Anda di halaman 1dari 7

Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis UNS Ke 43 Tahun 2019

“Sumber Daya Pertanian Berkelanjutan dalam Mendukung Ketahanan dan Keamanan Pangan
Indonesia pada Era Revolusi Industri 4.0”

Keragaman dan Kelimpahan Musuh Alami pada Tanaman Pala (Myristica fragrans
Houtt.) di Aceh Selatan

Sumeinika Fitria Lizmah dan Agustinur

Dosen Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Teuku Umar


Email: sumeinika@gmail.com

Abstrak

Musuh alami baik predator ataupun parasitoid berperan mengendalikan populasi hama secara
alami. Keragaman dan kelimpahan musuh alami di setiap tempat berbeda-beda dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dan kultur teknis budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
famili serangga yang berpotensi sebagai musuh alami pada tanaman pala di Aceh Selatan.
Pengambilan sampel serangga dilakukan pada perkebunan pala di Aceh Selatan dan identifikasi
serangga dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Pertanian, Universitas Teuku Umar. Metode
pengambilan data secara purposive sampling, dengan menggunakan perangkap cahaya (light
trap), perangkap jebak (pit fall trap), perangkap nampan kuning (yellow pan trap). Parameter yang
diamati adalah keanekaragaman, kelimpahan, dan komposisi musuh alami. Indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener menunjukkan keanekaragaman musuh alami baik di Meukek
maupun Samadua tergolong rendah, yaitu H’=1.230 dan H’=1.049. Meskipun demikian komposisi
dan kelimpahan musuh alami di Kecamatan Meukek lebih tinggi dibandingkan dengan Kecamatan
Samadua. Jumlah total famili yang dijumpai pada tanaman pala di Kecamatan Meukek adalah 13
famili (9 parasitoid dan 4 predator) dengan 135 individu. Sementara musuh alami yang ditemukan
di Kecamatan Samadua sebanyak 5 famili dan 36 individu, terdiri dari 4 famili parasitoid dan 1
famili predator. Pola tanam dan pengelolaan tanaman diduga mempengaruhi komposisi dan
kelimpahan musuh alami di kedua lokasi. Perkebunan pala di Meukek cenderung heterogen yang
ditanami berbagai macam tanaman perkebunan (polikultur) sementara tanaman pala di sama dua
relatif homogen (monokultur pala).

Kata kunci: keanekaragaman, musuh alami, parasitoid, predator, pala

Pendahuluan

Latar Belakang
Tanaman pala masih menjadi primadona bagi masyarakat Aceh Selatan. Perkebunan pala di
Aceh Selatan umumnya dimiliki oleh perorangan (kebun rakyat) dengan luasan beragam. Topografi
Aceh Selatan yang unik berupa pegunungan dan garis pantai yang panjang, menyebabkan
penyebaran pala tidak merata. Meskipun luas areal perkebunan dan produksi pala sempat
E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) A. 100
P-ISSN: 2620-8512
mengalami penurunan, minat masyarakat dalam membudidayakan pala tidak berkurang. Pada tahun
1994, Aceh Selatan memiliki perkebunan pala seluas 11.245 Ha dengan produksi 8.647 ton. Luas
perkebunan pala Aceh Selatan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2011 mencapai 14.183
Ha, akan tetapi dari segi produksi terjadi kemerosotan yang cukup drastis, yakni sebesar 4.650 ton
(Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh dalam Idawanni, 2015).
Terjadinya penurunan produksi pala di Aceh Selatan salah satunya karena serangan hama
dan penyakit. Mardiningsih et al. (2015) melaporkan hama yang menyerang tanaman pala dimulai
dari fase pembibitan hingga proses pasca panen. Pada saat pembibitan, tanaman pala diserang oleh
Trips Liothrips sp. nr. floridensis (Thysanoptera: Phlaeothripidae), kutu tempurung Drepanococcus
sp. (Coccidae), dan kutu perisai (Diaspididae). Kumbang penggerak batang (Batocera hercules)
dan penggerek ranting Xyleborus sp. telah dilaporkan menyerang batang tanaman pala berbagai
stadia umur di berbagai daerah (Badan Litbang Pertanian, 2011; Lizmah et al., 2018; Umasangaji
et al., 2012; Vitali, 2015). Selain di Indonesia, Batocera sp. juga ditemukan di Philipina, Sri
Lanka dan Papua New Guine (Mercer 1993 dalam Defoliart 1995). Kumbang Araecerus
fasciculatus (Fabricus), Tribolius confusum (Jack du Val), hama bubuk biji Poecilips myristiceae
merupakan hama pascapanen yang dilaporkan menyerang biji pala (Direktorat Pascapanen dan
Pembinaan Usaha, 2012).
Selain permasalahan hama, tanaman pala di Aceh Selatan juga dilaporkan diserang oleh
penyakit, salah satunya adalah penyakit jamur akar putih (JAP) yang disebabkan jamur Rigidoporus
lignosus (Ariska et al., 2018; Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh dalam Idawanni, 2015).
Serangan patogen R. lignosus menyebabkan akar menjadi busuk dan umumnya ditumbuhi rizomorf
cendawan. Gejala serangan penyakit ini ditandai dengan daun-daun yang semula tampak hijau segar
berubah menjadi layu, berwarna kusam, dan akhirnya kering (Pawirosoemardjo, 2004). Selain itu
cabang dan pucuk tanaman pala menjadi kering dan beberapa hari kemudian langsung mati
menyebabkan produksi minyak, biji dan fuli menurun.
Sejauh ini pengendalian hama dan penyakit pada tanaman pala masih menggunakan cara
kimiawi yaitu dengan menggunakan pestisida dan kultur teknis dengan cara memotong tanaman
yang terserang. Namun cara-cara tersebut belum mampu menekan perkembangan hama dan penyakit
yang menyerang tanaman pala. Selain itu, penggunaan bahan kimia sebagai metode pengendalian
juga berdampak buruk bagi tanaman, lingkungan, dan manusia.
Oleh karena itu, pengendalian alternatif perlu dikembangkan dalam mengatasi
permasalahan tersebut, misalnya dengan memanfaatkan musuh alami. Akan tetapi informasi
mengenai jenis dan kelimpahan musuh alami tersebut di lapangan haruslah diketahui terlebih
dahulu untuk memudahkan dalam pengendalian. Beberapa penelitian menyatakan, pengendalian
penggerek batang atau ranting dapat dikendalikan dengan jamur Beauveria bassiana, parasitoid

E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) A. 101


P-ISSN: 2620-8512
lalat Tachinidae (Badan Litbang Pertanian, 2011). Di India pengendalian Liothrips karnyi
menggunakan kepik predator Montandoniola indica Yamada sp. nov. (Hemiptera: Heteroptera:
Anthocoridae) (Yamada et al., 2011).
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, keragaman dan komposisi musuh alami baik parasitoid
dan predator yang berasosiasi pada tanaman pala penting untuk diketahui. Oleh karena itu rumusan
masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah bagaimana keragaman dan kelimpahan
musuh alami berupa parasitoid dan predator pada perkebunan pala di Aceh Selatan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman dan kelimpahan musuh alami
berupa parasitoid dan predator pada perkebunan pala di Aceh Selatan.
Manfaat Penelitian
Informasi yang diperoleh dari penelitian inida pat dijadikan sumber acuan untuk
mengetahui keragaman jenis dan kelimpahan musuhh alami pada tanaman pala sehingga membantu
dalam menentukan tindakan pengendalian yang akan dilakukan.

Metodologi

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pengambilan sampel serangga yang
dilakukan pada perkebunan pala milik masyarakat di Aceh Selatan yang berada di dua lokasi,
yaitu di Kecamatan Meukek dan Kecamatan Samadua. Tahap kedua adalah identifikasi serangga
yang dilakukan di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar, Meulaboh-Aceh
Barat dan Laboratorium Hama dan Penyakit Balai Pengawasan Hama dan Penyakit Tanaman
Pangan dan Hortikultura, Pulo Ie, Kabupaten Nagan Raya. Pelaksanaan penelitian ini dari bulan
Mei sampai dengan Juni 2018.
Pengambilan contoh serangga dilakukan menggunakan metode perangkap, yaitu:
Perangkap cahaya (light trap)
Dilakukan untuk mengumpulkan serangga-serangga nokturnal yang berada pada pertanaman pala.
Perangkap cahaya dipasang sebanyak 1 unit untuk masing-masing lokasi. Perangkap berupa
sebuah rangkaian alat yang terdiri dari botol penampung yang berisi campuran campuran deterjen,
air, dan alkohol dengan perbandingan 1:2:1, lampu EC/DC sebagai sumber cahaya, penutup lampu
dan tali nilon kecil sebagai alat penggantungnya. Pada setiap lokasi, perangkap dipasang selama 3
hari berturut-turut pada pukul 18.00 WIB dan hasilnya diambil keesokan hari pada pukul 07.00
WIB.

E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) A. 102


P-ISSN: 2620-8512
Perangkap jebak (pit fall trap) dan perangkap nampan kuning (yellow pan trap)
Perangkap jebak berupa gelas plastik berukuran 250 ml yang kemudian dimasukkan ke
dalam lubang galian sampai ke bibir gelas. Selanjutnya gelas diisi ¾ bagian dengan larutan
campuran deterjen, air, dan alkohol dengan perbandingan 1:2:1. Di setiap lokasi dipasang sebanyak
sebanyak 5 unit perangkap jebak dan 5 unit perangkap nampan kuning. Kedua perangkap tersebut
dipasang setiap hari selama tiga hari bertutur-turut, dari pukul 08.00 WIB sampai 17.00 WIB.
Hasil serangga yang diperoleh disaring dan dimasukkan ke botol koleksi yang telah berisi alkohol
70% sebagai pengawet, untuk kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.
Variabel Pengamatan
Variabel yang diamati adalah jenis, jumlah, dan kelimpahan serangga yang berpotensi
sebagai musuh alami (parasitoid dan predator) pada tanaman pala.
Analisis Data
Data hasil identifikasi spesies ditabulasikan ke database dalam format Excel dan
ditampilkan dalam bentuk tabel. Di samping menggunakan data kekayaan dan kelimpahan spesies,
keanekaragaman serangga dihitung dengan menggunakan indeks Shannon (H’), yaitu:
H’= - ∑ pi ln pi
Dimana:
H’ = nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, pi = ni/N, ni = jumlah individu spesies ke-I,
dan N = jumlah total individu spesies.

Hasil dan Pembahasan

Hasil identifikasi dan perhitungan menunjukkan bahwa kelimpahan musuh alami baik
parasitoid dan predator di Meukek lebih tinggi dibandingkan Samadua. Indeks Shannon-Wiener
menunjukkan keanekaragaman musuh alami baik di Meukek maapun Samadua tergolong rendah,
yaitu H’=1.230 dan H’=1.049. Jumlah total famili yang dijumpai pada tanaman pala di Kecamatan
Meukek adalah 13 famili (9 parasitoid dan 4 predator) dengan 135 individu. Sementara musuh
alami yang ditemukan di Kecamatan Samadua sebanyak 5 famili dan 36 individu, terdiri dari 4
famili parasitoid dan 1 famili predator (Tabel 1.).
Pola tanam dan pengelolaan tanaman diduga mempengaruhi keanekaragaman dan
kelimpahan musuh alami di kedua lokasi. Perkebunan pala di Meukek cenderung heterogen yang
ditanami berbagai macam tanaman perkebunan (polikultur) sementara tanaman pala di Samadua
relatif homogen (monokultur pala). Perkebunan Pala di Meukek juga ditanami tanaman lain seperti
kako, durian, cengkeh, dan kemiri. Keadaan tersebut menyebabkan serangga baik hama, parasitoid,
maupun predator lebih banyak. Kondisi tersebut juga mendukung tersedianya sumber daya pakan
dan tempat tinggal bagi serangga-serangga tersebut. Keadaan ini berbeda dengan hasil pada lokasi
E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) A. 103
P-ISSN: 2620-8512
Samadua dimana baik nilai kelimpahan maupun keanekaragaman serangganya lebih rendah.
Menurut Lizmah (2015), vegetasi yang beragam di sekitar areal pertanian dapat meningkatkan
kelimpahan spesies dan famili serangga. Lanskap heterogen cenderung memiliki keanekaragaman
musuh alami lebih tinggi dibandingkan dengan lanskap sederhana (Purtauf et al., 2005).

Tabel 1. Kelimpahan musuh alami pada tanaman pala di kedua lokasi


Meukek Samadua
Musuh Alami
Famili Individu Famili Individu
Parasitoid 9 27 4 12
Predator 4 108 1 24
Total 13 135 5 36
H' 1.230 1.049

Selain kehomogenan lokasi pengambilan sampel, ketinggian tempat dan pengelolaan kebun
juga diduga mempengaruhi keragaman dan kelimpahan musuh alami di kedua lokasi. Berdasarkan
pengukuran ketinggian, lokasi perkebunan pala di Kecamatan Meukek berada pada ketinggian ±192
m dpl (meter diatas permukaan laut), sementara lokasi Samadua hanya berada di ketinggian berkisar
8 mdpl.

Tabel 2. Famili musuh alami yang ditemukan di kedua lokasi


Parasitoid Predator Parasitoid Predator
Aphelinidae Formicidae Braconidae Formicidae
Cynipidae Specidae Bethylidae
Drynidae Vespidae Diapriidae
Encyrtidae Scelionidae
Eurytomidae
Evaniidae
Ichneumonidae
Scelionidae
Torymidae

Kelimpahan musuh alami di kedua lokasi baik parasitoid dan predator cenderung lebih
sedikit dibandingkan dengan jumlah hama (Lizmah et al., 2018). Akan tetapi keragaman musuh
alami tersebut berkorelasi dengan jumlah hama yang ditemukan, dimana kelimpahan dan jenis
hama di Meukek juga lebih tinggi daripada di Samadua. Beberapa parasitoid yang ditemukan pada
perkebunan pala adalah famili Diapriidae, Drynidae, Scelionidae, dan Torymidae (Gambar 2).
Sementara predator yang ditemukan didominasi oleh famili Formicidae, terutama dari subgenus
Myrmicinae dan Dolichoderus sp. (Gambar 2.)

E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) A. 104


P-ISSN: 2620-8512
a b c d
Gambar 1. Beberapa parasitoid yang ditemukan pada perkebunan pala (a. Diapriidae, b.
Drynidae, c. Scelionidae, d. Torymidae)

Gambar 2. Predator semut Dolichoderus sp.

Penggunaan pestisida diduga menjadi salah satu kurangnya kelimpahan dan


keanekaragaman hama pada tanaman pala di kedua lokasi. Berdasarkan wawancara dengan petani
pemilik lokasi perkebunan, selama ini sudah sering dilakukan penggunaan pestisida sintetis baik
untuk mengendalikan hama maupun penyakit, terutama penyakit jamur akar putih yang banyak
menyerang tanaman pala milik masyarakat di Kabupaten Aceh Selatan.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan dari penelitian ini adalah keragaman dan kelimpahan musuh alami pada
pertanaman pala di Aceh Selatan cenderung rendah. Pengelolaan kebun, penggunaan pestisida
sintetik, dan pola tanam menjadi sebab yang mempengaruhi keragaman dan kelimpahan musuh
alami tersebut.
Adapun saran yang dapat diberikan adalah perlunya penelitian lanjutan terkait pengukuran
keragaman dan kelimpahan musuh alami dan hama di kecamatan lainnya di kabupaten Aceh
Selatan, sehingga dapat diperoleh data yang lebih luas untuk memetakan serangan hama dan teknik
pengendalian yang tepat.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih kepada Kemenristek DIKTI atas Hibah Penelitian Dosen Pemula tahun
2018.

E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) A. 105


P-ISSN: 2620-8512
Daftar Pustaka

Ariska N, Yanti LA, Chairudin. 2018. Eksplorasi dan identifikasi cendawan antagonis terhadap
jamur akar putih (Rigidoporus lignosus) pada tanaman pala (Myristica fragrans Houtt).
Jurnal Agrotek Lestari. Vol. 5 No. 2, Oktober 2018: 43-52.
Badan Litbang Pertanian. 2011. Pengendalian Terpadu Hama dan Penyakit Utama Pala.
Agroinovasi Edisi 23 Pebruari - 1 Maret 2011 No.3394 Tahun XLI.
Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha. 2012. Pedoman Teknis Penanganan
Pascapanen Pala. Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. Jakarta.
Idawanni. 2015. Pengembangan Usaha Pengolahan Komoditi Pala Aceh. [internet]. Tersedia pada:
http://nad.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/info-teknologi/775-pengembangan-usaha-
komoditi-pala-aceh. Diakses tanggal 13 Juni 2017.
Lizmah SF, Agustinur, Sarong M. 2018. Keanekaragaman serangga hama pada tanaman pala
(Myristica fragrans houtt.) di aceh selatan. Jurnal Agrotek Lestari. Vol. 5 No. 2, Oktober
2018: 53-59.
Lizmah, SF. 2015. Pengaruh struktur lanskap terhadap keanekaragaman hymenoptera parasitika
pada lahan mentimun. [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Mardiningsih TL, Balfas R, Wahyono TE. 2015. Hama potensial pada perbenihan pala
(Myristica fragrans Houtt). Prosiding Seminar Perbenihan Tanaman Rempah dan Obat.
Umasangaji A, Patty JA, Rumakamar AA. 2012. Kerusakan Tanaman Pala akibat Serangan Hama
Penggerek Batang (Batocera hercules). Agrologia. Vol. 1, No. 2, Hal. 163-169.
Purtauf T, Roschewitz I, Dauber J, Thies C, Tscharntke T, Wolters V. 2005. Landscape context of
organic and conventional farms: influences on carabid beetle diversity. Agric Ecosyst &
Environ. 108: 165-174.
Yamada K, Bindu K, Nasreem A, and Nasser M. 2011. A New Flower Bug of the Genus
Montandoniola (Hemiptera: Heteroptera: Anthocoridae), a Predator of Gall- forming
Thrips on Black Pepper in Southern India. Acta Entomologica Musei Nationalis
Pragae 51(1): 1-10.

E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) A. 106


P-ISSN: 2620-8512

Anda mungkin juga menyukai