Anda di halaman 1dari 34

1

A. Judul
Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Tempe Kombinasi Biji Saga
(Adenanthera pavonina Linn) dan Kedelai (Glycine max Merr) sebagai
Rancangan Booklet Pada Materi Bioteknologi Konvensional SMA

B. Latar Belakang
Pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kesehatan
masyarakat. Selain aspek kesehatan dan kandungan gizi, faktor yang
menentukan kualitas pangan dapat ditinjau dari aspek kelezatan/ cita rasa serta
aspek kualitas bahan yang bersifat alami. Diversifikasi pangan dapat melalui
proses fermentasi. Fermentasi makanan bertujuan untuk menambah zat gizi
penting dalam suatu bahan makanan dan meminimalisasi zat gizi yang kurang
bermanfaat. Fermentasi diharapkan dapat memberikan nilai tambah secara
ekonomi maupun kesehatan pada suatu bahan makanan yang tadinya kurang
diminati masyarakat. Fermentasi dapat menjadi salah satu cara untuk
memperoleh sumber nutrisi alternatif saat ini. Salah satu makanan fermentasi
yang paling dikenal adalah tempe.
Tempe merupakan sumber makanan yang baik gizinya karena
memiliki kandungan protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang
dibutuhkan oleh tubuh. Namun tingginya permintaan tidak diiringi dengan
ketersediaan bahan baku sehingga terkadang tempe menjadi langka dan mahal
(Agustian Randa, dkk. 2017). Selain itu, meningkatnya kebutuhan akan kedelai
dikarenakan oleh konsumsi yang terus meningkat mengikuti pertambahan
jumlah penduduk. Meningkatnya kebutuhan kedelai dan tidak terpenuhinya
kedelai dalam negeri untuk memasoknya, maka pemerintah melakukan impor
kedelai untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri (Della Anggi
Ramadhani dan Rakhmat Sumanjaya H, 2014). Kedelai impor berasal dari
negara yang mengadopsi budidaya kedelai transgenik. Kedelai transgenik hadir
masih menimbulkan rasa khawatir masyarakat terhadap keseimbangan
lingkungan, membahayakan kesehatan dan mempengaruhi perekonomian
global.
2

Salah satu tanaman alternatif yang dapat mengatasi permasalahan


tersebut adalah tanaman saga (Adenanthera pavonina Linn). Menurut Eliya
Suita (2013), budidaya tanaman saga memiliki biaya produksi yang murah,
tanaman saga tidak memerlukan lahan khusus karena bisa tumbuh di lahan
kritis, tidak perlu dipupuk atau perawatan intensif dan juga sebagai tanaman
pelindung dan tanaman hias. Selain itu, hama dan gulmanya minim sehingga
tidak memerlukan pestisida, jadi bersifat ramah lingkungan karena dapat
ditanam bersama tumbuhan lainnya.
Saga merupakan salah satu tanaman yang menghasilkan biji yang kaya
protein. Kandungan protein yang terdapat pada biji saga juga lebih besar bila
dibandingkan dengan kedelai dan beberapa tanaman komersil lainnya, yaitu
pada biji saga mengandung protein sebesar 48,2%, lemak 22,6%, karbohidrat
10 % dan air 9,1%. Sementara itu, kandungan nutrisi kedelai terdiri dari protein
34,9%, lemak 14,1%, karbohidrat 34%, dan air 8% (Eliya Suita, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian Destika Eka Mumpuni (2010) kadar
protein yang terkandung pada tempe saga sebesar 32,38 % dan kadar protein
tempe kedelai sebesar 27,47 %. Berdasarkan penelitian Kartiko Cahyo Kumoro
(2012) tempe saga mengandung kadar air 205,55% (db), total abu 3,73% (db),
lemak 37,61% (db), karbohidrat 28,89% (db), dan protein 29,77% (db).
Berdasarkan penelitian Arnoldus Yunanta, W. N, dan Frederikus Tunjung, S.
(2009) biji saga dapat menjadi bahan baku alternatif dalam pembuatan susu,
karena kadar protein susu saga merupakan yang tertinggi, yaitu sebesar 3,812
dibandingkan dengan protein susu lainnya, yaitu kadar protein susu sapi 2,90
dan ASI 1,90, dan tidak kalah bila dibandingkan dengan susu kedelai 4,40. Ini
menunjukkan bahwa biji saga sangat berpotensi dijadikan bahan pangan
alternatif penghasil protein bagi masyarakat.
Peneliti ingin membuat tempe dengan kombinasi bahan biji saga
dengan kedelai yang berdasarkan pada modifikasi penelitian Christian Endah
Pratiwi (2018). Adapun salah satu fungsi penambahan saga dalam penelitian
ini diharapkan dapat meningkatkan kandungan zat gizi terutama pada
kandungan protein tempe selain itu memanfaatkan biji saga yang sering
3

terbuang terkhusus di kampus Universitas Riau. Hal ini dilakukan guna


menghasilkan produk tempe biji saga dengan penambahan kedelai yang
memiliki karakteristik tempe yang baik dan dapat diterima konsumen, sehingga
kombinasi bahan tersebut dapat menghasilkan kualitas tempe yang baik.
Proses peragian sangat menentukan kualitas tempe yang akan
dihasilkan. Penggunaan ragi tempe dengan jumlah yang banyak menyebabkan
waktu fermentasi menjadi terlalu kritis, karena menyebabkan proses fermentasi
berlangsung dengan cepat, sedangkan pemakaian ragi tempe dengan jumlah
yang kurang menyebabkan mikroba kontaminan dapat tumbuh, karena kapang
pada ragi tidak dapat melakukan proses fermentasi secara menyeluruh pada
bahan (Eliyana, 2017). Penelitian Agustian Randa, dkk (2017) tempe
kombinasi biji nangka dan biji saga (100 g) diinokulasikan dengan ragi tempe
sebanyak 1% (1 g ragi untuk 100 g bahan kering). Peneliti tertarik mengetahui
pengaruh konsentrasi ragi yang bervariasi dalam proses pembuatan tempe
kombinasi biji saga dan kedelai.
Hasil penelitian tentang variasi konsentasi ragi dan kandungan protein
pada biji saga dan kedelai dapat dijadikan sebagai informasi pendukung
khususnya pada pembelajaran kurikulum 2013 biologi SMA pada konsep
bioteknologi konvesional. Pada umumnya sekolah melakukan pratikum
mengenai cara pembuatan tempe dengan bahan baku kedelai, sehingga siswa
hanya mengetahui mengenai pembuatan tempe dengan bahan baku kedelai.
Untuk membuat pembelajaran pada materi bioteknologi konvensional ini lebih
inovatif, maka perlu dilakukan pembuatan tempe dengan bahan baku selain
kedelai yaitu dari biji saga. Sehingga dengan adanya inovasi tersebut
diharapkan siswa dapat berfikir kreatif dan inovatif dalam memahami konsep
bioteknologi. Sesuai pada KD. 3.10 Menganalisis prinsip-prinsip bioteknologi
dan penerapannya sebagai upaya peningkatan kesejahteraan manusia dan KD.
4.10 Menyajikan laporan hasil percobaan penerapan prinsip-prinsip
bioteknologi konvensional berdasarkan scientific method (Permendikbud No.
24, 2016) sebagai makanan khas tradisional.
4

Berdasarkan penelitian Ahmad Yani, dkk (2018) pembelajaran biologi


masih bergantung pada penjelasan guru. Pola pembelajaran di kelas selama ini
sering menggunakan metode ceramah, presentasi dan guru lebih berperan aktif
dalam pembelajaran serta kurangnya sumber atau media pembelajaran.
Menurut Emilia Jessi Lavenia, dkk (2017) dalam proses belajar mengajar, guru
tidak hanya menjelaskan materi pembelajaran saja, tetapi diperlukan alat bantu
yang dapat memotivasi, menarik minat siswa, serta dapat meningkatkan
pemahaman siswa. Selain itu guru lebih cenderung melakukan pengembangan
LKPD berbanding pengayaan sumber belajar berupa booklet/buklet.
Ahmad Yani, dkk (2018) mengatakan booklet merupakan salah satu
jenis sumber atau media belajar yang efektif untuk dikembangkan guna untuk
menambah dan mengembangkan referensi yang sudah ada, serta dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Menurut Mutia Imtihana, dkk (2014) booklet
merupakan suatu sumber belajar dapat digunakan untuk menarik minat dan
perhatian siswa karena bentuknya yang sederhana dan banyaknya warna serta
ilustrasi yang ditampilkan. Selain itu, booklet dapat dibaca dimanapun dan
kapanpun yang dapat membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap
materi.
Penyusunan media booklet fermentasi tempe kombinasi biji saga dan
kedelai menerapkan prinsip-prinsip bioteknologi konvensional berdasarkan
pada pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang
menekankan pada 5M yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan data,
mengasosiasi dan mengkomunikasikan serta juga menekankan pada 3 aspek
kompetensi yang harus dimiliki siswa yaitu sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Nilai-nilai yang dapat dikembangkan dari media booklet ini
adalah rasa ingin tahu, berfikir kritis, kreatif, inovatif, jujur, produktif, mandiri
dan bertanggung jawab. Oleh kerena itu, booklet yang dapat dirancang adalah
booklet berbasis Discovery Learning (DL).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap
Tempe Kombinasi Biji Saga (Adenanthera pavonina Linn) dan Kedelai
5

(Glycine max Merr) sebagai Rancangan Booklet Pada Materi Bioteknologi


Konvensional SMA”

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi ragi terhadap tempe kombinasi biji saga
(Adenanthera pavonina Linn) dan kedelai (Glycine max Merr)?
2. Bagaimana data hasil penelitian dapat digunakan sebagai rancangan media
booklet pada materi bioteknologi konvensional SMA kelas XII berdasarkan
pendekatan saintifik?

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi ragi terhadap tempe kombinasi biji saga
(Adenanthera pavonina Linn) dan kedelai (Glycine max Merr).
2. Menghasilkan rancangan media booklet pada materi bioteknologi
konvensional SMA kelas XII berdasarkan pendekatan saintifik.

E. Manfaat Penelitian
Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam
memberikan informasi dan membantu untuk mengetahui:
1. Memberikan informasi dan pengetahuan kepada pembaca agar dapat
memanfaatkan biji saga (Adenanthera pavonina Linn) sebagai bahan baku
dalam proses pembuatan tempe.
2. Memberikan sumber belajar alternatif bagi peserta didik berupa booklet
untuk mendukung kegiatan belajar pada materi bioteknologi konvensional
SMA kelas XII.

F. Defenisi Operasional
1. Biji saga ( Adenanthera pavonina Linn) mengandung protein sebesar
48,2%, lemak 22,6%, karbohidrat 10 % dan air 9,1% (Eliya Suita, 2013).
6

Penelitian ini menggunakan biji saga yang termasuk famili Fabaceae


(Leguminosae) berasal dari Universitas Riau.
2. Kedelai (Glycine max Merr) adalah tumbuhan kacang-kacangan, berbuah
kecil-kecil, berwarna hitam/kuningan keputih-putihan. Kedelai basah
mengandung 30.2.g% protein sedangkan yang kering 34.9.g%. nilai gizi
protein kedelai juga yang terbaik diantara protein kacang-kacangan
(Achmad Djaeni Sediaoetama, 1999).
3. Tempe adalah produk makanan hasil fermentasi biji kedelai, berbentuk
padatan kompak berwarna putih yang diperoleh dari kedelai kupas yang
sudah direbus dan difermentasi menggunakan kapang Rhizopuss spp. (SNI
3144:2015).
4. Ragi tempe adalah bahan yang mengandung biakan jamur tempe dan
digunakan sebagai pengubah bahan baku menjadi tempe dan melakukan
kegiatan fermentasi yang menyebabkan berubahnya sifat karakteristik
menjadi tempe (Kasmidjo, 1990).
5. Booklet merupakan sebuah terbitan kurang dari 48 halaman. Booklet
sebagai suatu sumber belajar dapat digunakan untuk baik minat dan
perhatian peserta didik karena bentuknya yang sederhana dan banyaknya
warna serta ilustrasi yang ditampilkan. Selain itu, booklet dibaca dimanapun
dan kapanpun sehingga dapat membantu meningkatkan pemahaman peserta
didik terhadap materi (Mutia Imtihana, dkk. 2014).

G. Kajian Teoritis
1. Saga (Adenanthera pavonina Linn)
a. Sifat-Sifat Botanis Saga (Adenanthera pavonina Linn)
Tanaman saga dikenal dengan bermacam-macam nama antara lain
bead tree, circassian bean, circassian seed, coral wood, crab’s eyes, false
sandalwood, jumbie bead, readbead tree, red sandalwood, redwood (Inggris):
anikundumani, lopa, manjadi, raktakambal, Saga (India); Saga, Saga daun
tumpul, Saga tumpil (Malaysia) ; kitoke laut, Saga telik, segawe sabrang
(Indonesia) dan masih banyak nama daerah lainnya. (Eliya Suita, 2013)
7

Klasifikasi Saga dalam taksonomi:


Kerajaan : Plantae,
Subkerajaan : Tracheobionta,
Superdivisi : Spermathophyta,
Divisi : Magnoliophyta,
Kelas : Magnoliopsida,
Subkelas : Rosidae,
Ordo : Fabales,
Famili : Fabaceae (Leguminosae),
Genus : Adenanthera,
Spesies : Adenanthera pavonina Linn
(Gembong Tjitrosoepomo G, 2013)
Tanaman Saga (Adenanthera pavonina Linn), yang juga mempunyai
nama antara lain Adenanthera scheffer, Adenanthera polita Miq, menyukai pH
sedikit asam, dapat tumbuh di seluruh daerah dataran rendah beriklim tropis
dengan curah hujan 3000-5000 mm per tahun. Pada umumnya tinggi tanaman
saga yang tua bisa mencapai 20-30 m dapat dilihat Gambar 1(a). Saga
termasuk tanaman deciduos atau berganti daun setiap tahun.
Daun majemuk menyirip genap, tumbuh berseling, jumlah anak daun
bertangkai 2-6 pasang, helaian daun 6-12 pasang, panjang tangkainya
mencapai 25 cm, daun berwarna hijau muda Bunga kecil-kecil berwarna
kekuning-kuningan, korola 4-5 helai, benang sari berjumlah 8-10 (Gembong
Tjitrosoepomo G, 2013). Polong berwarna hijau, panjangnya mencapai 15
sampai 20 cm, polong yang tua akan kering dan pecah dengan sendirinya,
berwarna coklat kehitaman. Setiap polong berisi 10-12 butir biji. Biji dengan
garis tengah 5-6 mm, berbentuk segitiga tumpul, keras dan berwarna merah
mengkilap pada Gambar 1(b).
8

(a) (b)
Gambar 1. (a) Pohon saga; (b) Polong dan biji saga yang sudah tua
(Dokumentasi Pribadi)

b. Manfaat Saga (Adenanthera pavonina Linn)


Bagian tanaman saga yang sering dimanfaatkan yaitu biji saga, kulit
kayu dan daun saga. Biji saga dapat dikonsumsi manusia, di beberapa daerah di
Indonesia biji saga sudah biasa dimanfaatkan untuk bahan makanan. Biji saga
mengandung protein cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai sumber
protein nabati disamping kedelai, oleh karena itu diharapkan dapat dijadikan
komoditi baru dalam menunjang usaha penanggulangan kekurangan gizi dan
pangan. Kulit kayu dapat dimanfaatkan untuk membersihkan rambut dan
mencuci pakaian dan berkhasiat untuk mencuci luka yang lama. Daun tanaman
saga dapat digunakan sebagai bahan obat. (Eliya Suita, 2013)

c. Kandungan Gizi Biji Saga (Adenanthera pavonina Linn)


Biji saga (Adenanthera pavonina Linn) memiliki kandungan gizi
sebagai berikut dapat dilihat pada Tabel 1.
9

Tabel 1. Komposisi zat gizi biji saga per 100 gram bahan
Komposisi Biji mentah tanpa kulit Biji rebus tanpa kulit
a b a
Energi (kkal) 449 445 485
Protein (g) 30,6 34,5 36,9
Lemak (g) 25,5 18,8 21,7
Karbohidrat (g) 31,9 34,4 35,2
Serat kasar (g) 3,5 11,9 12,6
Abu (g) 3,9 - -
Air (g) 8,1 8,1 1,8
Kalsium (mg) 1062 - -
Fosfor (mg) 161 - -
Besi (mg) 14,2 - -
Karotin (mg) 107 - -
Vitamin A (SI) 0 - -
Vitamin B1 (mg) 0,09 - -
Vitamin C (mg) 7 - -
Keterangan: a: Berdasarkan hasil penelitan direktorat gizi departemen kesehatan RI
(1980)
b: Berdasarkan hasil penelitian Lie dan Oey (1980)
(sumber: Heti Resnawati Rozany, 1986)

Biji saga mengandung protein sebesar 48,2%, lemak 22,6%,


karbohidrat 10 % dan air 9,1%. Sementara itu, kandungan nutrisi kedelai terdiri
dari protein 34,9%, lemak 14,1%, karbohidrat 34%, dan air 8% (Eliya Suita,
2013). Berdasarkan hasil penelitian Destika Eka Mumpuni (2010) kadar protein
yang terkandung pada tempe saga sebesar 32,38 % dan kadar protein tempe
kedelai sebesar 27,47 %. Berdasarkan penelitian Arnoldus Yunanta, W. N, dan
Frederikus Tunjung, S (2009) biji saga dapat menjadi bahan baku alternatif
dalam pembuatan susu, karena kadar protein susu saga merupakan yang
tertinggi, yaitu sebesar 3,812 dibandingkan dengan protein susu lainnya, yaitu
kadar protein susu sapi 2,90 dan ASI 1,90, dan tidak kalah bila dibandingkan
dengan susu kedelai 4,40.

2. Kedelai (Glycine max Merr)


a. Sifat-sifat Botanis Kedelai (Glycine max Merr)
Kedelai adalah tumbuhan kacang-kacangan, berbuah kecil-kecil,
berwarna hitam/kuningan keputih-putihan, serta daunnya agak kasar dan
10

berbulu halus, dan biasanya ditanam di persawahan. Protein kacang adalah


yang terbaik kualitasnya diantara kacang-kacangan. Kedelai basah
mengandung 30.2.g% protein sedangkan yang kering 34.9.g%. nilai gizi
protein kedelai juga yang terbaik diantara protein kacang-kacangan (Achmad
Djaeni Sediaoetama, 1999).
Klasifikasi kedelai dalam taksonomi:
Kerajaan : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Polypetales
Familia : Leguminosa (Papilionaceae)
Subfamili : Papilionaceae
Genus : Glycine (L.) Merril
Spesies : Glycine max, Glycine soja
(Wisnu Cahyadi,2007)
Akar tanaman kedelai berupa akar tunggang yang berbentuk cabang-
cabang akar. Tanaman kedelai berbatang pendek (30-100cm), memiliki 3-6
percabangan dan berbentuk perdu (Gambar 2(a)). Daun tunggal memiliki
tangkai pendek dan daun bertiga mempunyai tangkai agak panjang. Masing-
masing daun berbentuk oval, tipis dan berwarna hijau. Buah kedelai berbentuk
polong (Gambar 2(b)). Setiap tanaman mampu menghasilkan 100-250 polong.
Polong kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Biji
terdapat dalam polong. Setiap polong berisi 1-4 biji dengan bentuk bulat
lonjong dan kulit biji berwarna kuning, hitam, atau coklat (Gambar 2 (c)).
(Wisnu Cahyadi, 2007).
11

(a) (b) (c)

Gambar 2. (a) Pohon kedelai; (b) Buah kedelai; dan (c) Biji kedelai.
(http://kombiskedelai.blogspot.com, 2017)

b. Manfaat Kedelai (Glycine max Merr)


Destika Eka Mumpuni (2010), manfaat kacang kedelai antara lain
untuk kesehatan tubuh manusia, antar lain sebagai berikut: Sebagai
antioksidan, meningkatkan daya tahan tubuh, menurunkan kadar kolesterol,
mengurangi resiko kanker prostat, mengatasi diabetes, menyembuhkan
masalah pencernaan, membantu meningkatkan kepekatan tulang, mengurangi
keluhan saat menopause, mengurangi resiko kanker payudara. Selain
bermanfaat bagi kesehatan, biji kedelai yang kaya akan protein dan lemak serta
beberapa bahan gizi penting lainnya, misal vit (asam fitat) dan lesitin, biji
kedelai juga bisa dijadikan bahan untuk mengatasi kekurangan protein dalam
menu makanan masyarakat Indonesia. Kacang kedelai dikonsumsi dalam
bentuk makanan ringan baik dalam bentuk basah maupun kering dan bentuk
olahan lainnya, seperti: susu kedelai, tahu, tempe, kecap, tauco, dan masih
banyak lagi.

c. Kandungan Gizi (Glycine max Merr)


Menurut Winarsi (2010), kedelai mempunyai kandungan gizi yang
relatif tinggi dan lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Unsur Gizi dalam Kedelai


12

No Unsur gizi Kadar/100 gram


1 Energi 147 kkal
2 Air 76,5 gram
3 Protein 23,95 gram
4 Lemak 6,8 gram
5 Karbohidrat 11,05 gram
6 Mineral 4,7 gram
7 Kalsium 197 mg
8 Fosfor 194 mg
9 Zat besi 3,55 mg
10 Vit A 180 UI
11 Vit B 12,0 mg
12 Serat 4,2 gram
13 Ampas 1,7 gram
Sumber : Winarsi, 2010

3. Tempe
a. Pengertian Tempe
Tempe adalah makanan yang berasal dari indonesia. Sampai sekarang
cara pembuatan dan budaya makan tempe masih dipelihara dengan baik oleh
rakyat Indonesia. Tempe merupakan produk fermentasi kedelai oleh jamur
Rhizopus yang selama proses fermentasi banyak terjadi perubahan yang
bersifat biokimia dan fisika dengan menggunakan mikroba yang sangat
menguntungkan dari segi gizi dan kesehatan.
Berdasarkan SNI 3144:2015 tempe adalah produk makanan hasil
fermentasi biji kedelai, berbentuk padatan kompak berwarna putih yang
diperoleh dari kedelai kupas yang sudah direbus dan difermentasi
menggunakan kapang Rhizopuss spp. Tempe terbuat dari kedelai atau bahan
lain yang di beri ragi. Ragi tersebut akan membentuk benang-benang kapang
yang tumbuh pada kedelai dan akan membentuk satu kesatuan susunan,
sehinga masing-masing biji kedelai tidak lagi terpisah antara yang satu dengan
yang lain meskipun tempe tersebut diolah (Gambar 3).
13

Gambar 3. Tempe kedelai (dokumentasi pribadi)

b. Nilai Gizi Tempe


Menurut berbagai hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh para ahli
dibidang pangan dan gizi atau pun kesehatan, tempe terbukti mempunyai
manfaat bagi kesehatan masyarakat. Berbagai macam kandungan dalam tempe
mempunyai nilai obat, seperti antibiotik untuk menyembuhkan infeksi dan
antioksidan pencegah penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner,
diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). selain itu tempe mengandung zat anti
bakteri penyebab diare, penurunan kolesterol darah, pencegahan penyakit
jantung, hipertensi. (Wisnu cahyadi, 2007)
Dibandingkan dengan bahan bakunya, terjadi beberapa hal yang
menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari
meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas,
asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna,
diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai
sebagai bahan baku tempe pada umumnya.
Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk
meningkatkan mutu serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari
yang terdiri dari nasi, jagung, atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila
ditambah tempe. Sepotong tempe goreng (50 gram) sudah cukup untuk
meningkatkan mutu gizi 200 g nasi. Bahan makanan campuran beras-tempe,
jagung-tempe, gaplek-tempe, dalam perbandingan 7:3, sudah cukup baik untuk
diberikan kepada anak balita (Destika Eka Mumpuni, 2010)
Tempe yang bermutu memiliki syarat-syarat tertentu berdasarkan
Badan Standar Nasional Indonesia (SNI 3144-2015), seperti Tabel 3:
14

Tabel 3. Syarat Mutu Tempe


Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan
Kompak, jika diiris tetap
- Tekstur -
utuh (tidak mudah rontok)
Putih merata pada seluruh
- Warna -
permukaan
Bau khas tempe tanpa
- Bau -
adanya bau amoniak
Kadar Air Fraksi massa,% Maks. 65
Kadar Lemak Fraksi massa,% Min. 7
Kadar Protein (N x 5,71) Fraksi massa,% Min. 15
Kadar Serat Kasar Fraksi massa,% Maks. 2,5
Cemaran Logam
- Kadmium
mg/kg Maks 0,2
(Cd)
- Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,25
- Timah (Sn) mg/kg Maks. 40
- Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,03
Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,25
Cemaran mikroba
- Caliform APM/g Maks. 10
- Salmonella sp. - Negatif/25g
Sumber : Badan Standar Nasional Indonesia (2015).

4. Ragi Tempe
a. Pengertian Ragi Tempe
Ragi tempe adalah bahan yang mengandung biakan jamur tempe dan
digunakan sebagai pengubah bahan baku menjadi tempe dan melakukan
kegiatan fermentasi yang menyebabkan berubahnya sifat karakteristik menjadi
tempe (Kasmidjo, 1990). Ragi tempe biasanya mengandung jamur Rhizopus
oligosporus dan Rhizopus oryzae. Jamur jenis Rhizopus merupakan organisme
yang terpenting dalam fermentasi tempe. Pada umumnya jamur Rhizopus
oligosporus yang biasa digunakan pada fermentasi tempe (Susilowati dalam
Christian Endah Pratiwi, 2018). Salah satu ragi yang pada umumnya digunakan
yaitu ragi merk RAPRIMA (Gambar 4) yang di produksi LIPI Bandung yang
mengandung Rhizopus oligosporus yang telah terseleksi yang menghasilkan
enzim lipase, amilase dan enzim – enzim proteolitik.
15

Gambar 4. Ragi Jenis Raprima (dokumentasi pribadi)

Proses peragian sangat menentukan kualitas tempe yang akan


dihasilkan. Penggunaan ragi tempe dengan jumlah yang banyak menyebabkan
waktu fermentasi menjadi terlalu kritis, karena menyebabkan proses fermentasi
berlangsung dengan cepat, sedangkan pemakaian ragi tempe dengan jumlah
yang kurang menyebabkan mikroba kontaminan dapat tumbuh karena kapang
pada ragi tidak dapat melakukan proses fermentasi secara menyeluruh pada
bahan (Eliyana, 2017).
Menurut Salim (2012) kualitas ragi tempe harus memenuhi syarat,
yaitu:
1) Mampu memproduksi spora dalam jumlah yang banyak,
2) Mampu bertahan beberapa bulan tanpa mengalami perubahan genetis
maupun kemampuan tumbuhnya,
3) Memiliki presentase perkecambahan spora yang tinggi setelah
diinokulasikan,
4) Mengandung biakan jamur tempe yang murni,
5) Mampu menghasilkan produk yang stabil, pertumbuhan miselia kuat dan
lebat berwarna kuning bersih.
5. Implementasi Hasil Penelitian untuk Perancangan Media Booklet/buklet
Pengembangan media pembelajaran dalam penelitian ini adalah suatu
proses yang mengacu pada produk yang dihasilkan berupa media pembelajaran
16

booklet yang dapat digunakan untuk mempermudah dalam proses pembelajaran


di kelas. Booklet sebagai media pembelajaran yang efektif dan efisien yang
berisikan informasi-informasi penting, yang dirancang secara unik, jelas, dan
mudah dimengerti sehingga booklet ini menjadi media pendamping untuk
kegiatan pembelajaran di kelas dan diharapkan bisa meningkatkan efektivitas
pembelajaran peserta didik pada pelajaran Biologi (Pralisaputri, dkk. 2016).
Booklet merupakan sebuah terbitan kurang dari 48 halaman. Booklet
sebagai suatu sumber belajar dapat digunakan untuk baik minat dan perhatian
peserta didik karena bentuknya yang sederhana dan banyaknya warna serta
ilustrasi yang ditampilkan. Selain itu, booklet dibaca dimanapun dan kapanpun
sehingga dapat membantu meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap
materi (Mutia Imtihana, dkk. 2014).
Menurut Hapsari (2013) media booklet memiliki beberapa keunggulan
yaitu:
1) Dapat digunakan untuk belajar mandiri.
2) Pembaca dapat mempelajari isinya dengan santai.
3) Informasi dapar dibagikan dengan keluarga dan teman.
4) Mudah dibuat, diperbanyak dan diperbaiki serta mudah disesuaikan.
5) Mengurangi kebutuhan mencatat.
6) Dapat dibuat secara sederhana dengan biaya relatif murah.
7) Awet.
8) Daya tampung lebih luas.
9) Dapat diarahkan pada segmen tertentu.
Menurut Bagaray, dkk (2016), keunggulan dalam menggunakan media
cetak seperti booklet antara lain dapat mencakup banyak orang, praktis dalam
penggunaannya karena dapat dipakai di mana saja dan kapan saja, tidak
memerlukan listrik, dan karena booklet tidak hanya berisi teks tetapi terdapat
gambar sehingga dapat menimbulkan rasa keindahan serta meningkatkan
pemahaman dan gairah dalam belajar. Selain itu, booklet termasuk media
pembelajaran visual dapat meningkatkan pemahaman siswa melalui
penglihatan sebesar 75-87%.
17

Selain kelebihan dan keunggulan booklet yang telah disebutkan di atas,


booklet juga memiliki kelemahan. Menurut Mintarti (2001), booklet memiliki
beberapa kelemahan yaitu:
1) Keberhasilan menyampaikan informasi tergantung kepada kemampuan
membaca dari sasaran yang dituju.
2) Apabila rancangan lambang visual yang digunakan untuk mempermudah
penyampaian materi kurang tepat malah akan menurunkan kualitas.
Menurut Arsyad (2006) ada enam elemen yang perlu diperhatikan pada
saat merancang media berbasis cetakan yaitu konsistensi, format, organisasi,
daya tarik, ukuran huruf dan penggunaan spasi kosong.
1) Konsistensi
Konsistensi pada jarak spasi, format dari halaman ke halaman lainnya,
jarak antara judul, baris pertama, garis samping dan antara judul dan teks
utama. Spasi yang tidak sama dapat menyebabkan booklet kurang rapi dan
dinilai buruk.
2) Format
Penggunaan format dengan satu kolom apabila menggunakan paragraf
yang panjang dan menggunakan apabila menggunakan paragraf dengan tulisan
pendek. Isi yang berbeda lebih baik dipisah dan dilabeli secara visual.
3) Organisasi
Penyusunan tampilan halaman dapat dibuat dan disusun menggunakan
kotak-kotak untuk memisahkan bagian-bagian teks agar siswa lebih mudah
membaca dan memahami informasi yang disajikan.
4) Daya tarik
Bagian baru dari suatu bab atau materi baru diperkenalkan dengan cara
berbeda. Hal ini dapat menarik perhatian dan memotivasi siswa untuk
membaca.

5) Ukuran huruf
18

Ukuran huruf suatu media cetak disesuaikan dengan siswa, pesan dan
lingkungannya. Ukuran huruf yang baik untuk teks adalah 12 pt, namun untuk
booklet sendiri biasanya menggunakan ukuran 10 pt.
6) Ruang (spasi) kosong
Ruang (spasi) kosong diisi dengan menambahkan kontras. Pemberian
ruang kosong penting untuk memberi kesempatan siswa untuk beristirahat
selama membaca. Ruang kosong dapat berbentuk spasi di sekitar judul, batas
tepi, spasi antar kolom, permulaan paragraf, spasi antar baris dan paragraf.
Penyesuaian spasi antar baris dan penambahan spasi antar paragraf dapat
dimanfaatkan meningkatkan tampilan dan tingkat keterbacaan.
Menurut Susanti (2013) ada empat aspek yang harus dipenuhi adalah
aspek isi materi, penyajian, bahasa dan keterbacaan, serta aspek grafika,
sehingga booklet dapat menjadi bahan ajar yang baik.
1) Aspek isi materi. Materi di dalam booklet memperhatikan hal-hal berikut:
a) Relevansi, yaitu booklet memuat materi yang relevan dengan tuntutan
kurikulum yang berlaku, relevan dengan kompetensi lulusan tingkat
pendidikan tertentu, serta relevan dengan tingkat perkembangan dan
karakteristik siswa yang menggunakan.
b) Adekuasi/kecukupan, yaitu booklet memuat materi yang memadai dalam
rangka mencapai kompetensi yang diharapkan.
c) Keakuratan, yaitu isi materi pada booklet yang disajikan benar-benar
secara keilmuan, mutakhir, bermanfaat bagi kehidupan, dan pengemasan
materi sesuai dengan hakikat pengetahuan.
d) Proporsionalitas, yaitu uraian materi memenuhi keseimbangan antara
materi pokok dengan materi pendukung.
2) Aspek penyajian, dalam hal ini booklet yang baik menyajikan bahan secara
lengkap, sistematis, sesuai dengan tuntutan pembelajaran yang berpusat
pada siswa, dan cara penyajian yang enak dibaca dan dipelajari.
3) Bahasa dan keterbacaan, penyampaian dan penyajian bahan dalam booklet
berkaitan dengan tingkat kemudahan bahasa bagi siswa seperti kosa kata,
kalimat, paragraf, dan wacana.
19

4) Aspek grafika, grafika merupakan bagian yang berkaitan dengan fisik


booklet meliputi ukuran, jenis kertas, cetakan, ukuran huruf, warna, dan
ilustrasi yang membuat siswa menyenangi booklet yang dikemas dengan
baik dan akhirnya meminati membacanya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa untuk
membuat booklet yang baik dan dapat digunakan untuk pembelajaran perlu
memperhatikan berbagai elemen yang ada di dalamnya, yaitu secara isi booklet
terdiri atas daftar isi, pendahuluan, isi booklet dan daftar pustaka, sebagai
media berbasis cetak booklet perlu memperhatikan konsistensi, format,
organisasi, daya tarik, ukuran huruf dan penggunaan spasi kosong dan sebagai
bahan ajar booklet harus memuat aspek isi materi, penyajian, bahasa dan
keterbacaan, serta grafika.
Menurut Andi Prastowo (2014) dalam menyusun sebuah booklet
sebagai bahan ajar, booklet setidaknya mencangkup sebagai berikut:
a. Judul diturunkan dari KD atau materi pokok sesuai dengan besar kecilnya
materi.
b. KD/materi pokok yang akan dicapai, diturunkan dari SI dan SKL.
c. Informasi pendukung dijelaskan secara jelas, padat, menarik memperhatikan
penyajian kalimat yang disesuaikan dengan usia dan pengalaman
pembacanya. Untuk siswa SMA upayakan untuk membuat kalimat yang
tidak terlalu panjang, maksimal 25 kata per kalimat dan dalam satu paragraf
3 – 7 kalimat.
d. Dalam booklet terdapat lebih banyak gambar dari pada teks, sehingga tidak
terkesan monoton.
e. Gambar ditampilkan secara nyata yaitu gambar-gambar yang sudah dikenal
oleh peserta didik.
f. Isi disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik.
g. Mudah dibawa kemana saja dan dibaca kapan saja, dimana saja.
h. Memuat informasi yang lengkap, walau tidak rinci dan berurutan.
Awal penulisan booklet bermula dari penentuan topiknya. Topiknya
tersebut diperjelas, subyek yang hendak dikembangkan dan kepada siapa
20

artikel tersebut ditujukan. Pada bagian awal, latar belakang dan informasi
umum tentang topik tersebut perlu diungkapkan. Struktur atau isi dari booklet
sama seperti buku biasa, struktur booklet pada umumnya terdiri dari
pendahuluan, isi dan penutup. Hanya saja cara penyajian isinya lebih singkat
dari sebuah buku. Bentuk yang praktis dan menarik akan mempermudah siswa
dalam belajar.
Berikut merupakan contoh media booklet (Gambar 5) berdasarkan
penelitian Hartarti Indah Rukmana (2018):

Gambar 5. (a) Tampilan bagian depan (sisi depan) booklet; (b) Tampilan isi media
booklet; (c) Tampilan bagian belakang (sisi belakang) booklet

H. Metode Penelitian
Tahap I : Pembuatan Tempe
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Riau untuk
pelaksanaan proses pembuatan tempe dan uji organoleptik. Dan di
Laboratorium Fakultas Perikanan (FAPERIKA) Universitas Riau untuk
pelaksanaan uji kadar air, kadar lemak, kadar protein. Penelitian dilakukan
pada bulan Mei-Juli 2019.

2. Rancangan Penelitian
21

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode


eksperimen dengan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial terdapat 2 faktor
dan 3 ulangan sehingga diperoleh 36 unit perlakuan. Faktor pertama yaitu
kombinasi biji saga dan kedelai berdasarkan modifikasi penelitian Christian
Endah Pratiwi (2018) dan faktor kedua konsentrasi ragi berdasarkan modifikasi
Agustian Randa, dkk (2017) dengan rancangan sebagai berikut (Tabel 4):
Faktor 1: kombinasi biji saga : kedelai (P)
P0: 100 g biji saga
P1: 75 g biji saga : 25 g kedelai
P 2: 50 g biji saga : 50 g kedelai
P3: 25 g biji saga : 75 g kedelai
Faktor 2: konsentrasi ragi (R)
R1: 1 %
R2: 1,5 %
R3: 2 %
Tabel 4. Rancangan percobaan penelitian
Biji saga (g) Konsentrasi Ragi (%)
R1(1) R2(1,5) R3(2)
Kedelai (g)
P0 (100) P0R1 P0R2 P0R3
P1(75:25) P1R1 P1R2 P1R3
P2 (50:50) P2R1 P2R2 P2R3
P3 (25:75) P3R1 P3R2 P3R3
Ket: P: kombinasi biji saga : kedelai (g)
R: konsentrasi ragi (%)

3. Alat dan bahan


Alat yang digunakan dalam fermentasi tempe adalah kompor, panci,
pisau, baskom, dandang, timbangan, plastik, nampan, saringan, pengaduk,
sendok, kain lap, dan jarum. Alat untuk mengukur uji kadar air, kadar lemak,
kadar protein antara lain adalah: cawan nikel, platina atau aluminium;
desikator; dan oven vakum. Alat soxhlet lengkap; oven; neraca analitik dengan
ketelitian 0,1 mg; penangas air, thimble ekstraksi atau selongsong kertas saring
22

ukuran 33 mm x 80 mm; labu lemak 250 ml; gelas piala 500 ml atau 300 ml;
gelas arloji dan kertas saring bebas lemak. Alat destilasi Kjeldhal konvesional
atau semi otomatis, alat destruksi, dan buret 10 mL, penjepit, erlenmeyer,
tabung reaksi, gelas ukur, batu didih, beaker glass, pipet tetes, water bath,
cawan porselen, inkubator, pH Meter.
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah biji saga (Adenanthera
pavonina L) yang berasal dari famili Fabaceae (Leguminosae) sebanyak 3 kg,
kedelai (Glycine max) sebanyak 3 kg dan ragi (merek Raprima). Bahan untuk
menguji kadar lemak, kadar protein yaitu larutan asam klorida (HCl) 8 M;
petroleum eter atau heksan; larutan perak nitrat (AgNO 3) 0,1 M larutkan (17,0
± 0,1) g (AgNO3) p.a di dalam 1.000 mL air suling; air suling. Asam sulfat
(H2SO4) pekat bebas nitrogen, larutan katalis tembaga (CuSO4.5H2O) bebas
nitrogen 0,05 g/mL H2O, katalis selen, kalium sulfat (K2SO4) bebas nitrogen,
larutan indikator methyl red (MR), bromocresol green (BCG), larutan asam
borat (H3BO3) 4 %, larutan natrium hidroksida (NaOH) 30 %, larutan indikator
fenolftalein (PP) 1%.

4. Prosedur Penelitian
Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan prosedur
penelitian terdahulu yang sudah dilakukan oleh Kartiko Cahyo Kumoro (2012)
dan Agustian Randa, dkk (2017) dalam pembuatan tempe biji saga yang sudah
dimodifikasi. Dan penelitian terdahulu yang sudah dilakukan oleh Wisnu
Cahyadi (2007) dalam pembuatan tempe kedelai yang sudah dimodifikasi yang
telah disesuaikan dengan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini.
a) Tahap penyiapan bahan baku
Bahan baku yang disiapkan adalah biji saga 3 kg, biji saga yang
digunakan adalah biji yang tua dan berwarna kemerahan yang dipetik dari
pohon saga di kampus Universitas Riau dan kedelai 3 kg yang dibeli di pasar
selasa Pekanbaru. Bahan selanjutnnya ragi, ragi yang digunakan pada
penelitian ini menggunakan ragi merk RAPRIMA yang dibeli di pasar selasa
Pekanbaru.
23

b) Tahap pembuatan tempe


Tahap pembuatan tempe biji saga
Saga memerlukan perlakuan pendahuluan, karena kulit biji saga sangat
keras biji sga dikupas menggunakan mesin pengupas kulit, setelah itu biji saga
disortasi dipisahkan dari kulitnya. Biji saga sebanyak 3 kg dicuci dengan
bersih, kemudian biji saga direbus ± 30 menit (perebusan I). Lalu direndam ±
24 jam, pada perendaman ditambahkan soda kue 0,5 % (b/v) untuk mengurangi
aroma langau. Setelah perendaman, biji saga ditiriskan dan direbus lagi selama
± 30 menit (perebusan II). Biji saga rebus ditiriskan kembali dan didinginkan
hingga suhu 300C.

Tahap pembuatan biji kedelai


Kedelai sebanyak 3 kg dicuci bersih, lalu direbus selama ± 30 menit
(perebusan I) dan direndam selama ± 24 jam. Kemudian ditiriskan dan dikupas
kulit kedelai dengan cara diremas-remas menggunakan tangan. Selanjutnya
dicuci dan direbus selama ± 30 menit (perebusan II). Kedelai rebus ditiriskan
kembali dan didinginkan hingga suhu 300C

c) Tahap fermentasi
Biji saga dan kedelai yang telah dingin dilakukan pencampuran dengan
perlakuan P0 (100 g); P1 (75 g: 25 g); P2: (50 g: 50 g); P3 (25 g: 75 g). kemudian
masing-masing kombinasi biji saga-kedelai ditambahkan ragi tempe dengan
konsentrasi 1 %; 1,5 %; 2 %, dimana 1% (1 g ragi untuk 100 g bahan)
selanjutnya dibungkus dengan plastik, kemudian diberi lubang menggunakan
jarum dibagian sisi atas dan sisi bawah sekitar 2 cm. Tempe di simpan di
tempat yang tidak tertutup (pada suhu kamar) untuk mengindari pembusukan
pada tempe selama 36 jam.
Berikut merupakan diagram alir dalam proses pembuatan tempe biji
saga dan kedelai dapat dilihat pada Gambar 6.

Biji saga 3 kg Kedelai 3 kg

Sortasi dan pencucian Sortasi dan pencucian


Soda kue (0,5 Perendaman (± 24 jam) Perendaman (± 24 jam)
% b/v) 24

Pengupasan kulit Pengupasan kulit

Perebusan II (± 30 menit) Perebusan II (± 30 menit)

Pendinginan dan penirisan Pendinginan dan penirisan

Pencampuran/formulasi biji saga dan kedelai


P0 (100 g); P1(75 g : 25 g); P2(50 g : 50 g); P3(25 g : 75 g)

Konsentrasi ragi
1 %, 1,5 %, 2 % Peragian (Raprima)

Pembungkusan dengan plastik dan pemberian lubang

Fermentasi (36 jam)

Tempe Biji saga-kedelai

Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan tempe biji saga-kedelai


Sumber : Kartiko Cahyo Kumoro (2012) dan Agustian Randa, dkk (2017) dan Wisnu
Cahyadi (2007) yang dimodifikasi
5. Parameter Penelitian
Parameter yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : kadar air,
kadar lemak, kadar protein, dan hasil uji organoleptik tempe yang terdiri dari
(tekstur, warna, aroma, dan rasa). Berdasarkan SNI 3144:2015 berikut adalah
cara pengukuran:
25

a) Pengukuran Kadar Air


Tahap pengukuran kadar air dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Panaskan cawan dalam oven pada temperatur (100 ± 5)0C selama satu jam
dan didinginkan dalam desikator selama 20 – 30 menit, kemudian timbang
dengan neraca analitik (W0);
2) Masukkan 2 gram sampel kedalam cawan petri, dan timbang (W1);
3) Panaskan cawan yang berisi sampel didalam oven pada temperatur (95-
100)oC dengan tekanan ≤ 100 mmHg (13,3 kPa) selama lima jam setelah
temperatur oven (95-100)oC;
4) Pindah cawan petri berisi sampel segera kedalam desikator dan dinginkan
selama 20 – 30 menit kemudian timbang;
5) Lakukan pemanasan kembali selama 1 jam dan ulangi kembali sampai
perubahan berat antara pemanasan selama 1 jam mempunyai interval ≤ 2 mg
(W2);
6) Lakukan pekerjaan duplo dan hitung kadar air dalam sampel
Perhitungan
W 1−W 2
Kadar Air (%) ¿ x 100 %
W 1−W 0
Ket : W0 = Massa cawan kosong (g)
W1 = Massa cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g)
W2 = Massa cawan dan sampel setelah dioven (g)

b) Pengukuran Kadar lemak


Pengukuran kadar lemak terbagi menjadi 2 tahapan yaitu tahap hidrolisis dan
tahap ekstraksi.
Tahap hidrolisis dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Timbang 5 g contoh (W) yang telah dipersiapkan dengan teliti ke dalam
gelas piala 300 mL.
2) Tambahkan 45 mL air suling mendidih dengan perlahan sambil diaduk
hingga homogen.
3) Tambahkan 55 mL HCl 8 M (30 mL HCl ditambah 20 mL air) dan beberapa
butir batu didih.
26

4) Tutup gelas piala tersebut dengan gelas arloji lalu didihkan perlahan-lahan
selama 15 menit.
5) Bilas gelas arloji dengan air suling dan masukkan air pembilas tersebut ke
dalam gelas piala. Saring endapan menggunakan kertas saring bebas lemak.
Bilas gelas piala 3 kali dengan air suling, lakukan pencucian hingga bebas
klor yang dapat ditentukan dengan penambahan 1 tetes sampai 3 tetes
AgNO3 0,1 M pada fitrat, jika tidak terdapat endapan putih (AgCl) maka
telah bebas klor,
6) Pindahkan kertas saring serta isinya ke dalam thimble ekstraksi atau
selongsong kertas saring bebas lemak dan keringkan 6 jam paa temperatur
1000C sampai dengan 1010C.

Tahap ekstraksi dilakukan dengan cara sebagai berikut:


1) Keringkan selama 1 jam labu didih yang berisi beberapa butir batu didih
2) Diinginkan dalam desikator dan timbang (W0), sambungkan dengan alat
ekstraksi soxhlet
3) Masukkan timbal ekstraksi atau selongsong kertas saring ke dalam Soxhlet
(sebaiknya timbal ditopang glass bead untuk meyakinkan daya kerja yang
efisien), kemudian tuangkan petroleum eter sebanyak 2/3 kapasitas labu di
atas penangas
4) Ekstrak selama 4 jam dengan kecepatan ekstraksi lebih dari 30 kali
5) Keringkan labu didih beserta lemak di dalam oven pada temperatur 100 0C
sampai 1010C selama 1,5 jam sampai dengan 2 Jam
6) Dinginkan dalam desikator dan timbang (W1) dan
7) Ulangi pengeringan sampai perbedaan penimbangan bobot lemak yang
dilakukan berturut-turut kurang dari 0,05 %

Perhitungan:

Kadar lemak (%) = [ W 1−W 0


W ]
x 100 %

Ket: W = bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g)


27

W0 = bobot labu lemak/cawan aluminium kosong, dinyatakan dalam


gram (g)
W1 = bobot labu lemak/cawan aluminium kosong dan lemak,
diyatakan dalam gram (g)

c) Pengukuran Kadar Protein


Tahap pengukuran kadar protein dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Timbang 1 gram sampel (W) kedalam labu Kjeldahl, tambahkan 15,00 g
K2SO4, 1 mL larutan katalis CuSO4. 5H2O atau 1 gram campuran katalis
selen, 8 – 10 butir batu didih dan 25 mL H2SO4 pekat;
2) Panaskan campuran dalam pemanas listrik sampai mendidih dan larutan
menjadi jernih kehijau – hijauan. Lakukan dalam lemari asam atau lengkapi
alat destruksi dengan unit pengisapan asap;
3) Biarkan dingin, kemudian encerkan dengan air suling secukupnya;
4) Tambahkan 75 mL larutan NaOH 30% ( periksa dengan indikator PP
sehingga campuran menjadi basa);
5) Suling selama 5 – 10 menit atau saat larutan destilat telah mencapai kira –
kira 150 mL, dengan penampung destilat adalah 50 mL larutan H3BO3 4%;
6) Bilas ujung pendingin dengan air suling;
7) Titar larutan campuran destilat dengan larutan HCl 0,1 N;
8) Kerjakan penetapan blanko
Perhitungan
(V 1−V 2 ) x N x 14,007 x 5,71 x 100 %
Kadar Protein (%) ¿
W
Ket : V1 = Volume HCL 0,1 N untuk titrasi sampel (mL)
V2 = Volume HCL 0,1 N untuk titrasi blanko (mL)
N = Normalitas larutan HCL
W = Massa sampel (mg)
14,007 = Massa atom Nitrogen
5,71 = Faktor protein untuk kedelai

d) Pengukuran Organoleptik
28

Organoleptik merupakan suatu metode yang digunakan untuk menguji


kualitas suatu bahan atau produk menggunakan panca indra manusia, dalam hal
ini aspek yang akan diuji berupa aroma, tekstur dan warna. Uji organoleptik
yang digunakan menggunakan uji deskriptif dan uji hedonik. sedangkan panelis
yang digunakan adalah 10 orang panelis dimana 5 orang mahasiswa dan 5
orang ibu rumah tangga.
1. Uji Deskriptif
Uji deskriptif untuk mengetahui karakteristik tempe kombinasi biji
saga dan kedelai akibat perlakuan yang diuji terhadap tekstur, warna, aroma
dan rasa dengan skala 1 – 5. Adapun aspek yang diamati dan dinilai dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Skala Penilaian Uji Deskriptif
Aspek Penilaian Skor Kriteria
Tekstur 5 Padat Kompak
4 Kompak
3 Agak Kompak
2 Rapuh
1 Rapuh berair
Warna 5 Putih Merata
4 Agak putih merata
3 Putih Kekuningan
2 Kecoklatan
1 Hitam
Aroma 5 Khas Tempe
4 Kurang Khas Tempe
3 Tidak Khas Tempe
2 Agak Busuk
1 Berbau Busuk
Rasa 5 Gurih
4 Agak Gurih
3 Tidak Gurih
2 Agak Pahit
1 Pahit
Sumber : (Modifikasi Eliyana, 2017)
29

Tekstur padat kompak (jika tersusun rapat), kompak ( jika tersusun


agak kompak), agak kompak (jika ditekan agak terurai), rapuh (jika ditekan
terurai), rapuh berair (jika ditekan terurai tidak terbentuk).
Warna putih merata (jika tempe berwarna putih bersih), agak putih
merata (jika tempe berwarna putih ), agak putih kekuningan (jika tempe terlihat
agak putih kekuningan), kecoklatan (jika warna tempe terlihat warna
kecoklatan), Hitam (jika tempe warna gelap).
Aroma khas tempe (jika dicium dengan indra pembau, beraroma
tempe), kurang khas tempe (jika dicium dengan indra pembau beraroma sedikit
berbau tempe), tidak khas tempe (jika dicium dengan indra pembau tidak ada
sama sekali bau tempe), agak busuk (jika dicium dengan indra pembau,
beraroma bau sangat tidak sedap), berbau busuk (jika dicium dengan indra
pembau, beraroma tidak sedap).
Rasa gurih (jika dimakan kriuk – kriuk), agak gurih (jika dimakan
sedikit kriuk), tidak gurih (jika dimakan tidak terasa kriuk), agak pahit (jika
dimakan rasanya agak pahit), pahit (jika dimakan pahit).

2. Uji Hendonik
Uji hendonik bertujuan untuk memberikan nilai berdasarkan tingkat
kesukaan panelis terhadap tempe secara keseluruhan. Uji hedonik dapat dilihat
pada Tabel 6. Skala hedonik yang digunakan ditansformasikan menjadi skala
numerik dari mulai angka terendah hingga angka tertinggi, sangat tidak
menyukai sampai sangat menyukai. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
adanya perbedaan tingkat kesukaran antar perlakuan yang ada.
Tabel 6. Skala penilaian uji hendonik
Skor Kriteria
5 Sangat suka
4 Suka
3 Kurang suka
2 Tidak suka
1 Sangat tidak suka
Sumber : (Eliyana, 2017)
30

6. Teknik Analisis Data


Data (kadar air, lemak, dan protein) yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan Analisis Varians (ANAVA). Apabila hasil sidik ragam
menunjukkan F hitung lebih besar dari pada F tabel maka dilakukan uji lanjut
duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf 5% sedangkan uji
organoleptiknya dianalisis secara deskriptif.

TAHAP II : Perancangan media Booklet


Tahap perancangan media booklet dilakukan setelah proses penelitian
selesai. Pada tahap perancangan booklet meliputi tahap analisis dan desain.
1. Analisis Potensi
Tahap analisis ini, peneliti melakukan analisis terhadap silabus
kurikulum 2013 hasil revisi tahun 2017. Analisis kurikulum dilakukan dengan
menganalisis tuntutan kurikulum dalam proses pembelajaran seperti tujuan, isi
dan bahan pelajaran. Berdasarkan rancangan penelitian yang akan dilaksanakan
didapatkan Kompetensi Dasar (KD) sesuai dengan parameter dari penelitian ini
memiliki potensi sebagai sumber belajar berupa booklet. Adapun kompetensi
dasar yang berkaitan dengan hasil penelitian ini pada Tabel 7 sebagai berikut:
Tabel 7. Kompetensi Dasar Berkaitan dengan Rancangan Penelitian
Kompetensi Dasar Kelas/Semester
3.10 Menganalisis prinsi-prinsip Bioteknologi dan
penerapannya sebagai upaya peningkatan
kesejahteraan manusia.
XII/2
4.10 Menyajikan laporan hasil percobaan penerapan
prinsip prinsip Bioteknologi konvensional
berdasarkan scientific method.
(Permendikbud No. 24, 2016)

2. Desain
Tahap ini dilakukan perancangan (desain) terhadap perangkat
pembelajaran yang akan dikembangkan mulai dari silabus, RPP, dan booklet.
Perancangan ini diawali dengan merekonstruksi silabus yang telah dikeluarkan
oleh Kemendikbud 2017 dengan melakukan rekonstruksi pada beberapa aspek
31

seperti materi pokok yang sesuai dengan penelitian ini. Rancana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dirancang sesuai dengan perubahan kurikulum 2013 revisi
tahun 2017 dengan pendekatan saintifik dan merancang indikator pencapaian
kompetensi sesuai dengan kebutuhan penelitian.
Format pada booklet menurut Zam Zam Fauziyah (2017) yaitu:
1. Halaman sampul (depan)
2. Kata pengantar
3. Daftar isi
4. Halaman isi
5. Kuis/evaluasi
6. Daftar pustaka
7. Halaman sampul (belakang)
Berikut diagram alir tahap perancangan booklet meliputi tahap analisis
(analysis) dan desain (design) dapat dilihat pada Gambar 7:
Tahap 1 : Analysis

Analisi Kurikulum
Analisis Materi Pembelajaran
Analisis Media Booklet

Kompetensi Dasar Berkaitan dengan Hasil Penelitian:


Menganalisis prinsip-prinsip Bioteknologi dan penerapannya sebagai upaya peningkatan
kesejahteraan manusia.
Menyajikan laporan hasil percobaan penerapan prinsip prinsip Bioteknologi
konvensional berdasarkan scientific method. (Permendikbud No. 24, 2016).
Rincian Kompetensi Dasar Terkait Penelitian dapat dilihat pada (Tabel 7)

Materi Pokok:
Bioteknologi Tahap 2 : Design
Konvensional
Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK):
Menjelaskan pengertian bioteknologi konvensional
Menjelaskan macam-macam produk bioteknologi
konvensional.
Perancangan Membuat produk pengaruh konsentrasi ragi
terhadap tempe berbahan kombinasi biji saga
Booklet ( Adenanthera pavonina L) dan kedelai Glycine max
Merr)

Gambar 7. Bagan Alir Tahap Perancangan media Booklet


32

I. Daftar Pustaka
Achmad Djaeni Sediaoetama. 1999. Nutrisi dalam Keperawatan jilid 2.
Jakarta:PT. Dian Rakyat.

Agustian Randa, Yusmarini dan Yelmira Zalfiatri. 2017. Pemanfaatan


NaHCO3 Dalam Pembuatan Tempe Berbahan Baku Biji Nangka Dan
Biji Saga. Jom FAPERTA. Vol. 4 (2):1-14. Fakultas Pertanian,
Universitas Riau. Pekanbaru.

Ahmad Yani, Muhsyanur, Sahriah, Haerunnisa, Sri Salmawati. 2018.


Efektivitas Pendekatan Saintifik Dengan Media Booklet Higher Order
Thinking Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA Di Kabupaten
Wajo. Jurnal Biology Science & Education. 7 (1): 1-12. Ambon,
Sulawesi Selatan.

Andi Prastowo. 2014. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif.


Yogyakarta: Diva Press.

Arnoldus Yunanta, W. N, dan Frederikus Tunjung, S. 2009. Pembuatan Susu


Dari Biji Saga (Adenanthera pavonina) Sebagai Alternatif Pengganti
Nutrisi Protein Sapi dan Susu Kedelai. Makalah Penelitian. Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.

Arsyad, A. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Bagaray, F.E.K., Wowor, V.N.S., Mintjelungan, C.N. 2016. Efektivitas DHE


Dengan Media Booklet dan Media Flip Chart Terhadap Peningkatan
Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut Siswa SDN 126 Manado.
Jurnal e-Gigi. 4 (2): 76-82. Univesitas Sam Ratulangi Manado.

Christian Endah Pratiwi. 2018. Pengaruh Proposi Kedelai (Glycine max) dan
Lamtoro Gung (Leucaena leucocephala) dengan Penambahan Angkak
Terhadap Karakteristik Tempe. Skripsi. Universitas Sanata Dharma.
Yogyakarta.

Della Anggi Ramadhani dan Rakhmat Sumanjaya H. 2014. Analisis Faktot-


faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Kedelai di Indonesia. Jurnal
Ekonomi dan Keuangan. 2 (3): 131-145. Universitas Sumatera Utara.
Medan.

Destika Eka Mumpuni. 2010. Potensi Biji Saga Pohon (Adenanthera pavonin)
sebagai Pengganti Bahan Baku Pembuatan Tempe (Uji Kadar Protein
dan Organoleptik). Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang. Semarang.
33

Eliya Suita. 2013. Seri Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Saga Pohon
(Adenanthera pavonina L. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan
Tanaman Hutan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Kementerian Kehutanan. Bogor.

Eliyana. 2017. Evaluasi Sifat Kimia dan Sensori Tempe Kedelai – Jagung
dengan Berbagai Konsentrasi Ragi Raprima dan Berbagai Formulasi.
Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Emilia Jessi Lavenia, Laili Fitri Yeni, dan Titin. 2017. Kelayakan Media
Buklet Keragaman Jamur Makroskopis Di Hutan Lindung Gunung
Juring Pada Materi Jamur. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. 6 (9):
1-9. Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Untan Pontianak.

Gembong Tjitrosoepomo G. 2013. Taksonomi Umum. Yogyakarta: Gajah


Mada University Press.

Hapsari, C. M. 2013. Efektivitas Komunikasi Media Booklet ―Anak Alami‖


Sebagai Media Penyampaian Pesan Gentle Birthing Service. Jurnal E-
Komunikasi. 1(3): 264-275.

Hartarti Indah Rukmana. 2018 Kelayakan Media Booklet Submateri


Keanekaragaman Hayati Kelas X SMA. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran. 7 (2): 1-13. Program Studi Pendidikan Biologi FKIP
Untan Pontianak.

Heti Resnawati Rozany. 1986. Pemanfaatan biji saga pohon (Adenanthera


pavonina L.) sebagai bahan makanan dalam ransum ayam pedaging.
Tesis. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

http://kombiskedelai.blogspot.com/2017/04/klasifikasi-tanaman-kedelai.html.
Diakses tanggal 21 Maret 2019.

Kartiko Cahyo Kumoro. 2012. Potensi Biji Saga Pohon (Adenanthera


pavonina, Linn) Sebagai Bahan Baku Tempe; Sensori, Kualitas
Gizi, Serat Pangan, Dan Kapasitas Antioksidan. Skripsi. Ilmu dan
Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret.

Kasmidjo. 1990. Tempe Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta


Pemanfaatannya. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM.
Yogyakarta.

Mintarti. 2001. Efektivitas Buklet Makjan Sebagai Media Pembelajaran Untuk


Meningkatkan Perilaku Berusaha Bagi Pedagang Makanan Jajanan
(Kasus di Kabupaten Cianjur). Tesis. Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor.
34

Mutia Imtihana, F. Putut Martin, H.B, Bambang Priyono. 2014.


Pengembangan Buklet Berbasis Penelitian Sebagai Sumber
Belajar Materi Pencemaran Lingkungan di SMA. Journal of
Biology Education. 3(2):186-192. Universitas Negeri Semarang.

Permendikbud No. 24. 2016. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran
pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah. Jakarta.

Pralisaputri, K. R., Heribertus, S., dan Chatarina, M. 2016. Pengembangan


Media Booklet Berbasis Sets Pada Materi Pokok Mitigasi dan Adaptasi
Bencana Alam Untuk Kelas X SMA. Jurnal Geo Eco. 2 (2): 147-154.

Salim, Email. 2012. Aneka Olahan Kedelai. ANDI. Yogyakarta.

SNI. 2015. Tempe Kedelai. Badan standardisasi nasional SNI 3144:2015.


Jakarta.

Susanti, R. D. 2013. Studi Analisis Materi Ajar-Buku Teks Pelajaran pada


Mata Pelajaran Bahasa Arab di Kelas Tinggi Madrasah Ibtidaiyah.
Arabia. 5 (2): 199-223.

Winarsi, Heri. 2010. Protein Kedelai dan Kecambah Manfaatnya bagi


Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius.

Wisnu Cahyadi. 2007. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung.

Zam Zam Fauziyah. 2017. Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis


Booklet Pada Mata Pelajaran Biologi Untuk Siswa Kelas XI Mia I
Madrah Aliyah Alauddin Pao-Pao Dan Man 1 Makassar. Skripsi.
Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN)
Alauddin, Makassar.

Anda mungkin juga menyukai