Anda di halaman 1dari 5

ETIKA LINGKUNGAN DAN TANGGUNG JAWAB MANUSIA

TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP


Disusun oleh
Santoso
&
Supriyadi

ABSTRAK

Masalah pada lingkungan merupakan suatu masalah yang sangat penting. Sikap merendahkan
kualitas dalam lingkungan yaitu langkah menuju kehancuran masa depan manusia. Kemudian
alam harus diperlakukan dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab memiliki bersama.
Masalah ini melibatkan setiap individu, keluarga , masyarakat dan bangsa sebagai budaya,
semua perilaku dan tindakan manusia harus didasarkan pada nilai-nilai etika dan moral, ini
termasuk dalam cara untuk memperlakukan lingkungan dalam rangka menumbuhkan
manajemen lingkungan yang penuh tanggung jawab sehingga menjadi sangat penting, disini
kita dapat menemukan nilai-nilai dasar etika lingkungan dalam menciptakan hubungan yang
berbudaya antara manusia dengan lingkungannya.

Kata kunci: “etika lingkugan, manajemen reposibilitas lingkungan”

ABSTRACT

Problems with the Environment are a very important problem. The attitude of degrading quality
in the Environment is a step towards the future destruction of humans. Then nature must argue
well and be full of the sense of responsibility of having together. Moral problems involving
everyone, family, society and culture as, all human problems and actions must be in accordance
awith ethical and moral values, this is included in the way to deal with the environment in the
framework of fostering responsible environmental management, so it is very important, here we
can find the basic values of environmental ethics creating a cultured relationship between
humans and their environment.

Keywords: "environmental ethics, environmental reposibility management"

1.PENDAHULUAN
Untuk mencegah terjadinya bencana alam, maka perlu langkah strategis dan
berkesinambungan. Salah satu langkah strategis dan berkesinambungan yang dimaksud
adalah pendidikan. Pendidikan merupakan wahana yang paling tepat untuk internalisasi dan
transformasi keyakinan, nilai, pengetahuan dan keterampilan.
Pendidikan khusus tentang lingkungan lebih dikenal dengan pendidikan lingkungan
hidup (PLH). Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional sejak tahun 1984
menetapkan bahwa penyampaian mata pelajaran tentang masalah kependudukan dan
lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam kurikulum 1984 dengan memasukkan
materi kependudukan dan lingkungan hidup kedalam semua mata pelajaran pada tingkat
menengah umum dan kejuruan. Pada kurikulum tahun 2006 (KTSP) pendidikan lingkungan
hidup selain terintegrasi ke mata pelajaran lain, juga diberikan peluang menjadi pelajaran
tersendiri melalui mata pelajaran muatan lokal (mulok). Dengan telah dilaksanakannya program
pendidikan lingkungan hidup dan adanya peningkatan jumlah sekolah penerima penghargaan
adiwiyata, semestinya perilaku menjaga kelestarian lingkungan juga akan mengalami
peningkatan. Namun pada kenyataannya, berdasarkan pengamatan dibeberapa sekolah baik
sekolah yang telah mendapatkan penghargaan Adiwiyata maupun sekolah yang belum
mendapatkan pengahargaan Adiwiyata, masih banyak para pelajar yang kurang memiliki
kesadarn tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan sekolah. Masih banyak
ditemukan pelajar yang membuang sampah sembarangan padahal sudah tersedia tempat
sampahnya.1
Fakta menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai ketergantungan
paling besar terhadap lingkungannya. Sebenarnya sejauh mana hubungan antara manusia dan
lingkungan dan posisi keduanya? Manusia adalah makhluk yang berbudaya. Secara ideal
segala tindakannya merupakan tindakan yang beradab yang dilandasi etika moral dan
tanggung jawab, termasuk dalam masalah lingkungan. Membudayakan pengelolaan
lingkungan yang bertanggung jawab merupakan suatu imperatif. Disinilah peran moral dan etika
sangat mendasar yang pada akhirnya akan membangun hubungan ligkungan dan manusia
yang berbudaya.2

A. Etika Lingkungan
Sebenarnya etika lingkungan merupakan satu disiplin ilmu yang kedudukannya masih
terkatung-katung di antara kalangan filosuf dan kaum environmentalis. Etika lingkungan dalam
bidang filsafat dianggap terlalu praktis, sedangkan bagi pekerja lapangan dirasakan terlalu
teoritis.3 Filsafat sering dilukiskan sebagai usaha yang tidak ada kaitannya dengan persoalan
praktis. Dengan demikian, etika lingkungan dapat dilihat dalam rangka usaha membuat
sumbangan filsafat lebih efektif dan down-to-earth. Di lain pihak, etika lingkungan juga
dirasakan perlu karena ada berbagai masalah dan keprihatinan dalam bidang kerja yang lebih
praktis, yang pemecahannya memerlukan perubahan prilaku dan yang pada gilirannya
menuntut dilakukannya refleksi dan penyadaran etis.4
Etika dalam masalah lingkungan hidup memberikan sumbangan antara lain: 1)
Pandangan-pandangan atau keyakinan-keyakinan (insights) yang etis dan relevan, misalnya
paham dan visi dasar mengenai hubungan manusia dengan alam, atau lebih khusus lingkungan
hidupnya, 2) Prinsip-prinsip etis, baik yang mendasar dan umum, maupun yang sudah relevan
dengan masalah lingkungan hidup, 3) Perlunya sikap batin yang baik dalam pribadi manusia
yang bertanggung jawab dalam hati nuraninya, 4) Norma norma etis yang tepat, kehendak baik
saja tidak cukup, orang masih berbeda pendapat mengenai isinya, yang tidak boleh hanya
subjektif.5

B. Teori Etika Lingkungan Hidup


Teori-teori yang ada dalam etika lingkungan hidup, antara lain:

a) Teori Antroposentrisme
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan hidup yang memandang manusia
sebagai pusat dari sistem alam semesta. Antroposentrisme juga merupakan teori filsafat yang
mengatakan bahwa nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia dan bahwa kebutuhan

1
Ahmad M., Pendidikan LIngkungan Hidup dan Masa Depan Ekologi Manusia, Jurnal Forum Tarbiyah Vol. 8 No.1.
(2010).
2
Koesnadi, Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan,Yogyakarta: Gajah Mada University Press, (2002).
3
Eka Budianta, Eksekutif Bijak Lingkungan (Jakarta: Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara, 1997), hal. 9.
4
Alois A. Nugroho, Dari Etika Bisnis Ke Etika Ekobisnis, (Jakarta: Grasindo, 2001), hlm. 121.
5
P. Go. Carm, Etika Lingkungan Hidup (Malang: Sekretariat Kelompok Kerja Awamisasi, 1989), hlm. 17.
dan kepentingan manusia mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting. Bagi teori ini, etika
hanya berlaku pada manusia.Maka, segala tuntutan mengenai perlunya kewajiban dan
tanggung jawab moral manusia terhadap lingkungan hidup dianggap sebagi tuntutan yang
berlebihan, tidak relevan, dan tidak pada tempatnya.6
Kewajiban dan tanggung jawab moral manusia terhadap lingkungan hidup semata-mata
demi memenuhi kepentingan sesame manusia. Kewajiban dan tanggung jawab terhadap alam
hanya merupakan perwujudan kewajiban dan tanggung jawab moral terhadap sesama
manusia. Bukan merupakan perwujudan kewajiban dan tanggung jawab moral manusia
terhadap alam itu sendiri.7

b) Teori Biosentrisme
Menurut Albert Schweitzer dalam buku A. Sonny Keraf, etika biosentrisme bersumber
pada kesadaran bahwa kehidupan adalah hal sacral.Kesadaran ini mendorong manusia untuk
selalu berusaha mempertahankan kehidupan dan memperlakukan kehidupan dengan sikap
hormat. Bagi Albert Szhweitzer, orang yang benar-benar bermoral adalah orang yang tunduk
pada dorongan untuk membantu semua kehidupan, ketika ia sendiri mampu membantu dan
menghindari apapun yang membahayakan kehidupan.8
Etika biosentrisme didasarkan pada hubungan yang khas antara manusia dan alam, dan
nilai yang ada pada alam itu sendiri. Alam dan seluruh isinya mempunyai harkat dan nilai di
tengah dan dalam komunitas kehidupan di bumi. Alam mempunyai nilai karena ada kehidupan
di dalamnya. Terlepas dari apapun kewajiban dan tanggung jawab moral yang manusia miliki
terhadap sesama manusia, manusia mempunyai kewajiban dan tanggung jawab moral
terhadap semua makhluk di bumi ini demi kepentingan manusia.9

c) Teori Ekosentrisme
Teori ekosentrisme menawarkan pemahaman yang semakin memadai tentang
ingkungan. Kepedulian moral diperluas sehingga mencakup komunitas ekologis seluruhnya,
baik yang hidup maupun tidak. Ekosentrisme semakin diperluas dalam deep ecology dan
ecosophyyang sangat menggugah pemahaman manusia tentang kepentingan seluruh
komunitas ekologis. Deep ecology menuntut suatu etika baru yang tidak berpusat pada
manusia, melainkan berpusat pada keseluruhan kehidupan dengan upaya mengatasi persoalan
lingkungan hidup.10
Paham ekosentrisme semakin diperluas dan diperdalam melalui teori deep ecology yang
menyebut dasar dari filosofi Arne Naess tentang lingkungan hidup sebagai ecosophy, yakni
kearifan mengatur hidup selaras dengan alam. Dengan demikian, manusia dengan kesadaran
penuh diminta untuk membangun suatu kearifan budi dan kehendak untuk hidup dalam
keterkaitan dan kesaling tergantungan satu sama lain dengan seluruh isi alam semesta sebagai
suatu gaya hidup yang semakin selaras dengan alam.11

C. Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan Hidup


Unsur pokok dalam prinsip etika lingkungan hidup ada dua, yang pertama komunitas
moral tidak hanya dibatasi pada komunitas sosial, melainkan mencakup komunitas ekologis
seluruhnya.Kedua, hakikat manusia bukan hanya sebagai makhluk sosial, melainkan juga

6
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010), hal. 47-48.
7
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup… hal. 48.
8
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup… hal. 68.
9
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup… hal. 68-69.
10
Antonius Atosokhi Gea & Antonina Panca Yuni Wulandari, Relasi dengan Dunia, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2005), hal. 58-59.
11
Antonius Atosokhi Gea & Antonina Panca Yuni Wulandari, Relasi dengan Dunia… hal. 59.
makhluk ekologis. Prinsip-prinsip ini dimaksudkan sebagai pedoman untuk melakukan
perubahan kebijakan sosial, politik, dan ekonomi untuk lebih berpihak pada lingkungan hidup
dan dapat mengatasi permasalahan yang terjadi pada lingkungan sekarang ini.Semua teori
etika lingkungan hidup mengakui bahwa alam semesta perlu dihormati. Pada teori
antroposentrisme menghormati alam karena kepentingan manusia bergantung pada kelestarian
dan integritas alam. Sedangkan pada teori biosentrisme dan ekosentrisme beranggapan bahwa
manusia mempunyai kewajiban moral untuk menghargai alam semesta dengan segala isinya
karena manusia adalah bagian dari alam dan karena alam mempunyai nilai pada dirinya
sendiri.12
Secara khusus, sebagai pelaku moral, manusia mempunyai kewajiban moral untuk
menghormati kehidupan, baik pada manusia maupun pada makhluk lain dalam komunitas
ekologis seluruhnya. Menurut teori DE dalam buku A. Sonny Keraf, manusia dituntut untuk
menghargai dan menghormati benda-benda nonhayati karena semua benda di alam semesta
mempunyai hak yang sama untuk berada, hidup, dan berkembang. Alam mempunyai hak untuk
dihormati, bukan hanya karena kehidupan manusia bergantung pada alam, tetapi karena
kenyataan ontologis bahwa manusia adalah bagian integral alam dan sebagai anggota
komunitas ekologis.Sikap hormat terhadap alam lahir dari relasi kontekstual manusia dengan
alam dalam komunitas ekologis.13
Manusia berkewajiban menghargai hak semua makhluk hidup untuk berada, hidup,
tumbuh, dan berkembang secara alamiah. Sebagai perwujudan nyata, manusia perlu
memelihara, merawat, menjaga, melindungi, dan melestarikan alam beserta seluruh
isinya.Manusia tidak boleh merusak dan menghancurkan alam beserta seluruh isinya tanpa
alasan yang benar.14 Alam dan seluruh isinya juga berhak untuk dicintai, disayangi, dan
mendapat kepedulian dari manusia. Kasih sayang dan kepedulian muncul dari kenyataan
bahwa semua makhluk hidup mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan
dirawat.15
Terkait dengan prinsip hormat kepada alam merupakan tanggung jawab moral terhadap
alam. Setiap bagian dan benda di alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuannya
masing-masing terlepas dari untuk kepentingan manusia atau tidak. Oleh sebab itu, manusia
sebagai bagian dari alam semesta bertanggung jawab pula untuk menjaga alam. Tanggung
jawab ini bukan saja bersifat individual melainkan kolektif. Tanggung jawab moral menuntut
manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan, dan tindakan bersama secara nyata
untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya. Hal ini berarti, kelestarian dan kerusakan
alam merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia. Tanggung jawab ini juga
terwujud dalam bentuk mengingatkan, melarang dan menghukum yang merusak dan
membahayakan alam.16

D. Strategi Membangun Etika Lingkungan

1. Rumusan Strategis membagun Etika Lingkungan


Berikut ini ada beberapa rumusan yang memuat sikap dan tanggung jawab terhadap
lingkungan (Magnis-Suseno, 1993: 233-235):
a) Manusia harus menghormati alam. Alam tidak hanya dilihat sebagai sesuatu yang berguna
bagi manusia, melainkan mempunyai nilainya sendiri. Kalau manusia terpaksa mencampuri
proses-proses alam, maka hanya seperlunya dan dengan tetap menjaga keutuhannya;

12
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010), hal. 167
13
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup… hal. 167-168.
14
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup… hal. 168-169.
15
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup… hal. 172-173.
16
A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup… hal. 169.
b) Manusia harus menanamkan suatu kesadaran akan tanggung jawab khusus terhadap
lingkungan lokal sendiri, agar lingkungan bersih, sehat, alamiah;
c) Manusia harus merasa bertanggung jawab terhadap kelestarian biosfer. Dalam konteks ini,
yang harus dikembangkan adalah kesadaran yang mendalam bahwa kita sendiri termasuk
biosfer, yang merupakan bagian dari ekosistem, yang tidak boleh terganggu
keseimbangannya;
d) Solidaritas dengan generasi-generasi yang akan datang harus menjadi acuan dalam
pengelolaan lingkungan;
e) Etika lingkungan hidup baru memuat larangan keras untuk merusak, mengotori, dan
meracuni, mematikan, menghabiskan, menyianyiakan, melumpuhkan alam sebagian atau
keseluruhan;
f) Perlu dikembangkan prinsip proporsionalitas. Pembangunan pasti sedikit banyak akan
merubah atau merusak lingkungan. Dalam hal ini harus diperhatikan urgensi suatu program
dengan akibat kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkannya;
g) Prinsip pembebanan biaya pada penyebab. Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh
pihak tertentu, akan menyebabkan kerugian bagi seluruh masyarakat. Dianggap tidak adil
jika seluruh masyarakat harus menanggung seluruh akibatnya. Akan tetapi pihak penyebab
kerusakan lingkungan lah yang harus bertanggung jawab, sehingga kerusakan lingkungan
dapat diminimalkan.17

2. Pola Pendekatan Lingkungan


Masalah lingkungan sangat berkaitan dengan sistem. Rusaknya sistem tersebut dengan
sendirinya akan merusak hidup manusia. Merusak lingkungan berarti manusia membunuh
dirinya sendiri, karena lingkungan bukan hanya tempat untuk hidup, akan tetapi di sinilah satu-
satunya pilihan ia dapat hidup. Kerusakan lingkungan hidup ini tidak hanya terjadi di negara-
negara dunia ketiga, seperti Asia, Afrika, Amerika latin. Kerusakan juga terjadi di Eropa dan
Amerika beberapa abad yang lalu ketika indutralisasi melanda kawasan itu. Kerusakan
lingkungan yang terjadi secara global ini merupakan tanggung jawab bersama.
Pada dasarnya banyak ajaran filsafat dan agama yang menganjurkan manusia untuk
memelihara, menghargai dan hidup menyatu dengan lingkunganya. Akan tetapi ajaran-ajaran
ini belum menampakan kekuatan yang efektif, karena kerusakan alam masih saja terus terjadi.
Dalam hal ini tidak ada pilihan lain kecuali menangani masalah ini dengan cermat. Yang jelas
adalah adanya pola pendekatan terhadap lingkungan yang tidak tepat atau benar. Dari sini
diharapkan diperoleh gambaran kesalahan yang terjadi yang menyebabkan permasalahan
lingkungan ini.18

17
Soemantri, Jujun Suria, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990),
18
Otto, Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Budaya Dasar, (Bandung: Pustaka Tresna Bhakti, 1998)

Anda mungkin juga menyukai