Anda di halaman 1dari 10

J. Entomol. Indon., September 2008, Vol. 5, No.

2, 61-70
Perhimpunan Entomologi Indonesia

Pembuatan Formulasi Ektrak Kulit Batang Calophyllum


soulattri dan Aktivitas Residu terhadap Larva
Crocidolomia pavonana
EDY SYAHPUTRA1) DAN DJOKO PRIJONO2)
1)
Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura Pontianak.
2)
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

(diterima November 2007, disetujui Februari 2008)

ABSTRACT
Formulation of Calophyllum soulattri Bark Extract and Residual
Activity against Crocidolomia pavonana Larvae. One option to lessen the
problems arising from the use of synthetic insecticides is to exploit plants
that have insecticidal activities, such as species of Calophyllum
(Clusiaceae). The study has been conducted to prepare insecticidal
formulation from C. soulattri bark extract and to evaluate their residual
activity against C. pavonana. Formulation prepared by using emulsifier,
solvent, and sticking agent. Colour, acidity and emulsion stability were
recorded as physic-chemical character of formulation. The result showed
that the formulation of C. soulattri bark extract was stable, and their pH was
normal. Bioassay of residual activity was done using leaf-residual method.
Formulation of bark extract of 66 EC sprayed in suspension concentration of
1% on potted broccoli plant had residual activity around 70.7%-72% with
range of half-lives of 9.4-9.6 days.
KEY WORDS: Calophyllum soulattri, formulation, half-lives, residual
activity

yang kuat terhadap larva Crocidolomia


PENDAHULUAN pavonana. Sediaan tersebut juga dapat
menghambat aktivitas makan dan
Salah satu kelompok tumbuhan menghambat pertumbuhan larva serta
yang memiliki aktivitas insektisida menekan reproduksi imago C.
ialah tumbuhan famili Clusiaceae pavonana (Syahputra et al. 2007).
(Jacobson 2003), salah satunya spesies Dengan memperhatikan bioaktivitas
dari genus Calophyllum, yaitu C. yang dimiliki dapat dikatakan sediaan
soulattri. Tumbuhan ini banyak kulit batang C. soulattri berpotensi
terdapat di hutan-hutan tropik untuk dikembangkan sebagai salah
Indonesia. Informasi tentang aktivitas satu sumber insektisida botani.
C. soulattri sebagai insektisida masih Setelah potensi insektisida suatu
terbatas. Sediaan kulit batang C. bahan tanaman diketahui, untuk
soulattri memiliki aktivitas insektisida aplikasinya di lapangan diperlukan

61
Edy Syahputra dan Djoko Prijono: Pembuatan Formulasi Ektrak Kulit Batang

sediaan atau formulasi. Bila sumber insektisida secara keseluruhan.


insektisida mudah diperoleh oleh Berdasarkan uraian di atas dapat
petani, maka petani dapat dikemukakan bahwa kestabilan setiap
memanfaatkannya langsung dengan insektisida yang akan digunakan perlu
membuat sediaan ekstrak air. diketahui terlebih dahulu. Penelitian
Permasalahan akan timbul bila sumber ini dilakukan untuk mempelajari
ekstrak berada jauh dari sekitar petani. aktivitas residu sediaan ekstrak kulit
Karenanya penggunaan sediaan yang batang C. soulattri.
disiapkan dengan pelarut organik
menjadi salah satu alternatif. Untuk BAHAN DAN METODE
memudahkan aplikasi, sediaan organik Penelitian dilaksanakan di
tersebut perlu disiapkan dalam bentuk Laboratorium Fisiologi dan
formulasi tertentu. Toksikologi (Fistok), Jurusan Hama
Formulasi insektisida yang umum dan Penyakit Tumbuhan (HPT),
ditemukan dipasaran adalah formulasi Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
emulsifiable concentrate (EC). Bogor. Penelitian dilaksanakan sejak
Formulasi EC merupakan insektisida Pebruari 2003 hingga Maret 2004.
berbentuk cairan pekat yang dapat Tumbuhan Sumber Ekstrak
dicampur dengan air dan akan Bahan tumbuhan uji yang
membentuk emulsi (Foy & Pritchard digunakan ialah kulit batang C.
1996). Hingga kini belum dilaporkan soulattri. Bahan tanaman diperoleh
penyiapan formulasi sediaan C. dari Kecamatan Teluk Melano,
soulattri. Melalui penelitian ini akan Kabupaten Ketapang, Provinsi
disiapkan formulasi EC insektisida Kalimantan Barat. Kulit batang yang
botani dari ekstrak kulit batang C. digunakan terlebih dahulu diblender
soulattri. Formulasi yang dihasilkan hingga menjadi serbuk dan diayak
diharapkan efektif, stabil dan aman di menggunakan pengayak kasa
lapangan. berjalinan 1 mm. Serbuk ayakan
Penelitian mengenai sifat ditimbang untuk keperluan ekstraksi.
insektisida C. soulattri masih terbatas Kadar air bahan yang digunakan ialah
pada pengujian di laboratorium. Hasil 13,4%.
pengujian di laboratorium tidak dapat
langsung ditransfer ke lapangan karena Ekstraksi
berbagai faktor biotik dan abiotik Ekstraksi bahan tanaman dilakukan
dapat mempengaruhi kinerja seperti cara yang diuraikan Syahputra
insektisida di lapangan. Pengaruh et al. (2007). Serbuk ayakan kulit
faktor tersebut dan faktor-faktor lain batang yang telah ditimbang
dapat menurunkan aktivitas residu diekstraksi dengan pelarut metanol

62
J. Entomol. Indon., September 2008, Vol. 5, No. 2, 61-70

dengan perbandingan bobot bahan dan Metode Pembuatan Formulasi


pelarut 1:10. Bahan direndam dalam Besarnya kandungan ekstrak dalam
metanol selama 3 x 24 jam, selanjutnya formulasi ialah 3 x LC99 berdasarkan
disaring menggunakan corong yang hasil uji mortalitas di laboratorium.
dialasi kertas saring. Pembilasan Penggandaan LC99 dilakukan untuk
dilakukan sebanyak tiga kali. Hasil mempertimbangkan kemungkinan ter-
penyaringan diuapkan dengan rotary jadinya penguraian senyawa aktif yang
evaporator pada suhu 55 – 60 °C dan terkandung dalam sediaan uji oleh
penghampaan pada tekanan 580 - 600 faktor lingkungan. Konsentrasi for-
mmHg sehingga diperoleh ekstrak mulasi yang digunakan adalah 1% (5
metanol. kali konsentrasi formulasi insektisida
sintetik = 10 ml/L) dan volume
Tumbuhan Pakan
semprot yang digunakan adalah 500 ml
Benih brokoli (F1 Hybrid Broccoli
untuk 39 tanaman. Dengan nilai LC99
pilgrim) disemai pada tanah steril
dalam wadah nampan plastik (35 cm x ekstrak metanol sebesar 0,22% maka
26 cm). Wadah semaian diletakkan di akan diperoleh formulasi ekstrak
serambi Laboratorium Fistok. Setelah metanol 66 EC (0,22 x 3 = 0,66 =
3 minggu, bibit dipindah ke polybag isi 66%). Untuk membuat volume
semprot 500 ml diperlukan bahan
5 liter yang berisi campuran tanah dan
formulasi 5 ml (untuk mendapatkan
pupuk kandang (3:1). Tanah dipupuk
konsentrasi formulasi 1% = 5 ml/500
dengan NPK sesuai dosis yang
ml). Dengan demikian untuk
dianjurkan, dan selanjutnya tanaman
pembuatan formulasi ekstrak 66 EC
brokoli dirawat sehingga pada saat
dilakukan dengan mencampur 66%
perlakuan tersedia 39 tanaman yang
ekstrak metanol (3,3 g), pengemulsi
pertumbuhannya cukup seragam.
alkilgliserolftalat 7,7% (v/v) (Latron 0,5
Tanaman yang digunakan berumur
sekitar 7–8 minggu (setelah ml), perekat alkilarilpoliglikol eter 3%
pemindahan ke polybag). Menjelang (v/v) (Agristik 0,5 ml) dan metanol
percobaan, tanaman brokoli hingga volume 5 ml. Campuran bahan
dipindahkan ke ruangan terbuka tanpa tersebut dikocok hingga tercampur
peneduh. Sebelum penyemprotan, merata. Untuk perlakuan ekstrak yang
tanaman dirampingkan sehingga pada mengandung tabir surya asam p-
setiap tanaman hanya tersisa lima daun aminobenzoat (0,2%) perhitungannya
yang telah berkembang sempurna. disesuaikan. Campuran bahan dikocok
Tanaman perlakuan dan kontrol hingga tercampur merata. Formulasi
masing-masing dibagi menjadi tiga EC yang diperoleh disimpan dalam
ulangan. Jumlah tanaman untuk tiap lemari es (4 oC) hingga saat digunakan.
perlakuan adalah dua tanaman.

63
Edy Syahputra dan Djoko Prijono: Pembuatan Formulasi Ektrak Kulit Batang

Metode Pengujian Aktivitas Residu dalam polybag di ruang terbuka tanpa


Saat akan digunakan, formulasi peneduh. Saat perlakuan daun
diencerkan dengan cara mencampur tanaman diseragamkan menjadi lima
setiap formulasi secara terpisah dengan daun per tanaman. Penyemprotan
aquades dalam labu takar 500 ml. formulasi dan kontrol dilakukan
Dalam percobaan ini digunakan dua dengan hand sprayer. Sebagai
perlakuan kontrol di antaranya (1) perlakuan daun brokoli diambil pada 0,
aquades yang mengandung pengemulsi 1, 2, 3, 5. 7, 10, dan 14 hari setelah
alkil gliserolftalat 0,077%, perekat penyemprotan sebagai pakan. Daun
alkilarilpoliglikol eter 0,03%, dan diletakkan dalam wadah plastik (11 cm
metanol 0,14%, (2) aquades yang x 9,5 cm x 4,5 cm), selanjutnya
mengandung pengemulsi alkil- dimasukkan 30 larva instar II C.
gliserolftalat 0,077%, perekat pavonana. Setelah 48 jam, daun
alkilarilpoliglikol eter 0,03%, metanol perlakuan diganti dengan daun segar
0,14%, dan asam p-aminobenzoat tanpa perlakuan hingga larva mencapai
0,2%, Sebagai kontrol positif instar IV.
digunakan insektisida alami (Bacillus
Pengamatan Formulasi
thuringiensis) dan insektisida sintetik
Sifat fisikokimia yang diamati
(profenofos; golongan organofosfat).
adalah warna, kestabilan emulsi dan
Konsentrasi formulasi insektisida
pH setelah diencerkan, Kestabilan diuji
alami dan sintetik yang digunakan
pada suhu ruang dan suhu rendah.
sesuai dengan anjuran median yang
Pada suhu ruang pengujian
tertulis pada label kemasan. Secara
dilaksanakan di laboratorium.
keseluruhan perlakuan dan kontrol
Pengamatan kestabilan dilakukan pada
yang diuji pada percobaan ini
2 jam pertama setelah formulasi
ditunjukkan pada Tabel 1.
diencerkan. Pada suhu rendah,
Pengujian dilakukan dengan metode pengujian dilakukan di dalam
penyemprotan pada tanaman brokoli o
inkubator suhu 10 C.

Tabel 1. Susunan perlakuan formulasi pada pengujian aktivitas residu sediaan


kulit batang C. soulattri
Perlakuan Bahan formulasi
Kontrol Aquades, pengemulsi, perekat, dan metanol
Aquades, pengemulsi, perekat , metanol, dan p-aminobenzoat
Formulasi Ekstrak EC, pengemulsi, perekat dan metanol
Ekstrak EC, pengemulsi, perekat, metanol dan p-aminobenzoat
Alami Bacillus thuringiensis
Sintetik Profenofos

64
J. Entomol. Indon., September 2008, Vol. 5, No. 2, 61-70

Pengamatan kestabilan dilakukan pada 0,5) b + a)] (Immaraju et al. 1994).


satu jam pertama setelah formulasi WP adalah waktu paruh, b adalah
diencerkan (CIPAC 1980). kemiringan regresi, dan a adalah
Pengamatan dilakukan dengan melihat intersep.
terbentuknya endapan pada bagian Sebagai data pendukung digunakan
lapisan dasar emulsi. Banyaknya data radiasi surya dan curah hujan dari
endapan diukur dengan menghitung Badan Meteorologi dan Geofisika,
volume (ml) endapan yang terbentuk. Wilayah II, Stasiun Klimatologi,
Pengukuran pH kedua formulasi Darmaga, Bogor.
dilakukan menggunakan pH meter.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Aktivitas Residu
Formulasi Ekstrak
Peubah yang diamati adalah
Formulasi ekstrak EC berbentuk
mortalitas larva C. pavonana instar II
cairan pekat yang homogen berwarna
dan instar II+III. Pada percobaan ini
merah kecoklatan. Warna ini tidak
juga dilakukan pengamatan gejala
jauh berbeda dengan warna bahan
fitotoksisitas pada tanaman brokoli.
ekstrak sebelum dibuat formulasinya.
Analisis Data Hasil pengujian kestabilan emulsi
Persentase mortalitas larva setiap formulasi EC dari sediaan ekstrak
perlakuan terhadap waktu dipetakan. metanol menunjukkan bahwa volume
Waktu paruh dihitung berdasarkan endapan setelah cairan semprot
persamaan regresi hubungan antara dibiarkan pada suhu 28 oC dan 10 oC
waktu dan mortalitas dengan selama 1 jam dan 2 jam tidak
menggunakan rumus WP = [√(50 + menunjukkan perbedaan (Tabel 2).

Tabel 2. Sifat fisikokimia formulasi EC sediaan kulit batang C. soulattria


Sifat Suhu 28 oC Suhu 10 oC
Kestabilan emulsi
Setelah 1 jam
Volume endapan (ml) 0,45 0,45
Volume endapan (%) 1,8 1,8
Setelah 2 jam
Volume endapan (ml) 0,45 -
Volume endapan (%) 1,8 -
PH 7,2-7,3 7,2-7,3
Warna Merah kecoklatan Merah kecoklatan
a
pengenceran formulasi 1%

65
Edy Syahputra dan Djoko Prijono: Pembuatan Formulasi Ektrak Kulit Batang

Hal yang sama juga terjadi pada terbentuk bila tidak disaring dapat
pengukuran pH. Dengan tidak adanya menyumbat nozel alat semprot.
perbedaan sifat fisikokimia formulasi Keasaman (pH) yang terukur dari
ke dua sediaan tersebut maka dapat formulasi berkisar antara 7,2-7,4.
dikatakan formulasi EC tersebut stabil. Dengan demikian sediaan formulasi
Pada pengujian kestabilan emulsi bersifat normal. Formulasi EC dari
terjadi pemisahan fase dengan ekstrak metanol daun A. odorata dan
pembentukan endapan pada dasar fraksi diklormetan-isopropanol (9:1)
wadah. Persentase endapan yang ranting A. odorata memiliki pH
terbentuk setelah dibiarkan selama 2 sediaan berkisar 5-5,5 (Syahputra,
jam tidak lebih dari 2%. Endapan tidak dipublikasikan). Pada percobaan
yang terbentuk dari formulasi ekstrak lain dilaporkan bahwa sediaan tersebut
66 EC sebesar 1,8%. Volume endapan dapat menimbulkan gejala fitotoksik
dalam pengujian kestabilan emulsi pada daun beberapa jenis bibit
yang disyaratkan dalam formulasi EC tanaman (Syahputra et al. 2007).
menurut spesifikasi WHO adalah tidak Tampaknya terdapat hubungan antara
lebih dari 2 ml dari 100 ml emulsi pH sedian formulasi dengan gejala
yang diuji. Endapan yang terbentuk fitotoksisik yang ditimbulkan.
dari pengujian emulsi dari formulasi
Aktivitas Residu
ekstrak 66 EC berbentuk padatan yang
Hasil percobaan menunjukkan
lengket, karenanya pada aplikasi
bahwa mortalitas larva uji menurun
sediaan tersebut diperlukan
dengan semakin lamanya umur residu
penyaringan endapan sebelum
yang diuji (Tabel 3).
disemprotkan. Endapan yang

Tabel 3. Mortalitas larva C. pavonana instar akibat perlakuan residu formulasi


sediaan ekstrak kulit batang C. Soulattri
Rata-rata mortalitas (%) larva instar II+III pada residu umur n haria
Perlakuan
0 1 2 3 5 7 10 14
Kontrol Ekstrak EC 1 ,3 3 0 0 2 ,2 2 0 2 ,2 2 2 ,2 2 4
Kontrol Ekstrak
EC+pAB 0 0 2 ,2 2 0 1 ,3 3 1 ,1 1 3 ,3 3 2 ,6 7
Ekstrak EC 100 100 100 100 9 7 ,3 3 100 8 7 ,8 72
Ekstrak EC+pAB 100 100 100 100 9 0 ,6 7 9 2 ,2 8 2 ,2 7 0 ,7
Bacillus thuringiensis 100 100 100 100 100 9 8 ,9 8 3 ,3 4 5 ,3
Profenofos 100 100 100 100 100 9 7 ,8 5 8 ,9 1 0 ,7

66
J. Entomol. Indon., September 2008, Vol. 5, No. 2, 61-70

Penurunan mortalitas larva mulai yakni 72%, sedangkan ekstrak EC


tampak pada residu umur 5 hari setelah dengan tabir surya menjadi sebesar
aplikasi. Pada umur residu tersebut 70,7%.
sesama perlakuan formulasi ekstrak Penurunan mortalitas larva uji pada
kulit batang C. soulattri dan formulasi residu umur 7, 10, dan 14 hari semakin
insektisida sintetik belum mencolok. Pola penurunan mortalitas
menunjukkan perbedaan mortalitas larva uji setelah tanaman dipaparkan
yang mencolok. Pada umur residu pada ruang terbuka disajikan pada
tersebut semua perlakuan formulasi Gambar 1. Penurunan mortalitas larva
menyebabkan mortalitas yang tinggi uji pada umur-umur residu tersebut
yakni > 95%. disebabkan telah menurunnya senyawa
Pada residu umur 7 hari, residu aktif yang tertinggal pada residu
formulasi ekstrak tampak mulai formulasi pada daun perlakuan.
mengalami penurunan aktivitas, namun Penurunan kandungan senyawa aktif
nilainya masih > 90%. Nilai aktivitas ini dapat disebabkan oleh sinar
tersebut tidak berbeda dengan aktivitas matahari dan curah hujan selama
residu perlakuan sediaan ekstrak percobaan. Di antara faktor abiotik
dengan/tanpa tabir surya yang tersebut yang penting adalah cahaya
memiliki aktivitas > 90%. Pada residu matahari. Cahaya matahari dapat
umur 10 hari mulai tampak penurunan menguraikan senyawa aktif insektisida
aktivitas yang mencolok. Pada umur menjadi senyawa lain yang biasanya
residu tersebut aktivitas insektisida kurang beracun dibandingkan senyawa
sintetik sudah menurun hingga berada induknya (Hassall 1990). Selama
pada kisaran 58,9%, sedangkan selang 15 hari percobaan dilakukan,
formulasi ekstrak aktivitasnya masih intensitas penyinaran matahari tercatat
berada di sekitar 80%-90%. pada kisaran 213-332 k/cm2/hari
Penurunan aktivitas residu terus dengan rata-rata 292 k/cm2/hari.
terjadi dengan pola yang sama. Pada Faktor tersebut mengakibatkan
residu umur 14 hari tampak aktivitas perubahan sifat kimia dan atau dapat
residu insektisida alami dan sintetik mengurangi jumlah senyawa aktif yang
turun mencolok, sedangkan aktivitas akhirnya dapat menurunkan aktivitas
residu kedua perlakuan formulasi residu.
ekstrak terjadi penurunan yang tidak Hasil perhitungan waktu paruh
mencolok. Aktivitas residu formulasi menunjukkan bahwa waktu paruh
insektisida profenofos dan Bacillus formulasi bervariasi (Tabel 4). Waktu
thuringiensis menurun hingga < 46%. paruh formulasi ekstrak hampir sama
Ekstrak EC tanpa tabir surya dengan formulasi insektisida Bacillus
menunjukkan aktivitas residu terbesar thuringiensis. Syahputra et al. (2007)

67
Edy Syahputra dan Djoko Prijono: Pembuatan Formulasi Ektrak Kulit Batang

Intensitas
120
Curah hujan (mm)

(cal/cm2/hari)
90 300
200
60 (a)
30 100

0 0
0 2 4 6 8 10 12 14
Waktu pengujian hari ke

100

80
Mortalitas larva (%)

60

40 (b)
20

0
0 1 2 3 5 7 10 14
Umur residu (hari)

Kontrol Ekstrak EC
Kontrol Ekstrak EC+pAB
Ekstrak EC
Ekstrak EC+pAB
Bacillus thuringiensis
x Profenofos

Gambar 1. Aktivitas residu formulasi ekstrak kulit batang C. soulattri setelah


dipaparkan di ruang terbuka, (a) curah hujan dan intensitas
penyinaran selama pengujian, (b) mortalitas larva C. pavonana

68
J. Entomol. Indon., September 2008, Vol. 5, No. 2, 61-70

Tabel 4. Persamaan regresi dan waktu paruh formulasi ekstraka


Formulasi Persamaan regresib Waktu paruh (hari)
Ekstrak EC Y = 10,26 – 0,09 X 9,6
Ekstrak EC + pAB Y = 10,21 – 0,12 X 9,4
Bacillus thuringiensis Y = 10,55 – 0,20 X 9,1
Profenofos Y = 11,12 – 0,43 X 8,1
a
Konsentrasi cairan semprot yang digunakan 1%.
b
Persamaan regresi dihitung setelah data mortalitas ditransformasi ke √(y + 0,5)

melaporkan waktu paruh formulasi EC 7,2-7,4. (normal). Pada residu umur


dan WP sediaan kulit batang C. 14 hari, aktivitas residu formulasi EC
soulattri berbahan fraksi berbahan ekstrak tanpa atau dengan
diklorometana berkisar 6,7–8,2 hari. tabir surya masing-masing 72% dan
Hal ini menunjukkan bahwa senyawa 70,7% dengan waktu paruh masing-
aktif yang terdapat dalam formulasi masing 9,56 hari dan 9,39 hari.
ekstrak lebih sukar terurai
dibandingkan dengan senyawa aktif SARAN
yang terdapat dalam formulasi fraksi Penelitian keefektifan sediaan
diklorometana. Dengan tingginya ekstrak di lapangan dan kompatibilitas
waktu paruh formulasi ekstrak tanpa dengan parasitoid perlu dilakukan.
tabir surya tampaknya penambahan Diperlukan juga analisis biaya
tabir surya untuk formulasi ekstrak produksi dalam pembuatan formulasi
belum diperlukan. Hasil pengamatan kulit batang C. soulattri.
fitotoksisitas pada percobaan ini
menunjukkan bahwa tanaman brokoli DAFTAR PUSTAKA
yang diberi perlakuan formulasi EC
[CIPAC] Collaborative International
sediaan ekstrak tidak menunjukkan
Pesticides Analytical
gejala nekrosis pada tanaman. Council. 1980. CIPAC.
Handbook Analysis of
KESIMPULAN Technical and Formulated
Emulsi formulasi EC dari sediaan Pesticides. New York:
ekstrak metanol pada suhu 28 oC dan CIPAC.
10 oC selama 1 jam dan 2 jam stabil. Foy CL, Pritchard DW. 1996. Pesticide
Formulation and Adjuvants
Persentase endapan yang terbentuk Technology. New York: CRC
dari kedua formulasi yang dibuat Press.
setelah dibiarkan selama 2 jam tidak Hassall KA. 1990. The Biochemistry
lebih dari 2%. pH yang terukur dari and Uses of Pesticides:
kedua bahan formulasi berkisar antara Structure, Metabolism, Mode
of Action and Uses in Crop

69
Edy Syahputra dan Djoko Prijono: Pembuatan Formulasi Ektrak Kulit Batang

Protection, 2nd ed. London: Useful Chemicals. Workshop


Macmillan. Proceedings.
Immaraju J, Wells S, Ruggero W, http://www.wws.princeton.ed
Nelson R, Selby B. 1994. u/cgibin/byteserv.prl/~ota/dis
Relative residual activities of k3/1983/8315/831511/pdf.
azadirachtin, [25 Oktober 2003]. hlm 138-
dihydroazadirachtin and 146.
tetrahydroazadirachtin. Proc Syahputra E, Prijono D, Dono D.
Brighton Crops Protection 2007. Sediaan Calophyllum
Conference.p 53-58. soulattri: Aktivitas
Jacobson M. 2003. Insecticides, insect insektisida dan residu
repellents and attractants terhadap larva Crocidolomia
from arid/semiarid-land pavonana dan keamanan
plants. Di dalam: Plants: The pada tanaman. J.H.P.T. Trop.
Potentials for Extracting 7:21-29.
Protein, Medicines, and Other
_______________________

70

Anda mungkin juga menyukai