Anda di halaman 1dari 7

SEMINAR PROPOSAL PENELITIAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU

Judul : Respon Pertumbuhan dan Hasil Dua Belas Genotif Kacang Hijau terhadap Dosis Pupuk Kandang Sapi di Lahan Ultisol Nama : Andria Npm : E1J009033 Pembimbing Utama : Dr. Ir. Catur Herison, M.Sc Pembimbing Pendamping : Ir. Sigit Sudjatmiko, P.hD

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacangkacangan yang banyak dikonsumsi Rakyat Indonesia, seperti: bubur kacang hijau dan isi onde-onde, dan lain-lain. Kecambahnya dikenal sebagai tauge. Tanaman ini mengandung zat gizi, antara lain: amylum, protein, besi, belerang, kalsium, minyak lemak, mangan, magnesium, niasin, vitamin (B1, A, dan E). Manfaat lain dari tanaman ini adalah dapat melancarkan buang air besar dan menambah semangat hidup. Selain itu juga dapat digunakan untuk pengobatan hepatitis, terkilir, beri-beri, demam nifas, kepala pusing/vertigo, memulihkan kesehatan, kencing kurang lancar, kurang darah, jantung mengipas, dan kepala pusing (Atman, 2007). Tanaman kacang hijau memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan. Dibanding dengan tanaman kacang-kacangan lainnya, kacang hijau memiliki kelebihan ditinjau dari segi agronomi dan ekonomis, seperti: (a) lebih tahan kekeringan; (b) serangan hama dan penyakit lebih sedikit; (c) dapat dipanen pada umur 55-60 hari; (d) dapat ditanam pada tanah yang kurang subur; dan (e) cara budidayanya mudah (Sunantara, 2000). Menurut Haryanti et al. (2009) saat ini pengembangan kacang hijau menempati urutan ketiga setelah kedelai dan kacang tanah. Permintaan kacang hijau dari tahun ketahun semakin meningkat melebihi jumlah produksi nasional. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut pemerintah mengimpor kacang hijau hingga sebesar 20 ribu ton per tahun, untuk itu produksi kacang hijau harus ditingkatkan. Usaha peningkatan produksi ini hanya dapat tercapai apabila pertumbuhan tanaman dapat ditingkatkan menjadi lebih baik. Komoditas kacang hijau sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian dari petani. Hal tersebut diduga disebabkan karena tingkat produksi dan keuntungan yang termasuk rendah. Menurut Hidayah dan Susanto (2008), kendala yang menyebabkan rendahnya produktivitas di tingkat petani adalah kurang tersedianya benih bermutu dari varietas unggul, mengalami kekeringan atau kelebihan air, teknik bercocok tanam belum optimal, gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), gulma dan masalah Sosial Ekonomi. Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (Statistics Indonesia), pada tahun 2009 produksi kacang hijau adalah 286.234 ton dengan luas lahan 265,25 hektar (BPS, 2009). Konsumsi kacang hijau mencapai 2,5 kg per kapita per tahun dengan jumlah penduduk 225 juta, sehingga total kebutuhan kacang hijau sebesar 562,5 ribu ton. Tantangan pengembangan kacang hijau adalah peningkatan produktivitas di lahan kering dan mempertahankan kualitas lahan untuk berproduksi lebih lanjut. Lahan kering di Sumatera

seperti ultisol umumnya tergolong masam dan miskin hara. Pengembangan kacang hijau merupakan solusi murah untuk mengatasi masalah tersebut (Kasno, 2007). Indonesia memiliki lahan ultisol dengan sebaran luas, mencapai 45.794.000 hektar atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia. Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000 ha), diikuti di Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha), dan Nusa Tenggara (53.000 ha). Tanah ini dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar hingga bergunung (Prasetyo, dan Suriadikarta, 2006). Menurut Adiningsih, (1986) dalam Prasetyo, dan Suriadikarta, (2006) Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi pH tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi. Ultisol sendiri memiliki kandungan pH yang berkisar 3,5 5,0 atau disebut masam dan kandungan unsur Al, Fe dan Mn tinggi, selain itu biologi tanah yang rendah karena kurangnya kandungan bahan organik dan unsur hara dalam tanah (Utomo, 2008). Bahan organik selain dapat meningkatkan kesuburan tanah dan pH tanah juga mempunyai peran penting dalam memperbaiki sifat fisik tanah. Bahan organik dapat meningkatkan agregasi tanah, memperbaiki aerasi dan perkolasi, serta membuat struktur tanah menjadi lebih remah dan mudah diolah. Bahan organik tanah melalui fraksi-fraksinya mempunyai pengaruh nyata terhadap pergerakan dan pencucian hara. Asam fulvat berkorelasi positif dan nyata dengan kadar dan jumlah ion yang tercuci, sedangkan asam humat berkorelasi negatif dengan kadar dan jumlah ion yang tercuci (Subowo et al., 1990). Pemberian berbagai jenis dan takaran pupuk kandang (sapi, ayam, dan kambing) dapat memperbaiki sifat fisik tanah, yaitu menurunkan bobot isi serta meningkatkan porositas tanah dan laju permeabilitas (Adimihardja et al., 2000). Pupuk kandang sapi merupakan pupuk padat yang banyak mengandung air dan lendir, pupuk kandang memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan pupuk sintetis. Selain kandungan nitrogen, fospor, dan kalium yang cukup tinggi, pupuk kandang mengandung unsur hara yang cukup lengkap. Pupuk kandang sapi termasuk pupuk dingin karena perubahan dari bahan yang terkandung dalam pupuk menjadi tersedia dalam tanah, berlangsung secara perlahan-lahan. Komposisi dan kandungan pupuk kandang sapi, seperti: Kadar Air 24,21%, Nitrogen 1,11%, Karbon Organik 18,76%, C/N Ratio 16,9%, Fospor 1,62%, dan Kalium 7,26% (Abrianto, 2012). Pupuk organik memiliki manfaat diantaranya adalah : 1) memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan; 2) memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai; 3) menambah daya ikat tanah terhadap air dan unsur-unsur hara tanah; 4) memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah; 5) mengandung unsur hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit (jumlah hara ini tergantung dari bahan pembuat pupuk organik); 6) membantu proses pelapukan bahan mineral; 7) memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikrobia; serta 8) menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan (Yovita, 2001). Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan pertumbuhan dan hasil dua belas genotif kacang hijau pada berbagai taraf dosis pupuk kandang sapi pada ultisol.

II. Metode Penelitian 2.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September Hingga November 2012 di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Unib Medan Baru Kecamatan Muara Bangkahulu Kota Bengkulu. Penelitian ini menggunakan rancangan split plot RAKL dengan 3 ulangan, sebaga petak utama dan faktor pertama adalah, Dosis pupuk kandang sapi yang terdiri atas : D0 = 0 ton ha-1 D1 = 3 ton ha-1 D2 = 6 ton ha-1 D3 = 9 ton ha-1, dan Sebagai anak petak dan faktor kedua adalah, varietas kacang hijau yang meliputi : V1 = VR 3 V2 = VR 61 V3 = VR 88 V4 = VR 200 V5 = VR 204 K V6 = VR 213 K V7 = VR 266 ct V8 = VR 341 V9 = VR 368 V10 = VR 601 m V11 = VR 222 walet V12 = VR 1074 Vinna-1

Dengan demikian didapat 144 unit percobaan yang masing-masing berisi 3 baris tanaman.

2.2 Tahapan Penelitian 1. Pengolahan Lahan Lahan dibersihkan dari gulma kemudian diolah menggunakan cangkul dan sejenisnya, setelah itu membuat petakan utama berukuran 2,5m X 9m dengan unit percobaan 0,75cm. Selanjutnya adalah pengaplikasian pupuk kandang sapi sesuai perlakuan dan sekaligus penggemburan tanah. 2. Penanaman Membuat lubang tanam dengan jarak tanam 25cm X 25cm, ditanami 2 benih per lubang tanam setelah itu ditutup dengan tanah. Sekaligus pemberian pupuk dasar Urea 50 kg ha-1, KCL 100 kg ha-1, dan SP-36 150 kg ha-1. Diberikan sebanyak dua kali, setengah dosis pada saat tanam dan setengah dosis lagi pada saat tanaman berumur 45 hari setelah tanam.

3. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman meliputi Pengairan, Penyulaman, Penjarangan, Penyiangan Gulma, serta Pengendalian Hama dan Penyakit. Pengairan dilakukan sekali sehari pada sore hari apabila tidak turun hujan dan kondisi tanah kering. Penyulaman dilakukan pada biji yang tidak tumbuh normal, tidak tumbuh dan yang mati. Penyulaman dilakukan dengan menggunakan bibit kacang hijau yang ditanam bersamaan dengan penanaman biji di lapangan. Setelah tanaman tumbuh dilakukan penjarangan dengan menyisakan satu tanaman perlubang sehingga pertumbuhannya baik dan merata. Penyiangan gulma dilakukan 2 kali, penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 15 hari setelah tanam (HST), sebelum berbunga atau tergantung populasi gulma, dan penyiangan kedua dilakukan pada umur 26-30 hari setelah tanam (HST). Pengendalian hama dan patogen dilakukan secara intensif dengan menggunakan insektisida dan fungisida sesuai dosis anjuran serta mempertimbangkan Aspek Ekonominya. 4. Panen dan Pasca Panen Panen dapat dilakukan apabila polong sudah berwarna hitam atau coklat Panen dilakukan dengan cara dipetik dan sebaiknya dilakukan pada waktu pagi hari pada saat udaranya masih lembab. Kacang hijau dipanen hingga 4-5 kali, jarak panen pertama dengan kedua dan ketiga waktunya bervariasi berkisar 3-5 hari. Pasca Panen Pengeringan polong dilakukan selama 2-3 hari dibawah sinar matahari. Pembijian dilakukan secara manual yaitu dipukul-pukul dengan tongkat kayu. Pembijian dilakukan di dalam kantong atau karung untuk menghindari kehilangan hasil. Pembersihan biji dari kulit polong dilakukan dengan tampi. Sebelum disimpan biji kacang hijau di jemur kembali sampai mencapai kering simpan yaitu kadar air 8 - 10 %.

2.3 Variabel Pengamatan 1. Tinggi Tanaman (cm) Pengukuran tinggi tanaman menggunakan mistar 100cm, dan diukur dari pangkal batang bawah hingga pucuk batang. 2. Diameter Batang Pengukuran diameter batang menggunakan jangka sorong pada pangkal tanaman 35cm diatas permukaan tanah. 3. Jumlah Daun Untuk jumlah daun dihitung secara manual, dengan cara menghitung per tangkai daunnya. 4. Umur Berbunga Umur berbunga ditentukan dari hari setelah tanam hingga tanaman telah berbunga >50% dari masing-masing populasi pada setiap unit percobaan.

5. Umur Panen Pertama (hari) Umur panen pertama dihitung sejak hari setelah tanam hingga pemanenan pertama. 6. Umur Panen Terakhir (hari) Umur panen terakhir dihitung sejak hari setelah tanam hingga panen yang terakhir kalinya. 7. Jumlah Polong Jumlah polong ini dihitung per tanaman dengan cara menghitung seluruh polong dalam satu tanaman. 8. Berat Polong (gr) Berat polong dihitung dengan cara menimbang seluruh polong per tanaman, dalam penimbangan ini digunakan timbangan Analitik. 9. Bobot Biji Per Tanaman (gr) Untuk menghitung bobot biji pertanaman biji dipisahkan terlebih dahulu dari polongnya kemudian ditimbang, dalam penimbangan ini digunakan timbangan analitik. 10. Bobot 100 biji (gr) Bobot seratus biji ini dihitung dengan cara mengambil seratus biji tanaman kacang hijau dan kemudian ditimbang, dalam penimbangan ini digunakan timbangan analitik. 11. Bobot Berangkasan Segar Menghitung bobot berangkasan segar tanaman adalah dengan cara menimbang seluruh batang tanaman dan dilakukan setelah panen. 12. Bobot Berangkasan Kering Menghitung bobot berangkasan kering sama halnya dengan menghitung bobot berangkasan segar, namun dioven tersebih dahulu selama 48 jam. 13. Indeks Panen Indeks panen merupakan perbandingan antara hasil ekonomi (biji) dengan hasil biologis (biji + brangkasan ) dalam keadaan kering oven . IP = Hasil biji kering oven ha-1 (t)/ Hasil biologis kering oven ha-1 (t) x 100 %

2.4 Analisis Data Data yang diperoleh dapat diuji dengan menggunakan dianalisis varian (ANAVA) dengan taraf 5%. Apabila berbeda nyata maka dapat dilanjutkan dengan analisi Duncans Multiple Range Tes (DMRT).

DAFTAR PUSTAKA Abrianto, P. 2012. Pupuk kandang sapi. http://duniasapi.com/id/limbah/1581-pupukkandang-sapi.html. [Diakses pada tanggal 19 Mei 2012]. Atman, 2007. Teknologi budidaya kacang hijau Vigna radiata L. di lahan sawah. Jurnal Ilmiah Tambua. 6(1): 89-95. Adimihardja, A., I. Juarsah, dan U. Kurnia. 2000. Pengaruh penggunaan beberapa jenis dan takaran pupuk kandang terhadap produktivitas tanah Ultisol terdegradasi Desa Batin, Jambi. Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor: 303320. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (Statistics Indonesia), 2009. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Hijau Menurut Provinsi. http://www.bps.go.id/. [Diakses pada tanggal 18 Mei 2012]. Haryanti, S., R.H. Hastuti, N. Setiari, dan A. Banowo. 2009. Pengaruh kolkisin terhadap pertumbuhan, ukuran sel metafase dan kandungan protein biji tanaman kacang hijau (Vigna radiata (l) wilczek). Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. 10(2): 112 120. Hidayah, I. dan A. N. Susanto. 2008. Analisis kelayakan finansial teknologi usahatani kacang hijau setelah padi sawah di Desa Waekasar, Kecamatan Mako, Kabupaten Buru, Maluku. Jurnal Budidaya Pertanian. 4(1): 54-63. Kasno, A. 2007. Kacang Hijau Alternatif yang Menguntungkan Ditanam di Lahan Kering. Tabloid Sinar Tani, 23 Mei 2007. Jakarta. Prasetyo, B.H. dan D.A. Suriadikarta. 2006 . Karakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 25(2): 39 47. Subowo, J. Subaga, dan M. Sudjadi. 1990. Pengaruh bahan organik terhadap pencucian hara tanah Ultisol Rangkasbitung, Jawa Barat. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 9: 2631. Sunantara, I.M.M. 2000. Teknik produksi benih kacang hijau. No. Agdex: 142/35. No. Seri: 03/Tanaman/2000/September 2000. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Denpasar Bali. Utomo, B. 2008. Perbaikan sifat tanah ultisol untuk meningkatkan pertumbuhan Eucalyptus urephilla pada ketinggian 0-400 meter. Staf Pengajar Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. Yovita. 2001. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta. http://lolitsapi.litbang.deptan.go.id/ind/images/stories/juknis/kompos.pdf. [Diakses pada tanggal 20 Mei 2012].

Denah Penelitian
Ulangan I Ulangan II Ulangan III

D2

D1

D0

9m 2,5 m D0 D2 D3

1m D3 0,5 m D0 D1

D1

D3

D2

Keterangan : Ukuran Petakan : 9m x 2,5m Jarak A. Petakan : 0,5m Jarak A. Ulangan : 1m Dx adalah Perlakuan dosis pupuk kandang sapi D0 = 0 Ton Ha-1 atau 0 Kg Petakan-1 D1 = 3 Ton Ha-1 atau 6,75 Kg Petakan-1 D2 = 6 Ton Ha-1 atau 13,5 Kg Petakan-1 D3 = 9 Ton Ha-1 atau 20,25 Kg Petakan-1

Anda mungkin juga menyukai