KELOMPOK : 5 (LIMA)
5. Nurlaila (2110252036)
KELAS : Proteksi C
2. Ir. Martinius, MS
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis diberi kesempatan untuk menyelesaikan
penulisan Laporan Praktikum Pestisida dan Teknik Aplikasi. Sholawat dan salam
tak lupa pula penulis hadiahkan kepada pucuk pimpinan umat manusia yakni
Baginda Nabi Muhammad SAW karena atas kebaikannya kita dapat merasakan
nikmatnya ilmu pengetahuan sebagaimana saat ini.
Penulis sangat menyadari bahwa laporan yang dibuat ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran demi
kesempurnaan laporan ini untuk yang akan datang. Penulis juga sangat berharap
supaya laporan ini bisa bermanfaat bagi orang lain terutama pembaca. Atas segala
perhatian yang telah diberikan penulis mengucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Pepaya merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko bagian selatan dan
bagian utara dari Amerika Selatan. Tanaman ini menyebar ke Benua Afrika dan Asia
serta India. Dari India, tanaman ini menyebar ke berbagai negara tropis, termasuk
Indonesia di abad ke-17. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu buah
yang banyak mengandung vitamin dan banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia.
Beberapa tahun terakhir dilaporkan munculnya penyakit bercak cincin yang
menyebabkan menurunnya produksi pepaya di beberapa daerah. Penyakit bercak
cincin ini disebabkan oleh Papaya ringspot virus (PRSV) dan merupakan penyakit
baru di Indonesia.
daun muda dan batang serta tangkai daun. Pada kondisi infeksi yang sangat parah
gejala muncul pada buah dan menyebabkan bercak hijau tua pada buah, tanaman
merana dan akhirnya mengalami mati pucuk.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu mengetahui bentuk gejala tanaman
terong yang terserang virus gemini, kemudian karakteristik dari virus gemini, inang
virus gemini, penularan dan Pengendalian virus gemini.
BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Pepaya
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan buah meja bermutu dan bergizi yang
tinggi. Buah pepaya telah lama dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Buah
matangnya sangat digemari sebagai buah meja dan sering dihidangkan sebagai buah
pencuci mulut karena cita rasanya yang enak, relatif tingginya kandungan nutrisi
dan vitamin, serta fungsinya dalam melancarkan pencernaan. Tanaman pepaya
banyak dibudidayakan, baik di daeah tropis maupun subtropis. Pepaya berasal dari
Amerika Tengah. Tanaman buah menahun ini tumbuh pada tanah lembab yang
subur dan tidak tergenang air, dapat ditemukan di dataran rendah sampai ketinggian
1000 m dpl. Negara-negara di daerah tropis yang banyak memanam pepaya adalah
Brazil, Nigeria, Filipina, Meksiko, India dan Indonesia. (Saraswati, 2014)
Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh
hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada
batang pohon bagian atas.daunnya menyirip lima dengan tangkai yang panjang dan
berlubang dibagian tengah. Bunga pepaya memiliki mahkota bunga berwarna
kuning pucat dengan tangkai pada batang. Bunga biasanya ditemukan pada daerah
sekitar pucuk. Bentuk buah bulat hingga memanjang, dengan ujung biasanya
runcing. Warna buah ketika muda hijau gelap dan setelah masak hijau muda hingga
kuning. Daging buah berasal dari karpela yang menebal,berwarna kuning hingga
merah tergantung varietasny. Bagian tengah berongga. Biji-biji pada buah yang
masih muda berwarna putih dan pada buah yang sudah masak berwarna hitamatau
kehitaman dan terbungkus semacam lapisan berlendir untuk mencegahnya dari
kekeringan (Martins, 2016)
Nama pepaya dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Belanda “papaja”
dan pada masa lainnya diambil dari Arawak”papaya”. Dalam bahasa jawa disebut
“kates” dan bahasa sunda disebut “gedang”. Nama daerah lain dari pepaya yaitu
peute, betik, ralempaya, punti kayu (Sumatra), pisang malaka, bandas, manjan
(Kalimantan), kalajawa, padu (Nusa Tenggara), kapalay, kaliki, unti jawa (
Sulawesi). Nama asing pepaya antara lain papaya (Inggris) dan fan mu gua (Cina)
(Herbie, 2015)
4
A. Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapangan
Lokasi Virus
N Gambar Gambar Pengamb yang
Gejala serangan
o Lapangan Literatur ilan Menyera
Sampel ng
Gejala daun keriput
dan keriting yang
menggulung ke bawah
atau ke dalam. Daun
menjadi kasar, kaku,
ukuran mengecil,
1. (Soni et al., Kuranji PaLCuV
menebal vena, tangkai
2022) daun bengkok zig-zag,
defoliasi, gagal
berbunga atau buah,
dan pertumbuhan bisa
terhambat.
Gejala serangan
PRSV pepaya
2. Kuranji PRSV mengakibatkan variasi
(Temaja et gejala menguning dan
al., 2015) motle helaian daun
B. Pembahasan
Berdasarkan tabel hasil praktikum di atas, kelompok 5 telah berhasil
mendapatkan 3 tanaman pepaya yang di duga terserang virus. Gejala pertama yang
ditemukan dilapangan adalah keriting daun pepaya. Setelah dilihat dan di sesuaikan
dengan beberapa literatur, diketahui bahwa penyebab penyakit keriting daun pada
pepaya yang di temui diduga disebabkan oleh PaLCuV. Gejala yang ditimbulkan
oleh PaLCuV adalah daun pepaya mengalami keriput dan keriting yang
menggulung ke bawah atau ke dalam dan muncul sebagai cangkir terbalik. Daun
menjadi kasar, kaku, dan ukurannya mengecil dengan menebal vena dan tangkai
daun bengkok zig-zag. Selain itu, tanaman yang terinfeksi menunjukkan defoliasi,
gagal berbuah bunga atau buah, dan membatasi pertumbuhan selama tahap lanjut
infeksi (Soni et al., 2022).
Gejala infeksi virus yang ke-2, didapatkan perubahan warna pada
pertulangan daun menjadi berwarna kuning. Setelah di bandingkan dengan
beberapa literatur diketahui bahwa gejala yang didapatkan dilapangan diduga
disebabkan oleh virus PRSV. Gejala akibat infeksi PRSV meliputi daun pepaya
menguning dan stunting, motle pada helaian daun, shoe-string pada daun muda,
water-soaked streak pada tangkai daun dan gejala bercak bercincin gelap kecil pada
permukaan buah (Temaja et al., 2015). Infeksi PRSV tunggal dapat menghasilkan
vena menguning, klorosis lamina daun, kehilangan massa daun, dan deformasi daun
(Chavez et al., 2016). Berdasarkan penelitian di beberapa jurnal diketahui bahwa
vektor dari virus ini adalah kutudaun, dua diantaranya yaitu Myzus persicae dan
Aphis gossypii yang merupakan vektor utamanya.
Gejala infeksi virus yang ke-3, ditemukan adanya percampiran warna daun
antara hijau tua, hijau muda atau kekuningan. Gejala serangan virus yang ditemui
ini diduga disebabkan oleh PapMV. Dari literatur yang didapat, gejala PapMV
ditandai dengan klorosis daun dan pembentukan mosaik. Infeksi PapMV tunggal
menghasilkan mosaik tetapi tidak mempengaruhi massa daun. Adapun perbedaan
dari gejala serangan oleh virus PRSV dan PapMV adalah infeksi PRSV tunggal
menghasilkan penurunan massa daun, dan deformasi daun sedangkan infeksi
PapMV tunggal menghasilkan mosaik tetapi tidak mempengaruhi massa daun
(Chavez et al., 2016).
BAB. 5 PENUNTUP
A. Kesinpulan
B. Saran
Awasthi, L., S. Singh, and R. Singh. 2011. Induction of systemic resistance through
antiviral agents of plant origin against papaya ring spot disease (Carica
papaya L.). Arch. Phytopathol. Plant Protect. 44(17):1676–1682.
Budiyanti T, Sunyoto. 2011. Varietas unggul baru pepaya merah delima si merah
yang manis. Sinartani. Agroinovasi. 2–8 Nov. (3429):5–7.
Gonsalves, D., Tripathi, S., Carr, J.B., Suzuki, J.Y., 2010. Papaya ringspot virus.
Papaya ringspot virus.
Harmiyati T. 2015. Kisaran inang dan penularan Papaya ringspot virus [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Harmiyati, T., 2015. Kisaran Inang Dan Penularan Papaya Ringspot Virus.
Harmiyati, T., Hidayat, S.H., Adnan, A.M., 2016. Deteksi dan Respons Lima
Varietas Pepaya terhadap Tiga Isolat Papaya Ringspot Virus (PRSV). J.
AgroBiogen 11, 87–94.
Herbie, T. 2015. Kitab Tanaman Berkhasiat Obat: 226 Tumbuhan Obat Untuk
Penyembuhan Penyakit dan Kebugaran Tubuh. Yogyakarta: Octopus
Publishing House.
Hidayat, S.H., Nurulita, S., Wiyono, S., 2013. Infeksi Papaya ringspot virus pada
Tanaman Pepaya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. J. Fitopatol.
Indonesia.81-84.
11
Hidayat, S.H., S. Nurulita, dan S. Wiyono. 2012. Temuan penyakit baru infeksi
Papaya ringspot virus pada tanaman pepaya di Nangroe Aceh Darussalam.
J. Fitopatol. Indones. 8(6):184–187
Lestari, G.S. 2014. Deteksi Papaya ringsot virus asal tanaman pepaya (Carica
papaya L.) berdasarkan teknik reverse transcription-polymerase chain
reaction. Skripsi S1, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Martins DS, Ventura JA, Paula RCAL, Fornazier MJ, Rezende JAM, Culik MP,
Ferreira PSF, Peronti ALBG, Carvalho RCZ, Sousa-Silva CR. 2016. Aphid
vectors of Papaya ringspot virus and their weed hosts in orchards in the
major papaya producing and exporting region of Brazil.
Saraswati, U. 2014. Karakterisasi molekuler coat protein gene Papaya ringspot
virus pada tanaman pepaya (Carica papaya L.) di Indonesia. Tesis S2,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Saraswati, U., Daryono, B.S., 2014. Karakterisasi Molekular Coat Protein Gene
Papaya Ringspot Virus Pada Tanaman Pepaya (Carica papaya L.) Di
Indonesia.
Singh, S., Awasthi, L.P., Singh, R.K., 2011. Induction of systemic resistance
through antiviral agents of plant origin against papaya ring spot disease
(Carica papaya L.). Arch. Phytopathol. Plant Prot. 44, 1676–1682.
Soni, SK, Mishra, MK, Mishra, M., Kumari, S., Saxena, S., Shukla, V., ... & Shirke,
P. (2022). Infeksi virus keriting daun pepaya (PaLCuV) pada tanaman
pepaya (Carica papaya L.) mengubah sifat anatomis dan fisiologis serta
mengurangi komponen bioaktif. Tanaman , 11 (5), 579
Temaja, I. G. R. M., Sudiarta, I. P., Darmiati, N. N., & Puspawati, N. M. 2015.
STRATEGI PENGENDALIAN PAPAYA RINGSPOT VIRUS (PRSV)
PENYEBAB PENYAKIT BERCAK BERCINCIN PADA PEPAYA.
Usharani, T.R., V. Laxmi, S. Jalali, and M. Krishnareddy. 2012. Duplex PCR to
detect both Papaya ringspot virus and Papaya leaf curl virus simultaneously
from naturally infected papaya (Carica papaya L.). Indian J. Biotechnol.
12:269–272.
LAMPIRAN
No Gambar Keterangan
1 Lokasi pengamatan gejala virus
pada tanaman pepaya
Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu jenis sayuran dari
keluarga labu- labuan (Cucurbitaceae) yang sudah popular di seluruh dunia
termasuk di Indonesia. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) (2012),
Perkembangan produksi tanaman mentimun di Indonesia tahun 2009 mencapai
583.139 ton/tahun namun pada tahun 2012 produksinya menurun menjadi 511.525
ton/tahun. Penggunaan ekstrak nabati dapat menurunkan penyakit CMV pada
tanaman mentimun.
Virus inhibitor merupakan zat yang dapat mencegah infeksi virus yang
terdapat pada sap dari tanaman tertentu. Tanaman juga memiliki kandungan
senyawa aktif yang bersifat antiviral yang berperan dalam penghambatan
pergerakan virus. Ada tidaknya antiviral dalam suatu tanaman dapat berpengaruh
pada ketahanan tanaman terhadap penghambatan infeksi virus. Perlakuan ekstrak
Euchornia crassipes, Euchema alvarezii, Mirabilis jalapa, dan Amaranthus spinosus
dapat menurunkan preferensi serangga vektor terhadap tanaman inang,
memperpanjang masa inkubasi gejala, menekan perkembangan penyakit gemini
virus.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui cara penularan
virus secara mekanis, bentuk gejala tanaman yang terserang CMV, kemudian
karakteristik dari CMV, inang CMV, penularan dan pengendalian dari CMV.
BAB. 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Mentimun
Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu jenis sayuran dari
keluarga labulabuan (Cucurbitaceae) yang banyak dikonsumsi di Indonesia serta
memiliki peluang budidaya yang besar. Dalam sejarah perkembangannya,
mentimun berasal dari benua Asia. Beberapa sumber menyebutkan daerah asal
mentimun adalah Asia Utara, tetapi sebagian lagi menduga berasal dari Asia Selatan
(Simanullang et al., 2014).
Mentimun sudah banyak dibudidayakan sejak bertahun-tahun yang lalu dan
tanaman ini merupakan sayuran jenis subtropik dan tropik dataran tinggi namun
masih dapat beradaptasi dan banyak dibudidayakan pada daerah tropik dataran
rendah sesuai dan karakteristik dan jenisnya. Mentimun memiliki akar tunggang
dan akar serabut. Akar tunggang mentimun tumbuh ke dalam tanah hingga
kedalaman 20 cm, sedangkan akar serabutnya tumbuh menyebar dan dangkal secara
horizontal di sekitar tanaman. Tanaman mentimun merupakan salah satu jenis
tanaman yang peka terhadap kekurangan maupun kelebihan air sehingga kebutuhan
air pada mentimun harus tetap terjaga (Manalu, 2013).
Batang tanaman mentimun berbentuk bulat, membelit, beralur, kasar,
berwarna hijau atau hijau kebiruan. Akar tanaman mentimun berbentuk serabut,
berwarna putih kehitaman. Daunnya berwarna hijau, berbentuk tunggal, tersebar,
dengan tangkai berbentuk bulat. Panjang tangkai berkisar antara 3-10 cm, dan
berbentuk oval. Pangkal berlekuk membulat dengan bagian ujung meruncing.
Panjang pangkal daun berkisar 5-10 cm dengan lebar 3-8 cm dengan permukaan
daun yang kasar (Eka, 2019).
Bunga tanaman mentimun, yaitu tunggal, berumah satu, berkelamin satu.
Bunga betina berwarna putih dengan bakal buah tenggelam. Bentuk mahkotanya
halus dengan panjang 1-2 cm. Adapun bunga jantan berwarna putih, terletak diatas
dengan panjang 1-2 cm. Bunga pertama yang dihasilkan pada usia 4-5 minggu
adalah bunga jantan. Bunga-bunga selanjutnya adalah bunga hermaprodit. Satu
tumbuhan mampu menghasilkan 20 buah. Sekalipun demikian, dalam budidaya
tanaman ini, jumlah buah harus dibatasi untuk menghasilkan ukuran buah yang baik
(Eka, 2019).
17
Tobacco mosaic virus adalah virus yang sangat ganas yang dapat menyebabkan
permukaan daun menjadi sedikit bergelombang, kasar dan berkerut. Selain itu,
TMV adalah virus yang stabil, sehingga virus tersebut dengan cepat menimbulkan
gejala saat ditransplantasikan ke tanaman lain. Sebaliknya, Cucumber Mosaic Virus
adalah virus yang persisten, sehingga jika tanaman terinfeksi CMV akan
menimbulkan gejala tetapi berlangsung lama. indikator yang digunakan biasanya
tanaman yang rentan. Pada Cassia occidentalis, kotiledon dicangkokkan ke daun
pertama, tetapi pada lesi lokal Chenopodium amaranticolor biasanya berkembang
dengan baik pada daun dewasa. Sap dari beberapa tanaman dapat menjadi racun
bagi tanaman uji atau mengandung penghambat yang seringkali dapat mencegah
penularan virus ke tanaman uji (Lailatul, 2014)
Gejala dari TMV ini sangatlah bervariasi tergantung pada spesies yang
terinfeksi dan kondisi lingkungan. Dalam beberapa kasus virus mungkin ada tetapi
gejalanya mungkin tersembunyi dan juga tertutup. Bercak kekuningan dan bercak
hijau dapat terlihat pada daun dan buah.pertumbuhan membujur dari cabang
samping dan batang daun meningkat. Mengarah pada penekukan daun dan tangkai
daun.daun muda tampak berkerut dan ramping, dan seluruh tanaman sangatlah
kerdil dan cacat, dengan buah tampak lebat. Sejauh ini pengendalian virus masih
bersifat preventif, seperti penggunaan varietas tahan, pemberantasan gulma,
pengendalian biologis melalui perlindungan silang, pergiliran tanaman,
pengelolaan sanitasi lingkungan (Zitni, 2012)
18
A. Hasil
Tabel 2. Hasil Pengamatan Penularan Virus secara Mekanis
Jumlah
Masa
No Perlakuan Daun Gambar Keterangan
inkubasi
Bergejala
Kontrol
Tanaman
sehat
1. - -
sebagai
pembanding
SAP
Pengamatan
Daun
hari ke-8
2. - -
setelah
inokulasi
SAP
Pengamatan
Bunga
hari ke-8
3. - -
setelah
inokulasi
B. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mengenai penularan virus
secara mekanis pada tanaman mentimun, di dapatkan hasil seperti pada tabel. Dari
3 perlakuan yang dilakukan yaitu perlakuan dengan pemberian SAP pada daun dan
perlakuan dengan pemberian SAP pada bunga yang dibandingkan dengan
perlakuan kontrol, tidak di dapatkan hasil penularan virus setelah inkubasi. Hasil
yang didapatkan terlihat perlakuan tanaman mentimun yang di beri SAP daun dan
SAP bunga nampak sama, daun terlihat sehat dan tidak ada gejala yang pada daun.
penyebab dari ketidak berhasilan penularan virus secara mekanis bisa diduga
disebabkan oleh beberapa faktor. Adapun faktor yang mengakibatkan ketidak
21
berhasilan penularan virus ini bisa di sebabkan oleh faktor tanaman inang,
virus,dan lingkungan. Faktor virus dikarenakan ada beberapa jenis virus yang
memang tidak bisa ditularkan secara mekanis. Selain itu penyakit virus terjadi
apabila strain virus yang menyerang virulen. Keparahan gejala yang diakibatkan
oleh infeksi virus tergantung pada beberapa hal diantaranya umur tanaman pada
saat terinfeksi, lingkungan yang sesuai untuk perkembangan virus, strain dan
virulensi virus yang menyerang tanaman, serta keberadaan vektor serangga sebagai
agen pembawa virus (Agrios, 2005). Virus yang memiliki virulensi yang tinggi akan
mampu melakukan replikasi dengan cepat di dalam sel tanaman (Goodman et al.,
1986)
Faktor tanaman inang meliputi dari faktor genotipe tanaman dan umur
tanaman. Pada Infeksi sistemik umur tanamn mempengaruhi penyeberan virus
dalam tanaman inang. Berdasarkan penelitian juga dijelaskan bahwa Semakin tua
tanaman yang terinfeksi maka semkain terbatas penyebaran virus pada tanaman.
Sastrahidayat (1987) dalam bukunya berpendapat bahwa translokasi virus dalam
satu tanaman akan lebih lambat pada tanaman yang lebih tua dibanding tanaman
muda.
Bos (1990) dalam bukunya juga menambahkan bahwa pengaruh virus
terhadap tanaman akan terlihat kuat jika tanaman terinfeksi saat masih muda, tetapi
pengaruhnya terlihat lemah jika tanaman terinfeksi setelah dewasa karena
metabolisme tanaman muda lebih cepat dibanding tanaman tua. Selain itu
kemapuan tanaman dalam mempertahankkan diri jika tanaman tahan atau toleran
daro serangan virus maka gejala tidak terlihat.. Kemampuan virus melakukan
replikasi juga ditentukan oleh respon tanaman.
Menurut Fraser dalam bukunya 1998) menyatakan bahwa tanaman yang
imun dicirikan oleh ketidakmampuan virus untuk bermultiplikasi sehingga gejala
tidak terjadi, sedangkan tanaman yang tahan dicirikan oleh kemampuan tanaman
untuk membatasi perkembangan virus dalam sel tertentu sehingga virus tidak
menyebar ke sel-sel yang lain (Matthews, 2002). Penjelasan lainya yaitu jika pada
tanaman yang toleran terhadap virus adalah tanaman yang masih dapat terinfeksi,
tetapi memiliki kemampuan bertahan terhadap keberadaan dan multiplikasi virus
yang dapat ditunjukkan dengan berkurangnya gejala penyakit (Keller et al., 2000)
BAB. 5 PENUTUP
A. Kesinpulan
B. Saran
Badan Pusat Statistik, (BPS) 2012. Produksi sayuran di Indonesia. Jakarta [ID]
Tufaila, M. Laksana, D. D. & Alam, S. 2014. Aplikasi Kompos Kotoran Ayam untuk
Meningkatkan Hasil Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) di Tanah
Masam. Jurnal Agroteknos. 4(2): 119-126.
Yadi, S., Karimuna, L., & Laode, S. 2012. Pengaruh Pemangkasan dan Pemberian
Pupuk Organik Terhadap Produksi Tanaman Mentimun (Cucumis sativus
L.). Jurnal Penelitian Agronomi. 1(2): 107-114
6 Pemberian carborondum
Penyakit yang disebabkan oleh virus merupakan kendala yang utama dalam
upaya meningkatkan produksi tanaman mentimun di sebagian besar lokasi
pertanaman mentimun di Indonesia termasuk di lokasi penelitian ini.Virus berbeda
dengan pathogen dari golongan jamur, bakteri atau nematode yang dapat diatasi
dengan aplikasi pestisida.Pengendalian virus yang memberikan hasil efektip saat
ini belum banyak diketahui. Selama ini pengendalian virus masih bersifat preventip,
seperti penggunaan varietas tahan ( Hadiastomo, 1986 dan Melton 1998), melalui
pemberantasan gulma (Semangun, 1993), pengendalian boil;ogis melalui proteksi
silang (Homma, 1990), pergiliran tanaman, sanitasi lingkungan, penggunaan biji
dan alat perkembanganbiakan vegetatip yang bebas infeksi virus.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui cara penularan
virus dengan vector kutu daun, bentuk gejala tanaman yang terserang BCMV,
kemudian karakteristik dari BCMV, inang BCMV, penularan dan pengendalian dari
BCMV.
BAB.2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Kacang Panjang
Tanaman kacang panjang merupakan tanaman semak, menjalar, semusim
dengan tinggi kurang lebih 2,5 m. Batang tanaman ini tegak, silindris, lunak,
berwarna hijau dengan permukaan licin. Daunnya majemuk, lonjong, berseling,
panjang 6-8 cm, lebar 3-4,5 cm, tepi rata, pangkal membulat, ujung lancip,
pertulangan menyirip, tangkai silindris, panjang kurang lebih 4 cm, dan berwarna
hijau. Bunga tanaman ini terdapat pada ketiak daun, majemuk, tangkai silindris,
panjang kurang lebih 12 cm, berwarna hijau keputih-putihan, mahkota berbentuk
kupu-kupu, berwarna putih keunguan, benang sari bertangkai, panjang kurang lebih
2 cm, berwarna putih, kepala sari kuning, putik bertangkai, berwarna kuning,
panjang kurang lebih 1 cm, dan berwarna ungu. Buah tanaman ini berbentuk
polong, berwarna hijau, dan panjang 15-25 cm. Bijinya lonjong, pipih, berwarna
coklat muda. Akarnya tunggang berwarna coklat muda (Asripah,2004 dalam
Zahara et al, 2019).
Jenis tanah yang paling baik untuk tanaman ini adalah tanah bertekstur liat
berpasir. Kacang-kacangan peka terhadap alkalin atau keasaman tanah yang tinggi.
Untuk pertumbuhan yang optimal diperlukan derajat keasaman (pH) tanah antara
5,5 – 6,5. Tanah yang terlalu asam dengan pH dibawah 5,5 dapat menyebabkan
tanaman tumbuh kerdil karena teracuni garam aluminium (Al) yang larut dalam
tanah. Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan pengapuran. Tanaman kacang
panjang tumbuh dengan baik didaerah beriklim hangat, dengan kisaran suhu antara
20 oC – 30 oC. Didaerah bersuhu rendah, yakni dibawah 20 oC pertumbuhannya
relatif lambat dan jumlah polong yang terbentuk hanya sedikit. Tanaman kacang
panjang peka terhadap pengaruh suhu dingin dan dapat mati kalau terkena frost
(suhu dibawah 4 oC) (Yuwono, 2009 dalam Zahara et al, 2019).
C. Kutu Daun
Aphis craccivora (Hemiptera: Aphididae) merupakan hama utama dari
tanaman kacang-kacangan. Panjang tubuh dewasa berkisar 1-1,6 mm. Nimfa dapat
dibedakan dengan imago dari jumlah ruas antena yang lebih sedikit pada nimfa
yang lebih muda. Jumlah antena nimfa instar satu umumnya 4 atau 5 ruas, instar
kedua 5 ruas, instar tiga 5 atau 6 ruas dan instar empat atau imago 6 ruas. A.
craccivora muda (nimfa) dan imago (dewasa) mengisap cairan tanaman (Marwoto,
2013).
yang dapat menghambat fotosintesis (Benchasri et al., 2011 dalam Cahyani et al.,
2017).
periode makan secara akuisisi selama 60 detik. Setelah itu, dibunuh vektor
secara mekanis dan diamati kapan muncul gejala. Pemindahan vektor kutu daun
menggunakan kuas kecil yang dilembabkan.
BAB. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 3. Hasil Pengamatan Rearing Kutu Daun (Aphis craccivora)
No Gambar Jumlah Kutu Daun Keterangan
Hasil rearing kutu
daun setelah 1
hari dari 10 ekor
1. 10
imago didapatkan
2 ekor nimfa
yang hidup
Jumlah
Masa
No Daun Gambar Keterangan
inkubasi
Bergejala
B. Pembahasan
Berdasarkan tabel hasil yang telah di dapatkan pada tabel 3 di ketahui bahwa
dari rearing yang telah dilakukan, dengan jumlah awal imago kutu daun 10 imago
pada cup pertama, menghasilkan 2 nimfa yang hidup, 5 mati, dan 2 imago yang
hidup. Sedangkan pada cup 2 tidak menghasilkan nimfa dan imagonya juga mati.
Kematian dari kutu daun disebabkan oleh beberapa faktor seperti jenis makanan
dan keadaan lingkungan selama dilakukanya riring. Hal sesuai dengan pernyataan
bahwa jenis makanan yang dimakan oleh kutu daun apakah dau muda atau daun
yang sudah tua. Artinya ada kemungkinan pemberian pakan berupa daun yang
sudah tua atau bukan daun muda lagi bisa menjadi penyebab kematian dan
berkurangnya populasi dari kutu daun. Pada fase generatif tanaman sebagian
daunnya sudah mulai tua atau kering hal ini bisa menurunkan populasi dari kutu
karna kutu sangat menyukai daun muda (Fauzana et al., 2002).
Berdasarkan hasil pengamatan penularaan virus secara mekanis
menggunakan vector kutu daun (Aphids Craccivora) pada tanaman kacang panjang
di table 4 diperoleh hasil bahwa setelah dilakukan pengamatan selama 2 minggu
gejala serangan virus ditemukan di hari ke-6 dan lebih jelas terlihat di hari
kedelapan. Gejala yang ada berupa gejala daun dari kacang panjang
keriting,mengkerut,permukaan tiak rata,tepi daun tidak rata dan juga ditemukan
bbeberapa gejala bercak-bercak berwarna kuning pada permukaan daun kacang
panjang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang menjelaskan. Virus yang berasosiasi
dan menyebabkan mosaik kacang panjang salah satunya adalah BCMV (Bean
common mosaic virus).
Virus ini dapat ditularkan dengan vektor pembawa penyakit berupa kutu
daun.Gejala infeksi BCMV pada tanaman kacang panjang berupa daun berwarna
kuning terang, penebalan pada tulang daun, dan permukaan daun tidak rata akibat
pertumbuhan urat daun tidak sebanding dengan pertumbuhan helaian daun (Zheng
et al. 2002). Gejala infeksi BCMV yang lain berupa mosaik berupa lepuhan, pola
warna kuning dan hijau pada daun, malformasi daun, daun menggulung, tanaman
menjadi kerdil, dan dilihat pada bagian polong serta biji yang dihasilkan lebih akan
sedikit dibandingkan dengan tanaman sehat (Udayashankar et al. 2010).
BAB. 5 PENUTUP
A. Kesinpulan
B. Saran
Damayanti TA, Alabi OJ, Naidu RA, & Rauf A. 2009. Severe outbreak of a yellow
mosaic disease on the yard long bean in Bogor, West Java. Hayati J. Biosci.
16(2): 78-82.
Johan. 2011. Kelimpahan Hama dan Musuh Alami serta Pengaruh Perlakuan
Insektisida pada Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis. L) Fase
Generatif [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.
Julinatono, J. 2009. Mengenal Predator diantara Hama Serangga.
http://www.tanindo.com/abdi10/hal3001.htm (Diakses pada 29 mei 2023).
Marwoto. 2013. Hama Utama Kacang Tanah dan Upaya Pengendaliannya.
Lampung: Balai Penelitian Aneka Kacang dan Umbi. Monograf Balitkabi
No. 13.
Megasari, D., Damayanti, T. A., & Santoso, S. (2014). Pengendalian Aphis
craccivora Koch. dengan kitosan dan pengaruhnya terhadap penularan Bean
common mosaic virus strain Black eye cowpea (BCMV-BlC) pada kacang
panjang. Jurnal Entomologi Indonesia, 11(2), 72-72.
Melgarejo TA, Lehtonen MT, Fribourg CE, Rannali M, & Valkonen JPT. 2007.
Strains of BCMV and BCMNV characterized from lima bean plants affected
by deforming mosaic disease in Peru. Arch. Virol. 152(10): 1941–1949.
Soedomo, R.P. 2011. Uji adptasi dan daya hasil kacang panjang (Vigna
sesquipedalis (L) Fruhw) di daerah dataran medium Garut. J. Agrijati 7(1):
55-64.
Yuwono, N.W. 2009. Membangun kesuburan tanah di lahan marginal. Jurnal Ilmu
Tanah dan Lingkungan (9): 137-141.
Zahara, S. Mutiara, S. Khairani. Septian, E, G. 2019. Sistem Pertanian Terpadu
Berkelanjutan Budidaya Tanaman Kacang Panjang (Vigna Sinensis L).
Medan. Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Pembangunan Panca
Budi Medan.
Zeng D, Luo X, Tu R. 2012. Application of bioactive coatings based on chitosan
for soybean seed protection. International Journal of Carbohydrate
Chemistry 2012:1–5.
LAMPIRAN
12 Penyiapan sungkup