada umumnya Aluvial dan Regosol, sedang lahan kering adalah Podzolik

Merah Kuning dan Latosol dengan kemiringan tanah kurang dari 8%.

Daerah penanaman kacang tanah kebanyakan berada di Pulau Jawa (377.839 ha)

atau 70% dari total area 539.495 ha di Indonesia, Sumatera dan Nusa Tenggara berada pada

urutan kedua dan ketiga dengan luas areal masing-masing 46.908 ha dan 45.714 ha (BPS

Provinsi Sumatera Utara, 2020). Sentra produksi masih terbatas pada beberapa kabupaten di

Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan beberapa daerah di Nusa Tenggara Barat dan

Sulawesi Selatan. Penanaman kacang tanah sebagian besar dilaksanakan pada musim hujan

di lahan kering yaitu sekitar 64% dan 36% sisanya dilaksanakan pada musim kemarau di

lahan sawah irigasi.

1
2

Rata-rata hasil per hektar di tingkat nasional sekitar 1,29 t/ha, walaupun hasil dari

petak penelitian mampu mencapai 2,5−3 t/ha. Rendahnya produktivitas kacang tanah

disebabkan adanya keragaman cara pengelolaan tanaman, termasuk perbedaan waktu

tanam, cara tanam, penyiangan gulma, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit.

Disamping itu, pada saat ini budidaya kacang tanah yang baku belum tersedia untuk setiap

sentra produksi. Teknologi budidaya merupakan gabungan dari beberapa komponen

teknologi sehingga hasil yang tinggi dapat diperoleh ketika masing-masing komponen

teknologi diterapkan secara tepat. Apabila salah satu komponen tidak dilaksanakan secara

tepat, maka produktivitas yang optimal tidak dapat dicapai.

Produktivitas rata-rata kacang tanah nasional dari tahun 2008 hingga 2020

mengalami sedikit peningkatan, pada tahun 2008 sekitar 1,21 ton/ha, pada tahun 2020

terjadi peningkatan menjadi 1,26 ton/ha. Produktivitas kacang tanah di Indonesia tergolong

rendah, jika dibandingkan dengan negara USA, Cina, dan Argentina yang sudah mencapai

lebih dari 2 ton/ha. Peningkatan produktivitas kacang tanah di Indonesia tidak diikuti dengan

peningkatan produksi kacang tanah, produksi kacang tanah nasional masih tergolong rendah,

bahkan dari tahun 2008 hingga 2020 terus mengalami penurunan. Tahun 2008 produksi

kacang tanah sekitar 770.054 ton, dan tahun 2020 sekitar 709.063 ton. Kemampuan produksi

rata-rata hanya sekitar 1 ton/ha biji kering. Salah satu penyebab produktivitas kacang tanah

yang masih rendah karena proses pengisian polong kacang tanah belum maksimal, masih

banyak ditemukan polong yang hanya terisi setengah penuh bahkan cipo (Kasno, 2005).

Hasil polong kacang tanah ditentukan oleh fotosintat yang diakumulasi ke dalam

kulit dan biji kacang tanah (Kadekoh, 2007). Bahan kering untuk pengisian biji
3

pada kacang tanah diduga lebih banyak diperoleh dari fotosintesis selama pengisian biji

(Purwono dan Heni Purnamawati, 2010).

Produksi ditentukan oleh luas areal panen dikalikan dengan produktivitas, di mana

produktivitas ditentukan oleh genotipe, lingkungan dan pengelolaan tanaman atau teknologi

budidaya. Kini, teknologi budidaya lebih ditekankan pada pengelolaan tanaman terpadu,

yaitu pengelolaan tanaman yang selalu berusaha menyesuaikan dengan perubahan

lingkungan sebagai dampak dari perubahan iklim global. Dalam rangka merealisasikan

peningkatan produktivitas kacang tanah maka perlu dilakukan perbaikan teknologi budidaya

yang sudah ada (existing technology) dan merakit teknologi budidaya spesifik lokasi berdasar

teknologi budidaya rekomendasi komoditas diagroekologi utama yang sudah ada. Hal ini

dilakukan dengan memerhatikan sumber daya genetiknya, termasuk viabilitas benihnya.

Permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan produksi kacang tanah nasional

disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: a) Penerapan teknologi belum dilakukan dengan

baik, sehingga produktivitas belum optimal, misalnya pengolahan lahan kurang optimal

sehingga drainase buruk dan struktur tanah padat, pemeliharaan tanaman kurang optimal

sehingga serangan organisme pengganggu tanaman tinggi,

b) Penggunaan benih bermutu masih rendah, c) Penggunaan pupuk hayati dan organik masih

rendah (Dirjen Tanaman Pangan, 2012). Rendahnya hasil kacang tanah juga dipengaruhi

jumlah bulan basah kurang dari tiga bulan sehingga tanaman mengalami kekeringan.

Penurunan hasil kacang tanah akibat kekeringan berkisar antara 22-96% tergantung pada

fase pertumbuhan saat kekeringan terjadi (Harsono, 2007).

Produksi kacang tanah dapat ditingkatkan dengan memerhatikan beberapa sasaran

yaitu: luas tanam, luas panen, produksi, dan produktivitas. Peningkatan produksi kacang

tanah dapat dicapai melalui beberapa strategi, diantaranya:


4
a) Peningkatan produktivitas, upaya yang dilakukan adalah menerapkan teknologi produksi

yang tepat guna, pengembangan dan penerapan teknologi budidaya terbaru, dan

perlindungan tanaman dari OPT. b) Perluasan areal lahan budidaya dan optimalisasi lahan

dilakukan dengan membuka lahan baru (sawah), mengoptimalkan lahan dengan

memanfaatkan lahan marjinal dan lahan pertanian lainnya (Dirjen Tanaman Pangan, 2012).

Kacang tanah membutuhkan unsur hara N, P, K, dan Ca dalam jumlah yang cukup,

sehingga membutuhkan pemberian kapur dan pemupukan baik organik maupun anorganik.

Penambahan bahan organik dapat meningkatkan efisiensi penyerapan unsur fosfor (P), yang

dapat meningkatkan agregasi tanah sehingga tanah menjadi lebih gembur, dan sangat

menguntungkan untuk pertumbuhan ginofor. Pengapuran juga dapat mengatasi lahan asam

untuk meningkatkan produksi. (Sumarno, dkk., 2001).

Salah satu upaya untuk peningkatan produktivitas kacang tanah dilakukan dengan

pemberian pupuk kalium chlorida. Pemberian pupuk kalium chlorida penting untuk

perkembangan klorofil, meskipun ia tidak seperti magnesium yang memasuki susunan

molekulnya. Kalium menambah ketahanan tanaman terhadap penyakit tertentu dan

meningkatkan sistem perakaran, Kalium cenderung menghalangi efek rebah (lodging)

tanaman dan melawan efek buruk yang disebabkan oleh terlalu banyaknya nitrogen

(Soegiman, 1992).

Unsur hara K memang bukan pembentuk senyawa organik dalam tanaman tetapi

unsur K sangat penting dalam proses pembentukan biji kacang tanah bersama hara P

disamping juga penting sebagai pengatur berbagai mekanisme dalam proses metabolik

seperti fotosintesis, transportasi hara dari akar ke daun, translokasi asimilat dari daun ke

seluruh jaringan tanaman (Sumarno, dkk., 2001).


5

METODE PENELITIAN PENGARUH PEMBERIAN DOLOMIT DAN KALIUM


TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KACANG TANAH
(Arachis hypogeae)

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanian milik petani saya sendiri yang

beralamat di Desa Namorambe, Kecamatan Namorambe, dan direncanakan pelaksanaannya

pada bulan Mei sampai Juli tahun 2021.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: benih kacang tanah

varietas Genjah sebanyak 1,5 kg, pupuk kalium, dan Dolomit. Sedangkan alat-alat yang

digunakan dalam penelitian ini adalah: pompa mesin, pipa polyethylene, timbangan, neraca

analitik, nampan, gelas plastik, mistar, nozzle, kamera, meteran, solder, ember, generator

dan alat tulis.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak

Kelompok (RAK) dengan pola faktorial 3x4 dengan 3 ulangan. Faktor yang diteliti adalah

pengaruh pemberian dolomit dan kalium terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman

kacang tanah (Arachis hypogeae.)

 Faktor dosis pupuk kalium (K) terdiri atas 3 taraf, yaitu:

K1 = 50 g/plot K2
= 100 g/plot K3 =
150 g/plot

 Faktor dosis dolomit (D) terdiri atas 4 taraf,


yaitu: D0 = 0 g/plot
D1 = 400 g/plot
D2 = 500 g/plot
D3 = 600 g/plot
6

Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan dan terdapat 36

unit satuan percobaan. Setiap plot diwakili dengan 2 tanaman, jadi total keseluruhan

tanaman adalah sebanyak 72 tanaman

Susunan kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.1. di bawah ini
30

Tabel 3.1. Susunan Kombinasi Perlakuan antara Dosis Pupuk Kalium (K) dan
Dolomit.

K1 D0 K2 D0 K3 D0
K1 D1 K2 D1 K3D1
K1 D2 K2 D2 K3 D2
K1 D3 K2 D3 K3 D3

Model Matematis yang digunakan adalah:

Yijk =  + i + Pj + Kk + (PK)jk + ijk

Ket.
Yijk = Nilai pengamatan untuk faktor dosis pupuk kalium (K) taraf ke-j, faktor dosis
dolomit taraf ke-k dan ulangan ke-i

 = Nilai tengah umum


i = pengaruh ulangan ke-i ( i = 1, 2 dan 3)
Pj = pengaruh faktor dosis pupuk dolomit ke-j ( j = 1,2 dan 3) Kk
= Pengaruh faktor dosis kalium ke-k ( k = 1,2,3 dan 4)

(PK)jk = Interaksi faktor dosis dolomit pada taraf ke-j, dan taraf dosis kalium ke-k
ijk = Galat percobaan untuk ulangan ke-i, faktor dosis dolomit taraf ke-j, faktor dosis
kalium taraf ke-k.

Apabila hasil uji F menunjukkan pengaruh yang nyata maka akan dilanjutkan dengan

uji lanjut yaitu uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5%. Dengan persamaan sebagai berikut:

BNT0,05= t0,05 dbg ( 2KT g)

r
31

Dimana :
BNT0,05 = Beda Nyata Terkecil pada taraf 5 %
t0,05 (dbg) = Nilai baku t pada taraf 5 % derajat bebas galat KT
g = Kuadrat tengah galat

r = Jumlah ulangan
BAB IV
PELAKSANAAN PENELITIAN

Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan cangkul, tanah yang diolah hanya

bagian atas (Top Soil) dengan kedalaman ± 20 cm.

Pembuatan Plot

Pembuatan plot dilakukan setalah pengolahan tanah kedua dengan luas plot berukuran 120 cm

x 120 cm

Aplikasi Pupuk Kalium

Aplikasi pupuk kalium diberi dengan cara ditabur setelah plot jadi, pupuk kalium diberikan 7 hari

sebelum tanam dengan dosis sesuai yang dicobakan per plot, kemudian diaduk hingga pupuk

kalium tercampur dengan tanah.

Aplikasi Dolomit

Aplikasi dolomit diberi dengan cara ditabur setelah plot jadi, dolomit diberikan 15

hari sebelum tanam dengan dosis yang sesuai perlakuan, kemudian dicangkul sehingga

dolomit tercampur rata dengan tanah

Perlakuan Benih

Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang tanah varietas

Hypoma. Benih yang disiapkan dilakukan pemilahan atau pemilihan biji yang baik untuk

digunakan sebagai benih.


Penanaman

Penanaman dilakukan bersamaan dengan pembuatan lubang tanam dengan jarak

tanam 40 cm x 30 cm, lubang tanam dibuat dengan cara penugalan (ditugal) sedalam 3 cm.

Setelah itu dimasukkan 2 benih tiap lubang, penanaman dilakukan pada sore hari dengan

24 tanaman per unit perlakuan/plot.

Pemeliharaan

a. Penyiangan dan Pembumbunan

Penyiangan ke-1 pada tanaman kacang tanah dilakukan pada umur 3 minggu.

Penyiangan ke-2 dilakukan pada saat tanaman berumur sekitar 6 minggu setelah tanam.

Penyiangan ke-2 ini dilakukan bersamaan dengan pembubunan. Pembumbunan dilakukan

dengan cara mengikis gulma yang tumbuh dengan tangan atau kuret secara hati-hati dan

tidak terlalu dalam agar tidak merusak perakaran tanaman.

b. Pengendalian Hama

Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida Decis 25 Ec

dengan konsentrasi 0,5 ml/l air, diaplikasi pada umur 45 HST.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan ketika daun sudah mulai menguning dan gugur, panen

dilakukan pada umur 90 HST.

Pengamatan
Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman diukur dari pangkal batang hingga titik tumbuh.

Pengukurun dilakukan pada 8 tanaman sampel saat umur 15, 30 dan 45 HST.

Persentase Genofor Gagal

Persentase genofor gagal dihitung setelah dilakukan pemanenan. Genofor yang

dihitung adalah genofor yang tidak menghasilkan polong

Persentase Polong Bernas

Persentase polong bernas dihitung setelah dilakukan pemanenan. Polong bernas

dihitung pada polong yang berisi,

Persentase Polong Hampa

Persentase polong hampa dihitung setelah dilakukan pemanenan. Polong hampa

dihitung pada polong yang tidak berisi

Berat 100 Biji kering

Pengamatan berat 100 biji kering dilakukan dengan menimbang 100 biji yang diambil

bahan dipilih dari setiap plot percobaan dengan menggunakan timbangan analitik dalam

satuan gram.

Berat Biji Kering Per Plot (g)

Pengamatan berat biji kering per plot dilakukan dengan cara menimbang seluruh

polong dari tanaman yang ada dalam plot dengan menggunakan timbangan analitik dalam

satuan gram.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tinggi Tanaman (cm)

Data tinggi tanaman kacang tanah (Arachis hypogeae) pada umur 15, 30, dan

45 hari setelah tanam (HST) akibat pemberian dolomit dan kalium terhadap pertumbuhan

dan produksi disajikan pada lampiran 1, 3, dan 5.

Grafik pertumbuhan tinggi tanaman kacang tanah (Arachis hypogeae) pada umur 15,

30, dan 45 hari setelah tanam (HST) pada berbagai waktu pemberian pemberian dolomit

dan kalium disajikan pada Gambar 5.1.

35.00

30.00
Tinggi Tanaman (cm)

25.00

20.00
K1

15.00
K2
10.00 K3

5.00

0.00

15 30 45

Umur Tanaman (HST)


Gambar 5.1. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman kacang tanah (Arachis hypogeae) Umur 15,
30, dan 45 HST pada berbagai pemberian kalium

Gambar 5.1 menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi tanaman kacang tanah

(Arachis hypogeae) pada semua taraf perlakuan waktu pemberian kalium berlangsung

seragam. Pertumbuhan tinggi tanaman mulai umur 15, 30, dan 45 HST terus meningkat

dengan laju yang relatif sama. Pertumbuhan tinggi tanaman kacang tanah (Arachis

hypogeae) tertinggi terdapat pada perlakuan K3 diikuti perlakuan K1 dan K2.

Grafik pertumbuhan tanaman kacang tanah (Arachis hypogeae) umur 15, 30, dan 45 HST pada

perlakuan dosis dolomit disajikan pada Gambar 5.2.

30.00

25.00
Tinggi Tanaman (cm)

20.00

15.00

10.00

15 30 45

Umur Tanaman (HST)

Gambar 5.2. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman kacang tanah (Arachis hypogeae) pada
Umur 15, 30, dan 45 HST Akibat Perlakuan Dosis Dolomit

Gambar 5.2 menunjukkan bahwa pola pertumbuhan tinggi tanaman kacang tanah

(Arachis hypogeae) pada umur 15, 30, dan 45 HST relatif berbeda. Mulai umur 15, 30, dan 45

HST, pertumbuhan tinggi tanaman antara setiap taraf perlakuan dosis dolomit relatif sama

dimana pertumbuhan tinggi tanaman pada perlakuan pemberian dolomit (D3) cenderung

lebih cepat dibandingkan dengan tanpa pemberian dolomit (D1), (D3) dan (D4).
Hasil sidik ragam (Lampiran 2, 4, dan 6) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian

dolomit pada umur 15, 30, dan 45 HST memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi

tanaman kacang tanah (Arachis hypogeae), sedangkan pemberian kalium pada umur 15, 30,

dan 45 HST tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kacang tanah

(Arachis hypogeae).
Rataan tinggi tanaman kacang tanah (Arachis hypogeae) pada umur 15, 30, dan 45

HST akibat perlakuan pemberian dolomit dan kalium pada tanaman kacang tanah (Arachis

hypogeae) disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Rataan tinggi tanaman kacang tanah (Arachis hypogeae) pengaruh volume
pemberian dolomit dan kalium pada umur 15, 30, dan 45 HST

Tinggi Tanaman (cm)


Perlakuan
15 HST 30 HST 45 HST
K1 11.27 26.17 32.63
K2 11.10 25.57 32.62
K3 11.02 26.20 33.15
D0 8.05 18.80 24.68
D1 8.33 19.88 24.65
D2 8.53 19.70 24.75
D3 8.47 19.55 24.32

Tabel 5.1 terlihat bahwa, hasil uji beda rata-rata berdasarkan uji BNT pada umur 45

HST pada perlakuan K taraf K3 menghasilkan tinggi tanaman tertinggi yang berbeda nyata

dengan K1 dan K2, demikian juga pada perlakuan D taraf D2 menghasilkan tinggi tanaman

tertinggi yang berbeda nyata dengan D0, D1 dan D3.

Hubungan antara pemberian dolomit dengan tinggi tanaman kacang tanah (Arachis

hypogeae) pada umur 15, 30 dan 45 HST diperlihatkan pada Gambar 5.3.
17.70
Ý = 0.000 D+ 17.23
r = 0.572
17.60

Tinggi Tanaman (cm)


17.50

17.40

17.30

17.20

17.10 0 100 200 300 400 500 600 700

Dosis pupuk Dolomit (g)

Gambar 5.3. Pengaruh pemberian dolomit terhadap tinggi tanaman kacang tanah (Arachis
hypogeae) pada umur 15, 30 dan 45 HST

Gambar 5.3 menunjukkan bahwa dengan semakin banyak

pemberian dolomit maka tinggi tanaman kacang tanah (Arachis hypogeae) semakin

meningkat mengikuti kurva linier pada gambar diatas dengan persamaan Ŷ = 0.000D + 17.23,

r = 0.572 yang berarti penambahan pemberian dolomit akan menambah tinggi tanaman

sebesar 0,000 cm dengan keeratan hubungan 57,2%.

Hubungan antara pemberian kalium dengan tinggi tanaman kacang tanah (Arachis

hypogeae) pada umur 15, 30 dan 45 HST ditunjukan pada Gambar 5.4.

23.50

23.45

23.40 Ý = 0.001 K+ 23.20


r = 0.071
man (cm)

23.35
23.30

23.25

23.20

23.15

23.10

23.05

0 20 40 60 80 100 120 140 160

Dosis pupuk Kalium (g)

Gambar 5.4. Kurva pengaruh pemberian kalium terhadap tinggi tanaman kacang tanah
(Arachis hypogeae) pada umur 15, 30 dan 45 HST

Gambar 5.4 menunjukkan bahwa dengan semakin banyak pemberian kalium, maka

tinggi tanaman kacang tanah (Arachis hypogeae) semakin meningkat mengikuti kurva linier

pada gambar diatas dengan persamaan Ŷ = 0.001 K+ 23.20 r = 0.071 yang berarti

peningkatan pemberian kalium akan menambah tinggi tanaman sebesar 0,003 cm dengan

keeratan hubungan 0,71%.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


4.1.Kesimpulan

1. Pemberian dolomit terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah

pada umur 15, 30, dan 45 hari setelah tanaman (HST) memberikan pengaruh yang

nyata terhadap tinggi tanaman. Tinggi tanaman tertinggi terletak pada perlakuan

D2 (500g/plot) diikuti perlakuan D1 dan D2 dengan tinggi tanaman sebesar


17,66cm

2. Pemberian kalium terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kacang tanah

pada umur 15, 30, dan 45 hari setelah tanaman (HST) tidak memberikan pengaruh

yang nyata terhadap tinggi tanaman. Tinggi tanaman tertinggi terletak pada

perlakuan K3 (500g/plot) diikuti perlakuan K2 dan K1 dengan tinggi tanaman

sebesar 23.46cm

3. Interaksi pemberian dolomit dan kalium terhadap pertumbuhan dan produksi

tanaman kacang tanah tidak memberikan pengaruh yang nyata. Interaksi

pemberian dolomit dan kalium yang tertinggi terdapat pada perlakuan K1D1.

Jumlah persentasi genofor gagal terdapat pada pelakuan K1D1 yakni sebesar

8.42%. Persentasi polong bernas terdapat pada perlakuan K1D1 yakni sebesar

18.02%. Persentasi polong hampa terdapat pada perlakuan K1D2 yakni sebesar

5.27%. Rerata berat 100 biji kering diperoleh sebesar 27.81g. Rerata berat 100 biji

kering per plot diperoleh sebesar 200,23g.

Saran

Untuk memperoleh pertumbuhan tanaman kacang tanah (Arachis hypogeae)yang

optimal dapat dilakukan dengan perlakuan K1D1.

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1989. Kacang Tanah. Kanisius. Yokyakarta.


Adisarwanto, T. dan Wudianto. 2000. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah
Dilahan Sawah dan Kering. Penebar Swadaya. Jakarta

Anonymous. 2012. Bercocok Tanam Kacang


Tanah.http://wordpress.com/akademik/ tanaman-kacang-tanah/April2021

. 2011. Badan Penelitian dan Perkembangan Pertanian, “sinar tani”.


Agustus 2011.

. 2001. Budidaya Kacang Tanah (Arachis hypogea L.).


http://www.warintekjogja.com/April2021.

Askari. 2012. Budidaya Kacang Tanah. http://wahyuaskari.wordpress.com/akademik/


kacang-tanah/diakses tanggal 20/04/2021.

Azis, Abdul., Basri A. Bakar dan A.A. Rahmianna. 2013. Keragaman Beberapa Varietas
Unggul Kacang Tanah Di Lahan Gambut Di Provinsi Aceh. Peneliti Bptp Aceh.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. Produktivitas tanaman kacang tanah
2020. https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/874 diakses tanggal
20
April 2021.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. 2006. Budidaya Tanaman Krisan.


BPTP Yogyakarta Badan Pusat Statistik. Yogyakarta.

Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Utara. 2020. Direktorat

Jendral Tanaman Pangan Kementerian Pertanian. 2012. Road Map


Peningkatan Produksi Kacang Tanah dan Kacang Hijau Tahun 2010–2017.

Fachrudin, L., 2000. Budidaya Kacang-Kacangan. Kanisius. Yogyakarta. Habson,

U. dan Rofienda. 2015. Penerapan Skema Sertifikasi Produk. Lembaga


Sertifikasi Produk Chempack. http://bbkk.kemenperin.go.id/datainformasi
publik/lspro/skemasertifikasi/Skema%20pupuk%20(13%20jenis%20pupuk).p df.
Diakses 21 April 2021.

Hadajat, J. R. S. Kartamatmadja dan S. A. Rais. 2000. Teknologi Benih Kacang Tanah.


Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor.
Hardjowigeno, M., 2007. Ilmu Tanah. Mediatama Sarana Perkasa, Jakarta

Harjadi, S.S., 2002. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia. Jakarta.

Harsono, A. dan A.A. Rahmianna. 2007. Waktu Tanam dan Populasi Tanaman
Optimal untuk Kacang Tanah di Lahan Kering. Risalah Hasil Penelitian Kacang
Tanah di Tuban Tahun 1991. Balittan, Malang

Hasibuan, B. E. 2006. Ilmu Tanah. USU Pers. Medan.

Ispandi, A. dan A. Munip. 2004. Efektifitas Pupuk NPK dan Frekuensi Pemberian
Pupuk K dalam Meningkatkan Serapan Hara dan Produksi Kacang Tanah di
Lahan Kering Alfisols. Jurnal. Ilmu Pertanian Vol. 11 No. 2, 2004 : 11-24.
Diakses pada Selasa, 20 April 2021.
Kadekoh, I., 2007. Komponen hasil dan hasil kacang tanah berbeda jarak tanam
dalam sistem tumpang sari dengan jagung yang didelokasikan pada musim
kemarau dan musim hujan. Jurnal Agroland, 14 (1) : 11-17.
Kasno, A. 2005. Pengaruh Nisbah K/ Ca dalam Larutan Tanah terhadap Dinamika Hara K pada
Tanah Ultisol dan Vertisol Lahan Kering. Tesis. Program Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor

Leiwakabessy, F.M., A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan Tanah. Jurusan Tanah,
Fakultas Pertanian, IPB. Bogor
Lingga, P. dan Marsono. 2013. Penunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Litbangpertanian. 2013. Pengendalian Penyakit Karat Pada Kacang Tanah.
http://www.litbang.pertanian.go.id/berita/one/1389/. Diakses 22 April 2021.

, Jakarta. Marzuki, R., 2007. Bertanam Kacang Tanah. Penebar Swadaya

Nugraheni, E., dan Nurmala. 2008. Pengelolaan Lahan Pertanian Gambut Secara
Berkelanjutan. Universitas Terbuka. Tangerang Selatan.

Nurjaya dan Wibowo, H., 2016. Kebutuhan Pupuk Mop Pada Tanah Inceptisol Bogor
Dengan Status Hara K-Potensial dan K-Tersedia Rendah Untuk Tanaman
Jagung. Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.

Paturohman, E., dan Sumarno. 2014. Peningkatan Produktivitas Kacang Tanah


Melalui Penerapan Komponen Teknologi Kunci. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan.

Pramana, S. 2012. Pengaruh pemberian pupuk organik cair terhadap pertubuhan dan
produksi kentang (Solanum tuberosum L.), dalam Buletin Anatomi dan Fisiologi .
2007. Vol. XV. No. 2. Hal. 21-31

Purwono dan Heni Purnamawati. 2010. Budidaya 8 jenis Tanaman Pangan Unggul.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Rahmawati. 2017. Pengaruh Beberapa Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan


Hasil Tanaman Kacang Tanah Varietas Kelinci (Arachis Hypogeae L). Jurnal
Pertanian Faperta UMSB. 1 (1): 9-16

Rukmana, K., 1997. Usaha Tani Jagung. Kanisius. Yogyakarta.


Sanchez, D. A., 1976. Properties and Management of Soils in the Tropics. John Wiley and
Sons, Inc. New York.
Sirait, I. L., Zulia, C., dan Ch, R. M., 2018. Pengaruh Pemberian Pupuk Dolomit Dan
Pupuk Sp-36 Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kedelai (Glycine
Max (L) Merr). Agricultural Research Journal, 14(1), 13–25.
Soegiman. 1992. Ilmu Tanah (Terjemahan). Bratara Karya Aksara. Jakarta.

Soepardi, G., 1993. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Ilmu-ilmu tanah, Faperta IPB.
Bogor.

Soepardi, G., 1993. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Ilmu-ilmu tanah, Faperta IPB.
Bogor.

ssSumarno. 2001. Teknik Budidaya Kacang Tanah. Penerbit Sinar Baru. Bandung.

Sumarni dan Hidayat. 2005. Panduan Teknis Ptt Bawang Merah No.3. Balai
Penelitian Sayuran IPB. http://Agroindonesia.Co.Id. Diakses pada tanggal 21
April 2021.

Sumbayak,RamersonJ.; Pasaribu,Daniel Antonius.Pengaruh Pemberian Pupuk Mabar


Fine Compost Dan Pupuk Kalium Terhadap Tumbuhan Dan Produksi Kacang Tanah
(Arachis hypogaea L).Jurnal Agrotekda,[S.I.],v.3,n.1,p.38-45,juli 2019.ISSN 2715-2413

Suprapto. 2006. Bertanam Kacang Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sutarto. 1998. Pengaruh Pengapuran dan Pupuk Pospat Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Kacang Tanah. Penelitian Pertanian Balirtan Bogor 8 (1)

Tim Bina Karya Tani. 2009. Budidaya Kacang Tanah. Yrama Widya. Bandung.

Trustinah dan Astanto, K., 2015. Pendayagunaan Sumber Daya Genetik Dalam
Pengembangan Varietas Kacang Tanah Toleran Lahan Masam. Buletin
Palawija No. 29: 1–13.
56
57

Anda mungkin juga menyukai