Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM STUDI KOMUNITAS

ECHINODERMATA DI PULAU MAITARA


KOTA TERNATE

Dibuat Oleh:
(05182211013)

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2023
LEMBARAN PENGESAHAN

Judul Laporan :

Nama Mahasiswa : Achmad Furqan Raihan Yunus


NPM : 05182211013
Asisten Koordinator :

Komposisi Niali :
a) Nilai Laporan :
b) Nilai Ujian Praktikum :
c) Nilai Akhir :
d) Kualifikasi : Lulus / tidak lulus

Ternate, …………………….2023
Dosen PJ. Matah Kuliah Asisten Kordinator Praktikum

Dr. Salim Abubakar, S.Pi, M.Si


NIP. 192505032001121004

i
ii
KATA PENGANTAR
Assala’muaalaikum warahmatullah wabarakatuh

Segala Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik serta hidayah-Nya sehingga Saya dapat menyusun makalah inidengan
sebaik-baiknya. Shalawat dan salam tak lupa Saya ucapkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari kegelapan menuju alam
yang terang benderang ini. Alhamdulillah, Laporan Praktikum yang di ampuh oleh
Dosen Bapak Dr. Salim Abubakar, S.Pi, M.Si. dapat Saya selesaikan dengan baik.

Terimakasih Saya ucapakan kepada pihak-pihak yang telah memberikan


dukungannya kepada Saya Laporan Praktikum Ekologi Perairab yang membahas
tentang “ECHINODERMATA”

Saya menyadari bahwa Hasil Laporan Praktikum ini mungkin masih terdapat
kesalahan baik dari pengolahan kata, ejaan kata yang tidak benar dan lain
sebagainya. Segala masukan baik berupa kritik ataupun saran sangat Saya
butuhkan dari pembacaagar dalam penyusunan Laporan Praktikum Ini
selanjutnya tidak berlarut-larut dalam kesalahan yang sama serta dapat menjadi
motivasi bagi Saya untuk membuat Tugas ini yang lebih baik lagi.

Ternate, 16 November 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBARAN PENGESAHAN............................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................................v
DAFTAR TABEL...............................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................................vii
I. PENDAHULUAN............................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2. Tujuan dan Manfaat Praktikum............................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................4
2.1. Definisi Echinidermata.............................................................................................4
2.2. Klasifikadi Echinodermata........................................................................................5
2.2.1. Klasifikasi Holothuroidae (Timun Laut atau Teripang Laut).............................5
2.2.2. Klasifikasi Echinoidea (Bulu babi)....................................................................6
2.2.3. Klasifikasi Asteroidea (bintang Laut)................................................................6
2.2.4. Klasifikasi Ophuroidea (bintang ular)................................................................6
2.2.5. Klasifikasi Crinoidea (lili laut)..............................................................................7
2.3. Morfologi Echinodermata.........................................................................................7
2.4. Pola Penyebaran dan Habitat....................................................................................9
2.5. Struktur Komunitas...................................................................................................9
2.6. Parameter Lingkungan............................................................................................10
2.6.1 Salinitas.............................................................................................................10
2.6.2. Suhu.................................................................................................................10
2.6.3. Potential Hidrogen (PH)...................................................................................10
2.6.4. Do/02 Terlarut..................................................................................................11
III. METODE PENELITIAN.............................................................................................12
3.1. Waktu dan Tempat Praktikum.................................................................................12
3.2. Alat dan Bahan Praktikum......................................................................................12
3.3. Metode Pengambilan Data......................................................................................13
3.4. Metode Analisis Data..............................................................................................14
3.4.1. Kepadatan.........................................................................................................14
3.4.2. Keanekaragaman Jenis.....................................................................................14

iv
3.4.3. Dominasi Jenis.................................................................................................15
3.4.4. Kemerataan Jenis (Wibosono, 2005)...............................................................15
3.4.6. Asosiasi Antar Jenis Organisme (Rondo, 2004)...............................................18
3.4.7. Pola Kekayaan Spesies.....................................................................................19
3.4.8. Pengukuran Relung..........................................................................................19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................................21
4.1. DESKRIPSI LOKASI.............................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................22
LAMPIRAN.......................................................................................................................24

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1Biota Phylum Echinodermata.........................................................................8

Gambar 2 1 Desain Samping Kuadran Pengamatan Echinodermata 14

Gambar 3. 1 Lokasi Pengambilan Sampel 20

vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1. Alat dan Bahan yang digunakan saat praktikum.............................................12

Tabel 2. 2. Tabel kontingensi 2 × 2 18

vii
DAFTAR LAMPIRAN

NO Halaman

viii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia termasuk negara yang memiliki, total luas negara 5.193.250 km²
(mencakup lautan dan daratan).(Supriadi & Alim,2011:2) Dengan luas ini
Indonesia termasuk sebagai negara terluas ke-7 didunia setelah Kanada. Amerika
Serikat, Kanada, Rusia, China dan Brazil. Indonesia memiliki luas lautan yang
lebih besar dibandingkan luas daratan dan merupakan negara kedua terluas di
Asia. (Siombo,2009) dalam (Sari, 2019).
Indonesia merupakan negara maritime terbesar di dunia yang memiliki
bentangan garis pantai dengan panjang 81.000 KM, sehingga menjadikan laut
Indonesia dan wilayah pesisir Indonesia memiliki kandungan kekayaan dan
sumber daya alam hayati laut yang sangat berlimpah, seperti ikan, terumbu karang
hutan mangrove dan sebagainya. Keadaan tersebut menjadikan Indonesia
termasuk ke dalam negara yang memiliki kekayaan sumber daya perairan yang
tinggi dengan sumber daya hayati perairan yang sangat beranekaragam.
Keanekaragaman sumber daya perairan Indonesia meliputi sumber daya ikan
maupun sumber daya terumbu karang. Terumbu karang yang dimiliki Indonesia
luasnya sekitar 7000 km2 dan memiliki lebih dari 480 jenis karang yang telah
berhasil dideskripsikan. Luasnya daerah karang yang ada menjadikan Indonesia
sebagai Negara yang memiliki kenekaragaman ikan yang tinggi khususnya ikan -
ikan karang yaitu lebih dari 1.650 jenis spesies ikan (Wilater, 2014) dalam
(Kurniawan, 2018).
Dilihat dari survey yang ada di buku Prioritas Geografi Keanekaragaman
Hayati Laut Untuk Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia, 5
wilayah teratas yang memiliki biota laut terbanyak dan terindah adalah Papua,
Laut Banda, Nusa Tenggara, Laut Sulawesi/Selat Makassar, dan Halmahera.
Namun sangat di sayangkan Papua dan Nusa Tenggara dari segi aksesibilitas dan
fasilitas masih sangat kurang memadai di bandingkan wilayah lainnya. Laut
Banda sendiri merupakan laut dengan cekungan yang dalam sehingga masih
terdapat biota laut yang belum ditemukan oleh peneliti namun tekanan
penangkapan ikannya sangat berat dan berbahaya. Sedangkan Laut Sulawesi/selat
Makassar merupakan wilayah stategis yang berada di tengah-tengah Indonesia

1
namun sayang jumlah biota lautnya hanya berada pada posisi 4. Dari keterangan
di atas dapat di simpulkan bahwa wilayah Laut Banda dan Selat Makassar sangat
berpotensi untuk aktivitas penelitian dan pengembangan biota laut. Salah satu
lokasi yang berada di 2 wilayah tersebut adalah pulau Selayar. Selain itu
aksesibilitas di Pulau Selayar
Indonesia Juga dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan
keanekaragaman yang sangat tinggi, termasuk pada biodiversitas lautnya serta
memiliki nilai jual yang tinggi untuk kegiatan pariwisata. Salah satu organisme
laut yang banyak dijumpai hampir diseluruh kelautan Indonesia adalah Filum
Echinodermata, Filum Echinodermata terdiri dari lima kelas, yaitu kelas
Asteroidea (bintang laut), Ophiuroidea (Bintang Ular), kelas Echinoidea
(Landak Laut), kelas Crinoidea (lilia laut), dan kelas Holothuroidea (Tripang
Laut) (Katili, 2011) dalam (Jannah, 2019).
Istilah Echinodermata berasal dari bahasa Yunani Echinos yang artinya
duri, derma yang artinya kulit. Echinodermata secara umum dapat diartikan
sebagai hewan yang berkulit duri. Echinodermata memiliki kemampuan
autotomi serta regenerasi pada bagian tubuh yang hilang, putus maupun rusak.
Semua hewan yang termasuk dalam kelas ini memilki bentuk tubuh radial
simetris dan kebanyakan mempunyai penyusun kulit yang berasal dari zat kapur
dengan memiliki tonjolan berupa duri. Kelompok utama Echinodermata terdiri
dari lima kelas, yaitu kelas Asteroidea (bintang laut) contohnya, Archaster
typicus, kelas Ophiuroidea (Bintang Ular) contohnya, Amphiodiaurtica, kelas
Echinoidea (Landak Laut) contohnya, Diademasetosium, kelas Crinoidea (lilia
laut) contohnya, Antedon rosacea, dan kelas Holothuroidea (Tripang Laut)
contohnya, Holothuria scabra (Katili, 2011) dalam (Amirudin, 2021).
Echinodermata memiliki berbagai ukuran, bentuk, struktur dan warna, ada yang
seperti bintang, bulat, pipih, bulat memanjang dan seperti tumbuhan bunga. (Hewan
ini merupakan penghuni perairan dangkal, yang umumnya terdapat di terumbu
karang dan ekosistem lamun. Echinodermata memiliki kemampuan autotomi serta
regenerasi bagian tubuh yang hilang, putus atau rusak (Budiman dkk, 2014).
Echinodermata memiliki peranan, yaitu sebagai organisme kunci yang dapat
berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut, dimana Holothuroidea dan

2
Echinoidea memiliki peranan sebagai pendaur ulang nutrient (Sese dkk, 2018). Selain
itu, Echinodermata bersifat pemakan seston atau pemakan detritus, sehingga
kegunaannya dalam suatu ekosistem adalah sebagai perombak sisa-sisa bahan
organik yang tidak terpakai oleh spesieslain, tetapi dapat dimanfaatkan oleh beberapa
jenis Echinodermata sebagai makanannya (Kambey dkk,2015).
Berdasarkan Praktikum yang di Lakukan di Pulau maitara dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apa saja jenis Echinodermata yang ditemukan di Pulau Maitara?
2. Bagaimana Korelasi Faktor Habitat hidup Dari Jenis – jenis Organisme Padang
Lamun di pulau Maitara?
3. Berapa indeks keanekaragaman, indeks dominansi, indeks kelimpahan,
Kepadatan, Keanegaragaman jenis, dominasi Jenis, kemerataan jenis, pola
sebaran asosiasi antar jenis, pola kekayaan spesies, lebar relung dan tumpah
tindih relung mikrohabitat Pulau Maitara?

1.2. Tujuan dan Manfaat Praktikum


A. Tujuan Praktikum Yaitu:
1. Mengidentifikasi dan Mendeskripsikan jenis – jenis Organisme
Padang Lamun di Pulau Maitara.
2. Mendeskripsikan habitat hidup dari jenis – jenis organisme padang lamun
di Pulau Maitara.
3. Menentukan Stuktur Komunitas organisme padang lamun yang
meliputi: Kepadatan, Keanegaragaman jenis, dominasi Jenis,
kemerataan jenis, pola sebaran asosiasi antar jenis, pola kekayaan
spesies, lebar relung dan tumpah tindih relung mikrohabitat Pulau
Maitara.
B. Manfaat Praktikum Yaitu:
1. Untuk Mengajarkan kepada mahasiswa dan meningkatkan
keterampilan mahasiswa dalam Mendeskripsikan Jenis – Jenis
Organisme Padang lamun.

2. Untuk Mengajarkan Habitat Hidup Jenis – Jenis Organisme Padang


Lamun Bagi Mahasiswa.

3
3. Untuk mengenalkan Mahasiswa Struktur komunitas Organisme
Padang Lamun.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi Echinidermata
Echinodermata adalah Phylum hewan terbesar yang tidak memiliki
anggota yang hidup di air tawar atau darat. Echinodermata (dalam bahasa yunani,
echino berarti landak, derma yakni kulit). Jadi, dapat diartikan echinpdermata
adalah kelompok hewan tripoblastik yang memiliki ciri khas adanya rangka dalam
(endoskeleton) berduri yang menembus kulit. Hewan-hewan ini juga mudah
dikenali dari bentuk tubuhnya. Kebanyakan memiliki simetri radial, khususnya
simetri radial pentameral (terbagi lima) (Arnone, et al., 2015).
Echinodermata mempunyai kulit keras yang tersusun dari zat kapur
dengan lima lengan berbentuk seperti jari, dan organ-organ tubuh yang
berjumlah/kelipatan lima. Pada umumnya hewan ini bertubuh kasar karena
terdapat tonjolan kerangka dan duri di tubuhnya. Bentuk tubuh Echinodermata
memiliki ciri khas yakni bersifat simetri radial dengan penguat tubuh dari zat-zat
kapur dengan tonjolan duri-duri dan simetri radialnya berevolusi secara
sekunder. Kulitnya mempunyai lempeng-lempeng zat kapur dengan duri-duri
kecil, hidupnya bebas hanya gerakannya yang lamban. Echinodermata tidak
mempunyai kepala, tubuhnya tersusun dalam sumbu oral-aboral (Ubaghs, 2012)
dalam (Suryanti, 2019). Tubuh tertutup epidermis tipis yang menyelubungi
rangka mesodermal. Rangka di dalamnya terdiri atas ossicle atau pelat-pelat
kapur yang dapat digerakan dan memiliki Ambulakral (Woodward, 2016).
Ambulakral berfungsi untuk mengatur pergerakan bagian yang menjulur keluar
tubuh, yaitu kaki ambulakral atau kaki tabung ambulakral. Kaki ambulakral
memiliki alat isap (Sari et al., 2010) dalam (Suryati, 2019).
Phylum Echinodermata dibagi dalam lima golongan utama yakni
teripang (Holothuroidea), bintang laut (Asteroidea) bintang ular (Ophiuroidea),
bulu babi (Echinoidea) dan lili laut (Crinoidea). Hewan-hewan ini sangat
umum dijumpai di daerah pantai terutama daerah terumbu karang. Di
Indonesia dan sekitarnya (Kawasan Indo-Pasifik Barat) terdapat teripang

4
sebanyak kurang lebih 141 jenis, bintang laut 87 jenis, bintang ular 142 jenis
bulu babi 84 jenis dan lili laut 91 jenis (Yusron, 2013).

Echinodermata merupakan kelompok inverterbrata yang memiliki


tingkat keanekaragaman spesies yang tinggi dan berperan 3 penting baik secara
ekologis maupun ekonomis. Jenis-jenis Echinodermata dapat bersifat pemakan
seston (suspension feeder) atau pemakan detritus, sehingga perannya dalam
suatu ekosistem sangat penting untuk merombak sisa-sisa bahan organik yang
tak terpakai oleh spesies lain namun dapat dimanfaatkan oleh beragam jenis
Echinodermata (Suryati, 2019).

2.2. Klasifikadi Echinodermata


Hewan echinodermata adalah komponen komunitas bentik di lamun yang lebih
menarik dan lebih memiliki nilai ekonomis. Lima kelas echinodermata
ditemukan pada ekosistem lamun di Indonesia. Berikut ini kelas-kelas
Echinodermata (Suryanti, 2019).

1. Holothuroidea (timun laut atau teripang)


2. Echinoidea (bulu babi dan sand dollar)
3. Asteroidea (bintang Laut)
4. Ophuroidea (bintang ular)
5. Crinoidea (lili laut)

2.2.1. Klasifikasi Holothuroidae (Timun Laut atau Teripang Laut)

Secara taksonomi menurut (Sutaman,1993) dalam (Suryati, 2019).


teripang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Phylum : Echinodermata
Sub-Phylum : Echinozoa
Class : Holothuroidea
Sub-class : Aspidochirotaceae
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Aspidochirotae
Genus : 1. Holothuria
Spesies : a. Holothuria scabra (Jaeger)

5
b. Holothuria Argus (Jaeger)
c. Holothuria vagabunda (Salenka)
d. Holothuria atra (Jaeger)

Genus : 2. Muelleria
Spesies : a. Muelleria Lecanora (Jaeger)
Genus : 3. Stichopus
Spesies : a. Stichopus ananas (Jaeger)
b. Stichopus variegatus

2.2.2. Klasifikasi Echinoidea (Bulu babi)

Klasifikasi bulu babi Diadema setosum menurut (Pratt,1953) dalam (Suryati, 2019).
Kelas : Echinoidea
Ordo : Cidaroidea
Famili : Diadematidae
Genus : Diadema
Spesies : Diadema setosum

2.2.3. Klasifikasi Asteroidea (bintang Laut)

Klasifikasi bintang laut (Riyanti,2019) yaitu:

Category : Saltwater Invertebrates

Kingdom : Animalia

Phylum : Echinodermata

Class : Asteroidea

Order : Valvatida

Family : Oreasteridae

Genus : Protoreaster

Species : Protoreaster nodosus

2.2.4. Klasifikasi Ophuroidea (bintang ular)

Klasifikasi Ophiarachna affinis (bintang laut) (Ningsih dkk,2018) yaitu:

6
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Class : Ophiuroidea
Ordo : Ophiurida

Family : Ophiocamidae
Genus : Ophiarachna
Spesies : Ophiarachna affinis

2.2.5. Klasifikasi Crinoidea (lili laut)


Klasifikasi Holopus sp (Lili Laut) (Ningsih dkk,2018) yaitu:

Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Class : Crinoidea
Ordo : Cyrtocrinida
Family : Holopodidae
Genus : Holopus
Spesies : Holopus sp

2.3. Morfologi Echinodermata


Ukurannya mulai dari sentimeter sampai meter, bentuk tubuh simetris
radial lima penjuru termasuk divisi Bilateral dan waktu larva mempunyai bentuk
tubuh simetri bilateral sebagai plankton. Tidak memiliki kepala dan tubuh
tersusun dalam sumbu oral aboral, biasanya tubuh tertutup epidermis tipis
menyelubungi rangka mesodermal (rangka dalam), rangka terdiri dari ossicle (plat
kapur). Hidup komensal (inang bagi hewan lain/tempat berlindung), bernapas
dengan insang kuli (skill gill, papula, dermal branchia) yang merupakan perluasan
rongga tubuh yang keluar melalui lubang kecil diantara ossicle kapur
(Suryati,2019).

7
. Echinometra mathaei Mespilia globulus

Laganum futsiyama Bohadschia marmorata

Linckia laevigata Ophiocoma scolopendrima

Gambar 1. 1Biota Phylum Echinodermata

8
Phylum Echinodermata mempunyai peran penting dalam ekosistem
khususnya ekosisitem laut, peran pentingnya yaitu sebagai detritivor yang mana
itu adalah bertindak sebagai pembersih karena memakan bangkai atau sisa-sisa
kotoran hewan dilaut dan rumput laut yang bisa mengganggu ekosistem karang
dilaut maupun juga dipantai. Dari lima kelas yang ada, echinoidea adalah
kelompok yang paling penting di ekosistem lamun Karibia, karena mereka adalah
kelompok pemakan yang utama Echinodermata besar lain seperti Protoreaster,
Peintacerater dan Culcita sp. cenderung pengurai dan pemakan segala dan tidak
memakan lamun secara langsung (Suryati,2019).

2.4. Pola Penyebaran dan Habitat


Echinodemata merupakan hewan dengan jumlah penyebaran atau
distribusi yang luas dijumpai disemua laut dari zona intertidal sampai laut yang
sangat dalam Hewan-hewan ini juga mudah dikenali dari bentuk tubuhnya,
kebanyakan memiliki bentuk tubuh simetris radial dan kebanyakan mempunyai
endoskeleton dari zat kapur dengan memiliki tonjolan berupa duri.
Echinodermata termasuk hewan coelomate dengan simetri radial yaitu tubuh
dibagi menjadi lima bagian yang tersusun mengelilingi sumbu pusat.
Echinodermata merupakan hewan laut yang hidup di pantai tetapi kebanyakan
didasar laut. Kelompok hewan ini ditemukan di hampir semua kedalaman laut.
Penyebaran Echinodermata sangat luas dan filum ini terdiri atas 5.300 spesies
dan sejumlah besar berupa fosil (Yusuf,2003) dalam (Lika dkk,2021).
Habitat Echinodermata dapat ditemukan pada hampir setiap.ekosistem
laut. Secara umum pada ekositem laut Echinodermata mencapai diversitas
tertinggi di terumbu karang dan pantai dangkal, terutama bulu babi dan
bintang laut yang biasanya larva dari spesies ini dapat berenang sampai jarak
yang jauh untuk memperluas distribusi (Rompis dkk., 2013). Beberapa dari
jenis Echinodermata ada yang hidup dalam sumur-sumuran yang ada didacrah
pantai, serta ada juga yang membenamkan diri kedalam tanah liat yang ada di
sungai muara pantai atau di bawah karang-karang lunak (Jalaluddin dkk, 2017).

9
2.5. Struktur Komunitas
Komunitas adalah kumpulan dari populasi-populasi yang terdiri dari
spesies berbeda yang menempati. daerah tertentu. Komunitas dapat
diklasifikasikan bedasarkan bentuk atau sifa sturktur utama seperti spesies
dominan, bentuk-bentuk hidup atau indicator, habitat fisik dari komunitas dan
sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional. Struktur komunita dapat dipelajari melalui
kelimpahan, keanekaragaman, dominasi, dan kemerataan spesies, (Efendi dkk,
2016).

2.6. Parameter Lingkungan


Berikut adalah Penjelasan parameter Lingkungan yang Terdiri dari
Salinitas, Suhu, Ph, dan Do/02 terlarut dari (Muzaki, 2018). sebagai berikut:

2.6.1 Salinitas

Salinitas pada daerah estuari berfluktuasi terkait perubahan musim,


topografi estuari, pasang surut dan jumlah air tawar. Pada gilirannya fluktuasi
salinitas dapat mempengaruhi penyebaran makrozoobentos baik secara vertikal
maupun horizontal. Asteroidea memiliki batasan toleransi salinitas antara 30‰
sampai dengan 34‰ Spesies bintang laut tertentu ada yang dapat bertahan hidup
pada salinitas sekitar 15‰ (Sloan,1980). Kisaran salinitas yang masih mampu
mendukung kehidupan organisme perairan, khususnya fauna makrozoobentos
adalah 15‰-35‰

2.6.2. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur
proses kehidupan dan penyebaran organisme. Suhu memengaruhi aktivitas
metabolisme dan reproduksi organisme yang hidup di perairan perubahan suhu
dapat menjadi isyarat bagi organisme untuk memulai atau mengakhiri aktivitas,
misalnya reproduksi. Peningkatan suhu perairan dapat meningkatkan kecepatan
metabolisme tubuh organisme yang hidup didalamnya, dampaknya konsumsi
oksigen akan menjadi lebih tinggi. Peningkatan suhu perairan sebesar 10oC dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik

10
sebanyak dua sampai tiga kali lipat Perkins (1974) mengemukakan bahwa kisaran
suhu yang dianggap layak bagi organisme akuatik bahari adalah 25-32oC.

2.6.3. Potential Hidrogen (PH)

Derajat keasaman (pH) pada perairan laut relatif stabil serta berada dalam kisaran
7,5-8,4 Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan
menyukai nilai pH sekitar 7-8,5.

2.6.4. Do/02 Terlarut

Peran penting sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air
Kadar oksigen di perairan dipengaruhi oleh suhu, salinitas dan turbulensi air.
Kadar oksigen terlarut berkurang seiring dengan naiknya suhu, ketinggian
(altitude) dan salinitas, serta berkurangnya tekanan atmosfer Kelarutan oksigen
lebih tinggi di kolom perairan dibandingkan di dalam substrat karena tingginya
kandungan bahan organik dalam substrat. Secara ekologis, konsentrasi oksigen
terlarut akan menurun dengan adanya penambahan bahan organik, karena bahan
organik tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang mengonsumsi oksigen
yang tersedia dalam suatu perairan.

11
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Praktikum
Pelaksanaan praktikuam yang dilakukan pada tanggal 28 oktober 2023, Pada
Jam 10.00 – 12.00 WIT, pengambilan data dengan cara melakukan pengamatan
pada jenis filum Echinodermata dengan menggunakan kuadran. Kegiatan ini
dilaksanakan di perairan Pulau Maitara Kecamatan Tidore Utara, Provinsi maluku
Utara.

3.2. Alat dan Bahan Praktikum


Tabel 2. 1. Alat dan Bahan yang digunakan saat praktikum

No Alat dan Bahan Kegunaan


Untuk Mencatat Hasil Atau Data-Data
1 Alat Tulis
Pengamatan
Untuk Mengukur Panjang Dan Lebar dari
2 Mistar
organisme Echinodermata yang di temukan.
Membuat Lintasan Untuk Melakukan
3 Tali
Pengamatan
4 Kuadrant 1x1 m Untuk Mengambil Sampel Dari Lintasan
Untuk Menulis Nama-Nama Echinodermata
5 Spidol Permanen
yang telah ditemukan Pada Kertas Sampel
Untuk Menaruh Sampel Echinodermata Yang
6 Kertas Sampel Di Ambil Dari Lintasan Dengan Menggunakan
Kuadran
Mempermudah Dalam Menggunanakan Alat
7 Papan LJK
Tulis
8 Refractometer Untuk Mengukur Konsentrasi Air Asin
9 Kertas Lakmus Menguji Zat Yang Bersifat Asam Dan Basah
10 Ph Meter Menunjukan Kadar Oksigen Terlarut Dalam Air
Pedoman dalam identifikasi jenis
Echinodermata yang telah di temukan sehingga
11 Buku idenrifikasi
memudahkan pekerjaan dalam mencatat dan
menulis data.
Kamera Digital/
12 Dokumentasi Kegiatan Praktikum
Hp
Global Positioning
13 Menentukan POsisi Lokasi Praktikum
Sistem (GPS)

12
14 Meteran Roll Mengukur Luas Kuandarn

3.3. Metode Pengambilan Data


Pengambilan data dilakukan pada satu transek dengan panjang 50 m. Frame
kuadran diletakkan disisi kanan transek dengan jarak antara kuadrant satu dengan
yang lainnya adalah 5 m sehingga total kuadrat pada setiap transek adalah 10.
Titik awal transek diletakkan pada jarak 0 – 5 m dari kali pertama lamun dijumpai
(dari arah pantai).
Cara-cara pengumpulan data menggunakan metode line transect dengan
Langkah-langkah berikut:
1. Di setiap stasiun pengamatan diletakan transek-transek garis dari
arah darat ke arah laut/vertikal sepanjang zonasi padang lamun di
daerah intertidal sampai mendekati zona sub tidal. Transek
diletakkan mulai dari zona intertidal sampai zona sub tidal dengan
partumbuhan lebat dan jarang. Observasi untuk pengambilan data
jenis Organisme dipadang Lamun dan luasan penutupanya serta
karakteristik habitat lamun dilakukan dengan berjalan kaki pada
waktu air laut surut mengikuti garis transek secara vertikal, dinilai
lebih akurat, cepat dan mudah dibandingkan dengan laut ketika
pasang. Jarak pandang waktu surut lebih luas dan lebih cepat dapat
menentukan jenis Organisme di padang lamun, jenis substrat dan
gambaran persentase penutupan lamun.
2. Masing-masing stasiun terdiri dari 3 buah. Jarak antar transek 20
meter. Pada setiap transek ditempatlan kuadrat berukuran 50 cm x 50
cm sebanyak 10 buah dengan jarak secara acak.
3. Jenis Organisme di padang lamun yang diperoleh dalam kuadrat
tersebut langsung diidentifikasi berdasarkan petunjuk Sjafrie et al
(2018) dan dihitung jumlah individu.
4. Masing-masing spesies di letaka diatas kertas lalu mengukur pajang
dan lebar dengan menggunakan mistar, Kemudian
Mendokumentasikanya.

13
Laut

Kuadran (1 x 1 m)

20 m Lintasan
50 m

Darat
Gambar 2 1 Desain Samping Kuadran Pengamatan Echinodermata

3.4. Metode Analisis Data


Ada beberapa metode Analisa yang di pakai dalam melakukan pengamatan
pada jenis Echinodermata yaitu:
3.4.1. Kepadatan
X
D=
A
Keterangan :

D = Kepadatan Setiap Jenis (Ind/m²)


X = Jumlah individu tiap jenis (Ind/m²)
A = Luas areal yang terukur dengan kuadran (m²)
3.4.2. Keanekaragaman Jenis
Untuk menghitung besarnya keanekaragaman digunakan metode shanon
dan weinner (Ludwig dan Reynold, 1988)

s
¿
H ' =−∑ ¿ In N
i:I N

14
Keterangan :

H= Kanekaragaman jenis
ni = Jumlah individu jenis-i
N = Jumlah seluruh individu

Dengan kriteria :

H’¿ 1 = Keanekaragaman jenis rendah


1≤ H ≤3 = Keanekaragaman jenis sedang
H’ ˃ 3 = Keanekaragaman jenis tinggi
3.4.3. Dominasi Jenis
Untuk mengetahui indeks dominasi digunakan formula (Odum, 1996),
sebagai berikut:

( )
2
¿
C=∑ N

Keterangan :
ni = jumlah individu tiap jenis
N = jumlah individu seluruh jenis
Dengan kriteria :
Nilai C berkisar 0 – 1.
Jika C mendekati 0 berarti tidak ada spesies yang mendominasi dan apabila nilai
C mendekati 1 berarti adanya salah satu spesies yang mendominasi.

3.4.4. Kemerataan Jenis (Wibosono, 2005)

'
H
E=
Hmax
Keterangan:
E = Indeks kemerataan
H’ =Keanekaragaman jenis
Hmax =LnS
S = Jumlah taksa
Dengan kriteria:

15
˃ 0,81 = penyebaran jenis sangat merata
0,61 – 0,81 = penyebaran jenis lebih merata
0,41 – 0,60 = penyebaran jenis merata
0,21 – 0,40 = penyebaran jenis cukup merata
˂ 0,21 = penyebaran jenis tidak merata

3.4.5. Pola sebaran (Id)


Pola sebaran organisme yang ditemukan dihitung dengan menggunakan
Indeks Morisita yaitu :

2
Σ Xi −ΣXi
Id = n × ( ΣΧ i )2 −ΣΧ i
Keterangan :
Id = Indeks morisita
n = Jumlah kuadran pengambilan jenis ke-i
∑xi = Jumlah individu pada kuadran jenis ke-i
∑xi² = Jumlah kuadran total individu jenis ke-i
Dengan ketentuan:
Id =1, Pola sebaran acak
Id <1, Pola sebaran seragam
Id >1, Pola sebaran mengelompok
Uji lanjut dilakukan dengan perbandingan nilai indeks Morisita yang dibakukan
(Id) dengan konstanta +0,5 berdasarkan nilai-nilai pada batas kepercayaan 95%.
Prosedur pengujian sebagai berikut:
Penetapan 2 titik signifikan (tingkat nyata) yaitu :
2
X .0,975−n+∑ Xi
Indeks penyebaran seragam Mu = ( Σ Xi )−1
2
X .0,025−n+∑ Xi
Indeks penyebaran mengelompok Mc = ( Σ Xi )−1
Keterangan :
2
X =¿ Nilai chi kuadrat dari tabel pada derajat bebas (n-1) dengan α ₁ = 0, 975
dan α ₂ = 0, 025.

16
Perhitungan Indeks Morisita yang Standarisasikan dengan ketentuan sebagai
berikut :

Jika Id ≥Mc>1,0 maka Ip = 0,5 + 0,5 (Ind−Mc


– Mc
)

Jika Mc > Id ≥ 1,0 maka Ip = 0,5 (IdMc−1


−1
)
Jika 1,0 > Id > Mu, maka Ip = - 0,5 (IdMu−1
−1
)

Jika 1,0 >Mu > Id, maka Ip = - 0,5 + 0,5 (Id Mu


−Mu
)
Indeks Morisita yang distandarisasikan memiliki kisaran dari -1,0 sampai
dengan +1,0 dengan batas kepercayaan 95% pada - 0,5 dan + 0,5
Dengan kriteria :
 Jika Ip = 0 maka populasinya menyebar acak
 Jika Ip > 0 maka populsinya menyebar menglompok
 Jika Ip < 0 maka populasinya menyebar seragam
Morisita (1962) menunjukan bahwa untuk menguji hipotesis nol yaitu populasi
menyebar acak (Id = 1,0), dan hipotesis tandinganya yaitu populasi menyebar
secara mengelompok (Id > 1,0) dan menyebar teratur (Id < 1,0) dapat digunakan
uji X² yang mengukur penyimpangannya terhadap nilai Id = 1,0 dengan db-1
yaitu:
x ²=Id ¿
Kaidah pengambilan keputusan:

X²hit > X² tab = Id tidak sama dengan 1,0

Jika

17
X² hit < X² tab = Id sama dengan 1,0

3.4.6. Asosiasi Antar Jenis Organisme (Rondo, 2004)


Tahapan analisi uji statistic dan kecenderungan asosiasi dua spesies yaitu :
1. Tahapan penyusunan pasangan spesies dengan bantuan tabel kontigensi
2 ×2 (Tabel.4):

Tabel 2. 1Tabel kontingensi 2 × 2


Spesies B
Spesies A Jumlah
Ada Tidak ada
Ada a b a+b
Tidak ada c d c+d
Jumlah a+c b+d N
Keterangan:
a = Jumlah kuadran yang terdapat kedua spesies
b = Jumlah kuadran yang terdapat spesies A, tetapi spesies B tidak.
c = Jumlah kuadran yang terdapat spesies B, tetapi spesies A tidak
d = Jumlah kuadran yang kedua spesies tidak terdapat
N= Jumlah total kuadran
2. Menyususn hipotesis
H₀ = Kedua spesies tidak berasosiasi
H₁ = Kedua spesies saling berasosiasi
3. Analisis statistik :
N (ad−bc)²
N > 30 = X²hit =
[ ( a+b )( c+ d )( a+ c ) (b+ d)]

[ N (|ad−bc|−N ∕ 2)² ]
N < 30 = X² = Dengan derajat bebas (r-1) (c-1) atau
[ ( a+b )( c+ d )( a+ c ) (b+ d)]
(baris – 1) = (2 – 1) (2 – 1) = 1 dan tingkat kepercayaan 5% atau 1%.

18
Kaidah pengambilan keputusan:

Jika X² hit. < X² (a;db=1) diterima H₀

Jika X² hit. > X² (a;db=1) ditolak H₀

4. Penentuan tipe asosiasi dengan menggunakan koefisien asosiasi (V)


menurut Krebs (1972) dalam Rondo (2004) yaitu :

(ad−bc )
V=
√( a+b )( c +d ) ( a+ c )(b+d )
Jika V bernilai positif, maka kedua spesies berasosiasi positif
Jika V bernilai negative, maka kedua spesies berasosiasi negative.

3.4.7. Pola Kekayaan Spesies


S^ = s ( n−1
n )
k

Keterangan:
S = Estimasi jumlah spesies
s = Jumlah spesies total yang ada dalam n kuadran (sampel)
n = Jumlah total kuadran
k = Jumlah spesies unik

3.4.8. Pengukuran Relung


Parameter relung yang diukur biasanya adalah lebar relung suatu spesies
dan tumpah tindih relung antar dua atau lebih spesies dalam pemanfaatan
seperangkat kondisi ataupun sumberdaya.
a. Lebar relung menurut Pianka
Lebar sumberdaya terdistribusi secara tidak kontinyu (discontinuous) atau
dalam unit diskrit, maka lebar relung dianalisis sebagai berikut :

19
1
B = ∑ P12(S)
s

i=I

Dimana:
Pi = proporsi spesies yang terdapat dalam unit ke-I dari sumberdaya dari
S-unit (semua sumberdaya yang ditemukan), sehingga B berkisar dari 1/S = 1,0
b. Tumpah Tindih Relung Levin:

aij = ∑ ⁿ PihPij( B)
Dimana:
aij = Kealing-lingkupan/tumpah tindih relung microhabitat dari jenis i terhadap
jenis i
Pih, Pjh = Proporsi tiap jenis dalam tipe microhabitat ke – h
B = lebar relung

20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. DESKRIPSI LOKASI
Desa Maitara Tengah secara administratif terletak di Kota Tidore
Kepulauan, Kecamatan Tidore Utara. Desa Maitara Tengah letaknya sangat
strategis karena berhadapan dengan Kel. Rum Kota Tidore Kepulauan di sebelah
Utara berbatasan dengan Desa Maitara Induk, di sebelah Selatan berbatasan
dengan Desa Maitara Selatan. Secara geografis desa ini terletak pada 0 43
ˈ45.50” LU dan 12722ˈ40.63” BT. Perairan tersebut juga memilki subsrat dasar
yang bervariaasi seperti subsrat pasir berlumpur, pasir berkarang dan lumpur
berpasir. Adanya kondisi subsrat yang bervariasi ini menyebabkan perairan
tuada memiliki berbagai jenis sumber daya hayati.
Dari hasil di lapangan, praktikum di lakukan pada tempat wisata pantai Posi-
posi Ngusu Lenge, yang ada di Desa Maitara Utara Kec. Tidore Utara Yang
terletak di bagian Desa Maitara Tengah merupakan tempat pariwisata yang dekat
dengan pemukiman penduduk tempat tersebut sering di kunjungi oleh berbagai
wisatawan yang datang untuk berkunjung atau refresing karna tempat ini memiliki
kedudukan yang strategis serta memiliki pemandangan yang sangat indah. dan
juga terdapat beberapa jenis tumbuhan seperti mangrove dan lamun. Sedangkan di
bagian Selatan yang jauh dari pemukiman terdapaat perkebunan kelapa
penduduk.Tempat pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. 1 Lokasi Pengambilan Sampel

21
DAFTAR PUSTAKA
Arnone, M. I., Byrne, M., & Martinez, P. 2015. Echinodermata. In Evolutionary
Developmental Biology of Invertebrates 6: Deuterostomia (pp. 1–58 Hal).

Budiman, A., Kusumaningtyas, R. D., Pradana, Y. S., Lestari, N. A. 2014.


Biodisel Bahan Buku, Proses dan Teknologi. Yogyakarta: Gadja Madah
University Press. 192 Hal.

Efendi, I., Imran, A. 2016. Investasi Mangrove Di Pesisir Pantai Cemarah


Lombok Barat.
https://ejournal.mandalanursa.org/index.php/JUPE/article/view/66. Diakses
Pada Tanggal 28 November 2023.

Jalaluddin. Ardeslan. 2017. Identifikasi Dan Klasifikasi Phylum Echinodermata


Di Perairan Laut Desa Sembilan Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten
Simeulue. Jurnal Biology Education, 6(1), 81-97 hal.

Jannah, L. 2019. Keanekaragaman dan Kemelimpahan Echinodermata Yang


Terdapat di Pantai Gunungkidul. [Skripsi]. Yogyakarta: Program Studi
Biologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. 60 Hal.

Kambey, A.G., U.N.W.J. Rembet dan A.S. Wantasen. 2015. Komunitas


Echinodermata di daerah intertidal perairan Pantai Mokupa Kecamatan
Tombariri Kabupaten Minahasa. Jurnal Ilmiah Platax, 3(1), 10-15.

Kurniawan, H. 2018. Analisis Kebijakan Pemerintah Tentang Pemberantasan


llegal Fishing Terhadap Produksi Subsektor Perikanan Indonesia. [Skripsi].
Medan: Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Muhammadiyah Sumatera
Utara. 87 Hal.

Lika, A. G., Santrum, M. J., Nahak, S. 202. Keanekaragaman Jenis Dan Pola
Distribusi Filum Echinodermata Di Pantai Air Dao Kecamatan Kupang Barat.
[Jurna Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam]. Pendidikan Biologi FKIP,
Universitas Nusa Cendana. 1 – 12 hal.

22
Muthia, P. T. 2021. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Biota Laut Di Selayar.
[Skripsi]. Makassar: Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin. 68 Hal.

Muzaki, F. K. 2018. Studi Komunitas Echinodermata Pada Padang Lamun Pantai


Bama Dan Pantai Kajang, Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur.
[Skripsi]. Surabaya: Departemen Biologi Fakultas Ilmu Alam Institut
Teknologi Sepuluh Nopember. 89 Hal.

Ningsih, R. Z., Taib, E. N., Agustina, E. 2018. Karakteristik Filum


Echinodermata Di Pulau Dua Kabupaten Aceh Selatan. [Prosiding Seminar
Nasional Biotik]. Program Studi Pendidikan Biologi FTK UIN Ar-Raniry
Banda Aceh. 129 – 137 hal.

Rompis, B. R., Langoy, M. L., Katili, D. Y., & Papu, A. 2013. Diversitas
Echinodermata di Pantai Meras Kecamatan Bunaken Sulawesi Utara
(Diversity of Echinoderms on the Meras Beach, Bunaken District, North
Sulawesi). Jurnal Bios Logos, 3(1).

Sari, Y. 2019. Peran Bakamla Republik Indonesia DiZona Maritim Wilay Ah


Barat Terhadap Illegal Fishing DiKota Batam. [Skripsi]. Pekan Baru:
Fakultas Hukum Universitas Islam Riau. 92 Hal.

Sese, M. R., Annawaty. Yusron, E. 2018. Keanekaragaman Echinodermata


(Echinoidea dan Holothuroidea) di Pulau Bakalan, Banggai Kepulauan,
Sulawesi Tengah, Indonesia, 5(2), 73–77

Suryanti. 2019. Bioekologi Phylum Echinodermata. Semarang: Departemen


Sumberdaya Akuatik. 66 Hal.

Woodward, S. P. 2016. On Echinothuria Floris, a New and Anomalous


Echinoderm from the Chalk of Kent. The Geologist, 6(9), 327–330.
https://doi.org/10.1017/s1359465600001039. Diakses Pada Tanggal 18
Novemver 2023.

23
Yusron, E. 2013. Biodiversitas Fauna Echinodermata (Holothuroidea,
Echinoidea,Asteroideadan Ophiuroidea) di Perairan Pulau Lombok, Nusa
Tenggara Barat. Zoo Indonesia. 22(1): 1-10

24
LAMPIRAN

25

Anda mungkin juga menyukai