Anda di halaman 1dari 8

Adaptasi Beberapa Varietas Unggul Baru Padi Sawah

Tahan Penyakit Tungro di Kabupaten Manokwari


Subiadi, Surianto Sipi, Hiasinta F.J. Motulo
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, Jl. Base Camp – Arfai Gunung Kompleks
Perkantoran Pemda provinsi Papua Barat
Email : subiadisaide@gmail.com

Abstrak

Salah satu teknik pengendalian penyakit tungro adalah dengan penggunaan varietas tahan.
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan 1 atau lebih varietas unggul baru padi sawah tahan
penyakit tungro yang sesuai untuk ditanam di Kabupaten Manokwari. Penelitian dilaksanakan di
Distrik Sidey Kabupaten Manokwari Papua Barat pada bulan Februari - Juni 2015. Penelitian
menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari 5
varietas unggul padi sawah yaitu Inpari 4, Inpari 7, Inpari 8, Inpari 9, dan Ciherang (pembanding).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Inpari 4, Inpari 7, Inpari 8, dan Inpari 9 sesuai untuk ditanam
di lokasi Sidey Kabupaten Manokwari dengan nilai indek tungro < 200 sedangkan varietas
Ciherang tidak sesuai ditanam di daerah yang terserang penyakit tungro (nilai indek tungro > 200).

Kata kunci : Padi, tungro, varietas.

Pendahuluan
Penyakit tungro dilaporkan merupakan salah satu penyakit yang sangat merusak dan
menyebabkan kehilangan hasil yang tinggi pada tanaman padi. Infeksi pada stadia tanaman yang
muda dapat menyebabkan kehilangan hasil yang sangat tinggi bahkan puso (Suparyono et al.,
2008). Penyakit tungro menyebabkan gagal panen dan kerugian mencapai 25 milliar rupiah terjadi
pada tahun 1994-1995 di Provinsi Jawa Timur dan Jawa tengah (Hasanuddin et al., 1999), di India
kehilangan hasil mencapai 23 -53% (Muralidharan et al., 2003).
Penyebaran penyakit tungro tidak hanya di Indonesia tetapi juga di beberapa negara Asia
lainnya seperti India, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand (Ling, 1972 ; Suranto, 2004).
Kata “tungro” diartikan sebagai pertumbuhan yang terhambat dan dikenal sebagai “Penyakit
Merah” di Malaysia, “yellow-orange leaf” di Thailand, “Mentek atau Habang” di Indonesia,
“Accepna pula” di Filipina (Bunawan et al., 2014). Ledakan penyakit tungro dilaporkan telah
terjadi di beberapa negara seperti India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Cina, Thailand, dan
Bangladesh. Sebagai salah satu penyakit yang paling merusak, penyakit tungro menyebabkan
kehilangan hasil setiap tahunnya sekitar 5% - 10% di Asia Selatan dan Asia Tenggara (Dai &
Beachy, 2009).
Penyebaran tungro di Indonesia awalnya terbatas di beberapa daerah di Sulawesi
Selatan, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara, namun kemudian meluas
ke Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta (Satomi, 1972). Penyakit tungro ini di Irian Jaya
mulai menyerang pada tahun 1985 (Bagian Proyek Informasi Pertanian Irian Jaya, 1986) dan
sebuah program inspeksi dan karantina dari Australia (the Australian Quarantine and Inspection
Service (AQIS) bekerja sama dengan pemerintah Indonesia mengkonfirmasi tentang keberadaan
Rice tungro bacilliform virus (RTBV) di irian Jaya pada April 1999 (Davis et al., 2000).
Tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda, yaitu virus bentuk batang Rice
tungro bacilliform virus (RTBV) dan virus bentuk bulat Rice tungro spherical virus (RTSV).
RTBV berdiameter 35 x 150-350 nm dengan panjang 100.300 nm dan RTSV berdiameter 30 nm
(Hibino et al., 1978 ; Omura et al., 1983). Kedua jenis virus tersebut tidak memiliki kekerabatan

142 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian


Banjarbaru, 20 Juli 2016
serologi dan dapat menginfeksi satu sel tanaman secara bersama-sama tanpa mengakibatkan
proteksi silang antara keduanya (Mukhopadhyay, 1995).
Virus tungro hanya ditularkan oleh wereng hijau secara semi persisten, tidak terjadi
multiplikasi virus di dalam tubuh vektor, dan tidak terbawa pada keturunannya (Hibino &
Cabunagan, 1986; Muhsin & Widiarta, 2009). Terdapat lima spesies wereng hijau yang dapat
menularkan virus tungro yaitu Nephotettix virescens, N. nigropictus, N. malayanus, N. parvus, dan
Recilia dorsalis (Rivera et al., 1968; Dahal et al., 1990). Wereng hijau menularkan virus tungro
dengan efisiensi yang berbeda-beda dan N. virescens merupakan vektor terpenting karena efisiensi
penularannya paling tinggi (Sogawa, 1976; Siwi & Suzuki, 1991), termasuk di beberapa provinsi
di Indonesia yang endemik penyakit tungro (Widiarta et al., 2014).
Keberadaan penyakit tungro yang tinggi dapat disebabkan karena pola tanaman yang
tidak serempak, sehingga tersedia makanan bagi vektor secara terus menerus, keadaan curah hujan
yang cukup tinggi, suhu optimum (20°C - 30°C) selama pertanaman. Ketersediaan inang, curah
hujan dan suhu tersebut merupakan keadaan ideal untuk memberi peluang berkembangnya vektor
N. Virescens (Pakki, 2011). Tanam serempak membatasi waktu ketersediaan tanaman sakit dan
kesempatan perkembangan wereng hijau (Widiarta, 2014).
Keberhasilan dalam sistim monitoring tergantung pada kemampuan menetapkan deteksi
awal keberadaan vektor sebelum terjadi ledakan (Othman et al., 1999). Penggunaan insektisida
untuk mengendalikan vektor tidak efektif (Villareal, 1999). Pengendalian penyakit tungro secara
preventif dapat dilakukan dengan pengaturan waktu tanam atau penggunaan tanaman resisten
(Holt et al., 1996).
Di Kabupaten Manokwari terdapat dua kecamatan (distrik) yaitu Distrik Masni dan Sidey
yang endemik penyakit tungro. Pengamatan dan observasi di lapangan terlihat bahwa kondisi
pertanaman padi di kabupaten Manokwari khususnya Distrik Sidey banyak terserang penyakit
tungro disebabkan oleh sistem tanam yang tidak serempak, dan varietas yang ditanam rentan
terhadap serangan penyakit tungro. Produktivitas GKG padi sawah di Sidey tahun 2013 dan 2014
hanya 1,5 – 2,5 ton/ha (komunikasi pribadi). Salah satu penyebabnya adalah karena serangan
penyakit tungro.
Penanaman varietas tahan merupakan salah satu teknik pengendalian penyakit tungro
yang sangat efisien, murah, ramah lingkungan, dan paling mudah diadopsi petani selama wereng
hijau atau virus tungro belum beradaptasi (Sama et al., 1991; Praptana & Muliadi, 2013).
Penggunaan varietas tahan virus tungro dianjurkan untuk menggantikan varietas tahan wereng
hijau (Burhanuddin et al., 2006), penanaman varietas tahan wereng hijau tidak dapat bertahan
lama karena wereng hijau cepat beradaptasi pada varietas tersebut (Hasanuddin, 2008). Khusus
untuk varietas padi tahan penyakit tungro sudah tersedia di Indonesia, Philipina, India, dan
Banglades (Suparyono et al., 2008; Manzila et al., 2013). Varietas unggul baru tahan virus tungro
meliputi Tukad Unda, Tukad Balian, Tukad Petanu, Kalimas, Bondoyudo, Inpari 7 Lanrang, Inpari
8, dan Inpari 9 Elo untuk padi inbrida, sedangkan untuk padi hibrida adalah Hipa 3 dan Hipa 4
(Ladja & Widiarta, 2012).
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan 1 atau lebih varietas unggul baru padi sawah
tahan penyakit tungro yang sesuai untuk ditanam di Kabupaten Manokwari dan keluaran yang
diharapkan yaitu diperolehnya 1 atau lebih varietas unggul padi sawah tahan penyakit tungro yang
sesuai untuk ditanam di lokasi yang endemik penyakit tungro di Kabupaten Manokwari.

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 143


Banjarbaru, 20 Juli 2016
Metodologi
Penelitian dilaksanakan pada Februari – Juni tahun 2015 di Distrik Sidey Kabupaten
Manokwari. Setiap varietas ditanam dilahan petani sebagai ulangan sebanyak 3 petani (3 ulangan)
dengan luas lahan 0,75 hektar per petani.
Parameter pengamatan untuk melihat tingkat ketahanan varietas terhadap penyakit
tungro meliputi;
a. Kerapatan populasi wereng hijau dengan 10 kali ayunan ganda pada 2, 4, 6, dan 8 minggu
setelah tanam (MST).
b. Infeksi penyakit tungro (%) diamati pada 2, 4, 6, dan 8 minggu setelah tanam (MST) dengan
15 tanaman sampel yang diambil secara acak sistematik pada setiap perlakuan per ulangan
dan ditentukan dengan rumus menurut Azzam et al. (2000) sebagai berikut :

Rentang kejadian (infeksi) penyakit tungro menurut Azzam et al. (2000) adalah; tahan
(I = 0 - 30%), moderat (I = 31 - 60%), dan peka (I = 61 - 100%).
c. Indeks penyakit tungro diamati pada umur tanaman 8 minggu setelah tanam (MST) dan
dinilai dengan skor menurut Azzam et al. (2000) sebagai berikut :
Skor 1 = 0% tidak ada gejala serangan
3 = 1-10% terserang, kerdil dan belum menguning
5 = 11-30% terserang, kerdil dan agak menguning
7 = 31-50% terserang, kerdil dan menguning
9 = > 50% terserang, kerdil dan oranye
Berdasarkan skala keparahan gejala penyakit tersebut kemudian dihitung indeks
penyakit tungro dengan rumus sebagai berikut :

dimana, Di = Indeks penyakit tungro


n = jumlah rumpun yang terserang tungro dengan skala tertentu
tn = total rumpun yang diskala (diamati)
Sedangkan rentang indeks penyakit tungro (Di) menurut Azzam et al. (2000) adalah ;
tahan (Di = 0-3), moderat (Di = 4-6), dan peka (Di = 7-9).

Hasil dan Pembahasan


Hasil penelitian uji adaptasi beberapa varietas unggul baru padi inbrida tahan penyakit
tungro di wilayah endemis yang dilaksanakan selama 1 musim tanam menunjukkan bahwa di
wilayah sekitar pertanaman penelitian pada area persawahan petani ditemukan intensitas penyakit
tungro yang tinggi. Ini menunjukkan bahwa ketersediaan sumber inokulum penyakit tungro cukup
ideal sebagai sumber infeksi tungro di lapangan.

144 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian


Banjarbaru, 20 Juli 2016
Tabel 1. Rata-rata kepadatan populasi wereng hijau dan infeksi penyakit tungro pada beberapa
varietas padi sawah di Distrik Sidey Kabupaten Manokwari.

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST


Varietas WH WH WH WH
I (%) I (%) I (%) I (%)
(ekor) (ekor) (ekor) (ekor)
Ciherang 1a 0 6a 53,3 15 a 77,78 17 a 79,63
Inpari 4 1a 0 7a 20,74 24 a 37,41 35 a 37,41
Inpari 7 1a 0 4a 11,11 23 a 31,11 11 a 31,11
Inpari 8 0a 0 3a 6,67 9a 25,19 11 a 31,85
Inpari 9 1a 0 2a 14,81 9a 19,26 10 a 35,56

Populasi wereng hijau ditemukan pada semua varietas yang ditanam. Ini menunjukkan
bahwa ada potensi terjadinya serangan penyakit tungro pada semua varietas jika sumber penyakit
(inokulum) tersedia di lapangan tergantung tingkat ketahanan varietas terhadap penyakit tungro.
Populasi wereng hijau mulai ditemukan pada 2 minggu setelah tanam (MST) dengan
rata-rata 1 ekor per 10 kali ayunan ganda jaring serangga kecuali pada varietas Inpari 8 tidak ada
wereng hijau yang tertangkap dengan jaring serangga. Populasi mulai meningkat pada 4 MST dan
populasi tertinggi ditemukan pada varietas Inpari 4 (7 ekor) dan terendah pada Inpari 9 (2 ekor).
Begitu pula dengan gejala infeksi penyakit tungro yang mulai teramati pada 4 MST. Kepadatan
populasi tertinggi wereng hijau ditemukan pada 8 MST yaitu 35 ekor dengan tingkat infeksi
penyakit tungro 37,41% pada Inpari 4 dan 17 ekor dengan tingkat infeksi penyakit tungro 79,63%
pada varietas pembanding (Ciherang). Secara keseluruhan, infeksi penyakit tungro tertinggi
ditemukan pada varietas Ciherang mulai dari 4 MST sampai dengan 8 MST. Hasil ini
menunjukkan bahwa kepadatan populasi tidak berbanding lurus dengan tingkat infeksi penyakit
tungro di lapangan. Sehingga seberapa besar tingkat infeksi penyakit tungro tergantung pada
tingkat ketahanan varietas yang ditanam. Karena menurut Widiarta et al. (2001), bahwa kepadatan
populasi wereng hijau yang rendah tetap efektif menyebarkan virus tungro.
Tabel 2. Keberadaan (infeksi) penyakit tungro (%) dan indeks penyakit tungro pada beberapa
varietas padi sawah di Distrik Sidey Kabupaten Manokwari.

Infeksi Penyakit tungro Indeks Penyakit Tungro


Varietas Indeks Sifat Kesesuian
% Sifat Ketahanan
Penyakit Ketahanan
Ciherang 79,63 b Peka 4,98 b moderat -
Inpari 4 37,41 a Moderat 2,59 a tahan +
Inpari 7 31,11 a Moderat 2,24 a tahan +
Inpari 8 31,85 a Moderat 2,32 a tahan +
Inpari 9 35,56 a Moderat 2,42 a tahan +

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa semua varietas yang ditanam


terserang penyakit tungro dengan tingkat keberadaan (infeksi) dan indeks keparahan yang berbeda
tergantung varietas. Tanaman yang terserang penyakit tungro menunjukkan gejala perubahan
warna daun menjadi kuning hingga kuning-orange.
Timbulnya penyakit tungro ditentukan oleh adanya vektor (wereng hijau) yang
menularkan dan sumber inokulum. Infeksi penyakit tungro tertinggi terjadi pada varietas Ciherang

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 145


Banjarbaru, 20 Juli 2016
yang merupakan varietas yang selalu terdapat di lapangan pada setiap musim tanam pada 5 tahun
terkahir di Distrik Sidey Kabupaten Manokwari. Berdasarkan nilai insiden penyakit tungro, semua
varietas memiliki ketahanan moderat terhadap penyakit tungro kecuali varietas Ciherang yang
bersifat peka. Namun berdasarkan nilai indeks penyakit tungro, semua varietas yang ditanam
bersifat tahan terhadap penyakit tungro kecuali varietas Ciherang yang ketahanannya bersifat
moderat. Menurut Praptana & Yasin (2008), bahwa epidemi penyakit tungro dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu; 1) tanaman yaitu tingkat ketahanan varietas, keseragaman genetik varietas
pada suatu wilayah, tipe dan stadia tanaman, 2) virus tungro yaitu ketersediaan sumber inokulum,
variasi dan virulensi strain virus tungro), 3) wereng hijau sebagai vektor yaitu fluktuasi populasi
wereng hijau, kepadatan populasi vektor infektif, variasi biotipe, dan efisiensi penularan virus
tungro oleh wereng hijau), 4) kondisi lingkungan yaitu iklim, suhu dan kelembaban, dan 5)
praktek budi daya.
Suatu varietas dikategorikan tidak sesuai untuk ditanam di suatu daerah yang terserang
penyakit tungro bila indek tungro ≥ 200 yaitu perkalian antara keberadaan atau infeksi penyakit
tungro dengan rata-rata nilai skala gejala/indeks penyakit (Widiarta, 2006). Berdasarkan tabel 2,
varietas Ciherang mengalami infeksi (keberadaan) penyakit tungro 79,63% dengan skala gejala
(indeks) penyakit 4,98 sehingga indek tungro = 396,5 dan >200. Hal ini berarti bahwa varietas
Ciherang tidak sesuai untuk ditanam di daerah Sidey yang keberadaan penyakit tungro selalu ada
pada setiap musim tanam. Sedangkan keempat varietas lainnya yaitu Inpari 4, Inpari 7, Inpari 8,
dan Inpari 9 dengan nilai indek tungro masing-masing 96,89; 69,68; 73,89; 86,05 (indek tungro <
200) dan sesuai untuk ditanam di daerah yang terserang penyakit tungro.
Skala keparahan penyakit tungro tertinggi terdapat pada varietas Ciherang dengan nilai
skala rata-rata 4,98 dengan ciri gejala kerdil dan agak menguning. Hal ini menunjukkan bahwa
RTBV dan RTSV menginfeksi secara bersama-sama. Menurut Azzam & Chancellor (2002),
Tanaman padi yang terinfeksi oleh RTBV dan RTSV secara bersama-sama akan menyebabkan
tanaman kerdil dan perubahan warna daun menjadi kuning-orange. Tanaman padi yang hanya
terinfeksi RTBV menyebabkan tanaman agak kerdil dan beberapa daun menguning. Tanaman
yang hanya terinfeksi RTSV tidak menunjukkan gejala khas tungro dan kelihatan seperti tanaman
sehat. Serangga vektor dapat menularkan hanya RTSV, tetapi tidak dapat menularkan RTBV tanpa
kehadiran RTSV. Demikian juga dengan Zenna et al. (2006), bahwa RTBV berkorelasi positif
dengan nilai indeks penyakit, dan Chong et al. (2015), bahwa RTBV yang menginfeksi tanaman
pada musim sebelumnya juga tidak bertahan lama apabila tanaman padi atau tanaman inang
lainnya tidak secara kontinyu ada di lapangan.

Kesimpulan
Varietas Ciherang yang selalu ada di lapangan pada setiap musim tanam di Distrik
Sidey Provinsi Papua Barat telah menunjukkan kepekaan terhadap penyakit tungro dan perlu
introduksi varietas yang memiliki ketahanan terhadap penyakit tungro. Varietas unggul baru padi
sawah yang diuji adaptasikan yaitu Inpari 4, Inpari 7, Inpari 8, dan Inpari 9 sesuai untuk ditanam
di lokasi Sidey Kabupaten Manokwari karena terbukti memiliki ketahanan terhadap penyakit
tungro di daerah tersebut.

146 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian


Banjarbaru, 20 Juli 2016
Daftar Pustaka
Azzam, O., Cabunagan, RC., & Chancellor, T. 2000. Methods for evaluating resistance to rice
tungro disease. IRRI Discussion Paper Series No. 38. Makati City (Philippines):
International Rice Research Institute. 40p.

Azzam, O., & Chancellor, T.C.B. 2002. The Biology, Epidemiology,and Management of Rice
Tungro Disease in Asia. Plant Disease 86 (2): 88 – 100.

Bagian Proyek Informasi Pertanian Irian Jaya. 1986. Tungro dan Pengendaliannya. Jayapura, Irian
Jaya. 21 hal.

Bunawan, H., Dusik, L., Bunawan, SR., & Amin, NM. 2014. Rice Tungro Disease: From
Identification to Disease Control. World Applied Sciences Journal 31 (6): 1221 – 1226.

Burhanuddin, Widiarta, I.N., dan Hasanuddin, A. 2006. Penyempurnaan pengendalian terpadu


penyakit tungro dengan strategi menghindari infeksi dan pergiliran varietas tahan. Jurnal
HPT Tropika 6(2) : 92-99.

Chong, J., Yee, SF., & Eng L. 2015. Rice Tungro Disease in Sarawak: Past and Present Status.
Pakistan Journal of Biological Science 18 (6): 285 – 289.

Dahal, G., H. Hibino, and R.C. Saxena. 1990.Association of leafhopper feeding behavior with
transmission of rice tungro to susceptible and resistant rice cultivar. Phytopathology
80:371-377.

Davis R.I., J.N. Parry, A.D.W. Ceerlng, J.E. Thomas, & S. Rahamma, 2000. Confirmation of the
presence of Rice tungro bacilliform virus in Papua (formerly Irian Jaya), Indonesia.
Australasian Plant Pathology (2000) 29: 223.

Dai, S. and R.N. Beachy, 2009. Genetic engineering of rice to resist rice tungro disease. In Vitro
Cellular Dev. Biol.-Plant, 45: 517-524.

Hasanuddin, A., Widiarta, I.N., and Yulianto. 1999. Improving IPM Technology for Rice Tungro
Disease in Indonesia, in Rice Tungro Disease Management, T. C. B. Chancellor, O.
Azzam and K. Heong, Ed. International Rice Research Institute, Manila, Philippines,
1999, pp. 129-137.

Hasanuddin, A. 2008. Perbaikan ketahanan varietas padi terhadap penyakit tungro. Iptek Tanaman
Pangan 3(2) : 215-228.

Hibino H, Roechan M, Sudarisman S. 1978. Association of two types of virus particles with
penyakit habang (tungro disease) of rice in Indonesia. Phytopathology. 68: 1412–1416.

Hibino, H. and R.C. Cabunagan. 1986. Rice tungro associated viruses and their relation to host
plants and vector leafhopper. Trop.Agr. Res. Ser. 19:173-182.

Holt, J., T.C.B., Chancellor, D. R. Reynolds, and E.R. Tiongco, 1996. Risk assessment for rice
planthopper and tungro disease outbreaks. Crop Protection 15(4) :359-368.

Ladja, F.T. dan Widiarta, I.N. 2012. Varietas unggul baru padi untuk mengantisipasi ledakan
penyakit tungro. Iptek Tanaman Pangan 7(1) : 18-24.

Ling, K.C. 1972. Rice viruse disease. IRRI, Los Banos, Philippines. 142p.

Muhsin, M. dan Widiarta, I.N. 2009. Patosistem, Strategi, dan Komponen Teknologi Pengendalian
Tungro pada Tanaman Padi. Iptek Tanaman Pangan 4(2) : 202-221.

Manzila, I., Priyatno, T.P., dan Hanarida. 2013. Ketahanan Galur Padi Hibrida Potensi Hasil
Tinggi Terhadap Penyakit Tungro. Jurnal Fitopatologi Indonesia 9(3): 77 – 83.

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 147


Banjarbaru, 20 Juli 2016
Muralidharan, K., Krishnaveni, D., Rajarajeswari, N.V.L., and Prasad, A.S.R. 2003. Tungro
Epidemics and Yield Losses in Paddy Fields in India. Current Science 85 (8): 1143 –
1147.

Mukhopadhyay, A.N. 1995. Rice tungro. In: U.S. Sing, A.N. Mukhopadhyay, J.Kumar,
H.S.Chaube (eds.). Plant Disease of International Importance. Vol. 1. Disease of cereals
and pulse. Prentice May. New Jersey.

Omura, T., Y. Saito, T. Usugi, and H. Hibino. 1983. Purification and serology of rice tungro
spherical and rice tungro bacilliform viruses. Ann. Phytopathol. Soc. Jpn. 49:73-76.

Othman, A.B., M. J. Azizah, and A. T. Jatil. 1999. Surveillance scheme for tungro forecasting in
Malaysia, in : T.C.B.Chancellor, O. Azzam and K.Heon. Rice Tungro Disease
Management. International Rice Research Institute, Manila, Philippines. pp. 84-92.

Pakki S., 2011. Variabilitas Penyakit Tungro Pada Beberapa Varietas Unggul Padi Inbrida Di
Wilayah Endemis. Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi
Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tanggal 7 Juni
2011 di Hotel Singgasana Makassar.

Praptana R.H. & Yasin M, 2008. Epidemiologi dan Strategi Pengendalian Penyakit Tungro. Iptek
Tanaman Pangan 3(2) : 184-204.

Praptana, R.H. dan Muliadi, A. 2013. Durabilitas ketahanan varietas padi terhadap penyakit
tungro. Iptek Tanaman Pangan 8(1) : 15-21.

Rivera, C.T., S.H. Ou, and D.M. Tantera. 1968. Tungro disease of rice in Indonesia. Plant Disease
52:122-124.

Sama, S., A. Hasanuddin, I. Manwan, R.C. Cabunagan and H. Hibino. 1991. Integrated rice tungro
disease management in South Sulawesi, Indonesia. Crop Prot. 10:34-40.

Satomi, H. 1972. Yellow dwarf disease of rice in Indonesia. Paper presented at SEAR Symposium
on Plant Disease in the Tropics. Yogyakarta, 11-15 September, 1972.

Siwi, S.S. and Y. Zusuki. 1991. The green leafhopper (Nephotettix spp.): vector of rice tungro
virus disease in SoutheastAsia, particularly in Indonesia and itsmanagement.
IndonesianAgriculturalResearch &Development. Journal 13(1 & 2)8-15.

Sogawa, K. 1976. Rice tungro virus and its vectors in tropicalAsia. Rev. Plant Protec. (9):25-46.

Suparyono, Catindiq JLA, Cabautan PQ, & Troung HX, 2008. Tungro.
http://www.knowledgebank.irri.org/training/fact-sheets/pest-
management/diseases/item/tungro. Diakses tanggal 9 Januari 2014.

Suranto. 2004. Pengelolaan virus tungro melalui pendekatan bioteknologi. Prosiding Seminar
Nasional Status Program Penelitian Tungro Mendukung Keberlanjutan Produksi Padi
Nasional. Makassar, 7-8 September 2004.

Villareal, S. 1999. Leafhopper control by insecticides is not the solution to the tungro problem in :
T.C.B.Chancellor, O. Azzam and K.Heon. Rice Tungro Disease Management.
International Rice Research Institute, Manila, Philippines. pp. 139-142.

Widiarta, I.N., Kusdiaman, D., dan Hasanuddin, A. 2001. Analisis dinamika populasi wereng hijau
Nephotettix virescens pada padi sawah dimusim kemarau dan musim hujan. Penelitian
Pertanian Tanaman Pangan 20(3):11-16.

Widiarta, I. N. 2006. Variasi efisiensi koloni wereng hijau dan virulensi inokulum tungro. hlm. 89-
106. Dalam A. Widjono, S. Bachrein, Hermanto, dan Sunihardi (Ed.). Risalah Seminar

148 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian


Banjarbaru, 20 Juli 2016
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan 2005. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Widiarta, I.N. 2014. Strategi pengendalian terpadu penyakit tungro berdasarkan dinamika populasi
vektor, patologi, dan epidemiologi virus. Jurnal Litbang Pertanian 33(2) : 61-68.

Widiarta, I.N., Bastian, A., & Pakki, S. 2014. Variation in Rice Tungro Virus Transmission Ability
by Green Leafhopper, Nephotettix virescens Distant (Homoptera : Cicadellidae) on Rice
Resistant Varieties. Indonesian J. Agric. Sci 15: 65 – 70.

Zenna, N., Sta Cruz, F., Javier, E., Duka, I., Barrion, A., & Azzam, O. 2006. Genetic Analysis of
Tolerance to Rice Tungro Bacilliform Virus in Rice (Oryza sativa L.) Through
Agroinoculation. Journal of Phytopathology, 154(4), pp. 197-203.

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 149


Banjarbaru, 20 Juli 2016

Anda mungkin juga menyukai