Anda di halaman 1dari 6

Pengaruh Pendidikan Etika Lingkungan Berbasis Filosofi STOA terhadap Perilaku

Ramah Lingkungan Remaja Indonesia

Nurul Fadillah

ABSTRAK

Isu lingkungan hidup kian mengkhawatirkan seiring dengan meningkatnya kerusakan alam akibat ulah
manusia. Upaya untuk mengatasi permasalahan ini perlu dilakukan secara menyeluruh, salah satunya
melalui pendidikan etika lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pendidikan etika
lingkungan berbasis filosofi STOA (Sikap Terbuka dan Objektif terhadap Alam) terhadap perilaku ramah
lingkungan pada remaja di Indonesia. Filosofi STOA menekankan hubungan harmonis antara manusia
dengan alam, serta pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem demi keberlanjutan kehidupan.
Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan pengambilan data melalui kuesioner yang
dibagikan kepada remaja yang telah mendapatkan pendidikan etika lingkungan berbasis STOA dan yang
belum mendapatkannya. Kuesioner tersebut mencakup pertanyaan-pertanyaan yang mengukur tingkat
pengetahuan, sikap, dan perilaku ramah lingkungan responden. Data yang terkumpul akan dianalisis
secara statistik untuk melihat perbedaan tingkat perilaku ramah lingkungan antara kedua kelompok
tersebut.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris mengenai efektivitas pendidikan etika
lingkungan berbasis STOA dalam meningkatkan perilaku ramah lingkungan di kalangan remaja
Indonesia. Temuan ini dapat menjadi landasan bagi pengembangan kurikulum dan metode
pembelajaran yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai cinta lingkungan sejak dini, serta berkontribusi
pada upaya pelestarian lingkungan hidup di Indonesia.

PENDAHULUAN

Kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia saat ini sudah sangat memprihatinkan.
Berbagai aktivitas manusia seperti pembuangan limbah industri sembarangan, eksploitasi hutan
yang berlebihan, dan polusi udara akibat emisi kendaraan bermotor telah menyebabkan rusaknya
ekosistem alam Indonesia. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2021, sebanyak
73% sungai di Indonesia telah tercemar berat. Demikian pula, laju deforestasi mencapai 498 ribu
hektar per tahunnya. Kondisi lingkungan Indonesia yang memburuk ini disebabkan oleh perilaku
masyarakat yang kurang ramah terhadap alam. Rendahnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya menjaga kelestarian lingkungan menjadi faktor utama di balik krisis ekologi saat ini.
Oleh karena itu, upaya pencegahan kerusakan lingkungan melalui pembentukan perilaku ramah
lingkungan menjadi langkah penting yang harus segera dilakukan.

Salah satu strategi efektif untuk membangun perilaku ramah lingkungan adalah melalui
pendidikan etika lingkungan, khususnya yang ditujukan kepada generasi muda. Pendidikan etika
lingkungan bertujuan untuk menanamkan kesadaran, sikap, dan perilaku yang mendukung upaya
pelestarian lingkungan hidup. Remaja sebagai generasi pelanjut estafet bangsa memiliki peran
vital dalam menentukan masa depan kelestarian lingkungan Indonesia.

Pendidikan etika lingkungan dapat dilakukan dengan berbasis pada nilai-nilai filosofi
tertentu, salah satunya STOA. STOA adalah filosofi lingkungan yang memandang alam beserta
isinya sebagai ciptaan Tuhan yang patut dihormati dan dilestarikan. Prinsip hidup selaras dengan
alam dalam STOA sejalan dengan etika lingkungan untuk menjaga kelestarian alam. Filsafat
Stoa merupakan salah satu aliran filsafat kuno yang berasal dari Yunani Kuno. Filsafat ini
menekankan pada keharmonisan antara manusia dengan alam semesta dan pentingnya hidup
sesuai dengan hukum alam. Prinsip-prinsip utama dalam filsafat Stoa meliputi hidup selaras
dengan alam, mengendalikan hasrat atau keinginan yang berlebihan, dan mencapai kebajikan
melalui kehidupan yang sederhana.

Salah satu aspek penting dalam filsafat Stoa adalah pandangan tentang hubungan
manusia dengan alam. Menurut filsafat ini, manusia adalah bagian yang tak terpisahkan dari
alam semesta, dan karenanya harus hidup harmonis dengan alam. Filsafat Stoa mengajarkan
bahwa manusia harus menghargai dan menjaga keseimbangan alam, serta menjalani kehidupan
yang selaras dengan hukum alam. Prinsip-prinsip ini memiliki kaitan erat dengan etika ramah
lingkungan. Etika ramah lingkungan menekankan pada tanggung jawab manusia untuk menjaga
dan melindungi lingkungan alam, serta mengurangi dampak negatif dari kegiatan manusia
terhadap lingkungan. Etika ini juga menekankan pentingnya gaya hidup yang berkelanjutan dan
menghargai keseimbangan ekosistem.

Filsafat Stoa menawarkan landasan filosofis yang kuat untuk etika ramah lingkungan.
Dengan menekankan pada hidup selaras dengan alam, mengendalikan hasrat atau keinginan yang
berlebihan, dan mencapai kebajikan melalui kehidupan yang sederhana, filsafat Stoa mendorong
manusia untuk menghargai alam dan mengurangi eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya
alam. Selain itu, konsep hidup harmonis dengan alam semesta dalam filsafat Stoa sejalan dengan
prinsip keseimbangan ekosistem dalam etika ramah lingkungan. Dengan menerapkan prinsip-
prinsip filsafat Stoa dalam kehidupan sehari-hari, manusia dapat berkontribusi pada upaya
pelestarian lingkungan dan meminimalkan dampak negatif dari aktivitas manusia terhadap alam.

Oleh karena itu, filsafat Stoa dapat menjadi landasan filosofis yang kuat untuk
pendidikan etika lingkungan dan pembentukan perilaku ramah lingkungan, terutama di kalangan
remaja Indonesia. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip filsafat Stoa dalam pendidikan etika
lingkungan, remaja dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang hubungan
manusia dengan alam, serta motivasi untuk menjalani gaya hidup yang lebih ramah lingkungan.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian survei.


Penelitian kuantitatif merupakan metode untuk menguji teori objektif dengan memeriksa
hubungan antar variabel. Penelitian ini bersifat kuantitatif karena menggunakan data berupa
angka dan analisis statistik untuk menjawab pertanyaan penelitian (Creswell, 2014). Dengan
demikian, penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis dan teori tertentu dengan
mengumpulkan data numerik dari sampel populasi melalui survei, lalu menganalisis data
tersebut secara statistik untuk mengidentifikasi pola dan hubungan antar variabel yang diteliti.

Populasi adalah totalitas semua objek atau subjek yang menjadi fokus penelitian,
sementara sampel adalah bagian kecil yang diambil sebagai perwakilan dari populasi dengan
karakteristik yang serupa (Amin et al., 2023) . Pengambilan sampel secara acak dilakukan
untuk memastikan bahwa setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih
sebagai sampel (Amin et al., 2023), sehingga sampel yang diperoleh dapat mewakili populasi
secara representatif.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dengan
instrumen berupa kuesioner. Kuesioner terdiri dari 20 butir pernyataan dengan menggunakan
skala Likert, yaitu skala yang memiliki empat pilihan jawaban, “sangat setuju”, “setuju”,
“tidak setuju”, dan “sangat tidak setuju”. Skala ini digunakan untuk memberikan skor pada
jawaban tersebut(Amruddin et al., 2022). Dalam hal ini, pernyataan-pernyataan dibuat dalam
bentuk positif dan negatif, dengan 16 pernyataan positif dan 4 pernyataan negatif. Skala
Likert dipilih karena memiliki beberapa kelebihan, antara lain mudah diisi dan
diinterpretasikan, serta memberikan jawaban yang tegas. Pengumpulan data dilakukan dengan
menyebarkan kuesioner dalam bentuk google form kepada remaja dengan rentang usia 13-17
tahun atau siswa yang sedang menempuh pendidikan SMP dan SMA. Instrumen pertanyaan
likert dalam penelitian ini ada 20 sebagai berikut.

1. Saya mendapatkan pendidikan atau pelatihan tentang etika lingkungan di


sekolah/komunitas saya.
2. Materi pendidikan etika lingkungan yang saya terima memberikan pemahaman
yang baik tentang isu-isu lingkungan.
3. Saya menyadari bahwa kegiatan manusia tidak begitu dapat berdampak pada
lingkungan.
4. Saya merasa bertanggung jawab untuk menjaga dan melindungi lingkungan alam.
5. Penggunaan sumber daya alam secara bijak dan efisien sangat penting untuk
dilakukan.
6. Mengubah gaya hidup tidak memiliki pengaruh untuk mengurangi dampak
negatif terhadap lingkungan.
7. Berjalan kaki atau menggunakan transportasi ramah lingkungan menjadi pilihan
untuk menjaga lingkungan.
8. Kebiasaan mematikan peralatan elektronik dan lampu saat tidak digunakan bagian
dari sikap peduli kepada lingkungan.
9. Saya menghemat penggunaan air dan energi di rumah saya.
10. Saya sering menggunakan plastik sekali pakai.
11. Saya selalu membuang sampah pada tempatnya
12. Saya tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau program yang bertujuan untuk
melestarikan lingkungan.
13. Setelah mendapatkan pendidikan etika lingkungan, terdapat motivasi untuk
mengubah gaya hidup menjadi lebih ramah lingkungan.
14. Saya percaya bahwa hidup sederhana dan mengendalikan keinginan berlebihan
dapat membawa kebahagiaan sejati.
15. Saya tidak mampu menerima situasi yang tidak dapat diubah dengan sikap
bijaksana..
16. Saya merasa manusia harus hidup harmonis dengan alam dan mengikuti hukum
alam.
17. Saya memahami bahwa mencapai kebajikan dan kebaikan adalah tujuan utama
dalam kehidupan.
18. Saya menganggap bahwa menjalani kehidupan yang selaras dengan alam semesta
adalah bukanlah hal yang penting.
19. Saya merasa manusia harus hidup harmonis dengan alam dan mengikuti hukum
alam.
20. Saya memahami bahwa mencapai kebajikan dan kebaikan adalah tujuan utama
dalam menjalani kehidupan.

Validitas instrumen dalam penelitian ini diuji melalui validitas konstruk (construct
validity

) dengan melakukan analisis faktor. Analisis faktor digunakan untuk memastikan kesesuaian item-item

(Mulyana & Desnita, 2023).


Validitas dan reliabilitas instrumen menjadi penting untuk memastikan kualitas data dan hasil
penelitian yang diperoleh.

HASIL

SIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai