Anda di halaman 1dari 77

OPTIMASI PENGARUH KANDUNGAN EKSTRAK AIR

DAGING BUAH JAMBU BIJI (PSIDIUM GUAJAVA L)


TERHADAP PENURUNAN SUHU PADA
MENCIT (MUS MUSCULUS)
PENDERITA DEMAM

PROPOSAL

OLEH :

ANGGIA PARAMITA
1815301291

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


UNIVERSITAS FORT DE KOCK
BUKITTINGGI
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat serta

karunia yang dilimpahkannya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal

penelitian ini yang berjudul “Optimasi Pengaruh Kandungan Ekstrak Air

Daging Buah Jambu Biji (Psidium Guajava L) Terhadap Penurunan Suhu

Pada Mencit (Mus Musculus) Penderita Demam”. Proposal ini dibuat sebagai

salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sarjana Terapan Kebidanan pada

Program Studi Kebidanan Universitas Fort De Kock Bukittinggi. Dengan

selesainya proposal ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada Ibu Dr. Hj. Evi Hasnita, S.Pd, Ns, M.Kes selaku pembimbing I dan Ibu

Nurul Amalina, S.ST, M.Keb selaku pembimbing II yang merupakan pembimbing

yang telah memberikan pengarahan, masukan dan saran dalam penulisan proposal

ini.

Dalam proses penyusunan proposal penelitian ini, penulis banyak mendapat

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Hj. Evi Hasnita, S.Pd, Ns, M.Kes selaku Rektor Universitas Fort

De Kock Bukittinggi.

2. Ibu Oktavianis, S.ST, M.Biomed selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Universitas Fort De Kock Bukittinggi.

3. Ibu Febriniwati Rifdi, S.SiT, M.Biomed selaku Ka. Prodi Kebidanan

Fakultas Kesehatan Universitas Fort De Kock.

i
4. Seluruh Staf dan Dosen Universitas Fort De Kock Bukittinggi yang telah

memberikan ilmu, bekal dan bimbingannya selama perkuliahan.

5. Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang selalu

memberikan dukungan dan doa.

Semoga segala dukungan dan bantuan serta bimbingan yang diberikan

menjadi amal jariyah dan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan ketidak

sempurnaan dalam pembuatan proposal penelitian ini. Oleh karena itu penulis

mengharapkan kritikan dan saran yang dapat menyempurnakan proposal

penelitian ini. Sehingga dapat bermanfaat bagi banyak orang.

Bukittinggi, November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... v
DAFTAR BAGAN............................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 8
E. Ruang Lingkup ......................................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Suhu Tubuh ............................................................................................... 10


B. Demam ...................................................................................................... 17
C. Jambu Biji (Psidium Guajava L) .............................................................. 31
D. Mencit (Mus Musculus)............................................................................. 35
E. Pepton........................................................................................................ 45
F. Kerangka Teori.......................................................................................... 47

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep ...................................................................................... 48


B. Definisi Operasional.................................................................................. 49
C. Hipotesis Penelitian................................................................................... 49

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ....................................................................................... 51


B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 52
C. Populasi dan Sampel ................................................................................. 52
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 54
E. Instrumen Penelitian.................................................................................. 54
F. Tahapan Eksperimen ................................................................................. 56
G. Prosedur Penelitian.................................................................................... 57
H. Teknik Pengolahan Data ........................................................................... 58
I. Analisa Data .............................................................................................. 59
J. Etika Penelitian ......................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Jambu Biji(Psidium Guajava L)...................................................................... 32


2.2 Mencit (Mus Musculus)................................................................................... 36
2.3 Cara Memegang Mencit .................................................................................. 41
2.4 Cara Memegang Mencit .................................................................................. 42
2.5 Cara Memegang Mencit .................................................................................. 43
2.6 Cara Memegang Mencit .................................................................................. 43
2.7 Pemberian Obat Melalui Oral ......................................................................... 44

iv
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Perubahan Patofisiologis ................................................................................. 13


3.1 Definisi Operasional........................................................................................ 49

v
DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

2.1 Kerangka Teori................................................................................................ 47


3.1 Kerangka Konsep ............................................................................................ 48
4.1 Desain Penelitian ............................................................................................. 52

vi
DAFTAR LAMPIRAN

1. SOP
2. Matrik Penelitian
3. Lembar Konsul

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah kondisi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang

lengkap dan bukan sekedar tidak adanya penyakit atau kelemahan. Makna

kesehatan telah berkembang seiring dengan waktu. Dalam perspektif

model biomedis, definisi awal kesehatan difokuskan pada kemampuan

tubuh untuk berfungsi. Kesehatan dipandang sebagai kondisi tubuh yang

berfungsi normal yang dapat terganggu oleh penyakit dari waktu ke waktu.

Pada tahun 1948, World Health Organization (WHO) mendefinisikan

kesehatan sebagai kesejahteraan fisik, mental, sosial dan bukan hanya

tidak adanya penyakit dan kelemahan. (Kesehatan, n.d.)

Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan

dinyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,

mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk

hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Berdasarkan hal tersebut

dapat dikemukakan di sini bahwa orang yang sehat adalah sehat dalam

bidang fisik, mental, spiritual dan sosial. (Ardani & Pembahasan, 2013)

Suhu tubuh merupakan keseimbangan antara produksi dan pengeluaran

panas dari tubuh, yang diukur dalam unit panas yang disebut derajat. Suhu

yang dimaksud adalah panas atau dingin suatu substansi. Suhu tubuh

adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses tubuh

dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Jadi selisih antara panas

yang diproduksi dan pengeluaran panas tubuh merupakan suhu tubuh,

1
2

karena suhu tubuh merupakan pencerminan dari panas tubuh. Dalam

kondisi tubuh yang melakukan aktifitas fisik berat, mekanisme suhu luar

berfluktuasi namun suhu tubuh tetap tergantung pada aliran darah ke kulit

dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Karena fluktuasi suhu

pada lingkungam suhu tubuh normal yang dapat diterima berkisar 36°C -

37°C. (Saputro et al., 2017)

Demam ditandai dengan kenaikan suhu tubuh diatas suhu tubuh

normal yaitu 36°C - 37°C, yang diawali dengan kondisi menggigil

(kedinginan) pada saat peningkatan suhu dan setelah itu terjadi kemerahan

pada permukaan kulit. Pengaturan suhu tubuh terdapat bagian otak yang

disebut hypothalamus, gangguan pada pusat pengaturan suhu tubuh inilah

yang kemudian kita kenal dengan istilah demam. Demam merupakan

bagian dari proses kekebalan tubuh yang sedang melawan infeksi akibat

virus, bakteri, atau parasit. (Pinatik et al., 2020)

Demam timbul akibat prostaglandin yang diproduksi di sel vaskular

dan perivaskular hipotalamus dan merupakan fenomena yang bersumber

dari penyakit. Demam dapat menimbul risiko kekurangan oksigen,

kekurangan cairan (dehidrasi) dan menyebabkan kerusakan neurologis

(saraf) meskipun jarang terjadi. (Thome et al., 2019)

Demam bukanlah penyakit, melainkan tanda dari penyakit, mayoritas

penyebab demam adalah infeksi, baik karena bakteri maupun virus. Selain

karena infeksi, demam juga dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara

lain inflamasi atau peradangan, penyakit autoimun seperti kawasaki atau

lupus. Penyebab lain dari demam yaitu efektivitas fisik yang berlebihan
3

dan berada di lingkungan yang terlalu panas dan lama. (Fatkularini et al.,

2014)

Demam jika dibiarkan akan terjadi masalah yang serius dan dapat

berakibat fatal bagi manusia sehingga perlu ditindak lanjuti untuk

menghindari terjadinya demam dan ada banyak cara yang dapat dilakukan

baik menggunakan obat tradisional maupun obat sintetik. (Pinatik et al.,

2020)

Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional,

turun-temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat istiadat,

kepercayaan atau kebiasaan setempat baik bersifat magic maupun

pengetahuan tradisional. Bagian dari obat tradisional pada saat ini yang

banyak digunakan atau dimanfaatkan di masyarakat adalah akar, rimpang,

batang, buah, daun dan bunga. Penggunaan obat tradisional di Indonesia

sudah berlangsung sejak ribuan tahun lalu, sebelum obat modern

ditemukan dan dipasarkan. (H, 2007)

Menurut undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 bahwa obat tradisional

dapat menyembuhkan, mengobati, mudah didapat, mudah pengolahannya.

Hal ini dilakukan berdasarkan pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan

yang sering dilakukan oleh masyarakat dari nenek moyang secara turun

temurun. (Kartika et al., 2021)

Menurut undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan

bahwa obat tradisional mempengaruhi sistem fisiologi diagnosis,

pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan


4

kontrasepsi tubuh manusia. Bahan ramuan obat tradisional dari tumbuh-

tumbuhan, sering diterapkan oleh masyarakat. (Kartika et al., 2021)

Tumbuhan obat adalah tumbuhan yang salah satu atau seluruh bagian

pada tumbuhan tersebut mengandung zat aktif yang berkhasiat bagi

kesehatan yang dimanfaatkan sebagai penyembuh penyakit. Ada dua cara

membuat rambuan obat dari tumbuhan yaitu dengan cara direbus dan

ditumbuk (diperas). Sementara itu, penggunaan ramuan obat ada tiga cara

yaitu diminum, ditempelkan atau dibasuhkan dengan air. Penggunaan obat

dengan cara diminum biasanya untuk pengobatan organ tubuh bagian

dalam, sedangkan dua cara lainnya untuk pengobatan tubuh bagian luar.

(Sada & Tanjung, 2018)

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya

dan berkhasiat sebagai obat. Masyarakat Indonesia kebanyakan masih

memilih obat dari bahan alam dan kembali ke alam “back to nature”

karena selain aman untuk digunakan efek samping yang dimiliki juga

sangat kecil. (Herdaningsih et al., 2019)

Di Indonesia memiliki beranekaragam tanaman dengan jumlah kurang

lebih dari 30.000 spesies yang baru ditemukan 940 spesies yang diyakini

oleh masyarakat menyembuhkan penyakit. Pengetahuan tentang mengolah

tanaman berkhasiat obat telah diwariskan secara turun-temurun dari satu

generasi ke generasi berikutnya. Disekitar perkarangan kita juga bisa

ditemukan tanaman yang ternyata berkhasiat sebagai obat. Salah satunya

tanaman yang diyakini masyarakat berkhasiat obat yaitu tanaman jambu

biji (psidium guajava linn). (Sibarani et al., 2013)


5

Jambu biji (psidium guajava linn) merupakan tanaman yang berasal

dari negara di Amerika Tengah, seperti Meksiko, Brazil, Kolombia dan

Venezuela. Buah ini kini telah banyak dibudidayakan dan dapat dinikmati

di berbagai negara beriklim tropis dan subtropis, seperti Indonesia. Jambu

biji kaya akan kandungan vitamin C, vitamin A, serta kalium dan

antioksidan seperti likopen. Selain itu, jambu biji juga mengandung nutrisi

lain, seperti serat, zat besi, protein, magnesium, serta folat, meski dalam

jumlah yang sedikit. Jambu biji (psidium guajava linn) sering

dimanfaatkan untuk melindungi tubuh dari radikal bebas, melancarkan

saluran percernaan, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menurunkan

tekanan darah dan kolesterol, menyehatkan mata, mencegah diabetes dan

mencegah demam berdarah. Dalam pengobatan tradisional, jambu biji

sering kali diolah menjadi jus untuk membantu menyembuhkan luka

dalam, meringankan sakit kepala dan meredakan diare. (Díaz-de-Cerio et

al., 2017)

Jambu biji diyakini memiliki komponen aktif yang dapat membantu

mengobati berbagai keluhan kesehatan serta penyakit. Jambu biji diketahui

memiliki senyawa berupa tanin, flavonoid, saponin, sterol dan kuinon.

Flavonoid diduga dapat menghambat beberapa enzim salah satunya

siklooksigenase yang dapat berpengaruh terhadap penurunan demam.

(Thome et al., 2019)

Mencit (mus musculus) adalah salah satu anggota kelompok kerajaan

hewan animalia. Hewan ini ditandai dengan ciri-ciri yaitu jinak, takut

cahaya, aktif pada malam hari, mudah berkembangbiak, siklus hidup yang
6

pendek, dan tergolong poliestrus. Mencit (mus musculus) merupakan

hewan yang paling umum digunakan pada penelitian laboratorium sebagai

hewan percobaan, yaitu sekitar 40-80%. Mencit memiliki banyak

keunggulan sebagai hewan percobaan yaitu siklus hidup yang relatif

pendek, jumlah anak tinggi dan mudah dalam penangannya. (Hasanah,

Uswatul. Rusny. Masri, 2015)

Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja

dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan percobaan, dan

juga untuk mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang

ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Hewan

percobaan adalah objek hewan sebagai imitasi (peniruan) manusia atau

spesies lain yang digunakan untuk menyelidiki fenomena biologis atau

patobiologis. (Hendra Stevani, 2016)

Pepton merupakan protein yang digunakan sebagai penginduksi

demam. Protein yang berlebih pada tubuh mencit akan menyebabkan

toksik dan dapat merubah keseimbangan protein dalam darah sehingga

mencit akan mengalami demam, hal ini disebabkan karena alat-alat pada

tubuh mencit tidak dapat menyesuaikan perubahan yang terjadi. Semua

hewan uji yang mengalami peningkatan suhu tubuh sebesar atau sama

dengan 0,6°C dapat dikategorikan demam. (Wati, 2019)

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “optimasi pengaruh kandungan ekstrak air daging buah

jambu biji (psidium guajava linn) terhadap penurunan suhu pada mencit

(mus musculus) penderita demam”.


7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, dapat dirumusan yaitu

apakah kandungan ekstrak air daging buah jambu biji (psidium guajava

linn) dapat menurunkan suhu pada mencit (mus musculus) penderita

demam?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian

ekstrak air daging buah jambu biji (psidium guajava linn) terhadap

penuruan suhu pada mencit (mus musculus) penderita demam.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui efektifitas pemberian ekstrak air daging buah

jambu biji (psidium guajava linn) dengan diberikan dosisi 3 gram

terhadap penurunan suhu pada mencit (mus musculus).

b. Untuk mengetahui efektifitas pemberian ekstrak air daging buah

jambu biji (psidium guajava linn) dengan diberikan dosisi 5 gram

terhadap penurunan suhu pada mencit (mus musculus).

c. Untuk mengetahui efektifitas pemberian ekstrak air daging buah

jambu biji (psidium guajava linn) dengan diberikan dosisi 10 gram

terhadap penurunan suhu pada mencit (mus musculus).


8

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Menambah pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian

tentang pengaruh ekstrak air daging buah jambu biji (psidium guajava

linn) terhadap penurunan suhu pada mencit (mus musculus) penderita

demam.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan untuk

memperkaya pengetahuan dan keperluan referensi ilmu kebidanan

tentang pemanfaatan pengaruh ekstrak air daging buah jambu biji

(psidium guajava linn) terhadap penurunan suhu pada mencit (mus

musculus) penderita demam.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pembanding

untuk peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan penelitian

tentang pengaruh kandungan ekstrak air daging buah jambu biji

(psidium guajava linn) terhadap penurunan suhu pada mencit (mus

musculus) penderita demam dengan mengkaji variabel yang lebih

dalam lagi.
9

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini tentang pengaruh kandungan ekstrak air daging buah

jambu biji (psidium guajava linn) terhadap penurunan suhu pada mencit

(mus musculus) penderita demam. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh pemberian kandungan ekstrak air daging buah

jambu biji (psidium guajava linn) terhadap penurunan suhu pada mencit

(mus musculus) penderita demam. Jenis penelitian ini True Experiment

dengan metode penelitian Case Control yang merupakan penelitian

epidemiologis analistik observasional yang dilakukan dengan cara

membandingkan dosis 3 gram, 5 gram dan 10 gram ekstrak air daging

buah jambu biji. Popilasi dari eksperimen ini adalah mencit (mus

musculus) yang diinduksi demam dengan menggunakan Pepton 10%

sebanyak 1 ml secara peroral. Sampel penelitian ini adalah sebanyak 9

ekor mencit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Suhu Tubuh

1. Definisi

Suhu tubuh didefenisikan sebagai salah satu tanda vital yang

menggambarkan status kesehatan seseorang. Didalam tubuh energi

panas dihasilkan oleh jaringan aktif terutama dalam otot, kemudian

juga dalam alat keringat, lemak, tulang, jaringan ikat, serta saraf.

Energi panas yang dihasilkan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui

sirkulasi darah, namun suhu bagian-bagian tubuh tidak merata.

Terdapat perbedaan cukup besar (sekitar 4°C) antara suhu inti dan

suhu permukaan tubuh. Sistem termoregulator tubuh harus dapat

mencapai dua gradient suhu yang sesuai yaitu antara suhu inti dengan

suhu permukaan dan antara suhu permukaan dengan suhu lingkungan.

Dari keduanya, gradient suhu inti dengan suhu permukaan adalah yang

terpenting untuk kelangsungan fungsi tubuh yang optimal. Selanjutnya

pertukaran panas dengan lingkungan sekitar berlangsung melalui alat

pernapasan dan kulit, karena setiap usaha untuk mempertahankan suhu

inti akan mempengaruhi bagian perifer tubuh terutama tangan dan

kaki. (Kukus et al., 2013)

10
11

Rata-rata suhu tubuh manusia normal adalah berkisar 36,5°C

sampai 37,5°C akan tetapi pada pagi hari bisa berkurang sampai 36°C,

dan pada saat latihan suhu tubuh dapat meningkat sampai mendekati

40°C tanpa efek sakit, karena perubahan tersebut merupakan kondisi

fisiologis yang normal. Akan tetapi, suhu tubuh juga dapat meningkat

akibat adanya perbedaan suhu lingkungan dan kelembapan udara yang

relatif tinggi. (Graha, 2010)

Secara biologis tubuh mempunyai beberapa mekanisme untuk

mempertahankan suhu tubuh yaitu sebagai berikut :

a. Suhu tubuh inti dipertahankan dalam batas yang sempit, tubuh

dapat mentoleransi variasi suhu sampai sedalam 2 cm dari

permukaan tubuh. Suhu tubuh dapat bervariasi sekitar 1.5 di atas

atau di bawah suhu inti tanpa memberi efek yang berbahaya.

b. Mekanisme kontrol otomatis dari sistem saraf dan endokrin yang

bekerja bila suhu inti atau suhu kulit berubah, mekanisme ini

menyulitkan pengukuran kering panas.

c. Mekanisme perilaku dan perubahan postural yang dapat

memodifikasi pemaparan terhadap radiasi dan konveksi panas,

namun pekerja biasanya tidak bebas untuk menggunakan metode

ini.

d. Penggunaan pakaian yang cocok dan menciptakan lingkungan yang

protektif mulai dari pemanasan sampai AC.


12

2. Suhu Inti

Sebagian besar panas yang diproduksi di dalam tubuh merupakan

oksidasi maka sumber utama panas adalah jaringan yang paling aktif,

yaitu hati, kelenjar sekresi, dan otot. Ketiganya merupakan lebih dari

separuh tubuh, begitulah maka suhu masing-masing jaringan dapat

berbeda tergantung pada derajat metabolismenya, kecepatan darah

yang mengalir ke dalamnya dan perbedaan suhunya dengan jaringan

disekitarnya. (Kukus et al., 2013)

Suhu yang diukur serentak di mulut, ketiak, dan pelepasan

(rektum) biasanya berbeda meskipun tidak lebih dari 1°C. Hasil

pengukuran pelepasan suhu biasanya yang tertinggi, sehingga suhu ini

dianggap sebagai petunjuk yang terbaik bagi suhu inti tubuh. Karena

suhu rektal dapat mencapai 0.3°C lebih tinggi dari suhu aorta, maka

panas di dalam rektum itu diduga merupakan hasil kerja bakteri.

Sebaliknya, mungkin saja dijumpai suhu pelepasan yang lebih rendah

dan suhu aorta bila kaki dingin. Suhu ketiak dapat dikatakan selalu

lebih rendah (biasanya 0,6°C) dari suhu mulut apalagi pengukurannya

cukup sulit untuk mendapatkan hasil yang teliti. Suhu pelepasan

maupun suhu ketiak dapat sedikit saja berubah bila darah dipanaskan

ataupun didinginkan dengan cepat. Suhu paling tinggi dicapai pada

sore hari sedangkan yang terendah pada dini hari, sehingga suhu ini

sama sekali tidak berkaitan dengan suhu lingkungan.(Kukus et al.,

2013)
13

Tabel 2.1 Perubahan patofisiologis disebabkan oleh penurunan suhu inti tubuh
Suhu Tubuh Perubahan Patofisiologis

(°C/°F)

36 (96.8) Pengingkatan laju metabolik

35 (95) Menggigil

Perubahan neurologis :

1. Hyperreflexia

2. Dysarthria

3. Lambar berfikir

34 (93.2) Temperature lebih rendah compatible dengan continued

exercise

33 (91.4) Amnesia

32 (89.6) Penurunan tingkat kesadaran

31 (87.8) Penurunan kinerja pada organ-organ vital tubuh

29-30 (84.2-86) 1. Hilangnya kesadaran (pingsan)

2. Kekakuan otot

3. Perlambatan detak jantung dan pernafasan

4. Aritmia jantung

27-28 (80.6- 1. Menyebabnya terjadinya kematian

82.4) 2. Berkurang atau hilangnya kemampuan gerak refleks

3. Fibrillasi ventricular

Sumber : (Graha, 2010)


14

3. Suhu Kulit

Di daerah yang beriklim dingin, suhu tubuh hampir selalu lebih

tinggi dibanding suhu lingkungan dan selalu saja terjadi kehilangan

panas lewat kulit, sehingga suhu kulit dapat mencapai 17°C bila suhu

udara cukup dingin. Oleh karenanya terdapat perbedaan suhu yang

sangat besar antara tubuh bagian dalam, lemak kulit 33,6°C, kulit

33,0°C dalam ruangan yang bersuhu 18,5°C. Suhu kulit seseorang juga

dapat berbeda pada satu dan lain tempat. Di dalam rungan yang

bersuhu 18°C jelas bahwa suhu kulit lengan atas jauh lebih tinggi

dibanding suhu ujung jari. Tentu saja gambaran hasil pengukuran suhu

tidak selalu demikian, sebab adanya vasodilatasi maupun aktivitas otot

dapat mempengaruhinya. Suhu kulit yang sangat bervariasi dari 20°C

sampai 40°C dimana dalam keadaan suhu lingkungan yang terlalu

dingin, suhunya dapat turun lagi mencapai 18°C dan naik sampai 45°C

bila panas. (Kukus et al., 2013)

4. Pemindahan Keseimbangan Panas Tubuh

Jaringan tubuh sangat peka terhadap pengaruh suhu jaringan yang

menyimpang banyak dari suhu 37°C. Oleh karena ituah tubuh berusaha

mempertahankan suhu tubuhnya meskipun suhu lingkungan banyak

berubah. Hal ini diperoleh dengan menjaga keseimbangan antara panas

yang hilang dari tubuh dengan panas yang diperoleh tubuh yang

berasal dari perubahan yang terjadi di dalam tubuh sendiri yang

diterima dari luar. Pembuangan panas terutama lewat kulit dan saluran

pernapasan, yang apabila terdapat kelebihan maka panas dibawa kulit


15

akan terbuang. Ini dapat berlangsung dengan pengantaran langsung

oleh jaringan-jaringan tubuh maupun bahan cair atau fluida yang ada

didalamnya, disamping yang utama yaitu diangkut oleh aliran darah.

Kulit melepaskan panas dengan cara pemancaran radiasi, konduksi,

konveksi dan evaporasi. (Kukus et al., 2013)

a. Radiasi

Radiasi merupakan cara penghilangan panas dalam bentuk

gelombang elektromagnetik di mana tubuh memancarkan energi

panas ke lingkungan. Hal ini bergantung pada perbedaan suhu

antara permukaan kulit dan pembentukan berbagai benda di

lingkungan. Karena perpindahan netto panas melalui radiasi selalu

dari benda panas ke benda yang lebih dingin.

b. Konduksi

Konduksi merupakan perpindahan suhu dengan cara kontak

langsung dengan benda. Biasanya hanya sedikit panas yang

dibuang dengan cara ini, namun konduksi ke udara merupakan

salah satu mekanisme cara penghilang suhu yang dapat diukur

bahkan dalam keadaan normal.

c. Konveksi

Konveksi merupakan proses kehilangan panas dari tubuh

dengan pergerakan udara. Sejumlah kecil konveksi hampir terjadi

di sekitar tubuh karena kecenderungan udara yang dekat dengan

kulit bergerak ke atas waktu udara tersebut dipanaskan.


16

d. Evaporasi

Evaporasi merupakan metode terakhir pemindahan panas yang

digunakan oleh tubuh, ketika udara menguap dari permukaan kulit

panas yang diperlukan menguap dari permukaan kulit sehingga

tubuh menjadi lebih dingin. Penguapan air terjadi dengan

menghilang 0,58 kalori panas untuk setiap gram air yang menguap.

Penguapan air secara insensible dari kulit dan paru-paru tidak dapat

dikontrol untuk tujuan pengaturan suhu sebab penguapan

disebabkan oleh difusi molekul-molekul air yang terus-menerus

tanpa mengindahkan suhu tubuh.


17

B. Demam

1. Pengertian

Demam merupakan suatu kondisi dimana suhu tubuh mengalami

peningkatan di atas normal. Seseorang dapat dikatakan demam jika

suhu tubuhnya mencapai lebih dari 37,5°C. Demam pada dasarnya

dapat dialami oleh semua kalangan usia, mulai dari bayi sampai orang

lanjut usia. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya demam

menunjukkan bahwa mekanisme dalam tubuh berjalan dengan normal

dalam melawan penyakit yang menimbulkan reaksi infeksi oleh virus,

bakteri, jamur, atau parasit. (Kunci & Demam, 2017)

Demam bukanlah penyakit, melainkan tanda dari penyakit.

Mayoritas penyebab demam adalah infeksi, baik karena bakteri

maupun virus. Selain karena infeksi, demam juga dapat disebabkan

oleh beberapa hal, antara lain inflamasi atau peradangan, penyakit

autoimun seperti kawasaki atau lupus. Penyebab lain dari demam yaitu

efektivitas fisik yang berlebihan dan berada di lingkungan yang terlalu

panas dan lama. (Fatkularini et al., 2014)

Demam dapat didefenisikan dengan suatu keadaan suhu tubuh

diatas normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di

hipotalamus. Demam terjadi karena ketidakmampuan mekanisme

kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas yang berlebihan

sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Demam tidak berbahaya jika

masih dibawah 39°C, demam dapat membahayakan apabila timbul

peningkatan suhu yang lebih tinggi. Dampak yang dapat ditimbulkan


18

jika demam tidak segera ditangani bisa menyebabkan kerusakan otak,

hiperpireksia yang akan menyebabkan syok, epilepsi, retardasi mental

atau ketidakmampuan belajar. (Vol. 2 No. 1 April 2020, 2020)

Demam diartikan sebagai respon fisiologis tubuh terhadap penyakit

yang di perantarai oleh sitokin dan ditandai dengan peningkatan suhu

pusat tubuh dan aktivitas kompleks imun. Demam merupakan gejala

yang menyertai beberapa penyakit infeksi maupun radang non infeksi.

Pada penyakit infeksi, demam dapat diakibatkan oleh infeksi virus

yang bersifat self limited maupun infeksi bakteri, parasit, dan jamur.

Demam dapat juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan

(overhating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun karena

gangguan sistem imun. (Susanti, 2012)

Gejala demam dapat dipastikan dari pemeriksaan tubuh yang lebih

tinggi dari rentang normal. Dikatakan demam apabila pada pengukuran

suhu rektal >38°C (100,4°F) atau suhu oral >37,8°C atau suhu aksila

>37,2°C (99°F). Sedangkan pada bayi berumur kurang dari 3 bulan

dikatakan demam apabila suhu rektal >38°C dan pada bayi usia lebih

dari 3 bulan apabila suhu aksila dan oral lebih dari 38,3°C. (Susanti,

2012)
19

2. Etilogi

Menurut (Sugita, 2018), ada dua kategori demam yang seringkali

diderita yaitu demam non-infeksi dan demam infeksi :

a. Demam Non-infeksi

Demam non-infeksi adalah demam yang bukan disebabkan

oleh masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh. Demam ini jarang

diderita oleh manusia didalam kehidupan sehari-hari. Demam non-

infeksi timbul karena adanya kelainan pada tubuh yang dibawa

sejak lahir, dan tidak ditangani dengan baik. Contoh demam non-

infeksi antara lain demam yang disebabkan oleh adanya kelainan

degeneratif atau kelainan bawaan pada jantung, demam karena

stress atau demam yang disebabkan oleh adanya penyakit-penyakit

berat misalnya leukimia dan kanker.

b. Demam Infeksi

Demam infeksi adalah demam yang disebabkan oleh masuknya

patogen ke dalam tubuh. Contohnya : kuman, bakteri, virus atau

binatang kecil lainnya ke dalam tubuh manusia melalui berbagai

cara. Misalnya melalui makanan, udara ataupun bersentuhan fisik.

Imunisasi juga merupakan penyebab demam infeksi karena saat

melakukan imunisasi berarti seseorang telah dengan sengaja

memasukkan bakteri, kuman atau virus yang sudah dilemahkan ke

dalam tubuh dengan tujuan membuat menjadi kebal terhadap suatu

penyakit tertentu. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan

infeksi dan akhirnya menyebabkan demam pada anak antara lain


20

tetanus, mumps atau parotitis epidemik, morbili atau measles atau

rubella, demam berdarah, TBC, tifus dan radang paru-paru.

Menurut (Sugita, 2018) penyebab demam dibagi menjadi tiga yaitu

sebagai berikut :

a. Demam infeksi, antara lain infeksi virus (cacar, campak dan

demam berdarah) dan infeksi bakteri (demam tifoid dan

pharingitis).

b. Demam non-infeksi, antara lain karena kanker, tumor atau adanya

penyakit autoimun (penyakit yang disebabkan oleh sistem imun

tubuh itu sendiri).

c. Demam fisiologis, biasanya dikarenakan kekurangan cairan

(dehidrasi), suhu udara yang terlalu panas dan kelelahan setelah

bermain disiang hari.

Dari ketiga penyebab tersebut yang sering menyerang tubuh

adalah demam yang diakibatkan oleh infeksi virus maupun bakteri.

3. Patofisiologi

Secara teoritis kenaikan suhu pada infeksi dinilai menguntungkan,

oleh karena aliran darah makin cepat sehingga makanan dan oksigensi

makin lancar. Namun kalau suhu terlalu tinggi di atas 38,5°C

seseorang akan mulai merasa tidak nyaman, aliran darah cepat, jumlah

darah untuk mengaliri organ vital (otak, jantung dan paru) bertambah,

sehingga volume darah ke ekstremitas dikurangi, akibatnya ujung kaki

atau tangan terasa dingin. Demam yang tinggi memacu metabolisme

yang sangat cepat, jantung dipompa lebih kuat dan cepat, frekuensi
21

napas lebih cepat. Dehidrasi terjadi akibat penguapan kulit dan paru

dan disertai dengan ketidakseimbangan menggunakan elektrolit, yang

mendorong suhu makin tinggi. Kerusakan jaringan akan terjadi apabila

suhu tubuh lebih tinggi dari 41°C. Terutama pada jaringan otak dan

otot yang bersifat permanen. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan

kerusakan batang otak, terjadinya kejang, koma sampai kelumpuhan.

Kerusakan otot yang terjadi berupa rabdomiolisis dengan akibat

terjadinya mioglobinemia. (Ismoedijanto, 2016)

Selama 24 jam suhu tubuh bervariasi dari yang paling rendah pada

pagi hari dan paling tinggi pada sore hari. Variasi maksimum suhu

tubuh adalah 0,6°C. Suhu tubuh merupakan keseimbangan dari

produksi panas oleh jaringan (terutama dari hati dan otot) dan

pengeluaran panas dari perifer. Dalam keadaan normal,

thermoregulator di hipotalamus mempunyai peranan utama menjaga

suhu tubuh antara 37-38°C. Demam terjadi akibat adanya

vasokonstriksi yang mengakibatkan aliran darah keperifer berkurang

dengan tujuan mengurangi kehilangan panas, kadang sampai

menggigil, proses ini akan berlangsung sampai suhu tubuh sama

dengan set point yang baru. Pengaturan kembali set point kearah

normal (misalnya dengan antipiretik) akan mengakibatkan kehilangan

panas melalui keringat dan vasodilatasi. Kemampuan tubuh untuk

menurunkan suhu tubuh akan menurun pada beberapa kondisi seperti

usia tua. Pirogen adalah zat yang menyebabkan demam. Pirogen

berasal dari luar disebut pirogen eksogen. Pirogen eksogen ini


22

umumnya mikroba dan produknya. Pirogen ini biasanya menyebabkan

demam dengan meninduksi pelepasan pirogen endogen (seperti IL-1,

TNF (Tumor Necrosis Factor), interferin-γ dan IL-5) yang akan

meningkatkan set point di hipotalamus. (Sugita, 2018)

Demam memiliki tiga fase klinis yaitu menggigil (chill), febris

(fever) dan kemerahan (flush). Pada fase menggigil, temperatur inti

tubuh naik menjangkau set poin suhu baru dengan vasokonstriksi

perifer untuk mengurangi pengeluaran panas dan peningkatan aktivitas

otot (shivering) untuk meningkatkan produksi panas. Pada fase febris

terjadi keseimbangan antara produksi dan kehilangan panas pada set

poin yang meningkat. Kulit teraba hangat, kemerahan, dan kering.

Ketika set poin kembali normal, tubuh mempersepsikan dirinya

menjadi terlalu panas, sehingga mekanisme mengurangi panas dimulai

melalui vasodilatasi perifer dan berkeringat (diaphoresis). (Susanti,

2012)

4. Tipe

Menurut (Zein, 2012) ada 5 tipe dari demam yaitu sebagai berikut :

a. Demam Kontinyu

Suhu tubuh tetap diatas normal sepanjang hari dan tidak ada

fluktuasi suhu lebih dari 1°C dalam 24 jam. Demam ini dapat

disebabkan oleh infeksi saluran kemih, demam tifoid, brucellosis,

infective endocarditis, pneumonia lobaris, demam tifus, dan lain-

lain.
23

b. Demam Intermiten

Suhu tubuh turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam

dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari

sekali yang disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam

diantara dua serangan demam disebut kuartana.

c. Demam Retimen

Suhu tubuh dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai

suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat

mencapai 2°C dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada

demam septik.

d. Demam Siklik

Terjadi kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari yang diikuti

oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian

diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

e. Demam Septik

Suhu tubuh berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada

malam hari dan turun kembali ke tingkat diatas normal pada pagi

hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat, bila

demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal

dinamakan juga demam hektik.

5. Keuntungan dan Kerugian

Secara umum kondisi demam tidak selalu merupakan tanda

bahaya. Pada beberapa penyakit justru menguntungkan seperti pada

neurosyphilis, chronic arthritis dan pada penyebaran kanker. Demam


24

juga dapat ditimbulkan pada kasus penyuntikan bahan yang

mengandung protein susu dan BCG vaccine serta beberapa jenis

vaksin lain seperti DPT dan campak. Demam berkaitan dengan

pelepasan endogenous pirogen yang mengaktifkan T-cells dan

meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh. (Zein, 2012)

Kerugian demam adalah menyebabkan hiperkatabolisme yang akan

menimbulkan sisa-sisa nitrogen dan menurunkan berat badan serta

efek kelemahan tubuh. Keringat yang berlebihan akan menimbulkan

gangguan elektrolit. Apabila suhu tubuh sangat tinggi bisa terjadi

kejang dan kerusakan otak. Pada kondisi tertentu, demam dapat

menimbulkan Circulatory overload dan arrhythmia. Setiap kenaikan

suhu 1°C, maka metabolisme rate akan naik 10-14%, kebutuhan O2

naik 20%, kebutuhan cairan naik 1% dari total body requitment, dan

tidal volume naik 9%. Bila terjadi hiperpiraksia maka akan

menimbulkan :

a. Vasokontriksi umum diseluruh tubuh

b. Pengeluaran panas terganggu

c. Memperberat hipoksia

d. Dehidrasi

e. Aritmia jantung

f. Hipotensi syok

g. Kejang-kejang

h. Pernafasan terganggu

i. Kesadaran menurun
25

6. Manifestasi Klinis

Menurut (Zein, 2012) tanda dan gejala demam antara lain sebagai

berikut :

a. Suhu tubuh lebih dari 38°C

b. Kulit kemerahan

c. Hangat pada sentuhan

d. Peningkatan frekuensi pernapasan

e. Menggigil

f. Dehidrasi

g. Kehilangan nafsu makan

7. Mekanisme

Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan

langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk

mengatasi berbagai rangsang. Sebagai respon terhadap rangsangan

pirogeni, monosit, makrofag, dan sel kupfer mengeluarkan sitokin yang

berperan sebagai pirogen endogen (IL-1, TFN-ɑ, IL-6, dan interferon)

yang bekerja pada pusat thermoregulasi hipotalamus. Sebagai respon

terhadap sitokin tersebut maka terjadi sintesis prostaglandin, terutama

prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur

siklooksigenase-2 (COX-2) dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh.

Hipotalamus akan mempertahankan suhu sesuai patokan yang baru dan

bukan suhu normal. (Ismoedijanto, 2016)

Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non

prostaglandin melalui sinyal afferen nervus vagus yang dimediasi oleh


26

produk lokal Macrophage Inflammatory Protein-1 (MIP-1), suatu

kemokin yang bekerja langsung terhadap hipotalamus anterior.

Berbeda dengan demam dari jalur prostaglandin, demam melalui MIP-

1 ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik. Menggigil ditimbulkan agar

dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara vasokonstriksi

kulit juga berlangsung dengan cepat mengurangi pengeluaran panas.

Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik, dengan demikian

pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan progenik

adalah sesuatu yang dialami dan bukan disebabkan oleh kerusakan

mekanisme termoregulasi. (Ismoedijanto, 2016)

8. Penatalaksanaan

Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan

farmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi

keduanya. (Tahun et al., 2016) Beberapa tindakan yang dapat

dilakukan untuk menangani demam antara lain :

a. Tindakan Farmakologis

Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan memberikan

antipiretik berupa :

1) Paracetamol

Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan

pertama untuk menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan

antara 10-15 mg/kg BB akan menurunkan demam waktu 30

menit dengan puncak pada 2 jam setelah pemberian. Demam

dapat muncul kembali dalam waktu 3-4 jam.


27

Paracetamol dapat diberikan kembali dengan jarak 4-6 jam

dari dosis sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan 1,2-

1,4°C, sehingga jelas bahwa pemberian obat paracetamol

bukan untuk menormalkan suhu namun menurunkan suhu

tubuh.

Paracetamol tidak dianjurkan diberikan pada bayi < 2 bulan

karena alasan kenyamanan. Bayi baru lahir umumnya belum

memiliki fungsi hati yang sempurna, sementara efek samping

paracetamol adalah hepatotoksik atau gangguan hati. Selain itu,

peningkatan suhu pada bayi baru lahir yang bugar (sehat) tanpa

resiko infeksi umumnya diakibatkan oleh faktor lingkungan

atau kurang cairan.

Efek samping paracetamol antara lain: muntah, nyeri perut,

alergi berupa urtikaria (biduran), purpura (bintik kemerahan di

kulit karena perdarahan bawah kulit), bronkospasme

(penyempitan saluran napas), hepatotoksik dan dapat

meningkatkan waktu perkembangan virus seperti pada cacar air

(memperpanjang masa sakit).

2) Ibuprofen

Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga

memiliki efek antiperadangan. Ibuprofen merupakan pilihan

kedua pada demam, bila alergi terhadap paracetamol. Ibuprofen

dapat diberikan ulang dengan jarak antara 6-8 jam dari dosis
28

sebelumnya. Untuk penurunan panas dapat dicapai dengan

dosis 5 mg/kg BB.

Ibuprofen bekerja maksimal dalam waktu 1 jam dan

berlangsung 3-4 jam. Efek penurun demam lebih cepat dari

paracetamol. Ibuprofen memiliki efek samping yaitu mual,

muntah, nyeri perut, diare, perdarahan saluran cerna, rewel,

sakit kepala, dan gelisah. Pada dosis berlebihan dapat

menyebabkan kejang bahkan koma serta gagal ginjal.

3) Aspirin

Aspirin atau asam asetilsalisilat sering digunakan sebagai

analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi. Aspirin tidak

direomendasikan pada anak <16 tahun karena terbukti

meningkatkan risiko Sindroma Reye.

Aspirin juga tidak dianjurkan untuk demam ringan karena

memiliki efek samping merangsang lambung dan perdarahan

usus. Efek samping lain, seperti rasa tidak enak di perut, mual,

dan perdarahan saluran cerna biasanya dapat dihindarkan

apabila dosis perhari tidak lebih dari 325 mg.

b. Tindakan Non-farmakologis

Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat

dilakukan seperti :

1) Memberikan minuman yang banyak

2) Tempatkan dalam ruangan yang bersuhu normal

3) Menggunakan pakaian yang tidak tebal


29

4) Memberikan kompres.

Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan

menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat

atau dingin pada bagian tubuh yang memerlukan. Kompres

dibedakan menjadi dua yaitu kompres hangat dan dingin.

Pemberian kompres hangat dapat dilakukan pada area

pembuluh darah besar, tujuan dari kompres hangat adalah

memberikan rangsangan pada hipotalamus untuk menurunkan

suhu tubuh. Hipotalamus akan memberikan sinyal hangat yang

selanjutnya menuju hipotalamus untuk merangsang area

preoptik sehingga agar sistem efektor dapat dikeluarkan.

Setelah sistem efektor mengeluarkan sinyal, maka pengeluaran

panas tubuh akan melakukan dilatasi pembuluh darah perifer

dan seseorang mengeluarkan keringat. (Rahmawati &

Purwanto, 2020)

Kompres hangat merupakan metode untuk menurunkan

suhu tubuh. Pemberian kompres hangat pada daerah aksila

(ketiak) lebih efektif karena pada daerah tersebut terdapat

banyak pembuluh darah besar dan terdapat banyak kelenjar

keringat apokrin yang mempunyai banyak vaskuler sehingga

akan memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi yang

akan memungkinkan percepatan perpindahan panas dari dalam

tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak.

Lingkungan luar yang hangat akan membuat tubuh


30

menginterprestasikan bahwa suhu di luar cukup panas sehingga

akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak

meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi, juga akan membuat

pori-pori kulit terbuka sehingga mempermudah pengeluaran

panas dari tubuh. (Dehkordi & Abu-Bakar, 2016)

Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan

kain atau handuk yang telah dicelupkan kedalam air hangat,

yang kemudian ditempelkan pada bagian tubuh tertentu

sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan dapat

menurunkan suhu tubuh. (Tahun et al., 2016)

Kompres dingin merupakan metode yang menggunakan

cairan atau alat yang dapat menimbulkan sensasi dingin pada

bagian tubuh yang memerlukan. (Purnamasari et al., 2014)

Kompres dingin dapat menurunkan suhu tubuh pada anak.

Kompres dingin merangsang vasokonstriksi dan shivering

sehingga pembuluh darah menjadi lebar dan keadaan suhu

tubuh menjadi normal. Selain itu proses normalnya suhu tubuh

karena pemberian kompres dingin terjadi karena adanya

penangkapan sinyal oleh hipotalamus melalui sumsum tulang

sehingga suhu tubuh mencapai normal. (Rahmawati &

Purwanto, 2020)
31

C. Jambu Biji (Psidium Guajava L)

1. Pengertian

Jambu biji merupakan salah satu produk hortikultura yang

termasuk komoditas internasional. Lebih dari 150 negara telah

membudidayakan jambu biji, di antaranya Jepang, India, Taiwan,

Malaysia, Brasil, Australia, Filipina dan Indonesia. Di sisi lain, jambu

biji di Indonesia sudah lama digunakan oleh masyarakat sebagai salah

satu alternatif untuk pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit.

(Lantana, 2020)

Jambu biji (psidium guajava) bukan merupakan tanaman asli

Indonesia. Tanaman ini pertama kali ditemukan di Amerika Tengah

oleh Nikolai Ivanovich Vavilov saat melakukan ekspedisi ke beberapa

negara di Asia, Afrika, Eropa, Amerika Selatan, dan Uni Soviet antara

tahun 1887-1942. Seiring dengan berjalannya waktu, jambu biji

menyebar di beberapa negara seperti Thailand, Indonesia, Jepang,

Malaysia, dan Australia. Di Thailand dan Taiwan, jambu biji menjadi

tanaman yang dikomersialkan. (Lantana, 2020)

Jambu biji (psidium guajava) adalah tanaman tropis yang umum

dengan sejarah panjang penggunaan tradisional. Jambu biji tidak

digunakan hanya sebagai makanan tetapi juga sebagai obat tradisional,

dan berbagai bagian tanaman ini memiliki sejumlah khasiat obat mulai

dari aktivitas antimikroba hingga antikanker. Meskipun jambu biji

memiliki sejumlah khasiat obat, obat tradisional yang paling umum


32

dan populer untuk infeksi saluran pencernaan seperti diare, disentri,

sakit perut, dan gangguan pencernaan. (Bello et al., 2018)

Gambar 2.1 Jambu Biji (Psidium Guajava L)


Sumber : (Bello et al., 2018)

Tanaman jambu biji (psidium guajava linn) merupakan salah satu

tanaman yang berkhasiat obat yang diyakini oleh masyarakat. Daun

jambu biji biasanya digunakan untuk mengobati sariawan, luka, haid

tidak lacar, sembelit, maag, masuk angin, kanker, batuk, flu dan

demam berdarah. Bunganya berkhasiat untuk obat sakit kulit. Buahnya

biasanya digunakan untuk mengobati kencing manis. Rating mudanya

biasanya digunakan untuk mengobati keputihan pada wanita,

sedangkan akarnya digunakan untuk pengobatan disentri. (Allo et al.,

2013)
33

2. Botani dan Morfologi

Nama ilmiah jambu biji adalah psidium guajava. Psidium berasal

dari bahasa Yunani, yaitu “psidium” yang berarti delima. Sementara

“guajava” berasal dari nama yang diberikan oleh orang Spanyol.

Adapun taksonomi tanaman jambu biji diklasifikasikan sebagai berikut

(Lantana, 2020) :

Kingdom : Plantae (tumbuhan-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua)

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Psidium

Spesies : Psidium Guajava Linn.

Jambu biji merupakan tanaman perdu bercabang banyak.

Tingginya dapat mencapai 3-10 m. Umumnya umur tanaman jambu

biji hingga sekitar 30-40 tahun. Tanaman yang berasal dari biji telatif

berumur lebih panjang dibandingkan hasil cangkokan atau okulasi.

Namun, tanaman yang berasal dari okulasi memiliki postur lebih

pendek (dwarfing) dan bercabang lebih banyak sehingga memudahkan

perawatan tanaman. Tanaman ini sudah mampu berbuah saat berumur

sekitar 2-3 bulan meskipun ditanam dari biji. (Lantana, 2020)


34

Buah jambu biji berbentuk bulat atau bulat lonjong dengan kulit

buah berwarna hijau saat muda dan berubah kuning muda mengkilap

setelah matang. Untuk jenis tertentu, kulit buah berwarna hijau

berbelang kuning saat muda dan berubah mejadi kuning belang-belang

saat matang. Ada pula yang berkulit merah saat muda dan merah tua

saat tua. Warna daging buah pada umunya putih biasa, putih susu,

merah muda, merah menyala, serta merah tua. Aroma buah biasanya

harum saat buah matang. (Lantana, 2020)

Buah jambu biji diketahui mempunyai kandungan vitamin C dan

beta karoten sehingga dapat berkhasiat sebagai antioksidan dan

meningkatkan daya tahan tubuh. Jambu biji diketahui memiliki

senyawa berupa tanin, flavonoid, saponin, sterol dan kuinon.

Kandungan jambu biji dalam 100 gram adalah vitamin A 792 IU,

vitamin B1 0,05 mg, vitamin C 183,5 mg, vitamin E 1,12 mg, asam

folat 15 mcg, mineral seperti kalsium 20 mg, fosfor 25 mg, besi 0,31

mg, seng 0,23 mg, CU 0,013 mg, selenium 0,6 mg, senyawa fenolik

seperti β-karoten 374 μg dan likopen 5204 μg. (Surahman & Ekafitri,

2014)
35

D. Mencit (Mus Musculus)

1. Pengertian

Mencit (mus musculus) merupakan hewan yang paling umum

digunakan pada penelitian laboratorium sebagai hewan percobaan,

yaitu sekitar 40-80%. Mencit banyak digunakan sebagai hewan

laboratorium dikarenakan memiliki banyak kelebihan seperti siklus

hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi

sifat-sifatnya tinggi dan mudah ditangani. Mencit memiliki bulu

pendek, halus, berwarna putih, serta ekor berwarna kemerahan dengan

ukuran lebih panjang daripada badan dan kepala. Ciri-ciri lain mencit

secara umum adalah tekstur rambut lembut dan halus, bentuk hidung

kerucut terpotong, bentuk badan silindris agak membesar ke belakang,

warna rambut putih, mata merah dan ekor berwarna merah muda.

(Hasanah, Uswatul. Rusny. Masri, 2015)

Mencit ini merupakan omnivora alami, sehat, kuat, prolific

(mampu beranak banyak), kecil dan jinak. Selain itu, binatang ini

mudah didapatkan dengan harga yang relatif murah dengan biaya

ransum yang rendah. Mencit tidak terlalu agresif, tetapi kadang-kadang

bisa menggigit apabila seseorang mencoba meraihnya atau

menahannya. Mencit sering menunjukkan perilaku menggali dan

bersarang. Tingkah laku tersebut membantu mencit untuh

mempertahankan suhu tubuhnya. Mecit (mus musculus) merupakan

kelompok mamalia yang telah diketahui karakter genetiknya, sehingga

tidak heran bahwa mencit cocok digunakan sebagai hewan uji


36

laboratorium untuk penelitian-penelitian yang berkaitan dengan

genetik. Di antara hewan-hewan mamalia, mencit (mus musculus)

adalah hewan yang mempunyai kemiripan genetik dengan manusia.

(Rejeki et al., 2018)

Mencit (mus musculus) merupakan hewan yang termasuk dalam

famili Murideae. Mencit liar atau mencit rumah adalah hewan satu

spesies dengan mencit laboratorium. Semua galur mencit laboratorium

sekarang ini merupakan keturunan dari mencit liar sesudah melalui

peternakan selektif. (Muliani, 2011)

Gambar 2.2 Mencit (Mus Musculus)


Sumber : (Hasanah, Uswatul. Rusny. Masri, 2015)
37

2. Klasifikasi

Guneberg (1943) mengklasifikasikan sistem orde mencit sebagai

berikut :

Kindom : Animalia

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Class : Mamalia

Sub class : Theria

Ordo : Rodentia

Sub ordo : Myomorpha

Famili : Muridae

Sub famili : Murinae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

Dari klasifikasi di atas dapat diuraikan beberapa ciri dari mencit, yaitu:

Mencit termasuk dalam filum chordate yang artinya mempunyai

chorda dorsalis, batang syaraf dorsal tunggal dan mempunyai celah

insang pada embrionya dan tidak berfungsi sebagai alat pernapasan.

Mencit dikelompokkan dalam classis mamalia. Mamalia adalah

kelompok hewan vertebrata yang menduduki tempat tertinggi dalam

perkembangan hewan. Nama mamalia merujuk pada ciri utama

anggota mamalia yaitu adanya kalenjar mamae atau kelenjar air susu

yang dapat menghasilkan air susu (pada betina) yang dapat diberikan
38

pada keturunannya. Selain adanya kalenjar mamae, semua jenis

mamalia mempunyai rambut, namun berbeda dalam hal distribusi,

ukuran, fungsi, modifikasi dan kelebatannya. Selain ciri tersebut

mencit juga termasuk hewan yang mempunyai adaptasi homoiterm

yaitu mempunyai kemampuan mempertahankan suhu tubuh. (Rejeki et

al., 2018)

Ciri lain mencit sebagai kelompok mamalia dan subclass theria

adalah mempunyai daun telinga (pinna), tengkorak bersendi pada

tulang atas melalui dua condyles occipitalis, gigi-gigi dijumpai ada

hewan muda serta tua, eritrosit tidak bernukleus, otak dengan 4 lobus

opticus, jumlah jari pada tiap kaki lebih dari 5, ginjal tipe metanephros

dan bersifat vivipar. Sebagai anggota ordo rodentia, mencit

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Jari-jari 4 masing-masing bercakar

b. Gigi seri pada rahang atas hanya sepasang membentuk seperti

pahat dan tumbuh terus.

c. Tanpa taring

d. Testes abdominal

e. Plasenta tipe discoidal.

3. Masa Tumbuh Kembang

Arrington (1972) menjelaskan morfologi dan karakteristik pada

mencit yang diuraikan sebagai berikut :

Marfologi : Tubuh mencit terdiri dari kepala, badan, leher dan ekor.

Rambutnya berwarna putih atau keabu-abuan dengan warna perut


39

sedikit lebih pucat dan sangat aktif pada malam hari sehingga termasuk

golongan hewan nokturnal.

Karakteristik : Dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun, dan dapat juga

mencapai 3 tahun. Pada umur 8 minggu mencit siap untuk dikawinkan,

perkawinan mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami estrus.

Siklus estrus yaitu 4-5 hari sedangkan lama bunting 19-21 hari. Berat

badan mencit bervariasi. Berat badan mencit jantan dewasa berkisar

antara 20-40 gram, sedangkan mencit betina berkisar antara 25-40

gram. (Rejeki et al., 2018)

4. Nilai-nilai Fisiologi Normal

Mencit merupakan hewan nokturnal. Mencit penakut, tetapi lebih

sosial dan teritorial di alam. Telinga mencit besar dan tidak kaku.

Ukuran mencit kecil (panjang 12-20 cm termasuk ekor dan mencit

dewasa memiliki berat 20-45 gram). Mencit memiliki warna putih,

coklat, atau abu-abu. Mencit menghasilkan 40-100 kotoran per hari.

Mencit memiliki ekor yang panjang, tipis, dan berbulu dan sedangkan

moncongnya berbentuk segitiga dengan kumis yang panjang. (Rejeki

et al., 2018)

Mencit memiliki nilai-nilai fisiologi normal, berikut adalah nilai-

nilai fisiologi normal pada mencit :

a. Suhu tubuh : 95-102,5°F

b. Denyut jantung : 320-840 bpm

c. Respirasi : 84-280

d. Berat lahir : 2-4 gram


40

e. Berat dewasa : 20-40 gram jantan

25-45 gram betina

f. Masa hidup : 1-2 tahun

g. Maturitas seksual : 28-49 hari

h. Target suhu lingkungan : 68-79°F (17,78-26,11°C)

i. Target kelembapan lingkungan : 30-70%

j. Gestasi : 19-21 hari

k. Minum : 6-7 ml/hari

5. Teknik Pemeliharaan

Meskipun bukan tergolong binatang yang agresif, mencit

terkandang dapat menggigit sesuatu yang menahannya sehingga

diperlukan teknik handling yang tepat. Pemeliharaan mencit sama

seperti pemeliharaan tikus, yaitu dipengaruhi oleh faktor gedung atau

bangunan, kandang (cage), kondisi lingkungan, makanan dan

minuman, dan alas tidur (bedding). Mencit membutuhkan lingkungan

dengan suhu 64-79°F atau 17,78-26,11°C untuk mempertahankan

kondisi fisik yang sehat. Kecepatan ventilasi yang dianjurkan yaitu 10-

15 pertukaran udara per jam. Udara pada lingkungan harus segar,

disaring, dan bebas dari kontaminan. Tingkat kebisingan lebih besar

dari 85 dB dapat berpotensi merusak manusia dan hewan. Mencit yang

dipapar kebisingan 116 dB menunjukkan ketulian berat, sedangkan

kebisingan 75 dB tidak terjadi ketulian. (Rejeki et al., 2018)


41

Pakan mencit yang lembut bisa menyebabkan maloklusi dan pakan

yang terlalu keras membuat tikus tidak dapat mengunyahnya. Pakan

harus sesegar mungkin dan tidak lebih dari 6 bulan penyimpanan

bahan. Pakan lebih baik disimpan di tempat yang sejuk dan kering.

Mencit juga memerlukan masa karantina, stabilisasi, dan aklimasi

untuk memberikan hasil optimal sebagai hewan percobaan. (Rejeki et

al., 2018)

6. Cara Memegang Mencit

a. Mencit diangkat dengan cara memegang ekor kearah atas dengan

tangan kanan.

b. Lalu letakkan mencit dipermukaan yang kasar dan biarkan mencit

menjangkau atau mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang).

Gambar 2.3 Cara Memegang Mencit


Sumber : (Hendra Stevani, 2016)

c. Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit

kulit tengkuk mencit seerat atau setegang mungkin.


42

Gambar 2.4 Cara Memegang Mencit


Sumber : (Hendra Stevani, 2016)

d. Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking

dan jari manis tangan kiri.

e. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap

untuk diberi perlakuan.


43

Gambar 2.5 Cara Memegang Mencit


Sumber : (Hendra Stevani, 2016)

Gambar 2.6 Cara Memegang Mencit


Sumber : (Hendra Stevani, 2016)
44

7. Cara Pemberian Obat Melalui Oral

Cairan obat diberikan dengan menggunakan sonde oral. Sonde oral

ditempelkan pada langit-langit mulut atas pada mencit, kemudian

perlahan-lahan dimasukkan sampai ke esofagus dan cairan obat

dimasukkan.

Gambar 2.7 Pemberian Obat Melalui Oral


Sumber : (Hendra Stevani, 2016)
45

E. Pepton

Pepton merupakan hidrolisat protein yang banyak digunakan sebagai

salah satu komponen nutrisi dalam media pertumbuhan mikroorganisme.

Pepton dalam media pertumbuhan mikroba berfungsi sebagai sumber

nitrogen bagi mikroorganisme. Penggunaan pepton sangat luas mencakup

penggunaan pada laboratorium mikrobiologi hingga pada industri berbasis

bioteknologi. (Pantaya et al., 2016)

Pepton merupakan derivat sekunder dari protein yang berfungsi

sebagai sumber nitrogen pada media pertumbuhan bakteri. Perkembangan

bidang bioteknologi di Indonesia membuat kebutuhan pepton di Indonesia

menjadi semakin besar. Saat ini jumlah kebutuhan pepton di Indonesia

masih diperoleh dengan cara mengimpor dengan harga yang tinggi. Pepton

merupakan hidrolisat protein yang mengandung asam amino, dipeptida,

peptida, dan campuran polipeptida yang dapat diperoleh dengan

menghidrolisis bahan-bahan yang mengandung protein melalui reaksi

hidrolisis asam atau secara enzimatis. (Laoli et al., 2015)

Pepton merupakan salah satu kelompok asam amino sistein yang

memiliki karakteristik yaitu berupa serbuk, berwarna kuning kemerahan

hingga coklat, larut dalam air membentuk larutan berwarna coklat

kekuningan, bersifat asam dan memiliki bau yang khas seperti bau daging

busuk. (Puspasari et al., 2018)

Pepton merupakan protein yang digunakan sebagai penginduksi

demam pada mencit. Protein merupakan salah satu jenis pirogen yang

dapat menyebabkan efek perangsangan terhadap pusat pengaturan suhu


46

sehingga dapat menimbulkan demam.Pepton dapat dihasilkan melalui

proses hidrolisis menggunakan asam, basa, enzim yang berasal bahan baku

atau menambahkan enzim proteolitik dari luar. Senyawa pepton bersifat

pirogen sehingga dapat meningkatkan suhu tubuh hewan coba. Induksi

pepton umumnya menggunakan hewan coba mencit dan setelah suhu naik

dapat dilakukan pengukuran untuk aktivitas antipiretik senyawa uji.

Pepton merupakan protein yang terhidrolisa, poten sebagai pemicu demam

dan tidak mempunyai sifat toksik. (Saputra & Nurhayati, 2014)


47

F. Kerangka Teori

Suhu Tubuh

Normal Tidak normal

36°C – 37,5°C 37,5°C - 40°C

Demam

Pengobatan

Farmakologi Non farmakologi

Paracetamol, ibuprofen, Ekstrak air daging buah

dan aspirin. jambu biji.

Tidak terjadi penurunan Terjadi penurunan suhu

suhu pada mencit. pada mencit.

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Sumber : (Kukus et al., 2013) (Graha, 2010)
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Menurut Notoatmodjo (2010), kerangka konsep penelitian adalah suatu

uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap

konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang

lain dari masalah yang ingin diteliti. (Pengajar & Maritim, 2018)

Kerangka konsep ini bertujuan untuk melihat secara lebih mendalam

mengenai pengaruh pemberian ekstrak air daging buah jambu biji (psidium

guajava linn) terhadap penurunan suhu pada mencit (mus musculus)

penderita demam. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independent

adalah pemberian ekstrak air daging buah jambu biji (psidium guajava

linn) dan variabel dependent adalah suhu tubuh mencit (mus musculus).

Kerangka konsep pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Pre Test Intervensi Post Test


Suhu tubuh mencit Pemberian ekstrak air Suhu tubuh
sebelum intervensi daging buah jambu mencit sesudah
biji intervensi

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

48
49

B. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati.

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Alat Cara Hasil Skala

Operasional Ukur Ukur Ukur Ukur

1 Pemberian Suatu Sonde Observasi Diberikan Ordinal

ekstrak air penanganan pada

daging penurunan suhu

buah tubuh mencit

jambu biji dengan cara

(psidium memberikan

guajava ekstrak air

linn) daging buah

jambu biji yang

diberikan melalui

oral kepada

mencit dengan

dosis sebanyak 3

gram, 5 gram dan

10 gram ekstrak

air daging buah

jambu biji.
50

2 Penurunan Penurunan suhu Termo Observasi Efektif Ordinal

suhu tubuh pada meter jika

tubuh mencit sebelum terjadi

mencit dan sesudah penurunan

(mus intervensi suhu

musculus) tubuh

mencit.

Tidak

efektif

jika tidak

terjadi

penurunan

suhu

tubuh

mencit.

C. Hipotesis Penelitian

Adanya pengaruh pemberian ekstrak air daging buah jambu biji

(psidium guajava linn) dengan dosis 3 gram, 5 gram dan 10 gram terhadap

lama penurunan suhu pada mencit (mus musculus) penderita demam.


BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan True-Experiment design dengan

rancangan Pretest Posttest Control Group Design, pada desain penelitian

ini dilakukan observasi (pretest) sehingga peneliti dapat menguji

perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya perlakuan. Suhu tubuh

mencit (mus musculus) sebelum diberikan ekstrak air daging buah jambu

biji (psidium guajava linn) disebut pretest, dan suhu tubuh mencit (mus

musculus) sesudah diberikan ekstrak air daging buah jambu biji (psidium

guajava linn) disebut posttest. Perbedaan kedua hasil pengukuran

dianggap sebagai efek perlakuan

Pada desain penelitian ini menggunakan hewan uji berupa mencit (mus

musculus) yang dibagi menjadi 3 perlakuan, masing-masing perlakuan

terdiri dari 3 ekor mencit (mus musculus). Perlakuan 1 diberikan ekstrak

air daging buah jambu biji (psidium guajava linn) masing-masing 3 gram,

perlakuan 2 diberikan ekstrak air daging buah jambu biji (psidium guajava

linn) masing-masing 5 gram, dan perlakukan 3 diberikan ekstrak air

daging buah jambu biji (psidium guajava linn) masing-masing 10 gram.

51
52

Induksi demam pada hewan uji menggunakan Pepton 10% sebanyak 1

ml. Pengukuran suhu tubuh mencit (mus musculus) dilakukan sebelum dan

sesudah pemberikan Pepton 10% sebanyak 1 ml dan zat uji. Bentuk

rancangan Pretest Posttest Control Group Design dapat dijelaskan pada

gambar sebagai berikut :

Suhu tubuh mencit

(mus musculus)

Pre Test Intervensi Post Test

Suhu tubuh mencit Ekstrak air daging Suhu tubuh mencit

(mus musculus) buah jambu biji (mus musculus)

sebelum (psidium guajava) sesudah

Bagan 4.1 Desain Penelitian

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November Tahun 2021 di

Laboratorium Universitas Fort De Kock Bukittinggi.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian atau objek yang

diteliti (Pengajar & Maritim, 2018). Dalam penelitian ini populasinya

adalah mencit (mus musculus) yang diberikan Pepton 10% sebanyak 1

ml melalui oral.
53

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Pengajar & Maritim,

2018).

Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah secara Quota

Sampling, dimana pemilihan sampel dilakukan dengan cara

menetapkan sejumlah anggota sampel secara quotum atau jatah.

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 9 ekor mencit (mus

musculus) yang berusia 8-10 minggu, dengan berat badan 25-40 gram

dibagi menjadi 3 perlakukan. Yaitu diberikan ekstrak air daging buah

jambu biji (psidium guajava linn) masing-masing 3 gram, 5 gram dan

10 gram. Sampel dalam penelitian ini adalah mencit (mus musculus)

yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri anggota populasi

yang dapat diambil sebagai sampel, yaitu :

1) Mencit yang diinduksikan Pepton 10% sebanyak 1 ml

2) Mencit yang umurnya lebih 8-10 minggu sebanyak 9 ekor

3) Berat badan mencit 25-40 gram per ekor

b. Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi adalah kriteria atau ciri-ciri anggota populasi

yang tidak dapat diambil sebagai sampel, yaitu :

1) Mencit yang tidak diinduksikan Pepton 10% sebanyak 1 ml

2) Mencit yang umurnya kurang dari 8 minggu


54

3) Berat badan mencit kurang dari 25 gram per ekor.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diambil dari objek peneliti

perorangan atau organisasi (Pengajar & Maritim, 2018). Dalam

penelitian ini data primernya didapatkan melalui observasi dengan

melakukan pengamatan tentang proses yang sedang berlangsung.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan tidak secara langsung

dari objek penelitian (Pengajar & Maritim, 2018). Data sekunder

sebagai pendukung penelitian mulai dari studi kepustakaan dan data

dari internet yang berhubungan dengan penelitian ini.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk

pengumpulan data. (Notoadmodjo, 2012)

1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Kandang mencit

b. Termometer digital

c. Gelas ukur

d. Timbangan analitik

e. Syring dilengkapi jarum


55

f. Sonde

g. Handuk kecil

h. Tabung reaksi

i. Cawan petri

j. Panci

k. Sendok

l. Saringan

m. Kompor

n. Pipet volume

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a. Hewan coba berupa mencit (mus musculus) dengan berat badan

rata-rata 25-40 gram, usia 8-10 minggu sebanyak 9 ekor.

b. Daging buah jambu biji (psidium guajava linn)

c. Aquades

d. Pepton 10% atau 10 gram

e. Makanan mencit (pelet)

f. Air

g. Kapas
56

F. Tahapan Eksperimen

Langkah-langkah dalam penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap

yaitu : pretest, intervensi dan posttest.

1. Pretest

Menimbang berat badan mencit dan dikelompokkan menjadi 3

kelompok. Pertama-tama diukur suhu rektal, kemudian diinduksikan

demam menggunakan pepton 10% 1 ml / gram BB mencit secara

peroral. Kemudian ukur kembali suhu rektal pada mencit setelah 30

menit menggunakan termometer digital.

2. Intervensi

a. Kelompok 1 diberikan ekstrak air daging buah jambu biji (psidium

guajava linn) peroral dengan dosis 3 gram, kelompok 2 diberikan

ekstrak air daging buah jambu biji (psidium guajava linn) peroral

dengan dosis 5 gram dan kelompok 3 diberikan ekstrak air daging

buah jambu biji (psidium guajava linn) peroral dengan dosis 10

gram.

b. Setelah diinduksikan ekstrak air daging buah jambu biji (psidium

guajava linn) mencit diistirahatkan selama 30 menit.

3. Posttest

a. Melakukan pemeriksaan suhu tubuh setelah perlakuan

b. Membandingkan hasil pemeriksaan suhu tubuh sebelum dan

sesudah pemberian terapi.


57

G. Prosedur Penelitian

Adapun prosedur yang digunakan untuk pengumpulan data pada

penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Prosedur atau langkah-langkah penelitian

a. Pemeliharaan mencit (mus musculus)

b. Pembuatan ekstrak air daging buah jambu biji (psidium guajava

linn).

c. Lakukan pemeriksaan suhu tubuh mencit (mus musculus)

2. Perlakuan

a. 9 ekor mencit (mus musculus) disiapkan

b. Mencit dikelompokkan menjadi 3 kelompok

c. Sebelum diberikan perlakuan, mencit diberi makan pelet dan diberi

air.

d. 9 ekor mencit dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam

e. Mencit siap diberikan perlakuan

f. Daging buah jambu biji (psidium guajava linn) diperoleh disekitar

Manggis Gantiang.

g. Menimbang berat basah daging buah jambu biji

h. Pisahkan daging buah jambu biji dari kulit dan bijinya

i. Siapkan daging buah jambu biji yang sudah dipisahkan

j. Rebus daging buah jambu biji dengan air lebih kurang 300 ml liter

air

k. Tunggu 3-5 menit, atau sampai airnya berubah warna

l. Diamkan sampai dingin


58

m. Lalu ekstrak air daging buah jambu biji diberikan pada mencit

sesuai dosis yang sudah ditentukan.

n. Tunggu beberapa saat untuk melihat reaksi ekstrak air daging buah

jambu biji yang telah diberikan kepada mencit.

o. Kemudian lakukan pengukuran suhu pada mencit.

Sumber : (Herdaningsih et al., 2019) (Wati, 2019)

H. Teknik Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2012), pengolahan data dilakukan dengan

menggunakan komputer dengan program sistem pengolahan data

komputer (Pengajar & Maritim, 2018). Adapun langkah-langkah

pengolahan data dilakukan sebagai berikut :

1. Editing

Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan antara lain : memeriksa data,

kelengkapan, kebenaran pengisian data, keseragaman ukuran,

keterbacaan tulisan dan konsistensi data berdasarkan tujuan penelitian.

2. Coding

Kegiatan pemberian kode-kode tertentu untuk mempermudah

pengolahan data.

3. Tabulating

Data disusun dalam bentuk tabel kemudian dianalisis yaitu proses

penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan

dipahami.
59

4. Analizing

Adalah kegiatan pembuatan analisis sebagai dasar dari penarikan

kesimpulan.

I. Analisa Data

Analisa data menggunakan dua tahap, yaitu :

1. Analisa Univariat

Analisa univariat yaitu menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis ini dilakukan terhadap

variabel hasil penelitian. Pada umumnya analisis ini hanya

menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel.

(Pengajar & Maritim, 2018)

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel

independent dan dependent, untuk menilai ada tidaknya pengaruh

antara dua variabel tersebut menggunakan prosedur pengujian statistik.

(Pengajar & Maritim, 2018)

J. Etika Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti harus membuat dan

menyesuaikan protokol dengan strandar yang berlaku secara ilmiah dan

etik penelitian kesehatan (Absa, n.d.). Etik penelitian kesehatan secara

umum tercantum dalam World Medical Association, yaitu :


60

1. Respect

Menghormati hak dan martabat mahkluk hidup, kebebasan

memilih dan keinginan, serta bertanggung jawab terhadap dirinya,

termasuk di dalamnya hewan coba.

2. Beneficiary

Bermanfaat bagi manusia dan makhluk lain, manfaat yang

didapatkan harus lebih besar dibandingkan dengan risiko yang

diterima.

3. Justice

Bersikap adil dalam memanfaatkan hewan percobaan. Contoh

sikap tidak adil, antara hewan : hewan disuntik atau dibedah berulang

untuk menghemat jumlah hewan dan biaya, memakai obat euthanasia

yang menimbulkan rasa nyeri karena harga yang lebih murah.

Ilmuwan penelitian kesehatan yang menggunakan model hewan

menyepakati bahwa hewan coba yang menderita dan mati untuk

kepentingan manusia perlu dijamin kesejahteraannya dan diperlakukan

secara manusiawi(Absa, n.d.).

Dalam penelitian kesehatan yang memanfaatkan hewan coba, juga

harus diterapkan prinsip 3R dalam protokol penelitian, yaitu :

1. Replacement

Replacement adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan

sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu

maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak


61

dapat digantikan oleh makhluk hidup lain seperti sel atau biakan

jaringan.

2. Reduction

Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian

sesedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal.

3. Refinement

Refinement adalah memperlakukan hewan percobaan secara

manusiawi (humane), memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti

hewan, serta meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan sehingga

menjamin kesejahteraan hewan coba sampai akhir penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

Absa, N. (n.d.). Lampiran PHC Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam

Penelitian Kesehatan.

Allo, I. G., Wowor, P. M., & Awaloei, H. (2013). UJI EFEK EKSTRAK

ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L) TERHADAP KADAR

KOLESTEROL TOTAL TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus). Jurnal e-

Biomedik, 1(1), 371–378. https://doi.org/10.35790/ebm.1.1.2013.4565

Ardani, I., & Pembahasan, H. (2013). Eksistensi Dukun dalam Era Dokter

Spesialis. 2(1), 21–26.

Bello, O. A., Ayanda, O. I., Aworunse, O. S., & Olukanmi, B. I. (2018).

Pharmacognosy Reviews. 1(2), 8–15. https://doi.org/10.4103/phrev.phrev

Dehkordi, A. B., & Abu-Bakar, S. A. R. (2016). Iris code matching using adaptive

Hamming distance. IEEE 2015 International Conference on Signal and

Image Processing Applications, ICSIPA 2015 - Proceedings, 3(1), 404–408.

https://doi.org/10.1109/ICSIPA.2015.7412224

Díaz-de-Cerio, E., Verardo, V., Gómez-Caravaca, A. M., Fernández-Gutiérrez,

A., & Segura-Carretero, A. (2017). Health effects of Psidium guajava L.

Leaves: An overview of the last decade. In International Journal of

Molecular Sciences (Vol. 18, Nomor 4).

https://doi.org/10.3390/ijms18040897

Fatkularini, D., Hartini, S., Asih, M., Solechan, A., Air, K., Biasa, S., Plester, K.,

Cold, C., & Temperature, W. (2014). Efektivitas Kompres Air Suhu Biasa

dan Kompres Plester ... ( D . Fatkularini , 2014 ) Jurnal Ilmu Keperawatan


dan Kebidanan ( JIKK ). Vol . ... No . ... 1–10.

Graha, A. (2010). Adaptasi Suhu Tubuh Terhadap Latihan Dan Efek Cedera Di

Cuaca Panas Dan Dingin. Jorpres, 6(2), 123–134.

H, D. (2007). Pengembangan Obat Tradisional Indonesia menjadi Fitofarmaka.

Majalah Kedokteran Indonesia, 205–11.

Hasanah, Uswatul. Rusny. Masri, M. (2015). Analisis Pertumbuhan Mencit ( Mus

musculus L.) ICR Dari Hasil Perkawinan Inbreeding Dengan Pemberian

Pakan AD1 dan AD2. Prosiding Seminar nasional Mikrobiologi Kesehatan

dan Lingkungan, 140–145.

Hendra Stevani. (1384). Pratikum Farmakologi.

Herdaningsih, S., Oktaviyeni, F., & Utari, I. (2019). AKTIVITAS ANTIPIRETIK

EKSTRAK ETANOL DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L.)

TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) GALUR

WISTAR YANG DIINDUKSI PEPTON 5%. Medical Sains : Jurnal Ilmiah

Kefarmasian, 3(2), 75–82. https://doi.org/10.37874/ms.v3i2.70

Ismoedijanto, I. (2016). Demam pada Anak. Sari Pediatri, 2(2), 103.

https://doi.org/10.14238/sp2.2.2000.103-8

Kartika, T., Eddy, S., & Khairani, R. (2021). Studi Etnobotani Tumbuhan Obat Di

Desa Perajen Kecamatan Banyuasin I Kabupaten Banyuasin. Sainmatika:

Jurnal Ilmiah Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 18(1), 9.

https://doi.org/10.31851/sainmatika.v17i3.5188

Kesehatan. (n.d.). 91–101.

Kukus, Y., Supit, W., & Lintong, F. (2013). Suhu Tubuh: Homeostasis Dan Efek

Terhadap Kinerja Tubuh Manusia. Jurnal Biomedik (Jbm), 1(2).


https://doi.org/10.35790/jbm.1.2.2009.824

Kunci, K., & Demam, S. T. (2017). PENGARUH PEMBERIAN TEPID SPONGE

TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH PADA ANAK DEMAM USIA

TODDLER ( 1-3 TAHUN ) EFFECT OF TEPID SPONGE ON THE

DECREASE OF BODY TEMPERATURE IN CHILDREN AT TODDLER

AGE ( 1-3 YEARS ) WITH FEVER. V, 1–8.

Lantana, D. A. (2020). Pemanfaatan Sistem Penunjang Keputusan Dalam

Menentukan Kelayakan Agroindustri Jambu Biji ( Psidium Guajava Linn )

Berbasis Mobile. Jurnal Ilmu dan Budaya, 41(67), 7847–7866.

Laoli, B., Sukirno, & Edison. (2015). Ekstraksi Pepton Dari Limbah Pengolahan

Ikan Cunang (Congresox Talabon) Sebagai Nutrisi Pada Medium

Pertumbuhan Mikroorganisme. Jom, 1–12.

Muliani, H. (2011). Pertumbuhan Mencit ( Mus Musculus L .) Setelah Pemberian

Biji Jarak Pagar ( Jatropha curcas L . ). XIX(1), 44–54.

Pantaya, D., Pamungkas, D., Du, M. M., Wulandari, S., & Febri, A. (2016).

Optimasi Produksi Pepton dari Bungkil Kedelai Untuk Media Produksi

Yeast. Prosiding, 85–88.

Pengajar, S., & Maritim, A. (2018). Jurnal Saintara Vol.2 No.2 Maret 2018

KELELAHAN DAN KESEHATAN KERJA NELAYAN Aprilia Yudi Pratiwi,

Dedeh Suryani, Sunarji, Andi Hendrawan Staf Pengajar Akademi Maritim

Nusantara. 2(2).

Pinatik, K. S., Maarisit, W., Karauwan, F. A., & Karundeng, E. (2020). Uji

Efektivitas Antipiretik Eksrak Etanol Daun Epazote Dysphania ambrosioides

L. Pada Tikus Putih Yang Di Induksi Vaksin DPT-HB. Jurnal


Biofarmasetikal Tropis. 2020, 3(1), 67–72.

Purnamasari, E., Ismonah, & Supriyadi. (2014). Intensitas Nyeri Pada Pasien

Fraktur Di Rsud Ungaran. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK),

000, 1–8. http://182.253.197.100/e-

journal/index.php/ilmukeperawatan/article/view/216/241#

Puspasari, R. R., Rosyidi, I. N., Ningrum, E. F. C., & Semiarti, E. (2018).

PENGARUH PEPTON TERHADAP PERTUMBUHAN EMBRIO

ANGGREK <em>Vanda tricolor</em> Lindley var. Suasiv ASAL MERAPI

SECARA IN VITRO. Scripta Biologica, 5(1), 47.

https://doi.org/10.20884/1.sb.2018.5.1.762

Rahmawati, I., & Purwanto, D. (2020). Efektifitas Perbedaan Kompres Hangat

Dan Dingin Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Anak Di Rsud Dr. M.

Yunus Bengkulu. Care : Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan, 8(2), 246.

https://doi.org/10.33366/jc.v8i2.1665

Rejeki, P. S., Putri, E. A. C., & Prasetya, R. E. (2018). Ovariektomi pada tikus

dan mencit. In Airlangga University Press.

Sada, J. T., & Tanjung, R. H. R. (2018). Keragaman Tumbuhan Obat Tradisional

di Kampung Nansfori Distrik Supiori Utara, Kabupaten Supiori–Papua.

Jurnal Biologi Papua, 2(2), 39–46. https://doi.org/10.31957/jbp.560

Saputra, D., & Nurhayati, T. (2014). Application and Production of Yellowstripe

Sead Fish Peptone for Bacteria ’ s Growth Media. Hidayat 2005, 215–223.

Saputro, M. A., Widasari, E. R., & Fitriyah, H. (2017). Implementasi Sistem

Monitoring Detak Jantung dan Suhu Tubuh Manusia Secara Wireless.

Pengembangan Teknologi Informasi Dan Ilmu Komputer, 1(2), 148–156.


http://j-ptiik.ub.ac.id/index.php/j-ptiik/article/view/53

Sibarani, V. R., Wowor, P. M., & Awaloei, H. (2013). UJI EFEK ANALGESIK

EKSTRAK DAUN BELUNTAS (Pluchea indica (L.) Less.) PADA

MENCIT (Mus musculus). Jurnal e-Biomedik, 1(1), 621–628.

https://doi.org/10.35790/ebm.1.1.2013.4609

Sugita, Y. (2018). PERANAN BIOMARKER DALAM MEMBEDAKAN DEMAM

KARENA INFEKSI DAN NON-INFEKSI Reading assignment. 1–11.

Surahman, D. N., & Ekafitri, R. (2014). KAJIAN HACCP (Hazard Analysis and

Critical Control Point) PENGOLAHAN JAMBU BIJI DI PILOT PLANT

SARI BUAH UPT. B2PTTG – LIPI SUBANG. Jurnal Agritech, 34(03),

266. https://doi.org/10.22146/agritech.9454

Susanti, N. (2012). Efektifitas Kompres Dingin Dan Hangat Pada Penataleksanaan

Demam. Sainstis, 55–64. https://doi.org/10.18860/sains.v0i0.1866

Tahun, P. L., Wardiyah, A., & Romayati, U. (2016). PERBANDINGAN

EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMPRES HANGAT DAN TEPID SPONGE

TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH ANAK YANG MENGALAMI

DEMAM DI RUANG ALAMANDA RSUD dr . H . ABDUL MOELOEK.

10(1), 36–44.

Thome, A. L., Sudiana, I. K., & Bakar, A. (2019). Penggunaan Daun Jambu Biji

untuk Menurunkan Demam oleh Penduduk Di Sentani. Jurnal Penelitian

Kesehatan “SUARA FORIKES” (Journal of Health Research “Forikes

Voice”), 10(4), 261. https://doi.org/10.33846/sf10403

Vol. 2 No. 1 April 2020. (2020). 2(1).

Wati, R. (2019). UJI EFEK ANTIPIRETIK EKSTRAK DAUN BANDOTAN


(Ageratum conyzoides L) TERHADAP HEWAN UJI MENCIT (Mus

musculus) JANTAN. Αγαη, 8(5), 55.

Zein, U. (2012). Buku Saku Demam. Cardiology Clinics, 29(2), 289–299.


Lampiran 1
SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)

a. 9 ekor mencit (mus musculus) disiapkan

b. Mencit dikelompokkan menjadi 3 kelompok

c. Sebelum diberikan perlakuan, mencit diberi makan pelet dan diberi air.

d. 9 ekor mencit dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam

e. Mencit siap diberikan perlakuan

f. Daging buah jambu biji (psidium guajava linn) diperoleh disekitar

Manggis Gantiang.

g. Menimbang berat basah daging buah jambu biji

h. Pisahkan daging buah jambu biji dari kulit dan bijinya

i. Siapkan daging buah jambu biji yang sudah dipisahkan

j. Rebus daging buah jambu biji dengan air lebih kurang 300 ml liter air

k. Tunggu 3-5 menit, atau sampai airnya berubah warna

l. Diamkan sampai dingin

m. Lalu ekstrak air daging buah jambu biji diberikan pada mencit sesuai dosis

yang sudah ditentukan.

n. Tunggu beberapa saat untuk melihat reaksi ekstrak air daging buah jambu

biji yang telah diberikan kepada mencit.

o. Kemudian lakukan pengukuran suhu pada mencit.


Lampiran 2

MATRIK PENELITIAN

Judul Permasalahan Variabel Indikator Sumber Metode Hipotesis

Data Penelitian

Optimasi Apakah ada Variabel bebas Penurunan Jurnal, Jenis Terdapat

pengaruh pengaruh atau dependen: Suhu tubuh buku dan penelitian: pengaruh

kandungan ekstrak air Pemberian penelitian True pemberian

ekstrak air daging buah ekstrak air Suhu tubuh terdahulu experiment ekstrak air

daging jambu biji daging buah pre test daging buah

buah (psidium jambu biji Desain jambu biji

jambu biji guajava linn) (psidium Suhu tubuh penelitian: (psidium

(psidium terhadap guajava linn). post test Case control guajava linn)

guajava penurunan dengan dosis

linn) suhu pada Variabel Metode 3 gram, 5 gram

terhadap mencit (mus terikat atau pengumpulan dan 10 gram

penurunan musculus) independen: data: terhadap lama

suhu pada penderita Penurunan Observasi penurunan

mencit demam. suhu pada suhu tubuh

(mus mencit (mus mencit (mus

musculus) musculus) musculus).

penderita penderita

demam. demam.

Anda mungkin juga menyukai