Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sanitasi merupakan suatu pencegahan yang menitikberatkan kegiatan

dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari

segala bahaya yang dapat mengganggu dan merusak kesehatan

(Mundiatun, 2019). Praktik kebersihan dan sanitasi yang buruk dapat

menciptakan kondisi yang tidak sehat dan menyebabkan penyakit seperti

disentri, kolera, diare, tipus dan infeksi parasit usus (UNICEF, 2018).

Pengelolaan makanan merupakan hal yang sangat penting untuk

dilaksanakan sesuai standar kesehatan. Makanan dapat menjadi media

penularan penyakit (Mundiatun, 2018). Tempat-tempat umum memiliki

potensi sebagai tempat terjadinya penularan penyakit pencemaran

lingkungan, ataupun gangguan kesehatan lainnya. Tempat umum yang

wajib menyelenggarakan sanitasi lingkungan yaitu hotel, pasar, warung

makan, kantin sekolah, taman hiburan, tempat ibadah dan lain-lain

(Budiman Candra,2020).

Salah satu tempat umum yang sering dikunjungi oleh masyarakat

adalah warung makan. Warung makan merupakan tempat yang

digunakan untuk berjualan makanan dan minuman siap konsumsi yang

dipersiapkan dan atau dijual di jalan atau di tempat-tempat umum lainnya.

Faktor yang dapat menimbulkan bahaya kesehatan di warung makan

1
adalah kondisi fasilitas penyimpanan, pengolahan dan memasak yang

tidak memadai terutama jika persiapan dilakukan pada tempat penjualan

yang memungkinkan dapat diakses oleh hewan pengerat, serangga, dan

hama lainnya serta kurang terpenuhinya fasilitas untuk pembuangan

limbah padat dan limbah cair, oleh karena itu untuk mencegah datangnya

hewan pengerat, serangga dan hama lainnya diperlukan upaya menjaga

kualitas makanan dan minuman dengan cara memelihara sanitasi warung

makan karena lalat dapat menjadi sumber pencemar serta kehadiran dan

perilaku lalat di lingkungan manusia dapat menimbulkan kesan kotor

(Mundiatun, 2019).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Kesehatan RI

(2019), persentase Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) di Indonesia

yang memenuhi persyaratan pada tahun 2018 adalah 26,41% dan belum

mencapai target. Berdasarkan Profil Kesehatan Ambon pada tahun 2021

TPM sebanyak 478, jumlah rumah makan yang memenuhi syarat yaitu

sebanyak 358 dan jumlah rumah makan yang tidak memenuhi syarat yaitu

sebanyak 120 (Dinas Kesehatan Ambon, 2021)

Faktor penting dalam rumah makan yang harus dijaga kebersihannya

yaitu higiene dan sanitasi rumah makan tersebut. Higiene yaitu segala

usaha untuk melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan

badan dan jiwa, baik untuk umum, maupun untuk perseorangan. Sanitasi

merupakan salah satu komponen dari kesehatan lingkungan, yaitu

perilaku yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk

2
mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran, dengan

harapan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia

(Mundiatun dan Daryanto, 2019).

Cara menghitung kepadatan lalat adalah jumlah lalat yang hinggap

dalam waktu 30 detik dihitung, pada setiap lokasi sedikitnya sepuluh kali

perhitungan (10 x 30 detik) dan lima perhitungan yang tertinggi diambil

rataratanya (Permenkes RI,2019). Klasifikasi kepadatan lalat yaitu ≤ 2

tidak menjadi masalah (tidak tinggi), >52populasi padat dan perlu

perencanaan terhadap tempat-tempat berbiaknya lalat dan bila mungkin

direncanakan upaya pengendalian (tinggi) (Permenkes RI,2019).

Berdasarkan hasil penelitian Mafazah, (2020) di wilayah kerja

Puskesmas Purwoharjo Kabupaten Pemalang, sebagaimana diketahui

bahwa lalat merupakan salah satu vektor penyakit pada sistem

pencernaan yang memiliki tempat perindukan ditempat-tempat sampah,

bahwa ada hubungan antara sarana tempat sampah dengan kejadian

diare. Penelitian yang dilakukan oleh Kumala dkk (2018) juga

menunjukkan bahwa terdapat 10 warung makan (58,8%) yang tingkat

kepadatan lalatnya dikategorikan pada interpretasi sedang dan perlu

dilakukan pengamatan terhadap tempat perkembangbiakan lalat.

Penelitian Yulia Shinta Nur Kumala (2018) menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara tempat pencucian peralatan dengan tingkat

kepadatan lalat, terdapat hubungan antara sarana pencegahan lalat

dengan tingkat kepadatan lalat dan terdapat hubungan antara kondisi

3
tempat sampah dengan tingkat kepadatan lalat. Kesimpulan pada

penelitian ini yaitu kondisi sanitasi yang buruk dan tingkat kepadatan lalat

dalam kategori rendah di wilayah tersebut.

Berdasarkan hasil observasi di beberapa rumah makan yang ada di

desa Galala Kecamatan Sirimau Kota Ambon masih banyak rumah makan

yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan tingkat kepadatan lalat di

rumah makan tersebut lumayan tinggi. Kondisi beberapa rumah makan

yang telah peneliti kunjungi tidak memperhatikan sanitasi rumah

makannya seperti kondisi tempat pencucian peralatan yang tidak layak

dipakai, tidak adanya tempat sampah khusus, tidak adanya penutup untuk

makanan jadi dan tidak adanya sarana untuk pencegahan lalat.

B. Rumusan Masalah

Melihat latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “ Pengukuran Tingkat Kepadatan dan Identifikasi

Jenis Lalat di Rumah Makan Desa Galala Kecamatan Sirimau Kota

Ambon Tahun 2022”.

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui Pengukuran Tingkat Kepadatan dan Identifikasi

Jenis Lalat di Rumah Makan Desa Galala Kecamatan Sirimau Kota

Ambon Tahun 2022.

4
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penulis dapat mengetahui cara mengukur angka kepadatan lalat, serta

penulis dapat memperdalam dan mengembangkan ilmu pengetahuan

yang didapat di bangku perkuliahan sesuai dengan keadaan yang ada

di lapangan serta mendapatkan pengalaman secara langsung untuk

dapat mengaplikasikan diri secara nyata dalam obyek kerja.

2. Bagi Pemilik Warung

Penelitian ini diharapkan dapat menambah manfaat dalam bidang ilmu

kesehatan lingkungan dan dapat menjadi informasi bagi pedagang

mengenai sanitasi warung makan dan dampak dari keberadaan lalat.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan sekaligus referensi

bagi penelitian selanjutnya mengenai sanitasi warung makan dengan

kepadatan lalat di warung makan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Lalat

Lalat merupakan salah satu inseskta ( serangga ) yang termasuk

ordo diphtera, mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Lalat

juga merupakan species yang berperan dalam masalah kesehatan

masyarakat, yaitu sebagai vektor penularan penyakit saluran pencernaan

seperti : kolera, disentri, dan lain lain (Nartika, 2018) Lalat rumah (Musca

domestica) merupakan salah satu insekta dan termasuk dalam ordo

diptera, yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Lalat

sering mengganggu manusia baik secara langsung maupun tidak

langsung. Dilihat dari segi kebiasaan lalat rumah, yang bebas terbang

berada tempat yang bersih, mewah maupun pada tempat yang kotor.

Lalat rumah (Musca domestica) merupakan lalat bukan penghisap

darah yang umumnya hidup pada lingkungan dan sanitasi buruk. Lalat

berperan dalam penularan patogen penyakit pada manusia. Lalat juga

berperan sebagai vektor dalam kontaminasi silang patogen penyakit yang

jalur penularannya melalui makanan. Kepadatan lalat dapat bergantung

pada kondisi iklim seperti suhu dan kelembaban tinggi, sanitasi yang

buruk, tempat pembuangan sampah yang tidak memadahi, kurangnya

kepedulian terhadap hygene perorangan dan kesulitan mengendalikan

6
vektor serangga sehingga faktor lingkungan rumah seperti sarana sanitasi

dapat berpengaruh terhadap keberadaan lalat.

Lalat merupakan serangga dalam ordo diptera yang memiliki

sepasang sayap yang berbentuk membran. Sayap belakang dimodifikasi

menjadi alat pengatur keseimbangan untuk terbang dan di sebut halter

(sembel, 2019). Lalat merupakan insekta yang lebih banyak bergerak

menggunakan sayap dan aktif pada siang hingga sore hari dan selalu

berkelompok. Pada waktu malam biasanya lalat beristirahat tetapi mereka

dapat beradaptasi dengan cahaya lampu yang lebih terang. Tempat yang

disenangi adalah tempat yang basah seperti sampah basah, kotoran

binatang, tumbuhan busuk. Lalat juga tertarik pada bau-bauan yang

menusuk dan bau-bauan yang busuk dari sisa makanan, sisa daging, sisa

sayuran yang membusuk serta kotoran yang menumpuk secara komulatif

(Sembel, 2019)

Lalat merupakan serangga yang termasuk kedalam ordo dipteral

yang merupakan ordo terbesar dari serangga dengan keragaman jenis

yang tinggi. Istilah “Diptera” menunjukkan bahwa kelompok serangga ini

memiliki dua pasang sayap pada masa embrional. Pasangan sayap

belakang mengalami perubahan bentuk dan fungsi menjadi alat

keseimbangan yang disebut halter sedang sepasang sayap lainnya

menjadi sayap sejati. Serangga dalam ordo dipteral memiliki alat-alat

mulut berbentuk pengisap dengan proboscis yang beradaptasi untuk

merobek (Sembel, 2019). Morfologi tubuh lalat pada dasarnya sama

7
dengan ciri umum filum arthropoda lainnya, yakni terdiri dari 3 bagian

utama yaitu kepala, thorax, dan abdomen. Terdapat batas-batas jelas

yang memisahkan bagian yang satu dari bagian yang lain.

Lalat dikatakan termasuk kedalam kelas Hexapoda dengan ciri

memiliki 6 buah kaki ( Hexa= 6 dan poda = kaki) pada thorax (Jannah,

2017). Pada saat ini dijumpai kurang lebih 60.000 – 100.000 spesies lalat,

tetapi tidak semua spesies perlu diawasi karena beberapa diantaranya

tidak berbahaya terhadap kesehatan masyarakat. Beberapa jenis lalat

yang penting ditinjau dari sudut kesehatan masyarakat dan lingkungan

yakni lalat rumah, lalat hijau, lalat kandang, lalat daging dan lalat kecil.

Mobilitas lalat sangat tergantung pada adanya makanan yang

tersedia.jarak terbang lalat rata-rata 1000 m dan dapat mencapai 2000 m,

hal ini sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin. Lalat beristirahat pada

tempat-tempat tertentu. Pada siang hari bila lalat tidak makan, mereka

dapat beristirahat tidak lebih dari 4,5 m di atas permukaan tanah

(Inayah,2019).

2. Siklus hidup lalat

Gambar 2.1 Siklus Hidup Lalat Rumah ( Musca domestica)

8
Dalam kehidupan lalat dikenal ada 4 (empat) tahapan yaitu mulai

dari telur, larva, pupa dan dewasa (Sucipto, 2011).

a. Fase telur

Telur lalat berwarnah putih dengan ukuran lebih kurang 1 mm, setiap

kali bertelur akan menghasilkan 120-130 butir telur dan menetas dalam

waktu 10-12 jam. Pada suhu rendah telur ini tidak akan menetas

dibawah 12-13 °C dan akan menetas pada suhu 30°C.

b. Fase larva

Ukuran larva kurang lebih 1mm setelah 4-5 hari pada suhu 30 °C

melewati tiga fase instar, larva instar I dn II berwarna putih, sedang

larva instar III berwarna kekuningan. Larva memiliki sepasang spirakle

posterior yang jelas dan memakan bakteri, dan bahan-bahan

dekomposisi. Larva awalnya menyukai suhu dan kelembaban tinggi

tetapi menghindari cahaya. Sebelum menjadi pupa larva berhenti

makan dan pindah ketempat yang lebih kering dan dingin. Larva ini

mudah terbunuh pada temperatur 73 °C.

c. Pupa

Ketika terjadi pupasi, kulit larva mengkerut dan membentuk puparium

seperti peluru dengan mengembangkan kantong berisi darah ke depan

kepala. Lama stadium pupa 2-8 hari atau tergantung dari temperatur

setempat, bentuknya bulat lonjong dengan warna coklat hitam. Stadium

ini kurang bergerak bahkan tidak bergerak sama sekali. Panjangnya

9
kurang lebih ± 5 mm mempunyai selaput luar disebut posterior spirakle

yang berguna untuk menentukan jenisnya.

d. Lalat

Lalat muda, awalnya lalat tampak lunak, pucat abu-abu dan tanpa

sayap. Sayap lalat akan dikembangkan dan kutikula mengeras serta

warnanya gelap setelah lalat istirahat, lalat muda mencari makan

setelah sayapnya mengembang selama waktu 2-24 jam setelah muncul

dari pupa.

Proses pematangan menjadi lalat dewasa kurang lebih 15 jam dan

setelah itu siap untuk mengadakan perkawinan. Seluruh waktu yang

diperlukan 7-22 hari, tergantung pada suhu setempat, kelembaban dan

makanan yang tersedia. Umur lalat dewasa dapat mencapai 2-4 minggu.

(Habu, 2015).

3. Kelangsungan hidup lalat

Kehidupan lalat sangat tergantung pada kondisi lingkungan sekitar

(Depkes RI 2019) seperti berikut ini :

a. Perkembangbiakan lalat (tempat perindukan)

Tempat yang paling disukai lalat untuk berkembang biak adalah :

1) Kotoran organik

Kotoran organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia.

2) Sampah dan sisa makanan hasil olahan

10
Lalat suka hinggap dan berkembang biak pada tumpukan sampah,

sisa makanan, buah-buahan yang membusuk yang ada di rumah

ataupun di pasar.

3) Air kotor

4) Lalat juga berkembangbiak pada permukaan air kotor yang terbuka.

b. Kebiasaan makan

Dalam mencari makanan lalat lebih menyukai makanan yang

suhunya lebih tinggi dari udara sekitarnya. Lalat dewasa sangat aktif

sepanjang hari. Serangga ini sangat tertarik pada makanan manusia

sehari-hari seperti gula, susu, makanan olahan serta kotoran hewan

serta bangkai binatang. Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat

sangat menyukai makanan dalam bentuk cairan, maka makanan yang

kering dibasahi oleh lidahnya terlebih dahulu kemudian dihisap. Air

merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupam lalat. Tanpa

air, lalat hanya bisa bertahan hidup tidak lebih dari 48 jam.

c. Tempat peristirahatan

Pada waktu hinggap, lalat mengeluarkan ludah dan tinja yang

membentuk titik hitam. Tanda ini mudah untuk mengenal tempat lalat

beristirahat. Lalat beristirahat pada tempat tertentu dan sangat

menyukai tempat yang mempunyai tepi tajam dan letak permukaannya

vertikal serta yang bergantungan seperti ranting, tepi daun, jemuran

pakaian, rumput-rumputan, dan kawat listrik. Kebiasaan tempat istirahat

ini selalu berdekatan dengn tempat makanan atau tempat berkembang

11
biaknya yang terlindung dari datangnya angin, atau tidak 4,5 m di atas

permukaan tanah.

d. Jarak terbang

Mobilitas lalat sangat tergantung ada tidaknya makanan yang

diperlukan. Lalat tidak terbang terus menerus tetapi sering

hinggapmjarak terbang bervariasi tergantung dari kecepatan angin,

temperature dan kelembaban. Rata-rata jarak terbang lalat adalah 1000

m kadang mencapai 2000 m dari tempat berkembang biak,tergantung

kecepatan angin.

e. Lama hidup lalat

Keadaan musim sangat berpengaruh terhadap kehidupan lalat.pada

musim panas, lalat dapat hidup 2-4 minggu. Pada musim dingin, hidup

lalat mencapai 70 hari. Selain musim yang mendukung, lama hidup lalat

juga tergantung dengan ketersediaan makanan dan air. Tersedianya

makanan dan air sangat mendukung proses perkembangbiaknya.

f. Temperatur

Lalat aktif terbang bila temperatur di sekitarnya 15ºC dan maksimal

21ºC. Lalat tidak aktif pada suhu di bawah 7,5ºC dan pada temperatur

45ºC lalat akan mati.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepadatan Lalat

Inayah, Fidayanti (2019) menyatakan bahwa adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi kepadatan lalat adalah sebagai berikut :

a. Makanan

12
Lalat tertarik pada bau-bauan yang busuk serta bau dari makanan

ataupun minuman yang merangsang dan membutuhkan makanan yang

cukup untuk berkembang biak. Lalat rumah tertarik pada kelembaban,

makanan manis dan bereaksi pada barang yang membusuk.

b. Jenis Sampah

Dari berbagai macam jenis sampah, yang paling disenangi oleh lalat

khususnya lalat rumah (Musca domestica) untuk berkembangbiak

adalah jenis sampah yang mudah membusuk dan menimbulkan bau

yang tidak sedap sehingga menjadi daya tarik lalat.

c. Suhu Dan Kelembaban

Di daerah tropika, perkembangan lalat rumah berlangsung dalam waktu

yang singkat. Dalam satu kali siklus hidup, dari telur hingga dewasa

membutuhkan waktu 8 sampai10 hari pada suhu 30ºC. Untuk

berkembang menjadi pupa, stadium awal (telur) membutuhkan kondisi

lingkungan yang optimum untuk berkembang menjadi pupa.

Berdasarkan penelitian dari IifMif tahul Ihsan tentang pengaruh suhu

udara terhadap perkembangan pradewasa lalat rumah (Musca

domestica), perkembangan pradewasa lalat rumah yang meliputi daya

tahan hidup dan laju perkembangan pradewasa terjadi pada suhu

optimum sebesar 28ºC yang merupakan suhu Negara tropis dengan

suhu letal rendah dan tinggi masing-masing sebesar 15ºC dan 41ºC.

Dengan kata lain, laju perkembangan pradewasa lalat rumah akan

berhenti pada suhu dibawah 15ºC dan diatas 41ºC. Miler et al. (1974)

13
dalam penelitiannya menyatakan bahwa perkembangan larva akan

optimum pada suhu 27ºC dengan kelembaban 60% - 75%.

5. Cara Pengukuran Kepadatan Lalat

Cara pengukuran kepadatan lalat menurut Inayah, Fidayanti (2019)

adalah sebagai berikut :

a. Dilakukan pemetaan lokasi pengukuran kepadatan lalat untuk

menentukan titik lokasi pengukuran.

b. Letakkan fly grill horizontal pada tempat yang rata pada lokasi titik

tersebut.

c. Hitung jumlah lalat yang hinggap di fly grill selama 30 detik.

d. Setiap titik lokasi dilakukan 10 kali perhitungan dan 5 perhitungan

tertinggi dibuat rata-ratanya.

e. Dicatat dalam formulir pengukuran kepadatan lalat.

f. Angka rata-rata dari semua titik lokasi merupakan petunjuk (indeks)

populasi lalat dalam satu lokasi tertentu (dalam satuan ekor blok grill).

Pengukuran populasi lalat dilakukan setiap kali dilakukan pengendalian

lalat (sebelum dan sesudah) dan pada monitoring secara berkala yang

dapat dilakukan sedikitnya 3 bulan sekali. Menurut Depkes RI (2019),

angka rata-rata yang diperoleh dari hasil pengukuran kepadatan lalat

merupakan indeks populasi lalat dalam suatu lokasi. Hasil pengukuran

diinterpretasikan sebagai berikut :

a. 0–2 ekor per flygrill : rendah (tidak menjadi masalah), yaitu tidak perlu

dilakukan pengendalian.

14
b. 3–5 ekor per fly grill : sedang, perlu pengamanan terhadapat empat-

tempat perindukan lalat (sampah, sisa makanan yang membusuk) dan

bila mungkin direncanakan upaya pengendalian, misalnya dengan cara

perbaikan hygiene sanitasi lingkungan dan membunuh lalat dengan

cara fisik, kimia dan biologi.

c. 6–20 ekor per fly grill : tinggi, perlu pengamanan terhadap tempat-

tempat perindukan dan bila mungkin direncanakan upaya

pengendalian, misalnya dengan cara perbaikan hygiene sanitasi

lingkungan dan membunuh lalat dengan cara fisik, kimia dan biologi.

d. 21 ekor keatas per fly grill : sangat tinggi atau padat sekali sehingga

harus dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat perindukan lalat

(sampah, sisa makanan yang membusuk) dan upaya pengendalian,

misalnya dengan cara fisik, kimia dan biologi serta perbaikan sanitasi

lingkungan.

e. Indeks lalat untuk pemukiman dan perkantoran maksimal 8 ekor / fly

grill (100 cm x 100 cm ) / dalam pengukuran 30 menit.

6. Metode Pengendalian Lalat

Tindakan pengendalian lalat bertujuan untuk mencegah penyebaran

penyakit yang dapat ditularkan oleh lalat dengan cara menurunkan tingkat

kepadatanya.

1. Perbaikan Hygene dan Sanitasi Lingkungan

Setiap kawasan memiliki waktu tertentu dalam hal mendukung

kehidupan lalat. Tempat-tempat yang banyak mengandung bahan

15
organik seperti sampah basah, tinja, kotoran binatang-binatang dan

tumbuh-tunbuhan membusuk harus ditiadakan. Mengurangi sumber

yang menarik lalat dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan

lingkungan, membuat SPAL tertutup, menutup bak sampah, untuk

industri dapat dipasang alat pembuang bau (exhaust). Penting juga

untuk melindungi makanan/minuman dan alat makan agar tidak kontak

dengan lalat.

Menurut Depkes RI (2019) pemberantasan dengan perbaikan hygene

dan sanitasi lingkungan adalah sebagai berikut :

a. Mengurangi atau menghilangkan tempat perindukan lalat misalnya:

1) Kandang ternak

Kandang harus selalu dibersihkan, lantai kandang harus kedap air

dan dapat disiram setiap hari.

2) Timbunan pupuk kandang

Timbunan pupuk kandang yang di buang ke tanah atau permukaan

tanah pada temperature tertentu dapat menjadi tempat perindukan

lalat. Tumpukan tersebut dapat ditutup dengan yang anti lalat. Cara

ini agar mencegah lalat untuk bertelur juga dapat membunuh larva

dan pupa karena panas yang keluar dari proses composting.

3) Kotoran manusia

Tempat berkembangbiak lalat di pembuangan kotoran atau jamban

dapat di cegah dengan konstruksi jamban harus memenuhi syarat

untuk mencegah bau dan kotoran yang menarik lalat untuk hinggap.

16
Jangan membuang kotoran di sembarang tempat karena dapat

merjadi tempat perindukan lalat.

4) Sampah basah atau sampah organik

Pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan sampah yang

dikelola dengan baik dapat menghilangkan perindukan lalat. Bila

system pengumpulan dan sistem pengangkutan sampah dari rumah-

rumah tidak ada, sampah dibakar atau dibuang kelubang sampah

dengan catatan bahwa setiap minggu sampah yang dibuang

kelubang sampah harus ditutup dengan tanah sampai tidak menjadi

tempat berkembang biaknya lalat. Lalat mungkin dapat berkembang

biak di tempat sampah yang permanen dan tertutup rapat. Dalam

iklim panas larva lalat ditempat sampah dapat menjadi pupa dalam

waktu hanya 3-4 hari. Untuk daerah tertentu sampah basah harus di

kumpulkan paling lambat dua kali dalam seminggu. Bila tong sampah

kosong penting untuk di bersihkan sisa-sisa sampah yang ada

didasar tong. Pembuangan sampah akhir di buang ketempat plastik

atau bahan terbuka perlu dilakukan dengan pemadatan sampah dan

ditutup setiap hari dengan tanah merah setebal 15-30 cm. Hal ini

untuk menghilangkan tempat perkembangbiakan lalat. Lokasi

pembuangan akhir sampah adalah harus agak jauh dari pemukiman

penduduk (Depkes RI,2019).

5) Tanah yang mengandung bahan organik

17
Lumpur dan bahan organik di salurkan terbuka tangki septik dan

rembesan dari lubang penampungan harus di halangkan, dengan

menutup saluran dan di tempat pemotongan hewan lantai harus

terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibersihkan.

b. Mengurangi sumber yang menarik lalat

Untuk mengurangi sumber yang menarik lalat dapat di cegah dengan

melakukan:

1) Kebersihan lingkungan

Membuat saluran air limbah.

2) Menutup tempat sampah

Untuk industri yang menggunakan produk yang dapat lalat dapat di

pasang dengan alat pembuang bau.

c. Melindungi makanan dan peralatan makan.

1) Makanan harus tertutup dan disimpan di lemari makan

2) Menggunakan tudung saji

3) Peralatan makan harus bersih

4) Menutup makanan dan peralatan makan

5) Kipas angin elektrik dapat dipasang untuk menghindari lalat masuk.

2. Pemberantasan lalat secara langsung

Menurut Sang Gede (2017) cara yang digunakan untuk membunuh

lalat secara langsung adalah cara fisik, cara kimiawi, dan cara biologi.

a. Cara fisik

18
Cara pemberantasan secara fisik adalah cara yang mudah dan

aman, tetapi kurang efektif apabila lalat dalam kepadatan yang tinggi.

Cara ini hanya cocok untuk digunakan pada skala kecil. Berikut

merupakan contoh pemberantasan lalat secara fisik :

1) Perangkap lalat (fly trap)

Fly trap adalah sebuah model perangkap yang terdiri dari container

gelap plastik. Lalat dapat ditangkap dengan alat ini dan countainer

harus terisi separo dengan umpan yang akan luntur tekstur dan

kelembabannya contoh yang paling cocok yaitu sampah basah dari

dapur seperti sayuran hijau, sereal dan buah-buahan. Setelah

beberapa hari umpan akan berisi larva yang jumlahnya sangat

banyak. Lalat yang masuk ke dalam sangkar akan terus menumpuk

hingga kepuncak dan akan segera mati. Tangki harus segera

dikosongkan, perangkap harus ditempatkan di udara terbuka di

bawah sinar cerah matahari jauh dari keteduhan (Depkes RI,2019)

2) Umpan kertas lengket berbentuk pita atau lembaran

Alat ini banyak tersedia di pasar menarik lalat karena kandungan

gulanya dan lalat yang hinggap pada alat ini akan terperangkap

oleh lem. Alat ini dapat berfungsi beberapa minggu jika tidak

tertutup sepenuhnya oleh debu atau lalat yang terperangkap

3) Perangkap dan pembunuh elektronik (lighttrap)

Lalat yang tertarik pada cahaya akan terbunuh setelah kontak

dengan jeruji yang bermuatan listrik.

19
4) Pemasangan kasa/kawat

Pemasangan kasa/kawat pada pintu atau jendela serta lubang

angin/ventilasi.

5) Membuat pintu dua lapis

Daun pintu pertama kearah luar dan lapisan kedua merupakan pintu

kasa yang dapat membuka dan menutup sendiri. Hal ini sering di

jumpai di kota-kota besar atau gedung-gedung bertingkat.

b. Cara kimia

Pemberantasan lalat dengan insektisida. Insektisida meliputi

insektisida nabati contohnya daun suren, daun selasih, daun trengguli

dan insektisida buatan contohnya, malation dan ronnel. Untuk

membasmi lalat menggunakan insektisida bisa di lakukan dengan cara :

1) Larva

Penyemprotan pada tempat perkembangbiakan, dengan

menggunakan malation (sebagai emulsi).

2) Lalat dewasa

Untuk pembasmian lalat dewasa bisa dilakukan penyemprotan udara

atau pengasapan (space spraying). Pengasapan biasanya dengan

menggunakan suspensi atau larutan dari synergizing agent,

malathion, atau ronnel (Depkes RI.2019).

c. Cara biologi

20
Salah satu contohnya dengan memanfaatkan sejenis semut kecil

berwarna hitam, dapat mengurangi populasi lalat rumah di tempat-

tempat sampah.

Pengendalian vektor dapat digolongkan dalam pengendalian alami

(natural control) dan pengendalian buatan (artificial = applied control).

Termasuk pengendalian alami adalah faktor-faktor ekologi yang bukan

tindakan manusia. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah topografi,

ketinggian (altitude), iklim dan musuh alami.

1) Pengenendalian secara buatan

Cara pengendalian ini adalah cara pengendalian yang dilakukan atas

usaha manusia dan dapat dibagi menjadi :

a) Pengendalian lingkungan (environmental control)

Pengendalian dilakukan dengan cara mengelola lingkungan

(environmental management), yaitu memodifikasi atau memanipulasi

lingkungan, sehingga terbentuk lingkungan yang tidak cocok (kurang

baik) yang dapat mencegah atau membatasi perkembangan vektor.

b) Modifikasi lingkungan (envoronmental control)

Cara ini paling aman terhadap lingkungan, karena tidak merusak

keseimbangan alam dan tidak mencemari lingkungan, tetapi harus

dilakukan terus menerus. Sebagai contoh misalnya :

1. Pengaturan sistem irigasi.

2. Penimbunan tempat-tempat yang dapat menampung air dan

tempat-tempat pembuangan sampah

21
3. Pengaliran air yang menggenang menjadi kering

4. Pengubahan rawa menjadi sawah dan

5. pengubahan hutan menjadi tempat pemukiman.

7. Jenis-Jenis Lalat

Menurut Sucipto (2011), berdasarkan pembagian spesiesnya lalat

memiliki beberapa spesis yang terpenting dari sudut kesehatan yaitu : lalat

rumah (Musca domestica), lalat kandang (Stomoxys calcitrans), lalat hijau

(Phenisial), lalat daging (Sarchopaga). Taksonomi lalat secara umum

yaitu: (Wulandari, 2016).

Philum : Arthropoda

Class : Insecta

Ordo : Diptera Sub Ordo : Cyclorrapha

1. Lalat Rumah (Musca domestica)

Menurut Sucipto (2011), ciri-ciri lalat rumah :

a. Lalat rumah termasuk family Muscidae

b. Lalat dewasa berukuran sedang dan panjang 6-8 mm,

c. Rongga dada berwarna abu-abu dengan 4 garis memanjang gelap

pada bagian dorsal toraks dan satu garis hitam medial pada

abdomen dorsal,

d. Perut kuning ditutupi dengan rambut kecil yang berfungsi sebagai

organ pengecap,

e. Matanya majemuk kompleks, betina mempunyai celah yang lebih

lebar sedangkan lalat jantan lebih sempit,

22
f. Antenanya terdiri dari tiga ruas,

g. Mulut atau proboscis lalat disesuaikan khusus dengan fungsinya

untuk menyerap dan menjilat makanan berupa cairan,

h. Sayapnya mempunyai vena 4 yang melengkung tajam ke arah kosta

mendekati vena 3,

i. Ketiga pasang kaki lalat ujungnya mempunyai sepasang kuku dan

sepasang bantalan disebut pulvilus yang berisi kelenjar rambut,

j. Memerlukan suhu 300C untuk hidup dan kelembaban yang tinggi,

k. Tertarik pada warna terang sesuai dengan sifat fototrofiknya.

2. Lalat Kandang (Stomoxys calcitrans)

Menurut Sucipto (2011), lalat kandang memiliki ciri–ciri sebagai

berikut :

a. Bentuknya menyerupai lalat rumah tetapi berbeda pada struktur

mulutnya (proboscis) meruncing untuk menusuk dan menghisap

darah,

b. Penghisap darah ternak yang dapat menurunkan produksi susu.

Kadang menyerang manusia dengan menggigit pada daerah lutut

atau kaki bagian bawah,

c. Dewasa ukuran panjang 5-7 mm,

d. Thoraksnya terdapat garis gelap yang diantaranya berwarna terang,

23
e. Sayapnya mempunyai vena 4 yang melengkung tidak tajam ke arah

kosta mendekati vena,

f. Antenanya terdiri atas tiga ruas, ruas terakhir paling besar, berbentuk

silinder dan dilengkapi dengan arista yang memiliki bulu hanya pada

bagian atas.

3. Lalat Hijau (Phenisia)

Menurut Putri (2017), lalat hijau termasuk kedalam family

Calliphoridae dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a. Warna hijau, abu-abu, perak mengkilat atau abdomen gelap,

b. Berkembangbiak di bahan yang cair atau semi cair yang berasal

dari hewan dan jarang berkembang biak di tempat kering atau

bahan buah-buahan,

c. Jantan berukuran panjang 8 mm, mempunyai mata merah besar,

d. Lalat ini membawa telur cacing Ascaris lumbriocoides, Trichuris

trichiura dan cacing kait pada bagian tubuh luarnya dan pada

lambung lalat.

4. Lalat Daging (Sarcophaga spp)

a. Menurut Sucipto (2011), lalat daging termasuk dalam family

Sarcophagidae dengan ciri-ciri sebagai berikut :

b. Berwarna abu-abu tua, berukuran sedang sampai besar, kirakira 6-

14 mm panjangnya,

24
c. Mempunyai tiga garis gelap pada bagian dorsal toraks, dan perutnya

mempunyai corak seperti papan catur,

d. Bersifat viviparous dan mengeluarkan larva hidup pada tempat

perkembangbiakannya seperti daging, bangkai, kotoran dan

sayuran yang sedang membusuk,

e. Lambungnya mengandung telur cacing Ascaris lumbricoides dan

cacing cambuk-cambuk.

5. Lalat Buah (Drosophila)

Lalat buah umumnya ditemukan menginfestasi buah atau

berkerumun di sekitar sisa fermentasi yang ditemukan di pub,

a Panjangnya 3mm,

b Berwarna kuning-coklat atau belang-belang,

c Mata berwarna merah terang.

8. Lalat sebagai Vektor Penyakit

(Hastutiek, 2017) menyatakan bahwa dari berbagai kelas Hexapoda,

ordo Diptera memiliki anggota yang paling banyak berkaitan dengan

bidang kedokteran, kesehatan, dan veteriner. Ordo Diptera memiliki

spesies yang dapat mengganggu kenyamanan hidup manusia, meyerang

dan melukai hospesnya (manusia dan binatang) serta menularkan

penyakit.

Lalat dapat berperan sebagai vektor penyakit secara mekanis karena

memiliki bulu-bulu halus disekujur tubuhnya dan suka berpindah-pindah

25
dari suatu makanan (biasanya bahan organik yang membusuk ataupun

kotoran) ke makanan lain, untuk makan dan bertelur. ( Hastutiek, 2017)

menyatakan bahwa lalat dapat menyebarkan sejumlah penyakit pada

manusia melalui beberapa cara, yaitu melalui kaki, bulu-bulu halus dan

bagian mulut karena mempunyai kebiasaan regurgitasi (memuntahkan)

kembali makanan yang telah dimakan.

Dapat disimpulkan bahwa penularan penyakit oleh lalat dapat terjadi

melalui setiap bagian tubuhnya. Lalat menyukai daerah mata dan daerah

di sekitarnya sehingga ia mudah menularkan trachoma dan konjungtivitis.

Lalat juga senang memasuki rumah-rumah dan hinggap di alat-alat

makan. Sebelum makan ia selalu memuntahkan cairan dari mulutnya dan

mengencerkan makanannya, sesudah makan ia selalu buang air besar.

Sifat-sifat lalat tersebut menjadikan artropoda ini sebagai vektor penular

utama penyakit-penyakit infeksi alat pencernaan misalnya penyakit-

penyakit amubiasis, penyakit-penyakit bakteri usus, cacing usus, dan

infeksi virus.

(Menurut Permenkes RI Nomor 50 Tahun 2017) yaitu tentang

Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan

untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya

dimana indeks populasi lalat harus < 2. Lalat rumah (Musca domestica)

dapat bertindak sebagai vektor penyakit typus, penyakit perut lainnya

seperti disentri, diare, kolera, dan penyakit kulit (Kartikasari, 2008).

a. Penyakit Disentri

26
Kuman penyebab penyakit menempel pada kaki dan belalai lalat

kemudian terbawa ikut pindah ke tempat yang dihinggapi sambil

menghisap makanan merayap di atasnya, atau melalui kotoran dan

muntahan lalat. Salah satu penelitian Wart dan Lindsay tahun 1948

terhadap penyakit disentri dan penyakit shigellosis, dengan

pengendalian lalat rumah jumlah kejadian penyakit tersebut bisa

diturunkan sampai 50%. Kotoran (feses) penderita atau carier Jari

tangan, Lalat, Air, Makanan, susu, sayur dan lain-lain, Mulut orang

sehat.

b. Demam Tipoid

Manusia tertular kuman tipoid atau penyakit saluran cerna lain melalui

makanan yang tercemar kuman dari lalat yang sebelumnya lalat

hinggap di kotoran manusia yang mengandung kuman tipus/penyakit

saluran cerna.

c. Diare

Banyak faktor yang dapat menyebabkan manusia terkena diare, salah

satunya adalah vektor lalat yang hinggap pada kotoran kemudian

membawa bakteri E. coli, Salmonella, Shigella atau yang lain, dan

hinggap pada makanan atau minuman manusia.

d. Anthrax

Penularan kuman anthrax karena lalat hinggap pada daging binatang

yang mati karena penyakit anthrax, kemudian hinggap pada timbunan

27
kotoran sekitar manusia. Kuman anthrax lama-kelamaan ikut debu dan

terhisap manusia sebagai lazimnya penularan penyakit anthrax.

e. Lepra

Kuman lepra yang menempel pada tubuh lalat tercampur debu dan ikut

terbawa angin kemudian dihirup manusia melalui pernafasan.

f. Penyakit cacingan (cacing gelang, pita dan tambang)

Penyakit saluran cerna diakibatkan oleh telur cacing yang dipindahkan

lalat dari kotoran penderita ke makanan manusia.

B. Sanitasi Warung Makan

Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang

menitikberatkan kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan

hidup manusia. Ruang lingkup sanitasi meliputi aspek penyediaan air

bersih, pengolahan sampah, pengolahan makanan dan minuman,

pengawasan/pengendalian serangga atau binatang pengerat (Rejeki,

2015). Definisi lain dari sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan, misalnya

menyediakan air bersih, menyediakan tempat sampah dan lain-lain

(Sabarguna, 2011).

Warung makan adalah tempat yang digunakan untuk berjualan

makanan dan minuman siap konsumsi yang dipersiapkan dan atau dijual

di jalan atau ditempat-tempat umum lainnya (Mundiatun, 2018). Definisi

lain dari rumah makan adalah setiap usaha komersial yang ruang lingkup

28
kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat

usahanya (Kepmenkes RI, 2017).

1. Persyaratan Sanitasi Warung Makan Sesuai Standar Kesehatan

a. Penyediaan air bersih

Air bersih cukup memadai untuk seluruh kegiatan dan tersedia

pada setiap tempat kegiatan serta memiliki syarat fisik air bersih,

yaitu tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna. Apabila

penyediaan air bersih kurang memadai dan tidak memenuhi syarat

fisik air bersih maka dapat menjadi masalah yaitu kondisi sanitasi

air yang buruk (Kepmenkes RI, 2017). Bahwa penyediaan air

bersih pada warung nasi dan kantin tidak ada pengaruh dengan

kepadatan lalat.

Pemenuhan kebutuhan akan air bersih, air bersih harus

memenuhi syarat yaitu: 1) Kuantitas: tersedia air bersih yang

dibutuhkan minimal 60 liter/orang/hari. 2) Kualitas: tersedia air

bersih yang memenuhi syarat kesehatan fisik. 3) Kontinuitas:

tersedia air bersih secara berkesinambungan di setiap kegiatan

(Kepmenkes RI,2017).

b. Sistem pembuangan air limbah

Pembuangan air limbah yang tidak baik merupakan sumber

pencemaran, serta menimbulkan bau tidak sedap dan dapat

menjadi tempat berkembangbiaknya lalat. Persayaratan

pembuangan air limbah pada rumah makan yaitu sistem

29
pembuangan air limbah harus baik, saluran terbuat dari bahan

kedap air, tidak merupakan sumber pencemaran, misalnya

memakai saluran tertutup, septik tank dan riol (Kepmenkes RI,

2017).

c. Penyediaan tempat sampah

Sampah adalah segala sesuatu yang tidak diinginkan orang lagi.

Jika sampah tidak dibuang dengan benar maka akan menjadi

masalah kesehatan lingkungan. Sampah menimbulkan bau paling

tidak menyenangkan, dapat menyebabkan cedera dan membantu

dalam penyebaran penyakit (Rejeki, 2015).

Tempat sampah merupakan tempat yang disenangi oleh

lalat dan menjadi tempat berkembangbiak, karena sampah

memberikan media untuk kehidupan lalat (Depkes RI, 2015).

Tempat sampah yang terbuka, lembab, dan sampah yang

didalamnya menumpuk akan disenangi lalat. Tempat yang

disenangi adalah tempat yang basah seperti sampah basah,

tumbuh-tumbuhan busuk, kotoran yang menumpuk secara

kumulatif dan lalat berkembang biak pada habitat diluar hunian

manusia yang telah membusuk dan penuh dengan bakteri dan

organisme patogen lainnya, kotoran hewan, sampah dan

sejenisnya (Sembel, 2019). Persyaratan tempat sampah yang

memenuhi syarat kesehatan yaitu terbuat dari bahan kedap air, dan

tidak mudah berkarat. Mempunyai tutup dan memakai kantong

30
plastik khusus untuk sisa-sisa bahan makanan dan makanan jadi

yang cepat membusuk. Jumlah dan volume tempat sampah

disesuaikan dengan produk sampah yang dihasilkan pada setiap

tempat kegiatan. Sampah sudah harus dibuang dalam waktu 24

jam dari rumah makan dan restoran (Kepmenkes RI, 2017).

d. Tempat mencuci peralatan

Lalat dapat hinggap di tempat pencucian peralatan yang kotor, dan

terdapat sisa-sisa makanan yang tercecer. Persyaratan tempat

mencuci peralatan yang memenuhi syarat kesehatan yaitu terbuat

dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah dibersihkan.

Air untuk keperluan pencucian dilengkapi dengan air hangat.

Tempat pencucian peralatan dihubungkan dengan saluran

pembuangan air limbah. Bak pencucian sedikitnya terdiri dari 3

(tiga) bilik/bak pencuci yaitu untuk mengguyur, menyabun dan

membilas (Kepmenkes RI, 2017).

e. Peralatan pencegahan masuknya serangga dan tikus

Persyaratan tentang peralatan pencegahan masuknya serangga

dan tikus yang memenuhi syarat kesehatan pada rumah makan

yaitu tempat penyimpanan air bersih harus tertutup sehingga dapat

menahan masuknya serangga seperti lalat dan nyamuk. Setiap

lubang pada bangunan harus dipasang alat yang dapat mencegah

masuknya serangga (kawat kassa berukuran 32 mata per inchi),

31
serta persilangan pipa dan dinding harus rapat sehingga tidak

dapat dimasuki serangga (Kepmenkes RI, 2017).

f. Tempat penyimpanan bahan makanan

Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perhatian secara fisik

serta kesegarannya terjamin, terutama bahan-bahan makanan

yang mudah membusuk atau rusak seperti daging, ikan, susu, telor,

makanan dalam kaleng, buah dan sebagainya (Mundiatun, 2018).

Tempat penyimpanan bahan makanan yang tidak bersih dan tidak

teratur akan menarik lalat untuk mengerumuni bahan makanan

yang akan dimasak. Timbunan sayuran yang sudah membusuk

akan menjadi tempat perindukan untuk lalat (Depkes RI, 2015).

Persyaratan tempat penyimpanan bahan makanan yang

memenuhi syarat kesehatan yaitu tempat penyimpanan bahan

makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih.

Penempatan bahan makanan terpisah dengan makanan jadi.

Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan

makanan yaitu dalam suhu yang sesuai. Ketebalan bahan

makanan padat tidak lebih dari 10 cm. Cara penyimpannannya

tidak menempel pada dinding, atau langit-langit dengan ketentuan

jarak makanan dengan lantai 15 cm, jarak makanan dengan

dinding 5 cm, dan jarak makanan dengan langit-langit 60 cm.

Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis dan disusun dalam

rak-rak sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya

32
bahan makanan. Bahan makanan yang masuknya lebih dahulu

dikeluarkan lebih dulu sedangkan bahan makanan yang masuk

belakangan dikeluarkan belakangan (First In First Out) (Kepmenkes

RI, 2015).

Penyimpanan pada suhu rendah dapat berupa lemari

pendingin. Lemari pendingin yang mampu mencapai suhu 100C-

150C untuk penyimpanan sayuran, minuman dan buah. Lemari es

(kulkas) yang mampu mencapai suhu 10C-40C bisa digunakan

untuk minuman, makanan siap santap dan telor. Lemari es

(freezer) yang dapat mencapai suhu -50C dapat digunakan untuk

penyimpanan daging, unggas, ikan, dengan waktu tidak lebih dari 3

hari (Mundiatun, 2018).

Penyimpanan pada suhu kamar untuk makanan kering dan

makanan olah yang disimpan dalam suhu kamar, maka rak

penyimpanan harus diatur. Makanan diletakkan dalam rak-rak yang

tidak menempel pada dinding, lantai, dan langit-langit karena untuk

sirkulasi udara agar udara segar dapat segera masuk ke seluruh

ruangan, mencegah kemungkinan jamahan dan tempat

persembunyian tikus, untuk mempermudah membersihkan lantai

dan stok. Setiap makanan ditempatkan dalam kelompoknya dan

tidak bercampur baur, untuk bahan yang mudah tercecer seperti

gula dan tepung, ditempatkan dalam wadah penampungan

sehingga tidak mengotori lantai (Mundiatun, 2018).

33
g. Tempat penyimpanan makanan jadi

Cara penyimpanan makanan setelah dimasak merupakan hal yang

sangat penting. Hal ini dikarenakan dapat mempengaruhi kualitas

bakteriologis. penyimpanan makanan masak dapat digolongkan

pada suhu biasa dan suhu dingin. Cara penyimpanan makanan

yang baik antara lain: makanan yang disimpan diberi tutup, lantai

atau meja tempat meletakkan makanan harus bersih, makanan

tidak boleh disimpan dekat saluran air limbah dan makanan jangan

disimpan dekat dengan air/tempat basah (Mundiatun, 2018).

h. Tempat penyajian makanan

Persyaratan tempat penyimpanan makanan jadi yang memenuhi

syarat kesehatan yaitu tempat penyimpanan makanan jadi harus

tertutup. Hal ini dilakukan agar makanan terlindung dari debu,

bahan berbahaya, serangga, tikus dan hewan lainnya. Suhu dan

waktu penyimpanan sesuai dengan jenis makanan (Kepmenkes RI,

2015).

Penyajian makanan yang perlu diperhatikan adalah agar

makanan terhindar dari pencemaran (Mundiatun, 2018). Penelitian

dari Ramadhani dkk (2017), menjelaskan bahwa 96,43% kantin

belum memenuhi syarat sanitasi penyajian makanan. Menjajakan

makanan dalam keadaan terbuka dapat meningkatkan risiko

tercemarnya makanan oleh lingkungan, baik melalui udara, debu,

dan asap kendaraan yang berterbangan. Terdapat juga penutup

34
makanan yang tidak bersih dan dapat mencemari makanan, serta

mengangkut makanan dengan wadah yang tidak tertutup. Makanan

yang akan diangkut seharusnya menggunakan wadah bersih dan

tertutup sehingga terhindar dari debu dan pencemaran.

Persyaratan tempat penyajian makanan pada rumah makan

yang memenuhi syarat kesehatan yaitu harus terhindar dari

pencemaran, seperti debu, dan serangga. Peralatan yang

dipergunakan untuk menyajikan harus terjaga kebersihannya.

Makanan jadi yang disajikan harus diwadahi dan dijamah dengan

peralatan yang bersih. Tempat-tempat bumbu/merica, garam, cuka,

tomato sauce, kecap, sambal dan lain-lain perlu dijaga

kebersihannya terutama mulut-mulutnya. Penyajian makanan harus

ditempat yang bersih, meja dimana makanan disajikan harus

tertutup kain/plastic berwarna menarik kecuali bila meja di buat dari

formica (Kepmenkes RI, 2017).

i. Lokasi warung makan

Sumber pencemar seperti tempat pembuangan sampah, toilet dan

saluran pembuangan air limbah merupakan tempat yang disenangi

lalat dan menjadi tempat perkembangbiakkan lalat (Depkes RI,

2015). Menurut Barreiro et al (2013), dalam jurnal ISRN

Microbiology menyatakan bahwa penularan pathogen bawaan

makanan dan penyakit potensial, serta beberapa faktor virulensi

oleh lalat lebih tinggi di area dekat dengan keberadaan hewan dan

35
di area dapur rumah. Sanitasi yang baik akan mengurangi populasi

lalat.

Persyaratan lokasi warung makan yang memenuhi syarat

kesehatan yaitu tidak berada pada arah angin dari sumber

pencemaran debu, asap, bau dan cemaran lainnya. Tidak berada

pada jarak < 100 meter dari sumber pencemaran yang diakibatkan

antara lain oleh debu, asap, serangga dan tikus dan cemaran

lainnya (Kepmenkes RI, 2017).

C. Kerangka Konsep

Kepadatan Lalat

Pengukuran
Kepadatan Lalat

Identifikasi Jenis

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Independent

Variabel independen (bebas) merupakan variabel yang

mempengaruhi objek penelitian, variabel Independent dalam penelitian ini

yaitu identifikasi jenis-jenis Lalat.

36
2. Variabel Dependent

Variabel dependen (terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi

oleh variabel lain yaitu Tingkat Kepadatan Lalat di Rumah Makan.

E. Defenisi Operasional

Skala
Defenisi Alat Hasil
Variabel Cara Ukur Pengukura
Operasional Ukur Ukur
n
Pengukur Kepadatan Pengukuran Fly Renda Ordinal
an lalat tingkat Grill h : 0-2
Kepadata merupakan Kepadatan dan ekor
n Lalat jumlah lalat Lalat formul Sedan
yang di ukur dengan ir g : 3-5
selama 30 menggunak ekor
detik an Fly grill Tinggi :
menggunakan 6-20
flygrill di ekor
Perumahan Sangat
Grand Nusa tinggi :
Kelurahan >20
Liliba. ekor

37
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian survei yaitu

suatu penelitian yang dilakukan tanpa melakukan intervensi terhadap

subjek penelitian, dalam survei, penelitian tidak dilakukan terhadap

seluruh objek yang diteliti atau populasi, tetapi hanya mengambil

sebagian dari populasi tersebut (Notoatmodjo, 2015). Objek penelitian

dalam hal ini adalah kepadatan lalat dan metode pengukurannya.

2. Rancangan Penelitian

Penelitian survei rancangan cross sectional yaitu variabel yang di

dapatkan sekarang yang objek penelitian diukur atau dikumpulkan

secara simultan (dalam waktu yang bersamaan).(Notoatmodjo, 2015).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Makan Desa Galala

Kecamatan Sirimau Kota Ambon pada bulan Februari-Maret 2023.

C. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah rumah makan di Desa Galala yang

meliputi tingkat kepadatan lalat di beberapa titik di rumah makan di Desa

Galala Kecamatan Sirimau Kota Ambon.

38
D. Jenis dan Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data yang langsung diperoleh dari lapangan sewaktu diadakan

penelitian yaitu pengukuran kepadatan lalat.

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari rumah makan di Desa Galala Kecamatan

Sirimau Kota Ambon.

2. Prosedur pengumpulan data

a. Tahap persiapan

1) Survei lokasi

2) Penyusunan proposal

3) Tahap persiapan wawancara yaitu pemilik warung makan atau

pekerja yang bekerja di rumah makan.

4) Tahap persiapan pengukuran kepadatan lalat

b) Alat dan bahan

(1) Block grill / Fly grill

(2) formulir

(3) Alat tulis

(4) Stopwatch

c) Langkah-langkah

(1) Survei lokasi pengukuran yaitu di rumah makan di desa Galala

kecamatan Sirimau Kota Ambon.

39
(2) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

(3) Merangkai fly grill yang akan di gunakan.

(4) Siapkan stopwatch.

(5) Bagi lokasi dalam 3 titik (T1: tempat sampah, T2 : di dapur, T3 :

dekat tempat cuci piring)

(6) Pasang fly grill setiap titik pada kemiringan 45°.

(7) Hitung jumlah lalat yang hinggap pada fly gril setiap 30 detik

lakukan selama 10 kali pengulangan.

(8) Catat hasilnya pada blanko survei untuk masing-masing titik.

(9) Hitung tingkat kepadatan lalat pada masing-masing titik dengan

cara ambil 5 angka tertinggi dengan menggunakan rumus :

P 1+ P 2+ P 3+ P 4 + P5
P=
5

Ket :

P = Jumlah pengukuran 5 angka tertinggi.

5 = Banyaknya angka tertinggi.

(10) Hitung kepadatan lalat untuk satu rumah dengan rumus :

KLR 1+ KLR 2+ KLR 3


KLR=
3

Ket :

KLR = jumlah rata-rata kepadatan dari 3 titik / 3.

40
E. Instrumen Penelitian

Adapun instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu :

1. Formulir ceklis pasar sehat

2. Lembar Pengukuran Kepadatan Lalat

Lembar pengukuran angka kepadatan lalat yang digunakan dalam

penelitian ini berupa tabel. Lembar pengukuran kepadatan lalat untuk

mencatat jumlah lalat yang hinggap pada Fly grill yang terjadi selama

waktu yang telah ditentukan.

3. Kamera

Kamera digunakan untuk mendokumentasikan semua hasil observasi

yang telah dilakukan. Sehingga dapat dijadikan sebagai bukti yang

akurat selain menggunakan lembar observasi.

F. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data pengukuran kepadatan lalat dilakukan dengan

teknik manual dan dianalisis secara deskriptif.

Dengan rumus:

YA
X 100
total yang dinilai

Data kepadatan lalat yang diperoleh dari hasil pengukuran

kepadatan lalat dipasar dikategorikan berdasarkan indeks kepadatan lalat.

Pengukuran kepadatan lalat dapat dilakukan dengan menggunakan rumus

5 nilai tertinggi
Tingkat kepadatan =
5

1. 0-2 ekor : rendah / tidak ada masalah.

41
2. 3-5 ekor : sedang/perlu tindakan pengamanan terhadap tempat

berkembang biakan lalat.

3. 6-20 ekor : tinggi/populasi cukup padat dan perlu pengamanan

terhadap tempat-tempat berbiaknya lalat dan bila mungkin

direncanakan upaya pengendalian.

4. >21 ekor : sangat tinggi atau populasinya padat dan perlu dilakukan

penanganan terhadap tempat-tempat berbiaknya lalat dan tindakan

pengendalian lalat

42

Anda mungkin juga menyukai