PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
A. PENGOLAHAN LAHAN
Pengolahan tanah sawah ada dua macam yaitu pengolahan tanah secar
tradisional (dengan menggunakan cangkul dan sapi) dan dengan cara modern.
Pengolahan lahan dengan metode tradisional biasanya dilakukan untuk lahan
lahan yang sempit dan memiliki kemiringan tertentu. Metode ini biasanya banyak
dilakukan di lingkungan pedesaan yang sebagian masyarakat banyak
menggunakan lahannya sebagai lahan persawahan dan tanaman sayuran.
Kelebihan dari metode ini yaitu tidak dibutuhkan modal yang cukup besar, karena
dilakukan oleh tenaga manual dan biasannya dilakukan secara gotong royong.
Tetapi pengolahan lahan dengan sistem ini banyak menagalami kekurangan,
diantaranya membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya. Pengolahan
lahan dengan cara modern biasanya banyak dilakukan untuk tanaman tanaman
perkebunan dan memiliki lahan yang luas. Pengolahan lahan dengan cara ini
biasannya menggunakan mesin. Pengolahan lahan dengan sistem ini memiliki
kelebihan diantaranya lebih cepat dalam proses pengerjaan, serta dapat
menghemat waktu penanaman. Kekurangan dari sistem ini yaitu dibutuhkannya
modal yang besar dalam pengupayaannya.
Tujuan pengolahan lahan sebelum ditanami dengan padi sawah, yaitu:
1. Menciptakan kondisi fisik , kimia dan biologis tanah yang lebih baik.
2. Membunuh gulma dan tanaman yang tidak diinginkan.
3. Menurunkan laju erosi.
4. Meratakan dan mencampur guludan tanah untuk memudahkan pekerjaan.
5. Mencampur dan meratakan pupuk dengan tanah.
6. Mempersiapkan pengaturan irigasi dan dirainase.
7. Membunuh serangga, larva dan bibit hama penyakit lainnya dengan
perubahan kondisi lingkungan dan sinar matahari.
8. Untuk membuat tanah menjadi berlumpur.
9. Menempatkan sisa-sisa tanaman pada tempat yang sesuai.
Tahapan pengolahan lahan pada lahan basah/sawah sebagai lahan padi
sawah, yaitu:
1. Bajak pertama membalik tanah sedalam lapisan olah/topsoil menggunakan
alat bajak. Tujuannya adalah agar lapisan tanah bagian bawah diangkat untuk
membonkar endapan mineral/hara yang sulit diraih akar, memperlancar
sirkulasi udara, benih-benih gulma dan sisa tumbuhan lainnya dibenamkan
memperkaya bahan organik tanah.
2. Bajak kedua dilakukan setelah pembajakan pertama selesai. Pembajakan
kedua dengan memotong arah dari arah pembajakan pertama, berguna untuk
memperkecil bongkahan tanah menjadi remah, meratakan campuran antara
unsur liat, pasir, tanah dan bahan orgaik pada lapisan olah, mematikan bibit-
bibit gulma yang baru tumbuh.
3. Penggaruan pada lahan yang sudah dilakukan pembajakan kedua, yaitu:
1) Meratakan lahan agar tinggi permukaan air seragam di pertanaman.
2) Membenamkan bagian-bagian tumbuhan yang masih tersisa. Pengolahan
lahan pada lahan tegal/ladang dengan becocok tanam sistim gogo,
pengolahan lahan menggunakan kaidah-kaidah yang sama dengan di lahan
sawah, yaitu untuk memperbaiki komposisi lapisan olah/ top soil,
melancarkan sirkulasi udara dalam tanah, mengurangi gulma, dan meratakan
permukaan. Kelalaian dalam pegolahan lahan memungkinkan besar
produksi yang ingin tidak tercapai. Bercocok tanam tanpa olah tanah dapat
dilakukan pada lahan bukaan baru (Hutan) yang kesuburannya masih
terjaga. Atau melalui pengolahan alamiah secara pertahap kesuburan di
tingkatkan yaitu dengan mengembalikan sebagian besar sisa tanaman setiap
panen pada permukan lahan di tambah pengaturan irigasi yang baik.
B. Pembibitan tanaman
1. Penyiapan benih
Benih yang akan digunakan disarankan bersertifikat / berlabel biru.
Kebutuhan benih tergantung pada sistem, dan jarak tanam yang digunakan.
Sistem tanaman dengan sabar langsung (tabela) memerlukan benih yang
lebih banyak, sedangkan sistem tanaman pindah rata-rata memerlukan
benih 20-25 kg/ha. Benih direndam kedalam air garam (200 gram/liter air )
benih yang mengambang dibuang. Benih yang bagus ditiriskan dan dicuci
lalu direndam dalam air bersih selama 24 jam. Air rendaman diganti setiap
12 jam. Benih kemudian diperam menggunakan karung basah selama 24
jam. Bakam lembaga akan muncul berupa titik putih pada bagian
ujungnya. Hal ini menunjukan benih siap untuk disemai. Selanjutnya
penebaran benih dilakukan merata diatas bedengan, dan dibiarkan sedikit
sekam sisa penggilingan padi atau jerami diatas benih yang sudah disebar
(Herawati, 2012).
2. Persemaian benih
persemaian bisa dilakukan diata nampan/baki/besek, selain itu
persemaian benih juga bisa dilakukan diatas plastic dengan lebar 1,0-1,2 m
dan panjang menyesuaikan. Campuran media lebih banyak bahan organic
komposnya dan benih ditabur jarang. Hal tersebut mudah dilakukan agar
mudah waktu mencabutnya dan benih tetap utuh, baik akar maupun
keeping bijinya, waktu dipindahkan kesawah. Benih yang disemaikan akan
dipindah dan ditanam muda, yaitu pada usia 5 7 hari saat masih
berbentuk kecambah lengkap dengan keeping bijinya dan biasanya
berukuran 7 cm. tujuan penanaman benih dalam usia muda adalah sebagai
berikut :
Member kesempatan pada tanaman untuk beranak lebih banyak dan
keluar anakan lebih dini.
Mempercepat umur panen.
Memperpanjang umur padi saat vegetative sehingga mempengaruhi
jumlah anakan dan kualitas bulir padi.
Benih padi harus dipindahkan kesawah sebelum hari ke-12, yaitu
pada umur 7 10 hari. Hal ini mengacu pada teori phillochrone yang
diungkapkan oleh Kaatayama, seorang peneliti dari Jepang. Dalam teori
tersebut dijelaskan bahwa pada hari ke-12 tanaman padi akan
mengeluarkan tunas pertama yang akan menjadi awal dari 2/3 potensi total
anakan. Dengan demikian kalau benih padi ini dipindah setelah hari ke-12
, seringkali pertumbuhan tunas awal ini terganggu atau rusak sehingga
jumlah anakan yang akan diahsilkan tanaman itu tidak lebih dari 1/3
potensi anakannya. Kadang-kadang masing-masing tanaman haya anak 1
2 saja atau sama sekali tidak beranak karena sering ditanam dalam jumlah
banyak pertitik tanamannya (Purwasasmita & Sutaryat, 2012).
E. Pemasaran
Pemasaran merupakan aktivitas bisnis yang mengarahkan aliran barang dan
jasa dari produsen ke konsumen. Pemasaran produk-produk pertanian seperti
beras dimulai dari lahan usahatani ketika petani merencanakan produksinya untuk
memenuhi permintaan pasar yang spesifik dan prospek pasar(litbang). Lembaga
pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran,
menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta
mempunyai hubungan dengan badan usaha atau badan usaha lainnya. Para pelaku
atau lembaga perantara yang ikut terlibat dalam proses pemasaran dapat
diindentifikasikan sebagai berikut: (1) tengkulak adalah pembeli hasil pertanian
pada waktu panen dilakukan oleh perseorangan dengan tidak teroraganisir, aktif
mendatangi petani produsen untuk membeli hasil pertanian dengan harga tertentu,
(2) pedagang pengumpul yaitu pedagang yang membeli hasil pertanian dari petani
dan tengkulak, baik secara individual maupun secara langsung, (3) pedagang
besar adalah pedagang yang membeli hasil pertanian dalam jumlah besar dari
pedagang pengumpul atau langsung dari petani produsen. Modalnya relatif besar
sehingga mampu memproses hasil pertanian yang telah dibeli, dan (4) pedagang
pengecer adalah pedagang yang membeli hasil pertanian dari petani produsen atau
tengkulak dan pedagang pengumpul kemudian dijual kekonsumen akhir (rumah
tangga). Pengecer ini biasanya berupa toko-toko kecil atau pedagang kecil dipasar
(Syafii, 2001). Fungsi pemasaran merupakan aktivitas-aktivitas yang terjadi
selama produk berpindah dari produsen ke konsumen dan juga aktivitas-aktivitas
yang memberi guna (utility) pada produk tersebut (Soekartawi, 1993). biaya pasar
adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pemasaran. Biaya pemasaran
meliputi biaya angkut dan transportasi, pungutan retribusi, dan lain-lain yang
besarnya berbeda satu sama lain yang disebabkan macam komodite, lokasi
pemasaran, macam lembaga pemasaran, dan efektivitas pemasaran yang
dilakukan (Soekartawi, 1993).
Mubyarto (1985) menambahkan bahwa besar kecilnya biaya pemasaran
dipengaruhi oleh sarana transportasi, resiko kerusakan, tersebarnya tempat-tempat
produksi, dan banyaknya pungutan baik yang bersifat resmi maupun tidak resmi
di sepanjang jalan antara produsen dengan konsumen. Adapun konsep efisiensi
menurut Masrofie (1994) terdiri atas (1) efisiensi operasional (teknis) yaitu usaha
untuk mengurangi biaya input untuk menghasilkan komoditas dan jasa, (2)
efisiensi harga yaitu kegiatan perbaikan dalam operasi pembelian, penjualan, dan
aspek harga dari proses pemasaran sehingga tetap responsif terhadap keinginan
konsumen. Sistem tataniaga dianggap efisien apabila memenuhi syarat sebagai
berikut: (1) mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen kepada konsumen
dengan biaya semurah-murahnya, dan (2) mampu mengadakan pembagian hasil
(keuntungan) yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir
kepada semua pihak yang ikut serta didalam kegiatan produksi dan tataniaga
barang itu (Mubyarto, 1989).
Efisiensi tidaknya pemasaran yang dikeluarkan lembaga pemasaran sangat
dipengaruhi oleh intensitas persaingan, terutama dalam hubungannya dengan
berbagai kebijakan pemerintah, tingkat penggunaan fasilitas pemasaran, sifat dan
banyaknya jasa yang diberikan dalam penciptaan utilitas (waktu, bentuk,
pemilikan, informasi,dan lain-lain), serta bagian yang hilang dalam proses
pemasaran. Biaya pemasaran yang tinggi dapat terjadi sebagai akibat
meningkatnya jasa pemasaran yang ditawarkan lembaga pemasaran kepada
konsumen (Hanafiah dan Saefuddin, 1986).
Pendekatan Marjin
Marjin pemasaran dapat didefinisikan dengan dua cara, yaitu pertama,
marjin pemasaran merupakan perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan
harga yang diterima petani, kedua, marjin pemasaran merupakan biaya dari jasa-
jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari
jasa-jasa pemasaran. Komponen marjin pemasaran terdiri dari biaya yang
dibutuhkan lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang
disebut biaya pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran (Sudiyono, 2001).
Permasaran yang efisien ditandai dengan meratanya distribusi marjin
antara lembaga pemasaran (Saefudin, 1983). Menurut Hamid (1972) didalam
menghitung marjin pemasaran, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
(1) waktu, sering ada suatu saat terjadi perubahan yang mendadak ditingkat
pengecer, tetapi perubahan ini belum sampai kepada petani produsen, mungkin
karena jauhnya sehingga marjin yang dihitung tidak sesuai dengan marjin yang
sebenarnya, (2) adanya kerusakan atau kehilangan (susutnya barang), keadaan ini
akan dapat menurunkan kualitas, dimana kualitas barang yang akan dibeli
konsumen berbeda dengan kualitas yang dijual oleh produsen. Karena adanya
penurunan kualitas tentu harga yang diperoleh konsumen lebih rendah dari harga
yang semestinya.
ada tiga cara untuk memperkirakan marjin pemasaran beras antara lain (1)
marjin dapat dihitung dengan memilih saluran dari komoditas spesifik yang telah
ditentukan dan mengikutinya dalam system pemasaran, (2) membandingkan harga
pada berbagai level pemasaran yang berbeda, dan (3) mengumpulkan data
penjualan dan pembelian kotor dari tiap jenis pedagang sesuai dengan jumlah unit
yang ditangani (Anindita, 2003).
Soekartawi (2002) mengatakan bahwa penerimaan uahatani beras adalah
perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, sedangkan biaya
usahatani beras adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu
usahatani, dan pendapatan usahatani beras adalah selisih antara penerimaan dan
pengeluaran. Oleh karena itu dalam pemasaran hasil usahatani untuk
meningkatkan pendapatan petani, perlu diperhatikan pengertian operasional
pemasaran.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa
untuk mendapatkan hasil produksi tanaman padi sawah yang baik dengan
menerapkan cara teknik budidaya tanaman padi sawah yang baik dan
benar. Hal ini mencangkup bagaimana proses pengolahan lahan, pemilihn
bibit unggul, penanaman dan pemeliharaan baik penyulaman maupun
pemupukan.
B. Saran
Sebaiknya petani menerapkan cara teknik budidaya tanaman padi
sawah yang baik dan benar, sehingga tanaman pangan berupa padi sawah
dapat berproduksi secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2010, Juli 2). Upaya Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Pemasaran Beras.
Retrieved Desember 12, 2015, from Litbang: http://litbang.patikab.go.id
Herawati, W. (2012). BUDIDAYA PADI. Jogjakarta: PT. BUKU KITA.
Purwasasmita, M., & Sutaryat, A. (2012). PADI SRI ORGANIK INDONESIA. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Anindita, R. 2003. Dasar-dasar Pemasaran Hasil Pertanian. Jurusan Sosial
Ekonomi. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Hanafiah, H. M dan A. M. Saefudin. 1986. Tataniaga Hasil Perikanan.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Masrofie. 1994. Pemasaran Hasil-hasil Perttanian. Jurusan Sosial Ekonomi
Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Mubyarto. 1985. Pengantar Ilmu Ekonomi. LP3ES. Jakarta.
Soekartawi. 1989. Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian. Teori dan
Aplikasinya. Rajawali Press. Jakarta.
Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. UI.Press. Jakarta.
Syafii, I. 2001. Dasar Agribinis. Jurusan Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian
Univesitas Brawijaya. Malang.
Sudiyono, A. 2001. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhamadyah Malang.
Malang.
Hamid, A.K. 1972. Tataniaga Pertanian. IPB. Bogor.
Saefuddin, A.M. 1983. Pengkajian Pemasaran Komodite. IPB. Bogor.
Herawati, W.D. 2012. Budidaya padi. Jogjakarta. Javalitera.
Purwono dan Heni Purnamawati. 2007. Budidaya 8 jenis tanaman
pangan unggul. Jakarta. Penebar swadaya.