Anda di halaman 1dari 58

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN KONSUMSI GLUTEN, KASEIN DAN STATUS GIZI PADA


ANAK AUTIS DI LAYANAN PENDIDIKAN KHUSUS PK-PLK
MUTIARA BUNDA KOTA BENGKULU TAHUN 2023

DISUSUN OLEH:

RIRIN
NIM. P05130121080

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
PROGRAM STUDI DIII GIZI
TAHUN 2023
HALAMAN PERSETUJUAN

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN KONSUMSI GLUTEN, KASEIN DAN STATUS GIZI PADA


ANAK AUTIS DI LAYANAN PENDIDIKAN KHUSUS PK-PLK
MUTIARA BUNDA KOTA BENGKULU TAHUN 2023

Yang telah dipersiapkan dan dipresentasikan oleh :

RIRIN
NIM. P05130121080

Proposal Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui untuk
dipresentasikan di hadapan tim penguji Politeknik
Kesehatan Bengkulu Jurusan Gizi

Mengetahui

Pembimbing Karya Tulis Ilmiah

Pembimbing I, Pembimbing II,

Tetes Wahyu W, SST., M.Biomed Dr. Meriwati., SKM., MKM


NIP. 198106142006041004 NIP. 197205281997022003

ii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wa ta'ala,

Atas rahmat dan hidayah-nya serta kemudahan yang diberikan-nya sehingga

penyusun dapat menyelesaikan penulisan proposal karya tulis ilmiah yang

berjudul “Gambaran konsumsi gluten, kasein dan status gizi pada anak autis di

Layanan Pendidikan Khusus PK-PLK Mutiara Bunda Kota Bengkulu Tahun

2023” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Penyelesaian proposal karya tulis ilmiah ini penyusun telah mendapat

masukan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penyusun mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Ibu Eliana, SKM., MPH sebagai Direktur Poltekkes Kemenkes Bengkulu atas

kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh studi di Poltekkes

Kemenkes Bengkulu.

2. Bapak Anang Wahyudi, S.Gz., MPH selaku Ketua Jurusan Gizi Poltekkes

Kemenkes Bengkulu yang telah memotivasi dan memfasilitasi agar penulis

cepat menyelesaikan studi.

3. Ibu Dr. Meriwati., SKM., MKM. sebagai Ketua Prodi DIII Gizi Politeknik

Kesehatan Kemenkes Bengkulu, Serta sebagai dosen pembimbing II dalam

penyusunan proposal karya tulis ilmiah ini yang telah membimbing,

meluangkan waktu dan memberikan saran perbaikan.

4. Bapak Tetes Wahyu W, SST., M.Biomed selaku pembimbing I yang telah

banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan

iii
dan pengarahan dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan Proposal Karya

Tulis Ilmiah.

5. ..... sebagai Ketua Dewan Penguji dalam Seminar Proposal Karya Tulis Ilmiah

ini yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran perbaikan.

6. .....sebagai penguji II dalam Seminar Proposal Karya Tulis Ilmiah ini yang

telah meluangkan waktu dan memberikan saran perbaikan.

7. Seluruh dosen yang telah memberi masukan kepada penyusun dalam

menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini.

8. Kedua orang tua, adik tercinta serta semua keluarga besar yang telah

memberikan doa dan dukungan dalam bentuk apapun itu.

9. Teman-teman terdekat dan seangkatan program studi DIII Gizi yang telah

memberi semangat serta dorongan untuk menyelesaikan Proposal karya tulis

ilmiah ini.

Penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini penyusun mengharapkan adanya

kritik dan saran agar dapat membantu perbaikan selanjutnya. Terima kasih.

Bengkulu, Desember 2023

Penyusun

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... ii
KATA PENGANTAR..................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL........................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................... 5
1.5 Keaslian Penelitian.................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Autisme..................................................................................... 8
2.2 Faktor- faktor yang Berhubungan dengan Autis....................... 17
2.3 Diet Bebas Gluten dan Kasein.................................................. 18
2.4 Status Gizi................................................................................. 20
2.5 Penilaian Status Gizi ................................................................ 23
2.6 Pengukuran Asupan Makanan.................................................. 27
2.7 Kerangka Teori......................................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian..................................................................... 30
3.2 Kerangka Konsep Penelitian................................................... 30
3.3 Tempat dan Waktu Lokasi Penelitian..................................... 30
3.4 Definisi Operasional................................................................ 31
3.5 Populasi dan Sampel............................................................... 32
3.6 Tehnik Pengambilan sampel................................................... 34
3.7 Jenis Data................................................................................ 34
3.8 Pengumpulan Data.................................................................. 34
3.9 Pengolahan Data...................................................................... 35
3.10 Analisis Data........................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 37
LAMPIRAN.................................................................................................... 40

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ................................................................................... 7


Tabel 2.1 Penilaian Status Gizi ................................................................................ 24
Tabel 3.1 Definisi Operasional................................................................................. 31

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori.............................................................................29


Gambar 3.1 Kerangka Konsep..........................................................................30

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed Consent......................................................................41


Lampiran 2 Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden..............................44
Lampiran 3 Surat Izin Pra Penelitian............................................................45
Lampiran 4 Formulir food Frequency questionnaire...................................46
Lampiran 5 Master Tabel..............................................................................47
Lampiran 6 Tabel Konsumsi Gluten dan Kasein..........................................48
Lampiran 7 Dokumentasi Kegiatan..............................................................49

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Autisme adalah gangguan perkembangan yang kompleks dengan gejala

yang sering muncul sebelum usia 3 tahun. Gangguan neurologis progresif

ini terjadi pada aspek neurobiologis otak dan mempengaruhi tumbuh

kembang anak. Akibat kelainan ini anak tidak bisa secara otomatis belajar

berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga

seolah-olah hidup di dunianya sendiri (Yayasan Autisme Indonesia, 2020).

Data World Health Organization (WHO) diperkirakan 1 dari 160 anak

di seluruh dunia menderita gangguan spectrum autisme (ASD). Dari data

laporan Pusat Pengendalian Penyakit tahun 2016, sekitar 1 dari 54 anak di

Amerika Serikat didiagnosis menderita gangguan spektrum autisme (CDC,

2020). Hal ini menunjukkan pada kasus anak autis terjadi peningkatan yang

signifikan peningkatan ini tidak hanya terjadi di negara maju saja, namun

juga terjadi di negara berkembang seperti Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) menunjukkan sekitar 270,2

juta penduduk Indonesia dengan perkiraan 3,2 juta anak penyandang autis

(BPS, 2020). Angka ini menunjukkan peningkatan jumlah anak autis dari

133.826 pada tahun 2019 menjadi 144.102 pada tahun 2020 (Kemendikbud,

2022).

1
Data Pusat Autis Provinsi Bengkulu Napar Brain Center (NBC),

mencatat lebih dari 400 anak di Provinsi bengkulu mengalami autisme

(NBC, 2023). Sekitar 200 siswa telah terdaftar di beberapa sekolah negeri

dan swasta penyandang autis di Kota Bengkulu. Hal ini menunjukkan

prevalensi autis di kota bengkulu dalam satu dekade ini semakin meningkat

(Humas Pemerintah Provinsi Bengkulu, 2018).

Penyebab autisme belum diketahui secara pasti, namun menurut

kemenkes besar kemungkinan berkaitan dengan faktor psikologis, fisiologis

dan sosiologis anak. Penyebab autisme menurut beberapa literatur

berkenaan dengan fungsi dan struktur otak anak yang tidak normal, infeksi

virus rubella, toxoplasma herpes, jamur (candida), serta faktor konsumsi

makanan Selain kelainan tersebut faktor genetik juga bisa menjadi penyebab

autisme, beberapa gen seringkali menyebabkan kerusakan pada sistem

limbik atau pusat emosi jaringan otak (Kemenkes, 2022).

Kebiasaan konsumsi makanan sebagai salah satu faktor yang perlu

diperhatikan, ada beberapa makanan yang seringkali dianggap tabu dan

merugikan pada penderita autis. Seperti konsumsi sumber protein, terdapat

dua protein yang sebaiknya dihindari untuk di konsumsi anak autis yaitu

gluten dan kasein, karena frekuensi mengonsumsi gluten dan kasein dapat

mempengaruhi penderita autis salah satunya adalah perilaku (Djati, Faridi

and Rahayu, 2017).

Anak autis seringkali tidak mampu mencerna gluten dan kasein secara

sempurna, sementara yang kita ketahui gluten, kasein merupakan sumber

2
protein yang dapat membantu tumbuh kembang anak yang dapat

mempengaruhi status gizi (Kemenkes, 2022).

Status gizi menurut Kementerian Kesehatan mengacu pada kondisi gizi

atau kecukupan zat gizi dalam tubuh seseorang status gizi yang baik penting

untuk menjaga kesehatan optimal dan mencegah berbagai penyakit, status

gizi juga penting untuk tumbuh kembang anak. Anak yang tercukupi gizinya

pada masa tumbuh kembang akan memiliki tubuh yang sehat perkembangan

otak yang optimal, dan daya tahan tubuh yang kuat. Sedangkan malnutrisi

pada anak dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang, gangguan

kognitif, dan gangguan kesehatan lainnya (Kemenkes, 2023).

Berdasarkan survei pendahuluan di Layanan Pendidikan Khusus PK-

PLK Mutiara Bunda Kota Bengkulu Tahun 2023 yang dilakukan pada

tanggal 20 November 2023 dari 10 responden anak autis di dapatkan

sebanyak 7 responden (70%) sering mengkonsumsi makanan yang

mengandung gluten dengan nilai skor (>200) dan sebanyak 3 responden

anak autis (30%) memiliki kebiasaan makan makanan mengandung gluten

dengan katagori jarang dengan nilai skor (<200).

Sedangkan untuk konsumsi makanan mengandung kasein dari 10

responden anak autis di dapatkan 3 responden (30%) sering mengkonsumsi

makanan yang mengandung kasein dengan nilai skor (>200) dan sebanyak 7

responden (70%) memiliki kebiasaan makan makanan mengandung kasein

dengan kategori jarang dengan nilai skor (<200).

3
Status gizi dari 10 responden anak autis di dapatkan 5 responden (50%),

anak di katagorikan obesitas. Dari 5 responden (50%) di dapatkan 1

responden (10%) di katagorikan gizi kurang dan sebanyak 4 responden

(40%) dengan kategori normal.

Dari latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai gambaran konsumsi gluten, kasein dan status gizi pada anak autis

di Layanan Pendidikan Khusus PK-PLK Mutiara Bunda Kota Bengkulu

Tahun 2023.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran konsumsi gluten, kasein dan status gizi pada anak

autis di Layanan Pendidikan Khusus PK-PLK Mutiara Bunda Kota

Bengkulu tahun 2023 ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran konsumsi gluten,kasein dan status gizi pada

anak autis di Layanan Pendidikan Khusus PK-PLK Mutiara Bunda Kota

Bengkulu 2023.

1.3.1 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran konsumsi gluten pada anak autis di Layanan

Pendidikan Khusus PK-PLK Mutiara Bunda Kota Bengkulu.

b. Mengetahui gambaran konsumsi kasein pada anak autis di Layanan

Pendidikan Khusus PK-PLK Mutiara Bunda Kota Bengkulu.

4
c. Mengetahui gambaran status gizi pada anak autis di Layanan

Pendidikan Khusus PK-PLK Mutiara Bunda Kota Bengkulu.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui gambaran konsumsi gluten, kasein dan status gizi

pada anak berkebutuhan khusus autis di Layanan Pendidikan Khusus PK-

PLK Mutiara Bunda Kota Bengkulu sebagai berikut:

1.4.1 Bagi Akademik

Dalam hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang

bermanfaat dan bertambahnya pengetahuan tentang pelayanan kesehatan

pada ibu dan anak, khususnya tentang konsumsi gluten dan kasein pada

anak-anak yang bekebutuhan khusus autis. Sehingga membuat mahasiswa

Poltekkes Jurusan Gizi dalam melaksanakan praktek lapangan benar-

benar mampu menerapkan pengetahuan yang diperoleh.

1.4.2 Bagi Orang Tua Anak

Melihat hasil penelitian ini sebaiknya orang tua memperhatikan

kecukupan dan keterbatasan gizi responden, terutama makanan sumber

gluten dan kasein. Pola konsumsi dan pantangan makanan berperan

penting dalam meningkatkan risiko autisme dan status gizi anak.

1.4.3 Bagi Peneliti Lain

Penelitian terhadap anak berkebutuhan khusus autis masih sangat jarang

dilakukan di Indonesia, meskipun jumlah penyandang autisme semakin

meningkat setiap tahunnya. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih

lanjut terhadap anak berkebutuhan khusus, khususnya tentang faktor-

5
faktor yang mempengaruhi status gizi anak autis dengan mencari variabel

lain seperti pekerjaan orang tua, tingkat pendidikan dan faktor lain yang

diduga berhubungan dengan autis.

6
1.5 Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelitian terlebih dahulu keaslian penelitian dapat di lihat
berdasarkan tabel berikut :

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


Nama dan Tahun Judul penelitian Desain
No. Hasil
Penelitian Penelitian
1 Rifmie Arfiriana Hubungan skor cross sectional Hasil uji bivariat
Pratiwi, 2013 frekuensi diet menunjukkan ada
bebas gluten hubungan antara skor
bebas casein frekuensi diet bebas
dengan skor gluten bebas casein
perilaku autis dengan skor perilaku
autis (r=0.369, p=0.045)

2 Djati, Faridi and Hubungan pola cross sectional Hasil penelitian


Rahayu, 2017 konsumsi gluten menunjukkan bahwa
dan kasein, lebih dari setengah
kepatuhan diet jumlah subjek memiliki
gluten free casein pola konsumsi gluten
free (gfcf) dan kasein yang jarang.
dengan perilaku Sebanyak 88% subjek
autis di rumah tidak patuh menjalankan
autis bekasi diet GFCF dan 76%
subjek menyandang
perilaku autis tingkat
berat. Hasil uji chi-
square menunjukkan
adanya hubungan antara
pola konsumsi gluten
dan kepatuhan diet
GFCF dengan perilaku
autis (p-value <0.05).
3 Nurhidayah, Pengetahuan Ibu cross sectional Hasil penelitian
2021 Tentang Diet menunjukkan bahwa
Gluten dan sebagian besar
Kasein Pada pengetahuan responden
Anak berada pada kategori
Penyandang kurang yaitu sebanyak
Autis (58,8%) dari 34
responden

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Autisme

2.1.1 Definisi Autisme

Kata Autisme berasal dari kata Yunani “autos” yang berarti

“diri” Anak-anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) sering kali

mementingkan diri sendiri dan tampaknya berada di dunia pribadi di

mana mereka memiliki kemampuan terbatas untuk berhasil

berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak dengan

gangguan spektrum autisme mungkin mengalami kesulitan

mengembangkan keterampilan bahasa dan memahami apa yang orang

lain katakan kepada mereka. Mereka juga seringkali kesulitan

berkomunikasi secara nonverbal, seperti melalui gerak tangan, kontak

mata, dan ekspresi wajah (NIDCD, 2020).

Autisme adalah gangguan perkembangan kompleks yang gejalanya

harus sudah muncul sebelum anak berusia 3 tahun. Gangguan neurologi

pervasif ini terjadi pada aspek neurobiologis otak dan mempengaruhi

proses perkembangan anak. Akibat gangguan ini sang anak tidak dapat

secara otomatis belajar untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan

lingkungan sekitarnya, sehingga ia seolah-olah hidup dalam dunianya

(Yayasan Autisme Indonesia, 2020).

8
Gangguan perkembangan biasanya muncul sebelum usia tiga tahun

yang menyebabkan anak dengan autisme tidak mampu membentuk

hubungan sosial atau mengembangkan komunikasi normal. Anak autis

menjadi terisolasi dari kontak dengan orang lain dan tenggelam pada

dunianya sendiri yang diekspresikan dengan kegiatan yang di ulang-

ulang. Kelainan pada anak autis disebut dengan Autism Spectrum

Disorder (ASD) (Mansur, 2016).

Penderita ASD memiliki keterampilan komunikasi yang berbeda.

Beberapa bisa berbicara dengan baik, tidak dapat berbicara sama sekali

atau hanya sangat sedikit. Sekitar 40% anak-anak dengan ads tidak

berbicara sama sekali. Sekitar 25% -30% (Centers for Disease Control

and Prevention, 2019).

Ciri-ciri gangguan komunikasi pada anak autis, khususnya

kemampuan bicara dan bahasa terlambat, mengulangi kata atau frasa

berulang kali dan beberapa mungkin berkata baik tapi mungkin

mengalami kesulitan mendengar apa yang dikatakan orang lain. Anak

ads juga mempunyai cara berbicara sesuatu yang unik seperti

menggunakan pola atau gaya yang tidak biasa saat berbicara (American

Autism Association, 2018).

2.1.2 Gejala Anak Autisme

Gangguan perkembangan neurobiologis pada anak autisme

menimbulkan banyak gejala yang kadang-kadang bersifat individual

9
sehingga gejala pada masing-masing anak tidak terlalu sama. Berikut

adalah beberapa gejala yang sering timbul :

a. Masalah komunikasi

1. Terlambat atau susah bicara.

2. Biasanya mengulang kata-kata orang lain.

3. Hanya mengeluarkan suku kata yang tidak mempunyai arti

(bahasa planet) sehingga susah berkomunikasi secara verbal.

4. Pada anak yang bisa bicara pada usia 18-24 bulan, dapat terjadi

tiba-tiba kemampuan tersebut menurun.

b. Masalah interaksi sosial

1. Tidak ada kontak mata (bila berhadapan, ia akan melihat

ke segala arah).

2. Kurang perhatian kepada anak lain dan tidak mau bermain

dengan teman sebaya.

3. Kurang respon terhadap permintaan secara verbal.

4. Tidak ada respon bila di panggil namanya.

5. Menghindari kontak fisik walaupun dengan orang tua atau

saudara sendiri.

6. Acuh tak acuh terhadap orang lain atau kurang empati.

c. Berperilaku aneh (anak mempunyai kebiasaan yang tidak wajar)

1. Menstimulasi diri sendiri, misalnya berputar-putar, bergoyang-

goyang, bertepuk-tepuk tangan sendiri, atau jalan berjinjit.

2. Tertawa atau marah tanpa sebab yang jelas.

10
3. Mengulang-ulang permainan aneh dalam waktu tertentu atau

permainan yang sama diulang-ulang bisa sampai setengah jam.

4. Melakukan sesuatu yang sama atau rutin terus-menerus, sulit

untuk mengubah atau mengintruksi sesuatu yang rutin

dilakukan.

5. Perilaku menyakiti diri sendiri atau agresif, misalnya

membenturkan kepala.

d. Perubahan sensitivitas indera (anak bisa menjadi hiper atau

hiposensitif)

1. Pada umumnya kita mempunyai respon khas terhadap kelima

indera, namun anak dengan gangguan autisme akan memberikan

respon berbeda. Respon tersebut bisa hipersensitif atau

hiposensitif pada kelima indera (penglihatan, pendengaran,

penciuman, perasa dan peraba).

2. Anak yang hipersensitif tidak tahan terhadap suara melengking

seperti suara las, blender, penghisap debu, pemotong keramik,

sirene dan lain-lain. Suara itu akan sangat menyakitkan.

3. Anak yang hiposensitif akan tahan terhadap rasa sakit dan

cenderung melukai diri sendiri misalnya menggigit sampai luka.

e. Gejala lain

misalnya gangguan pola tidur, gangguan pencernaan (sering

diare), hiperaktif dan kadang mengamuk.

11
2.1.3 Gangguan Perkembangan pada Anak Autisme

a. Komunikasi

Munculnya kualitas komunikasi yang tidak normal ditunjukan

dengan kemampuan bicara tidak berkembang atau mengalami

keterlambatan.

b. Interaksi sosial

Timbulnya gangguan interaksi sosial berupa anak mengalami

kegagalan untuk bertatap mata, tidak mampu untuk secara spontan

mencari teman berbagi kesenangan dan melakukan sesuatu bersama-

sama.

c. Perilaku

Gangguan perilaku pada anak autis yang khas berupa perilaku

pengulangan terus menerus seperti adanya suatu kelekatan rutinitas

atau ritual yang tidak berguna, misal mau tidur tidak harus cuci kaki

terlebih dahulu, sikat gigi, pakai piyama dan naik ke tempat tidur.

bila ada satu dari aktifitas yang diatas yang terlewat atau terbalik

urutannya, maka ia akan menangis bahkan berteriak-teriak minta

diulang. Mereka juga sering melakukan gerakan-gerakan motorik

yang aneh yang diulang-ulang, seperti menggoyang-goyangkan

badan dan geleng-geleng kepala.

12
d. Gangguan sensoris

Sangat sensitif terhadap sentuhan, tidak suka dipeluk, bila

mendengar suara keras langsung menutup telinga dan tidak sensitif

terhadap rasa sakit atau rasa takut.

e. Pola bermain

Gangguan pola bermain pada anak autis berupa anak tidak

bermain seperti anak pada umumnya, tidak suka bermain sesuai

fungsi mainan dan menyenangi benda-benda yang berputar.

f. Emosi

Gangguan emosi yang sering terjadi berupa sering marah-marah

tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan,

mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tak diberikan

keinginannya dan kadang suka menyerang dan merusak, berperilaku

yang menyakiti dirinya sendiri, serta tidak mempunyai empati dan

tidak mengerti perasaan orang lain.

2.1.4 Penyebab Anak Autisme

Penyebab autisme sendiri sudah ada sebelum bayi lahir, bahkan

sebelum vaksinasi, Pakar embrio Patricia Rodier mengatakan bahwa

gejala autisme disebabkan oleh kerusakan jaringan otak (Fadlan Isa

Damanik and Said Iskandar Al-Idrus, 2023).

Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan anak menjadi

penderita autis antara lain: Secara neurologis penyandang autis terdapat

perkembangan sel-sel otak terutama pada hippocampus yang dapat

13
menimbulkan gangguan pada lingkungan, pengecilan di cerebellum

tempat sensoris, bahasa, perhatian dan berpikir (Yahya and Madiun,

2023). Sementara beberapa studi lain menduga autisme timbul karena

berbagai penyebab, termasuk :

1. Alergi makanan.

2. Akibat pemberian vaksin tertentu.

3. Adanya penumpukan ragi (yeast) dalam saluran pencenaan, dan

terpapar racun-racun dari lingkungan.

2.1.5 Klasifikasi Anak Autisme

Menurut World Health Organization (WHO) anak autis mempunyai

karakteristik dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, sensoris, pola

bermain, perilaku dan emosi sebagai berikut:

1. Komunikasi

a. Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.

b. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah bicara tapi

kemudian sirna.

c. Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.

d. Mengoceh tanpa arti berulang-ulang dengan bahasa yang tidak

dapat dimengerti orang lain.

e. Bicara tidak dipakai untuk alat komunikasi.

f. Senang meniru atau echolalia, dapat hafal kata-kata atau

nyanyian tanpa mengerti artinya.

14
g. Sebagian dari anak ini tidak berbicara (non verbal) atau sedikit

berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.

h. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa

yang ia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.

2. Interaksi Sosial

a. Penyandang autistik lebih suka menyendiri.

b. Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk

bertatapan.

c. Tidak tertarik untuk bermain bersama teman.

d. Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh.

3. Gangguan Sensoris

a. Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.

b. Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.

c. Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.

d. Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.

4. Pola Bermain

a. Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.

b. Tidak suka bermain dengan anak sebayanya.

c. Tidak kreatif, tidak imajinatif.

d. Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu

rodanya diputar-putar.

e. Senang akan benda yang berputar seperti kipas angin, roda

sepeda.

15
f. Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang

terus dan dibawa kemana-mana.

5. Perilaku

a. Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan

(deficit).

b. Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-

goyang, mengepakan tangan, berputar-putar dan melakukan

gerakan yang berulang-ulang.

c. Tidak suka pada perubahan.

d. Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong.

6. Emosi

a. Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa,

menangis tanpa alasan.

b. Temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang tidak

diberikan keinginannya.

c. Kadang suka menyerang dan merusak.

d. Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri.

e. Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.

Namun gejala tersebut di atas tidak harus ada pada setiap anak

penyandang autisme. Pada anak penyandang autisme berat mungkin

hampir semua gejala ada, tapi pada kelompok yang ringan mungkin

hanya terdapat sebagian saja.

16
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Autisme

Faktor-faktor resiko terjadinya autisme anak dibagi menjadi tiga yaitu

periode kehamilan atau prenatal, persalinan atau perinatal dan periode usia

bayi atau neonatal salah satu faktor resiko pada periode prenatal atau

kehamilan adalah usia orang tua. Penelitian dengan analisis regresi logistik

multivariat yang dilakukan di California, Amerika Serikat, tahun 2010

menyatakan bahwa usia ibu diatas 40 tahun memiliki resiko 1,51 kali lebih

besar untuk menyebabkan terjadinya autisme dibanding ibu dengan usia 25-

29 tahun dan 1,77 kali lebih besar untuk menyebabkan terjadinya autisme

dibanding ibu dengan usia kurang dari 25 tahun.

Kesehatan fisik, mental, dan psikologis serta keadaan keuangan selama

kehamilan merupakan faktor penting yang mempengaruhi perkembangan

dan kesehatan janin. Seorang ibu yang tidak sehat, tidak sehat secara mental

dan fisik serta gizi yang baik mungkin tidak dapat memiliki bayi yang sehat.

Serangkaian faktor risiko prenatal yang meningkatkan kerentanan anak

terhadap autisme, Usia orang tua yang lanjut (terutama usia ayah) telah

diidentifikasi sebagai salah satu faktor risiko autisme yang paling penting

dalam banyak penelitian, usia ibu dan ayah yang lebih tua dari atau sama

dengan 34 tahun ditemukan berhubungan dengan peningkatan risiko

autisme.

Sindrom metabolik, perdarahan, dan infeksi ibu selama kehamilan

adalah beberapa penyakit fisik ibu yang berhubungan dengan autisme anak.

Pendarahan ibu selama kehamilan yang berhubungan dengan peningkatan

17
risiko autisme dan sindrom metabolik termasuk diabetes, perilaku orang tua,

dan pola komunikasi mereka terhadap pembentukan kepribadian dan emosi

anak hubungan antara riwayat kejiwaan orang tua dan risiko gangguan

mental anak, terutama autisme terlihat jelas misalnya hubungan riwayat

kejiwaan orang tua seperti skizofrenia dengan peningkatan risiko autisme

hampir tiga kali lipat (Karimi dkk, 2017).

Pola konsumsi makanan merupakan salah satu faktor yang harus

diperhatikan bagi anak penyandang autis karena terdapat makanan-makanan

tertentu yang menjadi pantangan. Ada dua jenis protein yang perlu dihindari

oleh anak autis yaitu gluten dan kasein. Hal ini dikarenakan frekuensi

konsumsi gluten dan kasein akan memberikan dampak bagi penyandang

autis salah satunya adalah perilaku (Djati, Faridi and Rahayu, 2017).

2.3 Diet Bebas Gluten dan Kasein

2.3.1 Gluten

Gluten merupakan protein yang terdapat dalam tepung atau beberapa

jenis kacang-kacangan alami dan biji-bijian seperti jagung, quinoa, dan

gandum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Gluten adalah protein yang secara alami terdapat dalam keluarga

rumput seperti gandum/terigu, havermuth/oat dan barley. Gluten

memberikan kekuatan dan kekenyalan pada tepung terigu dan tepung

bahan sejenis, Hasil olahan yang mengandung gluten adalah semua yang

berasal dari tepung terigu seperti makaroni, spagetti, mie, ragi, juga bahan

18
pengembang kue dan roti. Selain itu, sereal atau snack-crackes juga

umumnya terbuat dari gandum-ganduman.

Gluten merupakan komponen protein (80%) dalam gandum yang

terdiri atas campuran protein gliadin dan glutenin. Gluten menyebabkan

penyakit terhadap intoleransi terhadap gluten, yang dikenal sebagai celiac

disease. Kondisi tersebut ditandai dengan terjadinya radang mukosa usus

halus sehingga mukosa usus tidak dapat berfungsi secara normal. Untuk

menghindari konsumsi gluten, dapat di konsumsi produk lain yang

berasal dari beras, jagung, kedelai, biji bunga matahari dan oat yang tidak

mengandung atau tidak terkontaminasi gluten (Dewanti and Machfud,

2014).

2.3.2 Kasein

Kasein merupakan komponen protein dalam susu. Protein yang

terdapat dalam susu adalah kasein (bahan pembentuk keju) dan protein

whey yang terdapat dalam bentuk cairan (limbah pembuatan keju).

Kasein terdapat dalam semua susu yang berasal dari ternak penghasil

susu, seperti sapi, kambing, kuda, kerbau, unta dan domba. Di dalam

kasein terdapat dua kelompok varian, yaitu kasein A (A1 dan A2) dan B.

Varian A1 diduga sering mendatangkan banyak masalah, yaitu penyebab

sindrom kematian bayi mendadak, penyakit jantung iskemik, dan

autisme.

19
2.3.3 Diet Bebas Gluten dan Kasein

Diet bebas kasein bebas gluten (GFCF) terbukti mampu menurunkan

perilaku ASD yang maladaptif, semakin banyak sumber gluten dan

kasein yang dikonsumsi, maka lebih sering muncul perilaku hiperaktif

dan sebaliknya jika pola diet diterapkan perilaku yang ditunjukkan anak

sangat adaptif. Pengaturan pola makan ini secara tidak langsung akan

mengurangi asupan nutrisi lain pada sumber makanan gluten dan kasein

tersebut sebagai vitamin dan mineral, sehingga perlu memperhatikan

jenis makanan lainnya mengganti asupan gizi anak ASD dan memenuhi

kebutuhan gizi sebagai upayanya mendukung imunitas anak yang

optimal (B, Fatmawati and Hidayat, 2023).

2.4 Status Gizi

Status gizi sangat erat kaitannya dengan asupan makanan, zat gizi dan

kebutuhan pangan tubuh. Kecukupan gizi sangat penting dilakukan pada

segala usia karena kecukupan gizi tubuh memegang peranan yang

menentukan kualitas, kesehatan, kecerdasan dan produktivitas manusia

(kemenkes, 2022). Status gizi juga diartikan sebagai keadaan kesehatan

yang dihasilkan dari keseimbangan antara kebutuhan gizi dan asupan

makanan. Kajian status gizi merupakan suatu ukuran yang didasarkan pada

data antropometri, biokimia, dan riwayat pola makan.

Sedangkan indeks status gizi merupakan penanda yang dapat

menggambarkan tingkat gizi seseorang. Seseorang dikatakan memiliki pola

makan seimbang apabila memenuhi kriteria tertentu setelah menjalani

20
penilaian gizi. Sebaliknya, ketika penilaian status gizi menunjukkan

seseorang mengalami gizi kurang atau kelebihan gizi, maka petugas medis

akan menyarankan gaya hidup sehat untuk memperbaiki pola makannya

dengan mengonsumsi makanan seimbang, risiko penyakit tertentu juga akan

berkurang.

Masalah gizi buruk sering terjadi di negara-negara berkembang seperti

asia, termasuk Indonesia. Prevalensi data gizi buruk dan kurang di Indonesia

menurut BB/U mencapai 17,7%, terdiri dari 3,9% gizi buruk dan 13,8% gizi

kurang (Riskesdas, 2018).

Nutrisi yang tidak mencukupi pada masa tumbuh kembang anak akan

sangat mempengaruhi berat badan, tinggi badan, serta perkembangan otak

anak. Oleh karena itu, pemerintah melalui berbagai program kerja

puskesmas terus berupaya melaksanakan program peningkatan status gizi

anak, Status gizi sendiri merupakan tolak ukur keberhasilan gizi anak.

Metode pengukuran status gizi yang umum digunakan di Indonesia

adalah antropometri gizi. Antropometri gizi merupakan suatu metode

pengukuran status gizi berdasarkan ukuran tubuh pada berbagai umur,

misalnya berdasarkan tinggi badan dan berat badan anak.

Menurut data Kemenkes RI (2018), status gizi anak usia sekolah dasar

(usia 5-12 tahun) di Indonesia berdasarkan tinggi dan berat badan masih

cukup banyak yang berada di bawah standar. Pada anak kelompok usia

sekolah dasar, 6,7% anak tergolong sangat pendek, 16,9% tergolong pendek.

status pendek dan sangat pendek ini cenderung lebih tinggi pada anak-anak

21
di daerah pedesaan. Berdasarkan status gizi anak menurut Indeks Masa

Tubuh (IMT), 2,4% tergolong sangat kurus, 6,8% tergolong kurus, 9,2%

tergolong obesitas. Kondisi obesitas cenderung lebih tinggi pada anak-anak

di daerah perkotaan.

Penilaian dan klasifikasi status gizi masing-masing anak dilakukan

berdasarkan nilai Indeks Massa Tubuh per usia (IMT/U). Klasifikasi status

gizi anak berdasarkan nilai Z-score yang mengacu pada Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2020 tentang Standar

Antropometri anak usia 5-18 tahun. Dengan kategori status gizi kurang, gizi

baik, gizi lebih, obesitas.

Informasi tentang status gizi setiap anak dan edukasi terkait kesehatan

pada anak (pengenalan makan sehat dan kemampuan membedakan makanan

sehat yang diperlukan tubuh dan makanan tidak sehat, menjelaskan prioritas

tubuh sehat) diambil setelah pengumpulan data anak-anak di kelas.

Hasil pemeriksaan status gizi anak juga diberikan kepada guru sehingga

hasil tersebut dapat membantu guru dalam memahami bagaimana

memanfaatkan kegiatan sekolah untuk mengingatkan anak akan pentingnya

hidup sehat dan makan sehat. Gizi menjadi unsur penting dalam

pertumbuhan dan perkembangan anak (Ali, 2022).

Gizi juga penunjang utama tumbuh kembang anak sehingga anak dapat

berkembang sesuai usia dan memiliki pematangan fungsi tubuh yang baik.

Oleh karena itu, orangtua harus memfasilitasi gizi yang cukup pada

anaknya. Gizi yang cukup yaitu pola makan yang memenuhi kebutuhan zat

22
gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang anak (Ali, 2022).

Sebaliknya gizi yang kurang maka perkembangan anak akan terganggu

(Fitriana, 2020).

Gizi kurang dapat menimbulkan berbagai penyakit sehingga dapat

menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak baik secara fisik

maupun psikis (Taufiqoh, Qodliyah and Meidiawati, 2021). Banyak faktor

yang mempengaruhi status gizi seseorang, termasuk pola makan. Pola

makan erat kaitannya dengan jenis, jumlah dan bahan makanan yang

dikonsumsi setiap hari, sehingga akan mempengaruhi status gizi anak

(Panjaitan dkk. 2019).

2.5 Penilaian Status Gizi

Menurut (Supariasa, 2021). Penilaian status gizi dibagi menjadi dua yaitu:

2.5.1 Penilaian Status Gizi Secara Langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat

penilaian yaitu antropometri, klinik, biokimia, dan biofisik. Masing-

masing penelitian tersebut akan dibahas secara umum sebagai berikut:

a. Antropometri

Antropometri adalah pengukuran tubuh manusia. Dari sudut

pandang gizi, antropometri gizi berkaitan dengan ukuran dan

komposisi tubuh yang berbeda pada usia dan tingkat gizi yang

berbeda antropometri sering digunakan untuk mendokumentasikan

ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan

23
ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan

tubuh seperti lemak otot dan air tubuh.

Table 2.1 Penilaian Status Gizi Anak Umur 5-18 Tahun. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2020 Tentang Standar Antropometri Anak.
Indeks Kategori status gizi Ambang batas
( Z-Score)
Umur (IMT/U) Gizi kurang (underweight) -3 SD sd < -2 SD
Anak usia 5-18
Gizi baik (normal) -2 SD sd + 1SD
Tahun
Gizi lebih (overweight) + 1 SD sd + 2 SD

Obesitas (obese) ˃ + 2 SD

Keterangan:

1) Anak yang termasuk pada kategori ini mungkin memiliki

masalah pertumbuhan, perlu dikonfirmasi dengan BB/TB atau

IMT/U.

2) Anak pada kategori ini termasuk sangat tinggi dan biasanya tidak

menjadi masalah kecuali kemungkinan adanya gangguan

endokrin seperti tumor yang memproduksi hormon pertumbuhan.

Rujuk ke dokter spesialis anak jika diduga mengalami gangguan

endokrin (misalnya anak yang sangat tinggi menurut umurnya

sedangkan tinggi orang tua normal).

3) Walaupun interpretasi IMT/U mencantumkan gizi buruk dan gizi

kurang, kriteria diagnosis gizi buruk dan gizi kurang menurut

pedoman Tatalaksana Anak Gizi Buruk menggunakan Indeks

24
Berat Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan (BB/PB

atau BB/TB).

b. Klinis

Pemeriksaan klinis merupakan metode yang sangat penting untuk

menilai status gizi manusia. Cara ini didasarkan pada perubahan

yang terjadi dan berkaitan dengan defisiensi nutrisi. Hal ini dapat

dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa

mulut atau pada organ dekat permukaan tubuh seperti kelenjar

tiroid.

Metode ini sering digunakan untuk penyelidikan klinis cepat.

Layanan ini dirancang untuk mendeteksi dengan cepat tanda-tanda

klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Selain

itu juga digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang

dengan melakukan pemeriksaan fisik, yaitu tanda dan gejala atau

riwayat penyakit.

c. Biokimia

Penilaian status gizi secara biokimia merupakan pengujian sampel

yang dilakukan terhadap berbagai jenis jaringan tubuh di

laboratorium. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah,

urin, tinja, dan beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

Metode ini digunakan untuk memperingatkan bahwa malnutrisi

yang lebih serius mungkin terjadi. Banyak gejala klinis yang kurang

25
spesifik, sehingga penentuan fisiokimia mungkin lebih berguna

dalam mengidentifikasi defisiensi nutrisi tertentu.

d. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan

status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan)

dan melihat perubahan struktur dari jaringan.Umumnya dapat

digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja

epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah

test adaptasi gelap.

2.5.2 Penggunaan Status Gizi Secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat di bagi tiga yaitu :

survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Pengerian

dan penggunaan metode ini akan diuraikan sebagai berikut :

a. Survei Konsumsi Makanan

Servei konsumsi pangan adalah metode penentuan status gizi tidak

langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang

dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat

memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada

masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat

mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.

b. Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan

menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka

26
kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat

penyebab tertentu dan data lain berhubungan dengan gizi.

Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator

tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.

c. Faktor Ekologi

Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah

ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan

lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat

tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan

lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting

untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai

dasar untuk melakukan program intervensi gizi.

2.6 Pengukuran Asupan Makanan

Menggunakan Food Frequency Questionaire (FFQ) bertujuan untuk

memperoleh data konsumsi pangan secara kualitatif dan informasi deskriptif

tentang pola konsumsi. Dengan metode ini kita dapat menilai frekuensi

penggunaan pangan atau kelompok pangan tertentu selama kurun waktu

yang spesifik (misalnya: per hari, minggu, bulan, tahun) dan sekaligus

memperkirakan konsumsi zat gizinya (Kusharto dan Supariasa, 2014)

(Silabus, 2014).

Peneliti memerlukan penilaian baru untuk pengolahan data lebih lanjut,

sehingga frekuensi konsumsi diberikan skor atau nilai pola konsumsi gluten,

kasein dapat dikatakan jarang jika skor kurang dari <200, sedangkan

27
dikatakan sering jika skor lebih dari >200. Kategori nilai atau skor yang

biasa dipakai menurut Sirajudin 2018 adalah :

a. >1 kali/hari : skor 50

b. 1 kali/hari : skor 25

c. 4-6 kali/minggu : skor 15

d. 1-3 kali/minggu : skor 10

e. 1-3 kali/bulan : skor 1

f. tidak pernah : skor 0

28
2.7 Kerangka Teori

Usia Orang Tua

Konsumsi gluten

Konsumsi kasein Kejadian anak autis

Status gizi

Kesehatan fisik/mental
ibu

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber : (Karimi et al., 2017).

29
BAB lll

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam

melakukan prosedur penelitian metode analisis data yang digunakan adalah

deskriptif. Dimana pengukuran variabel di lakukan dengan cara pengumpulan

dalam waktu yang bersamaan yang bertujuan untuk mengetahui gambaran

konsumsi gluten, kasein dan status gizi pada anak autis.

3.2 Kerangka Konsep

Konsumsi
Gluten,Kasein

Kejadian Anak Autis

Status Gizi

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada januari 2024 di PK-PLK Mutiara Bunda

Kota Bengkulu.

30
3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional variable yang di teliti pada penelitian ini di sajikan

pada table berikut :

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Operasional Cara Hasil ukur Skala
Ukur/Alat ukur
ukur
1. Konsumsi Jumlah frekuensi konsumsi Wawancara … Skor Rasio
Gluten bahan makanan dan olahan / FFQ
makanan yang mengandung
gluten dari 26 aitem yang di
olah oleh subjek penelitian
mengenai Gambaran
konsumsi gluten pada anak
autis dengan pilihan :
1. 1-3 kali/hari skor : 50
2. >3 kali/hari skor : 25
3. 3-6 kali/mg skor : 15
4. 1-2 kali/mg skor : 10
5. 1-3 kali/bln skor : 1
6. Tidak pernah skor : 0
2. Konsumsi Jumlah frekuensi konsumsi Wawancara … Skor Rasio
Kasein bahan makanan dan olahan / FFQ
makanan yang mengandung
kasein dari 14 aitem yang di
olah oleh subjek penelitian
mengenai Gambaran
konsumsi kasein pada anak
autis dengan pilihan :
1. 1-3 kali/hari skor : 50
2. >3 kali/hari skor : 25
3. 3-6 kali/mg skor : 15
4. 1-2 kali/mg skor : 10
5. 1-3 kali/bln skor : 1
6. Tidak pernah skor : 0

3. Status Penilaian terhadap keadan Pengukuran Index SD Rasio


Gizi gizi anak berdasarkan berat BB dan TB/
badan dan tinggi badan yang Timbangan
di konversi berdasarkan
injak dan
IMT/U.
mikrotoise.

31
3.5 Populasi dan sampel

3.5.1 Populasi

Populasi dapat diartikan sebagai keseluruhan elemen dalam penelitian

meliputi objek dan subjek dengan ciri-ciri dan karakteristik tertentu pada

prinsipnya, populasi adalah semua anggota kelompok manusia, binatang,

peristiwa, atau benda yang tinggal bersama dalam suatu tempat secara

terencana menjadi tergat kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian

(Amin, Garancang and Abunawas, 2023).

Berdasarkan data Dapodik PK-PLK Mutiara Bunda Kota Bengkulu

Tahun Pembelajaran 2023-2024 Jumlah anak yang bersekolah di PK-

PLK Mutiara Bunda sebanyak 118 siswa, dengan jumlah anak

penyandang autis sebanyak 46.

3.5.2 Sampel

Sampel secara sederhana diartikan sebagai bagian dari populasi yang

menjadi sumber data yang sebenarnya dalam suatu penelitian. Dengan

kata lain, sampel adalah sebagian dari populasi untuk mewakili seluruh

populasi (Amin, Garancang and Abunawas, 2023). Sampel dalam

penelitian ini adalah ibu dan anak penyandang autis yang bersekolah di

PK-PLK Mutiara Bunda.

3.5.3 Besar Sampel

Pada penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional


perhitungan besar sampel di perhitungkan melalui Rumus Lemeshow .

32
𝑁.𝑍21−α/2 . 𝑝.𝑞
n=
𝑑2(𝑁−1)+𝑍21−α/2 .𝑝.𝑞

ket :

n = Jumlah sampel

p = Perkiraan proporsi (0,2)

q = 1- p

d = Presisi absolut (10%)

𝑍21−α/2 = Statistic Z (Z= 1,96 untuk α = 0,05)

𝑁 = Besar populasi Maka :

𝑁.𝑍21−α/2 . 𝑝.𝑞
n=
𝑑2(𝑁−1)+𝑍21−α/2 .𝑝.𝑞

118 .1,962.0,2 (1−0,2)


n=
(0,1)2(118−1)+1,962.0,2 (1−0,2)

118. 3,8416 .0,2 .0,8


n=
0,01 .(117)+3,8416 .0,2 .0,8

72,52
n=
1,7846

n = 40 Sampel
Jadi sampel dalam penelitian ini di ambil yaitu berjumlah 40 anak
autis yang bersekolah di PK-PLK Mutiara Bunda Kota Bengkulu.

3.5.4 Kriteria Responden

a. Inklusi

1) Anak penyandang autis yang bersekolah di PK-PLK Mutiara

Bunda Kota Bengkulu.


33
2) Orang tua/wali yang menyetujui lembar perstujuan penelitian.

b. Ekslusi

1) Tidak hadir saat penelitian di lakukan.

2) Orang tua/wali tidak bersedia menjadi responden.

3.6 Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan metode

total sampling yaitu jumlah populasi adalah ibu dan anak penyandang autis

yang bersekolah di PK-PLK Mutiara yang jumlah 46 orang.

3.7 Jenis Data

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian, yaitu

status gizi diambil dengan cara pengukuran antropometri, dengan

menimbang berat badan menggunakan timbangan injak dan pengukuran

tinggi badan dengan menggunakan mikrotoise. Dan data konsumsi

gluten dan kasein yang diperoleh dengan cara wawancara FFQ.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sekolah PK-PLK

Mutiara Bunda yaitu nama, jumlah anak autis dan tempat tanggal lahir.

3.8 Pengumpulan Data

a. Data Primer (identitas responden, konsumsi gluten, kasein dan status gizi)

1) Data identitas responden berupa : nama, umur, alamat.

2) Data tentang konsumsi gluten dan kasein anak autis dengan cara

wawancara menggunakan alat ukur FFQ .

34
3) Data tentang status gizi diperoleh dengan cara pengukuran

antropometri dengan indeks IMT/U Berdasarkan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020.

b. Data sekunder meliputi gambaran umum, daerah penelitian di Kelurahan

Tanah Patah Kota Bengkulu.

3.9 Pengolahan Data

Data yang sudah terkumpul diolah dengan menggunakan program

komputer dengan tahap-tahap sebagai berikut :

1) Editing (pemeriksaan data) Data-data yang di dapat dari responden

peneliti diteliti kembali apakah isian pada lembar kuestioner atau formulir

sudah cukup lengkap dan cukup baik untuk diproses lebih lanjut.

2) Coding (pengkodean) Setiap lembar kuestioner yang memenuhi kriteria

sampel dan telah terisi semua, dilakukan pengkodean data. Coding

dilakukan sendiri oleh peneliti.

3) Entry data (memasukkan data) Data yang dikelompokkan diolah dan

dianalisa dengan menggunakan rumus persentase.

4) Tabulating Setelah dilakukan coding maka tabulasi data dengan

memberikan skor masing-masing sub variabel.

5) Cleaning (pembersihan data) Data-data yang sudah didalam tabel

diperiksa kembali dan sudah bebas dari kesalahan-kesalahan.

35
3.10 Analisis Data

Analisis Univariat, Hasil dari data yang telah diolah kemudian disajikan

dalam bentuk tabel dan analisis secara univariat. Analisa univariat bertujuan

untuk mengetahui gambaran distribusi variabel yang akan diteliti, baik

variabel dependen maupun variabel independent.

36
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. (2022) ‘Innovative Leadership Management in Early Children Education’,


Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(4), pp. 3007–3012.
Available at: https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i4.2198.

American Autism Association (2018) gangguan komunikasi pada anak autis.


Available at: https://www.autismspeaks.org/provider/american-autism-
association.

Amin, N.F., Garancang, S. and Abunawas, K. (2023) ‘Konsep Umum Populasi


dan Sampel dalam Penelitian’, Jurnal Pilar, 14(1), pp. 15–31.

B, L.N.H., Fatmawati, D.P. and Hidayat, L. (2023) Proceedings of the 1st UPY
International Conference on Education and Social Science (UPINCESS
2022), Proceedings of the 1st UPY International Conference on Education
and Social Science (UPINCESS 2022). Atlantis Press SARL. Available at:
https://doi.org/10.2991/978-2-494069-39-8.

BPS (2020) Profil Anak Usia Dini 2020, BPS. Available at:
https://www.bps.go.id/publication/2020/12/16/61b15a0ae2c3f125fd89559
a/profil-anak-usia-dini-2020.html.

Centers for Disease Control and Prevention (2019) Penderita Autism spectrum
disorder (ASD). Available at: https://www.cdc.gov/index.htm.

Dewanti, H.W. and Machfud, S. (2014) ‘Pengaruh diet bebas gluten dan kasein
terhadap perkembangan anak autis’, Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Indonesia, 6(2), pp. 67–74.

Djati, wahyu P.S.T., Faridi, A. and Rahayu, N.S. (2017) ‘Hubungan Pola
Konsumsi Gluten dan Kasein, Kepatuhan Diet Gluten Free Casein Free
(GFCF) dengan Perilaku Autis Di Rumah Autis Bekasi’, Jurnal Argipa,
2(2), pp. 83–84. Available at:
http://journal.uhamka.ac.id/index.php/argipa/article/download/2340/657.

Fadlan Isa Damanik and Said Iskandar Al-Idrus (2023) ‘Diagnosa Autisme Pada
Anak Dengan Sistem Pakar Menggunakan Metode Forward Chaining’,
Journal of Student Research, 1(2), pp. 448–460. Available at:
https://doi.org/10.55606/jsr.v1i2.1063.

Humas Pemerintah Provinsi Bengkulu (2018) Kehumasan. Available at:


https://bengkuluprov.go.id/tag/kehumasan/.

37
Karimi, P. et al. (2017) ‘Environmental factors influencing the risk of autism’,
Journal of Research in Medical Sciences, 22(1). Available at:
https://doi.org/10.4103/1735-1995.200272.

Kemendikbud (2022) Buku Panduan Guru Pendidikan Khusus bagi Peserta Didik
Autis Disertai Hambatan Intelektual. Available at:
https://static.buku.kemdikbud.go.id/content/pdf/bukuteks/kurikulum21/
Diksus-BG-Autis.pdf.

kemenkes (2022) Status gizi. Available at:


https://upk.kemkes.go.id/new/kementerian-kesehatan-rilis-hasil-survei-
status-gizi-indonesia-ssgi-tahun-2022.

Kemenkes (2022) Makanan untuk Anak Autis yang Sehat dan Kaya Manfaat.
Available at: https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1339/makanan-
untuk-anak-autis-yang-sehat-dan-kaya-manfaat.

Kemenkes (2023) Status Gizi Menurut Kemenkes. Available at:


https://stikeshb.ac.id/status-gizi-menurut-kemenkes-dan-faktor-yang-
mempengaruhi/#:~:text=Status gizi menurut Kemenkes merujuk,optimal
dan mencegah berbagai penyakit.

Mansur (2016) ‘Hambatan Komunikasi Anak Autis’, Al-Munzir, 9(1), pp. 80–96.
National Institute on Deafness and Other Communication Disorders (2020)
Gangguan Spektrum Autisme: Masalah Komunikasi pada Anak.

NBC (2023) Pusat pendidikan autis Bengkulu Nafar Brain Center (NBC).
Available at: https://www.rri.go.id/kesehatan/319436/400-anak-di-
bengkulu-menderita-autis#:~:text=KBRN%2C Bengkulu %3A Pusat
pendidikan autis,di Provinsi Bengkulu mengalami autisme.

Nurhidayah, I. et al. (2021) ‘Pengetahuan Ibu Tentang Diet Gluten Dan Kasein
Pada Anak Penyandang Autis Di Slb Wilayah Kabupaten Garut’, Jurnal
Perawat Indonesia, 5(1), pp. 599–611. Available at:
https://doi.org/10.32584/jpi.v5i1.849.

Riskesdas (2018) Prevalensi Data Riskesdas. Available at:


https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/
Hasil-riskesdas-2018_1274.pdf.

Silabus (2014) Teori Pola Konsumsi (Pola Makan). Available at:


https://www.silabus.web.id/teori-pola-konsumsi-pola-makan/.

Taufiqoh, S., Qodliyah, A.W. and Meidiawati, F. (2021) ‘J ur n al K e p e r a w a t


a n M u h a m m a d i y a h’, 6(4).

38
Yahya, R.E. and Madiun, U.P. (2023) ‘Memahami Anak Autis dan Penerapan
Model Pembelajaran’, 2(2), pp. 48–58.
Yayasan Autisme Indonesia (2020) Yayasan Autisma Indonesia (YAI). Available
at: https://autisme.or.id/.

39
L

40
Lampiran 1

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU


PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA GIZI
FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)

Yth. Ibu/Bapak

Perkenalkan saya Ririn, saat ini sebagai mahasiswa Diploma Tiga Gizi Poltekkes

Kemenkes Bengkulu. Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul

“Gambaran Konsumsi Gluten, Kasein dan Status Gizi pada Anak Autis di

Layanan Pendidikan Khusus Pk-Plk Mutiara Bunda Kota Bengkulu Tahun

2023”. Pada kesempatan ini, izinkan saya untuk menjelaskan hal-hal berikut :

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran antara konsumsi

gluten, kasein dan status gizi di PK-PLK Mutiara Bunda Kota Bengkulu.

Pendekatan yang saya lakukan adalah melalui wawanacara bahan makanan

mengandung gluten, kasein yang di konsumsi anak, mengukur tinggi badan dan

berat badan untuk menentukan status gizi anak.

41
Partisipasi dalam Penelitian

Saya telah meminta perstujuan kesediaan ibu/bapak secara sukarela untuk menjadi

informan dalam studi ini selaku orang tua anak. Keikutsertaan ibu/bapak pada

penelitian ini bersifat sukarela.

Pengunduran Diri

Selama proses penelitian berlangsung ibu/bapak dapat menyampaikan keberatan

bahkan menarik diri dari kegiatan tanpa mengurangi hak ibu/bapak dalam

mendapatkan pelayanan.

Jangka Waktu Partisipasi

Partisipasi ibu/bapak dalam penelitian ini paling lama 1 (satu) hari dengan

intervensi mewawancarai mengenai bahan makanan mengandung Gluten, kasein

yang di konsumsi anak. Ibu/bapak berhak mengatur waktu dan tempat untuk

diwawancarai, agar tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.

Informasi Terkait Penelitian

Informasi yang ingin saya dapatkan dari proses wawancara dan pemeriksaan ini

adalah perihal identitas, asupan makanan, status gizi.

Pengisian Food Frekuensi Questionnaire

Selanjutnya, saya akan melakukan pengukuran antropometri pada anak dan

wawancara kepada ibu/bapak selama kunjungan.Waktu yang diperlukan untuk

menyelesaikan wawancara maksimal 30 menit untuk menanyakan bahan makanan

sumber gluten, kasein yang di konsumsi anak.

42
Manfaat dan Potensi

Manfaat penelitian yang akan ibu/bapak dapatkan dari penelitian ini, ibu/bapak

akan mengetahui “Gambaran konsumsi gluten, kasein berdasarkan status giz anak

pada anak autis di Layanan PK-PLK Mutiara Bunda Kota Bengkulu tahun 2023”.

Kerahasiaan

Informasi yang diperoleh dalam penelitian ini akan dirahasiakan dan hanya dapat

diketahui oleh saya sendiri dan tim. Tidak ada penulisan identitas ibu/bapak dalam

pengolahan data, dan informasi tentang ibu/bapak sebagai subjek tidak akan

diketahui oleh pihak manapun.

Infomasi / Bantuan

Bila ada pertanyaan atau ada hal lain yang ingin di sampaikan berkenaan dengan

penelitian ini, ibu/bapak dapat menghubungi saya melalui nomor 083186468228.

Bengkulu, Desember 2023

Yang menyatakan

43
Lampiran 2

PERNYATAAN KESEDIAAN
MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Dengan menandatangani lembar ini, saya:

Nama :
Usia :
Alamat :

Memberikan persetujuan untuk menjadi responden dalam

penelitian yang berjudul “Gambaran Konsumsi Gluten,

Kasein dan Status Gizi pada Anak Autis di Layanan

Pendidikan Khusus Pk-Plk Mutiara Bunda Kota Bengkulu

Tahun 2023”. yang akan dilakukan oleh Ririn mahasiswi

Diploma Tiga Gizi Politeknik Kementerian Kesehatan

Bengkulu.

Saya telah dijelaskan bahwa serangkaian kegiatan ini

hanya digunakan untuk keperluan penelitian dan saya secara

sukarela bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

Bengkulu, Desember 2023

Yang menyatakan

44
Lampiran 3

45
Lampiran 4

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU


KODE DOKUMEN JURUSAN GIZI TANGGAL BERLAKU
FR.01.GK.GM.01
PROGRAM STUDI DIPLOMA III GIZI DIREVISI
FORMULIR FOOD FREQUENCY QUESTIONNAIRE

IDENTITAS RESPONDEN

Nama : Hari :

Umur : Tahun BB : TB : Tanggal :

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan*

Petunjuk :
Isi dengan berapa kali (√ ) pada kolom di bawah ini menurut kebiasaan makan Anda selama 1 bulan terakhir

UKURAN FREKUENSI KONSUMSI


BAHAN MAKANAN PENYAJIAN 1-3 >3 3-6 1-2 1-3 Tidak KET.
(Gram) kali/hr kali/hr kali/mg kali/mg kali/bln Pernah
A. Sumber Gluten
Tepung terigu
Mie instant
Mie+bakso
Mie pangsit
Mie ayam
Roti tawar
Roti isi
Biskuit
Kacang atom
Kacang telur
Chiki-chiki
Pempek
Martabak
Molen
Pisang goreng
Bakso tusuk
Siomay
Kue tat
Pastel/risoles
Donat
Kue bolu
Dadar gulung
Fried chicken
Tahu goreng
Tempe mendoan
Kacang pilus
B. Sumber Kasein
Susu
Yakult
Yougurt
Keju
Es krim
Sosis
Kornet
Sarden
Permen susu
Biskuit susu
Margarin
Selai coklat
Sereal
Puding susu
Keterangan
Item Bahan Makanan yang ditanyakan disesuaikan dengan kasus klien

46
MASTER TABEL
NO NAMA UMUR JK BB(kg) TB(cm) IMT/U STATUS GIZI SKOR
1 DMW 10 L 37 130 2.78 4
2 LS 7 P 32 125 2.68 4
3 FSH 7 L 26 115 2.8 4
4 MAN 10 L 25.6 132 -1.13 2
5 AMR 10 L 46.4 142 3.14 4
6 TQ 7 P 22.6 121 -0.23 2
7 JR 11 L 25 149 -3.5 1
8 YAK 6 L 16 107 -1.08 2
9 NHM 10 L 28 125 0.71 2
10 AF 9 L 48 144 3.73 4
Keterangan Status gizi IMT/U : Konsumsi Gluten,Kasein
1 : Gizi kurang (underweight) -3 SD sd < -2 SD 0 : jarang = skor ( ≤200)
2 : Gizi baik (normal) -2 SD sd + 1SD 1 : Sering = Skor (>200)
3 : Gizi lebih (overweight) + 1 SD sd + 2 SD
4 : Obesitas (obese) ˃ + 2 SD

47
Lampiran 5
Lampiran 6

TABEL KONSUMSI MAKANAN SUMBER GLUTEN DAN KASEIN


FREKUENSI KONSUMSI
NAMA BAHAN MAKANAN
1-3kali/hr >3/hr 3-6kali/hr 1-2kali/mg 1-3kali/bln Tidak pernah TOTAL

n % n % n % n % n % n % n %
A. Sumber gluten
Tepung terigu 0 0% 3 30% 3 30% 3 30% 1 10% 0 0% 10 100%
Mie instant 0 0% 0 0% 3 30% 5 50% 2 20% 0 0% 10 100%
Mie+bakso 0 0% 0 0% 3 30% 5 50% 1 10% 1 10% 10 100%
Mie pangsit 0 0% 0 0% 3 30% 4 40% 1 10% 2 20% 10 100%
Mie ayam 0 0% 0 0% 3 30% 4 40% 1 10% 2 20% 10 100%
Roti tawar 5 50% 1 10% 2 20% 0 0% 1 10% 1 10% 10 100%
Roti isi 2 20% 3 30% 3 30% 1 10% 0 0% 1 10% 10 100%
Biskuit 4 40% 3 30% 2 20% 1 10% 0 0% 0 0% 10 100%
Kacang atom 3 30% 1 10% 2 20% 4 40% 0 0% 0 0% 10 100%
Kacang telur 2 20% 0 0% 2 20% 4 40% 1 10% 1 10% 10 100%
Chiki-chiki 4 40% 3 30% 2 20% 1 10% 0 0% 0 0% 10 100%
Pempek 1 10% 0 0% 0 0% 0 0% 4 40% 5 50% 10 100%
Martabak 0 0% 0 0% 0 0% 2 20% 4 40% 4 40% 10 100%
Molen 1 10% 0 0% 0 0% 0 0% 6 60% 3 30% 10 100%
Pisang goreng 1 10% 0 0% 1 10% 4 40% 4 40% 0 0% 10 100%
Bakso tusuk 1 10% 0 0% 0 0% 1 10% 4 40% 4 40% 10 100%
Siomay 1 10% 0 0% 0 0% 2 20% 4 40% 3 30% 10 100%
Kue tat 1 10% 0 0% 0 0% 0 0% 2 20% 7 70% 10 100%
Pastel/risoles 0 0% 0 0% 2 20% 6 60% 2 20% 0 0% 10 100%
Donat 1 10% 0 0% 3 30% 5 50% 1 10% 0 0% 10 100%
Kue bolu 1 10% 0 0% 0 0% 4 40% 2 20% 3 30% 10 100%
Dadar gulung 0 0% 0 0% 3 30% 3 30% 2 20% 2 20% 10 100%
Fried chicken 5 50% 0 0% 2 20% 3 30% 0 0% 0 0% 10 100%
Tahu goreng 3 30% 0 0% 1 10% 5 50% 0 0% 1 10% 10 100%
Tempe mendoan 1 10% 1 10% 0 0% 4 40% 2 20% 2 20% 10 100%
Kacang pilus 2 20% 2 20% 4 40% 1 10% 0 0% 1 10% 10 100%
B. Sumber Kasein
Susu 5 50% 3 30% 2 20% 0 0% 0 0% 0 0% 10 100%
Yakult 0 0% 1 10% 1 10% 5 50% 1 10% 2 20% 10 100%
Yougurt 0 0% 1 10% 0 0% 2 20% 1 10% 6 60% 10 100%
Keju 0 0% 0 0% 2 20% 1 10% 2 20% 5 50% 10 100%
Es krim 1 10% 0 0% 3 30% 4 40% 2 20% 0 0% 10 100%
Sosis 3 30% 0 0% 0 0% 5 50% 0 0% 2 20% 10 100%
Kornet 0 0% 0 0% 0 0% 1 10% 0 0% 9 90% 10 100%
Sarden 0 0% 0 0% 0 0% 2 20% 2 20% 6 60% 10 100%
Permen susu 1 10% 1 10% 2 20% 3 30% 1 10% 2 20% 10 100%
Biskuit susu 1 10% 2 20% 3 30% 3 30% 1 10% 0 0% 10 100%
Margarin 0 0% 1 10% 0 0% 3 30% 0 0% 6 60% 10 100%
Selai coklat 1 10% 1 10% 2 20% 2 20% 1 10% 3 30% 10 100%
Sereal 1 10% 2 20% 5 50% 0 0% 1 10% 1 10% 10 100%
Puding susu 1 10% 1 10% 0 0% 4 40% 2 20% 2 20% 10 100%

48
DOKUMENTASI KEGIATAN

49
50

Anda mungkin juga menyukai