ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku
sebagai faktor-faktor penentu intensi penggunaan kantong dan sedotan plastik.
Responden penelitian ini melibatkan 150 responden yang terdiri atas responden laki-
laki 42 orang dan 108 responden perempuan. Usia responden antara 16 – 25 (M= 20;
SD= 19). Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala yang
disusun berdasarkan theory of planned behavior. Hasil analisis regresi berganda
menunjukkan bahwa sikap terhadap pro-lingkungan, norma subjektif, dan kontrol
perilaku yang dipersepsikan (PBC) secara bersama-sama memberikan sumbangan
sebesar 47,7 % untuk menjelaskan varian intensi pro-lingkungan, F (3,146)=44,31,
p<0,000. Selain itu, secara parsial sikap dan kontrol perilaku (PBC) memprediksi
secara signifikan intensi pro-lingkungan, namun norma subjektif ditemukan tidak
dapat memprediksi intensi pro-lingkungan, = 0,21, p<0,005 untuk variabel sikap, =
0,47, p<0,000 untuk variabel kontrol perilaku, dan = 0,13, p>n.s untuk norma
subjektif.
Kata kunci: intensi, kantong plastik, perilaku pro-lingkungan, sedotan plastik, theory
of planned behavior.
ABSTRACT
This study aims to examine whether attitude, subjective norm, and perceived
behavioural control predict the intention of using plastic bags and straws. Although
*Korespondensi:
Thobagus Mohammad Nu’man the Theory of Planned Behaviour has been used to predict several behavioural
thobagus.mn@uii.ac.id outcomes, there is still limited research to explore pro-environmental behaviour.
Subjects of this study involved 150 participants, 42 males and 108 females aged
Masuk: 04 Juli 2021 between 16-25 (M= 20; SD= 1,9). A questionnaire based on the theory of planned
Diterima: 20 Oktober 2021
Terbit: 30 Oktober 2021 behaviour is used as the instrument to collect the data. The result of multi-linear
regression analysis shows that attitude, subjective norm, and perceived behavioural
Sitasi: control can predict pro-environmental behaviour, with effect size at 47.7%, F (3,146)
Nu’man, T. M., & Noviati, N.P. = 44,31, p<0,000. Partially, attitude and perceived behavioural control can
(2021). Perilaku sadar
lingkungan dalam perspektif significantly predict pro-environmental behaviour; however, the subjective norm
Theory of Planned Behavior: cannot predict the intention of pro-environmental behaviour, with 𝛽= 0,21, p<0,005
Analisis terhadap intensi for attitude, 𝛽= 0,47, p<0,000 for perceived behavioural control, and 𝛽= 0,13, p>n.s
penggunaan kantong dan
for the subjective norm.
sedotan plastik pada Mahasiswa.
Jurnal Ecopsy, 8(2), 165-177.
http://doi.org/10.20527/ecopsy. Keywords: intention, plastic bags, plastic straws, pro-environmental behaviour,
2021.10.016 theory of planned behavior.
165
166 Jurnal Ecopsy Volume 8, Nomor 2, Oktober 2021
lain, plastik menjadi persoalan besar bagi dunia 2009). Merujuk pada pengertian yang diberikan
saat ini. Banyak jenis plastik yang dipandang oleh The United Nations Commission on
sebagai bahan yang sulit untuk terurai (non- Sustainable Development (UN CSD)
degradable). Butuh waktu yang sangat lama International Work Programme, perilaku pro-
untuk mengurai sampah plastik, misalkan lingkungan didefinisikan sebagai “penggunaan
kantong plastik membutuhkan waktu kurang layanan dan produk untuk memenuhi
lebih 20 tahun untuk dapat terurai, bahkan botol kebutuhan dasar dan membawa kualitas hidup
plastik membutuhkan waktu yang lebih lama yang lebih baik sambil meminimalkan
yaitu 450 tahun (Ritchie & Roser, 2018). penggunaan sumber daya alam dan bahan-
Indonesia menghasilkan 64 juta ton bahan beracun serta emisi limbah dan polutan
sampah per tahun, yang menurut KLHK 60 selama siklus hidup agar tidak membahayakan
persennya merupakan sampah organik dan 14 kebutuhan generasi mendatang (Park & Ha,
persennya merupakan sampah plastik (Tim 2012). Definisi perilaku lingkungan dapat
Publikasi Kata Data, 2019, Desember 10). Di dilihat dari dua perspektif (Stern, 2000), yaitu
tahun 2020, jumlah sampah plastik ini impact-oriented dan intent-oriented. Perilaku
meningkat yang setidaknya mencapai 17% dari pro-lingkungan dalam perspektif impact
total keseluruhan jenis sampah di Indonesia oriented didefinisikan sebagai sejauh mana
(SIPSN, 2020). Selain itu, dari dua puluh sungai perilaku tersebut mengubah ketersediaan
yang paling tercemar sampah plastik di dunia, bahan atau energi dari lingkungan atau
empat diantarnya berada di Indonesia. Lebih mengubah struktur dan dinamika ekosistem
lanjut disebutkan bahwa penggunaan sampah atau biosfer itu sendiri, misalkan, penebangan
sedotan plastik di Indonesia mencapai 93,2 juta hutan dan membuang sampah rumah tangga,
unit per hari. Permasalahan pemakaian kantong yang berdampak langsung terhadap perubahan
plastik juga tidak ada bedanya dengan lingkungan. Dalam perspektif intent-oriented
penggunaan sedotan. Pemakaian kantong plastik perilaku pro-lingkungan didefinisikan sebagai
di Indonesia masih cukup tinggi, diperkirakan perilaku yang dilakukan dengan maksud untuk
pemakaian kantong plastik mencapai 700 mengubah (baca: menguntungkan) lingkungan,
kantong/orang/tahun (Ekawati, 2016). Data misal, banyak orang percaya bahwa penggunaan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kaleng semprot akan mempengaruhi lapisan
(KLHK) menyebutkan bahwa Indonesia ozon. Stern (2000) memandang bahwa dua
menghasilkan sampah kantong plastik sebanyak perspektif dalam mendefinisikan perilaku pro-
10,95 juta lembar/tahun/100 gerai (Ekawati, lingkungan tersebut penting dalam penelitian.
2016). Pada tahun 2016, diperkirakan ada satu Definisi berdasar impact-oriented penting untuk
juta penggunaan kantong plastik tiap menit menentukan target perilaku, sedangkan definisi
(GIDKP, 2016, Oktober 26). Meskipun, berdasar intent-oriented berfokus pada
penggunaan kantong dan sedotan plastik keyakinan, motif dan sebagainya untuk
bagian kecil dari sampah plastik secara memahami dan mengubah perilaku target. Studi
keseluruhan, namun studi mengenai perilaku psikologi seringkali mendefinisikan perilaku
penggunaan kantong dan sedotan plastik sangat pro-lingkungan berdasar pada perspektif intent-
diperlukan untuk mendesain intervensi oriented (Park & Ha, 2012).
pengurangan penggunaan kantong dan sedotan Perilaku pro-lingkungan dapat juga
plastik secara tepat. didefinisikan sebagai perilaku yang secara
Penggunaan kantong dan sedotan plastik nyata ataupun perseptual berkontribusi terhadap
sangat terkait dengan perilaku pro-lingkungan. konservasi lingkungan (Kurisu, 2015).
Perilaku pro-lingkungan dapat didefinisikan Konservasi lingkungan yang dimaksud adalah
sebagai perilaku yang sekecil mungkin merusak mengurangi dampak negatif dan meningkatkan
lingkungan, atau bahkan mungkin memberi dampak positif terhadap lingkungan. Banyak
kemanfaatan bagi lingkungan (Steg & Vlek, istilah selain perilaku pro-lingkungan (pro-
Nu’man & Noviati 167
environmental behavior) yang digunakan silih dari kelompok anak muda dipandang kurang
berganti dalam berbagai studi tentang kepedulian memiliki komitmen terhadap perilaku pro-
terhadap lingkungan diantaranya sustainable lingkungan dibandingkan dengan orangtua,
consumption, proenvironmental behavior, meskipun memiliki sikap yang positif terhadap
environmental behavior, environmentally- pro-lingkungan (Grønhøj & Thøgersen, 2012).
sustainable behavior, and environmentally- Pandangan yang positif terhadap pro-lingkungan
friendly behavior, ecological behavior, pada mahasiswa memiliki peran yang signifikan
responsible environmental behavior, dalam menyukseskan implementasi campus
environmentally significant behavior, dan sustainability (Rachmawati & Handayani,
environmentally related behavior (Kaiser, et. al, 2014).
1999; Kurisu, 2015; Thøgersen & Folke, 2002).
Pada penelitian ini perilaku pro-lingkungan Theory of Planned Behavior
didefinisikan sebagai perilaku yang memberi Theory of Planned Behavior (TPB)
keuntungan pada lingkungan dengan didesain untuk memprediksi dan menjelaskan
mengurangi penggunaan kantong dan sedotan perilaku manusia dalam konteks spesifik
plastik. (Ajzen, 1991). Theory of Planned Behavior
TPB merupakan teori yang banyak merupakan pengembangan dari Theory of
diaplikasikan dalam menjelaskan perilaku Reasoned Action (TRA) yang memiliki
pro-lingkungan, baik sebagai teori yang keterbatasan hanya menjelaskan perilaku yang
independen maupun diintegrasikan dengan dikehendaki (volitional control) (Ajzen, 1991;
teori-teori yang lain. Misalkan TPB 2002) Menurut TRA, intensi untuk berperilaku
diintegrasikan dengan Norm activation tertentu hanya akan terjadi jika perilaku
theory dalam menjelaskan perilaku memilah tersebut dikehendaki, padahal kenyataannya
sampah. Penelitian tersebut menunjukkan banyak perilaku yang tidak berada dalam
bahwa intensi memilah sampah didorong oleh kendali individu sepenuhnya (incomplete
adanya kewajiban moral yang dipicu oleh volitional control).
tekanan sosial dan norma sosial (Setiawan et Meskipun seseorang memiliki sikap yang
al., 2020). Selain itu, TPB juga digunakan positif dan adanya penerimaan orang lain
untuk mengeksplorasi perilaku terkait (norma subjektif), namun sangat mungkin
dengan konservasi lingkungan di konteks perilaku aktualnya tidak muncul karena adanya
tempat kerja (Greaves et al., 2013). Penelitian- pengaruh faktor lingkungan. Untuk mengatasi
penelitian lain yang menggunakan TPB untuk kelemahan tersebut, Ajzen (1991; 2002
menjelaskan perilaku pro-lingkungan menambahkan konstruk kontrol perilaku yang
diantaranya perilaku daur ulang (Tonglet et. al, dipersepsi (perceived behavioral control)
2004), aktivis lingkungan (Fielding et. al, sebagai konstruk yang menentukan intensi.
2008), konservasi energi (Macovei 2015), dan Menurut Ajzen (1991) terdapat tiga
identifikasi keyakinan pro-lingkungan (de faktor determinan yang secara langsung
Leeuw et al., 2015). Namun demikian aplikasi mempengaruhi niat seseorang yaitu pertama,
TPB dalam penggunaan kantong dan sedotan sikap terhadap perilaku tersebut yaitu sejauh
plastik masih belum dilakukan terutama pada mana seseorang memiliki evaluasi atau
kelompok mahasiswa. penilaian yang menguntungkan (favorable)
Persoalan sampah plastik merupakan atau tidak menguntungkan (unfavorable) dari
persoalan bersama yang membutuhkan perilaku yang bersangkutan. Kedua, adalah
kepedulian banyak pihak. Mahasiswa dipandang faktor sosial yang disebut norma subjektif; itu
memiliki sikap kritis terhadap persoalan mengacu pada tekanan sosial yang
lingkungan karena mereka menanggung beban dipersepsikan untuk melakukan atau tidak
kelalaian masa lalu dan saat ini (dee Leeuw et al., melakukan perilaku. Ketiga, kontrol perilaku
2015). Lebih dari itu, mahasiswa sebagai bagian yang dipersepsi (perceived behavioral control),
168 Jurnal Ecopsy Volume 8, Nomor 2, Oktober 2021
mengacu pada kemudahan atau kesulitan yang - 61%. Pendeknya, sikap, norma subjektif dan
dipersepsikan dalam melakukan perilaku dan kontrol perilaku yang dipersepsikan memiliki
diasumsikan mencerminkan pengalaman masa kemampuan untuk memprediksi intensi,
lalu serta antisipasi terhadap berbagai hambatan khususnya kontrol perilaku yang dipersepsikan
dalam menampilkan perilaku. dipandang secara langsung dapat
Selain itu, Ajzen (2005) menjelaskan memprediksikan kemunculan perilaku tertentu.
berbagai variabel yang mempengaruhi Sikap dipandang sebagai salah satu
keyakinan (belief) yang dipegang seseorang. determinan yang mempengaruhi munculnya
Variabel-variabel pengaruh tersebut dikenal intensi. Sikap diasumsikan memiliki
dengan istilah faktor latar belakang (background kemampuan untuk membimbing, mempengaruhi,
factors). Faktor latar belakang diantaranya mengarahkan, membentuk dan memprediksi
adalah usia, jenis kelamin, suku, status sosial perilaku (Kraus, 1995). Menurut Fazio (2007),
ekonomi, pendidikan, kebangsaan, afiliasi sikap adalah asosiasi yang dipelajari di dalam
agama, suasana hati, sifat kepribadian, emosi, memori antara objek dan evaluasi positif atau
sikap dan nilai umum, kecerdasan, dukungan negatif terhadap objek. Dengan demikian,
sosial dan lain sebagainya. Lebih lanjut Ajzen apabila seseorang memegang sikap setuju
(2005) menjelaskan bahwa seseorang tumbuh terhadap suatu objek, maka dia akan cenderung
dalam berbagai lingkungan sosial dan memperhatikan atribut positif dari objek tersebut
mempelajari informasi yang berbeda tentang dan sebaliknya. Perhatian tersebut akan
berbagai isu yang menyediakan dasar bagi mengarahkan pada perilaku yang sejalan dengan
keyakinan mereka tentang konsekuensi perilaku, sikap positif atau negatif yang dimiliki oleh
tentang harapan normatif dari orang lain, dan individu.
tentang hambatan-hambatan yang menghalangi Studi tentang pentingnya sikap dalam
seseorang untuk menampilkan satu perilaku. memprediksikan intensi telah banyak
dilakukan (Ajzen, 1991). Pada konteks
Theory of Planned Behavior dan Perilaku perilaku pro-lingkungan, sikap dipandang
Pro-Lingkungan sebagai prediktor bagi intensi perilaku pro-
Theory of planned behavior (TPB) lingkungan. Sikap seseorang terhadap
menjelaskan bahwa perilaku yang dimunculkan penggunaan energi dapat memprediksi intensi
oleh seseorang pasti dilatarbelakangi oleh niat perilaku pro-lingkungan yang akan datang
tertentu. Selanjutnya, TPB menjelaskan bahwa (Macovei, 2015). Temuan ini sejalan dengan
ada tiga determinan utama dalam membentuk penelitian yang dilakukan oleh de Leeuw et al.
niat seseorang, yaitu sikap terhadap perilaku (2015), yang menunjukkan bahwa sikap
tersebut, norma subjektif, dan kontrol perilaku berkaitan dengan intensi untuk berperilaku
yang dipersepsikan. Atas dasar teori ini peneliti, ramah lingkungan. Sikap tersebut lebih didasari
berasumsi bahwa perilaku pro-lingkungan pada keyakinan terhadap kemampuan untuk
semestinya dilandasi oleh suatu niat yang hemat energi, menjaga bumi tetap bersih, dan
ditentukan oleh sikap, norma subjektif dan membantu lingkungan tetap alami.
kontrol perilaku yang dipersepsikan. Beberapa penelitian menunjukkan kaitan
Berdasarkan beberapa penelitian (Ajzen, antara norma dan intensi perilaku pro-
1991; Armitage & Conner, 1999, 2001; Conner lingkungan. Meskipun ada diantara penelitian-
& Armitage, 1998) ditemukan bahwa secara penelitian yang dilakukan tidak selalu
umum TPB memiliki korelasi yang kuat dengan menunjukkan adanya korelasi antara norma dan
intensi maupun perilaku. Misalkan, penelitian intensi perilaku pro-lingkungan, namun
yang dilakukan oleh Greaves et al. (2013) TPB berdasarkan review terhadap berbagai hasil
mampu menjelaskan varians intensi perilaku penelitian ditemukan bahwa norma menjadi
pro-lingkungan (video konferensi, daur prediktor yang cukup kuat terhadap intensi
ulang, dan mematikan komputer) antara 46% perilaku pro-lingkungan (Farrow et al., 2017).
Nu’man & Noviati 169
Norma subjektif terbentuk atas dua hal, yaitu pada gilirannya meningkatkan intensi perilaku
norma keluarga dan norma sosial pertemanan pro-lingkungan (de Leeuw et al., 2015).
(Marta et al., 2014). Norma subjektif dalam Berdasarkan penjelasan di atas, ada
beberapa penelitian dinilai dapat menjadi empat hipotesis yang diajukan diantaranya,
penentu intensi seseorang untuk memutuskan pertama, ada pengaruh sikap terhadap perilaku
berperilaku pro-lingkungan (Farrow et al., pro-lingkungan, norma subjektif dan kontrol
2017; Onwezen et al., 2013; Thøgersen, 2015) perilaku yang dipersepsikan terhadap intensi
Norma dipandang cukup efektif untuk perilaku pro-lingkungan. Kedua, ada pengaruh
digunakan sebagai intervensi dalam sikap terhadap perilaku pro-lingkungan pada
meningkatkan intensi perilaku pro-lingkungan, intensi perilaku pro-lingkungan, ketiga, ada
terutama norma deskriptif daripada norma pengaruh norma subjektif terhadap intensi
injungtif. Norma deskriptif lebih menekankan perilaku pro-lingkungan, dan keempat, ada
pada apa yang orang lain lakukan atau tidak pengaruh kontrol perilaku yang dipersepsikan
lakukan. Lebih efektifnya norma deskriptif terhadap intensi perilaku pro-lingkungan.
dibandingkan norma injungtif menunjukkan
bahwa seseorang lebih mungkin untuk
mengikuti apa yang dilakukan oleh orang lain METODE PENELITIAN
daripada apa yang dikatakan oleh orang lain (de
Leeuw et al., 2015). Secara umum dapat Partisipan
dikatakan bahwa tekanan sosial efektif untuk Subjek dalam penelitian ini merupakan
mendorong perilaku pro-lingkungan, misalkan 150 responden yang terdiri atas responden laki-
mengurangi penggunaan kantong plastik di laki 42 orang dan 108 responden perempuan.
supermarket (Ohtomo & Ohnuma, 2014). Usia responden antara 16 – 25 (M= 20 tahun ,
Menurut Sheeran (2003) kontrol perilaku SD= 1,9 tahun). Penelitian ini dilakukan di
yang dipersepsikan semestinya berasosiasi perguruan tinggi yang ada di wilayah
dengan niat, karena seseorang tidak mungkin kabupaten Sleman. Pemilihan mahasiswa
memiliki niat melakukan suatu tindakan sebagai responden dalam penelitian ini karena
tertentu tanpa memiliki kontrol terhadap mahasiswa dipandang sebagai kelompok yang
tindakan tersebut. Sebaliknya, seseorang kritis terhadap persoalan lingkungan. Pemilihan
cenderung memiliki suatu niat melakukan lokasi penelitian yang dilakukan di Sleman
tindakan tertentu apabila ia percaya memiliki lebih mempertimbangkan aspek pragmatis
kemampuan dan sumber daya yang dibutuhkan yaitu kemudahan. Dengan demikian Teknik
untuk melakukan suatu tindakan (Ajzen, 1991) sampling yang digunakan lebih pada non-
Kontrol perilaku ditemukan lebih efektif probability sampling.
untuk meningkatkan intensi perilaku pro-
lingkungan, hal ini menunjukkan bahwa Pengukuran
kontrol perilaku yang dipersepsikan menjadi Metode pengumpulan data dalam
faktor determinan yang penting (de Leeuw et penelitian ini merupakan kuesioner pelaporan
al., 2015). Kontrol perilaku dipersepsikan diri (self-report) yang dikembangkan sendiri
berkaitan dengan sejauhmana seseorang oleh penulis berdasarkan model Theory of
memiliki keyakinan akan kemampuan untuk Planned Behavior (Ajzen, 1991; Ajzen, 2006).
melakukan suatu perilaku dan sejauhmana Ada beberapa alat ukur yang digunakan yaitu:
seseorang memiliki kendali atas perilaku yang
dimunculkan. Oleh sebab itu, kontrol perilaku Alat ukur intensi perilaku pro-lingkungan.
yang dipersepsikan dapat ditingkatkan dengan Alat ukur ini berisi 10 butir yang
memberi fasilitas sehingga perasaan mampu mengungkap seberapa siap seseorang untuk
dan memiliki kendali dapat meningkat yang melakukan satu tindakan yaitu menggunakan
atau tidak menggunakan kantong dan sedotan
170 Jurnal Ecopsy Volume 8, Nomor 2, Oktober 2021
dan intensi pro-lingkungan (r=0,65, p<0,01). Meskipun model regresi terbukti secara
Selain itu, hasil korelasi juga menunjukkan signifikan, hasil analisa secara parsial (terpisah)
adanya korelasi antara sikap dan norma menunjukkan bahwa sikap memprediksi secara
subjektif (r=0,51, p<0,01), sikap dan kontrol signifikan intensi pro-lingkungan (=0,21,
perilaku yang dipersepsikan (r=0,52, p<0,01) t(146)=2,835, p<0,01, 95%CI [0,083; 0,466])
dan norma subjektif dan kontrol perilaku yang dan juga kontrol perilaku yang dipersepsikan
dipersepsikan (r=0,50, p<0,01). (PBC) memprediksi secara signifikan intensi
Hasil uji prediksi theory of planned pro-lingkungan ( =0,47, t(146)=6,408,
behavior dalam menjelaskan perilaku pro- p<0,001, 95%CI [0,575; 1,087]), sedangkan
lingkungan dilakukan dengan menggunakan norma subjektif tidak dapat memprediksi intensi
regresi linier berganda. Berdasarkan uji regresi pro-lingkungan (=0,13, t(146)=1,741, p=ns,
linier berganda diketahui bahwa sikap terhadap 95%CI [-0,049; 0,777]) (lihat gambar 1).
pro-lingkungan, norma subjektif, dan kontrol Berdasarkan hasil analisis regresi dapat
perilaku yang dipersepsikan (PBC) secara disimpulkan bahwa sikap terhadap perilaku
bersama-sama memberikan sumbangan pro-lingkungan, norma subjektif, dan kontrol
terhadap intensi pro-lingkungan sebesar 47,7 perilaku yang dipersepsikan secara bersama-
%, dengan nilai R2= 0,477 (Adjusted R2= sama dapat memprediksi intensi perilaku pro-
0,466). Sikap terhadap pro-lingkungan, norma lingkungan. Selain itu, secara parsial
subjektif, dan kontrol perilaku yang ditemukan bahwa sikap dan kontrol perilaku
dipersepsikan (PBC) secara bersama-sama dapat yang dipersepsikan (PBC) dapat memprediksi
memprediksi intensi pro-lingkungan dengan F intensi perilaku pro-lingkungan, namun norma
(3,146)=44,312, p<0,000. Hasil ini menunjukkan subjektif ditemukan tidak dapat memprediksi
bahwa theory of planned behavior memiliki intensi perilaku pro-lingkungan.
kemampuan yang baik dalam memprediksi
intensi periaku pro-lingkungan (lihat tabel 2).
Tabel 1. Korelasi Bivariat dan Deskriptif Statistik dari PBC dan Intensi Pro-Lingkungan
Mean SD 1 2 3 4
1. Intensi pro-lingkungan 46,80 8,01 - 0,52** 0,47** 0,65**
2. Sikap terhadap pro-lingkungan 49,67 6,15 - 0,51** 0,52**
3. Norma subjekif 15,97 2,82 - 0,50**
4.Perceived behavioral control 30,87 4,57 -
Keterangan: **p<0,01
Prediktor t p F df p Adj.R2
Model Keseluruhan 44,312 3, 146 0,000 0,466
Sikap 2,835 0,005 0,21
Norma Subjektif 1,741 0,084 0,13
PBC 6,408 0,000 0,47
172 Jurnal Ecopsy Volume 8, Nomor 2, Oktober 2021
Sikap ß=0,21**
R2=0,477
Perceived
behavioral ß=0,47***
control
melakukan suatu perilaku bahkan jika dia dalam memprediksi intensi perilaku pro-
memiliki sikap yang mendukung terhadap lingkungan. Situasi ini dimungkinkan dengan
perilaku tersebut dan percaya bahwa orang lain beberapa alasan, pertama, responden penelitian
mendukung dia untuk melakukan perilaku ini mayoritas adalah mahasiswa yang berarti
tersebut. Dengan kata lain, tidak mungkin mereka adalah kelompok terdidik. Pada orang-
seseorang memiliki intensi untuk melakukan orang yang terdidik kesadaran dan kepedulian
suatu perilaku yang di luar kontrolnya, akan lingkungan cenderung lebih besar. Kedua,
sebaliknya, orang akan cenderung untuk selain kaitannya dengan tingkat Pendidikan,
berniat menampilkan suatu perilaku ketika dia usia responden rata-rata masih muda, untuk
percaya bahwa dia memiliki kemampuan dan anak-anak muda cenderung berpikir rasional
sumber daya untuk melakukan perilaku tersebut dan memiliki opini sendiri. Kedua hal tersebut
(Sheeran et al., 2003). Peran kontrol perilaku dimungkinkan bagi individu untuk lebih
yang dipersepsikan terhadap intensi pro- independen dalam menentukan pendapat
lingkungan dimungkinkan terjadi karena tertentu, sehingga tekanan kelompok sosial
individu memiliki keyakinan dan kontrol yang dipandang tidak terlalu berpengaruh atas
kuat untuk dapat mengurangi penggunaan pilihan-pilihan pendapat. Ketiadaan peran
sampah plastik semisal tas dan sedotan plastik. tekanan sosial dalam membentuk intensi pro-
Kenyataan saat ini, masyarakat sudah mulai lingkungan sangat dimungkinkan terjadi
memiliki ragam tas belanja yang dapat berkaitan dengan kendali yang dipersepsikan
digunakan kembali (reuseable) dengan terhadap suatu perilaku. Seseorang akan
demikian akan mendorong perasaan mampu cenderung mengikuti tekanan sosial dalam
dan kendali untuk menolak penggunaan berperilaku ketika rasa kendali terhadap
kantung plastik saat berbelanja. Di samping itu, perilaku tersebut rendah, sebaliknya tekanan
kesadaran masyarakat untuk membawa botol sosial tidak memiliki peran saat rasa kendali
minuman sendiri dan juga membawa sedotan terhadap perilaku kuat (La Barbera & Ajzen,
yang berbahan logam maupun berbahan lain 2020).
yang memungkinkan untuk digunakan Kembali Hasil penelitian ini tentunya memiliki
juga dapat mengurangi penggunaan sedotan. berbagai implikasi. Hasil penelitian mendukung
Sikap juga ditemukan mampu penelitian-penelitian sebelumnya yang
memprediksi intensi perilaku pro-lingkungan, membuktikan bahwa TPB merupakan teori yang
hal ini sejalan dengan penelitian-penelitian sangat kokoh dalam memprediksi berbagai
sebelumnya (Gao et al., 2017; Sun et al., 2017; macam perilaku termasuk perilaku pro-
Lucarelli et al, 2020) yang menemukan adanya lingkungan. Selain itu, temuan dalam penelitian
peran sikap dalam membentuk intensi perilaku ini tentunya juga memiliki implikasi praktis.
pro-lingkungan. Sikap yang positif dalam Besarnya peran kontrol perilaku yang
mengadopsi perilaku ramah lingkungan dapat dipersepsikan terhadap intensi untuk pro-
mendorong intensi perilaku pro-lingkungan lingkungan dalam model TPB mengkonfirmasi
(de leeuw et al., 2015). Sikap, terutama sikap bahwa seseorang perlu memiliki perasaan
instrumental, dipandang sebagai faktor kendali akan kemampuannya untuk menolak
penting dalam meningkatkan kesadaran akan penggunaan barang-barang yang berpotensi
konsekuensi baik dan buruknya perilaku menjadi sampah plastik. Implikasi lanjutan dari
peduli lingkungan yang selanjutnya akan temuan ini adalah perlunya untuk meningkatkan
mendorong intensi perilaku pro-lingkungan rasa kendali tersebut dengan terus-menerus
(Setiawan et al., 2020). mendorong masyarakat untuk memiliki atau
Berbeda dengan sikap dan kontrol membawa kantong yang reuseable, dengan
perilaku yang dipersepsikan yang terbukti dapat demikian akan memudahkan seseorang untuk
memprediksi intensi perilaku pro-lingkungan, menolak penggunaan kantong plastik. Begitu
norma subjektif ditemukan tidak signifikan juga, kampanye untuk selalu membawa sedotan
174 Jurnal Ecopsy Volume 8, Nomor 2, Oktober 2021
yang dapat digunakan kembali menjadi hal yang besar dibandingkan dengan sikap maupun
penting. Selain kontrol perilaku yang norma subjektif.
dipersepsikan, sikap juga memiliki peran dalam Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar
membentuk intensi untuk pro-lingkungan. dalam membuat intervensi terkait dengan isu
Untuk itu, penting dilakukan kampanye terus- perilaku pro-lingkungan. Pertama, perlunya
menerus untuk membentuk sikap yang lebih membentuk sikap yang positif terhadap
positif terhadap kepedulian lingkungan dengan kepedulian pada lingkungan termasuk,
mengurangi penggunaan barang yang berpotensi utamanya sikap positif terhadap pengurangan
menjadi sampah plastik. Tidak terbuktinya penggunaan sedotan maupun kantong plastik.
norma subjektif dalam memprediksi intensi Hal ini dapat dilakukan dengan terus
untuk pro-lingkungan bukan berarti norma memberikan Pendidikan tentang bahayanya
subjektif tidak penting. Pada penelitian sampah plastik. Selain itu, perlu juga untuk
sebelumnya ditemukan bahwa norma dapat membangun keyakinan diri pada individu,
secara langsung maupun tidak langsung bahwa mereka dapat hidup tanpa sedotan
memprediksi perilaku pro-lingkungan maupun sampah plastik. Kedua, hasil
(Setiawan et al., 2021). Beberapa pesan yang penelitian menunjukkan bahwa theory of
menunjukkan bahwa kebanyakan orang tidak planned behavior sangat baik dalam
menyetujui penggunaan plastik perlu terus- memprediksi intensi untuk pro-lingkungan.
menerus diupayakan. Meskipun demikian, kemampuan prediktif ini
Penelitian ini tentunya memiliki masih dapat ditingkatkan dengan
keterbatasan. Nilai reliabilitas skala pengukuran menambahkan beberapa variabel yang lain,
norma subjektif diketahui masih berada pada misalkan norma personal, kebiasaan, ataupun
level menengah, hal ini tentu saja kesadaran akan lingkungan.
mempengaruhi tingkat kepercayaan terhadap
kesimpulan dari hasil penelitian ini. Salah satu
kemungkinan rendahnya nilai reliabilitas skala DAFTAR PUSTAKA
dipengaruhi oleh jumlah butir yang sedikit
(misal, di bawah 10) (Pallant, 2016). Ajzen, I. (1991). The theory of planned
Penelitian yang akan datang dapat behavior. Organizational Behavior and
mempertimbangkan jumlah butir sebagai salah Human Decision Processes, 50, 179–211.
satu cara untuk dapat meningkatkan reliabilitas https://doi.org/10.1016/0749-
alat ukur. 5978(91)90020-T
Ajzen, I. (2002). Perceived behavioral control,
self-efficacy, locus of control, and the
KESIMPULAN theory of planned behavior. Journal of
Applied Social Psychology, 32(4), 665–
Ada beberapa kesimpulan yang dapat 683. https://doi.org/10.1111/j.1559-
diambil dari penelitian ini. Pertama, sikap, 1816.2002.tb00236.x
norma subjektif, dan kontrol perilaku yang Ajzen, I. (2005). Attitudes, personality and
dipersepsikan secara bersama-sama dapat behaviour (2nd ed). Open University
memprediksi intensi perilaku pro-lingkungan. Press.
Kedua, sikap dan kontrol perilaku yang Ajzen, I. (2006) Constructing a theory of
dipersepsikan secara parsial dapat memprediksi planned behaviour questionnaire:
intensi perilaku pro-lingkungan, sedangkan conceptual and methodological
norma subjektif tidak terbukti dapat consideration.
memprediksi intensi perilaku pro-lingkungan. http://www.people.umass.edu/aizen/pdf/t
Terakhir, kontrol perilaku yang dipersepsikan pb.measurement.pdf
memiliki kemampuan prediktif yang paling Armitage, C. J., & Conner, M. (1999). The
Nu’man & Noviati 175