Abstrak
Salah satu teknik pengendalian penyakit tungro adalah dengan penggunaan varietas tahan.
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan 1 atau lebih varietas unggul baru padi sawah tahan
penyakit tungro yang sesuai untuk ditanam di Kabupaten Manokwari. Penelitian dilaksanakan di
Distrik Sidey Kabupaten Manokwari Papua Barat pada bulan Februari - Juni 2015. Penelitian
menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari 5
varietas unggul padi sawah yaitu Inpari 4, Inpari 7, Inpari 8, Inpari 9, dan Ciherang (pembanding).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Inpari 4, Inpari 7, Inpari 8, dan Inpari 9 sesuai untuk ditanam
di lokasi Sidey Kabupaten Manokwari dengan nilai indek tungro < 200 sedangkan varietas
Ciherang tidak sesuai ditanam di daerah yang terserang penyakit tungro (nilai indek tungro > 200).
Pendahuluan
Penyakit tungro dilaporkan merupakan salah satu penyakit yang sangat merusak dan
menyebabkan kehilangan hasil yang tinggi pada tanaman padi. Infeksi pada stadia tanaman yang
muda dapat menyebabkan kehilangan hasil yang sangat tinggi bahkan puso (Suparyono et al.,
2008). Penyakit tungro menyebabkan gagal panen dan kerugian mencapai 25 milliar rupiah terjadi
pada tahun 1994-1995 di Provinsi Jawa Timur dan Jawa tengah (Hasanuddin et al., 1999), di India
kehilangan hasil mencapai 23 -53% (Muralidharan et al., 2003).
Penyebaran penyakit tungro tidak hanya di Indonesia tetapi juga di beberapa negara Asia
lainnya seperti India, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand (Ling, 1972 ; Suranto, 2004).
Kata “tungro” diartikan sebagai pertumbuhan yang terhambat dan dikenal sebagai “Penyakit
Merah” di Malaysia, “yellow-orange leaf” di Thailand, “Mentek atau Habang” di Indonesia,
“Accepna pula” di Filipina (Bunawan et al., 2014). Ledakan penyakit tungro dilaporkan telah
terjadi di beberapa negara seperti India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Cina, Thailand, dan
Bangladesh. Sebagai salah satu penyakit yang paling merusak, penyakit tungro menyebabkan
kehilangan hasil setiap tahunnya sekitar 5% - 10% di Asia Selatan dan Asia Tenggara (Dai &
Beachy, 2009).
Penyebaran tungro di Indonesia awalnya terbatas di beberapa daerah di Sulawesi
Selatan, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara, namun kemudian meluas
ke Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta (Satomi, 1972). Penyakit tungro ini di Irian Jaya
mulai menyerang pada tahun 1985 (Bagian Proyek Informasi Pertanian Irian Jaya, 1986) dan
sebuah program inspeksi dan karantina dari Australia (the Australian Quarantine and Inspection
Service (AQIS) bekerja sama dengan pemerintah Indonesia mengkonfirmasi tentang keberadaan
Rice tungro bacilliform virus (RTBV) di irian Jaya pada April 1999 (Davis et al., 2000).
Tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda, yaitu virus bentuk batang Rice
tungro bacilliform virus (RTBV) dan virus bentuk bulat Rice tungro spherical virus (RTSV).
RTBV berdiameter 35 x 150-350 nm dengan panjang 100.300 nm dan RTSV berdiameter 30 nm
(Hibino et al., 1978 ; Omura et al., 1983). Kedua jenis virus tersebut tidak memiliki kekerabatan
Rentang kejadian (infeksi) penyakit tungro menurut Azzam et al. (2000) adalah; tahan
(I = 0 - 30%), moderat (I = 31 - 60%), dan peka (I = 61 - 100%).
c. Indeks penyakit tungro diamati pada umur tanaman 8 minggu setelah tanam (MST) dan
dinilai dengan skor menurut Azzam et al. (2000) sebagai berikut :
Skor 1 = 0% tidak ada gejala serangan
3 = 1-10% terserang, kerdil dan belum menguning
5 = 11-30% terserang, kerdil dan agak menguning
7 = 31-50% terserang, kerdil dan menguning
9 = > 50% terserang, kerdil dan oranye
Berdasarkan skala keparahan gejala penyakit tersebut kemudian dihitung indeks
penyakit tungro dengan rumus sebagai berikut :
Populasi wereng hijau ditemukan pada semua varietas yang ditanam. Ini menunjukkan
bahwa ada potensi terjadinya serangan penyakit tungro pada semua varietas jika sumber penyakit
(inokulum) tersedia di lapangan tergantung tingkat ketahanan varietas terhadap penyakit tungro.
Populasi wereng hijau mulai ditemukan pada 2 minggu setelah tanam (MST) dengan
rata-rata 1 ekor per 10 kali ayunan ganda jaring serangga kecuali pada varietas Inpari 8 tidak ada
wereng hijau yang tertangkap dengan jaring serangga. Populasi mulai meningkat pada 4 MST dan
populasi tertinggi ditemukan pada varietas Inpari 4 (7 ekor) dan terendah pada Inpari 9 (2 ekor).
Begitu pula dengan gejala infeksi penyakit tungro yang mulai teramati pada 4 MST. Kepadatan
populasi tertinggi wereng hijau ditemukan pada 8 MST yaitu 35 ekor dengan tingkat infeksi
penyakit tungro 37,41% pada Inpari 4 dan 17 ekor dengan tingkat infeksi penyakit tungro 79,63%
pada varietas pembanding (Ciherang). Secara keseluruhan, infeksi penyakit tungro tertinggi
ditemukan pada varietas Ciherang mulai dari 4 MST sampai dengan 8 MST. Hasil ini
menunjukkan bahwa kepadatan populasi tidak berbanding lurus dengan tingkat infeksi penyakit
tungro di lapangan. Sehingga seberapa besar tingkat infeksi penyakit tungro tergantung pada
tingkat ketahanan varietas yang ditanam. Karena menurut Widiarta et al. (2001), bahwa kepadatan
populasi wereng hijau yang rendah tetap efektif menyebarkan virus tungro.
Tabel 2. Keberadaan (infeksi) penyakit tungro (%) dan indeks penyakit tungro pada beberapa
varietas padi sawah di Distrik Sidey Kabupaten Manokwari.
Kesimpulan
Varietas Ciherang yang selalu ada di lapangan pada setiap musim tanam di Distrik
Sidey Provinsi Papua Barat telah menunjukkan kepekaan terhadap penyakit tungro dan perlu
introduksi varietas yang memiliki ketahanan terhadap penyakit tungro. Varietas unggul baru padi
sawah yang diuji adaptasikan yaitu Inpari 4, Inpari 7, Inpari 8, dan Inpari 9 sesuai untuk ditanam
di lokasi Sidey Kabupaten Manokwari karena terbukti memiliki ketahanan terhadap penyakit
tungro di daerah tersebut.
Azzam, O., & Chancellor, T.C.B. 2002. The Biology, Epidemiology,and Management of Rice
Tungro Disease in Asia. Plant Disease 86 (2): 88 – 100.
Bagian Proyek Informasi Pertanian Irian Jaya. 1986. Tungro dan Pengendaliannya. Jayapura, Irian
Jaya. 21 hal.
Bunawan, H., Dusik, L., Bunawan, SR., & Amin, NM. 2014. Rice Tungro Disease: From
Identification to Disease Control. World Applied Sciences Journal 31 (6): 1221 – 1226.
Chong, J., Yee, SF., & Eng L. 2015. Rice Tungro Disease in Sarawak: Past and Present Status.
Pakistan Journal of Biological Science 18 (6): 285 – 289.
Dahal, G., H. Hibino, and R.C. Saxena. 1990.Association of leafhopper feeding behavior with
transmission of rice tungro to susceptible and resistant rice cultivar. Phytopathology
80:371-377.
Davis R.I., J.N. Parry, A.D.W. Ceerlng, J.E. Thomas, & S. Rahamma, 2000. Confirmation of the
presence of Rice tungro bacilliform virus in Papua (formerly Irian Jaya), Indonesia.
Australasian Plant Pathology (2000) 29: 223.
Dai, S. and R.N. Beachy, 2009. Genetic engineering of rice to resist rice tungro disease. In Vitro
Cellular Dev. Biol.-Plant, 45: 517-524.
Hasanuddin, A., Widiarta, I.N., and Yulianto. 1999. Improving IPM Technology for Rice Tungro
Disease in Indonesia, in Rice Tungro Disease Management, T. C. B. Chancellor, O.
Azzam and K. Heong, Ed. International Rice Research Institute, Manila, Philippines,
1999, pp. 129-137.
Hasanuddin, A. 2008. Perbaikan ketahanan varietas padi terhadap penyakit tungro. Iptek Tanaman
Pangan 3(2) : 215-228.
Hibino H, Roechan M, Sudarisman S. 1978. Association of two types of virus particles with
penyakit habang (tungro disease) of rice in Indonesia. Phytopathology. 68: 1412–1416.
Hibino, H. and R.C. Cabunagan. 1986. Rice tungro associated viruses and their relation to host
plants and vector leafhopper. Trop.Agr. Res. Ser. 19:173-182.
Holt, J., T.C.B., Chancellor, D. R. Reynolds, and E.R. Tiongco, 1996. Risk assessment for rice
planthopper and tungro disease outbreaks. Crop Protection 15(4) :359-368.
Ladja, F.T. dan Widiarta, I.N. 2012. Varietas unggul baru padi untuk mengantisipasi ledakan
penyakit tungro. Iptek Tanaman Pangan 7(1) : 18-24.
Ling, K.C. 1972. Rice viruse disease. IRRI, Los Banos, Philippines. 142p.
Muhsin, M. dan Widiarta, I.N. 2009. Patosistem, Strategi, dan Komponen Teknologi Pengendalian
Tungro pada Tanaman Padi. Iptek Tanaman Pangan 4(2) : 202-221.
Manzila, I., Priyatno, T.P., dan Hanarida. 2013. Ketahanan Galur Padi Hibrida Potensi Hasil
Tinggi Terhadap Penyakit Tungro. Jurnal Fitopatologi Indonesia 9(3): 77 – 83.
Mukhopadhyay, A.N. 1995. Rice tungro. In: U.S. Sing, A.N. Mukhopadhyay, J.Kumar,
H.S.Chaube (eds.). Plant Disease of International Importance. Vol. 1. Disease of cereals
and pulse. Prentice May. New Jersey.
Omura, T., Y. Saito, T. Usugi, and H. Hibino. 1983. Purification and serology of rice tungro
spherical and rice tungro bacilliform viruses. Ann. Phytopathol. Soc. Jpn. 49:73-76.
Othman, A.B., M. J. Azizah, and A. T. Jatil. 1999. Surveillance scheme for tungro forecasting in
Malaysia, in : T.C.B.Chancellor, O. Azzam and K.Heon. Rice Tungro Disease
Management. International Rice Research Institute, Manila, Philippines. pp. 84-92.
Pakki S., 2011. Variabilitas Penyakit Tungro Pada Beberapa Varietas Unggul Padi Inbrida Di
Wilayah Endemis. Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi
Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tanggal 7 Juni
2011 di Hotel Singgasana Makassar.
Praptana R.H. & Yasin M, 2008. Epidemiologi dan Strategi Pengendalian Penyakit Tungro. Iptek
Tanaman Pangan 3(2) : 184-204.
Praptana, R.H. dan Muliadi, A. 2013. Durabilitas ketahanan varietas padi terhadap penyakit
tungro. Iptek Tanaman Pangan 8(1) : 15-21.
Rivera, C.T., S.H. Ou, and D.M. Tantera. 1968. Tungro disease of rice in Indonesia. Plant Disease
52:122-124.
Sama, S., A. Hasanuddin, I. Manwan, R.C. Cabunagan and H. Hibino. 1991. Integrated rice tungro
disease management in South Sulawesi, Indonesia. Crop Prot. 10:34-40.
Satomi, H. 1972. Yellow dwarf disease of rice in Indonesia. Paper presented at SEAR Symposium
on Plant Disease in the Tropics. Yogyakarta, 11-15 September, 1972.
Siwi, S.S. and Y. Zusuki. 1991. The green leafhopper (Nephotettix spp.): vector of rice tungro
virus disease in SoutheastAsia, particularly in Indonesia and itsmanagement.
IndonesianAgriculturalResearch &Development. Journal 13(1 & 2)8-15.
Sogawa, K. 1976. Rice tungro virus and its vectors in tropicalAsia. Rev. Plant Protec. (9):25-46.
Suparyono, Catindiq JLA, Cabautan PQ, & Troung HX, 2008. Tungro.
http://www.knowledgebank.irri.org/training/fact-sheets/pest-
management/diseases/item/tungro. Diakses tanggal 9 Januari 2014.
Suranto. 2004. Pengelolaan virus tungro melalui pendekatan bioteknologi. Prosiding Seminar
Nasional Status Program Penelitian Tungro Mendukung Keberlanjutan Produksi Padi
Nasional. Makassar, 7-8 September 2004.
Villareal, S. 1999. Leafhopper control by insecticides is not the solution to the tungro problem in :
T.C.B.Chancellor, O. Azzam and K.Heon. Rice Tungro Disease Management.
International Rice Research Institute, Manila, Philippines. pp. 139-142.
Widiarta, I.N., Kusdiaman, D., dan Hasanuddin, A. 2001. Analisis dinamika populasi wereng hijau
Nephotettix virescens pada padi sawah dimusim kemarau dan musim hujan. Penelitian
Pertanian Tanaman Pangan 20(3):11-16.
Widiarta, I. N. 2006. Variasi efisiensi koloni wereng hijau dan virulensi inokulum tungro. hlm. 89-
106. Dalam A. Widjono, S. Bachrein, Hermanto, dan Sunihardi (Ed.). Risalah Seminar
Widiarta, I.N. 2014. Strategi pengendalian terpadu penyakit tungro berdasarkan dinamika populasi
vektor, patologi, dan epidemiologi virus. Jurnal Litbang Pertanian 33(2) : 61-68.
Widiarta, I.N., Bastian, A., & Pakki, S. 2014. Variation in Rice Tungro Virus Transmission Ability
by Green Leafhopper, Nephotettix virescens Distant (Homoptera : Cicadellidae) on Rice
Resistant Varieties. Indonesian J. Agric. Sci 15: 65 – 70.
Zenna, N., Sta Cruz, F., Javier, E., Duka, I., Barrion, A., & Azzam, O. 2006. Genetic Analysis of
Tolerance to Rice Tungro Bacilliform Virus in Rice (Oryza sativa L.) Through
Agroinoculation. Journal of Phytopathology, 154(4), pp. 197-203.