Anda di halaman 1dari 7

Didaktika Biologi: Jurnal Penelitian Pendidikan Biologi (2019), 3 (1), 11-17 11

HUBUNGAN ANTARA ECOLITERACY DAN WILLINGNESS TO PAY


MAHASISWA BIOLOGI UNTUK MEMBAWA SCHOOL LUNCH

CORRELATION BETWEEN ECOLITERACY AND WILLINGNESS TO PAY OF


BIOLOGY STUDENTS TO BRING SCHOOL LUNCH
Ade Suryanda1*), Andi Ryansyah2), Ernawati3)
Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Jakarta, Jl. Pemuda 10 Rawamangun Jakarta Timur 13220
1 )
* asuryanda@unj.ac.id (penulis korespondensi)
2)
andislam93@gmail.com
3)
ernaoke2011@gmail.com

Diterima: Mei 2019; Disetujui: Juli 2019

Abstrak
Ecoliteracy merupakan faktor penting yang terkait dengan willingness to pay (WTP) untuk membawa
school lunch. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara ecoliteracy dan
willingness to pay mahasiswa biologi membawa school lunch. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Juli-Agustus 2016 di Universitas Negeri Jakarta. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif
dengan teknik survei melalui studi korelasional. Pengambilan sampel dilakukan secara simple random
sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 89 mahasiswa biologi yang telah mengambil
mata kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan. Setelah diuji prasyarat, data penelitian tidak berdistribusi
normal dan homogen, sehingga penelitian ini menggunakan uji non parametrik dengan menghitung
koefisien korelasi Spearman’s Rank. Koefisien korelasi yang diperoleh adalah 0,552, yang berarti
terdapat hubungan yang cukup kuat antara ecoliteracy dengan WTP mahasiswa biologi untuk membawa
school lunch. Ecoliteracy yang dimiliki oleh mahasiswa ini memberikan bekal untuk berani mengambil
sikap terhadap lingkungan, dalam hal ini membawa school lunch. Keberanian dalam mengambil sikap
peduli lingkungan inilah yang dimaksud dalam penelitian ini disebut willingness to pay (WTP).

Kata kunci: ecoliteracy, willingness to pay, school lunch

Abstract
Ecoliteracy is an important factor related to willingness to pay (WTP) to bring school lunch. The purpose
of this study was to determine the correlation between ecoliteracy and willingness to pay (WTP) of
biology students to bring school lunch. This study was conducted on July-August 2016 at Jakarta State
University. The method used is descriptive method with survey through correlational study. Simple
random sampling was used in this study. The number of samples in this study were 89 biology students
who had taken Ecology and Environmental Science courses. After testing the prerequisites, the data was
not normally distributed and homogeneous, so this study used a non-parametric test by calculating the
Spearman's Rank correlation coefficient. The correlation coefficient obtained was 0.552, which means
there was strong enough correlation between ecoliteracy and WTP of biology students to bring school
lunch. Ecoliteracy which was owned by these students provided provisions to take a stand on the
environment, in this case was bringing school lunch. Courage in taking the attitude of caring for the
environment is what was meant in this study as willingness to pay (WTP).

Keywords: ecoliteracy, willingness to pay, school lunch

©Didaktika Biologi: Jurnal Penelitian Pendidikan Biologi


p-ISSN 2549-5267
e-ISSN 2579-7352

Pendahuluan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah


Tingginya volume sampah padat di yang tersedia pun kurang memadai untuk
kota menjadi masalah di negara-negara menampung sampah tersebut. Akibatnya
berkembang, termasuk Indonesia dapat menimbulkan pencemaran lingkungan,
(Dhokhikah & Trihadiningrum, 2012). seperti penyebaran penyakit melalui

Tersedia online di http://jurnal.um-palembang.ac.id/index.php/dikbio


12 Ade Suryanda, dkk/Hubungan Antara Ecoliteracy.....

berbagai vektor, permukaan dan air tanah dalam menyiapan school lunch. Kepraktisan
terkontaminasi air lindi, polusi udara akibat dengan jajan di kantin kampus merupakan
pembakaran, keluarnya gas metana secara satu alasan lain, untuk mengurangi
tidak terkontrol akibat dekomposisi sampah kerepotan dan beban tersebut. Oleh karena
secara anaerob, dan emisi gas rumah kaca itu, dibutuhkan kesediaan yang kuat dalam
dari proses dekomposisi serta tidak diri mahasiswa biologi untuk berkorban
terurainya sampah padat (Lou & Nair, 2009; membawa produk ramah lingkungan
Ngoc & Schnitzer, 2009). bernama school lunch itu.
DKI Jakarta menghasilkan 7.000 Ottman (1998) dalam Ulusoy &
ton/hari sampah padat dan akan bertambah Barretta (2016) menyatakan orang-orang
setiap harinya. Jumlah ini sangat tinggi jika yang ecoliteracy bersedia membayar
dibandingkan dengan kota-kota besar di (willingness to pay/WTP) produk ramah
Eropa yang hanya menghasilkan sampah lingkungan dengan harga yang lebih tinggi.
1.500-2.000 ton per hari (Kosasih, 2016). Harga yang dibayar di sini tak hanya dalam
Sekitar 58% sampah yang dihasilkan di DKI bentuk uang, tapi juga bisa dengan
Jakarta adalah sampah rumah tangga. pengorbanan. Orang-orang yang tingkat
Sebagian besar sampah itu berasal dari ecoliteracy-nya tinggi lebih memilih
dapur dalam bentuk sampah makanan dan berkorban membawa dan menggunakan
kemasan (Pasang, Moore, & Sitorus, 2007). produk ramah lingkungan–meski sulit dan
Sebelum berdampak lebih buruk bagi berat–demi dampak positif bagi manusia dan
lingkungan dan kesehatan manusia, jumlah lingkungan yang jauh lebih besar. Dengan
sampah di DKI Jakarta harus segera demikian, betapapun berat tantangan
dikurangi. Kaum terpelajar diharapkan membawa school lunch, mahasiswa biologi
berperan dalam hal ini. Menurut Undang- kemungkinan bersedia berkorban membawa
undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang school lunch. Untuk menjawab
Perguruan Tinggi, mahasiswa adalah peserta kemungkinan itu, perlu diteliti hubungan
didik pada jenjang pendidikan tinggi. ecoliteracy dengan willingness to pay
Sebagai pihak yang berpendidikan tinggi mahasiswa biologi membawa school lunch.
sekaligus agen perubahan (agent of change), Permasalahan penelitian disusun sebagai
peran mahasiswa, khususnya mahasiswa berikut: “Apakah terdapat hubungan positif
biologi, sangat dinantikan. Hammond & antara ecoliteracy dengan willingness to pay
Herron (2011) mengungkapkan bahwa mahasiswa biologi membawa school
tingkat ecoliteracy mahasiswa biologi di lunch?” Penelitian ini bertujuan untuk
Mississippi lebih tinggi dari mahasiswa yang mengetahui hubungan ecoliteracy dengan
bukan biologi. Ecoliteracy adalah willingness to pay mahasiswa biologi
memahami ekologi dan mengatasi masalah membawa school lunch.
lingkungan demi keberlanjutan hidup
manusia (Orr, 1992; Capra, 1997; Pilgrim, Metode Penelitian
Smith, & Pretty, 2007). Penelitian ini dilakukan di Program
Salah satu cara yang dapat dilakukan Studi Pendidikan Biologi dan Biologi
mahasiswa biologi untuk mengurangi FMIPA Universitas Negeri Jakarta, pada
jumlah sampah adalah dengan membawa bulan Juli hingga Agustus 2016. Metode
school lunch. School lunch adalah produk yang digunakan adalah metode deskriptif
ramah lingkungan berupa bekal makanan dengan teknik survei melalui studi
dan minuman yang wadah atau kemasannya korelasional dengan instrumen penelitian
dapat diisi ulang, kandungannya berupa kuesioner.
menyehatkan, dan porsinya tidak berlebihan Variabel terikat dalam penelitian ini
(Center for Ecoliteracy, 2010). adalah ecoliteracy dengan dimensi
Aksi mahasiswa biologi membawa pengetahuan, kepedulian, dan tindakan.
school lunch menghadapi berbagai Sedangkan, variabel bebasnya adalah
tantangan. Di antara tantangan tersebut willingness to pay (WTP) dengan 6 dimensi,
adalah: 1) terbatasnya waktu penyiapan yaitu: 1) sikap dalam memandang
school lunch, 2) beban bawaan ke kampus pembawaan school lunch; 2) kemampuan
bertambah, dan 3) mahasiswa kos kerepotan membawa school lunch, 3) tekanan sosial, 4)

Tersedia online di http://jurnal.um-palembang.ac.id/index.php/dikbio


Didaktika Biologi: Jurnal Penelitian Pendidikan Biologi (2019), 3 (1), 11-17 13

kesadaran lingkungan, 5) pro terhadap ρxy: koefisien korelasi antara ecoliteracy


perilaku lingkungan, dan 6) persepsi diri dengan willingness to pay mahasiswa
mahasiswa biologi untuk membawa school biologi membawa school lunch.
lunch. Skor ecoliteracy dan willingness to
pay (WTP) mahasiswa membawa school Harga rxy yang diperoleh kemudian
lunch diinterpretasikan dalam Tabel 1. diinterpretasikan tingkat hubungannya
Tabel 1. Kriteria Interpretasi Skor Ecoliteracy dengan menggunakan interpretasi tingkat
dan WTP Mahasiswa untuk Membawa hubungan ecoliteracy dan willingness to pay
School Lunch (WTP) mahasiswa untuk membawa school
Rentang Skor Kriteria lunch yang ditunjukkan oleh Tabel 2.
148-185 Sangat tinggi Tabel 2. Interpretasi Tingkat Hubungan
130-147 Tinggi Ecoliteracy dan WTP Mahasiswa untuk
105-129 Cukup tinggi Membawa School Lunch
91-104 Rendah Interval Koefisien Tingkat Hubungan
37-90 Sangat rendah 0,00 – 0,199 Sangat Lemah
0,20 – 0,399 Lemah
Sampel penelitian diambil secara 0,40 – 0,599 Cukup
simple random sampling yang berjumlah 89 0,60 – 0,799 Kuat
mahasiswa. Sampel merupakan mahasiswa 0,80 – 1,000 Sangat Kuat
Prodi Pendidikan Biologi dan Biologi (Sumber: Riduwan, 2014)
Angkatan 2013 yang telah mengambil mata
kuliah Ekologi dan Ilmu Lingkungan. Hasil dan Pembahasan
Teknik pengambilan data melalui instrumen Ecoliteracy Mahasiswa Biologi
ecoliteracy dan instrumen willingness to pay Hasil skor ecoliteracy mahasiswa
mahasiswa biologi membawa school lunch. Prodi Pendidikan Biologi dan Biologi
Data yang diperoleh dianalisis dengan Angkatan 2013 FMIPA Universitas Negeri
dilakukannya uji prasyarat analisis dan uji Jakarta yang tertinggi adalah 165 dan skor
hipotesis statistik. Uji prasyarat analisis data terendah adalah 86. Rata-rata skor
yang pertama adalah uji normalitas. ecoliteracy sebesar 118,9, sementara
Pengujian dilakukan dengan menggunakan simpangan bakunya adalah 19,5.
uji Kolmogorov-Smirnov pada α = 0,05. Berdasarkan interpretasi skor
Selanjutnya, uji homogenitas menggunakan ecoliteracy, 15% mahasiswa memperoleh
uji Levene pada α = 0,05. Setelah data diuji skor sangat tinggi, 12% mahasiswa
normalitas dan homogenitas, langkah memperoleh skor tinggi, 52% mahasiswa
berikutnya dilakukan pengujian hipotesis. memperoleh skor cukup tinggi, 20 %
Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui mahasiswa memperoleh skor rendah, dan
derajat hubungan antar variabel. Uji korelasi 1% mahasiswa memiliki memperoleh skor
yang digunakan adalah Spearman’s rank sangat rendah. Persentase interpretasi skor
dengan menghitung ρxy pada α = 0,05, ecoliteracy mahasiswa ditampilkan dalam
sehingga hipotesis statistiknya sebagai Gambar 1.
berikut.
H0 : ρxy = 0
H1 : ρxy > 0

Keterangan:
H0 : tidak terdapat hubungan antara
ecoliteracy dengan willingness to pay
mahasiswa biologi membawa school
lunch.
Gambar 1. Persentase Interpretasi Skor
H1 : terdapat hubungan positif antara Ecoliteracy Mahasiswa
ecoliteracy dengan willingness to pay
mahasiswa biologi membawa school Cukup tingginya skor ecoliteracy
lunch. mahasiswa biologi dengan rata-rata skor
118,9 disebabkan mahasiswa tersebut telah

Tersedia online di http://jurnal.um-palembang.ac.id/index.php/dikbio


14 Ade Suryanda, dkk/Hubungan Antara Ecoliteracy.....

mengambil mata kuliah Ekologi dan Ilmu (keterhubungan) (McBride, Brewer,


Lingkungan. Mata kuliah tersebut Berkowitz, & Borrie, 2013).
membekali mahasiswa untuk memahami Dimensi dengan skor paling rendah
konsep-konsep ekologi dan lingkungan. adalah tindakan. Hanya 19,1% mahasiswa
Dengan pemahaman ini menjadikan skor biologi yang menyatakan tidak menunggu
ecoliteracy mahasiswa biologi menjadi orang lain untuk menciptakan alat yang
tinggi (Gambar 2). dapat mengurangi polusi udara. Ini
Dilihat dari tiga dimensi ecoliteracy, menunjukkan tingkat ecoliteracy mahasiswa
dimensi kepedulian mendapat skor rata-rata biologi berada pada tahap ecoliteracy
tertinggi, yaitu 91,13%, disusul dengan fungsional (Cutter-Mackenzie & Smith,
dimensi pengetahuan 79,55% dan dimensi 2003). Mahasiswa tersebut memang
tindakan 71,73%. Perbandingan skor memiliki pengetahuan dan keterampilan
dimensi ecoliteracy dapat dilihat pada untuk aksi lingkungan serta menaruh
Gambar 2. perhatian pada lingkungan, namun sedikit
yang bertindak untuk keberlanjutan hidup
atau kelestarian lingkungan.

Willingness to Pay (WTP) Mahasiswa


Membawa School Lunch
Berdasarkan hasil kuesioner, skor
tertinggi WTP mahasiswa biologi membawa
school lunch adalah 136 dan skor
terendahnya 64. Rata-rata skor WTP
mahasiswa membawa school lunch adalah
Gambar 2. Perbandingan Skor Dimensi 89,8 dengan median 87 dan standar deviasi
Ecoliteracy Mahasiswa 13,4.
Terdapat lima kriteria skor WTP
Berdasarkan Gambar 2, kepedulian membawa school lunch, yakni sangat tinggi,
adalah dimensi ecoliteracy dengan skor tinggi, cukup tinggi, rendah, dan sangat
paling tinggi. Sebanyak 88% mahasiswa rendah. 5% mahasiswa memperoleh skor
biologi merasa bersalah bila tidak sangat kuat, 15% mahasiswa memperoleh
mengurangi dampak kerusakan lingkungan. skor kuat, 49% mahasiswa memperoleh skor
Kepedulian adalah salah satu ciri konsumen cukup kuat, 30% mahasiswa memperoleh
ramah lingkungan (D’Souza, Taghian, & skor lemah, dan 1% mahasiswa memperoleh
Lamb, 2006). Konsumen ramah lingkungan skor sangat lemah. Persentase interpretasi
memandang produk ramah lingkungan baik skor WTP mahasiswa membawa school
untuk kesehatan dan menghemat sumber lunch dapat dilihat pada Gambar 3.
daya (Chan, 2000).
Perolehan skor dimensi kepedulian Sangat tinggi
yang tinggi ini sesuai dengan hasil penelitian Tinggi
yang dilakukan oleh Hammond & Herron Cukup tinggi
(2011), yaitu terdapat hubungan positif Rendah
antara jumlah mata kuliah berbasis
Sangat rendah
lingkungan yang diambil mahasiswa dengan
tingkat ecoliteracy-nya. Selain itu, banyak
dari mahasiswa tersebut yang telah
mengikuti kuliah lapangan, sehingga Gambar 3. Persentase Interpretasi Skor
membuatnya lebih dekat dengan alam dan Willingness to Pay (WTP)
menimbulkan rasa peduli pada alam. Mahasiswa Membawa School Lunch
Pilgrim, Smith, & Pretty (2007) menyatakan
bahwa pengalaman langsung di alam penting Dilihat dari enam dimensi WTP
untuk tingkat ecoliteracy. Merasakan membawa school lunch, dimensi sikap
pengalaman di alam adalah salah satu mendapat skor rata-rata tertinggi, yaitu
kompetensi ecoliteracy, yakni spirit 87,75% disusul dengan dimensi kesadaran

Tersedia online di http://jurnal.um-palembang.ac.id/index.php/dikbio


Didaktika Biologi: Jurnal Penelitian Pendidikan Biologi (2019), 3 (1), 11-17 15

77,39%, dimensi kemampuan 73,68 %, koefisien korelasi. Koefisien korelasi antara


dimensi persepsi diri 65,07%, dimensi pro variabel X dan Y dihitung dengan korelasi
perilaku lingkungan 58,50%, dan tekanan Spearman’s Rank. Berdasarkan perhitungan
sosial 54,46%. Perbandingan skor dimensi nilai koefisien korelasi didapatkan nilai
WTP membawa school lunch dapat dilihat 0,552. Nilai ini dapat diinterpretasikan
pada Gambar 4. bahwa hubungan ecoliteracy dengan WTP
mahasiswa biologi membawa school lunch
positif dan cukup kuat (Tabel 2).
Mata kuliah Ekologi dan Ilmu
Lingkungan yang telah diambil oleh
mahasiswa memberikan bekal mereka
memiliki ecoliteracy. Ecoliteracy yang
dimiliki oleh mahasiswa ini memberikan
bekal untuk berani mengambil sikap
terhadap lingkungan, dalam hal ini
membawa school lunch. Keberanian dalam
Gambar 4. Perbandingan Skor Dimensi WTP mengambil sikap peduli lingkungan inilah
Mahasiswa Membawa School Lunch yang dimaksud dalam penelitian ini disebut
willingness to pay (WTP). Hal ini sesuai
Tingginya dimensi sikap (Gambar 4) dengan yang diungkapkan oleh Ottman
sesuai dengan yang diungkapkan Tsen, (1998) dalam Ulusoy & Barretta (2016),
Phang, Hasan, & Buncha (2006), bahwa dimana ecoliteracy dapat memunculkan
sikap adalah faktor yang paling konsisten WTP individu untuk membayar produk
dalam memprediksi kesediaan konsumen ramah lingkungan dengan harga yang lebih
untuk membayar produk ramah lingkungan, tinggi, dalam hal ini membayar dengan
dalam hal ini school lunch. Tingginya nilai kesediaan berkorban membawa school
sikap ini dapat disebabkan adanya bekal lunch.
pengetahuan yang diperoleh responden Rejikumar (2016) menyatakan bahwa
selama kuliah, dalam hal ini responden telah yang memahami produk dan kegiatan yang
mengambil mata kuliah Ekologi dan Ilmu merugikan lingkungan, cara-cara
Lingkungan. Sedangkan dimensi yang mengurangi pencemaran untuk kesehatan
memiliki skor terendah adalah tekanan yang lebih baik, dan hukum tentang ekologi
sosial. Lebih dari 50% mahasiswa biologi di suatu negara, serta bersedia aksi untuk
menyatakan temannya tidak menyindir jika keberlanjutan hidup adalah individu yang
dirinya tidak membawa school lunch. ecoliteracy. Ecoliteracy dapat membantu
seseorang lebih tanggap terhadap
Hubungan Ecoliteracy dengan WTP lingkungan dan permasalahannya dan lebih
Mahasiswa Biologi Membawa School Lunch yakin bahwa produk ramah lingkungan
Hasil uji normalitas menunjukkan dapat mengurangi dampak pencemaran
perolehan nilai signifikansi (p) = 0,003. lingkungan serta memberikan manfaat
Nilai p = 0,003 lebih kecil dari level jangka panjang bagi lingkungan.
signifikansi 0,05 yang berarti tolak Ho. Hubungan ecoliteracy dengan WTP
Dengan demikian, data skor WTP membawa school lunch yang cukup kuat
membawa school lunch berasal dari (tidak terlalu kuat hubungannya), salah satu
kelompok yang tidak berdistribusi normal. penyebabnya adalah ketimpangan skor
Sedangkan, hasil uji homogenitas ecoliteracy dan WTP membawa school
menunjukkan nilai p = 0,023 lebih kecil dari lunch sebagian responden. Contohnya
level signifikansi 0,05 yang berarti terima responden nomor 74 mendapat skor
Ho pada α = 0,05. Hal ini menunjukkan data ecoliteracy sebesar 165, tapi skor untuk
populasi tidak homogen. WTP membawa school lunch-nya hanya 79.
Karena data tidak normal dan tidak Hal ini karena responden 74 menyatakan
homogen, penelitian ini menggunakan uji tidak memiliki waktu luang untuk
nonparametrik dengan langsung menghitung menyiapkan school lunch, tidak bersedia
membawa school lunch karena barang yang

Tersedia online di http://jurnal.um-palembang.ac.id/index.php/dikbio


16 Ade Suryanda, dkk/Hubungan Antara Ecoliteracy.....

dibawa sudah banyak, kesibukan kuliah Challenges and Opportunities. Journal


menghambat menyiapkan school lunch, dan of Applied Environmental and
jajan di kantin lebih praktis daripada Biological Sciences, 2 (7), 329-335.
membawa school lunch. Ini sesuai dengan D'Souza, C., Taghian, M., & Lamb, P.
yang diungkapkan Utami & Indra (2015), (2006). An Empirical Study on the
bahwa bertambahnya aktivitas, kesibukan, Influence of Environmental Labels on
dan perubahan pola hidup masyarakat Consumers. Corporate
menyebabkan masyarakat membutuhkan Communications: An International
produk yang praktis dan instan sehingga Journal, 11 (2), 162-173.
mudah mengonsumsinya. Ketimpangan skor https://doi.org/10.1108/
juga ditemukan pada responden nomor 29. 13563280610661697
Skor ecoliteracy responden ini hanya 94, Hammond, S.W., & Herron, S.S. (2011).
tapi memiliki skor WTP membawa school The Natural Provenance: Ecoliteracy in
lunch 105 yang terkategori cukup tinggi. Hal Higher Education in Mississippi,
ini karena keluarga dari responden 29 Environmental Education Research, 18
menyiapkannya school lunch dan orang (1), 117-132. https://doi.org/10.1080/
tuanya tidak memberikan uang jajan untuk 13504622.2011.583982
makan dan minum di kantin. Kosasih, D. (2016), Jakarta Hasilkan 7.000
Ton Sampah per Hari. Diunduh pada
Simpulan 25 Februari 2016, dari
Terdapat hubungan positif dan cukup http://www.greeners.co/berita/jakarta-
kuat antara ecoliteracy dengan WTP hasilkan-7000-ton-sampah-per-hari/
mahasiswa biologi membawa school lunch. Lou, X.F., & Nair, J. (2009). The Impact of
Ecoliteracy yang dimiliki oleh mahasiswa Landfilling and Composting on
ini memberikan bekal untuk berani Greenhouse Gas Emissions – A review.
mengambil sikap terhadap lingkungan, Journal Bioresource Technology, 100,
dalam hal ini membawa school lunch. 3792-3798. https://doi.org/10.1016/
Keberanian dalam mengambil sikap peduli j.biortech.2008.12.006
lingkungan inilah yang dimaksud dalam McBride, B.B., Brewer, C.A., Berkowitz,
penelitian ini disebut willingness to pay A.R., & Borrie, W.T. (2013).
(WTP). Environmental Literacy, Ecological
Literacy, Ecoliteracy: What Do We
Daftar Pustaka Mean and How Did We Get Here?
Capra, F. (1997). The Web of Life: A New Ecosphere, 4 (5), 1-20. https://
Scientific Understanding of Living doi.org/10.1890/ES13-00075.1
Systems. NewYork: Anchor Books. Ngoc, U.N., & Schnitzer, H. (2009).
Center for Ecoliteracy. (2010). Rethinking Sustainable Solutions for Solid Waste
School lunch Guide. Second Edition. Management in Southeast Asian
Barkeley: Center for Ecoliteracy. Countries. Waste Management, 29,
Chan, K. (2000). Market Segmentation of 1982-1995.
Green Consumers in Hong Kong. https://doi.org/10.1016/j.wasman.
Journal of International Consumer 2008.08.031
Marketing, 12 (2), 7-24. https://doi.org/ Orr, D.W. (1992). Ecological Literacy
10.1300/J046v12n02_02 Education and the Transition to a
Cutter-Mackenzie, A., & Smith, R. (2003). Postmodern World. Albany: SUNY
Ecological Literacy: The ‘Missing Press.
Paradigm’ in Environmental Education Pasang, H., Moore, G.A., & Sitorus, G.
(part one). Environmental Education (2007). Neighbourhood-Based Waste
Research, 9 (4), 497-524. Management: A Solution for Solid
https://doi.org/10.1080/1350462032000 Waste Problems in Jakarta, Indonesia.
126131 Waste Management, 27, 1924-1938.
Dhokhikah, Y., & Trihadiningrum, Y. https://
(2012). Solid Waste Management in doi.org/10.1016/j.wasman.2006.09.010
Asian Developing Countries:

Tersedia online di http://jurnal.um-palembang.ac.id/index.php/dikbio


Didaktika Biologi: Jurnal Penelitian Pendidikan Biologi (2019), 3 (1), 11-17 17

Pilgrim, S., Smith, D., & Pretty, J. (2007). A Tsen, C., Phang, G., Hasan, A., & Buncha,
Cross-Regional Assessment of The M.R. (2006). Going Green: A Study of
Factors Affecting Ecoliteracy: Consumers’ Willingness To Pay For
Implications for Policy and Practice. Green Products in Kota Kinabalu.
Ecological Applications, 17 (6), 1742- International Journal of Business and
1751. https://doi.org/10.1890/06-1358.1 Society, 7 (2), 40-54.
Rejikumar, G. (2016). Antecedents of Green Ulusoy, E., & Barretta, P.G. (2016) "How
Purchase Behaviour: An Examination Green are You, Really? Consumers’
of Moderating Role of Green Wash Skepticism Toward Brands With Green
Fear. Global Business Review, 17 (2), Claims", Journal of Global
1-19. Responsibility, 7 (1), 72-83.
https://doi.org/10.1177/0972150915619 https://doi.org/10.1108/JGR-11-2015-
812 0021
Riduwan. (2014). Dasar-dasar Statistika. Utami, I.W., & Indra, H. (2015). Faktor-
Bandung: Alfabeta Press. faktor yang Mempengaruhi Pembelian
Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang Mi Instan pada Mahasiswa. Gema,
Pendidikan Tinggi. Lembaran Negara XXVII/49/Januari 2015, 1491-1496.
RI Tahun 2012, No. 158. Kementerian
Sekretariat Negara. Jakarta.

Tersedia online di http://jurnal.um-palembang.ac.id/index.php/dikbio

Anda mungkin juga menyukai