Anda di halaman 1dari 10

KOLOKIUM

PROGRAM STUDI MANAJEMEN INDUSTRI JASA MAKANAN DAN GIZI


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Nama : Puput Handayani

NIM : J0306201018

Judul : Pemanfaatan Food Loss dan Food Waste menjadi Eco-Enzyme


dan Pupuk Organik sebagai Penerapan Program Eco-Pesantren
di Pesantren Modern At-Taqwa Gunung Putri
Dosen Pembimbing : Dr. Ir. R.A. Hangesti Emi Widyasari, M.Si

Hari/Tanggal : Senin, 18 Desember 2023

Waktu : 14.15 – 15.15 WIB

Tempat : Kelas Dapur Gunung Gede

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pangan terbuang (food losses dan food waste) termasuk salah satu isu yang saat ini menjadi
pusat perhatian masyarakat dunia. Mulai dari negara berkembang hingga negara maju berusaha
mengembangkan berbagai metode atau pendekatan untuk berkontribusi dalam menyelesaikan
masalah ini1. Food and Agriculture Organization tahun 2019 menjelaskan food loss adalah limbah
yang dihasilkan melalui proses 3 (tiga) rantai pasokan makanan meliputi proses produksi, pasca
panen dan penyimpanan, serta pemrosesan dan pengemasan sedangkan food waste adalah
limbah yang dihasilkan pada 2 (dua) rantai pasokan terakhir yaitu distribusi/pemasaran dan
konsumsi2. Menurut data FAO pada tahun 2017, sepertiga makanan yang diproduksi setiap tahun
mencapai 1,3 miliar ton merupakan food waste. Terdapat setidaknya 815 juta orang menderita
kelaparan dari 7,6 miliar orang3. Indonesia merupakan negara penyumbang food loss dan food
waste terbesar kedua di dunia yaitu per orang menghasilkan sebesar 300 kg food waste setiap
tahunnya4.
Berdasarkan Food Waste Reduction Alliance dalam Siaputra (2019), sektor terbesar yang
menghasilkan food waste yaitu rumah tangga (47%) diikuti dengan restoran sebesar 37%, lalu
sektor instutional sebesar 11% (contoh: rumah sakit, sekolah, dan hotel)3. Aktifitas kerumah-
tanggaan di pondok pesantren menghasilkan buangan berupa sampah yang sangat banyak.
Limbah pangan baik yang mentah maupun siap konsumsi yang berasal dari penyelenggaraan
makanan setiap harinya menimbulkan permasalahan yang serius. Pesantren juga menjadi salah
satu penyumbang limbah makanan yang besar di Indonesia. Ketika KBM (Kegiatan Belajar
Mengajar) berlangsung dapat dipastikan pesantren akan menghasilkan sampah dan limbah setiap
harinya. Limbah yang tidak dikelola dengan baik maka akan berdampak negatif bagi pesantren
dan masyarakat yang ada di dalam dan di sekitar pesantren. Pesantren dengan jumlah santri
antara lima ratus hingga seribu santri pasti menghasilkan limbah makanan yang besar terlebih
pesantren dengan jumlah santri lebih dari seribu orang5.
Pesantren Modern At-Taqwa Gunung Putri merupakan pesantren berbasis sekolah yang
dikombinasikan dengan tradisi, ajaran dan pelajaran ala pesantren yang berorientasikan pada
tujuan pokok didirikannya pesantren tersebut. Seluruh santri yang mengikuti pendidikan di
Pesantren Modern At-Taqwa diasramakan dengan tujuan agar santri lebih mandiri, bertanggung
jawab serta memperoleh pendidikan secara integral sehingga kemampuan santri bisa terlihat baik
dari segi mengikuti pelajaran maupun dalam hal penerapannya, utamanya praktek ibadah.
Kewajiban asrama bagi seluruh santri memungkinkan terdapatnya penyelenggaraan makanan
bagi seluruh santri termasuk guru atau pengajar di pesantren tersebut. Jumlah santri di Pesantren
Modern At-Taqwa tahun 2023 berjumlah sekitar 300 santri yang berasal dari jenjang pendidikan
SMP dan SMA sedangkan tenaga pengajar di pesantren ini berjumlah 50 orang. Penyelenggaraan
makanan di Pesantren Modern At-Taqwa dilakukan sebanyak tiga kali dalam sehari oleh tenaga
kerja khusus pengolah makanan di dapur pesantren. Dapur Pesantren Modern At-Taqwa setiap
harinya selalu digunakan untuk kegiatan penyelenggaraan makanan mulai dari persiapan hingga
pemorsian. Hal tersebut menyebabkan adanya food loss dan food waste. Pesantren At-Taqwa
telah menerapkan pemilahan sampah organik dan anorganik tetapi untuk pengolahan terkait
limbah khususnya limbah makanan belum terdapat pengolahan secara lanjut. Limbah makanan di
pesantren ini setiap harinya hanya di buang ke TPS tanpa adanya proses pengolahan lebih lanjut.
Eco-pesantren adalah suatu konsep pengelolaan pondok pesantren yang memiliki kepedulian
tinggi terhadap lingkungan. Gerakan eco-pesantren merupakan program yang dicanangkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup sejak tahun 2008 mengenai pelestarian fungsi lingkungan hidup
di pondok pesantren. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, kepedulian,
kesadaran serta peran aktif warga pondok pesantren terhadap usaha pelestarian lingkungan
hidup berdasarkan ajaran agama Islam. Banyaknya permasalahan lingkungan yang terjadi di
pondok pesantren, yaitu sanitasi yang kurang baik, termasuk permasalahan sampah yang tidak
dikelola menjadi ancaman serius untuk lingkungan sehingga mendorong diadakannya program
eco-pesantren6.
Penelitian yang dilakukan oleh Pramadita dkk pada tahun 2021 terkait Potensi Daur Ulang
Sampah Melalui Indentifikasi Jenis dan Karakteristik Sampah di Pondok Pesantren Darul Khairat
didapatkan timbulan sampah adalah sebesar 149,88 kg/hari. Komposisi sampah organik sebesar
58,67% yang didominasi oleh sampah makanan 42,04%. Besar potensi daur ulang sampah sampah
makanan sebesar 89%. Pengelolaan sampah yang bisa dilakukan yaitu pemanfaatan kompos,
biogas, dan pakan ternak7. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahman pada tahun 2022
mengenai Perencanaan Pengolahan Sampah di Pesantren Sumber Duko. Hasil Assalafiyah
penelitian menunjukkan bahwa berat dan volume sampah di Pesantren As-salafiyah Sumber Duko
yaitu sebesar 826,12 kg dengan rata-rata 103,27 kg/hari dan untuk volume sebesar 15.302 liter
dengan rata-rata 1912,75 liter/hari. Dari timbulan tersebut di lakukan pemilahan menjadi tiga
bagian yaitu dengan berat 31,73% pantas jual, 24,33% pantas buang, dan 43,60% pantas kompos,
sedangkan berdasarkan volume yaitu 29,85% pantas jual, 20,60% pantas buang, dan 12,85%
pantas kompos. Pengolahan sampah direncanakan pewadahan, pengumpulan, dan
pengangkutan8.
Berdasarkan fenomena diatas, food waste merupakan permasalahan global yang dianggap
sebagai permasalahan multidimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial. Namun, ironisnya Indonesia
sendiri menjadi negara dengan food waste tertinggi kedua setelah Arab Saudi. Hasil penelitian
sebelumnya menunjukan bahwa limbah yang dihasilkan oleh pesantren masih tergolong tinggi
dimana limbah tersebut didominasi oleh limbah makanan atau food waste sehingga penulis
tertarik untuk menindaklanjuti penelitian terdahulu dengan melakukan penelitian terapan
berjudul “Pemanfaatan Food Loss dan Food Waste menjadi Eco-Enzyme, dan Pupuk Organik
sebagai Penerapan Program Eco-Pesantren di Pesantren Modern At-Taqwa Gunung Putri”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan sebuah masalah penelitian,
yaitu :
1. Bagaimana keadaan umum Pesantren Modern At-Taqwa Gunung Putri?
2. Apa saja macam food loss dan food waste yang berasal dari dapur produksi Pesantren At-
Taqwa Gunung Putri?
3. Bagaimana penerapan program eco-pesantren khususnya pengolahan limbah di Pesantren At-
Taqwa Gunung Putri
4. Apakah food loss dan food waste yang berasal dari dapur produksi Pesantren At-Taqwa
Gunung Putri dapat dimanfaatkan menjadi eco-enzyme dan pupuk organik?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi food loss dan food waste yang dihasilkan
oleh Pesantren Modern At-Taqwa Gunung Putri melalui program eco-pesantren dengan
pemanfaatan food loss dan food waste menjadi eco-enzyme, pupuk organik, dan pupuk
organik cair.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi keadaan umum Pesantren Modern At-Taqwa Gunung Putri
b. Mengidentifikasi macam-macam food loss dan food waste yang berasal dari dapur
produksi Pesantren At-Taqwa Gunung Putri
c. Mengidentifikasi penerapan program eco-pesantren khususnya pengolahan limbah di
Pesantren Modern At-Taqwa Gunung Putri
d. Mengolah food loss dan food waste menjadi eco-enzyme dan pupuk organik dan
mendemontrasikannya kepada santri di Pesantren At-Taqwa Gunung Putri.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman serta
karakter peduli lingkungan melalui program eco-pesantren dengan pemanfaatan food loss dan
food waste menjadi menjadi eco-enzyme dan pupuk organik.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Pondok Pesantren
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan
agar dibentuknya pengelolaan food loss dan food waste di Pesantren Modern At-Taqwa
Gunung Putri
b. Bagi Sekolah Vokasi IPB
Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemberi pendidikan dalam hal ini
dosen sebagai informasi dan pengetahuan tentang pemanfaatan food loss dan food waste
menjadi eco-enzyme dan pupuk organik.
c. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat luas
mengenai pemanfaatan food loss dan food waste menjadi eco-enzyme dan pupuk organik
untuk mengurangi permasalahan lingkungan akibat food loss dan food waste yang tinggi.
d. Peneliti selanjutnya
Penelitian ini di harapkan dapat menjadi referensi sebagai pertimbangan dan
pengembangan penelitian terapan yang berkaitan dengan pemanfaatan food loss dan
food waste
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Food Loss dan Food Waste


2.1.1 Food loss
Food loss dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi penurunan kuantitas atau kualitas
makanan melalui proses 3 (tiga) rantai pasokan makanan meliputi proses produksi, pasca panen
dan penyimpanan, serta pemrosesan dan pengemasan. Food loss dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu produk pangan tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan pasar,
kehilangan dan degradasi selama pemrosesan industri atau domestik serta bisa terjadi jika
bahan pangan disortir tidak sesuai selama proses pencucian, pengupasan, pengirisan,
perebusan atau selama gangguan proses dan tumpahan yang tidak sengaja. Food loss banyak
terjadi di negara-negara berkembang disebabkan oleh faktor tingkat produksi pangan yang
tidak diimbangi dengan teknologi yang memadai sehingga sebagian produk pangan akan rusak
sebelum sampai ke tangan konsumen atau tidak sesuai dengan mutu yang diinginkan pasar.
Selain negara berkembang, negara-negara maju juga memiliki angka food loss yang cukup tinggi
meskipun tidak setinggi di negara berkembang9.

2.1.3 Food waste


Food waste adalah makanan sisa yang terbuang karena tidak dapat terkonsumsi atau adanya
kelalaian ketika proses produksi, pengolahan, dan distribusi. Sampah makanan (food waste)
menurut penelitian Buzby dan Hyman yaitu seluruh bahan makanan yang dapat dimakan atau
dikonsumsi oleh manusia namun dibuang sebelum makanan tersebut dikonsumsi atau dibuang
dan tidak dikonsumsi kembali10. Indonesia tidak secara khusus mendefinisikan food waste,
namun food waste termasuk dalam jenis sampah rumah tangga yang mudah terurai atau
sampah organik, seperti tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Food waste
dijelaskan sebagai bagian dari food loss yang terjadi di akhir rantai pasok pangan (baik pengecer
maupun konsumen akhir) yang berkaitan dengan perilaku peritail dan perilaku konsumen.
Berdasarkan tingkat kemungkinan munculnya food waste dikategorikannya menjadi 3 macam,
diantaranya3:
a. Probably avoidable waste
Makanan yang dibuang tetapi seharusnya dapat dikonsumsi apabila dikelola dengan proses
yang berbeda, seperti pinggiran roti dan kulit kentang.
b. Avoidable food waste
Waste yang muncul dari adanya kelalaian manusia seperti misalnya menggosongkan suatu
hidangan yang akhirnya tidak dapat dikonsumsi. Avoidable food waste dibagi menjadi 3
kategori yakni Prepared or Served in oversized quantity, not used in time, dan other.
c. Unavoidable food waste
Waste dari persiapan makanan yang tidak dapat dimakan dalam keadaan normal, seperti
tulang, kulit telur, kulit nanas.
Faktor yang mempengaruhi timbulan food waste di rumah tangga yaitu kebiasaan konsumen
sehari-hari seperti perencanaan sebelum berbelanja, saat berbelanja makanan, persiapan
memasak, mengonsumsi makanan, kebiasaan makan di luar, hingga perilaku pengelolaan
sampah. Perilaku konsumen yang tidak terbiasa membuat daftar belanja, atau tergoda berbagai
penawaran khusus seperti diskon, promo beli 1 gratis 1, dan sebagainya, juga cenderung
mendorong pada perilaku food waste. Beberapa faktor lain seperti kesadaran lingkungan,
motivasi ekonomi, kepercayaan, tradisi keluarga, pengetahuan akan dampak negatif food waste
terhadap lingkungan, dapat mendorong rumah tangga mengurangi timbunan food waste yang
dihasilkan rumah tangga. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Abdelradi tahun 2018 yang
menyatakan bahwa rumah tangga yang memiliki pengetahuan terhadap pengelolaan sampah
yang baik seperti metode 3R (reduce, reuse, recycle) cenderung menghasilkan food waste lebih
sedikit11.
2.2 Konsep Eco-Enzyme dan Pupuk Organik
2.2.1 Eco-Enzyme
Eco-enzyme adalah produk hasil fermentasi limbah dapur organik seperti ampas buah, kulit
buah, dan sayuran. Eco-enzyme atau eko-enzim dalam bahasa Indonesia adalah larutan zat
organik kompleks yang dihasilkan dari proses fermentasi limbah organik, gula dan air. Cairan
eco-enzyme berwarna coklat tua dan memiliki keasaman yang kuat serta aroma yang segar. Eco-
enzyme pertama kali diperkenalkan ke publik oleh Dr. Rosukon Poompanvong yang merupakan
pioneer pendiri Asosiasi Pertanian Organik Thailand. Rasukon Poompanvong dari Thailand lebih
dari 30 tahun yang lalu menyatakan bahwa eko-enzim adalah enzim yang dibuat melalui proses
fermentasi bahan-bahan alami seperti protein nabati, mineral dan hormon. Produk yang
dikembangkan oleh Dr. Rosukon memanfaatkan limbah organik padat berupa sisa sayur atau
sisa buah dan mencampurkannya dengan gula merah dan air. Proses fermentasi untuk
menghasilkan larutan eco-enzyme membutuhkan waku optimal selama tiga bulan. Hasil
fermentasi diperoleh sebagai hasil metabolisme mikroba dalam bahan dalam kondisi anaerobik.
Eco-enzyme mempercepat reaksi bio-kimia di alam untuk menghasilkan enzim yang berguna
dengan memanfaatkan sampah buah atau sayuran. Enzim yang dihasilkan dari fermentasi ini
adalah salah satu upaya manajemen limbah yang memanfaatkan sisa-sisa dapur untuk
menghasilkan sesuatu yang sangat bermanfaat. Eco-enzyme dapat dijadikan cairan multifungsi
dan aplikasinya meliputi rumah tangga, pertanian, peternakan, dan bahkan pada bidang
kesehatan. Hal ini dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Ashvin Kumar, dkk. pada
tahun 2020 melaporkan bahwa eco-enzyme dari fermentasi kulit pepaya dan campuran kulit
nanas-jeruk dapat menjadi alternatif pengganti NaOCl dalam mencegah pertumbuhan
Enterococcus faecalis pada bidang kedokteran gigi12.

2.2.2 Pupuk Organik


Pupuk organik merupakan jenis pupuk yang berasal dari bahan-bahan organik alami seperti
sisa limbah makanan (food waste), potongan rumbut/ tanaman, hewan, lumpur, serangga, dan
lain sebagainya. Hal tersebut menyebabkan pupuk organik dapat mengandung berbagai macam
nutrisi. Pembuatan pupuk organik dapat melalui berbagai teknik salah satunya teknik
pengomposan. Pengomposan merupakan suatu metode untuk mengkonversikan bahan-bahan
organik menjadi pupuk dengan menggunakan aktivitas mikroba. Pengomposan menjadi salah
satu teknik paling populer yang dapat digunakan untuk menerapkan pemanfaatan sisa makanan
(food waste) sebagai pupuk. Sisa-sisa makanan, sayuran, buah-buahan, dan sampah organik
lainnya yang tidak dikonsumsi dan berpotensi menjadi sampah semuanya dapat dimanfaatkan
dalam proses pengomposan. Pupuk organik dapat berbentuk padat maupun cair. Pupuk organik
cair memiliki keunggulan yaitu lebih efektif dan efesien jika diaplikasikan pada tumbuhan
dibandingkan dengan pupuk organik dalam bentuk padat.
Pupuk Organik Cair (POC) adalah pupuk yang umumnya berasal dari limbah sayuran yang
sangat mudah ditemukan dan dibuat. Pupuk organik cair dibuat secara alami yakni dengan
proses fermentasi yang akan menghasilkan pembusukan dari sisa tanaman maupun kotoran
hewan. POC berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, memperbaiki struktur
tanah, serta menjadi pengganti pupuk kimia yang langka dan mahal. Jenis sampah organik yang
dapat diolah menjadi Pupuk Organik Cair (POC) adalah sampah sayur baru, sisa sayuran basi,
sisa nasi, sisa ikan, ayam, kulit telur, sampah buah seperti anggur, kulit jeruk, apel dan lain-lain.
Bahan baku pupuk cair yang sangat bagus dari sampah organik yaitu bahan organik basah
seperti sisa buah dan sayuran. Selain mudah terdekomposisi, bahan ini juga kaya akan hara yang
dibutuhkan tanaman. Semakin tinggi kandungan selulosa dari bahan organik, maka proses
penguraian akan semakin lama13.
2.3 Konsep Program Eco-Pesantren
Menurut terminologi, eco berasal dari kata “ecology” yang berarti berarti lingkungan hidup.
Suatu institusi pendidikan biasa dikenal dengan pesantren merupakan tempat khusus di
Indonesia yang memberikan pemahaman dan wawasan tentang keislaman melalui ajaran
keilmuan. Eco-pesantren dapat didefinisikan sebagai kegiatan peduli lingkungan hidup untuk
melestarikan dan melindungi sumber daya alam dalam sebuah institusi pendidikan islam. Relasi
antara agama dan lingkungan yang tercakup dalam suatu pemikiran maupun perilaku sering
disebut dengan istilah ecotheology maupun ecospritualism. Program eco-pesantren termasuk
dalam rekomendasi Konferensi Internasional untuk Aksi Muslim sebagai Model Pendidikan
Lingkungan Berbasis Keagamaan dalam mengimplementasikan aksi perubahan iklim berbasis
internasional. Hal tersebut tentu saja berkaitan dengan Pesantren di Indonesia yang sudah
diakui ulama seluruh dunia dalam peningkatannya terkait pengelolaan lingkungan,
meningkatkan pendapatan penggunaan kompos mereka termasuk daur ulang sampah dan
produk bernilai ekonomi14. Program ekopesantren dikembangkan untuk meningkatkan kualitas
lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar pesantren melalui penerapan prinsip-
prinsip ekologi dan pengelolaan sumber daya alam yang baik. Manfaat dari program eco-
pesantren diantaranya15;
1. Meningkatnya kualitas lingkungan: membantu mengurangi polusi dan kerusakan
lingkungan sekitar pesantren, serta meningkatkan kualitas air, tanah, dan udara
2. Peningkatan kesejahteraan masyarakat: membantu meningkatkan pendapatan masyarakat
melalui pengembangan usaha-usaha ekologis seperti pertanian organik, perkebunan, dan
perikanan
3. Pendidikan lingkungan: membantu meningkatkan kesadaran lingkungan dan keterampilan
pengelolaan sumber daya alam pada santri dan masyarakat sekitar pesantren
4. Peningkatan kualitas hidup: membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat di sekitar
pesantren melalui peningkatan kesehatan dan kesejahteraan
5. Pengembangan pariwisata: meningkatkan potensi pariwisata di sekitar pesantren melalui
pengembangan objek wisata alam dan budaya yang ramah lingkungan.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran


III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Pesantren Modern At-Taqwa Gunung Putri yang berlokasi di Jl.
Desa Nagrak No.71, RT.3/RW.4, Nagrak, Kec. Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu 4 bulan terhitung dari bulan
Februari sampai bulan Mei tahun 2024 mulai dari persiapan penelitian, pengambilan data,
penyuluhan dan pelatihan, hingga penulisan laporan.
3.2 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen. Penelitian yang dilakukan menggunakan
tahapan observasi awal kemudian melakukan perancangan desain optimal yang tepat untuk
fermentasi sampah organik dapur pesantren menjadi eco-enzyme dan pupuk organik. Desain
dibuat sederhana dan mudah dilakukan oleh masyarakat di lingkungan pesantren. Penelitian
dilakukan dengan mengambil sampel limbah makanan (food loss dan food waste) dari dapur
produksi dan tempat sampah di Pesantren Modern At-Taqwa Gunung Putri.
3.3 Jumlah dan cara penarikan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh limbah yang dihasilkan oleh pesantren modern
at-taqwa gunung putri. Limbah makanan yang terdiri dari food loss dan food waste digunakan
sebagai sampel pada penelitian ini. Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel. Pada
penelitian ini teknik yang digunakan dalam mengukur jumlah timbulan dan komposisi limbah
makanan mengacu pada SNI 19-3964-1994 yang menjelakan tentang Cara Pengambilan dan
Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Pengambilan sampel
dilakukan selama delapan hari berturut-turut agar didapatkan rata-rata limbah makanan yang
dihasilkan. Penelitian ini dilakukan dalam waktu 30-90 hari pada periode Februari-April yang
meliputi persiapan bahan, proses pengomposan, monitoring dan evaluasi.
3.4 Jenis dan cara pengumpulan data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan observasi dan wawancara langsung
kepada pengurus pesantren dan tenaga kerja dapur mengenai informasi tentang limbah
makanan yang dihasilkan. Setelah observasi dan wawancara dilakukan maka dilanjutkan dengan
pengambilan data yang di lakukan dalam durasi waktu selama tujuh hari secara berurutan untuk
mengetahui timbulan dan komposisi sampah. Selain itu untuk proses pengolahan limbah
makanan (food loss dan food waste) menjadi eco-enzyme dan pupuk organik dilakukan dengan
cara praktik/eksperimen secara langsung.
Data Jenis data Cara pengumpulan data
Keadaan umum pesantren modern Primer Wawancara
at-taqwa gunung putri
Food loss dan food waste di Primer Observasi
pesantren modern at-taqwa gunung dan wawancara
putri
Penerapan program eco-pesantren di Primer Wawancara
Pesantren Modern At-Taqwa Gunung
Putri
Proses pengolahan limbah makanan Primer Praktik
(food loss dan food waste) menjadi
eco-enzyme dan pupuk organik
Tabel 1. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
3.5 Analisis dan Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis dan pengolahan data kuantitatif dengan cara
membuat perhitungan rata-rata limbah makanan yang ada di Pesantren Modern At-Taqwa
Gunung Putri selama delapan hari berturut-turut kemudian menghitung presentase komposisi
limbah makanan (mentah dan matang) dan menghitung berat serta volume limbah makanan
yang dihasilkan oleh tiap santri per harinya dengan perhitungan sebagai berikut :
a) Presentase berat limbah makanan

𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑖𝑚𝑏𝑎ℎ 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝑚𝑒𝑛𝑡𝑎ℎ/𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔)


= 𝑥 100 = ⋯ %
𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

b) Presentase volume limbah makanan

𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑖𝑚𝑏𝑎ℎ 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝑚𝑒𝑛𝑡𝑎ℎ/𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔)


= 𝑥 100 = ⋯ %
𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

c) Berat limbah makanan santri perhari

𝑘𝑔
𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝑘𝑔) 𝑜𝑟𝑔
= 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑛𝑡𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑟ℎ𝑎𝑟𝑖+𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑟𝑢𝑠 = ⋯ ( ℎ𝑎𝑟𝑖 )

d) Volume limbah makanan santri perhari

𝐿
𝑅𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝐿) 𝑜𝑟𝑔
= 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑛𝑡𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑟ℎ𝑎𝑟𝑖+𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑟𝑢𝑠 = ⋯ ( ℎ𝑎𝑟𝑖 )

3.5.1 Alat dan Bahan


a) Alat
Alat yang dibutuhkan untuk mengukur jumlah timbulan dan komposisi limbah makanan di
pesantren modern at-taqwa gunung putri berupa timbangan (0-100 kg), kantong plastik/trash
bag, kotak berukuran 20x20x100, sarung tangan, masker dan sekop. Alat yang digunakan untuk
membuat eco-enzyme, yaitu wadah galon bekas (ukuran 15L) sebanyak 1 buah, corong 1 buah,
dan kitchen scale. Alat yang dibutuhkan untuk membuat pupuk organik adalah
wadah/komposter sebanyak 1 buah, pisau/cutter 1 buah, dan sekop/pengaduk 1 buah.
b) Bahan
Bahan yang digunakan dalam pengukuran timbulan dan komposisi limbah makanan di berupa
limbah makanan yang dihasilkan dari proses penyelenggaraan makanan di pesantren. Bahan
yang digunakan dalam pengolahan eco-enzyme diantaranya, sampah kulit buah (kulit jeruk,
mangga, pepaya), gula pasir/aren, dan air. Perbandingan masing-masing bahan berturut-turut
3:1:10 (kulit buah : gula : air). Pengolahan pupuk organik membutuhkan bahan-bahan seperti
limbah makanan (material hijau), limbah organik kering (material coklat) seperti daun kering,
sekam, cocopeat, dan tanah, serta bioaktivator.

3.5.2 Prosedur Penelitian


a) Pengukuran timbulan dan komposisi limbah makanan
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menggunakan APD (masker, sarung tangan)
3. Memisahkan sampah makanan matang ke dalam plastik/trash bag
4. Menimbang berat total limbah makanan dan mencatatnya
5. Menimbang berat komposisi limbah makanan (mentah dan matang) dan mencatatnya
6. Mengukur volume total limbah makanan dan mencatatnya
7. Mengukur volume komposisi limbah makanan (mentah dan matang) dan mencatatnya
8. Melakukan langkah 1-7 selama delapan hari
b) Eco-Enzyme
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Memasukkan air ke dalam wadah menggunakan corong
3. Memasukkan gula pasir/aren ke dalam wadah menggunakan corong
4. Menambahkan sampah kulit buah
5. Menutup wadah dan mengguncangkan sedikit agar semua material tercampur
c) Pupuk Organik
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mencacah limbah sayur/buah menjadi bentuk yang lebih kecil
3. Masukkan limbah organik kering (material coklat)
4. Menambahkan limbah makanan yang sudah dicacah
5. Menyemprotkan bioaktivator
6. Mengulangi langkah 3-5 sampai habis
7. Menutup wadah komposter dan menunggu sampai sekitar 5 minggu
8. Mengaduk kompos minimal 1 minggu sekali agar proses penguraian berjalan dengan cepat.
Semakin sering diaduk semakin cepat proses penguraian.
9. Memanen pupuk organik padat dan pupuk organik cair
3.6 Definisi Operasional
1. Food loss dan food waste
Food waste adalah permasalahan yang disebabkan oleh timbunan sampah makanan
karena terbuang saat proses distribusi dan konsumsi. Hal ini terjadi akibat makanan
yang terbuang karena tidak dihabiskan oleh konsumennya ataupun makanan simpanan sisa
yang menjadi tidak layak makan. Sedangkan food loss merupakan masalah timbunan
sampah makanan yang disebabkan oleh kegagalan pada tahap produksi hingga
pengemasan16.
2. Eco-Enzyme
Eco-enzyme atau dalam Bahasa Indonesia disebut ekoenzim merupakan larutan zat organik
kompleks yang dihasilkan dari proses fermentasi sisa organik, gula, dan air. Cairan eco-
enzyme ini berwarna coklat gelap dengan aroma asam/segar yang kuat17.
3. Pupuk organik
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran atau bagian hewan,
dan limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa. Pupuk organik dapat
berbentuk padat atau cair yang mengandung bahan mineral dan mikroba yang bermanfaat
untuk meningkatkan kandungan hara, bahan organik tanah, serta memperbaiki sifat fisik,
kimia dan biologi tanah18.
4. Program Eco-Pesantren
Eco-pesantren adalah aktivitas peduli lingkungan hidup guna melestarikan dan melindungi
sumber daya alam di sebuah institusi pendidikan islam. Pondok pesantren ramah
lingkungan adalah tujuan dari program eco-pesantren yaitu bertanggung jawab untuk
mewujudkan hidup hijau melalui kegiatan seperti meningkatkan gaya hidup berkelanjutan,
pengembangan unit kesehatan dan lingkungan, pengintegrasian kurikulum lingkungan, dan
pemberian pelajaran meliputi pengelolaan sampah, air bersih, air limbah dan MCK pada
masyarakat sekitar pondok pesantren19.
DAFTAR PUSTAKA
1. Levi S. M. F., dkk. (2023). Analisis Pangan Terbuang (Food Waste) di Pasar Modern Kota
Pontianak (Studi Kasus : Hypermart Ayani Megamall Pontianak). Jurnal Pertanian Agros,
25(1), 50-58.
2. Fajri T. N. dan Shauki E. R. (2023). Potensi Food Loss dan Food Waste pada UMKM: MFCA,
Nudging dan Neutralization Theory. Jurnal Aplikasi Akuntansi, 7(2).
3. Siaputra, H., Christianti, N., & Amanda, G. (2019). Analisa Implementasi Food Waste
Management di Restoran „X‟ Surabaya. Jurnal Manajemen Perhotelan, 5(1), 1–8.
4. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan. (2023). Polemik Isu Pemborosan Pangan (Food
Loss dan Food Waste)
5. Nurulloh M. (2023). Pesantren dan Ketahanan Pangan.
6. Dinas Lingkungan Hidup. (2019). Pembinaan Eco-Pesantren Tahun 2019.
7. Pramadita S., dkk. (2021). Potensi Daur Ulang Sampah Melalui Indentifikasi Jenis dan
Karakteristik Sampah di Pondok Pesantren Darul Khairat. Jurnal Teknologi Lingkungan dan
Lahan Basah, 9(2), 082-089.
8. Rahman F. (2022). Perencanaan Pengolahan Sampah di Pesantren Assalafiyah Sumber
Duko. Tugas Akhir. Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
9. Aniq R. A. (2021). Implementasi SDGs 12.3 dalam Mengatasi Food Loss dan Food Waste di
Indonesi. Skripsi. Universitas Diponegoro Semarang.
10. Afifah R. (2018). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Rumah Tangga terhadap
Food Waste. Universitas Brawijaya.
11. Lestari S. C. dan Halimatussadiah A. (2022). Kebijakan Pengelolaan Sampah Nasional:
Analisis Pendorong Food Waste di Tingkat Rumah Tangga. Jurnal Good Governance
Volume, 18(1).
12. Imelda D., dkk. (2021). Pembuatan Produk Multipurpose Cleaner dengan Pemanfaatan
Eco-Enzyme dari Limbah Kulit Buah sebagai Bahan Aktif Natural Antimikroba. Universitas
Jayabaya Jakarta.
13. Asmawanti S., dkk. (2022). Pemanfaatan Limbah Dapur sebagai Pupuk Organik Cair (POC)
untuk Budidaya Tanaman di Lingkungan Perkarangan Masyarakat Kelurahan Surabaya
Kecamatan Sungai Serut. Jurnal of Community Service, 3(2), 101-107.
14. Khairani N., dkk. (2023). Program Eco-Pesantren: Peran dan Solusi dalam Pembangunan
Berkelanjutan terhadap Krisis Lingkungan. Jurnal Inovasi Penelitian, 4(2).
15. Inayah N., dkk. (2023). Panduan Ekopesantren Munzalan Mubaroka. Insight Mediatama,
Mojokerto.
16. Evan D., dkk. (2022). Perancangan Konten Digital Edukasi tentang Anti “Food Waste”
melalui Video Animasi. Universitas Kristen Maranatha, Bandung.
17. Rochyani, N., Laksmi, R.U.dan Dahliana, L. (2020). Analisis Hasil Konversi Eco Enzyme
Menggunakan Nenas (Ananas Comosus ) dan Pepaya (Carica papaya L.).
18. Basysya I. R., dkk. (2022). Urgensi Penggunaan Pupuk Organik Padat dan Pupuk Organik
Cair pada Lahan yang Kurang Humus di Desa Pagebangan Kecamatan Karanggayam
Kabupaten Kebumen.
19. Arifah U., dkk. (2022). Program Eco-Pesantren dalam Pelestarian Lingkungan. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, 19(1), 105-114.

Anda mungkin juga menyukai