Anda di halaman 1dari 10

Tugas Paper Pemuliaan pada Lingkungan Bercekaman

MEKANISME ADAPTASI DAN PENDEKATAN PEMULIAAN PADA TANAMAN


PADI DALAM CEKAMAN LINGKUNGAN ABIOTIK (KEKERINGAN)

Nama : Ajrina Munadi

Nim : A2503222027

Dosen : Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc

DEPARTEMEN AGRONOMI AN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2022
PENDAHULUAN

Padi (Oryza sativa L.) termasuk tanaman pangan penting yang telah menjadi
makanan utama lebih dari setengah penduduk dunia (Anggraini et al., 2013). Tanaman
padi memiliki kemampuan beradaptasi hampir di setiap lingkungan dari dataran rendah
sampai dataran tinggi. Tanaman padi bisa dikelompokkan menjadi tiga yaitu padi sawah,
padi ladang (gogo) dan padi rawa (dapat tumbuh dalam air yang dalam) (Utama, 2015).
Upaya peningkatan produksi padi masih akan menghadapi berbagai kendala (Gafar
et al., 2016), terutama cekaman abiotik (Pandey et al., 2010). Salah satu faktor abiotik yang
menyebabkan penurunan produksi tanaman padi adalah kondisi kekeringan (Ali et al.,
2011) dan menjadi faktor pembatas utama dalam upaya peningkatan produksi tanaman
padi di seluruh wilayah dunia (Shukia et al., 2012).
Pengaruh stres kekeringan terhadap pertumbuhan tanaman sangat ditentukan oleh
besarnya tingkat stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman tersebut saat mendapat
stres kekeringan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan produksi
sangat berkaitan dengan stres kekeringan. Stres kekeringan pada saat memulai fase
perkembangan tanaman dapat menurunkan hasil sebesar 56,3 % (Golakiya 1993)
rendahnya produktivitas padi di lahan kering antara lain disebabkan oleh cekaman
kekeringan, yang berakibat pada rendahnya pertumbuhan dan tingginya sterilitas gabah.
Penurunan hasil akibat kekeringan sangat ditentukan oleh tingkat kekeringan, periode
kekurangan air, dan fase pertumbuhan tanaman (Jongdee et al. 2002).
Oleh karena itu, pengembangan varietas tanaman yang adaptif terhadap cekaman
kekeringan sangat penting untuk keberlanjutan pertanian (Si Wu et al., 2017). Varietas
baru dapat diperoleh dari sumber daya genetik padi yang berasal dari varietas padi lokal.
Varietas padi lokal memiliki kemampuan beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang
beragam (Efendi et al., 2015) dan merupakan plasma nutfah yang potensial sebagai sumber
gen yang mengendalikan sifat-sifat penting pada tanaman.
Pemuliaan tanaman padi telah memainkan peran penting untuk meningkatkan
kuantitas dan kualitas padi. Keragaman genetik varietas padi mengalami peningkatan
dengan melalui pemuliaan tanaman. Salah satu teknik yang digunakan yaitu induksi
mutasi. Induksi mutasi telah menjadi kegiatan pemuliaan tanaman padi selama 75 tahun
terakhir dan telah menghasilkan banyak varietas unggul mutan di berbagai negara. Mutasi
dapat digunakan sebagai solusi untuk optimalisasi dan peningkatan produktivitas padi di
lahan kering (Oo et al., 2015).
Teknik mutasi merupakan salah satu teknik pemuliaan yang ditempuh untuk
memperluas keragaman genetik tanaman. Sehingga dengan keragaman genetik yang luas
tersebut upaya seleksi untuk menghasilkan kultivar baru dapat lebih baik. Mutasi adalah
suatu proses dimana suatu gen mengalami perubahan struktur atau segala macam tipe
perubahan bahan keturunan yang mengakibatkan perubahan fenotipe yang diwariskan dari
satu generasi pada generasi berikutnya (Sitaresmi et al., 2013).
MEKANISME ADAPTASI

Kekeringan adalah faktor abiotik utama yang menghambat pertanaman padi (Susanto
et al, 2012). Cekaman kekeringan merupakan kondisi tanaman yang mengalami
kekurangan air akibat keterbatasan air dari lingkungannya (media tanam). Cekaman
kekeringan pada tanaman dapat disebabkan kekurangan suplai air di daerah perakaran dan
keperluan akan air yang berlebihan oleh daun akibat laju transpirasi melebihi laju
penyerapan air. Tanaman yang mengalami cekaman kekeringan akan melakukan
perubahan morfologi maupun fisiologi sebagai usaha adaptasi. Mekanisme morfologi
tanaman padi dalam merespon cekaman kekeringan ditandai dengan adanya penggulungan
daun. Mekanisme ini berpengaruh pada fisiologi tanaman dalam menyesuaikan laju
transpiransi yang mengakibatkan potensi air dalam daun lebih tinggi dalam kondisi
kekeringan (Tubur et al., 2012).
Kekeringan pada tanaman juga mempengaruhi laju fotosintesis dimana tanaman akan
mengalami penurunan laju fotosintesis secara signifikan pada semua tahap pertumbuhan
(Akram et al., 2013). Tanaman toleran terhadap cekaman kekeringan mengalami
penurunan transpirasi dengan mengurangi jumlah stomata dan meningkatkan fotosintesis
dengan peningkatan kandungan klorofil. Klorofil a dan klorofil b rentan terhadap
kekeringan. Penurunan kadar klorofil dapat disebabkan karena adanya gangguan akibat
tekanan pada jalur biosintesis pigmen dan degradasi pigmen, hilangnya membran kloroplas
dan peningkatan peroksidase lemak. Kekurangan air pada tanaman akan mengakibatkan
respon tanaman untuk mengurangi laju transpirasi sebagai penghematan air dan
penyusutan sel yang berakibat pada penurunan volume interseluler. Pada daun kekurangan
air akan mengakibatkan sel-sel tanaman kehilangan turgor (Pandey & Shukla, 2015).
PENDEKATAN PEMULIAAN

Pemuliaan tanaman adalah tindakan untuk memodifikasi tampilan tanaman sehingga


menjadi tanaman yang ideal. Tujuan dari pemuliaan tanaman untuk memperbaiki varietas
tanaman yang sudah ada sehingga menjadi lebih unggul dalam beberapa sifat, seperti
tanaman yang lebih tahan terhadap penyakit, memiliki produksi lebih tinggi, kualitas lebih
baik sehingga mendapatkan varietas unggul adaptif. Seleksi tanaman pada pemuliaan
tanaman memerlukan keragaman genetik Susunan genetik individu maupun populasi dapat
diubah dengan mutasi genetik. Mutasi genetik tanaman dapat diinduksi dengan mutagen
seperti radiasi sinar gamma. Benih adalah bagian tanaman yang biasanya diradiasi untuk
ditumbuhkan atau bisa dengan bagian tanaman lainnya. Pemulian tanaman dengan mutasi
biasa dinamakan pemuliaan mutasi yang sangat efektif untuk merubah sedikit sifat dalam
perbaikan varietas tanaman (Sobrizal, 2017).
Iradiasi sinar gamma yang diperlakukan pada sel tanaman akan menghasilkan
keragaman genetik pada tanaman tersebut karena dapat menyebabkan mutasi pada gen.
Keragaman genetik pada tanaman baik yang berasal dari hasil iradiasi sinar gamma
maupun dari persilangan merupakan sumber bahan seleksi yang berguna dalam pemuliaan
tanaman (Ishak, 2012). Induksi mutasi dengan sinar gamma pada tanaman padi
menghasilkan mutan padi yang memiliki perubahan fenotipe. Penelitian Meliala dan
Soegianto (2016) menunjukkan bahwa perlakuan iradiasi sinar gamma pada dosis radiasi
100 Gy, 150 Gy, 200 Gy, dan 250 Gy terhadap tanaman padi gogo dapat mempengaruhi
fenotipe tanaman padi gogo. Perubahan fenotipe tanaman terjadi pada karakter tinggi
tanaman, jumlah anakan produktif, panjang malai, luas daun, hasil persentase gabah beras
dan juga kadar klorofil tanaman. Penggunaan teknologi radiasi dengan adanya elektron
yang dipancarkan oleh radiasi dapat meningkatkan metabolisme yang diperlukan selama
perkecambahan. Radiasi ionisasi juga mengakibatkan perubahan struktur molekul lemak
pada membran sel sehingga proses perkecambahan menjadi lebih baik (Sianipar et al,
2013). Pemuliaan mutasi sering menggunakan iradiasi gamma yang dipancarkan oleh radio
isotop C060. Daya tembus yang tinggi dan mampu merubah struktur kromosom dan gen
melalui suatu proses mutasi. Manfaat penggunaan iradiasi sinar gamma dalam pemuliaan
tanaman yaitu memperluas keragaman genetik karena adanya mutasi sel. Kadir (2011)
melaporkan bahwa penggunaan radiasi sinar gamma mampu meningkatkan sifat toleransi
tanaman peka menjadi toleran, untuk mempercepat diperolehnya keragaman genetik ini,
perlu diiringi dengan metode seleksi. Di Indonesia kegiatan pemuliaan tanaman dengan
mutasi induksi menggunakan sinar gamma telah dilakukan oleh Pusat Aplikasi Isotop dan
Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional. Dari tahun 1982 sampai dengan 2017 telah
dihasilkan 22 varietas padi mutan dengan berbagai perbaikan karakter kuantitatif dan
kualitatif secara genetik (Ita & Azri, 2018). Pemuliaan mutasi induksi pada tanaman padi
dilakukan baik pada varietas padi nasional maupun padi lokal dengan tujuan untuk
mendapatkan varietas padi dengan produktivitas dan ketahanan terhadap cekaman abiotik
dan biotik yang lebih baik dari induknya (Ita & Azri, 2018; Rahayu et al. 2013).
Bahan penelitian yang digunakan adalah padi varietas lokal Aceh varietas Sanbei
(galur induk) yang telah diiradiasi sinar gamma dengan dosis 250 Gy. Benih padi hasil
radiasi sinar gamma digunakan sebagai benih padi M3 yang memiliki tiga varian induk
yang berbeda (Unsyiah-1 Simeulu, Unsyiah-3 Sanberasi, Unsyiah-5 Sibahak), serta salah
satu varietas yang tahan terhadap cekaman kekeringan (Inpari 10), dan varietas rentan
terhadap cekaman kekeringan (IR-64).
Tanaman diperlakukan dengan dua metode, kondisi normal dan kondisi kekeringan.
Kondisi normal dibuat dengan aplikasi air biasa dengan ketinggian air 1 cm. Penyiraman
dilakukan sesuai dengan umur atau stadia pertumbuhan tanaman sampai fase reproduktif.
Sedangkan cekaman kekeringan diperlakukan dalam dua tahap yaitu fase vegetatif dan
generatif. Kondisi kekeringan dilakukan dengan cara mengeringkan media tanam dalam
pot selama 2 minggu. Kemudian dilakukan pemulihan dengan cara menyiram hingga
genangan air setinggi 1 cm dari permukaan tanah di dalam pot, proses penyembuhan
dilakukan selama 10 hari. Pada tahap kedua pengeringan media tanam kembali dibiarkan
dalam kondisi kering selama satu minggu, saat tanaman padi memasuki fase reproduktif.
Berdasarkan hasil analisis tinggi tanaman tertinggi ditunjukkan oleh Unsyiah-3
Sanberasi, dimana lebih tinggi 10,46% dari Sanbei, 7,80% lebih tinggi dariUnsyiah-1
Simeulu, 4,88% lebih tinggi dariInpari 10, dan 10,07% lebih tinggi dariIR 64, dan 2,2%
lebih tinggi dariUnsyiah-5 Sibahak. Tinggi tanaman padi mutan umur 45 hari setelah
tanam nyata lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan tanaman induknya Sanbei.

Persentase anakan produktif tertinggi ditunjukkan oleh Unsyiah 3 Sanberasi. Namun,


genotipe Unsyiah-1 Simeulu dengan potensi hasil tertinggi mencapai 2,81 ton ha-1
menunjukkan respon terbaik dalam mengadaptasi cekaman kekeringan.

Metode seleksi cekaman kekeringan dapat menggunakan larutan osmotikum seperti


poly ethylene glicol (PEG 6000). Larutan osmotikum PEG 6000 menginduksi hambatan
perkecambahan yang mengakibatkan penurunan potensial air, sehingga tercipta kondisi
selektif dan dapat digunakan untuk mengetahui respon jaringan tanaman terhadap cekaman
kekeringan (Badami & Amzeri, 2010). Menurut penelitian Khairani et al., (2016) bahwa
tanaman padi sudah dapat mengalami penghambatan pada konsentrasi PEG 15%, dan
menurut penelitian Swapna dan Shylaraj., (2017) terdapat respon adaptif 43 varietas padi
dibawah kondisi cekaman kekeringan pada konsentrasi maksimum 25%. Variasi PEG 6000
yang diberikan pada genotipe mutan padi lokal dapat menguji kemampuan toleransi
kekeringan tanaman pada media hidroponik. Ditemukan bahwa galur mutan yang lebih
toleran terhadap cekaman kekeringan. Dengan demikian, mutasi sinar gamma dapat
diterapkan untuk meningkatkan produktivitas padi di lahan suboptimal yang mengalami
cekaman abiotik di masa depan.
CAPAIAN ATAU PENERAPAN SAAT INI MENGGUNAKAN PENDEKATAN
PEMULIAAN

Penggunaan radiasi sinar gamma sudah banyak digunakan pada masa sekarang,
terutama dalam bidang rekayasa genetik. Di Indonesia, tanaman mutan sudah banyak
beredar di masyarakat, terutama tanaman mutan yang dikeluarkan oleh BATAN, seperti
Varietas Mustajab. Tentu hal ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam
meningkatkan produksi padi di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, K., RS Gujjar, R. Niwas, M. Gopal dan A. Tyagi,. 2011. Metode cepat untuk
memperkirakan asam absisat dan karakterisasi gen yang diatur ABA dalam
menanggapi cekaman defisit air dari beras. American Journal of Plant Physiology,
6(3): 155-156.

Anggraini, A., A. Suryanto dan N. Aini. 2013. Sistem Tanam dan Umur Bibit Pada
Tanaman Padi Sawah (Oryza sativaL.) Varietas INPARI 13. Jurnal Produksi
Tanaman. 1(2) : 52-60.

Badami, K., Amzeri, A., 2010. Seleksi In Vitro untuk Toleransi terhadap Kekeringan pada
Jagung (Zea mays L.) dengan Polyethylene Glycol (PEG). J. Agroekoteknologi. 3(1):
77-86.

Golakiya BA. 1993. Drought response of groundnut. Identifikacation of critical growth


stages most susceptible to water sress. Jurnal Advance in Pant Sciencedirect. 6 (1): 20-
27..

Jongdee B, Fukai S, Cooper M. 2002. Leaf water potential and osmotic adjustment as
physiological traits to improve drought tolerance in rice. Jurnal Field Crops Res.
76:153-163.

Khairani, Z., Syamsuddin & Cut, N.I., 2016. Penggunaan Polyethylene Glycol (PEG 6000)
untuk Mengethaui Vigor Kekuatan Tumbuh Benih Kedelai Hitam (Glycine max L.)
pada Kondisi Kekeringan. J. Pertanian Unsyiah. 1(1): 280-288.

Pandey V, Shukla A. 2015. Acclimation and tolerance strategies of rice under drought
stress. Jurnal Rice Science. 22 (4) : 147-161.

Pandey, S., H. Wang dan H. Bhandari, 2010. Padi tadah hujan, mata pencaharian petani,
dan perubahan iklim. Dalam: Menanggapi perubahan iklim di lingkungan padi yang
tidak menguntungkan, DE Johnson, SM Haefele, dan B. Hardy (eds). Konsorsium
untuk Lingkungan Padi yang Tidak Menguntungkan, IRRI, 3: 1-4.

Shukla, N., RP Awasthi, L. Rawat dan J. Kumar, 2012. Respon biokimia dan fisiologis
beras (Oryza sativa) dipengaruhi oleh trichoderma harzianum di bawah cekaman
kekeringan. Fisiologi dan Biokimia Tumbuhan, 54: 78-88.

Sianipar, J., Lollie, A.P., Syafruddin, I., Pengaruh Radiasi Sinar Gamma Terhadap Kacang
Hijau (Vigna radiata L.) pada Kondisi Kekeringan. J. Agroteknologi. 1(2):136-148.

Sobrizal, D. 2017. Potensi pemuliaan mutasi untuk perbaikan varietas padi lokal Indonesia.
Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop Dan Radiasi, 12(1), 23.

Swapna, S. dan Shylaraj, K. S. 2017. Screening for Osmotic Stress Responses in Rice
Varieties Under Drought Condition. J. Rice Science. 24(5): 253- 263.
Tubur, H.W., M.A. Chozin, E. Santosa, A. Junaedi. 2012. Respon Agronomi Varietas Padi
terhadap Periode Kekeringan pada Sistem Sawah. J. Agron. Indonesia. 40(1) :167-173.

Utama, M.Z. Harja. 2015. Budidaya Padi Pada Lahan Marjinal Kiat Meningkatkan
Produksi Padi. Andi offset, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai