Anda di halaman 1dari 50

HUBUNGAN PERILAKU DAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN

ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS


TIGO BALEH KOTA BUKITTINGGI
TAHUN 2023

PROPOSAL

Oleh :
Disa Desfaryan
NIM : 1913201033

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS
FORT DE KOCK BUKITTINGGI
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke-hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya serta telah memberi nikmat kesehatan, kekuatan, pikiran

yang jernih dan keterbukaan hati, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

Proposal yang berjudul “Hubungan Perilaku dan Lingkungan Dengan Kejadian ISPA

Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2023”.

Penulisan Proposal ini merupakan salah satu syarat yang harus di penuhi dalam

rangka untuk menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat di Universitas Fort De Kock Bukittinggi.

Dalam penulisan Proposal ini penulis banyak mendapatkan bimbingan,

arahan, serta dukungan dari berbagai pihak oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih yang tulus terutama kepada kepada yang terhormat

ibu Silvia, M.Biomed selaku pembimbing 1 dan ibu Dr. Oktavianis S.ST, M.Biomed

sebagai pembimbing II penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang

terhormat :

1. Ibu Dr. Hj. Evi Hasnita, S.Pd, M.Kes selaku Rektor Universitas Fort De Kock

Bukittinggi.

2. Ibu Oktavianis, S.St, M.Biomed selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas

Fort De Kock Bukittinggi

3. Ibu Adriani, S.Kp M.Kes selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat

Universitas Fort De Kock Bukittinggi.

i
4. Seluruh Dosen Universitas Fort De Kock Bukittinggi yang sudah membantu

dalam penulisan.

5. Dan teristimewa dalam hidup penulis, kedua orang tua tercinta yang tak putus –

putusnya memanjatkan doa untuk mengiringi setiap langkahku, yang telah

memberikan dorongan dan semangat sehingga selesai Proposal ini.

6. Serta semua sahabat dan rekan-rekan yang senasib dan seperjuangan yang tidak

dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

penulisan Proposal ini.

Selanjutnya walaupun penulis telah berusaha menyusun Proposal ini sebaik

mungkin, namun apabila terdapat kesalahan dan kekurangan, penulis mengharapkan

kritik serta saran yang membangun, akhirnya kepada-Nya jua kita berserah diri,

memohon memberi manfaat untuk kita semua.

Peneliti, 2023

Disa Desfaryan

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL........................................................................................ v
DAFTAR BAGAN...................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ viii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Penelitian.......................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian.............................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian........................................................................... 9
E. Ruang Lingkup................................................................................. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 11


A. Tinjauan Umum Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).............. 11
1. Pengertian.................................................................................... 11
2. Etiologi........................................................................................ 12
3. Klasifikasi.................................................................................... 13
4. Tanda dan Gejala......................................................................... 14
5. Cara Penularan............................................................................. 17
6. Cara Pencegahan......................................................................... 18
8. Pegobatan.................................................................................... 19
B. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan ISPA............................. 20
1. Faktor Lingkungan...................................................................... 20
2. Status Sosial dan Ekonomi.......................................................... 23
3. Faktor Individu Balita.................................................................. 23
4. Faktor Perilaku............................................................................ 25
C. Kerangka Teori................................................................................. 32

BAB III KERANGKA KONSEP................................................................ 33


A. Kerangka Konsep............................................................................. 33
B. Definisi Operasional......................................................................... 34
C. Hipotesis Penelitian.......................................................................... 35

BAB IV METODE PENELITIAN.............................................................. 36


A. Desain Penelitian.............................................................................. 36
B. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................... 36
C. Populasi dan Sampel........................................................................ 36
D. Instrumen Penelitian......................................................................... 38

iii
E. Jenis Pengumpulan Data................................................................... 39
F. Teknik Pengumpulan Data............................................................... 39
G. Teknik Pengolahan Data.................................................................. 40
H. Analisa Data..................................................................................... 41
I. Etika Penelitian.................................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional.................................................................. 34

v
DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1 Kerangka Teori.......................................................................... 32


Bagan 3.1 Kerangka Konsep....................................................................... 33

vi
DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar Permohonan Menjadi Responden


2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent)
3. Kuesioner Penelitian
4. Lembar Konsul Pembimbing I
5. Lembar Konsul Pembimbing II

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan pada masa anak-anak dapat berkontribusi terhadap kesehatan

fisik dan mental yang akan dirasakan ketika berumur dewasa. Oleh karena itu,

prioritas untuk meningkatkan kualitas hidup anak-anak melalui tumbuh dan

kembangnya merupakan salah satu prasyarat untuk mencapai pembangunan

manusia yang berdaya di masa depan. Investasi yang dikeluarkan oleh suatu

negara pada kesehatan, nutrisi, dan pendidikan untuk anak-anak merupakan

fondasi dalam pembangunan nasional. Dalam jangka panjang, anak-anak yang

sehat akan menjadi SDM di masa depan yang berkualitas. Peningkatan status

kesehatan anak juga merupakan upaya untuk mengurangi risiko kesakitan

penduduk di masa yang akan datang (BPS, 2022).

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya

Kesehatan Anak menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,

tumbuh, dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi. Hal ini menyebabkan perlu dilakukan upaya kesehatan anak secara

terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan (Kemenkes RI, 2021).

Anak dan Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

penyakit, utamanya penyakit infeksi (Fikawati, dkk, 2017). Salah satu penyakit

infeksi yang sering terjadi pada balita adalah ISPA yang sebagian besar

disebabkan oleh virus. Penyebab infeksi yang demikian beragam mengakibatkan

1
2

berbedanya upaya yang mungkin dilakukan setiap orang, baik untuk mencegah

maupun untuk pengobatan (Depkes RI, 2016).

World Health Organization (WHO) menyebut sebagai “the forgotten killer

of children”. Pneumonia dikatakan sebagai pembunuh utama balita di dunia,

berdasarkan data WHO dari ± 13 juta balita yang meninggal setiap tahun di dunia,

± 4 juta meninggal akibat pneumonia dan 99% terjadi di Negara berkembang

(Sabila, dkk, 2020). Separuh dari kematian balita akibat pneumonia tersebut

terjadi di lima negara, yaitu Nigeria (162.000), India (127.000), Pakistan (58.000),

Republik Demokratik Kongo (40.000), dan Ethiopia (32.000). Pneumonia juga

merupakan penyebab kematian Balita terbesar di Indonesia. Pada tahun 2018,

diperkirakan sekitar 19.000 anak di Indonesia meninggal dunia akibat pneumonia.

Estimasi global menunjukkan bahwa setiap satu jam ada 71 anak di Indonesia

yang tertular pneumonia (UNICEF, 2019).

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2022,

prevalensi balita ISPA sebesar 31,41%. Jumlah kematian balita karena ISPA

adalah sebanyak 444 kasus, 256 kematian diantaranya laki-laki dan 188 kasus

perempuan. Prevalensi ISPA tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Timur sebanyak

74.071 kasus dan terendah terdapat di Sulawesi Utara sebanyak 281 kasus

(Kemenkes RI., 2022).

Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2022,

prevalensi kejadian ISPA pada balita sebesar 18,40%. Prevalensi pada laki-laki

sebanyak 1.989 kasus dan perempuan sebanyak 1.606 kasus. Jumlah kematian

balita karena ISPA sebanyak 9 kasus, 8 kasus diantaranya perempuan dan 1 kasus

diantara laki-laki. Prevalensi tertinggi terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan


3

sebanyak 884 kasus, diikuti Kota Padang sebanyak 655 kasus dan Kabupaten

Sijunjung 519 kasus. Prevalensi terendah terdapat di Kepulauan Mentawai

sebanyak 2 kasus (BPS Provinsi Sumatera Barat, 2022).

Berdasarkan Data Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi tahun 2022, jumlah

penduduk usia balita di Kota Bukittinggi sebanyak 13,872 orang dengan jumlah

kasus pneumonia ditatalaksana standar sebanyak 2,671 orang. Jumlah kasus

pneumonia ditatalaksana standar tertinggi terdapat di wilayah kerja Puskesmas

Guguk Panjang sebanyak 595 kasus, diikuti Puskesmas Mandiangin sebanyak

537, Puskesmas Rasimah Ahmad sebanyak 471 kasus dan Puskesmas Tigo Baleh

sebanyak 417 kasus (Dinkes Kota Bukittinggi, 2022).

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) disebabkan oleh 3 faktor utama

yaitu faktor anak, faktor perilaku dan faktor lingkungan. Faktor anak meliputi:

umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor

perilaku meliputi perilaku pencegahan dan perilaku penanggulangan ISPA pada

bayi dan peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani penyakit ISPA.

Faktor lingkungan meliputi: pencemaran udara dalam rumah (asap rokok dan asap

hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi),

ventilasi rumah dan kepadatan hunian (Prabu, 2015).

Faktor perilaku pencegahan penyakit ISPA pada balita sangat penting

dilakukan oleh keluarga, khususnya ibu (Kusuma, 2014). Pengetahuan ibu sangat

berperan penting dengan kejadian ISPA pada balita. Pengetahuan (knowledge)

adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap obyek

melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, mulut dan sebagainya). Dengan

adanya pengetahuan yang baik maka ibu akan dapat menjaga dan meningkatkan
4

kesehatan balitanya khususnya dalam pencegahan penyakit ISPA. Pengetahuan

penderita yang kurang tentang cara bahaya penyakit, penularannya, dan cara

pencegahan akan berpengaruh terhadap sikap dan tindakan sebagai orang yang

sakit dan akhirnya menjadi sumber penular bagi sekelilingnya (Ibrahim, 2018).

Perilaku merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat memberikan

kenikmatan bagi perokok, namun dilain pihak dapat menimbulkan dampak buruk

bagi perokok itu sendiri maupun orang disekitarnya. Terkandung tidak kurang

dari 4000 zat kimia beracun. Ironisnya para perokok sebenarnya sudah

mengetahui dampak dan bahaya rokok, namun masih saja tetap melakukan

aktivitas tersebut (Firmansyah, 2015).

Lantai yang baik adalah lantai yang menggunakan bahan bangunan yang

kedap air dan tidak bisa ditembus binatang melata ataupun serangga dibawah

tanah. Permukaan lantai harus selalu terjaga dalam kondisi kering (tidak lembab)

dan tidak licin sehingga tidak membahayakan penghuni rumah. Lantai yang

memenuhi persyaratan kesehatan terbuat dari ubin/ keramik/ papan (rumah

panggung)/ diplester. Lantai yang terbuat dari tanah cenderung menghasilkan

debu apabila tidak rajin disiram. Hal tersebut berisiko terhadap kesehatan balita

yang tinggal didalamnya (Kementerian Pekerjaan Umum, 2011).

Kepadatan hunian didalam rumah dapat mempengaruhi kesehatan penghuni

rumah. Jumlah penghuni yang berada dalam satu rumah dapat mempermudah

penyebaran penyakit menular dalam kecepatan transmisi organisme. Salah satu

contoh penyakitnya adalah ISPA (Krismeandari, 2015).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh berjudul The Relationship Between

Parents’ Knowledge and Behaviours with The Acute Respiratory Infection


5

Incidence of Children Under Five in Tangerang menunjukkan bahwa 94

responden (52,2%) memiliki tingkat pengetahuan tinggi, dan 131 responden

(72,8%) memiliki perilaku yang baik. Ada hubungan yang bermakna antara

pengetahuan orang tua dengan ISPA kejadian (p = 0,007). Ada juga hubungan

yang signifikan antara perilaku orang tua dengan kejadian ISPA (p=0,038).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh berjudul Factors Affecting the

Incidence of Acute Respiratory Tract Infection in Children Under Five at

Betungan Community Health Bengkulu menunjukkan bahwa kebiasaan merokok

orang tua di dalam rumah menjadikan balita sebagai perokok pasif yang selalu

terpapar asap rokok. Rumah yang orang tuanya mempunyai kebiasaan merokok

berpeluang meningkatkan kejadian ISPA sebesar 0,24 kali dibandingkan dengan

rumah balita yang orang tuanya tidak merokok di dalam rumah.

Penelitian Safrizal, (2017) menunjukkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara jenis lantai rumah dengan kejadian ISPA pada Balita di

Gampong Blang Muko Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya Tahun 2016.

Dengan didapatkan nilai P.Value 0,014 < 0,05. Dari hasil tersebut juga terdapat

nilai odds ratio (OR) yaitu 1,900 artinya bahwa seseorang yang mempunyai lantai

rumah kurang baik memiliki resiko akan mengalami ISPA 1,900 kali lebih besar

di bandingkan dengan seseorang yang mempunyai lantai rumah dengan baik.

Penelitian yang dilakukan Korelia (2017) berjudul The Relationship

Between the Physical Environment of the House anf the Incidence of Pneumonia

in Children menunjukkan bahwa kepadatan hunian kamar yang tidak memenuhi

syarat beresiko 13 kali lebih besar untuk terjadinya ISPA pada balita. Penelitian

ini juga menunjukkan adanya hubungan antara jenis lantai dengan kejadian ispa,
6

dimana nilai OR menunjukkan 1,09 yang artinya jenis lantai yang tidak

memenuhi syarat berpeluang 2 kali lebih besar adanya penderita ISPA.

Berdasarkan survei awal yang telah peneliti lakukan, terdapat 3,084 balita di

wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh dengan jumlah kasus pneumonia

ditatalaksana standar sebanyak 417 kasus. Peneliti juga melakukan survei

pendahuluan dengan cara mewawancarai 5 orang tua balita penderita ISPA di

Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh sebanyak 2 orang mengatakan tidak tahu

tentang ISPA. 2 orang tua mengatakan pernah diberitahu oleh petugas Puskesmas

di Posyandu secara lisan dan pada saat ditanya tindakan yang dilakukan sebelum

berobat ke Puskesmas untuk mengatasi batuk dan pilek tersebut mengatakan

selama dirumah biasanya diberikan obat yang dibelinya di warung dan 1 orang

mangatakan bahwa mengetahui tentang ISPA kebanyakan dari berita di televisi,

keluarga dan teman sebaya, dari 5 orang tua yang diwawancarai, kelima nya

memiliki keluarga yang memiliki kebiasaan merokok didalam rumah.

Kajian mengenai ISPA sangat penting bagi orang tua untuk mengenal ISPA

lebih dalam agar dapat memberikan pencegahan dan penanganan yang tepat untuk

penyakit ISPA pada balita. Berdasarkan beberapa fenomena diatas, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Perilaku dan Lingkungan

Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi Tahun 2023”.


7

B. Rumusan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah “Hubungan Perilaku dan Lingkungan Dengan Kejadian ISPA Pada

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2023”.

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan perilaku dan lingkungan

dengan kejadian ispa pada balita di wilayah kerja puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi tahun 2023.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2023.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan pengetahuan tentang

kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi Tahun 2023.

c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan kebiasaan merokok

anggota keluarga di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi

Tahun 2023.

d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi jenis lantai rumah di wilayah kerja

Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2023.

e. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kepadatan hunian kamar di wilayah

kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi Tahun 2023


8

f. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian

ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi

Tahun 2023.

g. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga

dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh

Kota Bukittinggi Tahun 2023.

h. Untuk mengetahui hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian

ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota Bukittinggi

Tahun 2023.

i. Untuk mengetahui hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan

kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi Tahun 2023.

D. Manfaat penelitian

1. Bagi Puskesmas

Dapat membantu Puskesmas dalam membuat suatu program untuk

meningkatkan pencegahan dan penanganan penyakit ISPA pada balita dan

sebagai bahan masukan serta informasi yang penting bagi pengembangan

penanggulangan hubungan perilaku dan lingkungan dengan kejadian ISPA

pada balita.

2. Bagi Masyarakat

Sebagai informasi bagi masyarakat terutama orang tua mengenai apa

saja yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada balita sehingga


9

masyarakat dapat melakukan tindakan preventif dan penanganan penyakit

ISPA pada balita.

3. Bagi Universitas Fort De Kock

Dapat digunakan untuk memperkaya bahan ajar dalam proses belajar

mengajar tentang pendidikan kesehatan mengenai kejadian ISPA.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas tentang hubungan perilaku dan lingkungan dengan

kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh tahun 2023.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional.

Variabel independen penelitian terdiri dari pengetahuan, kebiasaan merokok

anggota keluarga, jenis lantai rumah dan kepadatan hunian kamar dengan variabel

dependen penelitian adalah kejadian ISPA pada balita. Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh ibu yang memili balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh

sebanyak 3.084 balita. Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin dan

diperoleh sebanyak 97 orang yang dipilih secara purposive sampling. Instrumen

penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Analisa data dilakukan secara

univariat dan bivariat. Uji statistik pada analisis data menggunakan uji chi square.

Penelitian ini direncanakan akan dilakukan pada bulan Agustus tahun 2023.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

1. Pengertian

Infeksi Saluran Pernafasan Akut disingkat dengan ISPA, istilah ini

diadaptasi dari istilah dalam bahasa inggris yaitu Acute Respiratory Infections.

ISPA adalah penyakit saluran pernapasan yang dapat menular dan

menimbulkan berbagai spektum penyakit yang berkisar dari penyakit infeksi

ringan atau tanpa gejala hingga penyakit yang parah dan mematikan, namun

juga tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan dan faktor

penjamu (Marsiadi, 2017).

ISPA merupakan infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau

lebih dari saluran napas, infeksi ini diakibatkan oleh bakteri, virus dan jamur

(Marni, 2014). Infeksi saluran pernapasan atas disebut juga infeksi primer

yang terdiri dari bagian tonsilitis, rinosinusitis, faringitis, otitis media dan

rinitis. Infeksi laring ke bawah merupakan infeksi saluran pernapasan bawah

yang terdiri dari bagian pneumonia, bronkitis, bronkiolitis, epiglotitis dan

croup (Sibarani, 2017).

Infeksi yang mengenai saluran pernapasan yang merupakan organ sangat

peka sehingga kuman penyakit mudah berkembang biak serta belum kuatnya

daya tahan tubuh pada anak balita (Kursani, Yulianto dan Ramadhani, 2019).

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan

keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit

10
11

mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh

dalam keadaan kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal. Bila sudah

dalam kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanan yag lebih rumit,

meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang

ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat ditolong dengan

tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan (Depkes RI, 2008).

2. Etiologi

ISPA merupakan kelompok penyakit heterogen dan komplek yang

disebabkan oleh berbagai etiologi yang terdiri dari 300 lebih jenis virus,

bakteri, jamur dan riketsia. Etiologi tersebut bebas diudara yang akan masuk

dan menempel pada saluran pernapasan bagian atas dan biasanya menyerang

anak-anak dikarenakan kekebalan tubuhnya lemah, misalnya perubahan

musim panas ke musim hujan (Hasan, 2012).

Menurut Kemenkes RI (2015), ISPA disebabkan oleh virus dan dapat

berlanjut menjadi pneunomia apabila gizi kurang serta dikombinasikan

dengan keadaan lingkungan yang tidak hygienis teruatam dialami pada anak

kecil. Namun demikian, ISPA sering juga diidentifikasi sebagai penyakit yang

disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari manusia ke manusia

(Masriadi, 2017). ISPA juga disebabkan oleh polusi udara yang terjadi diluar

ruangan (Outdoor)dan didalam ruangan (Indoor).

Infeksi Saluran Pernapasan bisa disebabkan juga oleh beberapa

penyebab diantaranya, yaitu:


12

a. Reaksi alergi, adalah reaksi kekebalan badan seseorang yang berlebihan

terhadap zat-zat tertentu yang biasanya tidak menimbulkan masalah.

Beberapa zat tersebut misalnya debu-debu tertentu, serbuk sari, zat kimia

tertentu, jenis makanan tertentu, binatang peliharaan dan sejenisnya.

b. Virus, adalah penyebab ISPA yang paling sering, beberapa virus yang

dikenal sering menimbulkan penyakit ISPA antara lain: rhinovirus,

adenovirus. RSV (respitorary syntical virus).

c. Jamur, salah satu jamur penyabab ISPA adalah aspergillus.

d. Bakteri, mikroorganisme yang tidak kadap mata yang bisa menginfeksi

saluran pernafasan atas seseorang yaitu streptococcus dan staphylcoccus.

3. Klasifikasi

Mengklasifikasi penyakit Infeksi Saluran Pernapasan bagian atas dan

Infeksi Saluran Pernapasan bagian bawah :

a. ISPA bagian atas, yaitu infeksi yang utama mengenai struktur saluran

nafas di sebelah laring. Penyakit yang tergolong ISPA bagian atas adalah

Nasofaringitis akut (salesma), faringitis akut termasuk Tonsilitis dan

Faringotositilitis serta rhinitis.

b. ISPA bagian bawah, yaitu infeksi utama mengenai struktur saluran napas

bagian bawah mulai dari laring sampai dengan alveoli, penyakit yang

tergolong ISPA bagian bawah adalah Laringitis, Asma, Brochial,

Bronchitis akut maupun kronis dan Broncho Pneumonia.


13

Menururut Dapkes RI, klasifikasi ISPA adalah:

a. Ringan (bukan pneumonia), batuk tanpa pernafasan cepat atau kurang dari

40 kali/ menit, hidung tersumbat berair, tenggorokan merah dan telinga

berair.

b. Sedang (pneumonia sedang), batuk dan nafas cepat tanpa stridor, gendang

telinga merah, dari telinga keluar cairan kurang dari 2 minggu. Faringitis

purulen dengan pembesaran kelenjar limfe yang nyeri tekan (adentis

servikal).

c. Berat (pneumonia berat), batuk dengan nafas berat, cepat dan stridor,

membran keabuan di taring, kejang, apne, dehidrasi berat atau tidur terus,

sianosis dan adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah

bawah ke dalam.

4. Tanda dan Gejala

Penyakit ISPA adalah penyakit yang timbul karena menurunnya sistem

kekebalan atau daya tahan tubuh, bakteri dan virus penyebab ISPA di udara

bebas akan masuak dan menempel pada saluran pernapsan bagian atas yaitu

tenggorokan dan hidung. Menurut Mudehir tahun 2022 faktor-faktor yang

mendasari timbulnya gejala penyakit pernafasan antara lain:

a. Batuk

Timbulnya gejala batuk karena iritsi pada partikulasi adalah jika

terjadi rangsangan pada bagian-bagian peka salura pernafasan sehingga

timbul sekresi berlebih dalam saluran pernafasan terhadap iritasi pada

mukosa saluran pernafsan dalam pengeluaran udara dan lendir secara

mendadak serta bunyi khas.


14

b. Dahak

Dahak terbentuk secara berlebihan dari kelenjar lendir (mucus lendir) dan

selgoblet oleh adanya stimulasi, misalnya yang berhasil dari gas, pratikum,

alegran dan mikroorganisme infeksius karena proses inflamasi, disamping

dahak dalam saluran pernapasan juga terbentuk cairan eksudat berasal dari

bagian jaringan yang bergenerasi.

c. Sesak nafas

Sesak nafas atau kesulitan bernafas disebabkan oleh aliran udara

dalam saluran pernafsan karena penyempitan. Penyempitan dapat terjadi

karena saluran pernafsan menguncup atau karena menghalangi arus udara.

Tanda dan gejala pada penyakit infeksi saluran pernapasan : batuk, sakit

tenggorokan, pilek, demam, kesulitan bernafas dan sakit telinga. Berdasarkan

tingkat keparahannya, infeksi saluran pernafasan akut di bagi menjadu tiga

kelompok, yaitu:

a. ISPA ringan

Gejalanya antara lain adalah:

1) Batuk

2) Serak yaitu anak bersuara bersuara parau ketika mengeluarkan suara

(misalnya pada saat berbicara atau menangis)

3) Pilek yakni anak mengeluarkan lender/ingus dari hidung

4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°c atau jika dahi anak

diraba dengan punggung tangan terasa panas.


15

b. ISPA sedang

Anak dinyatakan menderita ISPA sedang, bila dijumpai gejala-gejala

ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut:

1) Pernapasan lebih dari 50 kali permenit pada anak berumur kurang dari

satu tahun atau lebih dari 40 kali permanit pada anak yang berumur

satu tahun atau lebih.

2) Suhu lebih dari 39°C

3) Tenggorokan berwarna merah

4) Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak

5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

6) Pernafasan berbunyi sperti mendengkur/ mengorok

7) Pernapasan berbunyi menciut-ciut

c. ISPA berat

Anak dinyatakan ISPA berat, jika dijumpai gejala-gejala ISPA

ringan dan sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut:

1) Bibir atau kulit membiru

2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada saat

bernapas

3) Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun

4) Pernapasan berbunyi seperti mengorok, menciut dan anak tampak

gelisah

5) Nadi lebih cepar dari 160 kali permenit atau tidak teraba

6) Tenggorokan berwarna merah


16

5. Cara Penularan

Penularan penyakit infeksi saluran penafasan dapat disebabkan melalui

udara yang telah tercemar, bibit-bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui

pernafasan, maka dari itu penyakit ispa termasuk dalam Air Borne Disease.

Penularan melalui udara terjadi tanpa adanya kontak dengan penderita

maupun dengan benda-benda yang terkontaminasi. Sebagian besar penyebab

penularannya adalah melalui udara karena menghiasap udara yang

mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab dan dapat pula

menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian

besar penularannya adalag karena menghisap udara yang mengandung unsur

penyebab atau mikroorganisme penyebab (Marsidi, 2017).

Kuman penyakit ISPA ditularkan dari penderita kepada orang lain

melalui udara pernapasan atau percikan dari ludah penderita. Pada prinsipnya

kuman ISPA yang ada di udara terhisap oleh penjamu baru dan masuk ke

seluruh saluran pernapasan dan dari saluran pernapasan kuman menyebar ke

seluruh tubuh, apabila orang terinfeksi ini rentan maka ia akan terkena ISPA.

Menurut Amin (1989) proses penyebaran Infeksi Saluran Pernapasan Aku

dikenal dengan 3 cara, yaitu:

a. Melalui aerosol lembut, seperti batuk

b. Melalui aerosol keras, seperti batuk dan bersin

c. Melalui aerosol lebih keras, seperti batuk dan bersin melalui kontak

langsug/tidak langsung dengan benda-benda yan telah terkontaminasi

(hand to hand trasmission).


17

Cara penularan Infeksi Saluran Pernafasan dibagi sebagai berikut :

a. Kontak langsung, melibatkan kontak antara permukaan badan dan

perpindahan fisik mikro-organisme antara orang yang terinfeksi atau

terkontaminasi penjamu yang rentan.

b. Kontak tak langsung, melibatkan kontak antara penjamu yang rentan

dengan benda perantara yang terkontaminasi (misalnya, tangan yang

terkontaminasi) yang membawa dan memindahkan organisme tersebut.

c. Tranmisi droplet, droplet ditimbulkan dari orang (sumber) yang terinfeksi

terutama selama jadinya batuk, bersin, berbicara. Penularan terjadi bila

droplet yang mengandung mikroorganisme tersembar jarak dekat biasanya

<1 cm melalui udara dan terdeposit dimukosa mata, mulut, hidung dan

tenggorokan atau faring orang lain karena droplet tidak harus melayang di

udara dan ventilasi.

6. Cara Pencegahan

Penyakit ISPA merupakan penyakit yang dapat mengakibatkan

kecatatan bahkan kematian pada penderita, maka pentingnya melakukan

pencegahan selalu memperhatikan status gizi anggota keluarga khususnya

anak-anak (Mayasari dkk, 2019). Pencegahan yang perlu dilakukan yaitu

sebagai berikut : (Alfarindah, 2017)

a. Menjaga kesehatan gizi

Menjaga kesehatan gizi yang baik maka akan mencegah atau

terhindar dari peyakit. Makan teratur dengan pola gizi seimbang, banyak

minum air putih serta istirahat yang cukup. Kesehatan gizi yang baik akan

menjaga menjaga badan tetap sehat maka kekebalan tubuh akan semakin
18

meningkat sehingga dapat mencegah virus atau bakteri penyakit yang akan

masuk kedalam tubuh.

b. Imunisasi

Pemberian imunisasi sangat diperlukan untuk menjaga kekebalan

tubuh agar tidak mudah terserang berbagai macam penyakit terutama yang

disebabkan oleh virus atau bakteri.

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

Kebersihan perorangan dan lingkungan sangat terpengaruh terhadap

kenyamanan sekitar sehingga mencegah timbulnya penyakit. Pembuatan

vetilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi polusi

asap rokok bahkan asap dapur yang ada di dalam rumah, sehingga dapat

mencegah seseorang menghirup udara tersebut yang dapat terkena

penyakit ISPA.

d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) disebabkan oleh virus atau

bakteri yang ditularkan oleh seorang yang telah terjangkit penyakit ini

melalui udara.

7. Pegobatan

ISPA mempunyai variasi klinis yang bermacam-macam, maka timbul

persoalan pada diagnostik dan pengobatannya. Sampai saat ini belum ada obat

yang khusus antivirus. Idealnya pengobatan bagi ISPA bakterial adalah

pengobatan secara rasional dengan mendapatkan antimikroba yang tepat

sesuai dengan kuman penyebab. Untuk itu, kuman penyebab ISPA dideteksi

lebih dahulu dengan mengambil material pemeriksaan yang tepat, kemudian


19

dilakukan pemeriksaan mikrobiologik, setelah itu diberikan antimikroba yang

sesuai (Halim, 2015).

Kesulitan untuk menentukan pengobatan secara rasional karena

kesulitan memperoleh material pemeriksaan yang tepat, sering kali

mikroorganisme itu diketahi dalam waktu yang lama, kuman yang di temukan

adalah kuman komensal, tidak ditemukan kuman peyebab. Maka pendekatan

yang digunakan adalah pengobatan secara empirik lebih dahulu, setelah di

ketahui kuman penyebab beserta anti mikroba yang sesuai, terapi berikutnya

di sesuaikan.

Pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan pada balita bisa dilakukan

dengan cara memebrikan obat yang sifatnya aman dan alami pada balita.

Balita umur 5 tahun dapat diberikan paracetamol dan kompres. Penderita

ISPA banyak diberikan makanan yang bergizi, balita perlu di berikan

makanan sedikit demi sedikit tetapi rutin dan berulang, agar penderita ISPA

tidak kekurangan cairan, memberi air lebih banyak daripada biasanya baik air

putih maupun air sari buah. Asupan minuman yang banyak akan membantu

untuk mencegah dehidrasi serta mengencerkan dahak (Ardiansyah, 2016).

B. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan ISPA

1. Faktor Lingkungan

a. Luas Ventilasi Kamar

Ventilasi merupakan suatu lubang udara didala rumah yang

berfungsi untuk perputaran udara keluar masuk ruangan, sehingga terjadi

perputaran udara secara bebas. Ventilasi berfungsi untuk menjaga udara


20

didalam ruangan supaya tetap segar, sehingga keseimbangan oksigen

ruangan sesuai dengan kebutuhan penghuninya. Disamping itu, kurangkan

ventilasi dapat menyebabkan peningkatan kelembaban lingkungan yang

nantinya akan meningkatkan pertumbuhan bakteri (Suryo, 2010). Luas

ventilasi didalam rumah sangat penting supaya fungsi ventilasi dapat

dicapai secara maksimal. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

1077/MENKES/PER/V/2011 tentang pedoman penyehatan udara dalam

ruang rumah menyebut bahwa luas ventilasi rumah yang sehat yaitu

minimal 10% luas lantai.

b. Tipe Lantai Rumah

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

1077/MENKES/PER/V/2011 Lantai rumah yang sehat adalah lantai yang

kedap air, tidak lembab, bahan lantai yang mudah dibersihkan, dalam

keadaan kering, dan tidak menghasilkan debu. Lantai rumah kedap air

dapat menghindarkan kondisi rumah menjadi lembab dan berdebu,

sehinga dapat mencegah pertumbuhan bakteri didalam rumah dan

mencegah terhisapnya debu oleh saluran pernafasan sehingga dapat

mencegah iritasi. Iritasi dapat menyebabkan pergerakan silia menjadi

lambat sehingga mekanisme pembersihan saluran pernafasan dapat

terganggu, akibatnya apabila terdapat benda asing atau mikroorganisme

masuk tidak dapat dikeluarkan dan dapat menimbulkan infeksi.

c. Kepadatan Hunian

Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah harus disesuaikan

dengan luas lantai rumah tersebut. Hal tersebut bertujuan supaya tidak
21

terjadi Overload penghuni dalam rumah. Kepadatan hunian yang tidak

memenuhi syarat dapat menyebabkan berkurangnya konsumsi oksigen

bagi seseorang dan apabila salah satu anggota keluarga terjangkit suatu

penyakit maka transmisi penyakit ke anggota yang lain dapat lebih mudah

terjadi. Kepadatan hunian rumah yang sehat menurut Keputusan Menteri

Kesehatan RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan

rumah, kepadatan hunian ruang tidur minimal luasnya 8 m² dan tidak

dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang kecuali anak dibawah umur 5

tahun.

d. Tingkat Kelembaban

Kelembaban adalah tingkat kadar kandungan uap air pada udara.

Jumlah uap air dalam udara dipengaruhi oleh cuaca dan suhu lingkungan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

1077/MENKES/PER/V/2011 menyebutkan bahwa tingkat kelembaban

rumah sehat yaitu berkisar antara 40-60% Rh. Apabila kelembaban udara

kurang dari 40%, maka dapat dilakukan upaya penyehatan dengan

menggunakan alat untuk meningkatkan kelembaban (missal : Humidifier),

membuka jendela rumah, menambah jumlah dan luas jendela rumah, dan

memodifikasi fisik bangunan. Namun apabila kelembaban udara lebih dari

60%, maka dapat dilakukan upaya penyehatan dengan memasang

Humidifier dan memasang genteng kaca.


22

2. Status Sosial dan Ekonomi

Status sosial ekonomi yang menjadi faktor resiko terhadap kejadian

ISPA pada Balita yaitu tingkat pendidikan orang tua dan pendapatan keluarga

setiap bulannya.

a. Tingkat Pendidikan Orang Tua

Pendidikan yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang

atau kelompok orang dalam usaha untuk mendewasakan manusia melalui

upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan baik formal maupun informal

meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang

dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup.jadi tingkat

pendidikan berarti jenjang pendidikan yang telah dilalui seseorang melalui

upaya pengajaran dan pelatihan.

b. Pendapatan Keluarga

Keluarga dengan pendapatan rendah, yang berhubungan dengan

rendahnya status sosial ekonomi, biasanya berbanding lurus dengan

rendahnya tingkat pendidikan, kemiskinan, dan rendahnya status

kesehatan. Kondisi tersebut tentunya akan mempengaruhi kehidupan

setiap anggota keluarga termasuk didalamnya balita yang masih

mengganntungkan kehidupan kepada orang tua mereka.

3. Faktor Individu Balita

Beberapa faktor resiko ISPA jika dilihat dari individu balita sebagai

yang terjangkit penyakit yaitu status nutrisi, status imunisasi, dan riwayat

pemberian ASI Ekslusif. BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) juga menjadi

faktor resiko terjadinya ISPA pada balita.


23

a. Status Nutrisi

Nutrisi atau gizi adalah zat-zat penting yang berasal dari makanan

yang telah dicerna dan di metabolism oleh tubuh menjadi zat-zat yang

berfungsi untuk membentuk dan memelihara jaringan tubuh, memperoleh

tenaga, mengatur sistem fisiologis tubuh dan melindungi tubuh dari

serangan penyakit.

b. Status Imunisasi

Imunisasi merupakan suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi

dan anak dnegan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat

zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu supaya balita dapat

tumbuh dalam keadaan sehat. Terdapat 5 imunisasi dasar yang harus

diberikan pada balita sesuai dengan jadwal, yaitu imunisasi HB (HB0,

HB1, HB2, HB3, dan HB4), BCG, Polio (Polio 1,2,3, dan 4), DPT (DPT

1, DPT 2, DPT 3), dan Campak.

c. Riwayat Pemberian ASI Ekslusif

ASI adalah Air Susu Ibu. ASI Ekslusif merupakan pemberian ASI

sedini mungkin pasca persalinan, diberikan tanpa jadwal, tidak diberikan

makanan lain, meskipun hanya air putih dan diberikan sampai bayi berusia

6 bulan. Manfaat ASI akan meningkat jika bayi hanya diberikan ASI saja

pada 6 bulan pertama kehidupannya serta lamanya pemberian ASI

bersama-sama makanan pendamping lainnya setelah bayi berumur 6 bulan

penuh.
24

d. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

BBLR adalah bayi yang lahir denganberat badan kurang dari 2.500

gram. Terdapat beebrapa gangguan yang mungkin timbul pada bayi akibat

berat badan lahir rendah yaitu hipotermi, hipoglikemia,

hiperbilirubinemia, masalah pemberian ASI, infeksi atau curiga sepsis,

dan sindroma aspirasi.

4. Faktor Perilaku

a. Pengetahuan

Pengetahuan atau tahu ialah mengerti sesuatu sesudah melihat atau

menyaksikan, mengalami dan diajar. Pengetahuan adalah hasil dari tahu,

dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu

objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu

indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan merupakan bagian dari ‘cognitive domain’ yaitu bagaimana

terjadinya proses menjadi tahu. Tujuan domain ini menekankan tentang

tujuan pengetahuan dalam hubungannya dengan pengembangan

intelektual dan keterampilan (Notoatmodjo, 2010).

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk di dalamnya adalah mengingat

kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari atau ransangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,

tahu merupakan tingkatan yang paling rendah. Kata kerja bahwa orang
25

tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,

menguraikan, mendefinikan, menyatakan dan sebagainya. Contohnya:

Seorang ibu dapat menyebutkan tanda - tanda penyakit ISPA pada

anak balita.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajarinya. Misalnya, dapat menjelaskan

mengapa penyakit ISPA harus segera diobati.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real. Aplikasi

disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum –

hukum, rumus, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau suasana

yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam

perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip – prinsip

siklus pemecahan masalah (problem solving sycle) di dalam

pemecahan masalah kesehatan.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu


26

struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya antara satu

dengan yang lain. Kemampuan analisis di sini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan,

memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.

5) Sintesis (Syntesis)

Sintesis menuju kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada

sebelumnya. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat

meringkaskan, dapat menyesuaikan terhadap teori atau rumusan-

rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat

membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang

kurang gizi, dapatkan menafsirkan mengapa seorang ibu tidak

membawa anaknya yang sedang menderita ISPA ke sarana kesehatan

dan sebagainya.

b. Sikap atau Tanggapan (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung
27

dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan dahulu dari perilaku yang tertutup.

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi

terhadap stimulus tertentu. Kondisi kehidupan sehari-hari adalah

merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap

juga merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan

pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap

itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau

tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap

merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu

penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2010) sikap mempunyai 4 tingkatan dari

yang terendah hingga yang tertinggi yaitu :

1) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2) Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, lepas dari pekerjaan itu benar atau

salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.


28

3) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap

tingkat tiga.

4) Bertanggungjawan (responsible)

Pada tingkat ini, sikap individu akan bertanggung jawab dan siap

menanggung segala resiko atas segala sesuatu yang telah dipilihnya.

(Notoatmodjo, 2010).

c. Tindakan/ Perbuatan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,

antara lain adalah fasilitas. Sikap ibu yang sudah positif terhadap

imunisasi tersebut harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada

fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut

mengimunisasikan anaknya. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan

faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya suami atau istri, orang

tua atau mertua sangat penting untuk mendukung praktik keluarga

berencana (Notoatmodjo, 2010). Praktik mempunyai 3 tingkatan yaitu:

1) Respon Terpimpin (Guided Respons)

Mampu melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar

sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua.


29

2) Mekanisme (Mecanism)

Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah

mencapai praktik tingkat tiga.

3) Adaptasi (Adaptation)

Adaptasi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah

berkembang dengan baik. Artinya, tindak dimodifikasinya sendiri

tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.

d. Kebiasaan Merokok

Rokok merupakan salah satu hasil dari produk industri dan komoditi

internasional yang mengandung kurang lebih 1500 bahan kimia. Beberapa

unsur kimiawi yang terdapat pada rokok yaitu tar, nikotin, benzopyrin,

metil-kloride, aseton, ammonia, dan karbon monoksida (Bustan, 2007).

Terdapat dua jenis perokok, yaitu perokok aktif dan perokok pasif.

Perokok aktif adalah seseorang yang melakukan aktivitas merokok,

sedangkan perokok pasif adalah seseorang yang tidak merokok namun

secara tidak sengaja menghisap asap rokok dari orang yang melakukan

aktivitas merokok. Polusi udara didalam rumah bisa berasal dari asap

rokok atau pembakaran bahan bakar. Peningkatan polusi udara dapat

meningkat seiring dengan peningkatan sumber polusi udara. Semakin

tinggi jumlah perokok dalam rumah dan jumlah rokok yang dihisap

berhubungan dengan ISPA yang diderita oleh Balita (Armiyati, 2021).

Perokok dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan jumlah rokok yang

dihisap setiap harinya. Tiga tipe tersebut yaitu : perokok berat apabila
30

menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari. Perokok sedang

apabila menghisap 5-14 rokok dalam sehari, dan perokok ringan apabila

menghisap 1-4 rokok dalam sehari. Perilaku merokok berdasarkan area

merokok, yakni didalam atau diluar rumah (Lilis, 2015).


31

C. Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka dari penelitian ini maka kerangka teori dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagan 2.1
Kerangka Teori

Sumber Penyakit:
1. Bakteri: Streptococcus, Haemophilus,
Mycoplasma pneumonia
2. Virus: Influenzavirus, Human
Metapneumovirus, Adenovirus
3. Rickettsia dan Jamur

Komponen Lingkungan
1. Luas ventilasi kamar
2. Jenis lantai rumah
3. Kepadatan hunian
4. Tingkat kelembab

Faktor Resiko Penyakit


Status sosial dan ekonomi ISPA
1. Tingkat pendidikan orang tua
2. Pendapatan keluarga

Faktor individu balita


1. Status nutrisi
2. Status imunisasi
3. Riwayat pemberian ASI eksklusif
4. Berat badan lahir rendah

Faktor perilaku
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Tindakan
4. Kebiasaan merokok

Sumber: Armiyati, (2021)


BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang hubungan

kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati dan diukur

melalui penelitian yang akan dilakukan. Kerangka konsep yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dengan menghubungkan variabel independen (variabel

bebas) dengan variabel dependen (variabel terkait) yaitu antar hubungan

pengetahuan dan perilaku dan lingkungan dengan kejadian ISPA pada balita.

Adapun variabel independennya yaitu pengetahuan, kebiasaan merokok anggota

keluarga, jenis lantai rumah dan kepadatan hunian kamar yang digambarkan

dalam bagan dibawah ini :

Bagan 3.1
Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan

Kebiasaan Merokok
Anggota Keluarga Kejadian ISPA

Jenis lantai rumah

Kepadatan hunian
kamar

32
33

B. Defenisi Operasional

Tabel 3.1
Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi Operasional Cara Alat Ukur Hasil ukur Skala
Ukur Ukur
Variabel Independen
1 Pengetahuan Tingkat pemahaman Angket Kuesioner 0. Rendah, jika nilai Ordinal
ibu balita tentang < mean
ISPA yang meliputi 1. Tinggi, jika nilai ≥
pengertian, penyebab, mean
pencegahan,
penatalaksanaan,
faktor resiko.
2 Kebiasaan Ada atau tidaknya Angket Kuesioner 0. Ya, bila ada Nominal
merokok anggota keluarga perokok dalam
orang tua yang merokok dan rumah
terbiasa merokok 1. Tidak, bila tidak
dirumah (baik ayah, ada perokok
ibu, maupun org lain dalam rumah
yg tinggal serumah
dengan balita)
3. Jenis lantai Jenis lantai yang ada Pengamat Lembar 0. Tidak memenuhi Ordinal
rumah di dalam ruangan an Observasi syarat (jika salah
(ruang tamu, ruang satu ruangan atau
keluarga, dan ruang lebih tidak
tidur) berlantai atau
tidak permanen)
1. Memenuhi syarat
(jika setiap
ruangan
laintainya terbuat
dari lantai
permanen dan
kedap air)
4. Kepadatan Perbandingan antara Lembar Roll Meter 0. Tidak memenuhi Nominal
hunian kamar luas lantai kamar Observasi syarat jika < 8
dengan jumlah m2/ orang
anggota keluarga 1. Memenuhi syarat
yang dalam kamar jika ≥ 8 m2/ orang
responden
Variabel Dependen
4. Kejadian Terjadinya tanda dan Angket Kuesioner 0. Ya Nominal
ISPA gejala yang mengarah 1. Tidak
pada Infeksi Saluran
Pernafasan pada batita
(1-3 tahun) dengan
gejala batuk, pilek
dengan atau tidak
disertai nafas
cepat/sesak yang
berlangsung selama
14 hari.
34

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan

penelitian (Nursalam 2013). Berdasarkan variabel yang diteliti, maka hipotesis

yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Adanya hubungan antara pengetahuan dengan kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh tahun 2023.

2. Adanya hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan

kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh tahun 2023.

3. Adanya hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian ISPA pada balita

di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh tahun 2023.

4. Adanya hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh tahun 2023


BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross

sectional yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu dan satu kali, mencari

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen (Nursalam,

2013). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku dan

lingkungan dengan kejadian ispa pada balita di wilayah kerja puskesmas Tigo

Baleh Kota Bukittinggi tahun 2023.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wilayah kerja Pukesmas Tigo Baleh Kota

Bukittinggi. Penelitian akan dilakukan pada bulan Agustus tahun 2023.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah total dari setiap elemen yang akan diteliti yang memiliki

ciri sama, bisa berupa individu dari suatu kelompok, peristiwa, atau sesuatu

yang akan diteliti (Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh ibu yang memiliki balita di wilayah kerja Puskesmas Tigo Baleh

sebanyak 3.084 balita.

35
36

2. Sampel

Sampel adalah seluruh atau bahkan sebagian dari populasi yang nilai/

karakteristik nya kita ukur dan yang nantinya kita pakai untuk menduga

karakteristik dari populasi (Nursalam, 2013). Metode yang digunakan untuk

pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling yaitu suatu metode

penentuan sampel didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat

oleh peneliti sendiri, berdasarkan pertimbangan khusus. Untuk memperoleh

besar sampel di hitung berdasarkan rumus Slovin sebagai berikut:

N
n=
1+ N ( d )
2

Keterangan :

N = Besar Populasi

n = Besar Sampel

d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang di inginkan 10% (0,1)

N
n=
1+ N ( d 2 )

3.084
n=
1+3.084 (0,12 )

3.084
n=
1+30,84

3.084
n=
31,84

n=96,85 → 97 orang

Jadi, total sampel penelitian ini adalah sebanyak 97 orang. Dengan

kriteria sebagai berikut:


37

a. Kriteria Inklusi :

Kriteria inklusi adalah karekteristik umum subjek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti.

1) Ibu yang mempunyai balita usia 0-5 tahun yang berkunjung ke

Puskesmas Tigo Baleh

2) Bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh

3) Ada pada saat penelitian dilaksanakan

b. Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek

yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab, sebagai

berikut:

1) Tidak bersedia menjadi responden

D. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah suatu alat yang digunakan untuk mengumpulkan data

(Notoatmodjo, 2010). Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner.

Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang tersusun dengan baik, sudah matang,

dimana responden tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-

tanda tertentu. Pada penelitian ini peneliti menggunakan pertanyaan tertutup

artinya semua jawaban sudah ada dan sudah tersedia. Kuesioner yang digunakan

dalam penelitian ini telah diuji reliabilitas dan validitas oleh penelitian

sebelumnya.
38

E. Jenis Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer dikumpulkan melalui kuesioner. Data mengenai identitas

responden, tingkat pengetahuan, kebiasaan merokok anggota keluarga, jenis

lantai rumah dan kepadatan hunian kamar responden terhadap kejadian ISPA

pada balita.

2. Data sekunder

Data sekunder terdiri dari jumlah populasi, gambaran umum lokasi

penelitian dan rekapitulasi ibu yang memiliki balita di wilayah kerja

Puskesma Tigo Baleh Kota Bukittinggi.

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Tahap Persiapan

a. Administrasi Penelitian

Kegiatan pertama yang dilakukan adalah melakukan studi

pendahuluan kemudian setelah ujian dan Proposal Penelitian disetujui tim

penguji selanjutnya pengurusan administrasi ijin penelitian ke pihak

terkait dalam hal ini Puskesmas Tigo Baleh sebagai lokasi penelitian.

b. Tahap Pelaksanaan

1) Peneliti mengawali pengambilan data terhadap calon responden

dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.

2) Kemudian peneliti memberikan informed consent penelitian, jika calon

responden bersedia menjadi responden, maka calon responden diminta

menandatangani lembar persetujuan menjadi responden.


39

3) Jika responden bersedia, selanjutnya diarahkan untuk pengisian

kuesioner.

4) Setelah selesai melakukan pengisian kuesioner, peneliti

mengumpulkan kembali kuesioner tersebut untuk di analisis lebih

lanjut

c. Tahap Penyelesaian

Peneliti melakukan analisis data dan menarik kesimpulan dari

penelitian yang telah dilakukan.

G. Teknik Pengolahan Data

Dalam proses pengolahan data, peneliti menggunakan langkah-langkah

pengolahan sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Data (Editing)

Melakukan pemeriksaan kelengkapan data dari pengisian lembar

observasi maupun kelengkapan data dari responden. Hal ini dilakukan

ditempat pengumpulan data sehingga bila ada kekurangan segera dapat

dilengkapi.

2. Pemberian Kode (Coding)

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka/ bilangan untuk mempermudah pada saat analisis data dan

juga mempercepat pada saat entry data.

3. Memasukkan Data (Entry)

Melakukan entry data pada setiap pertanyaan sesuai kode yang telah

dibuat pada software Epidata atau SPSS.


40

4. Pembersihan Data (Cleaning)

Untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data, baik dalam

pengkodean maupun membaca kode, dan melengkapi data yang tidak lengkap.

Pembersihan data dilakukan sebelum analisis data.

5. Tabulasi (Tabulating)

Tabulasi data adalah membuat penyajian data, sesuai dengan tujuan

penelitian

H. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menggambarkan karakterisik masing-

masing variabel, baik pada variabel dependen maupun variabel independen

(Notoadmojo, 2010). Data ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

dan persentase pada masing-masing variabel.

2. Analisa Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2010). Analisis ini dilakukan

untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependent menggunakan uji chi square dengan derajat kepercayaan 95% (α =

0,05). Dalam mengambil keputusan uji statistic digunakan batas bermakna

dengan ketentuan apabila p value ≤ 0,05, artinya Ho dan Ha diterima yang

berarti terdapat hubungan bermakna antara variabel independen dan dependen

penelitian. Sedangkan apabila p value > 0,05, artinya Ho diterima dan Ha


41

ditolak berarti tidak ada hubungan bermakna antara variabel independen

dengan variabel dependen.

I. Etika Penelitian

Etika dalam penelitian menunjukkan prinsip-prinsip etis yang diterapkan

dalam kegiatan penelitian, dari Skripsi penelitian sampai dengan publikasi hasil

penelitian. Pelaku penelitian atau peneliti dalam menjalankan tugas meneliti atau

melakukan penelitian hendaknya memegang teguh sikap ilmiah serta berpegang

teguh pada etika penelitian (Notoadmodjo, 2010). Secara garis besar dalam

melakukan penelitian ada empat prinsip yang harus dipegang teguh, yakni:

1. Menghormati Harkat Dan Martabat Manusia

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk

mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian

tersebut.Disamping itu, peneliti juga memberikan kebebasan kepada subjek

untuk memberikan informasi atau tidak memberikan informasi

(berpartisipasi). Peneliti seyogyanya mempersiapkan formulir persetujuan

subjek (informed consent).

2. Menghormati Privasi Dan Kerahasiaan Subjek Penelitian

Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan

kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk

tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu,

peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai indentitas dan

kerahasiaan indentitas subjek. Peneliti cukup menggunakan coding sebagai

ganti indentitas responden.


42

3. Keadilan dan Inklusivitas/ Keterbukaan

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,

keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan peneliti perlu

dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan

menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua

subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa

membedakan gender, agama, etnis dan sebagainya.

4. Mempertimbangkan Manfaat dan Kerugian Yang Ditimbulkan

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin

bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian khususnya. Peneliti

hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subjek

Anda mungkin juga menyukai