DAFTAR TABEL
MATERI I
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman budidaya yang sangat penting
karena lebih dari setengah penduduk dunia tergantung pada tanaman padi sebagai
bahan pangan pokok yang harus dipenuhi, bahkan keamanan pangan dunia juga
dipengaruhi oleh tanaman padi sebagai sumber utama pasokan beras (Yang dan
Zhang, 2010). Padi dapat diklasifikasikan kedalam kingdom Plantae, divisio
Spermathopyta, subdivision Angiospermae, kelas Monokotil, ordo Gramine,
famili Graminaceae, genus Oryza, spesies Oryza sativa L (Tripathi et al., 2011).
Morfologi Batang padi berbuku dan berongga, dari buku batang ini
tumbuh anakan atau daun. Panjang batang padi tergantung dari jenis dan
kesuburan tanah, padi dapat tumbuh setinggi 1 m - 3,8 m. Daun terdiri dari
pelepah dan helaian daun, antara pelepah dan daun terdapat ligula yang berfungsi
mencegah masuknya air kedalam pelepah daun. Bunga tanaman padi merupakan
bunga yang bertipe rumah satu berarti dalam satu bunga terdapat bunga jantan dan
bunga betina untuk melakukan penyerbukan dan pembentukan buah. Buah padi
berasal dari embrio hasil penyerbukan dan embrio berada dalam endosperm
(Purnomo, 2013).
Fase pertumbuhan tanaman padi terdapat 3 fase yaitu vegetatif,
reproduktif dan pematangan. Fase vegetatif adalah awal pertumbuhan tanaman
padi sampai dengan pembentukan malai. Benih yang direndam akan
berkecambah, akar dan tunas akan muncul sampai adanya anakan dan
pertumbuhan tanaman sampai pembentukan malai. Fase reproduktif adalah
dimulai dari pembentukan malai sampai pembungaan, malai mulai berisi dan
insiasi primordialmalai pada ujung tunas mulai tumbuh. Fase selanjutnya adalah
fase pematangan, yaitu pembungaan sampai gabah matang, fase ini mulai terisi
dengan cairan serupa larutan yang menyerupai susu, lama kelamaan akan
mengeras dan warna hijau berubah menjadi warna kuning menandakan bahwa
gabah telah matang penuh dan daun bagian atas mengering (Arafah, 2019)
B. Gejala Serangan Virus Pada Tanaman Padi
Penyakit tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi
di Indonesia. Gejala penyakit tungro adalah warna daun menguning sampai
oranye dimulai dari ujung daun muda, anakan berkurang, kerdil, dan
perkembangan akar terhambat. Infeksi penyakit tungro disebabkan oleh dua jenis
virus yang biasanya menginfeksi secara bersamaan, rice tungro bacilliform virus
(RTBV) dan rice tungro spherical virus (RTSV) yang ditularkan oleh wereng
hijau (Nephotettix virescens) secara semipersisten (Azzam & Chancellor, 2012).
Kerdil rumput merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi
yang disebabkan oleh Rice grassy stunt virus (RGSV), dan ditularkan secara
persisten oleh wereng batang cokelat (WBC). Selain sebagai vektor RGSV, WBC
juga merupakan vektor dari Rice ragged stunt virus (RRSV). Penyakit kerdil
rumput yang disebabkan oleh Rice grassy stunt virus (RGSV) dilaporkan
pertama kali di Indonesia tahun 1971 dan disebut sebagai kerdil rumput tipe I,
kemudian pada tahun 2006 ditemukan penyakit kerdil rumput tipe
II. Gejala penyakit kerdil rumput diantaranya tanaman menjadi sangat
kerdil, anakan banyak, daun hijau pucat sampai kuning atau daun-daun
sempit berwarna kuning sampai oranye, dan daun sempit dengan bintik-
bintik karat kecil (IRRI, 2012).
Penyakit kerdil hampa pada padi yang disebabkan oleh Rice ragged stunt
virus (RRSV), dilaporkan pertama kali di Indonesia pada tahun 1976. Tanaman
padi yang terserang penyakit kerdil hampa mengalami hambatan
pertumbuhan (kerdil), daun menjadi berwarna gelap dengan tepi bergerigi atau
ujung memutar, dan tulang daun mengalami pembengkakan atau benjolan di
bagian bawah helai daun dan bagian luar permukaan pelepah daun.
Diagnosis penyakit kerdil tidak dapat mengandalkan hanya dari gejala
saja karena gejala yang muncul beranekaragam serta mirip dengan gejala
kekurangan unsur hara dan kekeringan. Penggunaan teknik molekuler dengan
metode polymerase chain reaction (PCR) telah dilaporkan berhasil untuk
mendeteksi virus penyebab penyakit tungro dan kerdil (Uehara-Ichiki et al.
2013).
BAB III. BAHAN DAN METODE
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kamera, buku identifikasi
dan alat tulis. Sedangkan, bahan yang digunakan adalah Tanaman padi yang
terkena serangan virus.
C. Cara Kerja
A. Hasil
B. Pembahasan
Penyakit tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda yaitu virus
bentuk batang Rice tungro bacilliform virus (RTBV) dan virus bentuk bulat Rice
tungro spherical virus (RTSV) (Agrios, 2012). Virus ini ditularkan oleh vektor
yaitu wereng hijau. Wereng hijau (Nephotettix virescens ) menularkan virus
tungro dengan efisiensi yang berbeda-beda dan Nephotettix virescens merupakan
vektor terpenting karena efisiensi penularannya paling tinggi. Kedua partikel virus
tersebut tidak bersirkulasi dalam tubuh vektor (Sutrawati et al., 2019).
Pada tanaman padi, RTSV menyebabkan gejala kerdil yang ringan dan
meningkatkan keparahan gejala yang disebabkan RTBV yaitu daun menguning
dan kerdil. N. virescens yang makan pada tanaman padi yang terinfeksi kedua
jenis virus ini dapat menularkan RTBV dan RTSV secara bersamaan ataupun
secara terpisah (Hibino et al., 1978).
A. Kesimpulan
B. Saran
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Padi Menurut Provinsi (ton). 1993-
2015. Sumatera Barat
Cabautan PQ, Cabunagan RC, Choi IR. 2009. Rice viruses transmitted by the
brown planthopper Nilaparvata lugens Stal. Los Banos (PH): International
Rice Research Institute.
Dini, Amelia Feryna BulanWinasa, I Wayan Hidayat, Sri Hendrastuti. (2015).
Identifikasi Virus Penyebab Penyakit Kerdil pada Tanaman Padi di
Sukamandi, Jawa Barat. Jurnal Fitopatologi Indonesia, 11(6), hal. 205–
210. Tersedia pada: https://doi.org/10.14692/jfi.11.6.205.
Hibino, H., Roechan, M., Sudarisman, S.(1978). Association of two types of
virus particles with penyakit habang (tungro disease) of rice in Indonesia.
Phytopathology, 68,1412-1416. https://doi.org/10.1094/ Phyto-68-1412
[IRRI] International Rice Research Institute. 2012. Standard Evaluation System of
Rice (SES). Manila (PH): INGER Genetic Resources Center.
Prasetyo, S.Y.J. 2015. Sistem peringatan dini serangan hama penyakit padi di
Jawa Tengah menggunakan GI dan GI* statistic. Jurnal Ilmiah MATRIK
17(3): 205-214.
A. Latar Belakang
Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu jenis sayur-sayuran
yang populer hampir di semua negara, dan menjadi salah satu sayuran utama yang
dibudidayakan oleh petani di Indonesi. Mentimun cocok ditanam di lahan yang
jenis tanahnya lempung sampai lempung berpasir yang gembur dan mengandung
bahan organik. Mentimun membutuhkan pH tanah di kisaran 5,5-7,5 dengan
ketinggian tempat 0-700 di atas permukaan laut. Mentimun juga membutuhkan
sinar matahari terbuka, drainase air lancar dan bukan bekas penanaman mentimun.
Aspek agronomi penanaman mentimun tidak berbeda dengan komoditas sayuran
komersil lainnya, seperti kecocokan tanah dan tinggi tempat, serta iklim yang
sesuai meliputi suhu, cahaya, kelembaban dan curah hujan (Annisava 2015).
Produksi mentimun secara nasional dari tahun 2016 hingga tahun 2019
yaitu, 430.206 ton, 424.918 ton, 433.923 ton dan 435.973 ton serta produktivitas
mentimun secara nasional dari tahun 2016 hingga tahun 2019 yaitu, 10.19 ton/ha,
10.67, 10.89, dan 11.14 ton/ha (BPS, 2019). Produktivitas ini relatif stabil, namun
masih tergolong rendah jika dibandingkan produktivitas optimal yang mencapai
49 ton/ hektar ( Mustikawati, 2012).
Dalam proses budidaya mengalami banyak kendala yang dapat
menurunkan hasil produksi. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya
produksi mentimun adalah serangan beberapa jenis organisme penggangu
tumbuhan (OPT) yang menyebabkan terganggunya proses fisiologis, penurunan
kualitas, dan kuantitas. OPT utama tanaman mentimun adalah virus, yang dapat
menyebabkan kegagalan panen dan kerugian secara ekonomi (Putu, 2018).
Jossey dan Babadoost (2008) melaporkan bahwa 6 jenis virus utama yang
menginfeksi famili Cucurbitaceae adalah Squash Mosaic Virus (SqMV), Zucchini
Yellow Mosaic Virus (ZYMV), Watermelon Mosaic Virus (WMV), Papaya
Ringspot Virus (PRSV), Tobacco Ringspot Virus (TRSV) dan Cucumber Mosaic
Virus (CMV). CMV dinyatakan penting karena mengakibatkan kehilangan hasil
25-100% dan CMV menginfeksi lebih dari 1200 spesies tanaman (yang berasal
dari 100 famili) baik monokotil maupun dikotil. CMV merupakan virus tanaman
yang dilaporkan sebagai patogen tular benih, virus dapat menginfeksi benih
melalui jalur infeksi sistemik virus pada seluruh jaringan tanaman hingga ke
bagian reproduksi tanaman seperti tepung sari dan ovul (Putu, 2018)
Cucumber Mosaic Virus (CMV) merupakan salah satu patogen yang
menginfeksi Cucurbitaceae. Partikel CMV berbentuk polyhedral dengan diameter
28 nm, menginfeksi lebih dari 775 spesies tumbuhan dalam 67 familia dan dapat
ditularkan oleh 75 spesies aphid. Jenis virus mosaik sistemik yang mempunyai
gejala yang khas, terdapat tiga gejala utama virus mosaik yang menyerang
tanaman budidaya, antara lain : 1) Ukuran daun berkurang dan berkerut. Buah
juga mengalami perubahan warna dan menyebabkan perubahan ukuran yang
menyebabkan tidak laku dijual dipasaran; 2) Daun terlihat menguning dan
menebal, produksi buah mengalami penurunan; 3) Nekrosis juga terjadi pada daun
yakni berbentuk spot-spot pada daun dengan berbagai ukuran. Buah pada
umumnya tidak bisa berkembang dan masak, terkadang ditemui nekrotik pada
buah tersebut. CMV tidak hanya ditularkan secara mekanis, namun melalui vektor
yakni Aphid sp., CMV dapat tertular ke tanaman lain. Lebih dari 60 spesies aphid
dapat menularkan virus CMV ke berbagai jenis tanaman (Ardiyaningsih, 2012).
Pengendalian yang dapat dilakukan seperti pengendalian hayati dengan
penyemprotan minyak mineral pada daun dapat mencegah kutu daun
memakannya. Pengendalian vektor virus dengan pestisida sintetik belum efektif,
penggunaan yang tidak sesuai anjuran pemakaian justru menimbulkan dampak
negatif seperti resistensi serangga vektor, mencemari lingkungan, matinya
organisme bukan sasaran dan residu pestisida (Ardianingsih, 2013).
B. Tujuan
Praktikum pengantar virologi tumbuhan ini bertujuan untuk mengetahui
dan mempelajari mengenai virus CMV (Cucumber Mosaic Virus) dan ada juga
TMV (Tobacco mosaic virus) yang inangnya tanaman mentimun dan dampak
serangnya, beserta gejala yg ditimbulkan. Dan bagai mana cara pembuatan SAP
tanaman sakit yang diinokulasikan ke tanaman mentimun yang sehan dan dan
dapat mengetahui bagaimana tahapan gejala virus itu dapat berkembang pada
tanaman tersebut.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Mentimun
Tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) termasuk dalam tumbuhan
merambat atau merayap ini merupakan salah satu jenis tanaman sayuran buah dari
keluarga labulabuan (Cucurbitaceae) yang sudah sangat popular diseluruh dunia
dan digemari masyarakat luas. Para ahli tanaman memastikan daerah asal tanaman
mentimun adalah India, tepatnya di Lereng Gunung Himalaya, berikut merupakan
klasifikasi tanaman mentimun : Kingdom : Plantae, Disvisi : Spermatophyta, Sub-
divisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo : Cucurbitales Family :
Cucurbitaceae, Genus : Cucumis, Spesies : Cucumis sativa L. (Sabaruddin et al.,
2012).
Mentimun yang ditanam secara umum dapat ditanam di dataran rendah,
medium dan tinggi tergantung varietasnya. Varietas mentimun yang digunakan
adalah varietas mentimun hibrida F1 dengan nama bibit benih Roman. Benih
Roman merupakan sayuran jenis mentimun hijau hibrida F1 dari benih pertiwi.
Mentimum merupakan keluarga cucurbitacea yang berasal dari Asia Utara dan
terkenal di seluruh dunia. Tanaman ini termasuk dalam kategori tanaman semusim
yang tumbuh dengan cara menjalar dan dapat ditanam pada dataran rendah
ataupun tinggi dengan ketinggian berkisar 0 – 1000 m di atas permukaan laut
(Sabaruddin et al., 2012).
Mentimun sendiri memiliki batang yang basah, berbulu serta berbuku-
buku. Panjang atau tinggi tanamannya mencapai 50 – 250 cm dengan sulur di sisi
tangkai daun, daunnya berbentuk bulat lebar serta perakarannya tunggang tetapi
daya tembusnya relatif dangkal sekitar 30 – 60 cm (Amin, 2015).
Mentimun termasuk tanaman semusim (annual) yang bersifat menjalar
atau memanjat dengan perantaran pemegang yang berbentuk pilin (spiral).
Cabang-cabang samping yang tumbuh pada ruas kesatu hingga kelima perlu
dibuang, sedangkan cabang anakan yang tumbuh pada ruas keenam tetap
dibiarkan tumbuh (Aprilia, 2014).
B. Virus Pada Tanaman Mentimun
C. Cara Kerja
A.Hasil
Sebagai
pembanding
SAP 2 minggu -
bunga Tidak
menimbulkan
gejala
C. Pembahasan
A.Kesimpulan
B.Saran
Arsyiogi, B., Nadrawati, N., & Tri, S. (2014). Mortalitas Aphis Craccivora
Koch.Pada Beberapa Konsentrasi Beauveria Bassiana Balsamo Pada
Tanaman Kacang Panjang (Doctoral dissertation, Universitas Bengkulu).
Putu, P. N., Farida Hanum, dan Eka Pasmidi Ariati. 2018. Kejadian Penyakit
Mosaik Dan Varietas Tahan Cucumber Mosaic Virus (CMV) Penyebab
Penyakit Mosaik pada Tanaman Mentimun.
Taufik, M., Rahman. A., Wahab. A., dan Hidayat. S.H. 2010. Mekanisme
Ketahanan Terinduksi oleh Plant Growth Promotting Rhizobacteria
(PGPR) pada Tanaman Cabai Terinfeksi Cucumber Mosaik Virus (CMV).
Jurnal Hortikultura. 20 (3):274-283.
A. Latar Belakang
Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) termasuk tanaman yang
tumbuh membelit. Banyak petani membudidayakan kacang panjang karena
menghasilkan buah atau polong yang berguna sebagai sayuran. Budidaya kacang
panjang pada umumnya dilakukan pada lahan kering yang sumber airnya dari air
hujan sehingga frekuensi dan distribusi curah hujan memegang peranan yang
sangat penting (Buludin dkk., 2012).
Tanaman kacang-kacangan dapat meningkatkan kesuburan tanah, karena
akar-akarnya bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium yang mampu mengikat
Nitrogen (N2) dari udara. Nitrogen tersebut berfungsi untuk memperbaiki
kesuburan tanah sehingga tanah yang sudah berkurang kesuburannya dapat
diperbaiki dan ditanami kembali. Kacang panjang yang berbentuk perdu, bersifat
memanjat dengan membelit, sudah lama dibudidayakan oleh orang Indonesia.
Kacang panjang dulunya pertama kali berasal dari India dan Afrika. Kemudian
menyebar penanamannya ke daerah-daerah Asia Tropika hingga ke Indonesia
(Astri, 2013).
Pada tahun 2014, luas panen dan produksi kembali mengalami penurunan
yaitu luas panen menjadi 72.448 ha dan produksi 450.709 ton, namun
produktifitas mengalami peningkatan menjadi 6,22 ton.ha-1 . Jika dilihat pada
data tahun 2014, bahwa luas panen mengalami penurunan sementara itu
produktivitas mengalami peningkatan artinya telah terjadi peningkatan produksi
persatuan luas akibat penggunaan varietas tanaman unggul dan sistem budidaya
yang lebih efektif. Penyakit yang sering dijumpai adalah penyakit virus, yang
disebabkan oleh mosaik virus. Luas panen, produksi dan produktivitas kacang
panjang di Indonesia pada tahun 2012 - 2014 adalah pada tahun 2012 luas panen
75.739 ha, produksi sebesar 455.562 ton dengan produktivitas 6,01 ton.ha-1 ,
tahun 2013 luas panen kacang panjang meningkat sebesar 76.209 ha, namun
produksi dan produktivitas menurun masing masing produksi 450.859 ton dengan
produktivitas 5,92 ton.ha-1 menurut data dari BPS (2015) dalam Handayati et al.,
(2016).
Salah satu faktor pembatas dalam peningkatan produktivitas kacang
panjang adalah kehilangan hasil yang tinggi akibat penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh virus. Virus merupakan patogen yang banyak dilaporkan
menginfeksi pertumbuhan tanaman kacang panjang. Beberapa virus yang
menyerang tanaman kacang panjang yaitu[ virus mosaik yang disebabkan oleh
Bean common mosaic virus (BCMV), Bean yellow mosaic virus (BYMV) dan
Cowpea aphid-borne mosaic virus (CABMV), daun kecil kacang panjang
(Cowpea witches-broom virus) dan puru akar (Meloidogyne sp.) (Anwar et al.,
2005; Haryanto et al., 2010).
A. craccivora. merupakan hama serangga penting dari tanaman kacang
panjang. Pada tanaman kacang panjang tidak ada resistensi genetik alami terhadap
serangga penghisap getah ini. Aphid merupakan hama utama pada tanaman
kacang panjang yang dapat menurunkan hasil produksi hingga 60 %. Apabila
gangguan OPT seperti hama dapat ditekan, maka hasil dari produksi dapat
ditingkatkan secara kuantitas maupun kualitasnya (Syahrawati, Hamid and
Andalas, 2010).
Aphis craccivora (Hemiptera: Aphididae) ialah hama utama pada tanaman
legum dan sebagian besar tersebar didaerah tropis dimana kacang panjang
ditanam. A. craccivora merupakan hama serangga penting dari tanaman kacang
panjang. Pada tanaman kacang panjang tidak ada resistensi genetik alami terhadap
serangga penghisap getah ini (Kamphuis et al., 2012).
Pengendalian aphid pada tingkat petani, biasanya dengan mengaplikasikan
pestisida. Pengaplikasian pestisida dilakukan sejak tanaman berumur 15-60 hari
dan interval penyemprotan 3-10 hari sekali. Dengan pengaplikasian A. craccivora
dapat dikendalikan, dan mencegah menurunnya produksi kacang panjang sekitar
15,87% . Namun pengendalian aphid dengan cara ini dinilai kurang sehat terhadap
lingkungan, peningkatan resistensi hama, dan juga keamanan konsumen
(Kamphuis et al., 2012).
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui kutu daun (Aphis
craccivora) merupakan vektor dari tanaman kacang panjang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
B. Bahan Praktikum
Bahan yang digunakan dalam praktikum rearing kutu daun (Aphis
craccivora) ini adalah yaitu benih kacang panjang yang sehat, kutu daun (Aphis
craccivora), media tanam, kertas saring, air, daun keladi kecil. Sedangkan bahan
yang digunakan dalam inokulasi virus menggunakan vektor ini adalah kutu daun
hasil rearing, air, daun tanaman kacang panjang sakit dan tanaman kacang panjang
sehat.
C. Alat Praktikum
Alat yang digunakan dalam praktikum rearing kutu daun (Aphis
craccivora) ini adalah polybag, gelas plastik\cawan petri sungkup, kuas.
Sedangkan alat yang digunakan dalam inokulasi virus menggunakan
vektor ini adalah kuas kecil, cawan petri, sungkup.
D. Cara Kerja
a. Rearing Kutu Daun (Aphis craccivora)
Dilakukan penanaman benih kacang panjang, setelah itu diletakkan,
dilrtakkan 1 atau 2 lembar daun keladi kecil dalam cawan petri yang sudah dialasi
kertas saring lembab, kemudian dipindahkan kutu daun dewasa tanpa sayap ke
atas daun keladi dengan kuas yang sudah dibasahi dengan air, lalu cawan petri
ditutup. Setelah beberapa jam atau paling lama satu hari kemudian diamati dengan
menghitung nimfanya yang lahir.
b. Inokulasi Virus Menggunakan Vektor
Dipindahkan kutu daun hasil rearing ketanaman sakit (sumber inokulum).
Setelah itu diberi periode makan akuisisi selama 1-5 menit (mulai dihitung setelah
kutu daun memasukkan stiletnya dan ditandai dengan kutu daun sudah diam).
Kemudian vektor yang sudah memperoleh virus (viruliferous) dipindahkan
ketanaman sehat dan diberi periode makan secara akuisisi selama 60 detik.
Setelah itu, dibunuh vektor secara mekanis dan diamati kapan muncul gejala.
Pemindahan vektor kutu daun menggunakan kuas kecil yang dilembabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Astri, A. 2013. Teknologi Budidaya Kacang Panjang. Penyuluh Pertanian BPTP
Borowiak-Sobkowiak, B. 2017. Effect of temperature on the biological
parameters of Aphis craccivora (Hemiptera: Aphididae) on Robinia
pseudoacacia. REDIA, 100: 65-71.
Buludin, La. O. S dan N. W. S. Suliartini. 2012. Pengaruh Residu Bahan Organik
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Panjang (Vigna
sinensis. L) Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo. ISSN : 2087- 7706
Vol.2. Hal. 1-3.
Damayanti TA, Alabi OJ, Naidu RA, & Rauf A. 2014. Severe outbreak of a
yellow mosaic disease on the yard long bean in Bogor, West Java. Hayati
J. Biosci. 16(2): 78-82.
Flores-Estévez N., J. A. Acosta-Gallegos, L. Silva- Rosales. 2003. Bean common
mosaic virus and Bean common mosaic necrosis virus in Mexico. Plant
Dis. 87(1):21–25. DOI: h t t p : / / d x . d o i . o rg / 1 0 . 1 0 9 4 /
PDIS.2003.87.1.21.
Haryanto E, Suhartini T, & Rahayu E. 2010. Budi Daya Kacang Panjang. Penebar
Swadaya, Jakarta
Kamphuis L G, Gao L, dan Singh K B. 2012. Identification And Characterization
Of Resistance To Cowpea Aphid (Aphis craccivora Koch) In Medicago
Truncatula. 12:101
M. Mathew, C. Nair, T. Shenoy, J. Varghese. 2011. Preventive and curative
effects of Acalypha indica on acetaminophen-induced hepatotoicity. Int. J.
Green Pharm. 5 : 49-54.
Masuna, E, D., H, L, J, Tansale. H, Hetharie. 2013. Studi Kerusakan Serangan
Hama Utama Pada Tanaman Kacang Tunggak (Unguilata). Budidaya
pertanian, 9(2): 95-98. Palangka Raya. Kalimantan Tengah.
Plantamor. 2018. Kacang Panjang (Vigna sinensis). (Online).
http://plantamor.com/species/info/vigna/sinensis. Diakses pada tanggal 14
Agustus 2018.
Puji, A., M. Napitupulu, dan B. Zaevie. 2013 Respon Tanaman Kacang Panjang
(Vigna sinensis.L) terhadap Pemberian Pupuk NPK Pelangi dan Pupuk
Organik Cair Nasa. Fakultas Pertanian Universitas 17 Agustus 1945.
Samarinda
RISMAYANI, R., RUBIYO, R., & DEWI IBRAHIM, M. S. (2013). Dinamika
populasi kutu tempurung (Coccus viridis) dan kutudaun (Aphis gossypii)
pada tiga varietas kopi arabika (Coffea Arabica). Industrial Crops
Research Journal, 19(4), 159-166.
Samsudin, Maharani C. 2020. Pengaruh kultur teknis terhadap serangan hama dan
penyakit pada tanaman kacang panjang di Kecamatan Lempuing
Kabupaten Ogan KomeringIlir. Jurnal Planta Simbiosa. 68 (1): 1–12.
Susetio H. 2011. Penyakit Mosaik Kuning Kacang Panjang: Respons Varietas
Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Dan Efisiensi Penularan Melalui
Kutudaun (Aphis Craccivora Koch.). [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor:
Bogor.
Syahrawati M, Hamid H, dan Andalas U. 2010. Coccinellidae Predator Pada
Pertanaman Sayuran Di Kota Padang. [Diversitas] Universitas Andalas:
Padang
Udayashankar, A. C., S. C. Nayaka, H. B. Kumar, C. N. Mortensen, H. S. Shetty,
& H. S. Prakash. 2010. Establishing inoculum threshold levels for Bean
common mosaic virus strain Blackeye cowpea mosaic infection in cowpea
seed. African J. Biotech. 9 (53): 8958–8969.
Waluyo B, dan Kuswanto. 2019. Model Pendugaan Jumlah Aphid (Aphis
craccivora Koch) Secara In Situ Pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna
sesquipedalis L. Fruwirth). 1794(1).